PENGARUH EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP .../Pengaruh... · 0,05 ) antara ekstrak lidah...
Transcript of PENGARUH EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP .../Pengaruh... · 0,05 ) antara ekstrak lidah...
i
PENGARUH EKSTRAK LIDAH BUAYA (Aloe vera) TERHADAP
PERTUMBUHAN Pseudomonas aeruginosa PADA PASIEN
OSTEOMIELITIS BANGSAL CEMPAKA RUMAH SAKIT ORTOPEDI
PROF. DR. R. SOEHARSO SURAKARTA INVITRO
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
LILIS SITI ASIYANI
G 0005127
Isabela Ariane
G.0005117
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul : Pengaruh Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera ) Terhadap
Pertumbuhan Pseudomonas aeroginosa pada Pasien Osteomyelitis Bangsal
Cempaka Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Invitro
Isabela Ariane, NIM : G0005117, Tahun : 2009
Telah diuji dan sudah disahkan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada Hari kamis, Tanggal 19 februari 2009
Pembimbing Utama Nama : Agus Priyono, dr., SpOT. NIP : 130 543 975 (…………………………..) Pembimbing Pendamping Nama : Maryani, dr., Msi.. NIP : 132 162 021 (…………………………..) Penguji Utama Nama : M. Titiek Marminah, Dra., Apt., SU. NIP : 130 786 877 (…………………………..) Anggota Penguji Nama : J. Priyambodo, Prof.,Dr.,dr., MS., SpMK. NIP : 130 543 992 (…………………………..) Pembumbung Pakar Nama : Anung B. Satriadi, dr., SpOT. NIP : 130 543 992 (………………………......)
Surakarta,……………………..
Ketua Tim Skripsi
Sri Wahyono, dr., M. Kes. NIP. 030 134 646
Dekan FK UNS
Prof. Dr. A. A. Subiyanto, dr., MS. NIP. 030 134 565
iii
PERNYATAAN
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Surakarta, 19 Februari 2009
Isabela Ariane NIM. G0005117
iv
ABSTRAK
ISABELA ARIANE, G0005117, 2009. Pengaruh Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa Pada Pasien Osteomielitis Bangsal Cempaka Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Invitro. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Lidah buaya (Aloe vera) mengandung antrakuinon terutama aloin (5-9%) dan saponin yang diduga mempunyai efek antibakteri sehingga mampu menghambat pertumbuhan bakteri. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa penyebab osteomielitis rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta invitro.
Penelitian ini bersifat analitik eksperimental dengan teknik kuota sampling yang terdiri dari sepuluh sampel yang berasal dari isolat pus pasien osteomielitis bangsal Cempaka rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta. Subyek penelitian Pseudomonas aeruginosa berumur 24 jam pada media PSA dan distandarisasi dengan Mc Farland 0,5, kemudian dioleskan pada agar Muller Hinton menggunakan kapas lidi steril. Penelitian ini menggunakan metode difusi. Aquades sebagai kontrol negatif, disk antibiotik imipenem 10 mg sebagai kontrol positif, beserta ekstrak lidah buaya (Aloe vera) konsentrasi 50%, 75%, dan 100% diteteskan diatas sumuran yang dibuat pada agar Muller Hinton. Di inkubasi selama 18-24 jam, kemudian zona hambatan pertumbuhan yang terbentuk diukur. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji oneway Anova.
Hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan rata hitung zona hambatan yang bermakna ( p < 0,05 ) antara; (1) ekstrak lidah buaya 50% dengan imipenem, ekstrak lidah buaya 100%, dan aquades, (2) ekstrak lidah buaya 75% dengan imipenem dan aquades, (3) ekstrak lidah buaya 100% dengan imipenem dan aquades, (4) imipenem dengan aquades. Tetapi tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p > 0,05 ) antara ekstrak lidah buaya 75% dengan ekstrak lidah buaya 50% dan 100%.
Kesimpulan yang didapat adalah ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terbukti mampu menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa secara invitro (p< 0,05 ). Terjadi peningkatan efek antibakteri pada peningkatan konsentrasi ekstrak lidah buaya 50% menjadi 100%, namun efek antibakteri.ekstrak lidah buaya konsentrasi 50%, 75%, dan 100% lebih lemah dibanding imipenem.
Kata kunci : Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) – Antibakteri – Pseudomonas aeruginosa
v
ABSTRACT
ISABELA ARIANE, G0005117, 2009. The Influence Of Aloe Extract (Aloe vera) To Pseudomonas aeruginosa Growth In Osteomyelitis Patient At Cempaka Barn Of The Prof. Dr. R. Soeharso Orthopaedic Hospital Surakarta Invitro. Faculty Of Medicine, Sebelas March University, Surakarta.
Aloe Extract contains many anthraquinones especially aloin (5-9%) and saponin which are considered have an antibacterial effect so that can inhibit bacterial growth. The aim of the research is to know the influence of aloe extract (Aloe vera) to Pseudomonas aeruginosa growth in osteomyelitis patient at Cempaka barn of the Prof. Dr. R. Soeharso orthopaedic hospital Surakarta invitro.
This experimental analytic research uses a quota sampling technique which is consist of 10 samples from pus isolates of osteomyelitis patient at Cempaka barn of the Prof. Dr. R. Soeharso orthopaedic hospital Surakarta. The research subject is Pseudomonas aeruginosa which has been grown on Pseudomonas Selective Agar for 24 hours and standardized by 0,5 Mc Farland standard then spreaded by a sterile cotton bud on Muller Hinton medium. This experimental uses diffusion methode. The aquadest (the negative control), the 10 mg imipenem antibiotic disk (the positive control), the 50%, 75%, and 100% concentrations of aloe extract are droped into the hole in the Muller Hinton medium. It is incubated for 24 hours, then the inhibiting zone is measured. The collected datas are analized by oneway Anova test.
The result of the research shows the significant difference of mean inhibitory zone diameter (p < 0,05) between; (1) aloe extract of 50% concentration to imipenem, aloe extract of 100% concentration, and aquadest, (2) aloe extract of 75% concentration to imipenem and aquadest, (3) aloe extract of 100% concentration to imipenem and aquadest, (4) imipenem to aquadest. There is no significancy (p > 0,05 ) between aloe extract of 50% concentration to 75% and 100% of concentration.
The conclusion is aloe extract has been proven can inhibit Pseudomonas aeruginosa growth invitro (p < 0,05). The increasing of aloe extract concentration 50 % to 100% can increase the antibacterial effect, but the antibacterial effect of all aloe extract concentrations are weaker than imipenem.
Keyword : Aloe extract (Aloe vera) – antibacterial - Pseudomonas aeruginosa
vi
PRAKATA
Penulis mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan kasih sayangNya sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi berjudul “Pengaruh Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera ) Terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada Pasien Osteomielitis Bangsal Cempaka Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Invitro”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Univesitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa bantuan, dukungan dan do’a berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. A.A. Subiyanto, Prof., Dr., dr., MS. selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
2. Sri wahyono, dr., M.Kes. selaku Ketua Tim Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
3. Kepala Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.yang telah membantu pelaksanaan skripsi ini
4. Agus Priyono, dr., SpOT. selaku Pembimbing Utama yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi kepada penulis.
5. Maryani, dr., MSi. Pembimbing Pendamping yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan motivasi kepada penulis.
6. M. Titiek Marminah, Dra., Apt., SU. selaku Penguji Utama yang telah memberikan petunjuk, bantuan dan sarannya.
7. Prof. J. Priyambodo, Dr., dr., MS., SpMK. selaku selaku Penguji Pendamping yang telah memberikan petunjuk, bantuan dan sarannya.
8. Anung B. Satriadi, dr., SpOT. Selaku Co-Author dari Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta
9. Tim Etik Penelitian Kesehatan Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta
10. Staff dan laboran Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
11. Bapak, Ibu, mas Bimo & mba Pipin, dan Geta tercinta yang senantiasa memberikan doa, cinta, kasih sayang, serta Motivasi.
12. Laurent, Kiki, Nia, kelompok PBL C3 05 FK UNS, teman-teman angkatan 05 FK UNS, dan teman kos MP47 terima kasih atas bantuannya.
Peneliti menyadari akan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, oleh
karena itu kritik dan saran yang bersifat konstruktif sangat peneliti harapkan. Akhirnya peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.
Surakarta, 20 Januari 2009
Isabela Ariane
vii
DAFTAR ISI
PRAKATA ………………………………………………………………………….. vi
DAFTAR ISI………………………………………………………………………… vii
DAFTAR TABEL…………………………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………... xii
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………………... xiii
BAB I . PENDAHULUAN……………………………………………………... 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………. 1
B. Perumusan Masalah……………………………………………........ 3
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………… 3
D. Manfaat Penelitian………………………………………………….. 3
BAB II . LANDASAN TEORI…………………………………………………... 5
A. Tinjauan Pustaka……………………………………………………. 5
1. Lidah Buaya (Aloe vera)…………………………………………. 5
2. Ekstraksi..................................................................................... 10
3. Osteomielitis........................................................................... 11
4. Pseudomonas aeruginosa.......................................................... 13
5. Obat Anti Mikroba.................................................................... 17
viii
B. Kerangka Pemikiran………………………………………………... 21
C. Hipotesis……………………………………………………………. 22
BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………………... 23
A. Jenis Penelitian……………………………………………………... 23
B. Subyek Penelitian…………………………………………………... 23
C. Lokasi Penelitian…………………………………………………… 23
D. Teknik Pengambilan Sampel……………………………………….. 24
E. Identifikasi Variabel………………………………………………... 24
F. Definisi Operasional Variabel……………………………………… 24
G. Prosedur Penelitian…………………………………………………. 26
H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian………………………………… 27
I. Cara Kerja…………………………………………………………... 28
J. Teknik Analisis Data……………………………………………….. 30
BAB IV. HASIL PENELITIAN………………………………………………… 32
BAB V. PEMBAHASAN……………………………………………………….. 43
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN……………………………………………. 53
A. Simpulan……………………………………………………………. 53
ix
B. Saran………………………………………………………………... 54
1. Rumah Sakit……………………………………………………. 54
2. Peneliti…………………………………………………………. 54
3. Departemen Kesehatan………………………………………… 55
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….. 56
LAMPIRAN…………………………………………………………………………. 60
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Sebaran responden menurut umur responden………………………… 32
Tabel 2. Sebaran responden menurut jenis kelamin…………………… 33
Tabel 3. Sebaran menurut riwayat osteomielitis yang diderita responden 33
Tabel 4. Data sekunder diagnosa awal ( pasien datang ke RSO Prof. Dr.
Soeharso Surakarta)……………………………………………..
34
Tabel 5. Data sebaran responden berdasarkan lokasi infeksi
(osteomielitis) (data sekunder)…………………………………..
34
Tabel 6. Hasil identifikasi Pseudomonas aeruginosa pada seluruh
spesimen pus responden................................................................
35
Tabel 7. Sebaran Pseudomonas aeruginosa menurut riwayat
osteomielitis yang di derita responden..........................................
35
Tabel 8. Hasil pengukuran diameter zona hambatan beberapa antibiotik
terhadap pertumbuhan bakteri pseudomonas aeruginosa pada
osteomielitis pada masimg-masing kelompok..............................
36
Tabel 9. Hasil pengukuran diameter zona hambatan ekstrak lidah buaya (Aloe
vera) terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada
osteomielitis pada masing-amsing kelompok…………………………
37
Tabel 10. Hasil uji statistik dengan uji oneway Anova……………………………… 40
xi
Tabel 11. Hasil uji post hoc test berupa perbandingan multipel diameter zona
hambatan berbagai macam perlakuan terhadap pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa…………………………………………………...
41
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Rumah Sakit
Ortopedi Prof. Dr. Soeharso Surakarta
Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian di Laboratorium
Mikrobiologi
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Pembuatan Ekstrak Lidah
Buaya (Aloe Vera) di Laboratorium Galenika B2P2TO2T
Tawangmangu
Lampiran 4. Informed Consern
Lampiran 5. Data identitas responden
Lampiran 6. Uji Normalitas
Lampiran 7. Uji Homogenitas
Lampiran 8 Uji Anova Dan Post Hoc Test
Lampiran 9. Tabel F Untuk Uji Anova
Lampiran 10. Tabel sensitivitas disk antibiotik (mm)
Lampiran 11. Bahan dan Cara Kerja Ekstraksi Perkolasi
Lampiran 12. Perincian Bahan Pembuatan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera)
Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Grafik Batang Rata-Rata Diameter Zona Hambatan (mm) Pada
Masing-Masing Kelompok Perlakuan...........................................39
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Osteomielitis atau inflamasi pada tulang, umumnya disebabkan oleh
infeksi bakteri (Kalyoussef, 2006). Organisme atau mikroba yang sering
ditemukan pada osteomielitis (biasanya campuran berbagai jenis bakteri)
antara lain Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Streptococcus pyogens,
Proteus sp., dan Pseudomonas sp. (Apley, 1993). Saat ini penanganan
osteomielitis masih merupakan masalah dalam bidang ortopedi, karena
seringkali antibiotika yang diberikan secara oral maupun parenteral tidak
dapat mencapai lokasi infeksi dengan baik (Lubis, 2005). Berdasarkan hasil
pemeriksaan pus / jaringan nekrotik dari pasien osteomielitis di laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta pada
periode April-Juli 2008 didapatkan sedikitnya sepuluh dari enam belas
spesimen pus / jaringan nekrotik dari pasien osteomielitis yang diperiksa
positif mengandung Pseudomonas aeruginosa.
Pseudomonas aeruginosa merupakan penyebab infeksi nosokomial,
(Qarah, 2005). Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu organisme
penyebab osteomielitis (Apley, 1993). Pseudomonas aeruginosa meningkat
secara klinik karena resisten terhadap berbagai antimikroba dan memiliki
kemampuan untuk mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance (MDR)
yang tinggi, termasuk pada penisilin dan sefalosporin generasi pertama dan
2
kedua, tetrasiklin, kloramfenikol, dan makrolid (Rosana, 2007). Infeksi yang
disebabkan oleh bakteri resisten dikaitkan dengan angka perawatan rumah
sakit yang lebih tinggi, masa perawatan rumah sakit yang lebih lama, serta
tingkat kesakitan dan kematian yang lebih tinggi (Sastroasmoro, 2005).
Sehingga akhir-akhir ini, penggunaan dan pencarian obat dari sumber tanaman
sebagai sumber obat alternatif meningkat tajam (Cowan, 1999).
Lidah buaya telah lama dijuluki sebagai medical plant (tanaman obat)
atau master healing plant (tanaman penyembuh utama) (Astawan, 2006).
Penelitian dr. Bill Wolfe pada tahun 1969 membuktikan bahwa lidah buaya
sangat efektif membunuh bakteri penyebab infeksi. Ekstrak lidah buaya (Aloe
vera) mempunyai berbagai aktifitas antibakteri antara lain terhadap
Staphylococcus aureus, Klebsilla pneumonia, Pseudomonas aeruginosa,
Mycobacterium tuberculosis (Furnawanthi, 2007).
Lidah buaya mengandung komplek antrakuinon antara lain aloe
emodin, aloin, barbaloin yang berfungsi sebagai senyawa antibakteri. Selain
itu terkandung juga zat saponin yang bersifat antiseptik (Furnawanthi, 2007).
Senyawa kuinon dapat menyebabkan protein bakteri menjadi inaktif dan
kehilangan fungsinya. (Cowan, 1999). Sedang saponin dapat melarutkan lipid
pada membran sel bakteri (lipoprotein), akibatnya dapat menurunkan tegangan
permukaan lipid, permeabilitas sel berubah, fungsi sel bakteri menjadi tidak
normal, dan sel bakteri lisis dan mati (Voight, 1994, Brooks, 2007).
Sehubungan dengan adanya indikasi ekstrak lidah buaya mempunyai daya
antibakteri, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh antibakteri
3
lidah buaya tersebut terhadap pertumbuhan kuman Pseudomonas aeruginosa
penyebab osteomielitis secara invitro.
B. Rumusan Masalah
Adakah pengaruh ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terhadap
pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa bangsal Cempaka rumah sakit
ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta secara invitro?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui apakah ekstrak lidah buaya mampu menghambat
pertumbuhan kuman Pseudomonas aeruginosa pada pasien osteomielitis
bangsal Cempaka rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta
secara invitro.
2. Untuk mengetahui kekuatan hambatan dari ekstrak lidah buaya terhadap
Pseudomonas aeruginosa pada pasien osteomielitis bangsal Cempaka
rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta secara invitro yang
dilihat dari zona hambatan pertumbuhan kuman yang terbentuk pada
media yang digunakan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritik
a. Menambah pengetahuan dalam bidang fitofarmasi
4
b. Dapat memberikan informasi ilmiah mengenai daya hambat lidah
buaya (Aloe vera) terhadap Pseudomonas aeruginosa pada pasien
osteomielitis bangsal Cempaka rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta secara invitro
2. Manfaat Aplikatif
a. Diharapkan dapat dipakai sebagai acuan terhadap pengembangan
penelitian obat alami sebagai alternatif dalam pengobatan penyakit
infeksi khususnya osteomielitis.
b. Memberikan informasi ilmiah kepada masyarakat tentang khasiat lidah
buaya khususnya terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa
pada osteomielitis.
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Lidah Buaya (Aloe vera)
a. Klasifikasi
Devisi : Spermatophyta (Tumbuhan Biji)
Kelas : Angiospermae (Tumbuhan Berbiji Tertutup)
Sub kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Liliflorae (Liliales)
Famili : Liliaceae
Genus : Aloe
Spesies : Aloe vera (Sudarto, 1997)
b. Nama lokal
Prancis, Portugis, Jerman : Aloe
Inggris : Crocodiles tongues
Malaysia : Jadam
Spanyol : Salvilla
Indonesia : Lidah buaya
Tibet : Jelly Leek
India : mussabbar (Sudarto, 1997)
6
c. Deskripsi tanamam
1) Daun
Seperti halnya tanaman berkeping satu lainnya, daun lidah
buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang. Daunnya
berdaging tebal, tidak bertulang, berwarna hijau keabu-abuan dan
mempunyai lapisan lilin dipermukaan, serta bersifat sekulen, yakni
mengandung air, getah, atau lendir yang mendominasi daun.
Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung).
Didaun lidah buaya muda dan sucker (anak) terdapat bercak
atau totol berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan
hilang saat lidah buaya dewasa. Namun, tidak demikian halnya
dengan tanaman lidah buaya jenis kecil dan lokal. Hali ini
kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun
berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna
(Furnawanthi, 2007).
2) Batang
Tanaman lidah buaya berbatang pendek. Batangnya tidak
kelihatan karena tertutup oleh daun-daun yang rapat dan sebagian
terbenam dalam tanah. Melalui batang ini akan muncul tunas-tunas
yang selanjutnya menjadi anakan. Lidah buaya yang bertangkai
panjang juga muncul dari batang melalui celah-celah atau ketiak
daun (Sudarto, 1997).
3) Akar
7
Akar tanaman lidah buaya berupa akar serabut yang pendek
dan berada disekitar permukaan tanah. Panjang akar berkisar antara
50-100 cm. Dengan demikian, untuk pertumbuhannya tanaman
menghendaki tanah yang subur dan gembur di bagian atasnya. Hal
ini dicapai dengan lapisan olah sedalam 30 cm (Sudarto, 1997).
4) Bunga
Bunga lidah buaya berwarana kuning atau kemerahan
berupa pipa yang mengumpul, keluar dari ketiak daun. Bunga
berukuran kecil, tersususun dalam rangkaian berbentuk tandan, dan
panjangnya dapat mencapai 1 meter. Bunga biasanya muncul bila
ditanam di pegunungan (Sudarto, 1997).
5) Syarat tumbuh dan ekologi
a) Ketinggian tempat
Lidah buaya ( Aloe vera ) dapat tumbuh mulai dari
daerah dataran rendah sampai daerah pegunungan. Daya
adaptasi tinggi sehingga tempat tunbuhnya menyebar di seluruh
dunia, mulai dari daerah tropika sampai daerah subtropika. Di
dataran tinggi tanaman ini dapat menghasilkan bunga (Sudarto,
1997).
b) Iklim
Tanaman lidah buaya (Aloe vera) tahan terhadap segala
unsur iklim, yaitu suhu, curah hujan, dan sinar matahari.
Tanaman ini juga tahan kekeringan, dapat menyimpan air pada
8
daunnya yang tebal, mulut daunnya tertutup rapat sehingga
dapat mengurangi penguapan pada musim kering. Meskipun
tanaman menghendaki ditanam di tempat terbuka, tetapi dalam
ruangan yang sinar mataharinya kurangpun dapat tumbuh
dengan baik. Oleh karena itu, tanaman terdapat dimana-mana,
mulai dari Eropa, Amerika, Afrika, dan Asia. Di daerah yang
bersuhu antara 28º-32º C tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Kelemahan lidah buaya hanya apabila ditanam di
daerah basah dengan curah hujan tinggi adalah banyaknya
serangan cendawan, terutama Fusarium Sp. Yang menyerang
pangkal daun (Sudarto, 1997).
c) Tanah
Tanah yang dikehendaki lidah buaya ( Aloe vera )
adalah tanah subur, kaya bahan organik, dan gembur. Di
Kalimantan Barat, tanaman tumbuh baik di daerah bertanah
gambut dengan pH yang rendah. PH ideal untuk tanaman lidah
buaya adalah 5,5-6 (Sudarto, 1997).
d. Kandungan kimia dan kegunaan
Komponen yang terkandung dalam lidah buaya sebagian besar
adalah air yang mencapai 99,5% dengan total padatan terlarut hanya
0,49%, lemak 0,067%, karbohidrat 0,043%, protein 0,038%, vitamin A
4,594 IU, dan vitamin C 3,476 mg (Furnawanthi, 2007).
Lidah buaya mempunyai kandungan zat gizi yang diperlukan
9
tubuh dengan cukup lengkap, yaitu vitamin A, B1, B2, B3, B12, C, E,
kolin, inositol dan asam folat (Astawan, 2006). Zat-zat ini sangat berguna
untuk pertumbuhan tulang, pembentukan dan pergantian jaringan,
pengaturan metabolisme dalam tubuh manusia, dan pengaturan gerak urat
syaraf (Sudarto,1997). Kandungan mineralnya antara lain terdiri dari:
kalsium (Ca), magnesium (Mg), potasium (K), sodium (Na), besi (Fe),
zinc (Zn), dan kromium (Cr). Beberapa unsur vitamin dan mineral tersebut
dapat berfungsi sebagai pembentuk antioksidan alami, seperti vitamin C,
vitamin E, vitamin A, magnesium, dan zinc. Antioksidan ini berguna
untuk mencegah penuaan dini, serangan jantung, dan berbagai penyakit
degeneratif (Astawan, 2006)
Lidah buaya (Aloe vera) dilaporkan mengandung mono dan poli
sakarida, tannin, sterol-sterol, asam-asam organik, enzim, saponin,
vitamin dan mineral (Newall,et all, 1998). Lidah buaya juga mengandung
komplek antrakuinon antara lain aloe emodin, aloin, barbaloin. Zat lain
terkandung di dalam lidah buaya yaitu zat saponin yang mempunyai
kemampuan membersihkan dan bersifat antiseptik (Furnawanthi, 2007).
Sebuah penilitian invitro dalam bidang bioterapi molekuler di
Amerika Serikat yang dilakukan tahun 1991, menemukan manosa yang
terkandung dalam jel lidah buaya, manosa mampu menghambat
pertumbuhan virus HIV 1–30% dan meningkatkan viabilitas sel terinfeksi.
Menurut journal of the Amerika Pediatric Medical Association, lidah
buaya dapat membantu mencegah encok (rematik) dan mengurangi
10
peradangan persendian. Penelitian dr. Bill Wolfe pada tahun 1969
membuktikan bahwa lidah buaya sangat efektif membunuh bakteri
penyebab infeksi. Journal of Alternatif Medicine mempublikasikan
efektifitas lidah buaya untuk mengatasi gangguan percernaan. Kegunaan
lainnya antara lain menurunkan kadar gula darah penderita diabetes,
menghambat sel kanker, serta membantu penyembuhan luka, ambeien dan
radang tenggorokan (Furnawanthi, 2007). Ekstrak lidah buaya (Aloe vera)
mempunyai berbagai aktifitas anti bakteri antara lain terhadap
Staphylococcus aureus, Klebsilla pneumonia, Pseudomonas aeruginosa,
Mycobacterium tuberculosis (Furnawanthi, 2007).
2. Ekstraksi
Ekstraksi adalah penyarian senyawa-senyawa yang terdapat
didalam simplisia tanaman yang menggunakan cairan penyari yang sesuai
dengan kandungan zat dengan cara yang tepat. Prinsip ekstraksi adalah
melarutkan komponen yang berada dalam campuran secara selektif dengan
pelarut yang sesuai. Prinsip kelarutan yaitu polar melarutkan yang polar,
pelarut semipolar melarutkan senyawa semipolar, pelarut nonpolar
melarutkan senyawa nonpolar. Sediaan yang diperoleh dari hasil ekstraksi
dinamakan ekstrak, sedangkan pelarutnya disebut penyari, sedangkan sisa-
sisa yang tidak ikut tersari disebut ampas (Harborne, 1998).
Penggolongan ekstrak berdasarkan sifatnya yaitu :
a. Ekstrak encer
11
Sediaan ini mempunysi konsistensi seperti madu
b. Ekstrak kental
Sediaan ini liat pada kondisi dingin dan tidak dapat dituang,
kemudian kandungan air sekitar 30 %
c. Ekstrak kering
Sedian ini mempunyai konsistensi kering dan mudah di-
gosokkan, kandungan air tidak lebih dari 5 % (Voight, 1994)
Teknik perkolasi yang digunakan dalam pengekstrasian,
menggunakan cairan pengekstraksi yaitu etanol 70%. Senyawa
antrakuinon termasuk kompleks senyawa fenol yang umumnya seringkali
berikatan dengan glukosa sebagai glikosida sehingga mudah larut dalam
etanol dan air karena glikosida mudah larut dalam keduanya. Sedang
saponin mudah terdisosiasi dalam larutan air (Voight, 1994).
3. Osteomielitis
osteomielitis atau inflamasi pada tulang, umumnya disebabkan
oleh infeksi bakteri (Kalyoussef, 2006). Organisme atau mikroba yang
sering ditemukan pada osteomielitis (biasanya campuran berbagai jenis
bakteri) antara lain Staphylococcus aureus, Escherichia coli,
Streptococcus pyogens, Proteus sp., dan Pseudomonas sp.(Apley, 1993).
Secara umum osteomielitis dibagi menjadi dua macam, yaitu
osteomielitis hematogen dan osteomielitis sekunder. Osteomielitis
hematogen adalah suatu infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang
12
disebarkan melalui aliran darah. Osteomielitis hematogen ada 3 macam
yaitu akut, subakut, dan kronis. Jenis kedua adalah osteomielitis sekunder
karena fokus infeksi yang berdekatan. Osteomielitis ini disebabkan oleh
trauma langsung, tindakan pembedahan serta perluasan lansung infeksi
dari jaringan lunak yang berdekatan. Organisme penyebab penyebab
osteomielitis mencapai tulang melalui satu dari tiga rute, yaitu penyebaran
secara hematogen, perluasan lansung dari fokus infeksi di sendi dan
jaringan lunak sekitar, tindakan bedah ortopedi (King, 2006,
Sjamsuhidajat, 2005, Ladd, 2003).
Diagnosis dibuat berdasarkan atas pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Osteomielitis hematogen biasanya bermanifestasi
sebagai suatu penyakit deman sistemik akut, yang disertai dengan gejala
nyeri setempat, perasaan tidak enak, kemerahan, dan pembengkakan. Pada
saat ini kultur darah biasanya memberikan hasil positif (ditemukan
pertumbuhan bakteri). Nekrosis tulang pada pemeriksaan radiologis untuk
tujuh sampai sepuluh hari pertama biasanya tidak cukup memuaskan.
Walaupun penyembuhan spontan dapat terjadi, akan tetapi bila
pengobatannya tidak adekuat, dapat menjadi kronis dengan disertai
destruksi tulang dan penyebaran infeksi (Robbins, 2007).
Gejala dan tanda ostemielitis sekunder berupa demam, nyeri,
pembengkakan dan pengeluaran cairan infeksi. Rasa sakit, demam dan
reaksi peradangan bisa karena trauma asli atau karena memang infeksi
jaringan lunak. Infeksi yang samar menjadi jelas hanya beberapa minggu
13
atau beberapa bulan kemudian ketika traktus sinus berkembang, luka
operasi terbuka, dan fraktur gagal menyembuh. Pada pemeriksaan darah
ditemukan leukositosis dan peningkatan LED. Pada kultur darah biasanya
memberikan hasil positif (ditemukan pertumbuhan bakteri), pemeriksaan
bakteriologi dari cairan infeksi mungkin membantu mengidentifikasi
organisme penyebab dan menentukkan sensitivitasnya terhadap antibiotik
(Apley, 1993, Sjamsuhidajat, 2005).
4. Pseudomonas aeruginosa
a. Klasifikasi
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Pseudomonadales
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Pseudomonas
Species : Pseudomonas aeruginosa
(Levinson, 2006)
b. Morfologi dan Identifikasi
Pseudomonas aeruginosa menjadi penyebab terpenting infeksi,
khususnya pada pasien dengan mekanisme sistem imun yang menurun.
Patogen tersering dari isolasi yang berasal dari pasien rumah sakit yang
telah dirawat lebih dari 1 minggu. Merupakan patogen nosokomial utama,
14
seperti pada pneumonia, infeksi saluran kemih, dan bakterimia (Qarah,
2005). P. aeruginosa dapat menyebabkan osteomielitis pada tulang
temporal, juga merupakan penyebab tersering osteomielitis pada tulang
calcaneus pada anak-anak (Murray, 1995).
Pseudomonas merupakan bakteri gram negatif, motil, aerobik
(Harvey, 2007). Beberapa galur memproduksi pigmen larut air. P.
aeruginosa sering dalam jumlah sedikit pada flora normal usus dan kulit
manusia dan merupakan patogen utama dari kelompoknya (Brooks et al,
2007). P. aeruginosa merupakan bakteri batang gram negatif dengan
ukuran 0,5-1,0 x 3,0-4,0 um (staf pengajar FK UI, 1994). P. aeruginosa
terlihat sebagai bentuk tunggal, ganda, dan kadang-kadang dalam rantai
pendek (Brooks et al, 2007). Umumnya memiliki flagel polar, tetapi
kadang-kadang 2-3 flagel (staf pengajar FK UI, 1994).
P. aeruginosa bersifat aerobik obligat yang tumbuh dengan cepat
pada berbagai tipe media, kadang memproduksi bau manis, seperti anggur
atau jagung (corn taco like odor). Beberapa galur menghemolisis darah. P.
aeruginosa membentuk koloni bulat halus dengan warna floresen
kehijauan (Brooks et al, 2007). Pseudomonas menghasilkan, 1.) piosianin
(pyosianin) yakni pigmen berwarna hijau-biru dan tidak flouresen yang
larut dalam agar dan kloroform, yang dapat memberi warna hijau-biru
nanah pada luka. 2.) flouresen, suatu pigmen yang larut air, beberapa
strain menghasilkan pigmen merah.3.) pioverdin (pyoverdin) yang
memberi warna kehijauan pada agar, flouresen dibawah sinar ultraviolet,
15
dapat digunakan sebagai diagnosa awal pada infeksi kulit pada pasien luka
bakar. 4.) beberapa galur menghasilkan pigmen merah gelap piorubin atau
pigmen hitam piomelanin. P. aeruginosa satu-satunya spesies yang
menghasilkan pyocianin (Staf Pengajar FK UI, 1994, Levinson, 2006,
Brooks et al, 2007 ).
P. aeruginosa tumbuh baik pada suhu 37º-42ºC, pertumbuhan
pada 42ºC membantu membedakannya dari pasien Pseudomonas pada
kelompok floresen (Brooks et al, 2007). Bersifat oksidase positif (proses
oksidasi yang melibatkan transpor elektron oleh sitokrom). Nonfermenters
atau tidak meragi glukosa karena energi kuman tersebut berasal dari
proses oksidasi glukosa bukan fermentasi glukosa, sehingga bisa
dibedakan dari enterobacteri yang memfermentasi gula (Levinson, 2006)
Patogenesis dari P. aeruginosa didasarkan atas multipel virulences
factor ; endotoksin, eksotoksin, dan enzim. Endotoksin P. aeruginosa
sama seperti bakteri gram negative lainnya yang menyebabkan sepsis dan
syok septik. P. aeruginosa memproduksi eksotoksin A yang menyebabkan
nekrosis jaringan, toksin memnghambat sintesis protein eukariotik dengan
sebuah mekanisme ymg identik dengan eksotoksin difteria. Selain itu P.
aeruginosa juga menghasilkan enzim yaitu elastase dan protease, yang
bersifat histotoksik dan memfasilitasi masuknya bakteri ke dalam aliran
darah (Levinson, 2006). P aeruginosa juga menghasilhan 2 hemolisin :
sebuah fosfolipase C yang tidak tahan panas dan glikolipid yang tahan
panas (Brooks et al, 2007 ).
16
P. aeruginosa tumbuh sebagai koloni yang tidak memfermentasi
laktosa (tidak berwarna) pada MacConkey dan EMB agar, juga oksidasi
positif. Pada agar TSI (Triple Sugar Iron) akan tampak seperti kilauan
logam, juga membentuk pigmen hijau biru pada nutrient agar pada
umunya, serta beraroma buah (Levinson, 2006). Pada tes indol didapatkan
hasil negatif untuk P. aeruginosa (Koneman, 2006). Sebagian besar strain
kuman ini menunjukkan hemolisis ß pada agar darah disertai
pembentukkan pigmen (Johnson, 1993). Pembiakan merupakan tes
spesifik dari diagnosis infeksi P. aeruginosa (Brooks et al, 2007 ).
P. aeruginosa secara alami resisten terhadap berbagai
antimikroba. Kebanyakan antibiotika tidak efektif terhadap kuman ini
(Weinstein, 1992). P. aeruginosa meningkat secara klinik karena resisten
terhadap berbagai antimikroba dan memiliki kemampuan untuk
mengembangkan tingkat Multi Drug Resistance (MDR) yang tinggi,
termasuk pada penislin dan sefalosporin generasi pertama dan kedua,
tetrasiklin, kloramfenikol, dan makrolid. Patogen dengan MDR dapat
menyebabkan morbidity, mortality, dan meningkatnya biaya (Rosana,
2007). Infeksi klinis oleh P. aeruginosa sebaiknya tidak diterapi dengan
obat tunggal, karena biasanya sulit sembuh dengan cara ini, dan karena
bakteri dapat dengan cepat menjadi resisten jika menggunakan obat
tunggal.
Salah satu obat pilihan P. aeruginosa adalah imipenem. Struktur
obat ini berkaitan dengan antibiotik ß laktam. Imipenem mempunyai
17
aktivitas yang baik terhadap banyak batang gram negatif, organisme gram
positif dan kuman anaerob. Obat ini resisten terhadap ß laktamase. Semua
obat ß laktam merupakan penghambat selektif dari sintesis dinding sel
bakteri, yaitu dengan cara: (1) mengikat PBP (Protein Pengikat Penisilin)
tertentu yang bekerja sebagai reseptor obat pada bakteri, (2) menghambat
sistesis dinding sel dengan menghambat transpeptidase peptidoglikan, (3)
mengaktifkan enzim autolitik pada dinding sel yang dapat menimbulkan
lesi penyebab matinya bakteri (Brooks et al, 2007 ).
5. Obat Anti Mikroba
Anti mikroba adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba
yang merugikan manusia (Ganiswarna,, 1995). Obat yang digunakan untuk
membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia ditentukan harus
memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin, artinya obat tersebut
haruslah bersifat toksik bagi mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk
hospes (Brooks et al, 2007 ). Pada beberapa situasi klinik sangat penting
untuk lebih memilih menggunakan obat bakterisidal daripada
bakteriostatik. Obat bakterisidal membunuh kuman, sedangkan obat
bakteriostatik hanya menghambat pertumbuhan bakteri tapi tidak
membunuhnya (Levinson, 2006). Penentuan daya antibakteri dapat
dilakukan dengan menentukan adanya daya hambat pertumbuhan bakteri
atau dilanjutkan dengan menentukan potensi daya hambat dengan
membandingkan dengan antibiotika (Dzulkarnain, 1996)
18
Daya kerja obat antimikroba : (Levinson, 2006)
(a) Penghambatan sintesis dinding sel
(b) Mengganggu fungsi membran sel
(c) Penghambatan sintesis dan penyusunan protein
(d) Penghambatan sintesis asam nukleat
Uji aktivitas antimikroba secara umum dikelompokkan menjadi 2,
yaitu : metode difusi dan metode dilusi.
1) Metode Difusi
Cakram kertas saring yang mengandung obat dalam jumlah
tertentu ditempatkan pada permukaan pembenihan padat yang telah
ditanami dengan biakan tebal organisme yang diperiksa. Setelah
pengeraman, garis tengah daerah hambatan jernih yang mengelilingi obat
dianggap sebagai ukuran kekuatan hambatan obat terhadap terhadap
organisme yang diperiksa. Metode cawan piringan kertas merupakan
teknik yang paling simple untuk menggambarkan faktor fisik dan kimia
yang berpengaruh terhandap interaksi obat anti mikroba dan organisme
(Brooks et al, 2007 ).
Untuk mengevaluasi hasil uji kepekaan tersebut (apakah isolat
mikroba sensitif atau resisten terhadap obat), dapat dilakukan dua cara
seperti berikut.
a) Cara Kirby Baeuer, yaitu dengan cara membandingkan
diameter dari area jernih (zona hambatan) disekitar cakram
dengan yang dibuat oleh NCCLS (National Comitte for
19
Clinical Laboratory Standard). Dengan tabel NCCLS ini
dapat diketahui kriteria sensitif, sensitif intermediet, dan
resisten.
b) Cara Joan-Strokes, yaitu dengan cara membandingkan
radius Zona hambatan yang terjadi antara bakteri kontrol
yang sudah diketahui kepekaannya terhadap obat tersebut
dengan isolat bakteri yang diuji. Prosedur uji kepekaan
untuk bakteri kontrol dan bakteri uji dilakukan bersama-
sama dalam satu piring agar (Sjoekoer, 2003).
2) Metode Dilusi
Sejumlah obat antimikroba tertentu dicampurkan pada pembenihan
bakteri yang cair atau padat. Kemudian pembenihan tersebut ditanami
dengan bakteri yang diperiksa dan dieram. Titer obat ialah jumlah obat
antimikroba yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan atau
mematikan bakteri yang diperiksa. Teknik pengenceran tabung
menetapkan jumlah terkecil zat kemoterapeutik yang dibutuhkan untuk
menghambat organisme invitro. Jumlah tersebut sebagai konsentrasi
hambatan minimum atau Minimal Inhibitory Consentration (MIC) (Brooks
et al, 2007 ).
Diantara banyak faktor yang mempengaruhi aktivitas invitro, yang
berikut harus diperhatikan secara nyata mempengaruhi hasil-hasil tersebut,
yaitu : (a) pH lingkungan, (b) komponen-komponen pembenihan, (c)
20
stabilisasi obat, (d) besarnya inokulum, (e) masa pengeraman (f) aktivitas
metabolik organisme (Brooks et al, 2007 ).
Senyawa antibakteri yang terkandung dalam ekstrak lidah adalah
antrakuinon dan Saponin (Newall et al, 1998). Kuinon merupakan
penyedia radikal bebas yang stabil. Kuinon juga diketahui dapat
membentuk kompleks yang irreversibel dengan gugus nukleofilik asam
amino dari protein, sehingga sering menyebabkan protein bakteri menjadi
inaktif dan kehilangan fungsinya. (Cowan, 1999). Sedang saponin
merupakan emulgator anion aktif, dapat melarutkan lipid pada membran
sel bakteri (lipoprotein), menurunkan tegangan permukaan lipid,
permeabilitas sel berubah, fungsi sel bakteri menjadi tidak normal, dan sel
bakteri lisis dan mati (Voight, 1994, Brooks, 2007). Kadar aloin dalam
lidah buaya berkisar antara 5-9 %, aloin termasuk kompleks antrakuinon
(Furnawanthi, 2007).
21
B. Kerangka Pemikiran
Hambatan pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa
Osteomielitis
Pseudomonas aeruginosa
Ekstrak lidah buaya (Aloe vera)
1. Antrakuinon (aloin) Merupakan radikal bebas yang dapat membentuk kompleks yang irreversibel dengan gugus nukleofilik asam amino dari protein, sehingga protein bakteri menjadi inaktif dan kehilangan fungsinya.
2. Saponin Dapat melarutkan lipid pada membran sel bakteri (lipoprotein), menurunkan tegangan permukaan lipid, permeabilitas sel berubah, fungsi sel bakteri menjadi tidak normal, dan sel bakteri lisis dan mati.
22
C. Hipotesis
Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dapat menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa pada osteomielitis secara invitro.
23
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik menggunakan
rancangan post test only with control group design.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah Pseudomonas aeruginosa dari isolat yang
berasal dari pus pada pasien osteomielitis rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta.
1. Pseudomonas aeruginosa diidentifikasi dengan kultur
2. Osteomielitis, criteria sebagai berikut :
a. Pasien atau responden telah bersedia menjadi subyek penelitian dengan
menandatangani informed concern
b. Diagnosis ditegakkan berdasarkan rekam medis responden.
C. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di bangsal Cempaka rumah sakit ortopedi Prof.
Dr. R. Soeharso Surakarta dan laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta.
24
D. Teknik Sampling
Dalam penelitian ini digunakan teknik non random sampling, (kuota
sampling), dimana Besar sampel yang digunakan adalah sepuluh biakan
Pseudomonas aeruginosa dari dua puluh tujuh isolat yang berasal dari pus
pasien osteomyelitis bangsal Cempaka rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta pada tanggal 5 Agustus – 10 September 2008.
E. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas : Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dengan konsentrasi
50 %, 75 %, 100 %.
2. Variabel terikat : Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa.
3. Variabel luar :
a. Variabel terkendali : pengekstraksian, konsentrasi ekstrak, dan
umur biakan kuman
b. Variabel tak terkendali : musim, umur tanaman, dan asal tanaman
F. Definisi Operasional Variabel
1. Ekstrak lidah buaya (aloe vera)
Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) yang berasal dari tumbuhan lidah
buaya lokal Tawangmangu yang diperoleh dari Balai Besar Pusat
Penelitian Obat Tradisional (B2P2OT) Tawangmangu. Ekstrak lidah
buaya (Aloe vera) dengan konsentrasi 50 %, 75 %, 100 % didapatkan
25
dengan cara mengencerkan ekstrak menggunakan aquades steril. Skala
pengukuran variabel ini menggunakan skala rasio.
2. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa pada penelitian ini berasal dari specimen
pus osteomielitis bangsal Cempaka rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta yang diidentifikasi di laboratorium Mikrobiologi
Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta. Efek antibakteri terhadap
pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dilihat dari zona hambatan yang
terbentuk pada pertumbuhan koloni Pseudomonas aeruginosa pada media
muller hinton yang diberi sumuran ekstrak lidah buaya dengan konsentrasi
50 %, 75 %, 100 % dan telah diinkubasikan selama 18-24 jam dengan
suhu 370C. Sebagai kontrol positif adalah antibiotik imipenem10 mg
sedangkan kontrol negatif adalah aquades steril. Skala pengukuran
variabel ini menggunakan skala rasio.
3. Variabel luar
a. Pengekstraksian, konsentrasi ekstrak, dan umur biakan kuman,
merupakan variable-variabel yang dapat dikendalikan.
b. Musim, umur tanaman, asal tanaman merupakan variabel yang
tidak dapat dikendalikan. Ketiga faktor tersebut bisa
mempengaruhi kandungan yang ada dalam ekstrak lidah buaya.
26
G. Prosedur Penelitian
Aquades steril Ekstrak lidah buaya
50% 75% 100
sumuran
Inokulasi Pseudomonas aeruginosa yang telah distandarisasi Mc Farland 0,5 pada medium Muller-Hinton agar
370C 18-24 jam
Ukur zona hambatan pertumbuhan kuman (mm)
sumuran Cakram
imipenem 10 mg
Pseudomonas aeruginosa
Pus penderita osteomielitis
Kaldu pepton 370C 18-24 jam
Pseudomonas Selective Agar 370C 18-24 jam
Analisis Data
koloni bulat halus dengan warna kehijauan
Standarisasi Mc Farland 0,5
27
H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian
1. Alat untuk pemeriksaan uji aktivitas antibakteri
a. Tabung reaksi steril
b. Kapas lidi steril
c. Oshe kolong
d. Erlenmeyer
e. Pipet
f. Lampu spiritus
g. “Hole” (pembuat lubang dalam agar Mueller Hinton)
2. Bahan untuk pemeriksaan uji aktivitas antibakteri
a. Biakan bakteri Pseudomonas aeruginosa
b. PSA (Pseudomonas Selective Agar)
c. Aquades steril
d. Muller Hinton agar
e. Kaldu pepton
f. Ekstrak lidah buaya konsentrasi tertentu
g. Cakram antibiotik imipenem 10 mg
h. NaCl fisiologis steril
i. Standard Mc Farland 0,5
28
I. Cara Kerja
1. Persiapan awal
Alat-alat yang diperlukan dicuci bersih kemudian dikeringkan dan
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 1210C selama 15 menit.
2. Pengambilan Sampel Pus
Pasien osteomielitis yang telah memenuhi 2 kriteria diatas
kemudian dibersihkan lokasi infeksinya dengan menggunakan NaCl
Fisiologis. Setelah itu dilakukan usap pus secara steril pada lokasi infeksi
menggunakan kapas lidi steril dan kemudian hasil usapan tadi dimasukkan
ke dalam kaldu pepton untuk selanjutnya akan dilakukan identifikasi
dengan sebelumnya di eramkan dalam inkubator 37° C selama 24 jam.
Identifikasi Pseudomonas aeruginosa dengan cara kultur.
Pada saat pengamilan sampel pasien, peneliti melakukan dengan
mandiri dengan didampingi laboran yang berasal dari laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
3. Pengkulturan Spesimen
Spesimen yang berasal dari kaldu pepton tadi kemudian
dikulturkan ke dalam media PSA dengan cara digoreskan menggunakan
oshe kolong yang telah dicelupkan dalam kaldu pepton tersebut, kemudian
inkubasi 37° C selama 24 jam. Setelah diinkubasi, koloni Pseudomonas
aeruginosa akan berupa koloni bulat halus dengan warna kehijauan.
4. Persiapan ekstrak lidah buaya
29
Konsentrasi ekstrak lidah buaya yang dipakai adalah 50%, 75%,
100%, yang didapatkan dari B2P2TO Tawangmangu. Ekstrak lidah buaya
tersebut diencerkan dengan cara disuspensikan dengan aquades steril.
5. Pembuatan suspensi bakteri
Beberapa oshe bakteri diambil dari biakan Pseudomonas
aeruginosa media PSA kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang berisi kaldu pepton steril, lalu dikocok sampai homogen. Kemudian
dibandingkan dengan suspensi Mc Farland 0,5.
6. Persiapan disk antibiotik
Menggunakan disk antibiotik standar yaitu imipenem 10 mg
sebagai kontrol positif CT 0024B.
7. Pelaksanaan uji bakteri
Disiapkan media agar Muller Hinton, lalu dibuat sumuran
berdiameter 6 mm, sebanyak 4 sumuran tiap plate. Setelah itu bakteri
Pseudomonas aeruginosa yang telah disuspensikan dangan standart Mc
Farland 0,5 dioleskan pada agar Muller Hinton dengan kapas lidi steril.
Tunggu selama 5 menit, kemudian teteskan 0,05 ml aquades steril, Ekstrak
lidah buaya dengan konsentrasi 50%, 75%, 100%, pada masing-masing
sumuran dalam satu agar muller hinton. Kemudian letakan cakram
imipenem 10 mg pada permukaan media perbenihan. Dalam media
tersebut diberi cakram imipenem 10 mg pada biakan Pseudomonas
aeruginosa sebagai pembanding atau blanko kontrol positif dan aquades
sebagai kontrol negatif. Pengujian senyawa antibakteri dilakukan dengan
30
pengamatan yang dilakukan setelah 24 jam. Zona hambatan yang
terbentuk diukur dengan penggaris dalam satuan milimeter (mm).
J. Teknik Analisis Data
Data yang berupa diameter zona hambatan dianalisis dengan
menggunakan uji oneway ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan
post hoc test berupa uji Dunnett T3. Data Diolah dengan program
Statistical Product and Service Solution (SPSS) 17,00 for windows.
1. Uji oneway ANOVA (Analysis of Variance)
Uji ini digunakan untuk membandingkan rata-rata lebih dari dua
kelompok dan untuk menguji apakah kelima kelompok perlakuan
memiliki rata-rata diameter zona hambatan yang berbeda signifikan
atau tidak.
Hipotesis:
H0 : Kelima rata-rata kelompok adalah sama
H1 : Kelima rata-rata kelompok adalah tidak sama
Pengambilan keputusan :
a. Berdasarkan perbandingan Fhitung dan F tabel
Jika F hitung (angka F output) > F tabel (tabel F), maka H0
ditolak.
31
Jika F hitung (angka F output) < F tabel (tabel F), maka H0
diterima.
b. Berdasarkan nilai probabilitas
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
2. Uji Dunnett T3
Uji Dunnett T3 digunakan untuk membandingkan rata-rata
diameter zona hambatan antar kelompok perlakuan.
Hipotesis :
H0 : Perbedaan rata-rata diameter zona hambatan antara kelompok
yang dibandingkan tidak signifikan
H1 : Perbedaan rata-rata diameter zona hambatan antara kelompok
yang dibandingkan signifikan.
Pengambilan keputusan :
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Data Hasil Penelitian
Sampel Pseudomonas aeruginosa dalam penelitian ini berjumlah
sepuluh dari dua puluh tujuh spesimen pus pasien osteomielitis bangsal
Cempaka rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta pada
tanggal 5 Agustus – 10 September 2008 yang diperiksa di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret. Berikut ini
adalah data responden yang menjadi sampel penelitian ini.
Tabel 1. Sebaran responden menurut umur responden
Umur (tahun) Frekuensi (orang) Persentase (%)
0-20 3 11,1
20-40 13 48,2
40-60 7 25,9
> 60 4 14,8
Menurut data umur responden berdasarkan (tabel 1), didapatkan
sebaran umur responden 11,1 % berumur 0-20 tahun, 48,2 % 20-40 tahun,
40-60 tahun 25,9 %, dan > 60 tahun sebanyak 14,8%.
33
Tabel 2. Sebaran responden menurut jenis kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi (orang) Persentase (%)
Pria 20 74,1
Wanita 7 25,9
Berdasarkan data pada tabel 2, persentase responden pria lebih
banyak daripada jumlah responden wanita yaitu 74,1 %, sedang responden
wanita hanya 25,9 %.
Tabel 3. Sebaran menurut riwayat osteomielitis sekunder yang diderita
responden.
Osteomielitis sekunder Jumlah (orang) Persentase (%)
Akut 14 51,6
Kronis 13 48,4
Peneliti menggolongkan osteomielitis sekunder akut dan kronis
berdasarkan data sekunder dari rekam medis pasien di RSO Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta. Sebaran menurut riwayat osteomielitis sekunder yang
diderita responden yaitu 51,6 % akut dan 48,4 % kronis.
34
Tabel 4. Data sekunder diagnosa awal ( pasien datang ke RSO Prof. Dr.
Soeharso Surakarta )
Diagnosa Awal (Pasien Datang
Ke RSOP)
Frekuensi (orang) Persentase (%)
Fraktur Terbuka 11 40,7
Infeksi Post Operasi 9 33.3
Inf. Perkontinuitatum dari luka 4 14,8
Fraktur Tertutup 2 7.4
Multipel Fraktur 1 3,7
Tabel 4 menunjukkan bahwa responden datang ke RSO Prof. Dr.
Soeharso Surakarta karena trauma. Fraktur terbuka (40,7%) merupakan
diagnosa awal terbanyak pada saat pasien dibawa ke RSO Prof. Dr. R.
Soeharso surakarta.
Tabel 5. Data sebaran responden berdasarkan lokasi infeksi (osteomielitis)
(data sekunder).
Lokasi Infeksi
(Osteomielitis)
Jumlah (orang) Persentase (%)
Femur 13 48,4
Tibia, Fibula 6 22,2
Tibia 3 11,1
Pedis 2 7.4
Ekstermitas Lainnya 3 11,1
Sebaran responden berdasarkan lokasi infeksi (osteomielitis)
didapatkan lokasi terbanyak terjadinya infeksi adalah femur (48,4%).
35
Dilanjutkan tibia dan fibula (22,2%), tibia (11,1%), pedis (7,4 %). Dan
juga dutemukan pada lokasi eksterimtas lainnya (humerus, ulna, dan
calcaneus) sebesar 11,1%.
Tabel 6. Hasil identifikasi Pseudomonas aeruginosa pada seluruh
spesimen pus responden.
Jumlah sampel (+) Pseudomonas
aeruginosa
(-) Pseudomonas
aeruginosa
27 10 17
Persentase (%) 37 63
Dari seluruh spesimen pus yang diidentifikasi sejumlah 27, 10
diantaranya positif Pseudomonas aeruginosa atau 37 % dari jumlah
keseluruhan.
Tabel 7. Sebaran Pseudomonas aeruginosa menurut riwayat osteomielitis
sekunder yang diderita responden.
Pseudomonas aeruginosa Osteomielitis
sekunder
Jumlah
Positif Negatif
Akut 14 6 (42,9 %) 8 (57,1 %)
Kronis 13 4 (30,8 %) 9 (69,2 %)
Sebaran Pseudomonas aeroginosa menurut riwayat osteomielitis
sekunder yang di derita responden didapatkan 6 ( 42,9 % ) positif
Pseudomonas aeruginosa pada 14 responden dengan osteomielitis akut,
36
sedang pada dari 13 responden dengan osteomielitis kronis hanya di
temukan 4 (30,8 %) responden positif Pseudomonas aeruginosa.
Tabel 8. Hasil pengukuran diameter zona hambatan beberapa antibiotik
terhadap pertumbuhan bakteri pseudomonas aeruginosa pada
osteomielitis pada masimg-masing kelompok.
Keterangan :
S : Sensitif, I : Intermediet, R : Resisten
Pada ketiga kelompok perlakuan diatas, pemberian disk antibiotik
memberikan pengaruh hambatan dengan rata hitung diameter daya hambat
untuk disk antibiotik tobramicin 10 µg 5,30 mm, meropenem 10 µg 12,40
mm, dan amikasin 30 µg 15,00 mm.
Diameter zona hambatan (mm) Antibiotik
Sampel
Tobramicin 10 µg Meropenem 10 µg Amikasin 30 µg 1 15 S 08 R 16 I 2 00 R 34 S 18 S 3 20 S 26 S 21 S 4 00 R 12 R 00 R 5 00 R 00 R 19 S 6 10 R 20 S 18 S 7 00 R 00 R 18 S 8 08 R 13 I 13 R 9 00 R 00 R 19 S 10 00 R 11 R 08 R
MEAN 5,3 R 12,4 R 15 I
37
Setelah dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak lidah
buaya (Aloe vera) terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa
pada osteomielitis secara invitro, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 9. Hasil pengukuran diameter zona hambatan ekstrak lidah buaya
(aloe vera) terhadap pertumbuhan bakteri pseudomonas
aeruginosa pada osteomielitis pada masimg-masing kelompok.
Keterangan :
S : Sensitif, I : Intermediet, R : Resisten
Pada tabel di atas dapat dilihat adanya perbedaan rata-rata diameter
zona hambatan yang menunjukkan perbedaan pengaruh berupa efek
antibakteri pada masing-masing kelompok perlakuan. Pada kelompok
perlakuan dengan menggunakan aquades (kontrol negatif) tidak terdapat
zona hambatan (0 mm), hal ini menunjukkan bahwa aquades tidak
Diameter zona hambatan (mm) Antibiotik Ekstrak Lidah Buaya
Sampel
Imipenem 10 µg kontrol (+)
50 % 75% 100%
Aquades Kontrol (-)
1 19 S 9 10 11 0 2 33 S 9 11 13 0 3 30 S 10 11 12 0 4 25 S 8 9 10 0 5 27 S 12 9 12 0 6 18 S 10 9 13 0 7 11 R 8 11 10 0 8 22 S 7 9 10 0 9 10 R 9 11 12 0 10 25 S 8 9 10 0
MEAN 22 S 9,0 9,9 11,3 0
38
mempunyai efek antibakteri. Sedangkan kelompok perlakuan yang
menggunakan antibiotik (kontrol positif) imipenem 10 µg terdapat rata-
rata diameter zona hambatan yaitu 22 mm yang menunjukkan efek
antibakteri. Pada kelompok ekstrak lidah buaya (Aloe vera) konsentrasi
50% diperoleh rata-rata diameter zona hambatan 9 mm, pada ekstrak lidah
buaya (Aloe vera) konsentrasi 75% diperoleh rata-rata diameter ziona
hambatan 9,9 mm, dan pada ekstrak lidah buaya (Aloe vera) konsentrasi
100% diperoleh rata-rata diameter zona hambatan 11,3 mm. Hal ini
menunjukkan adanya pengaruh (antibakteri) ekstrak lidah buaya (Aloe
vera) terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada
osteomielitis secara invitro yang meningkat seiring dengan meningkatnya
konsentrasi ekstrak lidah buaya yang digunakan.
Antibiotik imipenem 10 µg sebagai kontrol positif berdasarkan
pada tabel 9 di atas juga menunjukkan pola kepekaan bakteri yang lebih
sensitif dibandingkan dengan pemberian ketiga antibiotik pada tabel 8
yaitu tobramicin, amikasin, dan meropenem.
39
Dari tabel 9 kemudian dibuat grafik yang menggambarkan rata-rata
diameter zona hambatan pada masing-masing kelompok perlakuan.
0
5
10
15
20
25
aquades ekstrak50%
ekstrak75%
ekstrak100%
imipenem
Gambar 1. Grafik Batang Rata-Rata Diameter Zona Hambatan (mm)
Pada Masing- Masing Kelompok Perlakuan.
B. Analisis Data
Data hasil penelitian yang berupa diameter zona hambatan
dianalisis dengan uji oneway ANOVA yang kemudian dilanjutkan dengan
post hoc test berupa uji Dunnett T3. Data diolah dengan program
Stastistical Product and Service Solution (SPSS) 17,00 for windows.
40
1. Uji ANOVA
Dari hasil penelitian pada tabel 8 setelah diuji dengan uji Analysis
of variance (ANOVA) dengan menggunakan program SPSS 17,00
didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 10. Hasil uji statistik dengan uji oneway ANOVA
Dari hasil uji ANOVA diketahui bahwa F hitung = 49,454
sedangkan F tabel untuk tingkat signifikansi 0,05 adalah 2,579. Karena F
hitung > F tabel maka dapat dikatakan bahwa rata-rata diameter zona
hambatan kelima kelompok perlakuan tersebut memang berbeda
signifikan dengan p < 0,05.
Dari hasil uji ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan antara kelima kelompok perlakuan yaitu antara aquades,
antibiotik yaitu imipenem 10 µg, dan ekstrak lidah buaya (Aloe vera)
konsentrasi 50%, 75%, dan 100% dalam menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa pada osteomielitis secara invitro dengan p <
0,05.
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2457.320 4 614.330 49.454 .000 Within Groups 559.000 45 12.422 Total 3016.320 49
41
2. Uji Dunnett T3
Setelah dilakukan uji Dunnett T3 didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 11. Hasil uji post hoc test Dunnett T3 berupa perbandingan multipel
diameter zona hambatan berbagai macam perlakuan terhadap
pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa
95% Confidence Interval (I) Perlakuan (J) Perlakuan Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
Lower Bound Upper Bound
imipenem -13.000* 2.440 .003 -21.53 -4.47
ekstrak 75% -.900 .547 .656 -2.65 .85
ekstrak 100% -2.300* .597 .011 -4.19 -.41
ekstrak 50 %
aquades 9.000* .447 .000 7.41 10.59
imipenem -12.100* 2.420 .006 -20.63 -3.57
ekstrak 100% -1.400 .506 .112 -3.00 .20
ekstrak 75%
aquades 9.900* .314 .000 8.78 11.02
ekstrak 100% imipenem -10.700* 2.432 .013 -19.23 -2.17
aquades 11.300* .396 .000 9.89 12.71
imipenem aquades 22.000* 2.399 .000 13.48 30.52
Pada tingkat signifikansi 0,05 hasil pada tabel 10 dapat diuraikan
sebagai berikut:
a. Nilai p < 0,05 didapatkan pada perbandingan antara ekstrak lidah
buaya 50% dengan antibiotik imipenem 10 µg, ekstrak lidah buaya
100%, dan aquades. Nilai p < 0,05 juga didapatkan pada
perbandingan antara ekstrak lidah buaya 75% dengan antibiotik
imipenem 10 µg dan aquades Perbandingan antara ekstrak lidah
buaya 100% dengan antibiotik imipenem 10 µg, dan aquades
didapatkan nilai p < 0,05. Selain itu, Nilai p < 0,05 juga didapatkan
42
pada perbandingan antara antibiotik imipenem 10 µg dengan
aquades. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan diameter daya
hambat yang bermakna diantaranya.
b. Nilai p > 0,05 antara ekstrak lidah buaya 75% dengan ekstrak lidah
buaya 50%, dan ekstrak lidah buaya 100%. Hal ini menunjukkan
bahwa tidak ada perbedaan diameter daya hambat yang bermakna
diantaranya.
Perbedaan hasil antara uji Anova dengan post hoc test dikarenakan
bila ada sepasang saja yang bermakna pada uji Anova maka Anova
mengatakan bahwa hal tersebut bermakna secara keseluruhan. Oleh sebab
itu, perlu uji lanjutan yaitu post hoc test.
43
BAB V
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini, sampel berasal dari dua puluh tujuh spesimen pus
pasien osteomielitis bangsal Cempaka rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso
Surakarta pada tanggal 5 Agustus – 10 September 2008 yang diperiksa di
laboratorium Mikrobiologi Fakultas kedokteran Universitas Sebelas Maret. Dari
dua puluh tujuh responden yang diteliti jumlah terbanyak berusia antara 20-40
tahun yaitu 13 responden (48,2 %). Persentase responden pria lebih banyak
daripada jumlah responden wanita yaitu 74,1. Sehingga responden terbanyak
adalah pria dan responden pada usia produktif.
Menurut data yang berasal dari rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta pada periode Agustus-September 2008, jumlah pasien dengan
kasus kecelakaan lalu lintas pada pria lebih banyak dari pada wanita dengan
persentasi 69,6 %. Jumlah responden pria yang lebih banyak dari wanita mungkin
berhubungan dengan meningkatnya insiden trauma pada pria yang disebabkan
oleh kegiatan yang beresiko dan aktivitas fisik sebagai predesposisi terjadinya
cedera (King. 2006).
Dengan tingginya jumlah responden pada usia produktif memungkinkan
menurunnya produktifitas responden karena terhambatnya kemampuan mereka
dalam bekerja dan mencari nafkah. Pria khususnya pada usia produktif seringkali
menjadi tulang punggung keluarga dan menjadi sumber pendapatan keluarga,
sehingga dengan menurunnya produktifitas akan mempersulit perekonomian
44
keluarga. Menurunnya prodiktifitas ini selain dapat merugikan keluarga juga
dapat merugikan masyarakat sekitar serta negara karena pembangunan
membutuhkan sumber daya manusia usia produktif.
Tabel 3 menunjukkan riwayat osteomielitis sekunder yang diderita
responden didapatkan empat belas responden (51,6 %) dengan osteomielitis akut
sedangkan responden dengan osteomielitis kronis sejumlah tiga belas responden
(48,4 %). Jumlah responden dengan osteomielitis kronis yang hampir sama
dengan jumlah osteomielitis akut dapat mengasumsikan bahwa responden dengan
osteomielitis akut mempunyai kemungkinan untuk berkembang menjadi kronis.
Permasalahan di atas mungkin disebabkan penanganan osteomielitis yang
masih merupakan masalah dalam bidang ortopedi, karena seringkali antibiotika
yang diberikan secara oral maupun parenteral tidak dapat mencapai lokasi infeksi
dengan baik (Lubis, 2005). Selain itu mungkin bakteri penyebabnya merupakan
bakteri yang resistan terhadap berbagai antibiotik. Faktor menurunnya sistem
kekebalan tubuh responden mungkin juga berpengaruh. Pemakaian antibiotik
yang tidak tepat waktu penggunaan sehingga menyebabkan peak plasma level
yang meningkat serta adanya enzim perusak antibiotik pada pasien yang mungkin
dapat pula menyebabkan sulit dan lamanya pengobatan osteomielitis.
Tabel 4 juga dapat dilihat bahwa pada semua responden didapatkan
osteomielitis sekunder yang disebabkan oleh trauma, dengan fraktur terbuka
merupakan jumlah terbanyak, serta tidak didapatkan responden dengan
osteomielitis primer atau hematogen. Temuan ini menunjukan bahwa
kemungkinan sumber infeksi bukan berasal dari endogen (infeksi sebelumnya di
45
organ lain pasien yang menyebar melalui aliran darah) melainkan dari eksogen
(melului pasien lain, lingkungan atau atmosfer, serta tindakan bedah). Sehingga
hendaknya perlu diadakan peningkatan penanganan dan pencegahan osteomielitis
oleh rumah sakit seperti penanganan trauma dan tindakan pembedahan serta
perawatan luka yang optimal dan steril, serta perlu dilakukan upaya pengendalian
sumber-sumber infeksi yang ada di rumah sakit dalam rangka mencegah transmisi
sumber infeksi kepada pasien. Selain itu penting pula memperhatikan golden
periode dari cedera atau trauma jangan sampai terlalui, sehingga dapat dilakukan
penanganan yang baik dan optimal sehingga memungkinkan terhadap
pencegahan infeksi.
Pada tabel 5 menunjukkan ekstermitas merupakan lokasi osteomielitis
yang diderita oleh semua responden. selain itu ditemukan bahwa tulang yang
paling sering terkena infeksi adalah femur, tibia, dan fibula yang merupakan
tulang panjang. Hal ini mungkin disebabkan tulang panjang rentan terhadap
trauma dan infeksi, karena vaskulari pada tulang panjang yang sedikit sehingga
menghambat distribusi antibiotik pada target yang dituju (Kalyoussef, 2006,
Sjamsuhidajat, 2003).
Dari seluruh spesimen pus yang diidentifikasi sejumlah dua puluh tujuh,
sepuluh diantaranya positif P. aeruginosa atau 37 % dari jumlah keseluruhan.
Jumlah tersebut cukup tinggi, hal ini perlu diwaspadai karena mugkin disebabkan
oleh infeksi nosokomial (infeksi yang didapat dirumah sakit), karena salah satu
bakteri yang dapat menyebabkan infeksi nosokomial yaitu P. aeruginosa (Harvey,
46
2007). Karena bukan merupakan true patogen maka ada sumber infeksi dan cara
pemindahsebaran dari P. aeruginosa penyebab osteomielitis di atas.
P. aeruginosa tersebar luas di alam, terdapat di tanah, air, tumbuhan,
bahkan hewan (termasuk manusia) (Qarah, 2005). P. aeruginosa dapat dijumpai
di banyak tempat dirumah sakit, disinfektan, alat bantu pernafasan, makanan,
saluran pembuangan air, dan kain pel mmerupakan beberapa contoh reservoir.
Pemindahsebarannya P. aeruginosa mungkin dapat melalui aliran udara, air,
tangan tercemar, penanganan dan alat-alat yang tidak steril di rumah sakit
(Prakash, 2000). Akhirnya pengendalian infeksi rumah sakit merupakan suatu
keharusan untuk melindungi pasien dari kejangkitan infeksi dalam bentuk upaya
pencegahan, survailan, dan pengobatan rasional (Zulkarnain, 2006).
Pada tabel 7 dapat dilihat Empat Sampel positif P. aeruginosa barasal dari
spesmen pus responden dengan osteomielitis kronis atau 30,8 % dari tiga belas
sampel, dan enam Sampel positif P. aeruginosa lainnya barasal dari spesmen pus
responden dengan osteomielitis akut atau 42,9 % dari empat belas sampel.
Jumlah responden osteomielitis sekunder kronis dan akut yang positif P.
aeruginosa yang hampir sama mengasumsikan bahwa osteomielitis akut yang
positif P. aeruginosa mempunyai kemungkinan untuk berkembang menjadi
osteomielitis kronis.
Hal tersebut mungkin disebabkan infeksi yang terbentuk sulit untuk
diobati karena P. aeruginosa sering resisten terhadap banyak antimikroba
(Mayasari, 2005). Sehingga perlu dilakukan beberapa upaya yang dapat dilakukan
untuk meminimalkan risiko resistensi, antara lain melakukan optimalisasi terapi,
47
seleksi antibiotika secara seksama, penetapan dosis, cara dan lama terapi yang
lebih rasional, serta dalam situasi tertentu melakukan rotasi atau penjadwalan
penggunaan antibiotika. Penggunaaan pedoman terapi infeksi juga harus
didorong, khususnya dengan memanfaatkan bukti-bukti ilmiah terbaru (current
best evidance) yang lebih dapat dipercaya validitasnya (Dwiprahasto, 2005).
Selain itu faktor menurunnya sistem kekebalan tubuh responden mungkin
berpengaruh sehingga dapat mempersulit dan memperlama pengobatan
osteomielitis yang disebakan oleh P. aeruginosa, sehingga dapat memungkinkan
untuk berkembang menjadi osteomielitis kronis. P. aeruginosa merupakan
patogen oportunistik, yang memanfaatkan kerusakan pada mekanisme pertahanan
inang untuk memulai suatu infeksi (Mayasari, 2005).
Demikian pula halnya pada responden osteomielitis seknder akut non
Pseudomonas, apabila disebakan oleh bakteri Multi Drug Resistant lainnya seperti
methisilin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), vancomisin-resistant
Enterococcus (VRE), Enterobacteriaceae dengan ESBL, Streptococcus
pneumoniae, juga mempunyai kemungkinan untuk berkembang menjadi kronis.
Pemberian perlakuan antibiotik tobramycin, meropenem, dan amikasin
terhadap semua sampel P. aeruginosa bertujuan untuk mengetahui pola resistensi
bakteri P. aeruginosa terhadap beberapa jenis antibiotik. Rerata hitung diameter
zona hambatan yang terbentuk dari jenis antibiotik tobramicin 10 µg ( 5,30 mm ),
dan meropenem 10 µg ( 12,4 mm ) berada dalam kategori resisten, sedangkan
zona hambatan dari antibiotik amikasin 30 µg (15,0 mm) termasuk dalam
kategori intermediet. Antibiotik imipenem 10 µg sebagai kontrol positif
48
berdasarkan pada tabel 9 menunjukkan pola kepekaan bakteri yang lebih sensitif
terhadap pertumbuhan P. aeruginosa dibandingkan dengan pemberian ketiga
antibiotik pada tabel 8 yaitu tobramicin, amikasin, dan meropenem.
Hasil pengukuran pengaruh ekstrak lidah buaya terhadap P. aeruginosa
pada osteomielitis disajikan dalam tabel 9. Pada tabel 9 dapat dilihat gambaran
dari diameter zona hambatan pertumbuhan dari berbagai konsentrasi, berupa
rerata diameter zona hambatan pertumbuhan pada tiap konsentrasi. Zona
hambatan pertumbuhan yang terbentuk pada konsentrasi 50% ( 9,0 mm ), 75% (
9,9 mm ), 100% ( 11,3 mm ). Diameter zona hambatan kontrol positif yaitu
antibiotik imipenem 10 µg ( 22,0 mm ), ternyata lebih besar dari konsentrasi 50%,
75%, dan 100%. Sedangkan pada aquades sebagai kontrol negatif tidak terbentuk
zona hambatan sama sekali ( 0,0 mm ).
Data pada tabel 8 dan 9 menunjukkan bahwa rata-rata hitung diameter
zona hambat ekstrak lidah buaya konsentrasi 50% (9,0mm), 75% (9,9mm), 100%
(11,3mm) melebihi nilai rata hitung zona hambat disk antibiotik tobramicyn 10 µg
(5,30mm). Begitu pula rata diameter daya hambat ekstrak lidah buaya konsentrasi
100% (11,3 mm) hampir menyamai rata diameter daya hambat disk antibiotik
meropenem 10 µg (12,4mm).
Tabel 9 juga menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak lidah
buaya yang digunakan semakin besar pula diameter zona hambatan yang
terbentuk. Diameter zona hambatan yang meningkat, dengan meningkatnya
konsentrasi ekstrak menunjukkan adanya hubungan dosis dan respon. Temuan
49
tersebut memperkuat kesimpulan bahwa ada hubungan kausal antara pemberian
ekstrak lidah buaya dengan hambatan pertumbuhan pada P. aeruginosa.
Setelah dilakukan uji statistik (tabel 10) untuk membandingkan kelima
rata hitung diameter zona hambatan kelompok perlakuan utama, yaitu aquades (
0,0 mm ), ekstrak lidah buaya 50% ( 9,0 mm ), 75% ( 9,9 mm ), 100% ( 11,3 mm
) dan antibiotik imipenem 10 µg ( 22,0 mm ), didapatkan bahwa ada perbedaan
rata hitung diameter zona hambatan yang bermakna ( p < 0,05 ) antara kelompok
perlakuan tersebut.
Analisis kemudian dilanjutkan dengan melakukan perbandingan multiple
rata hitung diameter zona hambatan kelima kelompok perlakuan utama (tabel 11),
tampak adanya perbedaan rata hitung zona hambatan yang bermakna ( p < 0,05 )
antara antara ekstrak lidah buaya 50% dengan antibiotik imipenem 10 µg, ekstrak
lidah buaya 100%, dan aquades. Nilai p< 0,05 juga didapatkan pada perbandingan
antara ekstrak lidah buaya 75% dengan antibiotik imipenem 10 µg dan aquades.
Perbandingan antara ekstrak lidah buaya 100% dengan antibiotik imipenem 10
µg, dan aquades didapatkan nilai p < 0,05. Selain itu, Perbedaan bermakna ( p <
0,05 ) juga ditemukan pada perbandingan antara antibiotik imipenem 10 µg
dengan aquades. Tetapi terdapat perbedaan yang tidak bermakna (p > 0,05 ) antara
ekstrak lidah buaya 75% dengan ekstrak lidah buaya 50%, dan ekstrak lidah
buaya 100%.
Berdasarkan pada analisis tersebut, ekstrak lidah buaya memiliki
kemampuan untuk menghambat pertumbuhan P. aeruginosa.
50
Senyawa anrtibakteri yang terkandung dalam ekstrak lidah adalah
antraquinon dan saponin (Newall et al, 1998). Adapun mekanisme dalam
menghambat P. aeruginosa mungkin karena kuinon sering menyebabkan protein
bakteri menjadi inaktif dan kehilangan fungsinya. (Cowan, 1999). Sedang saponin
dapat melarutkan lipid pada membran sel bakteri (lipoprotein), akibatnya dapat
menurunkan tegangan permukaan lipid, permeabilitas sel berubah, fungsi sel
bakteri menjadi tidak normal, dan sel bakteri lisis dan mati (Voight, 1994, Brooks,
2007).
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Roro
Wahyudianingsih (2001) dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen
Maranatha, bahwa ekstrak lidah buaya (Aloe vera) mampu menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri gram positif dan negatif. Dengan adanya penelitian
ini, daya antibakteri ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terhadap P. aeruginosa
invitro, akan menambah satu lagi potensi daya antibakteri ekstrak lidah buaya
yaitu P. aeruginosa.
Penelitian yang dilakukan Dian Handayani, Noviandi Sayuti, dan
Dachriyanus Dari Fakultas Farmasi Universitas Andalas dengan judul Isolasi Dan
Karakterisasi Senyawa Antibakteri Epidioksi Sterol Dari Spon Laut Petrosia
Nigrans, Asal Sumatera Barat. Didapatkan Hasil Pemeriksaan Aktivitas
Antibakteri dari Ekstrak Metanol Spon laut Petrosia nigrans dengan Metoda
Difusi Agar yaitu Diameter Hambat Ekstrak Metanol Spon laut Petrosia nigrans
(1%) untuk P. aeruginosa sebesar 6 mm. Serta penelitian megenai Isolasi Dan
Identifikasi Senyawaaktif Anti Mikroba Dari Daun Tumbuhan Piper
51
Sarmentosum Roxb. Ex Hunter oleh Shinta Jurusan Kimia Universitas Gunadarma
dengan hasil yang menunjukkan bahwa pada konsentrai 1000 µg/ml atau 1 mg/ml
didapatkan diameter zona hambat untuk kuman P. aeruginosa.sebesar 22 mm.
Menilik dari kedua penelitian yang dilakukan oleh Dian handayani dkk.
dan Shinta jika dibandingkan dengan penelitian mengenai aktivitas antibakteri
lidah buaya yang peneliti lakukan, didapat bahwa Ekstrak Metanol Spon laut
Petrosia nigrans (1%) dan Ekstrak Daun Tumbuhan Piper Sarmentosum Roxb.
Ex Hunter 1000 µg/ml mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih kuat dari pada
ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terhadap P. aeruginosa.
Sri Herlina dan Taslim Ersam Jurusan Kimia FMIPA ITS, telah
melakukan penelitian mengenai Tiga Senyawa Santon Dari Kulit Akar Mundu
Garcinia Dulcis (Roxb.) Kurz. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata ketiga
senyawa Santon Dari Kulit Akar Mundu Garcinia Dulcis (Roxb.) Kurz tidak
menunjukkan aktivitas sebagai antibakterial terhadap P. aeruginosa. Sehingga
berdasarkan penelitian di atas diketehui bahwa ekstrak lidah buaya (Aloe vera)
lebih efektif menghambat pertumbuhan P. aeruginosa dibanding Tiga Senyawa
Santon Dari Kulit Akar Mundu Garcinia Dulcis (Roxb.) Kurz.
Perbedaan kekuatan hambatan masing-masing ekstrak di atas terhadap P.
aeruginosa mungkin disebabkan oleh perbedaan khasiat masing-masing simplisia.
Khasiat suatu simplisia tergantung dari kandungan, jenis, dan jumlahnya
(Dzulkarnain et al, 1996).
Berdasarlan temuan diatas didukung oleh adanya daya hambat ekstrak
lidah buaya khususnya pada konsentrasi 100% (11,3mm) yang cukup besar, dan
52
toksisitas lidah buaya yang diharapkan rendah karena pemanfaatan lidah buaya
sejak lama sebagai penyubur rambut, antiperadangan, serta berbagai produk
makanan dan minuman oleh masyarakat secara aman, maka ada harapan bagi
lidah buaya sebagai salah satu alternatif antibakteri yang alami dan aman
terhadap P. aeruginosa. Namun demikian harus diadakan penelitian lebih lanjut
secara invivo megenai dosis keamanan dan toksisitasnya.
Bila dibandingkan secara perbandingan multiple (tabel 9) antara antibiotik
imipenem 10 µg dengan ketiga konsentrasi ekstrak lidah buaya, rata-rata hitung
diameter ketiga konsentrasi ekstrak lidah buaya dalam penelitian ini masih belum
mampu mendekati atau melebihi rata-rata hitung zona hambatan antibiotik
imipenem 10 µg.
Permasalahan di atas mungkin disebabkan proses ekstraksi yang tidak
optimal untuk memunculkan bahan-bahan antibakteri pada esktrak lidah buaya
secara adekuat. Selain itu, mungkin karena human error pada saat pengenceran
ekstrak lidah buaya dengan menggunakan pelarut aquades steril, kemungkinan
tidak dapat melarutkan suluruh kandungan yang terdapat dalam ekstrak lidah
buaya dengan sempurna.
53
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
Dari hasil penelitian tentang pengaruh ekstrak lidah buaya (Aloe vera)
terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada pus pasien
osteomielitis rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta secara invitro,
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak lidah buaya (Aloe vera) terbukti mampu menghambat pertumbuhan
Pseudomonas aeruginosa pada osteomielitis secara invitro dimana rata hitung
diameter zona hambatan kelompok perlakuan, yaitu aquades ( 0,0 mm ),
ekstrak lidah buaya 50% ( 9,0 mm ), 75% ( 9,9 mm ), 100% ( 11,3 mm) dan
antibiotik imipenem 10 µg ( 22,0 mm ), didapatkan bahwa ada perbedaan rata
hitung diameter zona hambatan yang bermakna ( p < 0,05 ) antara kelompok
perlakuan tersebut.
2. Terjadi peningkatan efek antibakteri pada peningkatan konsentrasi ekstrak
lidah buaya 50% menjadi 100%, namun efek antibakteri ekstrak lidah buaya
konsentrasi 50%, 75%, dan 100% lebih lemah dibanding imipenem.
Hipotesis penelitian yaitu ekstrak lidah buaya (Aloe vera) dapat
menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa pada osteomielitis secara
invitro terbukti.
54
B. SARAN
Setelah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak lidah buaya (Aloe
vera) terhadap pertumbuhan bakteri Pseudomonas aeruginosa pada pus pasien
osteomielitis rumah sakit ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta secara invitro,
maka peneliti menyarankan :
1. Rumah Sakit
1. Untuk tidak menggunakan ekstrak lidah dalam pengobatan osteomilitis
yang disebabkan Pseudomonas aeruginosa sebelum didapatkan hasil
penelitian lebih lanjut mengenai ekstrak lidah sebagai alternatif
pengobatan infeksi.
2. Untuk mamantau kembali dan meningkatkan pelaksanaan penaggulangan
trauma. Misalnya dengan meningkatkan sterilitas dan higienisasi
instrumen serta tenaga kesehatan yang ada di rumah sakit, dan
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan.
3. Untuk meningkatkan upaya pengendalian infeksi rumah sakit untuk
melindungi pasien dari kejangkitan infeksi misalnya dalam bentuk upaya
pencegahan, dan survailan.
2. Peneliti
1. Perlu dilakukan upaya pengembangan ekstrak lidah buaya (Aloe vera)
sebagai terapi alternatif infeksi bakteri khususnya yang disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa.
55
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang daya antibakteri ekstrak
lidah buaya (Aloe vera) invivo (pada hewan coba) agar dapat diketahui
dosis keamanan dan toksisitasnya.
3. Departemen Kesehatan
1. untuk mengembangkan ekstrak lidah buaya sebagai salah satu herbal
untuk pengobatan penyakit infeksi khususnya osteomyelitis.
2. Hendaknya memasukkan program pencegahan dan penaggulangan trauma
ke dalam daftar program Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
masyarakat peling dasar. Misalnya dengan memberikan edukasi yang
benar dan baik kepada masyarakat mengenai pencegahan dan
penaggulangan trauma yang optimal sedini mungkin antara lain
penyuluhan.
56
DAFTAR PUSTAKA
Apley graham A., 1993. Apley’s System of Orthopaedic And Farctures. Seventh Edition. Butterworth-Heinemann Ltd, Oxford. Hal 40-42.
Astawan, 2006. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. In: Mari Kita Santap Lidah Buaya. http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task =viewarticle&artid=324&Itemid=3. (7 Maret 2008)
Babcock M.H., 2006. Osteomyelitis. http://www.nlm.nih.ov/medlineplus/ncy/article /000437.htm. (18 Maret 2008).
Brooks G.F., Butel J.S., Morse S.A., 2007. Jawetz, Melnick, Adelberg. Medical Microbiology. In: Antimicrobial Chemoterapy; Pseudomonads, Acinetobacters, & Uncommon Gram-Negative Bacteria. Lange Medical Books/ McGraw –Hill, United Stated of America. Hal 161-95, 263-265
Cowan M.M., 1999. Plant Products as Antimicrobial Agents. Departement of Microbiology, Miami University, Oxford, Ohio, 45056.
Dwiprahasto, 2005. Kebijakan Untuk Meminimalkan Risiko Terjadinya Resistensi Bakteri Di Unit Perawatan Intensif Rumah Sakit. www.jmpkonline.net/files/ mkiwan.pdf. (25 Januari 2009)
Dzulkarnain B, Sundari Dian, Chosin Ali, 1996. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. Hal 35-48
Furnawanthi S.P., 2007. Khasiat dan Manfaat Lidah Buaya Si Tanaman Ajaib. Tangerang: Argomedia Pustaka.
Ganiswarna S.G., Rianto S., Frans D.S., Purwantyastuti, Nafrialdi., 1995. Farmakologi dan Terapi. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. Hal: 572-3.
Handayani D., Sayuti N., Dachriyanus, 2008. Isolasi Dan Karakterisasi Senyawa Antibakteri Epidioksi Sterol Dari Spon Laut Petrosia Nigrans, Asal Sumatera Barat. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=ekstrak+antimikroba+Pseudo monas&start=50&sa=N. (20 Januari 2009).
57
Harborne JB, 1987. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Terbitan kedua. Diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Sudiro. Bandung: ITB. Hal 3-15, 102-8
Harvey R.A., Pamela C.C., Bruce D.F., 2007. Microbiology Second Edition, Lippincott’s Illustrated Reviews. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. Hal 69-75
Herlina S., Ersam T., 2006. Tiga Senyawa Santon Dari Kulit Akar Mundu Garcinia Dulcis (Roxb.) Kurz. http://www.google.co.id/search?hl=id&q=ekstrak+ antimikroba+Pseudomonas&start=50&sa=N. (20 Januari 2009)
Jawetz E., Melnick J., Adelberg E., 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Jakarta; EGC. Hal: 153-87
Johnson A.G., et al., 1993. Mikrobiologi dan Imunologi. Seri Ringkasan. Alih Bahasa oleh Yulius E.S. Department of Medical Microbiology and Imunnology University of Minnesota. Binarupa Aksara. Hal 29-32.
Khan A. N., 2007. Osteomyelitis Kronis. http://www.emedicine-.com/pedTOPIC502 .HTM. (23 Mei 2008).
Kalyoussef S., 2006. Osteomyelitis. http://www.emedicine-.com/pedTOPIC1677 .HTM (7 Maret 2008).
Koneman E.W., 2006. Koneman’s Color Atlas and Textbook of Diagnostic Microbiology. Sixth Edition. Lippincott Williams & Walkins. Philadelphia. Hal 624-25
Ladd A., Jones H.H., Otanes O., 2003. Osteomyelitis. http://osteomyelitis.stanford.edu/. (2 Februari 2009)
Levinson W., 2006. Review of Medical Microbiology And Immunology. Ninth edition. Lange Medical Books/ McGraw –Hill, United Stated of America. Hal 69-93, 149-50.
Lubis M.T., et al, 2005. The Use of Ceftriaxone Impregnated Beads in The Management of Chronic Osteomyelitis. http://www.digilibui.edu/opac/th emes/libri2/detail.jsp?id=105714&lokasi=lokal. (27 April 2008)
58
Mayasari E., 2006. Pseudomonas aeruginosa; Karakteristik, Infeksi, dan Penanganan. http :// library.usu.ac.id. (2 februari 2009)
Murray P. R., 1995. Manual of Clinical Microbiology. Sixth Edition. American Society Of Microbiology Press, Washington, DC. Hal 509-517.
Newall A. et al, 1996. Herbal Medicine, A Guide For Health Care and Professionals . London: The Pharmaceutical Press. Hal 25-6
Qarah S., 2005. Pseudomonas aeruginosa infections. http://www.emedicine.Com /med/topic1943.htm. (7 Maret 2008)
Robbins S.L., Kumar V., 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Volume 2. Diterjemahkan oleh Staf Pengajar Laboratorium Patologi Anatomik FK UNAIR. In: sistem Muskuloskeletal. Jakarta ; Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal 453-73
Rosana Y., Riyanto B., Setiawan B., 2007. Pseudomonas Infections : What Antibiotics is the Best?. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/10Peran MediauntukIdentifikasiMikroba124.pdf/10PeranMediauntukIdentifikasiMikroba124.htm. (17 Maret 2008)
Salter R.B., 1999. textbook Of Disorders And Injuries Of The Musculoskeletal System. Third Edition. Lippincott Williams & Walkins. Maryland. Hal 216-18.
Sastroasmoro (ed), 2005. Penggunaan Siprofloksasin Di Indonesia. www.yanmedik-depkes.net/hta/Hasil%20Kajian%20HTA/2005/Penggunaan%20Siprofloksasin%20di%20Indonesia.doc. (17 Maret 2008)
Shinta, 2002. Isolasi Dan Identifikasi Senyawaaktif Anti Mikroba Dari Daun Tumbuhan Piper Sarmentosum Roxb. Ex Hunter. http://digilib.gunadarma.ac. d/go.php?id=jbptitbpp-gdl-s2-2002-shintanim218 44. (20 Januari 2009)
Sjamsuhidjat R, De Jong Wim, 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi.
Jakarta; ECG. Hal 1221-4.
Sjoekoer M. Dzen et al (eds), 2003. Bakteriologi Medik. Malang: Bayu Medika Publisin. Hal 122-23
59
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara. Hal 177-79.
Sudarto S.P., 1997. LIdah Buaya. Yogyakarta: Kanisius
Taufiqurahman M.A., 2003. Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Klaten: CSGF.
Voigt R., 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan Nurono. Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Hal 579-80.
Weinstein R.A., 1992. Multiply Drug-Resistant Pathogens: Epidemiology And Control. Little. In : Bennett J.V. and Brachman P.S. (eds). Hospital Infections. Third Edition. Brown An Company. Toronto. Hal 265-282.
Wahyudianingsih R., 2001. Aktivitas Antibakteri Lidah Buaya (Aloe vera)terhadap Beberapa Bakteri. http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id=jkpkbppk-gdl-res-2003-roro-1695-antibakteri. (17 Maret 2008).
Zulkarnain I., 2006. Infeksi Nosokomial. Dalam : Sudoyo A.W. et all (eds), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta; Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FK UI. Hal 1749-51.
60
Lampiran 1. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian di Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R.
Soeharso Surakarta
61
Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Menyelesaikan Penelitian Di Laboratorium Mikrobiologi
Fakultas kedokteran UNS
62
Lampiran 3. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Pembuatan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera) Di
Laboratorium Galenika B2P2TO2T Tawangmangu
63
Lampiran 4. Informed Consern
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN (INFORMED CONSERN) PENELITIAN
Pengaruh Ekstrak Lidah Buaya (Aloe Vera) terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeroginosa pada
Pasien Osteomyelitis Bangsal Cempaka Rumah Sakit Ortopedi Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta Secara
Invitro
Oleh Isabela Ariane
Saya yang bertandatangan di bawah ini,
Jenis Kelamin :
Umur : Tahun
Alamat :
Dengan ini menyatakan persetujuan saya untuk ikut serta dalam penelitian dengan judul diatas setelah
memahami prosedur dibawah ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas ekstrak lidah buaya
dalam menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeroginosa pada pasien osteomyelitis Rumah Sakit Ortopedi
Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta.secara invitro.untuk itu saya bersedia untuk menjalani posedur berikut:
1. Saya bersedia untuk dimintai keterangan mengenai identitas diri saya meliputi umur, jenis kelamin,
serta alamat oleh peneliti
2. Saya bersedia untuk diambil pus (nanah) yang berasal dari lokasi infeksi osteomyelitis yang saya
derita untuk selanjutnya dapat digunakan untuk kepentingan penelitian
3. Untuk keperluan sampling penelitian, responden tidak dipungut biaya
4. Saya telah membaca dan mendapat semua informasi yang berkaitan dengan penatalaksanaan
penelitian ini, dan saya setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini
5. Dengan demikian saya setuju untuk turut serta dalam penelitian ini
PENELITI
Surakarta,
RESPONDEN
64
Lampiran 5. Data Identitas Responden
JENIS KELAMI
N NO. UMUR
(TAHUN)
P W
DIAGNOSIS AWAL
(PASIEN DATANG KE
RSOP)
DIAGNOSIS LOKASI INFEKSI
BAKTERI
1. 51 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis kronis
Tibia, Fibula -
2. 61 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis Femur -
3. 38 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis Humerus -
4. 46 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis Femur -
5. 46 √ Luka terinfeksi
Osteomyelitis kronis
Calcaneus -
6. 26 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis kronis
Femur -
7. 71 √ Luka terinfeksi
Osteomyelitis kronis
Pedis P. aeruginosa
8. 25 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis Femur P. aeruginosa
9. 26 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis kronis
Tibia, Fibula -
10. 23 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis kronis
Tibia, Fibula -
65
11. 37 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis Tibia, Fibula -
12. 45 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis Femur -
13. 47 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis kronis
Tibia -
14. 17 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis Femur P. aeruginosa
15. 55 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis Tibia, Fibula -
16. 13 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis Femur P. aeruginosa
17. 63 √ Luka terinfeksi
Osteomyelitis kronis
Femur -
18. 40 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis Femur P. aeruginosa
19. 21 √ Infeksi Post Operasi
Osteomyelitis kronis
Tibia P. aeruginosa
20. 28 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis kronis
Tibia P. aeruginosa
21. 28 √ Multiple fraktur
Osteomyelitis Femur -
22. 51 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis kronis
Femur -
23. 41 √ Fraktur tertutup
Osteomyelitis kronis
Femur -
66
24. 60 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis Tibia, Fibula P. aeruginosa
25. 55 √ Luka terinfeksi
Osteomyelitis kronis
Pedis P. aeruginosa
26. 8 √ Fraktur tertutup
Osteomyelitis Ulna -
27. 26 √ Fraktur terbuka
Osteomyelitis Femur P. aeruginosa
67
Lampiran 6. Uji Normalitas
Tests of Normality(b)
Kolmogorov-Smirnov(a) Shapiro-Wilk
Perlakuan Statistic df Sig. Statistic df Sig.
imipenem .154 10 .200(*) .954 10 .718
ekstrak 50 % .200 10 .200(*) .924 10 .391
ekstrak 75% .317 10 .005 .713 10 .001
Hasil
ekstrak 100% .251 10 .075 .831 10 .034
Uji Kolmogorov-Smirnov digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi
normal atau tidak. Distribusi data yang normal merupakan distribusi data yang tersebar merata
sistematis dan membentuk kurva seperti lonceng.
Hipotesis :
H0 = Data berdistribusi normal
H1 = Data tidak berdistribusi normal
Keputusan :
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Dari tabel di atas diketahui bahwa nilai probabilitas untuk keempat kelompok perlakuan
tersebut kecuali pada perlakuan ekstrak 75% (p) > 0,05. Dengan demikian H0 diterima yang berarti
data diasumsikan berdistribusi normal sehingga berlaku asumsi untuk penggunaan uji ANOVA.
68
Lampiran 7. Uji Homogenitas
Test of Homogeneity of Variances
Hasil
Levene Statistic df1 df2 Sig.
15.209 4 45 .000
Analisis ini bertujuan untuk menguji berlaku atau tidaknya asumsi untuk ANOVA, yaitu
apakah semua kelompok perlakuan mempunyai varians data yang sama. Varians data harus stabil
secara sistematis pada keseluruhan data.
Hipotesis :
H0 = kelima varians kelompok adalah identik
H 1= kelima varians kelompok adalah tidak identik
Keputusan :
Jika nilai probabilitas < 0,05, maka H0 ditolak
Jika nilai probabilitas > 0,05, maka H0 diterima
Dari uji homogenitas varians data diketahui bahwa nilai probabilitas adalah 0,120 sehingga p
< 0,05. Dengan demikian H0 ditolak yang berarti bahwa kelima varians kelompok adalah tidak
identik, sehingga asumsi kesamaan varians untuk ANOVA terpenuhi tetapi memakai uji dunnetT3
sebagai Post Hoc Test
69
Lampiran 8. Uji Anova Dan Post Hoc Test
ANOVA
Hasil
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 2457.320 4 614.330 49.454 .000 Within Groups 559.000 45 12.422 Total 3016.320 49
Post Hoc Tests Dunnett T3
95% Confidence Interval (I) Perlakuan (J) Perlakuan
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig. Lower Bound Upper Bound
ekstrak 50 % 13.000* 2.440 .003 4.47 21.53
ekstrak 75% 12.100* 2.420 .006 3.57 20.63
ekstrak 100% 10.700* 2.432 .013 2.17 19.23
imipenem
aquades 22.000* 2.399 .000 13.48 30.52
imipenem -13.000* 2.440 .003 -21.53 -4.47
ekstrak 75% -.900 .547 .656 -2.65 .85
ekstrak 100% -2.300* .597 .011 -4.19 -.41
ekstrak 50 %
aquades 9.000* .447 .000 7.41 10.59
imipenem -12.100* 2.420 .006 -20.63 -3.57
ekstrak 50 % .900 .547 .656 -.85 2.65
ekstrak 100% -1.400 .506 .112 -3.00 .20
ekstrak 75%
aquades 9.900* .314 .000 8.78 11.02
imipenem -10.700* 2.432 .013 -19.23 -2.17
ekstrak 50 % 2.300* .597 .011 .41 4.19
ekstrak 75% 1.400 .506 .112 -.20 3.00
ekstrak 100%
aquades 11.300* .396 .000 9.89 12.71
imipenem -22.000* 2.399 .000 -30.52 -13.48
ekstrak 50 % -9.000* .447 .000 -10.59 -7.41
ekstrak 75% -9.900* .314 .000 -11.02 -8.78
aquades
ekstrak 100% -11.300* .396 .000 -12.71 -9.89
70
Lampiran 9. Tabel F Untuk Uji Anova
71
72
Lampiran 10. Tabel Sensitivitas Disk Antibiotik (mm)
Jenis Antibiotik Resisten Intermediet sensitif
Imipenem ≤ 13 14 - 15 ≥ 16
Meropenem ≤ 12 13 - 16 ≥ 17
Tobramycin ≤ 12 13 - 14 ≥ 15
Amikasin ≤ 14 15 - 16 ≥ 17
73
Lampiran 11. Bahan dan Cara Kerja Ekstraksi Perkolasi
Bahan :
1. Lidah buaya (Aloe vera) yang telah dijadikan serbuk 100 gr
2. Pelarut (etanol 70%) 1000 mg
Perbandingan serbuk lidah buaya dengan etanol 70% adalah 1:10
Cara kerja :
1. 100 gr serbuk lidah buaya dibahasi dengan etanol 70% 20 ml
2. Aduk rata lalu tutup dan diamkan 1 jam
3. Setelah itu masukkan kedalam alat perkolator
4. Tetesi etanol 70% sampai terendam 1 lapis (1 cm) diatas serbuk lidah buaya
5. Diamkan 24 jam
6. Dialiri etanol 70% dalam corong sambil teteskan 1 tetes (1 ml)/ detik
7. Teteskan samapi pelarut 1000 ml semua terpakai
8. Perkolat yang didapat dievaporasi untuk menguapkan semua cairan penyari (etanol 70%)
menjadi ekstrak kental ( DEPKES RI, 1986)
9. Selanjutnya ekstrak kental dikeringkan dengan cara diuapkan diatas waterbath sambil
diangin-anginkan untuk membantu penguapan.
74
Lampiran 12. Perincian Bahan Pembuatan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera)
Kesetaraan = berat ekstrak rata-rata = 36,76
Berat sampel rata-rata 100
= 0, 37
= 1 gram bahan lidah buaya setara dengan 0,37 gr ekstrak rimpang kunyit
No. Berat sampel Berat ekstrak
1 100 gr 36,76
75
Lampiran 13. Dokumentasi Penelitian
Foto 1. Tanaman dan Ekstrak Lidah Buaya (Aloe vera)
76
Foto 2. Pseudomonas aroginosa pada media PSA (Pseudomonas selective Agar), Pseudomonas
aeruginosa membentuk koloni bulat halus dengan warna floresen kehijauan
77
Foto 3. Hasil Pengamatan Zona Hambatan Pertumbuhan Terhadap Pseudomonas aeroginosa Pada
Media Muller Hinton 18-24 Jam Setelah Perlakuan (disk Antibiotik).
Keterangan :
TOB = Tobramycin
AK = Amikasin
MEM = Meropenem
IPM = Imipenem
AK
IPM
TOB
MEM
78
Foto 3. Hasil Pengamatan Zona Hambatan Pertumbuhan Terhadap Pseudomonas aeroginosa Pada
Media Muller Hinton 18-24 Jam Setelah Perlakuan (ekstrak dan aquades)
Keterangan :
A. ekstrak lidah buaya 50%
B. ekstrak lidah buaya 75%
C. ekstrak lidah buaya 100%
D. Aquades
A
B
C
D