PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN...

118
PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN GENDER TERHADAP KORUPSI DI BEBERAPA NEGARA ASEAN PERIODE 2010-2017 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh: Priska Fatma Anggita NIM. 11150840000004 FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2019 M/1440 H

Transcript of PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN...

Page 1: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN GENDER

TERHADAP KORUPSI DI BEBERAPA NEGARA ASEAN PERIODE 2010-2017

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Priska Fatma Anggita

NIM. 11150840000004

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019 M/1440 H

Page 2: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik
Page 3: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik
Page 4: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik
Page 5: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik
Page 6: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

i

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Identitas Pribadi

1. Nama Lengkap : Priska Fatma Anggita

2. Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 28 Juli 1997

3. Alamat : Perum Bukit Sawangan Indah

Blok A8 No. 19 RT 07 RW 05

Kelurahan Duren Mekar Kec. Bojongsari,

Depok – Jawa Barat

4. Telepon : 0857 7999 4838

5. E-mail : [email protected]

II. Pendidikan Formal

1. SD Negeri Durenseribu 04 Tahun 2003-2009

2. SMP Negeri 2 Depok Tahun 2009-2012

3. SMA Negeri 1 Tangerang Selatan Tahun 2012-2015

4. S1 UIN Syarif Hidayatullah Tahun 2015-2019

III. Pengalaman

1. Anggota Divisi Kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ)

Ekonomi Pembangunan Periode 2015-2016.

2. Peserta kompetisi Esai Nasional “National Economics Creative Competition

2017” UIN Alauddin Makassar.

3. Asisten data input dan analisis dalam “Laporan Kinerja Pembangunan Daerah

Tahun 2018” Provinsi Bali, NTB, dan NTT untuk Kementerian PPN/Bappenas.

Page 7: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

ii

ABSTRACT

The aims of this research to analyze the influence of national competitiveness and

gender inequality on corruption in several ASEAN countries for 2010-2017 period. This

research aims to find out factors that can influence perceptions of corruption from an

economic perspective, which is represented by national competitiveness and gender

inequality. This research uses panel data analysis with Fixed Effect Model (FEM)

approach and using samples from 6 developing countries in ASEAN these are Indonesia,

Malaysia, Thailand, Philippines, Vietnam, and Cambodia. The results show that

partially, national competitiveness has a significant effect and shows a positive

relationship to perceptions of corruption, meaning that if national competitiveness

increases, perceptions of corruption will also increase (cleaner from corruption). Gender

inequality has a significant effect and shows a negative relationship to perceptions of

corruption, meaning that if the value of gender inequality decreases (illustrates the lower

disparity between men and women), the value of perceptions of corruption will increase

(cleaner from corruption), and vice versa. Simultaneously, national competitiveness

(competitiveness index) and gender inequality (gender inequality index) have a

significant effect on perceptions of corruption (corruption perception index).

Keywords: Perception Corruption, National Competitiveness, Gender Inequality,

Competitiveness Index, Gender Inequality Index, Corruption Perception Index, Fixed

Effect Model (FEM)

Page 8: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

iii

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh daya saing nasional dan

ketimpangan gender terhadap korupsi di beberapa negara ASEAN periode 2010-2017.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

persepsi korupsi dari sudut pandang ekonomi, yang direpresentasikan dengan daya saing

nasional dan ketimpangan gender. Penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan

pendekatan Fixed Effect Model (FEM) menggunakan sampel penelitian 6 negara

berkembang di ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan

Kamboja. Hasil menunjukkan bahwa secara parsial, daya saing nasional berpengaruh

signifikan dan menunjukkan arah hubungan yang positif terhadap persepsi korupsi,

artinya apabila daya saing nasional meningkat maka persepsi korupsi juga akan

mengalami peningkatan (semakin bersih dari korupsi). Ketimpangan gender berpengaruh

signifikan dan menunjukkan arah hubungan yang negatif terhadap persepsi korupsi,

artinya apabila nilai ketimpangan gender menurun (menggambarkan semakin rendahnya

kesenjangan/disparitas antara laki-laki dan perempuan), maka nilai persepsi korupsi akan

meningkat (semakin bersih dari korupsi), dan sebaliknya. Secara simultan, daya saing

nasional (competitiveness index) dan ketimpangan gender (gender inequality index)

berpengaruh signifikan terhadap korupsi (corruption perception index).

Kata Kunci: Persepsi Korupsi, Daya Saing Nasional, Ketimpangan Gender, Indeks Daya

Saing Nasional, Indeks Ketimpangan Gender, Indeks Persepsi Korupsi, Model Efek

Tetap

Page 9: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

iv

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya

kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“Pengaruh Daya Saing Nasional dan Ketimpangan Gender Terhadap Korupsi di Beberapa

Negara ASEAN Periode 2010-2017” dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta, Fakultas Ekonomi dan Bisnis pada program studi Ekonomi

Pembangunan.

Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik berkat dukungan, bimbingan, dan

bantuan berbagai pihak. Maka, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima

kasih pada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan moril maupun materiil, yaitu

kepada:

1. Orang tua penulis, yaitu Ayah Gatot Soedarto dan Ibu Arieanty Endang Y. yang

selalu memberikan dukungan, motivasi, serta doa tiada henti.

2. Bapak Dr. M. Hartana I. Putra, M.Si selaku Ketua Program Studi Ekonomi

Pembangunan dan Bapak Deni Pandu Nugraha, S,E., M.Sc selaku Sekretaris

Program Studi Ekonomi Pembangunan.

3. Bapak Dr. Sofyan Rizal, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan

waktu dalam memberikan arahan, dukungan, dan motivasi selama proses

penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Arief Fitrijanto, M.Si yang telah memberikan arahan dan bimbingan

selama proses perkuliahan.

5. Bapak Zuhairan Yunmi Yunan, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik yang

telah memberikan arahan dan bimbingan selama proses perkuliahan

6. Seluruh jajaran Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan ilmu

yang berharga selama proses perkuliahan serta seluruh jajaran karyawan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis yang telah melayani dan membantu selama proses

perkuliahan.

Page 10: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

v

7. Teman-teman selama perkuliahan Andini, Azalia Nada B., Diyah Ayu F., Diyah

Ayu S. N., Khairun Nisa, Kurniasih A., Maria Ulfah, Octavira M., Rara Min A.,

Resha Ayu N., Sofi P., dan Tenti A. R. yang selalu menemani selama masa

perkuliahan, memberikan dukungan dan motivasi, serta saling berbagi ilmu yang

berharga.

8. Teman-teman konsentrasi Perencanaan Pembangunan dan seluruh teman-teman

angkatan 2015 program studi Ekonomi Pembangunan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena

keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,

penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun demi perbaikan

dan pencapaian yang lebih baik di masa mendatang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat

memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, Juli 2019

Priska Fatma Anggita

Page 11: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

vi

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF

LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. i

ABSTRACT .......................................................................................................... ii

ABSTRAK ......................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iv

DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi

DAFTAR TABEL............................................................................................... ix

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... x

DAFTAR GRAFIK ............................................................................................. xi

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ................................................................................................ 1

B. Batasan Masalah .............................................................................................. 8

C. Rumusan Masalah ........................................................................................... 8

D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 10

E. Manfaat Penelitian ......................................................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori .............................................................................................. 12

1. Korupsi...................................................................................................... 12

2. Daya Saing Nasional ................................................................................. 17

3. Ketimpangan Gender ................................................................................. 22

Page 12: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

vii

B. Penelitian Terdahulu ...................................................................................... 24

C. Hubungan Antar Variabel .............................................................................. 29

1. Daya Saing Nasional dengan Korupsi ........................................................ 29

2. Ketimpangan Gender dengan Korupsi........................................................ 29

D. Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 30

E. Hipotesis Penelitian ....................................................................................... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 33

B. Populasi dan Sampel...................................................................................... 33

C. Pengumpulan Data dan Sumber Data ............................................................. 34

D. Metode Analisis Data .................................................................................... 34

1. Pendekatan Penelitian ................................................................................ 34

2. Analisis Data Panel .................................................................................... 35

3. Estimasi Model Data Panel ........................................................................ 37

4. Pemilihan Model Data Panel ...................................................................... 39

5. Model Empiris ........................................................................................... 41

E. Uji Asumsi Klasik ......................................................................................... 42

1. Uji Normalitas ........................................................................................... 42

2. Uji Multikolinearitas.................................................................................. 42

3. Uji Heterokedastisitas ................................................................................ 42

F. Uji Hipotesis .................................................................................................. 43

1. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t-statistik) ................................ 43

2. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji F-statistik) ................................. 44

3. Koefisien Determinasi (R2) ........................................................................ 44

Page 13: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

viii

G. Operasional Variabel Penelitian .................................................................... 45

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ............................................................... 48

1. Gambaran Umum Indonesia ....................................................................... 48

2. Gambaran Umum Malaysia....................................................................... 52

3. Gambaran Umum Thailand ....................................................................... 56

4. Gambaran Umum Filipina ......................................................................... 59

5. Gambaran Umum Vietnam ....................................................................... 62

6. Gambaran Umum Kamboja....................................................................... 66

B. Temuan Hasil Penelitian ................................................................................ 69

1. Estimasi Model Data Panel ....................................................................... 69

2. Fixed Effect Model (FEM) ........................................................................ 72

3. Uji Asumsi Klasik ..................................................................................... 77

4. Pengujian Hipotesis .................................................................................. 78

5. Analisis Persepsi Korupsi dengan Variabel Bebas Daya Saing Nasional

dan Ketimpangan Gender .......................................................................... 81

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................... 85

B. Saran ............................................................................................................. 86

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 88

LAMPIRAN ...................................................................................................... 94

Page 14: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

ix

DAFTAR TABEL

1.1 Indeks Persepsi Korupsi Negara-Negara ASEAN

Tahun 2010-2017 .......................................................................................... 3

1.2 Indeks Daya Saing Nasional Negara-Negara ASEAN

Tahun 2010-2017 .......................................................................................... 5

1.3 Indeks Ketimpangan Gender Negara-Negara ASEAN

Tahun 2010-2017 .......................................................................................... 7

2.1 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 26

3.1 Definisi Operasional Variabel ...................................................................... 45

4.1 Hasil Estimasi Common Effect Model/PLS ................................................... 69

4.2 Hasil Estimasi Fixed Effect Model ................................................................ 70

4.3 Uji Chow ..................................................................................................... 70

4.4 Hasil Estimasi Random Effect Model ............................................................ 71

4.5 Uji Hausman ................................................................................................ 72

4.6 Hasil Estimasi Data Panel ............................................................................ 72

4.7 Interpretasi Fixed Effect Model ..................................................................... 75

4.8 Hasil Uji Multikolinearitas ........................................................................... 77

4.9 Hasil Uji Heterokedastisitas ......................................................................... 78

4.10 Uji t-statistik .............................................................................................. 79

4.11 Uji F-statistik ............................................................................................. 80

4.12 Uji Koefisien Determinasi (R2) ................................................................... 81

Page 15: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

x

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pemikiran ..................................................................................... 31

4.1 Grafik Hasil Uji Normalitas.......................................................................... 76

Page 16: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

xi

DAFTAR GRAFIK

4.1 Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010-2017 ................................... 49

4.2 Indeks Daya Saing Nasional Indonesia Tahun 2010-2017............................. 49

4.3 Indeks Ketimpangan Gender Indonesia Tahun 2010-2017 ............................ 51

4.4 Indeks Persepsi Korupsi Malaysia Tahun 2010-2017 .................................... 53

4.5 Indeks Daya Saing Nasional Malaysia Tahun 2010-2017 ............................. 54

4.6 Indeks Ketimpangan Gender Malaysia Tahun 2010-2017 ............................. 55

4.7 Indeks Persepsi Korupsi Thailand Tahun 2010-2017 .................................... 57

4.8 Indeks Daya Saing Nasional Thailand Tahun 2010-2017 .............................. 57

4.9 Indeks Ketimpangan Gender Thailand Tahun 2010-2017 ............................. 58

4.10 Indeks Persepsi Korupsi Filipina Tahun 2010-2017 .................................... 60

4.11 Indeks Daya Saing Nasional Filipina Tahun 2010-2017.............................. 61

4.12 Indeks Ketimpangan Gender Filipina Tahun 2010-2017 ............................. 62

4.13 Indeks Persepsi Korupsi Vietnam Tahun 2010-2017 ................................... 63

4.14 Indeks Daya Saing Nasional Vietnam Tahun 2010-2017 ............................ 64

4.15 Indeks Ketimpangan Gender Vietnam Tahun 2010-2017 ............................ 65

4.16 Indeks Persepsi Korupsi Kamboja Tahun 2010-2017 .................................. 66

4.17 Indeks Daya Saing Nasional Kamboja Tahun 2010-2017 ........................... 67

4.18 Indeks Ketimpangan Gender Kamboja Tahun 2010-2017 ........................... 68

Page 17: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

xii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Data Penelitian ................................................................................................... 94

Lampiran 2: Hasil Estimasi Model Data Panel

A. Common Effect Model atau Panel Least Square............................................. 96

B. Fixed Effect Model (FEM) ............................................................................. 97

C. Uji Chow ....................................................................................................... 98

D. Random Effect Model (REM) ........................................................................ 99

E. Uji Hausman ................................................................................................ 100

Lampiran 3: Hasil Uji Asumsi Klasik

A. Hasil Uji Normalitas.................................................................................... 101

B. Hasil Uji Multikolinearitas .......................................................................... 101

C. Hasil Uji Heterokedastisitas ......................................................................... 101

Page 18: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Korupsi merupakan masalah yang serius di banyak negara Asia, terutama

negara-negara kawasan Asia Tenggara. United Nations Development Programme

(UNDP) mendefinisikan korupsi sebagai "Penyalahgunaan kekuasaan publik,

kantor atau kewenangan untuk kepentingan pribadi —melalui penyuapan,

pemerasan, menyalahgunakan pengaruh, nepotisme, dan penggelapan" (Quah,

2003). Sayangnya, korupsi yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara belum

ditangani secara serius, dan bahkan masih dianggap sebagai tabu yang tidak pantas

untuk dibicarakan atau bahkan diteliti (Ibidem, 2003). Fenomena korupsi sangat

dipengaruhi oleh lingkungan politik dan ekonomi. Semakin banyak kegiatan

ekonomi di sebuah negara yang diatur ketat dan terbatas, semakin tinggi otoritas

dan kekuatan pejabat dalam pengambilan keputusan, maka akan semakin besar

kemungkinan korupsi, karena individu bersedia membayar atau menawarkan

pembayaran untuk menghindari adanya pembatasan atau aturan. Potensi besar

untuk korupsi terutama ada di mana para pejabat di bawah peraturan tersebut diberi

kesempatan untuk mengambil keputusan dengan bebas. Penyebab paling umum

korupsi di antaranya adalah lingkungan politik dan ekonomi, etika dan moralitas

profesional, kebiasaan, dan tradisi.

Menurut Šumah (2018), berbagai penelitian telah menemukan dampak

korupsi terhadap ekonomi (dan juga pada masyarakat luas). Di antaranya, korupsi

menghambat pertumbuhan ekonomi dan mempengaruhi operasional bisnis dan

investasi. Selain itu, korupsi juga dapat mengurangi pendapatan pajak dan

efektivitas berbagai program bantuan keuangan. Sedangkan, dampaknya di

masyarakat luas ada dalam hal menurunnya tingkat kepercayaan pada aturan dan

hukum, pendidikan, dan kualitas hidup (akses pada infrastruktur dan layanan

kesehatan).

Page 19: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

2

Asia Tenggara, salah satu kawasan di Asia turut andil dalam pengurangan

praktik korupsi. ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) sebagai

organisasi kerjasama internasional di Asia Tenggara berubah menjadi komunitas

internasional bernama ASEAN Community 2015 pada tahun 2015. ASEAN

Community 2015 berpijak pada tiga pilar utama dalam menyatukan negara-negara

anggota ASEAN. Pilar pertama yaitu Komunitas Politik dan Keamanan ASEAN,

kedua, Komunitas Ekonomi ASEAN, dan ketiga, Komunitas Sosial-budaya

ASEAN. Korupsi memiliki bagian tersendiri dalam ASEAN Community,

pembahasan mengenai korupsi terdapat pada pilar keamanan, ASEAN Political-

security Community, tepatnya pada bagian Cooperation in Political

Development seperti yang tertera di bawah ini:

“Efforts are underway in laying the groundwork for an institutional framework to

facilitate free flow of information based on each country's national laws and

regulations; preventing and combating corruption; and cooperation to strengthen

the rule of law, judiciary systems and legal infrastructure, and good

governance......”. Artinya, “Upaya sedang dilakukan dalam meletakkan landasan

dari kerangka institusional untuk memfasilitasi arus informasi bebas berdasarkan

hukum dan peraturan nasional masing-masing negara; mencegah dan memberantas

korupsi; dan kerjasama untuk memperkuat supremasi hukum, sistem peradilan dan

infrastruktur hukum, dan tata kelola pemerintahan yang baik…..” (ASEAN

Political Security Community Blueprint, 2015).

Menurut Transparency International di kawasan ASEAN sendiri,

peningkatan kuantitas transaksi ekonomi –lebih banyak barang yang melalui bea

cukai, lebih banyak pabrik baru yang membutuhkan izin, dan lain-lain– dapat

menyebabkan lebih banyak praktik korupsi. Lalu, peningkatan arus barang, uang,

atau lalu lintas orang yang sah menurut hukum dapat disertai dengan peningkatan

perdagangan gelap. Sebagai contoh, mobilitas tenaga kerja yang lebih besar dapat

mempermudah praktik perdagangan manusia; semakin besar transaksi perdagangan

kayu dan hasil hutan lainnya dapat meningkatkan peluang untuk penebangan ilegal;

dan aliran modal yang bebas serta munculnya pasar keuangan regional yang

Page 20: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

3

terintegrasi dapat memungkinkan kemudahan praktik pencucian uang (money

laundry) dan penyembunyian aset (Transparency International, 2015).

Tingkat korupsi di suatu negara dapat diukur salah satunya dengan tingkat

persepsi korupsi sebagaimana dilakukan oleh Transparency International (TI).

Lembaga ini mengukur dengan Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption

Perception Index (CPI) dari angka 1–100; semakin mendekati 100 maka korupsi di

negara tersebut memiliki tingkat persepsi korupsi semakin kecil (sangat bersih), dan

sebaliknya. Indeks ini menggambarkan tingkat peluang terjadinya korupsi di negara

tertentu.

Tabel 1.1

Indeks Persepsi Korupsi Negara-Negara ASEAN Tahun 2010-2017

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indonesia 28 30 32 32 34 36 37 37

Malaysia 44 43 49 50 52 50 49 47

Thailand 35 34 37 35 38 38 35 37

Singapura 93 92 87 86 84 85 84 84

Brunei Darussalam 55 52 55 60 - - 58 62

Filipina 24 26 34 36 38 35 35 34

Vietnam 27 29 31 31 31 31 33 35

Lao PDR 21 22 21 26 25 25 30 29

Kamboja 21 21 22 20 21 21 21 21

Myanmar 14 15 15 21 21 22 28 30

Sumber: Transparency International

Berdasarkan tabel 1.1 di atas, diketahui secara global hanya Singapura

sebagai negara yang dapat dikatakan hampir bersih dari korupsi dibanding negara

Page 21: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

4

ASEAN lainnya dengan skor di atas 80, disusul Brunei Darussalam dengan skor

rata-rata di atas 50 sepanjang tahun 2010 sampai 2017. Berdasarkan data ini juga

menunjukkan bahwa mayoritas negara ASEAN lainnya, utamanya Indonesia,

Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, Lao PDR, Kamboja, dan Myanmar dengan

rata-rata skor di bawah 50 yang artinya negara-negara ini masih perlu pembenahan

dalam setiap aspek kelembagaan dalam upaya pengurangan praktik korupsi.

Korupsi, sebagai bentuk tindakan institusi public dapat mempengaruhi atau

dipengaruhi oleh hasil ekonomi, yang terwujud dalam penurunan kinerja ekonomi,

kesejahteraan, kesehatan, dan standar hidup. Aspek-aspek ini –di mana

mendefinisikan konsep daya saing nasional– secara empiris terbukti dalam banyak

penelitian bahwa terdapat pengaruh besar di mana korupsi dari lembaga publik

berdampak pada fungsi dari seluruh kegiatan ekonomi (Mauro, 1995; Tanzi dan

Davoodi, 1998).

Stateskeviciute dan Tamosiuniene mengidentifikasi daftar sembilan

determinan daya saing nasional, yang mendasari bahwa suatu negara dikatakan

kompetitif, yaitu ketika memiliki standar hidup yang tinggi, tingkat lapangan kerja

yang tinggi, produktivitas tinggi, keseimbangan komersial, daya tarik nasional yang

tinggi, kemampuan pelaksanaan yang obyektif, politik yang sehat, fleksibilitas yang

tinggi, dan kemampuan mempertahankan pertumbuhan ekonomi (Staskeviciute dan

Tamosiuniene, 2010 dalam Ulman, 2014). Konsep daya saing nasional yang terdiri

dari berbagai aspek ekonomi, institusi, infrastruktur, kesehatan, pendidikan,

manusia, dan teknologi yang kompleks tentu dapat mempengaruhi atau dipengaruhi

tingkat persepsi korupsi pada suatu negara. Hal ini diperkuat dengan berbagai studi

mengenai daya saing nasional dengan korupsi di mana keduanya memiliki korelasi

yang cukup kuat.

Daya saing nasional di suatu negara salah satunya dapat diukur dengan

Indeks Daya Saing atau Competitiveness Index yang dirilis pada Laporan Daya

Saing Global (Global Competitiveness Report) oleh World Economic Forum

(WEF) dengan skala 1–7; semakin mendekati angka 7 maka daya saing di negara

tersebut semakin tinggi (sangat kompetitif) dan sebaliknya. Ada total 98 indikator

dalam indeks ini, berasal dari kombinasi data dari organisasi internasional serta dari

Page 22: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

5

Survei Opini Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum). Indeks

ini diatur dalam 12 pilar, yang menggambarkan tingkat dan kompleksitas dari

pendorong produktivitas dan ekosistem daya saing. Pilar ini di antaranya: Institusi;

Infrastruktur; Lingkungan makroekonomi; Kesehatan dan pendidikan dasar;

Pendidikan tinggi dan pelatihan; Efisiensi pasar produk; Efisiensi pasar tenaga

kerja; Perkembangan pasar uang; Kesiapan tekonologi; Ukuran pasar; Kemampuan

bisnis; dan Inovasi (The Global Competitiveness Report, 2017-2018).

Tabel 1.2

Indeks Daya Saing Nasional Negara-Negara ASEAN Tahun 2010-2017

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indonesia 4,43 4,38 4,4 4,53 4,57 4,52 4,52 4,68

Malaysia 4,88 5,08 5,06 5,03 5,16 5,23 5,16 5,17

Thailand 4,51 4,52 4,52 4,54 4,66 4,64 4,64 4.72

Singapura 5,48 5,63 5,67 5,61 5,65 5,68 5,72 5,71

Brunei Darussalam 4,75 4,78 4,87 4,95 - - 4,35 4,52

Filipina 3,96 4,08 4,23 4,29 4,4 4,39 4,36 4,35

Vietnam 4,27 4,24 4,11 4,18 4,23 4,30 4,31 4,36

Lao PDR - - - 4,08 3,91 4 3,93 3,91

Kamboja 3,63 3,85 4,01 4,01 3,89 3,94 3,98 3,93

Myanmar - - - 3,23 3,24 3,32 - -

Sumber: Global Competitiveness Report, World Economic Forum

Berdasarkan tabel 1.2 di atas, dapat diketahui rata-rata daya saing nasional

negara-negara Asia Tenggara dapat dikatakan cukup baik. Negara Singapura

memiliki rata-rata daya saing nasional tertinggi yang kemudian disusul negara

Page 23: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

6

Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Sementara itu, ke enam negara lainnya

meskipun tergolong cukup baik, tetap masih butuh banyak pembangunan dan

pengembangan di berbagai sektor guna meningkatkan daya saing nasional,

terutama negara Kamboja, Lao PDR, dan Myanmar.

Perilaku korupsi tidak terlepas dari berbagai faktor yang melibatkan

individu manusia itu sendiri, salah satunya ialah faktor pembangunan manusia.

Konsep pembangunan manusia ini salah satunya membahas mengenai ketimpangan

gender (gender inequality). Menurut World Bank, istilah "gender" mengacu pada

perbedaan yang dibangun secara sosial antara laki-laki dan perempuan yang dapat

mempengaruhi aktivitas sosial dan ekonomi, serta akses mereka pada sumber daya

dan pengambilan keputusan (World Bank, 2016). Studi dalam ilmu perilaku dan

sosial telah menemukan pola sikap dan perilaku yang berbeda antara pria dan

wanita ketika berhadapan dengan masalah sosial, pengambilan resiko, dan perilaku

kriminal.

Berkenaan dengan perilaku korup, ada perbedaan dalam gender bagaimana

pria dan wanita merasakan, mengalami, dan menoleransi korupsi, dan telah

dikonfirmasi secara empiris. Penelitian lain menegaskan, bahwa perempuan dan

laki-laki dipengaruhi secara berbeda oleh korupsi. Beberapa studi menganalisis

hubungan antara indikator sosial, representasi politik, dan korupsi menemukan

bahwa tingkat korupsi lebih tinggi di negara-negara yang menghambat kebebasan

perempuan untuk berpartisipasi dalam ranah publik dan sosial (Rheinbay dan Marie

Chêne, 2016).

Ketimpangan gender di suatu negara salah satunya dapat diukur dengan

Indeks Ketimpangan Gender atau Gender Inequality Index (GII) yang dirilis pada

Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) oleh United

Nations Development Programme (UNDP). Indeks ini mengukur ketimpangan

gender dalam tiga aspek penting dari pembangunan manusia: kesehatan;

pemberdayaan (edukasi); dan status ekonomi (representasi di parlemen dan

ketenagakerjaan) dengan skala 0-1; semakin mendekati angka 1 pada Indeks

Ketimpangan Gender, maka semakin tinggi disparitas antara perempuan dan laki-

laki dan semakin banyak kekurangan dalam pembangunan manusia (UNDP, 2018).

Page 24: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

7

Tabel 1.3

Indeks Ketimpangan Gender Negara-Negara ASEAN Tahun 2010-2017

Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indonesia 0.508 0.505 0.494 0.5 0.494 0.467 0.462 0.453

Malaysia 0.269 0.286 0.256 0.21 0.209 0.291 0.288 0.287

Thailand 0.379 0.382 0.36 0.364 0.38 0.366 0.378 0.393

Singapura 0.094 0.086 0.101 0.090 0.088 0.068 0.065 0.067

Brunei Darussalam - - - - - - 0.26 0.236

Filipina 0.43 0.427 0.418 0.406 0.42 0.436 0.428 0.427

Vietnam 0.329 0.305 0.299 0.322 0.308 0.337 0.305 0.304

Lao PDR 0.542 0.513 0.483 0.534 0.476 0.468 0.462 0.461

Kamboja 0.494 0.5 0.473 0.505 0.477 0.479 0.473 0.473

Myanmar 0.459 0.492 0.437 0.43 0.413 0.374 0.455 0.456

Sumber: Human Development Report, United Nations Development Programme (UNDP)

Berdasarkan tabel 1.3 di atas, dapat diketahui hanya negara Singapura yang

memiliki angka ketimpangan gender terendah mendekati angka 0, yang artinya

Singapura memiliki disparitas antara perempuan dan laki-laki yang sangat rendah

dan pembangunan manusia yang cukup tinggi. Kemudian, disusul negara Malaysia

dengan rata-rata Indeks Ketimpangan Gender di angka 0,2. Sementara itu, ke

delapan negara lainnya menunjukkan angka ketimpangan gender yang cukup

tinggi, utamanya negara Kamboja, Myanmar, Indonesia, dan Laos PDR.

Ada hipotesis negara-negara yang telah membuat kemajuan dalam

kesetaraan gender pada umumnya mengalami tingkat korupsi yang lebih rendah

(Swamy et al., 2001; Dollar et al., 2001). Konsep ketimpangan gender yaitu

Page 25: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

8

disparitas antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas sosial dan ekonomi, serta

akses sumber daya dan pengambilan keputusan pada individu,dapat mempengaruhi

atau dipengaruhi oleh perilaku korupsi.

B. Batasan Masalah

Penulis membatasi penelitian pada 6 negara berkembang di Asia Tenggara

yang tergabung dalam ASEAN (Association of Southeast Asian Nations). Negara-

negara yang dipilih untuk penelitian ini memiliki skor persepsi korupsi, daya saing

nasional, dan ketimpangan gender yang tidak jauh berbeda satu sama lainnya.

Negara tersebut di antaranya adalah Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina,

Vietnam, dan Kamboja. Tahun penelitian dari 2010 hingga 2017 dipilih

menyesuaikan kesediaan data tiap variabel. Daya saing nasional dan ketimpangan

gender pada negara-negara tersebut digunakan untuk melihat bagaimana

dampaknya terhadap persepsi korupsi dari sudut pandang ekonomi.

C. Rumusan Masalah

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai dampak korupsi terhadap

perekonomian, serta ditemukan faktor-faktor yang mempengaruhi adanya korupsi

yang sebagian besar berdasarkan perspektif sosial-politik, sehingga strategi

kebijakan dalam upaya mengurangi korupsi seringkali bersifat preventif secara

hukum dan dalam jangka pendek. Oleh karena itu, penelitian ini melakukan

identifikasi terhadap fenomena yang terjadi, yaitu tingkat korupsi negara-negara di

Asia Tenggara yang mayoritas masih tergolong cukup tinggi. Selain itu, dilakukan

identifikasi terhadap faktor-faktor yang memungkinkan dapat mempengaruhi

terjadinya korupsi di suatu negara dari sudut pandang ekonomi yang

direpresentasikan dengan tingkat daya saing nasional dan tingkat ketimpangan

gender, sehingga strategi kebijakan yang dapat dilakukan dalam upaya mengurangi

korupsi dapat berfokus pada perspektif ekonomi dan jangka panjang.

Korupsi memiliki bagian tersendiri dalam ASEAN Community, pembahasan

mengenai korupsi terdapat pada pilar keamanan, ASEAN Political-security

Page 26: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

9

Community, tepatnya pada bagian Cooperation in Political Development.

Sementara itu, ketika keterbukaan ekonomi dapat meningkatkan persaingan sehat

yang dapat membantu mengurangi korupsi dari sistem yang ada, integrasi ekonomi

yang lebih besar juga dapat menimbulkan sejumlah resiko yang jika dibiarkan tidak

tertangani, dapat benar-benar membuat masalah korupsi menjadi lebih buruk

(OECD, 2014). Kesejahteraan lebih besar yang diciptakan oleh integrasi ekonomi

regional dapat dengan mudah berakhir dengan terkonsentrasi pada pihak-pihak

tertentu, dan hasilnya dapat meningkatkan ketimpangan ekonomi serta jaringan

patronase dan kroni yang lebih kuat (Transparency International, 2015).

Berdasarkan data Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) tahun

2010-2017, diketahui secara global hanya Singapura sebagai negara di Asia

Tenggara yang dapat dikatakan hampir bersih dari korupsi dibanding negara-negara

lainnya dengan skor di atas 80, disusul Brunei Darussalam dengan skor rata-rata di

atas 50 sepanjang tahun 2010 sampai 2017. Berdasarkan data ini juga menunjukkan

bahwa mayoritas negara Asia Tenggara lainnya memiliki rata-rata skor di bawah

50 yang artinya negara-negara ini masih perlu meningkatkan upaya pengurangan

praktik korupsi.

Korupsi, sebagai bentuk tindakan institusi publik dapat dipengaruhi oleh

hasil ekonomi, yang terwujud dalam kinerja ekonomidan standar hidup, di mana

hal ini dapat digambarkan dengan konsep daya saing nasional. Berdasarkan Indeks

Daya Saing (Competitiveness Index) tahun 2010-2017, diketahui rata-rata daya

saing nasional negara-negara Asia Tenggara dapat dikatakan cukup baik. Negara

Singapura memiliki rata-rata daya saing nasional tertinggi yang kemudian disusul

negara Malaysia, Thailand, dan Indonesia. Sementara itu, negara lainnya meskipun

tergolong cukup baik, tetap masih harus meningkatkannya, terutama negara

Kamboja, Lao PDR, dan Myanmar. Konsep daya saing nasional yang terdiri dari

berbagai aspek ekonomi yang kompleks memungkinkan dapat mempengaruhi

tingkat korupsi pada suatu negara.

Perilaku korupsi tidak terlepas dari berbagai faktor yang melibatkan

individu manusia itu sendiri, salah satunya terdapat pada konsep pembangunan

manusia, yaitu ketimpangan gender (gender inequality). Berdasarkan data Indeks

Page 27: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

10

Ketimpangan Gender (Gender Inequality Index) tahun 2010-2017, diketahui hanya

negara Singapura yang memiliki angka ketimpangan gender terendah mendekati

angka 0 di antara negara Asia Tenggara lainnya, yang artinya Singapura memiliki

disparitas antara perempuan dan laki-laki yang sangat rendah dan pembangunan

manusia yang cukup tinggi. Sementara itu, negara lainnya menunjukkan angka

ketimpangan gender yang cukup tinggi, utamanya negara Kamboja, Myanmar,

Indonesia, dan Lao PDR. Konsep ketimpangan gender yaitu disparitas antara laki-

laki dan perempuan dalam aktivitas sosial dan ekonomi, serta akses sumber daya

dan pengambilan keputusan pada seorang individu, memungkinkan dapat

mempengaruhi perilaku korupsi.

Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan, maka dirumuskan

ke dalam pertanyaan penelitian berikut:

1. Sejauh mana pengaruh Daya Saing Nasional secara parsial terhadap Korupsi

di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja Periode

2010-2017?

2. Sejauh mana pengaruh Ketimpangan Gender secara parsial terhadap

Korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja

Periode 2010-2017?

3. Sejauh mana pengaruh Daya Saing Nasionaldan Ketimpangan Gender

secara simultan terhadap Korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand,

Filipina, Vietnam, dan Kamboja Periode 2010-2017?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan di atas maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu:

1. Mendapatkan hasil pengaruh Daya Saing Nasional secara parsial terhadap

Korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja

Periode2010-2017.

Page 28: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

11

2. Mendapatkan hasil pengaruh Ketimpangan Gender secara parsial terhadap

Korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja

Periode 2010-2017.

3. Mendapatkan hasil pengaruh Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Gender secara simultan terhadap Korupsidi Indonesia, Malaysia, Thailand,

Filipina, Vietnam, dan Kamboja Periode 2010-2017.

E. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dijelaskan di atas, maka manfaat

dalam penelitian ini, yaitu:

1. Bagi Akademisi

Informasi dalam penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan

civitas akademika terkait perkembangan korupsi, daya saing nasional, dan

ketimpangan gender diIndonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan

Kamboja periode 2010-2017dari sudut pandang ekonomi.

2. Bagi Pembuat Kebijakan

Informasi dalam penelitian ini diharapkan sebagai bagian dari kontribusi

untuk pembuat kebijakan dalam pengambilan keputusan dan kebijakan

perencanaan pembangunan yang berhubungan dengan mengurangi praktik

korupsi melalui sudut pandang ekonomi yaitu melalui kebijakan peningkatan

daya saing nasional dan pengurangan ketimpangan gender.

Page 29: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Korupsi

Kata korupsi berasal dari bahasa latin corruption atau corruptus, yang

selanjutnya disebutkan bahwa corruptio itu berasal pula dari kata asal corrumpere,

suatu kata dalam bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin itulah turun kebanyak

bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Belanda, yaitu corruptive

(korruptie), dapat atau patut diduga bahwa istilah korupsi berasal dari bahasa

Belanda dan menjadi bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”, yang mengandung arti

perbuatan korup, penyuapan (Ermansjah Djaja, 2010). Definisi korupsi berasal dari

kata corruptio dari kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak,

menggoyahkan, memutarbalik, menyogok, dan lain-lain. Menurut Donatella Della

Porta & Alberti Vannucci dalam Corrupt Exchanges: Actors, Resources, and

Mechanisms Of Political Corruption, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik

politisi maupun pegawai negeri, yang secara tak wajar dan ilegal memperkaya diri

atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan

kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka (Porta, Donatella Della &

Alberto Vannucci, 1999:15).

United Nations Development Programme (UNDP) telah mendefinisikan

korupsi sebagai "Penyalahgunaan kekuasaan publik, kantor atau kewenangan untuk

kepentingan pribadi—melalui penyuapan, pemerasan, menyalahgunakan pengaruh,

nepotisme, dan penggelapan" (Quah, 2003). World Bank (dalam Muladi, 2005)

menyebutkanbahwa korupsi sebagai an abuse of public power for private

gains(penyalahgunaan kekuasaan publik untuk keuntungan pribadi), dengan bentuk

antara lain:

a. Political Corruption (Grand Corruption) yang terjadi di tingkat tinggi

(penguasa, politisi, pengambil keputusan) di mana mereka memiliki suatu

Page 30: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

13

kewenangan untuk memformulasikan, membentuk, dan melaksanakan

Undang-undang atas nama rakyat, dengan memanipulasi institusi politik,

aturan prosedural, dan distorsi lembaga pemerintahan, dengan tujuan

meningkatkan kekayaan dan kekuasaan;

b. Bureaucratic Corruption (Petty Corruption), yang biasa terjadi dalam

administrasi publik seperti di tempat-tempat pelayanan umum;

c. Electoral Corruption, dengan tujuan untuk memenangkan suatu persaingan

seperti dalam pemilu, pilkada, keputusan pengadilan, jabatan pemerintahan,

dan sebagainya;

d. Private or Individual Corruption, korupsi yang bersifat terbatas, terjadi

akibat adanya kolusi atau konspirasi antar individu;

e. Collective or Aggregated Corruption, di mana korupsi dinikmati beberapa

orang dalam suatu kelompok seperti dalam suatu organisasi atau lembaga;

f. Active and Passive Corruption dalam bentuk memberi dan menerima suap

(bribery) untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atas dasar tugas

dan kewajibannya;

g. Corporate Corruption baik berupa corporate criminal yang dibentuk untuk

menampung hasil korupsi ataupun corruption for corporation di mana

seseorang atau beberapa orang yang memiliki kedudukan penting dalam

suatu perusahaan melakukan korupsi untuk mencari keuntungan bagi

perusahaannya tersebut.

Istilah korupsi mengalami konotasi yang beragam oleh beberapa tokoh.

Machiavelli mengatakan bahwa korupsi merupakan "destruction of citizens

virtue's"; Montesquieu memandang korupsi adalah suatu penyimpangan tatanan

politik dari yang baik menuju yang buruk; Rousseau memandang korupsi sebagai

suatu konsekuensi yang tak terelakkan dari perjuangan dalam kekuasaan; Korupsi

juga dinilai sebagai suatu penyakit dalam setiap sistem pemerintahan (Porta,

Donatella Della & Alberto Vannucci, 1999). Definisi korupsi menurut IMF

(International Monetary of Fund) adalah penyalahgunaan kekuasaan untuk

keuntungan pribadi atau kelompok (Nawatmi, 2014). Biaya korupsi dapat diringkas

menjadi tiga kategori, yaitu: (1) pemborosan sumber daya; (2) penyimpangan

alokasi; dan (3) kegagalan yang berdampak (Ibidem, 2014). Sedangkan korupsi

Page 31: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

14

menurut Joseph S. Nye adalah suatu tindakan yang menyimpang dan juga

pelanggaran aturan oleh para penyelenggara negara untuk mendapatkan

keuntungan ekonomi maupun status dan hal ini berbentuk penyuapan, nepotisme,

dan penyalahgunaan wewenang (Amalino, 2016).

Menurut teori Jack Bologne (dalam Waluyo, 2014), akar penyebab korupsi

ada empat, yaitu:

a. Greedy (keserakahan), berkaitan dengan adanya perilaku serakah yang

secara potensial ada pada diri setiap orang.

b. Opportunity (kesempatan), berkaitan dengan keadaan organisasi atau

instansi atau masyarakat yang sedemikian rupa sehingga terbuka

kesempatan bagi seseorang untuk melakukan korupsi.

c. Need (kebutuhan), berkaitan dengan faktor-faktor yang dibutuhkan oleh

individu-individu untuk menunjang hidupnya.

d. Exposures (pengungkapan), berkaitan dengan tindakan-tindakan atau

hukuman yang tidak memberi efek jera pelaku maupun masyarakat pada

umumnya.

Selain Bologne, Syed Husein Alatas juga menyampaikan beberapa yang menjadi

penyebab terjadinya korupsi ini, antara lain (Hartanti, 2012 dalam Amalino, 2016):

a. Lemahnya pendidikan agama dan etika;

b. Pengaruh kolonialisme yang membentuk karakter ketidaksetiaan dan juga

ketidakpatuhan untuk membendung korupsi;

c. Kurangnya pendidikan;

d. Kemiskinan;

e. Tidak adanya sanksi yang keras dan membuat jera;

f. Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi;

g. Struktur pemerintahan;

h. Perubahan radikal pada suatu sistem yang ada menjadi salah satu celah

korupsi muncul pada masa transisi; dan

i. Keadaan masyarakat yang tidak baik, di mana terjadinya korupsi di birokasi

mencerminkan keadaan masyarakat secara keseluruhan.

Page 32: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

15

Pengaruh korupsi terhadap perekonomian menurut Tanzi dan Davoodi

(2000), di antaranya:

a. Dampak korupsi pada bisnis: Dampak korupsi pada bisnis adalah sebagian

besar tergantung pada ukuran perusahaan. Perusahaan besar tidak terlalu

terpengaruh dalam suatu lingkungan yang rentan terhadap korupsi. Namun,

perusahaan kecil (terutama perusahaan pemula) dan menengah, lebih rentan

terkena dampak korupsi terlepas dari pentingnya mereka untuk

pertumbuhan ekonomi dan pembangunan, karena perusahaan kecil lebih

sulit untuk bertahan daripada perusahaan besar.

b. Dampak korupsi pada investasi: Korupsi mempengaruhi (a) total investasi,

(b) ukuran dan bentuk investasi oleh investor asing langsung (foreign direct

investors), (c) ukuran investasi publik dan (d) kualitas keputusan investasi

dan proyek investasi.

c. Dampak korupsi pada pengeluaran publik: Korupsi memiliki dampak

negatif pada pengeluaran publik, di mana memiliki dampak yang sangat

kuat pada pendidikan dan kesehatan. Ada pula indikasi korelasi antara

korupsi dan pengeluaran militer, di mana tingkat korupsi yang tinggi akan

mengurangi pertumbuhan ekonomi karena pengeluaran militer yang tinggi.

d. Dampak korupsi pada pajak: Akibat adanya korupsi, akan lebih sedikit

pemasukan pajak daripada yang seharusnya, karena beberapa pajak berakhir

pada pejabat pajak itu sendiri yang korup. Selain itu, ada pengurangan pajak

yang sering terjadi di negara-negara yang korup, seperti pajak selektif dan

berbagai pajak progresif. Singkatnya, ada jauh lebih sedikit pendapatan

daripada yang seharusnya bisa dimiliki oleh negara, dan seperti korupsi,

melalui defisit keuangan negara, juga mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi. Hal ini menyimpulkan temuan tentang dampak negatif (baik

langsung maupun tidak langsung) korupsi pada pertumbuhan ekonomi.

Selain itu, Menurut Cavazos-Cepeda, dkk (2010, dalam Šumah, 2018),

salah satu aspek penting dari menurunnya ekonomi global adalah kegagalan negara

dalam melindungi hak cipta dan kekayaan intelektual (copyright and intellectual

property). Negara-negara yang lebih korup cenderung memiliki perlindungan hak

Page 33: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

16

cipta dan kekayaan intelektual yang lebih rendah, dan kerugian ekonomi tersebut

dapat berjumlah miliaran dolar. Cavazos-Cepeda, dkk (2010, dalam Šumah, 2018)

menemukan bahwa reformasi, insentif hukum, fiskal dan intelektual untuk

melindungi hak cipta dan paten kekayaan intelektual mendorong masyarakatnya

untuk lebih inovatif dan lebih efektif secara ekonomi. Namun, harus

menggarisbawahi juga pentingnya modal manusia dan investasi pada manusia

sebagai salah satu faktor terpenting untuk mengurang tingkat korupsi di sebuah

negara.

Tingkat korupsi di suatu negara salah satunya dapat diukur dengan tingkat

persepsi korupsi sebagaimana dilakukan oleh Transparency International (TI).

Lembaga ini mengukur Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index)

dengan skala 1–100; di mana semakin mendekati angka 100 maka tingkat korupsi

di negara tersebut semakin kecil (sangat bersih), dan sebaliknya. Indeks Persepsi

Korupsi (Corruption Perception Index) merupakan hasil pengukuran yang pertama

kali dikeluarkan pada tahun 1995.TI membentuk sebuah komite yang bernama

Index Advisory Committee (IAC) pada tahun 1996 untuk memberikan masukan

dengan alat ukur korupsi yang global. Anggota dari komite (anggota IAC) terdiri

ahli ekonomi, statistik, dan ilmu sosial dan politik (TransparencyInternational,

2003). Corruption Perception Indexmerupakan data yang menggambarkan tingkat

peluang terjadinya korupsi di negara tertentu.Indeks Persepsi Korupsi (Corruption

Perception Index) memeringkat negara-negara menurut tingkat korupsi sektor

publik yang dirasakan. Indeks mengacu pada penilaian yang berbeda dan survei

opini bisnis yang dilakukan oleh lembaga independen dan terkemuka. Survei dan

penilaian yang digunakan untuk menyusun indeks mencakup pertanyaan yang

berkaitan dengan penyuapan pejabat publik, suap dalam pengadaan publik,

penggelapan dana publik, dan pertanyaan yang menyelidiki kekuatan dan

efektivitas upaya anti korupsi sektor publik (Transparency International, 2011).

Persepsi digunakan karena korupsi –apakah frekuensi atau jumlah–

sebagian besar merupakan aktivitas tersembunyi yang sulit untuk diukur. Seiring

waktu, persepsi telah terbukti menjadi perkiraan korupsi yang dapat diandalkan.

Indeks Persepsi Korupsi melengkapi banyak alat lain yang mengukur korupsi dan

Page 34: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

17

integritas di sektor publik dan swasta di tingkat global, nasional, dan lokal

(Transparency International, 2011). Data Corruption Perception

Indexdikumpulkan dari persepsi para pengusaha dan para ahli tentang kinerja

pemerintah terutama berkaitan dengan pemberian layanan yang bebas korupsi. Data

Corruption Perception Indexyang dikeluarkan tiap tahun oleh TI dipercaya oleh

banyak pihak sebagai data yang valid dalam mengukur praktek korupsi di suatu

negara (Transparency International, 2003).

2. Daya Saing Nasional

World Economic Forum(WEF) dalam Laporan Daya Saing Global (Global

Competitiveness Report) mendefinisikan daya saing nasional sebagai "kumpulan

institusi- institusi, kebijakan-kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat

produktivitas suatu negara (the set of institutions, policies and faktors that

determine the level of productivity of a country)". Definisi ini mengungkapkan

pentingnya lingkungan nasional untuk proses melakukan bisnis; lingkungan yang

ditentukan oleh perilaku lembaga-lembaga dan kebijakan-kebijakan yang

ditetapkan olehnya, dan dengan cara ini, menjadi kompetitif artinya dapat memiliki

hasil positif yang memuaskan pada tingkat makroekonomi (The Global

Competitiveness Report, 2017-2018). Menurut Samanta dan Sanyal, daya saing

nasional dapat didefinisikan sebagai fakta dan kebijakan yang membentuk

kemampuan suatu negara/bangsa untuk menciptakan dan menjaga sebuah

lingkungan yang menopang nilai lebih bagi perusahaan-perusahaannya dan

kesejahteraan bagi rakyatnya (Samanta dan Sanyal, 2010). Sementara itu,

Macerinski dan Sakhanova menganggap bahwa daya saing nasional didefinisikan

sebagai kemampuan suatu bangsa untuk menciptakan lingkungan yang membantu

perusahaan-perusahaan untuk berinovasi lebih cepat daripada pesaing asing,

menilai perluasan produktivitas sebagai strategi nasional yang paling penting

(Macerinski dan Sakhanova, 2011).

Onsel dan Ulengin menggarisbawahi bahwa meskipun banyak peneliti

menganggap bahwa daya saing nasional adalah sama dengan produktivitas,

sebenarnya kedua konsep terkait ini berbeda satu sama lain. Produktivitas

merepresentasikan fitur dari sebuah negara, sedangkan daya saing nasional

Page 35: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

18

mengacu pada posisi suatu negara dibandingkan dengan negara lain (Onsel dan

Ulengin, 2008 dalam Ulman, 2014). Stateskeviciute dan Tamosiuniene

mengidentifikasi daftar sembilan determinan daya saing nasional, yang mendasari

bahwa suatu negara dikatakan kompetitif, yaitu ketika memiliki standar hidup yang

tinggi, tingkat lapangan kerja yang tinggi, produktivitas tinggi, keseimbangan

komersial, daya tarik nasional yang tinggi, kemampuan pelaksanaan yang obyektif,

politik yang sehat, fleksibilitas yang tinggi, dan kemampuan mempertahankan

pertumbuhan ekonomi (Staskeviciute dan Tamosiuniene, 2010 dalam Ulman,

2014). Semua faktor determinan ini mengungkap aspek-aspek yang berbeda dari

kinerja makroekonomi. Dan menurut ide ini, Balkyte dan Tvaronnaciene juga

menegaskan bahwa gagasan daya saing nasional mengacu pada kinerja ekonomi

suatu negara yang diukur sebagai kemampuan untuk menawarkan kepada warga

negaranya standar hidup yang tinggi yang dibangun dengan dasar yang kuat dalam

jangka panjang dan kemungkinan yang besar untuk memilih tempat kerja bagi

mereka yang ingin bekerja (Balkyte dan Tvaronaviciene, 2010 dalam Ulman,

2014).

Berbagai literatur ekonomi mengidentifikasi hal-hal konsisten dari faktor-

faktor determinan yang mempengaruhi daya saing nasional. Infrastruktur sosial,

termasuk pendidikan, kesehatan, jaminan publik, dan lembaga politik, termasuk

kebijakan moneter dan fiskal yang dipromosikan oleh institusi tersebut menentukan

konteks luas di mana kegiatan ekonomi produktif berevolusi (Delago end Porter,

2012; La Porta et. Al., 1998 ; Kaufmann et. Al., 2008; Lorentzen dan McMillan,

2008; Stone, 2006 dalam Ulman, 2013). Lalu, sumber daya nasional, posisi

geografis, ukuran negara, dan budaya nasional juga merupakan faktor determinan

penting yang membuat suatu negara menjadi lebih kompetitif daripada yang lain

(Sachs dan Warner, 2001; Franke dan Nadler, 2008; Hwy-Chang dan Eun-Kyong,

2001; Yu -Shu and Shing-Shiuan, 2009 dalam Ulman, 2013).

Daya saing nasional di suatu negara salah satunya dapat diukur dengan

Indeks Daya Saing atau Competitiveness Index yang dirilis pada Laporan Daya

Saing Global (Global Competitiveness Report) oleh World Economic Forum

(WEF) dengan skala 1–7; di mana semakin mendekati angka 7 maka daya saing

Page 36: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

19

nasional di negara tersebut semakin tinggi (sangat kompetitif), dan sebaliknya. Ada

total 114 indikator dalam indeks ini, berasal dari kombinasi data dari organisasi

internasional serta dari Survei Opini Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (World

Economic Forum). Indeks ini terdiri atas 12 pilardengan masing-masing pilar

memiliki subindeks (The Global Competitiveness Report, 2017-2018), yang

menggambarkan tingkat dan kompleksitas dari pendorong produktivitas dan

ekosistem daya saing. Dua belas pilar ini di antaranya:

a. Pilar 1 Institusi, terdiri atas: Hak kekayaan intelektual; Perlindungan

kekayaan intelektual; Pengalihan dana publik; Kepercayaan publik pada

politisi; Pembayaran dan suap yang tidak berketentuan; Independensi

peradilan; Favoritisme dalam keputusan pejabat pemerintah; Efisiensi

pengeluaran pemerintah; Beban peraturan pemerintah; Efisiensi kerangka

hukum dalam menyelesaikan perselisihan; Efisiensi kerangka hukum dalam

tantangan regulasi; Transparansi pembuatan kebijakan pemerintah; Biaya

perkara terorisme; Biaya perkara kejahatan dan kekerasan; Kejahatan

terorganisir; Reliabilitas pelayanan polisi; Perilaku etis perusahaan;

Kekuatan standar audit dan pelaporan; Keberhasilan dewan perusahaan;

Perlindungan kepentingan pemegang saham minoritas; dan Kekuatan

perlindungan investor 0-10 (terbaik).

b. Pilar 2 Infrastruktur, terdiri atas: Kualitas keseluruhan infrastruktur;

Kualitas jalan; Kualitas infrastruktur kereta api; Kualitas infrastruktur

pelabuhan; Kualitas infrastruktur transportasi udara; Ketersediaan kursi

maskapai penerbangan juta kilometer per minggu; Kualitas pasokan listrik;

Pelanggan telepon seluler per 100 populasi; dan Saluran telepon tetap per

100 populasi.

c. Pilar 3 Lingkungan Makroekonomi, terdiri atas: Saldo anggaran pemerintah

% PDB; Tabungan nasional bruto % PDB; Perubahan % inflasi tahunan;

Utang pemerintah % PDB; dan Peringkat kredit negara 0-100 (terbaik).

d. Pilar 4 Kesehatan dan Pendidikan Dasar terdiri atas: Kasus insiden malaria

per 100.000 populasi; Dampak bisnis adanya malaria; Kasus insiden

tuberkulosis per 100.000 populasi; Dampak bisnis adanya tuberkulosis;

Prevalensi HIV % populasi dewasa; Dampak bisnis dari HIV/AIDS; Angka

Page 37: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

20

kematian bayi per 1.000 kelahiran; Angka Harapan Hidup; Kualitas

pendidikan dasar; dan Tingkat partisipasi pendidikan dasar bersih %.

e. Pilar 5 Pendidikan Tinggi dan Pelatihan terdiri atas: Tingkat partisipasi

pendidikan menengah kotor %; Tingkat pendaftaran pendidikan tinggi kotor

%; Kualitas sistem Pendidikan; Kualitas pendidikan matematika dan sains;

Kualitas manajemen sekolah; Akses internet di sekolah; Ketersediaan lokal

untuk layanan pelatihan khusus; dan Tingkat pelatihan pegawai.

f. Pilar 6 Efisiensi Pasar Barang terdiri atas: Intensitas kompetisi lokal;

Luasnya dominasi pasar; Efektivitas kebijakan anti-monopoli; Pengaruh

perpajakan pada insentif untuk berinvestasi; Total tingkat pajak % profit;

Jumlah prosedur untuk memulai bisnis; Waktu untuk memulai hari kerja;

Biaya kebijakan pertanian; Prevalensi hambatan non-tarif; Tarif

perdagangan % bea masuk; Prevalensi kepemilikan asing; Dampak bisnis

atas aturan pada FDI (Investasi Asing Langsung); Beban prosedur bea

cukai; Impor % PDB; Tingkat orientasi pelanggan; dan Kemampuan

pembeli.

g. Pilar 7 Efisiensi Pasar Tenaga Kerja terdiri atas: Kerjasama dalam hubungan

tenaga kerja–pimpinan; Fleksibilitas penentuan upah; Praktek perekrutan

dan pemecatan; Redundansi biaya gaji mingguan; Pengaruh perpajakan

pada insentif untuk bekerja; Pembayaran dan produktivitas; Kepercayaan

pada manajemen professional; Kapasitas negara untuk mempertahankan

bakat; Kapasitas negara untuk menarik bakat; dan Partisipasi perempuan

dalam rasio angkatan kerja dibanding laki-laki.

h. Pilar 8 Perkembangan Pasar Uang terdiri atas: Ketersediaan layanan

keuangan; Keterjangkauan layanan keuangan; Pembiayaan melalui pasar

ekuitas lokal; Kemudahan akses pada pinjaman; Ketersediaan modal usaha;

Tingkat kesehatan bank; Peraturan pertukaran efek; dan Indeks hak hukum

0-10 (terbaik).

i. Pilar 9 Kesiapan Teknologi terdiri atas: Ketersediaan teknologi terbaru;

Penyerapan teknologi di tingkat perusahaan; Transfer teknologi dan

investasi asing langsung (FDI); Pengguna internet % populasi; Pelanggan

Page 38: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

21

internet broadband tetap per 100 populasi; Bandwidth internet per

kb/detik/pengguna; dan Pelanggan mobile-broadband per 100 populasi.

j. Pilar 10 Ukuran Pasar terdiri atas: Indeks ukuran pasar domestic; Indeks

ukuran pasar asing; PDB (PPP) PPP $ miliar; dan Ekspor % PDB.

k. Pilar 11 Kemampuan Bisnis terdiri atas: Jumlah pemasok lokal; Kualitas

pemasok lokal; Keadaan perkembangan kluster; Sifat keunggulan

kompetitif; Luas rantai nilai; Kontrol distribusi internasional; Kecanggihan

proses produksi; Luas pemasaran; dan Kesediaan untuk melimpahkan

wewenang.

l. Pilar 12 Inovasi terdiri atas: Kapasitas untuk inovasi; Kualitas institusi

penelitian ilmiah; Pengeluaran perusahaan untuk R&D; Kolaborasi

universitas-industri dalam R&D; Pengadaan produk teknologi canggih dari

Pemerintah; Ketersediaan ilmuwan dan insinyur; dan Aplikasi paten

Perjanjian Kerjasama Paten (PCT atau Patent Cooperation Treaty) per juta

populasi.

Lebih khusus lagi, Global Competitiveness Index (GCI) (dalam Rontos et

al, 2015) mengasumsikan bahwa tahap pertama pembangunan ekonomi adalah

faktor pendorong dan persaingan dengan negara-negara berdasarkan faktor

pendukung (faktor endowment). Mempertahankan daya saing nasional pada tahap

pertama pembangunan ini utamanya terletak pada lembaga publik dan swasta yang

berfungsi dengan baik (pilar 1), infrastruktur yang berkembang dengan baik (pilar

2), lingkungan ekonomi makro yang stabil (pilar 3), dan tenaga kerja sehat yang

menerima setidaknya pendidikan dasar (pilar 4). Ketika sebuah negara menjadi

lebih kompetitif, produktivitas akan meningkat. Negara-negara kemudian akan

bergerak ke tahap pembangunan yang bergerak efisiensi. Pada tahap ini, daya saing

semakin didorong oleh pendidikan tinggi dan pelatihan (pilar 5), pasar barang yang

efisien (pilar 6), pasar tenaga kerja yang berfungsi dengan baik (pilar 7), pasar

keuangan yang berkembang (pilar 8), kemampuan untuk meningkatkan keuntungan

dengan teknologi yang ada (pilar 9), dan pasar domestik atau luar negeri yang lebih

besar (pilar 10). Akhirnya, ketika negara-negara bergerak ke tahap yang didorong

inovasi, perusahaan harus bersaing dengan memproduksi barang-barang baru dan

Page 39: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

22

berbeda menggunakan proses produksi yang lebih canggih (pilar 11) dan berinovasi

dengan yang baru (pilar 12).

3. Ketimpangan Gender

Menurut World Bank, istilah "gender" mengacu pada perbedaan yang

dibangun secara sosial antara laki-laki dan perempuan yang dapat mempengaruhi

aktivitas sosial dan ekonomi serta akses mereka pada sumber daya, dan

pengambilan keputusan (World Bank, 2016). Peran gender berbeda dari peran

biologis pria dan wanita, meskipun hal itu mungkin tumpang tindih. Sebagai

contoh, peran biologis perempuan dalam melahirkan anak dapat memperluas peran

gender menjadi pengasuhan anak, persiapan makanan, dan pemeliharaan rumah

tangga (Ibidem, 2016).

Ketidaksetaraan gender berarti ada disparitas antara laki-laki dan

perempuan dalam aspek sosial, ekonomi, politik, budaya dan hukum yang berbeda

(Jha, 2015). Kesetaraan gender adalah keadaan bagi perempuan dan laki-laki

menikmati status dan kondisi yang sama untuk merealisasikan hak asasinya secara

penuh dan sama-sama berpotensi dalam menyumbangkannya dalam pembangunan,

dengan demikian kesetaraan gender adalah penilaian yang sama oleh masyarakat

terhadap persamaan dan perbedaan perempuan dan laki-laki dalam berbagai peran

yang mereka lakukan (KMNPP RI, 2001 dalam Widayani dan Hartati, 2014). Maka,

dapat dikatakan ketidaksetaraan atau ketimpangan gender adalah keadaan bagi

perempuan dan laki-laki ketika berada pada status dan kondisi yang tidak sama

dalam merealisasikan hak asasi dan peran yang mereka lakukan. Secara umum,

ketidaksetaraan gender atau kata diskriminasi digunakan untuk "wanita", karena

mereka dianggap sebagai bagian yang paling buruk dan lemah dari masyarakat

(Shastri, 2014).

Kesetaraan gender yang dimaksud menurut Perserikatan Bangsa-bangsa

(PBB) adalah pandangan bahwa semua orang menerima perlakuan yang setara dan

tidak didiskriminasi berdasarkan jenis kelamin mereka (BPS, 2016). Untuk

meningkatkan daya saing negara dan pembangunan, sebuah negara perlu

meningkatkan kesetaraan gender, yaitu meningkatkan hak, tanggung jawab,

Page 40: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

23

kapabilitas dan peluang yang sama bagi perempuan dan laki-laki (Ibidem, 2016).

Salah satu alasan mengapa kesetaraan gender menjadi yang utama dalam agenda

kebijakan internasional adalah semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa

meningkatkan kesejahteraan dan mengurangi kesenjangan terutama pada

perempuan dapat mengarah pada peningkatan gizi anak dan mengurangi angka

kematian, peningkatan pendaftaran sekolah, peningkatan kesehatan ibu dan anak,

dan peningkatan pengelolaan sumber daya alam (Fisher dan Robin, 2016). Maka,

ketidaksetaraan gender dapat meningkatkan angka penurunan gizi dan kematian,

penurunan tingkat partisipasi sekolah, penurunan kesehatan ibu dan anak, serta

penurunan pengelolaan sumber daya alam, di mana dapat berdampak pada standar

dan kelangsungan hidup seseorang.

Ketimpangan gender di suatu negara salah satunya dapat diukur dengan

Indeks Ketimpangan Gender atau Gender Inequality Index (GII) yang dirilis pada

Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) oleh United

Nations Development Programme (UNDP). Nilai GII yang rendah menunjukkan

kesetaraan antara perempuan dan laki-laki, dan sebaliknya. Indeks ini diukur

dengan skala 0-1; di mana semakin mendekati angka 1, maka semakin tinggi

disparitas (ketidaksetaraan) antara perempuan dan laki-laki dan semakin banyak

kekurangan dalam pembangunan manusia (UNDP, 2018). Indeks Ketimpangan

Gendermenyajikan ukuran gabungan ketidaksetaraan gender menggunakan tiga

dimensi: kesehatan; pemberdayaan (edukasi); dan status ekonomi (respresentasi

politik dan ketenagakerjaan). Indikator kesehatan adalah rasio kematian ibu dan

tingkat kelahiran pada remaja. Indikator pemberdayaan adalah bagian dari kursi

parlemen yang diduduki oleh perempuan dan bagian penduduk dengan setidaknya

pendidikan menengah berdasarkan gender. Indikator pasar tenaga kerja adalah

partisipasi dalam angkatan kerja berdasarkan gender.

Page 41: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

24

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai pengaruh Daya Saing

Nasional dan Ketimpangan Gender terhadap Korupsi, di antaranya yaitu:

1. (Samanta dan Sanyal, 2010) “National Competitiveness and Perception of

Corruption”. Penelitian ini menggunakan variabelDaya Saing

(Competitiveness Index) dan Persepsi Korupsi (Corruption Perception

Index) dengan metode analisis deskriptif dan regresi data panel. Hasil

penelitian ini menunjukkan hubungan yang signifikan antaravariabel daya

saing nasional dan persepsi korupsi. Negara-negara yang dinilai sangat

kompetitif dianggap kurang korup dan sebaliknya.

2. (Ulman, 2014) “The Impact of the National Competitiveness on the

Perception of Corruption”. Penelitian ini menggunakan variabel Daya

Saing (Competitiveness Index) dan Persepsi Korupsi (Corruption

Perception Index) dengan metode regresi data panel dan Spearman Rank

Correlation test. Penelitian ini menunjukkan tingkat daya saing nasional

berhubungan signifikan dengan tingkat persepsi korupsi dan berkorelasi

positif. Dengan kata lain, negara-negara yang dinilai sangat kompetitif

dianggap kurang korup atau negara-negara yang dinilai memiliki tingkat

daya saing nasional kecil dianggap lebih korup daripada negara yang lebih

kompetitif.

3. (Rontos et al, 2015) “Competitiveness and Corruption: The Case of

Greece”. Penelitian ini menggunakan variabelDaya Saing (Competitiveness

Index); Korupsi (Corruption Perception Index); PDB per kapita; Demokrasi

(Kebebasan politik dan Kebebasan sipil); dan Kapasitas Pemerintahan

(Indeks Efektivitas Pemerintahan dan Kualitas Regulasi) dengan metode

regresi data panel. Hasil penelitian menunjukkan daya saing, yang diukur

dengan Indeks Daya Saing (Competitiveness Index), memiliki korelasi

positif yang kuat dengan korupsi (Corruption Perception Index). Data

menunjukkan, rata-rata, bahwa negara-negara dengan tingkat daya saing

tinggi menunjukkan tingkat korupsi yang lebih rendah.

Page 42: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

25

4. (Branisa dan Ziegler, 2011) “Reexamining the Link between Gender and

Corruption: The Role of Social Institutions”. Penelitian ini bersifat

kuantitatif dengan menggunakan variabel Korupsi (Corruption Perception

Index &Corruption in Government Index); Representasi Perempuan

(diparlemen, posisi manajerial, & angkatan kerja); Demokrasi (Indeks

Demokrasi Pemilu, Lembaga, & Pemerintahan); Subindeks kebebasan

sipilyang menunjukkan kebebasan partisipasi sosial perempuan; dan

variabelkontrol menggunakan metode analisis deskriptif dan regresi data

panel. Penelitian ini menguji kembali hubungan antara ketidaksetaraan

gender dan korupsi. Peneliti meninjau tentang hubungan antara representasi

perempuan dalam kehidupan ekonomi dan politik, demokrasi dan korupsi,

memasukkan variabel baru, dan lembaga sosial yang terkait dengan

ketidaksetaraan gender. Hasil penelitian menunjukkan bahwa korupsi lebih

tinggi di negara-negara yang menghambat kebebasan perempuan untuk

berpartisipasi dalam kehidupan sosial dan ekonomi (di mana hal ini

menunjukkan ketidaksetaraan gender).

5. (Martha dan Hastuti, 2015) “Gender dan Korupsi (Pengaruh Kesetaraan

Gender DPRD dalam Pemberantasan Korupsi di Kota Yogyakarta)”.

Penelitian ini bersifat kualitatif menggunakan variabel Kesetaraan Gender

DPRD dan Korupsi dengan metode analisis deskriptif dan regresi. Hasil

penelitian ini menunjukkan kesetaraan gender mempunyai pengaruh yang

positif terhadap upaya pemberantasan korupsi di legislatif. Hasil penelitian

ini menyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi secara nyata

dipengaruhi oleh kesetaraan gender. Hal ini dibuktikan bahwa baik laki-laki

dan perempuan telah memiliki keunggulan masing-masing dalam aspek

nilai-nilai,aspek etika penyelenggaraan negara, aspek pedoman perilaku,

dan aspek akuntabilitas yang dapat saling melengkapi. Potensi keunggulan

yang ada pada laki-laki maupun perempuan dalam pemberantasan korupsi

di legislatif tidak akan cukup berarti apabila tidak ada kesetaraan gender di

dalam legislatif. Tanpa adanya kesetaraan gender, maka perilaku korupsi

akan menjadi lebih buruk.

Page 43: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

26

Tabel 2.1

Penelitian Terdahulu

No. Nama

Peneliti

Judul

Penelitian

Variabel

Penelitian

Metode

Penelitian Hasil Penelitian

1.

Subarna

K.

Samanta

dan

Rajib N.

Sanyal

(2010)

National

Competitiveness

and Perception

of Corruption

Daya Saing

(Competitiveness

Index);

Persepsi Korupsi

(Corruption

Perception Index)

Analisis

Deskriptif

dan

Regresi

Data Panel

Penelitian ini

menunjukkan hubungan

yang signifikan antara

variabel daya saing

nasional dan persepsi

korupsi. Negara-negara

yang dinilai sangat

kompetitif dianggap

kurang korup dan

sebaliknya.

2.

Simona-

Roxana

Ulman

(2014)

The Impact of

the National

Competitiveness

on the

Perception of

Corruption

Daya Saing

(Competitiveness

Index);

Persepsi Korupsi

(Corruption

Perception Index)

Spearman

Rank

Correlation

test dan

Regresi

Data Panel

Penelitian ini

menunjukkan korelasi

positif antara variabel

daya saing nasional dan

korupsi, bahwa tingkat

daya saing nasional

berhubungan signifikan

dengan tingkat persepsi

korupsi. Dengan kata

lain, negara-negara yang

dinilai sangat kompetitif

dianggap kurang korup

atau negara-negara yang

dinilai memiliki tingkat

daya saing nasional kecil

dianggap lebih korup

daripada negara yang

lebih kompetitif.

3.

Kostas

Rontos,

Maria-

Eleni

Syrmali,

dan

Competitiveness

and

Corruption:

The Case of

Greece

Daya Saing

(Competitiveness

Index);

Korupsi

(Corruption

Perception

Index);

Regresi

Data Panel

Penelitian ini

menunjukkan daya

saing, yang diukur

dengan Indeks Daya

Saing (Competitiveness

Index), memiliki korelasi

positif yang kuat dengan

Page 44: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

27

Ioannis

Vavouras

(2015)

PDB per kapita;

Demokrasi

(Kebebasan

politik dan

Kebebasan sipil);

Kapasitas

Pemerintahan

(Indeks

Efektivitas

Pemerintahan dan

Kualitas

Regulasi)

korupsi (Corruption

Perception Index). Data

menunjukkan, rata-rata,

bahwa negara-negara

dengan tingkat daya

saing tinggi

menunjukkan tingkat

korupsi yang lebih

rendah.

4.

Boris

Branisa

dan

Maria

Ziegler

(2011)

Reexamining

the Link

between Gender

and

Corruption:

The Role of

Social

Institutions

Korupsi

(Corruption

Perception Index

&Corruption in

Government

Index);

Representasi

Perempuan (di

parlemen, posisi

manajerial, &

angkatan kerja);

Demokrasi

(Indeks

Demokrasi

Pemilu,

Lembaga, &

Pemerintahan);

Subindeks

kebebasan sipil

yang

menunjukkan

kebebasan

partisipasi sosial

perempuan;

Variabel kontrol

(GDP, letak

wilayah, agama,

etnis,

keterbukaan

ekonomi, pernah

ada kolonisasi, &

tingkat literasi)

Regresi

Data Panel

Penelitian ini menguji

kembali hubungan antara

ketidaksetaraan gender

dan korupsi. Peneliti

meninjau tentang

hubungan antara

representasi perempuan

dalam kehidupan

ekonomi dan politik,

demokrasi dan korupsi,

dan memasukkan

variabel baru yang

sebelumnya dihilangkan,

dan lembaga sosial yang

terkait dengan

ketidaksetaraan gender.

Hasil penelitian

menunjukkan bahwa

korupsi lebih tinggi di

negara-negara yang

menghambat kebebasan

perempuan untuk

berpartisipasi dalam

aktifitas sosial dan

ekonomi (di mana hal ini

menunjukkan

ketidaksetaraan gender).

5. Aroma

Elmina

Gender dan

Korupsi

Kesetaraan

Gender di DPRD;

Pendekatan

Analisis

Penelitian ini

menunjukkan kesetaraan

Page 45: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

28

Martha

dan Dwi

Hastuti

(2015)

(Pengaruh

Kesetaraan

Gender DPRD

dalam

Pemberantasan

Korupsi di Kota

Yogyakarta)

Korupsi Deskriptif

dan

Regresi

Linear

gender mempunyai

pengaruh yang positif

terhadap upaya

pemberantasan korupsi

di legislatif. Potensi

keunggulan yang ada

pada laki-laki maupun

perempuan dalam

pemberantasan korupsi

di legislatif tidak akan

cukup berarti apabila

tidak ada kesetaraan

gender di dalam

legislatif. Tanpa adanya

kesetaraan gender, maka

perilaku korupsi akan

menjadi lebih buruk.

Page 46: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

29

C. Hubungan Antar Variabel

1. Daya Saing dengan Korupsi

Dalam rumusan masalah, telah ditetapkan akan meneliti tentang Pengaruh

Daya Saing Nasional dan Ketimpangan Gender terhadap Korupsi di Beberapa

Negara ASEAN Periode2010-2017. Pada penelitian sebelumnya, yang telah

dilakukan Ulman tahun 2014 dalam “The Impact of the National Competitiveness

on the Perception of Corruption” menunjukkan korelasi positif antara dua variabel

daya saing nasional dan persepsi korupsi, yang berarti bahwa rata-rata tingkat

persepsi korupsi terkait dengan tingkat daya saing nasional. Dengan kata lain,

negara-negara yang dinilai sangat kompetitif dianggap kurang korup atau negara-

negara yang dinilai memiliki tingkat daya saing nasional kecil dianggap lebih korup

daripada negara yang lebih kompetitif. Lalu, penelitian yang dilakukan oleh Rontos,

dkk (2015) dalam “Competitiveness and Corruption: The Case of Greece”

menunjukkan daya saing, yang diukur dengan Indeks Daya Saing (Competitiveness

Index), memiliki korelasi positif yang kuat dengan persepsi korupsi (Corruption

Perception Index). Data menunjukkan, bahwa rata-rata negara-negara dengan

tingkat daya saing tinggi menunjukkan tingkat persepsi korupsi yang lebih rendah.

Sehingga, variabel daya saing nasional (yang digambarkan dengan nilai

Competitiveness Index) denganpersepsi korupsi memiliki keterkaitan atau

hubungan, yaitu semakin meningkatnya atau menurunnya kualitas daya saing

nasional (Competitiveness Index) akan mempengaruhi tingkatpersepsi korupsi, dan

sebaliknya.

2. Ketimpangan Gender dengan Korupsi

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Martha dan Hastuti (2015)

dalam “Gender dan Korupsi (Pengaruh Kesetaraan Gender DPRD dalam

Pemberantasan Korupsi di Kota Yogyakarta)” menunjukkan kesetaraan gender

mempunyai pengaruh yang positif terhadap upaya pemberantasan korupsi di

legislatif. Hasil pengujian tersebut menyatakan potensi keunggulan yang ada pada

laki-laki maupun perempuan dalam pemberantasan korupsi di legislatif tidak akan

cukup berarti apabila tidak ada kesetaraan gender di dalam legislatif. Tanpa adanya

Page 47: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

30

kesetaraan gender, maka perilaku korupsi akan menjadi lebih buruk.. Selain itu,

bukti untuk mendukung penelitian ini dilakukan oleh Swamy, dkk (2001) dalam

“Gender and Corruption” dan Dollar, dkk (2001) dalam “Are Women Really the

‘Fairer’ Sex? Corruption and Women in Government”menyatakan negara-negara

yang telah membuat kemajuan dalam kesetaraan gender pada umumnya mengalami

tingkat korupsi yang lebih rendah. Lalu, penelitian oleh Branisa dan Ziegler (2011)

dalam “Reexamining the Link between Gender and Corruption: The Role of Social

Institutions” menemukan bahwa negara-negara di mana lembaga-lembaga sosial

menghambat kebebasan perempuan–di mana hal ini menunjukkan ketidaksetaraan

gender– menjadikan tingkat korupsi lebih tinggi.

Sehingga, variabel ketimpangan gender (yang digambarkan dengan nilai

(Gender Inequality Index) dengan persepsi korupsi memiliki keterkaitan atau

hubungan, yaitu semakin meningkatnya atau menurunnya ketimpangan gender

(Gender Inequality Index) akan mempengaruhi tingkat persepsi korupsi, dan

sebaliknya.

D. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu yang telah dipaparkan,

mengenai hubungan variabel independen (X) Daya Saing Nasional dan

Ketimpangan Gender terhadap variabel dependen (Y) Korupsi, maka

dikembangkan menjadi kerangka pemikiran teoritis sebagai gambar berikut:

Page 48: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

31

Gambar 2.1

Kerangka Pemikiran

Pengaruh Daya Saing Nasional dan Ketimpangan Gender terhadap

Korupsi di Beberapa Negara ASEAN Periode 2010-2017

Variabel Independen:

- Daya Saing Nasional (X1)

- Ketimpangan Gender (X2)

Variabel Dependen

Korupsi (Y)

Alat Analisis:

Panel Data

Pemilihan Model:

1. Uji Chow

2. Uji Hausman

Fixed Effect Model (FEM)

Uji Hipotesis:

1. Uji t

2. Uji F

3. Uji Adj R2

Kesimpulan dan Saran

Page 49: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

32

E. Hipotesis Penelitian

Sehubungan dengan permasalahan penelitian ini yaitu mengenai pengaruh

daya saing nasional dan ketimpangan gender terhadap korupsi di beberapa negara

ASEAN periode 2010-2017, perumusan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

1) H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional secara

parsial terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina,

Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

H1: Ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional secara parsial

terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan

Kamboja periode 2010-2017.

2) H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara ketimpangan gender secara

parsial terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina,

Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

H1: Ada pengaruh yang signifikan antara ketimpangan gender secara parsial

terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan

Kamboja periode 2010-2017.

3) H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional dan

ketimpangan gender secara simultan terhadap korupsi di Indonesia,

Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

H1: Ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional dan

ketimpangan gender secara simultan terhadap korupsi di Indonesia,

Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

Page 50: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

33

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menganalisa tentang pengaruh daya saing nasional dan

ketimpangan gender terhadap korupsi di beberapa negara ASEAN. Dalam

penelitian ini, menggunakan satu variabel dependen dan dua variabel independen.

Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Korupsi yang

diukur dengan Corruption Perception Index (CPI), sedangkan variabel independen

adalah Daya Saing Nasional diukur dengan Competitiveness Index dan

Ketimpangan Gender diukur dengan Gender Inequality Index.

Penelitian ini menggunakan model data panel dengan fokus kepada enam

negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan

Kamboja. Periode yang digunakan dalam penelitian ini yakni selama tahun 2010-

2017. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan yang

mencakup data Korupsi (Corruption Perception Index), data Daya Saing Nasional

(Competitiveness Index), dan data Ketimpangan Gender (Gender Inequality Index).

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh negara dalam kawasan Asia

Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Mayoritas negara-negara di ASEAN

masih memiliki persepsi korupsi yang cukup tinggi. Sampel yang ditemukan tidak

selalu memenuhi persyaratan dalam variabel penelitian sehingga diperlukan pula

peluang representatifnya sebuah kelompok sampel dalam populasi penelitian.

Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah enam negara di ASEAN, yaitu

Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja. Metode

pengambilan sampel yangdigunakan adalah teknik purposive sampling di mana

peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri khusus

Page 51: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

34

dengan adanya tujuan tertentu. Enam negara ini dipilih sebagai sampel penelitian

karena selain menjadi menjadi kelompok negara berkembang di Asia Tenggara,

juga dapat dikelompokkan sebagai negara yang memiliki skor persepsi korupsi,

daya saing nasional, dan ketimpangan gender yang tidak jauh berbeda satu sama

lainnya.

C. Pengumpulan Data dan Sumber Data

Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan

dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Penelitian ini menggunakan metode

pengumpulan data yaitu studi dokumen, di mana peneliti akan mengumpulkan

informasi melalui catatan, literatur, dokumentasi, dan lain-lain yang masih relevan

dengan penelitian ini. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data

sekunder yang diperoleh dari lembaga-lembaga resmi terkait. Informasi yang

digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis korupsi yang diukur dengan

Indeks Persepsi Korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) yang dirilis oleh

Transparency International (TI). Sementara itu, Indeks Daya Saing Nasional atau

Competitiveness Index diperoleh dari Global Competitiveness Report yang dirilis

oleh World Economic Forum (WEF) digunakan untuk mengukur indeks tingkat

daya saing nasional di suatu negara, di mana indeks tersebut memiliki 12 subindeks

yang menggambarkan 12 pilar daya saing nasional. Lalu, untuk menganalisis

ketimpangan gender diukur dengan Indeks Ketimpangan Gender atau Gender

Inequality Index (GII) diperoleh dari Human Development Report yang dirilis oleh

United Nations Development Programme (UNDP).

D. Metode Analisis Data

1. Pendekatan Penelitian

Sesuai dengan data yang telah diperoleh maka pendekatan yang sesuai

dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Metode penelitian dengan

Page 52: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

35

pendekatan kuantitatif merupakan cara yang digunakan untuk menjawab masalah

penelitian yang berkaitan dengan data berupa angka dan program statistik.

2. Analisis Data Panel

Menurut Suliyanto (2011), pada analisis statistik data dapat dikumpulkan

dari waktu ke waktu pada satu obyek yang sering disebut dengan data runtut waktu

(time series). Namun demikian, data juga dapat dikumpulkan dari beberapa obyek

pada satu waktu, disebut sebagai data silang waktu (cross section). Dengan

demikian, data panel dapat didefinisikan sebagai data yang dikumpulkan dari

beberapa obyek dengan beberapa waktu atau merupakan kombinasi dari data time

series dan cross section. Nama lain dari data panel adalah data berkelompok(pooled

data), kombinasi berkala (kombinasi data time series dan cross section),

longitudinal data (studi sekian waktu pada sekelompok obyek penelitian), dan

analisis event history(studi sepanjang waktu dari sekumpulan obyek sampai

mencapai keberhasilan atau kondisi tertentu)(Setiawan dan Kusrini, 2010).

Analisis regresi data panel adalah analisis regresi yang didasarkan pada data

panel untuk mengamati hubungan antara variabel terikat (dependen) dan variabel

bebas (independen). Hal ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan

mengenai masalah daya saing nasional dan ketimpangan gender terhadap korupsi

menggunakan studi kasus enam negara ASEAN dengan tahun yang akan diteliti

2010-2017.

Model dengan data cross section:

Yi = α + β Xi + ℇi ; i = 1,2, … , N

N = Banyaknya data cross section

Model dengan data time series:

Yt = α + β Xi + ℇi ; t = 1,2, … , T

T = Banyaknya data time series

Page 53: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

36

Melihat data panel merupakan gabungan antara data cross section dan data

time series maka model yang dapat disimpulkan adalah sebagai berikut:

Yit = α + β Xit + ℇit ; I = 1,2, … , N; t = 1,2, … , T

Di mana:

N : Banyaknya data cross section

T : Banyaknya data time series

NT : Banyaknya data panel

Secara teoritis ada beberapa keuntungan yang diperoleh dengan

menggunakan data panel yaitu yang pertama, semakin banyak jumlah observasi

akan membawa dampak positif terhadap estimasi model, memperbesar degree of

freedom, dan menurunkan kemungkinan kolinieritas antar variabel bebas. Kedua,

dimungkinkannya estimasi masing-masing karakteristik individu maupun

karekteristik menurut waktu secara terpisah. Dengan demikian analisa hasil

estimasi akan lebih komprehensif dan mencakup hal-hal yang lebih mendekati

realita. Selain itu, beberapa kelebihan dari penggunaan data panel dibanding data

time series maupun cross section adalah sebagai berikut (Suliyanto, 2011):

a. Memiliki tingkat heterogenitas yang lebih tinggi. Hal ini karena data

tersebut melibatkan beberapa individu dalam beberapa waktu. Dengan

data panel, dapat mengestimasikan karakteristik untuk setiap individu

berdasarkan heterogenitasnya;

b. Mampu memberikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi, serta

memiliki tingkat kolinearitas yang rendah. Hal ini karena menggabungkan

data time series dan data cross section;

c. Lebih baik untuk studi perubahan dinamis karena data panel pada dasarnya

adalah data cross section yang diulang-ulang (series);

d. Mampu lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur pengaruh yang

tidak dapat diobservasi dengan data time series murni atau data cross

sectionmurni;

e. Mampu menguji dan mempelajari model perilaku yang lebih kompleks.

Page 54: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

37

3. Estimasi Model Data Panel

Menurut Setiawan dan Kusrini (2010), beberapa hal yang akan dihadapi saat

menggunakan data panel adalah koefisien slope dan intercept yang berbeda pada

setiap individu dan setiap periode waktu. Oleh karena itu, asumsi yang dibuat

terhadap intercept, slope, dan error-nya ada beberapa kemungkinan yang muncul,

yaitu:

a. Asumsi bahwa koefisien slope dan intercept konstan sepanjang waktu dan

individu, dan residual/error-nya berbeda sepanjang waktu, pada setiap

individu;

b. Asumsi bahwa koefisien slope konstan, tetapi intercept bervariasi pada

setiap individu;

c. Asumsi bahwa koefisien slope konstan, tetapi intercept bervariasi pada

setiap individu dan waktu;

d. Asumsi bahwa semua koefisien (baik slope maupun intercept) bervariasi

pada setiap individu;

e. Asumsi bahwa semua koefisien (baik slope maupun intercept) bervariasi

sepanjang waktu, pada setiap individu.

Beberapa kemungkinan tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak variabel

penjelasnya, semakin kompleks estimasi parameternya sehingga diperlukan

beberapa metode untuk melakukan estimasi parameternya.

Terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam mengestimasi

parameter model data panel, yaitu: 1) Pendekatan OLS biasa (Pooled Least Square

atau Common Effect); 2) Pendekatan Efek Tetap (Fixed Effect Method); dan 3)

Pendekatan Efek Acak (Random Effect Method).

a. Pendekatan Pooled Least Square (PLS) atau Common Effect

Pendekatan ini menggabungkan data cross-section dengan data time

series (pool data), kemudian data gabungan ini diperlakukan sebagai suatu

kesatuan pengamatan untuk mengestimasi model. Sehingga, metodeini dapat

pula disebut sebagai model OLS biasa karena menggunakan kuadrat terkecil,

Page 55: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

38

atau dikenal dengan estimasi Common Effect.Akan tetapi, dengan

menggunakan metode ini tidak dapat melihat perbedaan baik antar individu

maupun antar waktu, atau dengan kata lain dalam pendekatan ini tidak

memperhatikan dimensi individu maupun waktu. Diasumsikan bahwa

perilaku data antar individu (negara) sama dalam berbagai kurun waktu

(Munandar, 2017).

b. Pendekatan Fixed Effect Model (FEM)

Regresi data panel memungkinkan untuk dapat mengetahui intercept

masing-masing individu karena adanya perubahan keadaan pada masing-

masing individu, model ini dikenal dengan model regresi Fixed Effect Method

(Model Efek Tetap) (Suliyanto, 2010). Struktur model Fixed Effect

merupakan model yang memperhatikan adanya keberagaman dari variabel

independen menurut individu. Jika menggunakan asumsi slope konstan tetapi

intercept bervariasi antarindividu, maka variasi terletak pada individu yang

faktor waktunya diabaikan sehingga model regresi yang digunakan adalah

model regresi variabel dummy(unit cross sectional). Lalu, jika menggunakan

asumsi slope konstan tetapi intercept bervariasi antarwaktu, maka variasi

terletak pada waktu dan variasi individu diabaikan (Setiawan dan Kusrini,

2010).

Menurut Winarno (2015), keuntungan metode efek tetap ini adalah

dapat membedakan efek individual dan efek waktu dan tidak perlu

mengasumsikan bahwa komponen error tidak berkorelasi dengan variabel

bebas yang mungkin sulit dipenuhi. Kelemahan metode efek tetap ini adalah

ketidaksesuaiaan model dengan keadaan yang sesungguhnya. Kondisi tiap

obyek saling berbeda, bahkan satu obyek pada suatu waktu akan sangat

berbeda dengan kondisi obyek tersebut pada waktu yang lain.

c. Pendekatan Random Effect Model (REM)

Keputusan untuk memasukan variabel berbeda dalam model efek

tetap (fixed effect) tidak dapat dipungkiri akan dapat menimbulkan

konsekuensi (trade off). Penambahan variabel boneka (dummy) ini akan dapat

Page 56: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

39

mengurangi banyaknya derajat kebebasan (degree of freedom) yang pada

akhirnya dapat menghalangi untuk mengetahui model aslinya (Setiawan dan

Kusrini, 2010). Model panel data yang didalamnya melibatkan korelasi antar

error term karena berubahnya waktu karena berbedanya observasi dapat

diatasi dengan pendekatan model komponen error (error component model)

atau disebut juga Model Efek Acak (Random Effect Method).Menurut

Winarno, metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek

tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model mengalami

ketidakpastian. Tanpa menggunakan variabel semu, metode efek

menggunakan residual, yang diduga memiliki hubungan antar waktu dan antar

obyek. Syarat untuk menganalisis efek random yaitu obyek data silang harus

lebih besar dari pada banyaknya koefisien (Winarno, 2015).

Menurut, Nachrowi (dalam Munandar, 2017), pemilihan metode

Fixed Effect atau metode Random Effect dapat dilakukan dengan

pertimbangan tujuan analisis, atau ada pula kemungkinan data yang

digunakan sebagai dasar pembuatan model hanya dapat diolah oleh salah satu

metode saja akibat berbagai persoalan teknis matematis yang melandasi

perhitungan. Selain itu, menurut beberapa ahli Ekonometri dikatakan bahwa,

jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah waktu (t) lebih besar

dibandingkan jumlah individu (i), maka disarankan menggunakan metode

Fixed Effect. Sedangkan jika data panel yang dimiliki mempunyai jumlah

waktu (t) lebih kecil dibandingkan jumlah individu (i), maka disarankan

menggunakan metode Random Effect (Munandar, 2017).

4. Pemilihan Model Data Panel

Ada dua tahap dalam memilih model data panel. Pertama, harus

membandingkan model PLS dengan model FEM terlebih dahulu. Kemudian

dilakukan uji F-test. Jika hasil menunjukan model PLS yang diterima, maka model

PLS yang akan dianalisa. Tapi jika model FEM yang diterima, maka tahap kedua

dijalankan, yakni melakukan perbandingan lagi dengan model REM. Setelah itu

dilakukan pengujian untuk menentukan metode apa yang akan dipakai, apakah

FEM atau REM.

Page 57: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

40

a. Uji Chow

Uji ini dilakukan dengan penambahan variabel dummy sehingga

dapat diketahui bahwa intersepnya berbeda dapat diuji dengan uji F-

statistik. Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data

panel dengan metode Fixed Effect lebih baik dari regresi model data panel

tanpa variabel dummy atau metode Common Effect (Munandar, 2017).

Untuk mengujinya dapat digunakan restricted F-test, dengan hipotesis

pada uji ini adalah bahwa intersep sama, atau dengan kata lain model yang

tepat untuk regresi data panel adalah Common Effect, dan hipotesis

alternatifnya adalah intersep tidak sama atau model yang tepat untuk

regresi data panel adalah Fixed Effectsebagai berikut:

H0: Model PLS/Common Effect

H1: Model Fixed Effect

Jika nilai probabilitas (P-Value) lebih kecil dari tingkat signifikansi

α= 5% maka menolak 𝐻0, artinya model panel yang baik untuk digunakan

Fixed Effect Model, dan sebaliknya jika 𝐻0 diterima, berarti model

PLS/Common Effect yang dipakai dan dianalisis. Namun, jika 𝐻0 ditolak,

maka model FEM harus diuji kembali untuk memilih apakah akan

memakai model FEM atau REM.

b. Uji Hausman

Uji Hausman ini didasarkan pada ide bahwa Least Squares Dummy

Variabels (LSDV) dalam metode Fixed Effect dan Generalized Least

Squares (GLS) dalam metode Random Effect adalah efisien sedangkan

OLS dalam metode Common Effect tidak efisien. Dilain pihak,

alternatifnya adalah metode OLS efisien dan GLS tidak efisien. Karena

itu, uji hipotesis nol-nya adalah hasil estimasi keduanya tidak berbeda

sehingga uji Hausman bisa dilakukan berdasarkan perbedaan estimasi

tersebut (Munandar, 2017). Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis

sebagai berikut:

Page 58: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

41

H0 : Model Random Effect

H1 :Model Fixed Effect

Statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik Chi-Squares

dengan derajat kebebasan (df) sebesar jumlah variabel bebas. Hipotesis

nol-nya adalah bahwa model yang tepat untuk regresi data panel adalah

model Random Effect dan hipotesis alternatifnya adalah model yang tepat

untuk regresi data panel adalah model Fixed Effect. Apabila nilai statistik

Hausman lebih besar dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nol

ditolak yang artinya model yang tepat untuk regresi data panel adalah

model Fixed Effect. Dan sebaliknya, apabila nilai statistik Hausman lebih

kecil dari nilai kritis Chi-Squares maka hipotesis nol diterima yang artinya

model yang tepat untuk regresi data panel adalah model Random Effect.

5. Model Empiris

Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini sebagai berikut:

Yit = β0 + β1 Xit + β2 Xit + ℇit

Di mana:

Yit : Korupsi di negara i pada periode t

Xit : Variabel Daya Saing Nasional dan Ketimpangan Gender di

enam negara yang diteliti pada periode 2010-2017

β0 : Intercept/konstanta

β1 –β2 : Koefisien regresi

ℇit : Error term

Setelah model penelitian diestimasi, maka akan diperoleh nilai

dan besaran dari masing-masing parameter dalam model persamaan di

atas. Nilai parameter positif atau negatif selanjutnya akan digunakan

untuk menguji hipotesis penelitian.

Page 59: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

42

E. Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam penelitian ini ialah uji normalitas,

uji multikolinearitas, dan uji heterokedastisitas.

1. Uji Normalitas

Uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel

pengganggu atau residual memiliki distribusi yang normal. Metode yang

digunakan salah satunya dengan Uji Jarque-Bera yaitu mana mengukur apakah

skewness dan kurtosis sampel sesuai dengan distribusi normal. Keputusan

terdistribusi normal atau tidaknya residual secara sederhana dapat dengan

membandingkan nilai probabilitas Jarque-Bera dengan tingkat alpha (α). Jika

nilai probabilitas Jarque-Bera lebih dari tingkat alpha (α), maka data

terdistribusi normal, dan sebaliknya.

2. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan

atau korelasi di antara variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya

tidak terjadi kolerasi di antara variabel independen. Mengetahui ada atau

tidaknya multikolinieritas di dalam model regresi dapat dilihat dengan tabel

korelasi yang menunjukkan hasil analisis interkorelasi antar variabel bebas

melalui Uji Pearson. Jika hasil kurang dari 0,8 maka tidak ada gejala

multikolinearitas antar variabel penelitian, dan sebaliknya.

3. Uji Heterokedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam suatu

model regresi terdapat persamaan atau perbedaan varians dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari residual satu

pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homokedastisitas dan jika

berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah

homokedastisitas. Mengetahui ada atau tidaknya heteroskedastisitas dapat

dilihat salah satunya menggunakan Uji Glejser. Uji ini dilakukan dengan

membandingkan nilai signifikansi dengan taraf signifikansi. Jika nilai

Page 60: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

43

signifikansi lebih besar dari taraf signifikansi, maka tidak terjadi masalah

heterokedastisitas, dan sebaliknya.

F. Uji Hipotesis

Uji hipotesis ini dilakukan untuk mengetahui ketepatan fungsi regresi

sampel dalam menaksir nilai aktual (dapat diukur dari goodness of fit suatu model

persamaan regresinya). Menurut Munandar (2017), pengukuran goodness of fit

tersebut dapat dilakukan melalui nilai statistik t, nilai statistik F, dan koefisien

determinasi(R2).

1. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t-statistik)

Uji t dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara parsial

mempengaruhi variabel dependen. Uji t dilakukan dengan membandingkan

probabilitas variabel dengan taraf signifikansi (α) atau membandingkan nilait-

statistik dengant-tabeldengan ketentuan:

H0 : β0 = β1=β2= 0, artinya tidak ada pengaruh dari masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen secara

parsial (individu).

H1 : β0 ≠ β1 ≠ β1 ≠ 0, artinya ada pengaruh dari masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen secara parsial

(individu).

Dalam pengujian ini dilakukan dengan uji 2 isi (two tail test) dengan tingkat

kepercayaan 95% atau taraf signifikan α = 5% dan tingkat kepercayaan 90% atau

taraf signifikan α = 10% dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

a. Jika t-hitung > t-tabel, maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti ada

pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel

independenterhadap variabel dependen secara parsial (individu).

Page 61: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

44

b. Jika t-hitung < t-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti tidak ada

pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel

independenterhadap variabel dependen secara parsial (individu).

2. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji F-statistik)

Uji F digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari

variabel independen secara simultanmempengaruhi variabel dependen dengan

membandingkan probabilitas F-statistik dengan taraf signifikansi (α) atau

membandingkanF-statistikdengan F-tabel, dengan ketentuan:

H0 : β0 = β1 = β2 = 0, artinya tidak ada pengaruh dari variabel independen

terhadap variabel dependen secara simultan

(bersama-sama).

H1 : β0 ≠ β1 ≠ β1 ≠ 0, artinya ada pengaruh dari variabel independen terhadap

variabel dependen secara simultan (bersama-sama).

Dalam pengujian ini dilakukan dengan tingkat kepercayaan 95% atau taraf

signifikan α = 5% dengan kriteria penilaian sebagai berikut:

a. Jika F-hitung > F-tabel, maka H1 diterima dan H0 ditolak berarti ada

pengaruh yang signifikan dari masing-masing variabel

independenterhadap variabel dependen secara simultan (bersama-sama).

b. Jika F-hitung <F-tabel, maka H0 diterima dan H1 ditolak berarti tidak ada

pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel

dependen secara simultan (bersama-sama).

3. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi,

yaitu mengukur seberapa besar kemampuan model (regressor/variabel X) untuk

menerangkan variasi regresan (Y atau variabel dependen). Nilai koefisien

determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil mendekati 0 berarti

kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel

Page 62: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

45

dependen amat terbatas, sedangkan apabila nilai R2 mendekati 1 berarti variabel-

variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variabel-variabel dependen (Munandar, 2017)

G. Operasional Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2011), variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat

atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan.

Penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel dependen (terikat) dan

variabel independen (bebas). Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian

ini ialah Korupsi, data yang digunakan berupa Indeks Persepsi Korupsi (Corruption

Perception Index) setiap tahunnya dari negara-negara sampel pada tahun 2010-

2017 dengan satuan indeks. Adapun variabel-variabel independen yang digunakan

sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi korupsi, yaitu:

1. Daya Saing Nasional, data yang digunakan adalah Indeks Daya Saing

(Competitiveness Index) setiap tahunnya dari negara-negara sampel pada

tahun 2010-2017 dengan satuan indeks.

2. Ketimpangan Gender, data yang digunakan adalah Indeks Ketimpangan

Gender (Gender Inequality Index) setiap tahunnya dari negara-negara sampel

pada tahun 2010-2017 dengan satuan indeks.

Tabel 3.1

Definisi Operasional Variabel

Variabel Definisi Satuan

Korupsi Tingkat korupsi di suatu negara salah satunya dapat

diukur dengan Indeks Persepsi Korupsi (Corruption

Perception Index) dengan skala 1–100; di mana

semakin mendekati angka 100 maka tingkat korupsi di

Indeks

Page 63: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

46

negara tersebut semakin kecil (sangat bersih), dan

sebaliknya. Indeks Persepsi Korupsi memeringkat

negara-negara menurut tingkat korupsi sektor publik

yang dirasakan. Indeks ini mengacu pada penilaian

yang berbeda dan survei opini bisnis yang dilakukan

oleh lembaga independen dan terkemuka. Survei dan

penilaian yang digunakan untuk menyusun indeks

mencakup pertanyaan yang berkaitan dengan

penyuapan pejabat publik, suap dalam pengadaan

publik, penggelapan dana publik, dan pertanyaan yang

menyelidiki kekuatan dan efektivitas upaya anti

korupsi sektor publik.

Daya Saing

Nasional

Daya saing nasional di suatu negara dapat diukur

dengan Indeks Daya Saing (Competitiveness Index)

dengan skala 1–7; di mana semakin mendekati angka

7 maka daya saing nasional di negara tersebut semakin

tinggi (sangat kompetitif), dan sebaliknya. Ada total

114 indikator dalam indeks ini, berasal dari kombinasi

data organisasi internasional serta dari Survei Opini

Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (World Economic

Forum). Indeks ini terdiri atas 12 pilar dengan masing-

masing pilar memiliki subindeks yang

menggambarkan tingkat dan kompleksitas dari

pendorong produktivitas dan ekosistem daya saing.

Dua belas pilar ini yaitu: 1) Institusi; 2) Infrastruktur;

3) Lingkungan makroekonomi; 4) Kesehatan dan

pendidikan dasar; 5) Pendidikan tinggi dan pelatihan;

6) Efisiensi pasar barang; 7) Efisiensi pasar tenaga

kerja; 8) Perkembangan pasar uang; 9) Kesiapan

teknologi; 10) Ukuran pasar; 11) Kemampuan bisnis;

dan 12) Inovasi.

Indeks

Page 64: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

47

Ketimpangan

Gender

Ketimpangan gender di suatu negara dapat diukur

dengan Indeks Ketimpangan Gender(Gender

Inequality Index) dengan skala 0-1; di mana semakin

mendekati angka 1maka semakin tinggi disparitas

(ketidaksetaraan) antara perempuan dan laki-laki dan

semakin banyak kekurangan dalam pembangunan

manusia, dan sebaliknya.Indeks Ketimpangan

Gendermenyajikan ukuran gabungan ketidaksetaraan

gender menggunakan tiga dimensi: kesehatan;

pemberdayaan (edukasi); dan status ekonomi

(respresentasi politik dan ketenagakerjaan). Indikator

kesehatan adalah rasio kematian ibu dan tingkat

kelahiran pada remaja. Indikator pemberdayaan adalah

bagian dari kursi parlemen yang diduduki oleh

perempuan dan bagian penduduk dengan setidaknya

pendidikan menengah berdasarkan gender. Indikator

pasar tenaga kerja adalah partisipasi dalam angkatan

kerja berdasarkan gender.

Indeks

Page 65: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

48

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

1. Gambaran Umum Indonesia

Indonesia merupakan negara berbentuk Republik yang tergabung dalam

ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) sebagai organisasi kerjasama

internasional di Asia Tenggara. Indonesia dilintasi garis khatulistiwa dengan posisi

terletak pada koordinat 6°LU–11°08'LS dan 95°'BT–141°45'BT, terletak di antara

dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, serta di antara Samudra Pasifik

dan Samudra Hindia. Indonesia berbatasan darat dengan negara Papua Nugini,

Malaysia, dan Timor Leste. Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia

yang terdiri dari 17.504 pulau. Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil

di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik dengan luas wilayah 1.922.570 km²

dan luas perairannya 3.257.483 km². Jumlah populasi di Indonesia sekitar

270.054.853 jiwa pada tahun 2018 yang menjadikan Indonesia negara berpenduduk

terbesar keempat di dunia dan negara berpenduduk muslim terbesar di dunia,

dengan lebih dari 230 juta jiwa. Negara Indonesia merupakan negara agraris, di

mana kurang lebih 70 % penduduk Indonesia bermata pencaharian sebagai petani.

Hasil pertanian yang utama termasuk beras, teh, kopi, rempah-rempah, dan karet.

Kegiatan ekonomi lainnya yaitu perkebunan, pertambangan, perdagangan, dan

industri.PDB Indonesia pada tahun 2017 sekitar US$ 1,016 triliun dengan PDB per

kapita sekitar US$ 3.846.

Korupsi masih menjadi salah satu masalah bagi Indonesia. Berdasarkan

grafik di bawah, diketahui Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index)

Indonesia terus mengalami peningkatan selama kurun waktu delapan tahun

terakhir.

Page 66: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

49

Grafik 4.1 Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Tahun 2010-2017

Sumber: Transparency International

Indeks pada tahun 2016 dan 2017 ialah sebesar 37, berada pada peringkat 90 dan

96 dari 180 negara. Namun, skor indeks yang rata-rata masih di bawah angka 50 ini

menggambarkan bahwa Indonesia masih tergolong negara yang korup.

Grafik 4.2 Indeks Daya Saing Nasional Indonesia Tahun 2010-2017

Sumber: Global Competitiveness Report, World Economic Forum

Berdasarkan grafik di atas, Indeks Daya Saing Nasional Indonesia terus

mengalami fluktuasi selama delapan tahun terakhir, namun sejak tahun 2015

mengalami sedikit peningkatan. Daya saing nasional Indonesia berada pada

peringkat 37 dari 138 negara pada tahun 2015 dengan skor indeks 4,52 dan namun

tidak merata di berbagai kategori sub-indeks. Indonesia masih menghadapi

2830

32 3234

36 37 37

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia

Tahun 2010-2017

4,434,38 4,4

4,534,57

4,52 4,52

4,68

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Daya Saing Nasional Indonesia

Tahun 2010-2017

Page 67: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

50

tantangan besar di berbagai pilar daya saing nasional, seperti di bidang daya saing

dasar, termasuk infrastruktur (peringkat 62) dan lembaga-lembaga (peringkat 53).

Upaya untuk memberantas korupsi —prioritas pada pemerintahan sebelumnya dan

saat ini— membuahkan hasil, dengan Indonesia meningkatkan hampir semua

tindakan yang berkaitan dengan penyuapan dan etika. Bidang lain yang menjadi

perhatian adalah kesehatan masyarakat (peringkat 96), dengan insiden penyakit

menular dan tingkat kematian bayi yang tertinggi di antara negara di luar sub-

Sahara Afrika. Lalu, kurangnya efisiensi di bidang pasar tenaga kerja merupakan

aspek terlemah dari kinerja daya saing negara (peringkat 115), hasil dari

“kekakuan” dalam penetapan upah dan prosedur perekrutan dan pemberhentian.

Situasi ekonomi makro cukup memuaskan (peringkat 33), karena defisit anggaran

pemerintah sekitar 2 persen dari PDB, tingkat utang yang rendah, dan tingkat

tabungan yang tinggi. Namun, situasi fiskal dapat memburuk, karena penurunan

harga energi menyebabkan penerimaan yang lebih rendah dalam ekspor minyak.

Indonesia pada tahun 2016 peringkat 41 dengan skor indeks tetap di 4,52

dan turun empat peringkat, karena disusul oleh beberapa negara. Meskipun banyak

reformasi pada lingkungan bisnis, kinerja Indonesia tetap menjadi salah satu yang

kontras: Indonesia menempati peringkat 10 untuk ukuran pasar (market size), ke-

30 dalam pilar lingkungan ekonomi makro, dan ke-31 untuk inovasi. Berkinerja

baik dalam hal perkembangan pasar keuangan (42, naik tujuh peringkat). Tetapi,

Indonesia menempati peringkat ke-100 dalam pilar kesehatan, ke-36 dalam

pendidikan dasar (turun 20 peringkat), dan ke-108 di pilar pasar tenaga kerja (naik

tujuh peringkat) sebagai akibat dari berbagai “kekakuan”, biaya redundansi yang

terlalu tinggi yang nilainya setara dengan lebih dari setahun gaji, dan rendahnya

tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan. Indonesia juga menempati peringkat

91 dalam pilar kesiapan teknologi (turun enam peringkat) karena penetrasi

teknologi, informasi, dan komunikasi yang masih rendah —hanya seperlima dari

populasi yang menggunakan internet dan hanya ada satu koneksi broadband untuk

setiap 100 orang—. Namun, penyerapan teknologi oleh perusahaan lebih meluas

dan meningkat (peringkat 53).

Page 68: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

51

Daya saing nasional Indonesia tahun 2017 dengan skor 4,68 dan peringkat

36 dari 138 negara, naik lima peringkat sejak tahun 2016. Indonesia telah

meningkatkan kinerjanya di semua pilar daya saing nasional. Meningkatnya

peringkat daya saing tahun 2017 ini didorong terutama oleh ukuran pasar (market

size) yang besar (peringkat 9) dan lingkungan ekonomi makro yang relatif kuat

(peringkat 26). Peringkat ke-31 dan ke-32 dalam inovasi dan kemampuan bisnis,

Indonesia adalah salah satu inovator teratas di antara negara-negara berkembang.

Sebaliknya, negara ini tertinggal jauh di belakang dalam hal kesiapan teknologi

(peringkat 80) meskipun telah membuat kemajuan yang mantap di bidang ini

selama dekade terakhir. Kemajuan yang signifikan juga diperlukan dalam pilar

efisiensi pasar tenaga kerja (peringkat 96), yang diakibatkan oleh biaya redundansi

yang berlebihan, fleksibilitas terbatas dalam penentuan upah, dan representasi

perempuan dalam angkatan kerja yang terbatas.

Grafik 4.3 Indeks Ketimpangan Gender Indonesia Tahun 2010-2017

Sumber: Human Development Report, United Nations Development Programme (UNDP)

Ketimpangan gender adalah salah satu tantangan di Indonesia. Dukungan

dan tujuan pemerintah terhadap hak asasi manusia dan kesetaraan gender belum

sepenuhnya diaplikasikan ke dalam inisiatif kebijakan untuk mengatasi masalah

ketimpangan gender di Indonesia. Berdasarkan grafik di atas, Indeks Ketimpangan

Gender Indonesia terus mengalami penurunan selama delapan tahun terakhir, yang

artinya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan terus berkurang. Tahun 2017,

Indeks Ketimpangan Gender Indonesia berada di peringkat 104 dengan skor 0,453

0,508 0,505

0,4940,5

0,494

0,4670,462

0,453

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Ketimpangan Gender Indonesia

Tahun 2010-2017

Page 69: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

52

dari 160 negara. Namun, angka ini masih cukup tinggi untuk menggambarkan

ketimpangan gender di Indonesia. Perkembangan ekonomi Indonesia yang cukup

pesat telah menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan ekonomi

terbesar di ASEAN, tetapi hal itu belum sejalan dengan ketimpangan gender yang

masih cukup tinggi, yaitu dalam partisipasi ekonomi, pemberdayaan politik, dan

pendidikan. Meskipun ekonomi telah membaik dalam sepuluh tahun terakhir,

namun permasalahan ketimpangan gender masih perlu perhatian serius.

Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) terbaru

yang dirilis oleh United Nations Development Programme (UNDP) menunjukkan

bahwa Indonesia masih harus berjuang untuk mengurangi ketimpangan gender.

Pada dasarnya, ketimpangan gender di Indonesia terkait dengan norma sosial,

perbedaan tingkat pendidikan, kurangnya akses ke layanan umum dan layanan

keuangan, serta faktor budaya. Struktur ekonomi dan struktur politik (di Indonesia)

masih didominasi oleh laki-laki. Mengubahnya berkaitan dengan mengubah

persepsi. Jika kesetaraan gender dapat tercapai, maka diharapkan Indeks

Pembangunan Manusia seluruh negara akan naik. Rata-rata skor Indeks

Ketimpangan Gender yang masih berada di angka 0,4 menggambarkan bahwa

ketimpangan gender di Indonesia masih cukup tinggi.

2. Gambaran Umum Malaysia

Malaysia adalah sebuah negara Federal di Asia Tenggara yang tergabung

dalam ASEAN, terdiri dari tiga belas negara bagian dan tiga wilayah federal dengan

luas wilayah 329.847 km². Negara ini terpisah menjadi dua kawasan oleh Laut

Tiongkok Selatan yaitu Malaysia Barat dan Malaysia Timur. Di Malaysia Barat,

Malaysia berbatasan darat dengan Thailand, Selat Malaka, Laut Tiongkok Selatan,

dan Singapura yang dipisahkan oleh Selat Johor. Di Malaysia Timur, Malaysia

berbatasan dengan Laut Tiongkok Selatan, Brunei Darussalam, dan Indonesia.

Jumlah penduduk negara ini sekitar 31,6 juta jiwa pada tahun 2017. Kegiatan

ekonomi utama negara Malaysia terdiri dari pertanian, perkebunan, pertambangan,

perdagangan, dan industri. Beberapa industri penting Malaysia diantaranya seperti

pengolah minyak sawit dan karet, perminyakan dan gas bumi, farmasi, dan produk-

produk elektronika. Ekonomi negara Malaysia bergantung pada ekspor bahan

Page 70: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

53

mentah, khususnya minyak bumi, karet, kelapa sawit, dan kayu.PDB Malaysia pada

tahun 2017 sekitar US$ 314,5 miliar dengan PDB per kapita sekitar US$ 9.944.

Grafik 4.4 Indeks Persepsi Korupsi Malaysia Tahun 2010-2017

Sumber: Transparency International

Tingkat korupsi juga masih menjadi salah satu tantangan bagi Malaysia.

Berdasarkan grafik di atas, diketahui Indeks Persepsi Korupsi (Corruption

Perception Index) Malaysia terus mengalami sedikit fluktuasi selama kurun waktu

delapan tahun terakhir namun dengan rata-rata indeks di atas 40. Indeks pada tahun

2016 dan 2017 mengalami penurunan yaitu dengan skor 49 dan 47, berada pada

peringkat 55 dan 62 dari 180 negara. Skor indeks yang rata-rata masih di bawah

angka 50 ini menggambarkan bahwa Malaysia juga masih tergolong negara yang

cukup korup.

Berdasarkan grafik di bawah, daya saing nasional Malaysia berada pada

peringkat 18 tahun 2015 dengan skor 5,23 menjadikan posisinya di antara 20

ekonomi paling kompetitif di dunia dan menempati peringkat tertinggi di antara

negara-negara berkembang di Asia. Malaysia memiliki peringkat 50 besar di

masing-masing 12 pilar, memiliki kinerja paling kuat dalam efisiensi pasar barang

(peringkat 6) dan perkembangan pasar keuangan (peringkat 9, meskipun turun lima

peringkat tahun ini). Malaysia memiliki peningkatan di sebagian besar pilar, namun

kesiapan teknologi (peringkat 47) yang merupakan fitur terlemahnya. Pencapaian

dalam stabilitas ekonomi makro (peringkat 35) yang merupakan hasil dari

44 43

49 50 52 50 49 47

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Persepsi Korupsi Malaysia

Tahun 2010-2017

Page 71: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

54

pengurangan defisit anggaran (3,7 persen dari PDB), terendah dalam enam tahun,

meskipun Malaysia belum berhasil menyeimbangkan anggarannya dalam hampir

20 tahun. Di tengah pencapaian umum yang baik, masih ada area spesifik yang

perlu perbaikan, termasuk di dalamnya rendahnya tingkat partisipasi perempuan

dalam angkatan kerja. Rasio ini —59 wanita untuk setiap 100 pria— adalah salah

satu yang terendah (peringkat 118) di luar negara-negara Arab.

Grafik 4.5 Indeks Daya Saing Nasional Malaysia Tahun 2010-2017

Sumber: Global Competitiveness Report, World Economic Forum

Malaysia memiliki peringkat 25 pada tahun 2016 dengan skor 5,16 dan

peringkat 23 dengan skor 5,17 pada tahun 2017 dari 138 negara terus memimpin di

kawasan Asia Tenggara, meskipun mengalami penurunan peringkat di dua tahun

ini setelah enam tahun peningkatan. Malaysia telah mencapai status pendapatan

menengah (middle-income status), dan untuk mempertahankan pertumbuhan perlu

memberi perhatian yang lebih besar pada bidang daya saing yang lebih kompleks,

di mana masih banyak kekurangan. Infrastruktur digital dan penggunaan teknologi,

informasi, dan komunikasi menunjukkan kemajuan yang signifikan, tetapi masih

harus meningkatkan sisi inovatif jika ingin menghindari jebakan pendapatan

menengah (middle-income trap).

4,88

5,08 5,065,03

5,16

5,23

5,16 5,17

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Daya Saing Nasional Malaysia

Tahun 2010-2017

Page 72: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

55

Grafik 4.6 Indeks Ketimpangan Gender Malaysia Tahun 2010-2017

Sumber: Human Development Report, United Nations Development Programme (UNDP)

Berdasarkan grafik di atas, Indeks Ketimpangan Gender di Malaysia sejak

tahun 2015 terus mengalami sedikit demi sedikit penurunan, artinya kesenjangan

antara laki-laki dan perempuan di Malaysia semakin berkurang. Ketimpangan

gender di Malaysia berada di peringkat 62 pada tahun 2017 dari 160 negara, turun

tiga peringkat dari sebelumnya peringkat 59 pada tahun 2015. Lingkungan kerja di

Malaysia tercatat sebagai faktor utama penyebab ketimpangan gender di Malaysia.

Ketidaksetaraan upah adalah kasus utama ketimpangan gender dalam lingkungan

kerja di Malaysia. Berdasarkan Laporan Gaji dan Upah 2016 yang dirilis oleh

Departemen Statistik Malaysia, ketidaksetaraan upah rata-rata di Malaysia adalah

21%, yang artinya karyawan wanita pada dasarnya bekerja tanpa dibayar setiap hari

Jumat dalam seminggu. Selain itu, karyawan pria mendapatkan gaji bulanan rata-

rata RM1721, sedangkan karyawan wanita mendapatkan RM1685. Lalu, laki-laki

mendapatkan kesempatan yang lebih dari perempuan di setiap tingkat pendidikan

dan pekerjaan, meskipun ada lebih banyak siswa perempuan di pendidikan tinggi

dibandingkan dengan laki-laki menurut Indeks Paritas Gender (Gender Parity

Index).

Namun, Malaysia telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi

sumber ketimpangan gender. PBB telah mendaftarkan Malaysia sebagai pemimpin

dalam mendorong perempuan untuk berpartisipasi dalam sains, dan setengah dari

0,2690,286

0,256

0,21 0,209

0,291 0,288 0,287

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Ketimpangan Gender Malaysia

Tahun 2010-2017

Page 73: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

56

seluruh peneliti di Malaysia adalah perempuan. Selain itu, pada tahun 2004,

pemerintah berkomitmen untuk mengisi setidaknya 30% peran kunci di sektor

publik dengan perempuan, dan pada tahun 2017, perempuan merupakan 36% dari

tenaga kerja sektor publik. Ditambah, pada tahun 2015, pemerintah

mengamanatkan bahwa setidaknya 30% dari dewan perusahaan besar terdiri dari

perempuan pada tahun 2020, menjadika Malaysia satu-satunya negara di ASEAN

dengan arahan tersebut. Terlepas dari langkah-langkah dorongan untuk mengurangi

ketimpangan gender, perempuan di Malaysia masih menghadapi hambatan.

Tantangan yang terus-menerus dihadapi termasuk sikap tradisional terhadap

perempuan, akses yang terbatas pada layanan keuangan, dan keterampilan yang

tidak memadai untuk pasar tenaga kerja modern.

3. Gambaran Umum Thailand

Thailand adalah sebuah negara monarki konstitusional terletak di Asia

Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Luas wilayah Thailand adalah sebesar

513.120 km2 terletak di antara 5°- 21° LU dan 97°- 106° BT. Thailand berbatasan

dengan Laos dan Kamboja di sebelah Timurnya sedangkan disebelah baratnya

berbatasan dengan Myanmar dan Laut Andaman. Di sebelah Selatan, Thailand

berbatasan dengan Malaysia dan Teluk Siam. Jumlah populasi di negara ini sekitar

69,04 juta jiwa pada tahun 2017. Dua pertiga PDB Thailand adalah berasal dari

ekspor komoditas keluar negeri. Produk-produk yang diekspor oleh Thailand

diantaranya seperti produk otomotif, produk elektronik, komoditas agrikultur, dan

produk-produk pengolahan bahan makanan. PDB Thailand pada tahun 2017 sekitar

US$ 455,2 miliar dengan PDB per kapita sekitar US$ 6.593.

Korupsi masih cukup tinggi di Thailand. Berdasarkan grafik di bawah,

diketahui Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index) Thailand terus

mengalami fluktuasi selama kurun waktu delapan tahun terakhir dengan rata-rata

indeks di bawah 40.

Page 74: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

57

Grafik 4.7 Indeks Persepsi Korupsi Thailand Tahun 2010-2017

Sumber: Transparency International

Indeks pada tahun 2016 dan 2017 mengalami peningkatan yaitu dengan skor

35 dan 37, mengalami kenaikan berada pada peringkat 101 dan 96 dari 180 negara.

Namun, skor indeks yang rata-rata masih di bawah angka 50 ini menggambarkan

bahwa Thailand tergolong negara dengan kegiatan korupsi yang cukup aktif dan

tinggi.

Grafik 4.8 Indeks Daya Saing Nasional Thailand Tahun 2010-2017

Sumber: Global Competitiveness Report, World Economic Forum

Daya saing nasional Thailand cenderung mengalami peningkatan selama

kurun waktu delapan tahun terakhir, di mana pada tahun 2015 berada pada

peringkat 32 dengan skor 4,64. Produktivitas sektor manufaktur dengan

35

34

37

35

38 38

35

37

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Persepsi Korupsi Thailand

Tahun 2010-2017

4,51 4,52 4,524,54

4,664,64 4,64

4,72

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Daya Saing Nasional Thailand

Tahun 2010-2017

Page 75: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

58

infrastruktur fisik dan digital yang berkembang baik mempengaruhi produktivitas

secara langsung yang dapat menghubungkan agen-agen ekonomi, mengurangi

biaya transaksi, mengurangi efek jarak dan waktu, memfasilitasi aliran informasi,

dan memfasilitasi integrasi pasar ke dalam rantai nilai global.

Tahun 2016 Thailand turun 2 posisi menjadi peringkat ke 34 dengan skor

tetap yaitu 4,64 dan kemudian naik kembali menjadi peringkat 32 dengan skor 4,72

pada tahun 2017 dari 138 negara. Thailand masih perlu mempertahankan

pertumbuhan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada bidang daya saing

yang lebih kompleks, utamanya infrastruktur digital dan penggunaan teknologi,

informasi, dan komunikasi (TIK), serta menjadi lebih inovatif jika ingin

menghindari jebakan pendapatan menengah (middle-income trap).

Grafik 4.9 Indeks Ketimpangan Gender Thailand Tahun 2010-2017

Sumber: Human Development Report, United Nations Development Programme (UNDP)

Berdasarkan grafik di atas, Indeks Ketimpangan Gender di Thailand

mengalami peningkatan sejak tahun 2015, yang artinya kesenjangan antara laki-laki

dan perempuan juga meningkat. Ketimpangan gender di Thailand berada di

peringkat 93 pada tahun 2017 dari 160 negara, turun 14 peringkat dari sebelumnya

peringkat 79 pada tahun 2015. Dalam hal perlindungan hukum dan suara politik,

Thailand tercatat memiliki tingkat ketimpangan gender yang tinggi. Tantangan

ketimpangan gender di Thailand utamanya berada di faktor kurangnya data

pemilahan jenis kelamin, sikap tradisional dan stereotip yang mendukung

0,3790,382

0,360,364

0,38

0,366

0,378

0,393

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Ketimpangan Gender Thailand

Tahun 2010-2017

Page 76: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

59

kekerasan dalam rumah tangga dan kekerasan terhadap perempuan, rendahnya

partisipasi perempuan dalam politik dan posisi pengambilan keputusan,

diskriminasi dan kerentanan perempuan etnis dan pedesaan serta perempuan di

sektor informal, serta perdagangandan eksploitasi.

Selama 2016-2017, meskipun Thailand menuju ke arah yang benar dalam

beberapa indikator utama ekonomi, perempuan terus menghasilkan hanya 77% dari

gaji rata-rata laki-laki ketika melakukan pekerjaan yang sama. Perempuan juga

mewakili hanya 6% dari semua anggota parlemen. Posisi kepemimpinan lainnya

terutama dalam bisnis juga diisi oleh sebagian besar laki-laki dalam jumlah yang

tidak proporsional. Institusi pendidikan tinggi di Thailand memiliki lebih banyak

siswa perempuan daripada siswa laki-laki. Tetapi, statistik ini hanya

menggarisbawahi kurangnya tindak lanjut dalam masyarakat; wanita di Thailand

berpendidikan cukup untuk memimpin dalam bisnis dan politik, namun laki-laki

tetap memegang sebagian besar posisi ini. Meskipun perempuan mendapatkan

mayoritas gelar pendidikan tinggi di Thailand, namun perempuan menghasilkan

lebih sedikit pendapatan dan mewakili mayoritas pekerja di sektor informal.Melalui

pemeriksaan mendalam terhadap data negara, laporan yang sama memperkirakan

bahwa Thailand mengalami 38% kehilangan potensi pengembangan manusia

karena adanya ketimpangan gender.

4. Gambaran Umum Filipina

Filipina adalah sebuah negara republik di Asia Tenggara yang tergabung

dalam ASEAN, berada di sebelah utara Indonesia dan Malaysia. Filipina terdiri atas

7.107 pulau dengan luas total daratan diperkirakan 343.448 km². Negara ini terletak

antara 116° 40' – 126° 34' BT, dan 4° 40' – 21° 10' LU. Sebelah timur Filipina

berbatasan dengan Laut Filipina, sebelah barat dengan Laut Tiongkok Selatan, dan

sebelah selatan dengan Laut Sulawesi. Filipina memiliki garis pantai sepanjang

36.289 km (22.549 mil) yang menjadikannya negara dengan garis pantai terpanjang

kelima di dunia. Jumlah penduduk Filipina berada di urutan ke-12 di dunia dengan

jumlah 108.646.200 jiwa pada tahun 2018. Komoditas pertanian/agrikultur yang

dihasilkan oleh Filipina diantaranya adalah tebu, kelapa, beras, jagung, pisang,

mangga, nenas, daging babi, daging sapi, dan telur. Sedangkan di perindustrian,

Page 77: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

60

beberapa produk yang dihasilkan adalah garmen, produk perakitan

elektronik,farmasi, bahan kimia, sepatu, bahan makanan, perminyakan, dan

produk-produk kayu.PDB Filipina pada tahun 2017 sekitar US$ 313,6 miliar

dengan PDB per kapita sekitar US$ 2.988.

Grafik 4.10 Indeks Persepsi Korupsi Filipina Tahun 2010-2017

Sumber: Transparency International

Korupsi masih cukup tinggi dan menjadi salah satu tantangan bagi Filipina.

Berdasarkan grafik di atas, diketahui Indeks Persepsi Korupsi (Corruption

Perception Index) Filipina berfluktuasi selama kurun waktu delapan tahun terakhir

dengan rata-rata indeks di bawah 40. Indeks pada tahun 2016 dan 2017 mengalami

sedikit penurunan yaitu dengan skor 35 dan 34, turun dari peringkat 101 menjadi

peringkat 111 dari 180 negara. Skor indeks rata-rata masih di bawah angka 40 ini

menggambarkan bahwa Filipina tergolong negara dengan aktifitas korupsi tinggi.

Berdasarkan grafik di bawah, daya saing nasional Filipina cenderung

mengalami peningkatan sejak tahun 2010, namun menurun pada tahun 2015 hingga

2017. Filipina memiliki peringkat 57 pada tahun 2016 dengan skor 4,36 kemudian

naik satu peringkat menjadi 56 dengan skor 4,35 pada tahun 2017 dari 138 negara.

Selain memprioritaskan peningkatan inovasi dan kecanggihan, Filipina dapat

memperoleh pencapaian besar dalam daya saing dengan biaya yang relatif lebih

rendah melalui peningkatan kinerja dalam infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

2426

3436

3835 35 34

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Persepsi Korupsi Filipina

Tahun 2010-2017

Page 78: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

61

Grafik 4.11 Indeks Daya Saing Nasional Filipina Tahun 2010-2017

Sumber: Global Competitiveness Report, World Economic Forum

Selain itu, mulai tahun 2012 Filipina mengkonseptualisasikan Indeks Daya

Saing Kota/Kota Madya dan mulai mengorganisir Komite Daya Saing Regional di

seluruh negara untuk mengawasi peninjauannnya. Meskipun sudah ada upaya

sebelumnya untuk mengukur daya saing sub-nasional, proyek-proyek itu hanya

mencakup beberapa kota (pilihan konvensional) dan hanya dapat dilakukan sekali

setiap tiga tahun. Proyek-proyek awal ini akhirnya memudar. Tujuan proyek Indeks

Daya Saing Kota/Kota Madya ini adalah untuk mengukur pencapaian semua kota

dan kotamadya (kurang lebih 1.634 kota) setiap tahunnya lalu mengumpulkan

seluruh informasi dan data ini untuk kemudian dapat di analisis sehingga setiap kota

dapat menggunakan data tersebut untuk merencanakan masa depan kota mereka.

Hal ini bertujuan agar daya saing lokal akan mengarah pada pemberian layanan dan

pengembangan ekonomi yang lebih baik di kota-kota dan selanjutnya berpengaruh

pada daya saing nasional.

Indeks Ketimpangan Gender di Filipina mengalami penurunan sejak tahun

2015, artinya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan terus berkurang, di mana

Filipina berada di peringkat 97 dengan skor 0,427 pada tahun 2017 dari 160 negara.

3,96

4,08

4,234,29

4,4 4,394,36 4,35

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Daya Saing Nasional Filipina

Tahun 2010-2017

Page 79: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

62

Grafik 4.12 Indeks Ketimpangan Gender Filipina Tahun 2010-2017

Sumber: Human Development Report, United Nations Development Programme (UNDP)

Dalam hal perlindungan hukum dan suara politik, semua negara mencatat

tingkatketimpangan gender yang sangat tinggi, kecuali Filipina. Namun,

lingkungan kerja di Filipina tercatat sebagai faktor utama ketimpangan gender di

Filipina. Perempuan yang bekerja dibayar hanya 76% dari apa yang diperoleh rekan

laki-laki mereka, yang menunjukkan bahwa meskipun ada pertumbuhan dan

perkembangan, masih ada kesenjangan signifikan dalam peluang bagi laki-laki dan

perempuan di Filipina.Perempuan di Filipina dibayar lebih rendah dari laki-laki

untuk melakukan pekerjaan yang sama, menghasilkan 76 sen untuk setiap 1 dolar

yang diperoleh laki-laki. Perempuan juga lebih cenderung bekerja di perusahaan

kecil dan sektor informal, dan dalam pekerjaan dengan upah rendah. Rata-rata skor

Indeks Ketimpangan Gender yang masih berada di angka 0,4 menggambarkan

bahwa ketimpangan gender di Filipina masih cukup tinggi.

5. Gambaran Umum Vietnam

Vietnam atau bernama resmi Republik Sosialis Vietnam adalah negara

paling timur di Semenanjung Indo-China di Asia Tenggara yang tergabung dalam

ASEAN. Vietnam berada diantara 8˚ LU – 24˚ LU dan 102˚ BT – 110˚ BT. Vietnam

yang berada di paling timur semenanjung Indo-china Asia Tenggara ini berbatasan

dengan Republik Rakyat Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut,

Kamboja di sebelah barat daya, dan di sebelah timur berhadapan dengan Laut China

0,430,427

0,418

0,406

0,42

0,436

0,428 0,427

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Ketimpangan Gender Filipina

Tahun 2010-2017

Page 80: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

63

Selatan. Luas wilayah Vietnam kurang lebih 332.698 km². Bagian Vietnam yang

berbatasan dengan batas-batas internasionalnya seluas 4.639 km dan panjang

pantainya adalah 3.444 km dengan jumlah populasi sekitar 96 juta jiwa pada tahun

2018 menjadikan Vietnam sebagai salah satu negara yang memiliki jumlah

penduduk terbanyak di dunia, yaitu urutan ke-14 di dunia.Industri-industri

penopang ekonomi Vietnam adalah industri-industri yang berkaitan dengan

pertanian seperti beras, kopi, karet, teh, merica, tebu, pisang, kacang kedelai,

unggas, dan perikanan. Selain industri pertanian atau agrikultur, industri-industri

yang penting bagi perekonomian Vietnam adalah industri pertambangan, batu bara,

baja, garmen, pengolahan makanan, sepatu, semen, ban, pupuk kimia, dan produk

elektronik seperti ponsel.PDB Vietnam pada tahun 2017 sekitar US$ 223,9 miliar

dengan PDB per kapita sekitar US$ 2.343.

Grafik 4.13 Indeks Persepsi Korupsi Vietnam Tahun 2010-2017

Sumber: Transparency International

Korupsi juga masih cukup tinggi dan menjadi salah satu tantangan bagi

Vietnam. Berdasarkan grafik di atas, diketahui Indeks Persepsi Korupsi

(Corruption Perception Index) Vietnam terus mengalami peningkatan selama

kurun waktu delapan tahun terakhir dengan rata-rata indeks di bawah 40. Indeks

pada tahun 2016 dan 2017 mengalami peningkatan yaitu dengan skor 33 dan 35,

naik dari peringkat 113 menjadi peringkat 107 dari 180 negara. Namun, skor indeks

rata-rata masih di bawah angka 40 ini menggambarkan bahwa Vietnam masih

tergolong negara dengan aktifitas korupsi yang tinggi.

2729

31 31 31 3133

35

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Persepsi Korupsi Vietnam

Tahun 2010-2017

Page 81: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

64

Grafik 4.14 Indeks Daya Saing Nasional Vietnam Tahun 2010-2017

Sumber: Global Competitiveness Report, World Economic Forum

Berdasarkan grafik di atas, daya saing nasional Vietnam terus mengalami

peningkatan sejak tahun 2012. Vietnam memiliki peringkat 55 dengan skor 4,36

pada tahun 2017 dari 138 negara. Hal ini didukung dengan skor IDI (Inclusive

Development Index) yang jauh lebih baik daripada negara-negara lain dengan PDB

per kapita yang lebih tinggi, ini menunjukkan bahwa Vietnam telah melakukan

peningkatan yang relatif baik untuk membuat proses pertumbuhan menjadi lebih

inklusif. Daya saing nasional Vietnam secara signifikan didorong oleh peningkatan

sub-pilar di bidang ukuran pasar (market size) (peringkat 31). Pertumbuhan negara

diproyeksikan tetap kuat dari ekspor yang kuat. Namun, Vietnam masih harus

melakukan peningkatan signifikan di semua pilar, terutama di pendidikan tinggi

(peringkat 84), karena perusahaan-perusahaan memandang bahwa kurangnya

tenaga kerja yang berpendidikan merupakan hambatan yang signifikan untuk

melakukan bisnis. Selain itu, Vietnam masih perlu memprioritaskan menutup

kesenjangan dalam faktor inovasi dan kecanggihan teknologi. Lalu, untuk

memperoleh pencapaian yang lebih tinggi dalam daya saing nasinal, Vietnam masih

perlu meningkatkan kinerja dalam infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

4,274,24

4,11

4,18

4,23

4,3 4,31

4,36

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Daya Saing Nasional Vietnam

Tahun 2010-2017

Page 82: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

65

Grafik 4.15 Indeks Ketimpangan Gender Vietnam Tahun 2010-2017

Sumber: Human Development Report, United Nations Development Programme (UNDP)

Berdasarkan grafik di atas, Indeks Ketimpangan Gender di Vietnam

mengalami penurunan sejak tahun 2015 dengan skor 0,337 dan di peringkat 71

menjadi peringkat 67 dengan skor 0,304 pada tahun 2017 dari 160 negara.

Ketimpangan gender di Vietnam berada dalam bidang ekonomi di mana perspektif

dan prasangka sosial tentang peran perempuan dan laki-laki menyebabkan

diskriminasi gender di pasar tenaga kerja.

Selama periode pengembangan ekonomi yang pesat, Vietnam turut

membuat kemajuan untuk mengurangiketimpangan gender di banyak bidang,

seperti kesehatan dan pendidikan. Masih ada beberapa hambatan terutama bagi

perempuan di Vietnam untuk menikmati akses, partisipasi, dan kemajuan yang

sama dengan laki-laki di pasar tenaga kerja.Selain itu, perempuan menghadapi

tantangan pemisahan secara vertikal. Secara umum, peluang bagi perempuan untuk

mencapai posisi kepemimpinan dan memiliki pengaruh cukup terbatas.Segmentasi

gender dari pasar tenaga kerja juga menghasilkan kesenjangan pendapatan gender

yang melebar di Vietnam. Kesenjangan gender dalam upah bulanan rata-rata

pekerja yang dibayar, setara dengan perempuan bekerja tanpa dibayar selama satu

bulan setiap tahunnya.

0,329

0,305

0,299

0,322

0,308

0,337

0,305 0,304

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Ketimpangan Gender Vietnam

Tahun 2010-2017

Page 83: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

66

6. Gambaran Umum Kamboja

Kamboja merupakan sebuah negara berbentuk monarki konstitusional di

Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN. Kamboja berada diantara 10⁰LU –

14⁰LU dan 102⁰BT – 108⁰BT dan berbatasan dengan Thailand disebelah barat dan

utara, Laos disebelah timur laut, Vietnam di sebelah utara dan tenggara, dan Teluk

Thailand di sebelah selatan. Kamboja bersama dengan Vietnam, Laos, Thailand dan

Myanmar merupakan negara yang berada di semenanjung Indo-China dan dialiri

oleh sungai Mekong yaitu salah satu sungai terpanjang di dunia. Luas wilayah

Kamboja kurang lebih 181.035 km² dengan populasi sekitar 16,01 juta jiwa pada

tahun 2017. Sektor pariwisata, pertanian, perikanan, perhutanan, garmen, tekstil

dan pertambangan batu pertama merupakan tulang punggung perekonomian

Kamboja. PDB Kamboja pada tahun 2017 sekitar US$ 22,16 miliar dengan PDB

per kapita sekitar US$ 1.384.

Grafik 4.16 Indeks Persepsi Korupsi Kamboja Tahun 2010-2017

Sumber: Transparency International

Korupsi menjadi salah satu tantangan terbesar bagi Kamboja. Berdasarkan

grafik di atas, diketahui Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index)

Kamboja cenderung stagnan selama kurun waktu delapan tahun terakhir dengan

rata-rata indeks di angka 21. Indeks pada tahun 2016 dan 2017 masih tetap yaitu

dengan skor 21, berada di peringkat 156 dan 161 dari 180 negara, menjadikan

21 21

22

20

21 21 21 21

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Persepsi Korupsi Kamboja

Tahun 2010-2017

Page 84: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

67

Kamboja salah satu negara dengan kegiatan korupsi yang aktif dan tinggi di Asia

Tenggara.

Grafik 4.17 Indeks Daya Saing Nasional Kamboja Tahun 2010-2017

Sumber: Global Competitiveness Report, World Economic Forum

Berdasarkan grafik di atas, daya saing nasional Kamboja terus berfluktuasi

selama delapan tahun terakhir. Kamboja berada pada peringkat 90 dengan skor 3,94

pada tahun 2015. Secara keseluruhan, sub-pilar pada indikator pelanggan telepon

seluler, di mana Kamboja berada di peringkat 19, merupakan keunggulan

kompetitif negara ini. Kamboja berada di peringkat 89 dengan skor 3,98 pada tahun

2016, naik satu posisi dari tahun lalu. Di antara negara-negara Asia, Kamboja

memiliki peningkatan skor GCI terbesar —dari 3,5 menjadi 4,0— sejak 2007.

Meskipun memiliki rata-rata tren positif, Kamboja masih memiliki banyak

tantangan yang signifikan. Kamboja menempati peringkat lebih dari 50 dari sub-

indeks 12 pilar, dengan setengahnya berada di luar peringkat 100. Kamboja

memiliki kinerja yang tidak terlalu signifikan di tiga dari empat bidang yang

merupakan faktor pendorong utama daya saing, yaitu: Institusi (peringkat 104);

Infrastruktur (peringkat 106); dan Kesehatan dan Pendidikan Dasar (peringkat 103).

Selain itu, Kamboja berada di peringkat 124 dalam pilar Pendidikan Tinggi dan

Pelatihan, kinerja yang paling buruk di seluruh pilar. Diperkirakan pendaftaran

pendidikan menengah hanya sekitar 50 persen. Dengan usia rata-rata 23,8 tahun,

Kamboja adalah rumah bagi salah satu populasi termuda di Asia. Kepastian dalam

3,63

3,85

4,01 4,01

3,893,94

3,983,93

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Daya Saing Nasional Kamboja

Tahun 2010-2017

Page 85: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

68

akses ke pendidikan berkualitas untuk seluruh kalangan masih harus menjadi

prioritas kebijakan di Kamboja.

Tahun 2017 Kamboja berada di peringkat 94 dengan skor 3,93 dari 138

negara, di mana turun lima peringkat dibanding tahun sebelumnya. Kamboja masih

perlu memprioritaskan menutup kesenjangan dalam faktor inovasi dan kecanggihan

teknologi. Lalu, untuk memperoleh pencapaian yang lebih tinggi dalam daya saing

nasional, Kamboja juga masih perlu meningkatkan kinerja mereka dalam

infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan.

Grafik 4.18 Indeks Ketimpangan Gender Kamboja Tahun 2010-2017

Sumber: Human Development Report, United Nations Development Programme (UNDP)

Berdasarkan grafik di atas, Indeks Ketimpangan Gender di Kamboja

mengalami penurunan sejak tahun 2013 sempat meningkat namun turun kembali

sejak tahun 2015, artinya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan terus

berkurang, di mana Kamboja berada di peringkat 116 pada tahun 2017 dengan skor

0,473 dari 160 negara, turun 4 peringkat dari sebelumnya peringkat 112 pada tahun

2015. Ada sejumlah ketimpangan gender seperti kesenjangan upah layak,

kesenjangan modal manusia, dan kesenjangan perlindungan sosial.

Meskipun tingkat partisipasi perempuan di pasar tenaga kerja secara

bertahap meningkat, perempuan masih menghadapi kesenjangan upah. Perempuan

Kamboja mewakili 51 persen dari populasi negara itu, namun kemampuan mereka

untuk berpartisipasi sebagai mitra yang setara dalam kehidupan sosial, politik, dan

0,494

0,5

0,473

0,505

0,477 0,479

0,473 0,473

2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks Ketimpangan Gender Kamboja

Tahun 2010-2017

Page 86: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

69

ekonomi sangat dibatasi. Norma budaya yang secara tidak adil membangun peran

perempuan sebagai ibu rumah tangga masih tetap kuat di lingkungan masyarakat

Kamboja.Masyarakat Kamboja masih berusaha semakin memperkuat kemitraan

multi-pemangku kepentingan di sektor publik, perusahaan swasta, dan organisasi

masyarakat sipil untuk meningkatkan kesetaraan gender. Rata-rata skor Indeks

Ketimpangan Gender yang masih berada di angka 0,4 menggambarkan bahwa

ketimpangan gender di Kamboja masih cukup tinggi.

B. Temuan Hasil Penelitian

1. Estimasi Model Data Panel

Ada dua tahap dalam memilih model data panel. Pertama, harus

membandingkan model PLS (Common Effect Model) dengan Fixed Effect Model

(FEM) terlebih dahulu. Kemudian dilakukan uji F-test. Jika hasil menunjukan

model PLS yang diterima, maka model PLS yang akan dianalisa. Tapi jika model

FEM yang diterima, maka tahap kedua dijalankan, yakni melakukan perbandingan

lagi dengan Random Effect Model (REM). Setelah itu dilakukan pengujian untuk

menentukan metode apa yang akan dipakai, apakah FEM atau REM. Berikut adalah

hasil estimasi model PLS dan FEM:

Tabel 4.1 Hasil Estimasi Common Effect Model/PLS

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.

C -39.33689 6.798044 -5.786501 0.0000

DAYASAING? 18.17327 1.190128 15.27001 0.0000

GENDER? -19.35435 5.352106 -3.616212 0.0008

R2 0.920511

Adj. R2 0.916978

F-Stat 260.5587 0.000000

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Page 87: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

70

Tabel 4.2 Hasil Estimasi Fixed Effect Model

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.

C -14.64714 13.23769 -1.106473 0.2751

DAYASAING? 16.93655 2.599862 6.514401 0.0000

GENDER? -68.50507 15.17126 -4.515450 0.0001

R2 0.958310

Adj. R2 0.951015

F-Stat 131.3528 0.000000

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

a. Uji Chow

Untuk mengetahui model data panel yang akan digunakan, terlebih

dahulu dilakukan uji F-restricted atau Uji Chow dengan cara melihat nilai

probabilitas (P-Value) F-statistik dibandingkan dengan tingkat

signifikansi α = 5% atau 0,05. Untuk mengujinya, terlebih dahulu dibuat

hipotesisnya, yaitu:

H0: Model PLS/Common Effect

H1: Fixed EffectModel

Dari hasil pengujian antara model Common Effect dengan Fixed

Effect diperoleh nilai probabilitas F-statistik sebagai berikut:

Tabel 4.3 Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob.

Cross-section F 7.253424 (5,40) 0.0001

Cross-section Chi-square 30.977397 5 0.0000

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Page 88: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

71

Berdasarkan tabel 4.1 di atas diperoleh F-statistik adalah 7.253424

dengan d.f. (5,40) dan nilai probabilitas F-statistik 0.0001, yang

berartinilai probabilitas F-statistik lebih kecil daripada tingkat signifikansi

α= 5% (0.0001 <0,05). Maka H0ditolak, sehingga model data panel yang

digunakan adalah Model Fixed Effect.

b. Uji Hausman

Selanjutnya, untuk mengetahui model data panel yang akan

digunakan, dilakukan Uji Hausman yaitu mengikuti distribusi statistik

Chi-Square dengan nilai probabilitas (P-Value) Chi square-statistik

dibandingkan dengan tingkat signifikansi α= 5% atau 0,05. Untuk

mengujinya, terlebih dahulu dibuat hipotesisnya, yaitu:

H0 : Random Effect Model

H1 : Fixed Effect Model

Berikut adalah hasil estimasi model REM:

Tabel 4.4 Hasil Estimasi Random Effect Model

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.

C -25.38571 10.28664 -2.467833 0.0175

DAYASAING? 16.41586 1.844416 8.900303 0.0000

GENDER? -35.11419 8.958335 -3.919723 0.0003

R2 0.759002

Adj. R2 0.748291

F-Stat 70.86190 0.000000

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Hasil pengolahan Uji Hausman dengan membandingkan Model

Fixed Effect dan Random Effect adalah sebagai berikut:

Page 89: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

72

Tabel 4.5 Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 7.591212 2 0.0225

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Berdasarkan hasil uji Hausman pada tabel 4.2 di atas diperoleh

Chi-squarestatistic sebesar 7.591212 dengan d.f. (2) dan nilai probabilitas

0.0225. Dikarenakan probabilitas Chi-squarestatistic lebih kecil daripada

tingkat signifikansi α= 5% (0.0225 <0,05) maka H0ditolak. Dapat

disimpulkan bahwa model data panel terbaik yang dapat digunakan untuk

penelitian ini ialah Fixed Effect Model.

2. Fixed Effect Model (FEM)

Berdasarkan uji Chow dan uji Hausman, model dalam penelitian

ini menggunakan pendekatan efek tetap atau Fixed Effect Model. Hasil

estimasi data panel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.6 Hasil Estimasi Data Panel

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.

C -14.64714 13.23769 -1.106473 0.2751

DAYASAING? 16.93655 2.599862 6.514401 0.0000**

GENDER? -68.50507 15.17126 -4.515450 0.0001**

R2 0.958310

Adj. R2 0.951015

F-Stat 131.3528 0.000000

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8 ** Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%

Page 90: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

73

Dari hasil estimasi model data panel yang telah dilakukan, dapat

dijelaskan dengan persamaan regresi berikut:

KORUPSI= -14,64714 + 16,93655DAYASAING - 68.50507GENDER + ℇ

Di mana:

KORUPSI : Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index)

DAYASAING : Daya Saing Nasional (Competitiveness Index)

GENDER : Ketimpangan Gender (Gender Inequality Index)

ℇ : error term

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan bahwa variabel

daya saing nasional sebesar 16,93655 berarti setiap kenaikan daya saing

nasional sebesar 1 satuan, akan menambah nilai persepsi korupsi sebesar

16,93 satuan (negara semakin bersih dari korupsi). Variabel ketimpangan

gender sebesar -68.50507 artinya setiap kenaikan ketimpangan gender

sebesar 1 satuan (yang menandakan semakin besarnya

kesenjangan/disparitas antara perempuan dan laki-laki), maka akan

menurunkan nilai persepsi korupsi sebesar 68,5 satuan (negara semakin

korupsi), dan sebaliknya.

Nilai probabilitas variabel DAYASAING (Daya Saing Nasional)

sebesar 0,0000, nilai tersebut berada di bawah α= 0,05. Hal ini berarti

variabel daya saing nasional berpengaruh signifikan terhadap persepsi

korupsi. Lalu, variabel ini menunjukkan arah hubungan yang positif

terhadap YKORUPSI (Persepsi Korupsi). Hubungan ini memiliki arti apabila

nilai daya saing nasional naik maka nilai persepsi korupsi akan mengalami

kenaikan yang artinya tingkat persepsi korupsi meningkat (semakin bersih

dari korupsi).

Hasil ini sejalan dengan dengan penelitian Subarna K. Samanta dan

Rajib N. Sanyal (2010), Simona-Roxana Ulman (2014), dan Kostas

Rontos, Maria-Eleni Syrmali, dan Ioannis Vavouras (2015) yang

Page 91: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

74

menunjukkan bahwa daya saing nasional berpengaruh positif terhadap

korupsi.

Variabel GENDER (Ketimpangan Gender) memiliki nilai

probabilitas 0,0001, yaitu berada di bawah α= 0,05. Artinya, variabel

ketimpangan gender memiliki pengaruh yang signifikan terhadap persepsi

korupsi. Berbeda dengan variabel daya saing nasional, variabel

ketimpangan Gender menunjukkan arah hubungan yang negatif terhadap

YKORUPSI (Persepsi Korupsi). Hal ini memiliki arti apabila nilai

ketimpangan gender menurun yaitu menggambarkan semakin rendahnya

ketimpangan/disparitas antara laki-laki dan perempuan, maka nilai

persepsi korupsi akan meningkat (semakin bersih dari korupsi), dan

sebaliknya.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Boris Branisa &Maria Ziegler

(2011) dan Aroma Elmina Martha & Dwi Hastuti (2015) yang menyatakan

bahwa adanya ketimpangan gender berpengaruh terhadap korupsi. Kedua

penelitian tersebut menyatakan bahwa kesetaraan gender berpengaruh

positif terhadap upaya pengurangan (pemberantasan) korupsi dan korupsi

lebih tinggi di negara-negara yang menghambat kebebasan perempuan

untuk berpartisipasi dalam aktifitas sosial dan ekonomi (di mana hal ini

menunjukkan ketidaksetaraan gender), maka hasil ini dapat dikatakan

sejalan dengan kedua penelitian tersebut bahwa ketimpangan gender yang

semakin menurun (artinya, kesenjangan antara laki-laki dan perempuan

semakin kecil) maka persepsi korupsi akan semakin meningkat (semakin

bersih dari korupsi).

Page 92: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

75

Tabel 4.7 Interpretasi Fixed Effect Model

Variabel Koefisien Individual Effect Prob.

C -14.64714 0.2751

DAYASAING? 16.93655 0.0000**

GENDER? -68.50507 0.0001**

Individual Effect

_INDONESIA—C 4.869819 -9,777321

_MALAYSIA—C -5.717405 -20,364545

_THAILAND—C -1.323591 -15,970731

_FILIPINA—C 4.335945 -10,311195

_VIETNAM—C -4.848278 -19,495418

_KAMBOJA—C 2.683508 -11,963632

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8 ** Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%

Dalam penelitian menggunakan Fixed Effect Model, berdasarkan

tabel di atas dapat diperoleh persamaan model masing-masing negara

sebagai berikut:

a. Model Persamaan Indonesia

YKORUPSI= -9,777321 + 16,93655DAYASAING - 68.50507GENDER + ℇ

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan apabila terjadi

perubahan sebesar 1 satuan pada Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Gender, maka Indonesia mendapat pengaruh individu terhadap Persepsi

Korupsi sebesar 9,777321 atau 9,77 satuan.

b. Model Persamaan Malaysia

YKORUPSI= -20,364545 + 16,93655DAYASAING - 68.50507GENDER + ℇ

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan apabila terjadi

perubahan sebesar 1 satuan pada Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Page 93: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

76

Gender, maka Malaysia mendapat pengaruh individu terhadap Persepsi

Korupsi sebesar 20,364545 atau 20,36 satuan.

c. Model Persamaan Thailand

YKORUPSI = -15,970731 + 16,93655DAYASAING - 68.50507GENDER + ℇ

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan apabila terjadi

perubahan sebesar 1 satuan pada Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Gender, maka Thailand mendapat pengaruh individu terhadap Persepsi

Korupsi sebesar 15,970731 atau 15,97 satuan.

d. Model Persamaan Filipina

YKORUPSI =-10,311195 + 16,93655DAYASAING - 68.50507GENDER + ℇ

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan apabila terjadi

perubahan sebesar 1 satuan pada Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Gender, maka Filipina mendapat pengaruh individu terhadap Persepsi

Korupsi sebesar 10,311195 atau 10,31 satuan.

e. Model Persamaan Vietnam

YKORUPSI= -19,495418 + 16,93655DAYASAING - 68.50507GENDER + ℇ

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan apabila terjadi

perubahan sebesar 1 satuan pada Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Gender, maka Vietnam mendapat pengaruh individu terhadap Persepsi

Korupsi sebesar 19,495418 atau 19,49 satuan.

f. Model Persamaan Kamboja

YKORUPSI= -11,963632 + 16,93655DAYASAING - 68.50507GENDER + ℇ

Berdasarkan persamaan di atas, dapat dijelaskan apabila terjadi

perubahan sebesar 1 satuan pada Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Gender, maka Kamboja mendapat pengaruh individu terhadap Persepsi

Korupsi sebesar 11,963632 atau 11,96 satuan.

Page 94: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

77

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Multikolinearitas

Uji multikolinieritas digunakan untuk mengetahui apakah ada

hubungan atau korelasi di antara variabel independen.

Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinearitas

Daya Saing Nasional Ketimpangan Gender

Daya Saing Nasional 1 -0.62798

Ketimpangan Gender -0.62798 1

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Berdasarkan tabel di atas, diketahui hasil uji memiliki nilai koefisien

tiap variabel sebesar -0.62798 berada di bawah 0,8 yang artinya antara

variabel daya saing nasional dengan variabel ketimpangan gender dalam

model penelitian tidak memiliki korelasi.

b. Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model

regresi, data memiliki distribusi yang normal atau tidak. Penelitian ini

menggunakan statistik Jarque Berra (JB). Hasil uji dilakukan dengan

membandingkan nilai prob. JB pada output histogram sebelah kanan

dengan α =5% atau 0,05.

Gambar 4.1 Grafik Hasil Uji Normalitas

0

2

4

6

8

10

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Series: Standardized Residuals

Sample 2010 2017

Observations 48

Mean 1.48e-16

Median 0.166187

Maximum 5.325475

Minimum -3.538248

Std. Dev. 1.741291

Skewness 0.069747

Kurtosis 3.604389

Jarque-Bera 0.769489

Probability 0.680625

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Page 95: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

78

Berdasarkan gambar di atas, hasil menunjukkan bahwa nilai

probabilitas sebesar 0,680625 yang lebih dari α =5% atau 0,05. Artinya,

data dalam penelitian ini memiliki distribusi normal.

c. Uji Heterokedastisitas

Uji heterokedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah dalam

suatu model regresi terdapat persamaan atau perbedaan varians dari

residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varians dari

residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut

homokedastissitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Penelitian

ini menggunakan uji glejser dengan membandingkan hasil nilai

probabilitas dengan α =5% atau 0,05.

Tabel 4.9 Hasil Uji Heterokedastisitas

Variabel Koefisien Prob.

C -13.19114 0.2769

Daya Saing Nasional 2.646956 0.3096

Ketimpangan Gender 8.857973 0.4477

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Berdasarkan hasil uji di atas, diketahui variabel daya saing nasional

dan ketimpangan gender masing-masing memiliki nilai probabilitas lebih

dari α =5% atau 0,05. Maka data dalam penelitian ini tidak terindikasi

adanya heterokedastisitas.

4. Pengujian Hipotesis

a. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel independen

(Daya saing Nasional dan Ketimpangan Gender) berpengaruh secara

parsial terhadap variabel dependen (Persepsi Korupsi), yaitu dengan

Page 96: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

79

membandingkan probabilitas variabel dengan taraf signifikansi (α). Uji t-

statistik ini dapat membuktikan hipotesis yang telah dibuat, sebagai

berikut:

4) H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional

secara parsial terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand,

Filipina, Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

H1: Ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional secara

parsial terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina,

Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

5) H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara ketimpangan gender

secara parsial terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand,

Filipina, Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

H1: Ada pengaruh yang signifikan antara ketimpangan gender secara

parsial terhadap korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina,

Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

Tabel 4.10 Uji t-statistik

Variabel Koefisien Std. Error t-Statistic Prob.

C -14.64714 13.23769 -1.106473 0.2751

DAYASAING? 16.93655 2.599862 6.514401 0.0000**

GENDER? -68.50507 15.17126 -4.515450 0.0001**

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8 ** Signifikansi pada 0,05 atau α = 5%

Tabel 4.7 di atas menunjukkan nilai probabilitas dari tiap variabel

independen sehingga dapat membuktikan hipotesis sebagai berikut:

1) Variabel DAYASAING (Daya Saing Nasional) memiliki probabilitas

sebesar 0,0000 lebih kecil daripada tingkat signifikansi α = 0,05

(0,0000 < 0,05). Sehingga H0 ditolak, yang artinya terdapat pengaruh

Page 97: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

80

yang signifikan antara variabel Daya Saing Nasional terhadap variabel

Korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan

Kamboja periode 2010-2017.

2) Variabel GENDER (Ketimpangan Gender) memiliki probabilitas

sebesar 0,0001 lebih kecil daripada tingkat signifikansi α = 0,05

(0,0001 < 0,05). Sehingga H0 ditolak, yang artinya terdapat pengaruh

yang signifikan antara variabel Ketimpangan Gender terhadap variabel

Korupsi di Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan

Kamboja periode 2010-2017.

b. Uji Signifikansi Parameter Simultan (Uji F)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji apakah variabel independen

(Daya saing Nasional dan Ketimpangan Gender) berpengaruh secara

simultan terhadap variabel dependen (Korupsi), yaitu dengan

membandingkan probabilitas F-statistik dengan taraf signifikansi (α). Uji

F-statistik ini dapat membuktikan hipotesis yang telah dibuat, sebagai

berikut:

H0: Tidak ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional dan

ketimpangan gender secara simultan terhadap korupsi di Indonesia,

Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

H1: Ada pengaruh yang signifikan antara daya saing nasional dan

ketimpangan gender secara simultan terhadap korupsi di Indonesia,

Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja periode 2010-2017.

Tabel 4.11 Uji F-statistik

F-Stat Prob. (F-statistik)

131.3528 0.000000

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Tabel 4.8 di atas menunjukkan di mana nilai probabilitas F-statistik

sebesar 0,000000 lebih kecil daripada tingkat signifikansi α = 0,05

Page 98: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

81

(0,000000 < 0,05). Sehingga H0 ditolak, yang artinya terdapat pengaruh

yang signifikan antara variabel Daya Saing Nasional dan Ketimpangan

Gender secara bersama-sama atau simultan terhadap variabel Korupsi di

Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja periode

2010-2017.

c. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Pengujian ini dilakukan untuk mengukur seberapa besar kemampuan

model (regressor/variabel X) untuk menjelaskan variasi regresan (Y atau

variabel dependen).

Tabel 4.12 Uji Koefisien Determinasi (R2)

R2 0.958310

Adj. R2 0.951015

Sumber: Hasil Pengolahan Data dengan Eviews 8

Berdasarkan tabel di atas, diketahui nilai koefisien determinasi (Adj.

R2) sebesar 0,951015 atau 95,1%. Hal ini artinya variabel Korupsi di

Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja pada

periode 2010-2017 dapat dijelaskan oleh variabel Daya Saing Nasional

dan Ketimpangan Gender. Sedangkan sisanya (100% - 95,1% = 4,9%)

variabel Persepsi Korupsi dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti

dalam penelitian ini.

5. Analisis Persepsi Korupsi dengan Variabel Bebas Daya Saing Nasional

dan Ketimpangan Gender

a. Daya Saing Nasional Terhadap Persepsi Korupsi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah persepsi

korupsi dipengaruhi oleh daya saing nasional dan untuk menunjukkan sifat dari

pengaruh ini. Ini berarti bahwa standar hidup, kondisi pasar tenaga kerja dan pasar

keuangan, produktivitas, daya tarik nasional, teknologi, ukuran pasar domestik atau

luar negeri, kemampuan bisnis, dan inovasi yang menggambarkan konsep daya

Page 99: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

82

saing nasional mempengaruhi cara mempersepsikan tindakan dan perilaku strategis

insititusi-institusi publik yang diwakili oleh pekerja publiknya.

Lindgreen (2004) mempertimbangkan tiga perspektif korupsi sebagai

berikut: perspektif politik, perspektif ekonomi, dan perspektif antropologis.

Perspektif ekonomi mendukung bahwa ketika suatu negara secara ekonomi

berevolusi, korupsi cenderung berkurang atau rendah (Shleifer dan Vishny, 1993,

sebagaimana dirujuk dalam Lindgreen, 2004). Berdasarkan perspektif ekonomi

lainnya, korupsi dapat merugikan hubungan antara pihak berwenang

(pemerintahan), agen ekonomi, dan individu swasta, mengurangi efisiensi alokasi

dan pertumbuhan ekonomi, meningkatkan ketimpangan pendapatan, menurunkan

kepercayaan pada lembaga-lembaga publik, mengurangi keinginan investor untuk

berinvestasi, dan mendorong budaya pelayanan publik yang buruk (Merwe dan

Harris, 2012 dalam Ulman, 2013).

Pendekatan yang biasa dilakukan dalam berbagai penelitian adalah korupsi

atau persepsi korupsi mempengaruhi pembangunan atau pertumbuhan ekonomi,

dan faktor yang mempengaruhi tindakan korupsi sebagian besar merupakan aspek

sosial-politik. Namun, penelitian ini menunjukkan bahwa salah satu faktor penentu

persepsi negatif atau positif korupsi dalam suatu negara adalah daya saing

nasionalnya. Dalam penelitian ini, variabel daya saing nasional berpengaruh

signifikan terhadap persepsi korupsi. Lalu, variabel ini menunjukkan arah

hubungan yang positif terhadap persepsi korupsi. Hubungan ini memiliki arti

apabila nilai daya saing nasional naik maka nilai persepsi korupsi juga mengalami

kenaikan yang artinya tingkat persepsi korupsi meningkat (semakin bersih dari

korupsi). Hasil ini sejalan dengan dengan penelitian Subarna K. Samanta dan Rajib

N. Sanyal (2010), Simona-Roxana Ulman (2014), dan Kostas Rontos, Maria-Eleni

Syrmali, dan Ioannis Vavouras (2015) yang menunjukkan bahwa daya saing

nasional berpengaruh positif terhadap korupsi.

Hasil ini menyiratkan bahwa fokus kebijakan sebaiknya diletakkan pada

hasil ekonomi (economic outcomes). Ketika hasil ekonomi (economic outcomes)

positif dan memuaskan, persepsi korupsi juga mengalami perubahan dan

konsekuensi negatifnya berkurang. Jadi, perhatian utama seharusnya dipusatkan

Page 100: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

83

pada strategi yang mampu meningkatkan dua belas pilar daya saing seperti yang

ditetapkan dalam Laporan Daya Saing Global (Global Competitiveness Report).

Ketika unsur-unsur pokok pilar-pilar ini dianalisis dengan cermat dan ditingkatkan

secara nyata, “citra” negara yang dipersepsikan dapat ditingkatkan, di mana “citra”

ini juga menyiratkan masalah korupsi. Pilar-pilar ini merupakan faktor di mana

daya saing mempengaruhi korupsi. Dalam hal ini, pilar daya saing nasional secara

struktural sebagian besar bersifat jangka panjang, yang sangat mungkin

mempengaruhi tingkat korupsi karena perubahan korupsi yang bersifat lambat.

Namun, harus ditekankan bahwa pilar daya saing nasional tidak independen

satu sama lain. Sebaliknya, cenderung saling memperkuat. Sebagai contoh,

peningkatan sederhana dalam pilar institusi tidak cukup untuk mengurangi persepsi

korupsi, karena faktor-faktor lain seperti lingkungan ekonomi makro, yang

berinteraksi langsung dengan institusi, juga harus ditingkatkan. Dalam artian

sederhana, negara-negara dengan persepsi korupsi cukup tinggi seharusnya tidak

hanya terfokus pada reformasi kelembagaan dan hukum tetapi juga perlu

menempatkan kebijakan melalui sudut pandang ekonomi yaitu dengan

memperbaiki atau meningkatkan kedua belas pilar daya saing nasional secara

bersamaan.Kesimpulannya, standar hidup, kondisi pasar tenaga kerja dan pasar

keuangan, produktivitas, daya tarik nasional, teknologi, ukuran pasar domestik atau

luar negeri, kemampuan bisnis, dan inovasi yang menggambarkan konsep daya

saing nasional merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi langsung

persepsi korupsi di sebuah negara.

b. Ketimpangan Gender Terhadap Persepsi Korupsi

Perilaku dan persepsi korupsi tidak terlepas dari berbagai faktor yang

melibatkan individu manusia itu sendiri, salah satunya ialah dalam konsep

pembangunan manusia. Konsep ini salah satunya membahas mengenai

ketimpangan gender (gender inequality). Konsep ketimpangan gender yaitu

disparitas antara laki-laki dan perempuan dalam aktivitas sosial dan ekonomi, serta

akses sumber daya, dan pengambilan keputusan pada individu, dapat

mempengaruhi perilaku korupsi. Pemenuhan kebutuhan dan akses sumber daya

invididu merupakan konsep dasar ekonomi. Apabila terjadi ketidakadilan antara

Page 101: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

84

individu perempuan dan laki-laki dalam mengakses sumber daya, pengambilan

keputusan, dan penerimaan hak-hak, kemungkinan besar dapat memicu terjadinya

perilaku korupsi untuk dapat memenuhi akses sumber daya, keputusan, dan

penerimaan hak-hak, baik dalam tingkat mikro maupun makro.

Dalam penelitian ini, variabel ketimpangan gender memiliki pengaruh yang

signifikan terhadap persepsi korupsi. Berbeda dengan variabel daya saing nasional,

variabel ketimpangan gender menunjukkan arah hubungan yang negatif terhadap

persepsi korupsi. Hal ini memiliki arti apabila nilai ketimpangan gender menurun,

yaitu menggambarkan semakin rendahnya ketimpangan/disparitas antara laki-laki

dan perempuan, maka nilai persepsi korupsi akan meningkat (semakin bersih dari

korupsi) dan sebaliknya. Hasil ini sejalan dengan penelitian Aroma Elmina Martha

dan Dwi Hastuti (2015) yang menyatakan bahwa ketimpangan gender berpengaruh

terhadap korupsi. Jika penelitian tersebut menyatakan bahwa kesetaraan gender

berpengaruh positif terhadap upaya pengurangan (pemberantasan) korupsi, maka

hasil ini dikatakan sejalan dengan penelitian tersebut bahwa ketimpangan gender

yang semakin menurun (artinya, kesenjangan antara laki-laki dan perempuan

semakin kecil dan kedua gender semakin setara) maka persepsi korupsi akan

semakin meningkat (semakin bersih dari korupsi atau korupsi semakin berkurang).

Hasil ini menyiratkan bahwa kebijakan pengurangan praktik korupsi juga

sebaiknya diperhatikan dari sisi sosial-ekonomi yang terfokus pada individu

manusia itu sendiri, dalam hal ini kesetaraan gender dalam kegiatan sosial dan

ekonomi. Ketika tiap gender individu dapat memenuhi kebutuhannya melalui akses

sumber daya dan pengambilan keputusan secara adil, hal ini dapat berdampak pada

perilaku korupsi individu yang juga mengalami perubahan ke arah yang positif.

Kesimpulannya, kesehatan, pemberdayaan (edukasi), dan status ekonomi

(respresentasi politik dan ketenagakerjaan) dalam konsep ketimpangan gender

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi persepsi korupsi di sebuah

negara.

Page 102: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

85

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan terhadap data-data Daya Saing

Nasional, Ketimpangan Gender, dan Korupsi di beberapa negara ASEAN

(Indonesia, Malaysia, Thailand, Filipina, Vietnam, dan Kamboja) periode 2010-

2017, penulis memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Daya saing nasional berpengaruh signifikan dan menunjukkan arah

hubungan yang positif terhadap persepsi korupsi dengan tingkat

kepercayaan 95% di negara-negara yang diteliti. Hubungan ini memiliki arti

apabila daya saing nasional meningkat maka persepsi korupsi juga akan

mengalami peningkatan (artinya, semakin bersih dari korupsi).

2. Ketimpangan Gender berpengaruh signifikan dan menunjukkan arah

hubungan yang negatif terhadap persepsi korupsi dengan tingkat

kepercayaan 95% di negara-negara yang diteliti. Hubungan ini memiliki arti

apabila nilai ketimpangan gender menurun (artinya, menggambarkan

semakin rendahnya kesenjangan/disparitas antara laki-laki dan perempuan),

maka nilai persepsi korupsi akan meningkat (artinya, semakin bersih dari

korupsi), dan sebaliknya.

3. Daya saing nasional dan ketimpangan gender berpengaruh signifikan secara

bersama-sama atau simultan terhadap persepsi korupsi di negara-negara

yang diteliti. Sehingga, jika terjadi perubahan pada daya saing nasional dan

ketimpangan gender di suatu negara secara bersamaan, maka dapat

mempengaruhi dan mengubah persepsi korupsi di negara tersebut.

Page 103: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

86

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, maka diajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah

a) Peningkatan daya saing nasional dapat berpengaruh terhadap

penurunan aktifitas korupsi, sehingga diharapkan Pemerintah dalam

menyusun kebijakan menurunkan tingkat korupsi dapat melalui upaya

mempertahankan dan meningkatkan daya saing nasional, utamanya

dalam setiap pilar daya saing nasional. Di antaranya meningkatkan

fungsi institusi atau lembaga-lembaga publik (pilar 1),

mengembangkan infrastruktur (pilar 2), meningkatkan dan

mempertahankan lingkungan ekonomi makro yang stabil (pilar 3),

mengupayakan peningkatan akses kesehatan dan pendidikan dasar

(pilar 4), mengupayakan peningkatan akses pendidikan tinggi dan

pelatihan (pilar 5), mengupayakan pasar barang yang efisien (pilar 6),

mengupayakan pasar tenaga kerja yang berfungsi dengan baik (pilar 7),

mengembangkan pasar keuangan (pilar 8), meningkatkan penggunaan

teknologi (pilar 9), mengembangkan ukuran pasar domestik atau luar

negeri menjadi lebih besar (pilar 10), meningkatkan kemampuan bisnis

(pilar 11), dan upaya meningkatkan inovasi (pilar 12). Melalui upaya-

upaya untuk meningkatkan ke dua belas pilar daya saing nasional ini,

diharapkan dapat menurunkan aktifitas korupsi.

b) Mengurangi ketimpangan gender dapat berpengaruh terhadap

penurunan aktifitas korupsi, sehingga diharapkan Pemerintah dalam

menyusun kebijakan menurunkan tingkat korupsi dapat melalui upaya

mengurangi ketimpangan gender. Di antaranya melalui peningkatan

tiga indikator yaitu, kesehatan, pemberdayaan (edukasi), dan status

ekonomi (respresentasi politik dan ketenagakerjaan). Indikator

kesehatan adalah melalui pengurangan rasio kematian ibu dan tingkat

kelahiran pada remaja. Indikator pemberdayaan adalah bagian dari

meningkatkan dan mendorong akses untuk representasi kursi parlemen

dan akses pendidikan menengah tanpa diskriminasi gender. Indikator

Page 104: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

87

pasar tenaga kerja adalah meningkatkan angka partisipasi angkatan

kerja dan mendorong perusahaan/lembaga/institusi memiliki

lingkungan kerja tanpa adanya diskriminasi gender.

2. Bagi Masyarakat

a) Masyarakat dapat lebih menyadari dan berkontribusi aktif dalam upaya

penurunan kegiatan korupsi melalui partisipasi aktif disetiap bidang

dalam pilar daya saing nasional.

b) Masyarakat dapat lebih menyadari dan berkontribusi aktif dalam upaya

penurunan kegiatan korupsi melalui pengurangan diskriminasi antar

gender dalam kehidupan sosial dan kegiatan ekonomi.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

a) Dapat menggunakan tahun penelitian terbaru agar mendapatkan hasil

penelitian yang sesuai dengan kondisi daya saing nasional,

ketimpangan gender, dan persepsi korupsi terbaru.

b) Dapat menggunakan variabel-variabel lain untuk memperluas

wawasan mengenai daya saing nasional, ketimpangan gender, dan

persepsi korupsi.

c) Dapat menggunakan alat analisis lain, untuk mendapatkan pandangan

dan wawasan lain agar dapat menciptakan inovasi baru dalam upaya

penurunan persepsi korupsi melalui sudut pandang ekonomi. Misal,

dengan menggunakan analisis kausalitas agar mengetahui hubungan

sebab-akibat antar variabel dependen dan variabelindependen atau

menggunakan path analysis.

Page 105: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

88

DAFTAR PUSTAKA

Amalino, Arwiyanto Jody. 2016. Kepentingan Indonesia dalam Pemberantasan

Korupsi Melalui APSC (ASEAN Political-Security Community). JOM

FIVIP Volume 3 No. 2 Oktober 2016 Universitas Riau.

ASEAN Blueprint. 2015. ASEAN Political-Security Community Blueprint. Diakses

dari http://www.asean.org/archive/5187-18.pdf;

http://www.asean.org/archive/5187-10.pdf;

http://www.asean.org/archive/5187-19.pdfpada 25 Oktober 2018.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2016. Kajian Awal Ketimpangan Gender. Diunduh

pada 23 Oktober 2018 dari

https://www.researchgate.net/publication/319164939.

Blackburn. K., Bose N., and Haque, M.E., (2005), Public Expenditures,

Bureaucratic Corruption and Economic Development. Economic

Discussion Paper EDP- 0530, The University of Manchester.

Branisa, Boris dan Ziegler, Maria. 2011. Reexamining the Link between Gender and

Corruption: The Role of Social Institutions. Proceedings of the German

Development Economics Conference, Berlin 2011, No. 15, ZBW.

Cavazos-Cepeda R.H., D.C. Lippoldt, dan J. Senft. 2010. Policy Complements to

the Strengthening ofIPRs in Developing Countries (No. 104). OECD

Publishing; 2010.

Dollar, D., R. Fisman, and R. Gatti. (2001). Are women really the ‘fairer’ sex?

Corruption and women in government, Journal of Economic Behavior &

Organization 46, 423-429. The World Bank.

Ermansjah Djaja. 2010. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: Sinar

Grafika.

Page 106: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

89

Fisher, Brendan dan Robin, Naidoo. 2016. The Geography of Gender Inequality.

Reasearch Article - PLoS ONE.

Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS.

Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Yogyakarta.

Jha, Priti dan Niti Nagar. 2015. A Study of Gender Inequality in India. The

International Journal of Indian Psychology Volume 2, Issue 3. Creative

Commons Attribution License.

Kabene, Stefane, Said Baadel, Zahra Jiwani, dan Vanessa Lobo. 2017. Women in

Political Positions and Countries’ Level of Happiness. Journal of

International Women's Studies, 18(4), 209-217.

Lindgreen, Adam. 2004. Corruption and Unethical Behavior: Report on a set of

Danish Guidelines. Journal of Business Ethics, 51, 31-39.

Macerinskiene, Irena & Sakhanova, Gaukhar. 2011. National Economy

Competitiveness of Kazakhstan Republic. Journal of Inzinerine Ekonomika-

Engineering Economics 22 (3), pp. 292-299.

Martha, Aroma Elmina dan Hastuti, Dwi. 2015. Gender dan Korupsi (Pengaruh

Kesetaraan Gender DPRD dalam Pemberantasan Korupsi di Kota

Yogyakarta). Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 4 Vol. 20 Oktober

2013: 580 – 601.

Mauro, Paolo. 1995. Corruption and Growth. The Quarterly Journal of Economics,

Vol. 110, No. 3 (Aug., 1995), pp. 681-712.The MIT Press.

Muladi. 2005. Konsep Total Enforcement dalam Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi. Lemhanas RI dan ADEKSI-ADKASI.

Munandar, Aris. 2017. Analisis Regresi Data Panel pada Pertumbuhan Ekonomi di

Negara-negara Asia. Jurnal Ilmiah Ekonomi Global Masa Kini Vol. 8 No.

01ISSN PRINT: 2089-6018 ISSN ONLINE: 2502-2024.

Page 107: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

90

Nawatmi, Sri. 2014. Dampak Korupsi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah.

3rd Economics & Business Research Festival. FEB Universitas Kristen

Satya Wacana.

OECD. 2014. Factsheet on How Competition Policy Affects Macro-economic

Outcomes. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari

www.oecd.org/daf/competition/2014-competition-factsheet-iv-en.pdf.

Pawitan, Gandhi. 2013. Eksplorasi keterkaitan Semangat Entrepreneurial dan

Indeks Daya Saing Global. Jurnal Administrasi Bisnis (2013), Vol.9, No.2.

Porta, Donatella Della dan Alberto Vannucci. 1999. Corrupt Exchanges: Actors,

Resources, and Mechanisms of Political Corruption. New York: Aldine De

Gruyter.

Prasanti, Tyas Ayu, Triastuti Wuryandari, dan Agus Rusgiyono. 2015. Aplikasi

Regresi Data Panel untuk Pemodelan Tingkat Pengangguran Terbuka

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Gaussian Vol. 4 No. 3

Hal. 687-696 ISSN: 2339-2541.

Quah, Jon S T. 2003. Causes and Consequences of Corruption in Southeast Asia:

A Comparative Analysis of Indonesia, the Philippines and Thailand. Asian

Journal of Public Administration, 25:2, 235-266.

Rahmadeni, & Yonesta, Eka. 2016. Analisis Regresi Data Panel pada Pemodelan

Produksi Panen Kelapa Sawit di Kebun Sawit Plasma Kampung Buatan

Baru. Jurnal Sains Matematika dan Statistika, Vol. 2 No. I ISSN 2460 4542.

Rheinbay, Janna dan Marie Chêne. 2016. Gender and Corruption Topic Guide.

Transparency International.

Rontos, Kostas, Maria-Eleni Syrmali, and Ioannis Vavouras. 2015.

Competitiveness and Corruption: The Case of Greece.

Setiawan, & Kusrini, Dwi Endah. 2010. Ekonometrika. Yogyakarta: ANDI.

Page 108: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

91

Suliyanto. 2011. Ekonometrika Terapan: Teori & Aplikasi dengan SPSS.

Yogyakarta: ANDI.

Shastri, Andrey. 2014. Gender Inequality and Women Discrimination. IOSR

Journal Of Humanities And Social Science (IOSR-JHSS) Volume 19.

Samanta, Subarna K., & Sanyal, Rajib N. 2010. National Competitiveness and

Perception of Corruption. Advances in Competitiveness Research 18

(1/2), pp. 89-101.

Sugiyono, 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta.

Šumah, Š. 2018. Corruption, Causes and Consequences. Trade and Global Market,

IntechOpen.

Swamy, A., S. Knack, Y. Lee dan O. Azfar. 2001. Gender and Corruption. Journal

of Development Economics 64, 25-55. Elsevier Science B.V.

Tanzi, V. dan Davoodi, H. 1998. Roads to Nowhere: How Corruption in Public

Investment Hurts Growth. International Monetary Fund, Washington DC.

The Global Competitiveness Report 2012-2013.

Tanzi, V. dan Davoodi, H.R. 2000. Corruption, growth, and public finances. IMF

Working Paper 2000 pp. 1-27.

Transparency International. 2003. Corruption Perceptions Index. Diunduh pada 25

Oktober 2018 dari dari www.transparency.org.

Transparency International. 2011. Corruption Perceptions Index. Diunduh pada 25

Oktober 2018 dari dari www.transparency.org.

Transparency International, 2014. Gender, Equality, and Corruption: What Are the

Linkages?. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.transparency.org.

Transparency International. 2015. ASEAN Integrity Community: A Vision for

Transparent and Accountable Integration. Diunduh pada 23 Oktober 2018

dari www.transparency.org.

Page 109: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

92

Ulman, Simona-Roxana. 2013. Corruption and National Competitiveness in

Different Stages of Country Development. International Economic

Conference of Sibiu 2013 Post Crisis Economy: Challenges and

Opportunities, IECS 2013: Elsevier.

Ulman, Simona-Roxana. 2014. The Impact of the National Competitiveness on the

Perception of Corruption. Journal of Emergent Market Queries in Finance

and Business: Elsevier.

United Nations Development Programme (UNDP). 2018. Human Development

Report 2018. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.hdr.undp.org.

United Nations Development Programme (UNDP). 2016. Human Development

Report 2016. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.hdr.undp.org.

United Nations Development Programme (UNDP). 2015. Human Development

Report 2015. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.hdr.undp.org.

United Nations Development Programme (UNDP). 2014. Human Development

Report 2014. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.hdr.undp.org.

United Nations Development Programme (UNDP). 2013. Human Development

Report 2013. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.hdr.undp.org.

United Nations Development Programme (UNDP). 2011. Human Development

Report 2011. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.hdr.undp.org.

United Nations Development Programme (UNDP). 2010. Human Development

Report 2010. Diunduh pada 23 Oktober 2018 dari www.hdr.undp.org.

Waluyo, Bambang. 2014. Optimalisasi Pemberantasan Korupsi di Indonesia.

Jurnal Yuridis Vol. 1 No, 2 ISSN 1693448 Kejaksaan Agung RI.

Widayani, Ni Made Diska dan Hartati, Sri. 2014. Kesetaraan dan Keadilan gender

dalam Pandangan Perempuan Bali: Studi Fenomenologis terhadap Penulis

Perempuan Bali. Jurnal Psikologi Undip Vol.13 No.2 Oktober 2014.

Page 110: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

93

Winarno, Wing Wahyu. 2015. Analisis Ekonometrika dan Statistik dengan Eviews

Edisi 4. Yogyakarta: UPP STIM YKPN.

World Bank. 2016. Defining Gender. Diakses pada 23 Oktober 2018 dari

http://web.worldbank.org/WBSITE/EXTERNAL/TOPICS/EXTGENDE

R/0,,contentMDK:20193040~pagePK:210058~piPK:210062~theSitePK:

336868,00.html.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2017-2018. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2016-2017. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2015-2016. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2014-2015. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2013-2014. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2012-2013. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2011-2012. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

World Economic Forum. The Global Competitiveness Report 2010-2011. Diunduh

pada 25 Oktober 2018 dari www.weforum.org/gcr.

Page 111: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

94

LAMPIRAN

Lampiran 1: Data Penelitian

Negara Tahun Korupsi

(Corruption Perception Index)

Daya Saing Nasional

(Competitiveness Index)

Ketimpangan Gender

(Gender Inequality Index)

Indonesia

2010 28 4.43 0.508

2011 30 4.38 0.505

2012 32 4.4 0.494

2013 32 4.53 0.5

2014 34 4.57 0.494

2015 36 4.52 0.467

2016 37 4.52 0.462

2017 37 4.68 0.453

Malaysia

2010 44 4.88 0.269

2011 43 5.08 0.286

2012 49 5.06 0.256

2013 50 5.03 0.21

2014 52 5.16 0.209

2015 50 5.23 0.291

2016 49 5.16 0.288

2017 47 5.17 0.287

Thailand

2010 35 4.51 0.379

2011 34 4.52 0.382

2012 37 4.52 0.36

2013 35 4.54 0.364

2014 38 4.66 0.38

2015 38 4.64 0.366

2016 35 4.64 0.378

2017 37 4.72 0.393

Filipina

2010 24 3.96 0.43

2011 26 4.08 0.427

2012 34 4.23 0.418

2013 36 4.29 0.406

2014 38 4.4 0.42

2015 35 4.39 0.436

2016 35 4.36 0.428

2017 34 4.35 0.427

Vietnam

2010 27 4.27 0.329

2011 29 4.24 0.305

2012 31 4.11 0.299

2013 31 4.18 0.322

Page 112: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

95

2014 31 4.23 0.308

2015 31 4.3 0.337

2016 33 4.31 0.305

2017 35 4.36 0.304

Kamboja

2010 21 3.63 0.494

2011 21 3.85 0.5

2012 22 4.01 0.473

2013 20 4.01 0.505

2014 21 3.89 0.477

2015 21 3.94 0.479

2016 21 3.98 0.473

2017 21 3.93 0.473

Page 113: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

96

Lampiran 2: Hasil Estimasi Model Data Panel

A. Common Effect Model atau Panel Least Square

Dependent Variable: Y Method: Panel Least Squares Date: 02/20/19 Time: 19:27 Sample: 2010 2017 Periods included: 8 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 48

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -39.33689 6.798044 -5.786501 0.0000

DAYA_SAING 18.17327 1.190128 15.27001 0.0000 KETIMPANGAN_GENDER -19.35435 5.352106 -3.616212 0.0008

R-squared 0.920511 Mean dependent var 33.68750 Adjusted R-squared 0.916978 S.D. dependent var 8.528192 S.E. of regression 2.457269 Akaike info criterion 4.696439 Sum squared resid 271.7176 Schwarz criterion 4.813390 Log likelihood -109.7145 Hannan-Quinn criter. 4.740635 F-statistic 260.5587 Durbin-Watson stat 0.858622 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 114: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

97

B. Fixed Effect Model (FEM)

Dependent Variable: KORUPSI? Method: Pooled Least Squares Date: 03/02/19 Time: 20:14 Sample: 2010 2017 Included observations: 8 Cross-sections included: 6 Total pool (balanced) observations: 48

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -14.64714 13.23769 -1.106473 0.2751

DAYASAING? 16.93655 2.599862 6.514401 0.0000 GENDER? -68.50507 15.17126 -4.515450 0.0001

Fixed Effects (Cross) _INDONESIA—C 4.869819 _MALAYSIA—C -5.717405 _THAILAND—C -1.323591 _FILIPINA—C 4.335945 _VIETNAM—C -4.848278 _KAMBOJA—C 2.683508

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.958310 Mean dependent var 33.68750

Adjusted R-squared 0.951015 S.D. dependent var 8.528192 S.E. of regression 1.887514 Akaike info criterion 4.259410 Sum squared resid 142.5084 Schwarz criterion 4.571277 Log likelihood -94.22585 Hannan-Quinn criter. 4.377265 F-statistic 131.3528 Durbin-Watson stat 1.274790 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 115: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

98

C. Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests Pool: COMMON Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 7.253424 (5,40) 0.0001

Cross-section Chi-square 30.977397 5 0.0000

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: KORUPSI? Method: Panel Least Squares Date: 03/04/19 Time: 13:35 Sample: 2010 2017 Included observations: 8 Cross-sections included: 6 Total pool (balanced) observations: 48

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -39.33689 6.798044 -5.786501 0.0000

DAYASAING? 18.17327 1.190128 15.27001 0.0000 GENDER? -19.35435 5.352106 -3.616212 0.0008

R-squared 0.920511 Mean dependent var 33.68750

Adjusted R-squared 0.916978 S.D. dependent var 8.528192 S.E. of regression 2.457269 Akaike info criterion 4.696439 Sum squared resid 271.7176 Schwarz criterion 4.813390 Log likelihood -109.7145 Hannan-Quinn criter. 4.740635 F-statistic 260.5587 Durbin-Watson stat 0.858622 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 116: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

99

D. Random Effect Model (REM)

Dependent Variable: Y Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 02/20/19 Time: 19:30 Sample: 2010 2017 Periods included: 8 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 48 Swamy and Arora estimator of component variances

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -25.38571 10.28664 -2.467833 0.0175

DAYA_SAING 16.41586 1.844416 8.900303 0.0000 KETIMPANGAN_GENDER -35.11419 8.958335 -3.919723 0.0003

Effects Specification S.D. Rho Cross-section random 1.792750 0.4743

Idiosyncratic random 1.887514 0.5257 Weighted Statistics R-squared 0.759002 Mean dependent var 11.75210

Adjusted R-squared 0.748291 S.D. dependent var 3.989077 S.E. of regression 2.001343 Sum squared resid 180.2418 F-statistic 70.86190 Durbin-Watson stat 1.087080 Prob(F-statistic) 0.000000

Unweighted Statistics R-squared 0.904790 Mean dependent var 33.68750

Sum squared resid 325.4564 Durbin-Watson stat 0.602038

Page 117: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

100

E. Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: COMMON Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob. Cross-section random 7.591212 2 0.0225

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. DAYASAING? 16.936547 16.415860 3.357415 0.7763

GENDER? -68.505068 -35.114195 149.915344 0.0064

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: KORUPSI? Method: Panel Least Squares Date: 03/04/19 Time: 13:37 Sample: 2010 2017 Included observations: 8 Cross-sections included: 6 Total pool (balanced) observations: 48

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -14.64714 13.23769 -1.106473 0.2751

DAYASAING? 16.93655 2.599862 6.514401 0.0000 GENDER? -68.50507 15.17126 -4.515450 0.0001

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.958310 Mean dependent var 33.68750

Adjusted R-squared 0.951015 S.D. dependent var 8.528192 S.E. of regression 1.887514 Akaike info criterion 4.259410 Sum squared resid 142.5084 Schwarz criterion 4.571277 Log likelihood -94.22585 Hannan-Quinn criter. 4.377265 F-statistic 131.3528 Durbin-Watson stat 1.274790 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 118: PENGARUH DAYA SAING NASIONAL DAN KETIMPANGAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/46854/1/PRISKA FATMA ANGGITA-FEB.pdfkorupsi di antaranya adalah lingkungan politik

101

Lampiran 3: Hasil Uji Asumsi Klasik

A. Hasil Uji Normalitas

0

2

4

6

8

10

-4 -3 -2 -1 0 1 2 3 4 5

Series: Standardized Residuals

Sample 2010 2017

Observations 48

Mean 1.48e-16

Median 0.166187

Maximum 5.325475

Minimum -3.538248

Std. Dev. 1.741291

Skewness 0.069747

Kurtosis 3.604389

Jarque-Bera 0.769489

Probability 0.680625

B. Hasil Uji Multikolinearitas

DAYA_SAING KETIMPANGAN_GENDER

DAYA_SAING 1 -0.6279881947981646

KETIMPANGAN_GENDER -0.6279881947981646 1

C. Hasil Uji Heterokedastisitas

Dependent Variable: RESABS Method: Panel Least Squares Date: 03/10/19 Time: 13:42 Sample: 2010 2017 Periods included: 8 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 48 White diagonal standard errors & covariance (d.f. corrected)

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

KETIMPANGAN_GENDER 8.857973 11.55186 0.766801 0.4477

DAYA_SAING 2.646956 2.572042 1.029127 0.3096 C -13.19114 11.96640 -1.102348 0.2769 Effects Specification

Cross-section fixed (dummy variables)

R-squared 0.264650 Mean dependent var 2.007713 Adjusted R-squared 0.135964 S.D. dependent var 1.675688 S.E. of regression 1.557611 Akaike info criterion 3.875196 Sum squared resid 97.04610 Schwarz criterion 4.187062 Log likelihood -85.00469 Hannan-Quinn criter. 3.993050 F-statistic 2.056553 Durbin-Watson stat 1.492374 Prob(F-statistic) 0.071341