Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan...

62
Volume 13 April 2018 JLMP Volume 13 Halaman 1033-1088 Jakarta April 2018 ISSN 1979-3820 PENDEKATAN BELAJAR MANDIRI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM ASNAH TAHAR UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MELALUI STRATEGI SRSD (SELF REGULATION STRATEGY DEVELOPMENT) DENGAN TEKS LAGU BUDI SUCI NURANI UPAYA MENUMBUHKAN MINAT DAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK PADA POKOK BAHASAN PERPAJAKAN DIAH POESPITAWATI PENGGUNAAN MODEL INKUIRI TERBIMBING BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS DAN PRESTASI FISIKA SISWA INTAN IRAWATI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN GEBOL (GELAS DAN BOTOL) SITI BADRIYAH PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA KOMPETENSI DASAR MEMBACA INTENSIF DENGAN METODE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) SITI NURJANAH UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DAN BUDAYA LITERASI SRI NURHIDAYATI PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING KOMPETENSI DASAR ATRIBUT BARANG DAN JASA SRI WURYANTARI PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPS TURAH HANDAYANI UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA TEKS EKSEMPLUM MELALUI MEDIA FILM MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE STAD YEYET KUSMAYATI

Transcript of Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan...

Page 1: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

Volume 13 April 2018

JLMP Volume 13 Halaman1033-1088

JakartaApril 2018

ISSN1979-3820

PENDEKATAN BELAJAR MANDIRI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAMASNAH TAHAR

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MELALUI STRATEGI SRSD (SELF REGULATION STRATEGY DEVELOPMENT) DENGAN TEKS LAGUBUDI SUCI NURANI

UPAYA MENUMBUHKAN MINAT DAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK PADA POKOK BAHASAN PERPAJAKANDIAH POESPITAWATI

PENGGUNAAN MODEL INKUIRI TERBIMBING BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS DAN PRESTASI FISIKA SISWA INTAN IRAWATI

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN GEBOL (GELAS DAN BOTOL) SITI BADRIYAH

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA KOMPETENSI DASAR MEMBACA INTENSIF DENGAN METODE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION) SITI NURJANAH

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DAN BUDAYA LITERASI SRI NURHIDAYATI

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING KOMPETENSI DASAR ATRIBUT BARANG DAN JASASRI WURYANTARI

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR IPSTURAH HANDAYANI

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA TEKS EKSEMPLUM MELALUI MEDIA FILM MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE LEARNING TYPE STADYEYET KUSMAYATI

Page 2: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

Volume 13 April 2018 hlm 1033-1088

Pengantar

Assalamu'alaikum wr. wb

Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) volume 13 Tahun 2018 berisi tulisan-tulisan yang merupakan hasil penelitian pendidikan diantaranya dari guru, kepala sekolah, pengawas, dosen, praktisi pendidikan, dan para fungsional khusus.

Harapan kami tulisan-tulisan ini dapat menumbuhkan motivasi bagi para peneliti khususnya pendidik dan tenaga kependidikan untuk melakukan penelitian dan mengirimkan hasilnya untuk dapat di terbitkan dalam jurnal Lingkar Mutu Pendidikan.

Naskah yang kami terima akan diseleksi kelayakannya dan akan disunting oleh tim ahli dengan sistematika penulisan yang telah ditetapkan. Naskah yang telah terbit akan memiliki kredit poin bagi para pendidik/tenaga kependidikan yang menulisnya.

Akhirnya, terima kasih untuk kita semua. Semoga dapat bermanfaat.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

Salam Redaksi

Page 3: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

Volume 13 April 2018 hlm 1033-1088 ISSN 1979-3820

Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan

DAFTAR ISI

Pendekatan Belajar Mandiri Sebagai Upaya Meningkatan Hasil Belajar Ilmu Pengetahuan AlamAsnah Tahar ............................................................................................................................................................ 1033

Upaya Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerpen Melalui Strategi SRSD (Self Regulation Strategy Development) Dengan Teks LaguBudi Suci Nurani ..................................................................................................................................................... 1039

Upaya Menumbuhkan Minat dan Kreativitas Siswa dalam Pembelajaran Ekonomi dengan Menggunakan Media Komik pada Pokok Bahasan PerpajakanDiah Poespitawati ..................................................................................................................................................1044

Penggunaan Model Inkuiri Terbimbing Berbasis Multimedia Untuk Meningkatkan LiterasiSains dan Prestasi Fisika Siswa Intan Irawati ............................................................................................................................................................1048

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Matematika Melalui Contextual Teaching and Learningdengan GEBOL (Gelas dan Botol) Siti Badriyah ............................................................................................................................................................ 1053

Peningkatan Hasil Belajar Bahasa Indonesia Kompetensi Dasar Membaca Intensif denganMetode STAD (Student Teams Achievement Division) Siti Nurjanah ........................................................................................................................................................... 1058

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Melalui Model Discovery Learning dan Budaya Literasi Sri Nurhidayati ........................................................................................................................................................ 1063

Peningkatan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Discovey Learning Kompetensi DasarAribut Barang dan JasaSri Wuryantari ........................................................................................................................................................ 1069

Penerapan Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPSTurah Handayani .....................................................................................................................................................1075

Upaya Meningkatkan Keterampilan Menulis Cerita Teks Eksemplum Melalui Media Film Menggunakan Model Pembelajaran Cooperative Learning Type STADYeyet Kusmayati ..................................................................................................................................................... 1082

Page 4: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan
Page 5: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

PENDEKATAN BELAJAR MANDIRI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR ILMU PENGETAHUAN ALAM

ASNAH TAHARSLB A Pembina Tingkat Nasional Jakarta

Abstract. This research is based on the development of science and technology which affects the demand for the independence of blind students to be able to master the latest science and technology. The purpose of this research is to improve science learning outcomes with an independent learning approach. The benefit of this research is to help Special School teachers to understand student limitations.The results showed that the average group value increased from 62.5 in the first cycle to 77.5 in the second cycle, the average individual value, showing an increase from 63 in the first cycle to 69.16 in the second cycle, in addition, there was an increase in understand the purpose of learning, understand the contents of the summary, collect questions. Based on the results of the class action research it can be concluded that the application of the independent learning model approach improves the learning outcomes of science which is shown by a significant increase in learning outcomes.

Keywords: Learning Approach, Increasing Independence, Learning Outcomes

Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berdampak pada tuntutan kemandirian siswa tunanetra untuk mampu menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini. Upaya yang dilakukan guru adalah menerapkan pendekatan belajar mandiri dalam proses pembelajaran tanpa banyak campur tangan guru. Tujuan dari penelitian adalah meningkatkan hasil belajar IPA dengan pendekatan belajar mandiri. Selain itu mengembangkan pola pikir siswa untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, melatih siswa untuk dapat belajar mandiri dalam proses pembelajaran di sekolah dan keluarga, meningkatkan semangat belajar dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian dapat membantu guru Sekolah Luar Biasa untuk memahami keterbatasan siswa. Siswa dapat melatih keterampilan dalam penguasaan teknologi dan informasi, selain itu, penelitian ini meningkatkan budaya bekerja sama, saling empati, memanfaatkan waktu, meningkatkan kemampuan dalam menginstal program screenreader dan MBC (Mitranetra Braille Conventer), meningkatkan kemandirian siswa dan lebih siap mencari informasi secara mandiri tanpa bantuan orang lain. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata nilai kelompok meningkat dari 62,5 di siklus I menjadi 77,5 di siklus II, rata-rata nilai perorangan, menunjukkan peningkatan dari 63 di siklus I menjadi 69,16 di siklus II, selain itu ada peningkatan dalam memahami tujuan belajar, memahami isi rangkuman, mengoleksi soal-soal. Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan dengan pendekatan model belajar mandiri meningkatkan hasil belajar IPA yang ditunjukkan oleh adanya peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan.

Kata Kunci: Pendekatan Belajar, Peningkatan Kemandirian, Hasil Belajar

PENDAHULUAN

Penyampaian informasi atau materi pembelajaran merupakan layanan utama di sekolah, Layanan ini mestinya berjalan baik dan lancar. Ada beberapa faktor penyebab terhambatnya penyampaian informasi kepada siswa di antaranya meliputi: guru yang berperan sebagai fasilitator dalam pembelajaran sering tidak ada di sekolah karena tugas luar, guru tidak cukup waktu untuk mem-braille-kan tugas-tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan printer Braille tidak memadai mengakibatkan terhambatnya proses pem-braille-an, terbatasnya jumlah buku sumber dalam bentuk tulisan Braille yang tersedia di perpustakaan sekolah, dan orang tua atau wali siswa tidak punya cukup waktu untuk membacakan materi pelajaran pada buku sumber yang bisa dibeli di toko buku. Munculnya ide menerapkan pendekatan model belajar mandiri disebabkan oleh faktor-faktor tersebut. Penelitian ini dilaksanakan melalui partisifatif aktif siswa dengan menggunakan salah satu prinsip belajar sambil melakukan. Oleh karena itu pemanfaatan teknologi terkini merupakan salah satu solusi agar penyampaian informasi

berjalan efektif, dan diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Pendekatan dalam kurikulum 2013 antara lain saintifik, pendekatan ilmiah, pendekatan kontekstual, dan pendekatan lainnya. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran di SLB bagian A atau SLB khusus anak tunanetra sebenarnya hampir sama dengan pendekatan untuk anak normal. Hanya perlu beberapa ubahan sesuai dengan kondisi ketunanetraannya. Pendekatan yang sesuai untuk menangani anak tunanetra menggunakan pendekatan yang berorientasi pada siswa. Hal ini berkaitan dengan salah satu prinsip pembelajaran anak tunanetra yaitu prinsip individual. Setiap pendekatan memiliki tujuan yang berbeda, pendekatan belajar mandiri diterapkan dalam pembelajaran IPA bertujuan agar pemerolehan materi ajar dapat terpenuhi. Pendekatan belajar mandiri dipilih berdasarkan alasan agar penyampaian materi IPA secara keseluruhan dapat tersampaikan, selain itu melatih anak untuk lebih percaya diri dalam menghadapi dunia di luar dirinya sehingga muncullah kemampuan untuk bisa melakukan kegiatan tanpa bantuan orang lain.

Page 6: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1034 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

Masalah yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: “Apakah penerapan pendekatan mandiri dapat meningkatkan hasil belajar IPA?” Tujuan dari penelitian adalah meningkatkan hasil belajar IPA dengan pendekatan belajar mandiri. Selain itu mengembangkan pola pikir siswa untuk menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terkini, melatih siswa untuk dapat belajar mandiri dalam proses pembelajaran di sekolah dan keluarga, meningkatkan semangat belajar dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Manfaat penelitian ini adalah membantu guru Sekolah Luar Biasa untuk memahami keterbatasan siswa. Untuk siswa melatih keterampilan siswa dalam penguasaan teknologi dan informasi, selain itu memberikan pengalaman yang menyenangkan dalam belajar khususnya mata pelajaran IPA, membuka cakrawala pemikiran yang maju ke depan tentang bagaimana seharusnya sebuah perpustakaan untuk siswa tunanetra.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi seorang guru menentukan pendekatan dalam pembelajaran. Hal ini karena keberagaman kemampuan siswa, tingkat ketunanetraan, dan kapan siswa mengalami kehilangan penglihatan..

Pembahasan mengenai karakteristik anak tunanetra banyak dikemukakan oleh para ahli. Salah satu di antaranya adalah menghindar dari tugas-tugas yang membutuhkan penglihatan. Keadaan fisik anak tunanetra tidak berbeda dengan anak sebaya lainnya. Perbedaan nyata di antara mereka hanya terdapat pada organ penglihatannya. Intelektual atau kecerdasan anak tunanetra umumnya tidak berbeda jauh dengan anak normal yang mempunyai penglihatan. Kecenderungan IQ anak tunanetra ada pada batas atas sampai batas bawah, artinya ada anak yang sangat pintar, cukup pintar, dan ada yang kurang pintar. Intelegensi mereka lengkap yakni memiliki kemampuan dedikasi, analogi, asosiasi dan sebagainya. Mereka juga punya emosi negatif dan positif, seperti sedih, gembira, punya rasa benci, kecewa, gelisah, bahagia dan sebagainya.

Jadi, pada dasarnya anak tunanetra yang dikategorikan tanpa hambatan menunjukkan perkembangan yang tidak berbeda dengan anak normal. Hanya pada awalnya anak tunanetra tanpa hambatan menunjukkan keterlambatan dalam sosial komunikasi karena ketidakmampuan dalam penglihatan sehingga hubungan interpersional yang membutuhkan bahasa-bahasa non verbal terlambat mereka ketahui.

Pada umumnya para ahli yakin bahwa kehilangan penglihatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kemampuan memahami dan menggunakan bahasa (Hallahan & Kauffman, 1991; Kingsley, 1999; Umstead, 1975; Zabel, 1982). Mereka mengacu pada banyak studi yang menunjukkan bahwa siswa-siswa tunanetra tidak berbeda dari siswa-siswa yang berpenglihatan dalam hasil tes intelegensi verbal. (M.S. Erdina, 2016: 13)

Faktor persepsi auditor lebih berperan daripada persepsi visual sebagai media belajar bahasa, maka tidaklah mengherankan bila berbagai studi telah menemukan bahwa anak tunanetra relatif tidak terhambat dalam fungsi bahasanya. Banyak anak tunanetra bahkan lebih termotivasi daripada anak berpenglihatan untuk menggunakan bahasa karena bahasa merupakan saluran utama komunikasinya dengan orang lain.

Berdasarkan fakta tersebut, maka metode yang digunakan untuk siswa tunanetra hampir sama dengan metode siswa normal, hanya yang membedakan adanya beberapa modifikasi dalam pelaksanaannya, sehingga mereka mampu mengikuti kegiatan pembelajaran melalui pendengaran dan perabaan.

Pembelajaran anak tunanetra berdasarkan pada dua pemikiran, yaitu: pertama upaya memodifikasi lingkungan supaya sesuai dengan kondisi anak tunanetra dan yang kedua upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera lain yang masih berfungsi dengan baik untuk mengimbangi kelemahan akibat hilangnya fungsi penglihatan. Pemanfaatan indera lainnya yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu sebagai pemegang peran penting dalam menentukan keberhasilan belajar.

Teori kognitivisme, pembelajaran akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan peringkat perkembangan kognitif siswa. Siswa hendaknya diberikan banyak peluang untuk melakukan aktivitas pembelajaran sesuai kemampuan, bakat dan minat yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pembimbingan dari guru. (M.S. Erdina, 2016: 29)

Teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi.

Keterbatasan kognisi Anak Berkebutuhan Khusus (tunanetra) tidak selamanya bersifat genetik, tetapi dapat juga sebagai dampak keterbatasan dalam menerima stimulus yang ada. Oleh karena itu seorang guru Pendidikan Khusus sangat bijaksana manakala mau memahami bahwa interaksi yang terus-menerus antar individu dengan individu lain atau antar individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan akomodasi adalah sangat dibutuhkan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas dengan populasi meliputi seluruh siswa SMPLB yang berada di SLB/A Pembina yang seluruhnya berjumlah 9 orang siswa, objek penelitian adalah siswa kelas VIII-a yang berjumlah 6 orang siswa terdiri dari 5 putera dan 1 puteri. Pertimbangan pengambilan responden dilakukan berdasarkan banyak siswa dalam kelas tersebut, tingkat kemampuan siswa yang dapat diasumsikan homogen dalam kemampuan baca, dan tulis Braille.

Penelitian ini dilakukan di SLB/A Pembina Tingkat Nasional Jakarta, pada kelas VIII-a dengan alokasi waktu 1 kali seminggu, jumlah jam per minggu 2 jam pelajaran, satu jam pelajaran berdurasi 40 menit. Waktu penelitian dilakukan selama 2 bulan yaitu berlangsung pada bulan September sampai dengan Oktober tahun 2015. Penelitian ini dilakukan dalam dua siklus dan setiap siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan.

Instrumen yang digunakan antara lain observasi dan tes hasil belajar. Tes hasil belajar dibuat dua perangkat masing-masing berjumlah 10 butir soal. Informasi hasil riset terkumpul berupa catatan guru selama proses belajar mengajar, dan hasil tes prestasi belajar siswa yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran IPA. Prosedur penelitian ini terdiri atas empat tahap meliputi perencanaan, melakukan tindakan, observasi

Page 7: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1035

selama proses belajar mengajar, dan evaluasi yang terbagi menjadi dua siklus.

Aspek yang diamati dalam setiap siklusnya adalah kegiatan atau aktivitas siswa saat berlangsungnya proses pembelajaran dengan model belajar mandiri melalui pendekatan partisipatif aktif siswa selama proses belajar, kegiatan observasi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemahaman terhadap tujuan yang ingin dicapai, pemahaman terhadap rangkuman, dan tingkat kesadaran akan kebutuhan memperoleh pengetahuan di bidang IPA serta keterampilan menggunakan teknologi terkini.

Perencanaan dalam siklus I meliputi identifikasi masalah dan penetapan masalah, penyusunan jadual penelitian, pembuatan perangkat pembelajaran berupa rangkuman materi, pembuatan instrumen hasil belajar.

Tindakan pada siklus I adalah Pendekatan belajar mandiri untuk diterapkan dalam pembelajaran. Untuk menciptakan suasana belajar mandiri dibutuhkan perangkat sederhana yang dibuat guru. Kegiatan pembuatan perangkat sederhana ini merupakan tahap awal yang harus dibuat guru dalam penerapan Pendekatan belajar mandiri. Perangkat sederhana yang menunjang penerapan Pendekatan belajar mandiri berisi tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa dan rangkuman materi pelajaran.

Berikut adalah tahapan pelaksanaan Pendekatan Belajar Mandiri pada siklus I: 1) Membacakan tujuan yang harus dicapai setiap siswa dan menekankan pentingnya memahami tujuan yang harus dicapai; 2) Memberikan rangkuman materi pelajaran yang harus dibaca dan dipahami siswa untuk dibahas pada pertemuan yang akan dating; 3) Merefleksi pemahaman siswa terhadap rangkuman materi; 4) Menugaskan pada setiap siswa untuk mengoleksi soal-soal yang terkait dengan materi yang dibahas (soal dapat diperoleh dari buku sumber yang telah di-braille-kan); dan 5) Menugaskan secara kelompok (siswa dibagi menjadi 2 kelompok, satu kelompok berjumlah 3 orang) untuk membahas soal-soal dan menuliskan jawabannya pada selembar kertas continuos form (kertas Braille) yang disediakan sekolah.

Kegiatan penutup dilakukan melalui kegiatan bimbingan belajar dan pembahasan soal-soal yang belum terjawab dengan benar.

Pengamatan pada siklus I dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung berdasarkan instrumen sederhana yaitu memberikan tanda centang pada poin-poin yang telah disediakan peneliti berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai. Mencatat hal-hal baru yang muncul selama observasi dilakukan yang tidak tercatat dalam poin-poin yang tersedia.

Peningkatan hasil belajar dicatat berdasarkan item sebagai berikut: seberapa jauh tingkat pemahaman siswa terhadap tujuan belajar, pemahaman terhadap rangkuman yang dibuat, seberapa banyak siswa dapat mengoleksi soal-soal terkait, kontribusi siswa dalam kelompok, keaktifan belajar dalam kelompok, nilai kelompok, dan nilai rerata secara perorangan.

Berikutnya merefleksi kegiatan pada siklus I yaitu melakukan evaluasi terhadap tindakan siklus I berdasarkan hasil pengamatan. Perencanaan pada siklus II meliputi: mengidentifikasi masalah yang muncul dan belum teratasi

pada siklus I, juga penetapan pemecahan masalah, pengembangan program tindakan pada siklus II.

Tindakan pada siklus II lebih menekankan kepada proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Alur pada siklus pertama diulangi tetapi dengan tambahan kegiatan yaitu siswa memperoleh informasi materi, memperoleh soal-soal dan latihan soal melalui internet dan buku sumber elektronik yang dapat dibuka pada komputer.

Pengamatan pada siklus II: Kegiatan pengamatan yang dilakukan pada siklus I diulang pada kegiatan siklus II. Refleksi pada siklus II: Melakukan evaluasi terhadap tindakan siklus II berdasarkan hasil pengamatan. Siklus III tidak dilakukan karena telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa secara meyakinkan pada siklus II. Penggunaan media jaringan internet mempermudah siswa untuk memperoleh informasi lebih awal dan lebih banyak.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan awal sebelum pelaksanaan Siklus I meliputi: Tahap Perencanaan yakni mengidentifikasi dan menetapkan masalah, kemudian menyusun jadwal penelitian. Persiapan, pada tahap ini guru menyiapkan perangkat berupa: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, rangkuman materi pelajaran, dan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar yang diujikan pada akhir setiap siklus. Tahap berikutnya pelaksanaan penelitian. Kegiatan akhir adalah penyusunan laporan Penelitian.

Tahap Tindakan. Proses pembelajaran menggunakan komponen pembelajaran yang efektif meliputi kegiatan tanyajawab, dan membentuk kelompok belajar. Kedua hal tersebut merupakan cara dalam membangun pendekatan saintifik yang meliputi: mengamati, menanya, memperoleh informasi, menalar, dan membuat kesimpulan.

Kegiatan tanyajawab dilakukan dua arah. Pertanyaan guru digunakan agar siswa berpikir kritis, dan pertanyaaan siswa merupakan wujud rasa ingin tahu siswa terhadap materi yang dipelajari. Pembentukan kelompok belajar berfungsi sebagai wadah untuk mengomunikasikan pengalaman. Oleh karena itu sedapat mungkin kelompok belajar dibentuk berdasarkan kemampuan siswa yang beragam.

Guru bertindak sebagai fasilitator, membawa siswa untuk memperoleh informasi dari berbagai sumber selain dari guru yang mengajar. Informasi dapat diperoleh melalui media cetak dan elektronik. Siswa diajak belajar mandiri, menyimpan informasi dalam bentuk soft file, membukanya tanpa bantuan dan membacanya bila diperlukan, membahas bersama kelompok belajarnya, menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang mereka butuhkan untuk ditanyakan pada guru pada pertemuan berikutnya, dan mereka belajar membuat rangkuman dari informasi yang mereka peroleh berdasarkan lembar yang berisi beberapa pertanyaan untuk panduan siswa dalam merangkum materi pelajaran.

Kondisi sebelum pelaksanaan siklus I menunjukkan dari 6 subjek penelitian rata-rata memperoleh nilai di bawah 60. Kritreria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran IPA saat itu 70.

Tahap Pengamatan. Hasil Pengamatan Siklus I: Subjek penelitian terbagi menjadi dua kelompok, masing-masing kelompok terdiri atas 3 orang. Item pengamatan yang dilakukan meliputi: memahami tujuan belajar (terdapat

Tahar, Pendekatan belajar mandiri sebagai upaya meningkatkan hasil belajar IPA

Page 8: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1036 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

satu subjek memperoleh nilai cukup dalam kelompok 1, dan 5 subjek menunjukkan pemahaman yang baik), pemahaman subjek terhadap rangkuman (dalam kelompok 1 terdapat 2 subjek memperoleh nilai cukup, dan satu subjek menunjukkan pemahaman yang baik), untuk kelompok 2 tercatat 1 siswa mencapai KKM, dan 2 siswa masih di bawah KKM. Jumlah koleksi soal (kemampuan mengoleksi soal pada kelompok 1 menunjukkan ada satu subjek yang hanya dapat mengoleksi 2 soal sedangkan yang lain mampu mengoleksi masing-masing 5 soal, dan pada kelompok 2 terdapat satu subjek yang dapat mengoleksi 4 soal, dua subjek yang lain masing-masing mampu mengoleksi 5 soal), rata-rata nilai kelompok untuk kelompok 1 memperoleh 60, dan kelompok 2 memperoleh 65, dan rata-rata nilai perorangan secara keseluruhan siswa 63 (dalam kelompok 1 terdapat satu subjek yang memperoleh nilai 70 mencapai nilai minimal ketuntasan, 65, dan masih ada yang memperoleh nilai 50. Kelompok 2 menunjukkan hasil yang lebih baik, terdapat 1 subjek yang memperoleh nilai 70, 68, dan tidak ada subjek yang memperoleh nilai 50, nilai terendah yang dicapai 55.

Tahap Refleksi pada siklus I, adalah melakukan evaluasi terhadap tindakan siklus I berdasarkan hasil pengamatan. Refleksi pada siklus I menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar dari kegiatan sebelum siklus I dilaksanakan. Pembahasan hasil pengamatan siklus I dapat dijelaskan bahwa rerata nilai kelompok dan perorangan yang dicapai siswa secara keseluruhan masih di bawah KKM (kelompok 1 memperoleh 60, kelompok 2 memperoleh 65, dan rerata nilai perorangan 63), pemahaman terhadap rangkuman yang dibuat mandiri belum menunjukkan hasil yang diinginkan (hanya ada dua siswa yang mampu memahami rangkuman yang dibuatnya), dan rerata jumlah siswa mengoleksi soal cukup baik. Oleh karena hasil pada siklus I belum menunjukkan peningkatan yang signifikan maka diperlukan adanya pelaksanaan siklus II.

Siklus II. Tahap Perencanaan dalam siklus II: Identifikasi masalah yang muncul pada siklus I, dan belum teratasi, penetapan pemecahan masalah, dan pengembangan program tindakan pada siklus II. Persiapan, pada tahap ini guru menyiapkan perangkat berupa: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, rangkuman materi pelajaran, dan instrumen penelitian berupa tes hasil belajar yang diujikan pada akhir setiap siklus.

Tahap Tindakan pada siklus II: Lebih menekankan kepada proses pembelajaran yang disesuaikan dengan kemampuan siswa. Alur pada siklus pertama diulangi yaitu: membacakan tujuan yang harus dicapai, memberikan rangkuman materi pelajaran yang harus dipahami siswa untuk dibahas pada pertemuan berikutnya, melakukan refleksi pemahaman siswa terhadap rangkuman materi, menugaskan pada masing-masing siswa untuk mengoleksi materi yang dibahas, menugaskan secara kelompok untuk membahas soal-soal dan menuliskan jawabannya pada selembar kertas. Tetapi dengan tambahan kegiatan yaitu siswa memperoleh informasi materi melalui jaringan internet dan buku sumber elektronik yang dapat dibuka pada komputer. Perolehan materi menggunakan jaringan internet hanya dilakukan pada siklus II.

Tahap Pengamatan. Hasil Pengamatan Siklus II: Dari 5 item yang diamati meliputi: memahami tujuan belajar, pemahaman terhadap materi, jumlah koleksi soal, nilai

yang diperoleh secara kelompok, dan nilai perorangan menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hasil yang diperoleh kelompok 2 rata-rata di atas nilai ketuntasan minimal.

Pada siklus II terdapat peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan, hasil yang dicapai yaitu tercatat 5 siswa menunjukkan pemahaman yang baik terhadap tujuan belajar, 4 siswa menunjukkan hasil yang baik dalam pemahaman terhadap rangkuman, kemampuan mengoleksi soal meningkat, tercatat hanya 1 siswa yang masih belum menunjukkan kemajuan dalam perolehan koleksi soal, rata-rata nilai kelompok meningkat dari 62,5 di siklus I menjadi 77,5 di siklus II, rata-rata nilai perorangan menunjukkan peningkatan dari 63 di siklus I menjadi 69,16 di siklus II.

Tahap Refleksi pada tindakan siklus II: Keberhasilan pada siklus II nampak dari meningkatnya jumlah siswa yang mencapai KKM, meningkatnya pemahaman terhadap rangkuman materi, meningkatnya kemajuan dalam mengoleksi soal, meningkatnya nila rata-rata kelompok dari 62,5 pada siklus Imenjadi 77,5 di siklus II dan meningkatnya rerata nilai perorangan dari 63 pada siklus I menjadi 69,16 pada siklus II. Melalui tanyajawab didapatkan data bahwa beberapa subjek penelitian berkeinginan memiliki laptop, untuk dibawa ke kelas sebagai perangkat pembelajaran terkini yang akan meringankan tugas mereka dalam mencatat. Siswa merasakan manfaat mencari informasi sendiri, mereka menunjukkan peningkatan dalam rasa ingin tahu, menunjukkan kemandirian dalam mencari pengetahuan, dan lebih terstimulasi untuk membaca dengan cara yang berbeda dengan anak normal (mereka melakukannya melalui pendengaran). Kegiatan ini tentu merupakan salah satu cara untuk meningkatkan minat baca anak seperti harapan pemerintah saat ini yaitu Gerakan Literasi Sekolah (GLS).

Siklus III tidak dilaksanakan karena telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa yang cukup meyakinkan pada siklus II. Penggunaan media jaringan internet mempermudah siswa untuk memperoleh informasi lebih awal dan lebih banyak.

Tabel 1. Perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus I dan siklus II

Penelitian Pendekatan belajar mandiri menggunakan konsep berpikir kekinian yang mengutamakan meningkatnya pemerolehan pengetahuan bukan seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Pembelajaran dibangun dengan tanpa tekanan dan paksaan dari pihak manapun. Kegiatan membuat rangkuman dilakukan secara kelompok atau perseorangan tergantung pada keluasan materi yang dipelajari. Papan absen mandiri dipergunakan untuk mengecek siswa yang tidak hadir pada pemerolehan materi, sehingga dengan pengontrolan absensi tersebut ketua kelompok atau anggota yang lain dapat membagikan pemerolehan materi kepada siswa yang tidak hadir. Papan jadwal mandiri dipergunakan untuk mengecek materi-materi yang telah mereka peroleh dan telah dibahas

Pelaksanaan Rata-rata Siswa yang Siswa yang kelas mencapai belum mencapai KKM KKM jumlah Presentase Jumlah Presentase Pra Tindakan 57,16 - - 6 100%Siklus I 63 2 33,33% 4 66,66%Siklus II 69,16 4 66,66% 2 33,33%

Page 9: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1037Tahar, Pendekatan belajar mandiri sebagai upaya meningkatkan hasil belajar IPA

bersama. Kas kelas dipergunakan apabila sewaktu-waktu mereka membeli CD untuk menyimpan salinan file materi, dan menyimpannya dalam laci meja ketua kelompok. Perolehan pengetahuan yang mereka dapat berupa materi pelajaran dan atau kumpulan soal-soal dan pembahasan, dikumpulkan dengan rapi dalam file yang berbeda untuk tiap kelompok. Sewaktu-waktu file tersebut dapat dibuka bersama, berdiskusi, dan belajar bersama-sama tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Saling berbagi pengetahuan menjadi suatu kebiasaan dalam kelas yang dibangun dengan Pendekatan belajar mandiri.

Pada awal penelitian telah diasumsikan bahwa kemampuan baca dan tulis siswa kelas VIII-A memiliki kemampuan yang hampir sama. Faktor- faktor yang mempengaruhi proses belajar mandiri adalah adanya subjek penelitian yang tidak terampil dalam menggunakan komputer karena hambatan intelektual, ada subjek yang selalu harus dibantu oleh teman kelompoknya dalam mencari materi dan soal-soal yang terkait dengan materi. Selain itu faktor kompleksitas materi berpengaruh pada kemampuan menangkap pemahaman terhadap materi. Faktor yang lain adalah minat subjek terhadap materi pelajaran sangat berpengaruh pada hasil pencapaian tujuan. Ketidakhadiran saat proses penelitian merupakan faktor yang ikut berpengaruh pada hasil akhir penelitian.

Perolehan pengetahuan melalui media elektronik merupakan salah satu solusi bagi siswa tunanetra untuk tidak tergantung pada catatan yang diperoleh secara konvensional yaitu menggunakan pena dan regelet. Kebutuhan memperoleh pengetahuan melalui media elektronik dirasa lebih efektif dan efisien dibanding bila pengetahuan didapat dengan cara menulis menggunakan pena dan regelet yang membutuhkan waktu lebih lama.

Tidak semua siswa mampu memiliki perangkat komputer sendiri. Oleh karena itu sekolah seharusnya memiliki sebuah perpustakaan dengan fasilitas memadai. Sebuah perpustakaan yang ideal untuk tunanetra seharusnya yang memiliki akses untuk tunanetra di antaranya sebuah ruangan yang cukup besar dan nyaman disertai ruang komputer yang ditata rapi dengan penempatan fasilitas yang aksesibel.

Hasil penelitian berikutnya adalah meningkatnya kemampuan menginstal program screenreader dan MBC (Mitranetra Braille Converter), terutama pada siswa yang telah memiliki perangkat komputer. Peningkatan nilai yang dicapai oleh 5 subjek penelitian dari jumlah subjek keseluruhan (6 orang), merupakan keberhasilan yang berikutnya.

Pendekatan belajar mandiri memberikan pengaruh positif terhadap kemandirian siswa dalam memperoleh pengetahuan, peningkatan hasil belajar pada aspek kognitif, sikap dan keterampilan. Kemampuan siswa SLB dalam menguasai teknologi informatika tidak berbeda dengan siswa tunanetra yang berada di sekolah inklusi atau siswa normal, bila perangkat komputer dilengkapi screenreader sesuai kebutuhan tunanetra.

Sebagai catatan yang perlu diperhatikan adalah karakteristik siswa karena tidak semua siswa suka memperoleh informasi melalui pendengaran. Beberapa siswa menunjukkan mereka lebih menyukai membaca melalui buku cetak. Berdasarkan hal ini penyediaan buku-buku dalam bentuk tulisan Braille tetap harus diproduksi.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Pendekatan Belajar Mandiri yang diterapkan dalam proses pembelajaran di kelas VIII meningkatkan hasil belajar IPA dimana pada tahap prasiklus rerata nilai perorangan 6 subjek penelitian berada di bawah 60. Kritreria Ketuntasan Minimal (KKM) untuk mata pelajaran IPA saat itu 70. Dari hasil pengamatan siklus I menunjukkan rata-rata nilai kelompok untuk kelompok 1 memperoleh nilai 60, dan kelompok 2 memperoleh nilai 65, rerata nilai kelompok dari 2 kelompok belajar adalah 62, 5 dan rata-rata nilai perorangan secara keseluruhan siswa kelas VIII diperoleh nilai 63. Pada siklus II terdapat peningkatan hasil belajar yang cukup signifikan, rata-rata nilai kelompok meningkat dari 62,5 di siklus I menjadi 77,5 di siklus II, rata-rata nilai perorangan menunjukkan peningkatan dari 63 di siklus I menjadi 69,16 di siklus II.

Pendekatan belajar mandiri memberikan pengaruh positif terhadap kemandirian siswa dalam memperoleh pengetahuan, peningkatan hasil belajar pada aspek kognitif, sikap dan keterampilan. Kemampuan siswa SLB dalam menguasai teknologi informatika tidak berbeda dengan siswa tunanetra yang berada di sekolah inklusi atau siswa normal, bila perangkat komputer dilengkapi screenreader sesuai kebutuhan tunanetra.

Sebagai catatan yang perlu diperhatikan adalah karakteristik siswa karena tidak semua siswa suka memperoleh informasi melalui pendengaran. Beberapa siswa menunjukkan mereka lebih menyukai membaca melalui buku cetak. Berdasarkan hal ini penyediaan buku-buku dalam bentuk tulisan Braille tetap harus diproduksi.

Saran yang perlu diperhatikan guru adalah hendaknya guru mengenal dengan baik karakteristik siswanya dan memberikan layanan yang sesuai dengan kondisi siswa. Selain itu disarankan bahwa seorang guru seharusnya pada setiap kegiatan belajar, melakukan kegiatan awal melalui pemberitahuan tujuan yang harus dicapai siswa, dan memberikan kejelasan arah kepada siswa mengenai materi mana yang dianggap esensial dan penting. Diharapkan pemerintah meninjau kembali kurikulum 2013 untuk Anak Berkebutuhan Khusus (tunanetra), karena perlu disadari bahwa tidak setiap anak yang dianggap mampu secara akademik dan tanpa hambatan sosial dan komunikasi merasa nyaman bersekolah di sekolah reguler (sekolah inklusi), aspek kesiapan mental hendaknya perlu diperhatikan. Saran lainnya kepada pemerintah adalah merencanakan membangun perpustakaan yang ideal dengan fasilitas komputer dan jaringan internet yang diharapkan merupakan jembatan bagi perkembangan siswa dalam menghadapi pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Penguasaan yang dimiliki siswa dalam teknologi terkini akan berdampak pada efektifitas dana operasional pelaksanaan Ujian Nasional karena pemerintah tidak perlu membuat rencana anggaran untuk mem-braile-kan naskah soal yang membutuhkan dana cukup besar.

Page 10: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1038 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

PUSTAKA ACUAN

Agus Irawan Sensus dkk, Modul Pembinaan Karir Guru PLB Tunanetra Pengembangan Keterampilan Sosial dan Komunikasi Anak Tunanetra, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Taman Kanak-Kanak & Penddikan Luar Biasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2016

http://asepyana92.blogspot.co.id/2013/01/karakteristik-tunanetra.html diunduh 9 Januari 2018

https://bisamandiri.com/blog/2014/11/teknik-pembelajaran-untuk-anak-tunanetra diunduh 19 Januari 2018

http://long-visit.blogspot.com/2012/11/pendidikan anak berkebutuhan khusus.html diunduh 31 Oktober 2018

M.S Erdina, Modul Pembinaan Karir Guru PLB Tunanetra Pengembangan Potensi Anak Tunanetra, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Bidang Taman Kanak-kanak & Pendidikan Luar Biasa, Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, 2016

Page 11: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENULIS CERPEN MELALUI STRATEGI SRSD (SELF REGULATION STRATEGY DEVELOPMENT) DENGAN TEKS LAGU

BUDI SUCI NURANISMP Negeri 16 Jakarta

Abstract. This research background is still lack of interest in students writing short stories and the lack of an appropriate strategy results in students being less skilled in writing short stories. The purpose of this study was to improve the ability to write short stories on students of SMPN 16 Jakarta with a strategy of self regulation development strategy and song texts. Method? When? Subject/ Object of research? The results of the study with quantitative evidence: the value of students who achieve Minimum Learning Completeness 34 students in the first cycle (10.8%) and in the second cycle (94%), the value of students who are less than Minimum Learning Completeness 2 students (5.5%). An increase of 80.2% from cycle I and cycle II. Qualitative evidence shows: 1) students are more interested and motivated to take part in learning; 2) students are more willing to express themselves; and 3) the learning atmosphere is more natural and fun. Observation of students is carried out in teaching and learning activities in the classroom. Based on these evidences, it can be concluded that learning to write short stories with self regulation development strategy and song texts can improve the ability and motivate students in writing short stories.

Keywords: SRSD, Song Text, Short Story

Abstrak. Penelitian ini berlatar belakang masih kurangnya minat siswa menulis cerpen dan belum adanya strategi yang tepat untuk menulis cerpen. Data yang ada dari hasil menulis cerpen di SMP Negeri 16 Jakarta menunjukkan bahwa siswa kurang terampil menulis cerpen. Sejalan dengan latar belakang tersebut penelitian ini bertujuan meningkatkan kemampuan menulis cerita pendek pada siswa SMP dengan strategi selft regulation strategi develoment dan teks lagu. Adapun masalah yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini adalah; Apakah self regulation strategi develoment dan teks lagu dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen? Hasil analisis data penelitian ini dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh dari penelitian ini peningkatan kemampuan menulis cerpen siswa dengan self regulation strategi development dan teks lagu yang dapat dilihat dari meningkatnya hasil belajar siswa. Hal ini dapat dilihat dari bukti kuantitatif dan bukti kualitatif. Bukti Kuantitatif: nilai siswa yang mencapai Ketuntasan Belajar Minimal 34 siswa pada siklus I (10,8%) dan pada siklus II (94%), nilai siswa yang kurang dari Ketuntasan Belajar Minimal 2 siswa (5,5%). Terjadi peningkatan 80,2% dari siklus I dan siklus II. Bukti kualitatif menunjukkan: 1) siswa lebih berminat dan termotivasi mengikuti pembelajaran; 2) siswa lebih berani berekspresi; dan 3) suasana belajar lebih alami dan menyenangkan. Observasi terhadap siswa dilakukan dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran menulis cerpen dengan strategi selft regulation strategi development dan teks lagu dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan menulis cerpen. Pembelajaran menulis cerpen dengan strategi ini memotivasi siswa dalam menulis cerpen. Stategi self regulation strategi develoment dan teks lagu dapat menjadi salah satu staregi untuk mengajarkan cerpen atau mata pelajaran lain.

Kata Kunci: SRSD, Teks Lagu, Cerpen

PENDAHULUAN

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang wajib diajarkan di jenjang SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi di Indonesia. Untuk membina dan mengembangkan kepercayaan diri peserta didik sebagai alat komunikasi, alat piker yang imajinatif, dan warga negara Indonesia yang mengetahui tentang literasi dan informasi. Pembelajaran Bahasa Indonesia bertujuan membina dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan berkomunikasi yang diperlukan peserta didik di sekolah, dunia kerja, dan masyarakat.

Bila di masa lalu menulis harus dengan balpoin dan buku, kini menulis lebih praktis dengan bantuan komputer. Bahkan dapat dilakukan dengan telepon selular yang dimiliki. Apa saja dapat ditulis, hasil pengamatan, hasil pendengarannya, apapun dapat kita tulis tanpa mengenal ruang dan waktu. Mata pelajaran bahasa Indonesia dalam kurikulum 2013 selain mengajarkan genre teks dan ciri kebahasaannya, juga mengajarkan sastra. Kompetensi Dasar dalam materi sastra

menuntut kemampuan siswa dalam menulis puisi, cerpen, drama dan bentuk karya sastra lain. Pembelajaran menulis sebagai salah satu keterampilan berbahasa merupakan keterampilan berbahasa yang memerlukan pelatihan yang harus dilakukan secara terus menerus. Hal ini dimungkinkan karena menulis memerlukan kemampuan dalam mengolah kata dan kalimat sehingga menjadi informasi yang akan sampai pada masyarakat.

Keterampilan menulis membutuhkan kemampuan dalam mengolah kata sehingga sampai kepada pembaca. Hanya sayangnya menulis belum menjadi keterampilan yang diminati siswa. Terutama keterampilan menulis sastra. Siswa belum mampu mengolah kata dan kalimat sastra dengan baik. Beberapa faktor menjadi pemicunya, antara lain faktor guru yang minim strategi ataupun siswa yang tidak berminat mengasah kemampuannya menulis sastra. Dengan kenyataan di atas, penulis memandang perlunya dilakukan perbaikan terhadap pembelajaran menulis sastra terutama

Page 12: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1040 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

menulis cerpen agar siswa dapat menulis gagasan bersastra dalam bentuk sebuah cerita pendek. Selain itu penelitian ini dianggap perlu bagi guru agar dapat menggunakan metode dan strategi pembelajaran yang lebih variatif dan inovatif.

Penggunaan model pembelajaran self regulation strategi develoment atau penulis singkat SRSD yang digunakan dalam penelitian ini dianggap mampu mewakili siswa yang kurang mampu dalam menulis. Selain itu penelitian ini menggunakan teks lagu sebagai umpan untuk memotivasi siswa dalam menghasilkan cerpen. Alasan teks lagu dipilih sebagai media pembelajaran yaitu karena teks lagu identik dengan sesuatu yang dapat menghibur dan menyenangkan, suasana senang pada diri Pemilihan model dan media ini merupakan alternatif untuk meningkatkan pemahaman dan kreativitas siswa sehingga hasil belajar bahasa Indonesia khususnya kompetensi dasar menulis cerpen dapat tercapai maksimal.

Rumusan masalah, berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah self regulation strategi develoment (SRSD) dan teks lagu dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen?”.

Tujuan penelitian berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, tujuan penelitian ini sebagai berikut; 1) Meningkatkan pembelajaran menulis cerpen dengan self regulation strategi develoment (SRSD) dan teks lagu; dan 2) Memberikan model pembelajaran yang inovatif dan kreatif.

Manfaat penelitian secara akademis meningkatkan keterampilan menulis cerita pendek dengan strategi self regulation strategi develoment (SRSD) dan teks lagu. Selain itu penelitian ini bermanfaat buat guru dalam pembelajaran karena menawarkan strategi yang baru, untuk sekolah, penelitian ini dapat bermanfaat meningkatkan hasil belajar siswa secara keseluruhan.

Menulis adalah kegiatan menyusun dan mengomunikasikan gagasan dengan medium bahasa yang dilakukan penulis kepada pembaca sehingga terjadi interaksi keduanya demi tercapainya suatu tujuan. Proses dalam menulis, dapat mengkaji kembali pengetahuan secara aktif, menganalisis dan menyintesis apa yang dimaksud. Secara konstan menganalisis teks yang sedang ditulis untuk menciptakan pemahaman baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Kenyataannya di sekolah, siswa masih sulit melakukan kegiatan menulis (Syamsudin 2015, 64).

Menulis dapat diartikan menuangkan ide dan gagasan dalam bentuk tertulis. Tulisan yang bermakna dapat memberi pengetahuan pada pembaca. Selain itu tulisan juga dapat menjadikan sesorang lebih dikenal di masyarakat (E. Kosasih 2012).

Strategi pembelajaran yang menggunakan self regulation strategi develoment (SRSD) dikembangkan berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan. Proses pembelajaran dimulai dari siswa yang memiliki self regulated learning dengan membangun tujuan tujuan belajar, mencoba memonitor, meregulasi, dan mengontrol kognisi, motivasi, dan perilakunya untuk mengontrol tujuan tujuan yang telah dibuat) (Valle 2010, 110). Strategi self regulation strategi develoment (SRSD) adalah strategi pembelajaran menulis untuk membantu siswa-siswa yang kesulitan dalam menulis. Pendapat bahwa aspek tokoh dalam fiksi pada dasarnya

merupakan aspek yang lebih menarik perhatian (Kusmayadi 2010, 77). Target self regulation strategi develoment adalah penguasaan maksimal terhadap proses kognitif dalam menyusun komposisi tulisan; penggunaan strategi menulis secara self-regulated, reflektif, dan otonom; pemahaman karakteristik tulisan yang baik; sikap positif terhadap menulis dan kemampuan diri penulis.

Tahapan self regulation strategi develoment (SRSD) yang dikembangkan dengan menggunakakan teks lagu mencangkup lima tahapan. Guru hendaknya memaksimalkan setiap tahapan dalam pelaksanaan model SRSD dengan teks lagu sehingga tujuan pembelajaran tercapai. Tahap-tahap pelaksanaan self regulation strategi develoment (SRSD) diuraikan sebagai berikut: 1) Tahap pengetahuan latar, pada tahap ini guru harus membantu mengembangkan dan mengaktitivasi pengetahuan latar siswa; 2) Guru memberikan siswa lembar kertas berisi teks dari genre berbeda untuk dibaca siswa. Teks tersebut akan merangsang siswa untuk mencari tahu lebih banyak genre teks. Inilah tahapan yang disebut pengembangan pengetahuan latar; 3) Beri waktu siswa membaca dan mengidentifikasi. Pengembangan pengetahuan latar akan membantu pengembangan kosakata; 4) Setiap enam orang siswa akan mendapat teks yang sama. Apabila di kelas terdapat 36 siswa maka ada sepuluh teks yang sama. Tahapan ini adalah tahapan self regulation strategi develoment (SRSD) dalam cakupan penetapan target. Kemampuan siswa dalam mengolah informasi yang didapat dari sebuah teks adalah target untuk mengetahui sejauh mana kemampuan membaca siswa; dan 5) Guru memberi lembar kerja untuk

Tahap pembahasan, tahapan ini adalah lingkup self regulation strategi develoment (SRSD) pemantauan diri. Tahap ini dapat mengeksplorasi kemampuan menulis dan self-regulatory yang dimiliki siswa guna memantau kesiapan siswa dalam menulis.

Guru memberikan hasil dari pertanyaan yang diajukan pada tahap pertama. Jawaban pertanyaan pada tahap ini dapat menjadi simpulan terhadap kemampuan siswa dalam menalar bahan bacaan. Tunjukkan bahwa kepercayaan diri siswa terbentuk dengan baik. Hal ini akan membentuk karakter siswa.

Tahap ini dilakukan setelah siswa membaca teks yang diberikan guru. Bahaslah hasil jawaban siswa dengan cara meminta salah satu siswa mempresentasikan hasil jawaban. Pilih secara acak dari sepuluh teks yang dikerjakan siswa atau tawarkan pada siswa yang siap untuk membacakan hasil pekerjaannya, waktu presentasi setiap siswa 2 menit.

Presentasi yang dikerjakan siswa dengan baik, beri waktu untuk mengerjakan selama 20 menit. Apa pendapat siswa terhadap teks yang diberikan. Tahap ini dapat memberi bahan masukan pada guru, mengenai tingkat ketercapaian siswa dalam mengidentifikasi bahan bacaan.

Tahap memberi contoh. Pada tahapan ini, guru memberi contoh teks cerpen yang dikembangkan dari teks lagu. Siswa membaca dan mencermati teks lagu dan teks cerpen dan melihat kesesuaian isi teks cerpen dengan teks lagu. Siswa dapat berdiskusi tentang isi teks. Untuk tahap awal tidak ada salahnya tulisan-tulisan yang dibaca dijadikan model penulisan sebelum menemukan jati diri sendiri. Tulisan yang dibaca dapat menjadi stimulus siswa untuk belajar berbagai hal dalam menulis. Pada tahap ini guru membentuk kelompok

Page 13: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1041Nurani, Upaya meningkatkan kemampuan menulis cerpen melalui SRSD .....

diskusi. Setiap kelompok terdiri dari tiga orang siswa. Siswa mendiskusikan isi cerpen, ciri cerpen, dan kaidah kebahasaan cerpen.

Siklus 1 pada tahap perencanaan dan pelaksanaan melalui beberapa tahapan yang terdiri dari 6 kali pertemuan, yaitu: tahap pendahuluan, tahap inti, tahap penutup, obsevasi, dan penutup. Pada akhir siklus ini peneliti melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan siklus, apabila nanti dalam pelaksanaan tidak mencapai target maka peneliti menyusun rencana untuk siklus 2. Siklus II merupakan putaran selanjutnya dengan tahapan yang sama yaitu perencanaan, pelaksanaan, meliputi beberapa tahap kegiatan yang meliputi 6 kali pertemuan, yaitu: tahap pendahuluan, tahap inti, tahap penutup, tahap obsevasi, dan refleksi.

Tugas Mandiri, tahap self regulation strategi develoment (SRSD) ini adalah pembelajaran diri dengan menugaskan siswa secara mandiri. Siapkan lima teks lagu dan mintalah siswa untuk mengembangkannya dalam bentuk teks cerpen. Tahap ini bisa dengan memperdengarkan lagu pada siswa sehingga siswa lebih mendalami isi teks lagu.

Tahap self regulation strategi develoment (SRSD) pada peserta didik dapat melakukan observasi, yang akan menghasilkan persepsi tentang kemajuan, hal ini dapat memotivasi serta meningkatkan kinerjanya dengan mengubah apa yang dilakukan.Selain itu dapat mengevaluasi diri, pada tahap ini peserta didik menentukan apakah tindakan yang dilakukan sesuai dengan yang diinginkan, juga apat menciptakan untuk berperilaku diri sendiri untuk membuktikan kepuasan.

Unsur-unsur dapat mempengaruhi proses pembelajaran agar menjadi efektif yaitu strategi dalam menentukan tujuan belajar, mengetahui kapan strategi yang digunakan keefektifan strategi belajar tersebut. Dalam proses pembelajaran baik di tingkat dasar maupun lanjutan, regulasi diri dalam belajar (self regulated develoment) merupakan sebuah pendekatan yang penting.

Publikasi penggunaan media sosial menjadi salah satu media publikasi yang baik untuk karya siswa. Guru membuat blog bisa juga dalam website sekolah yang khusus untuk memuat sepuluh karya siswa terbaik. Siapkan penghargaan untuk karya siswa yang terbaik. Guru dapat menugaskan siswa untuk membacakan karya siswa pada kegiatan pembinaan di lapangan upacara. Salah satu media meningkatkan literasi siswa dengan publikasi langsung pada siswa

Lagu menurut KBBI adalah ragam suara yang berirama (KBBI: 771). Sebuah Teks lagu biasanya memuat sebuah pesan pada pendengar lagu. Teks lagu memuat pesan yang ingin disampaikan penulis pada pendengar lagunya. Sebuah teks lagu dapat mewakili perasaan penulis atau pengalaman yang pernah dialami penulis maupun pendengar lagu.

Teks lagu dapat menjadi sumber inspirasi dalam menulis cerpen. Isi dari teks lagu dapat menjadi sebuah alur cerita. Sebuah teks lagu dapat berupa curahan hati dari seseorang yang dapat mewakili cerita tentang kehidupan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri penelitian terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Prosedur

kerja penelitian ini direncanakan 2 siklus, yaitu: 1) Siklus 1 dilakukan selama 2 minggu (3 kali pertemuan); 2) siklus 2 dilakukan 2 minggu (3 kali pertemuan).

Siklus ke-1 pada tahap perencanaan dan pelaksanaan melalui beberapa tahapan yang terdiri dari tiga kali pertemuan, yaitu: tahap pendahuluan, tahap inti, tahap penutup, obsevasi, dan penutup. Pada akhir siklus ini peneliti melaksanakan refleksi terhadap pelaksanaan siklus, apabila nanti dalam pelaksanaan tidak mencapai target maka peneliti menyusun rencana untuk siklus ke-2.

Siklus II merupakan putaran selanjutnya dengan tahapan yang sama yaitu perencanaan, pelaksanaan, meliputi beberapa tahap kegiatan yang meliputi tiga kali pertemuan, yaitu: tahap pendahuluan, tahap inti, tahap penutup, tahap obsevasi, dan refleksi. Selanjutnya Kemmis dan Taggart sebagaimana dikutip oleh (Padmono 2010, 12) menyatakan penelitian tindakan adalah suatu penelitian refleksif diri kolektif yang dilakukan pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktek pendidikan dan praktek sosial mereka, serta pemahaman mereka terhadap praktek-praktek itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktek-praktek tersebut. Men Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan kegunaan tertentu (Sugiono,2013).

Penelitian dilakukan di SMP Negeri 16 Jakarta Selatan yang beralamat di Jalan Palmerah Barat No.59. Kel.Grogol Utara Jakarta Selatan. SMP Negeri 16 Jakarta menjadi tempat penelitian karena peneliti mengajar di sekolah ini sejak tahun 2017. Waktu pelakasanaan penelitian di bulan September minggu pertama 2017 sampai awal Desember 2017. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX 5 yang berjumlah 36 siswa yang terdiri dari 16 siswa laki-laki dan 20 siswa perempuan. Mata pelajaran yang menjadi sasaran penelitian adalah mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya pada materi menulis cerpen. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu: 1) Teknik observasi; dan 2) Teknik tes.

Teknik observasi digunakan secara langsung dalam kegiatan pembelajaran melalui pengamatan terhadap sikap dan minat siswa dalam menulis. Teknik tes digunakan peneliti dengan mengadakan tes menulis cerpen menggunakan teks lagu sebagai media. Penelitian dalam setiap siklus dikatakan berhasil apabila siswa sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) nilai 75 atau secara keseluruhan 75% siswa dalam kelas mencapai KKM.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang pernah dilakukan oleh Wahyuningsih dari Universitas Negeri Malang pada tahun 2013 dengan judul Pengembagan Bahan Ajar dengan Strategi Permodelan dan Media Lirik Lagu,Siswa Kelas X SMA diperoleh hasil bahwa teks lagu dapat meningkatkan kemampuan menulis cerpen. Penelitian yang dilakukan Wahyuningsih menyimpulkan bahwa teks lagu yang dimanfaatkan sebagai media dalam pembelajaran tergolong sebagai pengalaman langsung karena peserta didik menyimak teks lagu. Pembelajaran dengan menggunakan media yang melibatkan siswa akan mudah akan diserap dengan teks lagu dalam menulis cerpen karena teks lagu memiliki nilai positif, yaitu mampu memberikan rasa senang bagi pendengarnya dan liriknya mengandung kisah yang dapat dijadikan sarana untuk mestimulasi munculnya ide (Wahyuningsih, 2013).

Page 14: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1042 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data tes awal, siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah siswa kelas IX 5. Siswa di kelas ini berjumlah 36 orang. Kondisi awal pembelajaran menulis cerpen ini terekam data sebagai berikut: 1) Masih rendahnya kemampuan menulis cerpen siswa; 2) Masih tingginya hambatan/kendala yang dihadapi siswa dalam menulis cerpen; 3) Guru belum menerapkan model pembelajaran yang inovatif secara optimal; 4) Menulis belum dijadikan kebiasaan siswa; dan 5) Lingkungan kelas belum kondusif untuk melakukan kegiatan menulis buku referensi, antologi cerpen, dan teks belum mencukupi untuk seluruh siswa.

Berdasarkan tes awal dapat diuraikan bahwa kemampuan siswa dalam menulis cerpen, ternyata hanya tiga orang siswa yang mencapai ketuntasan minimal 75 atau 13.8% dari 36 siswa dengan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) 75. Nilai terendah dari tes awal ini adalah 44 dan nilai tertinggi 80. Rata-rata kelas untuk cerpen adalah 65,8 dengan persentase siswa yang tuntas 60%. Dengan demikian perlu dilakukan perlakuan baru dengan metode dan strategi pembelajaran yang dapat memperbaiki kemampuan menulis cerpen siswa kelas dengan metode dan perlakuan yang tepat sehingga didapatkan tujuan pembelajaran menulis cerpen.

Siswa belum dapat mengembangkan tema dalam menulis cerpen rata-rata perolehan pada aspek ini adalah 67,2 yang artinya masih jauh dari kriteria ketuntasan minimal. Siswa juga masih belum mampu Kemampuan dalam mengembangkan alur/plot dengan baik, rata-rata dalam aspek ini adalah 67,8. Aspek ketiga yaitu Kemampuan dalam menggambarkan latar atau setting siswa memperoleh nilai rata-rata kelas 62,2. Untuk aspek keempat yaitu sudut pandang rata-rata nilai yang diperoleh siswa 64,4 dan rata-rata nilai siswa dalam penokohan serta perwatakan 67,8. Untuk itu dengan menggunakan sebuah strategi SRSD diharapkan siswa meningkat kemampuan menulis cerpen.

Motivasi untuk mulai menulis dapat bersumber dari adanya niat dan tekad yang kuat dalam diri untuk bisa menulis dan dapat pula karena stimulus faktor eksternal, seperti karena adanya iming-iming hadiah, tuntutan guru, nilai yang ingin dicapai. Model self regulation strategi develoment (SRSD) yang dimodifikasi dengan media teks lagu sesuai dengan tahapan self regulation strategi develoment (SRSD) digunakan untuk pembelajaran menulis cerpen.

Setelah melakukan tes awal, peneliti juga memberikan angket tentang menulis cerpen kepada siswa kelas. Angket yang telah diisi siswa, peneliti telah mengurutkan dari yang paling tinggi ke yang paling rendah kesulitan yang dialami siswa ketika mereka menulis cerpen. Dan proses itu, dapat diketahui bahwa kesulitan dalam menulis cerpen yang dialami siswa. Berdasarkan data tersebut, peneliti memulai kegiatan pembelajaran menulis cerpen dengan sesuai dengan tahapan dalam penelitian tindakan kelas.

Siklus I Tahap Perencanaan. Siklus I dilaksanakan pada minggu kedua bulan September yaitu tanggal 18 September – 22 September 2018. Adapun pelaksanaan penelitian pada siklus I diuraikan berikut ini: 1) Guru menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pertemuan sebelumnya dan data awal menulis cerpen sesuai dengan strategi yang akan dilakukan di kelas yaitu strategi self regulation strategi develoment (SRSD) dan teks lagu; 2) Menyiapkan soal untuk

mengetahui kemampuan menulis cerpen secara individu; dan 3) menyiapkan lembar pengamatan

Tahap Tindakan. Kegiatan awal menyiapkan siswa untuk berkonsentrasi dalam kegiatan pembelajaran. Pelaksanaan tindakan dengan strategi SRSD sebagai berikut; 1) Guru harus membantu mengembangkan dan mengaktitivasi pengetahuan latar siswa dengan memutarkan sebuah lagu; 2) Guru memberikan siswa lembar kertas berisi teks dari genre berbeda untuk dibaca siswa. Teks tersebut akan merangsang siswa untuk mencari tahu lebih banyak genre teks. Inilah tahapan yang disebut pengembangan pengetahuan latar; 3) Siswa membaca dan mengidentifikasi, 4) Setiap enam orang siswa akan mendapat teks yang sama. 5) Guru memberi lembar kerja untuk mengidentifikasi cerita dalam lagu, 6) Guru memberikan hasil dari pertanyaan yang diajukan pada tahap pertama, 7) Guru bersama siswa membahaslah hasil jawaban siswa dengan cara meminta salah satu siswa mempresentasikan hasil jawaban, 8) Guru memberi memberi contoh teks cerpen yang dikembangkan dari teks lagu.

Tahap Pengamatan. Data siklus I penelitian ini mencakup catatan peneliti, catatan kolaborator, dan deskripsi kemampuan menulis cerpen. Siklus I dilaksanakan selama tiga kali pertemuan setiap pertemuan dengan alokasi waktu 2 x 40 menit. Sebelum melaksanakan penelitian tindakan kelas guru mencari informasi terlebih dahulu guru mencari informasi tentang pendapat siswa tentang menulis cerpen dengan teks lagu menggunakan SRSD, karena keterampilan menulis yang kurang diminati dan kurang mendapat respon peserta didik karena kesulitan menuangkan ide dan gagasannya dalam bahasa tulis yang baik.

Kesulitan yang sama dialami oleh peserta didik kelas IX 5 SMPN 16 Jakarta, terlihat pada perolaehan nilai penugasan menulis cerpen,mendapatkan nilai di bawah KKM 75. Mengingat pentingnya penguasaan keterampilan menulis, maka diperlukan tehnik pengajaran serta tata cara yang tepat, sehingga memudahkan peserta didik dalam menuangkan ide gagasannya secara tertulis dengan baik.

Tahap Refleksi. Berdasarkan pembahasan-pembahasan dari hasil menulis cerpen dengan model self regulation strategi develoment (SRSD) dan teks lagu siklus I didapat data sebagai berikut: 1) Nilai siswa yang telah memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan oleh guru sebanyak 15 orang siswa; 2) Sebanyak 21 orang siswa atau 58,3% siswa mendapatkan nilai dibawah kriteria ketuntasan minimal dengan nilai terendah yaitu 56; dan 3) Dilihat dari unsur-unsur intrinsik cerpen sebagian besar siswa telah mampu menggunakannya dengan baik.

Data yang diperoleh selama penelitian siklus I menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis cerpen dengan SRSD dan teks lagu masih belum memenuhi kriteria yang ditetapkan peneliti. Hal ini dapat terlihal dari nilai yang diperoleh siswa. Siswa belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal 75% atau 10.8% dengan jumlah rata-rata 67 dari jumlah siswa atau 27 siswa masih mendapatkan nilai di bawah rata-rata kelas.

Untuk itu perlu dilakukan penelitian lanjutan dalam siklus II. Kegiatan dalam siklus II masih sama dengan yang dilakukan dalam siklus I, namun diperbaiki dalam perencanaan, pelaksanaan, dan refleksi siklus.

Page 15: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1043

Siklus II. Tahap Perencanaan. Untuk perencanaan peneliti menyusun langkah-langkah perbaikan berdasarkan hasil yang telah didapatkan dalam siklus pertama. Selanjutnya menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran menulis cerpen dan menyediakan reward untuk diberikan kepada siswa yang memiliki prestasi terbaik dalam menulis cerpen.

Tahap Tindakan Pelaksanaan tindakan dengan strategi SRSD sebagai berikut; 1) Guru membentuk kelompok setiap kelompok tiga orang, guru membantu mengembangkan dan mengaktitivasi pengetahuan latar siswa dengan memutarkan sebuah lagu yang disukai siswa; 2) Guru memberikan siswa lembar kertas berisi teks dari genre berbeda untuk dibaca siswa. Teks tersebut akan merangsang siswa untuk mencari tahu lebih banyak genre teks; 3) Siswa membaca dan mengidentifikasi; 4) Setiap enam orang siswa akan mendapat teks yang sama; 5) Guru memberi lembar kerja untuk mengidentifikasi cerita dalam lagu; 6) Guru memberikan hasil dari pertanyaan yang diajukan pada tahap pertama; 7) Guru bersama siswa membahaslah hasil jawaban siswa dengan cara meminta salah satu siswa mempresentasikan hasil jawaban; 8) Guru memberi memberi contoh teks cerpen yang dikembangkan dari teks lagu; dan 9) hasil karya siswa dipajang di majalah dinding sekolah.

Tahap Pengamatan, hasil pengamatan guru terhadap proses belajar mengajar di kelas hari ini memperlihatkan bahwa siswa mulai terbiasa menulis cerpen dengan strategi self regulation strategi develoment (SRSD) ini. Mereka merasa senang dan tidak canggung lagi untuk mengungkapkan pikirannya, kemudian menyatukannya dengan pendapat teman sekelompoknya. Mereka terlihat sangat antusias ketika menulis cerpen. Namun, ketika kegiatan itu berlangsung, masih ada siswa yang belum mengerti dan bertanya kepada guru.

Tahap Refleksi. Berdasarkan pembahasan-pembahasan dari hasil menulis cerpen dengan model SRSD dan teks lagu siklus II di dapat data sebagai berikut: 1) Nilai siswa yang telah memenuhi ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan oleh guru sebanyak 34 orang siswa atau hampir seluruh siswa mendapat nilai ketuntasan belajar minimal 75; 2) Sebanyak 2 orang siswa atau 5,5% siswa mendapatkan nilai dibawah ketuntasan belajar minimal dengan nilai terendah yaitu 68; dan 3) Dilihat dari unsur-unsur intrinsik cerpen sebagian besar siswa telah mampu menggunakannya dengan baik.

Tabel 1. Perbandingan hasil belajar pra siklus, siklus I dan siklus IIPelaksanaan Rata-rata Siswa yang Siswa yang kelas mencapai belum mencapai KKM KKM jumlah Presentase Jumlah Presentase Pra Tindakan 65,8 3 3.8% 33 77,2%Siklus I 70,3 2 10,8% 34 80,2%Siklus II 80 34 90,4% 2 5,5%

Berdasarkan data pada siklus II maka penelitian tindakan kelas ini tidak perlu diadakan siklus selanjutnya karena hasil nilai yang diperoleh siswa sudah mengalami peningkatan dibandingkan pada siklus I.

Dari angka angka yang sudah dicapai, dapat disimpulkan bahwa adanya peningkatan pada mata pelajaran Bahasa

Indonesia di kelas IX dengan menggunakan srategi self regulation strategi develoment (SRSD).

SIMPULAN DAN SARAN

Model pembelajaran self regulation strategi develoment disingkat SRSD dapat digunakan sebagai salah satu model pembelajaran dalam menulis cerpen dengan teks syair lagu sebagai media yang memudahkan menulis cerpen. Model self regulation strategi develoment (SRSD) dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa dengan tolak ukur adalah hasil nilai kemampuan menulis siswa yang sudah mencapai kriteria ketuntasan minimal.

Pembelajaran menulis cerpen dengan self regulation strategi develoment (SRSD) dan teks lagu, siswa berkesempatan berimajinasi dan menghasilkan sebuah karya. Semakin sering mereka menulis maka semakin baik pula hasil tulisan mereka. Model self regulation strategi develoment (SRSD) dan teks lagu dapat menjadi salah satu model dan media dalam mengajarkan menulis cerpen atau menulis teks lainnya

Hasil penelitian ini bagi guru Bahasa Indonesia diharapkan dapat dijadikan model pembelajaran Bahasa Indonesia dengan strategi self regulation strategi develoment (SRSD) menjadi suatu model alternatif dalam dalam proses belajar mengajar. Pembelajaran dengan berbagai strategi sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

Oleh karena itu guru sebaiknya menggunakan strategi pembelajaran yang bervariasi agar peserta didik termotivasi dan menikmati proses pembelajaran di sekolah. Bagi peserta didik diharapkan strategi pembelajaran SRSD dapat lebih memotivasi semangat belajar dan keaktifan di kelas yang pada akhirnya meningkatkan pemahaman dan hasil belajar peserta didik. Sekolah diharapkan mampu memfasilitasi berbagai sarana belajar sehingga penerapan strategi pembelajaran di kelas dapat berjalan lancar dan sesuai yang direncanakan guru dalam proses belajar mengajar.

PUSTAKA ACUAN

Agus, Nuryatin. Mengabadikan Pengalaman Dalam Cerpen. Rembang: Yayasan Adhigama, 2010.

Hidayat. Metode Penelitian Deskripsi. 2010.Kosasih, E. Dasar dasar ketrampilan Menulis. Bandung: Yrama Widya,

2012.Kusmayadi, Ismail. Lebih Dekat Dengan Cerpen. Jakarta, 2010.Mulyatiningsih, Endang. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.

Alfabeta, 2010.Padmono. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pelangi Pres, Sugiono. Metode Penelitian kualitatif, kuantitatif. Bandung: Alfabeta, 2013..Syamsudin. "Model Pembelajaran Menulis Cerita Pendek." Riksa Bahasa

Volume 1, 2015: 64.Valle. "http://media.nelti.com/media/publication/12660-ID-Strategi-Self.

regulated.learning dan pre.pdf." Jurnal Psikologi Volume 37, 2010: 110.Wahyuningsih, Rina Novia. "Pengembangan Bahan Ajar Menulis Cerpen

Dengan Strategi Permodelan Dan Media Lirik Lagu Untuk Siswa Kelas

X." Skipsi, 2013.

Nurani, Upaya meningkatkan kemampuan menulis cerpen melalui SRSD .....

Page 16: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

UPAYA MENUMBUHKAN MINAT DAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA KOMIK PADA

POKOK BAHASAN PERPAJAKAN

DIAH POESPITAWATISMAN 1 Jakarta

Abstract. Comic media is a method of learning that can be used as an intermediary to channel knowledge, skills, ideas and experiences in the form of stories in cartoons. Destination the extent to which the use of Comic Learning Media can improve the ability of student achievement on Economic. The research subject is students of class XI IPS 2 even semester of academic year 2017-2018. While the technique of collecting data is taken through observation and test of learning result. In the first cycle, the result of the test shows that students who reach KKM 26 students (74.2%), and on the second cycle who reach KKM 35 students (100%), this means an increase of 25.8%. While the results of observation of student activities in the first cycle amounted to 52.56%, and in the second cycle was 79.42%, this means an increase of 26.86%. The increase in mastery of material can be seen also from the test results of students in the first cycle on average only reached 77.5, while in the second cycle the average reached 82.2.

Keywords: learning media, taxation comics, motivation and learning achievement student.

Abstrak. Media komik adalah metode pembelajaran yang dapat digunakan sebagai perantara untuk menyalurkan pengetahuan, keahlian, skill, ide dan pengalaman antara pendidik dan siswa berupa cerita dalam bentuk kartun yang mengungkapkan karakter dan memerankan suatu rentetan cerita yang dibuat dan dilengkapi dengan balon-balon kata. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penggunaan Media Pembelajaran Komik dapat meningkatkan kemampuan prestasi belajar siswa kelas XI IPS SMAN 1 Jakarta pada mata pelajaran Ekonomi pokok bahasan Perpajakan. Subjek penelitiannya adalah siswa kelas XI IPS 2 semester genap tahun pelajaran 2017–2018. Teknik pengumpulan data diambil melalui observasi dan test hasil belajar. Pada siklus I hasil tes menunjukkan bahwa siswa yang mencapai KKM sebanyak 26 siswa (74,2%), dan pada siklus II siswa yang mencapai KKM sebanyak 35 siswa (100%), ini berarti telah mengalami peningkatan 25,8%. Sedangkan hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I sebesar 52,56%, dan pada siklus II sebesar 79,42%, ini berarti telah mengalami peningkatan 26,86%. Jadi disimpulkan bahwa model pembelajaran Media Komik, dapat meningkatkan prestasi belajar siswa pada materi “Perpajakan” di kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta. Dengan demikian peningkatan penguasaan materi dapat dilihat juga dari hasil tes siswa pada siklus I rata-rata hanya mencapai 77,5, sedangkan pada siklus II rata-rata mencapai 82,2.

Kata Kunci: Media pembelajaran, komik perpajakan, motivasi dan prestasi belajar siswa.

PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini, untuk menuju pembelajaran abad ke 21 mempengaruhi berbagai kehidupan pada manusia, salah satunya yaitu dalam dunia pendidikan. Pendidikan merupakan hal manusiawi dan usaha sadar yang berhubungan dengan peserta didik, pendidik, interaksi pendidikan, serta lingkungan dan sarana prasarana pendidikan (Shohimin 2013).

Proses pembelajaran di sekolah merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan oleh guru, baik atau tidaknya kualitas peserta didik salah satunya ditentukan oleh iklim pembelajaran yang dialaminya di sekolah. Seringkali siswa merasa bosan dan jenuh dengan pelajaran yang diikuti tidak terkecuali ketika mengikuti pelajaran ekonomi. Padahal ilmu ekonomi merupakan ilmu yang sangat penting untuk dipelajari, khususnya bagi siswa kelas XI IPS, mengingat dalam kehidupan sehari-hari tidak terlepas dari kegiatan perekonomian.

Agar tercipta proses pembelajaran Perpajakan yang efektif dan efisien, maka penggunaan media pembelajaran sangat berperan dalam penyampaian materi pelajaran Perpajakan, salah satunya adalah dengan menggunakan media komik karena komik merupakan bagian rangkaian

gambar yang menceritakan suatu kisah.

Pemilihan media komik dalam pembelajaran Perpajakan adalah karena komik merupakan bacaan yang dikenal oleh hampir semua orang, mulai dari anak–anak sampai orang dewasa. Dikalangan anak–anak, komik sudah tidak asing lagi bahkan dapat dikatakan bahwa anak–anak lebih senang membaca komik dibandingkan dengan buku pelajaran. Bagi anak–anak kegiatan membaca komik dan cerita bergambar merupakan kegiatan yang sangat menghibur dan menyenangkan.

Komik sebagai media pembelajaran merupakan alat yang berfungsi untuk menyampaikan pesan pembelajaran. Dalam konteks ini pembelajaran menunjuk pada sebuah proses komunikasi antara siswa dan sumber belajar (komik) (Masdiono 2014).

Adapun kelebihan dalam komik yaitu dapat memotivasi siswa selama proses belajar mengajar, komik terdiri dari gambar–gambar yang atraktif dan berwarna serta merupakan media yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, komik bersifat permanen, komik dapat membangkitkan minat membaca dan mengarahkan siswa untuk disiplin membaca khususnya mereka yang tidak suka membaca,

Page 17: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1045

komik adalah bagian dan budaya popular (Masdiono 2014). Diharapkan dengan strategi ini prestasi belajar siswa dapat meningkat.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis di SMAN 1 Jakarta, ditemukan bahwa rata-rata prestasi belajar siswa di kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta belum memuaskan. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai siswa pada kelas ini baru mencapai 66 atau belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal sebesar 75.

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana penggunaan strategi pembelajaran menggunakan media komik dapat meningkatkan kemampuan prestasi belajar siswa kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta pada mata pelajaran Ekonomi pokok bahasan Perpajakan.”

Manfaat Penelitian, bagi Siswa: Agar siswa aktif dalam mengkomunikasikan ide, kreativitasnya, serta termotivasi untuk belajar sehingga meningkatkan prestasi hasil belajarnya: Bagi Guru: dapat meningkatkan kualitas pembelajaran sehingga pembelajaran ekonomi pokok bahasan Perpajakan menjadi menarik, sehingga dapat mengatasi problem pembelajaran terutama yang berkaitan dengan ketidak berhasilan pembelajaran ekonomi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kompetensi, baik kompetensi paedagogik, kompetensi personal, maupun kompetensi profesional guru. Bagi Sekolah: meningkatkan kualitas dan prestasi belajar sehingga dapat menetaskan lulusan yang berkualitas terutama untuk mata pelajaran ekonomi, sehingga berdampak pada persepsi masyarakat tentang SMAN 1 Jakarta. Dengan meningkatkan kinerja sekolah melalui peningkatan profesionalisme guru.

Strategi Pembelajaran pada dasarnya merupakan satu rangkaian yang penting dalam pendekatan sistem belajar mengajar, karena strategi pembelajaran berhubungan langsung dengan pemilihan kegiatan pembelajaran yang dipandang efektif dan efisien dalam memberikan pengalaman belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Secara umum strategi pembelajaran mempunyai pola kegiatan yang sama, yaitu kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup (Kasihani 2008).

Komik sebagai Media Belajar. Strategi pembelajaran melalui media Komik adalah satu strategi yang menunjuk pada suatu bentuk belajar kooperatif yang dapat menumbuhkan bakat dan kreativitas siswa serta rasa ingin tahu siswa untuk belajar sehingga dapat menciptakan pembelajaran yang efektif, efisien, dan menyenangkan.

Adapun langkah-langkah dalam strategi pembelajaran ini adalah dengan menentukan pokok bahasan yang akan dipilih yaitu tentang materi perpajakan, alokasi waktu yang telah ditentukan serta buku–buku yang sesuai dengan materi pokok yang akan diajarkan, kemudian peserta didik diminta untuk mengembangkan bakat dan kreativitasnya untuk membuat tema cerita bergambar tentang materi perpajakan. Setelah mendapatkan tema, peserta didik secara berkelompok berdiskusi membuat alur cerita bergambar tentang materi perpajakan yang dipilihnya yang akan dipresentasikan di depan kelas dan akan ditanggapi oleh kelompok lain tentang konsep mata pelajaran (pokok bahasan), tampilan dan alur ceritanya, diakhiri dengan kesimpulan yang akan difasilitasi dan diarahkan oleh guru.

Prestasi akademik adalah hasil belajar yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran di sekolah bersifat kognitif ditentukan melaui penilaian. Sedangkan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan oteh guru (Sudjana 2010). Pengertian lain, prestasi belajar dapat berupa hasil pengukuran dan penilaian terhadap sikap, nilai-nilai pengetahuan serta keterampilan dasar dalam bidang ilmu (Koswara 2010).

Adapun fungsi prestasi belajar, antara lain sebagai indikator kualitas serta kuantitas pengetahuan siswa, sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu, sebagai indikator intern atau ekstern dan institusi pendidikan serta indikator kesuksesan anak didik di masyarakat (Shohimin 2013).

Keberhasilan prestasi siswa dipengaruhi oleh berbagai faktor, tingkat kecerdasan, bakat, minat, motivasi, cara belajar, lingkungan keluarga dan sekolah, bahkan lingkungan masyarakat (Sudjana 2010).

Kerangka Berpikir. Dalam proses pembelajaran, seorang guru dituntut untuk dapat menguasai berbagai strategi pembelajaran yang inovatif sehingga dapat meminimalisir tingkat kejenuhan siswa ketika mengikuti pelajaran. Namun biasanya pada pelajaran Ekonomi, sebagian besar guru hanya menerapkan metode ceramah dalam menyampaikan materi kepada siswa, padahal seringkali siswa merasa bosan dan jenuh dengan metode ceramah seperti itu sehingga dapat berpengaruh kepada perkembangan prestasi belajarnya.

Strategi pembelajaran melalui Media Komik hadir sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran tersebut. Diharapkan dengan menggunakan strategi ini, proses pembelajaran menjadi lebih menyenangkan sehingga tidak akan membuat siswa merasa bosan dan jenuh dan siswa pun akan lebih memahami materi yang telah disampaikan oleh guru.

Secara umum, pengertian minat adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan. Minat merupakan dorongan atau keinginan dalam diri seseorang pada objek tertentu. Misalnya, minat terhadap pelajaran, olahraga, atau hobi. Minat bersifat pribadi (individual) artinya, setiap orang memiliki minat yang bisa saja berbeda dengan minat orang lain. Minat berkaitan erat dengan motivasi seseorang.

Kreativitas adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah, yang memberikan individu menciptakan ide-ide asli/adaptif fungsi kegunaannya secara penuh untuk berkembang (http://pengertianahli.id 2013).

Hipotesis dalam penelitian tindakan ini adalah, diduga bahwa Strategi Pembelajaran Media Komik dapat meningkatkan minat dan prestasi belajar siswa kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta pada mata pelajaran Ekonomi pokok bahasan Perpajakan.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan rancangan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus dimana pada akhir setiap siklus diadakan tes atau ulangan harian. Setiap siklus dilaksanakan dengan menyelesaikan 1 (satu) kompetensi dasar selama 3 (tiga) kali pertemuan dan satu pertemuan untuk tes akhir, sehingga secara keseluruhan ada sembilan

Poespitawati, Upaya menumbuhkan minat dan kreativitas siswa dalam pembelajaran ekonomi .....

Page 18: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1046 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

kali pertemuan, enam kali pertemuan dijadikan dua siklus dengan tiga tindakan.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan bagi siswa kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta untuk mata pelajaran ekonomi pokok bahasan Perpajakan. Jumlah siswa yang dijadikan subjek penelitian adalah sebanyak 35 siswa, dengan jumlah laki-laki 14 siswa dan perempuan 21 siswa. Alasan dipilihnya siswa kelas ini untuk dijadikan sebagai subjek penelitian adalah karena menurut pengamatan yang dilakukan selama ini ternyata sebagian besar siswa yang ada di kelas ini memiliki tingkat prestasi belajar yang kurang, hal ini juga terlihat pada nilai rata-rata yang diterima siswa pada mata pelajaran ekonomi pokok bahasan PERPAJAKAN yang belum mencapai standar KKM, yang datanya diperoleh dari tes sebelum pelaksanaan penelitian tindakan kelas dengan model pembelajaran KOMIK.

Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus dimana pada akhir setiap siklus diadakan tes atau ulangan harian. Setiap siklus dilaksanakan dengan menyelesaikan 1 (satu) kompetensi dasar selama 3 (tiga) kali pertemuan dan satu pertemuan untuk tes akhir, sehingga secara keseluruhan ada sembilan kali pertemuan, enam kali pertemuan dijadikan dua siklus dengan tiga tindakan.

Satu minggu sebelum dilaksanakannya tindakan yaitu hari Senin tanggal 5 Februari 2018, peneliti memberikan pretes pada siswa kelas XI IPS 2 mengenai PERPAJAKAN. Penelitian tindakannya sendiri, dimulai hari Senin tanggal 12 Februari 2018 (Tindakan Siklus I pertemuan pertama). Pertemuan selanjutnya hari Selasa tanggal 13 Februari 2018 diadakan pertemuan kedua, selanjutnya pada Senin tanggal 19 Februari 2018 diadakan pertemuan ketiga, lalu pada hari Selasa tanggal 20 Februari 2018 dilaksanakan ulangan harian siklus I. Kemudian hari Senin tanggal 26 Februari 2018, dilaksanakan tindakan siklus II pertemuan pertama, lalu hari Selasa tanggal 27 Februari 2018 dilaksanakan pertemuan kedua dan pada hari Senin tanggal 5 Maret 2018.dilaksanakan pertemuan ketiga, untuk ulangan harian siklus II dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 6 Maret 2018. Sedangkan pada Senin tanggal 12 Maret 2018 dilaksanakan tes akhir siklus. Setelah setiap siklus telah dilaksanakan, selanjutnya penulis mengolah data yang telah terkumpul untuk kemudian disusun menjadi sebuah laporan penelitian tindakan kelas. sampai dengan tanggal 30 April 2018. Jadi secara keseluruhan pelaksanaan penelitian kurang lebih selama 3 bulan.

Pada setiap siklus dilakukan Perencanaan, pelaksanaan proses pembelajaran, observasi dan test serta refleksi untuk melihat hasil dari pelaksanaan dan menemukan kekurangan–kekurangan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan pada siklus berikutnya. Pada siklus berikutnya dilakukan tindakan kurang lebih sama pada siklus sebelumnya dengan memperbaiki pada tahap-tahap tertentu hasil refleksi. Untuk siklus I dan II (tindakan I dan II) dalam penelitian tindakan ini dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi dari siklus I, sehingga masing-masing siklus saling keterkaitan. Siklus I dan II merupakan modifikasi dari siklus I. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik sehingga indikator keberhasilan yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dengan kata lain kekurangan atau kelemahan yang ditemui pada siklus I dijadikan sebagai bahan perencanaan untuk perbaikan pada siklus II.

Data penelitian diperoleh dari hasil pengamatan melalui observasi yang dilakukan oleh guru dan observer (teman sejawat) dengan menggunakan lembar observasi, sedangkan untuk melihat hasil belajar dapat diperoleh dengan produk yaitu hasil komik yang dibuat oleh siswa serta test tulis yang dilakukan pada setiap akhir siklus. Dari data yang diperoleh dibandingkan antara test awal, siklus I dan siklus II sehingga didapatkan hasil rata-rata dari observasi dan test serta produk komiknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Metode ceramah yang mengandalkan komunikasi satu arah, siswa menjadi terbiasa pasif karena semua materi yang seharusnya siswa pahami dapat siswa simak dari penjelasan guru. Selain itu, metode ini cepat membuat siswa jenuh dan bosan ketika mengikuti proses pembelajaran. Tidak jarang ada siswa yang malah mengobrol atau bahkan mengantuk ketika guru menjelaskan materi yang sedang dipelajari. Pada akhirnya, hal ini dapat membuat prestasi belajar siswa sulit untuk berkembang. Adapun prestasi belajar siswa pada saat sebelum dilaksanakan tindakan adalah sebagai berikut:

Pada siklus I jumlah siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar mengajar 26 orang siswa atau sekitar 74,2 % dari jumlah keseluruhan siswa jumlah ini mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan pada saat sebelum dilaksanakan tindakan, sedangkan siswa yang belum memenuhi standar ketuntasan berjumlah 9 orang atau mencapai 25,7 %. Nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah 100 sedangkan nilai terendah adalah 55, dengan rata-rata nilai secara keseluruhan adalah 77,5 yang artinya secara keseluruhan hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang cukup signifikan.

Sedangkan pada siklus II dapat diketahui bahwa jumlah siswa yang memenuhi standar ketuntasan belajar mengajar mencapai 35 orang siswa atau 100% dari jumlah keseluruhan siswa, jumlah ini mengalami peningkatan yang signifikan apabila dibandingkan dengan pada saat dilaksanakan tindakan siklus I, nilai tertinggi yang dicapai siswa adalah 100, sedangkan nilai terendah adalah 75 dengan rata-rata nilai secara keseluruhan adalah 82,2 yang artinya secara keseluruhan hasil belajar siswa sudah dalam kriteria tuntas.

Proses analisa data hasil penelitian meliputi data hasil observasi aktivitas siswa dan prestasi belajar, disajikan dalam 2 siklus, dengan hasil data deskripsi aktivitas siswa selama proses pembelajaran dan hasil perhitungan data tes ekonomi siklus I dan siklus II. Uraian analisis mengenai pengamatan terhadap aktivitas siswa adalah sebagai berikut: Aktivitas siswa pada pembelajaran dengan strategi Media Komik cenderung meningkat di setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat pada hasil observasi siswa pada siklus I hanya mencapai 52,56% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 79,42%.

Diiperoleh informasi bahwa aktivitas siswa dalam mendengarkan/memperhatikan penjelasan guru, menulis pertanyaan, aktivitas siswa bertanya, dan kesesuaian jawaban yang diberikan memiliki kategori baik. Sedangkan aktivitas siswa dalam membaca materi memiliki kategori sangat baik. Bila dilihat secara keseluruhan, aktivitas siswa kelas XI IPS 2 SMAN I Jakarta mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

Page 19: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1047Poespitawati, Upaya menumbuhkan minat dan kreativitas siswa dalam pembelajaran ekonomi .....

Rata-rata tingkat aktivitas siswa kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta yang tergolong baik disajikan dalam bentuk grafik di bawah ini:

Grafik1. Tingkat Aktivitas Siswa Kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta Saat KBM

Hasil observasi tingkat pemahaman siswa diperoleh dari nilai hasil tes sebelum dan sesudah dilaksanakan tindakan. Hasil observasi pemahaman siswa dapat di lihat dari meningkatnya nilai rata-rata siswa pada siklus I, II dan Pre Test jika dibandingkan dengan nilai rata-rata siswa sebelum dilaksanakan tindakan, yang akan dideskripsikan pada grafik berikut:

Grafik 2. Data Hasil Observasi Prestasi Hasil Belajar Siswa

Setelah adanya proses bimbingan dan memberikan motivasi kepada siswa yang dianggap masih rendah hasil belajarnya serta diberikan penegasan ulang tentang materi yang diberikan yaitu mengenai Perpajakan melalui strategi pembelajaran Media Komik siswa lebih banyak mempersiapkan diri dalam pemahaman materi serta mempelajari lagi tentang konsep pembelajaran, dan ternyata hasilnya mulai dapat terlihat pada pembelajaran tindakan II, dimana peningkatan hasil belajar siswa rata-ratanya jauh lebih baik jika dibandingkan pada pembelajaran tindakan I. Artinya pemahaman siswa pada pembelajaran siklus II lebih baik dibandingkan dengan pemahaman siswa pada siklus I.

Dari perolehan hasil observasi peningkatan hasil belajar siswa di atas dapat di lihat bahwa pembelajaran dengan strategi Media Komik dapat meningkatkan hasil belajar siswa dari yang sebelum menggunakan strategi pembelajaran melalui Media Komik nilai rata-rata siswa dalam pembelajaran Ekonomi sebesar 58,8 menjadi 77,5 pada tindakan siklus 1, 82,2 pada tindakan siklus 2. Artinya, pada pembelajaran siklus 2 dan post test hasil belajar siswa meningkat dan mencapai standar KKM yang telah ditentukan (75) dan mencapai tingkat pemahaman yang baik terhadap materi yang disampaikan.

Secara rinci, kenaikan tingkat pemahaman siswa terhadap Ekonomi pokok bahasan Perpajakan melalui strategi pembelajaran Media Komik yang ditunjukkan oleh

kenaikan nilai rata-rata siswa.

Grafik 3. Kenaikan Hasil Belajar Siswa Kelas XI IPS 2 Pada Pelajaran Perpajakan

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil penelitian dan pembahasan mengenai meningkatkan kemampuan Ekonomi siswa melalui strategi pembelajaran Media Komik, maka diperoleh kesimpulan bahwa aktivitas siswa pada pembelajaran dengan strategi Media Komik cenderung meningkat di setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat pada hasil observasi siswa pada siklus I hanya mencapai 52,56% sedangkan pada siklus II meningkat menjadi 79,42%. Sedangkan prestasi belajar siswa pada pembelajaran dengan strategi Media Komik cenderung meningkat di setiap siklusnya. Hal ini dapat dilihat pada hasil tes rata-rata siswa pada siklus I hanya mencapai 77,5, sedangkan pada siklus II rata-rata mencapai 82,2. Artinya pemahaman penerapan strategi pembelajaran melalui Media Komik telah berhasil meningkatkan prestasi belajar siswa khususnya pada mata pelajaran Ekonomi di kelas XI IPS 2 SMAN 1 Jakarta.

Berdasarkan kesimpulan, dikemukakan beberapa saran bahwa Media Komik, layak untuk dipertimbangkan menjadi salah satu pembelajaran dalam rangka meningkatkan pemahaman tentang Ekonomi siswa. Karena dengan pembelajaran ini, siswa cenderung lebih terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, sehingga dapat belajar lebih optimal. Namun dalam penerapan strategi Media Komik perlu diperhatikan materi mana yang tepat untuk disampaikan melalui pembelajaran ekonomi dengan strategi Media Komik, karena tidak semua materi cocok untuk disampaikan dengan pembelajaran ini.

PUSTAKA ACUAN

Alam S, 2014, Ekonomi Mandiri Untuk SMA dan MA Kelas XI Jakarta: Esis.Alam dan Rudianto, 2016, Ekonomi Kelompok Peminatan Kelas XI, Jakarta,

ErlanggaAris Shohimin, 2013, Model Pembelajaran Innovatif Dalam Kurikulum 2013,

Sleman Yogyakarta: Ar Ruzz MediaEngkos Koswara, 2010, Dasar-dasar Metodologi Pengajaran, Jakarta: Bumi

Aksara.http://pengertianahli.id/2013/11/pengertian-kreativitas-menurut-para-ahli.

htmlH. Dodong Yudhistira, 2013, Penelitian Tindakan Kelas, Tangerang Banten,

Graha IlmuKasihani dkk, 2008, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta: Rineka

CiptaNana Sudjana. 2010, Penilaian Hasil Belajar Mengajar, Bandung: Rosda

Karya.Wiriaatmaja, R., 2007, Metode Penelitian Tindakan Kelas, Bandung,

Remaja Rosda Karya.Toni Masdiono, 2014, Jurus membuat Komik, Jakarta, Creative Media Zaenal Arifin, 2012, Evaluasi lnstruksional Prinsip dan Teknik Prosedur,

Bandung: Remaja Karya.

Page 20: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

PENGGUNAAN MODEL INKUIRI TERBIMBING BERBASIS MULTIMEDIA UNTUK MENINGKATKAN LITERASI SAINS DAN PRESTASI FISIKA SISWA

INTAN IRAWATIMAN 15 Jakarta

Abstract. The low level of student learning achievement in physics encourage the research was conducted. The research aim is to increase of students’ science literacy and physics’ achievements. Subjects of this research were 38 students of grade X MIPA 2, MAN 15 Jakarta. The research was being conducted in the second semester of 2016-2017. The research method was used is Classroom Action Research (CAR) that was undertaken in two cycles. The research instruments were sheets of students observation in the groups, students’ observation in the learning activities, the observation of the teacher’s activity, and the instrument of the physics test. Learning physics through inquiry model multimedia based has stimulated students for more read and write. Students also became accustomed to communicate their mind in verbally and lettering. This action had improved the students’ physics achievements from the average score 71,7 to 84 on first cycle and be 93 in second cycle.

Keywords: achievement, literacy science, guided inquiry model, multimedia, physics

Abstrak. Rendahnya prestasi belajar siswa dalam pelajaran fisika mendorong penelitian ini dilakukan. Tujuan penelitian adalah meningkatkan literasi sains dan prestasi fisika siswa melalui pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis multimedia. Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2016-2017 di MAN 15 Jakarta. Subyek penelitian adalah kelas X MIPA-2 yang berjumlah 38 siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus. Tiap siklus terdiri dari tahapan perencanaan, tindakan, pengamatan dan refleksi berlangsung selama dua pertemuan. Instrumen penelitian yang digunakan berupa lembar observasi siswa dalam kelompok, dalam KBM, lembar pengamatan aktivitas guru selama KBM, dan tes hasil belajar fisika pokok bahasan Momentum dan Impuls. Selain terjadi perbaikan dalam tes, setelah tindakan terdapat perbaikan dalam minat, keaktifan dan literasi. Model yang diterapkan dalam PTK ini membiasakan siswa mengasah kemampuan hipotesis, mengajukan pertanyaan dan membuat kesimpulan. Pembelajaran ini juga telah membuat siswa lebih banyak membaca dan menulis. Peningkatan kemampuan literasi terlihat dari perubahan kualitas tulisan mereka dalam menjawab pertanyaan guru terkait dengan materi. Siswa menjadi lebih terampil menganalisis bahan bacaan serta menuliskannya. Penerapan model inkuiri terbimbing berbasis multimedia juga dapat meningkatan kemampuan prestasi belajar fisika siswa dari rata-rata skor sebelum tindakan 71,7 menjadi meningkat 17% atau 84 pada siklus pertama dan meningkat 10% menjadi 93 setelah siklus ke-dua. Jumlah siswa yang memperoleh skor di bawah KKM juga berkurang. Sebelum tindakan terdapat 24 siswa, setelah siklus 1 ada 6 siswa namun setelah siklus 2 hanya 1 orang. Ketuntasan belajar meningkat dari 37% sebelum tindakan, 82% setelah siklus 1 dan 97% setelah siklus 2.

Kata Kunci: fisika, literas sainsi, inkuiri terbimbing, multimedia, prestasi

PENDAHULUAN

Pembelajaran fisika di MAN 15 Jakarta, belum sepenuhnya efektif. Siswa telah belajar dengan pendekatan saintifik sesuai tuntutan kurikulum nasional, namun hasil belajar siswa masih rendah. Selain itu kurangnya ketersediaan buku dan sumber belajar juga menyebabkan kurangnya kemampuan literasi siswa. Mereka enggan membaca dan menulis. Mereka juga belum memanfaatkan sumber belajar untuk pengembangan pengetahuan mereka.

Model pembelajaran yang diperlukan untuk menyiapkan siswa memasuki abad 21 adalah yang memungkinkan terbudayakannya kecakapan berpikir ilmiah, sense of inquiry dan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Model pembelajaran inkuiri ilmiah (scientific inquiry learning model) merupakan salah satu model yang kondusif bagi pendekatan konstruktivisme (Putra 2013, 84). Kata inkuiri sendiri kurang lebih bermakna sebagai proses bertanya dan mencari tahu jawaban secara ilmiah. Penerapan inkuiri dalam pembelajaran melibatkan siswa untuk aktif berpikir dan menemukan berbagai pengertian yang ingin diketahuinya (Suparno 2013, 65). Pembelajaran model ini sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran fisika yang alokasi waktu

belajarnya sangat terbatas (3 X 45 menit/pertemuan). Pembelajaran ini juga cocok diterapkan di kelas X di mana siswa belum biasa melakukan inkuiri. Diharapkan penerapan model pembelajaran ini dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.

Skor rata-rata Ulangan Harian di kelas X MIPA 2 yaitu 71,7. Skor rata-rata fisika tersebut masih dibawah KKM mata pelajaran fisika 75. Lebih miris lagi bahwa jumlah siswa yang memperoleh skor di bawah KKM 63% dari jumlah siswa. Penyajian yang berbeda dari pembelajaran sebelumnya dengan model inkuiri berbasis multimedia diharapkan membawa perbaikan. Adapun alasan mengapa perlunya pembelajaran berbasis multimedia lebih disebabkan karena mencermati perkembangan teknologi. Selain penguasaan literasi sains dan berpikir ilmiah, siswa juga perlu belajar dengan multimedia. Pemanfaatan media ini diharapkan mampu menstimulus pikiran, perasaan, sikap serta terutama perhatian siswa dalam belajar fisika.

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Apakah pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis multimedia dapat meningkatkan kemampuan

Page 21: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1049Irawati, Penggunaan model inkuiri terbimbing berbasis multimedia .....

literasi sains dan prestasi belajar fisika siswa kelas X MIPA 2 dengan pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis multimedia?”

Penelitian ini ditujukan untuk meningkatkan kemampuan literasi sains dan prestasi belajar fisika siswa kelas X MIPA 2 dengan pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis multimedia.

Adapun manfaat penelitian bagi siswa untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa, menumbuhkan sikap ilmiah dan mengembangkan kemampuan literasi sains siswa

Model pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran berbasis sains yang dapat mendorong siswa terlibat aktif dalam pembelajaran. Model ini merupakan rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan keaktifan siswa untuk memiliki pengalaman belajar dalam menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah (Shomin 2014, 85). Model ini menitikberatkan pada keterampilan proses sains, yang memposisikan siswa sebagai pusat belajar.

Menurut Shoimin (2014) langkah-langkah dalam model inkuiri meliputi: membina suasana yang responsif di antara siswa, mengemukakan permasalahan untuk diinkuiri (ditentukan) melalui cerita, film, gambar, dan sebagainya. Selain itu mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa yang bersifat mencari atau mengajukan informasi atas data tentang masalah tersebut, merumuskan hipotesis yang merupakan jawaban dari pertanyaan, menguji hipotesis dengan data dan bukti yang tersedia dan pengambilan kesimpulan.

Dalam penelitian ini akan diterapkan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing yaitu pendekatan inkuiri saat guru membimbing siswa. Kegiatan dimulai dengan memberi pertanyaan awal dan mengarahkan kepada suatu diskusi. Selain itu, guru berperan dalam menentukan permasalahan dan tahapan-tahapan pemecahannya.

Sintaks inkuiri terbimbing meliputi: merumuskan masalah, memformulasikan hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, mengumpulkan dan menganalisa data serta menyimpulkan. Selama pembelajaran dengan model ini siswa akan membangun sendiri pemahaman konsep tentang kompleksitas alam dan manusia. Guru berperan sebagai motivator, fasilitator dan administrator dalam pembelajaran ini.

Scientific literacy atau literasi ilmiah memiliki beberapa definisi yang semuanya menekankan kemampuan siswa untuk menerapkan pengetahuan ilmiah kedalam dunia nyata. Individu yang literate dapat menggunakan informasi sains dalam berbagai situasi dunia yang berbeda di luar kelas. Mereka menerapkan informasi tersebut dengan cara mengevaluasi sumber-sumber bukti dari media, pemanfaatan dan interpretasi nilai-nilai sains di masyarakat. Pengenalan dan penguasaan literasi merupakan usaha sepanjang hayat, yang tidak hanya terjadi di sekolah tetapi juga melalui interaksi dengan kelompok atau komunitas yang lebih luas.

Literasi sains didefinisikan PISA (Programme for International Students Assessment) sebagai kapasitas untuk menggunakan pengetahuan ilmiah, mengidentifikasikan pertanyaan-pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti agar dapat memahami dan membuat keputusan tentang dunia alami dan interaksi dengan alam (Toharudin

and Sri Hendrawati 2015).

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan Literasi sains adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan melakukan perubahan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

Multimedia bisa diartikan komputer yang dilengkapi dengan pemutar CD, sound card, serta speaker dengan kemampuan memproses gambar bergerak, audio, dan grafis dalam resolusi tinggi (Slavin 2011, 76). Dalam pengertian lain yang dimaksud multimedia merupakan konsep yang dapat dimaknai sebagai program yang mampu menampilkan unsur gambar, teks, suara, animasi, dan video secara simultan penggunaannya serta dikontrol melalui program komputer (Pribadi 2011, 147). Tampilan multimedia ini memungkinkan siswa belajar dengan mengaktifkan seluruh indera.

Karakteristik keunggulan multimedia perlu diperhatikan oleh guru agar dapat memilih sesuai dengan kondisi dan kebutuhan. Perangkat lunak seperti macroflash misalnya, merupakan multimedia yang dapat memberikan konstribusi secara maksimal dalam pembelajaran baik bersifat konsep, fakta, prinsip dan prosedur. Multimedia diharapkan mampu mengatasi masalah dalam proses pembelajaran yang dikemas dalam program pembelajaran yang berorientasi pada kebutuhan dan karakteristik peserta didik (Suhirman 2010). Tujuan akhir dari pemanfaatan multimedia adalah memudahkan peserta didik dalam memahami materi pelajaran.

Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan multimedia adalah media berbasis komputer yang dilengkapi dengan suara dan gambar dan digunakan sebagai media pembelajaran fisika.

Pencapaian hasil belajar siswa dapat diukur dan dinilai dengan berbagai cara. Untuk hasil belajar pengetahuan, guru dan lembaga pendidikan pada umumnya menggunakan alat tes untuk mengetahui hal ini. Adapun hasil belajar keterampilan dan sikap digunakan instrumen non-tes untuk mengukurnya. Tes merupakan suatu bentuk cara penilaian yang dirancang dan dilaksanakan kepada siswa pada waktu dan tempat tertentu serta dalam kondisi yang memenuhi syarat-syarat tertentu. Tes biasanya berisi sekumpulan item soal berupa pertanyaan atau pernyataan mengenai sesuatu hal yang hendak diukur atau diketahui.

Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk mengungkap performansi maksimal subyek dalam menguasai bahan-bahan atau materi yang telah diajarkan (Azwar 2012). Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan prestasi belajar siswa adalah hasil belajar pengetahuan siswa dalam materi Momentum-Impuls. Adapun tes prestasi belajar yang digunakan akan mengukur kompetensi siswa dalam menerapkan konsep momentum dan impuls, serta hukum kekekalan momentum dalam kehidupan sehari-hari serta menyajikan hasil pengujian penerapan hukum kekekalan momentum seperti pada kasus bola jatuh bebas ke lantai dan penerbangan roket sederhana.

Desain pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis multimedia diharapkan mampu mendorong siswa untuk memperoleh keterampilan literasi dan berpikir tingkat tinggi. Efektifitas desain pembelajaran ini diukur dari besarnya

Page 22: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1050 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

prosentase siswa yang memperoleh skor Ulangan Harian di atas KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Penelitian yang dilakukan dengan menerapkan hal tersebut ditujukan untuk meningkatkan hasil belajar fisika siswa dan kemampuan literasi sainsnya.

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di MAN 15 Jakarta, jalan Inayah RT 003 RW 08 No. 24, Kel. Kelapa Dua Wetan, Ciracas, Jakarta Timur. Subyek penelitian adalah kelas X MIPA 2 yang berjumlah 38 siswa terdiri dari 28 perempuan dan 10 laki-laki.

Penelitian dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2016-2017. Penelitian berlangsung pada bulan bulan April – Mei 2017 selama 7 minggu dari perencanaan hingga refleksi. Selama bulan April minggu pertama sampai ketiga dilakukan persiapan seperti menyempurnakan RPP, LKS dan pembuatan instrumen. Sedangkan pelaksanaan tindakan, pengamatan dan refleksi dilakukan dari April minggu ke-4 dan bulan Mei.

Jenis penelitian yang dilakukan adalah Operation research (action research) yaitu suatu penelitian yang dilakukan oleh seseorang yang bekerja mengenai apa yang sedang ia laksanakan tanpa mengubah sistem pelaksanaannya. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan oleh guru di kelasnya. Tujuannya untuk memperbaiki kinerja guru.

Prosedur penelitian (siklus tindakan) dalam setiap siklus berupa: kegiatan perencanaan, kegiatan pengamatan, pelaksanaan serta kegiatan refleksi. Refleksi pada siklus pertama akan dijadikan acuan untuk perencanaan tindakan pada siklus kedua dan seterusnya. Penelitian dilakukan dalam dua siklus, dengan tiap siklus 2 kali tatap muka (3 X 45 menit/pertemuan).

Pengumpulan data akan dilakukan dengan teknik tes dan non tes. Tes dilakukan diakhir tiap siklus, sedangkan non tes dilakukan dalam tiap tatap muka.

Instrumen yang digunakan selama penelitian adalah lembar observasi siswa dalam kelompok, lembar pengamatan aktivitas guru dan lembar observasi siswa mengikuti pembelajaran serta nilai Ulangan Harian dan LKS (lembar kerja siswa).

Analisis data yang akan diterapkan adalah kualitatif dengan analisis statistik deskriptif. Data akan dipaparkan dalam bentuk tabel, grafik/diagram dan dibahas secara kualitatif. Adapun hasil tes akan diolah secara kuantitatif dengan analisis deskriptif

Penelitian yang relevan dengan PTK ini antara lain penelitian Ngertini dkk (Ngertini and W.Sadia 2013). Penelitian tersebut menerapkan inkuiri terbimbing dan Direct Instruction dan menemukan adanya perbedaan kemampuan pemahaman konsep dan literasi sains antara kelompok siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran Inkuiri Terbimbing dibandingkan dengan yang belajar dengan model pengajaran langsung. Demikian pula hasil penelitian di Samarinda menunjukkan bahwa model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar fisika siswa (Sukma and Laili Komariyah 2016). Berdasarkan kedua penelitian tersebut maka penerapan inkuiri terbimbing berbasis multimedia diharapkan dapat meningkatkan kemampuan literasi sains dan prestasi fisika siswa.

Penelitian ini akan menetapkan indikator keberhasilan yang menjadi acuan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sebesar 75 sebagai keberhasilan dalam setiap siklus. Apabila indikator ini tercapai dalam dua siklus berturut-turut, maka penelitian akan dihentikan mengingat terbatasnya penelitian. Sedangkan bila dalam tiga siklus indikator keberhasilan tidak tercapai, maka tindakan yang diterapkan mungkin kurang tepat untuk memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan penelitian.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data awal penelitian tindakan ini diperoleh dari skor tes ‘Usaha dan Energi’ yang dilakukan sebelum tindakan. Skor tes rata-rata kelas X MIPA 2 adalah 71,7 dengan skor tertinggi 88 dan skor terendah 58. Jumlah siswa yang memperoleh skor di atas KKM adalah 14 orang dari 38 siswa (37%) sedangkan sisanya masih di bawah KKM. Hasil belajar ini masih jauh dari yang diharapkan yaitu minimal 75% siswa memperoleh skor di atas KKM. Upaya untuk merancang pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dilakukan guru dengan mengubah model pembelajaran.

Pada tahap perencanaan, guru menyusun RPP yang disesuaikan dengan tahapan inkuiri terbimbing. Guru juga menyiapkan instrumen penelitian berupa Lembar observasi untuk guru dan aktivitas siswa serta instrumen tes Momentum Impuls. Instrumen tes dibuat berdasarkan indikator soal yang mengacu pada KD. Berbeda dengan sebelumnya, di mana tes yang digunakan bukan dibuat oleh guru, namun diambil dari buku paket. Selain itu, jadwal PTK dan pengamat juga ditentukan terlebih dahulu.

Selama tindakan, observer (pengamat) masuk ke dalam kelas mengamati kegiatan guru dan siswa selama KBM. Pengamat menuliskan kejadian yang dianggap penting serta memberikan masukan untuk KBM selanjutnya. Peneliti melakukan tindakan seperti yang direncanakan dalam RPP.

Siswa diberi stimulus berupa video animasi untuk merumuskan masalah yang berhubungan dengan Momentum dan Impuls. Masalah ini harus dipecahkan mereka dengan berbagai sumber belajar yang tersedia. Masalah yang dimunculkan dalam video berkaitan dengan indikator ketercapaian kompetensi berupa menganalisis momentum dan impuls benda. Penyelesaian masalah dilakukan dalam kelompok. Satu kelompok terdiri dari 4-5 siswa. Setiap kelompok diberikan lembar kerja sebagai tuntunan dalam melakukan tahapan model inkuiri terbimbing. Setelah dibagi dalam 8 kelompok, siswa melakukan tahapan merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang percobaan, melakukan percobaan, pengumpulan dan analisa data serta menyimpulkan dalam dua tatap muka. Dengan model ini, siswa menjadi aktif membaca, mengajukan pertanyaan dan membuat hipotesa. Semua ini dituliskan di Lembar kerja yang sudah disiapkan guru. Namun pada siklus ini belum semua kelompok aktif belajar berdasarkan tahapan inkuiri terbimbing.

Pengamat mengamati keaktifan siswa berdiskusi, berbagi pengetahuan, toleransi, bekerja sama, menghargai kelompok lain, terbuka dan berani mengemukakan pendapat dalam kelompok. Rata-rata kelompok sudah baik, hanya ada satu kelompok yang kurang aktif dalam diskusi. Hampir semua siswa memperhatikan penjelasan guru namun setengah dari siswa belum mencatat pelajaran, belum kritis terhadap

Page 23: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1051

masalah dan belum berani bertanya kepada guru.

Dari pengamatan, tampak bahwa siswa belum terlibat aktif dalam pembelajaran. Mereka belum bekerja optimal di kelompok. Penilaian pengamat untuk kelompok 8 sangat kecil. Mereka tidak serius dalam belajar dan cenderung ribut sendiri. Demikian pula aktivitas mereka selama menyimak penjelasan guru kurang. Namun kelompok 5, juga menunjukkan performa yang kurang baik. Mereka belum berani mengajukan pertanyaan dan belum mampu bersikap kritis terhadap pembelajaran. Pengamat menyarankan agar guru memberikan lebih banyak stimulus untuk kelompok 5 dan bersikap lebih tegas untuk kelompok 8.

Percobaan yang dilakukan siswa dibimbing untuk menentukan koefisien restitusi benda. Siswa menyiapkan alat dan bahan, membuat hipotesa, merancang dan melakukan percobaan serta menarik kesimpulan. Percobaan yang dilakukan cukup sederhana dengan menggunakan beberapa jenis bola dan meteran atau penggaris. Setiap siswa dapat melakukan percobaan dengan mudah dan mereka dapat menentukan koefisien restitusi lantai dengan bola. Salah satu yang menarik adalah pada saat siswa berlatih menuliskan dan mempresentasikan hasil percobaan. Kemampuan analisis, evaluasi, kritis, serta sikap percaya diri dan toleransi dibangun dalam pembelajaran ini.

Hasil refleksi pelaksanaan siklus 1 menurut pengamat, guru belum menginformasikan tujuan pembelajaran serta penjelasan metode pembelajaran yang diterapkan saat itu. Hal ini memiliki efek yang cukup signifikan pada aktivitas siswa di kelas berdasarkan pengamatannya. Adapun kegiatan yang direncanakan lainnya berjalan dengan baik.

Pada siklus 2, performa guru dalam menyajikan pembelajaran semakin baik. Pengamat memberikan skor maksimal untuk kegiatan guru. Guru telah menginformasikan tujuan pembelajaran, model pembelajaran serta evaluasi atas pembelajaran sebelumnya. Guru pun mengingatkan tahapan-tahapan model inkuiri terbimbing kembali.

Pembelajaran dimulai dengan penayangan video animasi untuk menggali penerapan momentum-impuls pada kehidupan sehari-hari . Jika pada siklus 1 video yang ditampilkan memancing siswa untuk pemahaman konsep, maka pada siklus ini video mengarahkan penerapan momentum impuls dalam kehidupan sehari-hari. Tahapan selanjutnya berdasarkan masukan pengamat, maka guru lebih intens dalam mendampingi siswa merumuskan masalah, membuat hipotesa dan melakukan percobaan. Beberapa kelompok yang menjadi perhatian pada siklus 1, mulai mengubah sikap lebih serius dan aktif dalam pembelajaran setelah didamping lebih intens oleh guru. Kelompok yang paling kurang aktif adalah kelompok 8 dan kelompok 2, 4 dan 6 pada siklus ini sudah bagus dalam bekerja dalam kelompok daripada siklus 1.

Kegiatan siswa selama KBM baik di dalam ataupun saat mengikuti penjelasan guru juga mengalami peningkatan. Untuk kelompok 3 dan 8, walaupun skor yang diberikan pengamat masih kecil dibanding untuk kelompok lain, namun performa mereka sudah membaik. Mereka lebih serius dalam menyelesaikan tugas dan mengikuti KBM dengan baik.

Percobaan yang dilakukan siswa pada siklus ini membuat siswa sangat bergairah. Mereka harus mendesain sebuah roket air dari bahan-bahan bekas di sekitar mereka. Siswa

membawa botol air mineral bekas, plastisin, gunting, paralon, dan sebagainya. Pada saat perencanaan percobaan, beberapa siswa tampak pesimis mampu membuat roket air. Namun setelah guru menayangkan video-video penerbangan roket dari kakak kelas mereka, maka sebagian besar siswa bersemangat. Pembuatan roket air dilakukan di kelas dan luar kelas. Siswa mendesain dulu roket air yang akan dibuat beserta launcher-nya. Kemudian dirangkailah bahan-bahan yang ada menjadi sebuah roket berdasar desain mereka. Kemudian siswa mendapat tugas untuk menyelesaikan pembuatan roket tersebut di luar kelas. Dokumentasi pekerjaan mereka dikumpulkan ke guru berupa foto dan video pembutan roket. Siklus 2 diakhiri dengan penerbangan roket air buatan siswa. Pembelajaran fisika pada materi ini membawa kesan tersendiri bagi siswa. Hal ini diungkapkan beberapa siswa yang pada siklus 1 terlihat apatis pada pelajaran fisika. Siswa senang telah berhasil menerbangkan roket air. Mereka merasakan bahwa usaha mereka berhasil. Aplikasi pelajaran fisika juga sangat menarik bagi mereka. Tidak hanya penguasaan konsep mereka bertambah namun pengalaman mereka mendesain roket air hingga menerbangkannya.

Selain terdapat perbaikan dalam aktivitas siswa dalam kelompok dan di kelas, efek dari tindakan guru diukur dengan tes. Ternyata dibandingkan sebelum tindakan, siklus 1 dan siklus 2 terjadi peningkatan dalam skor tes. Perubahan skor tes tersebut bisa dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 1. Perbandingan Prestasi Belajar Siswa

Irawati, Penggunaan model inkuiri terbimbing berbasis multimedia .....

No Keterangan KKM Pra Tindakan Siklus 1 Siklus 21 Rata-rata kelas 75 71,7 84 932 Nilai tertinggi 75 88 100 1003 Nilai terendah 75 58 60 674 Jumlah siswa tuntas 75 14 31 375 Jumlah siswa tidak 75 24 7 1 tuntas6 Ketuntasan klasikal 75 37% 82% 97%

Bila sebelum tindakan, rata-rata tes siswa hanya 71,7 maka setelah tindakan skor siswa meningkat 17% menjadi 84. Setelah siklus 2, rata-rata skor juga meningkat 10% menjadi 93. Jumlah siswa yang di bawah KKM setelah juga mengalami pengurangan pada siklus 1 ada 6 siswa namun setelah siklus 2 hanya 1 orang. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak siswa yang tuntas dalam pembelajaran. Peningkatan terjadi cukup tajam dari hanya 37% sebelum PTK hingga mencapai 97% diakhir siklus 2.

Selain terjadi perbaikan dalam tes, juga terdapat perbaikan dalam minat, keaktifan dan literasi. Peneliti menemukan bahwa keaktifan siswa dalam berdiskusi, melaksanakan tahapan inkuiri, berhubungan langsung dengan peningkatan skor tes mereka. Maka secara umum, penerapan model inkuiri terbimbing ini berhasil meningkatkan kompetensi pengetahuan siswa dan keterampilan siswa.

Model inkuiri terbimbing berbasis multimedia yang diterapkan dalam PTK ini memberikan efek yang cukup besar pada minat dan semangat siswa dalam belajar di kelas. Selain itu daya kritis dan kemampuan mereka bekerja sama juga semakin terasah. Apalagi kemampuan hipotesis, mengajukan pertanyaan dan membuat kesimpulan juga meningkat melalui tahapan yang telah dilaksanakan. Guru

Page 24: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1052 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

tidak menginformasikan konsep materi kepada siswa, namun merekalah yang menemukan konsep itu dan menerapkan serta membuktikannya dalam praktik dan percobaan.

Selain peningkatan kompetensi dan prestasi dalam materi Momentum Impuls, siswa juga semakin literate. Model inkuiri terbimbing ini mampu mendorong perkembangan literasi siswa. Pada saat mengajukan suatu permasalahan terkait pokok bahasan, siswa mau tidak mau harus membaca buku paket atau membaca referensi lainnya. Begitu juga ketika mengajukan hipotesa, menganalisis masalah sampai menyimpulkan, siswa harus menganalisis berbagai sumber belajar melalui membaca. Kemampuan membaca dan mencari sumber bacaan untuk menemukan konsep, membuat hipotesis, menghubungkan fakta, menghubungkan data dan membuat kesimpulan siswa menjadi terasah. Literasi sains yang diajarkan dan dibiasakan pada siswa dalam PTK ini merujuk pada beberapa definisi yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya. Literasi sains di sini adalah kemampuan menggunakan pengetahuan sains untuk mengidentifikasi permasalahan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan tentang alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Untuk melihat kemampuan literasi sains siswa, guru menggunakan lembar kerja sebagai indikatornya. Dalam lembar kerja yang diberikan guru pada tiap pertemuan, terdapat peningkatan kemampuan siswa dalam membaca dan menuliskan kembali yang dipahaminya. Ini dibuktikan dari jawaban mereka yang di tiap pertemuan tampak lebih bermutu dan lebih panjang uraiannya. Misal untuk kelompok 8, walaupun dalam lembar kerja per kelompok perubahan mereka tidak terlalu banyak namun dalam tes individu mereka mampu menjawab pertanyaan guru dengan kemampuan analisis yang cukup baik. Apalagi untuk kelompok lainnya. Hasil praktikum mereka juga menunjukkan kemampuan literasi yang cukup baik dari penggunaan buku paket sebagai rujukan praktikum. Memang meningkatkan kemampuan literasi sains ini tidak hanya cukup dari penelitian ini saja. Perlu terus menerus diberikan stimulus agar siswa semakin gemar membaca dan mampu menggunakan konsep-konsep fisika yang dipahaminya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan bukan cuma pelajaran fisika, seharusnya semua pelajaran juga mendorong sikap literate dan kemampuan literasi sains siswa.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pelaksanan PTK ini diperoleh beberapa simpulan yaitu, pembelajaran fisika melalui model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kelas dan menyajikan pembelajaran. Hal ini ditunjukkan dari hasil pengamatan keterampilan guru mengalami peningkatan. Jika pada siklus 1 guru belum mengemukakan tujuan dan model pembelajaran, maka pada siklus 2 semua tahapan pembelajaran telah dilaksanakan.

Pembelajaran fisika melalui model inkuiri terbimbing berbasis multimedia juga dapat meningkatkan kemampuan siswa bekerja dalam kelompok. Siswa menjadi lebih aktif dan bersemangat dalam belajar fisika, aktif berdiskusi, mencari sumber belajar, mengemukakan pertanyaan, melakukan percobaan dan melakukan hipotesa serta menyimpulkan.

Pembelajaran fisika melalui model inkuiri terbimbing berbasis multimedia juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam KBM. Siswa menjadi lebih aktif dalam mencatat pelajaran, menganalisis masalah, bersikap kritis dan berargumentasi secara ilmiah.

Yang terakhir, pembelajaran fisika melalui model inkuiri terbimbing berbasis multimedia juga dapat menstimulus siswa untuk lebih banyak membaca dan menulis. Siswa juga menjadi terbiasa mengkomunikasikan hasil pemikirannya baik secara lisan maupun tertulis, mencatat pelajaran serta mengemukakan pendapatnya dalam memecahkan masalah secara lisan dan tulisan.

Berdasarkan simpulan di atas, maka ada beberapa saran untuk meningkatkan kualitas pendidikan secara umum. Guru disarankan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran fisika di SMA/MA yang meliputi peningkatan keterampilan guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Selain itu guru dapat menggunakan media pembelajaran yang bervariasi untuk memudahkan siswa memahami materi pembelajaran terutama dalam pembelajaran fisika dipadukan dengan beragam model pembelajaran. Guru juga disarankan untuk melakukan variasi interaksi dalam pembelajaran agar suasana belajar lebih kondusif dan terkondisikan. Yang terakhir, guru disarankan untuk selalu memberikan motivasi untuk menguatkan siswa agar tetap semangat dalam kegiatan belajar.

PUSTAKA ACUAN

Azwar, Saifudin. Tes Prestasi Fungsi dan Pengembangan Pengukuran Prestasi Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Ngertini, N, and M.Yudana W.Sadia. Pengaruh Implementasi Model Pembelajaran Inkuiri Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep Dan Literasi Sains Siswa Kelas X Sma Pgri 1 Amlapura. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 2013: 1-10.

Pribadi, Benny A. Model Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta: PT Dian Rakyat, 2011.

Putra, Sitiatava Rizema. Desain Belajar Mengajar Kreatif Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press, 2013.

Shomin, Aris. 68 Model Pembelajaran Inovatif dan Kreatif. Yogyakarta: Ar Ruz Media, 2014.

Slavin, Robert E. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Jilid 2. Jakarta: PT Indeks, 2011.

Suhirman. Pembelajaran Berbasis Multimedia, Jurnal Nuansa Edisi 1, N0.2, 2010: 223-235.

Sukma, and Muliati Syam Laili Komariyah. PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING (GUIDED INQUIRY) DAN MOTIVASI TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA. Saintifika Volume18, Nomor 1, 2016: 59-63.

Suparno, Paul. Metodologi Pembelajaran Fisika Konstruktivistik dan Menyenangkan. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma, 2013.

Toharudin, Uus, and Andrian Rustaman Sri Hendrawati. Membangun Literasi Sains Peserta Didik. Bandung: Humaniora, 2015.

Page 25: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA MELALUI CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING DENGAN GEBOL (GELAS DAN BOTOL)

SITI BADRIYAHSMP Martia Bhakti Kota Bekasi

Abstracts. Mathematics learning outcomes at Bekasi Martia Bhakti Middle School are still low and students less understand the concept of Mathematics. The low mathematics learning outcomes of students include the lack of students' skills in completing count operations in the form of equations and students are less active and creative in learning Mathematics. This study aims to improve the skills of solving a linear equation of one variable to improve student learning activities through the learning model of contextual teaching and learning by using glasses and bottles. The subject of class VII students at 36 in the Martia Bhakti Bekasi Middle School and held from September to December 2017. This type of research is classroom action research conducted in 2 (two) cycles, each cycle conducted in three meetings. Each cycle consists of 4 stages, namely planning, action, observation, and reflection. From the results of the formative test analysis shows the average value in the first cycle of 60.8 with completeness of 36.1% and in the second cycle of 77.8 with completion of 69.4%. The results show can improve mathematics learning outcomes.

Keywords: one variable linear equation, glass and bottle, learning activities.

Abstrak. Hasil belajar Matematika siswa SMP Martia Bhakti Kota Bekasi masih rendah dan siswa kurang memahami konsep Matematika. Rendahnya hasil belajar Matematika siswa diantaranya adalah kurangnya keterampilan siswa dalam menyelesaikan operasi hitung dalam bentuk persamaan dan siswa kurang aktif dan kreatif dalam pembelajaran Matematika. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menyelesaikan persamaan linier satu variabel untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa melalui model pembelajaran contextual teaching and learning dengan menggunakan media gebol (gelas dan botol). Penelitian ini dilakukan dengan mengambil subjek penelitian peserta didik kelas VII sejumlah 36 di SMP Martia Bhakti Bekasi dan dilaksanakan pada bulan September s.d. Desember 2017. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 (dua) siklus setiap siklus dilakukan dalam tiga kali pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sedangkan teknik pengambilan data adalah dengan teknik non tes dan teknis tes. Alat pengumpul data berupa lembar observasi dan tes formatif. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil analisis tes formatif menunjukkan nilai rata – rata pada siklus I sebesar 60,8 dengan ketuntasan 36,1% dan pada siklus II sebesar 77,8 dengan ketuntasan 69,4%. Dengan demikian, maka hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran contextual teaching and learning dengan penggunaan alat peraga gebol dapat meningkatkan hasil belajar matematika terutama keterampilan menyelesaikan persamaan linier satu variabel siswa dan meningkatkan aktivitas kegiatan pembelajaran.

Kata Kunci: persamaan linier satu variable, media gebol, aktivitas pembelajaran.

PENDAHULUAN

Belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi, sebab matematika berkaitan dengan konsep - konsep yang abstrak yang berkenaan dengan ide - ide, struktur - struktur dan hubungan - hubungan yang diatur secara logis yang akan membawa terjadinya proses pembelajaran matematika (Wijaya 2012). Dalam kajian matematika banyak ditemukan objek kajian yang abstrak dikarenakan terdapat simbol, bentuk, susunan, konsep dan rumus- rumus, sehingga guru matematika harus mampu mengkongkritkan atau menyederhanakan objek matematika yang abstrak agar mudah dipelajari oleh siswa.

Empat tahapan perkembangan kognitif anak yang dikemukakan oleh Piaget yaitu: tahap sensori motorik berlangsung sejak manusia lahir sampai berumur 2 tahun, tahap pra-operasianal berlangsung dari usia 2 sampai 7 tahun, tahap operasional konkret berlangsung dari usia 7 sampai 12 tahun, dan tahap operasional formal berlangsung pada usia 12 tahun ke atas (Desmita 2009).

Siswa kelas VII SMP yang mempuyai usia rata – rata antara 11 sampai 13 tahun dapat digolongkan pada tahap operasional konkret berdasarkan tahapan perkembangan

kognitif tersebut. Pendekatan induktif dalam proses pembelajaran dilakukan menanamkan pemahaman konsep abstrak yaitu melalui benda-benda nyata sebagai perantara atau visualisasi bagi siswa agar dapat berpikir abstrak.

Hasil pengamatan yang dilakukan terhadap siswa di kelas VII SMP Martia Bhakti Bekasi masih belum maksimal dan nilai matematika yang melibatkan konsep persamaan linier satu variabel masih rendah. Selain itu masih ditemukan sebagian besar siswa kurang aktif dan kreatif dalam pembelajaran Matematika. Hal ini menunjukan masih kurangnya pemahaman konsep persamaan linier satu variabel pada siswa kelas VII SMP. Berdasarkan permasalahan tersebut perlu adanya upaya peningkatan pemahaman konsep persamaan linier satu variabel pada siswa kelas VII terutama untuk meningkatkan keterampilan dalam menyelesaikan persamaan linier satu variabel.

Siswa merasa kesulitan menyelesaikan persamaan dalam materi aljabar karena mereka tidak tahu bagaimana menemukan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikannya. Sifat operasi hitung dalam aljabar yang abstrak membuat siswa kesulitan memahami konsep-

Page 26: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1054 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

konsep dalam aljabar, terutama materi yang paling mendasar yang merupakan bagian dari aljabar yaitu operasi hitung aljabar. Kompetensi Dasar yang termasuk dalam operasi hitung bentuk aljabar adalah menjelaskan Persamaan dan Pertidaksamaan Linier Satu Variabel dan menyelesaikannya.

Penggunaan alat peraga dapat membantu pemahaman siswa untuk materi yang abstrak dalam proses pembelajaran. Kegiatan pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dengan menggunakan benda nyata terlebih dahulu sebelum mengenalkan rumus – rumus atau konsep – konsep dalam matematika. Siswa medapatkan gambaran nyata dari konsep yang disampaikan oleh guru melalui alat peraga tersebut. Untuk mengkonkritkan konsep dalam hitung aljabar diperlukan alat bantu pembelajaran yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar lebih efektif dan efisien. Salah satu penggunaan alat peraga adalah dalam memperkenalkan persamaan linier satu variabel yaitu dengan menggunaan botol dan gelas bekas yang dicat dengan warna yang berbeda agar lebih menarik siswa.

Materi Persamaan Linier Satu variabel ini adalah merupakan materi dasar dalam pemahaman aljabar dan merupakan materi untuk kelas VII SMP. Jika siswa menguasai dan memahami materi ini, maka untuk materi-materi aljabar yang lebih lanjut siswa akan lebih mudah memahaminya. Oleh karena itu, dalam menyampaikan materi ini perlu menggunakan strategi pembelajaran yang menarik siswa dan tidak membosankan, salah satunya adalah dengan menggunakan alat peraga.

Penggunaaan alat peraga dalam pembelajaran matematika harus dipertimbangkan secara tepat, kapan digunakan dan jenis alat peraga yang digunakan harus sesuai, untuk mencapai tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran.

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut adalah “Apakah Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan Gebol (Gelas dan Botol) dapat meningkatkan hasil belajar matematika?”

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan persamaan linier satu variabel dengan menggunakan media Gebol (gelas dan botol) dan untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi persamaan linier satu variabel.

Manfaat dari penelitian ini adalah hasil penelitian ini menunjukkan kepada siswa bahwa untuk meyelesaikan persamaan linier satu variabel dapat dilakukan dengan menggunakan peraga media gebol (gelas dan botol bekas) dan sebagai acuan bagi guru dalam mengembangkan kegiatan proses belajar mengajar.

Matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Artinya bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran. Ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri (Suherman 2011).

Belajar merupakan proses aktif dan konstruktif dimana

siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan matematika di kelas (Suherman 2011). Sedangkan hasil belajar adalah seluruh kecakapan dan segala hal yang diperoleh melalui proses belajar mengajar di sekolah yang dinyatakan dengan angka dan diukur dengan menggunakan tes hasil belajar (Suherman 2011). Dalam penelitian ini hasil belajar yang dimaksud adalah keterampilan siswa untuk menyelesaikan masalah dalam persamaan linier satu variabel.

Ada banyak metode belajar yang dapat digunakan oleh untuk mencapai hasil belajar tersebut. Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi secara aktif dan mampu meningkatkan pemahaman siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna dalam kegiatan pembelajaran. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti menerapkan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL).

Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan pada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk menemukan materi yang dipelajarinya dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata, sehingga siswa didorong untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan. Pembelajaran yang terjadi dalam hubungan yang erat dengan pengalaman sesungguhnya merupakan pembelajaran kontekstual (Trianto 2011). Untuk membantu siswa mendapatkan pengalaman dalam pembelajaran guru dapat menggunakan media sebagai alat bantu atau alat peraga dalam pembelajaran.

Dalam Istilah Bahasa Indonesia yang terdiri dua kata yaitu “alat” dan “peraga” sehingga secara harfiah alat peraga adalah alat yang digunakan untuk memperagakan. Alat yang memperagakan konsep dan prinsip matematika disebut alat peraga matematika. Maksud dari “memperagakan” dalam konteks ini adalah menjadikan konsep dan prinsip matematika jelas secara visual, atau konkrit (dapat disentuh), atau bekerja pada suatu konteks. Salah satu fungsi dari pemanfaatan alat peraga dalam pembelajaran matematika adalah memudahkan memahami konsep matematika yang abstrak atau memberikan pengalaman lebih nyata (Supriyatna 2016).

Pemilihan botol bekas dan gelas bekas sebagai alat peraga karena benda tersebut mudah diperoleh di lingkungan sekolah. Selain itu mudah penggunaannya, sesuai dengan kriteria pemilihan alat peraga. Pembuatan alat peraga ini sangat sederhana dengan cara mengecat botol plastik bekas dan gelas plastik bekas dengan dua warna yang berbeda. Setiap gelas dan botol memiliki warna yang berbeda.

Alat peraga gelas dan botol adalah suatu alat peraga yang dibuat oleh guru dan dimodifikasi semenarik mungkin. Alat peraga gebol dibuat dari gelas dan botol plastik bekas yang banyak tersedia di sekolah. Gelas menunjukkan bilangan konstanta, dicat dengan warna yang berbeda. Gelas warna ungu menunjukkan bilangan 1 bertanda positif (“+1”) dan dan gelas berwarna biru menunjukkan angka 1 bertanda negatif (“-1”). Sedangkan botol menunjukkan variabel, botol berwarna merah menunjukkan variable positip (“x”) dan botol berwarna biru menunjukkan variabel negatif (“–x”). Perbedaan warna sebagai penanda bilangan positif dan negatif.

Page 27: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1055

Penggunaan gebol setiap siswa menyiapkan peralatan untuk membuat alat peraga gebol untuk menyelesaikan persamaan linier satu varibel. Cara penggunaan gebol adalah menyediakan gelas dan botol bertanda ”+” dan gelas dan botol bertanda ”–” sebanyak minimal masing-masing 20 (sesuai dengan kebutuhan). Gelas berwarna ungu digunakan untuk mewakili bilangan bulat positif dan gelas berwarna biru digunakan untuk mewakili bilangan konstanta negatif. Botol berwarna merah mewakili variabel positif dan botol berwarna biru mewakili variabel bertanda negatif. Operasi penjumlahan adalah proses meletakkan botol atau gelas bertanda positif (+) atau meletakkan gelas atau botol bertanda negative (–). Sedangkan operasi pengurangan adalah proses mengambil gelas atau botol bertanda (+) atau mengambil gelas atau botol bertanda (–). Apabila gelas dan botol bertanda positif bertemu dengan gelas dan botol bertanda negatif maka diperoleh hasil 0.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) atau yang dikenal dengan classroom action research yang dilaksanakan dengan dua siklus. Tahapan setiap siklusnya adalah : tahap perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi (Arikunto 2008). Penelitian tindakan kelas ini menggunakan pola kerja kolaborasi antara peneliti dengan teman sejawat (guru matematika). Penelitian ini merupakan pengkajian permasalahan yang ditemukan peneliti dalam pembelajaran materi persamaan linier satu variabel di kelas.

Desain tindakan kelas terdiri dari dua siklus, baik siklus I maupun siklus II dilaksanakan dalam tiga kali pertemuan. Setiap pertemuan dilaksanakan dalam 2 jam pelajaran. Pelaksanaan tindakan siklus II dilaksanakan berdasarkan hasil refleksi pada siklus I. Subyek penelitian adalah siswa kelas VII A SMP Martia Bhakti Kota Bekasi semester ganjil tahun pelajaran 2017-2018 yang berjumlah 36 orang. Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dari bulan September sampai dengan Desember 2017.

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah observasi langsung untuk mengumpulkan data melalui pengamatan dan pencatatan yang terjadi pada guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Alat pengumpulan data menggunakan lembar observasi yang digunakan untuk mengamati kinerja guru dan aktivitas siswa, sedangkan tes formatif digunakan untuk mengetahui hasil belajar kognitif siswa (rerata, persentase keberhasilan belajar, dsb). Data primer yang dikumpulkan adalah daftar nilai tes formatif, sedangkan data sekunder berupa kinerja guru dan aktivitas belajar siswa. Data yang terkumpul dianalisis dengan analisis deskriptif.

Materi pembelajaran pada penelitian ini adalah persamaan linier satu variabel. Siklus I berfokus pada konsep persamaan linier satu variabel, siklus II berfokus pada penyelesaian persamaan linier satu variabel. Pada siklus II, peneliti merancang pembelajaran berdasarkan hasil observasi dan refleksi pada siklus I dengan membuat perencanaan penelitian tindakan yang sesuai dengan permasalahan.

Indikator keberhasilan penelitian ini dilihat dari aktivitas siswa dan guru. Penelitian dianggap berhasil apabila ketepatan guru dalam melaksanakan tindakan mencapai 85%, peningkatan nilai rata-rata hasil belajar persamaan

linier satu variabel mencapai lebih dari 60% atau peningkatan ketuntasan belajar secara klasikal mencapai 75% atau lebih dan adanya peningkatan keaktifan, perhatian, partisipasi siswa dalam pembelajaran.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data prasiklus, VII A SMP Martia Bhakti Kota Bekasi berjumlah 36 siswa, terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Hasil belajar matematika dalam hal ini Kompetensi Dasar menjelaskan persamaan dan pertidaksamaan linier satu variabel dan penyelesaiannya, nilai rata – rata siswa 50,8 dengan ketuntasan belajar 35% dari KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal) 75. Hasil observasi peneliti pada kegiatan pembelajaran prasiklus bahwa pelaksanaan pembelajaran pada materi persamaan linier satu variabel, guru tidak menggunakan alat peraga, peserta didik cenderung pasif, guru menjelaskan materi dengan metode ceramah sehingga komunikasi yang terjadi hanya dari guru ke siswa (satu arah).

Siklus I; Tahap perencanaan, tindakan perencanaan pada siklus I meliputi: 1) menyusun rancangan pembelajaran; 2) peneliti bertindak sebagai pemberi materi; 3) peneliti mempersiapkan lembar kerja siswa dan lembar observasi; 4) untuk memperoleh data tentang kemajuan hasil belajar, peneliti menyusun soal tes formatif; dan 5) menyiapkan alat peraga gebol

Tahap pelaksanaan, pertemuan pertama siklus I dilaksanakan Senin, 2 Oktober 2017. Peneliti memberikan pembelajaran materi persamaan linier satu variabel. Tindakan tahap pelaksanaan meliputi: 1) peneliti membuka kelas dengan salam, kemudian memberikan informasi tujuan pembelajaran; 2) peneliti membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan setiap kelompok beranggotakan 6 siswa; 3) peneliti memusatkan siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran dengan menggunakan media gebol untuk menyelesaikan persamaan linier; 4) siswa aktif dalam kelompoknya untuk menyelesaikan persamaan linier satu variabel dengan media gebol; 5) siswa mengerjakan lembar kerja terkontrol apabila siswa merasa kesulitan, peneliti selaku pemberi materi memberikan bimbingan secara individual; 6) peneliti bersama siswa membahas contoh soal yang berkaitan dengan masalah persamaan linier satu variabel; dan 7) diakhir pembelajaran peneliti meminta siswa untuk membuat kesimpulan dan menugaskan siswa untuk mempersiapkan alat dan bahan untuk pertemuan berikutnya dan menutup pembelajaran dengan salam. Hasil pengamatan selama proses diskusi hanya ada 2 kelompok yang berhasil menyelesaikan soal dengan benar, sedangkan 4 kelompok yang lain masih ada kesalahan dalam menyelesaikan.

Pertemuan kedua siklus I dilaksanakan pada hari Rabu, 4 Oktober 2017. Peneliti menyampaikan materi pembelajaran cara menyelesaikan persamaan linier satu variabel. Siswa berkelompok sesuai kelompok yang terbentuk pada pertemuan sebelumnya. Tindakan pada pertemuan kedua yaitu : 1) peneliti membuka kelas dengan salam, kemudian memberikan informasi tujuan pembelajaran; 2) peneliti membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan setiap kelompok beranggotakan 6 siswa; 3) peneliti memusatkan siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran dengan menggunakan media gebol untuk menyelesaikan persamaan linier; 4) siswa aktif dalam kelompoknya untuk menyelesaikan

Badriyah, Upaya meningkatkan hasil belajar matematika melalui contextual teaching .....

Page 28: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1056 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

persamaan linier satu variabel dengan media gebol; 5) siswa mengerjakan lembar kerja terkontrol apabila siswa merasa kesulitan, peneliti selaku pemberi materi memberikan bimbingan secara individual; 6) peneliti bersama siswa membahas contoh soal yang berkaitan dengan masalah persamaan linier satu variabel; dan 7) diakhir pembelajaran peneliti membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dan menginformasikan kepada siswa agar mempersiapkan tes formatif yang dilakukan pada pertemuan berikutnya dan menutup pembelajaran dengan salam.

Pertemuan ketiga siklus I dilaksanakan hari Senin, 9 Oktober 2017. Untuk mengukur hasil belajar siswa diadakan tes formatif siklus I. Bentuk soal berupa soal pilihan ganda berjumlah 10 butir soal.

Tahap pengamatan, tindakan yang dilakukan peneliti dengan mengamati situasi selama kegiatan pembelajaran kemudian mendeskripsikan hal–hal yang terjadi selama kegiatan berlangsung. Hasil pengamatan terhadap siswa kesiapan siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran masih kurang. Ini terlihat dari belum disiapkannya alat – alat belajar. Siswa dalam memperhatikan penjelasan guru juga masih kurang, siswa lebih banyak mengobrol dengan teman kelompoknya. Pemahaman siswa dalam pemakaian media gebol untuk menyelesaikan persamaan linier satu variabel masih kurang. Media masih digunakan siswa untuk bermain. Keterlibatan dalam diskusi kelompok dan dalam menyelesaikan soal/ permasalahan masih kurang karena jumlah anggota kelompok terlalu banyak. Kemampuan siswa untuk menyelesaikan soal masih termasuk kategori rendah. Hanya ada 7 siswa yang mencapai ketuntasan belajar. Pengamatan terhadap guru oleh kolaborator: penampilan peneliti di depan kelas sudah optimal, peneliti sangat menguasai materi yang disajikan, dan pengelolaan kelas bagus. Tetapi beberapa siswa tidak mengikuti pembelajaran dengan sungguh – sungguh.

Tahap refleksi dilakukan peneliti dengan menganalisis permasalahan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Agar siswa lebih siap dan lebih memperhatikan selama kegiatan belajar maka pembentukan kelompok akan dikurangi anggotanya menjadi 5 siswa perkelompok. Supaya siswa memahami soal – soal yang harus diselesaikan, maka sebaiknya guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan dan berani mencoba menggunakan media gebol. Dalam memberikan bimbingan kepada siswa, sebaiknya guru memberikan perhatian dan bimbingan kepada masing – masing kelompok tidak secara klasikal. Hasil analisis data menunjukkan siswa yang dapat menyelesaikan persamaan linier satu variabel dengan alat peraga gebol secara benar sebanyak 13 siswa dari 35 siswa dengan ketuntasan 36,1% dan nilai rata – rata 60,8. Peneliti menyadari masih ada kekurangan – kekurangan dalam pelaksanaan pembelajaran selama siklus I yaitu: kurangnya kesempatan siswa untuk bertanya, pemakaian waktu kurang optimal, dan keaktifan siswa dalam pembelajaran masih kurang. Oleh karena itu, pelaksanaan siklus I perlu diulang untuk perbaikan pada pertemuan selanjutnya yaitu pada siklus II. Penelitian lanjutan pada siklus II dengan perencanaan dan pelaksanaan perbaikan berdasarkan hasil pengamatan dan refleksi yang dilakukan pada siklus I. Siklus II materi yang diajarkan adalah menyelesaikan permasalahan dalam persamaan linier satu variabel.

Siklus II; Tahap perencanaan, peneliti menyiapkan RPP sebagai pedoman pelaksanaan pembelajaran, lembar kerja siswa, lembar observasi, dan soal tes formatif siklus II. RPP pada siklus II ini menekankan pada pembentukan kelompok siswa dengan anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 siswa dan LKS telah direvisi dengan perbaikan pada langkah – langkah yang harus dikerjakan oleh siswa.

Tahap pelaksanaan, pertemuan pertama dilaksanakan Rabu, 11 Oktober 2017. Tindakan yang dilakukan peneliti adalah: 1) peneliti membuka kelas dengan salam, kemudian memberikan informasi tujuan pembelajaran; 2) peneliti membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan masing – masing kelompok beranggotakan 6 siswa; 3) peneliti memusatkan siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran dengan menggunakan media gebol untuk menyelesaikan persamaan linier; 4) siswa aktif dalam kelompoknya untuk menyelesaikan persamaan linier satu variable dengan media gebol; 5) siswa mengerjakan lembar kerja terkontrol apabila siswa merasa kesulitan, peneliti selaku pemberi materi memberikan bimbingan secara individual; 6) peneliti bersama siswa membahas contoh soal yang berkaitan dengan masalah persamaan linier satu variabel; dan 7) diakhir pembelajaran peneliti meminta siswa untuk membuat kesimpulan dan menugaskan siswa untuk mempersiapkan alat dan bahan untuk pertemuan berikutnya dan menutup pembelajaran dengan salam.

Pertemuan kedua siklus II dilaksanakan pada hari Senin, 16 Oktober 2017 selama 2 jam pelajaran. Tindakan yang dilakukan peneliti yaitu: 1) peneliti membuka kelas dengan salam, kemudian memberikan informasi tujuan pembelajaran; 2) peneliti membagi siswa menjadi 6 kelompok dengan masing – masing kelompok beranggotakan 6 siswa; 3) peneliti memusatkan siswa dan menyampaikan rencana pembelajaran dengan menggunakan media gebol untuk menyelesaikan persamaan linier; 4) siswa aktif dalam kelompoknya untuk menyelesaikan persamaan linier satu variable dengan media gebol; 5) siswa mengerjakan lembar kerja terkontrol apabila siswa merasa kesulitan, peneliti selaku pemberi materi memberikan bimbingan secara individual; 6) peneliti bersama siswa membahas contoh soal yang berkaitan dengan masalah persamaan linier satu variabel; dan 7) diakhir pembelajaran peneliti membimbing siswa untuk membuat kesimpulan dan menginformasikan kepada siswa agar mempersiapkan tes formatif yang dilakukan pada pertemuan berikutnya dan menutup pembelajaran dengan salam.

Pertemuan ketiga di siklus II dilaksanakan hari Rabu, 18 Oktober 2017 pada jam pelajaran ke 7 – 8. Untuk mengukur hasil belajar siswa diadakan tes formatif siklus II. Bentuk soal berupa soal pilihan ganda berjumlah 10 butir soal. Tempat duduk siswa diatur sedemikian rupa untuk menghindari adanya kerjasama dalam mengerjakan tes.

Tahap pengamatan, hasil pengamatan terhadap pelaksanaan siklus II adalah sebagai berikut: siswa terlihat lebih siap dalam mengikuti pembelajaran, terlihat siswa telah mempersiapkan buku dan alat tulis. Waktu kegiatan belajar lebih optimal. Siswa dalam pemakaian media gebol untuk menyelesaikan soal baik secara kelompok maupun individu tidak mengalami kesulitan, antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran tinggi, dan siswa dapat bekerjasama dalam kelompok. Hasil pengamatan terhadap guru yang dilakukan

Page 29: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1057

oleh kolaborator adalah penampilan di depan kelas sudah optimal, penguasaan materi dan pengelolaan kelas sudah sangat baik. Guru membimbing dan merespon pertanyaan yang diajukan siswa dengan baik.

Tahap refleksi dilakukan peneliti dengan menganalisis permasalahan selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Hasil analisis menunjukkan siswa dapat menyelesaikan soal persamaan linier satu variabel dengan benar sebanyak 24 dari 35 siswa. Selama kegiatan pembelajaran siswa terlihat aktif bertanya dan merespon penjelasan guru, respon (tanggapan) dan bimbingan guru terhadap siswa sangat baik. Guru menggunakan bahasa yang mudah dipahami siswa. Dari data tersebut menunjukkan bahwa kegiatan pembelajaran pada materi persamaan linier satu variabel melalui model pembelajaran CTL dengan menggunakan media gebol dapat mengaktifkan siswa dan meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan persamaan linier satu variabel.

Secara keseluruhan, hasil pengamatan siklus I ke siklus II disajikan pada tabel berikut:

Tabel 1. Perbandingan Hasil Belajar SiswaNo Keterangan Siklus I Siklus II Peningkatan1 Nilai Rata-Rata 60,8 77,8 17,02 Kategori Belum Tuntas Tuntas3 Persentase Ketuntasan 36,1 69.4 33,34 Kategori Kurang cukup

Berdasar tabel 1 dapat diketahui bahwa nilai rata-rata hasil belajar siswa dari siklus I ke siklus II meningkat. Ini menunjukkan bahwa pemberian tindakan berupa penggunaan media gebol untuk meningkatkan keterampilan menyelesaikan persamaan linier satu variabel dilihat dari peningkatan nilai rata – rata hasil belajar belum mencapai target yaitu 60%. Jika dilihat dari ketuntasan belajar juga terjadi peningkatan artinya pemberian tindakan berupa penggunaan media gebol dapat meningkatkan keterampilan siswa dalam menyelesaikan persamaan linier satu variabel walaupun belum mencapai 75%.

Selain hasil belajar kognitif siswa, dari hasil penelitian juga diperoleh data peningkatan aktivitas belajar siswa sebagai berikut: nilai rata-rata aktivitas siswa pada siklus I sebesar 55,8 dengan kategori cukup aktif, meningkat 12,0 pada siklus II menjadi 67,8 dengan kategori aktif. Persentase aktivitas siswa pada siklus I sebesar 50,1% dengan kategori cukup aktif, meningkat 28,3% pada siklus II menjadi 78,4% dengan kategori aktif.

Aktivitas tersebut merupakan keterlibatan siswa dalam bentuk sikap, pikiran, perbuatan, dan aktivitas dalam kegiatan pembelajaran guna menunjang keberhasilan proses belajar mengajar dan memperoleh manfaat dari kegiatan belajar (Kunandar 2013: 227).

Hasil analisis tersebut menunjukan bahwa pembelajaran akan berhasil dan dikatakan efektif apabila siswa ikut terlibat dan berpartisipasi aktif dalam kegiatan belajar. Proses aktivitas pembelajaran harus melibatkan seluruh aspek psikofisis siswa, baik jasmani maupun rohani sehingga akselerasi perubahan perilakunya dapat terjadi secara cepat, tepat, mudah, dan benar, baik berkaitan dengan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor (Hanafiah 2010: 23)

Selain hasil belajar siswa dan aktivitas belajar siswa, penelitian juga mendapatkan data kinerja guru bahwa nilai kinerja guru siklus I sebesar 76,6 dengan kategori

baik, mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 7,2 menjadi 83,8 dengan kategori sangat baik. Wujud perilaku yang berkaitan dengan kinerja guru adalah kegiatan guru dalam proses pembelajaran, yaitu bagaimana seorang guru merencanakan pembelajaran dan menilai hasil belajar (Rusman 2011: 50).

Hasil analisis tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Piaget dan Brunner bahwa siswa SMP merupakan peralihan dari tahap operasional konkrit menuju ke tahap formal. Oleh karena itu, agar siswa dapat menguasai konsep-konsep matematika yang bersifat abstrak maka dalam membelajarkan matematika kepada siswa masih dapat menggunakan model pembelajaran CTL dengan penggunaaan alat peraga. Karenanya ketika proses pembelajaran matematika berlangsung sudah seharusnya menggunakan model atau benda nyata (benda konkrit) yaitu alat peraga yang dapat digunakan sebagai jembatan bagi siswa untuk berpikir abstrak. Berkaitan dengan topik-topik tertentu yang dapat membantu pemahaman siswa (Hamzah 2014) .

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data dapat diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran CTL dan penggunaan alat peraga gebol dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas belajar siswa pada mata pelajaran matematika khususnya keterampilan menyelesaikan persamaan linier satu variable. Peningkatan nilai rata–rata hasil belajar siswa belum mencapai target yang diharapkan. Terjadi peningkatan ketuntasan belajar siswa dari siklus I ke siklus II, namun belum mencapai ketuntasan minimal belajar yang ditentukan sekolah. Oleh karena itu masih diperlukan perbaikan tindakan lebih lanjut.

Saran yang peneliti sampaikan adalah penelitian tindakan ini sebaiknya dilakukan dalam tiga siklus dengan setiap siklus dilakukan dalam lima pertemuan, hal ini dimaksudkan agar pemberian tindakan berupa pemakaian media gebol dapat meningkatkan keterampilan menyelesaikan persamaan linier satu variabel secara signifikan. Kepada guru Matematika hendaknya membiasakan menggunakan alat peraga dalam pembelajaran.

PUSTAKA ACUAN

Arikunto, Suharsini. Penelitian Tindakan Kelas Cetakan Ke - 3. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2008.

Desmita. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Solo: Remaja Rosdakarya, 2009.

Fatimah, Enung. Psikologi Perkembangan ( Perkembangan Peserta Ddidik). Jakarta: Pustaka Setia, 2010.

Hamzah, Ali. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama, 2010: 23.

Kunandar. "Penilaian Autentik." In Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013, 227. Jakarta: Rajawali Pers, 2013: 227.

Rusman. Model - Model Pembelajaran. Jakarta: Rajawali Pers, 2011: 50.Suherman, Uman dkk. Bahan Ajar PLPG : Pendalaman Materi dan Metode

Pembelajaran Matematika SMP/MTs. Bandung: Sertifikasi Guru Rayon 10 UPI, 2011.

Sukayati. Pemanfaatan Alat Peraga Matematika Dalam Pembelajaran SD. Yogyakarta: PPPPTK, 2009.

Supriyatna, Nanang dkk. Modul Matematika SMP Kompetensi Keahlian H : Penilaian dan Pemanfaatan Media. Jakarta: Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdik.Bud, 2016.

Trianto. Model - Model Pembelajaran. Jakarta: Kencana, 2011.Wijaya, Ariyadi. Pendidikan Matematika Realistik. Yogyakarta: Graha Ilmu,

2012.

Badriyah, Upaya meningkatkan hasil belajar matematika melalui contextual teaching .....

Page 30: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR BAHASA INDONESIA KOMPETENSI DASAR MEMBACA INTENSIF DENGAN

METODE STAD (STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION)

SITI NURJANAHSMP Negeri 78 Jakarta

Abstract. The lack ability of student in intensive reading reading makes the low learning outcomes obtained. This research was conducted in class VIII 78 Central Jakarta Middle School. The research subjects were students of class VIII.D, amounting to 36 people. The method used is Classroom Action Research (CAR). The purpose of this study was to improve the learning outcomes of Indonesian language on intensive reading subjects. The results of the study after the implementation of classroom action research showed an increase in student learning outcomes in learning Indonesian. Based on this study it can be concluded that the STAD method can improve the results of language learning.

Keywords: learning outcomes, intensive reading, STAD method

Abstrak. Rendahnya kemampuan siswa dalam membaca intensif membuat rendahnya hasil belajar yang diperoleh. Penelitian ini dilaksanakan di kelas VIII SMP Negeri 78 Jakarta Pusat. Subjeknya siswa kelas VIII.D berjumlah 36 orang. Metode yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada pokok bahasan membaca intensif. Hasil penelitian setelah dilaksanakan penelitian tindakan kelas menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa pada pembelajaran Bahasa Indonesia. Dengan menggunakan metode STAD pada siklus I dan siklus II, rata-rata nilai hasil belajar siswa pada siklus I ke siklus II mengalami kenaikan 12,20 poin, yaitu dari 74,60 pada siklus I dan 86,80 pada siklus II. Demikian juga dengan daya serap mengalami kenaikan sebesar 12,20% yaitu dari 74,6% pada siklus I dan 86,80% pada siklus II. Kenaikan nilai siswa sangat dipengaruhi oleh penguasaan materi. Sementara untuk ketuntasan belajar siswa mengalami kenaikan sebesar 39,00% dari siklus I sebesar 53% menjadi 92,00% pada siklus II. Berdasarkan data penelitian tersebut maka disimpulkan bahwa metode STAD dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada Kompetensi Dasar Membaca Intensif untuk Menemukan Informasi Bahan Diskusi.

Kata kunci : hasil belajar, membaca intensif, metode STAD

PENDAHULUAN

Bahasa tidak dapat dipisahkan dari budaya, demikian juga dengan bahasa Indonesia. Bahasa Indonesia merupakan alat komunikasi dengan berbagai suku di tanah air. Sejak anak-anak memang Bahasa Indonesia memang diajarkan, namun model pengajaran yang baik dan benar tidak banyak dilakukan oleh pengajar. Karena bahasa Indonesia bersifat dinamis, maka dalam pengajarannya tidak dapat menggunakan satu metode. Bahasa bukanlah sebuah ilmu namun sebagai keterampilan sehingga perlu menggunakan metode yang tepat untuk mengajarkannya.

Penggunaan metode yang aplikatif dan menarik, sangat diperlukan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah. Pembelajaran dengan cara yang menarik dan menyenangkan membuat anak akan senang mempelajari bahasa Indonesia yang merupakan bahasa kedua. Apabila siswa sudah merasa tertarik dengan pembelajaran maka akan sangat mudah meningkatkan hasil belajar dalam bidang bahasa. Bagi sebagian siswa, pembelajaran Bahasa Indonesia sangat membosankan karena mereka sudah merasa mampu, selain itu, penyampaian materi yang kurang menarik pun secara tidak langsung membuat siswa menjadi lemah dalam penangkapan materi tersebut.

Banyak masalah pembelajaran yang terjadi selama ini terutama membaca karena merupakan fondasi untuk mata pelajaran apapun. Walaupun materi tersebut sebetulnya

tidak terlalu sulit, namun kalau dibaca tidak secara intensif tidak menggunakan teknik, tidak memperhatikan tanda baca dan jeda, otomatis anak tidak bisa memahami bacaan secara tepat. Dampak dari tindakan tersebut, hasil belajar siswa rendah atau masih kurang maksimal. Dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia terdahulu kebanyakan guru mengajar dengan menggunakan metode konvensional, seperti ceramah, pemberian tugas, tanyajawab dan sebagainya, sehingga hasil belajar siswa dalam mata pelajaran bahasa Indonesia kurang memuaskan dan di bawah target yang diharapkan. Dengan kondisi seperti itu, maka perlu dilakukan perubahan pembelajaran bahasa Indonesia di dalam kelas. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan penggunaan metode STAD (Student Teams Achievement Division) pada Standar Kompetensi Menemukan Informasi untuk Bahan Diskusi Melalui Membaca Intensif.

Pada proses pembelajaran membaca intensif dapat menggunakan metode STAD sebagai kegiatan mendorong siswa untuk memahami bacaan dengan cara diskusi kelompok. Teori STAD (Student Teams Achievement Division) adalah suatu metode yang menekankan adanya kerja sama dalam kelompok untuk menyelesaikan sebuah masalah yang ada. Dalam metode ini, siswa dikelompokkan ke dalam kelompok belajar yang beranggotakan lima atau enam orang yang merupakan campuran menurut tingkat prestasi, jenis kelamin, dan suku.

Page 31: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1059

Berdasarkan uraian latar belakang rumusan masalahnya adalah apakah metode STAD dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada kompetensi dasar menemukan informasi untuk bahan diskusi melalui membaca intensif

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut: a) untuk melakukan perubahan dalam proses pembelajaran Bahasa Indonesia pada materi membaca intensif; b) untuk mengetahui peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia pada materi membaca intensif melalui metode STAD; dan c) untuk meningkatkan kompetensi guru dalam penerapan metode STAD pada pelajaran Bahasa Indonesia materi membaca intensif.

Manfaat penelitian ini adalah: 1) Bagi siswa, (a) semakin tertarik dan berminat untuk belajar Bahasa Indonesia materi membaca intensif, sehingga hasil belajarnya dapat meningkat; (b) memudahkan menerima pelajaran Bahasa Indonesia dengan metode yang diterapkan; dan (c) meningkatkan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Bahasa Indonesia. 2) Bagi guru, (a) sebagai masukan dalam memperbaiki pola penyajian materi yang lebih menarik dan menyenangkan bagi siswa; (b) dapat menerapkan motode pembelajaran yang tepat pada mata pelajaran Bahasa Indonesia; dan (c) menambah pengalaman dalam penggunaan metode pembelajaran di kelas. 3) Bagi sekolah, (a) sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan kebijakan yang berhubungan dengan fasilitas pendukung pembelajaran di sekolah; (b) sebagai bahan kajian dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam mencapai hasil belajar yang lebih baik; dan (c) meningkatkan hasil Ujuan Nasional (UN).

Belajar adalah memotivasi atau memperteguh kelakuan melalui sebuah pengalaman, Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan (Hamalik, 2008). Belajar adalah perubahan disposisi atau kemampuan yang dicapai oleh seseorang melalui aktivitas (Suprijono, 2012). Belajar adalah suatu proses di mana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan dan pengalaman (Priansa, 2017:55). Belajar merupakan suatu perubahan dalam kepribadian yang dimanisfestasikan sebagai pola-pola respon yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan, dan kecakapan (Yudhawati, 2011:32).

Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajar (Nana, 2010:7). Hasil belajar adalah kompetensi atau kemampuan tertentu, baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik yang dicapai atau dikuasai oleh peserta didik setelah mengikuti proses belajar mengajar (Ahiri, 2008). Hasil belajar adalah tinggi rendahnya kemampuan peserta didik dalam belajar yang ditunjukkan dengan adanya perubahan perilaku sebagai akibat dari belajar dan dapat diklasifikasikan dalam aspek-aspek tertentu (Kunandar, 2008).

Membaca menurut Kridalaksana adalah suatu keterampilan untuk mengenal dan memahami tulisan dalam bentuk urutan lambang-lambang grafis dan perubahannnya menjadi wicara bermakna dalam bentuk pemahaman diam atau pengujaran keras (Rahim, 2008). Ada beberapa tujuan membaca yang mencakup: a) kesenangan; b) menyempurnakan membaca nyaring; c) menggunakan strategi tertentu; d) memperbaharui pengetahuan tentang sesuatu topik; e) mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahui; f) memperoleh informasi

untuk laporan lisan dan tulisan; g) mengkonfirmasikan atau menolak prediksi; h) menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain; i) mempelajari tentang srtuktur teks; dan j) menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

Metode adalah suatu model cara yang dapat dilakukan untuk menggelar aktivitas belajar-mengajar agar berjalan dengan baik (Rahyubi, 2012). Penelitian ini menggunakan metode STAD. Salah satu metode pembelajaran yang kooperatif adalah metode STAD. Metode ini sangat sederhana dan efektif untuk digunakan oleh guru di kelas. Pendekatan pembelajaran ini memilki lima komponen (Anas, 2014). Komponen tersebut meliputi penyajian kelas, belajar secara berkelompok, kuis, nilai pengembangan, dan penghargaan terhadap kelompok. Langkah – langkah yang terdapat dalam metode pembelajaran STAD, yaitu: 1) penyajian di kelas atau class presentation; 2) membentuk kelompok belajar atau team; 3) memberikan kuis/tes atau quizzes; 4) memberikan skor pada peningkatan individu atau individual improvement score; 5) penghargaan terhadap kelompok atau team recodninition; dan 6) evaluasi atau penilaian.

Hal-hal yang harus diperhatikan guru dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut: 1). Persiapan; hal-hal yang harus diperhatikan yakni, materi pelajaran, penempatan siswa dalam kelompok, menentukan skor soal, kerja kelompok, dan jadwal aktivitas; 2). Langkah penyiapan materi; setiap pembelajaran dengan pendekatan STAD, akan dimulai dengan presentasi kelas yang meliputi: pendahuluan, pengembangan petunjuk praktis, aktivitas kelompok, dan kuis atau tes; 3). Kegiatan kelompok; tujuannya selama belajar kelompok adalah mempelajari materi pelajaran yang telah dipresentasikan dan membantu anggota lain dalam menguasai materi pelajaran; 4). Kuis/tes; waktu yang digunakan untuk tes adalah seperdua atau satu jam pelajaran; dan 5). Penghargaan kelompok; kelompok dapat memperoleh sertifikat atau hadiah jika rata-rata skornya melampau kriteria tertentu.

METODE PENELITIAN

Penelitian Tindakan Kelas dilaksanakan di SMP Negeri 78 Jakarta Pusat, Jalan Perunggu No. 56 Kecamatan Kemayoran Jakarta Pusat. Telp: 021-4240289. Penelitian ini dilakukan pada Semester Genap Tahun Pelajaran 2016/2017 selama 3 bulan mulai bulan Februari 2017 sampai dengan April 2017. Subjek penelitian tindakan kelas adalah siswa kelas VIII.D SMP Negeri 78 Jakarta. Responden yang digunakan sebanyak 36 siswa dengan perincian jumlah siswa laki-laki 16 orang dan siswa perempuan 20 orang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang terdiri atas dua siklus dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan/kegiatan, pengamatan, dan refreksi.

Metode pengumpulan data dilakukan yaitu dengan: 1) kuesioner/ pernyataan untuk mengetahui tentang minat belajar siswa terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia; 2) Lembar observasi yaitu suatu tindakan pengamatan atau peninjauan secara langsung yang dilakukan dengan cermat. Tindakan observasi dilakukan guna memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kondisi yang ada pada objek penelitian, seperti penyampaian materi pembelajaran, respon murid, penggunaan media, dan sebagainya dengan

Nurjanah, Peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia kompetensi dasar membaca intensif .....

Page 32: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1060 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

menggunakan lembar observasi dan catatan lapangan; dan 3) Tes yaitu ujian secara tertulis,lisan, atau wawancara untuk mengetahui pengetahuan, kemampuan, bakat, dan kepribadian seorang individu.

Instrumen pengumpulan data terdiri atas silabus, RPP, angket, lembar kerja siswa, lembar observasi siswa, daftar nilai siswa, dan daftar hadir siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah melalui tes dan lembar observasi. Tes diberikan untuk mengetahui tingkat kemampuan awal yang dimiliki siswa sebelum guru melaksanakan pembelajaran. Lembar observasi digunakan untuk mengamati jalannya proses pembelajaran yang menggunakan teks soal ulangan harian sekolah sebagai media untuk meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia tentang membaca intensif. Alat untuk mengumpulkan data meliputi: 1) Tes: butir soal/ instrumen soal; 2) Observasi: lembar observasi; dan 3) Kuesioner: lembar pernyataan/ pertanyaan kuesioner.

Data yang dikumpulkan pada setiap kegiatan observasi dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan teknik persentase untuk melihat kecenderungan yang terjadi dalam kegiatan pembelajaran. Melalui persentase yang dicapai, akan dapat diketahui keberhasilan pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini.

Penelitian ini akan diihat indikator keberhasilannya jika siswa memperoleh skor > KKM yaitu (78) dan dikatakan tidak tuntas < KKM (78). Metode Pembelajaran Student Teams Achievement Division (STAD) dikatakan telah berhasil bila hasil rata-rata aktivitas belajar siswa dengan persentase perolehan mencapai di atas 80%, sebaliknya jika aktivitas siswa di bawah skor 80% maka dinyatakan tidak berhasil.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum melakukan tindakan kelas, guru bersama kolaborator melakukan observasi terhadap siswa yang akan diteliti untuk menyusun perencanaan tindakan. Observasi ini dilakukan pada minggu pertama bulan Februari 2017. Guru bersama kolaborator mencatat kemampuan siswa pada lembar observasi dan mencatat skor yang diperoleh siswa sebelum diberikan tindakan kelas.

Penelitian ini berupaya untuk mengungkapkan hasil Implementasi dari proses pembelajaran dengan metode Student Teams Achivement Division (STAD) dalam rangka meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia yang diperoleh siswa pada materi membaca intensif. Penelitian ini dimulai dengan mencari masukan dari beberapa siswa kelas VIII.D SMP Negeri 78 Jakarta untuk mencari alternatif masukkan pada penyusunan angket.

Pada kegiatan awal penelitian, sebelum siklus I dilaksanakan diperoleh data hasil angket, bahwa hasil belajar siswa mata pelajaran bahasa Indonesia pada materi membaca intensif masih tergolong rendah, dari 36 siswa yang menjadi subjek penelitian, 44,4% saja yang memiliki minat membaca intensif pada pelajaran bahasa Indonesia sangat tinggi. Sedangkan sisanya minat belajar membaca intensif pada pelajaran bahasa Indonesia sangat kurang. Hal ini dapat terlihat dari distribusi jawaban siswa terhadap 5 pertanyaan yang diberikan dalam angket minat belajar siswa.

Selain mengumpulkan angket observasi tentang minat

belajar terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia pada materi membaca intensif, peneliti juga menganalisis rata-rata hasil ulangan harian pada materi sebelumnya, sebelum dilakukan tindakan.

Tabel 1. Hasil Tes Ulangan Harian Pratindakan

Rata-rata Daya Serap (%) KKM Ketuntasan (%) 72,70 72,70 78 36,00

Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas, pada saat mengajar, guru menggunakan metode ceramah, tanya jawab, dan penugasan. Penelitian ini dilakukan setelah ulangan harian 1 dan 2, maka sebagai data awal dipakai nilai ulangan harian 1 dan 2 semester genap. Berdasarkan data yang diperoleh siswa pada rata-rata ulangan harian 1 dan 2, nilai Bahasa Indonesia kelas VIII.D SMP Negeri 78 Jakarta masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditentukan. Hal ini disebabkan oleh selain motivasi yang kurang, siswa juga mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran bahasa Indonesia. Tambahan lagi metode yang digunakan guru kurang bervariasi sehingga membuat hasil belajar bahasa Indonesia kurang memuaskan.

Melihat hasil yang diperoleh dari observasi pratindakan, maka guru mulai melakukan tindakan siklus I. Pelaksanaan tindakan siklus I pada minggu pertama bulan Maret 2017, yaitu hari Senin, 6 Maret 2017, Kamis, 9 Maret 2017 dan Senin, 13 Maret 2017.

Pertemuan pertama dilakukan pada hari Senin, 6 Maret 2017. Kegiatan diawali dengan berdoa. Kemudian guru mengadakan percakapan yang disertai dengan pembagian kelompok, pembagian teks bacaan setiap kelompok, dan lembar kerja kelompok sebagai materi pembahasan tentang tema membaca intensif. Guru memantau kegiatan siswa dalam kelompok masing-masing yang berusaha bekerja sama untuk menyelesaikan lembar kerja kelompoknya. Guru juga membantu kelompok yang belum memahami untuk mengerjakan lembar kerja kelompoknya.

Setelah mencapai waktu yang ditentukan, perwakilan kelompok melaporkan hasil kerja dari kelompok masing-masing secara bergantian di depan kelas, semantara yang lain menanggapinya. Pada akhir pembelajaran guru melakukan konfirmasi dengan siswa untuk menyempurnakan jawaban hasil kerja kelompok lalu memberikan umpan balik kepada kelompok yang berhasil dan memotivasi kelompok yang masih tertunda keberhasilannya agar tetap semangat dan berusaha terus sampai berhasil.

Pertemuan kedua dilakukan pada hari Kamis, 9 Maret 2017. Kegiatan diawali dengan berdoa, apersepsi dan pemberian motivasi oleh guru dengan yel-yel kelas VIII D. Kemudian berbagi cerita tentang materi yang telah mereka dapatkan pada pertemuan sebelumnya. Pada tahap ini guru melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan yaitu siswa kembali dalam kelompok sepert pada pertemuan pertama. Guru membagikan teks bacaan dan lembar kerja kepada setiap kelompok. Guru memantau kegiatan siswa dalam kelompok masing-masing yang berusaha bekerja sama untuk menyelesaikan lembar kerja kelompoknya. Guru membantu kelompok yang belum memahami untuk mengerjakan lembar kerja kelompoknya.

Setelah mencapai waktu yang ditentukan, perwakilan dari kelompok melaporkan hasil kerja kelompok masing-

Page 33: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1061

masing secara bergantian di depan kelas, semantara yang lain menanggapinya. Di akhir pembelajaran guru melakukan konfirmasi dengan siswa untuk menyempurnakan jawaban hasil kerja kelompok lalu memberikan umpan balik kepada kelompok yang berhasil dan memotivasi kelompok yang masih tertunda keberhasilannya agar tetap semangat dan berusaha terus sampai berhasil.

Dari hasil pengamatan selama pertemuan kesatu dan kedua pada siklus I didapatkan data tentang aktivitas siswa pada pembelajaran yang terdiri dari mengajukan pertanyaan ada 17 siswa atau 47,22%, menjawab pertanyaan ada 10 siswa atau 27,78%, dan memberikan pendapat pada saat kegiatan presentasi ada 22 siswa atau 61,11%, dan aktif dalam diskusi baik kelompok maupun klasikal ada 19 siswa atau 52,78%, dan ketepatan mengumpulkan tugas pekerjaan rumah ada 26 siswa atau 72,22%.

Berdasarkan data tersebut, ternyata pada siklus I menunjukkan bahwa siswa cukup aktif dan selalu memberikan respon positif dalam setiap pembelajaran yang dikembangkan dalam penelitian ini, meskipun belum maksimal. Dilihat dari ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas pekerjaan rumah diberikan oleh guru menunjukkan bahwa minat, motivasi belajar dan keinginan untuk belajar siswa cukup tinggi. Ketepatan mengumpulkan tugas ditentukan oleh ketepatan waktu, yaitu saat sebelum pembelajaran dimulai, maka tugas harus sudah dikumpulkan. Sementara untuk aspek siswa bertanya kepada guru dan siswa menjawab pertanyaan dari guru masih kurang. Siswa masih belum terbiasa untuk bertanya ataupun malu saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.

Pertemuan ketiga dilakukan pada hari Senin, 13 Maret 2017. Kegiatan diawali dengan berdoa, apersepsi dan pemberian motivasi oleh guru. Pada tahap ini guru melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan yaitu memberikan tes materi tentang membaca intensif. Kemudian melaksanakan evaluasi dengan cara memberikan soal untuk mengetahui hasil pembelajaran pada pertemuan pertama dan kedua. Guru mengoreksi dan menganalisis hasil tes yang dilakukan oleh siswa.

Hasil belajar yang dicapai siswa setelah siklus I ini berakhir memperlihatkan nilai yang lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi awal sebelum penelitian dilaksanakan. Rata-rata nilai yang diperoleh dari hasil tes adalah 74,60 dengan nilai minimum 40 dan nilai maksimal 93. Secara klasikal daya serap kelas sudah dapat dicapai, yaitu sebanyak 29 siswa dari 36 siswa dinyatakan tuntas dengan nilai rata-rata 74,60, ketuntasan belajar sebesar 53,00% dan Kritaria Ketuntasan minimal (KKM) = 78

Melihat hasil dari tindakan siklus I, maka peneliti mulai melakukan tindakan siklus II dengan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada pada siklus I.

Pelaksanaan tindakan siklus II pada minggu kedua bulan Maret 2017. Pertemuan pertama dilakukan pada hari Kamis, 16 Maret 2017. Pada pertemuan ini guru membahas tentang membaca intensif dengan teknik atau metode Studens Teams Achtiviment Division (STAD).

Diawali dengan kegiatan berdoa, salam, dilanjutkan dengan yel-yel dan senam otak sebagai kegiatan apersepsi. Siswa kembali bergabung dengan kelompok masing-masing seperti pada siklus I. Guru membagikan teks bacaan

berupa soal-soal latihan bahasa Indonesia kepada setiap kelompok. Siswa satu tim dalam kelompok masing-masing, mulai membaca teks soal tersebut secara intensif, dengan memperhatikan tanda baca, jeda,lafal, dan intonasi dengan benar untuk memahami teks soal. Kemudian berdiskusi untuk menentukan jawaban yang tepat. Guru berkeliling sambil mengamati kegiatan siswa di dalam kelopok masing-masing.

Kegiatan berikutnya adalah membahas bersama-sama hasil pekerjaan kelompok, menilai, serta menganalisis hasil kerja kelompok siswa, sebagai acuan pada pertemuan ke-2. Akhir pembelajaran, guru memberikan umpan balik kepada kelompok yang sudah berhasil dan memotivasi kelompok yang belum berhasil supaya tetap berusaha untuk berhasil, serta pemberian tugas sebagai persiapan pertemuan ke-2.

Pertemuan kedua dilakukan pada hari Senin, 20 Maret 2017. Pada pertemuan ini guru membahas tentang langkah-langkah membaca intensif. Membaca intensif berlaku untuk semua mata pelajaran bukan hanya pada pelajaran bahasa Indonesia. Itu artinya membaca intensif sangat bermanfaat untuk menyelesaikan teks soal semua mata pelajaran, bukan hanya bahasa Indonesia.

Kegiatan diawali dengan menyapa siswa, berdoa, mengucapkan yel-yel, dan senam otak sebagai kegiatan apersepsi. Guru melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan yakni mengajukan beberapa pertanyaan kepada siswa tentang membaca intensif. Setelah itu guru mengajak anak untuk kembali membentuk kelompok seperti pada pertemuan sebelumnya. Guru membagikan soal latihan bahasa Indonesia kepada setiap kelompok, yang penyelesaiannya perlu dengan membaca secara intensif, diskusi, supaya bisa menentukan jawaban yang tepat. Guru mengamati semua kegiatan siswa sambil mengelilingi setiap kelompok.

Kegiatan selanjutnya adalah membahas bersama soal latihan, menilai, dan menganalisis hasi penilaian. Guru memberikan umpan balik kepada kelompok yang hasil belajarnya sudah mencapai ketuntasan dan memberi motivasi kepada kelompok yang sudah mendekati ketuntasan agar berusaha terus mencapai ketuntasan. Pada akhir pembelajaran, guru menugaskan siswa untuk merangkum dan belajar untuk mempersiapkan materi pada pertemuan ke-3 yang akan datang.

Pertemuan ketiga dilakukan pada hari Kamis, 24 Maret 2017. Kegiatan diawali dengan berdoa, apersepsi dan pemberian motivasi oleh guru. Pada tahap ini guru melaksanakan kegiatan yang telah direncanakan yaitu memberikan tes dengan materi tentang membaca intesif dalam bentuk soal latihan bahasa Indonsia. Soal dibagikan secara perorangan. Siswa secara mandiri mengerjakan soal tersebut dengan batas waktu yang ditentukan. Guru memantau kegiatan tersebut. Guru mengoreksi dan menganalisis hasil tes yang telah dikerjakan oleh siswa.

Hasil belajar yang dicapai siswa setelah siklus II ini berakhir memperlihatkan nilai yang lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar pada siklus I. Rata-rata nilai yang diperoleh dari hasil tes adalah 86,80 dengan nilai minimum 65 dan nilai maksimal 100. Secara klasikal daya serap kelas sudah dapai dicapai, yaitu sebanyak 33, dari 36 siswa dinyatakan tuntas dengan nilai rata-rata 86,80, sementara

Nurjanah, Peningkatan hasil belajar Bahasa Indonesia kompetensi dasar membaca intensif .....

Page 34: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1062 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

ketuntasan belajar sebesar 92% dan Keritaria Ketuntasan minimal (KKM) = 78

Berdasarkan hasil tes telah menunjukkan bahwa seluruh siswa mendapatkan nilai yang baik, hanya beberapa siswa yang masih mendapatkan nilai di bawah KKM, yaitu 78 sehingga ketuntasan mencapai 92,00%. Dengan demikian tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya. Selain mengetahui hasil belajar, peneliti juga mengamati aktivitas siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung, dari hasil observasi selama pertemuan siklus II didapat data rata-rata aktivitas siswa selama pembelajaran yang terdiri dari bertanya kepada guru 21 siswa atau 58,33%, menjawab pertanyaan guru, 23 siswa atau 63,89%, mengerjakan tugas dari guru,36 siswa atau 100%, keaktifan dalam diskusi 27 siswa atau 75,00%, membuat rangkuman, 36 siswa atau 100%.

Analisis terhadap masing-masing aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus I seperti aktivitas bertanya, menjawab pertanyaan, mengerjakan tugas, keaktifan saat proses belajar, dan membuat rangkuman belum menunjukkan hasil menonjol. Hal ini antara lain disebabkan siswa masih terlihat canggung dalam pembelajaran yang bervariasi (diskusi, presentasi, dan menjawab pertanyaan), bahkan ada beberapa siswa yang masih terlihat mengobrol dengan temannya.

Pada siklus II, kondisi tersebut mengalami perbaikan, mengalami peningkatan yang cukup signifikan jika dibandingkan dengan kondisi pada siklus I. Selain aktivitas siswa dalam proses pembelajaran meningkat, ternyata hasil belajar yang diperoleh siswa selama siklus I dan siklus II juga mengalami peningkatan, baik rata-rata hasil belajarnya maupun daya serapnya, dan hal ini berdampak pada ketuntasan belajar yang sudah mencapai 92%. Ini menunjukan bahwa metode Students Teams Achtivimen Division (STAD) berhasil diterapkan, dalam pembelajaran bahasa Indonesia pada materi membaca intensif di kelas VIII.D SMP Negeri 78 Jakarta.

Rata-rata hasil belajar siswa pada siklus I ke siklus II mengalami kenaikan, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2: Perbandingan Hasil belajar Siswa pada Siklus I dengan Siklus II

No Kriteria Siklus I Siklus II

1 Rata-rata nilai 74,60 86,802 Daya serap 74,60 86,803 KKM 78,00 78,004 Ketuntasan 53.00% 92,00%

Berdasarkan tabel 2 tersebut dapat digambarkan bahwa kenaikan hasil belajar siswa sangat dipengaruhi oleh penguasaan materi dan metode pembelajaran. Siswa sudah mulai terbiasa dan mulai mendapat kecocokan dalam berkelompok. Dengan tanggung jawab dan beban tugas yang diberikan, siswa termotivasi belajar dengan sungguh-sungguh

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif tipe Student Teams Achtivimen Division (STAD) dapat menciptakan suasana belajar yang bergairah dan memotivasi siswa serta dapat memancing kreativitas siswa dalam belajar. Rasa ingin tahu siswa juga tumbuh jika diberi kesempatan untuk menggali sendiri informasi, dan siswa akan merasa senang dengan hasil temuannya.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan uraian pada pembahasan bab-bab sebelumnya, maka yang dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia dengan menggunakan metode STAD (Student Teams Achievement Division) dapat meningkatkan hasil belajar Bahasa Indonesia pada pokok bahasan menemukan informasi untuk bahan diskusi melalui membaca intensif bagi siswa di kelas VIII.D SMP Negeri 78 Jakarta.

Selain hasil belajar aktivitas siswa dalam belajar juga secara umum mengalami kenaikan, terutama pada aspek keaktifan siswa, sikap antusias menjawab pertanyaan, mengajukan pertanyaan kepada guru, keaktifan dalam berdiskusi, dan ketepatan dalam membuat rangkuman. Sedangkan aspek ketidakseriusan siswa karena mengobrol dengan teman mengalami penurunan.

Sebagai tindak lanjut untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: 1) siswa agar lebih meningkatkan hasil bahasa Indonesia, mengingat materi bahasa Indonesia diujikan secara nasional; 2) guru agar membuat perencanaan pembelajaran yang lebih efektif, menciptakan suasana belajar yang kondusif dan menyenangkan dengan menggunakan metode yang bervariasi sehingga dapat meningkatkan hasil belajar bahasa Indonesia pada siswa kelas VIII SMP Negeri 78 Jakarta; 3) dalam pembelajaran di kelas, metode ini dapat digunakan untuk materi atau kompetensi dasar yang lain; dan 4) sekolah dapat mendukung dan memfasilitasi sarana dan prasarana yang dipelukan dalam pembelajaran.

PUSTAKA ACUAN

A.M., Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: CV Rajawali Press, 2010.

Ahiri, Jafar. Teknik Penilaian Kelas dalam Pembelajaran. Jakarta: Uhamka, 2008.

Anas. Mengenal Metode Pembelajaran. Pasuruan: Pustaka Hulwa, 2014.Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara,

2008.Kunandar. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas sebagai

Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: Raja Grafindo, 2008.Nana, Sudjana. Dasar-dasar Proses Belajar. Bandung: Sinar Baru, 2010.

Priansa, Donni Juni. Pengembangan Strategi dan Model Pembelajaran. Bandung: Pustaka Setia, 2017.

Rahim, Farida. Pengajaran Membaca di Sekolah Dasar. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008.

Rahyubi, Heri. Teori-teori dan Aplikasi Pembelajaran Motorik. Bandung, 2012.

Suprijono, Agus. CooperativeLearning. Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2012.Yudhawati, Ratna. Teori-teori DasarPsikologi Pendidikan. Jakarta: PT.

Prestasi Pustakaraya, 2011.

Page 35: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

UPAYA MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING DAN BUDAYA LITERASI

SRI NURHIDAYATI SMA Negeri 88 Jakarta

Abstract. Biology is often considered as a memorizing subject that is so boring and less motivates, there are still many learning outcomes that have not yet achieved the value of minimal learning completeness (KBM), which is often a problem for the teacher. One learning model that makes students more challenged and motivated is discovery learning. This research aims to improve the learning outcomes of Biology especially in Respiration system material by using the Discovery Learning Model and Literacy Culture. The study was conducted in even semester January - February 2018 in Class XI MIPA1 SMA Negeri 88 Jakarta consisting of 36 students. The study was conducted in three cycles each cycle consists of two meetings. The stages of each cycle are planning, implementation, observation and reflection. This research enhances literacy culture and motivates students to learn more pleasantly. The results of the analysis show that the each indicators changes in a positive direction or there was an increase of the three cycles carried out. Based on the results obtained, it can be concluded that the discovery learning model and literacy culture can improve Biology learning outcomes in Class XI MIPA1, SMA 88 Jakarta.

Keywords: Literacy Culture, Discovery Learning, Learning Outcomes

Abstrak. Pembelajaran Biologi sering dianggap pelajaran hafalan sehingga membosankan dan peserta didik kurang termotivasi maka hasil belajar masih banyak yang belum mencapai nilai ketuntasan Belajar menimal (KBM) hal inilah yang sering menjadi masalah bgi guru. Salah satu model pembelajaran yang membuat peserta didik lebih tertantang dan termotivasi adalah discovery learning. Penelitian bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar Biologi khususnya pada materi sistem Respirasi melalui Model Discovery Learning dan Budaya Literasi. Penelitian dilaksanakan pada semester genap Januari - Pebruari 2018 di Klas XI MIPA1SMA Negeri 88 Jakarta yang terdiri atas 36 peserta didik. Metode Penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas. Penelitian dilakukan dalam tiga siklus setiap siklus dua kali pertemuan. Tahapan setiap siklus yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Penelitian ini meningkatkan budaya literasi dan memberi motivasi pada peserta didik untuk belajar lebih menyenangkan. Hasil siklus pertama kedua dan ketiga dapat diukur melalui empat indikator yaitu aktivitas peserta didik yang mendukung proses pembelajaran, hasil test formatif, nilai laporan portofolio dan kepuasan peserta didik. Indikator keaktifan siklus pertama 62.22% kedua 76.67% ketiga 79.45%, hasil test formatif mencapai KBM siklus pertama 2.78% kedua 52.77% ketiga 80.56%, hasil portopolio siklus pertama 66.66% kedua 47.22% ketiga 88.89%, indikator kepuasan mengalami perubahan dari cukup puas menjadi puas. Hasil analisis menunjukkan keempat indikator mengalami perubahan ke arah positif atau ada peningkatan dari ketiga siklus yang dilakukan. Berdasar hasil yang diperoleh dapat disimpulkan model discovery learning dan budaya literasi dapat meningkatkan hasil belajar Biologi di Kelas XI MIPA1 SMA Negeri 88 Jakarta.

Kata kunci: Budaya Literasi, Discovery Learning, Hasil belajar

PENDAHULUAN

Pendidikan nasional betujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Berdasar rumusan Undang–Undang tersebut pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mengembangkan kemampuan dan kepribadian peserta didik agar dapat menghadapi tuntutan perkembangan zaman (Depdikbud 2016).

Tujuan pendidikan nasional akan tercapai jika warga sekolah dan warga masyarakat saling bekontribusi untuk mencapai tujuan. Salah satu tujuan pendidikan pada jenjang SMA adalah mempersiapkan peserta didik melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi. Kurikulum 2013 mencanangkan gerakan literasi untuk semua. Literasi tidak terpisahkan dari dunia pendidikan, literasi menjadi sarana peserta didik dalam mengenal, memahami, dan menerapkan ilmu yang didapatkannya di bangku sekolah. Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik

dirumah maupun di lingkungan sekitarnya. Pelajaran Biologi adalah salah satu pelajaran yang diajarkan di tingkat SMA baik program inti maupun peminatan.

Pembelajaran Biologi di SMA Negeri 88 Jakarta berdasar hasil wawancara pada peserta didik dianggap membosankan karena hafalan sehingga kurang menumbuhkan minat belajarnya Biologi. Hasil belajar yang dicapai peserta didik belum mencapai ketuntasan minimal yang ditetapkan. Belajar Biologi melibatkan kognitif, psikomotorik maupun afektif merupakan salah satu bentuk implementasi kurikulum 2013 yang harus dilaksanakan.

Dalam belajar memerlukan aktivitas. Prinsipnya belajar merupakan suatu perbuatan untuk mengubah tingkah laku yang di dalamnya terkandung aktivitas. Aktivitas dalam pembelajaran meliputi kegiatan, kesibukan dan semua yang berhubungan kerja. Dengan demikian, semua olah rasa, olah karsa, olah raga dan olah hati bermain di dalamnya.

Salah satu cara untuk cara untuk mengubah persepsi negatif tentang pelajaran Biologi adalah menyempurnakan

Page 36: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1064 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

proses belajar mengajar dengan model pembelajaran yang mengajak peserta didik berfikir kreatif, menantang dan menyenangkan.

Permendikbud nomor 103 tahun 2014 (Depdikbud 2016), model pembelajaran yang disarankan dalam pembelajaran IPA diantaranya model discovery learning, project based learning, problem based learning dan inquiry. Masing-masing model mempunyai sintak pembelajaran, keunggulan dan kelemahan, dan cara penerapan yang berbeda.

Model pembelajaran discovery learning menekan ditemukannya konsep atau prinsip melalui suatu proses yang ditemukannya sendiri. Dalam model pembelajaran discovery learning peserta didik dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,

mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Berdasarkan latarbelakang yang telah dipaparkan dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut “Apakah Model Discovery Learning dan Budaya Literasi dapat meningkatkan hasi belajar Biologi pada materi sistim respirasi di Kelas XI MIPA1 SMA Negeri 88 Jakarta? “

Tujuan penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Biologi materi respirasi dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning dan budaya literasi.

Manfaat penelitian ini bagi peserta didik adalah: 1) meningkatkan hasil belajar Biologi pada materi sistim respirasi; dan 2) dapat meningkatkan budaya literasi bagi peserta didik. Manfaat bagi guru dapat meningkatkan profeonalisme dan mendapatkan suatu model pembelajaran yang akurat pada materi Sistem Respirasi. Manfaat bagi sekolah dapat meningkatkan prestasi sekolah dibidang akademik.

Kegiatan belajar merupakan kegiatan yang paling pokok dalam proses pembelajaran di sekolah. Berarti berhasil tidaknya suatu tujuan pendidikan ditingkat sekolah sangat tergantung proses belajar yang dialami oleh peserta didik. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukkan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon (Budiningsih 2008). Belajar dilakukan dengan sengaja mempunyai maksud dan tujuan tertentu, sehingga proses belajar harus direncanakan agar dapat dikontrol secara cermat dan dapat diketahui tingkat keberhasilannya melalui sistem penilaian (Hamalik 2009). Guru harus mampu menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik dan menerapkan berbagai pendekatan, strategi, metode, dan teknik pembelajaran yang mendidik secara kreatif dalam mata pelajaran yang diampu.

Model pembelajaran diartikan sebagai suatu rencana mengajar yang memperlihatkan pola pembelajaran tertentu, dalam pola tersebut dapat terlihat kegiatan guru-siswa di dalam mewujudkan kondisi belajar (Syarif 2016). Di dalam pola pembelajaran yang dimaksud terdapat karakteristik berupa rentetan atau tahapan perbuatan/kegiatan guru-siswa atau dikenal dengan istilah sintaks.

Bagaimana belajar menjadi menarik baik bagi peserta didik maupun pendidik banyak teori salah satunya menurut Asas Utama Quantum Teaching (DePorte 2010) ”Bawalah Dunia Mereka ke Dunia Kita, Antar Dunia Kita ke Dunia Mereka.” Mengingatkan kita sebagai guru agar memahami ketika mengajar sebagai langkah pertama untuk mendapat tempat di hati pesrta didik sehingga perlu model pembelajaran yang menyenangkan dan menantang. Discovery Learning menjadi suatu alternative model pembelajaran karena dalam model pembelajaran ini materi yang akan disampaikan tidak disampaikan dalam bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorgansasi atau membentuk (konstruktif) apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk akhir.

Beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan model pembelajaran discovery learning (Syarif 2016) adalah: 1) stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan); 2) problem statement (pertanyaan/identifikasi masalah); 3) data collection (pengumpulan data; 4) data processing (pengolahan data); 5) verification (pembuktian); dan 6) generalization (menarik kesimpulan).

Literasi juga terkait dengan kehidupan peserta didik, baik dirumah maupun di lingkungan sekitarnya. Temuan UNESCO tahun 2012 terkait kebiasaan membaca masyarakat Indonesia, bahwa hanya satu dari 1.000 orang masyarakat Indonesia yang membaca (Sutrianto 2016). Permasalahan ini menegaskan bahwa pemerintah memerlukan strategi khusus agar kemampuan membaca peserta didik dapat meningkat (Depdikbud 2016). Literasi lebih dari sekadar membaca dan menulis, namun mencakup keterampilan berpikir menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual, digital, dan auditori. Akses yang luas pada sumber informasi, baik di dunia nyata maupun dunia maya dapat menjadikan peserta didik lebih tahu daripada guru.

Budaya literasi telah banyak diterapkan di sekolah-sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca dan menulis siswa, serta meningkatkan mutu pendidikan. Upaya yang ditempuh untuk mewujudkannya berupa pembiasaan membaca peserta didik baik di rumah maupun di sekolah. Pembiasaan dilakukan dengan kegiatan 10 menit membaca dan diminta tagihannya atau ada bukti hasil dari membaca. Ketika pembiasaan membaca terbentuk, selanjutnya akan diarahkan ke tahap pengembangan dalam pembelajaran disertai tagihan (Kurikulum 2013). Oleh oleh karena itu dalam berliterasi semestinya tidak lepas dari kontribusi guru dan peran orang tua, guru sebaiknya berupaya menjadi fasilitator yang baik dan berkualitas (Suragangga 2017).

Tuntutan kurikulum dalam mengembangkan silabus untuk kompetensi pengetahuan dan keterampilan tentang sistim Respirasi antara lain: 1) struktur dan fungsi sel jaringan organ pada sistim respirasi; 2) struktur dan fungsi organ respirasi pada manusia dan hewan; 3) mekanisme respirasi pada manusia dan hewan; 4) kelainan dan penyakit terkait sistem respirasi; dan 5) teknologi yang terkait dengan sistim respirasi (Kurikulum 2013). Nilai kompetensi belajar minimal yang ditetapkan oleh SMA Negeri 88 Jakarta adalah 75 dengan daya serap 80%.

Page 37: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1065

Model discovery learning dan budaya literasi dapat meningkatkan hasil belajar Biologi pada materi Sistem Respirasi dapat menjadi model pembelajaran yang tepat digunakan untu pembelajaran sistem respirasi.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilakukan pada semester genap tepatnya Januari sampai Pebruari 2018 di Kelas XI MIPA 1 SMA Negeri 88 Jakarta yang beralamat Jalan Sawo Kelurahan Baru Pasar Rebo Jakarta Timur. Pelaksanaannya sesuai dengan jadwal pelajaran Biologi di kelas tersebut. Subyek penelitian tindakan kelas adalah peserta didik kelas XI Mipa 1 semester genap tahun pelajaran 2017-2018. Jumlah peserta didik 36 yang terdiri atas 21 laki-laki dan 15 perempuan. Kondisi kelas cukup beragam baik dari sisi sosial etnis maupun ekonomi sehingga secara keseluruhan kelas cukup heterogen.

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (classroom action research) yaitu suatu pengamatan kegiatan belajar berupa sebuah tindakan yang sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara bersamaan. Tindakan diberikan oleh guru atau dengan arahan guru dan dilakukan oleh peserta didik, pengamatan, pencatatan dilakukan oleh guru/ peneliti atau observer (Suharsimi, Arikunto, dkk 2009) maka data berupa data yang bersifat kualitatif dan data yang bersifat kuantitatif.

Desain intervensi tindakan penelitian dilakukan melalui empat tahapan utama yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.

Tahapan perencanaan peneliti menyusun program kegiatan atau Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan menyampaikan tujuan pembelajaran yang akan di capai dan dikembangkan. Membuat instrumen untuk panduan observer/ kolaborator dan instrumen pemantauan tindakan untuk mengamati aktivitas guru, peserta didik ataupun catatan yang dianggap perlu untuk pencapaian tujuan pembelajaran. Membuat format penilaian kerja kelompok, penilaian presentasi dan penilaian test formatif.

Tahapan pelaksanaan, peneliti melaksanakan pembelajaran sesuai rencana yang telah disusun dari RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran), observer melaksanakan tugasnya untuk mengobservasi baik pada guru sebagai peneliti maupun pada peserta didik sebagai subyek belajar. Model pembelajaran discovery learning ada beberapa prosedur yang harus dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar sebagai berikut: a) stimulation (stimulasi/ pemberian rangsangan); b) Problem statement (pernyataan/ identifikasi masalah); c) data collection (pengumpulan data); d) data processing (pengolahan data); e) verification (pembuktian); dan f) generalization (menarik kesimpulan/ generalisasi).

Tahapan pengamatan dan refleksi dilakukan oleh observer/ teman sejawat saat tindakan dilakukan. Panduan yang digunakan observer berupa instrumen pemantauan dan selanjutnya dibuat catatan lapangan berupa kelebihan ataupun kekurangan dari proses pembelajaran yang dilaksanakan. Tahapan refleksi, peneliti dan kolaborator melakukan analisa dan evaluasi terhadap proses pembelajaran yang telah dilakukan.

Kegiatan refleksi membahas kelebihan dan kekurangan

Nurhidayati, Upaya meningkatkan hasil belajar Biologi melalui model discovery learning .....

dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan dan selanjutnya melaksanakan tindakan–tindakan perencanaan perbaikan untuk siklus berikutnya agar preses pembelajaran membuahkan hasil yang maksimal.

Teknik pengumpulan data melalui pengamatan langsung secara sistematik permasalahan yang diteliti, menggunakan lembar observasi yang sudah disediakan, dokumentasi saat penelitian (foto-foto), wawancara maupun angket. Aspek yang diamati sebagai indikator aktifitas yaitu: 1) kesiapan menerima pelajaran, menyimak, merespon; 2) melakukan demonstrasi/ praktikum /aktifitas lain yg mendukung belajar; 3) mengerjakan LKS/membuat laporan, diskusi; 4) mengemukakan pendapat, presentasi, bertanya; dan 5) kegiatan literasi/membaca. Pengamatan aktivitas menggunakan lembar obsevasi yang sudah disiapkan. Aspek pengetahuan melalui formatif test dan penilaian portopolio setiap akhir siklus. Aspek kepuasan melalui angket kepuasan.

Penelitian serupa telah dilakukan oleh Hartono dengan judul Model Discovery Learning untuk meningkatkan pembelajaran Fisika. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa pembelajaran discovery learning pada pembelajaran Fisika dapat meningkatkan aspek pengetahuan dari sebelum tindakan 56% menjadi 68% pada siklus 1dan menjadi 88% pada siklus 2 (Hartono 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum melakukan penelitian tindakan kelas peneliti telah memiliki data tingkat pencapaian nilai kompentsi belajar minimal yang ditetapkan 75 pada pokok bahasan sebelumnya baru mencapai 61%, berdasar hasil wawancara pada peserta didik pelajaran Biologi mebosankan karena banyak hafalan. Berdasar data inilah peneliti membuat suatu perencanaam penelitian tindakan kelas.

Penelitian tindakan kelas dilakukan dalam tiga siklus, tiap siklus dua pertemuan, Hasil penelitian berupa hasil pengamatan aktifitas peserta didik, nilai formatif, nilai porto polio, dan angket tingkat kepuasan peserta didik. Pada pengamatan aktifitas ada beberapa sub indikator yang diamati diantaranya adalah kegiatan literasi.

Siklus I terdiri atas dua pertemuan, hari kamis tanggal 11 dan 18 Januari 2018. Tahap Perencanaan dimulai dengan: 1) menetapkan standar kompetensi dasar untuk kognitif yaitu 3.8 Menganalisis hubungan antara struktur jaringan penyusun organ pada sistem respirasi dalam kaitannya dengan bioproses dan gangguan fungsi yang dapat terjadi pada sistem respirasi manusia. Standar kompetensi dasar phsikomotorik 4.8 Menyajikan hasil analisis pengaruh pencemaran udara terhadap kelainan pada struktur dan fungsi organ pernapasan manusia berdasarkan studi literatur; 2) membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan model discovery learning dilengkapi dengan kisi-kisi soal dan soal formatif test sebanyak 20 nomer; dan 3) membuat lembar observasi pengamatan aktifitas pembelajaran untuk peserta didik dan guru.

Tahap pelaksanaan, untuk pertemuan pertama berisi pembelajaran di kelas diawali dengan pembukaan upersi materi Respirasi yang akan menjadi bahan kajian. Pemberian rangsang peserta didik membentuk kelompok dan memilih sub topik yang disediakan dengan variasi warna kertas yang harus dipakai yaitu: 1) respirasi eksternal (merah); 2)

Page 38: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1066 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

respirasi internal (hijau); 3) respirasi aerob dan anaerob (kuning); 4) respirasi pada hewan dan tumbuhan (biru); 5) kelainan pada sistem respirasi (Orange); dan 6) teknologi pada sistem respirasi (pink).

Guru memberi kesempatan pada peserta didik berliterasi dalam kelompok untuk membuat pertanyaan dan jawabannya sesuai topik dalam kertas/ karton secara terpisah sebagai tantangan dilanjutkan diskusi kelompok antar kelompok guru sebagai moderator. Pada saat diskusi berlangsung sebagai proses pengolahan data, peserta didik mendapatkan konsep dari proses diskusi sedangkan guru memberi penguatan dan kesimpulan.

Pada pertemuan kedua diawali dengan motivasi dan upersepsi oleh guru. Guru menjelaskan tujuan pembelaran, memberikan rangsangan dengan beberapa pertanyaan. Guru memberi tantangan atau masalah dengan membagikan kertas kecil dan kertas besar yang berisi gambar pohon besar tanpa daun. Peserta didik berkelompok berliterasi untuk membuat gambar pohon menjadi rindang dengan kertas-kertas kecil yang berisi konsep konsep respirasi. Guru mengamati membantu kelompok yang mangalami kesulitan. Masing-masing kelompok diberi kesematan untuk menampilakan dan mempresentasikan pohon Respirasi yang disusun.

Guru menjadi motivator dan moderator dalam diskusi, peserta didik mendapatkan konsep dari apa yang ditulis dan ditampilkan guru memperkuat kesimpulan kegiatan ditutup dengan formatif test pilihan ganda sebanyak 20 soal dan mengisi lembar angket kepuasan yang bersifat terbuka atau tanpa nama.

Tahap Pengamatan, dilakukan oleh peneliti/ guru dan observer untuk melihat aktivitas atau partisipasi pesrta didik dalam mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran discovery learning pada materi Sistem Respirasi. Hal ini tampak dari antusiasnya peserta didik mengikuti setiap langkah yang diberikan guru, dengan antusias peserta didik membaca/ berliterasi searching dan berkompetisi secara kelompok maupun individu untuk tampil. Masih terlihat beberapa peserta didik yang pasif atau gugup dalam menjawab dalam menjawab pertanyaan teman.

Hasil pengamatan responden guru oleh kolaborator menggunakan instrumen guru, guru telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai model discovery learning sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan baik.

Tahap Refleksi untuk memperbaiki kelemahan yang terjadi pada pelaksanaan pembelajaran. Hasil test formatif pada kegiatan Siklus I dengan standar ketuntasan belajar minimal 75 ada satu peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar minimal yang ditetapkan atau 2.78%. Peserta didik yang belum mencapai ketuntasan belajar minimal ada 35 atau 97.22%. Berdasar analisa hasil test berarti proses pembelajaran pada siklus I belum berhasil maka perlu disusun rencana pembelajaran baru tetap menggunakan model discovery learning dengan metode praktikum agar peserta didik memiliki pengalaman secara nyata.

Hasil analisis dari siklus pertama indikator aktivitas dihitung dengan banyaknya peserta didik yang terlibat dalam aktifitas yang diamati menunjukkan kategori cukup dengan prosentase rata-rata 62.22%. Indikator nilai portopolio

peserta didik mencapai nilai Baik 66.66%, sedang peserta didik yang mencapi nilai cukup 33.33%. Indikator kepuasan peserta didik pada yang merasa cukup puas mencapai 5.56%, peserta didik yang merasa puas 16.67% sedang peserta didik yang merasa sangat puas mencapai 77.78%.

Siklus II terdiri atas dua pertemuan pertama hari selasa tanggal 23 Januari 2018 dan hari kamis tanggal 25 Januari 2018. Tahap perencanaan, guru menentukan tujuan pembelajaran, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan model discovery learning dengan metode eksperimen dilengkapi dengan kisi-kisi soal dan soal formatif test sebanyak 20 nomer dan membuat lembar observasi pengamatan aktifitas pembelajaran untuk peserta didik dan guru.

Tahap pelaksanaan pertemuan pertama guru membuka pertemuan dengan salam dan doa. Memberi motivasi dan memaparkan rencana praktkum pada pertemuan yang akan datang dengan sub thema: 1) kecepatan respirasi pada tumbuhan dan hewan; 2) menghitung kapasitas paru-paru/ udara ekspirasi; dan 3) faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan respirasi anaerob. Guru memberi kesempatan pada peserta didik berkelompok berliterasi untuk mempersiapkan kegiatan praktikum, membuat prosedur kerja dan membagi tugas dengan anggota kelompok. Masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, guru memberi komentar dan saran. Kegiatan ditutup dengan kesimpulan dan siap melaksanakan praktikum. Peneliti dan observer memantau aktivitas peserta didik dan membantu bila diperlukan.

Pertemuan kedua hari Kamis tanggal 25 Januari 2018 berlangsung di kelas selama 4 x 45 menit, guru membuka dengan upersepsi dan standar Keamanan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) di Laboratorium. Pesrta didik melakukan praktikum secara berkelompok, satu kelompok terdiri atas 6 peserta didik yang memilih sendiri teman kelompoknya, bahan praktik disediakan oleh peserta didik sebagian disiapkan oleh sekolah. Setiap kelompok wajib melakukan tiga jenis praktikum dan mendapatkan data secara tertulis yang disusun menjadi laporan secara individu. Kegiatan diakhiri dengan test formatif soal pilihan ganda dan mengisi angket kepuasan secara terbuka atau anonim.

Tahap Pengamatan, pelaksanaan pembelajaran dilakukan oleh guru dan observer pada saat pelaksanaan pembelajaran khususnya pada indikator aktifitas. Peserta didik disibukkan dengan aktifitas praktik masih ada yang sambil bercanda sesuai dengan dunia mereka, sudah menunjukan partisipasi yang lebih aktif, kegiatan literasi juga terus berjalan dalam proses pembelajaran.

Hasil pengamatan responden guru oleh kolaborator menggunakan instrumen guru, guru telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai model discovery learning dengan metode eksperimen sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan baik.

Hasil tes formatif pada siklus II jumlah peserta didik yang memenuhi standar ketuntasan belajar minimal (KBM) 75 atau dengan predikat cukup (C) yaitu nilai 75 –82 mencapai 33.33%, sedangkan yang berstandar baik (B) 19.44% berarti menunjukan adanya peningkatan tetapi belum mencapai target yang ditetapkan. Hasil analisis aktivitas menunjukan perubahan yang signifikan yaitu rata-rata 76.67% berarti ada peningkatan. Hasil penilaian porto polio siklus II peserta didik yang mencapai nilai Standar ketuntasan

Page 39: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1067

minimal dengan nilai 75-82 kategori Cukup (C) mencapai 52.78%, sedang yang mencapai nilai kategori Baik (B) 83-91 mencapai 47.22% menunjukkan kenaikan. Hasil kepuasan peserta didik melalui angket cukup puas 0%, merasa puas mengalami kenaikan menjadi 36.11% dan yang merasa sangat puas 63.87% berarti menunjukkan kenaikan.

Tahap Refleksi. Setelah dilakukan refleksi/ evaluasi ketiga indikator sudah menunjukan perubahan yang signifikan. Indikakor test formatif peserta didik yang belum mencapai ketuntasan minimal masih cukup banyak 47.22% sehingga peneliti mencoba untuk memperbaiki kembali proses pembelajaran pada siklus ke tiga (III) dengan pola penambahan penguatan melalui study literasi, presentasi dan diskusi.

Siklus ke III ada dua pertemuan pertama hari selasa tanggal 30 Januari dan hari Kamis 1 Pebruari 2018. Tahap Perencanaan, guru menentukan tujuan pembelajaran, membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan model discovery learning dengan metode diskusi informasi dan presentasi dilengkapi dengan kisi-kisi soal dan soal formatif test sebanyak 20 nomor dan membuat lembar observasi pengamatan aktifitas pembelajaran untuk peserta didik dan guru.

Tahap pelaksanaan pertemuan pertama guru membuka pertemuan dengan salam dan doa. Memberi motivasi dan stimulus pokok bahasan Respirasi yang akan diperkuat kembali. Peserta didik/perwakilan kelompok dipersilahkan mengambil nomer urut sub topik secara acak dan tertutup: 1) respirasi eksternal; 2) respirasi internal; 3) respirasi aerob dan anaerob; 4) respirasi pada hewan dan tumbuhan; 5) kelainan pada sistem respirasi; dan 6) teknologi pada sistem respirasi. Peserta didik berdiskusi untuk mewujudkan konsep-konsep sesuai topik dalam bentuk membuat paparan dalam bentuk power poin. Guru dan observer memantau dan membantu aktivitas peserta didik membudayakan literasi.

Pertemuan kedua hari Kamis tanggal 1 Februari 2018 guru membuka dengan aktifitas musik dan gerak motorik selama 5 menit dilanjutkan dengan agenda presentasi masing-masing kelompok. Setiap kelompok mendapat kesempatan selama 20 menit untuk presentasi dan tanya jawab, guru sebagai moderator sekaligus pengamat aktivitas peserta didik yang dibantu observer. Setiap tampilan kelompok, peserta didik menyimpulkan dan guru memberi penguatan. Kegiatan diakhiri dengan kesimpulan secara umum dari peserta didik, penguatan dari guru, test formatif dan angket kepuasan peserta didik.

Tahap Pengamatan tindakan dilakukan oleh guru dan observer pada saat pelaksanaan pembelajaran. Peserta didik disibukkan dengan aktifitas presentasi, diskusi dan informasi. Peserta didik menunjukan partisipasi yang lebih aktif, kegiatan literasi juga terus berjalan dalam proses pembelajaran.

Hasil pengamatan responden guru oleh kolaborator menggunakan instrumen guru, guru telah melaksanakan proses pembelajaran sesuai model discovery learning dengan metode diskusi informasi sesuai rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan baik.

Tahap Refleksi, setelah dilakukan refleksi/evaluasi ketiga indikator sudah menunjukan perubahan yang signifikan. Secara menyeluruh seluruh kegiatan yang tertuang dalam

Nurhidayati, Upaya meningkatkan hasil belajar Biologi melalui model discovery learning .....

empat indikator dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1. Perbandingan Keberhasilan Persiklus.No Indikator % Keberhasilan Siklus I II III1 Keaktifan Berliterasi 62.22 76.67 79.452 Tes Formatif 2.78 52.77 80.563 Porto Polio 66.66 47.22 88.894 Kepuasan 77.78 63.87 52.78

Berdasar diskripsi dan analisis dapat dilihat bahwa meningkatnya aktifitas peserta didik secara signifikan setiap siklus berarti partisipasi peserta didik dalam proses pembelajaran positif artinya peserta didik tetap antusias dan termotivasi. Hal ini diharapkan akan mendukung hasil belajar yang diharap. Hal ini sesuai pendapat Bruner mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,teori,aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya (Budiningsih 2017), diperkuat pendapat (John Hold 2010) siswa mempunyai banyak talenta yang bisa dikembangkan dan dilatih sesuai dengan kemampuannya.

Berkaitan dengan ketuntasan belajar peserta didik yang memperoleh KKM mencapai 2.78% pada siklus I, 52.77% siklus ll dan 80.56% pada siklus lll berarti target telah tercapai. Tingkat keaktifan peserta didik yang didalamnya ada kegiatan literasi secara signifikan mengalami peningkatan. Kemampuan penalaran melalui portopolio menunjukkan perubahan yang signifikan, sedangkan kepuasan secara kualitatif mengalami perubahan yang signifikan, secara kuantitatif kepuasan tidak mengalami kenaikan signifikan karena penelitian ini bertujuan untuk meningkatan prestasi. Kepuasan bersifat relative dari masing- masing individu sehingga memberi peluang penelitian baru yang menggunakan variable kepuasan.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasannya dalam penelitian ini sehingga dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut melalui model pembelajaran discovery learning dan budaya literasi dalam pembelajaran Biologi pada materi Respirasi dapat meningkatkan partisipasi aktif peserta didik, dapat meningkan hasil belajar peserta didik secara signifikan dari 2.78% tingkat ketercapaian ketuntasam belajar minimal menjadi 80.56%.

Model pembelajaran discovery learning dan budaya literasi dalam pembelajaran Biologi dapat meningkatkan pemahaman dan penalaran pada portopolio secara fluktuatif. Kepuasan pembelajaran pada peserta didik dalam pembelajaran discovery learning dan budaya literasi mengalami perubahan peningkatan meskipun tidak signifikan.

Saran yang dikemukakan dalam tulisan ini adalah bagi guru mata pelajaran Biologi model pembelajaran discovery learning dan budaya literasi merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menyampaikan materi Biologi khususnya Sistem Respirasi. Tantangan bagi guru bagaimana berinovasi dan berkreasi dalam menyusun suatu model pembelajaran agar meningkatkan hasil belajar dan tidak membosankan baik bagi peserta didik maupun guru itu sendiri. Kepuasan bersifat relative dari masing-masing individu sehingga memberi peluang penelitian baru yang menggunakan variable kepuasan.

Page 40: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1068 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

PUSTAKA ACUAN

Arikunto,Suharsimi.dkk. 2009 Penelitian Tindakan Kelas Jakarta : Bumi Aksara

Hartono. "Model Discovery Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika." Jurnal Pendidikan MIPA. 6. 50. 10.21580/phen.2016.6.2.1061., 2015: 50-58.

Holt,John.2010 Mengapa Siswa Gagal. Jakarta: Erlangga Terjemahan.Suhardjono,Supardi.2011 Strategi Menyusun Penelitian Tindakan Kelas.

Yogyakarta: Andi OffsetSutrianto.dkk, 2016. Panduan Gerakan Literasi Sekolah di SMA. Direktorat

Pembinaan SMA Direktorat Pendidikan Dasar Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

Suragangga, I Made Ngurah. "Mendidik Lewat Literasi." Jurnal Penjaminan Mutu. Volume 3 Nomor 2 Agustus 2017, 2017: 154 -164.

Syarif, Moh. 2016. Modul Guru Pembelajar, Model-Model Pembelajara IPA dan Implementasinya. PPPPTK IPA Direktorat Jendral Guru dan Tenaga Kependidikan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.

--------------, 2016, Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah, Direktorat Pendidikan Dasar Menengah Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan

---------------, 2016, Kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah. Direktorat Pendidikan Dasar Menengah KementrPendidikan dan Kebudayaan

Page 41: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

PENINGKATAN HASIL BELAJAR SISWA MELALUI MODEL DISCOVERY LEARNING KOMPETENSI DASAR ATRIBUT BARANG DAN JASA

SRI WURYANTARISMK Negeri 22 Jakarta

Abstract. In Class XI Marketing of SMK Negeri 22 Jakarta, understanding of the concepts in Basic Competence attributes of goods and services are still low, lack of enthusiasm for learning makes students less creative and does not do the assignments given. KKM subjects Product Knowledge in the last 2017/2018 school year was ≥78. Remedial was given due to the number of students who managed to reach and exceed the KKM of less than 78%. The purpose of this study is to improve the learning outcomes of students in Class XI Marketing of Vocational High School 22 Jakarta in the Basic Attribute Product Competence. This research is classroom action research using the Kemmis & Taggart research method showed increased activity, more interactive. This shows an increase in learning outcomes. The final conclusion shows that learning using the Discovery Learning learning model can improve the learning outcomes of Basic Competence of Goods and services. In addition, the activities of students in taking lessons are more motivated and conducive seen from the percentage of students' effectiveness during teaching and learning activities.

Keywords: discovery learning, learning outcomes, attributes of goods and services

Abstrak. Kelas XI Pemasaran SMK Negeri 22 Jakarta, pemahaman terhadap konsep-konsep pada Kompetensi Dasar atribut barang dan jasa masih rendah, kurangnya semangat belajar membuat siswa kurang kreatif dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan. KKM mata pelajaran Pengetahuan Produk pada tahun pelajaran 2017/2018 yang lalu adalah ≥78. Jumlah peserta didik yang berhasil mencapai dan melampaui KKM yang kurang dari 78% ini menyebabkan guru harus melakukan remedial. Selama ini guru menggunakan model pembelajaran konvensional yaitu metode ceramah bervariasi tapi hasil belajar yang dicapai kurang memuaskan. Untuk itu diperlukan metode pembelajaran yang lebih menarik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa maka digunakanlah model pembelajaran discovery learning. Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI Pemasaran SMKN 22 Jakarta pada Kompetensi Dasar Atribut Produk. Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas menggunakan metode penelitian Kemmis & Taggart. Hasil penelitian diperoleh data sebagai berikut: 1) Pelaksanaan pembelajaran dengan model discovery dapat meningkatkan kompetensi siswa aspek kognitif dari nilai rata-rata 76,36 pada siklus I menjadi 80,78 pada siklus II, terjadi peningkatan sebesar 4,42. Dilihat dari hasil penelitian peningkatannya kecil, tetapi dalam situasi kelas menunjukkan peningkatan aktivitas, kelas lebih interaktif. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar. Kesimpulan akhir dari peneltian di kelas X Pemasaran SMKN 22 Jakarta menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Discovery Learning dapat meningkatkan hasil belajar Kompetensi Dasar Barang dan jasa. Selain itu aktivitas siswa dalam mengikuti pelajaran lebih termotivasi dan kondusif dilihat dari persentase keatifan siswa selama kegiatan belajar mengajar.

Kata kunci: discovery learning, hasil belajar, atribut barang dan jasa

PENDAHULUAN

Pembelajaran pada pendidikan dasar dan menengah menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 103 tahun 2014 bahwa pada implementasi Kurikulum 2013 sangat disarankan menggunakan pendekatan saintifik dengan metode-metode pembelajaran inquiry based learning, discovery learning, project based learning dan problem based learning (Kebudayaan 2014).

Selanjutnya didalam proses pembelajaran harus dikuatkan dengan: a. menggunakan pendekatan scientifik melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengkomunikasikan; b. berlandaskan ilmu pengetahuan; c. siswa dituntut untuk menggali sendiri ilmu yang ingin dicari, bukan diberitahu oleh guru (discovery learning); dan d. kemampuan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, belajar, berpikir dengan menggunakan logika, secara berurutan, dan mengembangkan kreatifitas.

Proses pembelajaran sebaiknya siswa menggali sendiri ilmu dari berbagai sumber, bukan diberitahu oleh guru. Sehingga model pembelajaran yang relevan untuk digunakan

adalah model Discovery Learning. Pada praktiknya sangat sedikit guru yang menerapkan model tersebut di dalam pembelajaran. Begitu juga dalam pembelajaran Pengetahuan Produk. Menurut mereka, dalam Kompetensi Dasar Barang dan Jasa, model pembelajaran ini masih terasa asing dan jarang sekali digunakan sebelumnya. Sehingga guru sulit mendapatkan konsep yang tepat dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran dengan discovery learning. Makalah ini penulis membatasi pembahasan model pembelajaran discovery pada Kompetensi Dasar atribut barang dan jasa.

Discovery learning merupakan salah satu model pembelajaran yang bertujuan melatih siswa untuk menentukan konsep secara mandiri. Siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran dengan menjawab berbagai pertanyaan dan memecahkan persoalan untuk menemukan suatu konsep. Penggunaan model discovery akan menghasilkan efek dari sikap positif terhadap kompetensi Dasar Barang dan Jasa, dengan hasil sangat baik dalam meningkatkan pemahaman pola spasial siswa. Model pembelajaran discovery learning memungkinkan guru memfasilitasi dan membimbing siswa

Page 42: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1070 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

melakukan proses pembelajaran sehingga pembelajaran berpusat pada siswa (student centered).

Kelas XI Pemasaran SMK Negeri 22 Jakarta, pemahaman terhadap konsep-konsep pada Kompetensi Dasar atribut barang dan jasa masih rendah (rata-rata kelas 68,69). Kurangnya semangat belajar membuat siswa kurang kreatif dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Selain itu, jumlah peserta didik yang berhasil mencapai dan melampaui KKM kurang dari 78%. KKM mata pelajaran Pengetahuan Produk pada Tahun Pelajaran 2017/2018 yang lalu adalah ≥78. Jumlah peserta didik yang berhasil mencapai dan melampaui KKM yang kurang dari 78% ini menyebabkan guru harus melakukan pembelajaran remedial secara klasikal.

Selama ini guru sudah mencoba menggunakan berbagai metode pembelajaran antara lain metode ceramah bervariasi dan diskusi, tetapi hasil belajar yang ditunjukkan oleh siswa masih rendah, masih banyak yang belum mencapai KKM yang ditentukan sekolah. Untuk mengatasi hal ini, guru berusaha menggunakan model yang bervariasi dalam proses pembelajaran. Dengan menggunakan model pembelajaran yang bervariasi, proses pembelajaran lebih menarik sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat mengaktifkan dan meningkatkan hasil belajar siswa ialah model pembelajaran discovery.

Berdasarkan latar belakang tersebut maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah model pembelajaran discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar atribut Barang dan Jasa?”

Tujuan penelitian ini untuk meningkatkan hasil belajar siswa di kelas XI Pemasaran SMKN 22 Jakarta pada Kompetensi Dasar Atribut Barang dan jasa setelah diterapkannya model discovery learning. Manfaat penelitian ini bagi siswa menumbuhkan keberanian bertanya, dapat memecahkan masalah sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Manfaat bagi guru dan teman sejawat dapat mengembangkan wawasan dan memperbaiki model pembelajaran. Manfaat bagi sekolah, dapat meningkatkan kualifikasi sekolah khususnya dalam Kompetensi Dasar Atribut Barang dan Jasa.

Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan kontruktivisme. Menurut Kurniasih & Sani (Kurniasih 2013) Di dalam sebuah bukunya kurniasih menyatakan bahwa didalam suatu kegiatan pembelajaran siswa dapat menggali sendiri informasi yang dibutuhkan dengan menggambilnya dari berbagai sumber dan mengorganisasikannya sendiri menjadi suatu hipotesis.

Pernyataan lebih lanjut dikemukakan (Hosnan 2014) bahwa: Hosnan berpendapat bahwa jika suatu penemuan ditemukan sendiri oleh siswa dengan cara menyelidikinya maka penemuan itu akan tersimpan didalam benaknya dan itu akan bertahan lama.

Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Model discovery merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan atau permasalahan yang harus diselesaikan. Jadi

siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, melainkan penemuan sendiri.

Berdasarkan dari beberapa pendapat yang dikemukakan para ahli, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran discovery learning adalah suatu proses pembelajaran yang penyampaian materinya disajikan secara tidak lengkap dan menuntut siswa terlibat secara aktif untuk menemukan sendiri suatu konsep ataupun prinsip yang belum diketahuinya.

Purwanto menyatakan bahwa hasil belajar diperoleh setelah sesorang melakukan suatu aktivitas dan terjadi perubahan dari suatu input menjadi hasil atau outcomes (Purwanto, 2011, 44).

Menurut pendapat Sanjaya yang mengutip pendapat Bloom hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga ranah, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor. Ranah-ranah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: 1) Ranah kognitif, adalah yang berhubungan dengan kemampuan intelektual atau kemampuan berpikir. Domain kognitif menurut terdiri dari enam tingkatan, yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi; 2) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap, nilai-nilai, dan apresiasi. Ranah afektif meliputi penerimaan, merespons, menghargai, organisasi, dan pola hidup; dan 3) Ranah psikomotor, meliputi semua tingkah laku yang menggunakan syaraf dan otot badan. Tingkatan dalam ranah kognitif, affektif dan psikomotor yaitu imitasi, manipulasi, presisi, artikulasi, dan naturalisasi (Sanjaya 2009, 127 - 128).

Hasil belajar pada penelitian ini adalah hasil penilaian terhadap kemampuan yang dimiliki siswa yang dinyatakan dalam bentuk angka yang diperoleh siswa dari serangkaian tes yang dilaksanakan setelah siswa mengikuti proses pembelajaran. Dari beberapa pengertian di atas, maka prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan seseorang atau kelompok yang telah dikerjakan, diciptakan dan menyenangkan hati yang diperoleh dengan jalan bekerja.

Berdasarkan Permendikbud No. 70 Tahun 2013 yang baru-baru ini dipublikasikan oleh BSNP, ada perubahan pada struktur kurikulum SMK. Istilah kelompok mata pelajaran normatif, adaptif dan produktif kini ditiadakan. Kini struktur umum SMK/MAK sama dengan struktur umum SMA/MA, yakni ada tiga kelompok Mata pelajaran: Kelompok A, B, dan C. Mata pelajaran Kelompok A dan C adalah kelompok Mata pelajaran yang substansinya dikembangkan oleh pusat. Mata pelajaran Kelompok B adalah kelompok mata pelajaran yang substansinya dikembangkan oleh pusat dan dapat dilengkapi dengan muatan lokal yang dikembangkan oleh pemerintah daerah.

Pada SMK/MAK, Mata Pelajaran Kelompok Peminatan (C) terdiri atas: a. Kelompok Mata Pelajaran Dasar Bidang Keahlian (C1); b. Kelompok Mata Pelajaran Dasar Program Keahlian (C2); dan c. Kelompok Mata Pelajaran Paket Keahlian (C3).

Mata pelajaran serta Kompetensi Dasar pada kelompok C2 dan C3 ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta kebutuhan dunia usaha dan industri.

Kompetensi Dasar Atribut barang dan jasa adalah salah satu kompetensi dasar yang terdapat pada Mata pelajaran

Page 43: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1071Wuryantari, Peningkatan hasil belajar siswa melalui model discovery learning .....

Pengetahuan Produk yang merupakan mata pelajaran baru, yang baru ada pada kurikulum 2013, termasuk dalam kelompok C3 sehingga interaksi belajar mengajar kurang maksimal, salah satu faktor penyebabnya adalah model pembelajaran Pengetahuan Produk yang tidak bervariasi, mata pelajaran yang baru sehingga siswa tidak mempunyai kemampuan dasar mata pelajaran ini dengan baik, dan model pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih bersifat konvensional dengan pendekatan ceramah sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar sehingga menyebabkan hasil belajar siswa rendah.

Adapun materi yang akan dipelajari pada semester 3 meliputi: 1. Mengidentifiikasi atribut barang dan jasa; 2. Pengertian produk (barang dan jasa); 3. Karakteristik produk); dan 4. Konsep, level dan hirarki produk.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 22 Jakarta, Jalan Raya Condet Pasar Rebo Jakarta Timur untuk Kompetensi Dasar atribut barang dan jasa. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI PM2 yang terdiri atas 35 siswa, yaitu: 18 siswa laki-laki dan 17 siswa perempuan. Sebagai kolaborator, satu orang guru produktif pemasaran kelas XI.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action ressearc) Kemmis dan Taggart yang dilakukan dalam dua siklus, yaitu Siklus I dan Siklus II. Setiap siklus terdiri atas 3 pertemuan. Siklus pertama dilaksanakan pada tanggal 8 Agustus 2017 dan siklus kedua tanggal 5 September 2017. Tahapan siklus melalui tahapan perencanaan (planning), pelaksanaan (acting), pengamatan (observating), dan tindak lanjut (reflecting).

Penelitian ini, diterapkan model discovery learning. Pembelajaran discovery dirancang untuk merangsang siswa menggali dan mencari, guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif.

Kondisi seperti ini ingin mengubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student oriented. Siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi, membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan, mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.

Data-data dalam PTK ini kemudian dikumpulkan dengan teknik observasi, test tertulis, dan LKS. Kemudian, dilakukan analisis hasil test. Selanjutnya, Hasil analisis menjadi dasar untuk menyusun tindakan kelas berikutnya. Penelitian ini dinyatakan berhasil jika persentase ketuntasan belajar minimal 78%.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Penerapan Model Pembelajaran Discovery Learning Untuk Meningkatkan Motivasi Dan Hasil Belajar Siswa yang ditulis oleh Hadiono dan Nuor Ainiy Hidayati. Hasil penelitian menunjukan bahwa prosentase motivasi dan hasil belajar siswa terhadap model pembelajaran discovery learning mengalami peningkatan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telah dikemukakan pada bab pendahuluan bahwa hasil belajar kompetensi dasar Atribut Barang dan Jasa masih rendah. Kurangnya semangat belajar membuat siswa kurang

aktif dan tidak mengerjakan tugas yang diberikan. Jumlah peserta didik yang berhasil mencapai dan melampaui KKM kurang dari 78%. KKM Kompetensi Dasar Atribut Produk pada Tahun Pelajaran 2017/2018 adalah ≥78. Ini menyebabkan guru harus melakukan pembelajaran remedial secara klasikal. Nilai Rata-rata yang diperoleh pratindakan adalah 68,69 dengan ketuntasan belajar 55,56% dan daya serap 68,69%. Penelitian ini dilangsungkan dalam dua siklus dengan proses seperti berikut.

Siklus I, Tahap Perencanaan: Pada tahap perencanaan, dilakukan kajian terhadap silabus dan RPP yang sebelumnya telah disusun. Berdasarkan silabus tersebut, dibuat rencana pembelajaran yang terdiri dari tiga kali pertemuan pada proses pembelajaran siklus I. Pembelajaran didesain dengan menggunakan model discovery learning. Instrumen yang akan digunakan sebagai alat evaluasi prestasi belajar adalah soal tes aspek kognitif. Untuk aspek afektif siswa menggunakan angket. Untuk aspek psikomotorik dilakukan dengan observasi. Pelaksanaan tindakan pada siklus I mulai dilaksanakan pada tanggal 8 sampai 29 Agustus 2017.

Tahap Pelaksanaan. Pertemuan 1 dan 2: Selasa, 8 dan 15 Agustus 2017; Jam pelajaran ke 6 - 7 (10.45-12.15); Proses kegiatan belajar-mengajar berlangsung sebagai berikut: 1) Guru memulai pembelajaran dengan salam dan doa; 2) Guru mengabsen siswa setelah itu memberikan apersepsi; 3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan materi pelajaran, seperti telah disebutkan di atas; 4) Guru menginformasikan bahwa pembelajaran yang akan berlangsung menggunakan model discovery learning dan menjelaskan langkah-langkah model discovery learning dan manfaatnya; 5) Guru memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok yang beranggotakan 5 orang; 6) Guru menyiapkan pertanyaan, tentang atribut barang dan jasa meliputi merek (brand), pembungkusan (packaging), label; 7) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi dan merumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara); 8) Guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya materi yang dibahas untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis; 9) Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya diolah secara bersama lalu ditafsirkan; 10) siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil pengolahan dan tafsiran, atau informasi yang ada, pernyataan atau hipotesis yang telah dirumuskan terdahulu itu kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak, apakah terbukti atau tidak. Simulasi dan dengar pendapat agar informasi yang diperoleh dapat digali serta agar guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah; dan 11) menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama.

Tahap Pelaksanaan, pertemuan ke-3. Pertemuan dilaksanakan pada hari Selasa, 22 Agustus 2017 mulai pukul 10.45 WIB s.d 12.15 WIB. Materi yang dipelajari yaitu Atribut Barang dan Jasa yaitu tentang syarat merk produk. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah siswa dapat menjelaskan pengertian Atribut Barang dan Jasa khususnya tentang syarat merk produk dan dapat memberikan contohnya, serta siswa dapat aktif mengikuti pembelajaran di kelas. Aktivitas-aktivitas pembelajaran yang terjadi pada pertemuan II ini adalah sebagai berikut: 1) Guru memberikan

Page 44: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1072 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

pertanyaan kepada kelompok terkait topik pembahasan yaitu Atribut produk tentang syarat merk. 2) Dalam proses mengidentifikasi masalah, guru memberikan kesempatan kepada kelompok untuk mencari informasi dari internet dan sumber lain; 3) Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya diolah secara bersama lalu ditafsirkan; 4) Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dan memberikan kesempatan kepada masing-masing kelompok untuk menyusun opini-opini berdasarkan penemuan terhadap masalah yang ada; 5) Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya diolah secara bersama; dan 6) menarik kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama.

Pada pertemuan ke-3 kegiatan penutup diadakan postest dengan soal pilihan ganda 20 butir soal. Materi yang diujikan pada postest I yaitu tentang Atribut Barang dan Jasa yaitu Merk. Setelah postest selesai, siswa bersama-sama guru menyimpulkan tentang atribut produk yaitu tentang merk. Siswa kemudian diminta untuk mencatat hal-hal penting dan kesimpulan pada pembelajaran hari itu di buku catatan mereka. Setelah itu guru menutup pembelajaran dengan mengucapkan salam sebelum meninggalkan ruangan kelas.

Tahap Observasi. Observasi untuk tiap kali pertemuan berdasarkan pada pedoman observasi kegiatan atau lembar penilaian afektif siswa pada pembelajaran menggunakan model discovery learning. Tahap observasi peneliti dibantu oleh kolaborator untuk menilai para siswa dalam pembelajaran. Sasaran observasi pada pertemuan difokuskan pada keseluruhan aktivitas siswa pada proses pembelajaran, kesulitan yang mereka hadapi, maupun sikap yang mereka lakukan. Selama proses pembelajaran pada siklus I, pertemuan I dan II, ada beberapa hal yang menjadi catatan peneliti yaitu sebagai berikut: 1) Suasana dalam kelas ramai. Siswa yang pada pertemuan sebelumnya diminta membawa kemasan produk harus menunjukkan kemasan tersebut. Selanjutnya siswa mencari sumber bahan pembelajaran dari internet. Mereka mencari produk barang dan jasa dengan berbagai merk; 2) Dari berbagai merk produk dan contoh yang ditemukan siswa menafsirkan. Apa saja yang terdapat pada suatu merk. Dan alasan pemberian merk; dan 3) Kemudian guru menyampaikan materi pertemuan berikutnya.

Tahap Refleksi, refleksi terhadap hasil belajar siswa pada siklus I dilaksanakan melalui evaluasi dalam bentuk soal tes pilihan ganda berjumlah 20 soal mengenai materi Atribut Barang dan Jasa yaitu tentang merk. Refleksi terhadap proses pembelajaran dilakukan bersama-sama guru kolaborator. Dari hasil diskusi ditemukan hambatan dalam proses pembelajaran, yaitu sebagai berikut: 1. Pada pertemuan I, siswa cenderung hanya mengerjakan tugas yang diberikan dan tidak membuat catatan pada buku tulis mereka; 2. Masih ada beberapa siswa yang tidak ikut terlibat dalam mengerjakan tugas yang diberikan; 3. Saat salah satu siswa mempresentasikan hasil temuannya, beberapa siswa masih ramai dan bercanda dengan teman lain; dan 4. Pada saat tes siklus I berlangsung, beberapa siswa menanyakan jawaban dan mencocokkan hasil jawaban kepada siswa lain. Beberapa siswa terlihat berbisik-bisik dengan temannya.

Setelah berdiskusi dengan guru kolaborator, selanjutnya menerapkan proses untuk mengurangi permasalahan yang

ada, maka disepakati bahwa akan dilakukan perbaikan dalam pembelajaran pada siklus II, yaitu: a. Pengawasan untuk siswa lebih ditingkatkan pada saat pencarian sumber dari internet; b. Guru lebih melibatkan siswa yang ramai dan sering bercanda dengan teman lain, dalam menjawab pertanyaan atau untuk mempresentasikan hasil temuan masing-masing.

Siklus II Tahap Perencanaan, berdasarkan hasil refleksi dari siklus I maka dilakukan perencanaan untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II. Siklus II materi yang diberikan difokuskan pada indikator yang belum tuntas pada siklus I. Namun siswa perlu diingatkan kembali dengan sekilas keseluruhan indikator yang telah dipelajari agar siswa dapat mengingat seluruh pelajaran. Siklus II dilaksanakan untuk memperbaiki hambatan-hambatan yang terjadi pada saat siklus I, yaitu siswa lebih dikondisikan supaya tidak ramai dan bercanda, siswa tetap diingatkan agar membuat dokumen di buku catatan mereka, dan guru lebih sering mengontrol diskusi siswa agar semua siswa ikut terlibat dalam menemukan suatu konsep. Pada tahap perencanaan tindakan siklus II, menyusun RPP 2 dengan kompetensi dasar meliputi indikator merk (brand), pembungkusan (packaging), label. Pretest diberikan pada pertemuan I sebelum pembelajaran berlangsung. Sedangkan postest diberikan pada akhir siklus II.

Tahap Pelaksanaan, Pertemuan 1--2 tahap ini dilaksanakan Selasa, 5 dan 12 September 2017; Jam ke 6-7 (10.45 -12.15); Proses kegiatan belajar-mengajar berlangsung sebagai berikut: 1) Guru memulai pembelajaran dengan salam dan doa; 2) Guru mengabsen siswa setelah itu memberikan apersepsi; 3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan menyampaikan materi pelajaran, seperti telah disebutkan di atas; 4) Guru memulai kegiatan belajar mengajar dengan memberikan pertanyaan untuk indikator yang belum tuntas pada siklus I; 5) Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi masalah yang kemudian dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis; 6) Guru memberi kesempatan kepada para siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak- banyaknya materi yang dibahas untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis; 7) Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya diolah secara bersama lalu ditafsirkan; 8) siswa melakukan pemeriksaan secara cermat kemudian dicek, apakah terjawab atau tidak. Simulasi dan dengar pendapat yang diperoleh digali agar guru dapat mengetahui kemampuan siswa dalam memecahkan masalah; dan 9) menarik kesimpulan 10) penilaian afektif siswa dengan menggunakan lembar penilaian afektif siswa.

Tahap Pelaksanaan Pertemuan 3, Pertemuan dilaksanakan pada hari Selasa, 19 September 2017 mulai pukul 10.45 WIB s.d 12.15 WIB. Aktivitas-aktivitas pembelajaran yang terjadi pada pertemuan 3 ini adalah sebagai berikut: 1) Guru memberikan pertanyaan kepada kelompok terkait topik pembahasan pada siklus II; 2) Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya diolah secara bersama lalu ditafsirkan 3) Siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang telah ditetapkan dan memberikan kesempatan kepada masing-masing siswa untuk menyusun opini-opini berdasarkan penemuan terhadap masalah yang ada; 4) Data dan informasi yang terkumpul selanjutnya diolah secara bersama; dan 5) menarik kesimpulan.

Pada pertemuan III diadakan postes dengan soal pilihan ganda 20 butir soal. Materi yang diujikan pada postes II.

Page 45: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1073

Setelah kegiatan postes selesai, guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam sebelum meninggalkan ruang kelas.

Tahap Observasi, secara umum proses pembelajaran pada siklus II ini menunjukkan adanya peningkatan bila dibandingkan dengan siklus I. Hal ini ditandai dengan adanya peningkatan pada nilai kognitif dan afektif siswa. Yaitu nilai rata-rata, nilai tertinggi dan nilai terendah. Hampir semua siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran.

Tahap Refleksi, refleksi terhadap hasil belajar siswa siklus II ini dilaksanakan melalui evaluasi dalam bentuk soal tes pada hari jumat tanggal 26 September 2017. Refleksi terhadap proses pembelajaran dilakukan melalui diskusi bersama guru kolaborator.

Pengamatan terhadap siswa dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Selain itu, siswa juga mendapatkan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang telah disesuaikan dengan model discovery learning, agar siswa dapat lebih mudah menemukan konsep materi yang dipelajari. Pada setiap pertemuan, dilakukan diskusi baik kelompok maupun diskusi kelas. Pada proses diskusi kelompok, siswa diharapkan mengolah data hasil percobaan dan menarik kesimpulan atau konsep materi bersama teman sekelompoknya. Sedangkan, diskusi kelas dilakukan untuk mendiskusikan hasil dari tiap kelompok. Kemudian, siswa bersama guru menarik kesimpulan dari pembelajaran yang telah dilakukan.

Pertemuan pertama di siklus II, siswa dapat menemukan sendiri konsep-konsep mengenai pengertian, komponen dan cara kerja larutan penyangga dari hasil diskusi terhadap data pengamatan dari eksperimen yang dilakukan. Pada pertemuan kedua ini siswa terlihat lebih aktif daripada pertemuan pertama. Ada beberapa siswa yang bertanya mengenai hal-hal yang belum dipahami. Siswa juga antusias dalam menanggapi hasil diskusi dari kelompok lainnya. Pada pertemuan ketiga ini siswa terlihat cukup aktif. Mayoritas siswa aktif dalam diskusi baik diskusi kelompok maupun diskusi kelas. Beberapa siswa juga memberikan tanggapan setelah kelompok lainnya mempresentasikan hasil diskusi mereka. Hal ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa dengan model pembelajaran yang digunakan.

Secara umum, pelaksanaan pembelajaran tindakan dengan model discovery pada siklus II telah berjalan dengan baik. Interaksi antara guru dan siswa terlihat cukup baik. Komunikasi telah berlangsung dua arah Pada saat berlangsungnya pembelajaran, mulai dari petemuan pertama hingga ketiga, terdapat peningkatan aktivitas siswa. Pada saat pertemuan pertama, saat diskusi kelompok ada beberapa siswa yang hanya diam dan tidak aktif dalam kegiatan diskusi. Tetapi, lama kelamaan hampir seluruh siswa aktif dalam kegiatan diskusi kelompok. Di pertemuan awal, hanya ada satu atau dua siswa yang berani bertanya atau mengajukan pendapatnya. Tetapi lama kelamaan, siswa sudah berani untuk bertanya ataupun menyatakan pendapatnya. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan jumlah siswa yang bertanya ataupun menyatakan pendapatnya. Beberapa hal yang telah dijelaskan tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas belajar siswa selama proses pembelajaran bila dibandingkan dengan aktivitas belajar siswa sebelum tindakan.

Berdasarkan hasil refleksi dari siklus I maka dilakukan

perencanaan untuk pelaksanaan tindakan pada siklus II. Pada siklus II, materi yang diberikan difokuskan pada indikator yang belum tuntas pada siklus I. Namun siswa perlu diingatkan kembali dengan sekilas keseluruhan indikator yang telah dipelajari agar siswa dapat mengingat seluruh pelajaran.

Tindakan pada siklus II adalah sebagai berikut: pertama, untuk meningkatkan keberhasilan prestasi kognitif, peneliti dan guru sepakat untuk menekankan pada pemahaman materi pada indikator yang belum tuntas; Kedua, guru akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya pada guru mengenai hal yang belum dipahami serta menanyakan kesulitan yang dihadapi untuk diselesaikan bersama; Ketiga, guru mendorong keberanian siswa untuk mengajukan pertanyaan bila ada hal yang belum jelas ataupun menyatakan pendapatnya dalam diskusi; dan Keempat, guru akan lebih memperbanyak diskusi dan latihan soal agar siswa lebih memahami materi yang dipelajari. Kelima, guru akan mendorong siswa untuk lebih aktif ketika diskusi baik diskusi kelompok ataupun diskusi kelas, hal ini dapat membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi.

Data yang diperoleh dalam penelitian adalah hasil belajar siswa pada indikator merek (brand), pembungkusan (packaging), label. Data penelitian mengenai prestasi belajar siswa secara ringkas dapat diketahui bahwa persentase kenaikan nilai siswa mengalami peningkatan. Hal ini menunjukkan bahwa secara umum prestasi belajar siswa sudah cukup baik dengan adanya peningkatan prestasi siswa dari siklus I ke siklus II.

Tabel 1. Perbandingan Hasil belajar Prasiklus, PTK Siklus I dan PTK Siklus II

Wuryantari, Peningkatan hasil belajar siswa melalui model discovery learning .....

Dari tabel 1 terlihat bahwa hasil pembelajaran siswa mendapat nilai di atas KKM. Dari hasil kuis yang disampaikan untuk mengukur tingkat keberhasilan belajar atau disebut dengan test untuk materi Atribut barang dan jasa dapat dijelaskan sebagai berikut: hasil belajar pengetahuan produk kompetensi dasar Atribut barang dan jasa pada siklus kedua meningkat dari hasil belajar dari pra tindakan ke siklus pertama, dimana nilai rata-rata peserta didik meningkat sebesar 11,25; ketuntasan belajar meningkat sebesar 11,43% dan daya serap meningkat sebesar 75%. Dan perbandingan dari siklus I ke siklus ke II terjadi peningkatan yang signifikan yaitu nilai rata-rata peserta didik meningkat sebesar 4,53%; ketuntasan belajar meningkat sebesar 14,28% dan daya serap meningkat sebesar 85%.

Tindakan yang dilakukan pendidik selama proses pembelajaran telah dilaksanakan dengan baik, antusias peserta didik meningkat dimana siswa lebih aktif, keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran lebih maksimal. Aktivitas pada siklus kedua mengalami peningkatan dalam motivasi belajar.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data, hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: penerapan model discovery dapat meningkatkan hasil belajar pengetahuan produk siswa di

Siklus Jumlah ketuntasan Nilai Nilai Nilai Presentase Tuntas Tidak tertinggi terendah rata-rata ketuntasan tuntasPra tindakan 21 14 75 50 65 60%Siklus 1 25 10 90 60 76,25 71,43%Siklus 2 30 5 95 65 80,78 85,71%

Page 46: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1074 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

kelas XI Pemasaran SMKN 22 Jakarta, karena: 1) Penerapan model discovery dapat mengakibatkan siswa menjadi lebih aktif dalam berdialog terutama dalam mengajukan atau menjawab pertanyaan baik antar peserta didik maupun antara guru dan siswa; 2) siswa dapat lebih memahami konsep-konsep yang sulit dengan adanya proses pembelajaran dimana siswa dituntut untuk mencari tahu, bukan diberitahu dan ini mengakibatkan meningkatnya minat belajar siswa; dan 3) Meningkatnya pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Dengan adanya perubahan dalam proses pembelajaran ini, hasil belajar pun mengalami peningkatan.

Saran berdasarkan data dalam penelitian adalah 1)

Untuk meningkatkan prestasi belajar khususnya kompetensi dasar Atribut Barang dan Jasa perlu digunakan model pembelajaran Discovery Learning; 2) Pelaksanaan model pembelajaran Discovery Learning akan lebih baik jika materinya berkaitan dengan situasi yang terjadi di sekitar lingkungan siswa. Hal ini akan memotivasi aktivitas siswa untuk bertanya dan menjawab pertanyaan; dan 3) Sekolah hendaknya mendorong para guru untuk menerapkan model pembelajaran baru agar siswa berperan aktif didalam kelas, dengan menggunakan model pembelajaran yang sederhana dan mudah dipahami siswa untuk memotivasi aktivitas siswa dalam belajar.

PUSTAKA ACUAN

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. Konsep Strategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama, 2010.

Hosnan. Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: Ghalia Indonesia, 2014.

Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan. Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Kemdikbud, 2013.

Kebudayaan, Menteri Pendidikan dan. Praturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan no 103. JAKARTA, 2014.

Kurniasih. Sukses Mengimplementasikan Kurikuum 2013. Jakarta: Kata Pena, 2013.

Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.

Jakarta: Prenada, 2009.Sardiman. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta: Rajawali, 2011.Suhana, Cucu. Konsep Srtategi Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama,

2010.

Page 47: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

PENERAPAN MODEL DISCOVERY LEARNING UNTUK MENINGKATKANHASIL BELAJAR IPS

TURAH HANDAYANISMP NEGERI 85 JAKARTA

Abstract. This research was motivated by the lack of motivation to study social studies in SMP Negeri 85 Jakarta in the 9-H class. Students are less motivated to study social studies, causing low social studies learning outcomes. The purpose of the research is to gain a better understanding of how students learn and teachers teach, obtain certain results that are beneficial for other teachers in carrying out learning and improve learning systematically through collaborative inquiry learning models. This research was conducted in two cycles, each cycle consisting of Planning, Implementation of Action, Observation, and Reflection. The syntax of discovery learning models is based on the stages of planning plan, do, reflection and follow-up. After using the Discovery Learning model the learning outcomes of students increase to 73 in the pre-cycle, up to 78 in the first cycle, and 84 at the end of cycle II and the KKM specified is 79. So it can be concluded that the application of the Discovery learning model.

Keywords: Scientific approach, discovery learning model, IPS learning result.

Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurangnya motivasi belajar IPS di SMP Negeri 85 Jakarta kelas 9-H. Peserta didiknya kurang termotivasi untuk belajar IPS, kurang dalam mengembangkan keterampilan membaca, kurang terbiasa mengerjakan soal beraneka ragam sehingga menyebabkan hasil belajar IPS rendah. Tujuan penelitian yaitu untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana siswa belajar dan guru mengajar, memperoleh hasil-hasil tertentu yang bermanfaat bagi para guru lainnya dalam melaksanakan pembelajaran dan meningkatkan pembelajaran secara sistematis melalui model pembelajaran inkuiri kolaboratif. Penelitian ini dilakukan dengan dua siklus, tiap siklus terdiri dari Perencanaan, Pelaksanaan Tindakan, Observasi, dan Refleksi. Sintaks model discovery learning dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan perencanaan (plan), pelaksanaan (do), refleksi (check), dan tindak lanjut (act). Setelah menggunakan model Discovery Learning hasil belajar peserta didik meningkat menjadi yaitu 73 di pra siklus, beranjak naik menjadi 78 di siklus I, dan menjadi 84 diakhir siklus II dan KKM yang ditetapkan adalah 79. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Discovery Learning meningkatan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Kata kunci: Pendekatan saintifik, model discovery learning, hasil belajar IPS.

PENDAHULUAN

Sejak dikeluarkan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 SMP Negeri 85 Jakarta ditunjuk sebagai sekolah sasaran pelaksanaan kurikulum tahun 2013 dan sampai sekarang sudah memasuki tahun kelima. Kegiatan belajar yang tadinya siswa hanya diberi tahu menjadi siswa mencari tahu. Hasil belajar tidak hanya mengutamakan aspek pengetahuan tetapi aspek juga penilaian dari sikap spiritual, sikap sosial dan ketrampilan. (Kebudayaan, Materi Pelatihan Kurikulum 2013 2015) Kurikulum 2013 yang dikembangkan berorientasi pada kecakapan peserta didik menjadi: 1) insan berkualitas yang mampu menjawab tantangan zaman; 2) insan terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, mempunyai ilmu, cakap, kreatif, mandiri; dan 3) warga negara yang demokratis serta mempunyai tanggung jawab. Secara umum, masalah yang terdapat pembelajaran di SMP Negeri 85 adalah masih labilnya motivasi dan hasil belajar peserta didik, menurunnya sikap sopan santun, sikap saling menghargai, sikap gortong royong dan kerja sama dan sikap peduli dari peserta didik. Dalam hal ini, para peserta didik belum dapat mencapai prestasi optimal sesuai dengann standar kurikulum 2013. Tentu saja ini sangat menuntut kreatifitas guru dalam proses kegiatan belajar mengajar oleh karena itu kegiatan pembelajaran yang berlangsung di

sekolah haruslah berlangsung efektif dan efisien yang akan bermuara pada tujuan akhir pendidikan yaitu proses belajar mengajar yang lancar. Pengertian belajar sebagai suatu aktivitas mental/ psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pemahaman, keterampilan dan nilai sikap. Belajar dapat membawa perubahan dan itu pada pokoknya adalah kecakapan baru melalui suatu usaha. Menurut (Darsono and dkk 2010, 29).

Hasil belajar peserta didik merupakan bagian paling penting didalam pembelajaran. Menurut (Mudjiono n.d., 26). Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku yang luas meliputi bidang kognitif, afektif dan psikomotor. Untuk menyelesaikan berbagai masalah saat proses pembelajaran perlu diadakan penelitian yaitu dengan Penelitian Tindakan Kelas. Menurut (Mulyasa 2011, 22) penelitian tindakan kelas adalah salah satu kegiatan penelitian yang dapat memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan akan diperoleh ketika para guru melaksanakan kegiatan pembelajaran bersamaan dengan praktik PTK sehingga terjadi perbaikan kualitas serta peningkatan efektivitas dan efisiensi pembelajaran. Usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kompetensi guru

Page 48: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1076 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

untuk menyelesaikan masalah pembelajaran yang dihadapi saat menjalankan tugasnya dapat dilakukan melalui PTK, hal ini dilakukan secara mandiri ataupun secara kolaboratif. Melalui PTK masalah-masalah pendidikan dan pembelajaran dapat dikaji, ditingkatkan dan dituntaskan sehingga proses pendidikan dan pembelajaran yang inovatif dan hasil belajar yang optimal dapat diwujudkan.

Pembelajaran IPS di SMP Negeri 85 Jakarta terutama di kelas 9H peserta didiknya kurang termotivasi untuk belajar belum mencapai KKM Walaupun metode belajar-mengajar IPS yang digunakan di SMP Negeri 85 Jakarta selama ini bervariasi seperti diskusi, tanya jawab, kerja kelompok pemberian tugas. Metode tersebut dirasakan kurang mendukung ketuntasan dan prestasi belajar yang maksimal sehingga guru harus melaksanakan remedial untuk siswa dalam jumlah yang banyak.

Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar kadang menggunakan metode diskusi dan kadang menggunakan metode tanyajawab. Metode pembelajaran ini memusatkan kegiatan belajar pada peserta didik. Tetapi masih terdapat beberapa peserta didik hanya duduk, mendengarkan, dan menerima informasi. Model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 dengan menggunakan pendekatan saintifik, yaitu menggunakan Discovery Learning dan Project Based Learning. Untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam kegiatan belajar mengajar maka diperlukan upaya perbaikan proses pembelajaran untuk lebih meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik dengan melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 menggunakan model Discovery Learning. Pembelajaran model ini sangat sesuai diterapkan dalam pembelajaran IPS yang alokasi waktu belajarnya sangat terbatas (2 X 40 menit/pertemuan). Pembelajaran ini juga cocok diterapkan di kelas IX di mana siswa belum biasa melakukan inkuiri. Diharapkan dengan penerapan model ini dapat mengatasi kesulitan-kesulitan dan menambah motivasi peserta didik dalam belajar IPS. Mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat yang dinamis sehingga kelak peserta didik dapat menjalankan fungsinya sebagai bagian dari masyarakat. (Kebudayaan 2013, 104).

Pemilihan model pembelajaran Discovery Learning menjadi salah satu alternatif untuk dapat memperbaiki peoses pembelajaran sehingga potensi peserta didik dalam rangka meningkatkan semangat belajar yang berkaitan dengan tujuan untuk meningkatkan hasil belajar. Orientasi pembelajarannya adalah adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Berdasarkan uraian di atas, rumusan masalah adalah apakah penerapan model discovery learning dapat meningkatkan hasil belajar IPS kelas IX SMP Negeri 85 Jakarta.

Menurut Taniredja (Tukiran dkk 2012, 24) Pembelajaraan Kooperatif adalah sistem pembelajaran dengan cara memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama peserta didik dalam tugas-tugas yang terstuktur. Pembelajaran Kooperative dikenal dengan pembelajaran secara berkelompok. Metode Discovery Learning adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila peserta didik tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri.

Menurut (Sanjaya 2016, 33) tujuan utama Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah peningkatan kualitas proses belajar dan kualitas hasil belajar, dimana peningkatan itu dilakukan secara praktis, berarti bahwa pelaksanaannya kadang tidak memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah tetapi lebih kepada keadaan yang secara nyata terjadi di lapangan, sesuai dengan permasalahan yang muncul di kelas. (Daryanto 2011, 13).

Tujuan dari Penelitian Tindakan Kelas (PTK) harus sesuai dan konsisten dengan permasalahan yang akan diteliti. Dalam merumuskan tujuan dilakukan dengan jelas, baik dan terencana. Dalam hal ini pengembangan proses belajar mengajar tersebut bukanlah rumusan dari tujuan PTK tetapi hasil yang akan dicapai yaitu meningkatnya hasil belajar peserta didik yang merupakan tujuan dari penelitian tindakan kelas itu sendiri. Jadi, dapat diartikan Penelitian Tindakan Kelas merupakan suatu penelitian yang mengungkap masalah-masalah yang dihadapi oleh guru di lapangan. Dengan melaksanakan PTK, guru memiliki peran ganda, yaitu sebagai pelaksana pembelajaran sekaligus sebagai peneliti. Untuk mengatasi permasalahan yang muncul dalam proses pembelajaran diperlukan upaya perbaikan proses pembelajaran untuk lebih meningkatkan motivasi dan kreativitas peserta didik dengan melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 adalah model Discovery Learning. Diharapkan dengan penerapan model ini dapat mengatasi kesulitan-kesulitan dan menambah motivasi peserta didik dalam belajar IPS yang berdampak terhadap peningkatan kualitas pembelajaran yang mencakup kualitas proses dan kualitas hasil belajar.

METODE PENELITIAN

Subyek PTK dalam penelitian ini adalah siswa kelas IX-H SMP Negeri 85 Jakarta tahun 2016 dengan jumlah siswa 36 siswa yang terdiri laki-laki 16 siswa dan perempuan 20 siswa dengan menggunakan pembelajaran model Discovery Learning (DL) pada materi perdagangan internasional kelas IX-H SMP Negeri 85 Jakarta pada tahun Pelajaran 2016. Penelitian dilaksanakan selama 2 (dua) bulan yaitu mulai Januari 2016 sampai dengan Februari 2016. Pada bulan Januari 2016 digunakan untuk menyusun instrumen penelitian. Bulan kedua digunakan untuk mengumpulkan data siklus pertama dan kedua. Selanjutnya menganalisa data dan laporan sementara. Untuk seminar PTK dilakukan bersama teman seprofesi mengadakan seminar PTK. Langkah pertama dalam model penelitian tindakan kelas adalah melakukan perencanaan tindakan, misalnya membuat skenario pembelajaran, lembar observasi dan lain-lain. Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan tindakan. Pada tahap pelaksanaan tindakan didalamnya dilakukan pengamatan (observasi) dan penilaian hasil belajar, selanjutnya melakukan analisis dan refleksi.

Pada penelitian ini teknik dan alat pengumpul data yang digunakan adalah teknik analisis deskriptif terhadap data berupa hasil pekerjaan peserta didik, daftar nilai peserta didik, lembar observasi, serta angket. Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK), yang dirancang melalui dua siklus yaitu dengan prosedur: Perencanaan, Pelaksanaan Tindakan, Pengamatan dan Refleksi, diuraikan sebagai berikut: Proses tindakan siklus dimulai dari siklus I dilanjutkan dengan penyempurnaan ke siklus II dengan tahapan-tahapan yang sesuai dengan yang

Page 49: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1077

dilakukan dalam siklus I. Perbaikan pada siklus selanjutnya dapat dilakukan pada perangkat pembelajaran Lesson Plan, Work Sheet, Tes prestasi Belajar dan Lembar Pengamatan, peyesuaian jadwal kegiatan dengan pelaksanaan model pembelajaran. Pada setiap siklus kegiatan yang dilakukan adalah perencanaan tindakan sebagai berikut: Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), menyiapkan instrumen yang digunakan dalam siklus penelitian tindakan kelas yaitu angket respon siswa, lembar observasi, membuat alat evaluasi.

Pada pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini siswa dikelompokkan dengan nama-nama negara, dan anggota kelompok dengan kode huruf.

Teknik pengumpulan data dan alat pengumpulan data dalam penelitian tindakan kelas ini dijelaskan sebagai berikut:

Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah angket pengamatan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru termasuk aktifitas siswa pada saat pembelajaran berlangsung dan penilaian hasil belajar.

Dalam penelitian dilakukan pengamatan dengan cara observasi langsung terhadap lingkungan fisiknya atau pengamatan langsung suatu aktifitas yang sedang berlangsung yang meliputi seluruh aktifitas peserta didik. Dengan demikian suatu usaha yang dilakukan yaitu dengan mengumpulkan data dan dilakukannya dengan cara sistematis dan sesuai prosedur. (Arikunto 2010, 26).

Observasi digunakan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui pengamatan, metode ini digunakan untuk mengungkapkan kemampuan guru dalam menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran yang meliputi penguasaan materi, pengelolaan pembelajaran, dan penyampaian bahan ajar dengan menggunakan rencana pelaksanaan pembelajaran, serta observasi terhadap siswa saat menerima dan kegiatan dalam pembelajaran. Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono 2013, 14). Hasil tindakan yang diharapkan dalam penelitian ini adalah peningkatan hasil belajar pada materi Perdagangan Internasional dengan mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM).

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah evaluasi, observasi, diskusi, dokumentasi. Evaluasi dinyatakan dengan hasil tes yang akan digunakan untuk mendapatkan data tentang hasil belajar peserta didik. Hasil observasi atau pengamatan digunakan untuk mengumpulkan data tentang bagaimana aktivitas guru dan aktivitas peserta didik selama proses pelaksanaan kegiatan belajar mengajardengan menggunakan model Discovery Learning. Hasil diskusi antara peneliti dengan kolaborator sebagai hasil refleksi terhadap pelaksanaan tindakan setiap siklus. Hasil dokumentasi berupa foto kegiatan dan proses pembelajaran IPS dengan menggunakan model Discovery Learning dan aktivitas peserta didik selama proses pembelajaran.

Pengertian Teknik Pengumpulan Data menurut (Sugiyono 2013, 15), merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data, antara lain: Pengamatan dan observasi, Sutrisno Hadi dalam (Sugiyono 2013, 17), mengemukakan observasi adalah suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses kehidupan manusia.

Menurut (Nana 2012, 20), mengemukakan bahwa observasi merupakan salah satu alat penilaian yang banyak digunakan dalam mengukur proses dan tingkah laku individu dalam sebuah kegiatan yang bisa diamati. Jadi, bisa dikatakan bahwa observasi dapat mengukur dan menilai hasil dari proses belajar mengajar dengan cara mengamati tingkah laku peserta didik pada saat belajar di dalam kelas, kemudian mengamati kegiatan guru pada saat sedang mengajar, kegiatan - kegiatan yang dilakukan peserta didik di dalam kelas.

Data yang diperoleh dalam bentuk kualitatif baik dari hasil pengamatan maupun wawancara menggunakan analisis deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi dan refleksi dari tiap-tiap siklus. Prosedur penelitian tindakan ini terdiri dari dua kali putaran (siklus), setiap putaran dilaksanakan berdasarkan rencana pembelajaran. Rencana pembelajaran disusun berdasarkan hasil refleksi dari suatu tindakan yang dilaksanakan.

Sebelum melaksanakan tindakan tersebut, peneliti terlebih dahulu melaksanakan observasi awal dan tes kompetensi siswa. Untuk mengetahui kemampuan siswa, peneliti mengamati aktifitas penting berupa perkataan dan perbuatan dengan menggunakan catatan lapangan, selain itu siswa diminta mengisi angket.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini diawali dengan analisis kebutuhan yaitu pengisian angket dengan 12 butir pertanyaan yang digunakan oleh peneliti untuk mengetahui respon peserta didik terhadap pembelajaran yang berlangsung pada Siklus 1, dengan indikator pertanyaan sebagai berikut: 1. Menyukai pada pembelajaran IPS; 2. Menyukai pembelajaran IPS secara individu; 3. Menyukai pembelajaran IPS secara kelompok; 4. Menyukai presentasi hasil kerja kelompok; 5. Menyukai bertanya pada teman atau guru ketika berdiskusi; 6. Suka menjawab pertanyaan teman atau guru ketika berdiskusi; 7. Menyukai membantu teman yang sulit menguasai pelajaran atau menyelesaikan tugas; 8. Bertanggung jawab terhadap tugas kelompok, 9. Lebih percaya diri setelah tugas kelompok; 10. Paham dengan metode Discovery Learning; 11. Suka metode Discovery Learning dalam pembelajaran IPS; dan 12. Nilai IPS lebih baik setelah kerja kelompok.

Pengisian menggunakan skala likert dengan pilihan jawaban selalu (skor 5), sering dengan (skor 4) dan kadang-kadang dengan (skor 3), hanya sekali dengan (skor 2), dan tidak pernah dengan (skor 1), Dari data pengisian angket respon peserta didik secara keseluruhan dapat diketahui respon peserta didik terhadap indikator yang ditanyakan positif (skor 3-5), karena lebih dari 70% peserta didik menyukai pembelajaran yang telah diikuti. Untuk menggambarkan respon siswa terhadap pembelajaran yang telah berlangsung pada siklus 1 penulis mengelompokkan kategori respon rendah jika jumlah skor prosentase (0 – 49%), respon sedang jika prosentase sebesar (50 – 69%), dan respon tinggi jika prosentase (70 – 100%). Dari hasil angket tersebut dapat diketahui prosentase tanggapan siswa terhadap metode Discovery Learning pada pembelajaran IPS mendapat respon yang sangat positif dari siswa, sebanyak 63% siswa suka terhadap pembelajaran yang berlangsung pada siklus 1, sebanyak 36 siswa memiliki respon yang sedang, artinya masih perlu dimotivasi lagi oleh guru agar

Handayani, Penerapan model discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar ....

Page 50: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1078 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

Grafik 1: Keterlibatan peserta didik dalam KBM.

Grafik tersebut menggambarkan respon/minat siswa terhadap pembelajaran IPS dengan penerapan metode pembelajaran koperatif tipe Discovery Learning, (63%) siswa memiliki minat yang tinggi, (37%) memiliki minat yang sedang dan tidak ada siswa yang minatnya rendah atau (0%), hal tersebut merupakan motivasi yang sangat baik bagi guru maupun siswa untuk menerapkan metode Discovery Learning dalam pembelajaran IPS sehingga diharapkan dapat memeperbaiki keadaan dan memperoleh hasil sesuai yang diharapkan. Berdasarkan hasil pemberian kuesioner terdapat peserta didik yang masih rendah minat terhadap pelajaran IPS. Hal tersebut diketahui, bahwa dari 36 peserta didik hanya sebesar 63,06% yang senang atau memberikan respon menyukai pelajaran IPS. Hal tersebut berarti masih banyak peserta didik yang tidak menyukai pelajaran IPS yaitu sebesar 36,94%. Oleh karena kondisi pembelajaran demikian, maka perlu upaya untuk melakukan perbaikan proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru, misalnya dalam pembelajaran siswa diberikan suatu kreasi baru dengan metode pembelajaran yang kreatif. Pengamatan pada siklus 1 dilakukan pada 31 siswa yang diperoleh dari lembar pengamatan peserta didik pada pertemuan pertama ada 5 siswa yang bertanya dan menjawab pertanyaan, sedangkan yang lain diam, dan ada beberapa yang ribut. Pada pertemuan ke 2 sudah 10 peserta didik yang bertanya dan menjawab pertanyaan, sedangkan pada pertemuan ke 3 peserta didik yang aktif bertanya dan menjawab pertanyaan ada 16 siswa. Pembelajaran pada siklus 1 dari 35 peserta didik, pertemuan ke satu siswa yang bertanya sebanyak 5 orang (13%), hal tersebut terjadi karena guru belum maksimal dalam memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik masih malu dan takut untuk bertanya, menanggapi maupun menjawab pertanyaan, sedangkan pada pertemuan ke dua sebanyak 15 siswa (43%) yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, berarti telah terjadi peningkatan sebesar 30% dari pertemuan pertama, dan pada pertemuan ke tiga sebanyak 16 siswa (46%) peserta didik yang aktif dalam pembelajaran, berarti ada peningkatan sebesar 3%, dari pertemuan ke dua karena peserta didik yang bertanya masih banyak peserta didik yang sama pada pertemuan sebelumnya, dengan demikian berarti guru harus lebih banyak memberikan motivasi kepada peserta didik yang belum berani atau masih pasif. Berdasarkan hasil tindakan dan uraian pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai refleksi dan evaluasi bahwa pembelajaran pada siklus 1 yaitu masih banyak peserta

didik yang sulit mengekspresikan diri, malu, sulit bertanya, menjawab sehingga kegiatan masih didominasi oleh peserta didik yang pandai. Hasil penelitian didapat prosentase ketuntasan belajar pada pra-siklus sebesar 22% menjadi 65% di akhir siklus I. pembelajaran pada siklus (1) dari 35 peserta didik, pertemuan ke satu siswa yang bertanya sebanyak 5 orang (13%), hal tersebut terjadi karena guru belum maksimal dalam memotivasi peserta didik untuk terlibat dalam proses pembelajaran, sehingga peserta didik masih malu dan takut untuk bertanya, menanggapi maupun menjawab pertanyaan, sedangkan pada pertemuan ke dua sebanyak 15 peserta didik ( 43%) yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, berarti telah terjadi peningkatan sebesar 30% dari pertemuan pertama, dan pada pertemuan ke tiga sebanyak 16 siswa ( 46%) peserta didik yang aktif dalam pembelajaran, berarti ada peningkatan sebesar 3%, dari pertemuan ke dua karena peserta didik yang bertanya masih banyak peserta didik yang sama pada pertemuan sebelumnya, dengan demikian berarti guru harus lebih banyak memberikan motivasi kepada peserta didik yang belum berani atau masih pasif. Dari seluruh proses kegiatan pembelajaran pada siklus I rata-rata keaktifan peserta didik selama pembelajaran sebesar 12 (34%) untuk lebih jelasnya prosentase peningkatan keaktifan peserta didik dapat dilihat pada Grafik 2:

Grafik 2: Keterlibatan peserta didik dalam KBM.

Grafik tersebut menggambarkan peserta didik yang terlibat aktif dalam pembelajaran pada pertemuan 1 sebanyak 5 (13%) siswa, pada pertemuan ke 2 meningkat menjadi 15 (43%) siswa, dengan demikian terjadi peningkatan sebesar 30% dan pada pertemuan ke 3 meningkat lagi menjadi 16 (46%), terjadi peningkatan sebesar 3% dari pertemuan ke dua, dengan demikian peningkatan setiap siklus rata-rata sebesar 16.50% hal tersebut menunjukkan siswa telah mulai menyenangi pembelajaran cooperative learning tipe Discovery Learning.

Pada siklus (II) dari 31 siswa, pertemuan pertama, siswa yang bertanya sebanyak 8 orang (23%), hal tersebut terjadi karena kegiatan pembelajaran belum pada proses tanya jawab dan guru masih menjelaskan tentang tugas yang harus dikerjakan siswa dan metode yang akan digunakan yaitu metode Discovery Learning, sedangkan pada pertemuan ke dua sebanyak 17 siswa (48%) yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, berarti telah terjadi peningkatan. Untuk lebih jelasnya prosentase peningkatan keaktifan siswa dapat dilihat pada grafik 3:

pembelajaran lebih menarik dan ternyata tidak ada siswa yang tidak suka terhadap metode yang diterapkan guru. Kondisi respon peserta didik dalam bentuk grafik dapat dilihat pada Grafik 1:

Page 51: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1079

Grafik 3. Keterlibatan Siswa dalam KBM.

Grafik tersebut menggambarkan siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran pada pertemuan 1 sebanyak 8 (23%) siswa, pada pertemuan ke 2 meningkat menjadi 17 (48%) siswa, dengan demikian terjadi peningkatan sebesar 25% dan pada pertemuan ke 3 meningkat lagi menjadi 19 (54%), terjadi peningkatan sebesar 6% dari pertemuan ke dua, dengan demikian peningkatan setiap siklus rata-rata sebesar 41% hal tersebut menunjukkan siswa telah menyenangi pembelajaran cooperative learning tipe Discovery Learning.

Indikator keberhasilan pada penelitian ini disesuaikan dengan KKM yaitu 79. Pada pertemuan pertama dilaksanakan pre tes untuk mengetahui data awal dan diperoleh data siswa yang telah memenuhi KKM 77 sebanyak 25.71% dan siswa yang belum mencapai KKM sebanyak 74.29% dengan daya serap siswa mencapai 64,60%.

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Rabu, 20 Januari 2016, pada jam pertama dan ke dua di kelas IX/H. Siswa mengucapkan salam dan guru menyambut salam siswa diteruskan dengan berdoa. Guru memeriksa kehadiran siswa dan siswa hadir semua. Guru menuliskan indikator pembelajaran tentang Kerjasama antar negara. Guru menyampaikan metode yang akan digunakan dalam materi ini adalah metode pembelajaran Discovery Learning, kemudian menjelaskan langkah-langkah yang akan dilakukan. Ada 2 orang bertanya tentang metode Discovery Learning, guru menjelaskan lagi, setelah siswa mengerti guru membentuk kelompok ahli yang setiap anggota memisahkan diri dari kelompok asal yang sudah ada, terdiri dari 6 kelompok, guru membagi materi menjadi 6 bagian, dengan tugas sebagai berikut, kelompok (I) kerjasama antar negara (II) kerjasama bidang ekonomi (III) kerjasama bidang politik (IV) kerjasama bidang budaya (V) kerjasama bidang sosial (VI) kontribusi Indonesia dalam kerjasama antar negara.

Pembelajaran pada siklus II dari 31 peserta didik, pertemuan pertama, peserta didik yang bertanya sebanyak 8 orang (23%), hal tersebut terjadi karena kegiatan pembelajaran belum pada proses tanya jawab dan guru masih menjelaskan tentang tugas yang harus dikerjakan peserta didik dan metode yang akan digunakan yaitu metode Discovery Learning, sedangkan pada pertemuan ke dua sebanyak 17 peserta didik (48%) yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, berarti telah terjadi peningkatan dari sebelumnya, dan pada pertemuan ke tiga sebanyak 19 peserta didik (54%) peserta didik yang aktif dalam pembelajaran. Peserta didik yang terlibat aktif dalam pembelajaran pada pertemuan 1 sebanyak 8 siswa (23%), pada pertemuan ke 2 meningkat menjadi 17 peserta didik (48%), dengan demikian terjadi peningkatan sebesar 25% dan pada pertemuan ke 3 meningkat lagi menjadi 19 (54%), terjadi peningkatan sebesar 6% dari pertemuan

ke dua, dengan demikian peningkatan setiap siklus rata-rata sebesar 41% hal tersebut menunjukkan siswa telah menyenangi pembelajaran cooperative learning tipe Discovery Learning. Penilaian hasil presentasi peserta didik yang dilakukan oleh guru bersama-sama kolaborator pada siklus II, dengan melihat data yang diperoleh dari peserta didik pada kelompok asal diketahui bahwa peserta didik yang mendapat nilai A sebanyak 8 (28%) peserta didik, dan peserta didik yang mendapat nilai B sebanyak 21(65%) sedangkan peserta didik yang memperoleh nilai C sebanyak 2 (7%), dengan demikian berarti ada peningkatan yang baik, dimana peserta didik memperoleh nilai A meningkat 28%, nilai B meningkat ke nilai A sebanyak 10 peserta didik, dengan demikian peserta didik yang mendapat nilai B tinggal 19 (57%) siswa, nilai C menurun dari 14% menjadi 7%. respon peserta didik sebanyak 96% memiliki respon yang tinggi terhadap pembelajaran yang dilaksanakan hal tersebut membuktikan siswa menyukai metode yang diterapkan, sedangkan peserta didik yang memliki respon yang sedang terhadap pembelajaran sebesar 4%, dan peserta didik yang memiliki respon yang rendah sebesar 0%. Dengan demikian dapat di simpulkan bahwa peserta didik seluruhnya positif terhadap metode yang dilaksanakan oleh guru dan metode pembelajaran koperatif model Discovery Learning dapat menjadi salah satu alternatif yang dapat digunakan dalam pembelajaran IPS.

Berdasarkan hasil angket secara keseluruhan dapat diketahui pada jawaban pertanyaan (1) siswa yang menyukai pelajaran IPS sebanyak siswa 28 (88%) sangat suka, 3 (12%) siswa suka dan tidak ada siswa yang tidak menyukai pelajaran IPS, berarti guru dapat memberikan motivasi terhadap siswa sehingga siswa memiliki ketertarikan yang positif terhadap mata pelajaran IPS, dengan demikian guru akan lebih mudah meraih hasil belajar yang diharapkan. Pada pertanyaan (2) yaitu ketertarikan siswa pada belajar secara individu dalam penyelesaian tugas diperoleh data 17 (54%) siswa sangat suka belajar secara individu, 13 (44%) siswa menyatakan suka, dan hanya 1 (4%) orang yang menyatakan tidak suka, dengan demikian berarti siswa siap mengerjakan tugas secara individu hal tersebut sangat diperlukan dalam pembelajaran tipe jigsaw dimana setiap anggota kelompok ahli harus menyelesaikan tugasnya mengajar kelompok baru. Pada pertanyaan (3) yaitu ketertarikan siswa pada pembelajaran kelompok 25 (81%) siswa menyatakan sangat menyukai, dan 6 ( 19%) siswa menyukai dan siswa tidak ada yang tidak menyukai pembelajaran kelompok, hal tersebut berarti siswa suka bekerja sama dengan teman-temannya, sehingga dalam pembelajaran kooperatif siswa telah memikliki respon yang baik, dengan demikian metode jigsaw dapat diteruskan pada pembelajaran IPS. Pada pertanyaan (4) ketertarikan siswa terhadap presentasi siswa terhadap hasil kerja kelompok, 26 (83 %) siswa menyatakan sangat tertarik dengan presentasi, sedangkan 5 (16%) siswa tertarik untuk presentasi, hal tersebut menunjukkan siswa senang dengan metode yang dilaksanakan guru. Pada pertanyaan (5) bertanya pada teman atau guru sebanyak 20 (64%) orang menyatakan sangat suka bertanya, 11 (36%) orang menyatakan suka, dan yidak ada siswa menyatakan tidak suka bertanya, hal tersebut berarti siswa sudah percaya diri untuk bertanya. Pada pertanyaan (6) ketertarikan siswa menjawab pertanyaan teman atau guru 16 (51%) orang menyatakan sangat suka, 15 (49%) dengan demikian

Handayani, Penerapan model discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar ....

Page 52: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1080 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

guru telah berhasil memotivasi siswa untuk menjawab pertanyaan teman. Pada pertanyaan (7) Ketertarikan siswa dalam membantu teman dalam menguasai pelajaran atau menyelesaikan tugas 29 (93%) siswa menyatakan sangat suka membantu, sedangkan 2 (7%) orang menyatakan kadang-kadang, dan tidak ada siswa yang menyatakan tidak suka membantu temannya, hal tersebut berarti semua siswa suka membantu temannya, dalam pembelajaran kooperatif hal tersebut sangat baik dilakukan. Pada pertanyaan (8) Tanggung jawab siswa terhadap tugas kelompok 28 (90%) siswa menyatakan bertanggung jawab, 2 (7%) siswa menyatakan kadang-kadang, dan hanya 1 (3%) siswa yang menyatakan tidak bertanggung jawab, hal tersebut sangat baik terjadi pada proses pembelajaran. Pada pertanyaan (9) siswa lebih percaya diri setelah diskusi kelompok 28 orang (90%) menyatakan percaya diri sangat meningkat setelah diskusi kelompok, 2 orang (7%) menyatakan ada peningkatan, dan 1 orang (3%) menyatakan belum ada peningkatan. Pada pertanyaan (10) siswa yang menyatakan paham terhadap metode Discovery Learning 26 orang (85%) menyakakan paham, 3 (8%) orang menyatakan belum begitu paham dan dan 2 (7%) orang menyatakan belum paham, hal tersebut wajar karena baru pertama kali dilaksanakan. Pada pertanyaan (11) ketertarikan siswa pada metode jigsaw 10 orang (32%) menyatakan sangat suka, 19 siswa (61%) menyatakan kadang-kadang, dan 2 (7%) orang dan tidak ada siswa yang menyatakan tidak suka. Pertanyaan (12) Nilai siswa lebih baik setelah belajar kelompok 24 siswa (77%) menyatakan sangat meningkat, 6 siswa (19%) menyatakan meningkat, dan 1 siswa (3%) yang menyatakan tidak meningkat. Dengan data di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi siswa dalam pembelajaran IPS dengan menggunakan metode pembelajaran tipe Discovery Learning sangat positif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat data prosentase respon siswa tiap indikator dalam bentuk prosentase pada Grafik 4:

Grafik 4: Prosentase Respon peserta didik per Indikator pada Siklus II

Berdasarkan grafik tersebut maka dapat diketahui respon siswa terhadap pembelajaran IPS menggunakan metode Discovery Learning sangat baik, hal tersebut dapat dilihat pada butir pertanyaan yang di isi, dimana hanya ada 3 indikator jawaban siswa masih tidak suka yaitu pertanyaan butir 8, 9 dan 10, yaitu tanggung jawab siswa terhadap tugas kelompok, siswa masih belum percaya diri setelah belajar menggunakan tipe Discovery Learning, karena belum paham benar tentang metode ini.

Rerata hasil belajar peserta didik sebesar 73 di prasiklus, beranjak naik menjadi 78 di siklus I. Hasil observasi

Grafik 5: pengamatan spiritual

Dari hasil pengamatan maka dapatlah diketahui bahwa Sikap Spiritual siswa dinilai Baik. Pengamatan dan penilaian sikap sosial siswa selama proses pembelajaran dan setelah pembelajaran, sikap peserta didik dalam hubungan-hubungan sosial di dalam kelas, dan terhadap lingkungannya, hasilnya adalah: data nilai hasil ulangan/ evaluasi pada siklus I ini, diperoleh hasil rata-rata 1,85 atau pada predikat C. Masih terdapat dua orang peserta didik dengan nilai rata-rata 1,71 atau predikat C. maka dapat diketahui bahwa hasil belajar sebagai representasi dari hasil proses belajar pada Siklus I, yaitu dari 36 peserta didik terdapat nilai dengan predikat C sebanyak 7 peserta didik (17,95%), nilai dengan predikat B – sebanyak 18 peserta didik (46,15%), nilai dengan predikat B+ sebanyak 4 peserta didik (10,26%), dan nilai dengan predikat A- sebanyak 10 siswa (25,64%).

Respon/minat siswa terhadap pembelajaran IPS dengan penerapan metode pembelajaran koperatif tipe Discovery Learning, (96%) siswa memiliki minat yang tinggi (4%) memiliki minat yang sedang dan tidak ada siswa yang minatnya rendah atau (0%), hal tersebut merupakan motivasi yang sangat baik bagi guru maupun siswa untuk menerapkan metode Discovery Learning dalam pembelajaran IPS.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan dari penelitian ini adalah bahwa pendekatan saintifik model Discovery Learning berdampak positif terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. Pelaksanaan siklus I dan siklus II terjadi peningkatan dari hasil belajar kelas IX-H. Hal ini di sebabkan karena pelaksanaan pembelajaran Siklus II mengalami perubahan perbaikan selain itu juga didukung rasa senang dan dalam belajar, sehingga keduanya dapat nilai yang optimal. Secara ringkas dari awal sampai akhir siklus adalah setelah menggunakan model Discovery Learning hasil belajar peserta didik dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penerapan pendekatan saintifik model

dari observer yang dilakukan untuk mengetahui tingkat partisipasi peserta didik saat mengikuti proses pembelajaran IPS juga menunjukkan peningkatan yang bagus, berawal dari 57% pada prasiklus, kemudan beranjak naik menjadi 82,4% di akhir siklus I. Hasil observasi dari observer untuk mengamati kegiatan guru dalam mengajar juga menunjukkan kecenderungan meningkat, diawali dari 65% pada pra siklus, meningkat menjadi 77,5% di akhir siklus I.

Hasil penilaian sikap spiritual digambarkan dalam grafik sebagai berikut:

Page 53: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1081

Discovery Learning berdampak positif yaitu belajar IPS tidak membosankan dan terdapat peningkatan hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial.

Dari hasil uraian tersebut agar hasil proses belajar mengajar IPS lebih efektif dan memberikan hasil yang optimal bagi peserta didik maka saran yang dapat diberikan adalah: Guru IPS diharapkan mencoba menggunakan model Discovery Learning agar peserta didik memahami

Handayani, Penerapan model discovery learning untuk meningkatkan hasil belajar ....

materi, agar pembelajaran lebih bermakna sebaiknya guru mendampingi peserta didik serta menjadi fasilitator yang baik dan sekolah sebagai salah satu institusi pendidikan diharapkan dapat mendorong peran guru untuk lebih variatif dalam menyampaikan materi pembelajaran dengan menyediakan fasilitas yang dibutuhkan oleh guru dan peserta didik.

PUSTAKA ACUAN

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Darsono, and Darsono dkk. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Sinar Jaya, 2010.

Daryanto. Penelitaian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Gavamedia, 2011.Kebudayaan, Kementrian Pendidikan Dan. Model Pembelajaran Discovery.

Jakarta: Kementrian Pendidikan Dan Kebudayaan, 2013.Mudjiono. "Belajar dan Pembelajaran." Jakarta: Rineka Cipta, n.d.Mudjiono, Dimyati. Belajar daan Hasil Belajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2012.

Mulyasa, E. Praktek Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Rosdakarya, 2011.Nana, Sudjana. Penelitian Dan Penilaian Pendidikan. Jakarta: Sinar Baru,

2012.Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfabeta, 2012.Sanjaya, Wina. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Kencana, 2016.Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2013.Tukiran dkk, Taniredja. Penelitain Tindakan Kelas Untuk Pengembangan

Profesi Guru. Bandung: Alfabeta, 2012.

Page 54: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENULIS CERITA TEKS EKSEMPLUM MELALUI MEDIA FILM MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN COOPERATIVE

LEARNING TYPE STAD

YEYET KUSMAYATIGuru SMP Negeri 85 Jakarta

Abstract. This research is motivated by the low learning result of writing skill in Indonesian Language and Literature. This study aims to improve the skills of writing eksemplum text story through the use of films media. This research was conducted in the month of August until November 2017. The respondents are the students of IX-A grade of junior high school 85 Jakarta. This type of research is a classroom action research conducted with two cycles with stage of planning, implementation of action, observation/evaluation, and reflection. Techniques and data collection tools using documents of student work, list of values, observation sheets, and questionnaires. The results showed that there was an increase in the percentage of learning outcomes from pre-cycle to cycle I i.e 9%, up 10% in cycle II. Based on the result of classroom action research (PTK) from cycle I to cycle II it can be concluded that films by cooperative learning type STAD can improve the skills of writing the story of class IX-A students of SMP Negeri 85 Jakarta.

Keywords: Writing skills, eksemplum text story, film media, cooperative learning type STAD

Abstrak. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya hasil belajar keterampilan menulis teks cerita eksemplum siswa pada mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan menulis teks cerita eksemplum melalui penggunaan media film dengan cooperative learning type STAD. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2017. Responden adalah siswa kelas IX-A SMP Negeri 85 Jakarta. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dengan dua siklus dengan tahapan perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi/ evaluasi, dan refleksi. Teknik dan alat pengumpulan data menggunakan dokumen hasil pekerjaan siswa, daftar nilai, lembar observasi, serta angket/ kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat kenaikan persentasi hasil pembelajaran dari siklus I yaitu 9%, naik 10% di siklus II. Berdasarkan hasil pelaksanaan penelitian tindakan kelas (PTK) dari siklus I ke siklus II dapat disimpulkan bahwa media film dengan model pembelajaran cooperative learning type STAD dapat meningkatkan keterampilan menulis teks cerita eksemplum pada siswa. Kata kunci: Keterampilan menulis cerita, teks eksemplum, media film, cooperative learning type STAD

PENDAHULUAN

Keterampilan memahami, menguasai, dan mengaplikasikan materi pelajaran bahasa merupakan keterampilan dasar yang dapat menunjang keberhasilan siswa dalam pembelajaran Bahasa Indonesia. Pada intinya, belajar adalah dapat menerima apa yang dikehendaki oleh satu mata pelajaran sesuai yang ditetapkan dalam Kurikulum 2013 melalui Standar Isi pembelajaran. Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat aspek keterampilan, yaitu menyimak/ mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Peningkatan pemahaman materi pembelajaran keempat aspek berbahasa tersebut terus diupayakan terutama aspek menyimak sehingga mencapai tuntutan yang diinginkan oleh tujuan mata pelajaran. Tujuan tersebut berdasarkan kebutuhan siswa dalam berbahasa dan bersastra. Dengan demikian, siswa dapat berkomunikasi sesuai tingkat kemampuannya, baik secara lisan maupun tulisan.

Penelitian ini difokuskan kepada materi kesusastraan, yaitu menulis cerita, khususnya cerita Eksemplum pada KD 4.1 dan KD 4.2 yang terkait dengan keterampilan menulis cerita. Kegiatan ini diharapkan keterampilan berbahasa dan

bersastra siswa meningkat, melalui proses pembelajaran yang bermakna. Siswa diarahkan untuk menulis cerita melalui bantuan media sesuai dengan materi pembelajarannya.

Merujuk pada Kompetensi Inti yang berbunyi “mengolah dan menyaji dalam ranah konkret” (keterampilan) dan Kompetensi Dasar yang berbunyi “Menyusun teks Eksemplum” dalam praktiknya aspek menulis tersebut belum mendapatkan hasil yang maksimal, masih ada kekurangan dan perlu peningkatan.

Berdasarkan latar belakang tersebut, keterampilan menulis cerita masih dianggap suatu hal yang sulit. Siswa belum mahir bagaimana cara menuangkan pikiran ke dalam tulisan. Konsep menulis yang baik, kurang dilatihkan dengan baik dan tidak terbimbing. Karena menulis itu harus mengikuti teknik menulis yang baik, dari segi materi dan kaidah penulisan. Penyebab lain yang menjadi kendala adalah cara guru mengajar yang masih konvensional. Guru kurang memanfaatkan media pembelajaran, sehingga proses belajar terasa monoton dan kurang menarik.

Berdasarkan hasil penelitian pada prasiklus, hasil tes

Page 55: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1083

menulis cerita masih kurang memuaskan, nilai tes di bawah KKM (di bawah 78), jadi, masih ada siswa yang belum tuntas belajar. Daya serap klasikal hanya 76% (standar minimal 85%) dan rata-rata kelas pun dicapai 74.45. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan pembelajaran keterampilan menulis belum tercapai secara maksimal.

Berdasarkan hasil penemuan tersebut, perlu adanya inovasi pembelajaran yang dalam meningkatkan keterampilan menulis cerita teks Eksemplum dengan menggunakan media pembelajaran yang lebih menarik dan memotivasi siswa, yaitu penggunaan media film. Film bersifat audiovisual, audio artinya dapat didengar dan visual artinya dapat dilihat. Film dijadikan media karena dengan film ini diharapkan dapat menstimulus/ rangsangan berpikir yang kreatif dalam menulis cerita sehingga pembelajaran bermakna. Media film membuat cara komunikasi menjadi lebih efektif. Alat yang digunakan berupa film dari rekaman youtube). Dengan melihat sebuah rekaman film, diharapkan dapat membantu siswa dalam mengungkapkan ide-ide atau gagasan siswa, mempermudah siswa dalam memahami materi yang disajikan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah model pembelajaran dimana guru menyajikan pelajaran dengan memberi penjelasan sepenuhnya, tetapi kemudian siswa diaktifkan dengan tugas kelompok dan memberikan perhatian secara individual dengan memberikan pertanyaan pada seluruh siswa. Dengan demikian, penggunaan media film dan penggunaan model cooperative learning type STAD tersebut diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan keterampilan menulis cerita. Dengan demikian, penggunaan media film dan cooperative learning type STAD diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan keterampilan menulis cerita. Rumusan masalah penelitian ini adalah apakah media film dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning type STAD dapat meningkatkan keterampilan menulis cerita teks Eksemplum siswa SMP Negeri 85 Jakarta.

Tujuan penelitian ini terbagi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum adalah untuk mengetahui bagaimana media film dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan keterampilan menulis cerita teks Eksemplum siswa SMP Negeri 85 Jakarta? Sedangkan tujuan khusus adalah sebagai berikut: 1) meningkatkan kualitas belajar siswa pada aspek keterampilan menulis cerita; 2) meningkatkan nilai siswa pada tes praktik atau keterampilan unjuk kerja nilai harian, penilaian tengah semester; 3) penilaian akhir semester; dan 4) meningkatkan keterampilan menulis cerita melalui media film sebagai sarana pembelajaran dan pesan-pesannya dapat diimplementasikan pada kehidupan yang lebih baik.

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1) siswa, dapat lebih meningkatkan hasil belajar kesusatraan melalui menulis cerita Eksemplum. Sehingga hal ini dapat membentuk kemandirian berpikir, peduli, berbudi pekerti yang luhur dan kritis terhadap situasi kehidupan; 2) guru, dapat menambah wawasan guru dalam pembelajaran, baik untuk meningkatkan penguasaan kelas dan yang lebih luas akan meningkatkan kinerja guru yang profesional; dan 3) sekolah, menjadi bahan masukan atau pertimbangan bahwa semakin banyak guru yang melakukan penelitian, maka akan semakin banyak masalah dalam pembelajaran dapat diselesaikan, sehingga dapat memperbaiki dan meningkatkan mutu dan prestasi sekolah, baik akademik maupun nonakademik.

Kata “keterampilan” merupakan bentuk dasar dari “terampil” yang dalam menulis berarti “cakap dalam menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan. Kata “keterampilan” mempunyai arti: kecakapan untuk menyelesaikan tugas; keterampilan berbahasa berarti kecakapan seseorang untuk memakai bahasa dalam menulis, mambaca, menyimak, atau berbicara. Pengertian “menulis” adalah melahirkan pikiran atau perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan, mengarang cerita (KBBI, 2010: 1180).

Menulis merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk mengungkapkan gagasan atau pikiran dan juga sebagai media menyampaikan pesan (komunikasi), melalui bahasa tulis sebagai alat atau media berkomunikasi secara tidak langsung, sehingga mudah untuk dipahami oleh pembaca (Imron, 2010: 28),

Suparno dan Yunus dalam Saddhono dan Slamet, mengemukakan bahwa menulis itu adalah kegiatan penyampaian pesan berupa komunikasi dengan menggunakan bahasa tulis sebagai alat medianya (Saddhono, 2012: 96). Sementara itu, menulis adalah segenap rangkaian kegiatan seseorang dalam rangka mengungkapkan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada orang lain agar mudah dipahami (Nuruddin, 2012: 3). Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Byrne yang menyatakan keterampilan menulis adalah menuliskan simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu (Saddhono, 2012: 103). Keterampilan menulis adalah kemampuan menuangkan buah pikiran ke dalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Penjelasan tersebut didukung oleh pendapat McCrimmon menyatakan bahwa menulis sebagai suatu kegiatan menggali pikiran dan perasaan mengenai suatu objek, memilih hal-hal yang akan ditulis, menentukan cara menuliskannya sehingga pembaca dapat memahaminya dengan jelas (Saddhono, 2012: 36).

Berdasarkan teori tersebut, dapat dinyatakan bahwa keterampilan menulis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menggali pikiran dan perasaannya mengenai suatu objek serta menuangkannya ke dalam simbol-simbol grafis berupa rangkaian kalimat yang utuh, lengkap, dan jelas yang memenuhi unsur tulisan yang baik yaitu isi, organisasi, tatabahasa, kosakata, serta ejaan dan teknik penulisan.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2010: 210), makna cerita adalah: 1. tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dsb.); 2. karangan yang menuturkan perbuatan pengalaman atau penderitaan orang; kejadian dsb. (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun yang hanya rekaan belaka); 3. lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang, dsb.); dan 4. omong kosong. Cerita adalah rangkaian peristiwa yang disampaikan, baik berasal dari kejadian nyata (nonfiksi) atau pun tidak nyata (fiksi).

Cerita sebuah fiksi, novel ataupun cerpen, pada umumnya yang pertama-tama menarik perhatian orang adalah ceritanya. Faktor cerita inilah terutama yang memengaruhi sikap dan selera orang terhadap buku yang akan, sedang, atau sudah dibacanya (Nurgiyantoro, 2012: 89).

Berdasarkan keadaan cerita itu pulalah, biasanya

Kusmayati, Upaya meningkatkan keterampilan menulis cerita teks eksemplum ....

Page 56: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1084 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

orang memandang bahwa buku tersebut, misalnya menarik, menyenangkan, mengesankan atau sebaliknya membosankan, dan berbagai reaksi emotif lainnya.

Aspek cerita (story) dalam sebuah karya fiksi merupakan suatu hal yang amat esensial. Ia memiliki peranan sentral. Dari awal hingga akhir karya itu yang ditemui adalah cerita. Dengan demikian, cerita erat berkaitan dengan berbagai unsur pembangun fiksi yang lain.

Cerita sebagai sebuah narasi berbagai kejadian yang sengaja disusun berdasarkan urutan waktu. Dalam kaitannya dengan pengisahan peristiwa-peristiwa itu, terdapat dua kemungkinan sikap yang diberikan pembaca: tertarik untuk mengetahui kelanjutan peristiwa atau sebaliknya (Nurgiyantoro, 2012: 91).

Abrams juga memberikan pengertian, cerita sebagai sebuah urutan kejadian yang sederhana dalam urutan waktu (Nurgiyantoro, 2012). Menulis cerita sebagai alat komunikasi bahasa tulis cukup jauh berbeda dengan bahasa lain. Bahasa tulisan dalam hal ini cerita, mempunyai kelebihan dan kekurangannya (Ateew, 2013: 26). Dalam menulis cerita, seorang penulis berusaha menyampaikan ceritanya seteliti dan setepat mungkin, agar ceritanya dapat dipahami dan dimaknai oleh pembaca.

Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa keterampilan menulis cerita adalah merupakan suatu keterampilan menyampaikan uraian tentang pengisahan sebuah alur kehidupan tokoh yang dijalin dengan berbagai unsur cerita. Dapat juga dijelaskan bahwa keterampilan menulis cerita adalah kemampuan yang dimiliki seseorang untuk menulis cerita dalam suatu rangkaian cerita secara utuh, lengkap, dan jelas yang memenuhi unsur-unsur tulisan secara baik yaitu isi, organisasi, tatabahasa, kosa kata, serta ejaan dan teknik penulisan.

Teks eksemplum merupakan teks naratif yang tujuan sosialnya menilai perilaku atau karakter dalam cerita. Teks Eksemplum berisi insiden yang bertujuan menjelaskan nilai-nilai dalam suatu masyrakat (Mahsun, 2014: 18).

Menulis cerita eksemplum, merupakan cerita yang mengisahkan tokoh atau pelaku. Kisah tersebut diawali dengan pengenalan tokoh, kemudian dilanjutkan dengan insiden dan peristiwa yang dialami tokoh. Lalu ditutup dengan interpretasi yang muncul dari dalam diri tokoh. Ciri khas dari cerita eksemplum adalah apa yang dilakukan oleh tokoh seharusnya tidak terjadi. Karena kalau terjadi akan berakibat pada diri tokoh tersebut. Peristiwa yang dialami tokoh akan memberikan hikmah yaitu tidak melakukan kesalahan yang sama di kemudian hari. (Kemendikbub, Wahana Pengetahuan Kelas IX, 2015). Teks eksemplum mempunyai ciri-ciri: 1) berisikan cerita atau sebuah peristiwa pahit yang tidak diinginkan oleh si tokoh; 2) memiliki nuansa naratif; 3) mengisahkan atau menceritakan pengalaman pribadi seseorang baik atau buruk; 4) cerita biasanya akan terjadi perubahan perilaku pada si tokoh agar tidak melakukan perbuatan buruk yang sama seperti sebelumnya; dan 5) memberikan urutan peristiwa dan kejadian secara rinci dan jelas.

Teks eksemplum mempunyai struktur sebagai berikut: 1) Orientasi. Struktur ini merupakan bagian awal dari sebuah teks eksemplum, yang menjelaskan sifat atau watak si tokoh dan pengenalan lainnya; 2) Insiden. Struktur ini merupakan

bagian yang mendeskripsikan kejadian-kejadian yang akan dialami tokoh. Umumnya tokoh akan mendapat sebuah persoalan atau permasalahan; 3) Interpretasi. Struktur ini merupakan bagian yang mendeskripsikan evaluasi yang perlu dilakukan dari cerita tersebut, pesan moral, serta akibat seperti apa yang ditimbulkan karena perbuatan tokoh dalam cerita (Mahsun, 2014: 19).

Unsur kebahasaan dalam membuat teks eksemplum sangatlah penting untuk diperhatikan, yaitu: 1) memakai kalimat yang kompleks dan tidak rancu; 2) memakai kata rujukan; 3) memakai kata penghubung atau konjungsi; dan 4) memakai kata kerja yang baik dan benar.

Cerita adalah lukisan, gambaran, uraian, atau kisah beberapa peristiwa yang muncul akibat kehadiran tokoh di suatu tempat dan waktu yang disusun menurut urutan cerita. Cerita merekatkan atau memadukan semua unsur cerita yaitu tema, tokoh, latar, alur, dan amanat (Sumardi, 2012: 85).

Cerita ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman terhadap kenyataan atau pengalaman hidup. Tema cerita dapat ditelusuri dari titik tolak tujuan penulisan cerita. Tema, makna total yang diketahui penulis dalam proses membaca. Tema adalah unsur penting yang menyatakan keseluruhan unsur cerita (Sumardi, 2012: 95).

Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berkaitan dengan waktu, ruang, dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerita. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang kepada pembaca melalui karyanya, yang akan disimpan rapi atau disembunyikan pengarang dalam keseluruhan cerita. Amanat dalam teks eksemplum merupakan hal yang penting karena di bagian amanat ada interpretasi nilai cerita yang dapat dipetik hikmahnya oleh pembaca.

Kata “media” berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium”, yang secara harfiah berarti “perantara atau pengantar” (Dwiyogo, 2013: 75). Bretz menyatakan, bahwa “Media adalah sesuatu yang terletak di tengah-tengah, jadi suatu perantara” (Sufanti, 2016: 61-62). Film merupakan gambar dalam frame yang diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis (Slameto, 2010: 21).

Film harus dipilih agar sesuai dengan pelajaran yang sedang diberikan. Untuk itu, guru harus mengenal film yang ada dan lebih melihat manfaatnya bagi pelajaran. Sesudah film dipertunjukkan perlu diadakan diskusi, untuk memperhatikan aspek-aspek tertentu. Agar siswa jangan hanya memandang film itu sebagai hiburan saja, tugaskan sebelumnya untuk hal-hal tertentu, sesudah itu dapat di tes berapa banyakkah yang dapat mereka tangkap dan memaknainya dari film itu.

Langkah-langkah penggunaan film dalam pembelajaran: 1) Persiapan guru. Sesuaikan dengan materi, tujuan pengajaran, karakter film (durasi, tingkat rekomendasi, tahun produksi, dan deskripsi film); 2) Mempersiapkan kelas. Persiapkan siswa dengan pertanyaan/ tugas-tugas yang berhubungan dengan isi film; 3) Langkah penyajian. Film diputar, guru harus memperhatikan keadaan ruangan; dan 4) Aktivitas lanjutan. Dapat berupa tanya jawab untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap film dan dites/ diberi tugas.

Karakteristik media film sebagai media pembelajaran :1)

Page 57: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1085

dapat manarik minat siswa; 2) benar dan autentik; 3) up to date dalam setting, pakaian dan lingkungannya; 4) sesuai dengan kematangan siswa; 5) perbendaharaan bahasa benar; dan 6) kesatuan dan squence-nya benar.

Berdasarkan teori-teori tersebut, dapat dinyatakan bahwa media film adalah seperangkat peralatan yang dapat ditangkap oleh indera pendengaran (audio) dan penglihatan (visual) yang digunakan oleh guru untuk mengantarkan pesan atau informasi kepada siswa sehingga dapat meningkatkan fokus perhatian siswa.

Model pembelajaran cooperative learning merupakan salah satu model yang dapat dipergunakan dalam kegiatan belajar mengajar karena model ini adalah salah satu model yang paling tepat untuk mengembangkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersosialisasi siswa.

Cooverative learning adalah suatu strategi belajar mengajar yang menekankan pada sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu di antara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih. Prinsip model pembelajaran cooperative, yaitu 1) saling ketergantungan posistif; 2) tanggung jawab perseorangan; 3) tatap muka; 4) komunikasi antar anggota; dan 5) evaluasi proses kelompok. Model pembelajaran cooperative learning ini memiliki basis pada teori psikologi kognitif dan teori pembelajaran sosial (Sunartombs, 2009).

Model Student Teams Achievement Division (STAD) adalah tipe pembelajaran cooperative learning dengan ciri sebagai berikut: 1) Membentuk kelompok yang beranggotakan 3-5 orang secara heterogen; 2) Guru menyajikan materi pelajaran; 3) Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan anggota kelompok yang menguasai diminta menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu memahami; 4) Guru memberikan pertanyaan kepada seluruh siswa; 5) Guru memberikan evaluas; dan 6) Guru menyimpulkan pembalajaran.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai November 2017, bertempat di SMP Negeri 85 Jakarta. Subjek penelitian adalah siswa kelas IX–A yang berjumlah 36 orang, terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 19 siswa perempuan. Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK), dengan dua siklus, yang terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, observasi/ evaluasi, serta tahap analisis dan refleksi. Tahap perencanaan, peneliti melakukan hal-hal sebagai berikut: 1) mengidentifikasi masalah yang dialami siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia yang terjadi di kelas; 2) merumuskan alternatif tindakan yang akan dilaksanakan dalam menulis cerita dengan menggunakan media film; 3) menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP); dan 4) menentukan teknik pengumpulan data dan analisis data.

Data yang dikumpulkan adalah data kuantitatif berupa nilai menulis cerita teks eksemplum, sesuai dengan rubrik penilaian yang telah ditentukan. Data yang terkumpul dianalisis dengan cara membandingkan antara hasil belajar pada siklus satu dan siklus dua. Melakukan refleksi pada setiap akhir siklus berdasarkan hasil observasi dengan kolaborator dan hasil refleksi peneliti sendiri.

Sejalan dengan program semester satu tahun 2017-2018,

materi penelitian adalah KD 4.1 Memahami teks eksemplum baik melalui lisan maupun tulisan. KD 4.2 Menyusun teks eksemplum sesuai dengan karakteristik teks yang akan dibuat, baik secara lisan maupun tulisan. Secara bertahap siswa akan dibimbing untuk menguasai kompetensi menulis cerita melalui penggunaan media film dengan langkah-langkah tindakan penelitian. Dalam menentukan langkah-langkah penelitian ini, peneliti juga mengikuti pola penelitian secara umum, namun juga mengelaborasikannya dengan pendapat para ahli lainnya. Dalam penelitian tindakan kelas perlu adanya siklus penelitian dengan empat langkah, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi (Setiawan, 2015: 85).

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriftif. Data keterampilan menulis cerita dianalisis dengan deskriftif komparatif yaitu menghitung rerata nilai tes tiap pertemuan/ siklus dan membandingkan serta menghitung perubahan/ kenaikannya dengan nilai tes antarsiklus maupun indikatornya. Data kuantitatif berupa nilai tes menulis cerita setiap pertemuan dihitung reratanya, dianalisis jumlah siswa yang sudah tuntas dan yang belum tuntas, nilai tertinggi dan terendah. Hasil analisis tersebut direkapitulasi dan dihitung besar perubahan peningkatan yang terjadi dari pertemuan ke pertemuan berikutnya dalam satu siklus. Data yang didapat dari siklus kedua dianalisis dengan cara yang sama, kemudian dari hasil analisis akhir dari setiap siklus dihitung perubahan/ peningkatannya.

Data kualitatif berupa hasil observasi yang telah diisi oleh observer atau kolaborator dalam setiap siklus, dianalisis secara deskriftif sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan pada instrumen. Hasil pengamatan tersebut juga dijadikan bahan diskusi dan perbaikan pada tahap refleksi. Untuk mendapatkan data tentang sikap siswa terhadap pembelajaran menulis cerita dengan menggunakan media film, sebelum dan sesudah tindakan dilakukan, digunakan angket/ kuesioner.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian ini dapat dideskripsikan bahwa sebelum pelaksanaan siklus penelitian, dilakukan terlebih dahulu pratindakan yang dilakukan satu kali pertemuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa dalam menulis cerita, baik pengetahuan, pemahaman, maupun keterampilannya. Tes ini diikuti oleh 36 orang siswa dengan rata-rata nilai 75,45. Angka tersebut menunjukkan belum tuntasnya pembelajaran, sedangkan KKM mata pelajaran sekolah adalah 78.

Siklus I dimulai dengan tahap perencanaan pembelajaran, yaitu menyusun RPP, merancang metode dan teknik pembelajaran, menyiapkan media dan alat evaluasi. Tahap perencanaan ini, guru menugaskan siswa untuk mencoba mengamati sebuah film pendek yang berdurasi lima menit. Dalam kelompok percobaan siswa menganalisis film kemudian menyampaikan hasil temuannya sejauh mana kaitan antara struktur teks dan isi film. Penjajakan ini diharapkan siswa sudah mengetahui proses pembelajaran menulis cerita dengan media film yang teknik bekerjanya mengacu kepada cooperative learning type STAD.

Pelaksanaan tindakan, pada siklus I ini dibagi dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan ke-1. Awal pertemuan tindakan pembelajaran pada Siklus 1 ini dimulai dengan apersepsi

Kusmayati, Upaya meningkatkan keterampilan menulis cerita teks eksemplum ....

Page 58: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1086 Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan, Volume 13 - April 2018, hlm 1033-1088

dan motivasi; guru berusaha menghubungkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa dikaitkan dengan materi yang akan dibahas. Langkah ini diawali dengan pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan guru kepada kelas atau kepada perorangan tentang kegiatan sebelumnya.

Setelah kegiatan apersepsi dan motivasi, guru menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu menyampaikan konsep-konsep cerita dan media film untuk menulis teks eksemplum. Selanjutnya guru menyampaikan cakupan materi dan uraian kegiatan dalam menulis teks eksemplum.

Pada kegiatan inti pertemuan ke-1, guru menyampaikan teori struktur teks eksemplum yang dikaitkan dengan media film sebagai materi dasar untuk pembuatan teks eksemplum. Teknik bekerja siswa dalam kelompok, yaitu siswa aktif berdiskusi dengan bimbingan guru. Setelah diskusi selesai guru melontarkan pertanyaan-pertanyaan kepada kelompok dan setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab dan peran dalam bekerja. Anggota kelompok secara bersama-sama dengan guru memberi apresiasi kepada kelompok yang berprestasi dalam bekerja. Guru dan siswa menyimpulkan pembelajaran serta menyampaikan tugas atau bahan pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Pertemuan ke-2 pada siklus I ini, merupakan pertemuan inti, yaitu menulis teks eksemplum berdasarkan film. Setiap kelompok memutarkan filmnya dalam kelompok kemudian mereka menulis cerita teks eksemplum pada media laptop. Seluruh kelompok bekerja dengan antusias dan penuh semangat. Guru membimbing dan memberikan reinforcement. Tahap akhir dari kegiatan inti ini yaitu tahap konfirmasi dilakukan dengan mencoba bersama seluruh kelas menulis teks eksemplum.

Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membuat kesimpulan dan refleksi. Sebelum menutup pertemuan guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya yaitu melanjutkan pembahasan untuk menyampaikan hasil laporan kerja kelompok tentang menulis cerita teks eksemplum.

Pada pertemuan ke-3, merupakan kegiatan pembelajaran untuk mepresentasikan hasil kerja kelompok dan sekaligus evaluasi materi penelitian yang terkait dengan peningkatan keterampilan menulis dengan media film dan pembelajaran kooperatif tipe STAD. Dalam presentasi kelompok, siswa memutar film masing-masing kelompok, kelompok lain menyimak. Selesai pemutaran film, kelompok penanggap membaca teks eksemplum untuk mencocokkan apakah isi cerita teks eksemplum sudah sesuai dengan alur cerita film. Dengan pembelajaran kooperatif tipe STAD ini, siswa aktif berdiskusi, menyampaikan pendapat, menjawab pertanyaan, menilai kegiatan kelompok dan mengambil satu keputusan hasil pembelajran. Kelompok yang berprestasi, dapat menularkan pengetahuannya kepada siswa perorangan atau kelompok lain. Tanggung jawab dalam bekerja secara keilmuan terbentuk pada diri siswa yang dapat membentuk karakter disiplin, tanggung jawab, jujur, saling menghargai, dan etika ilmiah. Guru memberikan motivasi agar siswa mampu mengeksplorasi kemampuannya dan mengevaluasi hasil pembelajaran untuk mengukur keberhasilan penelitian pada siklus I. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membuat kesimpulan dan melakukan refleksi.

Tahap refleksi dilakukan berdasarkan hasil pengamatan observer pada seluruh aspek yang tertera pada format

pengamatan menunjukkan rata-rata baik, hanya pada poin memberikan reward dan punishment serta menciptakan suasana kelas yang kondusif masih dinilai cukup dan perlu ditingkatkan. Hasil penilaian karya siswa menunjukkan rata-rata 84,67. Hasil diskusi menunjukkan guru belum berhasil memotivasi siswa untuk aktif dan keadaan kelas cenderung kaku dan membosankan. Hampir semua kelompok sudah terlihat aktif dan menunjukkan hasil pekerjaannya lebih cepat. Tetapi masih ada kelompok kurang bergairan dan masih takut berekspresi. Kegiatan menulis cerita sudah terdengar tawa di antara siswa. Atmosfer kelas sudah baik, tetapi belum maksimal.

Kegiatan belajar mengajar menulis cerita teks eksemplum dengan model cooperative learning type STAD dapat memotivasi siswa meskipun keterlibatan siswa dalam proses belajar belum maksimal dan dapat ditingkatkan lagi. Atmosfer kelas perlu dibuat lebih semangat dan gembira. Guru perlu memberikan reward kepada tindakan positif siswa serta punishment kepada siswa yang masih bertingkah laku negatif. Rata-rata nilai hasil pekerjaan siswa sudah di atas KKM, yaitu 84.67.

Siklus II dimulai dengan tahap perencanaan. Dari hasil refleksi siklus I, pembelajaran menulis cerita direncanakan untuk tetap mencoba mengimplementasikan model pembelajaran Cooperative Learning Type STAD sekali lagi dengan memberikan contoh yang lebih menarik cerita teks eksemplum melalui media film. Atmosfer kelas yang lebih rileks dan gembira, serta memberi kesempatan untuk kerja secara kelompok sesuai dengan model pembelajaran type STAD yaitu berkelompok. Siswa dibagi dalam kelompok, satu kelompok terdiri atas 6 orang yang beragam kemampuannya, jenis kelamin dan sukunya. Pembelajaran keterampilan menulis cerita diberikan setelah menuntaskan keterampilan menyimak yaitu siswa menonton film yang diputar di laptop masing-masing kelompok.

Pada tahap pelaksanaan tindakan, pertemuan pertama diawali dengan apersepsi dan motivasi, menyampaikan tujuan pembelajaran, dan cakupan materi serta uraian kegiatan.

Pada kegiatan inti pertemuan ke-1, guru memberikan atau memutar cerita film pendek yang harus dieksplorasi siswa, guru memfokuskan pada alur cerita film yang sesuai dengan struktur teks eksemplum yang akan digunakan sebagai modal pengembangan menulis cerita selanjutnya. Tahap akhir dari kegiatan inti yaitu tahap konfirmasi dilakukan dengan mencoba mengonstruksi teks cerita bersama seluruh kelas. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan membuat kesimpulan dan melakukan refleksi. Sebelum menutup pertemuan, guru menyampaikan rencana pembelajaran pada pertemuan berikutnya.

Pertemuan ke-2, dimulai dengan kegiatan pendahuluan diawali dengan apersepsi dan motivasi. Kegiatan inti pertemuan ke-2, yaitu siswa berkelompok memutar film dengan alat pembelajaran laptop. Siswa menyimak cerita film dengan judul yang sama yang diberikan guru, kemudian menyusun ceita teks eksemplum.. Diskusi kelompok dengan pemantauan guru diharapkan siswa akan lebih mengembangkan kemampuannya dalam mengkonstruksi penemuannya dalam menuangkan ide ke dalam tulisan. Cerita film diharapkan dapat menarik minat siswa untuk lebih terlibat secara aktif pada kegiatan pembelajaran. Tahap

Page 59: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

1087

akhir dari kegiatan inti yaitu tahap konfirmasi dilakukan dengan meneliti ulang hasil pekerjaan kelompok dari hasil menulis cerita.

Pertemuan ke-3, diawali dengan apersepsi dan motivasi, dilanjutkan dengan menyampaikan tujuan pembelajaran, yaitu menyajikan hasil menulis cerita teks eksemplum. Setiap kelompok mempresentasikan cerita (melalui media laptop) yang ditayangkan dan kelompok penanggap menerima lembar LKS. Hasil diskusi menganalisis ketepatan antara isi cerita film dan hasil menulis cerita teks eksemplum. Penilaian diberikan oleh kelompok penanggap dan guru. Selanjutnya guru memberikan penilaian akhir sebagai hasil dari pembelajaran inti penelitian.

Refleksi berdasarkan hasil observasi pada siklus II, menunjukkan suasana belajar yang lebih hidup. Siswa lebih aktif terlibat dalam kegiatan kelas dengan tidak ragu-ragu merespon pertanyaan guru. Proses menulis cerita teks eksemplum melalui media film membuat siswa tidak merasa berat atau sulit dalam memaknai hasil belajar. Bekerja dalam kelompok membantu siswa yang belum paham dalam menulis cerita lebih bebas bertanya dan berekspresi dalam kelompoknya. Menulis cerita menjadi lebih baik, cepat, cermat sesuai syarat penulisan dan cepat jadi. Nilai rata-rata hasil pekerjaan siswa pada siklus II juga meningkat menjadi 94.00. Hasil angket siswa tentang penggunaan media film untuk menulis cerita menunjukkan respon yang positif (90%).

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah diuraikan, hasil tes menunjukkan adanya peningkatan daya

serap klasikal dan ketuntasan belajar, dari 84,67% pada Siklus I menjadi 100% pada Siklus II. Peningkatan rata-rata hasil evaluasi Siklus I ke Siklus II yaitu dari 84,67 menjadi 94. Dari data pengamatan sikap siswa, menunjukkan peningkatan yang signifikan dari Siklus I ke Siklus II. Berdasarkan catatan lapangan terdapat kemajuan efektivitas pembelajaran. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penggunaan media film dapat meningkatkan hasil belajar menulis cerita teks Eksemplum dengan menggunakan model pembelajaran cooperative learning type STAD pada siswa SMP Negeri 85 Jakarta Kelas IX-A Semester I tahun pelajaran 2017-2018.

Saran yang dapat diajukan:1) bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan keterampilan menulis cerita teks eksemplum dengan menggunakan media film. Siswa diharapkan dapat memanfaatkan media-media elektronik yang kontennya bersifat kekinian atau kebaharuan agar proses belajar mengajar terlaksana dengaan baik, berlangsung menarik, menyenangkan, dan bermakna; 2) bagi guru, disarankan dapat menentukan metode, model, dan teknik pembelajaran yang tepat untuk setiap kompetensi dasar agar proses pembelajaran Bahasa Indonesia dapat dilaksanakan dengan tepat sesuai tujuan yang ingin dicapai./ Guru dapat mengembangkan kreativitias dan motivasi pembelajaran sehingga lebih mudah mengatasi masalah, baik dari faktor dalam maupun faktor luar siswa; 3) bagi sekolah, disarankan dapat memfasilitasi sarana dan prasarana sekolah, guna mendukung penemuan-penemuan penelitian guru, demi peningkatan kualitas pembelajaran dan prestasi sekolah.

PUSTAKA ACUAN

Ateew. Sastra dan Ilmu Ssatra. Bandung: Dunia Pustaka Jaya, 2013.Dwiyogo, Wasis. Media Pembelajaran. Malang: Wineka Media, 2013.Imron. Menulis Siapa Takut. Jogjakarta: Kanisius, 2011. Kementrian pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.

Jakarta: Balai Pustaka, 2010.Kemendikbud. Bahasa Indonesia, Wahana Pengetahuan Kelas IX . Jakarta:

Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, 2015.Mahsum, M.S. Teks dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia (Kurikulum

2013) . Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014.Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi (Cet.9). Jogjakarta: Gajah

Mada University Press, 2012.Nuruddin. Dasar-dasar Penulisan (Cet.3). Malang: UMM Press, 2012.Saddhono, Kundaru. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia:

Teori dan Aplikasi. Bandung: Karya Putra Darwati, 2012.

Saddhono, Kundharu. Meningkatkan Keterampilan Berbahasa Indonesia: Teori dan Amplikasi. Bandung: Karya Putra Darwati, 2012 .

Setiawan, Didang. Penelitian Tindakan Kelas (Apa, Mengapa, dan Bagaimana). Jakarta: RMBOOKS, 2015.

Slameto. Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Sufanti, Main. Strategi Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Surakarta: Yuma Pustaka, 2016.

Sumardi. Panduan Apresiasi Cerpen untuk Siswa dan Mahasiswa. Jakarta: UHAMKA PRESS, 2015.

Sunartombs. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya. Yogyakarta: Bumi Aksara, 2009.

Kusmayati, Upaya meningkatkan keterampilan menulis cerita teks eksemplum ....

Page 60: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan

Daftar Nama Mitra BestariSebagai Penelaah Ahli

Tahun 2018

Untuk penerbitan Volume 13 Edisi April 2018, semua naskah yang diterima oleh Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) telah ditelaah oleh Mitra Bestari (peer reviewers) berikut ini:

1. DR. Kadir, M.Pd

2. DR. Christina Tulalessy, M.Pd

3. Dra. Hj. Seni Asiati, M.Pd

Penyunting Jurnal Lingkar Mutu Pendidikan (JLMP) menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terimakasih sebesar-besarnya kepada para Mitra Bestari tersebut, atas bantuan dan kerjasama yang telah mereka berikan

Page 61: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan
Page 62: Pengantar - lpmpdki.kemdikbud.go.id · tugas siswa karena padatnya jam mengajar, gangguan kerusakan printer Braille sering menghambat proses mem-braille-kan tugas-tugas siswa, ketersediaan