PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP … · Pengaruh frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi ......
Transcript of PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP … · Pengaruh frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi ......
PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA GALUR
PADI SAWAH (Oryza sativa L.)
DENI SUHENDAR
A.24063042
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
RINGKASAN
DENI SUHENDAR. Pengaruh Frekuensi Irigasi terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Lima Galur Padi Sawah (Oryza sativa L.). (Dibimbing oleh EKO
SULISTYONO).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi irigasi
terhadap pertumbuhan lima galur padi sawah yang diuji serta mengetahui respon
galur padi yang diuji terhadap kondisi kekeringan. Penelitian ini dilaksanakan di
Rumah kaca University Farm, Cikabayan, Dramaga, Bogor. Penelitian
berlangsung pada bulan Februari – Juli 2010. Penelitian ini menggunakan
Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang terdiri atas dua faktor dan
diulang sebanyak tiga ulangan untuk tiap kombinasi perlakuan.
Pengamatan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil dilakukan
terhadap semua tanaman. Peubah-peubah yang diamati meliputi tinggi tanaman,
jumlah anakan/rumpun, panjang dan lebar daun, nisbah panjang/lebar daun, umur
berbunga, jumlah anakan produktif/rumpun, panjang malai, jumlah malai/rumpun,
jumlah gabah/malai, persentase bobot gabah isi, persentase jumlah gabah isi,
bobot 100 butir gabah, bobot kering tajuk, kadar air gabah panen, bobot gabah
kering panen, bobot gabah kering giling, persentase penurunan produksi dan
evapotranspirasi harian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa frekuensi irigasi berpengaruh
terhadap tinggi tanaman 8 MST dan 12 MST, jumlah anakan 8 MST dan 12 MST,
panjang daun, nisbah panjang/lebar daun, umur berbunga, jumlah anakan
produktif, panjang malai, jumlah malai, jumlah gabah per malai, persentase
jumlah gabah isi, bobot gabah kering panen, bobot kering tajuk, bobot gabah
kering giling, dan persentase penurunan produksi. Cekaman kekeringan
menyebabkan penurunan produksi sebesar 32.44%, 48.87%, dan 41.52%, masing-
masing pada frekuensi irigasi 8, 12, dan 16 hari sekali.
Pada kondisi ketersediaan air optimum, galur padi yang menghasilkan
produksi tertinggi adalah galur 1 (BP1027F-PN-1-2-1-KN-1-MR-3-3), 2
(B10894B-MR-2-3-KN-2-1), dan 5 (KAL9418F-KN-2-1-1-2). Pada kondisi
3
kekeringan, produksi semua galur yang diuji tidak berbeda nyata. Titik kritis
kelembapan tanah pada fase vegetatif yaitu pada frekuensi irigasi 4 hari sekali,
pada fase reproduktif yaitu pada frekuensi irigasi 3 hari sekali, dan pada fase
pemasakan yaitu pada frekuensi irigasi 2 hari sekali.
PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA GALUR
PADI SAWAH (Oryza sativa L.)
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
DENI SUHENDAR
A.24063042
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2010
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : PENGARUH FREKUENSI IRIGASI TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA GALUR
PADI SAWAH (Oryza sativa L.)
Nama : DENI SUHENDAR
NIM : A.24063042
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
(Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si)
NIP. 19620225 198703 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian IPB
(Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc.Agr)
NIP. 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus: ..............................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Karawang, Jawa Barat pada tanggal 8 Januari 1988
dan dibesarkan di Karawang. Penulis adalah anak pertama dari pasangan Bapak
Sarjo dan Ibu Runasih.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Cipondoh I tahun
2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SLTP Negeri 2 Tirtamulya lalu melanjutkan
pendidikan di SMA Negeri 1 Karawang dan lulus tahun 2006. Penulis diterima
sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru) pada tahun yang sama. Penulis diterima sebagai
mahasiswa di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB
pada tahun 2007. Selain mengambil studi mayor Agronomi dan Hortikultura,
penulis juga mengambil studi minor Pengembangan Usaha Agribisnis di
Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.
Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai kegiatan
ekstrakurikuler. Penulis pernah menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa
Agronomi dan Hortikultura (Himagron) pada tahun 2008 dan BEM Fakultas
Pertanian pada tahun 2008-2009. Penulis juga aktif dalam beberapa kegiatan
kamahasiswaan sebagai panitia baik di tingkat departemen, fakultas, maupun
institusi IPB. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia
Dasar TPB tahun ajaran 2008/2009 dan asisten praktikum mata kuliah Dasar Ilmu
dan Teknologi Benih tahun ajaran 2009/2010.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang telah mencurahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai
pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. Dr. Ir. Eko Sulistyono, MSi selaku dosen pembimbing skripsi atas
arahan dan bimbingan selama penyusunan tugas akhir penulis
2. Dr. Edi Santosa, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik atas
arahan dan bimbingan selama penulis menjalani kegiatan akademik
3. Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS selaku dosen penguji atas kesediaannya dan
masukannya yang sangat berarti
4. Dr. Desta Wirnas, SP, MSi selaku dosen penguji atas kesediaannya
dan masukannya yang sangat berarti
5. Bp Ajo, Ma Iyung, Bp Acep, Mamah, Erin, dan seluruh keluarga atas
dukungan, semangat, dan kasih sayangnya kepada penulis selama ini
6. Teman-teman seperjuangan Agronomi dan Hortikultura 43 dan teman-
teman kontrakan Pondok Mohabbat: Yadoy, Donny, dan Juniar
7. Staf pengajar dan kependidikan Departemen Agronomi dan
Hortikultura serta para pegawai kebun percobaan Cikabayan
8. Semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
mungkin disebutkan satu per satu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan memberikan sumbangsih bagi
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian.
Bogor, November 2010
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... vi
PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 Latar Belakang .............................................................................................. 1 Tujuan ........................................................................................................... 2 Hipotesis ........................................................................................................ 2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 3 Kebutuhan Air Tanaman Padi ....................................................................... 3 Stress Air Tanaman Padi ............................................................................... 3 Frekuensi Irigasi ............................................................................................ 4 Evapotranspirasi ............................................................................................ 5
BAHAN DAN METODE ................................................................................. 6 Tempat dan Waktu ........................................................................................ 6 Bahan dan Alat .............................................................................................. 6 Metode Penelitian ......................................................................................... 6 Pengamatan ................................................................................................... 8
HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 11 Kondisi Umum ............................................................................................ 11 Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam.................................................................. 12 Pengaruh Galur ........................................................................................... 14 Pengaruh Frekuensi Irigasi .......................................................................... 18 Pengaruh Interaksi Galur dengan Frekuensi Irigasi .................................... 25 Titik Kritis Kelembapan Tanah ................................................................... 31
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 35 Kesimpulan ................................................................................................. 35 Saran ............................................................................................................ 35
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 36
LAMPIRAN .................................................................................................... 38
DAFTAR TABEL Nomor Halaman
1. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh frekuensi irigasi dan galur terhadap peubah pertumbuhan dan produksi padi ................... 13
2. Pengaruh galur terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan ........... 14
3. Pengaruh galur terhadap panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun ........................................................................... 15
4. Pengaruh galur terhadap umur berbunga, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase bobot gabah isi .................................... 16
5. Pengaruh galur terhadap bobot 100 butir, bobot kering tajuk, kadar air gabah panen, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, persentase penurunan produksi .................................. 17
6. Pengaruh galur terhadap evapotranspirasi harian ............................. 17
7. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan ............................................................................................... 19
8. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun ......................................................... 19
9. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap umur berbunga, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase bobot gabah isi ........................ 22
10. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap bobot 100 butir, bobot kering tajuk, kadar air gabah panen, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, persentase penurunan produksi ............. 23
11. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi harian ........... 24
12. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan ............................................................. 26
13. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun ............................. 27
14. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap umur berbunga, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase bobot gabah isi ............................................................................................ 29
15. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap bobot 100 butir, bobot kering tajuk, kadar air gabah panen, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, persentase penurunan produksi .......................................................................... 30
16. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi harian ..................................................................... 31
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman
1. Hubungan frekuensi irigasi pada fase vegetatif dengan bobot gabah kering giling ...................................................................................... 32
2. Hubungan frekuensi irigasi pada fase reproduktif dengan bobot gabah kering giling ............................................................................ 33
3. Hubungan frekuensi irigasi pada fase pemasakan dengan bobot gabah kering giling ............................................................................ 33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Sidik ragam tinggi tanaman 4, 8, dan 12 MST ................................ 39
2. Sidik ragam jumlah anakan pada 4, 8, dan 12 MST ........................ 39
3. Sidik ragam panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun .................................................................................................. 40
4. Sidik ragam produksi dan komponen hasil ...................................... 40
5. Sidik ragam evapotranspirasi harian ................................................ 42
7. Tanaman padi yang mengalami kekeringan ..................................... 43
6. Kondisi tanaman padi umur 8 MST pada berbagai frekuensi irigasi (a) 4 hari sekali; (b) 8 hari sekali; (c) 12 hari sekali; (d) 16 hari sekali .................................................................................... 43
8. Perbandingan malai padi yang dihasilkan oleh: (a) lima galur berbeda; (b) empat frekuensi irigasi berbeda ................................... 44
9. Lay Out Percobaan ........................................................................... 45
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kecenderungan permintaan beras dalam negeri terus meningkat seiring
peningkatan jumlah penduduk. Sebagian besar produksi beras nasional masih
mengandalkan produksi padi sawah. Menurut Badan Pusat Statistik (2009)
produksi padi Indonesia selama tahun 2008 adalah sebesar 60.25 juta ton atau
meningkat 3.09 juta ton dibandingkan produksi tahun 2007 yang tercatat
57.16 juta ton. Peningkatan produksi padi ini perlu dipertahankan dan
ditingkatkan pada masa yang akan datang agar swasembada beras yang dicapai
pada tahun 2008 dapat terus dipertahankan.
Usaha peningkatan produksi padi dengan perluasan areal pertanaman padi
kurang tepat untuk diterapkan pada masa sekarang. Hal ini dikarenakan pada saat
ini justru semakin banyak lahan pertanian yang dikonversi menjadi pemukiman
atau kawasan industri. Besaran laju alih fungsi lahan sawah ke non sawah sebesar
187.720 ha/tahun, terdiri atas: (1) Konversi ke non pertanian sebesar
110.164 ha/tahun, (2) Konservasi ke pertanian lainnya sebesar 77.556 ha/tahun
(Badan Pusat Statistik, 2004).
Terjadinya perubahan iklim (climate change) dewasa ini menyebabkan
sulitnya memprediksi musim yang tepat. Perubahan iklim menyebabkan kondisi
iklim yang tidak menentu. Sering terjadi kemarau panjang yang menyebabkan
kekeringan dan krisis air terjadi di suatu wilayah. Sawah yang terkena kekeringan
pada periode tahun 2009 seluas 18 680 ha dan puso seluas 980 ha (Sinar Tani,
2009). Dalam menghadapi kondisi seperti ini, maka diperlukan penggunaan galur
atau varietas padi yang memiliki ketahanan terhadap kondisi ekstrem seperti
kekeringan.
Padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh dengan baik pada kondisi
tergenang. Waktu pemberian air yang tepat perlu dilakukan agar padi
mendapatkan air secara berimbang. Dengan pengairan yang tepat, potensi hasil
padi sawah akan mencapai optimum.
Perbedaan frekuensi irigasi akan memberikan pengaruh pada produksi padi
sawah. Penggunaan galur padi yang berbeda juga akan menghasilkan tanggap
2
yang berbeda pula terhadap kondisi cekaman air, sehingga diharapkan terdapat
galur padi yang dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi cekaman air
khususnya kondisi kekeringan.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh frekuensi irigasi
terhadap pertumbuhan lima galur padi sawah yang diuji serta mengetahui respon
galur padi sawah yang diuji terhadap kondisi kekeringan.
Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini yaitu:
1. Perbedaan frekuensi irigasi akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi
padi sawah
2. Perbedaan galur akan mempengaruhi pertumbuhan dan produksi padi sawah
3. Setiap galur padi sawah akan memberikan tanggap yang berbeda terhadap
perbedaan frekuensi irigasi
TINJAUAN PUSTAKA
Kebutuhan Air Tanaman Padi
Air merupakan komponen yang paling dibutuhkan tanaman selain unsur
hara dan radiasi surya untuk menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan
produksi tanaman. Peranan air bagi tanaman menurut Tjondronegoro et al. (1999)
diantaranya yaitu (1) merupakan senyawa prooplasma, (2) air merupakan medium
bagi reaksi-reaksi metabolisme, (3) pereaksi penting dalam fotosintesis dan
proses-proses hidrilitik, (5) serta untuk turgiditas, pertumbuhan sel,
mempertahankan bentuk daun, operasi stomata dan pergerakan struktur tumbuhan.
Kebutuhan air pada budidaya tanaman padi secara umum dipengaruhi oleh
topografi, jenis tanah, periode pertumbuhan, dan praktik budidaya. Menurut
Yoshida (1981) tanaman padi membutuhkan air sebanyak 180-300 mm/bulan agar
dapat berproduksi dengan baik. Lebih lanjut Bouman (2009) menambahkan
bahwa untuk menghasilkan 1 kg gabah, tanaman padi membutuhkan 2 500 liter air
yang berasal dari hujan atau irigasi.
Kebutuhan air tanaman padi dibedakan berdasarkan tahap pertumbuhan
yang berbeda. Dalam praktik pengelolaan air, tahap pertumbuhan padi dibagi
menjadi tahap perkecambahan, pertumbuhan vegetatif, reproduktif, dan tahap
pemasakan. Pada tahap perkecambahan, air yang dibutuhkan sedikit. Pada tahap
pertumbuhan vegetatif kelebihan air dapat menghambat pertumbuhan akar. Pada
tahap reproduktif padi membutuhkan air dalam jumlah banyak sedangkan pada
tahap pemasakan padi membutuhkan air dalam jumlah yang sangat sedikit (De
Datta, 1981).
Stress Air Tanaman Padi
Stress atau cekaman air dapat berarti kelebihan atau kekurangan air.
Kelebihan air berupa cekaman banjir sedangkan kekurangan air berupa cekaman
kekeringan. Padi merupakan tanaman yang sangat sensitif terhadap cekaman
kekeringan. Tanda awal penurunan air tanah adalah penggulungan daun yang pada
akhirnya mengurangi radiasi surya pada daun. Penggulungan daun merupakan
4
ekspresi sederhana kehilangan turgor pada daun (Fischer and Fukai, 2003).
Kekeringan mempengaruhi morfologi, fisiologi, dan aktivitas pada tingkatan
molekular tanaman padi seperti menunda pembungaan, mengurangi distribusi dan
alokasi bahan kering, mengurangi kapasitas fotosintesis sebagai akibat dari
menutupnya stomata, pembatasan berkenaan dengan metabolisme, dan kerusakan
pada koroplas (Farooq et al., 2009).
Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan dapat menurunkan
hasil. Gejala yang paling umum terjadi akibat cekaman kekeringan antara lain
penggulungan daun, daun mengering, terhentinya pertumbuhan, tertundanya
pembungaan, bulir hampa, dan pengisian bulir yang tidak sempurna (Yoshida,
1981). Menurut Lafitte (2003) tanaman padi sensitif terhadap cekaman kekeringan
terutama pada masa pembungaan. Galur padi yang berbunga dalam waktu tidak
lama setelah pengairan dilakukan, akan lebih sedikit terpengaruh cekaman
kekeringan daripada galur padi yang berbunga lebih lambat. Fischer dan Fukai
(2003) menyatakan bahwa pembungaan sering tertunda selama 2 – 3 minggu pada
kondisi cekaman kekeringan. Dalam beberapa kasus, bahkan bunga tidak muncul.
Frekuensi Irigasi
Irigasi secara umum didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah
untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman
(Hansen et al., 1992). Kebutuhan air irigasi dalam suatu lahan pertanian
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis dan sifat tanah, macam dan
jenis tanaman, keadaan iklim, keadaan topografi, luas areal pertanian dan tingkat
kebutuhan air tanaman (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1991).
De Datta (1981) menyatakan bahwa tinggi tanaman, indeks luas daun, dan
produksi bahan kering secara umum menurun seiring meningkatnya interval
waktu irigasi dari 4 hari ke 10 hari. Pengenangan kontinyu dengan kedalaman air
5-7.5 cm merupakan yang paling baik untuk mendapatkan hasil panen optimum,
ketersediaan hara optimum, dan pengendalian gulma.
5
Evapotranspirasi
Evapotranspirasi adalah ukuran total kehilangan air (penggunaan air)
untuk suatu luasan lahan melalui evaporasi dari permukaan tanah/air dan
transpirasi dari permukaan tanaman (Impron dan Handoko, 1995). Rismunandar
(2001) menyatakan bahwa unsur-unsur yang dapat mempengaruhi kebutuhan air
pada tanaman adalah penyesuaian diri terhadap kebutuhan air, kesuburan tanah,
kelembaban lingkungan, dan serangan penyakit terhadap tanaman.
Evapotranspirasi adalah faktor utama yang mempengaruhi produksi bahan
kering. Menurut Tomar dan O’Toole (1984) tingkat transpirasi tanaman, rendah
pada permulaan masa pertumbuhan dan bertambah secara linear hingga
3-4 mm/hari pada saat pertunasan maksimum dan mencapai 5-7 mm/hari pada
waktu keluar kuncup. Evapotranspirasi musiman rata-rata untuk padi sawah
berkisar antara 4-7 mm/hari.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Rumah kaca University Farm, Cikabayan,
Dramaga, Bogor. Ketinggian tempat di lahan percobaan adalah 208 m dpl.
Pengamatan pascapanen dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Departemen
Agronomi dan Hortikultura. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari – Juli
2010.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih padi yang berasal
dari lima galur padi sawah hasil penelitian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi,
Muara, Bogor. Pupuk anorganik yang digunakan yaitu Urea dengan dosis 250
kg/ha, SP-18 200 kg/ha, dan KCl 100 kg/ha. Bahan lain yang digunakan dalam
pemeliharaan adalah pestisida Furadan dan Decis secara terbatas. Alat yang
digunakan di lapang terdiri atas seperangkat alat budidaya pertanian, ember, gelas
ukur 1 liter, meteran, termometer, neraca analitik, alat tulis dan kamera digital.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) yang terdiri atas dua faktor. Faktor pertama adalah lima galur padi sawah
(G) yaitu:
(1) G1 = BP1027F-PN-1-2-1-KN-1-MR-3-3
(2) G2 = B10894B-MR-2-3-KN-2-1
(3) G3 = B10214F-KN-2-3-2-1
(4) G4 = B10214F-KN-2-1-1-2
(5) G5 = KAL9418F-KN-2-1-1-2.
Faktor kedua adalah kombinasi frekuensi irigasi (I) dengan empat taraf perlakuan
yaitu:
(1) I1 = irigasi 4 hari sekali (bulan ke-1), 2 hari sekali (bulan ke-2), 1 hari
sekali (bulan ke-3 hingga panen)
7
(2) I2 = irigasi 8 hari sekali (bulan ke-1), 4 hari sekali (bulan ke-2), 2 hari
sekali (bulan ke-3 hingga panen)
(3) I3 = irigasi 12 hari sekali (bulan ke-1), 6 hari sekali (bulan ke-2), 3 hari
sekali (bulan ke-3 hingga panen)
(4) I4 = irigasi 16 hari sekali (bulan ke-1), 8 hari sekali (bulan ke-2), 4 hari
sekali (bulan ke-3 hingga panen).
Dengan demikian terdapat 20 kombinasi percobaan, masing-masing dengan tiga
ulangan sehingga seluruhnya terdapat 60 satuan percobaan.
Model rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + τk + (αβ)ij + εijk
Yijk = Pengaruh galur ke-i, frekuensi irigasi ke-j, dan ulangan ke-k
µ = Rataan umum
αi = Pengaruh galur ke-i
βj = Pengaruh frekuensi irigasi ke-j
τk = Pengaruh ulangan ke-k
(αβ)ij = Pengaruh interaksi galur ke-i dan frekuensi irigasi ke-j
εijk = Pengaruh galat percobaan galur ke-i, frekuensi irigasi ke-j dan ulangan
ke-k.
Analisis ragam terhadap data hasil pengamatan dilakukan dengan uji F hitung dan
uji lanjut untuk perlakuan yang berbeda nyata dengan uji Tukey pada taraf 5%.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Media Tanam
Media tanam yang digunakan berupa tanah sawah yang diperoleh dari
kebun percobaan Sawah Baru. Tanah sawah yang dibutuhkan sebanyak 7 kg per
ember. Tanah sawah yang digunakan terlebih dahulu dibersihkan dari batu dan
gulma.
Penanaman
Penanaman dilakukan dengan menabur benih secara langsung ke dalam
ember yang telah berisi media tanam. Jumlah benih yang ditanam yaitu 10 benih
untuk tiap ember. Penjarangan dilakukan dengan menyisakan tiga bibit padi yang
tumbuh pada 2 MST.
8
Pemeliharaan
Pemeliharaan yang dilakukan antara lain pemupukan, pengendalian gulma,
dan pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan sesuai dosis yang
direkomendasikan. Urea diberikan tiga kali, yaitu pada 3 MST, 7 MST, dan 12
MST. Pupuk SP-18 dan KCl diberikan seluruhnya pada 3 MST. Pengendalian
gulma dilakukan secara manual dengan membersihkan gulma yang ada di ember.
Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan pestisida yang
berbahan aktif deltametrin dan karbofuran.
Perlakuan
Perlakuan yang digunakan terdiri atas empat taraf frekuensi irigasi dan
lima galur padi sawah yang berbeda. Ketinggian genangan air yaitu 2.5 cm diukur
dari permukaan tanah. Perlakuan pengaturan pengairan mulai dilakukan pada 3
MST. Hal ini dilakukan karena pada awal penanaman kondisi tanaman masih labil
dan perlu ketersediaan air yang cukup.
Frekuensi irigasi diubah menjadi 2 hari sekali, 4 hari sekali, 6 hari sekali,
dan 8 hari sekali pada bulan kedua setelah perlakuan. Frekuensi irigasi diubah lagi
menjadi 1 hari sekali, 2 hari sekali, 3 hari sekali, dan 4 hari sekali pada bulan
ketiga. Perubahan frekuensi irigasi dilakukan untuk menghindari kematian
tanaman akibat cekaman kekeringan.
Pemanenan
Panen dilakukan secara bertahap pada tiap rumpun tanaman padi yang
telah memenuhi kriteria panen. Kriteria panen yaitu pada saat 90 % malai telah
menguning dan bulir padi yang terletak di bagian malai terbawah telah masak.
Pengamatan
Pengamatan pertumbuhan tanaman dan komponen hasil dilakukan
terhadap semua tanaman. Pengamatan mulai dilakukan saat tanaman berumur 3
MST. Peubah-peubah yang diamati meliputi:
1. Tinggi tanaman, diamati setiap satu minggu sekali dari 3 MST sampai
10 MST, diukur dari pangkal tanaman sampai ujung daun tertinggi
9
2. Jumlah anakan/rumpun, diamati setiap satu minggu sekali dari 3 MST
sampai 10 MST, dihitung semua anakan yang daunnya telah terbuka
penuh
3. Panjang dan lebar daun, dilakukan pada saat panen dengan mengambil
satu daun di bawah daun bendera
4. Nisbah panjang/lebar daun, yaitu perbandingan antara panjang daun
dengan luas daun
5. Umur berbunga, dilakukan pada saat malai pertama keluar dari ujung
batang tanaman padi pada tiap rumpun
6. Umur panen, dihitung pada saat 90 % malai telah menguning dan bulir
padi yang terletak di bagian malai terbawah telah masak
7. Jumlah anakan produktif/rumpun, dilakukan pada saat panen dengan
menghitung anakan yang menghasilkan malai pada satu rumpun
8. Panjang malai, diukur dari pangkal malai sampai ujung malai
9. Jumlah malai/rumpun, dihitung dengan cara menghitung seluruh malai
yang terbentuk pada saat panen
10. Jumlah gabah/malai, dihitung dari jumlah gabah pada satu malai
11. Persentase bobot gabah isi, yaitu perbandingan bobot gabah isi dengan
gabah total
12. Persentase jumlah gabah isi, yaitu perbandingan jumlah gabah isi
dengan gabah total
13. Bobot 100 butir gabah, dihitung dari jumlah 100 butir gabah isi dan
ditimbang dengan timbangan analitik
14. Bobot kering tajuk, yaitu bobot bagian tajuk setelah dikeringkan
dengan menggunakan oven selama tiga hari dengan suhu 60˚C
15. Kadar air gabah panen, yaitu kandungan air dalam gabah hasil panen
16. Bobot gabah kering panen, yaitu bobot gabah pada saat panen
17. Bobot gabah kering giling, yaitu bobot gabah pada saat kadar airnya
±14%
18. Persentase penurunan produksi, yaitu persentase penurunan produksi
gabah kering giling yang dihasilkan pada kondisi kekurangan air
terhadap produksi pada kondisi ketersediaan air optimum
10
19. Evapotranspirasi harian (mm/hari). Evapotranspirasi dihitung
berdasarkan neraca air yaitu irigasi=evapotranspirasi+Δtinggi air.
Karena tinggi air dikembalikan ke kondisi awal setiap kali irigasi maka
Δtinggi air=0. Jadi, evapotranspirasi dalam satuan mm diperoleh
dengan membagi volume irigasi dengan luas permukaan pot/ember.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penanaman dilakukan pada pertengahan bulan Februari 2010. Pemanenan
dilakukan secara bertahap mulai bulan Juni sampai Juli 2010. Lokasi penelitian
yaitu di rumah kaca University Farm Cikabayan, Dramaga, Bogor. Secara umum,
kondisi tanaman padi pada awal pertumbuhan baik, namun pada saat berumur
6 MST ada tanaman yang mati sebanyak empat rumpun.
Kondisi lingkungan di dalam rumah kaca yang digunakan untuk penelitian
sangat berbeda dengan keadaan di lapang. Rata-rata suhu harian di dalam rumah
kaca cukup tinggi terutama pada siang hari. Suhu tertinggi pada siang hari
berkisar antara 36˚C - 43˚C, sedangkan suhu terendah pada malam hari yaitu
berkisar antara 20˚C - 24˚C. Tingginya suhu di dalam rumah kaca mengakibatkan
beberapa tanaman padi mengering dan akhirnya mati.
Beberapa hama yang menyerang tanaman padi pada penelitian ini antara
lain belalang (Valanga nigricornis), walang sangit (Leptocorisa sp), wereng
coklat (Nilaparvata lugens). Penyakit yang ditemukan antara lain blast.
Pengandalian hama dan penyakit dilakukan dengan penyemprotan pestisida Decis.
Beberapa gulma yang ada antara lain cacabean (Cleome rutiduspermae) dan
krokot (Portulaca oleracea). Pengendalian gulma dilakukan secara manual
dengan mencabut setiap gulma yang tumbuh di pot/ember.
Tanaman padi mengalami stress setelah perlakuan irigasi dilakukan,
terutama pada frekuensi irigasi yang jarang. Stress tersebut ditandai dengan
kondisi daun dan batang yang layu dan mengering. Sebagian besar tanaman dapat
pulih kembali setelah mendapat irigasi, namun beberapa tanaman yang telah
mencapai titik layu permanen tidak dapat pulih kembali dan akhirnya mati.
Panen dilakukan secara bertahap sesuai umur panen tiap tanaman. Panen
dilakukan pada saat 90 % malai telah menguning dan bulir padi yang terletak di
bagian malai terbawah telah masak. Pemanenan dilakukan dengan cara
menggunting malai dalam satu rumpun.
12
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam
Hasil uji F menunjukkan bahwa galur padi yang diuji memberikan tanggap
yang sangat nyata terhadap beberapa peubah yang diamati antara lain tinggi
tanaman 4 MST, 8 MST, dan 12 MST, jumlah anakan 4 MST dan 8 MST, nisbah
panjang/lebar daun, umur berbunga, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot
100 butir, dan kadar air gabah panen. Galur padi memberikan tanggap yang nyata
terhadap peubah lebar daun dan persentase jumlah gabah isi, namun memberikan
tanggap yang tidak nyata terhadap jumlah anakan 12 MST, panjang daun, umur
panen, jumlah anakan produktif, jumlah malai per rumpun, bobot gabah kering
panen, persentase bobot gabah isi, bobot kering tajuk, bobot gabah kering giling,
persentase penurunan produksi, serta evapotranspirasi harian pada bulan pertama,
kedua, dan ketiga setelah perlakuan (Tabel 1).
Frekuensi irigasi memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap
beberapa peubah pengamatan antara lain tinggi tanaman 8 MST dan 12 MST,
jumlah anakan 8 MST dan 12 MST, nisbah panjang/lebar daun, umur berbunga,
umur panen, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah malai, jumlah gabah
per malai, bobot gabah kering panen, bobot kering tajuk, bobot gabah kering
giling, persentase penurunan produksi, serta evapotranspirasi harian pada bulan
pertama, kedua, dan ketiga setelah perlakuan. Frekuensi irigasi memberikan
pengaruh yang nyata terhadap panjang daun dan persentase jumlah gabah isi,
namun tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST, jumlah anakan
4 MST, lebar daun, bobot 100 butir, persentase bobot gabah isi, dan kadar air
gabah panen (Tabel 1).
Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi tidak berpengaruh nyata
terhadap semua peubah pengamatan kecuali pada tinggi tanaman 4 MST dan
12 MST, panjang daun, panjang malai, jumlah gabah per malai, dan kadar air
gabah panen. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap tinggi tanaman 12 MST, panjang daun, dan
umur panen. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi memberikan pengaruh
yang nyata terhadap tinggi tanaman 4 MST, panjang malai, jumlah gabah per
malai, dan kadar air gabah panen (Tabel 1).
13
Tabel 1. Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh frekuensi irigasi dan galur
terhadap peubah pertumbuhan dan produksi padi
Peubah G FI G*FI kk Tinggi Tanaman
4 MST ** tn * 3.5758 MST ** ** tn 6.43612 MST ** ** ** 5.332
Jumlah Anakan 4 MST ** tn tn 11.4648 MST ** ** tn 15.78012 MST tn ** tn 24.693
Panjang Daun tn * ** 6.654Lebar Daun * tn tn 7.688Nisbah Panjang/Lebar Daun ** ** tn 8.704Umur Berbunga ** ** tn 3.819Umur Panen tn ** ** 4.585 Jumlah Anakan Produktif tn ** tn 25.932Panjang Malai ** ** * 4.726Jumlah Malai per Rumpun tn ** tn 26.490Jumlah Gabah per Malai ** ** * 16.983Persentase Bobot Gabah Isi tn tn tn 10.235Persentase Jumlah Gabah Isi * tn tn 22.891Bobot 100 Butir ** tn tn 5.876Bobot Kering Tajuk tn ** tn 28.481Kadar Air Gabah Panen ** tn * 12.844Bobot Gabah Kering Panen tn ** tn 23.195Bobot Gabah Kering Giling tn ** tn 20.190Persentase Penurunan Produksi tn ** tn 41.614Evapotranspirasi Harian
Bulan Pertama tn ** tn 12.781Bulan Kedua tn ** tn 18.522Bulan Ketiga tn ** tn 3.575
Keterangan:
tn = tidak berbeda nyata * = nyata pada taraf 5% ** = nyata pada taraf 1% G = Galur FI = Frekuensi Irigasi G*FI = Interaksi Galur dengan Frekuensi Irigasi kk = koefisien keragaman (%)
14
Pengaruh Galur
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Galur 1, 2, dan 3 menghasilkan tinggi tanaman yang tidak berbeda nyata
satu sama lain pada semua umur tanaman. Galur 5 menghasilkan tinggi tanaman
tertinggi dibandingkan galur yang lain pada umur 4 dan 8 MST. Tinggi tanaman
galur 5 tidak berbeda nyata dengan galur 4 pada umur 12 MST (Tabel 2).
Galur 4 dan 5 memiliki karakter tinggi tanaman yang lebih tinggi
dibandingkan galur 1, 2, dan 3. Tinggi tanaman padi dipengaruhi oleh panjang
batang. Beberapa tanaman galur 4 dan 5 rebah menjelang waktu panen
dikarenakan batang padi tidak kuat menopang beban bulir gabah pada malai padi
yang telah berisi. Hal ini menunjukkan bahwa galur 4 dan 5 rentan mengalami
rebah pada umur menjelang panen. Yoshida (1981) menyatakan bahwa kekuatan
bagian tajuk padi dipengaruhi oleh: (1) panjang ruas batang terbawah, (2)
kekuatan atau kekakuan ruas batang yang memanjang, dan (3) kekuatan dan
ketatnya seludang daun.
Tabel 2. Pengaruh galur terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan
Galur Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan (batang)
4 MST 8 MST 12 MST 4 MST 8 MST 12 MST 1 60.78c 83.13bc 94.94b 8.58b 25.83ab 25.33 2 60.02c 83.10bc 93.35b 8.33b 21.50bc 21.17 3 61.72bc 80.38c 95.10b 10.33a 28.50a 25.58 4 63.52b 87.35b 106.97a 9.08b 27.75a 22.67 5 68.23a 95.38a 109.28a 8.58b 20.75c 21.00
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5%
Galur padi yang diuji memberikan tanggap yang sangat nyata terhadap
jumlah anakan pada 4 dan 8 MST, namun pada 12 MST pengaruhnya tidak nyata.
Jumlah anakan terbanyak pada 4 MST dihasilkan oleh galur 3 yaitu sejumlah
10.33 batang, namun pada 8 MST tinggi tanaman galur 3 tidak berbeda nyata
dengan galur 1 dan 4 (Tabel 2).
Galur 2 dan 4 memiliki lebar daun masing-masing sebesar 1.13 cm, nyata
lebih lebar dibandingkan lebar daun galur 3 yaitu sebesar 1.03 cm, namun tidak
15
berbeda nyata dengan lebar daun yang dimiliki galur 1 dan 5 yaitu masing-masing
sebesar 1.05 cm dan 1.06 cm (Tabel 3). Daun yang sempit diasumsikan
berkontribusi dalam memberikan hasil yang lebih tinggi karena terdistribusi lebih
seragam dibandingkan daun yang lebar serta menyebabkan lebih sedikit efek
naungan di dalam tajuk (Jennings et al., 1979). Galur 3 memiliki nisbah
panjang/lebar daun yang nyata lebih tinggi dibandingkan galur 2 dan 4, namun
tidak berbeda nyata dengan nisbah panjang/lebar daun yang dimiliki galur 1 dan 5
(Tabel 3).
Tabel 3. Pengaruh galur terhadap panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun
Galur Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
Nisbah Panjang/Lebar Daun
1 55.42 1.05ab 53.04ab 2 55.51 1.13a 49.59b 3 58.19 1.03b 57.03a 4 55.18 1.13a 49.53b 5 57.22 1.06ab 54.31ab
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5%
Produksi dan Komponen Hasil
Galur yang paling cepat berbunga adalah galur 5 yaitu 84.75 HST,
sedangkan yang paling lambat berbunga adalah galur 3 yaitu 100.50 HST. Umur
berbunga galur 1, 2, dan 3 tidak berbeda nyata satu sama lain (Tabel 4). Setiap
galur memiliki umur berbunga yang berbeda-beda. Galur 5 memiliki umur
berbunga paling cepat dibandingkan galur lainnya. Pada penelitian ini galur padi
yang berbunga lebih cepat mampu berproduksi lebih baik dibandingkan galur
yang berbunga lebih lambat. Chang et al. (1979) menemukan bahwa genotipe
yang berbunga lebih awal secara umum menghasilkan gabah lebih banyak
dibandingkan yang berbunga lebih lambat karena dapat lolos dari cekaman
kekeringan yang parah pada periode kritis.
Galur 2 menghasilkan panjang malai yang nyata lebih tinggi dibandingkan
galur 3, 4, dan 5, namun tidak berbeda nyata dengan panjang malai yang
dihasilkan oleh galur 1 (Tabel 4). Galur yang menghasilkan malai yang lebih
16
panjang berpotensi memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan galur yang
menghasilkan malai lebih pendek jika disertai jumlah gabah per malai yang tinggi.
Malai yang terlalu panjang jika tidak diimbangi dengan pengisian bulir yang cepat
dapat menyebabkan tingkat kehampaan gabah yang tinggi. Menurut Jennings et
al. (1979) pengukuran rutin terhadap panjang malai sebagai kriteria seleksi
komponen produksi mungkin tidak terlalu efektif.
Galur 5 menghasilkan jumlah gabah per malai yang nyata lebih tinggi
dibandingkan galur 2, 3, dan 4, namun tidak berbeda nyata dengan jumlah gabah
per malai yang dihasilkan oleh galur 1 (Tabel 4). Jumlah gabah per malai
merupakan salah satu faktor yang menentukan tinggi rendahnya hasil panen.
Galur 5 dan 1 lebih banyak menghasilkan jumlah gabah per malai dibandingkan
galur yang lain.
Tabel 4 menunjukkan bahwa galur 4 menghasilkan persentase jumlah
gabah isi yang nyata lebih tinggi dibandingkan galur 5. Galur 4 menghasilkan
persentase jumlah gabah isi yang tidak berbeda nyata dengan persentase jumlah
gabah isi yang dihasilkan galur 1, 2, dan 3.
Tabel 4. Pengaruh galur terhadap umur berbunga, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase bobot gabah isi
Galur UB UP JAP PM JMR JGM %BGI %JGI 1 91.33b 132.75 20.08 22.43ab 20.17 102.17ab 87.84 68.45ab2 94.33b 128.75 16.75 23.18a 16.75 87.35bc 86.94 66.23ab3 100.50a 129.42 20.75 20.07d 20.75 70.75c 86.65 70.11ab4 93.67b 134.42 18.75 21.11cd 18.75 77.00c 87.34 79.19a 5 84.75c 131.17 18.83 21.81bc 19.42 105.83a 83.95 59.25b
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5% UB=Umur berbunga (HST); UP=Umur panen (HST) JAP=Jumlah anakan produktif (batang); PM=Panjang malai (cm); JMR=Jumlah malai per rumpun (malai); JGM=Jumlah gabah per malai (butir); %BGI=Persentase bobot gabah isi; %JGI=Persentase jumlah gabah isi
Bobot 100 butir tertinggi dihasilkan oleh galur 2 yaitu sebesar 3.27 gram.
Galur 3 dan 4 menghasilkan bobot 100 butir masing-masing sebesar 3.01 gram
dan 2.87 gram, nyata lebih tinggi dibandingkan galur 1 dan 5 yaitu sebesar 2.33
gram dan 2.42 gram. Kadar air gabah panen galur 2 sebesar 34.78% nyata lebih
17
tinggi dibandingkan galur 1, 4, dan 5 yaitu masing-masing sebesar 29.75%,
27.95%, dan 27.84%, namun tidak berbeda nyata dengan kadar air gabah panen
galur 3 yaitu sebesar 33.28% (Tabel 5).
Tabel 5. Pengaruh galur terhadap bobot 100 butir, bobot kering tajuk, kadar air gabah panen, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, persentase penurunan produksi
Galur BSB BKT KAGP BGKP BGKG %PP 1 2.33c 31.11 29.75bc 33.45 29.47 36.03 2 3.27a 32.54 34.78a 34.66 30.75 32.84 3 3.01b 39.95 33.28ab 30.92 26.46 28.39 4 2.87b 37.88 27.95c 30.69 27.44 29.57 5 2.42c 32.72 27.84c 29.54 27.32 26.72
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5% BSB=Bobot 100 butir (gram); BKT=Bobot kering tajuk (gram); KAGP=Kadar air gabah panen (%); BGKP=Bobot gabah kering panen (gram); BGKG=Bobot gabah kering giling (gram); %PP=Persentase penurunan produksi
Evapotranspirasi Harian
Hasil uji F menunjukkan bahwa galur padi yang diuji memberikan tanggap
yang tidak nyata terhadap evapotranspirasi harian pada bulan pertama, kedua, dan
ketiga setelah perlakuan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan bahwa semua galur
menghasilkan evapotranspirasi harian yang tidak berbeda.
Tabel 6. Pengaruh galur terhadap evapotranspirasi harian
Galur Evapotranspirasi Harian (mm/hari) Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3
1 6.48 10.72 9.66 2 6.86 11.38 10.60 3 6.80 10.85 10.58 4 6.63 11.11 10.77 5 6.72 11.48 9.79
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5%
18
Pengaruh Frekuensi Irigasi
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Frekuensi irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada
4 MST, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata pada umur 8 dan 12 MST
(Tabel 1). Tinggi tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan frekuensi irigasi 1
yaitu masing-masing sebesar 95.27 cm dan 112.78 cm pada 8 dan 12 MST. tinggi
tanaman yang dihasilkan frekuensi irigasi 2 tidak berbeda nyata dengan frekuensi
irigasi 3 pada 8 MST. Pada 12 MST, tinggi tanaman yang dihasilkan frekuensi
irigasi 2 nyata lebih tinggi dibandingkan frekuensi irigasi 3 (Tabel 7).
Cekaman kekeringan yang terjadi pada masa pembentukan anakan
mengurangi tinggi tanaman (Murty dan Ramakrishnawa, 1982). Kondisi
kekeringan yang terjadi menyebabkan perubahan unsur hara dalam tanah.
Perubahan zat hara pada kelembaban tanah yang kurang baik memiliki efek yang
besar terhadap serapan zat hara dan pertumbuhan tanaman padi termasuk terhadap
pertumbuhan tiinggi tanaman.
Frekuensi irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan pada
4 MST, tetapi memberikan pengaruh yang sangat nyata pada umur 8 dan 12 MST
(Tabel 1). Pada 8 dan 12 MST, jumlah anakan tertinggi diperoleh pada perlakuan
irigasi 1 masing-masing 29.80 batang dan 32.20 batang. Pada umur 8 MST jumlah
anakan yang dihasilkan pada frekuensi irigasi 3 nyata lebih tinggi dibandingkan
frekuensi irigasi 4, namun pada 12 MST jumlah anakan pada frekuensi 3 menjadi
tidak berbeda nyata dengan frekuensi irigasi 4 (Tabel 7).
Perbedaan frekuensi irigasi belum memberikan pengaruh yang nyata pada
umur 4 MST. Hal ini dikarenakan perlakuan frekuensi irigasi baru dilakukan pada
umur 3 MST sehingga pada umur 4 MST proses pembentukan anakan tidak
terganggu oleh cekaman kekeringan. Pengaruh frekuensi irigasi terlihat pada umur
8 dan 12 MST ketika terjadi cekaman kekeringan pada perlakuan frekuensi 2, 3,
dan 4. Pada 8 MST semua tanaman padi masih dalam fase vegetatif yang ditandai
dengan pembentukan anakan yang banyak. Kondisi kekeringan sebelum atau
selama masa pembentukan anakan mengurangi jumlah anakan dan jumlah malai
per rumpun (Bouman et al., 2007).
19
Tabel 7. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan
Frekuensi Irigasi
Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan (batang) 4 MST 8 MST 12 MST 4 MST 8 MST 12 MST
1 63.68 95.27a 112.78a 8.93 29.80a 32.20a 2 62.24 85.65b 99.29b 8.73 24.93b 25.47b 3 63.38 85.75b 93.46c 9.07 24.67b 15.67c 4 62.13 76.79c 94.17bc 9.20 20.07c 19.27c
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5%
Panjang daun yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 1 sebesar 58.22 cm
nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi irigasi 2 yaitu sebesar
53.97 cm, namun tidak berbeda nyata dengan panjang daun pada frekuensi irigasi
3 dan 4 yaitu masing-masing sebesar 56.70 cm dan 56.32 cm (Tabel 8). Panjang
daun yang dihasilkan pada kondisi ketersedian air yang kurang lebih pendek
dibandingkan kondisi ketersediaan air optimum. Menurut Murty dan
Ramakrishnawa (1982) cekaman kekeringan yang terjadi pada fase vegetatif
mengurangi panjang daun, menyebabkan daun menggulung dan mengering.
Woperies et al. (1996) menambahkan bahwa laju pertambahan panjang daun pada
tanaman yang mendapat cekaman kekeringan menurun dengan cepat setelah
periode awal pertumbuhan normal. Nisbah panjang/lebar daun pada frekuensi
irigasi 1 sebesar 56.59 nyata lebih tinggi dibandingkan frekuensi irigasi 2 dan 4
yaitu masing-masing sebesar 51.00, namun tidak berbeda nyata dengan nisbah
panjang/lebar daun pada frekuensi irigasi 3 yaitu sebesar 52.20 (Tabel 8).
Tabel 8. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5%
Frekuensi Irigasi
Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
Nisbah Panjang/Lebar Daun
1 58.22a 1.03 56.59a 2 53.97b 1.07 51.00b 3 56.70ab 1.09 52.20ab 4 56.32ab 1.11 51.00b
20
Produksi dan Komponen Hasil
Umur berbunga tercepat terjadi pada frekuensi irigasi 1 yaitu 84.13 HST.
Umur berbunga pada frekuensi irigasi 2 nyata lebih cepat dibandingkan frekuensi
irigasi 3 dan 4. Frekuensi irigasi 3 menghasilkan umur berbunga yang tidak
berbeda nyata dengan frekuensi irigasi 4 (Tabel 9). Pada kondisi kelembaban
tanah yang rendah seperti yang terjadi pada frekuensi irigasi 3 dan 4, tanaman
padi mengalami cekaman kekeringan yang menyebabkan tertundanya umur
berbunga. Semakin parah cekaman kekeringan yang terjadi mengakibatkan
semakin lama pula tertundanya umur berbunga. Terjadinya penundaan umur
berbunga diduga disebabkan oleh masa vegetatif yang lebih panjang akibat
kekeringan. Cekaman kekeringan yang terjadi pada masa pembentukan anakan
memperpanjang fase vegetatif bahkan setelah cekaman kekeringan berakhir
(Murty dan Ramakrishnawa, 1982).
Menurut Boonjung dan Fukai (1996) penundaan umur berbunga paling
lama terjadi ketika cekaman kekeringan terjadi selama masa inisiasi malai hingga
pembungaan. Cekaman kekeringan 23 hari mulai umur 63 HST menunda umur
berbunga selama 18 hari, dan cekaman kekeringan 34 hari mulai umur 75 dan 54
HST menunda umur berbunga masing-masing selama 22 dan 28 hari. Woperies et
al. (1996) melaporkan bahwa cekaman kekeringan pada masa awal pertumbuhan
menunda umur berbunga hingga 22 hari.
Umur panen pada frekuensi irigasi 3 nyata lebih cepat dibandingkan
frekuensi irigasi 1 dan 4, namun tidak berbeda nyata dengan umur panen pada
frekuensi irigasi 2. Frekuensi irigasi 1 menghasilkan umur panen yang tidak
berbeda nyata dengan frekuensi irigasi 4 (Tabel 9).
Jumlah anakan produktif yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 1 sejumlah
24.13 batang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi irigasi 3 dan 4
yaitu masing-masing sejumlah 14.07 batang dan 17.47 batang. Jumlah anakan
produktif yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 1 tidak berbeda nyata dengan
frekuensi irigasi 2 yaitu sebesar 20.47 batang (Tabel 9). Frekuensi irigasi yang
jarang menyebabkan tanaman padi pada perlakuan frekuensi irigasi 3 dan 4
mengalami kondisi kekeringan. Kondisi ini mengakibatkan banyak anakan
menjadi tidak produktif karena tidak menghasilkan malai. Beberapa anakan mati
21
akibat kekeringan sebelum memasuki fase pertumbuhan reproduktif. Fase
reproduktif dimulai saat produksi anakan mencapai maksimum dan mencakup
fase pembentukan primordia malai, bunting, keluarnya malai, dan pembungaan.
Pada fase ini, tanaman padi membutuhkan air dibutuhkan dalam jumlah yang
banyak (De Datta, 1981).
Panjang malai yang dihasilkan perlakuan frekuensi irigasi 1 sebesar 22.90
cm nyata paling tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi irigasi 2, 3, dan 4 yaitu
masing-masing sebesar 21.66 cm, 21.27 cm, dan 21.05 cm. Panjang malai yang
dihasilkan oleh frekuensi irigasi 2, 3, dan 4 tidak berbeda nyata satu sama lain
(Tabel 9). Ketersediaan air mempengaruhi panjang malai yang dihasilkan. Pada
kondisi defisit air panjang malai yang dihasilkan lebih pendek dibandingkan pada
kondisi optimum.
Jumlah malai per rumpun yang dihasilkan oleh perlakuan frekuensi irigasi
1 sebanyak 24.27 malai, nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi
irigasi 3 dan 4 yaitu masing-masing sebanyak 14.07 malai dan 17.47 malai,
namun tidak berbeda nyata dengan jumlah malai per rumpun yang dihasilkan
frekuensi irigasi 2 yaitu sebanyak 20.87 malai (Tabel 9). Kondisi kekeringan
sebelum atau selama masa pembentukan anakan mengurangi jumlah malai per
rumpun (Woperies et al., 1996; Bouman et al., 2007). Cekaman kekeringan pada
frekuensi irigasi 3 dan 4 menyebabkan sejumlah anakan mati dan tidak
menghasilkan malai sehingga jumlah malai per rumpun menjadi lebih sedikit
dibandingkan frekuensi irigasi 1 dan 2.
Jumlah gabah per malai yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 1 sebesar
107.20 butir nyata paling tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi irigasi 2, 3, dan
4 yaitu masing-masing sebesar 84.00 butir, 81.95 butir, dan 81.33 butir. Jumlah
gabah per malai yang dihasilkan frekuensi irigasi 2 tidak berbeda nyata dengan
frekuensi irigasi 3 dan 4 (Tabel 9). Kekeringan yang terjadi antara fase inisiasi
malai dan pembungaan mengakibatkan berkurangnya jumlah gabah per malai
(Bouman et al., 2007). Jumlah gabah yang terbentuk pada setiap malai tergantung
pada saat inisiasi malai. Kondisi kekeringan yang terjadi pada tahap ini
menyebabkan inisiasi malai terhambat sehingga bunga yang terbentuk semakin
sedikit mengakibatkan penurunan jumlah gabah per malai yang dihasilkan.
22
Tabel 9. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap umur berbunga, umur panen, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase bobot gabah isi
Frekuensi Irigasi UB UP JAP PM JMR JGM %BGI
1 84.13c 128.27b 24.13a 22.90a 24.27a 107.20a 87.16 2 90.80b 133.07ab 20.47ab 21.66b 20.87ab 84.00b 84.91 3 96.80a 136.07a 14.07c 21.27b 14.07c 81.95b 86.25 4 99.93a 127.80b 17.47bc 21.05b 17.47bc 81.33b 87.84
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5% UB=Umur berbunga (HST); UP=Umur panen (HST); JAP=Jumlah anakan produktif (batang); PM=Panjang malai (cm); JMR=Jumlah malai per rumpun (malai); JGM=Jumlah gabah per malai (butir); %BGI=Persentase bobot gabah isi
Tabel 10 menunjukkan bahwa bobot gabah kering panen yang dihasilkan
oleh frekuensi irigasi 1 sebesar 45.51 gram nyata paling tinggi dibandingkan
perlakuan frekuensi irigasi 2, 3, dan 4 yaitu masing-masing sebesar 31.43 gram,
23.15 gram, dan 27.33 gram. Bobot gabah kering panen yang dihasilkan frekuensi
irigasi 3 tidak berbeda nyata dengan frekuensi irigasi 4. Rendahnya bobot gabah
kering panen pada frekuensi 2, 3, dan 4 dibandingkan frekuensi irigasi 1 diduga
disebabkan oleh rendahnya jumlah anakan produktif, jumlah malai per rumpun,
dan jumlah gabah per malai yang dihasilkan (Tabel 9).
Bobot kering tajuk yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 1 sebesar
50.80 gram nyata paling tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi irigasi 2, 3, dan
4 yaitu masing-masing sebesar 37.77 gram, 20.57 gram, dan 30.22 gram. Kondisi
ketersediaan air yang rendah mengakibatkan penurunan produksi bahan kering
termasuk pada bagian tajuk (Tabel 10). Hal ini sejalan dengan yang ditemukan
oleh Kumar et al. (2006) bahwa ketersediaan air pada fase reproduktif secara
nyata mempengaruhi produksi bahan kering pascapembungaan.
Bobot gabah kering giling tertinggi dihasilkan oleh frekuensi irigasi 1
yaitu sebesar 41.77 gram. Frekuensi irigasi 2 menghasilkan bobot gabah kering
giling yang nyata lebih tinggi dibandingkan frekuensi irigasi 3 namun tidak
berbeda nyata dengan bobot gabah kering giling frekuensi irigasi 4 (Tabel 10).
Tinggi rendahnya bobot gabah kering giling ditentukan oleh bobot gabah kering
panen yang dihasilkan oleh tiap perlakuan frekuensi irigasi.
23
Tanaman padi yang diberi perlakuan frekuensi irigasi 1 dijadikan sebagai
acuan pada peubah persentase penurunan produksi,. Tabel 10 menunjukkan
bahwa persentase penurunan produksi yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 3
sebesar 48.87 % nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan frekuensi irigasi 2
yaitu sebesar 32.44 %, namun tidak berbeda nyata dengan persentase penurunan
produksi pada frekuensi irigasi 4 yaitu sebesar 41.52 %.
Tanaman padi yang diberi perlakuan frekuensi irigasi dijadikan sebagai
kontrol karena mendapat pengairan yang cukup. Kondisi kekeringan yang terjadi
pada tanaman padi yang diberi perlakuan irigasi 2, 3, dan 4 mengakibatkan
terjadinya penurunan hasil dibandingkan tanaman padi yang diberi pengairan
yang cukup seperti pada frekuensi irigasi 1. Pantuwan et al. (2002) melaporkan
bahwa terjadi penurunan produksi sebesar 55% pada tanaman padi yang diberi
perlakuan cekaman kekeringan dibandingkan dengan tanaman padi yang diberi
pengairan yang cukup.
Tabel 10. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap persentase jumlah gabah isi, bobot 100 butir, bobot kering tajuk, kadar air gabah panen, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, persentase penurunan produksi
Frekuensi Irigasi %JGI BSB BKT KAGP BGKP BGKG %PP
1 71.57 2.78 50.80a 30.10 45.51a 41.77a 0.00c 2 63.54 2.81 37.77b 30.99 31.43b 27.35b 32.44b 3 70.02 2.81 20.57c 30.84 23.15c 20.25c 48.87a 4 69.46 2.70 30.22bc 30.95 27.33bc 23.79bc 41.52ab
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5% %JGI=Persentase jumlah gabah isi; BSB=Bobot 100 butir (gram); BKT=Bobot kering tajuk (gram); KAGP=Kadar air gabah panen (%); BGKP=Bobot gabah kering panen (gram); BGKG=Bobot gabah kering giling (gram); %PP=Persentase penurunan produksi
Evapotranspirasi Harian
Tabel 11 menunjukkan bahwa pada bulan pertama setelah perlakuan
frekuensi irigasi, evapotranspirasi harian tertinggi dihasilkan oleh frekuensi irigasi
1 sedangkan yang terendah dihasilkan oleh frekuensi irigasi 4. Evapotranspirasi
harian Pada bulan kedua yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 3 tidak berbeda
24
nyata dengan frekuensi irigasi 4. Nilai evapotranspirasi pada bulan 3 setelah
perlakuan frekuensi irigasi 2 menjadi tidak berbeda nyata dengan frekuensi irigasi
1 dan 4, namun masih tetap nyata lebih tinggi dibandingkan frekuensi irigasi 3.
Kehilangan air ke atmosfer ditentukan oleh faktor-faktor lingkungan dan
faktor tanaman. Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi tuntutan
evapotranspirasi antara lain radiasi matahari, temperatur, dan kelembapan relatif.
Faktor-faktor tanaman yang mempengaruhi tuntutan evapotranspirasi antara lain
penutupan stomata, jumlah dan ukuran stomata, jumlah daun, penggulungan atau
pelipatan daun, serta kedalaman dan proliferasi akar (Gardner et al., 1991).
Frekuensi irigasi 1 menghasilkan evapotranspirasi harian yang lebih tinggi
dibandingkan frekuensi irigasi yang lain. Hal ini dikarenakan pada frekuensi
irigasi 1 kadar air tanah menjadi tinggi. Dalam kondisi air tanah yang tinggi,
evapotranspirasi dengan meningkatnya tuntunan atmosfer. Tingginya temperatur
dalam rumah kaca turut meningkatkan evapotranspirasi harian frekuensi irigasi 1.
Sebaliknya evapotranspirasi yang dihasilkan frekuensi irigasi 2, 3, dan 4 lebih
rendah daripada frekuensi irigasi 1 karena terjadinya penutupan stomata dan
penggulungan daun sebagai respon atas cekaman kekeringan yang dialami.
Tabel 11. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi harian
Frekuensi Irigasi Evapotranspirasi harian (mm/hari) Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3
1 10.58a 18.19a 13.21a 2 6.55b 12.70b 11.19ab 3 5.53c 6.33c 7.27c 4 4.13d 7.21c 9.43b
Keterangan: Nilai pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji Tukey pada taraf 5%
Nilai evapotranspirasi harian berkorelasi positif dengan produksi bahan
kering. Menurut Sulistyono et al. (2005) evapotranspirasi yang tinggi
menghasilkan produk bahan kering yang lebih tinggi. Tabel 10 menunjukkan
bahwa frekuensi irigasi 1 dan 2 menghasilkan bobot kering tanaman, bobot gabah
kering panen, dan bobot gabah kering giling yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang dihasilkan oleh frekuensi irigasi 3 dan 4. Sementara itu Tabel 11
menunjukkan bahwa pada frekuensi irigasi 1 dan 2 terjadi evapotranspirasi harian
25
yang lebih tinggi dibanding pada frekuensi irigasi 3 dan 4. Hal ini menunjukkan
adanya korelasi positif antara evapotranspirasi dengan produksi bahan kering
tersebut.
Pengaruh Interaksi Galur dengan Frekuensi Irigasi
Pertumbuhan Vegetatif Tanaman
Tabel 12 menunjukkan bahwa tinggi tanaman 4 MST yang dihasilkan oleh
interaksi frekuensi irigasi 1 dengan galur 5 tidak berbeda nyata dengan tinggi
tanaman yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1 dengan galur 1, 2, 3,
dan 4. Tinggi tanaman 4 MST yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 2
dengan galur 5 tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang dihasilkan oleh
interaksi frekuensi irigasi 2 dengan galur 1, 2, 3, dan 4. Tinggi tanaman 4 MST
yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 3 dengan galur 5 nyata lebih tinggi
dibandingkan tinggi tanaman yang dihasilkan interaksi frekuensi irigasi 3 dengan
galur 1, 2, 3, dan 4. Tinggi tanaman 4 MST yang dihasilkan oleh interaksi
frekuensi irigasi 4 dengan galur 5 nyata lebih tinggi dibandingkan tinggi tanaman
yang dihasilkan interaksi frekuensi irigasi 4 dengan galur 1, 2, dan 3, namun tidak
berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi
irigasi 4 dengan galur 4.
Tinggi tanaman 12 MST yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1
dengan galur 5 nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 1
dengan galur 1, 2, dan 3, namun tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang
dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1 dengan galur 4. Tinggi tanaman
12 MST yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 2 dan 3 dengan galur 5
nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 2 dan 3 dengan galur 1,
2, 3, dan 4. Tinggi tanaman 12 MST yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi
irigasi 4 dengan galur 4 nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi
4 dengan galur 1, namun tidak berbeda nyata dengan tinggi tanaman yang
dihasilkan interaksi frekuensi irigasi 4 dengan galur 2, 3, dan 5 (Tabel 12).
26
Tabel 12. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan
Galur Frekuensi Irigasi
Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Anakan (batang) 4 MST 8 MST 12 MST 4 MST 8 MST 12 MST
1 1 62.43 92.27 110.10 8.67 32.33 36.33 2 62.70 77.60 96.33 8.67 22.67 28.00 3 61.00 85.20 89.00 9.00 27.00 15.67 4 57.00 77.47 84.33 8.00 21.33 21.33
2 1 62.83 94.87 98.97 8.67 23.67 27.00 2 59.53 85.97 91.80 8.67 24.00 20.67 3 59.53 83.47 90.33 8.33 19.33 20.00 4 58.20 68.10 92.30 7.67 19.00 17.00
3 1 62.63 86.83 104.37 10.33 36.67 38.33 2 59.83 79.63 93.33 10.00 28.00 28.67 3 63.00 78.87 92.00 10.00 27.67 15.00 4 61.43 76.17 90.70 11.00 21.67 20.33
4 1 63.50 96.13 120.23 8.33 32.67 32.67 2 62.93 85.40 98.43 9.00 28.67 27.67 3 63.00 86.87 104.53 9.33 29.33 10.67 4 64.63 81.00 104.67 9.67 20.33 19.67
5 1 67.00 106.27 130.23 8.67 23.67 26.67 2 66.20 99.63 116.57 7.33 21.33 22.33 3 70.37 94.37 91.43 8.67 20.00 17.00 4 69.33 81.23 98.87 9.67 18.00 18.00
Nilai Tukey (0.05) 6.950 17.091 16.478 3.185 12.135 17.679 Keterangan: Dua angka yang selisihnya < nilai Tukey menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata pada uji lanjut Tukey taraf 5%
Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi memberi pengaruh yang
sangat nyata terhadap panjang daun (Tabel 1). Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa
panjang daun yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1, 2, dan 4 dengan
galur 5 tidak berbeda nyata dengan panjang daun yang dihasilkan oleh interaksi
frekuensi irigasi 1, 2, dan 4 dengan galur 1, 2, 3, dan 4. Panjang daun yang
dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 3 dengan galur 3 nyata lebih tinggi
dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 3 dengan galur 4, namun tidak berbeda
nyata dengan panjang daun yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 3
dengan galur 1, 2, dan 5.
27
Tabel 13. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun
Galur Frekuensi Irigasi
Panjang Daun (cm)
Lebar Daun (cm)
Nisbah Panjang/Lebar Daun
1 1 61.37 1.03 59.47 2 49.47 1.03 48.05 3 58.10 1.03 56.50 4 52.73 1.10 48.12
2 1 55.97 1.10 50.88 2 54.00 1.13 47.75 3 55.78 1.10 50.74 4 56.30 1.17 48.99
3 1 53.13 0.93 56.92 2 55.87 0.97 57.80 3 64.90 1.17 56.34 4 58.87 1.03 57.05
4 1 58.20 1.07 55.15 2 56.77 1.13 50.70 3 48.21 1.13 42.60 4 57.53 1.17 49.65
5 1 62.43 1.03 60.54 2 53.77 1.07 50.72 3 56.52 1.03 54.81 4 56.17 1.10 51.19
Nilai Tukey (0.05) 11.586 0.256 14.186 Keterangan: Dua angka yang selisihnya < nilai Tukey menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata pada uji lanjut Tukey taraf 5%
Produksi dan Komponen Hasil
Umur panen yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1 dengan
galur 4 nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 1 dengan galur
1, 2 dan 5, namun tidak berbeda nyata dengan umur panen yang dihasilkan oleh
interaksi frekuensi irigasi 1 dengan galur 3. Umur panen yang dihasilkan oleh
interaksi frekuensi irigasi 2 dengan galur 3 tidak berbeda nyata dengan panjang
malai yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 2 dengan galur 1, 2, 4, dan 5.
Umur panen yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 3 dengan galur 1
nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 3 dengan galur 3,
namun tidak berbeda nyata dengan panjang malai yang dihasilkan interaksi
frekuensi irigasi 3 dan 4 dengan galur 2, 4, dan 5. Umur panen yang dihasilkan
28
oleh interaksi frekuensi irigasi 4 dengan galur 1 nyata lebih tinggi dibandingkan
interaksi frekuensi irigasi 4 dengan galur 2 dan 3, namun tidak berbeda nyata
dengan umur panen yang dihasilkan interaksi frekuensi irigasi 4 dengan galur 4
dan 5 (Tabel 14).
Panjang malai yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1 dengan
galur 2 nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 1 dengan galur
3, namun tidak berbeda nyata dengan panjang malai yang dihasilkan oleh interaksi
frekuensi irigasi 1 dengan galur 1, 4, dan 5. Panjang malai yang dihasilkan oleh
interaksi frekuensi irigasi 2 dengan galur 2 nyata lebih tinggi dibandingkan
interaksi frekuensi irigasi dengan galur 3, 4, dan 5, namun tidak berbeda nyata
dengan panjang malai yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 2 dengan
galur 1. Panjang malai yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 3 dan 4
dengan galur 2 tidak berbeda nyata dengan panjang malai yang dihasilkan
interaksi frekuensi irigasi 3 dan 4 dengan galur 1, 3, 4, dan 5 (Tabel 14).
Pada kondisi ketersediaan air yang cukup, galur 2 menghasilkan panjang
malai yang lebih tinggi dibandingkan dengan galur yang lain. Namun pada
kondisi ketersediaan air yang kurang seperti pada frekuensi irigasi 4, semua galur
menghasilkan panjang malai yang tidak berbeda nyata satu sama lain. Cekaman
kekeringan telah menurunkan panjang malai yang dihasilkan pada semua galur
termasuk pada galur yang mampu menghasilkan panjang malai lebih tinggi pada
kondisi ketersediaan air optimum.
Jumlah gabah per malai yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1
dengan galur 5 nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 1
dengan galur 3 dan 4, namun tidak berbeda nyata dengan jumlah gabah per malai
yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1 dengan galur 1 dan 2. Jumlah
gabah per malai yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 2, 3, dan 4 dengan
galur 5 tidak berbeda nyata dengan jumlah gabah per malai yang dihasilkan oleh
interaksi frekuensi irigasi 2, 3, dan 4 dengan galur 1, 2, 3, dan 4 (Tabel 14).
Galur 1, 2, dan 5 menghasilkan jumlah gabah per malai yang lebih tinggi
dibandingkan dengan dua galur yang lain pada kondisi ketersediaan air yang
cukup. Namun pada kondisi ketersediaan air yang kurang seperti pada frekuensi
irigasi 2, 3 dan 4, semua galur menghasilkan jumlah gabah per malai yang tidak
29
berbeda nyata satu sama lain. Cekaman kekeringan telah menurunkan jumlah
gabah per malai yang dihasilkan pada semua galur termasuk pada galur yang
mampu menghasilkan jumlah gabah per malai lebih tinggi pada kondisi
ketersediaan air optimum.
Tabel 14. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap umur berbunga, umur panen, jumlah anakan produktif, panjang malai, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, persentase bobot gabah isi
Galur Frekuensi Irigasi UB UP JAP PM JMR JGM %BGI
1 1 81.67 114.00 25.00 24.47 25.00 122.67 88.14 2 86.00 127.67 19.33 21.97 19.67 105.00 89.94 3 97.00 148.00 15.00 21.48 15.00 85.33 89.77 4 100.67 141.33 21.00 21.80 21.00 95.67 83.50
2 1 86.67 116.33 20.33 24.83 20.33 100.00 87.91 2 92.00 137.67 19.00 23.68 19.00 81.33 87.51 3 99.00 147.00 12.67 21.85 12.67 81.41 82.62 4 99.67 114.00 15.00 22.37 15.00 86.67 89.71
3 1 92.00 143.00 28.33 20.57 28.33 80.00 87.43 2 99.33 140.00 23.33 19.68 23.33 62.33 88.22 3 103.00 120.67 13.33 20.77 13.33 78.67 81.98 4 107.67 114.00 18.00 19.24 18.00 62.00 88.96
4 1 86.00 146.67 26.33 21.34 26.33 89.00 91.58 2 94.67 121.67 22.67 20.66 22.67 64.33 79.17 3 95.00 130.67 9.00 22.07 9.00 88.33 88.84 4 99.00 138.67 17.00 20.37 17.00 66.33 89.76
5 1 74.33 121.33 20.67 23.30 21.33 144.33 80.74 2 82.00 138.33 18.00 22.32 19.67 107.00 79.70 3 90.00 134.00 20.33 20.18 20.33 76.00 88.07 4 92.67 131.00 16.33 21.46 16.33 96.00 87.28
Nilai Tukey (0.05) 10.973 18.617 15.264 3.175 15.702 46.546 27.393Keterangan: Dua angka yang selisihnya < nilai Tukey menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata pada uji lanjut Tukey taraf 5% UB=Umur berbunga (HST); UP=Umur panen (HST); JAP=Jumlah anakan produktif (batang); PM=Panjang malai (cm); JMR=Jumlah malai per rumpun (malai); JGM=Jumlah gabah per malai (butir); %BGI=Persentase bobot gabah isi
Kadar air gabah panen yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1, 2
dan 4 dengan galur 3 tidak berbeda nyata dengan kadar air gabah panen yang
dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 1, 2 dan 4 dengan galur 1, 2, 4, dan 5.
Kadar air gabah panen yang dihasilkan oleh interaksi frekuensi irigasi 3 dengan
30
galur 2 nyata lebih tinggi dibandingkan interaksi frekuensi irigasi 3 dengan galur
4, namun tidak berbeda nyata dengan kadar air gabah panen yang dihasilkan oleh
interaksi frekuensi irigasi 3 dengan galur 1, 3, dan 5 (Tabel 15).
Tabel 15. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap persentase jumlah gabah isi, bobot 100 butir, bobot kering tajuk, kadar air gabah panen, bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, persentase penurunan produksi
Galur Frekuensi Irigasi %JGI BSB BKT KAGP BGKP BGKG %PP
1 1 82.62 2.31 43.60 27.11 51.80 46.41 0.00 2 63.17 2.40 27.83 30.29 31.70 27.80 39.613 66.42 2.54 21.39 30.83 21.81 18.97 57.244 61.59 2.06 31.60 30.77 28.48 24.69 47.25
2 1 68.99 3.28 48.43 32.87 47.01 46.15 0.00 2 64.59 3.39 35.77 38.00 36.58 30.18 34.243 62.21 3.29 18.63 36.98 24.85 20.45 55.274 69.13 3.13 27.33 31.30 30.18 26.21 41.83
3 1 65.96 3.08 59.83 36.62 46.51 38.80 0.00 2 77.07 2.90 42.33 28.49 30.98 27.51 25.623 63.56 3.06 22.57 32.96 21.92 19.01 44.614 73.85 2.97 35.07 35.05 24.29 20.51 43.35
4 1 80.90 2.96 58.43 28.77 45.42 40.14 0.00 2 65.88 2.87 46.53 32.54 28.66 24.72 33.573 92.30 2.73 15.99 24.29 22.41 21.19 45.344 77.68 2.91 30.57 26.19 26.28 23.72 39.35
5 1 59.40 2.27 43.70 25.15 36.80 37.35 0.00 2 46.96 2.51 36.37 25.62 29.20 26.52 29.133 65.62 2.46 24.26 29.15 24.74 21.63 41.904 65.02 2.43 26.53 31.45 27.41 23.79 35.82
Nilai Tukey (0.05) 48.596 0.505 30.686 12.203 12.203 17.663 39.519 Keterangan: Dua angka yang selisihnya < nilai Tukey menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata pada uji lanjut Tukey taraf 5% %JGI=Persentase jumlah gabah isi; BSB=Bobot 100 butir (gram); BKT=Bobot kering tajuk (gram); KAGP=Kadar air gabah panen (%); BGKP=Bobot gabah kering panen (gram); BGKG=Bobot gabah kering giling (gram); %PP=Persentase penurunan produksi
Evapotranspirasi Harian
Hasil uji F menunjukkan bahwa interaksi antara galur dengan frekuensi
irigasi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai evapotranspirasi harian pada bulan
pertama, kedua, dan ketiga setelah perlakuan (Tabel 1). Tabel 16 menunjukkan
31
nilai evapotranspirasi harian yang dihasilkan interaksi galur dengan frekuensi
irigasi.
Tabel 16. Interaksi antara galur dengan frekuensi irigasi terhadap evapotranspirasi harian
Galur Frekuensi Irigasi
Evapotranspirasi Harian (mm/hari) Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3
1 1 10.20 18.07 13.13 2 6.37 11.90 10.23 3 5.47 6.30 6.73 4 3.90 6.60 8.53
2 1 10.93 18.40 13.03 2 6.80 13.07 12.00 3 5.50 6.63 7.87 4 4.20 7.43 9.50
3 1 11.13 17.97 13.60 2 6.27 11.83 10.90 3 5.40 5.93 6.83 4 4.40 7.67 10.97
4 1 10.47 18.43 14.83 2 6.37 12.83 11.57 3 5.67 6.30 7.93 4 4.00 6.87 8.73
5 1 10.17 18.10 11.47 2 6.93 13.87 11.27 3 5.63 6.47 7.00 4 4.13 7.50 9.43
Nilai Tukey (0.05) 2.647 6.363 6.436 Keterangan: Dua angka yang selisihnya < nilai Tukey menunjukkan hasil yang tidak berbeda
nyata pada uji lanjut Tukey taraf 5%
Titik Kritis Kelembapan Tanah
Titik kritis kelembapan tanah merupakan nilai kelembapan tertentu yang
mengakibatkan penurunan produksi gabah kering giling sebesar 10% dari
produksi yang dihasilkan tanaman padi yang diberi pengairan yang cukup
(optimum). Dalam hal ini titik kritis kelembapan tanah ditunjukkan dengan titik
kritis frekuensi irigasi.
Persamaan y=76.04x-0.47 menunjukkan hubungan antara frekuensi irigasi
pada fase vegetatif dengan bobot gabah kering giling yang dihasilkan, dimana
32
y=bobot gabah kering giling (gram) dan x=frekuensi irigasi (hari). Dari
persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa titik kritis frekuensi irigasi pada fase
vegetatif yaitu pada frekuensi irigasi 4 hari sekali (Gambar 1).
Gambar 1. Hubungan frekuensi irigasi pada fase vegetatif dengan bobot
gabah kering giling
Persamaan y=54.86x-0.47 menunjukkan hubungan antara frekuensi irigasi
pada fase reproduktif dengan bobot gabah kering giling yang dihasilkan, dimana
y=bobot gabah kering giling (gram) dan x=frekuensi irigasi (hari). Dari
persamaan tersebut, dapat diketahui bahwa titik kritis frekuensi irigasi pada fase
reproduktif yaitu pada frekuensi irigasi 3 hari sekali (Gambar 2).
y = 76.04x‐0.47R² = 0.831
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
4 8 12 16
Bobo
t GKG
(gram)
Frekuensi Irigasi (hari)
BGKG
Power (BGKG)
33
Gambar 2. Hubungan frekuensi irigasi pada fase reproduktif dengan bobot
gabah kering giling
Persamaan y=39.58x-0.47 menunjukkan hubungan antara frekuensi irigasi
pada fase pemasakan dengan bobot gabah kering giling, dimana y=bobot gabah
kering giling (gram) dan x=frekuensi irigasi (hari). Dari persamaan tersebut, dapat
diketahui bahwa titik kritis frekuensi irigasi yaitu pada frekuensi irigasi 2 hari
sekali (Gambar 3).
Gambar 3. Hubungan frekuensi irigasi pada fase pemasakan dengan
bobot gabah kering giling
y = 54.86x‐0.47R² = 0.831
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2 4 6 8
Bobo
t GKG
(gram)
Frekuensi Irigasi (hari)
BGKG
Power (BGKG)
y = 39.58x‐0.47R² = 0.831
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 2 3 4
Bobo
t GKG
(gram)
Frekuensi Irigasi (hari)
BGKG
Power (BGKG)
34
Titik kritis kelembapan tanah yang menyebabkan penurunan hasil
produksi gabah kering giling berbeda-beda pada tiap fase perkembangan tanaman
padi. Fase reproduktif merupakan fase paling kritis dimana kelembaban tanah
harus dijaga dalam kondisi optimum agar tanaman padi dapat berproduksi
optimum.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Frekuensi irigasi berpengaruh terhadap tinggi tanaman 8 MST dan
12 MST, jumlah anakan 8 MST dan 12 MST, panjang daun, nisbah panjang/lebar
daun, umur berbunga, umur panen, jumlah anakan produktif, panjang malai,
jumlah malai, jumlah gabah per malai, persentase jumlah gabah isi, bobot gabah
kering panen, bobot kering tajuk, bobot gabah kering giling, dan persentase
penurunan produksi.
Galur padi yang diuji memberikan tanggap yang sangat nyata terhadap
beberapa peubah yang diamati antara lain tinggi tanaman 4 MST, 8 MST, dan 12
MST, jumlah anakan 4 MST dan 8 MST, nisbah panjang/lebar daun, umur
berbunga, panjang malai, jumlah gabah per malai, bobot 100 butir, dan kadar air
gabah panen. Galur padi memberikan tanggap yang nyata terhadap peubah lebar
daun dan persentase jumlah gabah isi.
Pada kondisi ketersediaan air optimum, galur padi yang menghasilkan
produksi tertinggi adalah galur 1 (BP1027F-PN-1-2-1-KN-1-MR-3-3), 2
(B10894B-MR-2-3-KN-2-1), dan 5 (KAL9418F-KN-2-1-1-2). Produksi semua
galur yang diuji tidak berbeda nyata pada kondisi kekeringan. Titik kritis
kelembapan tanah pada fase vegetatif yaitu pada frekuensi irigasi 4 hari, pada fase
reproduktif yaitu pada frekuensi irigasi 3 hari sekali, dan pada fase pemasakan
yaitu pada frekuensi irigasi 2 hari sekali.
Saran
Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh
cekaman kekeringan pada berbagai fase perkembangan tanaman padi dan
korelasinya terhadap potensi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia 2004. Badan Pusat Statistik. Jakarta.
Badan Pusat Statistik. 2009. Harvested area, yield rate and production of paddy by province. http://www.bps.go.id/sector/agri/pangan/tables.shtml. [29 Mei 2009]
Boonjung, H. and S. Fukai. 1996. Effects of soil water deficit at different growth stages on rice growth and yield under upland conditions. 2. Phenology, biomass production and yield. Field Crop Research 48: 47-55.
Bouman, B.A.M, R.M. Lampayan, and T.P. Tuong. 2007. Water Management in Irrigated Rice: Coping with Water Scarcity. International Rice Research Institute. Los Banos. 54p.
Bouman, B.A.M. 2009. How much water does rice use?. Rice Today. 8 (2): 28-29.
Chang, T.T., B. Somrith, and J.C. O’Toole. 1979. Potential for improving drought resistance in raifed lowland rice. In Rainfed Lowland Rice: Selected Papers From 1978. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 149-164.
De Datta, S. K. 1981. Principles and Practices of Rice Production. John Wiley and Sons. Singapore. 618p.
Farooq, M., A. Wahid, D.J. Lee, O. Ito, and K.H.M. Siddique. 2009. Advances in drought resistance of rice. Critical Reviews in Plant Sciences. Boca Raton. 28(4): 199.
Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How rice responds to drought. In K. S. Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 32-36.
Gardner, F.P., R.B. Pearce, dan L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Penerjemah: H. Susilo dan Subiyanto. Penerbit UI. Jakarta. 428 hal.
Hansen, V.E., O.W. Israelsen dan G.E. Stringham. 1992. Dasar-Dasar dan Praktek Irigasi Edisi Keempat. Terjemahan dari: Irrigation Principles and Practices (Fourth Edition). Penerjemah: E.P. Tachyan dan Soetjipto. Penerbit Erlangga. Jakarta. 407 hal.
Impron, P. dan Handoko. 1995. Evapotranspirasi. Dalam Handoko. Klimatologi Dasar. PT Dunia Pustaka Jaya. Jakarta. Hal 133-142.
Jennings, P. R., W. R. Coffman, and H. E. Kauffman. 1979. Rice Improvements. International Rice Research Institute. Los Banos. 186p.
37
Kartasapoetra, A.G. dan M.M. Sutedjo. 1991. Teknologi Pengairan Pertanian (Irigasi). Bumi Aksara. Jakarta. 185 hal.
Kumar, R., A.K. Sarawgi, C. Ramos, S.T. Amarante, A.M. Ismail, and L.J. Wade. 2006. Partitioning of dry matter during drought stress in rainfed lowland rice. Field Crop Research 98: 1-11.
Lafitte, R. 2003. Managing water for controlled drought in breeding plots. In K. S. Fischer, R. Lafitte, S. Fukai, G. Atlin and B. Hardy. Breeding Rice for Drought-Prone Environments. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 23-26.
Murty, K.S. and G. Ramakrishnawa. 1982. Shoot characteristics of rice for drought resistance. In IRRI. Drought Resistance in Crops with Emphasis on Rice. International Rice Research Institute. Los Banos. p. 145-152.
Pantuwan, G., S. Fukai, M. Cooper, S. Rajatasereekul, and J.C. O’Toole. 2002.
Yield response of rice (Oryza sativa L.) genotypes to different types of drought under rainfed lowlands Part1. Grain yield and yield components. Field Crop Research 73: 153-168.
Rismunandar. 2001. Air, Fungsi dan Kegunaannya bagi Pertanian. Sinar Baru Algesindo. Bandung.
Sinar Tani. 2009. Luas sawah yang kebanjiran dan kekeringan 2009 menurun. http://www.sinartani.com/nasional/luas-sawah-kebanjiran-dan-ekeringan-2009 -menurun-1239594985.htm. [31 Desember 2009].
Sulistyono, E., Suwarto, dan Y. Ramdiani. 2005. Defisit evapotranspirasi sebagai indikator kekurangan air oada padi gogo (Oryza sativa L.). Bul. Agron. 33 (1): 6-11.
Tjondronegoro, P.D., S. Harran, dan Hamim. 1999. Fisiologi Tumbuhan Dasar. Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan IPA, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 321 hal.
Tomar, V.S. dan J.C. O’Toole. 1984. Evapotranspirasi padi sawah. Dalam E. Pasandaran dan D. C. Taylor. Irigasi Perencanaan dan Pengelolaan. PT Gramedia. Jakarta. Hal. 49-76.
Woperies, M.C.S., M.J. Kropff, A.R. Maligaya, and T.P. Tuong. 1996. Drought-stress responses of two lowland rice cultivars to soil water status. Field Crop Research 46: 21-39.
Yoshida, S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. International Rice Research Institute. Los Banos. 269p.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Sidik ragam tinggi tanaman 4, 8, dan 12 MST
Sumber Keragaman db Jumlah
kuadratKuadrat tengah
F-hitung Pr>F kk
4 MST Ulangan 2 27.8310 13.9155 2.76 0.0763 3.5751Galur 4 514.2277 13.9155 25.46** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 28.1205 9.3735 1.86tn 0.1535 Galur*Frekuensi 12 127.4070 10.6173 2.10* 0.0408 Galat 38 191.8823 5.0495
Umum 59 889.4685 8 MST Ulangan 2 623.4043 311.7022 10.21 0.0003 6.4359
Galur 4 1654.7117 413.6779 13.55** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 2563.0800 854.3600 27.98** <.0001 Galur*Frekuensi 12 568.1417 47.3451 1.55tn 0.1491 Galat 38 1160.5157 30.5399
Umum 59 6569.8533 12 MST Ulangan 2 238.3293 119.1647 42.36 0.0225 5.3319
Galur 4 2740.2290 685.0573 24.13** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 3607.9187 1202.6396 42.36** <.0001 Galur*Frekuensi 12 1554.4163 129.5347 4.56** 0.0002 Galat 38 1078.7440 28.3880
Umum 59 9219.6373
Lampiran 2. Sidik ragam jumlah anakan pada 4, 8, dan 12 MST
Sumber Keragaman db Jumlah
kuadratKuadrat tengah
F-hitung Pr>F kk
4 MST Ulangan 2 21.03333 10.5167 9.92 0.0003 6.6535Galur 4 30.90000 7.7250 7.28** 0.0002 Frekuensi Irigasi 3 1.78333 0.5944 0.56tn 0.6444 Galur*Frekuensi 12 14.96667 1.2472 1.18tn 0.3341 Galat 38 40.30000 1.0605
Umum 59 108.98333 8 MST Ulangan 2 612.23333 306.1167 19.88 <.0001 7.6876
Galur 4 608.76667 152.1917 9.88** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 711.33333 237.1111 15.40** <.0001 Galur*Frekuensi 12 217.50000 18.1250 1.18tn 0.3333 Galat 38 585.10000 15.3974
Umum 59 2734.93333 12 MST Ulangan 2 202.90000 101.4500 3.10 0.0564 8.7040
Galur 4 233.73333 58.4333 1.79tn 0.1514 Frekuensi Irigasi 3 2375.25000 791.7500 24.23** <.0001 Galur*Frekuensi 12 442.00000 36.8333 1.13tn 0.3681 Galat 38 233.73333 32.6781
Umum 59 4495.65000
40
Lampiran 3. Sidik ragam panjang daun, lebar daun, dan nisbah panjang/lebar daun
Sumber Keragaman db Jumlah
kuadratKuadrat tengah
F-hitung Pr>F kk
Panjang daun
Ulangan 2 60.12016 30.0601 2.14 0.1314 6.654Galur 4 85.05628 21.2641 1.52tn 0.2172 Frekuensi Irigasi 3 138.91789 46.3060 3.30* 0.0305 Galur*Frekuensi 12 675.00136 56.2501 4.01** 0.0005 Galat 38 533.28450 14.0338Umum 59 1492.38019
Lebar daun
Ulangan 2 0.14633 0.0732 10.68 0.0002 7.688Galur 4 0.10067 0.0252 3.67* 0.0126 Frekuensi Irigasi 3 0.05400 0.0180 2.63tn 0.0642 Galur*Frekuensi 12 0.08600 0.0072 1.05tn 0.4297 Galat 38 0.26033 0.0069Umum 59 0.64733
Nisbah pajang / lebar daun
Ulangan 2 308.27524 154.1376 7.33 0.0020 8.704Galur 4 494.40806 123.6020 5.87** 0.0009 Frekuensi Irigasi 3 317.73481 105.9116 5.03** 0.0049 Galur*Frekuensi 12 441.17090 36.7642 1.75tn 0.0946 Galat 38 799.49369 21.0393Umum 59 2361.08270
Lampiran 4. Sidik ragam produksi dan komponen hasil
Sumber Keragaman db Jumlah
kuadratKuadrat tengah
F-hitung Pr>F kk
Umur berbunga
Ulangan 2 267.63333 133.8167 10.63 0.0002 3.819Galur 4 1551.33333 387.8333 30.81** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 2189.11667 729.7056 57.97** <.0001 Galur*Frekuensi 12 160.13333 13.3444 1.06tn 0.4186 Galat 38 478.36667 12.5886Umum 59 4646.58333
Umur panen
Ulangan 2 342.30000 171.1500 4.72 0.0147 4.585Galur 4 262.60000 65.6500 1.81tn 0.1467 Frekuensi Irigasi 3 709.40000 236.4667 6.53** 0.0011 Galur*Frekuensi 12 7029.26667 585.7722 16.16** <.0001 Galat 38 1377.03333 36.2377Umum 59 9720.60000
Jumlah anakan produktif
Ulangan 2 235.63333 117.8167 4.84 0.0135 25.932Galur 4 112.60000 28.1500 1.16tn 0.3456 Frekuensi Irigasi 3 827.80000 275.9333 11.33** <.0001 Galur*Frekuensi 12 370.20000 30.8500 1.27tn 0.2775
41
Galat 38 925.70000 24.3605Umum 59 2471.93333
Panjang malai
Ulangan 2 7.58674 3.7934 3.60 0.037 4.726Galur 4 68.95586 17.2390 16.36** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 30.76807 10.2560 9.73** <.0001 Galur*Frekuensi 12 28.11565 2.3430 2.22* 0.0306 Galat 38 40.04246 17.2390Umum 59 175.46877
Jumlah malai per rumpun
Ulangan 2 216.43333 108.2167 4.20 0.0225 26.490Galur 4 115.00000 28.7500 1.12tn 0.3636 Frekuensi Irigasi 3 867.00000 289.0000 11.21** <.0001 Galur*Frekuensi 12 334.33333 27.8611 1.08* 0.4025 Galat 38 979.56667 25.7781Umum 59 2512.33333
Jumlah gabah per malai
Ulangan 2 336.15543 168.0777 0.74 0.4829 16.983Galur 4 11229.34653 2807.3366 12.39** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 6962.44498 2320.8150 10.25** <.0001 Galur*Frekuensi 12 5933.05825 494.4215 2.18* 0.0337 Galat 38 8607.72650 226.5191Umum 59 33068.73169
% Bobot gabah isi
Ulangan 2 88.18642 44.0932 0.56 0.5747 10.235Galur 4 110.55909 27.6398 0.35tn 0.8408 Frekuensi Irigasi 3 72.40625 24.1354 0.31tn 0.8197 Galur*Frekuensi 12 629.91756 52.4931 0.67tn 0.7692 Galat 38 2981.37584 78.4573Umum 59 3882.44517
% Jumlah gabah isi
Ulangan 2 744.10279 372.0514 1.51 0.2346 22.891Galur 4 2490.59106 622.6478 2.52* 0.0569 Frekuensi Irigasi 3 558.39945 186.1331 0.75tn 0.5270 Galur*Frekuensi 12 2490.67233 207.5560 0.84tn 0.6100 Galat 38 9382.79794 246.9157Umum 59 15666.56356
Bobot 100 butir
Ulangan 2 0.02083 0.0104 0.39 0.679 5.876Galur 4 7.66454 1.9161 71.96** <.0001 Frekuensi Irigasi 3 0.12947 0.0432 1.62tn 0.2006 Galur*Frekuensi 12 0.59191 0.0493 1.85tn 0.0739 Galat 38 1.01190 0.0266Umum 59 9.41866
Bobot kering tajuk
Ulangan 2 1285.78881 642.8944 6.53 0.0037 28.481Galur 4 709.20864 177.3022 1.80tn 0.1488 Frekuensi Irigasi 3 7324.82032 2441.6068 24.8** <.0001 Galur*Frekuensi 12 912.29540 76.0246 0.77tn 0.6742 Galat 38 3741.18732 98.4523Umum 59 13973.30049
42
Kadar air gabah panen
Ulangan 2 50.86070 25.4304 1.63 0.2087 12.844Galur 4 479.75262 119.9382 7.70** 0.0001 Frekuensi Irigasi 3 7.83099 2.6103 0.17tn 0.9175 Galur*Frekuensi 12 421.21862 35.1016 2.25* 0.0284 Galat 38 591.66430 15.5701Umum 59 1551.32723
Bobot Gabah Kering Panen
Ulangan 2 237.31051 118.6553 2.17 0.1277 23.195Galur 4 215.78124 53.9453 0.99tn 0.4256 Frekuensi Irigasi 3 4243.95629 1414.6521 25.92** <.0001 Galur*Frekuensi 12 345.99704 28.8331 0.53tn 0.8827 Galat 38 2074.15669 54.5831Umum 59 7117.20177
Bobot Gabah Kering Giling
Ulangan 2 44.17814 22.0891 0.68 0.5141 20.190Galur 4 149.42639 37.3566 1.15tn 0.3501 Frekuensi Irigasi 3 4013.52823 1337.8427 41.02** <.0001 Galur*Frekuensi 12 183.74653 15.3122 0.47tn 0.9202 Galat 38 1239.46312 32.6175Umum 59 5630.34242
% Penurunan produksi
Ulangan 2 1780.96773 890.4839 5.45 0.0083 41.614Galur 4 664.82978 166.2074 1.02 0.4104 Frekuensi Irigasi 3 20892.29099 6964.0970 42.65 <.0001 Galur*Frekuensi 12 466.32462 38.8604 0.24 0.9948 Galat 38 6205.02694 163.2902Umum 59 30009.44006
Lampiran 5. Sidik ragam evapotranspirasi harian
Bulan Sumber Keragaman db Jumlah
kuadratKuadrat tengah F-hitung Pr>F kk
1 Ulangan 2 14.00033 7.0002 9.55 0.0004 12.781Galur 4 1.05433 0.2636 0.36tn 0.8356 Frekuensi Irigasi 3 345.91533 115.3051 157.39** <.0001 Galur*Frekuensi 12 2.88967 0.2408 0.33tn 0.9789 Galat 38 27.83967 0.7326
Umum 59 391.69933 2 Ulangan 2 42.30533 21.1527 5.00 0.0118 18.522
Galur 4 5.23667 453.8299 0.31tn 0.8700 Frekuensi Irigasi 3 1361.48983 0.6094 107.21** <.0001 Galur*Frekuensi 12 7.31267 21.1527 0.14tn 0.9995 Galat 38 160.86133 4.2332
Umum 59 1577.20583 3 Ulangan 2 26.61033 13.3052 3.07 0.0580 20.248
Galur 4 12.61433 3.1536 0.73tn 0.5783 Frekuensi Irigasi 3 287.93250 95.9775 22.16** <.0001
L
Lampiran 6.
Galur*FrekuGalat Umum
Lampiran 7
(a)
(c)
Kondisi tan4 hari sekal
uensi 123859
7. Tanaman
naman padi uli; (b) 8 hari
25.39500164.58967517.14183
padi yang m
umur 8 MST sekali; (c) 1
2.11634.3313
mengalami ke
(
(
T pada berba12 hari sekal
0.49tn
ekeringan
(b)
(d)
agai frekuenli; (d) 16 har
43
0.9088
nsi irigasi (a)ri sekali
)
LLampiran 8. Perbandinberbeda;
ngan malai (b) empat fr
(a)
(b)
padi yang rekuensi irig
dihasilkan gasi berbeda
oleh: (a) l
44
lima galur
45
Lampiran 9. Lay Out Percobaan
G4I2 G1I1 G5I1 G4I1 G2I1 G3I1 G3I2 G3I4 G4I4 G3I3
Ulangan 1
G1I3 G5I2 G5I4 G2I2 G1I4 G1I2 G2I3 G2I4 G4I3 G5I3
G1I1 G4I1 G4I2 G5I1 G3I1 G3I4 G2I1 G3I2 G4I4 G1I4
Ulangan 2
G5I2 G2I2 G1I3 G5I4 G2I4 G5I3 G2I3 G4I3 G3I3 G1I2
G5I2 G2I2 G1I3 G5I4 G3I1 G3I4 G2I1 G3I2 G1I1 G4I1
Ulangan 3
G3I3 G1I2 G4I4 G1I4 G2I4 G5I3 G2I3 G4I3 G4I2 G5I1
45
46
Keterangan:
Faktor pertama adalah galur padi sawah (G)
G1 = BP1027F-PN-1-2-1-KN-1-MR-3-3
G2 = B10894B-MR-2-3-KN-2-1
G3 = B10214F-KN-2-3-2-1
G4 = B10214F-KN-2-1-1-2
G5 = KAL9418F-KN-2-1-1-2.
Faktor kedua adalah frekuensi irigasi (I)
I1 = irigasi 4 hari sekali (bulan ke-1), 2 hari sekali (bulan ke-2), 1 hari sekali (bulan ke-3 hingga panen)
I2 = irigasi 8 hari sekali (bulan ke-1), 4 hari sekali (bulan ke-2), 2 hari sekali (bulan ke-3 hingga panen)
I3 = irigasi 12 hari sekali (bulan ke-1), 6 hari sekali (bulan ke-2), 3 hari sekali (bulan ke-3 hingga panen)
I4 = irigasi 16 hari sekali (bulan ke-1), 8 hari sekali (bulan ke-2), 4 hari sekali (bulan ke-3 hingga panen)
46