PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA EKSTRAK …digilib.unila.ac.id/37356/6/3. SKRIPSI TANPA...
Transcript of PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA EKSTRAK …digilib.unila.ac.id/37356/6/3. SKRIPSI TANPA...
PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA EKSTRAK NANOSILIKA
BERBASIS BATU APUNG
(Skripsi)
Oleh
ERIKA SEMPANA BR GINTING
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA EKSTRAK NANOSILIKA
BERBASIS BATU APUNG
Oleh
ERIKA SEMPANA BR GINTING
Telah dilakukan penelitian untuk mengamati pengaruh konsentrasi NaOH pada
ekstrak nanosilika berbasis batu apung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variasi penambahan NaOH terhadap jumlah dan komposisi kimia hasil
ekstrak nanosilika, mengetahui fasa nanosilika yang terbentuk dan mengetahui
ukuran nanosilika yang terbentuk. Proses ekstraksi dilakukan dengan NaOH, H2SO4,
dan HCl. Variasi NaOH yang digunakan yaitu 2,0 M, 2,5 M, 3,0 M, 3,5 M dan 4,0
M. Serbuk batu apung dikalsinasi pada suhu 500ºC selama 4 jam dan serbuk
nanosilika dikalsinasi pada suhu 800ºC selama 5,5 jam. Karakterisasi dilakukan
dengan X- Ray Flouresence (XRF), X-Ray Diffractometer (XRD), dan Transmission
Electron Microscopy (TEM). Hasil ekstrak yang dihasilkan semakin meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi NaOH. Analisis XRF menunjukkan
nanosilika dengan kemurnian tertinggi pada nanosilika NaOH 3,0
M. Difraktogram XRD menunjukkan bahwa serbuk batu apung membentuk fasa
anorthite dan fasa albite, serta nanosilika NaOH 4,0 M dan 3,5 M menghasilkan fasa
amorf yang mengindikasi fasa thenardite, dan nanosilika NaOH 3,0 M memiliki fasa
amorf. Ukuran partikel nanosilika NaOH 3,0 M berada pada kisaran 8,8-19,5 nm dengan rata-rata (14,8 ± 3,07) nm.
Kata Kunci: batu apung, nanosilika, NaOH.
i
ABSTRACT
THE INFLUENCE OF THE CONCENTRATION OF NaOH ON
EXTRACTS NANOSILICA-BASED PUMICE
BY
ERIKA SEMPANA BR GINTING
The investigation of effect NaOH for extracting nanosilika from pumice has been
carried out. The aim of research is to study the effect of variation NaOH against
the amount and chemical compositions of nanosilica extract results, knowing the
phase of nanosilika formed and knowing the size of the nanosilika formed. The
extraction process is carried out with NaOH, H2SO4 and HCl. Variations of NaOH
used is 2,0 M, 2,5 M, 3,0 M, 3,5 M and 4,0 M. Pumice powder was calcined at
500ºC fot 4 hours and nanosilica powder was calcined at 800ºC for 5,5 hours.
Nanosilica was characterized by X-Ray Flouresence (XRF), X-Ray
Diffractometer (XRD) and Transmission Electron Microscopy (TEM). The results
of extraction increases with increasing concentration of NaOH. XRF analysis
shows that the highest amorphous nanosilica was obtained in nanosilica NaOH 3,0
M. Difractogram XRD shows that pumice powder formed anorthite and albite phase,
nanosilica NaOH 4,0 M and 3,5 M have amorphous phase and indicates the phase
of thenardite, and nanosilika 3,0 M NaOH have amorphous phase. Based on TEM
result, the particle size of amorphous nanosilica NaOH 3,0 M is in the range of 8,8-
19,5 nm and the average of particle size is (14,8 ± 3,07) nm.
Key words: pumice, nanosilica, NaOH.
ii
PENGARUH KONSENTRASI NaOH PADA EKSTRAK NANOSILIKA
BERBASIS BATU APUNG
Oleh
ERIKA SEMPANA BR GINTING
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Ekstrak
Nanosilika Berbasis Batu Apung
Nama Mahasiswa : Erika Sempana br Ginting
Nomor Pokok Mahasiswa : 1417041026
Jurusan : Fisika
Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Prof. Posman Manurung, M.Si., Ph.D. Agus Riyanto, S.Si., M.Sc. NIP. 19590308 199103 1 001 NIP. 19860822 201504 1 002
2. Ketua Jurusan Fisika FMIPA
Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. NIP. 19710909 200012 1 001
iv
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Prof. Posman Manurung, M.Si., Ph.D. ....................
Sekretaris : Agus Riyanto, S.Si., M.Sc. ....................
Penguji
Bukan Pembimbing : Drs. Ediman Ginting, M.Si. ....................
2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D. NIP. 19710212 199512 1 001
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 11 Oktober 2018
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah dilakukan orang lain dan sepengetahuan saya tidak ada karya atau
pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain kecuali yang secara tertulis
diacu dalam naskah ini sebagaimana disebutkan dalam daftar pustaka. Selain itu,
saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.
Apabila ada peryataan saya yang tidak benar, maka saya bersedia dikenai sanksi
sesuai dengan hukuman yang berlaku.
Bandar Lampung, 11 Oktober 2018
Materai 6000
Erika Sempana br Ginting NPM. 1417041026
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Erika Sempana br Ginting, dilahirkan pada tanggal 25
Juni 1995 di Kabanjahe Kabupaten Karo Sumatera Utara. Penulis merupakan anak
pertama dari dua bersaudara dari pasangan Alm. Bapak Minpin Ginting dan Ibu
Kenangan br Purba. Pendidikan yang telah ditempuh oleh penulis adalah Sekolah
Dasar Negeri 040460 Berastagi pada Tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama
Negeri 01 Kabanjahe pada Tahun 2011, Sekolah Menengah Atas Negeri 01
Tigapanah pada Tahun 2014.
Penulis diterima di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung pada tahun 2014
melalui jalur SBMPTN lalu mendapat beasiswa Bidikmisi selama perkuliahan.
Selama menempuh pendidikan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Sains
Dasar Fisika pada tahun 2015/2016, dan asisten praktikum Fisika Eksperimen
pada tahun 2016/2017. Pada Tahun 2017, penulis menyelesaikan Praktek Kerja
Lapangan (PKL) di Pusat Sains dan Teknologi Akselerator-Badan Tenaga Nuklir
Nasional (PSTA-BATAN) Yogyakarta, yang berjudul “Deposisi Perak (Ag) pada
Substrat Kaca Preparat (SiO2) dengan Metode DC Sputtering”. Penulis juga
melakukan pengabdian terhadap masyarakat dengan mengikuti program Kuliah
Kerja Nyata (KKN) Universitas Lampung tahun 2017 di desa Sukabaru,
Penengahan, Lampung Selatan. Dalam bidang organisasi penulis di percaya
sebagai anggota magang Bidang Minat dan Bakat HIMAFI FMIPA Unila (2014-
vii
2015), Anggota Minat dan Bakat HIMAFI FMIPA Unila (2015-2017), Sekretaris
Umum IMKA Rudang Mayang Lampung (2016-2018).
viii
PERSEMBAHAN
Dengan rasa syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, kupersembahkan karya kecil ini
kepada
Mama tercinta Ir. Kenangan br Purba
dan
Adik tercinta Fredy Septrianus Ginting
Keluarga besar yang selalu memberi dukungan doa dan semangat
Rekan-rekan seperjuangan FISIKA FMIPA UNILA 2014
Serta Almamater Tercinta
“UNIVERSITAS LAMPUNG”
ix
MOTTO
Bekerjalah Sambil Berdoa
(Ora et Labora)
“Apa yang tidak pernah dilihat oleh mata, dan tidak pernah
didengar oleh telinga dan yang tidak pernah timbul di dalam hati
manusia: semua disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi
DIA”
(1 Korintus 2:9)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi hikmat, karunia serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Ekstrak Nanosilika
Berbasis Batu Apung” yang merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Sains (S.Si) pada bidang Material Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
Skripsi ini membahas tentang pengekstrakan silika berskala nano dari batu apung
Tanggamus. Pada skripsi ini dilakukan analisis serbuk batu apung beserta silika
yang diekstrak dari batu apung dengan menggunakan XRF, XRD dan TEM.
Penulis menyadari bahwa dalam penyajian skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Semoga skripsi ini dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya agar lebih
sempurna dan dapat memperkaya ilmu pengetahuan.
Bandar Lampung, 11 Oktober 2018
Erika Sempana br Ginting
xiii
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberi hikmat, karunia serta rahmat-Nya sehingga penulis dapat menelesaikan
skripsi yang berjudul “Pengaruh konsentrasi NaOH pada Ekstrak Nanosilika
Berbasis Batu Apung”. Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati dan rasa hormat, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Posman Manurung, M.Si. Ph.D. selaku pembimbing pertama yang telah
banyak memberi bimbingan, motivasi, nasihat serta ilmunya.
2. Agus Riyanto, S.Si. M.Sc. selaku pembimbing kedua yang telah memberikan
saran dalam penulisan skripsi ini.
3. Drs. Ediman Ginting, M.Si. selaku penguji yang telah memberikan koreksi
selama penulisan skripsi.
4. Arif Surtono, S.Si., M.Si., M.Eng. selaku ketua jurusan Fisika FMIPA
Universitas Lampung
5. Prof. Warsito, S.Si., DEA., Ph.D., selaku dekan FMIPA Universitas Lampung
6. Orangtuaku, Ibu Kenangan br Purba dan adikku Fredy Septrianus Ginting
yang selalu memberi dukungan doa serta semangat.
7. Kak Resa Flanika br Ginting, Erik Estrada Ginting dan bang Ricky Bermana
Purba atas dukungan semangat yang diberikan.
xii
8. Lusi Vusfita Sari dan Riska Trisna Nuraini sebagai tim seperjuangan dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Semoga Tuhan selalu membalas dengan hal yang lebih baik.
Bandar Lampung, 11 Oktober 2018
Erika Sempana br Ginting
xiii
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v
PERNYATAAN.............................................................................................. vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ viii
PERSEMBAHAN........................................................................................... x
MOTTO .......................................................................................................... xi
KATA PENGANTAR .................................................................................... xii
SANWACANA ............................................................................................... xiii
DAFTAR ISI................................................................................................... xv
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 4
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 4
D. Batasan Masalah ............................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
xiv
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanoteknologi................................................................................... 5
B. Nanosilika ......................................................................................... 7
C. Batu Apung....................................................................................... 10
D. XRD.................................................................................................. 12
E. TEM.................................................................................................. 16
F. XRF .................................................................................................. 18
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian........................................................... 22
B. Alat dan Bahan Penelitian ................................................................ 22
C. Prosedur Penelitian ........................................................................... 22
D. Diagram Alir Penelitian .................................................................... 28
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Silika Batu Apung Hasil Ekstrak...................................................... 32
B. Hasil Analisis XRF .......................................................................... 33
C. Hasil Analisis XRD .......................................................................... 38
D. Hasil Analisis TEM .......................................................................... 45
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 48 B. Saran ................................................................................................ 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1. Pendekatan top-down dan bottom-up ........................................ 6
Gambar 2.2. Gambaran urutan tingkat skala.................................................. 6
Gambar 2.3. Batu apung ................................................................................ 10
Gambar 2.4. Mesin difraksi sinar-X............................................................... 12
Gambar 2.5. Ilustrasi skema dua dimensi atom (a) kristal
dan (b) kaca SiO2 ...................................................................... 14
Gambar 2.6. Skematik TEM .......................................................................... 17
Gambar 2.7. EDXRF...................................................................................... 20
Gambar 2.8. WDXRF .................................................................................... 22
Gambar 3.1. Diagram alir preparasi serbuk batu apung ................................ 29
Gambar 3.2. Diagram alir ekstraksi nanosilika dari batu apung.................... 30
Gambar 4.1. Grafik pengaruh konsentrasi NaOH terhadap nanosilika.......... 35
Gambar 4.2. Grafik pengaruh konsentrasi NaOH terhadap
persentase Al2O3 ....................................................................... 37
Gambar 4.3. Grafik pengaruh konsentrasi NaOH terhadap
persentase SO3 .......................................................................... 38
Gambar 4.4. Difraktogram hasil karakterisasi XRD batu apung
nanosilika 3,0 M, nanosilika 3,5 M dan nanosilika 4,0 M........ 39
Gambar 4.5. Hasil TEM nanosilika NaOH 3,0 M ......................................... 46
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1. Sifat fisis dan kimia nanosilika ..................................................... 8
Tabel 2.2. Kandungan kimia batu apung ....................................................... 11
Tabel 3.1. Variasi bahan................................................................................. 25
Tabel 4.1. Nanosilika batu apung hasil ekstrak.............................................. 32
Tabel 4.2. Hasil analisis XRF ........................................................................ 34
Tabel 4.3. Perbandingan data XRD batu apung dengan
data standar PCPDFWIN............................................................... 41
Tabel 4.4. Perbandingan data XRD nanosilika NaOH 4,0 M
dengan data nomor PDF 43-1465.................................................. 42
Tabel 4.5. Perbandingan data XRD nanosilika NaOH 3,5 M
dengan data nomor PDF 43-1465.................................................. 43
xvii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nanoteknologi merupakan teknologi pada skala nano yang banyak dikembangkan
oleh para ilmuan dunia. Istilah nanoteknologi diturunkan dari istilah nanometer
dan pertama kali digunakan pada tahun 1974 oleh Nario Taniguchi yang mengacu
pada toleransi yang tepat dan akurat untuk bahan dan bidang permesinan. Nano
berasal dari kata Yunani untuk dwarf yang berarti kurcaci atau kerdil (Ashby et al.
2009). Nano biasanya digunakan untuk menyebut unit dengan ukuran sangat kecil
yang setara dengan sepersemiliar meter. Ukuran untuk teknologi skala nano
berada pada kisaran 10 sampai 100 nanometer (Kanchanawong and Waterman,
2012). Terciptanya nanoteknologi tidak lepas dari adanya material berukuran nano
sebagai penyusunnya, dimana material skala nano disebut nanomaterial.
Nanomaterial merupakan material yang memiliki karakteristik fisik dan kimia
yang lebih spesifik dibandingkan material lainnya yang berukuran lebih besar,
sehingga nanomaterial menghasilkan material baru dengan kemajuan teknologi
yang lebih menjanjikan. Sifat material umumnya bergantung pada komposisi
kimianya serta lingkungan sekitarnya. Dalam kaitannya dengan volume,
penurunan ukuran partikel dan luas permukaan menyebabkan peningkatan jumlah
molekul atau atom di permukaan yang berpotensi mengubah reaktivitas
permukaan (Jong et al., 2010). Nanomaterial menarik minat para ilmuwan untuk
2
meneliti dan mengembangkan beberapa material menjadi skala nano seperti,
nanonanosilika (Singh et al., 2011), nanotitania (Machwan et al., 2014),
nanoperak (Farhana and Meera, 2016), nanoalumina (Shivaprasad et al., 2018),
nanokarbon (Tzileroglou et al., 2017), nanoemas (Axelevitch et al., 2014), nano-
ZnO, nano-Cu, nano-Pb (Zhai et al., 2017).
Nanosilika adalah salah satu material yang banyak diaplikasikan di bidang
industri, seperti produksi semen, keramik, kromatografi, katalisator, produksi
material maju (seperti SiC, Si3N3, unsur Si dan Mg2Si) dan juga digunakan pada
pengolahan air limbah (Sarikaya et al., 2016). Nanosilika memiliki ketersediaan
yang sangat melimpah di alam dengan unsur utama silikon. Silikon (Si)
merupakan unsur utama yang terdapat di kerak bumi dengan bentuk senyawa
nanosilika (silicon dioxide) dengan rumus molekul SiO2. Nanosilika di alam dapat
diperoleh dari mineral dan nabati. Nanosilika mineral bisa didapatkan dari batu
apung (Mourhly et al., 2015), pasir kuarsa (Saleh et al., 2015) dan nanosilika yang
berasal dari bahan nabati bisa didapatkan dari sekam padi (Shen, 2017), tongkol
jagung, dan ampas tebu (Wardhani, 2017). Selain pasir kuarsa, batu apung
merupakan salah satu mineral yang memiliki kandungan nanosilika tinggi hingga
60,82% (Hossain, 2003).
Batu apung disebut juga pumice merupakan salah satu batu endapan vulkanik
yang banyak ditemukan di Indonesia. Indonesia salah satu negara yang terkenal
mempunyai gunung api aktif terbanyak di dunia, yaitu sekitar 30% gunung aktif
di dunia berada di Indonesia (Pratomo, 2006). Lampung merupakan salah satu
provinsi di Indonesia yang memiliki gunung aktif yang pernah meletus pada tahun
1883 (Simkin and Fiske, 1983). Letusan tersebut mengakibatkan adanya endapan
3
vulkanik yang tersebar di kawasan yang terkena dampak letusan. Beberapa daerah
di Lampung yang terkena dampak letusan tersebut yaitu Kabupaten Lampung
Selatan (Putra dan Yulianto, 2017) dan tersebar ke beberapa daerah di Lampung
termasuk Kabupaten Tanggamus melalui letusan material-material vulkanik
ataupun tsunami yang terjadi (Putra dan Yulianto, 2016). Letusan tersebut
mengakibatkan ada banyak batu apung hasil letusan gunung krakatau yang tersebar.
Sebagai pemanfaatan dari batu apung yang cukup melimpah di Lampung, maka
dilakukanlah penelitian untuk mensintesis nanosilika dari batu apung yang diketahui
memiliki kandungan nanosilika yang cukup tinggi.
Pada dasarnya, kelarutan nanosilika di air akan semakin tinggi bila temperatur
naik, pH semakin tinggi, serta alkalinitas semakin tinggi. Menurut Kalapaty et al.
(2000), senyawa nanosilika mudah larut pada suasana basa dan akan mengendap
pada suasana asam. Nanosilika dapat larut dengan basa kuat seperti hidroksida
alkalin pada pH di atas 9. Menurut Mourhly et al. (2015), NaOH merupakan salah
satu basa kuat yang dapat digunakan untuk mengekstraksi nanosilika dengan
kemurnian hingga 94%.
Menurut Srivastava et al. (2013), ekstraksi nanosilika berbahan dasar perlit
dengan NaOH sebagai pengekstrak dapat menghasilkan nanosilika dengan jumlah
yang meningkat seiring dengan bertambahnya molaritas NaOH. Penelitian
tersebut menjadi acuan penelitian ini untuk melakukan ekstraksi nanosilika
berbasis batu apung dengan mengamati pengaruh variasi NaOH pada hasil ekstraksi
nanosilika berbasis batu apung. Variasi NaOH yang digunakan yaitu 2,0
M, 2,5 M, 3,0 M, 3,5 M dan 4,0 M, serta menggunakan batu apung yang berasal
dari kabupaten Tanggamus Lampung.
4
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh variasi penambahan NaOH terhadap jumlah dan
komposisi kimia hasil ekstrak nanosilika?
2. Bagaimana fasa nanosilika yang terbentuk?
3. Bagaimana ukuran partikel nanosilika yang terbentuk?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh variasi penambahan NaOH terhadap jumlah dan
komposisi kimia hasil ekstrak nanosilika.
2. Mengetahui fasa nanosilika yang terbentuk.
3. Mengetahui ukuran partikel nanosilika yang terbentuk.
D. Batasan Masalah
Batasan masalah pada penelitian ini adalah:
1. Batu apung yang digunakan dalam pembuatan nanosilika berasal dari
kabupaten Tanggamus Lampung.
2. Kalsinasi dilakukan pada suhu 500ºC dan 800ºC.
3. Variasi NaOH yang digunakan adalah 2,0 M, 2,5 M, 3,0 M, 3,5 M dan 4,0 M.
4. Uji yang digunakan adalah X-Ray Flourescence (XRF), X-Ray Diffractometer
(XRD), dan Transmission Electron Microscopy (TEM).
E. Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah:
1. Dapat digunakan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Dapat menjadi landasa untuk penelitian selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Nanoteknologi
Istilah nanoteknologi pertama kali dikemukakan secara resmi oleh Nario
Taniguchi (1974) dari Tokyo Science University dalam makalahnya yang berjudul
on basic concept of nano-technology. Secara umum, terdapat dua buah
pendekatan dalam menyintesis material ukuran nano yaitu pendekatan top-down dan
pendekatan bottom-up seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. K. E. Dexler
(1981), menggambarkan pendekatan bottom-up, sedangkan pendekatan top-down
dibahas sebelumnya oleh Feynman dan Taniguchi. Pendekatan bottom- up yaitu
sintesis yang dimulai dari atom-atom dan molekul-molekul atau klaster- klaster
yang dirangkai membentuk material berukuran nano yang dikehendaki, sedangkan
pendekatan top-down merupakan sintesis yang dilakukan dengan cara memecahkan
material ukuran besar menjadi material berukuran nanometer.
Dexler (1986) menerbitkan sebuah buku “Engines of creation”, yang akhirnya mempopulerkan istilah naoteknologi. Istilah nano berasal dari kata Yunani dwarf yang berarti kerdil atau kurcaci (Ashby et al., 2009). Ukuran tersebut telah diformalkan oleh System International (SI) dari unit ilmiah yang mengadopsi nano sebagai pengali 10-9, oleh karena itu 1 nm berarti 10-9 meter (Ramsden, 2011). Perspektif skala nanometer ditunjukan pada Gambar 2.2.
6
Gambar 2.1 Pendekatan top-down dan bottom-up (Sumber: http://www.ques.com
/p/29063/what-are-the-methods-used-in-nano-material-synthes/)
Gambar 2.2. Gambaran urutan tingkat skala (Ashby et al., 2009). Nanoteknologi
melibatkan produksi, manipulasi, penggunaan, serta karakterisasi
suatu nanomaterial, sehingga sebuah nanomaterial didefinisikan sebagai bahan
satu dimensi berukuran 1-100 nm (Bosquets and Mbundi, 2017). Nanoteknologi
telah mempengaruhi perbaikan material cerdas dengan menerapkan perubahan
7
yang relatif sederhana terhadap teknologi yang ada dan memiliki potensi untuk
berkembang pesat disetiap aspek kehidupan manusia (Dahman et al., 2017).
Nanoteknologi tumbuh dengan sangat pesat sebagai ilmu dan aplikasi nanomaterial.
Sifat material seperti kelarutan, reaktivitas, spektroskopi, listrik dan magnetik,
transportasi melalui membran dapat diubah saat material berukuran nano yang
umumnya berbeda dari material yang sama dengan ukuran partikel yang lebih
besar. Teknologi ini memiliki aplikasi yang luas (Armarego, 2017), seperti pada
ilmu teknik sipil, nanoteknologi diperlukan dalam proses desain dan kontruksi yang
menguntungkan dari sisi struktur yang lebih ringan dan komposisi struktur yang
lebih kuat misalkan untuk pembangunan jembatan dan gedung tinggi, contohnya
yaitu penggunaan semen nano sebagai bahan konstruksi dalam pembuatan beton.
Penambahan material nano dapat meningkatkan kekuatan dan daya tahan beton
serta terkadang dimodifikasi dengan penambahan nanotabung dan nanosilika
yang reaktif. Aplikasi lain dari nanoteknologi adalah nano komposit (material
padat multi fase), lapisan nano (nano coating), nano baja, dan lain sebagainya
(Gajanan dan Tijare, 2018).
B. Nanosilika
Silikon berlimpah di kerak bumi dalam berbagai senyawa (Tilli and Haapalinna,
2010), yang sebagian besar ditemukan dalam bentuk mineral nanosilikat kristalin.
Nanosilika bebas salah satu istilah yang digunakan untuk silikon dioksida (SiO2)
yang tidak digabungkan dengan unsur lain dalam mineral nanosilikat namun sebagai
oksida murni (Seaton et al., 1987). Nanosilika bahan amorf, yang terdiri dari atom
silikon dan oksigen yang terhubung dalam jaringan ikatan Si-O-Si yang
8
No. Keterangan
1. Nama IUPAC Silicon Dioxide
2. Nama lain Nanosilika; Kuarsa; Cristobalite; Dioxosilane
3. Rumus kimia SiO2
4. Struktur 2D
5.
Deskripsi fisik
Transparan keabu-abuan, bubuk tak berbau
6. Berat molekul 60,083 gr/mol 7. Massa jenis 2,66 gr/cm3
8. Titik didik 2230ºC
9. Titik leleh 1716-1736ºC
tidak beraturan dengan kelompok silanol (Si-OH) yang ada di dalam dan di
permukaan (Miloskovska, 2013). Nanosilika dapat dikatakan sebagai produk
penting dalam industri mineral seperti dalam produksi keramik (Fauzan dkk.,
2013). Sifat fisis dan kimia nanosilika dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Sifat fisis dan kimia nanosilika (National Center for Biotecnology
Information, 2005).
Nanosilika dapat diperoleh dari nanosilika sintesis, mineral, dan nabati. Secara
komersial nanosilika sintesis yaitu Tetraethylortosilicate (TEOS) dan
Tetramethylorthosilicate (TMOS). Nanosilika mineral dapat diekstraksi dari batu
apung, pasir kuarsa, lempung dan juga abu terbang batu bara, sedangkan
nanosilika nabati dapat diekstraksi dari sekam padi, bonggol jagung, dan ampas tebu
(Yusandika, 2016). Nanosilika komersial didapatkan dengan cara pengendapan
dan diasapi (fumed). Nanosilika yang diendapkan dibuat dengan reaksi natrium
nanosilikat dan asam sulfat dalam kondisi basa, sedangkan nanosilika yang diasapi
dibuat dengan oksidasi uap silikon tetraklorida pada suhu diatas 1000ºC. Sifat fisik
kedua nilai nanosilika amorf ini ditentukan oleh cara produksi dan parameter reaksi
(Miloskovska, 2013).
9
Ekstraksi unsur nanosilika yang berasal dari nanosilika anorganik memiliki sifat
kestabilan tinggi terhadap mekanik, temperatur, dan kondisi keasaman.
Mendapatkan nanosilika dari bahan anorganik, dilakukan dengan melarutkannya
terlebih dahulu dengan zat pelarut dan kemudian dilanjutkan dengan proses
pemurnian nanosilika hasil ekstraksi. Faktor yang sangat mempengaruhi
keberhasilan proses ekstraksi meliputi suhu, konsentrasi larutan pelarut, waktu
ekstraksi dan pengadukan (Fauzan dkk., 2013).
Struktur nanosilika dipengaruhi oleh proses kalsinasi. Kalsinasi berpengaruh besar
pada transformasi fasa material uji. Kalsinasi merupakan pemanasan serbuk pada
temperatur tinggi tetapi masih berada di bawah titik leleh. Kalsinasi nanosilika yang
dilakukan pada temperatur 1000ºC dan 1200ºC membentuk fase tridymite dan fase
cristobalite, sedangkan pada temperatur 800ºC membentuk nanosilika amorf
dengan lebar puncak yang lebih kecil dibanding dengan nanosilika amorf yang tidak
dikalsinasi (Latif dkk., 2014). Nanosilika amorf memiliki sifatnya yang lebih reaktif
dibandingkan dengan nanosilika dalam bentuk kristalnya (Joley,
1961). Pada penelitian Hilmi dan Handoko (2011) dijelaskan bahwa nanosilika
amorf merupakan jenis nanosilika yang paling baik digunakan dalam pembuatan
semen portland dibandingkan dengan nanosilika kristalin dikarenakan nanosilika
amorf lebih mudah larut dibandingkan nanosilika kristalin. Dalam proses
pembuatan semen portland, nanosilika kristalin harus diubah terlebih dahulu ke
bentuk amorf agar dapat bereaksi dengan bahan pembuat semen lainnya seperti
CaO, sehingga percampuran tersebut dapat membentuk mineral-mineral semen.
10
C. Batu Apung
Batu apung atau disebut juga pumice merupakan amorf, batuan vulkanik berpori
yang sebagian besar komposisinya adalah SiO2 (Ersoy et al., 2010). Batu apung
adalah jenis batuan yang berwarna terang, mengandung buih yang terbuat dari
gelembung berdinding gelas, dan biasanya disebut juga sebagai batuan gelas
volkanik nanosilikat. Batuan ini terbentuk dari magma asam oleh aksi letusan
gunung api yang mengeluarkan materialnya ke udara, kemudian mengalami
transportasi secara horizontal dan terakumulasi sebagai batuan piroklastik
(Setiawan, 2012).
Gambar 2.3. Batu apung
Batu apung merupakan jenis bebatuan yang berongga serta memiliki dinding tipis
yang memisahkan rongga yang satu dengan yang lain seperti yang ditampilkan pada
Gambar 2.3. Titik berongga-rongga yang tersebar secara tidak merata pada batu
apung terjadi karena material erupsi gunung api membeku ketika didalamnya masih
terdapat udara sehingga batu apung memiliki massa jenis kurang dari 1 gram/cm3
yang mengakibatkan batu apung dapat mengapung di air dikarenakan batu apung
memiliki massa jenis kurang dari 1 gram/cm3 (massa jenis air: 1
11
gram/cm3). Menurut Muralitharan and Ramasamy (2015), batu apung memiliki
kandungan kimia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kandungan kimia batu apung (Muralitharan and Ramasamy, 2015)
No. Komposisi Persentase oksida (%)
1. Bahan yang hilang pada saat pengapian 4,40
2. Silika (SiO2) 68,56
3. Aluminium (Al2O3) 21,93
4. Besi (Fe2O3) 0,96
5. Magnesium (MgO) 2,31
6. Sodium (Na2O) 1,01
7. Potasium (K2O) 0,83
Pada penelitian yang dilakukan oleh Muralitharan and Ramasamy (2015), dijelaskan
bahwa tingginya persentase SiO2 meningkatkan kualitas abrasif pada batu apung,
sedangkan kandungan Al2O3 membuat batu apung sangat tahan terhadap panas.
Batuan vulkanik ada di mana-mana, sehingga kegunaan alami sumber daya alam ini
banyak dikembangkan, mulai dari bahan baku senjata dan alat-alat untuk bahan
bangunan. Batuan vulkanik banyak dicari karena sifat fisiknya dapat digunakan
dalam proses manufaktur, seperti isolator, absorben, atau abrasif.
Bahan vulkanik memiliki seperangkat sifat fisik yang unik dan sangat ideal untuk
berbagai kegunaan. Proses alami membuat bahan vulkanik relatif murah dan ideal
untuk konstruksi dan manufaktur. Misalnya, batu apung memiliki kekuatan yang
relatif tinggi, namun dalam beberapa kasus kerapatan cukup rendah untuk
mengalirkan air, dan memberikan karakteristik insulasi dan penyerapan yang
sangat baik. Letusan eksplosif menghasilkan batu apung dan menyebar ke area yang
luas. Batuan vulkanik ada hampir di seluruh bagian bumi yang setiap tahunnya 6-8
km3 material vulkanik baru meletus, 2 km3 submaterial, dan sekitar
12
80% dari itu adalah partikel dari aliran piroklastik, puing-puing reruntuhan, dan abu.
Semua material hasil letusan tersebut cukup untuk meliput 1600 lapangan sepak
bola (Dehn and McNutt, 2015).
D. XRD
XRD merupakan singkatan dari X-Ray Difraction yag secara harfiah berarti
difraksi sinar-X. XRD adalah metode analisis yang memanfaatkan interaksi antara
sinar-X dengan atom yang tersusun dalam sebuah sistem kristal untuk mengetahui
fasa kristal dari suatu sampel. Gambar 2.4 menunjukkan bentuk dan bagian-
bagian dari mesin XRD.
Gambar 2.4. Mesin difraksi sinar-X (Sumber: http://particle.dk/new-xrd-ready-
for-gmp/)
Komponen mesin XRD terdiri dari:
1. Goniometer, merupakan alat untuk mengukur sudut atau membuat suatu objek
(dalam hal ini adalah detektor) berotasi dalam posisi sudut yang tepat.
13
2. Tabung sinar-X (tabung elektron), merupakan tempat pembentukan elektron yang
digunakan untuk menumbuk plat logam sehingga menghasilkan sinar-X. Berkas
sinar-X digunakan untuk menumbuk material sampel dan menghasilkan
spektrum kontinyu maupun spektrum garis.
3. Monokromator, merupakan komponen yang berperan untuk mengubah berkas
polikromatik menjadi berkas monokromatik.
4. Sample holder, merupakan tempat sampel diletakkan. Sampel yang akan
dianalisis dapat diletakkan dalam berbagai orientasi untuk mendapatkan sudut
difraksi.
5. Detektor, merupakan bagian dari mesin XRD yang berfungsi untuk mendeteksi
berkas cahaya yang terdifraksi pada sudut-sudut tertentu dengan intensitasnya
masing-masing. Berkas cahaya yang mengalami difraksi terekam pada pita.
6. Perangkat lunak (software). Perangkat lunak yang digunakan untuk
menganalisis hasil uji XRD dapat dipisahkan menjadi dua jenis, yang pertama
adalah perangkat lunak yang berfungsi untuk menterjemahkan rekaman pada pita
menjadi nilai sudut 2θ yang kemudian diubah menjadi pola difraktogram sesuai
dengan intensitasnya yang terdeteksi oleh detektor. Jenis yang kedua adalah
peangkat lunak yang digunakan untuk menginterpretasikan data sudut
2θ dengan intensitasnya untuk kemudian diketahui Indeks Miller dan nilai
parameter kisi serta jarak antar kisi (d spacing) sehingga dapat diketahui
struktur kristal pada material sampel.
Kristal merupakan susunan atom-atom yang teratur dan berulang di dalam ruang
tiga dimensi dimana keteraturan susunan tersebut dikarenakan kondisi geometris
yang dipengaruhi oleh ikatan atom yang berarah. Gambar 2.5 menunjukkan
14
ilustrasi dari struktur atom kristal dan struktur atom nanosilika amorf yang tidak
beraturan. Pada XRD, pola difraksi dinyatakan dengan besar sudut-sudut yang
terbentuk sebagai hasil dari difraksi berkas cahaya oleh kristal pada material. Nilai
sudut tersebut dinyatakan dalam 2θ, dimana θ merepresentasikan sudut datang
cahaya. Sedangkan nilai 2θ merupakan besar sudut datang dengan sudut difraksi
yang terdeteksi oleh detektor.
Gambar. 2.5. Ilustrasi skema dua dimensi atom (a) kristal, dan (b) kaca SiO2
(Yamane and Ashara, 2000).
Berdasarkan hukum Bragg (𝜆 = 2 𝑑 𝑠𝑖𝑛 ��), panjang gelombang (��) dan
sudut difraksi merupakan dua variabel yang dapat divariasikan untuk menghasilkan
pola difraksi. Nilai jarak antar bidang (��) tidak dapat divariasikan karena
merupakan rusuk yang menghubungkan antara bidang kristal dan bernilai tetap
bagi suatu system kristal tertentu, kecuali jika struktur kristalnya mngalami
perubahan (misalnya karena proses interstisi atau penyusupan pada aterial
komposit).
Metode difraksi dapat dibagi menjadi dua jenis, yakni berdasarkan perubahan
panjang gelombang (metode Laue) dan berdasarkan perubahan sudut difraksi
(Metode Debye-Scherrer). Pada metode Laue, sudut θ dibuat tetap sedangkan
15
panjang gelombang sinar-X dibuat berubah. Hal ini dapat dilakukan dengan
menetapkan arah sudut datang sinar-X tetapi memvariasikan 𝜆 dengan cara
mengubah-ubah plat logam yang menjadi sasaran tembak pada tabung sinar-X.
Meskipun berkas cahaya datang dari sudut yang sama, namun jika panjang
gelombangnya berbeda maka dapat menghasilkan pola interferensi yang berbeda.
Kelemahan metode ini adalah kurang praktis karena harus mengubah-ubah plat
logam pada tabung sumber sinar-X. Oleh karena itu, dikembangkan metode yang
lebih baru oleh Debye-Scherrer, yakni metode serbuk dimana sudut θ yang
diubah-ubah sedangkan 𝜆 dibuat tetap. Hal tersebut dapat dilakukan dengan
dengan mengubah-ubah arah datangnya berkas sinar-X tanpa mengganti plat
logam sumber sinar-X agar dihasilkan 𝜆 yang tetap (Cullity, 1978).
Metode difraksi umumnya digunakan untuk mengidentifikasi senyawa yang
belum diketahui kandungan yang terdapat di dalam suatu padatan. Cara
mengetahuinya adalah dengan membandingkan data difraksi yang didapatkan
dengan database yang dikeluarkan oleh International Center of Diffraction Data,
berupa PDF, Power Diffraction File. Pada hasil XRD dilakukan analisis kehadiran
fasa dalam sampel uji menggunakan metode pencocokan (search match analysis)
dengan program PCPDFWIN 1997.
E. TEM
TEM merupakan singkatan dari Transmission Electron Microscopy. TEM adalah
teknik yang dikembangkan untuk mendapatkan pembesaran dan rincian spesimen,
sampai tingkat yang jauh lebih baik dari pada mikroskop optik konvensional. Pada
TEM seberkas elektron dilewatkan melalui spesimen ultra-tipis yang berinteraksi
16
dengan spesimen saat melewati. Ketika elektron dipercepat sampai tingkat energi
tinggi (beberapa ratus keV) dan terfokus pada material, alat ini dapat
menyebarkan atau memutar balik secara elastis atau inelastis, atau menghasilkan
banyak interaksi, sumber sinyal yang berbeda seperti sinar-X, elektron atau
cahaya Auger. Beberapa diantaranya digunakan dalam TEM. Citra terbentuk dari
interaksi elektron yang ditransmisikan melalui spesimen, kemudian gambar
diperbesar dan difokuskan ke perangkat pencitraan, seperti layar fluoresen, pada
lapisan film fotografi, atau yang akan dideteksi oleh sensor seperti kamera.
TEM bekerja seperti proyektor dan slide yang ditampilkan. Sebuah proyektor
menyinari seberkas cahaya yang mentransmisikan melalui slide. Pola yang dilukis
pada slide hanya memungkinkan bagian-bagian tertentu dari berkas cahaya
melewatinya. Dengan demikian, sinar yang ditransmisikan mereplikasi pola pada
slide, membentuk gambar slide yang diperbesar saat jatuh di layar. TEM bekerja
dengan cara yang sama kecuali bahwa mereka menyinari seberkas elektron
(seperti cahaya di proyektor slide) melalui spesimen (seperti slide), namun pada
TEM, transmisi berkas elektron sangat bergantung pada sifat material yang sedang
diperiksa. Sifat-sifat tersebut meliputi kerapatan, komposisi, dan lain-lain.
Misalnya, bahan berpori akan memungkinkan lebih banyak elektron melewatinya
sementara bahan padat akan sedikit berkurang. Akibatnya, spesimen dengan
kerapatan tidak seragam dapat diperiksa dengan teknik ini. Bagian yang
ditransmisikan kemudian diproyeksikan ke layar fosfor untuk ditampilkan
hasilnya. Skematik TEM ditunjukkan pada Gambar 2.6.
17
Gambar 2.6 menunjukkan bahwa elektron ditembakkan oleh senapan elektron
yang kemudian melalui dua lensa kondensor yang berguna untuk menguatkan
elektron yang ditembakkan. Setelah melalui dua lensa kondensor, elektron
diterima oleh spesimen yang tipis dan berinteraksi. Spesimen yang tipis
mengakibatkan elektron yang berinteraksi dengan specimen diteruskan pada tiga
lensa objektif, lensa tengah dan lensa proyektor.
Gambar 2.6. Skematik TEM (Http://www.ceos-gmbh.de/ English/FAQ/
types.html).
Lensa objektif merupakan lensa utama dari TEM karena batas penyimpangannya
membatasi dasi redolusi mikroskop. Lensa tengah sebagai penguat lensa objektif
dan lensa proyektor untuk menggambarkan pada layar yang ditangkap film fotografi
atau kamera (Respati, 2008).
Pada uji TEM, sampel yang akan diujikan harus memiliki ukuran setipis mungkin
dengan ketebalan kurang dari 100 nm. Sampel dengan ukuran sangat tipis ini
didapatkan dengan cara merekatkan sampel menggunakan epoksi pada tempat
meletakkan sampel di alat TEM. Pada sampel serbuk, preparasi dilakukan dengan
18
cara mencampurkan serbuk pada bahan pelarut organik di dalam suatu wadah
kaca yang kemudian dimasukkan ke dalam sonikcleaner yang sudah di isi air.
Perlakuan pada sonikcleaner dilakukan selama kurang lebih 10 menit, sehingga
setlah bahan tercampur akan terbentuk semacam suspense. Sampel yang berupa
suspense tersebut kemudian dituangkan pada preparat TEM dan dikeringkan
sebelum kemudian dilakukan proses uji (Carr, 1985). Hasil uji TEM pada sampel
serbuk yang berupa gambar yang sudah memiliki skala kemudian dapat diketahui
ukuran partikelnya menggunakan perangkat lunak ImageJ dengan mengambil
beberapa sampel partikel untuk mengetahui rata-rata ukuran partikel sampel.
F. XRF
Fluorensi sinar-X atau x-ray fluorescence (XRF) adalah metode analisis untuk
menentukan komposisi kimia dari semua jenis bahan. Teknik ini dapat digunakan
untuk menentukan konsentrasi unsur berdasarkan pada panjang gelombang dan
jumlah sinar-X yang dipancarkan kembali setelah suatu material ditembaki sinar-
X berenergi tinggi. Bahan uji dapat dalam bentuk padat, cair, bubuk, hasil
penyaringan atau bentuk lainnya. XRF terkadang juga bisa digunakan untuk
menentukan ketebalan dan komposisi lapisan dan pelapis. Aplikasi XRF
mencakup industri logam, semen, minyak, polimer, plastik dan makanan, begitupun
pertambangan, mineralogi dan geologi, serta analisis lingkungan terhadap air
sebagai bahan limbah. XRF juga merupakan teknik analisis yang sangat berguna
untuk penelitian dan farmasi.
Sinar-X dapat dilihat sebagai gelombang elektromagnetik dengan panjang
gelombang tertentu atau sebagai berkas foton dengan energi tertentu. Gelombang
19
elektromagnetik lainnya meliputi cahaya, gelombang radio dan sinar-γ. Pada
XRF, sinar-X yang dihasilkan oleh sumber menyinari sampel. Sumber elektron
dapat melalui tabung sinar-X, namun dapat pula berupa sinkrotron atau bahan
radioaktif. Elemen dalam sampel akan memancarkan radiasi sinar-X dengan
energi diskrit (setara dengan warna dalam cahaya optik) yang merupakan
karakteristik untuk tiap elemen.Melalui radiasi yang di pancarkan sampel, akan
terbentuk warna (energi) yang dapat diukur. Warna yang berbeda menghasilkan
energi yang berbeda pula dan digunakan untuk menentukan elemen apa saja yang
ada pada sampel. Langkah ini disebut analisis kualitatif. Dengan mengukur
intensitas energi yang dipancarkan (warna), dimungkinkan untuk menentukan
berapa banyak setiap elemen hadir dalam sampel. Langkah ini disebut analisis
kuantitatif (Brouwer, 2010).
Menurut Thermofisher (2018), proses yang terjadi pada XRF yaitu:
a. Sampel diiradiasi sinar-X energi tinggi dari tabung sinar-X dan dikontrol.
b. Ketika sebuah atom dalam sampel ditumbuk sinar-X dengan energi yang cukup
(lebih besar dari energi pengikatan atom K atau L), sebuah elektron dari salah
satu orbital dalam atom dilepaskan.
c. Atom mendapatkan stabilitas, mengisi kekosongan yang tertinggal di kulit
orbital bagian dalam dengan sebuah elektron dari salah satu atom energi tinggi
pada kulit orbital.
d. Elektron turun ke keadaan energi rendah dengan melepaskan sinar-X berpijar.
Energi sinar-X ini sama dengan perbedaan spesifik energi antara dua keadaan
kuantum elektron. Pengukuran energi ini adalah dasar analisis XRF.
20
XRF dapat dibagikan ke dalam dua kelompok, yaitu energy dispersive systems
(EDXRF) and wavelength dispersive systems (WDXRF).
1. EDXRF
Spektrometri sinar-X dispersi energi (EDXRF) adalah teknik analisis non-
destruktif yang digunakan untuk memperoleh informasi unsur dari berbagai jenis
bahan. Produk ini digunakan pada banyak industri dan aplikasi termasuk
produksi semen, produksi kaca, pertambangan, benefisiasi mineral, besi, baja dan
logam non-ferrous, minyak bumi dan petrokimia, polimer dan industri terkait,
forensik, farmasi, produk kesehatan, lingkungan, makanan dan kosmetik.
Gambar 2.7. EDXRF (http://www.panalytical.com/Technology-background/
Energy-dispersive-Xray-fluorescence.htm).
Konsep dasar semua spektrometer adalah sumber radiasi, sampel dan sistem
pendeteksian. Pada spektrometer EDXRF yang ditunjukkan pada Gambar 2.7,
tabung sinar-X berfungsi sebagai sumber yang menyinari sampel secara
langsung, dan fluoresensi yang berasal dari sampel diukur dengan detector
dispersi energi. Detektor ini mampu mengukur berbagai karakteristik energi
21
radiasi yang datang langsung. dari sampel. Detektor dapat memisahkan radiasi
dari sampel ke dalam radiasi dari berbagai elemen yang ada dalam sampel.
Pemisahan ini disebut dispersi.
2. WDXRF
Metode spektrometri sinar-X untuk mengukur elemen didasarkan pada hubungan
Moseley, menunjukkan bahwa timbal balik dari panjang gelombang radiasi
karakteristik untuk garis spektrum tertentu dari rangkaian (yaitu K, L, M)
berhubungan langsung dengan kuadrat dari nomor atom. Panjang
gelombang ini terdokumentasi dengan baik. Dengan mengukur karakteristik
panjang gelombang radiasi sinar-X, dapat disimpulkan dari mana asal suatu
atom. Gambar 2.8 menunjukkan cara kerja WDXRF.
Pada spektrometri WDXRF, sinar polikromatik yang muncul dari permukaan
sampel didispersikan ke dalam konstituen monokromatiknya dengan
menggunakan kristal analisis sesuai dengan hukum Bragg. Panjang gelombang
untuk setiap garis diukur dan dihitung dari ilmu tentang parameter kristal dan
sudut difraksi. Pemilihan kristal diperlukan untuk menutupi rentang panjang
gelombang yang diinginkan. Panjang gelombangnya dapat dihitung dengan
menggunakan Hukum Planck (1) dan Hukum Bragg (2):
λ= h c / E (1)
𝑛 . 𝜆 = 2 𝑑 𝑠𝑖𝑛 (��) (2)
Dimana, λ merupakan panjang gelombang, h adalah konstanta planck, c adalah
kecepatan cahaya, dan 𝑑 adalah jarak lapisan atom.
22
Gambar 2.8. WDXRF (Http://www.panalytical.com/Technology-background/
Energy-dispersive-Xray-fluorescence.htm).
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan April sampai Agustus 2018 di Laboratorium
Fisika Material Universitas Lampung dan Laboratorium Pusat Sains dan
Teknologi Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah batu apung (pumice) dari
Kabupaten Tanggamus, NaOH 99% Merck, H2SO4 95-97% Merck, HCl 37%
Merck, kertas pH meter, dan air destilasi (aquades dan aquabidest). Sedangkan alat-
alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah magnetic stirrer serta batang
magnet, timbangan digital, oven, tungku pemanas, kertas saring Whatman no. 41,
pipet mikro, gelas ukur, refluks kondensor, corong, spatula kaca, mortal serta
pastel biasa, mortal serta pastel Agate. Karakterisasi dilakukan menggunakan alat
XRD, TEM dan XRF.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur yang akan dilakukan pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang
dilakukan oleh Mourhly et al. (2015) yang terdiri dari beberapa proses yaitu
proses preparasi untuk mendapatkan serbuk batu apung, proses ekstraksi, setelah itu
melakukan karakterisasi XRF, XRD, dan TEM sebagai tahap akhir.
24
Karakterisasi XRF dilakukan di Laboratorium Kimia Instrumen FMIPA Universitas
Negeri Padang dengan alat XRF merk PANalytical Epsilon 3. Uji XRD
dilakukan di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Padang dengan alat XRD
merk XPERT PRO PANalytical, penembakan sampel dilakukan dengan kenaikan
2θ sebesar 0,026º dari 10º sampai 100º, arus dan tegangan yang digunakan sebesar
30 mA dan 40 kV. Uji TEM dilakukan di Jurusan Kimia FMIPA Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta menggunakan alat TEM merk JEOL/EO JEM-1400 versi
1.0.
1. Preparasi Serbuk Batu Apung
Proses preparasi serbuk batu apung dimulai dengan mencuci batu apung
menggunakan air aquabidest hingga bersih, kemudian mengeringkannya
semalaman pada suhu 100ºC dengan menggunakan oven. Selanjutnya,
menggerus batu apung yang sudah kering menggunakan mortar hingga
menghasikan serbuk batu apung yang masih dalam keadaan kasar. Kemudian
mengayak atau menyaring serbuk kasar batu apung tersebut dengan
menggunakan alat ayakan berukuran 150 µm hingga mendapatkan serbuk halus
dan kemudian mencucinya dengan aquabidest hingga air rendamannya tidak
keruh. Setelah mencuci serbuk batu apung selanjutnya dikeringkan dengan suhu
pemanasan 500ºC selama 5,5 jam. Setelah proses pemanasan, terakhir adalah
menimbang serbuk halus batu apung sebanyak 250 gram sebagai sampel yang
akan diekstraksi.
2. Proses Ekstraksi Nanosilika Batu Apung
Proses ekstrasi ini merupakan proses yang dilakukan untuk mendapatkan
nanosilika batu apung dengan variasi bahan penelitian seperti pada Tabel 3.1.
25
Tabel 3.1. Variasi bahan
No NaOH (M) Batu apung (gr) H2SO4 (M) HCl (M)
1. 2,0 2,5 5 1
2. 2,5 2,5 5 1
3. 3,0 2,5 5 1
4. 3,5 2,5 5 1
5. 4,0 2,5 5 1
Proses ini diawali dengan menyiapkan 150 mL NaOH dengan variasi 2,0 M,
2,5 M, 3,0 M, 3,5 M dan 4,0 M. Setelah larutan selesai disiapkan, selanjutnya
mencampurkan 2,5 gram serbuk batu apung ke dalam masing-masing larutan
NaOH yang sudah disiapkan. Masing-masing larutan kemudian direfluks
selama 24 jam sambil diaduk dan dipanaskan pada suhu 100ºC untuk
mengekstraksi nanosilika yang terkadung pada serbuk batu apung. Tahap
selanjutnya yaitu menyaring hasil refluks dengan menggunakan whatman no.
41. Filtrat hasil penyaringan kemudian dititrasi tetes demi tetes dengan
menggunnakan larutan H2SO4 5,0 M sebanyak 150 mL sambil diaduk kuat
hingga mencapai pH 7. Pada pH 7 didapatkan gel jernih yang kemudian
didiamkan selama 24 jam. Gel selanjutnya disaring dengan whatman no. 41 dan
diambil gelnya sambil melakukan pencucian menggunakan aquabidest dan
gel tersebut dikeringkan dengan menggunakn oven selama 24 jam dengan
suhu 80-100ºC. Setelah kering, nanosilika kering tersebut kemudian digerus
dengan mortar.
Tahap selanjutnya yaitu mencampuran bubuk nanosilika kering dengan
larutan HCl 1,0 M sebanyak 150 mL dan kemudian direfluks selama 4 jam
sambil diaduk dengan kuat pada suhu 110oC. Tahap ini bertujuan untuk
pemurnian dan menghilangkan pengotor. Hasil refluks kemudian disaring
26
dengan whatman no. 41 sambil dicuci dengan aquabidest dan diambil
residunya. Selanjutnya residu tersebut dikeringkan semalaman pada suhu
110ºC dan nanosilika keringnya digerus kembali dengan mortar untuk
selanjutnya dikalsinasi pada suhu 800ºC selama 5,5 jam dan dihasilkan
serbuk nanosilika berwarna putih bersih. Kemudian serbuk tersebut
dikarakterisasi menggunakan alat XRF, XRD, dan TEM.
3. Karakterisasi
Karakterisasi merupakan proses yang dilakukan untuk mengetahui sifat fisik
dan kimia dari sampel uji. Pada penelitian ini dilakukan karakterisasi pada
sampel serbuk batu apung sebelum dan sesudah ekstraksi. Karakterisasi yang
digunakan pada penelitian ini adalah XRF, XRD, dan TEM. XRF dilakukan
untuk mengetahui koposisi kimia yang terkandung dalam sampel. XRD
adalah uji yang dilakukan untuk mengetahui struktur nanosilika yang
terbentuk dari hasil ekstraksi batu apung, dan TEM digunakan untuk
mengdentifikasi ukuran nanonanosilika.
a. Karakterisasi XRF
Beberapa sample yang dapat dianalisis dengan menggunakan XRF yaitu:
1. Sample serbuk ± 100 mesh.
2. Sample cair yang homogen.
i. Tipe sample yang diperoleh dari lingkungan seperti minyak dan
air.
ii. Tidak membutuhkan preparasi yang rumit.
3. Sample padatan dengan batas maximum tinggi 2,5 cm dan diameter
2,5 cm.
27
i. Logam, plastic dan kaca atau keramik.
ii. Pelapisan permukaan akan mempengaruhi komposisi kimia
yang terbaca.
iii. Ukuran partikel tidak menjadi persoalan.
iv. Permukaan harus homogen.
4. Pressed Powder
i. Tipe sample yang dapat dibentuk press powder seperti batuan,
semen, lumpur, alumina, fly ash dan lain-lain.
ii. Agen pengikat seperti lilin atau selulosa dapat digunakan untuk
memperkuat sampel.
5. Serbuk dipress membentuk tablet padat menggunakan hydraulic press
Fused Beads.
i. Tipe sample yang termasuk dipreparasi seperti fused bead
adalah batuan, semen, bijih besi dan lain-lain.
ii. Sample dicmpur dengan flux. Digesti fluxing selalu penting bila
dibutuhkan presisi yang tinggi dan borat Spectromelt dapat
digunakan untuk proses ini.
iii. Sample dan flux dipanaskan pada suhu 1000oC.
iv. Permukaan harus homogen.
b. Karakterisasi XRD
Karakterisasi XRD adalah proses yang dilakukan untuk mengetahui fasa
kristal dari suatu sampel. Proses karakterisasi dimulai dengan meletakkan
sampel serbuk yang telah dibuat pada tempat cuplikan dan diratakan.
Kemudian sampel dimasukkan ke dalam difraktometer yang akan
28
menembakkan sinar-X melalui berbagai sudut hingga didapatkan data
kuantitatif pada setiap sudutnya. Data tersebut kemudian digunakan untuk
menggambar grafik dengan Matlab versi R2015b. Selanjutnya data
tersebut diolah menggunakan perangkat lunak PCPDFWIN.
c. Karakterisasi TEM
Proses karakterisasi TEM dapat dilaksanakan setelah dilakukan persiapan
spesimen dengan tahap sebagai berikut:
1. Melakukan fiksasi, yang bertujuan untuk mematikan sel tanpa
mengubah struktur sel yang akan diamati. fiksasi dapat dilakukan
dengan menggunakan senyawa glutaraldehida atau osmium tetroksida.
2. Pembuatan sayatan, yang bertujuan untuk memotong sayatan hingga
setipis mungkin agar mudah diamati di bawah mikroskop. Preparat
dilapisi dengan monomer resin melalui proses pemanasan, kemudian
dilanjutkan dengan pemotongan menggunakan mikrotom. Umumnya
mata pisau mikrotom terbuat dari berlian karena berlian tersusun dari
atom karbon yang padat. Oleh karena itu, sayatan yang terbentuk lebih
rapi. Sayatan yang telah terbentuk diletakkan di atas cincin berpetak
untuk diamati.
3. Pelapisan/pewarnaan, bertujuan untuk memperbesar kontras antara
preparat yang akan diamati dengan lingkungan sekitarnya.
Pelapisan/pewarnaan dapat menggunakan logam berat seperti uranium
dan timbal.
29
D. Diagram Alir Penelitian
Diagram alir penelitian ini meliputi proses preparasi sampel dan ekstraksi
nanosilika dari serbuk batu apung.
1. Preparasi Serbuk Batu Apung
Diagram alir proses preparasi serbuk batu apung dapat dilihat dari Gambar
3.1.
Batu apung
dicuci dengan aquabidest
dikeringkan pada suhu 80-100ºC
semalaman
digerus dengan mortar
Serbuk kasar batu
apung
disaring dengan ayakan berukuran 150 µm
dicuci dengan aquabidest
dikalsinasi pada suhu 500ºC selama 4 jam
Serbuk halus batu
Gambar 3.1. Diagram alir preparasi serbuk batu apung
30
2. Ekstraksi Nanosilika Batu Apung
Proses ekstraksi nanosilika batu apung dapat diamati pada diagram alir
yang di tunjukkan Gambar 3.2
Serbuk batu apung 2,5 gram
dicampur dengan 150 mL NaOH dengan variasi 2,0 M,
2,5 M; 3,0 M; 3,5 M dan 4,0 M
direfluks selama 24 jam sambil diaduk dan dipanaskan
pada suhu 100ºC
disaring menggunakan whatman no. 41
Filtrat
dititrasi tetes demi tetes dengan 150 mL H2SO4 5M
sambil diaduk hingga pH 7
Gel nanosilika jernih
didiamkan selama 24 jam
disaring dengan whatman no. 41 sambil dicuci
dengan aquabidest panas
dikeringkan pada suhu 80-100ºC selama 24 jam
Nanosilika kering
digerus dengan mortar
di refluks dengan 150 mL HCl 1M selama 4 jam
sambil diaduk dan dipanaskan pada suhu 100ºC
disaring dengan whatman no. 41 sambil dicuci
dengan aquabidest panas
dikeringkan semalaman pada suhu 110ºC
digerus dengan mortar biasa dan dikalsinasi pada
suhu 800ºC selama 5,5 jam.
digerus dengan mortar agate.
Serbuk halus nanosilika
dikarakterisasi menggunakan XRF, XRD, TEM
Analisis data
Gambar 3.2. Diagram alir ekstraksi nanosilika dari batu apung
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pengaruh NaOH terhadap hasil ekstrak nanosilika NaOH 2,0 M, 2,5 M, 3,0
M, 3,5 M dan 4,0 M secara berturut-turut sebagai berikut 1,147 gram, 1,316
gram, 1,450 gram, 1,605 gram, dan 2,124 gram yang menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan, maka semakin meningkat
pula jumlah nanosilika yang terekstrak.
2. Pengaruh NaOH terhadap kandungan nanosilika, bahwa komposisi nanosilika
tertinggi terjadi pada variasi NaOH 3,0 M dengan persentase 96,3% dan
komponen nanosilika terendah terjadi pada NaOH 4,0 M dengan persentase
sebesar 86,8%.
3. Batu apung yang semula memiliki fasa anorthite dan albite, kemudian
mengalami perubahan fasa setelah diekstrak, dimana nanosilika NaOH 4,0 M
dan 3,5 M membentuk fasa amorf namun terindikasi fasa thenardite, dan
nanosilika NaOH 3,0 M membentuk fasa amorf.
49
4. Ukuran partikel terkecil pada nanosilika NaOH 3,0 M adalah 8,8 nm dan
ukuran terbesar yaitu 19,5 nm, sedangkan rata-rata ukuran partikel nanosilika
(14,8 ± 3,07) nm.
B. Saran
Dari penelitian yang telah dilakukan ini, diharapkan untuk penelitian selanjutnya
menggunakan alat refluks dengan bahan borosilikat, memaksimal pencucian gel
setelah titrasi (H2SO4) dengan air destilasi panas agar garam sulfat tidak lagi
terkandung pada nanosilika.
DAFTAR PUSTAKA
Aman dan Utama, P. S. 2013. Pengaruh Suhu dan Waktu pada Ekstraksi Silika
dari Abu Terbang (Fly Ash) Batu Bara. Prosiding SNTK TOPI 2013. ISSN.
1907-0500.
Armarego, W. L.F. 2017. Purification of Laboratory Chemicals, Ed. 8th. Elsevier.
Canada. p. 1065-1106.
Ashby, M. F., Ferreira, P. J., and Schodek, D. L. 2009. Nanomaterial,
Nanotechnologies and Design : An Introduction for Engineers and Architects.
Elsevier. Canada. p. 1- 4.
Axelevitch, A., Gorenstein, B., and Golan, G. 2014. Application of Gold Nano-
Particles for Silicon Solar Cells Efficiency Increase. Applied Surface
Science. Vol. 315. No. 1. p. 523-526.
Barik, T. K., Sahu, B., and Swain, V. 2008. Nanosilica-from Medicine to Pest
Control. Parasitol Res. Springer Verlag. No. 103. p. 253-258.
Brouwer, P. 2010. Theory of XRF: Getting Acquainted with the Principles.
Panalytical BV. Almelo-The Netherland.
Busquets, R., and Mbundi, L. 2017. Emerging Nanotechnologies in Food Science.
Elvesier. Canada. p. 1-9.
Carr, M. J. 1985. A Method for Preparing Powdered Specimens for Transmission
Electron Microscopy. Journal Of Electron Microscopy Technique. Vol. 2. p.
439-443.
Cullity, B. D. 1978. Elements of X-Ray Diffraction, 2nd Edition. Department of
Metallurgical Engeenering and Materials Science. Addison-Wesley
Publishing Sompany Inc. USA.
Dahman, Y., Kamil, A., and Baena, D. 2017. Nanotechnology and Functional
Materials for Engineers. Elvesier. Canada. p. 47-66.
Dehn, J., and McNutt, S. R., 2015. The Encyclopedia of Volcanoes. Elvesier.
Canada. p. 1285-1294.
Ersoy, B., Sariisik, A., Dikmen, S., and Sariisik, G. 2010. Characterization of Acidic
Pumice and Determination of Its Electrokinetic Properties in Water. Powder
Technology. Vol. 197. No. 1-2. p. 129-135
Farhana, M., and Meera, V. 2016. Synthesis of Nanosilver Coated Sand Using
Plant Extracts. Procedia Technology. Vol. 24. p. 188-195.
Fauzan, A., Adziimaa, Risanti, D. D., dan Mawarni, J. 2013. Sintesis Natrium
Nanosilikat dari Lumpur Lapindo sebagai Inhibitor Korosi. Jurnal Teknik
POMITS. Vol. 2. No. 1. Hal. 1-6.
Gajanan, K., and S. N. Tijare. 2018. Applications of Nanomaterials. Materials
Today: Proceedings, Vol. 5. No. 1. p. 1093–1096.
Hilmi, I. Dan Handoko, T. 2011. Pengolahan Rafinat Hasil Ekstraksi Spen
Catalyst sebagai Bahan Baku Pembuatan Semen. Pengembangan Tenologi
Kimia Untuk Pengolahan Sumber Daya Alam Indonesia. Hal. 1-5.
Hossain, K. M. A. 2003. Blended Cement Using Volcanic Ash and Pumice.
Cement and Concrete Research. Vol. 33. No. 10. p. 1601-1605.
Http://particle.dk/new-xrd-ready-for-gmp/. Diakses pada 22 April 2018 pukul
13.50 WIB.
Http://www.ceos-gmbh.de/ English/FAQ/types.html. Diakses pada 15 Maret 2018
pukul 03.00 WIB.
Https://www.education.com/download-pdf/science-fair/121250/. Diakses pada 12
Maret 2018 pukul 16.58 WIB.
Http://www.panalytical.com/Technology-background/ Energy-dispersive-Xray-
fluorescence.htm. Diakses pada 15 Maret 2018 pukul 01.30 WIB.
Http://www.panalytical.com/Technology-background/Wavelength-dispersiveXray
fluorescence.htm. Diakses pada 15 Maret 2018 pukul 01.15 WIB.
Http://www.ques10.com /p/29063/what-are-the-methods-used-in-nano- material-
synthes. Diakases pada 22 September 2018 pukul 15.26 WIB.
Joley, G. H. 1961. The Kinetics of The Reaction of Silica with Group I Hydroxides.
Canadian Journal of Chemistry. Vol. 39. p. 1221-1230.
Jong, W. D., Bridges, J., Dawson, K., Jung, T., and Proykova, A., 2010. Scientific
Basis for the Definition of The Term “Nanomaterial”. European Commission.
Belgia. p. 6-9.
Kalapathy, U., Proctor, A., and Shultz, J. 2000. A Simple Method for Production
of Pure Silica from Rice Hull Ash. Bioresource Technology. Vol. 73. No. 3.
P. 257-262.
Kanchanawong, P., and Waterman, C. M., 2012. Advances in Light-Based
Imaging of Three-Dimensional Cellular Ultrastructure. Current Opinion in
Cell Biology. Vol. 24. No.1. p. 125-133.
Kosasih, A. N., & Zainuri, M. 2012. Sintesis dan Karakterisasi Sifat Magnetik
Serbuk Barium M-Heksaferrit dengan Doping Ion Zn pada Variasi
Temperatur Rendah. Sains dan Seni ITS. Vol. 1. No. 1. Hal. 52–54.
Latif, C., Triwikantoro, & Munasir. 2014. Pengaruh Variasi Temperatur Kalsinasi
pada Struktur Nanosilika. Jurnal Sains dan Seni POMITS. Vol. 3. No. 1.
Hal. 4–7.
Macwan, D. P., Balasubramanian, C., Dave, P. N., and Chaturvedi, S., 2014.
Thermal Plasma Synthesis of Nanotitania and Its Characterization. Journal
of Saudi Chemical Society. Vol. 18. No. 3. p. 234-244.
McMurdie, H. F., Morris, .C., Evans, E. H., Paretzkin, B. Wong-ng, W., and
Ettlinger, L. 1986. Standard X-Ray Diffraction Powder Pattern from The
JCPDS Reasearch Associateship. Powder diffraction. Vo. 1 No. 2.
Miloskovska, E. 2013. Structure-Property Relationships of Rubber/Silica
Nanocomposites Via Sol-Gel Reaction. The Dutch Polymer Institute (DPI).
Netherland. p 1-164.
Mourhly, A., Khachani, M., Hamidi, A. E., Kacimi, M., Halim, M., and Arsalane,
S. 2015. The Synthesis and Characterization of Low-Cost Mesoporous
Silica SiO2 from Local Pumice Rock. Nanomaterials and Nanotechnology.
Vol. 5. No. 35. p. 1-7.
National Center for Biotechnology Information. 2005. PubChem Compound
Database; CID=24261: Silicon Dioxide. https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/
compound/24261. Diakses pada 12 Maret 2018 Pukul 17.05 WIB.
Paul, A. and Zaman, M. S. 1978. The Relative Influences of Al2O3 and Fe2O3 on
The Chemical Durability of Silicate Glasses at different pH Values. Journal
of Material Science. Vol. 13. p 1499-1502.
Pratomo, I. 2006. Klasifikasi Gunung Api Aktif Indonesia, Studi Kasus dari
Beberapa Letusan Gunung Api dalam Sejarah. Jurnal Geologi Indonesia. Vol.
1. No. 4. Hal. 209-227.
Putra, P. S., dan Yulianto, E. 2016. Stratigrafi Endapan Tsunami Krakatau 1883 di
Daerah Limus, Pantai Barat Teluk Semangko, Lampung. Jurnal Lingkungan
Dan Bencana Geologi (JLBG). Vol. 7. No. 1. Hal. 35–44.
Putra, P. S., dan Yulianto, E. 2017. Karakteristik Endapan Tsunami Krakatau
1883 di Daerah Tarahan, Lampung. RISET Geologi dan Pertambangan.
Vol. 27. No. 1. Hal. 83-95.
Quercia, G. and Browers, H. J. H. 2010. Aplication of Nanosilica (nS) in Concerte
mixture. 8-th fib. PhD Symposium in Kgs-Lyngby-Denmark. Material
Innovation Institude.
Ramsden, J. 2011. Nanotechnology An Introduction. Elvesier. Canada. Hal. 1-14.
Respati, S. M. B. 2008. Macam-macam Mikroskop dan Cara Penggunaannya. Momentum. Vol. 4. No. 2. Hal. 42-44.
Retnosari, A. 2013. Ekstraksi dan Penentuan Kadar Silika (SiO2) Hasil Ekstraksi
dari Abu Terbang (Fly Ash) Batu Bara. Skripsi. Universitas Jember.
Jember.
Rousseau, R. M. 2001. Detection Limit and Estimate of Uncertainty of Analytical
XRF Result. The Rigaku Journal. Geological Survey of Canada. Vol. 18.
No. 2.
Saleh, N. J., Ibrahim, R. I., and Salman, A. D. 2015. Characterization of Nano-
Silica Prepared From Local Silica Sand and Its Application in Cement
Mortar Using Optimization Technique. Advanced Powder Technology. Vol.
26. No. 4. p. 1123-1133.
Sarikaya, M., Depci, T., Aydogmus, R., and Yucel, A. 2016. Production of Nano
Amorphous SiO 2 from Malatya Pyrophyllite. Earth and Environmental
Science. Vol. 44. p. 052004.
Sato, T., and Rourke, F. 1964. F-Region Enchancement in the Antartic. Journal of
Geophysical Research. Vol. 69. No. 21.
Seaton A., Addison J., Davis J. M. G., Hurley J. F., McGovern B., and Miller B.
G. 1987. Historical Research Report. Institute Of Occupational Medicine.
Edinburgh. p. 1-87.
Sembiring, S., dan Simanjuntak, W. 2015. Nanosilika Sekam Padi : Potensinya
sebagai Bahan Baku Keramik Industri. Plantaxia. Yogyakarta.
Setiabudi, A., Hardian, R., & Muzakir, A. 2012. Karakterisasi Material; Prinsip
dan Aplikasinya Dalam Penelitian Kimia. Universitas Pendidikan Indonesia.
Bandung.
Setiawan, D. B. 2012. Pemanfaatan Beton Ringan dari Agregat Pumice dengan
Penambahan Abu Sekam Padi sebagai Pengganti Beton Biasa untuk
Struktur Bangunan. Jurnal Wahana Teknik Sipil. Vol.17 No.2. p. 6976.
Shen, Y. 2017. Rice Husk Silica Derived Nanomaterials for Sustainable
Applications. Renewable and Sustainable Energy Reviews. Vol. 80. p. 453-
466.
Singh, L. P., Agarwal, S. K., Bhattacharyya, S. K., Sharma, U., and Ahalawat, S.
2011. Preparation of Silica Nanoparticles and Its Beneficial Role in
Cementitious Materials. Nanomater. Nanotechnol. Vol. 1. No. 1. p. 44-51.
Shivaprasad, P., Singh, Prakash K., Saharan, V. K., and George, S. 2018.
Synthesis of Nano Alumina for Defluoridation of Drinking Water. Nano-
Structures and Nano-Objects. Vol. 13. p. 109-120.
Simkin, T. & Fiske, R. S. 1983. Krakatau 1883 - A Centennial Retrospective On
The Eruption And Its Atmospheric Effects. Weatherwise.Vol. 36. No. 5. p.
244–254.
Smith, D., Anderson, and Zolensky. 1979. ICDD Grant-in Aid. University Park.
Pennsylvania-USA.
Srivastava, K., Shringi, N., Devra, V., and Rani, A. 2013. Pure Silica Extraction
from Perlite:Its Characterization and Affecting Factors. International
Journal of Innovative Research on Sience, Engineering and Technology.
IJIRSET. Vol.2. no. 7.
Stewart, D. B., Walker, G. W., Wright, T. L., and Fahey, J. J. 1966. Physical Properti
of Calcic Labradorite from lake Country, Oregon. The American Minerologist.
Vol. 31 No 141.
Susilo, H., dan Putra, A. 2016. Pengaruh Konsentrasi NaOH pada Sintesis
Nanonanosilika dari Sinter Nanosilika Mata Air Panas Sentral, Solok
Selatan, Sumatera Barat dengan Metode Kopresipitasi. Jurnal Fisika
Unand. Vol. 5. No. 4. Hal. 334-338.
Technisch Physisische Dienst-Delft. 1967. ICDD Grant-in Aid.The Netherland.
Thermofisher. 2018. XRF Technology. https://www.thermofisher.com/id/en/
home/industrial/spectroscopy-elemental-isotope-analysis/spectroscopy-
elemental-isotope-analysis-learning-center/elemental-analysis-information
/xrf-technology.html. Diakses pada 15 Maret 2018 Pukul 02.00 WIB.
Tilli, M., and Haapalinna, A. 2010. Handbook of Silicon Based MEMS Materials
and Technologies (Second Edition). Elsevier. Canada. p. 1-17
Trianasari, 2017. Analisis dan Karakterisasi Kandungan Nanosilika (SiO2)
sebagai Hasil Ekstraksi Batu Apung (Pumice). Skripsi. Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Tzileroglou, C., Stefanidou, M., Kassavetis, S., and Logothetidis, S. 2017.
Nanocarbon Materials for Nanocomposite Cement Mortars. Materials
Today: Proceedings. Vol. 4. No. 7. p. 6938-6947.
Wardhani, G. A. P. K. 2017. Karakterisasi Nanosilika pada Tongkol Jagung
dengan Spektroskopi Infra Merah dan Difraksi Sinar-X. Jurnal Kimia Riset.
Vol 2. No. 1. Hal. 37-42.
United
Yamane, M., and Asahara, Y. 2000. Glass for Photonics: Measurement.
Kingdom at the University Press. Cambridge.
Yusandika, A. D. 2016. Sintesis Keramik Coerdierite Berbasis Nanosilika Sekam
Padi sebagai Material Isolator Listrik. Jurnal Pendidikan Fisika Al-BiRuNi.
Vol. 5. No. 2. Hal 161-172.
Zhai, Y., Hunting, E. R., Wouterse, M., Peijnenburg, W. J. G. M., and Vijver, M.
G. 2017. Importance of Exposure Dynamics of Metal-Based Nano-Zno, -Cu
And -Pb Governing The Metabolic Potential of Soil Bacterial Communities.
Ecotoxicology and Environmental Safety. Vol. 145. p. 349-358.