KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER … · Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di...
-
Upload
nguyenminh -
Category
Documents
-
view
230 -
download
6
Transcript of KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN ASPEK SUMBER … · Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di...
KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK
ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajan Daya Dukung
Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak adalah benar karya
saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Annette Anggraeny S
NIM F44100004
ABSTRAK
ANNETTE ANGGRAENY. Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber
Daya Air di Kabupaten Lebak. Dibimbing oleh PRASTOWO.
Abstrak : Aktivitas pembangunan yang dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya aspek
yang perlu diperhatikan, yaitu aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Dampak
terhadap lingkungan yang dapat disebabkan oleh pembangunan antara lain perubahan proporsi
tutupan lahan, meningkatnya jumlah lahan kritis, kerusakan daerah aliran sungai (DAS),
perubahan kapasitas simpan air, perubahan ekosistem, dan keanekaragaman hayati. Tujuan dari
penelitian ini adalah menganalisis hierarki daya dukung lingkungan, dalam hal ini aspek sumber
daya air, meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air, analisis potensi
suplai air, kajian sumberdaya iklim untuk pertanian (agroklimat) dan kajian indikator degradasi
sumberdaya air di Kabupaten Lebak serta membandingkan hasil analisis dengan muatan
lingkungan yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Lebak 2013 – 2033. Status daya dukung
lingkungan tahunan Kabupaten Lebak berada dalam kondisi aman, dan berada pada status
terlampaui (overshoot) pada bulan Agustus dan September, serta debit andalan minimum Sungai
Ciujung bagian hulu masih dapat memenuhi total kebutuhan air aktual. Berdasarkan Metode
Oldeman untuk agroklimat, Kabupaten Lebak berada pada Zona C1, C2, D2 artinya wilayah di
Kabupaten Lebak dapat ditanami padi dan palawija dengan pola tanam tertentu sesuai bulan
basah dan bulan kering. Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, besar curah hujan lebih
adalah 217 mm dan defisit terjadi pada bulan Mei hingga November sebesar 232 mm Nilai
limpasan dan pengisian air tanah berturut – turut 102 mm dan 115 mm. Berdasarkan simulasi
komposisi luas lahan diperoleh luas minimum untuk hutan sebesar 30%. Salah satu indikator
degradasi kualitas air di Kabupaten Lebak adalah banjir. Pengelolaan limpasan untuk konservasi
sumber daya air dan pencegahan erosi dan banjir dibangun teras gulud yang dilengkapi dengan
1050 rorak dibangun di areal perkebunan rakyat. Kata kunci : agroklimat, daya dukung lingkungan, neraca air, sumberdaya air, rencana tata
ruangwilayah
ABSTRACT
ANNETTE ANGGRAENY. Environmental Carrying Capacity Assessment Based
On Water Resources In Lebak Regency.Supervised by PRASTOWO.
Abstract : Development activities have affected many aspects that need to be considered , namely
the physical, economic , social, cultural and environmental aspect. Environmental impacts happen,
such as changes in the proportion of land cover, the increasing number of critical areas,
watershed damage, changes in water storage capacity, changes in ecosystems and biodiversity.
The purpose of this study was to analyze the environmental carrying capacity based on water
resources, including the determination of the status of environmental carrying capacity, water
supply potential analysis, climate resources for agriculture (agro-climatic) and assessment of
water resource degradation indicators and to compare the results of the analysis to the
environmental contents in RTRW Lebak Regency 2013-2033. Annual environmental capacity of
Lebak is in a sustain condition, and discharge of Ciujung watershed can supply the water needs.
Based on Oldeman method for agro-climatic, Lebak Regency is in C1 , C2 , D2 Zone, means
Lebak can be planted with rice and corps. Based on the analysis on water balance, surplus rainfall
is 217 mm and the deficit is 232 mm that occurred in May – November. Runoff and groundwater
recharging are 102 mm and 115 mm. By simulating of the land composition, minimum area for
forest is 30 %. Degradation of water quality in Lebak occured by flood. Recommended water
resources conservation for flood and erosion prevention is terrace which is equipped with 1050
rorak that built in the plantation area. Keywords : agro-climatic, environmental carrying capacity, spatial planning document, water
balance, water resources
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
KAJIAN DAYA DUKUNG LINGKUNGAN
ASPEK SUMBER DAYA AIR DI KABUPATEN LEBAK
ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Kajian Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di
Kabupaten Lebak
Nama : Annette Anggraeny Sihombing
NIM : F44100004
Disetujui oleh
Dr. Ir. Prastowo, M.Eng
Pembimbing
Diketahui oleh
Prof. Dr Ir Budi Indra Setiawan, M.Agr
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan atas berkat dan rahmat Tuhan Yesus sehingga
penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi dengan judul “Kajian Daya
Dukung Lingkungan Aspek Sumber Daya Air di Kabupaten Lebak” ini dibuat
atas bantuan berbagai pihak, sehingga ucapan terimakasih disampaikan kepada
Dr. Ir. Prastowo, staf pengajar Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan,
Fakultas Teknologi Pertanian, IPB sebagai Dosen Pembimbing Akademik, Bapak,
Mama dan adik – adik (Friedrik, Rossy, Yopie, Jere) terkasih, rekan seperjuangan
satu dosen pemimbing (Rima, Libna, Melinda, Annisa), rekan – rekan mahasiswa
Teknik Sipil dan Lingkungan 2010 (47), Keluarga BILO (Liza, Weni, Icha,
Sepha, Vio, Saima) serta dukungan dari Viana, Revina, Ria A dan Citra.
Demikian skripsi ini dibuat, dengan harapan dapat bermanfaat untuk dunia
pendidikan dan penelitian. Terimakasih atas perhatiannya.
Bogor, Juli 2014
Annette Anggraeny S
DAFTAR ISI PRAKATA ............................................................................................................. xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang ...................................................................................................... 1
Perumusan Masalah .............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian .................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ................................................................................................ 2
Ruang Lingkup Penelitian ..................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 2
Konsep Daya Dukung Lingkungan dalam Penyediaan Air .................................. 2
Potensi Suplai Air ................................................................................................. 3
Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat) ......................................................... 4
Daerah Aliran Sungai ............................................................................................ 6
Neraca Air, Presipitasi, dan Evapotranspirasi ....................................................... 6
Simpanan Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah ............................................. 8
Indikator Degradasi Sumber Daya Air ................................................................ 10
METODOLOGI PENELITIAN ............................................................................ 11
Lokasi dan Waktu ............................................................................................... 11
Alat dan Bahan .................................................................................................... 11
Metode Penelitian................................................................................................ 11
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 14
Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Lebak ....................................................... 14
Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan dan Analisis Potensi Suplai Air ... 19
Sumber Daya Iklim Pertanian (Zona Agroklimat) .............................................. 23
Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah ................................................ 24
Indikator Degradasi Sumberdaya Air.................................................................. 30
Muatan Lingkungan dalam Dokumen RTRW .................................................... 32
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 36
Simpulan ............................................................................................................. 36
Saran .................................................................................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA 38
DAFTAR TABEL
1 Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan aspek sumber daya air ....... 3 2 Standar kebutuhan air ......................................................................................... 4 3 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman ................................. 5 4 Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman ................................................... 5 5 Koefisien tanaman (Kc) ...................................................................................... 8 6 Nilai kapasitas cadangan lengas tanah ............................................................... 9 7 Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak ............................................................. 15 8 Proporsi penggunaan lahan di Kabupaten Lebak Tahun 2010 ......................... 15 9 Hasil Perhitungan untuk penetapan status DDL tahunan ................................. 19 10 Hasil perhitungan untuk penetapan status DDL bulanan ................................. 21
11 Proyeksi kebutuhan air ..................................................................................... 21
12 Data teknis Waduk Karian ................................................................................ 23 13 Zona Agroklimat dan penjelasan pola tanam berdasarkan Metode Oldeman .. 24
14 Rencana pola ruang Kabupaten Lebak ............................................................. 33 15 Penetapan kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan .................. 34
16 Produksi padi dan palawija di Kabupaten Lebak Tahun 2011 37
DAFTAR GAMBAR 1 Kerangka pemikiran ......................................................................................... 14
2 Peta penggunaan lahan Kabupaten Lebak ........................................................ 17
3 Peta Wilayah SUBDAS di DAS Ciujung (Bagian Hulu) ................................. 18
4 Kondisi sungai Ciuung Hulu ............................................................................ 16 5 Kondisi sungai Ciberang .................................................................................. 16 6 Kondisi sungai Cisemeut .................................................................................. 16
7 Penetapan status DDL tahunan Kabupaten Lebak menggunakan nomogram .. 22
8 Grafik debit andalan minimum dan kebutuhan air aktual ................................ 22 9 Potongan melintang dam Waduk Karian Tipe Rock Fill Dam ......................... 23 10 Grafik curah hujan dan evaotranspirasi ............................................................ 25
11 Grafik surplus dan defisit ................................................................................. 25
12 Kurva neraca air hasil simulasi luas hutan 26
13 Skema teras glud yang dilengkapi rorak 27
14 Peta potensi banjir di Provinsi Banten .............................................................. 31 15 Skema lebar sempadan sungai berdasarkan konsep eko-hidraulik ................... 32
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air ............................................................... 41 2 Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan ................................................. 42
3 Peta Curah Hujan ................................................................................................ 48
4 Peta Kemiringan Lahan ..................................................................................... 49
5 Peta Rawan Bencana ........................................................................................ 50
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai tujuan agar wilayah
tersebut berkembang menuju tingkat perkembangan yang diinginkan, melalui
terwujudnya keterpaduan penggunaan potensi sumber daya dengan jumlah
penduduk, serta keterpaduan antara sektor pembangunan dan prinsip
berkelanjutan. Pertumbuhan jumlah penduduk meningkatkan aktivitas manusia
dalam memenuhi kebutuhannya dan mencapai tingkat kesejahteraan sosial
ekonomi yang diinginkan. Hal ini berbanding lurus dengan peningkatan
kebutuhan pokok serta sarana dan prasarana sehingga harus diikuti dengan
pengembangan sektor – sektor pembangunan. Setiap aktivitas pembangunan yang
dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya aspek yang perlu diperhatikan,
antara lain aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup. Rencana
tata ruang yang salah akan menyebabkan penurunan kualitas alam dan erosi tanah,
perubahan pada keseimbangan hidrologi, pencemaran air, kerusakan habitat
makhluk hidup, peningkatan kebutuhan energi, dan polusi udara (Randolph,
2004).
Undang – undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup mewajibkan pemerintah daerah melaksanakan
Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dalam penyusunan dan evaluasi
rencana pembangunan jangka panjang daerah, rencana pembangunan jangka
menengah daerah, dan kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko terhadap lingkungan hidup. Rencana
pengembangan sektor – sektor pembangunan, dan pemanfaatan ruang setiap
wilayah dituangkan dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
sehingga perlu dilakukan kajian muatan lingkungan dalam dokumen tersebut
untuk memastikan kualitas RTRW sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup.
Perumusan Masalah
Setiap aktivitas yang dilakukan manusia berimplikasi kepada banyaknya
aspek yang perlu diperhatikan, antara lain aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan hidup. Dampak terhadap lingkungan yang dapat disebabkan oleh
pembangunan antara lain perubahan proporsi tutupan lahan, meningkatnya jumlah
lahan kritis, kerusakan daerah aliran sungai (DAS), perubahan kapasitas simpan
air, perubahan ekosistem dan keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.
Rencana pengembangan sektor – sektor pembangunan dituangkan dalam Materi
Teknis Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sehingga perlu dilakukan kajian
terhadap muatan lingkungan dalam dokumen tersebut. Kajian yang menghasilkan
arahan perbaikan dan rekomendasi untuk pengambilan keputusan, kebijakan,
rencana dan/atau program yang mengintegrasikan pembangunan berkelanjutan
terkait dengan RTRW ditetapkan setelah dilakukan pengkajian terhadap hierarki
analisis daya dukung lingkungan, dalam hal ini aspek sumber daya air. Kajian
meliputi penetapan status daya dukung lingkungan berbasis neraca air, kajian
2
sumberdaya iklim untuk pertanian (agroklimat), analisis potensi suplai air, dan
kajian indikator degradasi sumber daya air.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menganalisis empat hierarki daya dukung lingkungan aspek sumber daya
air di Kabupaten Lebak
2. Mengkaji muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Lebak
berdasarkan analisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk masyarakat khususnya
masyarakat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak. Hasil penelitian dapat
digunakan sebagai informasi penting dalam upaya pengelolaan sumber daya air
serta peringatan dini mengenai neraca air di Kabupaten Lebak. Selain itu,
penelitian bermanfaat untuk memberikan masukan tentang muatan lingkungan
dalam Materi Teknis RTRW Kabupaten Lebak 2013-2033 berupa
kesesesuaiannya dengan prinsip pembangunan berkelanjutan dilihat dari aspek
sumber daya air. Penelitian bermanfaat untuk dunia pendidikan, khususnya untuk
bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi pada kajian daya dukung lingkungan aspek sumber
daya air di Kabupaten Lebak dan DAS Ciujung bagian hulu serta muatan
lingkungan dalam Materi Teknis RTRW Kabupaten Lebak 2013-2033.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Daya Dukung Lingkungan dalam Penyediaan Air
Daya dukung lingkungan berbasis neraca air suatu wilayah dapat diketahui
dengan menghitung kapasitas ketersediaan air pada wilayah tersebut, yang
besarnya sangat tergantung pada kemampuan menjaga dan mempertahankan
dinamika siklus hidrologi pada daerah aliran sungai (DAS). Menurut Prastowo
(2010), upaya mempertahankan siklus hidrologi dan pengendalian status daya
dukung lingkungan sangat ditentukan oleh kemampuan dalam meningkatkan
kapasitas simpan air, distribusi (alokasi) air, serta pemanfatan air yang efisien,
melalui prasarana penyediaan air. Kuantitas air tersedia ditentukan oleh beberapa
parameter dalam perhitungan neraca air meliputi karakteristik DAS, seperti sifat
fisik tanah, jenis penggunaan lahan, pola drainase, kapasitas infiltrasi, kapasitas
simpanan air, curah hujan dan debit sungai. Ketersediaan air juga ditentukan oleh
kualitas air tersedia serta tingkat pencemaran dari berbagai sumber. Pemanfaatan
sumber – sumber air yang tidak terkendali dapat menyebabkan pasokan air
3
cenderung berkurang akibat inefisensi pemakaian air baik untuk domestik,
pertanian, industri, dan lain – lain.
Analisis daya dukung lingkungan berbasis neraca air menunjukkan
perbandingan antara kondisi kebutuhan air pada suatu wilayah dengan
ketersediaan air yang ada. Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan
disajikan pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1 Kriteria penetapan status daya dukung lingkungan (DDL) aspek sumber daya air
Kriteria Status DDL-Air
Rasio supply/demand > 2 Daya dukung lingkungan aman (sustain)
Rasio supply/demand 1-2 Daya dukung lingkungan aman bersyarat (conditional sustain)
Rasio supply/demand < 1 Daya dukung lingkungan telah terlampaui (overshoot)
Sumber : Prastowo (2010)
Ketersedian air dinyatakan sebagai curah hujan andalan dihitung dengan
peluang kejadian > 50% dikalikan dengan total luas lahan. Menurut Prastowo
(2010), perhitungan kebutuhan air dapat dihitung dari hasil konversi terhadap
kebutuhan hidup layak, dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
......................................................................................... (1)
dengan :
DA : Total kebutuhan air (m3/tahun)
N : Jumlah penduduk (jiwa)
KHLA : Kebutuhan air untuk hidup layak (2 x 800 m3air/kapita/tahun)
800 m3 air/kapita/tahun adalah kebutuhan air untuk keperluan
domestik dan untuk menghasilkan pangan
2.0 adalah faktor koreksi untuk memperhitungkan kebutuhan
hidup layak yang mencakup kebutuhan pangan, domestik dan
lainnya
Potensi Suplai Air
Menurut Rustiadi et al (2010), analisis potensi suplai air menentukan jumlah
curah hujan lebih dalam bentuk limpasan maupun pengisian air tanah yang
potensial dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan air. Analisis potensi suplai
air dapat dimulai dengan memprediksi kebutuhan air aktual di wilayah tersebut,
meliputi kebutuhan air untuk kegiatan domestik, pertanian, peternakan, dan
industri. Laju pertumbuhan di setiap sektor dapat dihitung menggunakan
pendekatan eksponensial yang telah direkomendasikan di dalam buku Pedoman
Perencanaan Sumberdaya Air Wilayah Sungai yang telah diterbitkan Direktorat
Jenderal Sumberdaya Air Tahun 2001. Laju pertumbuhan pengguna tiap tahun
dianggap konstan, dan dapat dihitung dengan rumus berikut :
{(
)
} .......................................................................... (2)
dengan :
r : Angka pertumbuhan pengguna (%)
Pt : Jumlah pengguna pada tahun n (jiwa/luas)
Po : Jumlah pengguna pada tahun awal dasar (jiwa/luas)
4
t : Selisih tahun Pt dan Po
Proyeksi jumlah pengguna pada tahun yang akan datang dihitung
menggunakan rumus :
( ) ........................................................................................
(3)
dengan :
Pt : Jumlah pengguna pada tahun n (jiwa/luas)
Po : Jumlah pengguna pada tahun awal dasar (jiwa/luas)
r : Angka pertumbuhan pengguna (%)
t : Banyaknya tahun yang diproyeksikan
Besarnya kebutuhan air aktual setiap sektor diperoleh dengan persamaan
berikut ini :
................................................................................................(4)
dengan :
Kd : Kebutuhan air (m3/detik)
Pt : Jumlah pengguna
d : Standar kebutuhan air
Standar kebutuhan air pada persamaan diatas berbeda – beda pada setiap
sektor ditinjau dari jenis kegiatan dan jumlah pengguna. Besaran standar
kebutuhan air pada setiap sektor dapat dilihat pada Tabel 2 berikut :
Tabel 2 Standar kebutuhan air
No Jenis Pengguna Standar
Kebutuhan Satuan Sumber
1 Domestik
Kebutuhan Tinggi 120 liter/org/hari
Pedoman Konstruksi dan Bangunan,
PU Kebutuhan rendah 60
2 Industri
Besar 11200 liter/hari
Pedoman Konstruksi dan Bangunan,
PU
Kecil 2000
3 Pertanian 1.2 liter/detik/Ha Direktorat Pengairan dan Irigasi,
BAPPENAS, 2006)
4 Peternakan
Sapi/kerbau 40
liter/ekor/hari Direktorat Pengairan dan Irigasi,
BAPPENAS, 2006)
Kambing/domba 5
Babi 6
Unggas 0.6
Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat)
Arahan perwilayahan komoditas pertanian dapat disusun berdasarkan
pedoman agroklimat, karena setiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh
tertentu untuk berpotensi optimal. Persyaratan itu pada dasarnya berkaitan dengan
faktor iklim, tipologi lahan dalam hal ini ketinggian tempat dan jenis tanah.
5
Pengkajian menggunakan Metode Oldeman dengan memperhitungkan jumlah
bulan basah (CH > 200 mm), bulan lembab (CH antara 100 – 200 mm) dan bulan
kering (CH>200). Tipe utama klasifikasi Oldeman dibagi menjadi 5 tipe yang
didasarkan pada jumlah bulan basah berturut – turut dari rata – rata curah hujan
masing – masing bulan selama periode pengamatan tertentu. Sub divisi dibagi
menjadi 4 tipe berdasarkan jumlah bulan kering berturut – turut. Dari 5 tipe utama
dan 4 sub divisi maka tipe iklim dapat dikelompokan menjadi 17 daerah
agroklimat mulai A1 sampai E4 (Handoko, 1994). Pembagian tipe iklim menutut
Oldeman beserta agroklimatnya ditunjukkan pada Tabel 3 dan 4 di bawah ini :
Tabel 3 Zona agroklimat utama berdasarkan klasifikasi Oldeman
Tipe Utama Jumlah Bulan Basah berturut - turut
A 9
B 7-9
C 5-6
D 3-4
E <3
Sub Divisi Jumlah Bulan Kering berturut - turut
1 <2
2 2-3
3 4-6
4 >6
Sumber : Oldeman (1980) dalam Prastowo (2010)
Tabel 4 Penjabaran tipe agroklimat menurut Oldeman
Tipe
Agroklimat Penjelasan
A1,A2 Sesuai untuk padi terus menerus tetapi produksi kurang karena pada umumnya
kerapatan fluks radiasi surya rendah sepanjang tahun
B1 Sesuai untuk padi terus menerus dengan perencanaan awal musim tanam yang
baik dan produksi tinggi bila panen pada musim kemarau
B2 Dapat menanam padi dua kali setahun dengan varietas umur pendek dan musim
kering yang pendek cukup untuk tanaman palawija
C1 Tanaman padi hanya dapat ditanam sekali setahun dan palawija dapat dua kali
setahun
C2, C3, C4 Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman palawija yang kedua harus
hati - hati jangan jatuh pada bulan kering
D1 Tanam padi umur pendek satu kali dan biasanya produksi bias tinggi karena fluks
radiasi tinggi, dan waktu untuk menanam palawija cukup
D2, D3, D4 Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali palawija setahun, tergantung pada
adanya persediaan airirigasi
E Daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija,
itupun tergantung adanya hujan
Sumber : Oldeman (1980) dalam Prastowo (2010)
6
Daerah Aliran Sungai
Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat didefinisikan sebagai areal yang dibatasi
oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan dan mengalirkan air hujan
yang jatuh di atasnya, baik dalam bentuk aliran permukaan, aliran bawah tanah
dan aliran bumi ke sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau laut (Manan,
1976). Menurut Asdak (2007), paramater hidrologis yang dapat dimanfaatkan
untuk menelaah kondisi suatu DAS adalah data klimatologi (curah hujan, suhu,
klimatologi), limpasan (run off), debit sungai, sedimentasi, potensi air tanah,
koefisien regim sungai, koefisien limpasan, nisbah debit maksimum minimum
serta frekuensi dan periode banjir. Kondisi yang biasa terjadi pada faktor curah
hujan dan komponennya termasuk limpasan, pengisian air tanah dan
evapotrasnpirasi tergantung pada tipe daerah iklim dan zona penutupan lahan
(Falkenmark dan Rockström, 2004).
Menurut Seyhan (1990), faktor utama di dalam DAS yang sangat
mempengaruhi kapasitas sumberdaya air adalah vegetasi dan tanah. Vegetasi
merupakan pelindung bagi permukaan bumi terhadap hempasan air hujan,
hembusan angin dan teriknya matahari. Fungsi utama dari vegetasi adalah
melindungi tanah. Perlindungan ini berlangsung dengan cara melindungi tanah
terhadap daya rusak akibat butir-butir hujan yang jatuh, melindungi tanah
terhadap daya merusak aliran air di atas permukaan tanah, dan memperbaiki
kapasitas infiltrasi dan struktur tanah serta daya absorbsi dan daya simpan air.
Tanah selain berfungsi sebagai media tempat tumbuhnya vegetasi juga berfungsi
sebagai pengatur tata air. Peranan tanah dalam mengatur tata air tergantung pada
tingkat kemampuan tanah untuk meresapkan air yang dipengaruhi oleh kapasitas
infiltrasi dan permeabilitas tanah. Semakin banyak air yang dapat diserap dan
masuk ke dalam profil tanah persatuan waktu, maka jumlah air yang tersimpan
menjadi lebih banyak.
Neraca Air, Presipitasi dan Evapotranspirasi
Neraca air merupakan persamaan yang menggambarkan prinsip bahwa
selama selang waktu tertentu, masukan air total pada suatu ruang tertentu harus
sama dengan keluaran total ditambah perubahan bersih dalam cadangan
(Seyhan, 1990). Penyusunan neraca air di suatu tempat dimaksudkan untuk
mengetahui jumlah netto dari air yang diperoleh sehingga dapat diupayakan
pemanfaatannya sebaik mungkin. Berdasarkan cakupan ruang dan manfaat untuk
perencanaan pertanian, Nasir dan Effendy (2002) membedakan analisis neraca air
menjadi tiga model berikut :
1. Neraca air umum, berguna untuk mengetahui kondisi agroklimatik terutama
air secara umum
2. Neraca air lahan, dimanfaatkan untuk mengetahui kondisi agroklimatik
terutama dinamika kadar air tanah untuk perencanaan pola tanam dan ;
3. Neraca air tanaman, digunakan untuk mengetahui kondisi agroklimatik
terutama dinamika kadar air tanah dan penggunaan air tanaman untuk
perencanaan tanam tiap kultivar.
7
Neraca air dapat dihitung pada luasan dan periode waktu tertentu menurut
keperluannya. Perhitungan neraca air pada suatu daerah tangkapan (Thornthwaite
and Mather, 1957) dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan :
............................................................................................ (5)
dengan :
P : Presipitasi (mm/bulan)
ET : Evapotranspirasi (mm/bulan)
St : Perubahan cadangan air (mm/bulan)
Presipitasi adalah peristiwa jatuhnya air atau es dari atmosfer ke permukaan
bumi atau laut. Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu
areal tertentu. Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan
untuk masa tertentu seperti perhari, perbulan, permusim, dan pertahun
(Arsyad, 1989). Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan
pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata – rata
di daerah yang bersangkutan. Curah hujan rata-rata yang terjadi di suatu
wilayah,diperkirakan berdasarkan titik-titik pengamatan curah hujan. Stasiun
pengamat/penakar hujan hanya memberikan tebal hujan di titik di mana stasiun
tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus diperkirakan dari titik
pengukuran tersebut. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghitung
curah hujan rata – rata dalam Suripin (2004) adalah metode Thiessen dengan
rumus berikut :
( ) ( ) ( )
...................................................................(6)
dengan :
P : Curah hujan rata rata wilayah (mm)
Pn : Curah hujan tiap pos (mm)
An : Luas poligon tiap pos hujan (km2)
Metode Thiessen digunakan apabila penyebaran stasiun hujan di daerah
yang ditinjau tidak merata, memperhitungkan faktor bobot luas lahan DAS dan
stasiun. Selain itu metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung curah
hujan rata – rata adalah metode aljabar dan isohyet. Analisis curah hujan dengan
peluang tertentu dapat menggunakan persamaan Weibul yaitu :
( ).................................................................................................... (7)
dengan:
P : Peluang
m : Urutan kejadian menurut besarnya
n : Jumlah tahun pengukuran
Evapotranspirasi merupakan kombinasi dari dua proses, evaporasi dan
transpirasi. Evapotranspirasi sangat sulit dijelaskan sebagi proses, namun bisa
dihitung sebagai besaran (Murdiyarso, 1991). Evapotranspirasi dinyatakan sebagai
besaran kebutuhan air tanaman. Kebutuhan air berbeda – beda untuk setiap jenis
tanaman, dan tergantung pada jenis tanaman dan fase perkembangan tanaman,
8
jenis tanah sebagai sumber tersedianya air, dan kondisi cuaca pada lingkungan
sekitar tanaman, terutama suhu dan kelembaban (Dorenbos dan Pruit, 1975).
Evapotranspirasi potensial umumnya diduga dari unsur-unsur iklim.
Beberapa contoh pendugaan besarnya evapotranspirasi yang telah dikembangkan
adalah metode Blaney-Criddle, metode Thornthwaite, dan metode Penman.
Metode yang dipilih disesuaikan dengan data klimatologi yang dimiliki. Dengan
data curah hujan dan suhu pada periode tertentu, perhitungan evapotranspirasi
dapat dilakukan dengan metode Thornwhaite dan Matter yang telah dimodifikasi
(1975). Persamaan – persamaan yang digunakan pada metode ini adalah sebagai
berikut :
(
)
...................................................................................(8)
.........(9)
(
)
................................................................................................(10)
∑ .....................................................................................................(11)
dengan :
Eto : Evapotranspirasi acuan (mm)
T : Suhu udara rata-rata bulanan (0C)
f : Faktor koreksi lama penyinaran matahari bulanan berdasarkan
letak lintang
i : Indeks panas bulanan
I : Indeks panas tahunan
Nilai evapotranspirasi potensial (ETP) tergantung nilai evapotranspirasi
acuan dan koefisien tanaman. Perhitungan nilai ETP dapat dilihat pada persamaan
berikut :
......................................................................................
(12)
dengan :
ETp : Evapotranspirasi potensial tanaman (mm)
ETo : Evapotranspirasi acuan tanaman (mm)
Kc : Koefisien pertanaman
Tabel 5 Koefisien tanaman (Kc)
Jenis Tanaman Kc
Kebun Campuran 0.8
Tegalan/ ladang 0.9
Permukiman 0
Sawah irigasi 1.15
Semak belukar 0.8
Sawah tadah hujan 0.8
Rumput 0.8
Sumber : Doorenbos and Pruitt (1977)
Simpanan Air, Limpasan dan Pengisian Air Tanah
Simpanan atau cadangan air merupakan besaran yang menunjukkan jumlah
air tersedia di dalam suatu batasan ruang tertentu, yang merupakan hasil interaksi
9
antara aliran masuk dan aliran keluar pada ruang tersebut. Menurut Thornthwaite
dan Mather (1957), kapasitas cadangan lengas tanah bergantung pada dua faktor
jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang terdapat pada permukaan tanah
tersebut. Besarnya cadangan lengas tanah pada suatu daerah perakaran dapat
berubah-ubah dan dipengaruhi oleh kapasitas infiltrasi serta daya menahan air
oleh tanah. Perubahan ini diidentifikasi dengan adanya perubahan kelembaban
pada zona perakaran. Menurut Thornthwaite dan Mather (1957), kapasitas
simpanan air tanah (STo) dihitung dengan persamaan berikut :
( ) ................................................................ (13)
dengan :
KLfc : Kadar lengas tanah kapasitas lapang (mm)
KLwp : Kadar lengas tanah titik layu permanen (mm)
dZ : Kedalaman jeluk tanah (mm)
Thornthwaite dan Mather (1957) telah memberikan pedoman untuk
menentukan nilai kapasitas cadangan lengas tanah di daerah seperti terlihat pada
Tabel 6 berikut :
Tabel 6 Nilai kapasitas cadangan lengas tanah berdasarkan tekstur tanah dan kelompok tanaman
Klasifikasi tanaman Tekstur tanah Air tersedia
(mm/m)
Daerah
perakaran
(m)
Cadangan
lengas tanah
(mm)
Tanaman berakar
dangkal
Pasir halus 100 0.50 50
Lempung berpasir halus 150 0.50 75
Lempung berdebu 200 0.62 100
Lempung berliat 250 0.40 100
Liat 300 0.25 75
Tanaman berakar
sedang
Pasir halus 100 0.75 75
Lempung berpasir halus 150 1.00 150
Lempung berdebu 200 1.00 200
Lempung berliat 250 0.80 200
Liat 300 0.50 150
Tanaman berakar dalam Pasir halus 100 1.00 100
Lempung berpasir halus 150 1.00 150
Lempung berdebu 200 1.25 250
Lempung berliat 250 1.00 250
Liat 300 0.67 200
Tanaman buah-buahan Pasir halus 100 1.50 150
Lempung berpasir halus 150 1.67 250
Lempung berdebu 200 1.50 300
Lempung berliat 250 1.00 250
Liat 300 0.67 200
Tanaman hutan Pasir halus 100 2.50 250
Lempung berpasir halus 150 2.00 300
Lempung berdebu 200 2.00 400
Lempung berliat 250 1.60 400
Liat 300 1.17 350
Sumber: Thornthwaite dan Mather (1957)
10
Analisis perubahan cadangan lengas tanah pada suatu daerah, dapat
dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut :
( )............................................................................(14)
dengan :
ST : perubahan cadangan lengas tanah
STi : cadangan lengas tanah pada bulan ke-i (mm/bulan)
Setelah simpanan air telah mencapai kapasitas cadangan lengas tanah
(water holding capacity), kelebihan curah hujan akan dihitung sebagai surplus
atau curah hujan lebih. Surplus merupakan kelebihan setelah air tanah terisi
kembali. Dengan demikian curah curah hujan lebih dikurangi dengan nilai
evapotranspirasi. Selanjutnya curah hujan lebih akan menjadi limpasan dan
pengisian air tanah. Besarnya limpasan sebanding dengan proporsi koefisien
limpasan pada wilayah tersebut sedangkan besarnya pengisian air tanah
merupakan sisa nilai curah hujan lebih yang tidak menjadi limpasan.
............................................................................... (15)
dengan :
S : CHlebih (mm/bulan)
Apabila nilai evapotranspirasi potensial lebih kecil dibandingkan
evapotranspirasi aktual, maka akan terjadi defisit air. Hal ini ditunjukkan pada
persamaan :
........................................................................................(16)
dengan :
D : Defisit air (mm)
ETp : Evapotranspirasi Potensial (mm)
ETa : Evapotranspirasi Aktual (mm)
Indikator Degradasi Sumber Daya Air
Tinjauan atas daya dukung lingkungan aspek sumber daya air berbasis
neraca air, dapat pula dilihat dari berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti
banjir dan kekeringan. Beberapa parameter hidrologi yang dpat digunakan
menjadi indikator kerusakan sumber daya air, antara lain : koefisien limpasan,
hidrograf sungai, rating curve, fluktuasi debit sepanjang tahun, debit sedimen dan
penurunan muka air tanah (Prastowo, 2010).
Nilai koefisien limpasan menunjukkan bagian curah hujan yang tidak masuk
ke dalam tanah, yang mengalir sebagai aliran permukaan. Semakin tinggi nilai
koefisien limpasan pada suatu wilayah, semakin rendahpenutupan vegetasi pada
wilayah tersebut. Peningkatan nilai koefisien limpasan akibat adanya konversi
lahan bervegetasi mendai peruntukan lainnya. Menurut Prastowo (2010), selain
oleh faktor penutupan lahan, nilai koefisien lahan juga dipengaruhi oleh sifat fisik
tanah dan kemiringan lahan.
11
Prinsip konservasi air yaitu penggunaan air yang jatuh ke tanah seefisien
mungkin, dan pengaturan waktu aliran sehingga tidak terjadi banjir yang merusak
dan terdapat cukup air pada waktu musim kemarau. Setiap perlakuan yang
diberikan kepada sebidang tanah akan mempengaruhi tata air pada tempat itu dan
tempat – tempat di hilirnya (Harahap, 2007). Teknologi konservasi air dirancang
untuk meningkatkan air yang masuk ke dalam tanah melalui pengisian kantong air
di daerah cekungan serta mengurangi kehilangan air melalui evaporasi
(Subagyono et al, 2004). Rekomendasi yang dapat diberikan dalam konservasi air,
khususnya dalam area daerah aliran sungai adalah dengan pengelolaan limpasan,
waduk, reservoir, pembuatan sumur resapan, sumur resapan, lubang biopori dan
penghijauan daerah aliran sungai.
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan selama 3 bulan, selama bulan Februari – April 2014
Pengambilan data sekunder dari beberapa instansi pemerintahan dan balai
penelitian terkait di Kabupaten Lebak, Banten dan Kota Bogor. Pengolahan data
dilakukan di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Kampus IPB Dramaga,
Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer
dengan program Microsoft Excel, AutoCAD, ArcGIS dan alat tulis. Data sekunder
yang dibutuhkan untuk mengkaji daya dukung lingkungan aspek sumber daya air
di kabupaten Lebak, adalah :
1. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lebak
2. Arahan Pemanfaatan Ruang Wilayah Sungai Ciujung Bagian Hulu
3. Data Klimatologi, berupa data Curah hujan 1998 – 2007
4. Lebak dalam Angka
5. Data Pokok Kabupaten Lebak
6. Peta Tata Guna Lahan Kabupaten Lebak
Metode Penelitian
Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Studi pustaka
Studi pustaka digunakan untuk mempelajari berbagai metode untuk
menganalisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air.
12
2. Pengumpulan data dan informasi
Keseluruhan data yang dianalisis merupakan data sekunder berupa RTRW
dan Arahan Pemanfaatan Wilayah Sungai Ciujung Bagian Hulu yang
diperoleh dari Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA), Data Klimatologi yang diperoleh dari Balai Besar Wilayah
Sungai Ciujung-Ciliman-Cidurian (BBWSC3), Data Pokok Kabupaten
Lebak dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Lebak dan Peta Tata
Guna Lahan yang diperoleh dari Badan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(BPDAS) Citarum – Ciliwung.
3. Pengolahan dan Analisis Data
a) Menentukan status daya dukung lingkungan
1) Menghitung curah hujan rata – rata dengan persamaan (6)
2) Menghitung curah hujan andalan bulanan dan tahunan peluang
80% sebagai nilai ketersediaan air dengan persamaan (7)
3) Menghitung jumlah kebutuhan air (water footprint) menggunakan
persamaan (1).
4) Membandingkan nilai rasio perbandingan nilai ketersediaan dan
kebutuhan air untuk mendapatkan status daya dukung lingkungan
berdasarkan Tabel 1.
b) Menghitung potensi suplai air
1) Menghitung kebutuhan air aktual saat ini hingga tahun 2030 di
sektor domestik, pertanian, peternakan dan industri menggunakan
persamaan (2), (3) dan (4). Standar kebutuhan masing masing
sektor dapat dilihat pada Tabel 2.
2) Menghitung debit andalan 80% sungai Ciujung Hulu dengan
persamaan (7)
3) Membandingkan besar kebutuhan air aktual dan ketersediaan air
dalam hal ini debit andalan minimum sungai.
c) Menentukan zona agroklimat
1) Menentukan bulan basah, lembab dan kering berturut – turut
menggunakan metode Oldeman, kemudian dibandingkan nilainya
dengan Tabel 3 dan 4 untuk mendapatkan tipe agroklimat wilayah
tersebut.
d) Melakukan analisis neraca air
1) Mengidentifikasi penutupan lahan pada DAS Ciliwung melalui
peta penggunaan lahan.
2) Melakukan perhitungan evapotranspirasi potensial tanaman dengan
metode Thornwhaite dan Matter yang telah dimofikasi dengan
persamaan (8), (9), (10) dan (11).
3) Menghitung selisih hujan (P) dan evapotranspirasi potensial (ETP).
4) Menghitung accumulated potential water losses (APWL) dengan
akumulasi air bulan ke-i = {Akumulasi air bulan ke-(i-1) + nilai P-
ETP bulan i}. Nilai negatif P-ETP menununjukkan potensi defisit
13
air yang merupakan hasil penjumlahan setiap bulannya. Untuk
wilayah basah, jumlah P-E dari setiap bulan bernilai positif. Oleh
karena itu, perhitungan akumulasi kehilangan air dimulai dari 0.
5) Menghitung kapasitas simpan air (water storage capacity (STo))
6) Menghitung cadangan lengas tanah (water holding capacity/ST).
Nilai cadangan lengas tanah pada awal periode dianggap sama
dengan nilai cadangan lengas tanah maksimum (kapasitas simpan
air tanah). Selanjutnya, jika nilai P>ETP, nilai cadangan lengas
tanah tidak akan berubah. Namun, jika nilai P<ETP, nilai cadangan
lengas tanah akan ditentukan dengan persamaan :
7) Menghitung perubahan cadangan lengas tanah ( St) dengan
menggunakan persamaan (14). Jika nilai cadangan lengas tanah
sama dengan nilai kapasitas simpannya, diasumsikan tidak terjadi
perubahan dalam penyimpanan air.
8) Menghitung evapotranspirasi aktual (ETa)
Untuk bulan basah (P>ETp), maka ETa = Etp
Untuk bulan kering (P<ETp), maka ETa = P + |- ∆St |
9) Menghitung defisit (D), dengan menggunakan persamaan
(16).Menghitung CH lebih/ surplus air (S) yaitu pada kondisi
P>ETp, dengan persamaan neraca air Thornthwaite and Mather
(15).
10) Membuat kurva neraca air.
e) Mengidentifikasi indikator degradasi sumberdaya air
1) Mengidentifikasi lahan dan kesesuaian lahan. Hasil neraca air
sebagai dasar penentuan wilayah yang perlu dilakukan konservasi.
2) Mengidentifikasi rawan bencana dan kejadian bencana alam yang
berpotensi menurunkan kualitas air
4. Interpretasi Hasil
Mengkaji muatan lingkungan dalam RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan
hasil analisis daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air
5. Rekomendasi
Merumuskan rekomendasi dan arahan perbaikan untuk RTRW
berdasarkan kajian analisis daya dukung lingkungan aspek sumber daya air
berupa elemen hasil yang tidak tercantum di dalam RTRW dan
rekomendasi berupa bangunan sipil dan vegetatif.
14
Gambar 1 Kerangka pemikiran
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Wilayah Kabupaten Lebak
Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak dilakukan di
seluruh wilayah Kabupaten Lebak dengan luas wilayah 330500.22 Ha yang
mencakup 28 kecamatan dan 345 Desa/Kelurahan. Kabupaten Lebak terletak pada
posisi 105º25' -106º30' BT dan 6º18' - 7º00' LS berbatasan langsung dengan
Kabupaten Serang dan Tangerang di sebelah Utara, Kabupaten Bogor dan
Sukabumi di sebelah Timur, Kabupaten Pandeglang di sebelah Barat dan
Samudera Hindia di sebelah Selatan. Jumlah penduduk Kabupaten Lebak tahun
Kajian Daya Dukung Lingkungan
Aspek Sumber Daya Air
Daya Dukung Lingkungan
Data Curah Hujan, Suhu,
Nilai Kc, Nilai Sto, Nilai
C, Proporsi Tutupan Lahan
Data Curah Hujan 10
Tahun dari 4 Stasiun
Data Curah Hujan, Data
Debit Sungai, Luas
Wilayah, Data Pokok
Jumlah Penduduk,
Kegiatan Pertanian,
Peternakan dan Industri
Kesesuaian Analisis Hierarki Daya Dukung Lingkungan dengan Muatan
Lingkungan Dalam RTRW Kabupaten Lebak 2013 - 2033
Rekomendasi
Sumberdaya Iklim untuk
Pertanian Neraca Air Degradasi Sumberdaya Air
Proporsi Tutupan Lahan,
dan Peta Potensi Rawan
Banjir
1. Curah Hujan Rata – rata
(Metode Thiessen)
2. Curah Hujan Andalan
3. Water footprint
4. Debit Sungai Andalan
(Potensi Suplai Air)
5. Proyeksi Kebutuhan Air
Aktual
1. Curah Hujan Andalan
2. Penentuan Bulan Basah
dan Kering Metode
Oldeman
1. Curah Hujan Rata –
rata (Metode Thiessen)
2. Curah Hujan Andalan
3. Evapotranspirasi
(Metode Thornwaite)
4. Surplus, Limpasan dan
Pengisian Air Tanah
5. Simulasi
1. Proporsi Penggunaan
Lahan
2. Review peta rawan
bencana dan kejadian
bencana alam
Status Daya Dukung
(Aman, Aman Bersyarat,
Terlampaui)
Zona Agroklimat
Suplus, Defisit, Limpasan,
Pengisian Air Tanah, Luas
Minmum Hutan
Indikator Kerusakan
Sumberdaya Air
15
2010 berdasarkan data Lebak dalam Angka Tahun 2011 adalah 1204095 jiwa
dengan pertumbuhan penduduk dari 1.59%.
Berdasarkan pengaruh 5 (lima) faktor pembentuk tanah yaitu batuan
induk, topografi, umur, iklim, dan vegetasi, maka Kabupaten Lebak secara
umum tersusun oleh jenis tanah latosol, podsolik, alluvial, andosol, regosol
dan rensina (RTRW, 2013). Kabupaten Lebak mempunyai keadaan topografi
yang cukup bervariasi dengan ketinggian berkisar antara 100 meter hingga di atas
1000 meter dari permukaan laut. Kabupaten Lebak berdasarkan lerengnya terbagi
menjadi beberapa kelas,yaitu ; 0 – 2%, 2 – 15%,15 – 25%, 25 – 40%, dan >40%.
Wilayah Kabupaten Lebak mencapai 52.9 % dari total luas wilayah berada pada kelas
lereng 2 – 15 %. Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak berdasarkan kelas lebih
lengkap disajikan pada Tabel 7 berikut :
Tabel 7 Kelerengan wilayah Kabupaten Lebak
Kemiringan Lahan (%) Luas (Ha) Persentase (%)
0 -2 45129.04 13.65
2-15 174839.83 52.90
15-25 54767.64 16.57
25-40 43610.41 13.19
>40 12160.25 3.68
Total Luas (Ha) 330500.22 100.00
Sumber : RTRW (2013)
Peruntukan penggunaan lahan di Kabupaten Lebak berdasarkan RTRW
(2013) didominasi oleh kebun campuran, diikuti dengan sawah beririgasi dan
perkebunan. Peta tata guna lahan Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Gambar 2
dan proporsi luas penggunaan lahan pada tahun 2012 disajikan pada Tabel 8 di
bawah ini :
Tabel 8 Proporsi penggunaan lahan di Kabupaten Lebak Tahun 2010
Peruntukan Penggunaan Lahan Luas (ha) Persentase (%)
Hutan Belukar 50346.45 15.23
Hutan Lebat 3134.88 0.95
Kampung 10783.82 3.26
Kebun Campuran 151283.47 45.77
Padang Rumput 377.74 0.11
Perkebunan Besar 9872.27 2.99
Perkebunan Rakyat 42338.25 12.81
Perumahan 84.38 0.03
Rawa 120.39 0.04
Sawah Irigasi (1XPadi) 26952.99 8.16
Sawah Irigasi (2XPadi) 26420.96 7.99
Sawah Tadah Hujan 52.00 0.02
Semak 1942.45 0.59
Sungai/Danau 2202.63 0.67
Tanah Rusak 234.46 0.07
Tegalan/ Ladang 4353.08 1.32
Jumlah 330500.22 100.00
Sumber : RTRW (2013)
16
Kabupaten Lebak dialiri 3 sungai yaitu sungai Ciujung, Ciliman dan
Cibalung dengan sungai Ciujung memiliki potensi debit terbesar mencapai 1400
m3/s dan mengalir sepanjang tahun. DAS Ciujung secara keseluruhan terletak
dalam wilayah administrasi Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dan Kabupaten Bogor di Provinsi Jawa Barat.
Wilayah studi DAS Ciujung bagian Hulu sebagian besar merupakan wilayah
Kabupaten Lebak dengan luas 113623 Ha. Wilayah hulu DAS Ciujung yang
terbagi menjadi 3 sub DAS utama, yaitu sub DAS Ciujung Hulu, sub DAS
Cisimeut dan sub DAS Ciberang. Penduduk di sekitar DAS Ciujung
menggunakan air sungai tersebut sebagai sumber air utama untuk keperluan
domestik, kegiatan pertanian, perikanan, pertanian dan irigasi. Sepanjang
sempadan sungai terdapat vegetasi seperti rumput, bambu, dan pohon kelapa dan
pada jarak kurang dari 10 meter di sub DAS Cisemeut terdapat pemukiman
penduduk. Peta wilayah sub DAS Ciujung Hulu disajikan pada Gambar 3 dan
kondisi eksisting sungai dapat dilihat pada Gambar 4,5 dan 6.
Gambar 4 Foto Sungai Ciujung Hulu di Gambar 5 Foto sungai Ciberang di
Kecamatan Bojongmanik Kecamatan Cipanas
Gambar 6 Foto Sungai Cisemeut di
Kecamatan Leuwidamar
19
Penetapan Status Daya Dukung Lingkungan (DDL)
dan Analisis Potensi Suplai Air
Penetapan status daya dukung lingkungan Kabupaten Lebak dilakukan
dengan pendekatan analisis berbasis neraca air. Analisis tersebut menunjukkan
perbandingan antara kondisi kebutuhan air pada suatu wilayah dengan
ketersediaan air yang ada. Ketersediaan air yang dinyatakan sebagai curah hujan
andalan bulanan dan tahunan dihitung dengan peluang kejadian 80%. Data curah
hujan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data 1998-2007 dari empat
stasiun penakar hujan BBWSC3 yang tersebar di DAS Ciujung Hulu, yaitu Banjar
Irigasi, Bojong Manik, Sajira dan Warung Gunung. Data hujan 10 tahun tersebut
diolah menggunakan metode Thiessen untuk mendapatkan curah hujan rata – rata
yang menggambarkan kondisi hujan aktual di DAS tersebut.
Besar curah hujan andalan kemudian dibandingkan dengan kebutuhan air
(water footprint) yang merupakan suatu konsep yang digunakan untuk mengetahui
jumlah air yang dibutuhkan oleh individu, komunitas, dan kegiatan produksi. Nilai
kebutuhan air domestik untuk hidup layak adalah 800 m3/ kapita/ tahun
(Prastowo, 2010). Nilai tersebut kemudian dikalikan dengan faktor koreksi 2
untuk memperhitungkan kebutuhan pangan, produksi dan aktivitas lainnya
sehingga diperoleh nilai sebesar 1600 m3/kapita/tahun. Nilai curah hujan andalan
tahunan sebesar 1349 mm/tahun dihitung dengan Metode Weibul peluang
kejadian 80%. Nilai tersebut dikalikan dengan luas wilayah Kabupaten Lebak
3.09 x 109 m
2 sehingga diperoleh ketersediaan air tahunan sebesar 4.46 x 10
9 m
3.
Ketersediaan air dibagi dengan hasil perkalian nilai kebutuhan air hidup layak
dengan jumlah penduduk, sehingga diperoleh rasio sebesar 2.31 yang menetapkan
status daya dukung lingkungan berbasis neraca air berada dalam kondisi aman
(sustain), yang artinya jumlah air yang tersedia lebih besar dibandingkan total
kebutuhan air sehingga mampu mencukupi kebutuhan penduduk.
Hasil perhitungan untuk penetapan status daya dukung lingkungan tahunan
disajikan pada Tabel 9 berikut ini :
Tabel 9 Hasil Perhitungan untuk penetapan status DDL tahunan
Curah Hujan (mm/tahun) 1349.00
Luas Wilayah (m2) 3.09 x 10
9
Ketersediaan Air (m3) 4.46 x 10
9
Jumlah penduduk (Jiwa) 1204095
Konsumsi Air (m3/tahun) 1600.00
Kebutuhan Air (m3/tahun) 1.92 x 10
9
Rasio 2.31
Status Aman (Sustain)
Prosedur perhitungan yang sama dilakukan untuk menetapkan status daya
dukung lingkungan tahunan untuk empat stasiun penakar hujan penakar hujan
BBWSC3 yang tersebar di DAS Ciujung Hulu dan diperoleh hasil untuk wilayah
Banjar Irigasi, Bojong Manik berada dalam status aman (sustain), Sajira berada
pada status aman bersyarat dan Warung Gunung berada pada status terlampaui
(overshoot). Besar curah hujan andalan dari stasiun Bnajar Irigasi dan Bojong
Manik tersebut hasil perhitungan menggunakan metode Thiessen berturut – turut
1455 mm dan 1343 mm. Berbeda dengan Wilayah Sajira dan Warung Gunung
20
yang curah hujan andalan tahunannya 1245 mm dan 830 mm. Status aman
bersyarat dan terlampaui di Wilayah Kecamatan sajira dan Warung Gunung,
selain disebabkan curah hujan rendah, daerah tersebut juga memilki tingkat
kepadatan penduduk yang lebih tinggi. Peta Sebaran Hujan di Kabupaten Lebak
dapat dilihat pada Lampiran 3.
Hubungan antara kepadatan penduduk dan besar curah hujan andalan
tahunan dalam nomogram menunjukkan status daya dukung lingkungan tahunan
Kabupaten Lebak disajikan pada Gambar 7 berikut :
Gambar 7 Penetapan status daya dukung lingkungan tahunanKabupaten Lebak
berdasarkan nomogram
Kabupaten Lebak dengan curah hujan andalan sebesar 1349.43 mm
termasuk wilayah dengan curah hujan rendah dan kering. Berdasarkan nomogram
dapat dilihat bahwa Kabupaten lebak berada pada status aman karena kepadatan
penduduk 420 jiwa/km2. Dengan besar curah hujan andalan tersebut, Kabupaten
Lebak akan tetap berada pada status aman (sustain) jika pertumbuhan penduduk
dikontrol sehingga kepadatan penduduk tidak lebih dari 430 jiwa/km2. Apabila
kepadatan penduduk melebihi nilai tersebut, maka status daya dukung lingkungan
akan berubah menjadi aman bersyarat atau terlampaui.
Prosedur perhitungan yang sama dilakukan untuk menetapkan status daya
dukung lingkungan bulanan Kabupaten Lebak. Rekapitulasi hasil perhitungan
untuk penetapan status daya dukung lingkungan bulanan disajikan pada Tabel 10
berikut :
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
Cu
rah
Hu
jan
(m
m/t
ahu
n)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain) DDL - Aman Bersyarat
(Conditional Sustain)
DDL Kabupaten Lebak
DDL - Aman (Sustain)
DDL - telah terlampaui
(Overshoot)
21
Tabel 10 Hasil perhitungan untuk penetapan status DDL bulanan
Bulan Curah Hujan
(mm/bulan) Ketersediaan Air (m
3) Rasio Status
Jan 206 6.82 x 108 4.25 aman
Feb 178 5.87 x 108 3.66 aman
Mar 117 3.86 x 108 2.40 aman
Apr 114 3.78 x 108 2.36 aman
May 84 2.77 x 108 1.73 bersyarat
Jun 50 1.64 x 108 1.02 bersyarat
Jul 66 2.17 x 108 1.35 bersyarat
Aug 14 4.60 x 107 0.29 terlampaui
Sep 30 9.90 x 107 0.62 terlampaui
Oct 75 2.49 x 108 1.55 bersyarat
Nov 93 3.06 x 108 1.91 bersyarat
Dec 163 5.40 x 108 3.37 aman
Status daya dukung lingkungan bulanan bervariasi tergantung besar curah
hujan andalan bulanan. Berdasarkan Tabel 10, curah hujan >100 mm yang jatuh
pada bulan Desember – April menunjukkan nilai rasio >2, sehingga berada pada
status aman. Bulan Mei – Juli dan Oktober – November berada pada status aman
bersyarat dengan curah hujan bervariasi antara 50-100 mm. Musim kemarau yang
terjadi pada bulan Agustus – September dengan curah hujan <50 mm berada
status terlampaui, dimana ketersediaan air berdasarkan curah hujan pada bulan –
bulan tersebut tidak dapat mencukupi total kebutuhan air untuk hidup layak.
Faktor utama yang mempengaruhi besar kebutuhan air saat ini adalah
jumlah penduduk, kegiatan budidaya pertanian, antara lain peternakan dan
perikanan, serta kegiatan industri. Perubahan jumlah dan pola penyebaran
penduduk akan mempengaruhi kuantitas kebutuhan air, sedangkan perubahan
penggunaan lahan mempengaruhi kuantitas kebutuhan air untuk pertanian dan
industri. Prediksi kebutuhan air untuk masa yang akan datang dihitung
menggunakan metode pendekatan eksponensial. Hasil analisa perkembangan
jumlah pengguna dan peningkatan kebutuhan air kemudian dibandingkan dengan
debit andalan sungai dan jumlah air tanah berdasarkan data hidrogeologi untuk
mengetahui status ketersediaan air mencukupi kebutuhan air atau perlu dibangun
sistem penyediaan air.
Data jumlah penduduk, luas lahan pertanian, jumlah hewan ternak, jumlah
kegiatan industri diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lebak yang
kemudian dikalikan dengan standar kebutuhan masing – masing kegiatan untuk
mendapatkan nilai kebutuhan air aktual dalam satuan m3/s. Proyeksi kebutuhan air
berdasarkan jumlah dan jenis kegiatan hingga tahun 2030 yang telah dihitung
menggunakan metode pendekatan eksponensial disajikan dalam Tabel 11 berikut
ini: Tabel 11 Proyeksi kebutuhan air
Tahun Domestik
(m3/s)
Pertanian
(m3/s)
Peternakan
(m3/s)
Industri
(m3/s)
Jumlah
(m3/s)
2010 1.48 116.86 0.06 0.34 118.75
2015 1.60 124.04 0.07 0.36 126.08
2020 1.73 131.67 0.08 0.37 133.86
2025 1.87 139.76 0.09 0.39 142.12
2030 2.03 148.35 0.10 0.41 150.90
22
Secara keseluruhan terjadi peningkatan kebutuhan air aktual semua sektor
dari tahun ke tahun. Berdasarkan Tabel 11 di atas, dapat dilihat bahwa kebutuhan
air aktual untuk kebutuhan pertanian, dalam hal ini sawah untuk beririgasi, lahan
dan palawija, lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan di sektor yang lain
yaitu sebesar 116.86 m3/s pada 2010 dan dengan pertumbuhan 1.2% kebutuhan air
aktual bertambah menjadi 148.35 m3/s pada 2030. Pertumbuhan penduduk sebesar
1.59% dianggap konstan, sehingga pada tahun 2030 jumlah penduduk
diprediksikan mencapai 1.7 juta jiwa dengan total kebutuhan air aktual 2.03 m3/s.
Peningkatan juga terjadi pada kebutuhan air aktual untuk peternakan dan kegiatan
industri masing – masing 0.07 m3/s dan 0.360 m
3/s pada 2010 menjadi 0.1 m
3/s
dan 0.418 m3/s pada 2030 dengan laju pertumbuhan berturut - turut 0.2% dan
1.3%. Total kebutuhan air dari semua sektor pada tahun 2010 adalah 118.75 m3/s
dan bertambah menjadi 150.9 m3/s pada tahun 2030. Keadaan ini sesuai dengan
yang disebutkan Husein (1992) bahwa kebutuhan air mengalami peningkatan
sesuai dengan perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat yang memerlukan
air baku untuk rumah tangga, perkotaan, industri, terlebih lagi kebutuhan air akan
irigasi untuk meningkatkan pendapatan para petani pemakai air.
Data sumber air baku untuk memenuhi kebutuhan air aktual dalam
penelitian ini menggunakan data debit DAS Ciujung Hulu yang mengalir di
Kabupaten Lebak. Data debit sungai bulanan pada tahun 1998 – 2007 diolah
menggunakan Metode Weibul peluang kejadian 80%. Keseimbangan air wilayah
dapat diketahui dengan membandingkan nilai total kebutuhan air aktual dan
ketersediaan air baku. Berdasarkan grafik pada Gambar 5 terlihat bahwa debit
andalan bulanan minimum Sungai Ciujung sebagai sumber ketersediaan air baku
mencukupi kebutuhan air actual. Keseimbangan air wilayah Labupaten Lebak dari
tahun 2010 hingga 2030 dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Gambar 8 Grafik debit andalan minimum dan kebutuhan air aktual
Terkait dengan kawasan sungai Ciujung, kawasan ini merupakan daerah
pengaliran sungai yangmendukung dan melayani kota-kota yang berperan sebagai
pusat pelayanan, selain Kabupaten Lebak antara lain Cilegon dan Merak sebagai
Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pandeglang dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW)
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
2010 2015 2020 2025 2030
(m3/s)
(tahun)
Kebutuhan Air Aktual
Debit Minimum
23
sehingga perlu arahan pengembangan sumberdaya pemenuhan kebutuhan air
bersih untuk irigasi, konservasi, pengendalian pencemaranair dan intrusi air laut.
Pengembangan sistem prasarana sumber daya air bertujuan untuk mewujudkan
keseimbangan ketersediaan air dalam rangka ketahanan pangan. Kebijakan
pengelolaan sumber daya air yang akan dikembangkan terdiri dari pengembangan
jaringan irigasi sawah yang diprioritaskan di Kabupaten Lebak serta
pengembangan waduk dalam rangkamendukung pengembangan PKN dan PKW,
yaitu dengan terbangunnya Waduk Karian di Sungai Ciujung. Waduk ini
dibangun untuk menampung air dan memenuhi kebutuhan air baku di wilayah
Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang
Selatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari BBWSC3, Waduk Karian yang
akan dibangun dengan spesifikasi teknis sebagai berikut :
Tabel 12 Data teknis Waduk Karian
Tipe Rock Fill Dam
Luas DAS 288.0 km2
DAM Crest Level 72.5 M
Elevasi Muka Air Banjir 70.9 M
Elevasi Muka Air Normal 67.5 M
Tinggi Bendung 60.5 M
Luas Genangan Waduk 1740 ha
Volume Tampungan Efektif 2.08 x 108 m
3
Debit Inflow 3672.0 m3/s
Debit Outflow 3190.0 m3/s
Sumber : BBWSC3 (2009)
Gambar 9 Skema potongan melintang dam Waduk Karian Tipe Rock Fill Dam
Sumber Daya Iklim Pertanian (Agroklimat)
Arahan perwilayahan komoditas pertanian dapat disusun berdasarkan
pedoman agroklimat, karena setiap jenis tanaman mempunyai persyaratan tumbuh
tertentu untuk berpotensi optimal. Persyaratan itu pada dasarnya berkaitan dengan
24
faktor iklim, tipologi lahan dalam hal ini ketinggian tempat dan jenis tanah.
Pengkajian menggunakan Metode Oldeman dilakukan pada data iklim berupa
curah hujan andalan bulanan 80% dari beberapa stasiun yang tersebar di
Kabupaten Lebak dengan memperhitungkan jumlah bulan basah, bulan lembab
dan bulan kering. Zonasi tipe agroklimat dan penjelasan pola tanam untuk 4
Kecamatan di Kabupaten Lebak disajikan pada Tabel 13 berikut ini :
Tabel 13 Zona Agroklimat dan penjelasan pola tanam berdasarkan Metode Oldeman
Stasiun BK BB Zona
Agroklimat Penjelasan
Banjar Irigasi 1 6 C1 Tanaman padi dapat sekali setahun dan palawija
dua kali setahun
Bojongmanik 2 6 C2
Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman
palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh
pada bulan kering
Sajira 3 5 C2
Setahun hanya dapat satu kali padi dan penanaman
palawija yang kedua harus hati - hati jangan jatuh
pada bulan kering
Warunggunung 3 3 D2
Hanya mungkin satu kali padi atau satu kali
palawija setahun, tergantung adanya persediaan air
irigasi
Berdasarkan analisis sumberdaya iklim untuk pertanian menggunakan
Metode Oldeman yang disajikan pada Tabel 13, Kabupaten Lebak berada di zona
C1 untuk Kecamatan Banjar Irigasi, C2 untuk Kecamatan Bojong Manik dan
Sajira, D2 untuk Kecamatan Warunggunung yang artinya secara umum
Kabupaten Lebak dapat ditanami padi (pertanian basah) dan palawija (pertanian
kering) dengan pola tanam tertentu tergantung bulan basah dan bulan kering,
pengelolaan ketersediaan air dan keberadaan jaringan irigasi pada masing masing
wilayah. Berdasarkan zona agroklimat ini dapat disimpulkan pula bahwa
Kabupaten Lebak beriklim kering dengan curah hujan rendah.
Neraca Air, Limpasan, dan Pengisian Air Tanah
Menurut Hillel (1971), neraca air adalah perincian tentang masukan (gains),
keluaran (loses), dan perubahan kapasitas simpan air yang terdapat pada suatu
lahan dalam periode dan waktu tertentu. Dengan melakukan analisis neraca air
lahan, dapat ditentukan langkah selanjutnya untuk pengelolaan air secara efisien
untuk perencanaan agroklimatik dan struktur ruang penggunaan lahan. Parameter
masukan yang digunakan dalam neraca air adalah presipitasi, evapotranspirasi dan
kapasitas simpan air. Curah hujan yang digunakan adalah curah hujan bulanan
pada 1998-2007 yang kemudian diolah menggunakan Metode Weibul peluang
kejadian 80% untuk mendapatkan nilai curah hujan andalan bulanan.
Evapotranspirasi acuan (Eto) dihitung menggunakan Metode Thornwaite, dan data
yang dibutuhkan adalah data suhu rata – rata Kabupaten Lebak. Nilai Eto akan
dikalikan dengan Kc tertimbang untuk mendapatkan nilai Evapotanspirasi
Potensial (ETP). Dalam hal ini, nilai Kc disesuaikan dengan komposisi
penggunaan lahan pada tahun 2012. Grafik hubungan curah hujan andalan dan
nilai ETP dapat dilihat pada Gambar 10.
25
Menurut Thornwaite dan Matter (1957), faktor utama yang mempengaruhi
kapasitas simpan air yaitu jenis dan struktur tanah serta jenis tanaman yang
terdapat pada lahan tersebut. Nilai kapasitas simpan air (STo) tertimbang
Kabupaten Lebak ditentukan juga berdasarkan penggunaan lahan. Ketiga
parameter masukan tersebut, yaitu curah hujan andalan, ETP dan STo digunakan
untuk mendapatkan nilai defisit, surplus, limpasan dan pengisian air tanah.
Kondisi surplus dan defisit neraca air Kabupaten Lebak ditampilkan pada
Gambar 11 berikut :
Gambar 10 Grafik curah hujan dan evapotranspirasi
Gambar 11 Grafik surplus dan defisit
Berdasarkan grafik tersebut dapat dilihat bahwa curah hujan berfluktuasi
setiap bulannya dan curah hujan andalan pada bulan Mei – November tidak dapat
memenuhi kebutuhan air tanaman potensial, sehingga terjadi defisit pada bulan –
bulan tersebut. Hal tersebut terjadi karena curah hujan pada bulan tersebut rendah
dan nilainya kurang dari 100 mm. Diketahui berdasarkan grafik tersebut, defisit
terjadi pada bulan Mei hingga November dan defisit terbesar terjadi pada bulan
Agustus sebesar 62.95 mm, dan besar total defisit tahunan 232.15 mm melebihi
nilai STO sebesar 183.5mm. Besarnya surplus yang menjadi limpasan akan
ditentukan berdasarkan nilai koefisien limpasan (C) tertimbang berdasarkan
McGuen (1989) dalam Suripin (2004). Total curah hujan lebih (surplus) tahunan
berdasarkan neraca air dan penggunaan lahan tahun 2012 sebesar 216.88 mm,
0
50
100
150
200
250
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
(mm)
P ETP
-100
-50
0
50
100
150
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
(mm)
Surplus Defisit
26
dikalikan dengan nilai C tertimbang 0.47 diperoleh nilai limpasan dan pengisian
air tanah berturut – turut 102.23 mm dan 114.65 mm.
Perubahan penggunaan lahan akan mempengaruhi kapasitas infiltrasi air
tanah. Apabila intensitas curah hujan tinggi dan melebihi kapasitas air tanah,
maka curah hujan leih akan menjadi limpasan, mengisi cekungan dan saluran, dan
menaikkan muka air sungai. Analisis neraca air kemudian dilakukan dengan
memperhatikan perubahan penggunaan lahan, dalam hal ini komposisi luas hutan
dan dengan skenario 10%, 20 %, hingga 100% dan asumsi tutupan lahan vegetasi
bertajuk tinggi. Grafik hubungan nilai curah hujan lebih, limpasan dan pengisian
air tanah pada skenario hutan dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12 Kurva neraca air hasil simulasi luas hutan
Berdasarkan grafik pada Gambar 12 terlihat bahwa, semakin tinggi
persentase luas hutan maka jumlah limpasan dan curah hujan semakin menurun.
Hutan mempengaruhi penguapan (evapotranspirasi) karena semakin baik kondisi
hutan, maka pada umumnya jumlah kehilangan air semakin besar, hal tersebut
disebabkan oleh fungsi hutan yang memperbesar turbulensi angin karena surface
roughness, tingginya kelembaban sehingga penguapan dari muka tanah hampir
tidak dapat terjadi, dan dengan adanya sistem perakaran menyebabkan tingginya
evapotranspirasi (Harto, 1993). Hal yang berbeda terjadi pada jumlah pengisian
air tanah bertambah seiring dengan bertambahnya persentase luas lahan.
Berdasarkan hasil simulasi yang dilakukan, maka luas minimum dan ideal hutan
adalah 30% dari total keseluruhan penggunaan lahan. Luas minimum hutan yang
diperoleh dari perbandingan ideal antara limpasan dan pengisian air tanah
terhadap curah hujan lebih (surplus) adalah 50 : 50 (Falkenmark and Rockstrom,
2004). Dengan nilai STo sebesar 183.5 mm, dan pengisian air tanah maksimum
sebesar 165 mm pada luas ideal hutan ditentukan 30% untuk mengatasi defisit.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
CH Lebih 396 407 370 337 302 278 258 238 218 204 193
Limpasan 257 244 206 171 140 115 95 76 60 46 35
Pengisian Air Tanah 138 163 164 165 163 165 163 161 158 158 158
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
(mm)
Luas Minimum dan Ideal Hutan = 30%
DEPARTEMEN TEKNIK SIPILDAN LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANINSTITUT PERTANIAN BOGOR
2014
GAMBAR 13
SKEMA TERAS GULUDYANG DILENGKAPI RORAK
SKALA : SATUAN :
NAMA :
ANNETTE ANGGRAENY SIHOMBING
NRP :
F44100004
DOSEN PEMBIMBING :
DR. IR. PRASTOWO , M.ENG
JUDUL PENELITIAN :
KAJIANDAYA DUKUNG LINGKUNGANASPEK SUMBER DAYA AIRDI KABUPATEN LEBAK
SKEMA DENAH TERAS GULUD BERORAK
SKEMA POTONGAN MELINTANG TERAS GULUD
SKETSA PENAMPANG 3D TERAS GULUD DENGAN RORAK
SKEMA DIMENSI RORAK
NON SKALA
50
60
BIDANG OLAH
GU
LU
D
GU
LU
D
SALURAN AIR
R R R R R R
R R R R R R
R = RORAK
-
Teras direncanakan akan dibangundi areal perkebunan rakyat yang tersebardi Kecamatan Bojong Manik, Leuwidamar,dan Muncang
2828
/
/ / /
27
29
Teknik pengelolaan limpasan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu teknik
konservasi mekanik dan vegetatif. Konservasi tanah secara mekanik adalah semua
perlakuan fisik mekanis dan pembuatan bangunan yang ditujukan untuk
mengurangi aliran permukaan guna menekan erosi dan meningkatkan kemampuan
tanah mendukung usahatani secara berkelanjutan. Pada prinsipnya konservasi
mekanik dalam pengendalian erosi harus selalu diikuti oleh cara vegetatif, yaitu
penggunaan tumbuhan/tanaman dan sisa-sisa tanaman/tumbuhan (mulsa), serta
penerapan pola tanam yang dapat menutup permukaan tanah sepanjang tahun.
Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian tanah dari satu
tempat ke tempat lain melalui media alami, khususnya air (Arsyad, 1989). Erosi
terjadi karena adanya aliran permukaan (limpasan) yang merupakan akibat dari
adanya hujan lebih. Erosi dapat menyebabkan kerusakan tanah, menyebabkan
penurunan kualitas air sungai, pendangkalan dan penurunan kapasitas waduk,
irigasi dan sungai. Teknologi konservasi yang diterapkan berdasarkan faktor
kemiringan lahan, kedalaman tanah, dan kepekaan tanah terhadap erosi
lahan.Salah satu metode konservasi tanah yang dijadikan rekomendasi dalam
penelitian ini adalah teras gulud yang dilengkapi dengan rorak. Teras gulud adalah
barisan guludan yang dilengkapi dengan saluran air di bagian belakang gulud
sehingga teknik ini dikenal pula dengan istilah guludan bersaluran.Fungsi dari
teras gulud yaitu untuk menahan laju aliran permukaan dan meningkatkan
penyerapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat untuk mengalirkan aliran
permukaan dari bidang olah ke saluran pembuangan air. Bagian-bagian dari teras
gulud terdiri atas guludan, saluran air, dan bidang olah dalam skema dapat dilihat
pada Gambar 13.
Teras gulud cocok diterapkan pada lahan dengan kemiringan 10-40%,
dapat juga ada lahan dengan kemiringan 40 - 60% namun relatif kurang efektif.
Pemilihan teras gulud sesuai dengan kondisi lereng Kabupaten Lebak yaitu lebih
dari 80% berada pada kemiringan 2 - 40%. Teras gulud dilengkapi dengan rorak
yangmerupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah
atau saluran resapan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan
air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi dan sebagai tempat
pemanen air hujan dan aliran permukaan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan rorak sangat efektif dalam
mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Rorak yang dikombinasikan dengan
mulsa vertikal mampu mengurangi erosi sampai 94% dibandingkan erosi pada
petak tanpa teknik konservasi tanah. Teknik tersebut termasuk teknik pemanenan
air yang tergolong efektif, khususnya pada lahan agak curam (10-25%)
(Noeralam, 2001). Dimensi rorak yang disarankan bervariasi, menurut
Arsyad (2000) dimensi panjang 400 – 500 cm, lebar 50 cm dan kedalaman sebesar
60 cm. Agus et al (1999) menyatakan umumnya rorak berukuran panjang 100 –
200 cm, lebar 25 – 50 cm dan kedalaman 20 – 30 cm. Rorak yang
direkomendasikan penelitian kopi dan kakao (1998) berukuran panjang 100 cm,
lebar 30 cm dan kedalaman 30 cm. Dimensi rorak yang dipilih disesuaikan degan
kapasitas air, sedimen dan bahan – bahan lain yang akan ditampung. Dimensi
rorak yang disarankan pada penelitian ini sesuai dengan Arsyad (2000) yaitu
panjang 400 cm, lebar 50 cm dan kedalaman 60 cm dengan volume rata – rata
rorak 1 m3
sesuai Dariah et al (2007).
30
Rorak direncanakan dibangun pada lahan perkebunan rakyat. Peruntukan
lahan untuk perkebunan rakyat sebesar 12.81 % dari total luas Kabupaten Lebak
dan sebaran terbesar berada di Kecamatan Bojongmanik, Leuwidamar dan
Muncang. Berdasarkan peta kemiringan lahan, ketiga wilayah ini berada pada
kemiringan 2 – 15 % sehingga layak untuk dibangun teras gulud yang dilengkapi
dengan rorak. Menurut Dariah et al (2007) , rorak sebanyak 200 buah per hektar
dengan volume rata – rata 1 m3, diperkirakan dapat menghambat atau menampung
aliran permukaan sebanyak+ 200 m3/Ha, atau setara dengan 20 mm limpasan.
Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, diperoleh nilai besar limpasan
sebesar 102.23 mm. Apabila 200 buah rorak dapat menampung limpasan sebesar
20 mm, maka untuk mengakomodasi nilai limpasan tersebut dibutuhkan 1050
buah rorak. Untuk meningkatkan efektivitas teras gulud dan rorak dalam
menanggulangi erosi dan aliran permukaan, guludan diperkuat dengan tanaman
penguat teras. Gulud sendiri mengurangi luas bidang olah dan kompensasi dari
kehilangan luas tersebut, bidang teras gulud dapat pula ditanami dengan tanaman
bernilai ekonomi (cash crops).
Indikator Degradasi Sumberdaya Air
Menurut UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air tidak
menyebutkan definisi bencana secara eksplisit, namun dikategorikan dalam aspek
pengendalian daya rusak air, antara lain banjir, erosi dan sedimentasi, tanah
longsor, banjir lahar dingin, tanah ambles, perubahan sifat dan kandungan
kimiawi, biologi dan fisika air, terancam punahnya jenis tumbuhan dan/atau
satwa, wabah penyakit, intrusi dan perembesan.Tinjauan atas daya dukung
lingkungan aspek sumber daya air berbasis neraca air, dapat pula dilihat dari
berbagai indikator kerusakan lingkungan, seperti banjir, kekeringan, perubahan
tata guna lahan dan aktivitas manusia.
Indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Lebak dalam penelitian ini
adalah banjir. Wilayah rawan bencana banjir menengah di Kabupaten Lebak
meliputi kecamatan Banjarsari, Bayah, Bojongmanik, Cimarga, Leuwidamar,
Malingping, dan Sajira, sedangkan daerah dengan potensi banjir rendah yaitu
Cimargadan Rangkasbitung. Penetapan wilayah tersebut sesuai dengan Peta
Potensi Banjir di Provinsi Banten yang disajikan pada Gambar 14.
Banjir adalah suatu kondisi tidak tertampungnya air dalam saluran (palung
sungai) atau terhambatnya aliran air di dalam saluran pembuang.Sehingga meluap
menggenangi daerah (dataran banjir) sekitarnya (Suripin 2004).Bencana banjir
dapat dikategorikan sebagai proses alamiah atau fenomena alam, yang dipicu oleh
beberapa faktor penyebab seperti curah hujan, iklim, geomorfologi wilayah, dan
aktivitas manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi alam, yang
mengakibatkan kondisi alam dan lingkungan menjadi rusak.Terjadinya banjir
dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu, curah hujan (intensitas dan distribusi) dan
kondisi daerah aliran sungai dan dungai itu sendiri (penggunaan lahan, topografi,
bentuk DAS, jenis tanah dan karakteristik jaringan sungai).Bencana banjir besar
yang terakhir terjadi pada tahun 2001, hujan turun dengan intensitas
tinggisehingga penampang sungai yang ada tidak mampu menampung debit banjir
pada beberapa sungai, yaitu: Sungai Cilemer, Ciliman, Ciujung, Cigondang dan
sungai lainnya di wilayah SWS Ciujung-Ciliman.Kejadian banjir dengan curah
31
hujan mencapai 212 mm tersebut mengakibatkan genangan banjir mencapai
30000 Ha meliputi 4 Kabupaten di Provinsi Banten.
Gambar 14 Peta potensi banjir di Provinsi Banten
Pengelolaan dataran banjir sebagaimana dalam Pasal 37 Peraturan Daerah
Kabupaten Lebak No. 8 Tahun 2011 tentang Sungai meliputi penetapan batas
dataran banjir, penetapan zona peruntukan lahan sesuai resiko banjir, pengawasan
peruntukan lahan di dataran banjir, persiapan menghadapi banjir, penanggulangan
banjir dan pemulihan setelah banjir.Salah satu penanganan banjir yang dapat
dilakukan adalah penataan ruang di daerah kawan rawan bencana banjir.Sasaran
yang akan dicapai adalah terwujudnya pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk
mekanisme kriteria dan perijinan pemanfaatan ruang sesuai dan mendukung upaya
penerapan rencana pemanfaatan ruang, dan prosedur penanganan yang
tepat.Selain dituangkan dalam peraturan daerah, kriteria dan arahan pemanfaatan
ruang kawasan rawan banjir,salah satunya penetapan kawasan sempadan
dituangkan dalam pola ruang RTRW Kabupaten Lebak 2013 -2033 tentang
kawasan lindung.
Penetapan batas garis sempadan harus mempertimbangkan karakteristik
geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta
memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk
melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai. Penentuan lebar sempadan
ini sangat penting kaitannya dengan penetapan batas di mana bangunan fisik tidak
boleh dibangun di dalam batas tersebut. Pada dasarnya penentuan lebar bantaran
sungai harus didasarkan pada peta kontur geografi-morfologi (geo-morfo) sungai,
tinggi muka air banjir maksimum, dan garis sliding (longsoran), sehingga lebar
bantaran untuk sepanjang sungai sebenarnya tidak bisa diambil secara seragam.
Secara teknis lebar keamanan sungai ini diambil sesuai dengan tingkat
resiko banjir. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirangkum bahwa lebar
sempadan sungai terdiri dari lebar bantaran banjir (flood plain), lebar bantaran
longsor (sliding zone), lebar bantaran ekologi penyangga (ecological buffer zone),
32
dan lebar keamanan (safety zone). Berikut ini adalah gambaran lebar sempadan
sungai yang dikembangkan dari konsep eko-hidraulik.
Gambar 15 Skema sempadan sungai dengan pendekatan konsep eko-hidrolik
Muatan Lingkungan dalam Dokumen RTRW
Rencana pengembangan sektor – sektor pembangunan, dan pemanfaatan
ruang setiap wilayah dituangkan dalam Materi Teknis Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW).Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lebak, RTRW Kabupaten Lebak
mempunyai tujuan mewujudkan ruang wilayah Kabupaten Lebak yang memenuhi
kebutuhan pembangunan dengan senantiasa berwawasan lingkungan, efisien
dalam alokasi, bersinergi dan dapat dijadikan acuan dalam penyusunan program
pembangunan untuk tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Arahan pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Lebak dituangkan dalam
BAB VI RTRW Kabupaten Lebak tentang arahan pemanfaatan wilayah ditujukan
untuk mewujudkan rencana struktur dan pola ruang kabupaten serta kawasan
strategis kabupaten. Arahan pemanfaatan ruang diprioritaskan untuk mendukung
perwujudan struktur ruang (yang meliputi pusat kegiatan dan sistem prasarana
yang mengikatnya), perwujudan pola ruang, serta perwujudan kawasan strategis
kabupaten dan kawasan lain di luar kawasan strategis kabupaten yang hendak
dituju dalam kurun waktu yang sama dengan jangka waktu perencanaan yang
dijabarkan secara bertahap dalam waktu 5 tahunan. Arahan pemanfaatan ini
mencakup progam-program utama untuk perwujudan rencana struktur dan pola
ruang yang hendak dituju sampai akhir tahun perencanaan.
Berdasarkan kebijakan tersebut, maka rencana pola ruang Kabupaten
Lebak Tahun 2033 dikembangkan dengan proporsi untuk kawasan lindung
sebesar 100938.13Ha (30.54%) dan kawasan budidaya sebesar 229569.05 Ha
(69.46%). Undang – undang No.26 Tahun 2007 menyebutkan bahwa untuk
33
menghindari dampak – dampak lingkungan, maka setiap penggunaan lahan
diwajibkan untuk menyediakan 30% dari total luas lahan sebagai kawasan hutan.
Berdasarkan Tabel 14, total luas hutan gabungan, antara lain hutan produksi
terbatas dan tetap sebesar 17.96 % masih berada di bawah luas minimum hutan
hasil simulasi dan peraturan sebesar 30%. Hutan merupakan kawasan yang karena
keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengaturan tata air, pencegahan
bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan kesuburan tanah. Luas hutan produksi
di Kabupaten Lebak terus berkurang, yang disebabkan adanya alih fungsi lahan
hutan produksi menjadi fungsi lain. Kondisi kualitas dan kuantitas air di
Kabupaten Lebak semakin menurun. Hal ini akan berdampak pada degradasi
lingkungan, yang merupakan ancaman bagi mahluk hidup dan lingkungannya.
Berdasarkan analisis terhadap hierarki daya dukung lingkungan aspek sumber
daya air, perlu dilakukan revisi muatan RTRW Kabupaten Lebak tentang
komposisi kawasan lindung, khususnya rencana pola untuk luas hutan agar
memenuhi angka 30% dari total luas wilayah.
Secara lebih lengkap, rencana pola ruang Kabupaten Lebak pada Tahun
2013 - 2033 dapat dilihat dalam Tabel 14 berikut :
Tabel 14 Rencana pola ruang Kabupaten Lebak
No Rencana Pola Ruang Luas (Ha) %
1 Kawasan Lindung 101029.13 30.57
Hutan Lindung 3179.46 0.96
Kawasan Resapan Air 23731.13 7.18
Sempadan Pantai 801.2 0.24
Sempadan Sungai 39965.17 12.09
Kawasan sekitar danau atau waduk 304.14 0.09
Kawasan Pelestarian Alam (TNGHS) 16380 4.96
Kawasan Baduy 5101 1.52
Rawan Banjir 2133.35 0.65
Rawan Longsor 5581.81 1.69
Rawan Tsunami 2871.03 0.87
Sempadan Mata Air 1076.84 0.33
2 Kawasan Budidaya 229478.05 69.43
Hutan Produksi Terbatas 40220.07 14.17
Hutan Produksi Tetap 12650.37 3.83
Perkebunan 56586 17.12
Pertanian Pangan Lahan Basah 40170.11 12.15
Pertanian Pangan Lahan Kering 44083.83 13.34
Pertambangan 2732.97 0.83
Industri 1395.18 0.42
Permukiman Perdesaan 16269.59 4.92
Minapolitan 288.41 0.09
Permukiman Perkotaan 14529.46 4.4
Permukiman Pedesaan 14529.46 69.43
Luas Total 330507.18 100
Sumber : RTRW (2013)
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2010-2030
ditetapkan 9 kawasan strategis yang berada di wilayah Kabupaten Lebak yang
ditinjau dari 4 sudut kepentingan, yaitu pertahanan keamanan, pertumbuhan
ekonomi, sosial budaya, serta pendayagunaan sumberdaya alam (fungsi dan daya
dukung lingkungan) dan atau teknologi tinggi. Penetapan suatu wilayah termasuk
34
dalam kawasan strategis kabupaten terkait lingkungan hidup dan dilihat dari sudut
kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan ditetapkan setelah memenuhi
kriteria bahwa wilayah tersebut merupakan asset nasional berupa kawasan
perlindungan untuk perlindungan ekosistem, memberikan perlindungan
keseimbangan tata guna air, memberikan perlindungan terhadap keseimbangan
iklim makro dan wilayah prioritas dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup.
Berdasarkan BAB V Penetapan Kawasan Strategis dalam RTRW Kabupaten
Lebak 2013 -2033 ditetapkan kawasan beserta arahan penanganan berupa
pemanfaatan sumber daya alam yang ramah lingkungan dan berkelanjutan,
sinergitas dengan pembangunan, rehabilitasi kawasan dan pembatasan dan
pengendalian pembangunan. Hasil rencana penetapan kawasan strategis untuk
kepentingan pendayagunaan sumber daya alam dan/ atau teknologi tinggi yang
mendukung fungsi dan daya dukung lingkungan disajikan dalam Tabel 15 berikut
ini :
Tabel 15 Penetapan kawasan strategis dilihat dari fungsi dan daya dukung lingkungan
Kawasan Strategis Fungsi Pengembangan
Waduk Karian
Memenuhi kebutuhan air baku selain di wilayah Kabupaten Lebak
juga di Kabupaten Serang, Kota Serang, Kabupaten Tangerang, Kota
Tangerang dan Kota Tangerang Selatan
Waduk Pasir Kopo Memenuhi kebutuhan pertanian, yaitu mensuplai air irigasi ke daerah
irigasi Ciujung
Kawasan Taman Nasional
Gunung Halimun Salak Daerah resapan air, ekosistem, lokasi penelitian
Kawasan Penyangga Taman
Nasional Gunung Halimun
Salak
Daerah resapan air, ekosistem, lokasi penelitian
Sumber : RTRW (2013)
Berdasarkan Tabel 15, Materi teknis RTRW Kabupaten Lebak juga telah
memuat fungsi pengembangan yang mendukung daya dukung lingkungan,
khususnya sumber daya air. Pembangunan waduk Karian yang direncanakan
untuk pengelolaan ketersediaan air dan pemenuhan kebutuhan air ditetapkan
sebagai salah satu kawasan strategis yang menunjukkan perhatian pemerintah
dalam pendayagunaan sumber daya air yang tepat untuk mendukung
pembangunan dan perekonomian.
Pengembangan pola ruang kawasan budidaya bertujuan untuk menjaga
kualitas daya dukung lingkungan Kabupaten Lebak, menciptakan penyerapan
lapangan pekerjaan dan terciptanya keserasian dengan rencana struktur ruang
yang dikembangkan.Untuk menciptakan stabilitas ekonomi dan memanfaatkan
potensi yang dimiliki oleh Kabupaten Lebak, maka setiap luasan pengembangan
kawasan budidaya harus memperhatikan potensi tenaga kerja dan daya dukung
lingkungan yang dimiliki.Berdasarkan pada potensi dan ketersediaan tenaga kerja
tersebut, maka rencana pola ruang kawasan budidaya sesuai Tabel 15 adalah
229478.05 Ha (69.43%) dari luas Kabupaten Lebak.
Strategi pengembangan kawasan budidaya pertanian di Kabupaten Lebak,
antara lain setiap kawasan diarahkan bagi suatu kegiatan budidaya yang sesuai
dengan daya dukung kawasan dan daya tampung kawasan Sektor ini memberikan
kontribusi besarbagi pertumbuhan ekonomi daerah didukung dengan
35
pengembangan kawasan agropolitan dengan fungsi utama sebagai pusat
pengembangan potensi pertanian dan peningkatan ketahanan pangan agribisnis
berbasis kewilayahanWilayah potensial untuk pengembangan pertanian pangan
lahan basah meliputi hampir seluruh kecamatan di Kabupaten Lebak. Rencana
luas pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering di Kabupaten Lebak
berturut – turut 40170.11Ha (12.15 %) dan 44083.24 Ha (13.34 %) dari total
luas Kabupaten Lebak.
Dalam Bab I Pendahuluan Materi Teknis RTRW telah disebutkan tentang
potensi sumber daya alam bidang sektor pertanian. Berdasarkan analisis
sumberdaya iklim untuk pertanian menggunakan Metode Oldeman yang disajikan
pada Tabel 13, Kabupaten Lebak berada di zona C1 untuk Kecamatan Banjar
Irigasi, C2 untuk Kecamatan Bojong Manik dan Sajira, D2 untuk Kecamatan
Warunggunung yang artinya secara umum Kabupaten Lebak dapat ditanami padi
(pertanian basah) dan palawija (pertanian kering) dengan pola tanam tertentu
tergantung bulan basah dan bulan kering, pengelolaan ketersediaan air dan
keberadaan jaringan irigasi pada masing masing wilayah.
Sesuai dengan hasil analisis sumberdaya iklim untuk pertanian bahwa
Kabupaten Lebak dapat ditanamai padi dan palawija. Jumlah produksi padi sawah
pada tahun 2011 sebesar 498070 ton sedangkan produksi padi ladang sebesar
21601 ton. Produksi terbesar tanaman padi sawah terdapat di Kecamatan
Wanasalam yaitu 39157 ton dan Kecamatan Malimping sebesar 36445 ton,
sedangkan untuk jumlah produksi paling sedikit adalah sebesar 7263 ton di
Kecamatan Kalanganyar. Tanaman palawija yang diusahakan di Kabupaten Lebak
pada tahun 2011 terdiridari 6 (enam) jenis tanaman, yaitu: jagung, kedelai, kacang
tanah, kacang hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Dari keseluruhan tanaman palawija
tersebut, ubi kayu merupakan tanaman yang memiliki produksi terbesar dengan
jumlah 18125 ton yang diikuti oleh tanaman jagung sebesar 5104 ton. Tanaman
palawija yang belum dioptimalkan dalam pengusahaannya adalah tanaman kacang
hijau yang hanya memproduksi 60 ton dan kacangtanah sebesar 535 ton. Potensi
sumberdaya pertanian yang tercantum dalam RTRW Kabupaten Lebak perlu
dikaji lebih lanjut berdasarkan sumber daya iklim tiap kecamatan agar pertanian
berbasis kewilayahan dapat dioptimalkan dengan baik.
Tabel 16 Produksi padi dan palawija di Kabupaten Lebak Tahun 2011
Jenis Tanaman Luas Panen (Ha) Produksi (ton) Produktivitas (Ton/Ha)
Padi Sawah 90019 498070 5.53
Padi Ladang 8668 21601 2.49
Jagung 1993 5104 2.56
Ubi Jalar 600 4517 7.53
Ubi Kayu 1659 18125 10.93
Kacang Kedelai 1895 1917 1.01
Kacang Hijau 66 60 0.91
Kacang Tanah 379 532 1.40
Sumber : RTRW (2013)
36
Muatan lingkungan dalam dokumen RTRW Kabupaten Lebak berdasarkan
hierarki daya dukung lingkungan yang keempat, yaitu indikator degradasi sumber
daya air erat hubungannya dengan pola ruang untuk kawasan lindung, yaitu
kawasan rawan bencana (banjir) dan kawasan yang memberikan perlindungan
untuk kawasan setempat (sempadan). Pendekatan penentuan pola ruang pada
kawasan rawan bencana dilakukan melalui kajian terhadap tingkat kerawanan
bahaya serta tingkat resiko yang dihadapi suatu wilayah terhadap suatu jenis
bahaya.Penetapan batas garis sempadan harus mempertimbangkan karakteristik
geomorfologi sungai, kondisi sosial budaya masyarakat setempat, serta
memperhatikan jalan akses bagi peralatan, bahan, dan sumber daya manusia untuk
melakukan kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai.
Kawasan perlindungan setempat yang ditetapkan meliputi sempadan sungai
dan ruang terbuka hijau. Kawasan sempadan sungai adalah kawasan di sepanjang
kiri - kanan sungai (termasuk sungai buatan, kanal/saluran irigasi primer) yang
mempunyai manfaat penting dalam mempertahankan kelestarian fungsi sungai.
Dalam mempertahankan fungsi kawasan perlindungan setempat ditetapkan
peraturan zonasi untuk masing-masing kawasan adalah sempadan sungai
ditetapkan sekurang-kurangnya 100 m di kiri kanan sungai untuk sungai besar dan
50 m dari kiri kanan anak sungai yang berada di luar permukiman. Ketentuan
umum peraturan zonasi untuk sempadan yaitu tidak diperbolehkan adanya
kegiatan dan bangunan pada kawasan sempadan sungai. Pendirian bangunan
dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi terbuka dan fungsi
pengamanan sempadan.
Sempadan mata air sekurang-kurangnya memiliki jari-jari 200 m di sekitar
mata air yang berfungsi untuk melindungi mata air. Ketentuan umum peraturan
zonasi, antara lain diperbolehkan adanya pemulihan vegetasi di sekitar radius
mata air, pemanfaatan sempadan mata air untuk air minum dan irigasi, tidak
diperbolehkan kegiatan yang menyebabkan pencemaran kualitas air dan daerah
tangkapan air, tidak diperbolehkan untuk mengalihkan fungsi kawasan lindung
yang dapat menyebabkan kerusakan kualitas sumber air dan dalam kawasan
sempadan mata air tidak diperkenankan kegiatan budidaya terbangun di dalam
kawasan sekitar mata air dalam radius 200 meter. Muatan lingkungan terkait
kriteria dan batasan – batasan sesuai zonasi untuk daerah rawan banjir dan
sempadan sungai sebagai zona kawasan lindung sumber daya air telah diuraikan
secara lengkap. Hal yang perlu dilakukan adalah peningkatan pengawasan dan
pengendalian ruang di zona kawasan lindung tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Analisis terhadap hierarki daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air
telah dilaksanakan dengan hasil sebagai berikut :
a. Status daya dukung lingkungan tahunan berada dalam stasus aman
(sustain), sedangkan status daya dukung lingkungan pada bulan
dengan curah hujan <50, yaitu bulan Agustus dan September, berada
dalam kondisi terlampaui (overshoot).
37
b. Berdasarkan metode Oldeman untuk penetapan zona agroklimat,
Kabupaten Lebak berada pada Zona C1, C2, D2 artinya wilayah masih
dapat ditanami padi dan palawija dengan pola tanam tertentu sesuai
bulan basah dan bulan kering masing – masing wilayah.
c. Berdasarkan analisis neraca air yang dilakukan, besar curah hujan lebih
adalah 217 mm. Defisit terjadi pada bulan Mei hingga November
sebesar 232 mm. Nilai limpasan dan pengisian air tanah berturut –
turut 102mm dan 115 mm. Berdasarkan simulasi komposisi luas lahan
diperoleh luas minimum untuk hutan sebesar 30% dan komposisi
untuk mengatasi defisit air ditentukan sebesar 30%.
d. Salah satu indikator degradasi sumberdaya air di Kabupaten Lebak
adalah kejadian banjir.
2. Kajian muatan lingkungan dalam RTRW Kabupaten Lebak 2013- 2033
berdasarkan kajian daya dukung lingkungan aspek sumberdaya air telah
dilaksanakan dengan hasil sebagai berikut:
a. Materi teknis RTRW Kabupaten Lebak telah memuat fungsi
pengembangan yang mendukung status daya dukung lingkungan dan
potensi suplai air, khususnya sumber daya air yaitu dengan
ditetapkannya kawasan strategis untuk pembangunan waduk Karian
dalam memenuhi kebutuhan air baku.
b. Penetapan kawasan budi daya dalam pola ruang untuk pertanian
Kabupaten Lebak mengembangkan potensi pertanian dan meningkatan
ketahanan pangan agribisnis berbasis kewilayahan, dalam hal ini
pertanian lahan basah (padi) dan lahan kering (kebun campuran)
berturut – turut seluas 12.15% dan 13.34% dari total luas wilayah.
c. Rencana pola ruang Kabupaten Lebak Tahun 2033 dikembangkan
dengan proporsi untuk total luas hutan gabungan, antara lain hutan
produksi terbatas dan tetap sebesar 17.96 % masih berada di bawah
luas minimum hutan hasil simulasi dan luas ideal untuk mengatasi
defisit maupun UU No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang sebesar
30%.
d. Muatan lingkungan terkait kriteria dan batasan – batasan sesuai zonasi
untuk daerah rawan banjir dan sempadan sungai sebagai zona kawasan
lindung sumber daya air telah diuraikan secara lengkap. Sempadan
sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 m di kiri kanan sungai
untuk sungai besar dan 50 m dari kiri kanan anak sungai yang berada
di luar permukiman.
e. Muatan lingkungan terkait analisis daya dukung lingkungan
berdasarkan aspek sumberdaya air yang belum tercantum dalam Materi
Teknis RTRW adalah pola tanam pertanian sumberdaya iklim di
masing – masing wilayah.
Saran
1. Rencana pembangunan waduk Karian dalam pengelolaan ketersediaan air dan
pemenuhan kebutuhan air baku harus direalisasikan.
38
2. Dengan besar curah hujan andalan tahunan Kabupaten Lebak sebesar 1349
mm, maka status daya dukung lingkungan akan tetap berada pada status aman
(sustain) apabila pertumbuhan penduduk dikontrol sehingga kepadatan
penduduk tidak lebih dari 430 jiwa/km2.
3. Pola tanam yang disarankan adalah penanaman padi sekali setahun dan
palawija dua kali setahun.
4. Salah upaya satu pengelolaan limpasan untuk pengelolaan sumber daya air
dan pencegahan erosi dan banjir dibangun di areal perkebunan rakyat berupa
teras gulud yang dilengkapi dengan 1050 buah rorak
5. Perlu dilakukan peningkatan pengawasan dan pengendalian ruang di zona
kawasan lindung, dalam hal ini kawasan rawan bencana banjir dan kawasan
yang memberikan perlindungan setempat (sempadan).
6. Perlu dilakukan review terhadap rencana pola ruang dalam dokumen RTRW
agar luas areal hutan agar memenuhi luas 30% dari luas wilayah berdasarkan
hasil simulasi neraca air, luas minimum untuk mengatasi defisit maupun UU
No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, F., S. Damanik, A. Syam, T. Hendarto, B, R. Prawidaputra, dan N. Syafa’at.
1995. Analisis agroekosistem di DAS Cimanuk Hulu: Desa Cintamanik,
Kecamatan Sukawening, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Prosiding
Lokakarya Pembahasan Hasil Penelitian 199/1995 dan Rencana Penelitian
1995/1996 : Analisis Agroekosistem dan Pengelolaan DAS. 1997 Agustus
15 – 17; Bogor (ID). Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Hlm 135 – 157.
Arsyad S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Bogor : IPB Press.
Arsyad S. 2000. Pengawetan Tanah dan Air. Departemen Ilmu Tanah, Fakultas
Pertanian IPB.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Dariah A, N.L Nurida dan Sutono. 2007. Formulasi Bahan Pembenah Tanah
untuk Rehabilitasi Lahan terdegradasi.Prosiding Seminar Nasional Sumber
Daya Lahan dan Lingkungan Pertanian.hlm 103 – 125.
Doorenbos J, Pruitt WO. 1977. Crop Water Requirements. Rome : FAO Irrigation
And Drainage Paper.
Falkenmark M, Rockström J. 2004. Balancing Water for Humans and
Nature.London : Cromwell Press
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Jakarta : PT Dunia Pustaka Jaya
Harto, Sri. 1993. Analisis Hidrologi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.
Hilel D. 1971. Soil and Water, Physical Principles and Processes. New York :
Academic Press.
Husen H. 1992. Berbagai Aspek Hukum Analisis Mengenai Dampak Lingkungan.
Jakarta : Bumi Aksara.
Manan, S. 1976. Pengaruh Hutan Dan Manajemen Daerah Aliran Sungai. Bogor:
IPB Press.
Murdiyarso D. 1991. Kebutuhan Air Tanaman ; Kapita Selekta dalam
Agrometerologi. Direktorat Jenderal pendidikan Tinggi, departemen
Pendidikan dan kebudayaan.
39
Nasir AA, Effendy S.2002. Neraca Air Agroklimatik. Makalah Pelatihan
Bimbingan Pengamanan Tanaman Pangan dari Bencana Alam. Departemen
Geometereologi, FMIPA IPB Bogor.
Noeralam, A.2002. Teknik Pemanenan Air yang Efektif dalam Pengelolaan
Lengas Tanah pada Usaha Tani Lahan kering.[Disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. 1998. Pedoman Teknis Budai daya Tanaman
Kopi (Coffea sp.). Jember (ID) : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Prastowo.2010. Daya Dukung Lingkungan Aspek Sumberdaya Air.Working Paper
P4W.Bogor : Crestpent Press
Rustiadi, E., Barus, B., Prastowo, dan Iman, L. S. 2010. Kajian Daya Dukung
Lingkungan Hidup Provinsi Aceh. Jakarta :Crestpent Press.
Randolph, John 2004. Environmental Land Use Planning and Management.
Washington : Island Press.
Seyhan, E. 1990.Dasar – dasar Hidrologi. Penerjemah : Ir. Sentot Subagyo.
yogjakarta : Gadjah Mada University Press
Subagyono, K., T. Vadari, R. L. Watung, Sukristiyonubowo, and F. Agus. 2004.
Managing Soil Erosion Control in Babon Catchment, Central Java,
Indonesia: Toward community-based soil conservation measures.
Proceeding International Soil Conservation Organization (ISCO 2004).
Brisbane, Australia, 4-8 July 2004.
Suripin.2004. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Yogyakarta :
Penerbit Andi.
Thornthwaite CW, Mather JR. 1957. Instruction and Table For Computing
Potensial Evaotrasnpiration and Water Balance. New Jersey : Centerton
36
41
Lampiran 1 Hasil Perhitungan Analisis Neraca Air
Penggunaan Lahan Luas (Ha) Persentase Luas (%) Kc
STO (mm) C
Hutan 53481.33 16.18 0.9 14.56 200 3236.39 0.70 11.33
Kebun Campuran 151283.47 45.77 0.8 36.62 200 9154.82 0.40 18.31
Padang Rumput 377.74 0.11 0.8 0.09 200 22.86 0.70 0.08
Pemukiman 10868.20 3.29 0 0.00 0 0.00 0.70 2.30
Perkebunan 52210.52 15.80 0.8 12.64 200 3159.48 0.40 6.32
Sawah Irigasi 53373.95 16.15 1.15 18.57 150 2422.42 0.50 8.07
Sawah tadah Hujan 52.00 0.02 0.8 0.01 150 2.36 0.50 0.01
Semak 1942.45 0.59 0.8 0.47 150 88.16 0.35 0.21
Tanah Rusak 234.46 0.07 0 0.00 0 0.00 0.70 0.05
Tegalan/Ladang 4353.08 1.32 0.9 1.19 200 263.42 0.35 0.46
Luas 328177.20 100.00 0.67 84.15 18349.91 47.14
Kc Tertimbang 0.8 STO tertimbang 183.50 C tertimbang 0.47
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
ETP 113 97 115 114 115 110 109 114 111 128 119 122
P-ETP 93.48 80.79 1.20 -0.18 -30.85 -59.54 -42.58 -100.37 -81.04 -53.43 -26.25 41.41
APWL 0.00 0.00 0.00 -0.18 -31.03 -90.58 -133.15 -233.52 -314.56 -367.99 -394.24 0.00
ST 183.50 183.50 183.50 183.32 154.95 112.01 88.82 51.40 33.05 24.70 21.41 183.50
∆ST 0.00 0.00 0.00 -0.18 -28.37 -42.94 -23.19 -37.42 -18.35 -8.35 -3.29 0.00
Eta 112.83 96.90 115.48 114.18 112.37 92.94 89.19 51.42 48.35 83.35 96.29 163.00
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 2.48 16.61 19.38 62.95 62.69 45.08 22.95
Surplus 93.48 80.79 1.20 0.00 -2.48 -16.61 -19.38 -62.95 -62.69 -45.08 -22.95 41.41 216.88
Limpasan 44.07 38.08 0.57 0.00 -1.17 -7.83 -9.14 -29.67 -29.55 -21.25 -10.82 19.52 102.23
Pengisian Air tanah 49.42 42.71 0.64 0.00 -1.31 -8.78 -10.25 -33.28 -33.14 -23.83 -12.13 21.89 114.65
36
42
Lampiran 2 Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan
Komposisi Luas Hutan 100%
Nilai Kc : 0.9
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 200 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 121 104 124 122 123 117 116 122 119 137 128 130 1462.03
P-ETP 85.64 74.06 -6.82 -8.11 -38.83 -67.16 -50.12 -108.32 -88.75 -62.35 -34.53 32.96
APWL 0.00 0.00 -6.82 -14.94 -53.77 -120.93 -171.05 -279.36 -368.12 -430.47 -465.01 0.00
ST 200.00 200.00 193.29 185.61 152.85 109.26 85.04 49.48 31.74 23.24 19.56 200.00
∆ST 0.00 0.00 -6.71 -7.68 -32.76 -43.60 -24.22 -35.56 -17.73 -8.50 -3.69 0.00
Eta 120.67 103.63 123.39 121.68 116.76 93.60 90.22 49.56 47.73 83.50 96.69 130.04
Defisit 0.00 0.00 0.12 0.43 6.08 23.56 25.90 72.76 71.02 53.85 30.85 0.00
Surplus 85.64 74.06 -0.12 -0.43 -6.08 -23.56 -25.90 -72.76 -71.02 -53.85 -30.85 32.96 192.66
Limpasan 15.42 13.33 -0.02 -0.08 -1.09 -4.24 -4.66 -13.10 -12.79 -9.69 -5.55 5.93 34.68
Pengisian Air Tanah 70.23 60.72 -0.09 -0.35 -4.98 -19.32 -21.24 -59.66 -58.24 -44.16 -25.29 27.03 157.98
Komposisi Luas Hutan 90%
Nilai Kc : 0.87
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 195 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 117 100 119 118 119 113 112 118 115 133 123 126 1413.30
P-ETP 89.67 77.51 -2.71 -4.04 -34.74 -63.25 -46.25 -104.24 -84.80 -57.78 -30.28 37.29
APWL 0.00 0.00 -2.71 -6.75 -41.49 -104.74 -150.99 -255.23 -340.03 -397.80 -428.08 0.00
ST 195.00 195.00 192.31 188.37 157.63 113.96 89.90 52.67 34.10 25.36 21.71 195.00
∆ST 0.00 0.00 -2.69 -3.95 -30.74 -43.67 -24.06 -37.23 -18.58 -8.74 -3.65 0.00
Eta 116.65 100.18 119.37 117.95 114.74 93.67 90.06 51.23 48.58 83.74 96.65 125.71
Defisit 0.00 0.00 0.02 0.10 4.00 19.59 22.19 67.01 66.22 49.03 26.64 0.00
Surplus 89.67 77.51 -0.02 -0.10 -4.00 -19.59 -22.19 -67.01 -66.22 -49.03 -26.64 37.29 204.47
Limpasan 20.36 17.60 0.00 -0.02 -0.91 -4.45 -5.04 -15.21 -15.03 -11.13 -6.05 8.47 46.42
Pengisian Air tanah 69.31 59.91 -0.01 -0.07 -3.09 -15.14 -17.15 -51.80 -51.19 -37.90 -20.59 28.83 158.05
37
43
Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan
Komposisi Luas Hutan 80%
Nilai Kc : 0.84
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 190 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 113 97 115 114 115 109 108 114 111 128 119 121 1364.57
P-ETP 93.69 80.96 1.41 0.03 -30.65 -59.35 -42.38 -100.16 -80.84 -53.20 -26.03 41.63
APWL 0.00 0.00 1.41 1.44 -29.21 -88.55 -130.93 -231.09 -311.93 -365.13 -391.16 0.00
ST 190.00 190.00 190.00 190.00 162.93 119.22 95.38 56.30 36.79 27.81 24.25 190.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -27.07 -43.71 -23.83 -39.08 -19.51 -8.98 -3.56 0.00
Eta 112.63 96.72 115.27 114.00 111.07 93.71 89.83 53.08 49.51 83.98 96.56 121.37
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 3.57 15.64 18.54 61.08 61.33 44.21 22.47 0.00
Surplus 93.69 80.96 1.41 0.03 -3.57 -15.64 -18.54 -61.08 -61.33 -44.21 -22.47 41.63 217.72
Limpasan 25.67 22.18 0.39 0.01 -0.98 -4.28 -5.08 -16.74 -16.80 -12.11 -6.16 11.41 59.66
Pengisian Air tanah 68.02 58.78 1.02 0.02 -2.59 -11.35 -13.46 -44.34 -44.52 -32.10 -16.31 30.22 158.06
Komposisi Luas Hutan 70%
Nilai Kc : 0.81
Kapasitas Cadangan Air Tanah :185 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 109 93 111 110 111 105 105 110 107 124 115 117 1315.83
P-ETP 97.71 84.42 5.53 4.10 -26.55 -55.44 -38.51 -96.09 -76.88 -48.62 -21.78 45.96
APWL 0.00 0.00 5.53 9.63 -16.92 -72.37 -110.87 -206.96 -283.84 -332.46 -354.24 0.00
ST 185.00 185.00 185.00 185.00 168.83 125.11 101.60 60.44 39.89 30.67 27.26 185.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -16.17 -43.72 -23.51 -41.16 -20.55 -9.22 -3.41 0.00
Eta 108.61 93.27 111.15 114.00 100.17 93.72 89.51 55.16 50.55 84.22 96.41 117.04
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 10.38 11.72 15.00 54.93 56.33 39.40 18.37 0.00
Surplus 97.71 84.42 5.53 4.10 -10.38 -11.72 -15.00 -54.93 -56.33 -39.40 -18.37 45.96 237.72
Limpasan 31.36 27.10 1.77 1.32 -3.33 -3.76 -4.81 -17.63 -18.08 -12.65 -5.90 14.75 76.31
Pengisian Air tanah 66.35 57.32 3.75 2.78 -7.05 -7.96 -10.18 -37.30 -38.25 -26.75 -12.48 31.21 161.41
38 44
Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan
Komposisi Luas Hutan 60%
Nilai Kc : 0.78
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 180 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 105 90 107 106 106 102 101 106 103 119 111 113 1267.10
P-ETP 101.73 87.87 9.64 8.17 -22.46 -51.54 -34.64 -92.01 -72.92 -44.04 -17.53 50.30
APWL 0.00 0.00 9.64 17.81 -4.64 -56.18 -90.82 -182.82 -255.75 -299.79 -317.32 0.00
ST 180.00 180.00 180.00 180.00 175.42 131.74 108.68 65.19 43.47 34.04 30.88 180.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -4.58 -43.67 -23.06 -43.49 -21.71 -9.44 -3.16 0.00
Eta 104.58 89.81 107.04 114.00 88.58 93.67 89.06 57.49 51.71 84.44 96.16 112.70
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 17.87 7.86 11.58 48.51 51.21 34.61 14.37 0.00
Surplus 101.73 87.87 9.64 8.17 -17.87 -7.86 -11.58 -48.51 -51.21 -34.61 -14.37 50.30 257.72
Limpasan 37.44 32.34 3.55 3.01 -6.58 -2.89 -4.26 -17.85 -18.84 -12.73 -5.29 18.51 94.83
Pengisian Air tanah 64.30 55.54 6.10 5.16 -11.30 -4.97 -7.32 -30.66 -32.36 -21.87 -9.08 31.79 162.88
Komposisi Luas hutan 50%
Nilai Kc : 0.75
Kapasitas Cadangan Air Tanah :175 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 101 86 103 102 102 98 97 102 99 114 106 108 1218.36
P-ETP 105.76 91.33 13.76 12.24 -18.36 -47.63 -30.77 -87.93 -68.96 -39.46 -13.28 54.63
APWL 0.00 0.00 13.76 26.00 7.64 -39.99 -70.76 -158.69 -227.65 -267.11 -280.39 0.00
ST 175.00 175.00 175.00 175.00 167.53 139.25 116.80 70.67 47.65 38.03 35.25 175.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -7.47 -28.28 -22.45 -46.13 -23.02 -9.62 -2.78 0.00
Eta 100.56 86.36 102.92 114.00 91.47 78.28 88.45 60.13 53.02 84.62 95.78 108.37
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 10.89 19.35 8.32 41.80 45.95 29.84 10.50 0.00
Surplus 105.76 91.33 13.76 12.24 -10.89 -19.35 -8.32 -41.80 -45.95 -29.84 -10.50 54.63 277.72
Limpasan 43.89 37.90 5.71 5.08 -4.52 -8.03 -3.45 -17.35 -19.07 -12.39 -4.36 22.67 115.26
Pengisian Air tanah 61.87 53.42 8.05 7.16 -6.37 -11.32 -4.87 -24.45 -26.88 -17.46 -6.14 31.96 162.46
39
43
Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan
Komposisi Luas Hutan 40%
Nilai Kc : 0.72
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 170 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 97 83 99 98 98 94 93 98 95 110 102 104 1169.63
P-ETP 109.78 94.78 17.88 16.31 -14.27 -43.72 -26.90 -83.85 -65.00 -34.88 -9.03 58.97
APWL 0.00 0.00 17.88 34.19 19.92 -23.80 -50.70 -134.56 -199.56 -234.44 -243.47 0.00
ST 170.00 170.00 170.00 170.00 151.20 147.79 126.16 77.04 52.56 42.81 40.59 170.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -18.80 -3.42 -21.63 -49.12 -24.48 -9.75 -2.21 0.00
Eta 96.54 82.90 98.80 114.00 102.80 53.42 87.63 63.12 54.48 84.75 95.21 104.03
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 40.31 5.27 34.73 40.52 25.13 6.81 0.00
Surplus 109.78 94.78 17.88 16.31 4.53 -40.31 -5.27 -34.73 -40.52 -25.13 -6.81 58.97 302.25
Limpasan 50.72 43.79 8.26 7.54 2.09 -18.62 -2.43 -16.05 -18.72 -11.61 -3.15 27.24 139.64
Pengisian Air tanah 59.06 50.99 9.62 8.77 2.44 -21.69 -2.84 -18.68 -21.80 -13.52 -3.67 31.72 162.60
Komposisi Luas Hutan 30%
Nilai Kc : 0.69
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 159mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 93 79 95 94 94 90 89 94 91 105 98 100 1120.89
P-ETP 113.80 98.24 22.00 20.38 -10.17 -39.82 -23.03 -79.78 -61.05 -30.31 -4.78 63.30
APWL 0.00 0.00 22.00 42.37 32.20 -7.62 -30.64 -110.42 -171.47 -201.77 -206.55 0.00
ST 165.00 165.00 165.00 165.00 135.75 157.56 137.03 84.50 58.37 48.57 47.19 165.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -29.25 21.81 -20.52 -52.54 -26.13 -9.79 -1.39 0.00
Eta 92.52 79.45 94.69 114.00 113.25 71.81 86.52 66.54 56.13 84.79 94.39 99.70
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 18.01 2.50 27.24 34.91 20.51 3.39 0.00
Surplus 113.80 98.24 22.00 20.38 19.08 -61.63 -2.50 -27.24 -34.91 -20.51 -3.39 63.30 336.80
Limpasan 57.92 50.00 11.19 10.37 9.71 -31.37 -1.27 -13.86 -17.77 -10.44 -1.73 32.22 171.42
Pengisian Air tanah 55.88 48.24 10.80 10.01 9.37 -30.26 -1.23 -13.38 -17.14 -10.07 -1.66 31.08 165.38
45
40
Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan
Komposisi Luas Hutan 20%
Nilai Kc : 0.69
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 160 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 88 76 91 90 90 86 85 90 87 101 94 95 1072.16
P-ETP 117.82 101.69 26.11 24.45 -6.08 -35.91 -19.16 -75.70 -57.09 -25.73 -0.52 67.64
APWL 0.00 0.00 26.11 50.56 44.48 8.57 -10.59 -86.29 -143.37 -169.10 -169.62 0.00
ST 160.00 160.00 160.00 160.00 121.16 151.66 149.76 93.31 65.31 55.61 55.42 160.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -38.84 30.49 -1.90 -56.45 -28.00 -9.70 -0.18 0.00
Eta 88.49 76.00 90.57 114.00 122.84 80.49 67.90 70.45 58.00 84.70 93.18 95.36
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 5.42 17.26 19.25 29.09 16.03 0.34 0.00
Surplus 117.82 101.69 26.11 24.45 32.76 -66.41 -17.26 -19.25 -29.09 -16.03 -0.34 67.64 370.47
Limpasan 65.51 56.54 14.52 13.59 18.21 -36.92 -9.59 -10.70 -16.17 -8.91 -0.19 37.60 205.97
Pengisian Air tanah 52.32 45.15 11.59 10.86 14.55 ` -7.66 -8.55 -12.92 -7.12 -0.15 30.03 164.50
Komposisi Luas Hutan 10%
Nilai Kc : 0.63
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 155 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 84 73 86 85 86 82 81 86 83 96 89 91 1023.42
P-ETP 121.85 105.14 30.23 28.52 -1.98 -32.01 -15.28 -71.62 -53.13 -21.15 3.73 71.97
APWL 0.00 0.00 30.23 58.75 56.77 24.76 9.47 -62.15 -115.28 -136.43 0.00 0.00
ST 155.00 155.00 155.00 155.00 107.47 132.12 145.81 103.80 73.68 64.28 175.00 155.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 -47.53 24.65 13.69 -42.01 -30.12 -9.40 110.72 0.00
Eta 84.47 72.54 86.45 114.00 131.53 74.65 79.69 56.01 60.12 84.40 89.27 91.03
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 7.36 1.59 29.61 23.01 11.75 0.00 0.00
Surplus 121.85 105.14 30.23 28.52 45.55 -56.66 -28.98 -29.61 -23.01 -11.75 3.73 71.97 406.99
Limpasan 73.11 63.09 18.14 17.11 27.33 -34.00 -17.39 -17.77 -13.80 -7.05 2.24 43.18 244.19
Pengisian Air tanah 48.74 42.06 12.09 11.41 18.22 -22.66 -11.59 -11.84 -9.20 -4.70 1.49 28.79 162.79
46
41
Lampiran 2 (lanjutan) Simulasi Neraca Air untuk Variasi Luas Hutan
Komposisi Luas Hutan 0%
Nilai Kc : 0.6
Kapasitas Cadangan Air Tanah : 150 mm
Parameter Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total
P 206 178 117 114 84 50 66 14 30 75 93 163
Etp 80 69 82 81 82 78 77 82 79 92 85 87 974.69
P-ETP 125.87 108.60 34.35 32.59 2.11 -28.10 -11.41 -67.54 -49.17 -16.57 7.98 76.31
APWL 0.00 0.00 34.35 66.94 69.05 40.94 29.53 -38.02 -87.19 -103.76 0.00 0.00
ST 150.00 150.00 150.00 150.00 150.00 114.17 123.20 116.42 83.88 75.11 150.00 150.00
∆ST 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 -35.83 9.03 -6.78 -32.54 -8.77 0.00 0.00
Eta 80.45 69.09 82.34 81.41 81.89 85.83 75.03 20.78 62.54 83.77 85.02 86.69
Defisit 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2.39 60.77 16.63 7.80 0.00 0.00
Surplus 125.87 108.60 34.35 32.59 2.11 7.73 -20.44 -60.77 -16.63 -7.80 7.98 76.31 395.53
Limpasan 81.81 70.59 22.32 21.18 1.37 5.02 -13.29 -39.50 -10.81 -5.07 5.19 49.60 257.09
Pengisian Air tanah 44.05 38.01 12.02 11.41 0.74 2.70 -7.15 -21.27 -5.82 -2.73 2.79 26.71 138.43
47
67
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidikalang pada tanggal 25 Juli 1992 dari ayah
Hendrik Sihombing dan ibu Mart Julisma Siregar. Penulis adalah putri pertama
dari lima bersaudara.Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 030281 Sidikalang,
kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 3 Pematangsiantar dan lulus pada tahun
2007. Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Pematangsiantar dan pada
tahun yang sama diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Ilmu Ukur
Wilayah dan Gambar Teknik Konstruksi.Penulis merupakan anggota dari
Departemen Komunikasi Himpunan Mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan
(HIMATESIL) dan pelayan keagamaan di Komisi Kesenian Persekutuan
Mahasiswa Kristen (PMK) IPB dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia
(GMKI) Cab. Bogor. Penulis melaksanakan praktik lapangan di PT. Unilever
Indonesia, Tbk dengan judul Implementasi Rencana Pengelolaan dan pemantauan
Lingkungan di PT Unilever Indonesia Tbk Divisi HPC-L Factory , Cikarang -
Bekasi.