Deteksi Dini - ADHD (Attention Deficit Hyperactive Disorders)
Pengaruh Financing Deficit dan Misvaluasi terhadap Metode ...
Transcript of Pengaruh Financing Deficit dan Misvaluasi terhadap Metode ...
Pengaruh Financing Deficit dan Misvaluasi terhadap Metode Pendanaan Perusahaan (Studi pada Perusahaan Non Keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia tahun 2008-2012)
Dian Hanasari Devie , Maria Eurelia Wayan Program Studi Ilmu Administrasi Niaga – Ekstensi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh financing deficit dan misvaluasi terhadap metode pendanaan perusahaan di Indonesia, yaitu dengan cara menguji hubungan antara dengan financing deficit dan misvaluasi terhadap perubahan hutang. Dengan penerapan market timing dan adanya misvaluasi, apakah perubahan hutang menjadi lebih rendah atau tidak pada kondisi overvalued. Sampel perusahaan yang digunakan adalah perusahaan public non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2008-2012. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa financing deficit perusahaan mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan hutang. Ketika financing deficit diinteraksikan dengan misvaluasi, pengaruhnya positif terhadap perubahan hutang tetapi tidak signifikan untuk perusahaan di Indonesia. Pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang lebih tinggi pada saat perusahaan overvalued, yang berarti perusahaan lebih memilih menggunakan hutang untuk mendanai defisit nya pada saat overvalued. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan di Indonesia tidak sesuai dengan teori market timing.
Kata Kunci :
Financing Deficit ; Misvaluasi ; Market Timing ; Metode Pendanaan Perusahaan Abstract
This research aims to observe financing deficit and misvaluation effect toward companies funding method in Indonesia, by examining intercourse between financing deficit and misvaluation in debt changing. In the presence of market timing and misvaluation, whether change in debt will be lower on overvalued condition or not. The sample of this research are taken from listed corporation (non financial firms) on BEI for period 2008-2012. This result shows that financing deficit in a company lead to positive effect toward change in debt. When financing deficit interacts with misvaluation, it still gives positive effect but become less significant. Financing deficit effect toward change in debt is higher when the company is in overvalued condition, indicated that the company prefer to use debt to fund its deficit when in overvalued condition. It can be concluded that most company in Indonesia doesn’t comply with market timing theory
Key words :
Financing Deficit, Misvaluation, Market Timing, Firm’s Funding Method
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
2
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Di zaman yang semakin berkembang ini persaingan perusahaan semakin ketat.
Masing-masing perusahaan berusaha untuk meningkatkan kinerjanya. Salah satu yang
memicu persaingan antar perusahaan tersebut adalah kondisi perekonomian Indonesia
yang mengalami krisis keuangan global pada tahun 2008. Adanya krisis global membuat
para investor asing tersebut menarik dananya dari Indonesia sehingga banyak perusahaan-
perusahaan yang menjadi tidak berdaya. Oleh karena itu, perusahaan berlomba-lomba
untuk lebih unggul dan semakin baik dari perusahaan pesaing.
Perusahaan tentu saja membutuhkan modal untuk mendanai usahanya. Salah satu
faktor yang menentukan keunggulan perusahaan adalah struktur modal. Keputusan
mengenai komposisi struktur modal perusahaan (komposisi hutang dan ekuitas) dapat
mempengaruhi nilai perusahaan (Ross, 2010). Perusahaan dengan peluang investasi yang
menguntungkan akan menggunakan cash flow nya untuk mendanai investasi. Akan tetapi,
perusahaan juga membutuhkan uang untuk membayar dividen dan mendanai working
capital. Ketika kas perusahaan tidak mencukupi, perusahaan harus menemukan sumber
lain untuk mendanai kekurangan kas tersebut (deficit). Shyam-Sunder dan Myers (1999)
mendefinisikan financing deficit sebagai perbedaan antara pertumbuhan aset dengan
jumlah dari pertumbuhan hutang saat ini dan pertumbuhan retained earning. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan bahwa financing deficit merupakan kondisi dimana proporsi hutang
lebih besar daripada pertumbuhan aset perusahaan.
Ketika perusahaan mengalami financing deficit, perusahaan harus mencari sumber
dana eksternal untuk menutupi defisit perusahaan tersebut. Sumber untuk mendanai
financing deficit dapat ditemukan dari hutang dan atau ekuitas. Menurut Frank dan Goyal
(2003) dalam Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007), terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi keputusan financing perusahaan antara menggunakan hutang atau ekuitas,
yaitu tangibility, growth options, size, dan profitability. Pada dasarnya, pertama
perusahaan akan mendanai investasi dengan retained earning sebagai pendanaan internal
guna mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap kreditor. Kemudian kedua diikuti
dengan hutang dan pilihan terakhir adalah ekuitas. Akan tetapi, apabila perusahaan tidak
dapat menghasilkan cash flow yang cukup untuk melakukan pembayaran sesuai dengan
kontrak seperti pembayaran interest, perusahaan akan mengalami financial distress.
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
3
Financial distress merupakan situasi dimana operating cash flow perusahaan tidak cukup
untuk memenuhi kewajiban perusahaan (Ross, 2010).
Perusahaan khususnya manajer keuangan juga mempunyai pilihan untuk
mempertimbangkan berbagai faktor eksternal yang menentukan komposisi antara hutang
dan ekuitas. Market Timing Theory dari Baker dan Wurgler (2000) diharapkan dapat
menjadi pedoman dalam menentukan kebijakan metode pendanaan perusahaan. Market
timing dikenal sebagai kegiatan membeli dan menjual saham dengan memperhatikan
situasi pasar. Ide dasar market timing sendiri adalah bahwa perusahaan melihat kondisi
saat ini pada pasar hutang dan ekuitas. Dalam Market Timing Theory terdapat prediksi
mengenai hubungan antara nilai perusahaan dan pilihan keputusan pendanaan perusahaan.
Ketika harga saham relatif tinggi, perusahaan cenderung untuk menerbitkan ekuitas
dibandingkan memilih surat hutang. Sebaliknya, perusahaan akan memilih surat hutang
ketika harga saham relatif rendah (Elliot, Koeter-Kant, dan Warr, 2007). Keadaan tersebut
harus diperhatikan oleh manajer keuangan dalam rangka mengoptimalisasikan struktur
modal perusahaan.
Dalam Market Timing Theory, penerbitan ekuitas merupakan perusahaan yang nilai
sahamnya relatif tinggi terhadap nilai buku dan perusahaan tersebut mendapatkan
abnormal return yang positif sebelum perusahaan meningkatkan modal. Menurut Baker
dan Wurgler (2002), situasi ketika perusahaan yang menerbitkan ekuitas mengalami
abnormal return yang negatif setelah manajer berhasil menentukan waktu penerbitan
ekuitas ketika nilai harga pasar saham tinggi disebut dengan misvaluasi. Namun, manajer
mungkin menerbitkan ekuitas karena nilainya secara historis tinggi walaupun manajemen
perusahaan tidak mengetahui apakah harga saham tersebut berada pada titik puncaknya
(Schultz, 2003). Hal tersebut menunjukkan bahwa misvaluasi dapat mempengaruhi
keputusan financing perusahaan dalam mendanai financing deficit. Elliot, Koeter-Kant,
dan Warr (2007) menemukan bahwa misvaluasi dapat mempengaruhi perusahaan dalam
memilih jenis sekuritas. Perusahaan yang overvalued lebih memungkinkan untuk
menerbitkan ekuitas untuk mendanai financing deficit, sementara perusahaan yang
undervalued cenderung menerbitkan hutang.
Penelitian mengenai struktur modal di Indonesia tetap konklusif dalam menjelaskan
bagaimana perusahaan memilih atau memutuskan pendanaan untuk financing deficit.
Dainamaya (2005) menemukan bahwa perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI lebih
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
4
menyukai menggunakan hutang dalam mendanai financing deficit pada saat perusahaan
mengalami overvalued. Pengaruh deficit perusahaan terhadap perubahan hutang akan
lebih tinggi pada saat perusahaan overvalued. Sementara itu, Saad dan Siagian (2011)
menemukan bahwa perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI mengikuti prediksi teori
equity market timing. Akan tetapi, praktik equity market timing akan dilakukan apabila
perusahaan tidak mengalami kendala keuangan. Karena itu peneliti ingin menguji apakah
market timing mempengaruhi metode perusahaan publik di Indonesia dalam mendanai
financing deficit atau tidak. Pengujian tersebut dilakukan dengan melihat hubungan antara
perubahan hutang dan financing deficit perusahaan dibawah kondisi misvaluasi
(overvalued atau undervalued) ekuitas. Penelitian ini akan membuktikan apakah
perusahaan publik di Indonesia menerapkan market timing atau tidak, dimana terdapat
kondisi pasar modal yang tidak efisien (Dainamaya, 2005).
1.2 Pokok Permasalahan
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh financing deficit dan misvaluasi
terhadap metode pendanaan perusahaan di Indonesia, yaitu dengan cara menguji
perubahan hutangnya. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menjawab
pertanyaan riset, yaitu :
1. Bagaimana pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang ?
2. Bagaimana pengaruh financing deficit dan misvaluasi terhadap perubahan hutang ?
3. Bagaimana pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang pada kondisi
overvalued ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang sudah diuraikan diatas, tujuan dari penelitian
ini yaitu :
1. Menganalisis pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang.
2. Menganalisis pengaruh financing deficit dan misvaluasi terhadap perubahan hutang.
3. Menganalisis pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang pada kondisi
overvalued.
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
5
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Struktur Modal
Struktur modal merupakan bagian yang penting untuk perusahaan, dimana
sekumpulan dana yang diperoleh perusahaan baik dari internal maupun eksternal
digunakan sebagai modal perusahaan. Perusahaan tentunya harus teliti dalam
mempertimbangkan dan mengambil keputusan pendanaan, baik dari segi sifat maupun
biaya sumber-sumber dana yang akan dipilih. Keputusan pendanaan perusahaan sangat
penting karena berguna sebagai biaya modal yang akan digunakan perusahaan untuk
mendukung operasi bisnis perusahaan, sehingga perusahaan akan mendapatkan laba dan
meningkatkan nilai perusahaan tersebut. Sumber dana perusahaan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu sumber internal dan sumber eksternal. Pendanaan internal adalah
pendanaan yang diperoleh sendiri dari dalam perusahaan. Yang termasuk kedalam
pendanaan internal yaitu laba ditahan atau retained earning. Retained earning merupakan
laba bersih yang dihasilkan oleh perusahaan, dimana dividennya tidak dibagikan kepada
pemegang saham tetapi akan diinvestasikan untuk kebutuhan operasi perusahaan.
Retained earning merupakan akumulasi dari laba yang diperoleh perusahaan sejak
perusahaan didirikan sehingga disebut juga sebagai accumulated earning (Keown et al.,
2005). Kendala yang ada pada penggunaan sumber pendanaan internal seperti
keterbatasan saldo laba perusahaan dan keterbatasan arus kas dari aktivitas operasinya,
mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber pendanaan eksternal sebagai dana
tambahan. Pendanaan eksternal adalah dana yang berasal dari kreditor yang akan menjadi
hutang perusahaan (Utami, 2011).
2.2 Market Timing Theory
Dalam penelitian kali ini, teori yang akan dibahas lebih lanjut adalah Market Timing
Theory. Market Timing Theory struktur modal menyatakan bahwa manajer akan berusaha
untuk meningkatan penerbitan ekuitas ketika ekuitas nya dinilai terlalu tinggi (overvalued)
dan memilih untuk menerbitkan hutang ketika ekuitas nya dinilai rendah (undervalued).
Hal tersebut berdasarkan pada asumsi bahwa manajer bekerja pada kepentingan pemegang
saham, dimana nilai dapat disampaikan apabila manajer berhasil mengatur waktu pasar
ekuitas dan biaya keseluruhan yang lebih rendah daripada modal (Hussain, Ayub, dan
Zainal, 2013). Market timing ability merupakan kemampuan manajer investasi dalam
mengambil keputusan yang tepat untuk membeli dan menjual sekuritas tertentu. Tujuan
manajer dalam mengambil keputusan tersebut adalah untuk membentuk portofolio aset
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
6
pada saat yang tepat. Sedangkan aktivitas market timing berhuhubungan dengan forecast
realisasi di masa yang akan datang dari portofolio pasar.
Market timing berarti mencoba untuk mengantisipasi titik dimana pasar telah
mengukur berdasarkan pola historis dan analisis teknis. Menurut Mercury Advisors (salah
satu divisi dari Merril Lynch Investment Manager yang merupakan pengusaha pengelola
reksa dana besar dari Amerika) market timing adalah strategi untuk berada di pasar pada
waktu harga-harga naik dan keluar pada waktu harga jatuh. Keputusan untuk keluar dan
masuk ini adalah berdasarkan analisis dari pergerakan harga dan volume perdagangan
yang dikenal sebagai technical analysis atau berdasarkan evaluasi faktor fundamental
yang mempengaruhi pasar dan ekonomi secara keseluruhan. Para pendukung market
timing percaya bahwa pasar dapat diprediksi dan stategi ini bisa menghasilkan return yang
lebih tinggi daripada memakai strategi buy and hold.
2.3 Financing Deficit
Dalam praktiknya, deficit financing terjadi apabila perusahaan mengeluarkan uang
lebih banyak daripada menerima uang tersebut sebagai pendapatan. Financing deficit
didefinisikan sebagai perbedaan antara asset growth dengan jumlah dari current liabilities
growth dan retained earning growth (Shyam-Sunder dan Myers, 1999). Dapat
digambarkan bahwa financing deficit merupakan kondisi dimana proporsi hutang
perusahaan lebih besar daripada pertumbuhan aset perusahaan. Metode untuk mendanai
defisit perusahaan pertama kali diteliti oleh Shyam-Sunder dan Myers (1999). Financing
deficit dapat didefinisikan dengan persamaan berikut (Elliot, Koeter-Kant, dan Warr,
2007) :
DEFit = DIVit + Iit + ΔWit – CIit = ΔDit + ΔEit
Dimana,
DEFit = Financing Deficit ; DIVit = Cash dividends ; Iit = Net investments
ΔWit = Change in working capital ; CIit = Cash fow after interest and taxes
ΔDit = Net debt issued in year t ; ΔEi = Net equity issued in year t
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
7
2.4 Pengukuran Misvaluasi
Misvaluasi dapat dikatakan sebagai kesalahan dalam penilaian harga saham, dimana
terdapat selisih antara harga saham sebenarnya dengan tingkat harga saham yang
diprediksikan. Harga saham adalah harga dimana saham dijual di pasar (Weston dan
Brigham, 1993). Harga pasar saham merupakan nilai pasar sekuritas yang dapat diperoleh
investor apabila investor menjual dan atau membeli saham berdasarkan harga penutupan
di Bursa pada hari yang bersangkutan. Pada saat investor membeli dan atau menjual
saham, investor harus membandingkan nilai intrinsik sahamnya dengan harga pasar saham
saat ini. Nilai instrinsik mencerminkan current asset perusahaan dan kemampuan
perusahaan untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang. Apabila harga pasar
saham lebih tinggi dibandingkan dengan nilai intrinsik saham perusahaan, maka saham
perusahaan tersebut dinilai tinggi oleh pasar atau disebut juga overvalued. Sebaliknya
apabila harga pasar saham lebih rendah dibandingkan dengan nilai intrinsik saham
perusahaan, maka sahamnya undervalued.
Baker dan Wurgler (2002) menggunakan market-to-book ratio sebagai proxy untuk
mengukur misvaluasi. Namun, menurut Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007) kegunanaan
market-to-book untuk menguji market timing penuh dengan kesulitan. Kesulitan-kesulitan
tersebut berasal dari berbagai interpretasi mengenai market-to-book ratio, seperti
assymetric information dan growth options. Karena itu Elliot, Koeter-Kant, dan Warr
(2007) menggunakan residual income model untuk menghitung nilai intrinsik perusahaan.
Residual income model merupakan teknik valuasi dasar yang menggunakan future
abnormal earning untuk mengetahui nilai intrinsik perusahaan. Proxy lain yang dapat
digunakan untuk mengukur nilai intrinsik perusahaan adalah Price Earning Ratio (P/E
Ratio). P/E Ratio merupakan perbandingan antara price per share terhadap earning per
share (Bodie, Kane, dan Marcus, 2008). Kegunaan P/E Ratio dalam pengukuran
misvaluasi adalah untuk mengestimasi nilai intrinsik saham yang kemudian akan
dibandingkan dengan harga pasar saham. Peneliti memilih P/E Ratio sebagai proxy untuk
mengukur misvaluasi karena P/E Ratio merupakan metode yang mudah dan banyak
digunakan untuk mengukur misvaluasi. Dainamaya (2005) juga menggunakan P/E Ratio
untuk mencari nilai intrinsik perusahaan sebagai pengukuran misvaluasi. Peneliti
mengestimasi misvaluasi dengan persamaan yang ada dalam penelitian Elliot, Koeter-
Kant, dan Warr (2007), yaitu :
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
8
Dimana,
VP0 = Misvaluation at time zero ; P0 = Market price of the stock at time zero
V0 = Intrinsic value of the stock at time zero
Persamaan diatas adalah untuk mengestimasi valuation error, dimana nilai instrinsik
saham (V0) yang diukur menggunakan P/E Ratio dibandingkan dengan harga pasar saham
(P0). Apabila VP lebih besar daripada 1, mengindikasikan bahwa perusahaan dalam
kondisi undervalued. Apabila VP kurang dari dari 1, berarti kondisi perusahaan
overvalued. Misvaluasi tidak terjadi apabila VP sama dengan 1.
3. Metode Penelitian
3.1 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian kali ini adalah perusahaan yang terdaftar di BEI. Sampel
yang diambil adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI pada periode 2008-
2012. Perusahaan-perusahaan yang menjadi sampel penelitian ini adalah perusahaan yang
dipilih berdasarkan metode judgement sampling karena bertujuan untuk mendapatkan
sampel yang representative sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria sampel yang
akan digunakan yaitu :
1. Perusahaan mengalami financing deficit selama periode 2008-2012.
2. Perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI periode 2008-2012. Peneliti
mengeluarkan perusahaan keuangan dari sampel karena karakteristik leverage yang
tidak dapat dibandingkan dengan leverage perusahaan non keuangan. Selain itu, Pada
perusahaan keuangan terdapat regulasi seperti persyaratan modal minimum yang dapat
mempengaruhi struktur modal secara langsung.
3. Perusahaan tidak terlibat dalam merger dan akuisisi, karena Perusahaan yang
melakukan merger dan akuisisi selama periode penelitian dapat membuat perubahan
signifikan pada laporan keuangan perusahaan.
4. Perusahaan memiliki book value of asset dan book value of equity yang positif.
5. Perusahaan memiliki data-data lengkap yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
9
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh financing deficit dan misvaluasi
terhadap metode pendanaan perusahaan, dengan menguji perubahan hutangnya. Peneliti
menyaring sampel penelitian dengan hanya meneliti perusahaan yang mengalami
financing deficit selama periode penelitian tahun 2008-2012. Perusahaan yang mengalami
defisit adalah perusahaan yang memiliki nilai defisit positif (DEF > 0) dan perusahaan
yang mengalami surplus adalah perusahaan yang memiliki nilai defisit negatif (DEF < 0)
(Elliot, Koeter-Kant, dan Warr, 2007). Dalam proses penyaringan sampel, terdapat 61
perusahaan publik yang terdaftar di BEI pada periode 2008-2012 yang sesuai dengan
kriteria yang sudah dijelaskan diatas.
3.2 Model Penelitian
Berdasarkan penelitian Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007), model yang akan
digunakan dalam penelitian ini yaitu :
Model (1)
ΔDit = a0 + b1DEFit + εit Dimana,
ΔDit = Net Change in Debt
DEFit =Financing Deficit
Model (2)
ΔDit = a0 + b1DEFit + b2(DEFit x VPit) + εit Dimana,
ΔDit = Net Change in Debt
DEFit =Financing Deficit
VPit = Misvaluasi
Model (2) + Variabel Control
ΔDit = a0 + b1DEFit + b2(DEFit x VPit) + b3(ΔTit x DEFit)
+ b4(ΔCit x DEFit) + b5(ΔInSit x DEFit) + b6(ΔPit x DEFit) + εit
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
10
Dimana,
ΔDit = Net Change in Debt
DEFit = Financing Deficit
VPit = Misvaluasi
ΔTit = Change in tangible asset divided by total assets
ΔCit = Change in capital expenditures divided by total assets
ΔinSit = Change in the natural log of net sales
ΔPit = Change in profitability
Dan,
Model (3)
ΔDit = a + b1DEFit + b2(DEFit x VPit) + b3 [DEFit x VPit – DEFit]
x OVER it + eit
Dimana,
ΔDit = Net Change in Debt
DEFit =Financing Deficit
VPit = Misvaluasi
OVER = 1 apabila VP < 1 (overvalued) dan 0 apabila VP > 1 (undervalued)
Model (1) diatas pertama-tama digunakan untuk menguji pengaruh financing deficit
terhadap perubahan hutang. Untuk model (2), peneliti menginteraksikan variabel
financing deficit dengan pengukuran misvaluasi. Peneliti meregresikan perubahan hutang
terhadap financing deficit dan variabel yang diinteraksikan (DEFit x VPit) untuk
mengetahui pengaruh financing deficit dan misvaluasi terhadap perubahan hutang.
Apabila tidak terbukti adanya market timing, koefisien variabel kedua dalam model (2)
tersebut hampir mendekati nol. Untuk memperkuat hasil regresi model kedua (model 2)
peneliti menambahkan variabel tangibility of asset, capital expenditures, sales, dan
profitability sebagai variabel control. Setiap variabel control tersebut diinteraksikan
dengan variabel financing deficit dalam rangka mengetahui kontribusi masing-masing
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
11
variabel control tersebut dengan koefisien defisit (DEF). Model (3) diatas digunakan
untuk menganalisis pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang pada kondisi
misvaluasi (overvalued atau undervalued). Untuk saham yang undervalued (VP > 1),
koefisien deficit pada DEF adalah b1, dan interaksi antara DEF dan VP adalah b2. Namun
untuk saham yang overvalued (VP < 1 dan OVER =1), koefisien deficit pada DEF adalah
(b1- b3) dan interaksi antara DEF dan VP adalah (b2+b3).
Tabel 3.1 Operasionalisasi variabel
No Nama Variabel Jenis Variabel Persamaan
1 Net Change in Debt Dependen Net Debt Issued / Total Asset
2 Financing Deficit Independen [ (Dividends + Net Investment + Change in Working Capital) – Cash Flow After Interest and Taxes ] / Total Asset
3 Misvaluasi Independen Intrinsic Value of the Stock / Market Price of the Stock
4 Change in Tangibility of Asset
Control (Tangible Assett - Tangible Assett-1) / Total Asset
5 Change in Capital Expenditures
Control (CapExt – CapExt-1) / Total Assett
6 Change in Log of Net Sales
Control Log of Total Assett – Log Total Assett-1
7 Change in Profitability
Control Operating Income / Total Asset
Sumber : Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007). Data Hasil Olahan Peneliti, 2014
3.3 Hipotesis Penelitian
H11 : Financing deficit berpengaruh positif terhadap perubahan hutang.
H12 : Financing deficit dan misvaluasi berpengaruh positif terhadap perubahan
hutang.
H13 : Pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang lebih rendah pada
kondisi overvalued.
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
12
4. Hasil Penelitian dan Pembahasan
4.1 Analisis Pengaruh Financing Deficit terhadap Perubahan Hutang
Dibawah ini adalah ringkasan hasil regresi model pertama dengan Fixed Effect Model
yang sudah menggunakan Generalized Least Square (GLS) dalam estimasinya :
Tabel 4.1 Ringkasan hasil regresi model 1
Variabel Dependen : Change in Net Debt (DDit) Metode : Panel EGLS (Fixed Effect Model) Total Observasi (Balanced Panel) : 245
Variabel Independen Koefisien Prob. t-Statistic
DEFit 0,172470 0,0000***
Adjusted R² 0,320364
Prob (F-Statistic) 0,000000
* tingkat signifikansi 10% ** tingkat signifikansi 5% *** tingkat signifikansi 1%
Sumber : Hasil Olahan Peneliti melalui software Eviews 6, 2014
Dapat dilihat bahwa variabel defisit mempunyai koefisien sebesar 0,172470 dengan
tingkat signifikansi 1%, yang artinya sebanyak 17% defisit perusahaan publik di Indonesia
periode 2008-2012 didanai dengan hutang. Peningkatan financing deficit akan diikuti oleh
peningkatan hutang perusahaan. Pendanaan internal yang tidak cukup untuk membayar
dividend, investment, dan operasional perusahaan sehari-hari menyebabkan perusahaan
membutuhkan hutang sebagai pendanaan eksternal untuk menutupi defisit nya. Hasil
tersebut sesuai dengan penelitian Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007) bahwa terdapat
hubungan positif dan signifikan sebesar 24,3% antara financing deficit dan perubahan
hutang. Hasil ini juga didukung oleh temuan Shyam-Sunder dan Myers (1999) yang
mengestimasi 75% pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang. Jika
dibandingkan dengan dua penelitian tersebut, hasil koefisien variabel deficit pada
penelitian ini lebih mendekati dengan temuannya Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007).
Menurut Dainamaya (2005) terdapat beberapa alasan perusahaan menggunakan
hutang untuk mendanai defisit perusahaan. Pertama, perusahaan mempunyai akses yang
lebih mudah untuk memperoleh pendanaan dengan hutang. Prosedur untuk memperoleh
persetujuan hutang tampaknya lebih cepat dan tidak membutuhkan waktu yang lama.
Apabila perusahaan tidak dapat menghasilkan dana yang cukup secara internal untuk
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
13
mendanai operasi perusahaannya, perusahaan cenderung memilih hutang. Kedua, ketika
kas perusahaan tidak cukup dan perusahaan mempunyai investasi yang menguntungkan,
perusahaan akan menggunakan hutang karena investor tidak ingin membagi
keuntungannya dengan pemegang saham yang baru.
4.2 Analisis Pengaruh Financing Deficit dan Misvaluasi terhadap Perubahan Hutang
Dibawah ini adalah ringkasan hasil regresi model kedua dengan Fixed Effect Model
yang sudah menggunakan Generalized Least Square (GLS) dalam estimasinya :
Tabel 4.2 Ringkasan hasil regresi model 2
Variabel Dependen : Change in Net Debt (DDit) Metode : Panel EGLS (Fixed Effect Model) Total Observasi (Balanced Panel) : 245
Variabel Independen Koefisien Prob. t-Statistic
DEFit 0,167556 0,0000***
DEFitxVPit 0,003876 0,7548
Adjusted R² 0,319636
Prob (F-Statistic) 0,000000
* tingkat signifikansi 10% ** tingkat signifikansi 5% *** tingkat signifikansi 1%
Sumber : Hasil Olahan Peneliti melalui software Eviews 6, 2014
Peneliti meregresi perubahan hutang dengan variabel kedua, yaitu interaksi antara
financing deficit dan misvaluasi (DEFitxVPit). Koefisien pada variabel ini adalah positif
sebesar 0,003876. Namun hasilnya tidak sesuai dengan temuan Elliot, Koeter-Kant, dan
Warr (2007) karena probabilitas t-Statistic sebesar 0,7548 menunjukkan bahwa variabel
ini tidak signifikan. Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007) mengatakan apabila koefisien
dari variabel DEFitxVPit secara statistik tidak berbeda dari nol, maka tidak terbukti
adanya market timing. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa perusahaan publik di
Indonesia selama periode 2008-2012 terbukti tidak menerapkan market timing.
Untuk memperkuat hasil regresi model 2, peneliti menambahkan tangibility of asset,
capital expenditures, sales, dan profitability sebagai variabel control. Setiap variabel
control diinteraksikan dengan variabel financing deficit dalam rangka mengetahui
kontribusi masing-masing variabel tersebut terhadap koefisien defisit. Hasilnya dapat
dilihat pada tabel dibawah ini :
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
14
Tabel 4.3 Ringkasan hasil regresi model 2 + variabel control
Variabel Dependen : Change in Net Debt (DDit) Metode : Panel EGLS (Common Effect Model) Total Observasi (Balanced Panel) : 245
Variabel Independen Koefisien Prob. t-Statistic
DEFit 0,034021 0,0158**
DEFitxVPit 0,003371 0,3559
DTitxDEFit 0,437947 0,0295**
DCitxDEFit 0,395554 0,0242**
DLnSitxDEFit 0,029175 0,4899
DPitxDEFit -0,247215 0,0368***
Adjusted R² 0,142351
Prob (F-Statistic) 0,011946
* tingkat signifikansi 10% ** tingkat signifikansi 5% *** tingkat signifikansi 1%
Sumber : Hasil Olahan Peneliti melalui software Eviews 6, 2014
Peneliti menemukan hubungan yang positif dan signifikan antara perubahan tangibility
of asset dan perubahan capital expenditures terhadap perubahan hutang. Peningkatan pada
tangible asset dan capital expenditures akan diikuti oleh peningkatan pada perubahan
hutang. Hal tersebut mengindikasikan bahwa perusahaan publik di Indonesia yang
memiliki lebih banyak tangible asset dan capital expenditures akan lebih banyak
menggunakan hutang untuk mendanai defisit nya. Sesuai dengan temuan Elliot, Koeter-
Kant, dan Warr (2007), perusahaan cenderung mendanai aset tetap nya dengan hutang.
Peningkatan pada penjualan mempunyai pengaruh positif terhadap perubahan hutang.
Namun jika dilihat dari tingkat signifikansi nya pada tabel 4.3, variabel ini tidak signifikan
terhadap perubahan hutang karena probabilitasnya sebesar 0,4899. Selanjutnya, perubahan
profitabilitas mempunyai pengaruh negatif terhadap perubahan hutang. Peningkatan profit
perusahaan mungkin saja menyebabkan proporsi pendanaan perusahaan dengan hutang
menurun. Hal tersebut disebabkan perusahaan memiliki retained earning yang lebih besar,
sehingga mengurangi kebutuhan perusahaan untuk menggunakan hutang sebagai sumber
pendanaan eskternal. Terakhir, dapat dilihat koefisien interaksi antara financing deficit
dan misvaluasi adalah sebesar 0,003371. Hasilnya tidak jauh berbeda jika dibandingkan
dengan koefisien pada model 2 di tabel 4.2 (0,003876), membuktikan bahwa pengukuran
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
15
misvaluasi bukanlah proxy untuk faktor struktur modal lainnya. Namun hasilnya tetap
tidak signifikan karena variabel ini memiliki nilai probabilitas t-Statistic sebesar 0,3559.
Oleh karena itu, perusahaan publik di Indonesia selama periode 2008-2012 terbukti tidak
menerapkan market timing.
4.3 Analisis Pengaruh Financing Deficit terhadap Perubahan Hutang pada Kondisi
Overvalued
Variabel OVERit pada tabel 4.4 merupakan hasil perhitungan dari variabel
[DEFitxVPit-DEFit]xOVER pada model 3. Karena peneliti harus memasukkan variabel
tersebut ke dalam software eviews 6, maka peneliti menyederhanakan nama variabelnya
menjadi OVERit. Dibawah ini adalah ringkasan hasil regresi model kedua dengan Fixed
Effect Model yang sudah menggunakan Generalized Least Square dalam estimasinya.
Tabel 4.4 Hasil regresi model 3
Variabel Dependen : Change in Net Debt (DDit) Metode : Panel EGLS (Fixed Effect Model) Total Observasi (Balanced Panel) : 245 Variable Independen Koefisien Prob. t-Statistic
DEFit 0,163977 0,0004
DEFitxVPit 0,005830 0,8672
OVERit -0,102981 0,1025
Adjusted R² 0,306462
Prob (F-Statistic) 0,000000
* tingkat signifikansi 10% ** tingkat signifikansi 5% *** tingkat signifikansi 1% Sumber : Hasil Olahan Peneliti melalui software Eviews 6, 2014
Kali ini peneliti ingin mengobservasi perbedaan slope koefisien defisit tergantung
apakah kondisi perusahaan overvalued atau undervalued. Perusahaan yang overvalued
(VP < 1) digambarkan dengan OVER = 1, sedangkan undervalued (VP >1) digambarkan
dengan OVER = 0. Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007) mengatakan untuk perusahaan
yang undervalued koefisien defisit nya adalah DEFit, dan koefisien untuk variabel
interaksi defisit dan misvaluasi adalah DEFitxVPit. Sedangkan untuk perusahaan yang
overvalued koefisien defisit nya adalah koefisien DEFit dikurangi dengan koefisien
OVERit (DEFit - OVERit), dan koefisien untuk variabel interaksi defisit dan misvaluasi
adalah koefisien DEFitxVPit ditambah dengan koefisien OVERit (DEFitxVPit +
OVERit).
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
16
Dari tabel 4.4 dapat dilihat koefisien defisit untuk perusahaan yang undervalued
adalah sebesar 0,163977, sementara koefisien defisit untuk perusahaan yang overvalued
adalah sebesar 0,266958 [0,163977 - (-‐0,102981)]. Koefisien defisit pada perusahaan
overvalued lebih tinggi dibandingkan dengan koefisien defisit perusahaan undervalued.
Pengaruh financing deficit pada perubahan hutang lebih tinggi dibawah kondisi
overvalued daripada undervalued equity. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
cenderung meningkatkan hutang untuk mendanai defisit nya pada kondisi overvalued.
Hasilnya tidak sesuai dengan Market Timing Theory karena apabila perusahaan mengikuti
Market Timing Theory, koefisien defisit perusahaan yang overvalued harus lebih rendah
dibandingkan dengan perusahaan yang undervalued. Perusahaan yang overvalued
cenderung menerbitkan saham dan perusahaan yang undervalued cenderung
menggunakan hutang untuk mendanai defisit nya (Elliot, Koeter-Kant, dan Warr, 2007).
Adanya valuasi perusahaan menunjukkan bahwa pasar modal di Indonesia tidak
efisien. Overvalued equity terjadi ketika harga pasar saham perusahaan lebih tinggi
daripada nilai intrinsik perusahaan. Untuk mengukur misvaluasi (overvalued atau
undervalued), peneliti menggunakan P/E Ratio sebagai indikator dalam mencari nilai
intrinsik perusahaan. P/E Ratio mengindikasikan bahwa manajer dapat
mempertimbangkan prospek perusahaan di masa yang akan datang dalam menanggapi
financing deficit. Ketidakpastian akan prospek perusahaan di masa depan dapat menjadi
pertimbangan bagi manajer untuk menggunakan ekuitas atau hutang sebagai metode
pendanaan perusahaan dalam mendanai defisit nya. Walaupun pasar modal tidak efisien,
tampaknya manajer perusahaan memang tidak mempertimbangkan valuasi perusahaan
dalam rangka mendanai defisit nya. Lebih lanjut lagi, ketika perusahaan overvalued,
perusahaan publik di Indonesia periode 2008-2012 cenderung meningkatkan hutang
daripada menerbitkan ekuitas untuk mendanai defisit nya.
Menurut Dainamaya (2005) terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan lebih
memilih hutang daripada ekuitas untuk mendanai defisit nya pada kondisi overvalued.
Pertama, debt-holder hanya diwajibkan untuk melakukan pembayaran hutang pokok
ditambah bunga pinjaman, dan tidak memiliki klaim langsung terhadap keuntungan bisnis
perusahaan di masa yang akan datang. Apabila perusahaan overvalued, stockholder akan
memperoleh keuntungan yang lebih besar jika mereka bisa menjual saham kepada
investor. Selain itu stockholder juga harus membagi keuntungannya dengan stockholder
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
17
yang baru. Dengan menerbitkan hutang, stockholder dapat mengindari keharusan untuk
membagi keuntungannya dengan stockholder yang baru.
Kedua, karena debt-holder tidak menuntut ekuitas dalam bisnisnya, hutang tidak
mempengaruhi kepemilikan pemegang saham dalam perusahaan. Terlihat bahwa
stockholder yang lama pada perusahaan tidak ingin kehilangan daya tawar mereka.
Karena pada kenyataannya, perusahaan mempunyai peluang untuk tumbuh lebih besar
ketika perusahaan overvalued. Penerbitan ekuitas akan menyebabkan daya tawar
stockholder yang lama berkurang karena mereka harus membagi kekuatan tersebut dengan
stockholder yang baru. Ketiga, bunga pinjaman dalam hutang dapat dikurangi dengan
pengembalian pajak perusahaan. Perusahaan akan memperoleh pengurangan pada biaya
hutang dari jumlah biaya hutang yang sebenarnya.
Dari penjelasan diatas, tampaknya perusahaan publik di Indonesia cenderung
mengabaikan Market Timing Theory. Misvaluasi baik overvalued atau undervalued tidak
digunakan perusahaan sebagai informasi dalam menentukan metode pendanaan financing
deficit. Dapat dikatakan bahwa pengumuman saham yang ditawarkan oleh perusahaan
yang tergolong mature, yang mempunyai alternatif financing deficit sebagai sinyal
manajemen untuk prospek perusahaan tidaklah menguntungkan. Karena pada
kenyataannya, perusahaan publik di Indonesia lebih memilih untuk menggunakan hutang
daripada ekuitas dalam mendanai defisit nya.
Berdasarkan hasil penelitian yang digambarkan pada tabel 4.14 diatas, koefisien
OVERit tidaklah signifikan -0,103. Hal ini mengindikasikan bahwa valuasi tidak
mempunyai pengaruh penting terhadap proporsi penggunaan hutang untuk mendanai
defisit nya. Perusahaan publik di Indonesia cenderung mengabaikan Market Timing
Theory. Ketika overvalued terjadi, perusahaan tidak mempertimbangkan tentang
misvaluasi, justru cenderung menggunakan hutang sebagai pendanaan defisit nya. Hasil
ini tidak sesuai dengan penelitian Elliot, Koeter-Kant, dan Warr (2007) yang menemukan
bahwa ketika perusahaan overvalued, perusahaan akan cenderung menerbitkan saham
untuk mendanai defisit nya. Namun hasil penelitian ini membuktikan temuan Dainamaya
(2005), bahwa perusahaan publik di Indonesia khususnya perusahaan manufaktur memang
tidak sesuai dengan Market Timing Theory. Financing deficit perusahaan mempunyai
pengaruh positif terhadap perubahan hutang, dan pengaruhnya tersebut lebih tinggi pada
saat perusahaan overvalued.
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
18
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
Penelitian ini mencoba untuk melihat pengaruh financing deficit dan misvaluasi
terhadap metode pendanaan perusahaan di Indonesia. Berdasarkan hasil regresi dan
analisisnya, kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Financing deficit perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2008-2012 mempunyai pengaruh postif dan signifikan terhadap perubahan hutang.
Terdapat dua alasan perusahaan menggunakan hutang untuk mendanai defisit nya.
Pertama, perusahaan mempunyai akses yang lebih mudah untuk memperoleh
pendanaan dengan hutang. Kedua, perusahaan akan menggunakan hutang karena
investor tidak ingin membagi keuntungannya dengan pemegang saham yang baru.
2. Pengaruh financing deficit dan misvaluasi terhadap perubahan hutang positif, namun
tidak signifikan. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa perusahaan publik di
Indonesia selama periode 2008-2012 terbukti tidak menerapkan market timing.
3. Pengaruh financing deficit terhadap perubahan hutang positif, dan pengaruhnya
tersebut lebih tinggi pada kondisi overvalued. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan
publik di Indonesia periode 2008-2012 lebih memilih menggunakan hutang daripada
ekuitas ketika perusahaan overvalued. Hasil ini tidak sesuai dengan Market Timing
Theory, karena perusahaan cenderung akan menggunakan hutang ketika overvalued
dan menerbitkan ekuitas ketika undervalued. Akan tetapi, hasil ini menguatkan
penelitian terdahlu yang membuktikan bahwa perusahaan publik di Indonesia memang
tidak menerapkan market timing. Dalam hal ini perusahaan mengabaikan misvaluasi
(overvalued dan undervalued) dalam memilih metode untuk mendanai financing
deficit.
5.2 Saran
Penelitian ini terbuka untuk penelitian selanjutnya, dan beberapa saran yang dapat
direkomendasikan adalah sebagai berikut :
1. Akademisi
Pertama, penelitian ini menggunakan P/E Ratio untuk mengukur nilai intrinsik
perusahaan sebagai proksi misvaluasi. Apabila memungkinkan, untuk penelitian
selanjutnya dapat dicoba menggunakan metode lain yang lebih mewakili market
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
19
timing, seperti hot-cold market. Kedua, agar dalam pemilihan sampel penelitian,
perusahaan berasal dari satu sektor saja. Hal ini berguna supaya dapat diketahui
karakteristik dari sektor tersebut dan dapat dibandingkan dengan karakteristik sektor
lain yang sesuai dengan topik penelitian ini. Ketiga, untuk meneliti perilaku financing
di Indonesia, apabila memungkinkan penelitian selanjutnya dapat menggunakan data
primer. Tujuannya adalah untuk mengetahui peran manajer dalam memilih metode
untuk mendanai defisit.
2. Perusahaan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa manajer keuangan perusahaan di
Indonesia harus memberi perhatian lebih kepada valuasi perusahaan dalam
menentukan metode pendanaan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu bahan
pertimbangan ketika perusahaan memutuskan untuk menerbitkan saham dalam kondisi
defisit.
3. Investor
Dengan adanya informasi mengenai misvaluasi (overvalued atau undervalued),
investor dapat melihat kondisi pasar saham saat ini guna mengambil keputusan apakah
lebih baik menjual, mempertahankan, atau membeli saham.
4. Kreditor
Bagi kreditor, penelitian ini diharapkan dapat membuat pihak kreditor fokus
pada kondisi perusahaan (defisit atau surplus), sehingga kreditor mengetahui kapasitas
perusahaan dalam menggunakan hutang. Selain itu, dengan mengetahui kondisi
perusahaan kreditor dapat merasa lebih aman bahwa pihak perusahaan dapat melunasi
hutangnya.
Kepustakaan
Buku :
Bodie, ZVI., A. Kane., A. J. Marcus., 2008. Essentials of Investments 7th Edition.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc
Brigham, Eugene F., Louise C. Gapenski., 2000. Financial Management Theory
&Practice Sixth Edition. The Dryden Press
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014
20
Brigham, Eugene F., Joel F. Houston., 2001.Manajemen Keuangan edisi
kedelapan. Jakarta: Erlangga
Gitman, Lawrence J., 2000. Principles of Managerial Finance, seventeenth
edition. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company
Gitman, Lawrence J., 2003. Principles of Managerial Finance, seventeenth
edition. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company
Gitman, Lawrence J., 2006. Principles of Managerial Finance, seventeenth
edition. Massachusetts: Addison-Wesley Publishing Company
Ross, Stephen A., R. W. Westerfield., J. Jaffe., 2010. Corporate Finance 9th
Edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc
Weston, J. Fred., Brigham F. Eugene., 1993. Essential of Managerial Finance
Tenth Edition. USA: The Dryden Press
Weston, J. Fred., Thomas E. Copeland., 1992. Managerial Finance Ninth Edition.
USA: The Dryden Press
Jurnal dan Tesis :
Baker, M., J. Wurgler., 2002. Market Timing and Capital Structure. Journal of
Finance 57, 1-32
Dainamaya, Dewi., 2005. The Impact of Misvaluation on the Firm’s Method of
Funding Financing Deficit. Fakultas Ekonomi Manajemen, Universitas
Gajah Mada, Yogyakarta
Elliot, W. B., J. Koeter-Kant., R. S. Warr., 2007. A Valuation-based Test of
Market Timing. Journal of Corporate Finance 13, 112-128
Huang, R., J. R. Ritter., 2005. Testing the Market Timing Theory of Capital
Structure. University of Florida Working Paper
Saad, Melyanne D. Permata., H. Siagian., 2011. Sentimen Investor, Kendala
Keuangan, dan Equity Market Timing. Finance and Banking Journal,
Vol 13 No. 1, 2011
Pengaruh financing…, Dian Hanasari Devie, FISIP UI, 2014