PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI...

35
1 PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK 25191 DAN 25192 I GEDE HEPRIN PRAYASTA Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta Jalan Otto Iskandardinata No.64 C Jakarta Email : [email protected] Abstraksi Produksi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di sebuah perusahaan tidak terkecuali di industri barang-barang dari karet. Pemilihan faktor-faktor produksi untuk memaksimumkan profit sangat diperlukan dalam pertimbangan produksi. Dengan menggunakan fungsi Cobb Douglas maka dapat dilakukan sebuah transformasi ke dalam bentuk regresi linier berganda.Untuk menganalisis model yang baik yang bisa dibentuk dari tenaga kerja, bahan baku, dan jumlah mesin maka digunakanlah analisis regresi berganda. Pembentukan model dapat dilakukan dengan menguji tingkat signifikansi variabel baik secara simultan dan parsial. Ada beberapa asumsi klasik dalam regresi linier yang harus dipenuhi dalam pembentukan model yaitu : normalitas, homoskedastisitas, non autokorelasi dan non multikolinearitas. Dengan keempat asumsi tersebut diharapkan mampu memeberikan model terbaik yang dapat digunakan mengestimasi nilai parameter. Kata kunci : fungsi Cobb Douglas, pembentukan model, uji simultan, uji parsial, normalitas, autokorelasi, homoskedastisitas, dan multikolinearitas. 1 PENDAHULUAN Perkembangan industri barang-barang dari karet dipengaruhi oleh tingkat produktivitas oleh perusahaan yang bergerak di sektor ini. Kebutuhan akan sumber daya yang memadai guna mendukung untuk memaksimalkan profit yang ingin

description

PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK 25191 DAN 25192 I GEDE HEPRIN PRAYASTA Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta Jalan Otto Iskandardinata No.64 C Jakarta Email : [email protected] Produksi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di sebuah perusahaan tidak terkecuali di industri barang-barang dari karet. Pemilihan faktor-faktor produksi untuk mema

Transcript of PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI...

Page 1: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

1

PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH

MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG

DARI KARET YANG BELUM TERMASUK 25191 DAN 25192

I GEDE HEPRIN PRAYASTA

Jurusan Statistik Ekonomi, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, Jakarta

Jalan Otto Iskandardinata No.64 C Jakarta

Email : [email protected]

Abstraksi

Produksi merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan di sebuah perusahaan tidak

terkecuali di industri barang-barang dari karet. Pemilihan faktor-faktor produksi untuk

memaksimumkan profit sangat diperlukan dalam pertimbangan produksi. Dengan

menggunakan fungsi Cobb Douglas maka dapat dilakukan sebuah transformasi ke dalam

bentuk regresi linier berganda.Untuk menganalisis model yang baik yang bisa dibentuk dari

tenaga kerja, bahan baku, dan jumlah mesin maka digunakanlah analisis regresi berganda.

Pembentukan model dapat dilakukan dengan menguji tingkat signifikansi variabel baik

secara simultan dan parsial. Ada beberapa asumsi klasik dalam regresi linier yang harus

dipenuhi dalam pembentukan model yaitu : normalitas, homoskedastisitas, non autokorelasi

dan non multikolinearitas. Dengan keempat asumsi tersebut diharapkan mampu memeberikan

model terbaik yang dapat digunakan mengestimasi nilai parameter.

Kata kunci : fungsi Cobb Douglas, pembentukan model, uji simultan, uji parsial, normalitas,

autokorelasi, homoskedastisitas, dan multikolinearitas.

1 PENDAHULUAN

Perkembangan industri barang-barang dari karet dipengaruhi oleh tingkat

produktivitas oleh perusahaan yang bergerak di sektor ini. Kebutuhan akan sumber

daya yang memadai guna mendukung untuk memaksimalkan profit yang ingin

Page 2: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

2

dicapai masih sangat tinggi. Agar dapat menghasilkan output yang dapat

menghasilkan output maksimum dibutuhkan kombinasi berbagai input. Pertimbangan

dalam menentukan jumlah input yang akan digunakan sangat diperlukan. Sesuai

dengan teori produksi dapat diketahu bahwa beberapa input yang dimaksud adalah

faktor-faktor produksi daintaranya yaitu sumber daya manusia seperti: tenaga kerja,

sumber daya modal: modal tetap maupun modal lancer dan modal konkret maupun

modal abstrak, sumberdaya pengusaha seperti: kemampuan usaha (enterpreunership),

serta sumber daya alam seperti : bahan baku, tanah yang merupakan faktor produksi

asli karena telah tersedia di alam langsung. Sesuai dengan data Badan Pusat Statistik

(BPS) 2010 mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat produksi barang-

barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan 25192 yaitu hanya terbatas pada

tenaga kerja, bahan baku, dan kepemilikan mesin.

Tujuan pembuatan paper ini adalah untuk memberikan gambaran model yang

sesuai untuk mengkombinasikan input perusahaan sehingga dpat diperoleh output

yang mampu memberikan keuntungan maksimum bagi perusahaan.

2 LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Produksi

Untuk memenuhi kebutuhannya yang beraneka ragam, manusia membutuhkan

barang dan jasa. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kegiatan yang dapat menghasilkan

barang dan jasa tersebut. Kegiatan itu tidak lain adalah produksi.

Menurut Drs. Mohamad Hatta (1994,9) produksi adalah segala pekerjaan yang

menimbulkan guna memperbesar guna yang ada dan membagikan guna itu di antara

orang banyak.

Page 3: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

3

Adapun menurut Drs. Eko Harsono (1994,9) produksi adalah setiap usaha manusia

atau kegiatan yang membawa benda ke dalam suatu keadaan sehingga dapat

dipergunakan untuk kebutuhan manusia dengan lebih baik.

Sedangkan menurut Sukanto Rekso Hadiprodjo, M.Com., Ph.D dan Drs. Indriyo Gito

Sudarno (1993,1) berpendapat produksi adalah penciptaan atau penambah faedah

bentuk, waktu dan tempat atas faktor-faktor produksi sehingga lebih bermanfaat bagi

pemenuhan kebutuhan manusia.

Dengan demikian pengertian produksi secara luas adalah usaha atau kegiatan yang

dilakukan yang dapat menimbulkan kegunaan dari suatu barang dan jasa untuk

memenuhi kebutuhan orang banyak.

2.2 Teori Produksi

Menurut Joesron dan Suhartati (2003) produksi merupakan hasil akhir dari

proses atau aktivitas ekonomi dengan memanfaatkan beberapa masukan atau input.

Dengan pengertian ini dapat dipahami bahwa kegiatan produksi adalah

mengkombinasi berbagai input atau masukan untuk menghasilkan output. Hubungan

teknis antara input dan output tersebut dalam bentuk persamaan, tabel atau grafik

merupakan fungsi produksi (Salvatore, 1994). Jadi fungsi produksi adalah suatu

persamaan yang menunjukkan jumlah maksimum output yang dihasilkan dengan

kombinasi input tertentu.

Hubungan antara jumlah output (Q) dengan sejumlah input yang digunakan

dalam proses produksi (X1,X2,X3,…., Xn) secara matematis dapat ditulis sebagai

berikut :

Q = f(X1 X2X3….Xn)

Keterangan:

Q = output

X = input

Page 4: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

4

Berdasarkan fungsi produksi di atas maka akan dapat diketahui hubungan

antara input dengan output dan juga akan dapat diketahui hubungan antara input itu

sendiri. Apabila input yang dipergunakan dalam proses produksi hanya terdiri atas

modal (K) dan tenaga kerja (L) maka fungsi produksi yang dimaksud dapat

diformulasikan menjadi:

Q = f (K,L)

Keterangan:

Q = output

K = input model

L = input tenaga kerja

Fungsi produksi di atas menunjukkan maksimum output yang dapat diproduksi

dengan menggunakan kombinasi alternatif dari modal (K) dan tenaga kerja (L)

(Nicholson, 1995).

Konsep fisiklain dari suatu produksi adalah Average Product (AP) atau

produksi rata-rata yaitu perbandingan antara jumlah produk (output) yang dihasilkan

dalam suatu proses produksi dengan jumlah faktor produksi (input) yang digunakan

𝐴𝑃𝐿 =𝑄

𝐿 dimana input M (bahan baku) dan K (mesin) dianggap konstan

𝐴𝑃𝐾 =𝑄

𝐾 dimana input L (tenaga kerja) dan M (bahan baku) dianggap konstan

𝐴𝑃𝑀 =𝑄

𝑀 dimana input L (bahan baku) dan K (mesin) dianggap konstan

Di samping itu dikenal juga konsep Marginal Product (MP) atau produksi

marjinal yaitu tambahan produksi akibat penambahan satu unit input. Fungsi ini juga

merupakan slope dari produksi total. Produksi marjinal bisa diperoleh dengan deviasi

parsial

Page 5: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

5

𝑀𝑃𝐿 =𝜕𝑄

𝜕𝐿 produksi marginal dari tenaga kerja

𝑀𝑃𝐾 =𝜕𝑄

𝜕𝐾 produksi marginal dari mesin

𝑀𝑃𝑀 =𝜕𝑄

𝜕𝑀 produksi marginal dari bahan baku

Selain itu antara produksi marjinal dan produksi rata-rata dapat diperoleh

suatu hubungan matematis mengenai elastisitas :

𝑀𝑃𝐿

𝐴𝑃𝐿=

𝜕𝑄

𝜕𝐿 𝑥

𝑄

𝐿= 𝐸𝐿 elastisitas tenaga kerja

𝑀𝑃𝐾

𝐴𝑃𝐾=

𝜕𝑄

𝜕𝐾 𝑥

𝑄

𝐾= 𝐸𝐾 elastisitas mesin

𝑀𝑃𝑀

𝐴𝑃𝑀=

𝜕𝑄

𝜕𝑀 𝑥

𝑄

𝑀= 𝐸𝑀 elastisitas bahan baku

2.3 Fungsi Produksi

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan

hubungan fisik atau teknis antara faktor-faktor yang dipergunakan dengan jumlah

produk yang dihasilkan per satuan waktu, tanpa memperhatikan harga, baik harga

faktor –faktor produksi maupun harga produk. Secara matematis fungsi produksi

tersebut dapat dinyatakan:

Y = f(X1,X2,X3,…..,Xn)

Dimana Y = tingkat produksi atau output yang dihasilkan dan X1,X2, X3,….., Xn

adalah berbagai faktor produksi yang digunakan. Fungsi ini masih bersifat umum

hanya bisa menjelaskan bahwa produk yang dihasilkan tergantung dari faktor-faktor

produksi yang dipergunakan, tetapi belum bisa memberikan penjelasan kuantitatif

mengenai hubungan antara produk dan faktor produksi tersebut (Heady & Dilton,

1990 ). Untuk dapat memberikan penjelasan kuantitatif, fungsi produksi tersebut

harus dinyatakan dalam bentuk spesifiknya antara lain :

Page 6: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

6

a) Y = a + bX (fungsi linier)

b) Y = a + bX – cX2 (fungsi kuadratis)

c) Y = aX1bX2

cX3

d (fungsi Cobb- Douglas)

Model Cobb – Douglas dapat ditransformasikan ke dalam bentuk ekonometrika :

Ln Y = Ln a + bLn X1+ cLnX2 + dLn X3 + µ

Dengan menyelesaikan persamaan tersebut maka akan diperoleh besaran

parameter penduga. Pada model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai parameter

penduga sekaligus menunjukkan besaran elastisitas masing-masing faktor input

terhadap output (Sukartawi,1987).

Menurut Heady (1986) hubungan antara faktor input dengan output model

fungsi produksi cenderung mengikuti tiga kondisi yaitu : (A) increasing at increasing

rate, (B) increasing at decreasing rate dan (C) decreasing rate. Dengan demikian

tahapan–tahapan produksi dapat dikelompokkan ke dalam tiga stage produksi

pada gambar 1(Nicholson 1994). Kurva ini juga menunjukkan hubungan antara

Produksi Total (TP), produksi rata-rata (AP) dan Produk Marjinal (MP).

Gambar 1. Hubungan total produksi dengan produksi marginal dan

produksi rata-rata

Page 7: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

7

Gambar 1. Memperlihatkan bahwa anatara titik A dan C adalah pertambahan

produksi yang semakin berkurang (law of diminishing marginal productivity). Titik C

adalah total produksi mencapai maksimum artinya tambahan input tidak lagi

menyebabkan tambahan output atau produksi marginal (MP) adalah nol (C1).

Sedangkan Produksi Rata-Rata (AP) mencapai maksimun adalah pada saat elastisitas

produksi sama dengan 1 dan AP berpotongan dengan MP artinya produksi rata-rata

sama dengan tambahan output akibat tambahan 1 unit input produksi, dengan asumsi

faktor produksi lain dianggap konstan.

Tahap –tahap (stage) produksi tersebut juga Return to Scale. Hal tersebut

berguna untuk melihat skala ekonomi dari suatu kegiatan produksi yang dilaksanakan

sehubungan dengan faktor input yang digunakan.

1. Kondisi Increasing Return to Scale suatu keadaaan yang menunjukkan

total produksi sedang mengalami kenaikan sangat tinggi, secara lebih jelas

dalam gamabar terlihat marginal produk (MP) lebih tinggi dari produk

rata-rata (AP). Kondisi ini terletak pada tahap I dan tahap ini berakhir

sampai MP = AP atau AP memotong MP. Secara matematis kondisi

increasing return to scale dapat dituliskan sebagai berikut 𝜕𝑌

𝜕𝑋 𝑖> 1

2. Kondisi Constant Return to Scale ditandai oleh marginal produk yang

sudah mulai menurun (increasing at decreasing rate) dan marginal

product (MP) mulai menurun bila dibanding dengan stage A. Secara grafis

terlihat bahwa kurva AP (average product) berada di atas kurva MP dan

tingkat kemiringan (slope) kurva produksi total (TP) terlihat lebih datar

dari sebelumnya setelah melewati titik inflection. Kondisi ini terletak

antara AP = MP sampai dengan MP = 0. Secara matematis dapat

dituliskan seperti berikut 𝜕𝑌

𝜕𝑋 𝑖= 1

Page 8: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

8

3. Kondisi Decreasing Return to Scale, pada kondisi ini terlihat marginal

produk (MP) telah berada di bawah sumbu horizontal. Kurva total

produksi (TP) membelok ke bawah, hal ini menunjukkan setiap

penambahan satu unit input variabel mengakibatkan akan terjadinya

penurunan total produksi (TP). Hal ini terjadi karena tidak seimbangya

porsi faktor input tetap (fixed input) dengan faktor input berubah

(variabel). Dengan kata lain faktor input digarap secara sangat intensif,

kondisi ini berada pada stage C. Pada saat ini seorang pengusaha yang

rasional tentu tidak akan mengoperasikan perusahaannya, karena VMP

(Value Marginal Product = MP x P) lebih kecil dari tambahan biaya yang

dikeluarkan. Kondisi tersebut dapat dituliskan seperti berikut 𝜕𝑌

𝜕𝑋 𝑖< 1

Bila VMP lebih rendah dari tambahan biaya (marginal cost) secara

ekonomis pengusaha akan mengalami kerugian (loss). Kondisi optimal

akan tercapai pada saat nilai Value Marginal Product sama dengan

tambahan biaya yang dikeluarkan dari setiap penggunaan faktor input.

Secara jelas hal tersebut terlihat seperti berikut

𝜋 = 𝑇𝑅 − 𝑇𝐶

𝜕𝜋

𝜕𝑄=𝜕𝑇𝑅

𝜕𝑋𝑖−𝜕 𝑃𝑋𝑗 .𝑋𝑗

𝜕𝑋𝑖= 0

= VMP = MC

Keterangan :

PX i = Harga faktor input i

Xi = Kuantitas faktor input i

TR = Total penerimaan

TC = Total biaya

MC = Biaya Marginal

MVP = Value marginal product

𝜕 = perubahan

Page 9: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

9

2.4 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan salah satu model yang paling

banyak digunakan dalam bidang-bidang ekonomi maupun bidang produksi. Model ini

pertama kali diperkenalkan oleh Charles W.Cobb dan Paul H. Douglas pada tahun

1928. Persamaan matematis fungsi Cobb-Douglas adalah :

𝑄 = 𝐵0 𝑋𝑖𝐵𝑖

𝑝

𝑡=1

𝑒𝑢

Fungsi produksi yang secara umum digunakan adalah dalam bentuk estimasi

empiris dengan persamaan (Gasperz dalam Matthias Aroef,1991) :

𝑄 = 𝐴0𝐾𝑏1𝐿𝑏2𝑒𝑢

Dimana :

Q = ouput

K = input modal

L = input tenaga kerja

A0 = parameter estimasi

b1 = elastisitas input modal

b2 = elastisitas input tenaga kerja

Dimana model diatas dapat ditransformasikan kedalam bentuk linier

logaritmatik sebagai berikut :

Ln Q =ln A0 + b1ln K + b2ln L + u

Dari model fungsi produksi juga dapat diturunkan produk marjinal (PM) dan

elastisitas produksi. Produk marjinal yaitu tambahan produksi akibat penambahan

Page 10: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

10

satu input (Soekartawi dalam Joesran dan Fathorrozi, 2003), secara matematis dapat

diformulasikan sebagai berikut :

𝑃𝑀 = 𝜕𝑄

𝜕𝑋𝑖= 𝑎0𝐵𝑖𝑋𝑖

𝐵𝑖−1= 𝐵𝑖

𝑌

𝑋𝑖

Elastisitas adalah konsep kuantitaif yang sangat penting untuk

mengidentifikasi secara kuantitatif respon sebuah variabel karena perubahan variabel

lain. Elastisitas produksi (Ep) sendiri menunjukkan persentase perubahan ooutput

sebagai akibat dari perubahan input ( Soekartawi dalam Joesran dan Fathorozi,2003),

secara matematis dapat diformulasikan sebagai berikut :

𝐸𝑄𝑋𝑖 = 𝜕𝑄

𝜕𝑋𝑖

𝑋𝑖𝑄 = 𝐵𝑖

Analisis elastisitas input ini penting untuk menjelaskan input mana yang lebih

elastis dibanding dengan input lainnya. Disamping itu, sekaligus dapat diketahui

intensitas faktor produksinya, apakah bersifat tenaga kerja dan padat modal. Apabila

nilai b1 > b2, maka proses produksi lebih bersifat padat kapital dan sebaliknya.

2.5 Fungi Cobb Douglas Sebagai Fungsi Homogen

Sebuah fungsi disebut homogen dengan tingkat (degree) k jika perkalian

semua unsur variabel independennya dengan konstanta t akan merubah nilai fungsi

tersebut secara proporsional sebesar tk

𝑓 𝑡𝑥1,… , 𝑡𝑥𝑛 = 𝑡𝑘𝑓(𝑥1,… ,𝑥𝑛) untuk semua 𝑥1,… , 𝑥𝑛

Misal I :

𝑓 𝑥 = 𝑎𝑥𝑘 𝑓 𝑗𝑥 = 𝑎(𝑗𝑥)𝑘

𝑓 𝑗𝑥 = 𝑎𝑗𝑘𝑥𝑘 = 𝑗𝑘 𝑎𝑥𝑘 = 𝑗𝑘(𝑓 𝑥 )

Maka dapat dikatakan bahwa f(x) homogen dengan degree k

Return to scale 𝑘

Page 11: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

11

Efisiensi 𝑎

Fungsi Cobb Douglas mengasumsikan kondisi Constant Return to Scale ( 𝑘 = 1).

Kenyataannya, returns to scale tidak selalu 1, sehingga jumlah k lebih tepat

merupakan isu empiris daripada merupakan suatu ketetapan.

𝑌 = 𝛼𝑋1𝛽1𝑋2

𝛽2

𝑌′ = 𝛼(𝑡𝑋1)𝛽1 (𝑡𝑋2)𝛽2

𝑌′ = 𝛼𝑡𝛽1𝑋1𝛽1𝑡𝛽2𝑋2

𝛽2

𝑌′ = 𝛼𝑡(𝛽1+𝛽2)𝑋1𝛽1𝑋2

𝛽2 = 𝑡(𝛽1+𝛽2) 𝑌

𝛽1+𝛽2 < 1 Decreasing Returns to Scale

𝛽1+𝛽2 = 1 Constant Returns to Scale

𝛽1+𝛽2 > 1 Increasing Returns to Scale

Interpretasi :

Misal 𝛽1+𝛽2 = 0,5 dengan t = 2, menunjukkan bahwa semua input dinaikkan dua kali

lipat (kenaikan 100 %) maka output meningkat sebesar t0,5

=20,5

= 1,4 kali.

Misal 𝛽1+𝛽2 = -1 dengan t = 2, menunjukkan bahwa semua input dinaikkan dua kali

lipat (kenaikan 100 %) maka output turun menjadi t -1

=2-1

= 0,5 kali. Hal tersebut

tidak rasional secara ekonomis (daerah C pada fungsi produksi).

2.6 Kemudahan Fungsi Produksi Cobb Douglas

Menurut Soekartawi (1994:173) ada tiga alasan pokok mengapa fungsi

produksi Cobb Douglas banyak dipakai oleh para peneliti :

1. Penyelesaian fungsi produksi Cobb Douglas reltif lebih mudah dibandingkan

dengan fungsi yang lain, misalnya lebih mudah ditransfer dalam bentuk linier.

Page 12: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

12

2. Hasil pendugaan garis melalui fungsi produksi Cobb Douglas akan menghasilkan

koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas.

3. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran return to

scale.

Hal yang sama diungkapkan oleh Yuyun Wirasasmita bahwa dengan

menggunakan fungsi produksi Cobb Douglas dapat diketahui beberapa hal yang sama

penting antara lain :

1. Marginal Physical Product dari masing-masing input, yaitu perubahan pada

output sebagai akibat perubahan-perubahan pada input. Pemahaman tentang

marginal physical product penting untuk mengetahui produktivitas masing-

masing faktor input.

2. Elastisitas output dari masing-masing faktor input, yaitu perubahan persentase

dari output sebagai akibat perubahan persentase dari faktor input. Parameter ini

sangat penting terutama dalam usaha mengadakan perbaikan dari proses produksi

atau efisiensi dan juga untuk meramalkan misalnya dampak-dampak dari

perubahan dari faktor-faktor input.

3. Bagian dari faktor input, yaitu tenaga kerja dan modal dapat diketahui. Hal ini

sangat penting karena setiap proses produksi mempunyai dampak yang berbeda-

beda terhadap bagian-bagian tersebut. Bagian-bagian dari input juga suatu proses

perubahan sifat. Dengan pengetahuan mengenai fakto input dapat diketahui

sejauh mana padat kerja atau padat modal.

3 METODELOGI

3.1 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini bersumber dari ata

sekunder yaitu data berupa laporan survei industri besar sedang termasuk industri

barang-barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan 25192. Data

dikumpulkan oleh Sub.Direktorat Industri Besar Sedang Badan Pusat Statistik

Republik Indonesia.

Page 13: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

13

3.2 Model Analisis Data

Model analsisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis

Regresi Linier Berganda (Multiple Regression Linier) yang dimodifikasi dari

persamaaan fungsi Cobb-Douglas. Model persamaan regresi linier berganda

dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

Q = b0 X1b1

X2b2

X3b3

eu

Kemudian ditransformasi kedalam bentuk model linier logaritmatik menjadi :

Ln Q = Ln b0 + b1Ln X1 + b2Ln X2 + b3 Ln X3 + u

Dimana :

Q = total produksi industry barang-barang dari bahan karet yang belum termasuk

dalam 25191 dan 25192

b0 = intercept persamaan garis regresi

X1 = input mesin

X2 = input bahan baku

X3 = input tenaga kerja

b1 = elastisitas input mesin

b2 = elastisitas bahan baku

b3 = elastisitas tenaga kerja

u = error term

3.3 Analisis Regresi Linier Berganda

Analisis regresi linier berganda merupakan analisis regresi yang melibatkan

lebih dari satu variabel bebas (X1,X2,X3 … Xp) dan mempunyai hubungan linier

dengan variabel tak bebas (Y) . Model regresi linier berganda yang melibatkan p buah

variabel bebas adalah :

Y= X1 X2 pXp

Dalam notasi matriks menjadi :

Y = Xβ ε

Page 14: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

14

dengan Y adalah vektor berukuran n1 yang elemen-elemennya merupakan nilai-nilai

amatan dari variabel tak bebas, X adalah matriks rancangan (design matrix) yang

berukuran n( p 1) , β adalah vektor yang berukuran (p 1)1 yang elemen-

elemennya berupa parameter (koefisien) regresi, ε adalah vektor galat berukuran n1,

dimana galat diasumsikan E (i ) = 0 , dan var(i) = ; i = 1, 2,……. , n.

Pendugaan parameter regresi β dengan menggunakan metode kuadrat terkecil

berdasarkan model Y = Xβ ε adalah dengan meminimumkan jumlah kuadrat galat

(JKG) dimana JKG dirumuskan sebagaiberikut :

JKG = εε = (Y Xb)(Y Xb)

Jika X adalah matriks rancangan berukuran n( p 1) yang bersifat full rank dengan p

1 n ,maka penduga kuadrat terkecil untuk b adalah

𝛽 = 𝑏 = 𝑿′𝑿 −1𝑿′𝒀

3.4 Uji Simultan dan Uji Parsial

3.4.1 Uji Simultan (Uji F/ Over all test)

Pengujian ini dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas secara

simultan berpengaruh terhadap variabel tak bebas.

Hipotesis:

H0 : β1 = β2 =…= βi = 0,artinya secara simultan variabel-variabel bebas tidak

memiliki pengaruh terhadap variabel tak bebas.

H1

: βi

≠ 0, artinya paling sedikit satu dari variabel-variabel bebas memiliki

pengaruh terhadap variabel tak bebas. Statistik uji untuk pengujian ini

menggunakan analisis keragaman (analysis of varians).

Page 15: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

15

3.4.2 Uji Parsial (Uji t/Partial t-test)

Uji ini digunakan sebagai penunjang dari uji overall F test. Digunakan untuk

melihat apakah variabel-variabel bebas secara parsial berpengaruh terhadap variabel

tak bebas.

Rumusan hipotesis untuk menguji parameter regresi secara parsial adalah sebagai

berikut:

H0 : j= 0 artinya koefisien regresi ke- j tidak signifikan atau variabel bebas ke- j

tidak berpengaruhnyata terhadap Y

H1 : j 0 artinya koefisien regresi ke- j signifikan atau variabel bebas ke- j

berpengaruh nyata terhadapY

Statistik uji yang digunakan untuk menguji parameter regresi secara parsial adalah :

𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝛽 𝑗 =𝛽 𝑗

𝑣𝑎𝑟 𝛽 𝑗

Jika 𝑡𝑕𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 𝛽 𝑗 > 𝑡 𝑛−𝑝−1 ;𝛼/2 , maka H0 ditolak yang artinya variabel bebas ke- j

berpengaruh nyata terhadap Y .

Selang kepercayaan untuk j dengan tingkat kepercayaan 100(1)% adalah

𝛽 𝑗 ± 𝑡 𝑛−𝑝−1 ;𝛼/2 𝑣𝑎𝑟 𝛽 𝑗

Page 16: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

16

3.4.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi (R2), dilakukan untuk melihat berapa proporsi variasi

dari variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi variabel tidak

bebas, dengan formula (Gujarati, oleh Sumarno Zain, 1995 :207) sebagai berikut :

𝑅2 =𝐽𝐾𝑅𝐽𝐾𝑌

Dimana :

JKR = jumlah kuadrat regresi (explained sum of squares)

JKY = jumlah total kuadrat

( total sum squares)

3.5 Pengujian Asumsi Klasik Regresi Linier dan Cara Mengatasinya

3.5.1 Linearitas

Pendeteksian Linearitas

Pasangan nilai X dan Y yang diwujudkan dalam bentuk titik (X,Y), disebut

koordinat. Kalau koordinat-koordinat ini dihubungkan satu sama lain secara

berurutan maka akan terbentuk satu garis, yang disebut garis regresi. Jika garis regesi

membentuk satu garis lurus, maka garis tersebut dinamakan fungsi linier. Namun

kalau tidak membentuk garis lurus, garis regresinya dinamakan fungsi non-linier.

Fungsi linier dapat menunjukan bentuk hubungan yang positif atau negatif. Secara

geometris linieritas dapat diartikan sebagai garis lurus, yang bisa memiliki nilai

positif atau negatif. Adapun langkah –langkah yang dapat dilakukan untuk menguji

liniearitas suatu fungsi regresi linear :

Page 17: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

17

Hipotesisnya adalah

H0 : Model regresi linier

H1 : Model regresi tidak linier

Statistik uji :

Bila nilai F S2

TC/S2e ≥ F(1-α)(k-2,n-k) maka dalam hal ini kita dapat menolak hipotesis

bahwa model regresi linier. Selain dengan menggunakan tabel anova diatas, asumsi

liniearitas bisa dideteksi dengan menggunakan plot antara nilai-nilai residual (ei)

dengan nilai-nilai (Xi). Jika pencaran titik yang terbentuk tersebar secara acak di

sekitar nol, maka asumsi linearitas terpenuhi.

Page 18: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

18

3.5.2 Normalitas

Pendeteksian Normalitas

Uji normalitas data digunakan untuk memenuhi asumsi dilakukannya analisis

regresi yang akan melakukan penaksiran sekaligus pengujian, dimana untuk

kepentingan ini variabel yang bersifat random harus berdistribusi normal. Jika

sejumlah besar variabel random yang didistribusikan secara independen dan identik,

maka dengan beberapa pengecualian, distribusi jumlahnya cenderung ke distribusi

normal bila banyaknya variabel seperti itu meningkat tak terbatas (Gujarati, N.

Damodar, 1993:66).

Variabel pengganggu (εi) dari suatu regresi disyaratkan berdistribusi nomal. Hal

ini untuk memenuhi asumsi zero mean (asumsi 3). Jika variabel (εi) berdistribusi

normal maka variabel yang diteliti Y juga berdistribusi normal. Untuk menguji

normalitas (εi),maka hipotesisnya yaitu :

H0 : εi berdistribusi normal

H1: εi tidak berdistribusi normal

Dengan statistik uji Jarque Berra,untuk menghitungnya dapat digunakan formula

Jarque Berra (JB test) berikut (Gujarati 1995).

24

)3(

6

22 KSnJB

Di mana S adalah skewness (kemencengan) dan K kurtosis (keruncingan). Hasil

hitung JB kemudian dibandingkan dengan tabel Chi Square dengan derajat bebas 2.

Tolak H0 jikan nilai JB > ᵡ(α;2)

Page 19: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

19

Mengatasi Non Normalitas

Jika asumsi ini tidak terpenuhi, artinya bahwa data tidak berdistribusi normal,

maka kesimpulan berdasarkan teori tidak berlaku. Adapun langkha-langkah yang

harus dilakukan yaitu :

1.Lakukan pemotongan data, mungkin ada data yang out liers (berada jauh dari rata-

rata) misalnya sangat tinggi nilainya atau sangat rendah.

2. Perbesar sampel, jika sampel besar sekali maka data akan mendekati normal,

asymptotically normal.

3. Lakukan transformasi data, misalnya dilogaritmakan. Dengan transformasi

logaritma maka data yang tidak normal akan membaik distribusinya. Mengapa,

karena rentangan data akan mendekati rata-ratanya. Karenanya, sebelum teori lebih

lanjut digunakan dan kesimpulan diambil berdasarkan teori di mana asumsi

normalitas dipakai, terlebih dahulu perlu diselidiki apakah asumsi itu terpenuhi atau

tidak (Sudjana, 2005: 150).

3.5.3 Autokorelasi

Pendeteksian Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota observasi satu

dengan observasi lain yang berlainan waktu. Dalam kaitannya dengan asumsi metode

kuadrat terkecil (OLS), autokorelasi merupakan korelasi antara satu residual dengan

residual yang lain. Sedangkan satu asumsi penting metode OLS berkaitan dengan

residual adalah tidak adanya hubungan antara residual satu dengan residual yang lain.

Pada data time series, observasi sebelumnya dapat memiliki korelasi dengan

observasi sesudahnya, atau data periode t-1 mempunyai korelasi dengan data periode

t. Hal ini sering terjadi pada data periodik seperti bulanan, triwulanan, tahunan, dan

sebagainya. Keadaan seperti ini mengakibatkan asumsi bahwa E[ui,uj]=0, untuk i ≠ j

Page 20: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

20

tidak terpenuhi. Kejadian dimana terdapat korelasi antara observasi periode t dan t-1

disebut autokorelasi.

Menurut Gujarati (1978), konsekuensi dari autokorelasi adalah :

a. Selang keyakinan atau confidence interval menjadi lebih lebar tidak perlu dan

pengujian signifikansi kurang kuat.

b. Varians residual akan underestimate dari sebenarnya. 2ˆσ2σ

c. Pengujian t dan F tidak sah lagi, dan jika diterapkan akan memberikan kesimpulan

yang menyesatkan.

Uji untuk mendeteksi apakah terjadi autokorelasi pada hasil regresi dapat dilakukan

dengan melihat nilai statistik Durbin Watson, dimana pengujian hipotesisnya :

H0 : ρ = 0, atau tidak terjadi autokorelasi

H1 : ρ ≠ 0, atau terjadi autokorelasi

Dimana statistik ujinya :

𝒅 = 𝒖𝒕 − 𝒖𝒕−𝟏

𝟐𝒕=𝑵𝒕=𝟐

𝒖𝟐𝒕𝒕=𝑵𝒕=𝟏

Untuk uji dua arah, yaitu bahwa tidak ada autokorelasi positif maupun negatif, maka

jika :

d < dL

: menolak H0, atau terdapat autokorelasi positif

d > 4 – dL

: menolak H0, atau terdapat autokorelasi negatif

dU

< d < 4 – dU

: menerima H0, atau tidak terjadi autokorelasi

dL

≤ d ≤ dU

atau 4 – dU

≤ d ≤ 4 – dL

: pengujian tidak meyakinkan

Nilai dL

dan dU

dapat diperoleh dari tabel Durbin Watson.

Page 21: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

21

Mengatasi Autokorelasi

Apabila terdapat masalah autokorelasi, untuk mengatasinya, maka perlu dilakukan

tindakan perbaikan, yaitu transformasi variabel dengan mengunakan metode estimasi

ρ (rho) yang didasarkan pada statistik d Durbin-Watson (Gujarati,

DamodarN.,1998:394). Metode ini dikenal dengan nama Generalized Difference

Equation (First Difference Procedure). Langkah-langkah yang perlu dilakukan

adalah:

1.Persamaan regresi linier Yt =β0 +β1Xt +εt dan εt = ρεt-1 +Vt

2. Untuk waktu ke- t-1 Yt-1 = β0 +β1Xt-1+εt-1

3.Bila kedua sisi persamaan dikali dengan ρ,maka : ρYt-1 = ρ β0 + ρ β1Xt-1+ ρεt-1

4.Sekarang kedua persamaaan dikurangkan maka diperoleh persamaan

Yt - ρYt-1 = (β0- ρβ0 ) + (β1Xt - ρ β1Xt-1)+(εt- ρ εt-1)

5.Persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai berikut:

Yt*= β0(1- ρ) + β1 Xt* + Vt

Dimana : Yt* = Yt- ρYt-1 dan Xt*=Xt- ρXt-1. (Catatan: nilai ρ masih diperbolehkan

diasumsikan sama dengan 1)

3.5.4 Homoskedastisitas

Pendeteksian Heteroskedastisitas

Rumus regresi diperoleh dengan asumsi bahwa variabel pengganggu (error) atau

ε, diasumsikan memiliki varian yang konstan (rentangan ε kurang lebih sama). Jika

Page 22: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

22

ternyata varian dari ε tidak konstan misalnya membesar atau mengecil pada nilai X

yang lebih tinggi, maka kondisi tersebut dikatakan tidak homoskedastik atau

mengalami heteroskedastik.

Konsekuensi jika asumsi regresi linier terpenuhi kecuali adanya

heteroskedastisitas, maka penaksir OLS tetap tak bias dan konsisten namun penaksir

tersebut tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (secara

asimtotik). Jika tetap menggunakan penaksir OLS pada kondisi heteroskedastis, maka

varian penaksir parameter koefisien regresi akan underestimate atau overestimate.

Beberapa pengujian yang digunakan untuk mendeteksi heteroskedastisitas

diantaranya:

1. Uji Goldfeld-Quandt

Langkah-langkah pengujiannya:

a. Urutkan nilai Xi (sesuai pertimbangan jika i>1 ) dari kecil ke besar

b. Abaikan beberapa pengamatan sekitar median sebanyak c pengamatan.

Sehingga tersisa (n-c) pengamatan.

c. Lakukan regresi pada pengamatan 1 dan hitung nilai SSE 1.

d. Lakukan regresi pada pengamatan 1 dan hitung nilai SSE 1.

e. Hitung df (jumlah pengatamatan dikurangi jumlah parameter).

f. Hipotesis

H0 :Data mempunyai varians homoskedastisitas.

H1 : Data tidak mempunyai varians homoskedastisitas.

g.Statistik Uji

𝜆 =𝑆𝑆𝐸1/𝑑𝑓1

𝑆𝑆𝐸2/𝑑𝑓2

Tolak H0 jika nilai 𝜆 > F(α;k-1;n-k-1)

(*k = banyaknya parameter yang diestimasi).

Page 23: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

23

2. Alat untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan analisis

residual dengan membuat plot antara nilai prediksi (ZPRED) pada sumbu X

dengan nilai residualnya (SRESID) pada sumbu Y. Jika ditemukan terdapat pola

tertentu (garis lurus, diagonal, gelombang, dan lain-lain) yang jelas dan titik

mengumpul di atas atau di bawah sumbu X, maka dapat dikatakan terdapat

heteroskedastisitas. Sedangkan apabila tidak terdapat pola yang jelas serta titik

menyebar di atas dan di bawah sumbu X, maka tidak terjadi heteroskedastisitas

atau model regresi baik untuk digunakan (Gujarati, 1978).

Mengatasi Heteroskedastisitas

Apabila terjadi heteroskedastisitas maka dapat dilakukan beberapa cara berikut

untuk mengatasinya yaitu:

1.Metode Generalized Least Squares (GLS)

Merupakan salah satu jenis transformasi dengan mengalikan 1

𝜎𝑖 , sehingga

diperoleh persamaan regresi

𝑌𝑖𝜎𝑖

= 𝛽0 1

𝜎𝑖 + 𝛽1

𝑋𝑖𝜎𝑖 +

𝜀𝑖𝜎𝑖

Maka diperoleh transformed model sebagai berikut:

Yi* = β0 +β1X1*+εi*

Bukti bahwa model sudah tidak heteroskedastis

𝐸 𝜀𝑖∗2 = 𝐸

𝜀𝑖2

𝜎𝑖2 =

1

𝜎𝑖2 𝜎𝑖

2 = 1

Page 24: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

24

2.Metode Transformasi Logaritma

Transformasi ini untuk memperkecil skala antar variabel bebas. Dengan

semakin sempitnya range nilai observasi diharapkan variasi error juga tidak

akan berbeda besar antar kelompok observasi.

Model yang digunakan

Ln Yi = β0 + β1Ln Xi +εi

3.Transformasi dengan 1/Xi

Asumsi 𝐸 𝜀𝑖2 = 𝜎2𝑋𝑖

2

Transformasi menghasilkan

𝑌𝑖𝑋𝑖

= 𝛽0 1

𝑋𝑖 + 𝛽1 +

𝜀𝑖𝑋𝑖

Atau dapat ditulis Yi* = β0 X0*+ β1+Vi

Bukti varian telah konstan:

𝐸 𝜀𝑖

2

𝑋𝑖2 =

1

𝑋𝑖2 𝐸(𝜀𝑖

2) =1

𝑋𝑖2 𝜎𝑖

2𝑋𝑖2 = 𝜎𝑖

2

4.Transformasi dengan 1

𝑋𝑖

Asumsi 𝐸 𝜀𝑖2 = 𝜎2𝑋𝑖

5.Transformasi dengan E(Yi)

Asumsi 𝐸 𝜀𝑖2 = 𝜎2 𝐸(𝑌𝑖)

2

3.5.5 Multikolinearitas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan

adanya korelasi antar variabel bebas (independent). Model regresi yang baik

seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel bebas. Jika variabel bebas saling

berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortagonal. Variabel ortagonal adalah

variabel bebas yang nilai korelasi antar sesama variabel bebas sama dengan nol.

Adanya multikolinieritas masih menghasilkan estimator yang BLUE, tetapi

menyebabkan suatu model mempunyai varian yang besar sehingga mengakibatkan

Page 25: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

25

sulit mendapatkan estimasi yang tepat, interval estimasi akan cenderung lebih lebar

dan nilai hitung statistik uji t akan kecil yang membuat variabel independen secara

statistik tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen. Walaupun secara individu

variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen melalui uji

statistik, namun nilai koefisien determinasi masih relatif tinggi.

Pendeteksian Multikolinearitas

Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi

dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya, yaitu variance inflation factor (VIF).

Kedua ukuran ini menunjukkan setiap variabel bebas manakah yang dijelaskan oleh

variabel bebas lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel bebas menjadi

variabel terikat dan diregres terhadap variabel bebas lainnya. Tolerance mengukur

variabilitas variabel bebas yang terpilih yang tidak dapat dijelaskan oleh variabel

bebas lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi

(karena VIF = 1/tolerance)

𝑉𝐼𝐹 =1

1 − 𝑅𝑗2

dan menunjukkan adanya kolinieritas yang tinggi. Nilai cut-off yang umum dipakai

adalah nilai tolerance 0,10 atau sama dengan nilai VIF diatas 10 (Ghozali, Imam,

2001: 57). Sedangkan jika nilai toleransi yang digunakan adalah 0,2 maka nilai cut

off yang digunakan adalah nilai VIF diatas 5.

Mengatasi Multikolinearitas

Jika pada model terdapat masalah multikolinieritas yang serius, salah satu metode

sederhana yang bisa dilakukan adalah dengan menghilangkan salah satu variabel

independen yang mempunyai hubungan linier kuat (Gujarati, Damodar N., 2003).

Dengan memanfaatkan informasi apriori juga sangat membantu untuk

meminimalisasi kemungkinan terjadi multikoliniearitas. Selain itu menghubungkan

Page 26: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

26

data cross-sectional dan data time series (panel data) dapat menjadi alternatif

berikutnya. Transformasi variabel seperti pada kejadian autokorelasi juga dapat

dilakukan untuk mengatasi multikolinearitas.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Dari hasil pengolahan dengan menggunakan software SPSS versi 16.00 maka

diperoleh hasil sebagai berikut :

a. Pengujian Simultan, Parsial, dan koefisien determinasi

Dari pengolahan tersebut ditemukan bahwa diantara variabel-variabel bebas

yang dimasukkan, hanya satu variabel bebas yang signifikan secara statistik

dalam mempengaruhi tingkat produksi. Keberartian ketiga faktor input secara

simultan terhadap output menunjukkan hubungan yang sangat signifikan

sebagaimana ditunjukkan oleh F-hitung 346,633 (lampiran 4). Signifikansi

secara simultan sebesar 0,000 lebih kecil dari alpha (α = 0,05).Variabel yang

signifikan secara parsial adalah bahan baku. Nilai p-value menunjukkan angka

0,000 lebih kecil dari level signifikansi 0,05. Nilai koefisien determinasi (R2)

menunjukkan angka 0,98 yang berarti bahwa varians produksi (output) 98 persen

mampu dijelaskan oleh variabel tenaga kerja, mesin, dan bahan baku (input)

secara simultan sisanya sebanyak 2 persen dapat dijelaskan oleh error (lampiran

3).

b. Model yang terbentuk

Berdasarkan hasil pengolahan maka diperoleh model sebagai berikut:

Ln Produksi = 3,085 – 0,046 Ln Mesin + 0,843 Ln Bahan Baku + 0,125 Ln

Tenaga Kerja (lampiran 4).

Atau bila dituliskan dalam bentuk fungsi Cobb Douglas

Page 27: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

27

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝑒 3,085 – 0,046 Ln Mesin + 0,843 Ln Bahan Baku + 0,125 Ln Tenaga Kerja

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝑒3,085 . 𝑒 ln 𝑀𝑒𝑠𝑖𝑛 −0,046. 𝑒 ln 𝐵𝑎𝑕𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢 0,843

. 𝑒 ln 𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎 0,125

𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 = 𝑒3,085 .𝑀𝑒𝑠𝑖𝑛−0,046 .𝐵𝑎𝑕𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢0,843 .𝑇𝑒𝑛𝑎𝑔𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑗𝑎0,125

c. Pengujian Linearitas

Berdasarkan hasil pengolahan dengan menggunakan SPSS 16.00 (lampiran 5)

antara produksi dan mesin diperoleh nilai signifikansi 0,022 < 0,05 (alpha) maka

regresi tidak linier. Sedangkan untuk produksi dan bahan baku hanya bisa dilihat

dari plot dan hasil uji parsial variabel bahan baku. Dapat disimpulkan bahwa

regresi linier. Produksi dan tenaga kerja menghasilkan nilai signifikansi sebesar

0,583 > 0,05 (alpha) sehingga kesimpulannya model regresi linier. Asumsi

liniearitas harus terpenuhi secara simultan, apabila ada variabel yang non

linearitas dalam hal ini variabel mesin maka dapat diabaikan dan model regresi

linier dapat digunakan untuk melakukan estimasi.

d. Pengujian Asumsi Normalitas

Pada grafik Normal P-P Plot of Regresson Residual data menyebar di sekitar

sumbu diagonal dan membentuk suatu garis tertentu. Hasil pengujian statistik

untuk normalitas sisaan, nilai statistik uji Kolmogorov-Smirnov sebesar

0,081dengan signifikansi 0,200 (lampiran7). p-value > α (0,05) dengan demikian

asumsi normalitas terpenuhi. Dengan menggunakan pengujian statistic Jarque-

Berra(JB), dengan nilai koefisien skewness -0,041dan koefisien kurtosis

1,381(Lampiran 6) maka diperoleh nilai JB sebesar 5,1463. JB < ᵡ2(2) maka dapat

disimpulkan asumsi normalitas terpenuhi.

e. Pengujian Autokorelasi

Autokorelasi dapat dilihat dari nilai statistik Durbin Watson dari hasil

pengolahan. Pada bagian Model Summary dari hasil olahan didapat nilai

statistic Durbin-Watson sebesar 2,113(Lampiran 8). Nilai dL dan dU pada

tabel Durbin –Watson untuk n=47 dan jumlah variabel bebas 3 masing-

Page 28: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

28

masing sebesar 1,40 dan 1,60. Nilai statistic Durbin-Watson berada diantara

dU dan 4-dU sehingga dapat disimpilkan bahwa tidak terjadi autokorelasi

pada model regresi yang terbentuk.

f. Pengujian Heteroskedastisitas

Dengan menggunakan Uji Goldfield-Quandt, variabel produksi, tenaga

kerja, dan mesin diurutkan sesuai berdasarkan variabel bahan baku karena

hanya variabel ini yang signifikan secara statistik. Nilai c ditetapkan sebanyak

3. Pada kelompok I diperoleh nilai mean square error (MSE) sebesar 0,150.

Sedangkan pada kelompok II nilai MSE sebesar 0,061. Maka nilai λ = 2,4590.

Nilai Tabel F (0,05;2,43) = 3,2237(lampitan 9). λ < F (0,05;2,43) , maka tidak tolak

H0. Dengan demikian asumsi homoskedastisitas terpenuhi.

g. Pengujian Multikolinearitas

Multikolinearitas terjadi apabila nilai VIF dari masing-masing variabel

lebih dari 5. Dari hasil pengolahan ditemukan bahwa nilai VIF pada masing-

masing variabel adalah 1,810 untuk mesin, 2,671 untuk bahan baku dan 2,366

untuk tenaga kerja (Lampiran 5). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa

tidak terjadi multikolinearitas dalam model regresi yang dibentuk (lampiran

10).

h. Pengujian Outlier

Dari hasil penghitungan leverage value maka ada dua nilai yang termasuk

outlier, sebab nilainya melebihi 2𝑝

𝑛 = 2 ∗ 447 = 0,1702. Yaitu data ke

– 6 dan ke -56. Namun data tersebut dapat tetap dimasukkan sebab asumsi

lain terpenuhi, outlier tersebut merupakan outlier yang tidak berarti (lampiran

11).

Page 29: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

29

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pengaruh Mesin Terhadap Produksi Barang-Barang dari Karet

yang belum termasuk 25191 dan 25192

Berdasarkan hasil pengolahan (lampiran 3) terlihat untuk

variabel ln mesin diperoleh nilai t hitung sebesar 1,583 sedangkan nilai t

(0,975;43) sebesar 2,0179 untuk derajat bebas (df ) 43. Nilai p-value atau

signifikansi t sebesar 0,121 lebih besar dari nilai alpha (α =0,05).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel mesin tidak

signifikan secara statitik,tetapi secara teori dan kondisi sebenarnya

tetap mempunyai pengaruh terhadap produksi barang-barang dari karet

yang belum termasuk 25191 dan 25192.

Koefisien ln mesin sebesar - 0,046 sekaligus menunjukkan

besarnya elastisitas input mesin terhadap produksi barang-barang dari

karet, yang artinya jika kenaikan mesin setiap satu persen dengan

diasumsikan input lain (bahan baku dan tenaga kerja) konstan hanya

akan menurunkan produksi barang-barang dari karet yang belum

termasuk 25191 dan 25192 sebesar 0,046persen.

Elastisitas penggunaan mesin terhadap output bersifat tidak

elastis atau inelastis (Ei ≤ 0,6). Hal ini menunjukkan peningkatan

output relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan

jumlah mesin. Penggunaan input mesin sudah berada dalam kondisi

yang kurang menguntungkan (decreasing return to scale) dan

marginal produktivitas mesin sudah mulai menurun.

Page 30: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

30

4.2.2 Pengaruh Bahan Baku Terhadap Produksi Barang-Barang dari

Karet yang belum termasuk 25191 dan 25192

Bahan baku yang digunakan dapat dibedakan atas dua yaitu

bahan baku impor dan bahan baku lokal. Persentase untuk masing-

masing jenis komoditas diantaranya yaitu : 34,52 persen bahan baku

impor dan 65,48 bahan baku lokal (lampiran12)

Berdasarkan hasil pengolahan (lampiran 1) terlihat untuk

variabel ln bahan baku diperoleh nilai t hitung sebesar 19,308

sedangkan nilai t (0,975;43) sebesar 2,0179 untuk derajat bebas (df ) 43.

Nilai t hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai t (0,975;43). Nilai p-

value atau signifikansi t sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai alpha (α

=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel bahan

baku signifikan secara statitik dan secara teori mempunyai pengaruh

terhadap produksi barang-barang dari karet yang belum termasuk

25191 dan 25192.

Koefisien ln bahan baku sebesar 0,843 sekaligus menunjukkan

besarnya elastisitas input bahan baku terhadap produksi barang-barang

dari karet, yang artinya jika bahan baku sebesar satu persen dengan

diasumsikan input lain (mesin dan tenaga kerja) konstan maka

produksi barang-barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan

25192 akan meningkat sebesar 0,843 persen.

Elastisitas penggunaan bahan baku terhadap output bersifat

elastis (Ei > 0,6). Hal ini menunjukkan peningkatan output relatif lebih

besar jika dibandingkan dengan peningkatan bahan baku. Relatif

besarnya peningkatan output kmenandakan bahwa produktivitas input

bahan baku masih tinggi. Dengan demikian penggunaan faktor input

modal masih mempunyai peluang untuk dapat ditingkatkan karena

penggunaan bahan baku baru berada pada kondisi increasing return to

Page 31: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

31

scale. Pemakaian bahan baku dapat ditingkatkan sampai tercapainya

kondisi optimum penggunaan input bahan baku.

4.2.3 Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Barang-Barang dari

Karet yang belum termasuk 25191 dan 25192

Tenaga kerja dapat dibedakan berdasarkan jenis kealmin

menjadi tenaga kerja laki-laki dan perempuan. Persentase tenaga kerja

laki-laki sebesar 30,81 persen dan perempuan sebesar 69,19 persen.

Diagram lingkaran (lampiran) menunjukkan bahwa tenaga kerja di

industri ini didominasi oleh tenaga kerja perempuan.

Berdasarkan hasil pengolahan (lampiran 1) terlihat untuk

variabel ln tenaga kerja diperoleh nilai t hitung sebesar 1,746

sedangkan nilai t (0,975;43) sebesar 2,0179 untuk derajat bebas (df ) 43.

Nilai t hitung lebih kecil dibandingkan dengan nilai t (0,975;43). Nilai p-

value atau signifikansi t sebesar 0,088 lebih kecil dari nilai alpha (α

=0,05). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa variabel tenaga

kerja tidak signifikan secara statitik tetapi secara teori dan keadaan di

lapangan mempunyai pengaruh terhadap produksi barang-barang dari

karet yang belum termasuk 25191 dan 25192.

Koefisien ln bahan baku sebesar 0,125 sekaligus menunjukkan

besarnya elastisitas input bahan baku terhadap produksi barang-barang

dari karet, yang artinya jika input tenaga kerja naik sebesar satu persen

dengan diasumsikan input lain (mesin dan bahan baku) konstan maka

produksi barang-barang dari karet yang belum termasuk 25191 dan

25192 akan meningkat sebesar 0,125 persen.

Pengaruh input terhadap output bersifat tidak elastis atau

inelastis (Ei ≤ 0,6). Hal ini menunjukkan peningkatan output relatif

lebih rendah jika dibandingkan dengan peningkatan tenaga kerja.

Page 32: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

32

Penggunaan input tenaga kerja sudah berada dalam kondisi yang

kurang menguntungkan (decreasing return to scale) dan marginal

produktivitas tenaga kerja sudah mulai menurun.

Secara bersama–sama penggunaan input mesin, bahan baku dan tenaga

kerja dalam proses produksi berada pada kondisi optimum sebagaimana

ditunjukkan oleh homogenity degree sebesar 0,922. 𝛽1+𝛽2 + 𝛽3 < 1

menandakan bahwa penambahan faktor produksi akan menghasilkan

tambahan produksi lebih kecil (Decreasing Returns to Scale). Kondisi

secara simultan dengan t = 2, menunjukkan bahwa jika semua input

dinaikkan dua kali lipat (kenaikan 100 %) maka output meningkat sebesar

t0,922

=20,922

= 1,8947 kali. Artinya penambahan input sebesar 1 persen akan

menambah produksi 0,922 sehingga mengindikasikan produksi barang-

barang dari karet belum berproduksi secara optimal.

4.2.4 Average Product

Untuk menghitung produksi rata-rata perusahaan secara keseluruhan

maka dapat didekati dengan menggunakan perbandingan nilai rata-rata dari

produksi dengan rata-rata mesin, bahan baku, dan tenaga kerja. Berdasarkan

data yang digunakan diperoleh rata-rata produksi perusahaan sebesar

33.194.294,9540, rata-rata jumlah mesin 9165.326,2989 unit per perusahaan

rata-rata jumlah bahan baku 18.141.164,4138 per perusahaan, rata-rata

jumlah tenaga kerja per perusahaan 358,3678 orang.

a. Average Product of Labour (APL)

𝐴𝑃𝐿 =𝑄

𝐿 =

33.194.294,9540

358,3678 = 92626,32821

Artinya rata-rata produktivitas tiap tenaga kerja adalah sebesar

92626,32821 per tenaga kerja.

Page 33: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

33

b. Average Product of Capital (APK)

𝐴𝑃𝐾 =𝑄

𝐾 =

33.194.294,9540

9165.326,2989= 3,62173

Artinya rata-rata produktivitas mesin adalah sebesar 92.626.32821 setiap

satu satuan unit mesin.

c. Average Product of Raw Material (APB)

𝐴𝑃𝐾 =𝑄

𝐵 =

33.194.294,9540

18.141.164,4138= 1,8297

Artinya rata-rata produktivitas mesin adalah sebesar 92.626.32821 setiap

satu satuan unit mesin.

4.2.5 Marginal Product

Untuk mendapatkan nilai dari produksi marjinal dapat dihitung

melalui nilai elastisitas dan nilai produksi rata-rata.

a. Marginal Product of Labour (MPL)

𝑀𝑃𝐿

𝐴𝑃𝐿=

𝜕𝑄

𝜕𝐿 𝑥

𝑄

𝐿= 𝐸𝐿 maka 𝑀𝑃𝐿 = 𝐸𝐿 𝑥 𝐴𝑃𝐿

𝑀𝑃𝐿 = 0,125 𝑥 92626,32821

𝑀𝑃𝐿 = 11578,29101

Artinya setiap terjadi penambahan 1 unit tenaga kerja maka akan

menambah output sebanyak 11.578,2910 unit.

b. Marginal Product of Capital (MPK)

𝑀𝑃𝐾

𝐴𝑃𝑘=

𝜕𝑄

𝜕𝐾 𝑥

𝑄

𝐾= 𝐸𝐾 maka 𝑀𝑃𝐾 = 𝐸𝐾 𝑥 𝐴𝑃𝐾

𝑀𝑃𝐾 = 0,046 𝑥 3,62173

𝑀𝑃𝐾 = 0,16660

Page 34: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

34

Artinya setiap terjadi penambahan 1 unit mesin maka akan menambah

output sebanyak 0,16660 unit.

c. Marginal Product of Raw Material (MPB)

𝑀𝑃𝐵

𝐴𝑃𝐵=

𝜕𝑄

𝜕𝐵 𝑥

𝑄

𝐵= 𝐸𝐵 maka 𝑀𝑃𝐵 = 𝐸𝐵 𝑥 𝐴𝑃𝐵

𝑀𝑃𝐵 = 0,843 𝑥1,8297

𝑀𝑃𝐵 = 1,5424371

Artinya setiap terjadi penambahan 1 unit bahan baku maka akan

menambah output sebanyak 1,542431 unit.

5 KESIMPULAN

Kegiatan industri barang-barang dari karet masih bersifat padat kapital. Hasil

analisis memberikan indikasi bahwa kegiatan barang-barang dari karet pada

umumnya masih sangat tergantung dengan mesin sebagai faktor produksi. Untuk

mencapai kondisi optimum, input bahan baku harus ditingkatkan sementara

pemakaian input mesin dan tenaga kerja harus dikurangi sehingga tercapai kondisi

keseimbangan. Dengan mengurangi input mesin dan tenaga kerja maka

produktivitasnya cenderung meningkat. Jika tidak dilakukakan hal yang demikian

produktivitas mesin dan tenaga kerja cenderung mengalami penurunan dan

akhirnya perusahaan akan mengalami kerugian, karena produktivitas mesin dan

tenaga kerja tidak cukup untuk menutupi biayanya. Selama ini justru yang lebih

banyak bahan baku diekspor untuk mendapatkan profit yang lebih tinggi.

Secara bersama –sama penggunaan ketiga input tersebut menjadikan industry

barang-barang dari karet berada dalam kondisi tidak ekonomis. Hal ini terjadi

akibat tidak seimbangnya pengunaan input mesin, bahan baku, dan tenaga kerja.

Keseimbangan tersebut akan tercapai jika nisbah antara marginal productivitas

masing-masing faktor input dibagi dengan harga berada dalam besaran yang sama.

Page 35: PENGARUH JUMLAH TENAGA KERJA, BAHAN BAKU, DAN JUMLAH MESIN TERHADAP TINGKAT PRODUKSI INDUSTRI BARANG-BARANG DARI KARET YANG BELUM TERMASUK DALAM KODE 25191 DAN 25192

35

DAFTAR PUSTAKA

Amar, Syamsul.1997.Jurnal Analisis Fungsi Produksi Cobb-Doglas Pada Kegiatan

Industri Kecil di Sumatra Barat.Padang No.4 Tahun XXII : Forum Pendidikan

IKIP Padang

Bhakti,Haris Prasetyo,dkk.2008.Jurnal Analisis Regresi Komponen Utama Untuk

Mengatasi Masalah Multikolinearitas Dalam Analisis Regresi Linier

Berganda.Jakarta : FMIPA-Universitas Negeri Jakarta.

Gasperz,Vincent.1991.Ekonometrika Terapan1. Bandung : Tarsinto

Gujarati,D.N.1995,Basic Econometrics 3rd

Edition. New York : McGraw-Hill.

Heady dan Dilton.1987. Agriculture Production Function. Lowa: Lowa State

University Press.

Joesran dan Fathorrozi.2003.Teori Ekonomi Mikro,Edisi Pertama.Jakarta : Salemba

Empat.

J. Supranto.2004.Ekonometri.Jakarta: Grahalia Indonesia

Myers,R.H. & Milton,J.S.1991.A First Course In The Theory Of Linier Statistical

Models.Boston:PWS-KENT Publishing Company, Boston.

Nicholson, Walter.1994. Teori Ekonomi Mikro,terjemahan Deliarnov, Edisi Kedua.

Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, Yogyakarta.

Salvatore, Dominick.2001.Managerial Economics,Dalam Perekonomian Global Jilid

I Edisi Keempat.Jakarta : Erlangga.

Sukartawi.1990. Ekonomi Produksi. Yogyakarta : UGM Press.