Eksplorasi jenuis kupu-kupu sayap burung (Ornithoptera spp.)
PENGARUH KADAR H3PO4 DAN KONSENTRASI NaOH...
Transcript of PENGARUH KADAR H3PO4 DAN KONSENTRASI NaOH...
1
PENGARUH KADAR H3PO4 DAN KONSENTRASI NaOH DALAM PEMURNIAN
MINYAK BIJI TUMBUHAN KUPU-KUPU (Bauhinia purpurea L.)
THE IMPACT OF H3PO4 CONTENT AND NaOH CONCENTRATION AT
REFINING OF KACHNAR (Bauhinia purpurea L.) SEEDS OIL
Oleh,
Trifena Victoria
NIM: 652012015
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Kimia, Fakultas: Sains dan Matematika guna memenuhi
sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)
Program Studi Kimia
Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2017
2
3
4
5
PENGARUH KADAR H3PO4 DAN KONSENTRASI NaOH DALAM PEMURNIAN
MINYAK BIJI TUMBUHAN KUPU-KUPU (Bauhinia purpurea L.) THE IMPACT OF
H3PO4 CONTENT AND NaOH CONCENTRATION AT REFINING OF KACHNAR
(Bauhinia purpurea L.) SEEDS OIL
Trifena Victoria*, Hartati Soetjipto**, Cucun Alep Riyanto**
*Mahasiswa Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
**Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika
Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga
Jl. Diponegoro no 52-60 Salatiga 50711 Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRAK
This study aims to obtain optimal yield of B. purpurea oil refining results in terms of
physico chemical properties .The purification process was conducted on the de-gumming by
using phosphoric acid 20%: 0.2%; 0.4% and 0.6%, followed by neutralization process using
NaOH with concentration variation 0,1N; 0,3N and 0,5N. Data were analyzed using factorial
treatment design (3x3) with the basic design of RAK 3 replications. Test an average of
treatments performed by test Honestly Significant Difference (HSD) with significance level of
5%. The results showed that the optimal B. purpurea oil yield as much as 57.33 ± 1.14% (w /
w) on theinteraction of 0,2% phosphoric acid and 0.3 N NaOH. The physico-chemical
properties crude oil is: water content of 0.00%; a density of 0.8643 ± 0.002 g/mL; the acid
value of 13.78 ± 0.23 mgKOH/g sample; peroxide 43.51 ± 0.57 mgrek oxygen/kg sample; and
saponification 153.32 ± 1.85 mgKOH/g sample. While the physico-chemical of refined oilis:
moisture content 0.00%; a density of 0.8166 ± 0.006 g/mL; the acid value of 3.87 ± 0.19
mgKOH/g sample; peroxide 15.62 ± 0.22 mgrek oxygen/kg sample; and saponification 187.39
± 0.47 mgKOH/g sample. Refining process can make better physico-chemical result of
B.purpurea oil
Keywords: Bauhinia purpurea, Refining, GC-MS, Vegetable Oil
6
PENDAHULUAN
Berdasarkan data Oilworld, total produksi 17 jenis minyak nabati dan lemak dunia saat
ini adalah 189,5 juta ton dan mencapai 236 juta ton pada 2020 (Amri, 2014), tetapi minyak
nabati yang paling banyak digunakan adalah minyak sawit. Indonesian Palm Oil Producers
Association (Gapki) & Indonesian Ministry of Agriculture melaporkan bahwa produksi
minyak sawit pada tahun 2015 di Indonesia mencapai 32.5 ton dimana 26.4 ton dari total
produksi minyak tersebut diekspor keluar negeri (Indonesia Investment, 2016) Padahal
budidaya tanaman sawit sangat merusak lingkungan, maka dari itu perlu dipikirkan alternative
tumbuhan lain yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber minyak nabati baru.
Indonesia sebagai negara tropis, kaya akan berbagai jenis tumbuhan, salah satunya
adalah tumbuhan kupu-kupu (Bauhinia purpurea L.). Menurut Dewi (2014) biji B.purpurea
mengandung minyak nabati sebesar 15,77% dengan komposisi yang didominasi oleh senyawa
asam linoleat sebanyak 51,32% dan asam palmitat sebanyak 29,31%. Minyak B.purpurea
yang diperoleh Dewi merupakan minyak kasar sehingga dirasa perlu untuk dilakukan
pemurnian guna mengetahui sifat fisiko-kimia, komposisi dari minyak B.purpurea setelah
melalui proses pemurnian serta mengkaji pemanfaatan minyak B. purpurea sebagai minyak
nabati.
Pemurnian minyak merupakan proses untuk menghilangkan rasa, bau, dan warna
minyak yang tidak di inginkan. Kotoran dalam minyak dapat berupa komponen yang tidak
larut dalam minyak, komponen dalam bentuk suspensi koloid, dan komponen yang larut
dalam minyak. Komponen yang tidak larut dalam minyak adalah lendir, getah, abu atau
mineral. Komponen yang berupa suspensi koloid adalah fosfolipid, karbohidrat, dan senyawa
yang mengandung nitrogen. Sedangkan komponen yang larut dalam minyak berupa asam
lemak bebas, sterol, hidrokarbon, mono dan digliseridaserta zat warna yang terdiri dari
karotenoid dan klorofil (Djatmiko dan Ketaren,1985).
Tahapan pemurnian meliputi pemisahan gum (de-gumming), netralisasi, pemucatan
(bleaching), dan penghilangan bau (deodorisasi). Minyak yang digunakan untuk kebutuhan
non pangan hanya memerlukan proses penjernihan dan pemisahan gum, sedangkan untuk
pembuatan sabun hanya memerlukan proses de-gumming. Pada penelitian ini hanya dilakukan
proses de-gumming dan netralisasi. Pemisahan gum merupakan proses pemisahan getah atau
lendir dalam minyak yang dipisahkan dalam kondisi anhydrous dengan cara hidrasi. Hidrasi
dapat dilakukan dengan menggunakan uap, penambahan air ataupun dengan penambahan
7
asam lemah. (Swern, 1964). Asam lemah yang digunakan adalah asam fosfat (H3PO4) karena
dapat mengubah fosfatida yang non hydratable menjadi hydratable sehingga dapat dipisahkan
dalam proses pencucian. Proses netralisasi bertujuan untuk menetralkan asam lemak bebas dan
mengurangi gum yang tertinggal, memperbaiki rasa, dan mengurangi warna gelap dari minyak
tersebut. Netralisasi dapat dilakukan menggunakan alkali khususnya NaOH karena lebih
efisien dan murah, konsentrasi alkali mempengaruhi jumlah emulsi sabun yang dihasilkan
(Ketaren, 1985).
Berdasarkan latar belakang di atas maka, tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Memperoleh rendemen optimal minyak B. purpurea hasil pemurnian
2. Membandingkan sifat fisiko-kimia minyak B. purpurea kasar dan minyak hasil
pemurnian.
3. Menentukan komposisi minyak B. purpurea dengan metoda GC-MS.
BAHAN dan METODE
Bahan dan Piranti
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah biji B .purpurea yang diperoleh
dari area Salatiga dan sekitarnya. Bahan kimia yang digunakan dengan derajat pro-analysis
dari Smart Lab, Indonesia meliputi Heksan, Etanol, Kloroform, Natrium Thiosulfat, Asam
fosfat, Natrium Hidroksida, Kalium Hidroksida, Asam Klorida, Asam Asetat Glasial dari
Merck KGaA (Germany), Akuades, indikator Phenolpthlaein, dan indikator pati. Peralatan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Soxhlet, rotary evaporator (Buchi R0114, Swiss),
refluks, waterbath (Memmert WNB 14, Memmert GmbH+KG, Germany), neraca analitik
(Mettler H80, Mettler Instrument Corp., USA), termometer, kertas saring, pH meter,
aluminium foil,magnetic stirrer, Moisture balance (Ohaus, MB 150), GC-MS, dan peralatan
gelas.
Metode Penelitian
1. Preparasi Sampel dan Ekstraksi (Dewi, 2014 ) yang dimodifikasi
Biji B.purpurea diangin-anginkan sampai kering kemudian dihaluskan dengan grinder.
Seberat 100,0 gram serbuk biji tersebut diekstraksi dengan menggunakan soxhlet selama enam
jam dengan pelarut heksana sebanyak 300 mL. Larutan minyak dalam heksan diuapkan
dengan rotary evaporator sampai diperoleh minyak bebas pelarut.
8
2. Pengujian Parameter Fisiko Kimia (BSN, 1998)
Parameter yang diuji meliputi kadar air, bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan
penyabunan, pemeriksaan warna, massa jenis, dan aroma. Penentuan aroma dan warna
ditentukan dengan pemaparan secara deskriptif, penentuan kadar air dengan Moisture balance,
bilangan peroksida, bilangan penyabunan dan bilangan asam dengan metoda sesuai SNI 01-
3555-1998.
Kadar air
Sebanyak 1,0 gram minyak biji tumbuhan kupu-kupu ditimbang dan diukur persen
kadar airnya menggunakan moisturizer balance.
Massa Jenis
Sebanyak 1 ml minyak dipipet kedalam gelas arloji dan ditimbang beratnya
menggunakan neraca
Bilangan Asam (SNI 01-3555-1998)
Sebanyak 2,0 gram minyak ditambahkan 50ml etanol 95% dan ditambah 3-5
tetes indikator PP, kemudian dititrasi dengan KOH 0,1 N hingga warna merah
muda. Jumlah KOH yang digunakan untuk titrasi dicatat untuk menghitung
bilangan asam dan kadar FFA .
Perhitungan :
Bilangan Asam =
Kadar FFA (%) =
Keterangan :
V = Volume KOH yang diperlukan dalam titrasi (ml)
T = Normalitas larutan standar KOH
m = berat contoh dalam gram
M = Bobot molekul asam lemak dominan
Bilangan Penyabunan (SNI 01- 3555-1998)
Ditimbang 2,0 gram minyak ditambah dengan 25 ml KOH 0,5 M. Lalu direfluks
selama 1 jam, setelah itu ditambahkan 0,5 ml fenolftalein sebagai indikator dan
dititrasi dengan HCl 0,5 M sampai warna indikator berubah menjadi tidak
berwarna.
Perhitungan :
9
Bilangan penyabunan (mg KOH
/g lemak) = ( - )
Keterangan :
V0 = Volume dari larutan HCl 0,5 M untuk blanko (ml)
V1 = Volume (ml) larutan HCl 0,5 M untuk contoh
T = Normalitas larutan HCl 0,5 M
m = berat contoh dalam gram
Bilangan Peroksida (SNI 01-3555-1998)
Ditimbang 0,3 gram minyak ditambah 30 ml campuran 55 ml kloroform, 20 ml
asam asetat glacial, dan 25 ml etanol 95%. 1 gram KI ditambahkan dalam
campuran tersebut dan disimpan ditempat yang gelap selama 30 menit. Kemudian
ditambahkan 50 ml air sulung bebas CO2. Penentuan bilangan peroksida
dilakukan dengan mengukur jumlah KI yang teroksidasi melalui titrasi dengan
Na2S2O3 0,02 N dengan larutan kanji sebagai indikator.
Perhitungan :
Bilangan peroksida (mgrek/kg) = ( - )
Keterangan :
V0 = Volume dari larutan natrium tiosulfat untuk blanko(ml)
V1 = Volume larutan natrium tiosulfat untuk contoh (ml)
T = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat
m = berat contoh dalam gram
3. Pemurnian (Herwanda, 2011)
a) Proses de-gumming
Minyak hasil ekstraksi ditimbang lalu dipanaskan hingga suhu mencapai 70-
75 °C. Setelah itu, ditambahkan asam fosfat 20% sebanyak 0.2%; 0.4%; dan 0.6%
(v/b) dari berat minyak. Kemudian diaduk selama 10 menit pada suhu yang
konstan. Selanjutnya, minyak dimasukan ke dalam corong pisah untuk memisahkan
minyak dengan gum. Kemudian minyak dicuci dengan air suhu 60°C hingga pH
air buangan menjadi netral.
b) Proses netralisasi
Minyak hasil de-gumming dipanaskan pada suhu 70-75°C, kemudian
ditambahkan larutan NaOH dengan variasi konsentrasi 0,1 N sebanyak 2,62 mL;
10
0,3 N 0,87 mL; dan 0,5 N sebanyak 0,52 mL (contoh perhitungan terlampir).
Minyak diaduk selama 15 menit menggunakan magnetic stirrer. Setelah
pengadukan selesai, minyak dicuci dengan air suhu 60°C hingga pH air buangan
netral.
c) Pengujian sifat fisiko kimia
Minyak yang telah melalui tahap netralisasi dihitung kadar air, massa jenis
,bilangan asam, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, pemeriksaan warna, dan
aromanya .
4. Analisa Komposisi Minyak dengan GC-MS
Analisa Komposisi kimia minyak dilakukan dengan alat GC-MS di Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta .
5. Analisa Data( Steel dan Torrie, 1993 )
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan perlakuan Faktorial (3 x 3)
dengan rancangan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK), 3 ulangan. Sebagai ulangan
adalah waktu analisa. Faktor pertama adalah Konsentrasi Asam Fosfat terdiri dari tiga aras
yaitu 0,2%; 0,4%; dan 0,6% (v/b). Sebagai faktor kedua adalah konsentrasi NaOH terdiri dari
tiga aras yaitu 0,1 N; 0,3N; dan 0,5N. Uji antar rataan perlakuan dilakukan dengan uji Beda
Nyata Jujur (BNJ) dengan tingkat kebermaknaan 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Rendemen Minyak B. purpurea Hasil Interaksi Berbagai Kadar Asam Fosfat dan
Konsentrasi NaOH
Interaksi antar berbagai kadar asam fosfat dan konsentrasi NaOH disajikan dalam
Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa rendemen minyak B. purpurea antar konsentrasi NaOH
dalam asam fosfat 0,2% meningkat pada konsentrasi NaOH 0,3 N kemudian menurun pada
konsentrasi NaOH 0,5 N. Untuk antar konsentrasi NaOH dalam asam fosfat 0,4% dan 0,6%
mengalami penurunan,namun pada konsentrasi 0,4% penurunannya tidak terlalu signifikan.
Penurunan rendemen paling besar terjadi pada penambahan asam fosfat 0,6% , hal tersebut
disebabkan oleh reaksi pada penambahan asam fosfat terhadap fosfatida yang mengkonversi
fosfatida menjadi gum terhidrasi tidak larut dalam minyak sehingga lebih mudah dipisahkan
(Ristianingsih, 2013).
11
Rendemen minyak antar kadar asam fosfat dalam NaOH mengalami penurunan dalam
setiap konsentrasi NaOH . Pada proses netralisasi NaOH akan bereaksi dengan asam lemak
bebas dan menghasilkan sabun. Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna
dan kotoran seperti fosfatida dan protein dengan cara membentuk emulsi, yang mengakibatkan
rendemen minyak berkurang (Ketaren, 1986). Pada tabel 3, rendemen minyak B.purpurea
paling optimal diperoleh pada konsentrasi kadar asam fosfat 20% sebanyak 0,2% dari berat
minyak dan NaOH 0,3 N dengan nilai rendemen minyak sebesar 57,33 ± 1,14%. Kadar asam
fosfat dan NaOH yang tidak terlalu tinggi menyebabkan emulsi yang terbentuk tidak terlalu
banyak sehingga rendemen minyak tinggi. Namun semakin encer konsentrasi NaOH yang
digunakan maka semakin banyak jumlah air yang terdapat dalam minyak sehingga semakin
besar kemungkinan terbentuknya emulsi. Akibatnya semakin banyak trigliserida yang
terbuang pada saat pemisahan minyak netral dari sabun yang mengakibatkan rendemen
minyak yang dihasilkan berkurang (Selfiawati,2003).
Tabel 3. Rataan Rendemen B. purpurea (Rataan ± SE) Setelah Proses Pemurnian
Konsentrasi
NaOH
Kadar Asam Fosfat
0,2% 0,4% 0,6%
0.1 N
W = 3,6052
48,79±1,91 (a)
(b)
50,87±0,50 (b)
(b)
43,11±0,66 (c)
(a)
0.3 N
W = 3,6052
57,33±1,14 (b)
(c)
44,99±0,48 (a)
(b)
36,02±0,71 (b)
(a)
0.5 N
W = 3,6052
49,34±0,91 (a)
(b)
46,78±0,57 (a)
(b)
29,64±0,65 (a)
(a)
W = 3,6052 W = 3,6052 W = 3,6052 Keterangan:* Angka-angka yang diikuti huruf yang tidak sama antar baris atau lajur yang sama menunjukkan
antar perlakuan berbeda nyata, sebaliknya angka-angka yang diikuti huruf yang sama antar baris atau
lajur yang sama menunjukkan antar perlakuan tidak berbeda nyata
2. Rendemen Minyak Kasar dan Sifat Fisiko-Kimiawi Minyak B. purpurea
Rendemen minyak kasar dan hasil pemurnian ditampilkan pada tabel 4. Penelitian ini
menghasilkan rendemen sebesar 14,18 %, hasil ini sedikit lebih rendah di banding penelitian
Dewi (2014) yaitu sebesar 15,77% dan Ramadan (2006) sebanyak 17,5 %. Perbedaan tersebut
dimungkinkan karena sampel yang digunakan berasal dari tempat yang berbeda.
12
Tabel 4. Uji Fisiko-Kimia minyak B. purpurea
Parameter
Minyak biji B. purpurea kasar Minyak biji
B. purpurea
murni Referensi [3] Penelitian
Rendemen (%) 15,77 14,18 8,12
Aroma Khas Khas Khas
Warna Kuning Kuning
kecoklatan
Kuning
Kadar Air (%) - 0,00 0,00
Massa Jenis (g/cm3) 0,59 0,86 ± 0,02 0,82 ± 0,006
Bilangan Asam (mg KOH/g ) 12,59 13,78 ± 0,23 3,87 ± 0,19
Bilangan Peroksida (mgrek
oksigen/kg)
50,02 43,51 ± 0,57 15,62 ± 0,22
Bilangan Penyabunan (mg KOH/g) 100,40 153,32 ± 1,85 187,39 ± 0,47
Sifat fisiko kimia minyak B. purpurea juga dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4
menunjukkan Minyak B. purpurea kasar memiliki warna kuning kecoklatan dengan aroma
khas, kemudian setelah dilakukan proses pemurnian warna minyak berubah menjadi kuning.
Penggunaan asam fosfat dan NaOH menyebabkan zat – zat pengotor minyak (gum, fosfatida,
lendir dan pigmen) terbuang sehingga minyak semakin jernih (Herwanda, 2011). Minyak B.
purpurea kasar memiliki kadar air sama dengan minyak hasil pemurnian yang ditunjukkan
dalam tabel 4. yaitu 0,00 %. Hal ini menunjukkan bahwa minyak B. purpurea pada penelitian
ini bebas air. Massa jenis minyak B. purpurea kasar yaitu 0,8643 ± 0,02 g/cm3. Setelah
melalui proses pemurnian, massa jenis minyak sedikit berkurang menjadi 0,8166 ± 0,006.
Pada proses pemurnian minyak mengalami pemanasan pada suhu 70-75oC, pemanasan pada
minyak mempengaruhi kerapatan molekul minyak sehingga minyak mengalami peregangan
dan nilai kerapatan berkurang (Warsito, 2013).
Bilangan asam dari minyak B. purpurea kasar pada penelitian ini adalah 13,78 mg
KOH/g. Hasil ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian Dewi (2014) sebesar
12,59 mg KOH/g. Bilangan asam pada minyak yang telah dimurnikan menurun hingga
mencapai angka 3,87 mg KOH/g, hal ini disebabkan karena adanya proses saponifikasi asam-
asam lemak bebas yang terkandung di dalam minyak yang kemudian terpisah menjadi
soapstock (Zhu, 2015). Semakin tinggi konsentrasi NaOH yang digunakan maka bilangan
asam dan kadar asam lemak bebas akan semakin rendah (Djatmiko, B. dan S. Ketaren, 1985).
Bilangan asam yang rendah mengindikasikan minyak yang memiliki kualitas baik dan stabil
(Onyema, 2016).
13
Berdasarkan Tabel 4, bilangan penyabunan minyak B. purpurea kasar bernilai 153,32
mg KOH/g ,setelah dilakukan proses pemurnian nilai bilangan penyabunan berubah menjadi
187,39 mg KOH/g. Bilangan penyabunan yang besar menunjukkan bahwa minyak tersusun
dari asam lemak berantai karbon pendek sehingga memiliki berat molekul yang relatif kecil
(Selfiawati,2003).
Minyak B. purpurea kasar didominasi oleh senyawa asam linoleat (Arain,2010; Dewi,
2014; dan Ramadan, 2006) dengan berat molekul 280 g/mol Bilangan penyabunan pada
minyak B. purpurea murni tergolong tinggi sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
dalam pembuatan sabun.
Nilai bilangan peroksida minyak B. purpurea kasar sebesar 43,51 mgrek oksigen/kg
lebih rendah daripada penelitian dari Dewi (2014) yaitu sebesar 50,02 mgrek oksigen/kg.
Bilangan peroksida menurun setelah dilakukan pemurnian menjadi 15,62 mgrek oksigen/kg.
Pada proses pemurnian, asam lemak yang telah teroksidasi akan dinetralkan oleh NaOH lalu
dibuang bersama air pembilas sehingga jumlah peroksida dalam minyak berkurang. Dengan
demikian, stabilitas dan umur simpan minyak meningkat karena nilai peroksida yang
mengukur tingkat kerusakan dalam minyak mengalami penurunan.
3. Gas Chromatography- Mass Spectroscopy (GC-MS)
Komposisi asam lemak pada minyak B. purpurea kasar dan murni disajikan pada tabel
5. Hasil analisa GC-MS menunjukkan bahwa minyak kasar B. purpurea memiliki 10 senyawa
yang di dominasi oleh Asam Linoleat 28,11%, metil palmitat 25,42%, metil oleat 19,82% dan
metil stearate 10,74% serta komponen-komponen lain dengan kadar kurang dari 4%. Metil
palmitat, metil oleat dan metil stearate merupakan bentuk ester dari asam lemak tersebut.
Tabel 5. Kandungan minyak B.purpurea
Senyawa Kandungan (%)
Minyak Kasar Minyak Murni
Asam Linoleat 28,11 16,00
Metil Palmitat 25,42 22,60
Metil Oleat 19,82 25,53
Metil Stearat 10,74 -
Asam Stearat - 7,23
Asam Palmitat 3,78 -
Neophytadiene 3,14 10,70
2-heksadekene, 3,7,11,15-tetrametil 2,53 11,91
14-Metil-8-heksadesin-1-ol 2,06 -
Neophytadiene 1,76 5,94
14
Gliserol 1,3-diheksadekanoat 1,46 -
Asam Arakidat 1,17 -
Setelah pemurnian terjadi penurunan kandungan asam linoleat (28,11% menjadi
16,00%), metil palmitat (25,42% menjadi 22,60%), tetapi terjadi peningkatan metil oleat
(19,82 % menjadi 25,53 %). Peningkatan juga terjadi pada kandungan 2-heksadekene,
3,7,11,15-tetrametil (Gambar.3) dan neophytadiene (Gambar.4) yang merupakan inhibitor
enzim dan mengandung 15% n-hexane (Sebti,1997). Peningkatan neophytadiene pada minyak
B. purpurea disebabkan oleh pembilasan menggunakan n-hexane teknis pada minyak yang
akan dimurnikan sehingga menambah jumlah n-hexane dalam minyak.
Gambar.3 Struktur molekul 2-heksadekene, 3,7,11,15-tetrametil
Gambar.4 Struktur molekul neophytadiene
Perubahan komposisi ini dapat disebabkan hilangnya sebagian asam lemak pada proses
pemurnian. Senyawa gliserol yang terdapat dalam minyak kasar kemungkinan ikut terbuang
dalam proses netralisasi sehingga pada hasil GC-MS minyak murni tidak terdapat senyawa
tersebut.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Rendemen minyak B purpurea yang optimal diperoleh pada penggunaan kadar asam
fosfat 20% sebanyak 0,2% (v/b) dari berat minyak dan NaOH 0,3 N dengan rendemen
tertingi yaitu sebesar 57,33±1,14 %
2. Sifat fisiko kimia minyak kasar berbeda dengan setelah pemurnian, minyak hasil
pemurnian berwarna lebih terang, bersih dan mengalami perubahan komposisi asam
lemak penyusunnya.
15
3. Hasil analisa GC-MS menunjukkan minyak kasar memiliki 10 senyawa yang di
dominasi oleh asam linoleat sedangkan minyak murni memiliki 6 senyawa yang
didominasi metil oleat.
DAFTAR PUSTAKA
Amri, Q. (2014). 2020, Kebutuhan Minyak Nabati Dunia Bergantung Kepada Cpo Indonesia
[online]. 20 September 2014. http://www.sawitindonesia.com/kinerja/2020-kebutuhan-
minyak-nabati-dunia-bergantung-kepada-cpo-indonesia. [data diakses pada Agustus
2016].
Arain,S., Sherazi, S.T.H., Bhanger, MI., Mahesar, S.A., and Memon, N. (2010).
Physicochemical Characterization of Bauhinia purpurea Seed Oil and Meal for
Nutritional Exploration. Polish Journal of Food and Nutrition Sciences Vol.60(4). 341-
346.
Bernardini, E., (1938). Vegetables Oils and Fats Processing. Volume I. Rome.Italy
:Interstamps House.
BSN. (1998). Cara Uji Minyak dan Lemak: SNI 01 – 3555 – 1998. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Dewi , E.M.K. (2014). Karakterisasi dan Komposisi Kimia Minyak Biji Tumbuhan Kupu-
kupu (Bauhinia purpurea L.) Bunga Merah Muda . Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Pendidikan Sains IX , Fakultas Sains dan Matematika , UKSW . Vol 5 , No.1, hal
11-17. Salatiga . 21 Juni 2014 .
Diana, F.M. (2013). OMEGA 6 . Jurnal Kesehatan Masyarakat, September 2012-Maret 2013,
Vol. 7, No. 1.
Djatmiko, B. dan S. Ketaren, (1985). Pemurnian Minyak Makan. Bogor. Jurusan Teknologi
Industri pertanian,.FATETA, IPB : Agroindustri Press.
Fathiyah, S. (2010) . Kajian Proses Pemurnian Minyak Nyamplung Sebagai Bahan Bakar
Nabati [Skripsi]. Bogor: Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi
Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Herwanda , A.E. (2011). Kajian Proses Pemurnian Minyak Biji Bintaro (Cerbera Manghas L)
Sebagai Bahan Bakar Nabati [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor.
Indonesia Investment. (2016). Minyak Sawit [online]. 2 Februari 2016. http://www.indonesia-
investments.com/id/bisnis/komoditas/minyak-sawit/item166. [diakses pada Agustus
2016].
Kartika, I.A., Fathiyah, S., Desrial, dan Yohanes A.P. (2010) . Pemurnian Minyak Nyamplung
Dan Aplikasinya Sebagai Bahan Bakar Nabati . J. Tek. Ind. Pert. Vol. 20 (2). 122-129.
16
Kencana, A.P .(2016). Karakterisasi dan Komposisi Kimia Minyak Biji Kembang Merak
(Caesalpinia pulcherrima L). Prosiding Seminar Nasional Sains dan Entrepreneurship
III Tahun 2016 “Reorientasi Bioteknologi dan Pembelajarannya Untuk Menyiapkan
Generasi Indonesia Emas Berlandaskan Entrepreneurship”, hal 322-330. Semarang,
20 Agustus 2016
Ketaren, S. (1986). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta; UI – Press.
Kumar, T. and Chandrasekar, K.S. (2011). Bauhinia purpurea Linn.: A review of its
Ethnobotany , Phytochemical , and Pharmacological Profile . Journal of Medicinal
Plant vol. 5 (4).420-431.
Muhammad, F.R., Jatranti, S., Qadariyah, L., dan Mahfud. (2014). Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Nyamplung Menggunakan Pemanasan Gelombang Mikro. Jurnal Teknik
Pomits Vol.3, No.2. 154-159.
Onyema. C. T. and K. K. Ibe . (2016). Effects of Refining Processes on the Physicochemical
Properties of Some Selected Vegetable Oils. American Chemical Science Journal, Vol
12(4), p. 1-7.
Ramadan, M.F., Sharanabasappa, G., Seetharam, Y.N., Seshagiri, M., and Moersel, J.T.
(2006). Characterization of Fatty Acids and Bioactive Compounds of Kachnar
(Bauhinia purpurea L.) Seed Oil. Food Chemistry vol 98. 359-365.
Ristianingsih, Y., Sutijan, Dan Arief B.,(2011). Studi Kinetika Proses Kimia Dan Fisika
Penghilangan Getah Crude Plam Oil (Cpo) Dengan Asam Fosfat, Reaktor, Vol. 13 No.
4,p. 242-247.
Sari, M. (2012) .Minyak Kacang Tanah Sebagai Sumber Minyak Nabati Yang Baik Untuk Bahan
Pangan Dan Minyak Goreng [Thesis]. Bengkulu; Program Studi Pendidikan Kimia
Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Bengkulu.
Sebti, S.M., Andrew D. Hamilton.(1997) Inhibition of Ras Prenylation: A Novel Approach to
Cancer Chemotherapy. Pharmacol. Ther. Vol. 74, No. 1, pp. 103-114.
Selfiawati, E. (2003). Kajian Proses Degumming dan Netralisasi Pada Pemurnian Minyak
Goreng Bekas [Skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Siswaidi. (2012). Proses Pemurnian Minyak Nabati [online]. 13 April 2012.
http://industryoleochemical.blogspot.co.id/2012/04/proses-pemurnian-minyak-
nabati.html.[diakses pada Agustus 2016] .
Steel, R.G.D. dan Torrie, J.H. (1993). Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik)
Penerjemah B. Sumantri. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Swern, D. (2005 ) Structure and composition of Fats and Oils, dalam Bailey’s Industrial Oil
and Fats Products Sixth Edition. Sahidi, F. USA: A John Willey & Sons, Inc.,
Publication., pp. 19
17
Vijayakumari, K., Siddhuraju, P., and Janardhanan, K. (1997). Chemical Composition, Amino
Acid Content and Protein Quality of the Little-Known Legume Bauhinia purpurea L.
Journal of the Science of Food and Agriculture Volume 73, Issue 3 March 1997. 279–
286
Warsito, Gurum Ahmad, Pauzi, Miftahul Jannah,. Analisis Pengaruh Massa Jenis Terhadap
Kualitas Minyak Goreng Kelapa Sawit Menggunakan Alat Ukur Massa Jenis Dan
Akuisisinya Pada Komputer. Dalam Prosiding Semirata ,FMIPA ,Universitas
Lampung, Hal 35-41. 2013
Zhu ,Minghui, Xin Wen, Jinhong Zhao, Fang Liu, Yuanying Ni, Liyan Ma, Jingming Li.
(2015) Effect of Industrial Chemical Refining on the Physicochemical Properties and
the Bioactive Minor Components of Peanut Oil. J Am Oil Chem Soc. Volume
93, Issue 2, February 2016. 285–294
18
19
LAMPIRAN
Kebutuhan NaOH (g)
Jumlah contoh : 10 g
Jumlah NaOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam lemak bebas : 134 g NaOH
Jumlah Asam Lemak Bebas : 6,7249 % = 66,7249/100 x 10 g = 0,6724 g
Jumlah NaOH u/ menetralkan 0,6724 g asam linoleat : 0,6724/1000 x 134 = 0,0901 g
Excess NaOH 0,15% : 0,15/100 x 10 = 0,015 g
Total NaOH : 0,0901 + 0,015 = 0,1051 g
NaOH 0,1 N : 0,1051 / 4 x 100 = 2,62 ml
NaOH 0,3 N : 0,1051 / 12 x 100 = 0,87ml
NaOH 0,5 N : 0,1051 / 20 x 100 = 0,52 ml