Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya

8
UJIAN AKHIR SEMESTER PENGANTAR MANAJEMEN SUMBER DAYA BUDAYA BETSY EDITH CHRISTIE 0906521713

Transcript of Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya

Page 1: Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya

UJIAN AKHIR SEMESTER

PENGANTAR MANAJEMEN SUMBER DAYA BUDAYA

BETSY EDITH CHRISTIE

0906521713

UNIVERSITAS INDONESIA

2010

Page 2: Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya

1. Benda budaya adalah benda alam yang sebagian atau seluruhnya telah dimodifikasi atau diubah bentuknya dan dimanfaatkan oleh manusia. Koleksi museum tergolong benda budaya. Terdapat tiga syarat yang harus dipenuhi agar koleksi museum dapat menjadi sumber daya budaya. Syarat pertama adalah harus dicari signifikansinya. Menurut Cooper (1995), sumber daya budaya mengandung potensi untuk: penelitian ilmiah, seni kreatif, pendidikan, rekreasi dan turisme, representasi simbolis, legitimasi tindakan, solidaritas dan integritas sosial, keuntungan moneter dan ekonomi. Koleksi museum dapat menjadi sumber daya budaya apabila dikaji tidak oleh satu ilmu saja atau untuk penelitian semata, namun dikaji dari berbagai disiplin ilmu. Kajian dari berbagai disiplin ilmu terhadap koleksi museum dapat mengungkapkan potensi yang ada pada koleksi tersebut.

Syarat kedua adalah koleksi museum dapat dan boleh dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Koleksi museum dapat menjadi sumber daya budaya apabila tidak dimanfaatkan oleh golongan tertentu saja misal arkeolog dan kolektor. Koleksi museum tidak dapat dikatakan sebagai sumber daya budaya apabila arkeolog hanya terus melakukan penelitian terhadap koleksi museum tersebut dan tidak memperbolehkan ilmu lain untuk meneliti. Hal ini menunjukkan kepentingan arkeolog saja yang diutamakan. Selain itu, koleksi dapat menjadi sumber daya budaya ketika masyarakat pun dapat menikmati hasil penelitian arkeolog. Sedangkan peran dari kolektor dibutuhkan pula. Para kolektor yang identik dengan menyimpan barang koleksi hanya untuk pribadi diharapkan dapat menjadi lebih terbuka kepada masyarakat misalnya dengan mendirikan museum swasta. Didirikannya museum swasta membuat masyarakat dapat mengakses dan memanfaatkan potensi yang ada pada koleksi museum sehingga koleksi tersebut dapat dikatakan sumber daya budaya.

Syarat ketiga adalah koleksi museum tersebut harus terus berkelanjutan. Koleksi museum amat rentan oleh keadaan alam sekitarnya ataupun tangan manusia. Oleh karena itu, koleksi museum membutuhkan tindakan perawatan dan peraturan. Tindakan perawatan dapat berupa restorasi atau reparasi, sedangkan peraturan dapat dikaji lewat penerapan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (UU BCB) dapat ditetapkan sebagai benda cagar budaya. Koleksi museum dapat dikatakan sumber daya budaya apabila terus berkelanjutan dengan cara pengkajian secara terus menerus. Hal ini akan berguna untuk menunjukkan potensi yang ada di dalam koleksi dan tetap memiliki hubungan dengan kondisi masyarakat sesuai dengan zamannya. Menurut Dr. Ali Akbar, adanya pengkajian secara terus menerus terhadap koleksi museum yang menjadi sumber daya budaya menunjukkan sumber daya budaya adalah sumber daya yang dapat diperbaharui. Pengkajian terhadap koleksi dapat terus mengungkapkan fakta-fakta baru mengenai koleksi tersebut yang tentunya berguna bagi masyarakat sehingga koleksi dapat dikatakan sumber daya budaya.

Contoh kasus adalah pada benda-benda koleksi yang ada pada kolektor. Benda-benda koleksi tersebut tidak dapat dikatakan sumber daya budaya apabila hanya kolektor saja yang dapat menikmati koleksi tersebut. Koleksi dapat menjadi sumber daya budaya sesuai dengan syarat pertama yaitu dikaji oleh berbagai disiplin ilmu. Koleksi museum perlu dikaji oleh para arkeolog dan ilmu lain sehingga koleksi tidak hanya dinikmati oleh kolektor semata. Koleksi tersebut dapat menjadi sumber daya budaya ketika masyarakat luas dapat memanfaatkan potensi yang ada pada koleksi tersebut. Oleh karena itu, para kolektor dapat

Page 3: Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya

membuka adanya museum swasta. Museum swasta ini nantinya akan membawa keuntungan pula terhadap para kolektor. Keuntungan yang diperoleh dari tiket masuk museum dapat digunakan untuk keperluan perawatan koleksi. Perawatan diperlukan sesuai dengan syarat kedua untuk menjadi sumber daya budaya bahwa koleksi harus terus berkelanjutan dan membutuhkan tindakan perawatan. Perlindungan hukum pun diperlukan terhadap koleksi sehingga dapat menjadi sumber daya budaya. Koleksi tersebut dapat dilindungi dengan Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (UU BCB) dapat ditetapkan sebagai benda cagar budaya.

Page 4: Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya

2. Pelelangan harta karun Cirebon ditinjau dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (UU BCB) dapat ditetapkan sebagai benda cagar budaya dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2000 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam:

Sesuai dengan pasal 1 Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 107 tahun 2000 Tentang Panitia Nasional Pengangkatan dan Pemanfaatan Benda Berharga Asal Muatan Kapal Tenggelam yang mengatakan benda berharga adalah benda yang mempunyai nilai sejarah, budaya, ekonomi dan lainnya. Sedangkan di dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya (UU BCB) dapat ditetapkan sebagai benda cagar budaya pada pasal 1 ayat 1b yang mengatakan benda alam yang dianggap mempunyai nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan.Hal ini membuat pihak swasta dalam kasus harta karun Cirebon yaitu PT Paradigma Putra Sejahtera sah dalam melakukan kegiatan pelelangan. Ini didukung oleh Keppres No. 107 Tahun 2000 yang mengatakan benda berharga yang memiliki nilai ekonomi sehingga kegiatan pelelangan mungkin untuk dilakukan. Namun di dalam UU No.5 Tahun 1992 pasal 15 ayat 2f yang mengatakan tanpa izin pemerintah, setiap orang dilarang memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan benda cagar budaya. Hal ini bertentangan dengan Keppres 107 Tahun 2000 pasal 1 yang menyebutkan nilai ekonomi sehingga dapat dilakukan proses pelelangan, sedangkan di dalam UU No.5 Tahun 1992 tidak diperkenankan adanya kegiatan jual beli.

Hal yang dikaji oleh UU No. 5 Tahun 1992 pasal 2 mengatakan perlindungan benda cagar budaya dan situs bertujuan melestarikan dan memanfaatkannya untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Hal ini semakin menunjukkan perbedaan yang jelas bahwa antara UU No.5 Tahun 1992 dan Keppres No. 107 Tahun 2000 tidak memiliki kepentingan yang sama. UU No. 5 Tahun 1992 menunjukkan benda cagar budaya yang harus dipertahankan untuk memajukan kebudayaan nasional sedangkan di dalam Keppres No. 107 tahun 2000 diperkenankan adanya proses jual beli karena adanya nilai ekonomi di dalam benda berharga. Pelelangan harta karun Cirebon dilakukan oleh pihak PT Paradigma Putra Sejahtera yang telah melakukan pengangkatan terhadap benda berharga tersebut mengalami pertentangan dari Kesultanan Cirebon yang ingin harta karun tersebut untuk dimasukkan ke museum. Sikap Sultan Cirebon yang ingin mempertahankan harta karun Cirebon sesuai dengan UU No. 5 Tahun 1992 pasal 3 yang mengatakan benda cagar budaya harus dilestarikan dan dimanfaatkan untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Akan tetapi di dalam Keppres No. 107 Tahun 2000 diperkenankan adanya proses jual beli sehingga dengan adanya kegiatan jual beli tentu benda berharga tersebut tidak dapat dimanfaatkan untuk memajukan kebudayaan Indonesia. Di dalam kasus harta karun Cirebon terjadi perbedaan pemanfaatan, dalam hal ini kesultanan Cirebon yang tetap ingin melestarikan benda berharga tersebut sedangkan pihak PT Paradigma Putra Sejahtera tidak. Perilaku PT Paradigma Putra Sejahtera didasarkan kepada Keppres No. 107 Tahun 2000 pasal 1 ayat 4 yang mengatakan proses pemanfaatan dapat berupa penjualan kepada pihak ketiga, hal ini semakin mendukung pelelangan untuk dilakukan.

Di dalam UU No.5 Tahun 1992 pasal 15 ayat 2c dikatakan tanpa izin pemerintah setiap orang dilarang mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagian maupun seluruhnya, kecuali dalam keadaan darurat. Sedangkan, di dalam Keppres No. 107 Tahun 2000 perihal yang dikaji adalah mengenai pengangkatan. Hal ini membuktikan Keppres No. 107 Tahun 2000 memang dari awal dibuat untuk mengkaji pengangkatan yang dilakukan, sedangkan di dalam UU No. 5 Tahun 1992 tidak dapat dilakukan proses pengambilan atau pemindahan apabila tidak dalam

Page 5: Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya

keadaan darurat. Di dalam kasus harta karun Cirebon tidak ada hal darurat yang terjadi. Pihak PT Paradigma Putra Sejahtera memang sengaja melakukan pengangkatan sejak tahun 2004, namun proses pengangkatan tersebut juga mendapat izin dari pemerintah.

Sesuai dengan UU No.5 Tahun 1992 pasal 19 ayat 2b yang mengatakan pemanfaatan tidak dapat dilakukan dengan cara atau apabila semata-mata untuk mencari kepentingan pribadi dan/atau golongan. Di dalam kasus harta karun Cirebon terlihat jelas mengutamakan kepentingan pribadi dalam hal ini adalah PT Paradigma Putra Sejahtera. Hal ini ditunjukkan adanya kegiatan pelelangan setelah pengangkatan. Pelelangan yang dilakukan PT Paradigma Putra Sejahtera tentu untuk mengembalikan modal yang dikeluarkan selama proses pengangkatan semenjak tahun 2004.

Menurut UU No. 5 Tahun 1992 pasal 27 yang mengatakan barangsiapa dengan sengaja melakukan pencarian benda cagar budaya atau benda berharga yang tidak diketahui pemiliknya dengan cara penggalian,penyelaman, pengangkatan, atau dengan cara pencarian lainnya tanpa izin dari pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Di dalam kasus harta karun Cirebon sangat jelas PT Paradigma Putra sengaja melakukan proses pengangkatan untuk kepentingan perusahaannya saja.

Page 6: Pengantar Manajemen Sumber Daya Budaya