PENETAPAN KADAR NAFKAH IDDAH DAN MUT’AHe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5007/1/MUHLIFA NUR...
Transcript of PENETAPAN KADAR NAFKAH IDDAH DAN MUT’AHe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/5007/1/MUHLIFA NUR...
i
PENETAPAN KADAR NAFKAH IDDAH DAN MUT’AH
OLEH HAKIM PADA CERAI TALAK DI
PENGADILAN AGAMA SALATIGA
(Studi Putusan Cerai Talak Tahun 2017)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Muhlifa Nur Prahandika
NIM : 21113010
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2018
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
المشقة تجلب التيسير
“Kesulitan itu Mendatangkan adanya Kemudahan”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
Kedua orang tua saya tercinta, Bapak Muji Setiyo dan Ibu Sri Nur Fuatun yang
selalu memberi semangat, dukungan, doa, dan kasih sayang yang tak terbatas.
Adik saya Hanifa Nur Prahandaffa, yang selalu mengingatkan untuk segera
menyelesaikan karya ini.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillahirobbil’alamiin, puji syukur penulis panjatkan kepada Allah
SWT, yang selalu memberikan rahmat serta hidayah dan taufiq-Nya kepada
penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini dengan judul
”Penetapan Kadar Nafkah Iddah dan Mut’ah oleh Hakim pada Cerai Talak di
Pengadilan Agama Salatiga (Studi Putusan Cerai Talak Tahun 2017)” tanpa
halangan yang berarti.
Shawalat serta salam penulis ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW,
kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang senantiasa setia dan menjadikannya
suritauladan. Beliau merupakan sosok pencerah kehidupan di dunia maupun di
akhirat nanti dan semoga kita semua senantiasa mendapatkan Syafaatnya min hadza
ila yaumil qiyamah, Aamiin Yaa Robbal’alamin.
Penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan
dari berbagai pihak yang telah tulus ikhlas membantu penulis menyelesaikan skripsi
ini. Oleh karena itu penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Dr Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga;
2. Dr. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah;
3. Sukron Ma’mun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Hukum Keluarga Islam;
4. Luthfiana Zahriani, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas
dan sabar membimbing, mengarahkan, serta mencurahkan waktu, tenaga dan
pikirannya sehingga skripsi ini terselesaikan;
5. Seluruh dosen IAIN Salatiga, yang telah memberikan ilmunya yag sangat
bermanfaat;
6. Drs. H. Umar Muchlis, selaku Ketua Pengadilan Agama Kota Salatiga, yang
telah memberikan izin penelitian disana, serta kepada hakim Drs. H. Salim,
S.H., M.H., Drs. M. Muslih, dan Drs. Moch Rusdi, M.H. yang telah
memfasilitasi dan membantu dalam penyelesaian skripsi ini;
vii
7. Kepada orang tua dan adik serta keluarga besar yang telah memberikan dan
mencurahkan segala kemampuan dan dukungannya secara material dan
immaterial hingga saat ini. Tanpa mereka mungkin karya ini tidak akan pernah
ada;
8. Sahabat-sahabat dan teman-teman khususnya sahabat dan teman seperjuangan
di Ahwal Al-Syakhshiyyah ( Hukum Keluarga Islam) angkatan 2013 atas segala
bantuan, semangat, dan hiburannya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini;
9. Teman gamer saya, Zaid, Badrul, Mujib, dan Apid yang selalu memberikan
hiburan disela-sela waktu mengerjakan karya ini, dan doaku kepada temanku
semua semoga kita sukses di dunia dan akhirat, Aamiin.
10. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyelesaian skripsi
ini.
Penulis sepenuhnya sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan. Semoga
hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, serta kepada
pembaca pada umumnya. Aamiin.
Salatiga, 16 Maret 2018
Penulis
Muhlifa Nur Prahandika
NIM: 21113010
viii
ABSTRAK
Nur Prahandika, Muhlifa. “Penetapan Kadar Nafkah Iddah dan Mut’ah oleh
Hakim pada Cerai Talak di Pengadilan Agama Salatiga (Studi Putusan
Cerai Talak Tahun 2017)”. Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum
Keluarga Islam. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Pembimbing: Luthfiana Zahriani, S.H., M.H.
Kata Kunci: Kadar, Nafkah Iddah, Mut’ah, Cerai Talak
Cerai talak sesuai dengan ketentuan pasal 149 KHI, bahwa suami
berkewajiban memberikan biaya penghidupan bagi mantan isterinya berupa nafkah
iddah maupun mut’ah. Dalam menentukan kadar biaya penghidupan tidak ada
aturan yang jelas terhadap penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah. Hal tersebut
merupakan hak hakim untuk berijtihad dalam menetapkan kadar nafkah iddah dan
mut’ah. Oleh karena itu, peneliti berupaya menggali informasi terkait alasan yang
menjadi pertimbangan putusan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam
menetapkan kadar nafkah iddah dan mut’ah pada perkara cerai talak. Pernyataan
utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah: (1) Bagaimana profil
putusan perkara cerai talak dalam penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah di
Pengadilan Agama Salatiga tahun 2017, (2) Apakah alasan yang menjadi
pertimbangan pengambilan putusan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam
menetapkan kadar nafkah iddah dan mut’ah pada perkara cerai talak, dan (3)
Bagaimana tinjauan Undang-undang Perkawinan dan hukum Islam atas putusan
hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap penetapan kadar nafkah iddah dan
mut’ah pada perkara cerai talak.
Penelitian ini menggunakan penelitian lapangan yang bertempat di
Pengadilan Agama Kota Salatiga dengan subjek penelitiannya adalah hakim.
Metode pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif analisis dan yuridis
normatif. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan
dokumentasi. Dan untuk menguji hasil temuan data tersebut maka peneliti
menganalisa data dengan menggunakan deskriptif analitis dengan pola deduktif.
Temuan penelitian ini menujukkan bahwa pada tahun 2017 terdapat 26
putusan dari 263 putusan cerai talak yang terdapat penetapan kadar nafkah iddah
dan atau mut’ah. Alasan hakim dalam penetapan kadarnya adalah
mempertimbangkan kesepakatan kedua belah pihak, kemampuan suami,
kesanggupan suami, biaya hidup sebelum perceraian, tuntutan isteri, lamanya
pernikahan, dan pendapat ahli Hukum Islam yang menyatakan pemberian mut’ah
berupa nafkah selama satu tahun. Dalam pengambilan putusan kadar nafkah iddah
dan mut’ah di Pengadilan Agama Salatiga telah sesuai dengan hukum yang berlaku,
ini dibuktikan dengan penerapan hak ex officio pada pasal 41 huruf (c) UU
Perkawinan dan berpedoman pada pasal 149 KHI huruf (a) dan (b). Dan ada
keterkaitan yang erat yaitu menitik beratkan pada kemampuan suami sebagai acuan
utama hakim dalam menentukan kadarnya, hal tersebut sesuai dengan keterangan
didalam KHI pasal 80 ayat (4) huruf (a) dan pasal 160 serta sesuai dalam keterangan
al-Quran surat at-Talaq ayat 7 dan al-Baqarah ayat 236.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING .................................................................................. ii
PENGESAHAN ............................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ....................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 5
D. Kegunaan Penelitian ................................................................... 6
E. Penegasan Istilah ......................................................................... 6
F. Kajian Pustaka ............................................................................ 8
G. Metode Penelitian ....................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan .................................................................. 15
BAB II KAJIAN TEORI: NAFKAH IDDAH, MUT’AH DAN
CERAI TALAK .................................................................................. 17
A. KONSEP NAFKAH IDDAH ..................................................... 17
x
1. Pengertian Nafkah ................................................................ 17
2. Dasar Hukum Nafkah ........................................................... 17
3. Syarat-syarat Isteri Menerima Nafkah ................................... 20
4. Kadar Nafkah ....................................................................... 22
5. Nafkah Suami atas Isteri yang Beriddah ................................ 23
a. Pengertian Iddah ............................................................. 23
b. Dasar Hukum Iddah ........................................................ 24
c. Macam-macam Iddah ...................................................... 27
d. Hukum Mengenai Nafkah Suami atas Isteri yang
Beriddah ......................................................................... 29
B. KONSEP MUT’AH ................................................................... 36
1. Pengertian Mut’ah ................................................................ 36
2. Dasar Hukum Mut’ah ........................................................... 36
3. Perbedaan Pandangan Ulama Mengenai Hukum Mut’ah ....... 38
4. Kadar Mut’ah ....................................................................... 42
C. KONSEP CERAI TALAK ......................................................... 44
1. Pengertian Talak ................................................................... 44
2. Macam-macam Talak ........................................................... 45
3. Prosedur Cerai Talak ............................................................ 49
4. Akibat Talak ......................................................................... 52
BAB III HASIL PENELITIAN ...................................................................... 58
A. Profil Putusan Perkara Cerai Talak Pengadilan Agama
Salatiga Tahun 2017 ................................................................... 58
xi
B. Penetapan Kadar Nafkah Iddah dan Mut’ah ................................. 61
1. Putusan Pengadilan Agama Salatiga tentang Nafkah Iddah
dan Mut’ah ............................................................................ 61
a. Putusan No. 122/Pdt.G/2017/PA.Sal ............................... 61
b. Putusan No. 668/Pdt.G/2016/PA.Sal ............................... 63
c. Putusan No. 608/Pdt.G/2017/PA.Sal ............................... 65
d. Putusan No. 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal ............................. 67
2. Hasil Wawancara Hakim ...................................................... 69
a. Wawancara dengan Hakim Drs. H. Salim, SH., MH ....... 69
b. Wawancara dengan Hakim Drs. M. Muslih ..................... 71
BAB IV PEMBAHASAN .............................................................................. 75
A. Alasan yang Menjadi Pertimbangan Pengambilan Putusan Hakim
Pengadilan Agama Salatiga dalam Menetapkan Kadar Nafkah Iddah
dan Mut’ah pada Perkara Cerai Talak ......................................... 75
B. Tinjauan Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam atas Putusan
Hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap Penetapan Kadar Nafkah
Iddah dan Mut’ah pada Perkara Cerai Talak ............................... 81
1. Putusan No. 122/Pdt.G/2017/PA.Sal ..................................... 81
2. Putusan No. 668/Pdt.G/2016/PA.Sal ..................................... 83
3. Putusan No. 608/Pdt.G/2017/PA.Sal ..................................... 88
4. Putusan No. 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal ................................... 91
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 97
A. Kesimpulan ................................................................................ 97
xii
B. Saran .......................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 100
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkawinan merupakan langkah awal bagi setiap pasangan untuk
membangun sebuah keluarga. Dalam menjalani kehidupan bersama, setiap
pasangan akan mengalami banyak halangan dan rintangan yang menjadi bagian
dari kehidupan berkeluarga. Suatu halangan dan rintangan yang dialami setiap
pasangan harus dilalui bersama agar tercapai sebuah keluarga yang bahagia.
Kebahagiaan yang digapai merupakan tujuan awal dalam sebuah perkawinan.
Sabagaimana firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21:
ودة ومن ءايته أن خلق ن أنفسكم أزوجا ل تسكنوا إ ليها وجعل بينكم م لكم م
ورحمة. إن فى ذلك ليت ل قوم يتفكرون.
Artinya: “dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara kamu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kamu yang berfikir”(Ar-Rum: 21).
Selaras dengan Pasal 1 UU Perkawinan no 1 tahun 1974 yang menyebutkan
bahwa: “Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau
rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Serta dalam Pasal 3 KHI, “Perkawinan bertujuan untuk mewujudkan
kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah”.
2
Langgengnya kehidupan perkawinan merupakan suatu tujuan yang sangat
diinginkan orang Islam. Akad nikah diadakan adalah untuk selama-lamanya dan
seterusnya hingga meninggal dunia. Allah menyebutkan ikatan perjanjian
dalam akad itu sebagai mitsaqon ghalidhan yang berarti perjanjian yang kokoh.
Jika ikatan antara suami istri demikian kokoh kuatnya maka tidak sepatutnya
dirusak dan disepelekan. Setiap usaha untuk menyepelekan merusak hubungan
perkawinan itu adalah dibenci oleh Islam karena merusak kebaikan dan
menghilangkan kemaslahatan antara suami istri (Sabiq, 1994: 9).
Dalam mengarungi bahtera rumah tangga, hambatan dan rintangan pasti
selalu ada dalam setiap rumah tangga. Hambatan dan rintangan bukanlah alasan
untuk mengakhiri sebuah ikatan. Islam mengajarkan kepada setiap pasangan
untuk memperbaiki keretakan yang timbul didalamnya. Sementara itu, apabila
keretakan yang telah timbul sudah tidak bisa utuh kembali, maka Islam tidak
akan memaksakan untuk mempertahankan ikatan mereka. Karenanya Islam
memberikan jalan keluar, yaitu dengan talak.
Islam membolehkan talak (thalaq) ketika perbedaan di antara pasangan
sudah menganga lebar dan tidak bisa lagi dijembatani. Namun, talak atau
perceraian merupakan tindakan yang dibenci Allah Swt meskipun halal.
Rasulullah Saw bersabda:
)رواه أبو داود(ليس شيء من لحلل أبغض إلى الله تعالى الطلق
“Tidak ada sesuatu yang halal yang lebih dibenci Allah Swt daripada
talak” (H.R. Abu Dawud) (Chudlori, 2012: 189).
3
Perceraian akan menimbulkan hak dan kewajiaban bagi suami istri
didalamnya. Dan untuk melindungi hak isteri atas talak yang dijatuhkan suami,
dalam Peraturan Perundang-undangan telah diatur beberapa kewajiban suami
akibat terjadinya perceraian. Yaitu sewaktu istri menjalani waktu iddah mantan
suami berkewajiban memberikan nafkah iddah dan mut’ah sebagai pemberian
bekas suami kepada isteri, yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan
lainnya. Sesuai dalam KHI pasal 149 huruf (a) dan (b) “Bilamana perkawinan
putus karena talak, maka bekas suami wajib: (a). memberikan mut`ah yang
layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri
tersebut qobla al dukhul; (b). memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada
bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah di jatuhi talak ba’in
atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil”. Kewajiban suami terhadap istri
yang ditalak dikuatkan dalam pasal 41 huruf (c) Undang-undang Perkawinan
No. 1 Tahun 1974 mengenai akibat putusnya perkawinan karena perceraian
ialah: “Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan
biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri”.
Dalam Islam juga dijelaskan mengenai kewajiban nafkah iddah dan mut’ah
sebagai kewajiban suami dan sebagai hak isteri untuk menerimanya. Semua
mazhab sepakat mengenai hak nafkah bagi istri yang dithalaq raj’i dengan
argumentasi bahwa thalaq raj’i belum memutuskan akad perkawinan dan
karenanya istri yang beriddah raj’i statusnya sama dengan istri dalam
perkawinan. Dalam thalaq raj’i masih memiliki hak ruju’, hak istimewa
(bersenang-senang/ bercinta). Begitu juga halnya semua ulama mazhab sepakat
4
tentang hak nafkah bagi istri beriddah ba’in yang sedang hamil baik itu karena
dithalaq tiga, khulu’, ataupun karena fasakh. Namun istri yang ditalak ba’in
dalam keadaan tidak hamil para ulama berbeda pendapat akan hal tersebut
(Mardani, 2011: 76). Selain kewajiban nafkah iddah, suami juga berkewajiban
memberikan mut’ah kepada istri yang diceraikan. Sesuai firman Allah SWT
dalam surah al-Baqarah ayat 241 yaitu sebagai berikut:
وللمطلقت متاع بالمعروف حقا عل المتقين.
“Dan bagi perempuan-perempuan yang diceraikan hendaklah diberi
mut’ah menurut cara yang patut, sebagai suatu kewajiban orang yang
bertakwa” (Al-Baqarah: 241).
Dalam beberapa peraturan perundang-undangan dan hukum Islam telah
dijelaskan bahwa istri berhak mendapatkan nafkah iddah dan mut’ah dari suami
yang menceraikannya. Namun tidak dijelaskan bahwa kadar atau besar kecilnya
nafkah iddah dan mut’ah yang wajib diberikan kepada istri yang diceraikannya.
Hal ini yang menjadi hak hakim atas jabatanya (ex officio) di Pengadilan Agama
khususnya Pengadilan Agama Salatiga dalam menentukan besar kecilnya kadar
nafkah iddah dan mut’ah yang akan diberikan suami kepada isteri pasca
terjadinya perceraian.
Berdasarkan keterangan diatas, maka penulis tertarik untuk menggali lebih
jauh tentang apa saja yang menjadi penentuan besar kecilnya kadar nafkah
iddah dan mut’ah dalam pengambilan keputusan oleh Hakim Pengadilan
Agama Salatiga. Oleh karena itu penulis akan melakukan penelitian yang
berjudul “Penetapan Kadar Nafkah Iddah dan Mut’ah oleh Hakim pada
5
Cerai Talak di Pengadilan Agama Salatiga (Studi Putusan Cerai Talak
Tahun 2017)”
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana profil putusan perkara cerai talak dalam penetapan kadar nafkah
iddah dan mut’ah di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2017?
2. Apa alasan yang menjadi pertimbangan pengambilan putusan hakim
Pengadilan Agama Salatiga dalam menetapkan kadar nafkah iddah dan
mut’ah pada perkara cerai talak?
3. Bagaimana tinjauan Undang-undang Perkawinan dan hukum Islam atas
putusan hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap penetapan kadar
nafkah iddah dan mut’ah pada perkara cerai talak?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui profil putusan perkara cerai talak dalam penetapan kadar
nafkah iddah dan mut’ah di Pengadilan Agama Salatiga tahun 2017.
2. Untuk mengatahui alasan yang menjadi pertimbangan pengambilan putusan
hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam menetapkan kadar mut’ah dan
nafkah iddah pada perkara cerai talak.
3. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan UU Perkawinan dan hukum Islam
atas putusan hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap penetapan kadar
mut’ah dan nafkah iddah pada perkara cerai talak.
6
D. Kegunaan Penelitian
1. Memperkaya wawasan ilmu dalam bidang hukum, khususnya dalam hal-hal
yang berkaitan dengan penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah pada
perkara cerai talak.
2. Diharapkan penelitian ini bisa dijadikan bahan untuk menyusun karya
ilmiah selanjutnya yang berkaitan dengan nafkah iddah dan mut’ah.
E. Penegasan Istilah
Penegasan istilah dipergunakan untuk menghindari penafsiran ganda
ataupun perbedaan pendapat bagi para pembaca. Oleh karena hal tersebut,
penulis berkepentingan untuk menjelaskan arti dalam judul penelitian ini, agar
istilah-istilah yang terkandung dalam judul penelitian memiliki arti yang tegas
dan jelas. Istilah yang perlu penulis jelaskan adalah sebagai berikut:
1. Nafkah Iddah
Nafkah iddah adalah sesuatu yang diberikan oleh suami kepada isteri
yang telah diceraikannya untuk memenuhi kebutuhan baik berupa pakaian,
makanan maupun tempat tinggal. Bahwa nafkah tersebut diberikan selama
isteri menjalani iddah dan isteri belum boleh melangsungkan pernikahan
kepada orang lain selama masa iddah belum habis.
2. Mut’ah
Mut’ah adalah pemberian bekas suami kepada isteri, yang dijatuhi talak
berupa benda atau uang dan lainnya (KHI pasal 1 huruf (j)).
7
3. Cerai Talak
Cerai talak yaitu cerai khusus bagi yang beragama Islam, di mana suami
(pemohon) mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama untuk
memperoleh izin menjatuhkan talak kepada isteri (Bahari, 2012 :17).
Penjelasan menganai tata cara talak terdapat dalam KHI Pasal 117, yaitu
“Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara sebagaimana
dimaksud dalam pasal 129, 130 dan 131”.
4. Hakim Pengadilan Agama
Pengertian Hakim menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
orang yang mengadili perkara (dalam pengadilan atau mahkamah). Hakim
merupakan pejabat yang melaksanakan tugas kekuasaan kehakiman. Hakim
Pengadilan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua
Mahkamah Agung (Musthofa, 2005: 22).
Kemudian pengertian pengadilan dalam istilah Inggris disebut court,
sedangkan dalam istilah bahasa Belanda disebut rechtbank. Keduanya
memiliki maksud sebagai ‘badan yang melakukan peradilan berupa
memeriksa, mengadili, dan memutus perkara’ (Mujahidin, 2014: 2).
Pengadilan Agama (biasa disingkat: PA) adalah pengadilan tingkat
pertama yang melaksanakan kekuasaan kehakiman di lingkungan Peradilan
Agama yang berkedudukan di Ibu kota kabupaten atau kota. Pengadilan
Agama dibentuk dengan Keputusan Presiden
(http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Agama). Pengadilan Agama
8
sebagai pengadilan tingkat pertama adalah pengadilan yang menerima,
memeriksa, dan memutus, setiap perkara yang diajukan pencari keadilan
(yustisiabel) pada tahap awal (Musthofa, 2005: 21).
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989, pengertian
Peradilan Agama disebutkan dalam Pasal 1 angka 1 bahwa Peradilan
Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam.
Jadi Pengertian Hakim Pengadilan Agama adalah orang yang mengadili
perkara di pengadilan tingkat pertama bagi orang-orang yang beragama
Islam.
F. Kajian Pustaka
Berikut adalah beberapa penelitian yang berkaitan dengan pemberian
nafkah iddah dan mut’ah, diantaranya adalah:
Pertama, skripsi yang disusun oleh Khurul Aini dengan judul “Kewajiban
Nafkah Iddah Suami Kepada Isteri yang Telah Dicerai” (Studi Terhadap
Putusan Pengadilan Agama Salatiga No. 394/Pdt.G/2005/PA.SAL). Karya
ilmiyah ini merupakan skripsi dari jurusan Syariah, program studi Al-Ahwal
Al-Syakhshiyyah STAIN Salatiga tahun 2007. Rumusan masalah yang diangkat
dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: bagaimana konsep nafkah iddah
menurut hukum Islam dan perundang-undangan di Indonesia, bagaimana cara
penyelesaian nafkah iddah dan pertimbangan hakim Pengadilan Agama
Salatiga dalam mengabulkan permohonan nafkah iddah dan bagaimana
kesesuaian putusan hakim Pengadilan Agama Salatiga tentang nafkah iddah
dengan hukum Islam. Setelah mengetahui rumusan masalah di atas maka hasil
9
penelitiannya adalah sebagai berikut: pertama, konsep iddah menurut hukum
Islam berdasarkan Al-Quran surat At Thalaq ayat 7, dan menurut hukum
perundang-undangan berdasarkan pada Undang-undang No. 1 Tahun 1974
tentang hak kewajiban suami istri pasal 34. Kedua, hakim Pengadilan Agama
dalam mengambil keputusan-keputusan atau penetapan nafkah iddah
mempunyai kekuatan hukum tetap apabila diucapkan pada sidang terbuka untuk
umum. Akan tetapi dalam pengambilan putusan atau ketetapan Pengadilan
Agama dalam penyelesaian nafkah iddah melalui sebuah pertimbangan-
pertimbangan yang menyangkut kesepakatan antara suami istri yang
mengajukan gugatan perceraian. Ketiga, dalam pengambilan putusan, seorang
hakim Pengadilan Agama Kota Salatiga pada tahun 2005 dalam penyelesaian
nafkah iddah sudah ada kesesuaian dengan hukum Islam. Akan tetapi ada
beberapa kasus yang diputuskan tidak sesuai dengan hukum Islam hal ini
dikarenakan berbagai pertimbangan-pertimbangan sehingga tidak merujuk
kembali dengan hukum Islam bahwa nafkah iddah dalam Islam itu wajib
dilaksanakan bagi suami yang bercerai dengan istrinya.
Kedua, skripsi yang disusun oleh Risae Muhammad dengan judul
“Peniadaan Nafkah Iddah dalam Perkara Cerai Gugat” (Studi Komparasi
Putusan PA Salatiga No. 286/Pdt.G/1998/PA.SAL Dengan Putusan MA No.
241 K/AG/2000). Karya ilmiyah ini merupakan skripsi dari jurusan Syariah,
program studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah STAIN Salatiga tahun 2008.
Rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
bagaimana tinjauan nafkah iddah dalam fiqh dan perundang-undangan di
10
Indonesia, apa dasar hukum dan pertimbangan hakim dalam memutuskan
masalah nafkah iddah dalam putusan gugat cerai No 286/Pdt.G/1998/PA.SAL
dan No. 241 K/AG/2000 Dan mengapa ada perbedaan putusan PA dan MA
dalam hal pemberian nafkah iddah dalam perkara gugat cerai. Setelah
mengatahui rumusan masalah di atas maka hasil penelitiannya adalah sebagai
berikut: pertama, menurut fiqh dan perundang-undangan dijelaskan bahwa
isteri yang telah dicerai berhak mendapatkan nafkah iddah, selama isteri
tersebut tidak nusyuz. Namun dalam perkara talak ba’in para ulama’ berbeda
pendapat. Imam Maliki, Syafi’i dan Hambali berpendapat bahwa tidak
mempunyai hak atas nafkah iddah. Sedangkan Imam Hanafi berpendapat
bahwa isteri yang telah dicerai ba’in tetap berhak nafkah iddah. Kedua, bahwa
dalam memutusakan masalah nafkah iddah, hakim mengacu pada dalil-dalil
fiqh dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia dengan menganalisa
konteks suatu perkara dan mempertimbangkan sisi humanisme. Ketiga, Dalam
perkara perceraian ini meskipun hukum perundang-undangan yang digunakan
hakim PA dan MA relatif sama, namun yang membuat produk hukum jadi
berbeda adalah metode pendekatan dan penafsiran dalam memeriksa perkara
tersebut. Putusan hakim PA untuk tidak memberikan nafkah iddah kepada isteri
yang telah dicerai sejalan dengan pendapat madzhab Maliki, Syafi’i dan
Hambali. Sedangkan putusan MA untuk memberikan hak nafkah iddah kepada
isteri yang telah dicerai sejalan dengan madzhab Hanafi. Jadi pada intinya,
dalam memutuskan suatu perkara hakim perlu melihat konteks perkara dan
mempertimbangkan sisi humanisme serta harus mengakomodasi hak-hak
11
perempuan, dengan tujuan agar putusan tersebut lebih sesuai dan lebih
mendekati nilai keadilan.
Ketiga, skripsi yang disusun oleh Faris Jundhi dengan judul “Pemberian
Nafkah Iddah pada Cerai Gugat” (Studi Putusan Pengadilan Agama Pati
No.1925/Pdt.G/2010/PA.Pt). Karya ilmiyah ini merupakan skripsi dari jurusan
Syariah, program studi Al-Ahwal Al-Syakhshiyyah STAIN Salatiga tahun
2013. Rumusan masalah yang diangkat dalam skripsi ini adalah sebagai berikut:
bagaimana hak nafkah iddah setelah mengajukan cerai gugat kepada suaminya
menurut fiqh, bagaimana hak nafkah iddah setelah mengajukan cerai gugat
kepada suaminya menurut hukum yang berlaku di Indonesia, dan apakah
pertimbangan hakim memperbolehkan istri sebagai penggugat mendapatkan
hak nafkah iddah dari suami setelah cerai gugat. Setelah mengatahui rumusan
masalah diatas maka hasil penelitiannya adalah sebagai berikut: pertama, bahwa
hakim mempertimbangkan permberian nafkah iddah dan mut’ah pada talak
bai’in didasarkan pada pendapat Imam Hanafi. Ulama Hanafiyah berpendapat
bahwa wanita tersebut berhak nafkah dan tempat tinggal secara bersama,
kecuali jika wanita ber-iddah karena perpisahan disebabkan pelanggaran istri,
seperti istri murtad setelah bercampur atau tindakan isteri menodai kehormatan
mertua seperti orang tua suami atau saudara-saudaranya, istri hanya berhak
tempat tinggal dan tidak berhak nafkah. Pendapat ulama Hanafiyah ini juga
dikuatkan oleh Umar bin Khatab ra, Umar bin Abdul Aziz dan Sufyan Ats
Tsauri. Mereka mengambil dalil kepada firman Allah surat At Thalaq ayat 6.
Kedua, pemberian nafkah iddah oleh majelis hakim juga didasarkan dengan
12
putusan Mahkamah Agung RI nomor 137/K/AG/2007 tanggal 19 September
2007. Pemberian nafkah iddah tersebut didasarkan pada pasal 41 huruf (c) UU
No. 1 Tahun 1974 Jo. Pasal 149 KHI. Ketiga, terdapat 5 (lima) dasar
pertimbangan hakim dalam pemberikan nafkah iddah kepada istri yang
mengajukan gugatan cerai, yaitu: adanya rasa keadilan bagi kedua belah pihak,
adanya ketertiban hukum, menempatkan harkat perempuan pada proporsinya,
adanya kemampuan bekas suami untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah
kepada bekas istri, dan adanya kelayakan bekas istri untuk menerima nafkah
iddah dan mut’ah dari bekas suami.
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, yang membedakan antara
penelitian sebelum-sebelumnya adalah penentuan kadar nafkah iddah dan
mut’ah. Yakni belum ada penelitian yang meneliti tentang bagaimana
penentuan kadar nafkah iddah dan mut’ah oleh hakim Pengadilan Agama
Salatiga pada perkara cerai talak tahun 2017. Oleh karenanya penulis
menyimpulkan bahwa penelitian yang diteliti bukan merupakan duplikasi
ataupun pengulangan dari penelitian-penelitian yang ada.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian
lapangan (field research) dengan menggunakan motode pendekatan
kualitatif deskriptif analisis, yaitu umumnya menggunakan strategi multi
metode yaitu, wawancara, pengamatan, serta penelaahan dokumen yang ada
satu dengan lain saling melengkapi, memperkuat, dan menyempurnakan.
13
Penelitian ini juga menggunakan pendekatan metode yuridis normatif.
Metode tersebut akan menjelaskan bagaimana hukum yang berlaku
diterapkan oleh hakim Pengadilan Agama Salatiga.
2. Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan merupakan hasil dari observasi langsung di
Pengadilan Agama Salatiga yang berkaitan dengan permasalahan tersebut.
Data yang dikumpulkan meliputi:
a. Data yang berkaitan dengan putusan Pengadilan Agama Salatiga tentang
nafkah iddah dan mut’ah dalam perkara cerai talak.
b. Data tentang dasar pertimbangan hakim Pengadilan Agama Salatiga
pada perkara tersebut baik segi hukum positif maupun hukum Islam.
3. Sumber Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sumber data primer dan
sekunder, penjelasannya sebagai berikut:
a. Sumber data primer, yaitu data yang diperoleh atau dikumpulkan dari
sumber utama yang berada di lapangan penelitian, yaitu hasil
wawancara dengan hakim Pengadilan Agama Salatiga dan putusan-
putusan cerai talak mengenai penetapan nafkah iddah dan mut’ah di
Pengadilan Agama Salatiga.
b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari bahan pustaka
terkait pembahasan tersebut.
14
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan Data adalah berbagai cara yang digunakan untuk
mengumpulkan data, menghimpun, atau menjaring data penelitian.
1. Observasi
Observasi atau pengamatan dapat didefinisikan sabagai “perhatian
yang terfokus terhadap kejadian, gejala, atau sesuatu”. Adapun
observasi ilmiah adalah perhatian terfokus terhadap gejala, kejadian,
atau sesuatu dengan maksud menafsirkannya, mengungkapkan faktor-
faktor penyebabnya, dan menemukan kaidah-kaidah yang mengaturnya
(Emzir, 2011: 38). Dimana observasi dilakukan di Pengadilan Agama
Salatiga.
2. Wawancara
Wawancara dapat didefinisikan sebagai interaksi bahasa yang
berlangsung antara dua orang dalam situasi saling berhadapan salah
seorang, yaitu yang melakukan wawancara meminta informasi atau
ungkapan kepada orang yang diteliti yang berputar di sekitar pendapat
dan keyakinannya (Emzir, 2011: 50). Adapun wawancara yang
dilakukan ditujukan kepada Hakim di Pengadilan Agama Salatiga dan
pihak-pihak terkait.
3. Dokumentasi
Dokumen adalah catatan tertulis tentang berbagai kegiatan atau
peristiwa pada suatu waktu yang lalu. Semua dokumen yang
berhubungan dengan penelitian yang bersangkutan perlu dicatat sebagai
15
sumber informasi. Dokumentasi dapat diperoleh dari beberapa putusan
yang menyangkut penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah dalam
perkara cerai talak.
5. Teknik Analisa Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data penelitian ini adalah
deskriptif analitis dengan pola deduktif. Dimana akan digambarkan terlebih
dahulu mengenai data-data yang berkaitan dengan perkara tersebut secara
umum dan pertimbangan hukum para hakim dalam menetapkan kadar
nafkah iddah dan mut’ah serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
kadarnya dalam perkara carai talak di Pengadilan Agama Salatiga.
Kemudian diakhiri dengan kesimpulan yang bersifat khusus terhadap
perkara putusan cerai talak di Pengadilan Agama Salatiga tentang penetapan
kadar nafkah iddah dan mut’ah tersebut. Apakah penetapan kadar tersebut
sudah sesuai dengan UU Perkawinan dan hukum Islam yang ada. Sehingga
mendapat gambaran yang jelas menganai masalah yang diteliti dalam
penelitian ini.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah pembahasan skripsi ini, penulis memuat pembahasan
penelitian dalam beberapa bab, yaitu sebagai berikut:
Bab pertama memuat pendahuluan yang berisi latar belakang, rumusan
masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, metode
penelitian, dan sistematika pembahasan.
16
Bab kedua berisikan tentang landasan teori tentang cerai talak dan akibat
hukumnya, teori mengenai nafkah iddah dan mut’ah, serta dasar hukum nafkah
iddah dan mut’ah. Yang nantinya akan dijadikan sebagai alat analisis dalam
menjelaskan dan mendeskripsikan obyek penelitian.
Bab ketiga berisikan hasil penelitian di Pengadilan Agama Salatiga,
mengenai gambaran perkara dan hasil wawancara hakim mengenai alasan yang
mempengaruhi pengambilan keputusan dalam penetapan kadar nafkah iddah
dan mut’ah pada cerai talak.
Bab keempat berisikan pembahasan, dimana akan dijelaskan oleh penulis
alasan yang menjadi pertimbangan pengambilan putusan dan tinjauan UU
Perkawinan dan Hukum Islam oleh hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap
penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah dalam perkara cerai talak tersebut.
Bab kelima memuat penutup yang berisikan kesimpulan akhir dan saran-
saran.
17
BAB II
KAJIAN TEORI
NAFKAH IDDAH, MUTAH DAN CERAI TALAK
A. KONSEP NAFKAH IDDAH
1. Pengertian Nafkah
Nafkah secara etimologi berarti sesuatu yang bersirkulasi karena dibagi
atau diberikan orang dan membuat kehidupan orang yang mendapatkannya
tersebut berjalan lancar karena dibagi atau diberikan, maka nafkah tersebut
secara fisik habis atau hilang dari pemiliknya. Secara tertimologi, nafkah itu
adalah sesuatu yang wajib diberikan berupa harta untuk mematuhi agar
dapat bertahan hidup (Mardani, 2011: 75). Disebutkan juga bahwa nafkah
berarti "belanja". Maksudnya ialah sesuatu yang diberikan oleh seseorang
kepada isteri, kerabat, dan miliknya sebagai keperluan pokok bagi mereka.
Keperluan pokok, seperti makanan pakaian dan tempat tinggal (Departeman
Agama RI, 1985: 184). Dan disebutkann pula oleh (Sabiq, 1981: 77) dalam
kitab Fikih Sunnah Jilid 7, bahwa yang dimaksud dengan belanja (nafkah)
di sini yaitu memenuhi kebutuhan makan, tempat tinggal, pembantu rumah
tangga, pengobatan isteri, jika ia seorang kaya. Memberi belanja hukumnya
wajib menurut Al-Quran, Sunnah dan Ijma’.
2. Dasar Hukum Nafkah
"Nafkah" merupakan hak isteri terhadap suami sebagai akibat telah
terjadinya akad nikah yang syah. Dasar hukumnya, ialah: firman Allah
SWT:
18
ضاعة، والوالدات يرضعن أوالدهن حولين كاملين لمن أراد أن يتم الر
بالمعروف، التكلف نفس إال وسعها وعلى المولودله رزقهن وكسوتهن
التضار والدة بولدها والمولود له بولده وعلى الوارث مثل ذلك...
“Para ibu hendaklah menyusukan anaknya selama dua tahun penuh,
yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuannya. Dan kewajiban
memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang patut.
Tidak diberati seorang diri, kecuali menurut usahanya. Janganlah seorang
ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena
anaknya dan warispun berkewajiban demikian...” (Q.S Al-Baqarah: 233).
“Rizki” yang dimaksud dalam ayat ini ialah makanan secukupnya.
“Pakaian” ialah baju atau penutup badan dan “Ma’ruf” yaitu kebaikan
sesuai dengan ketentuan agama, tidak berlebihan dan tidak pula
berkekurangan (Sabiq, 1981: 77).
، وهن لتضي قوا عليهن جدكم وال تضار ن و اسكنو هن من حيث سكنتم م
، فان ارضهن لكم وان كن اوالت حمل فانفقوا عليهن حتى يضعن حملهن
، واتمروا بينكم بمعروف، وان تعاسرتم فسترضع له فا توهن اجورهن
.اخرى
“Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk
menyempitkan hati mereka...” (Al-Thalaaq : 6).
ا اته الله، لينفق ن سعـته، ومن قدر عليه رزقه فلينفق مم ذو سعة م
اليكل ف الله نفسا اال ما اتها، سيجعل الله بعد عسريسرا.
“Orang yang mampu hendaklah memberi nafkah menurut
kemampuannya dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah tidak akan
memikulkan beban kepada seorang melainkan (sekedar) apa yang telah
diberikan Allah kepadanya. Allah memberikan kelapangan sesudah
kesempitan” (Al-Thalaaq: 7).
19
ة الوداع ولهن عليكم قل رسول الله صلى الله عليه وسلم فى حج
رزقهن وكسوتهن بالمعروف.)رواه مسلم(
“Berkata Rasulullah saw pada (waktu beliau menunaikan ibadah) haji
yang penghabisan: “... kewajiban suami ialah memberi makan dan pakaian
isterinya menurut yang patut” (HR. Muslim).
Adapun menurut Ijma’ sebagai berikut:
Ibnu Qudamah berkata: Para ahli ilmu sepakat tentang kewajiban suami
membelanjai isteri-isterinya, bila sudah baligh, kecuali kalau isteri itu
berbuat durhaka. Ibnu Mundzir dan lain-lainnya berkata: Isteri yang
durhaka boleh dipukul sebagai pelajaran. Perempuan adalah orang yang
tertahan di tangan suaminya. Ia telah menahannya untuk bepergian dan
bekerja. Karena itu ia berkewajiban untuk memberikan belanja kepadanya
(Sabiq, 1981: 80).
Dasar hukum kewajiban suami terhadap istrinya memberikan nafkah
menurut KHI dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan terdapat dalam
pasal-pasal berikut:
a. Kompilasi Hukum Islam
Pasal 80
1) Suami adalah pembimbing, terhadap isteri dan rumah tangganya,
akan tetap mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-
penting diputuskan oleh sumai isteri bersama.
2) Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya
3) Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan
memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan
bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
4) sesuai dengan penghasislannya suami menanggung :
20
a) nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri;
b) biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan
bagi isteri dan anak;
c) biaya pendididkan bagi anak.
5) Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat (4)
huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna
dari isterinya.
6) Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap
dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
7) Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila
isteri nusyuz.
b. Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Pasal 33
Suami isteri wajib saling saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia
dan memberi bantuan lahir bathin yang satu kepada yang lain.
Pasal 34
1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya.
2) Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya.
3) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan.
3. Syarat-syarat Isteri Menerima Nafkah
Agama mewajibkan suami membelanjai isterinya, oleh karena dengan
adanya ikatan perkawinan yang sah itu seorang isteri menjadi terikat
semata-mata kepada suaminya, dan tertahan sebagai miliknya, karena ia
berhak menikmatinya secara terus-menerus. Isteri wajib taat kepada suami,
tinggal di rumahnya, mengatur rumah tangganya, memelihara dan mendidik
anak-anaknya. Sebaliknya bagi suami ia berkewajiban memenuhi
kebutuhannya, dan memberi belanja kepadanya, selama ikatan suami isteri
masih berjalan, dan isteri tidak durhaka atau karena ada hal-hal lain yang
menghalangi penerimaan belanja. Hal ini berdasarkan kepada kaidah
21
umum: “setiap orang yang menahan hak orang lain atau kemanfaatannya,
maka ia bertanggung jawab membelanjainya.” (Sabiq, 1981: 80).
Berikut ini adalah syarat-syarat isteri berhak menerima nafkah, yakni:
a. Telah terjadi akad yang syah antara suami dan isteri.
b. Isteri telah sanggup melakukan hubungan sebagai suami-isteri dengan
suaminya.
c. Isteri telah terikat atau telah bersedia melaksanakan semua hak-hak
suami (Departeman Agama RI, 1985: 187).
Hak isteri menerima nafkah menjadi gugur apabila:
a. Bila ternyata akad nikah mereka batal atau fasid (rusak)
b. Isteri masih belum baligh dan ia masih tetap di rumah orang tuanya.
Menurut Abu Yusuf isteri berhak menerima nafkah dari suaminya jika
isteri telah serumah dengan suaminya, karena dengan serumah itu
berarti telah terikat di rumah suaminya.
c. Isteri dalam keadaan sakit karena itu ia tidak bersedia serumah dengan
suaminya. Tetapi jika ia bersedia serumah dengan suaminya is tetap
berhak mendapatkan nafkah.
d. Bila isteri melanggar larangan Allah yang berhubungan dengan
kehidupan suami isteri, seperti meninggalkan tempat kediaman bersama
tanpa seizin suami, berpergian tanpa izin suami dan tanpa disertai/
mahram, dan sebagainya.
e. Bila isteri nusyuz, yaitu tidak lagi melaksanakan kewajiban-kewajiban
sebagai isteri (Departeman Agama RI, 1985: 188-189).
22
4. Kadar Nafkah
Al Qur'an dan hadits tidak ada yang menyebutkan dengan tegas kadar
atau jumlah nafkah baik minimal atau maximal yang wajib diberikan suami
kepada isterinya. Hanya dalam ayat 6 dan ayat 7 Surat At-talaq diberikan
gambaran umum, yaitu nafkah itu diberikan kepada isteri menurut yang
patut dengan arti cukup untuk keperluan isteri dan sesuai pula dengan
penghasilan suami. Bahkan ada yang berpendapat bahwa jumlah nafkah itu
harus pula disesuaikan dengan kedudukan isteri. Dalam pada itu
diterangkan bahwa jumlah nafkah yang diberikan itu hendaklah sedemikian
rupa sehingga tidak memberatkan suami, apalagi menimbulkan mudarat
baginya (Departeman Agama RI, 1985: 189).
Dalam sebuah riwayat hadits dijelaskan bahwa:
عن عائشة ر.ع. ان هندا بنت عتبة قالت : يارسول الله، ان ابا سفيان
رجل شحيح وليس يعطينى وو لدي اال ما اخذت منه وهو ال يعلم قال:
ما يكفيك وولدك بالمعروف.حذى
“Dari Aisyah r.a. sesungguhnya Hindun binti ‘Utbah pernah bertanya
“Wahai Rasulullah sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang yang kikir.
Is tidak mau memberi nafkah kepadaku sehingga aku harus mengambil
darinya tanpa sepengetahuannya.” Maka Rasulullah Saw. bersabda,
“Ambillah apa yang mencukupi bagimu dan anakmu dengan cara yang
baik.” (HR. Ahmad, Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan Nasa’i).
Hadis di atas menunjukkan bahwa jumlah nafkah diukur menurut
kebutuhan istri, dengan ukuran yang baik bagi setiap pihak tanpa
mengesampingkan kebiasaan yang berlaku pada keluarga istri. Oleh karena
itu, jumlah berbeda menurut keadaan, zaman, tempat, dan keberadaan
manusia (Tihami, 2009: 165-166).
23
Adapun Imam Syafi'i mengqiaskan jumlah nafkah kepada ''kaffarat".
Kaffarat yang terbanyak ialah dua mud (-+ 2 x 2,5 kilogram beras) sehari,
yaitu kaffarat karena merusak atau menyakiti di waktu mengerjakan ibadah
haji. Sedang kaffarat yang terendah ialah satu mud sehari, yaitu kaffarat
zhihar. Karena itu beliau menetapkan bahwa kadar nafkah maximal ialah
dua mud sehari sedang kadar nafkah minimal ialah satu mud sehari
(Departeman Agama RI, 1985: 190).
5. Nafkah Suami atas Istri yang Beriddah
a. Pengertian Iddah
Menurut bahasa Arab, kata “iddah” adalah mashdar dari kata kerja
‘adda – ya’uddu yang artinya “menghitung”, jadi kata “iddah” artinya
ialah hitungan, perhitungan, sesuatu yang harus diperhitungkan
(Departeman Agama RI, 1985: 274). ’Iddah juga diartikan sebagai masa
menunggu bagi seorang perempuan janda sebelum perkawinan baru
dilangsungkan (Fachruddin, 1992: 480). Masa iddah (waktu tunggu)
adalah seorang istri yang putus perkawinannya dari suaminya, baik
putus karena perceraian, kematian, maupun atas keputusan pengadilan.
Masa Iddah tersebut, hanya berlaku bagi istri yang sudah melakukan
hubunga suami istri. Lain halnya bila istri belum melakukan hubungan
suami istri (qobla dukhul), tidak mempunyai masa iddah (Ali, 2006: 87).
Adapun para ulama mendefinisikan iddah sebagai nama waktu untuk
menanti kesuciaan seorang istri yang ditinggal mati atau diceraikan oleh
24
suami, yang sebelum habis masa itu dilarang untuk dinikahkan
(Nuruddin, 2006: 240).
Menurut Ashshon’ani definisi ‘iddah adalah sebagai berikut:
ة تتربص بها المرأة عن التزويج بعد وفاة زوجها وفراقه لها إسم لمد
ابالوالدة أوالقراء أوالشهر. إم
‘Iddah ialah suatu nama bagi suatu masa tunggu yang wajib
dilakukan oleh wanita untuk tidak melakukan perkawinan setelah
kematian suaminya atau perceraian dengan suami itu, baik dengan
melahirkan anaknya, atau beberapa kali suci/haidh, atau bebrapa
bulan tertentu (Departeman Agama RI, 1985: 274).
Prof. Abu Zahrah memberi definisi ‘iddah sebagai berikut
جل ضرب النقضاء مابقى من أثارالن كاح أ
‘Iddah ialah suatu masa yang ditetapkan untuk mengakhiri
pengaruh-pengaruh perkawinan (Departeman Agama RI, 1985: 274).
Lebih lanjut prof.Abu Zahrah menyatakan:
وجية من فاءذاحصلت الفرقة بين جل وأهله التنفصم عراالز الر
ج غيره د وقوع الفرقة بل تتربص المرأة والتتزو كل الوجوه بمجر
حتى تنتهى تلك المدة التى قدرها الشارع.
Jika terjadi perceraian antara seorang lelaki dengan isterinya,
tidaklah terputus secara tuntas ikatan suami isteri itu dari segala
seginya dengan semata-mata terjadi perceraian, melainkan isteri wajib
menunggu, tidak boleh kawin dengan laki-laki lain, sampai habisnya
masa tertentu yang telah ditentukan oleh Syara’ (Departeman Agama
RI, 1985: 275).
b. Dasar Hukum Iddah
Hukum iddah adalah wajib, sesuai dengan nash Al-Qur’an dalam
surat Al-Baqarah ayat 228, sebagai berikut:
25
ثلثة قروء.والمطلقت يتربصن بأنفسهن
Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru’ (Q.S. Al-Baqarah: 228).
Dalam Sunnah/ Hadits, sebagaimana dalam Shahih Muslim dari
Fatimah binti Qais bahwa Rasulullah SAW. bersabda kepadanya:
ى في ك ابن ام مكتم.اعتد بيت ابن عم
Hendaklah engkau beriddah dirumah putra pamanmu Ibnu Ummi
Maktum.
Dan secara Ijma’, umat Islam sepakat wajibnya iddah sejak masa
Rasulullah SAW. sampai sekarang (Azzam, 2009: 319-320).
Hukum Islam mewajibkan ber’iddah terhadap wanita setelah
perkawinan putus, baik sebab meninggalnya suami, bercerai dengan
suaminya, maupun sebab keputusan Pengadilan (Departeman Agama
RI, 1985: 275).
Dasar hukum iddah menurut KHI dan UU No. 1 Tahun 1974 tentang
perkawinan terdapat dalam pasal-pasal berikut:
1) Kompilasi Hukum Islam
Pasal 153
(1) Bagi seorang isteri yang putus perkawinannya berlaku waktu
tunggu atau iddah, kecuali qobla al-dukhul dan perkawinannya
putus bukan karena kematian suami.
(2) Waktu tunggu bagi seorang janda ditentukan sebagai berikut :
a) Apabila perkawinan putus karena kematian, walaupun
qobla al dukhul, waktu tunggu ditetapkan 130 (seratus tiga
puluh) hari:
b) Apabila perkawinan putus karena
perceraian,waktutunggubagi yang masih haid ditetapkan 3
(tiga) kali suci dengan sukurang-kurangnya 90 (sembilan
puluh) hari, dan bagi yang tidak haid ditetapkan 90
(sembilan puluh) hari;
26
c) Apabila perkawinan putus karena perceraian sedang janda
tersebut dalam keadaan hamil waktu tunggu ditetapkan
sampai melahirkan;
d) Apabila perkawinan putus karena kematian, sedang janda
tersebut dalam keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan
sampai melahirkan.
(3) Tidak ada waktu tunggu bagi yang putus perkawinan karena
perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas
suaminya qobla al dukhul.
(4) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang
waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya, Putusan Pengadilan
Agama yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan
bagi perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu
tunggu dihitungsejak kematian suami.
(5) Waktu tunggu bagi isteri yang oernah haid sedang pada waktu
menjalani iddah tidak haid karena menyusui, maka iddahnya
tiga kali waktu haid.
(6) Dalam hal keadaan pada ayat (5) bukan karena menyusui, maka
iddahnya selama satu tahun, akan tetapi bila dalam waktu satu
tahun tersebut ia haid kembali, maka iddahnya menjadi tiga kali
waktu suci.
Pasal 154
Apabila isteri bertalak raj`i kemudian dalam waktu iddah
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) huruf b, ayat (5) dan
ayat (6)pasal 153, di tinggal mati oleh suaminya, maka iddahnya
berubah menjadi empat bulansepuluh hari terhitung saat matinya
bekas suaminya.
Pasal 155
Waktu iddah bagi janda yang putus perkawinannya karena khuluk,
fasakh dan li`an berlaku iddah talak.
2) Undang-undang No. 1 Tahun 1974
Didalam undang-undang ini, memang tidak disebutkan secara
langsung penetapan masa iddah bagi wanita yang dicerai atau di
talak. Namun dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang
27
Perkawinan, disebutkan dan dijelaskan dalam pasal 39, sebagai
berikut:
Pasal 39
(1) Waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ditentukan sebagai berikut :
a) Apabila perkawinan putus karena kematian, waktu tunggu
ditetapkan 130 (seratus tiga puluh) hari
b) Apabila perkawinan putus karena perceraian, waktu tunggu
bagi yang masih berdatang bulan ditetapkan 3 (tiga) kali
suci dengan sekurangkurangnya 90 (sembilan puluh) hari
dan bagi yang tidak berdatang bulan ditetapkan 90
(sembilan puluh) hari ;
c) Apabila perkawinan putus sedang janda tersebut dalam
keadaan hamil, waktu tunggu ditetapkan sampai
melahirkan.
(2) Tidak ada waktu tunggu bagi janda yang putus perkawinan
karena perceraian sedang antara janda tersebut dengan bekas
suaminya belum pernah terjadi hubungan kelamin.
(3) Bagi perkawinan yang putus karena perceraian, tenggang
waktu tunggu dihitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap, sedangkan bagi
perkawinan yang putus karena kematian, tenggang waktu
tunggu dihitung sejak kematian suami.
c. Macam-macam Iddah
Iddah dapat dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu iddah cerai hidup
dan cerai mati. Penjelasannya sebagai berikut:
1) Iddah cerai hidup
Dalam iddah cerai hidup terdapat empat kemungkinan yaitu
a) Bagi perempuan yang masih haidh, iddahnya tiga quruk, yang
dimaksud tiga quruk ialah jika dalam keadaan haidh maka harus
tiga kali suci, dan apabila dalam keadaan suci maka harus tiga
kali haidh. Ketentuan ini berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 228
yang artinya sebagai berikut ”Perempuan-perempuan yang
28
diceraikan suaminya (ditalaknya) hendaklah menantikan
dengan sendirinya tiga kali suci/haidh...”.
b) Bagi perempuan yang belum atau tidak haidh, iddahnya tiga
bulan.
c) Apabila perempuan tersebut dalam keadaan hamil, maka
iddahnya sampai melahirkan. Ini sesuai dengan surat at-Talaq
ayat 4 yang artinya sebagai berikut “Perempuan-perempuan
yang telah putus asa daripada haidh (darah bulanan), jika kamu
ragu-ragu (tentang ‘iddahnya), maka iddah tiga bulam, dan
(begitu pula iddah) perempuan yang belum haidh. Perempuan-
perempuan yang hamil (mengandung anak) iddahnya ialah
sampai mereka melahirkan kandungannya...”
d) Apabila perempuan tersebut belum digauli sama sekali oleh
suaminya, maka hal ini tidak ada iddahnya. Ketentuan ini sesuai
dengan surat al-Ahzab ayat 49, yang artinya sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu mengawini
perempuan-perempuan mukmin kemudian kamu thalaq
(ceraikan) mereka, sebelum menyentuhnya (bersetubuh dengan
dia), maka tidak ada bagi mereka iddah, yang kamu
perhitungkan. Maka kamu berilah mereka kesukaan (pemberian
sekedarnya), dan ceraikanlah mereka dengan perceraian yang
baik.” (Sudarsono, 1991: 104).
29
2) Iddah cerai mati
Bagi wanita yang ditinggal mati suaminya, maka iddahnya
adalah 4 bulan 10 hari. Ketentuan ini sesuai dengan surat Al-
Baqarah ayat 234, yang berarti sebagai berikut: “Orang-orang yang
mati di antara kamu, sedang mereka meninggalkan janda hendaklah
janda mereka menantikan dengan sendirinya (ber’iddah) empat
bulan sepuluh hari. Apabila sampai ‘iddahnya itu, maka tiada
berdosa kamu, tentang apa-apa yang diperbuat perempuan itu
terhadap dirinya secara ma’ruf. Allah Maha mengetahui apa-apa
yang kamu kerjakan.” (Sudarsono, 1991: 104).
Kendatipun masa ‘iddah ini dikenakan kepada wanita, tidak
berarti suami yang ditinggal mati istrinya, bebas melakukan
pernikahan setelah itu. Hukum memang tidak menetapkan berapa
lama, suami tersebut harus menjalani masa ‘iddahnya, tetapi paling
tidak dengan berpijak pada asas kepatutan, seorang suami juga
mestinya dapat menahan diri untuk tidak langsung menikah, ketika
istrinya baru saja meninggal. Hikmahnya tentu saja untuk
menunjukkan rasa berkabung sekaligus menjaga timbulnya fitnah
(Nuruddin, 2006: 251).
d. Hukum Mengenai Nafkah Suami atas Istri yang Beriddah
Penting diketahui bahwa perceraian atau talak raj'i (talak 1 dan 2)
belumlah memutuskan perkawinan dalam makna yang sesungguhnya.
Oleh sebab itu, wanita yang telah ditalak suaminya, selama berada
30
dalam masa 'iddah tetap dipandang sebagai isteri dari suaminya yang
memiliki hak dan kewajiban kendatipun tidak penuh lagi (Nuruddin,
2006: 245).
Para fuqaha’ sepakat bahwa perempuan yang sedang dalam iddah
talak raj’i berhak atas nafkah dari bekas suami. Nafkah yang dimaksud
di sini adalah nafkah seperti yang diberikan sebelum terjadi perceraian
(Basyir,1996: 89).
Allah Swt. berfirman dalam surat At-Talaq ayat 6 sebagai berikut:
جدكم اسكنو هن من حيث سكنتم ن و م
Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu betempat tinggal
menurut kemampuanmu (QS Al-Talaq(65) : 6).
وان كن اوالت حمل فانفقوا عليهن حتى يضعن حملهن
Dan jika mereka (istri-istri yang sudah ditalak) itu sedang hamil,
maka berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin
(QS Al-Talaq (65): 6).
Dua ayat tersebut menunjukkan bahwa perempuan hamil berhak
mendapatkan nafkah, baik dalam keadaan iddah talak raj’i atau ba’in,
atau juga dalam iddah kematian. Adapun dalam talak ba’in, para ahli
fikih berbeda pendapat tentang hak nafkahnya. Jika dalam keadaan tidak
hamil, maka ada tiga pendapat: Pendapat pertama, ia berhak
mendapatkan rumah, tetapi tidak berhak mendapatkan nafkah. Ini
pendapat Imam Malik dan Syafi’i. Mereka berhujjah dengan Firman
Allah Swt (Tihami, 2009: 173-174).
جدكم اسكنو هن من حيث سكن ن و تم م
31
Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu betempat tinggal
menurut kemampuanmu (QS Al-Talaq(65) : 6).
Dan berdasarkan hadis dari Fatimah binti Qays untuk menjalankan
iddahnya di rumah Ummu Maktum dan tidak memberikan dirinya
nafkah (Mardani, 2011: 76).
Pendapat kedua dikemukakan oleh Umar bin Khathab, Umar bin
Abdul Azis dan golongan Hanafi, mereka mengatakan bahwa istri
berhak mendapatkan nafkah dan rumah. Mereka juga mengambil dalil
pada firman Allah Swt. Surat Al-Talaq: 6 sepeti di atas. Ayat tersebut
menunjukkan wajibnya memberikan tempat tinggal. Jika memberikan
tempat tinggal itu hukumnya wajib, maka dengan sendirinya juga wajib
memberikan nafkah seperti makanan, pakaian, dan lainnya (Tihami,
2009: 174). Dan juga berdalil kepada hadis Nabi yang berbunyi, dari
Fathimah binti Qays, bahwa Rasulullah SAW. bersabda: bagi wanita
yang dithalaq tiga memiliki hak nafkah dan tempat tinggal selama ia
dalam iddah (H.R. Al Darimi dan Abu Daud) (Mardani, 2011: 76).
Pendapat ketiga, istri tidak berhak mendapatkan nafkah dan tempat
tinggal. Ini dikemukakan oleh Ahmad, Abu Dawud, Abu Saur, dan
Ishaq. Dalam sebuah riwayat dari Ali, Ibnu Abbas, Al-Hasan, ‘Atha’,
Sya’bi Abu Abi Laila, dan Syi’ah Imamiyah, mereka mengemukakan
alasan yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim, dari Fatimiah
binti Qais, ia berkata, “Suamiku telah menceraikan aku tiga kali pada
masa Rasulullah Saw... ia tidak menberikan nafkah kepadaku atau
tempat tinggal...” Dalam riwayat lain disebutkan bahwa, Rasulullah
32
SAW. bersabda, “tempat tinggal dan nafkah hanyalah berhak bagi
perempuan yang suaminya ada hak rujuk.” (Tihami, 2009: 175).
Rasulullah Saw. bersabda.
انه قال لها رسول الله ص.م. النفقةلك اال ان تكونى حاملة.
“Sesungguhnya Rasulullah Saw. bersabda kepada Fatimah, “Tidak
ada nafkah bagimu kecuali kalau kamu hamil.” (HR Ahmad, Muslim,
Abu Dawud, dan Nasa’i).
Wanita hamil yang sedang dalam masa iddah, telah sepakat ulama,
bahwa nafkahnya wajib ditanggung oleh suami. Namun terjadi
perbedaan pandapat. Menurut mazhab Maliki, bahwa suami wajib
membayarkan nafkah, sekiranya janin dalam kandungan itu adalah
anaknya sendiri. Suami tidak dibebani nafkah sekiranya janin itu
diyakininya bukan anaknya. Dan menurut mazhab Hanafi, Syafi’i dan
Hambali, berpendapat bahwa nafkah wajib diberikan disebabkan
kehamilan itu sebagai berikut: nafkah itu diberikan karena kehamilan itu
sendiri. Jadi, bila janinnya gugur, maka nafkah tidak wajib lagi. Sebab
yang kedua adalah nafkah itu wajib diberikan karena wanita hamil. Jadi
tidak dipersoalkan apakah janin itu selamat lahir atau gugur (Hasan,
2006: 223).
Hak nafkah bagi istri yang dithalaq yang dikemukakan oleh para
ulama efektif dan berlaku serta dapat dilaksanakan bila si istri tidak
diklaim nusyuz. Al-Qur’an tidak secara tegas menyebutkan bahwa istri
yang nusyuz tidak berhak mendapatkan nafkah. Para ulama menarik
kesimpulan di atas berdasarkan pemahaman kompensasi hak dan
33
kewajiban antara suami-istri. Dengan mengacu kepada Q.S An-Nisa’
ayat 34, ulama menetapkan bahwa ketaatan istri adalah wajib dan
merupakan hak suami. Karena kalau ketaatan istri tidak menjadi hak
suami maka kepemimpinan suami yang diisyaratkan dalam ayat ini
tidak akan terlaksana. Hak suami atas ketaatan istrinya ini lebih tegas
lagi diterangkan dalam ayat yang memberikan wewenang kapada suami
untuk menghukum istrinya dalam rangka memperbaiki kelakuan istri
untuk taat kepada suaminya. Di pihak lain ulama menetapkan bahwa
nafkah adalah hak istri dan kewajiban suami. Jadi meninggalkan
kewajiban (taat) oleh istri kepada suami disimpulkan mengakibatkan
gugurnya hak nafkah istri dari suaminya.
Walaupun para ulama sepakat bahwa nusyuz menghilangkan hak
nafkah istri, tetapi mereka berbeda pendapat tentang batasan perilaku
nusyuz (tidak taat) yang menyebabkan hilangnya hak nafkah tersebut.
Perbedaan ini timbul atas dasar perbedaan pandangan tentang aspek
perkawinan yang menimbulkan kewajiban nafkah.
Menurut Hanafiah, yang menjadi sebab keharusan memberikan
nafkah adalah beradanya wanita tersebut di rumah suaminya. Persoalan
ranjang dan persetubuhan tidak ada hubungannya dengan kewajiban
nafkah. Karenanya walaupun istri mengunci dirinya di kamar dan tidak
bersedia dicampuri sekalipun tanpa dasar syara’ yang benar selama dia
tidak keluar dari rumah tanpa izin suaminya, istri tersebut masih
dipandang patuh (muthi’ah) dan tidak menggugurkan haknya atas
34
nafkah. Pendapat ini berbeda dari pendapat mazhab lainnya. Karenanya
menurut Hanafi, Imamiyah, dan satu golongan dari Hanabilah bahwa
istri yang sakit, mandul, dan mengalami kelainan pada alat seksualnya
hak nafkahnya tidak gugur, sedangkan menurut Maliki gugur.
Mazhab selain Hanafi berpendapat sama bahwa walaupun istri tidak
keluar rumah tetapi dia tidak memberikan kemungkinan suami untuk
menggaulinya dan berkhalwat dengannya tanpa adanya alasan yang
logis serta dibenarkan oleh syara’ maka istri tersebut dipandang nusyuz
dan tidak berhak atas nafkah.
Ulama Syafi’iyah bahkan lebih mengkhususkan bahwa walaupun
istri masih bersedia digauli dan berkhalwat dengan suami, kalau dia
tidak menawarkan dirinya seraya mengatakan dengan tegas, “aku
menyerahkan diriku padamu”, istri tersebut belum cukup patuh. Namun
menerangkan lebih lanjut lagi bahwa keadaan nusyuz tersebut adalah
dengan menolak berhubungan tanpa ‘uzur dari pihak suami atau pihak
istri. Juga bila istri keluar dari rumah tanpa izin suami serta bukan
kepentingan suami. Termasuk dalam hal ini keluar rumah untuk ibadah
haji wajib, ziarah kepada orang tua, umrah, puasa sunah dan sebagainya
yang dilakukan tanpa mengantongi izin suami, maka akan dikategorikan
sebagai perbuatan nusyuz dan konsekuensinya tidak berhak
mendapatkan hak nafkah dan mut’ah. Demikian juga menurut mazhab
hanafi yang menjadikan keluar rumah sebagai kriteria frundamental
dalam menilai nusyuz seorang istri. Adapun menurut Imamiyah dan
35
Hambali kepergian seorang istri untuk menunaikan ibadah haji wajib,
walaupun tanpa izin suami tidak menyebabkan nusyuz dan
menggugurkan hak nafkahnya (Mardani, 2011: 77-78).
Adapun menurut hukum yang berlaku di Indonesia, hak nafkah bagi
wanita beriddah tertuang di dalam peraturan sebagai berikut:
1) Kompilasi Hukum Islam
Pasal 149
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
a) memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik
berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al
dukhul;
b) memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama
dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau
nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
c) melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh
apabila qobla al dukhul;
d) memberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum
mencapai umur 21 tahun
Pasal 152
Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya
kecuali ia nusyuz.
2) UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibuatau bapak tetap berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan
anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-
anak, Pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam
kenyataannya tidak dapt memberi kewajiban tersebut
pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya
tersebut.
36
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri.
B. KONSEP MUTAH
1. Pengertian Mut’ah
Secara harfiah mut’ah berarti barang yang sedikit atau barang yang
menyenangkan (Ensiklopedi Islam, 1994: 311) Kata mut’ah dengan
dhammah mim (mut’ah) atau kasrah (mit’ah) akar kata dari Al-Mata’, yaitu
sesuatu yang disenangi. Maksudnya, materi yang diserahkan suami kepada
istri yang dipisahkan dari kehidupannya sebab talak atau semakna
dengannya dengan beberapa syarat (Azzam, 2009: 207).
Secara etimologis mut’ah berarti pemberian, suatu kenikmatan,
penambahan atau penguat, yang melengkapi, memenangkan dan
menyenangkan. Secara tertimologi fiqih, mut’ah berarti pemberian suami
kepada istri yang dithalaqnya setelah thalaq dilakukan. Dalil tentang mut’ah
thalaq adalah Q.S. Al Baqarah ayat 236-237 dan Q.S. Al Ahzab ayat 49
(Madani, 2011: 76). Dalam Kompilasi Hukum Islam juga disebutkan dalam
pasal 1 huruf (j) bahwa mut’ah adalah pemberian bekas suami kepada isteri,
yang dijatuhi talak berupa bendaatau uang dan lainnya..
2. Dasar Hukum Mut’ah
Dasar hukumnya mut’ah dalam Al-Quran terdapat di dalam Q.S. Al-
Ahzab ayat 49 dan Q.S. Al-Baqarah ayat 236,237 dan, 241, yaitu sebagai
berikut:
37
موهن من قبل أن تمسو يا أيها الذين ءامنوا اذ نكحتم المؤمنات ثم طلقت
هن فمالكم عليهن من عدة تعتدونها فمت عوهن وسر حو هن سراحا جميل.
Hai orang-orang yang berfirman, apabila kamu menikahi perempuan-
perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka sebelum kamu
mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas mereka ‘iddah bagimu
yang kamu minta menyempurnakannya. Maka berikanlah mereka mut’ah
dan lepaskanlah mereka itu dengan cara yang sebaik-baiknya (Al-Ahzab:
49).
ضة، و ي ال جناح عليكم ان طلقتم الن ساء مالم تمسوهن او تفرضوا لهن فر
قتر قدره متاعا بالمعروف، حقا على مت عوهن على الموسع قدره وعلى الم
المحسنين.
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan
sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu
mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut
kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula),
yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan
ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan (Q.S. Al-Baqarah (2):
236).
وان طلقتموهن من قبل ان تمسوهن وقد فرضتم لهن فريضة فنصف
ما فرضتم...
Jika kamu menceraikan istri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan
mereka padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka
bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu ditentukan itu (Q.S. Al-
Baqarah (2): 237).
وللمطلقت مت ع بالمعرف، حقا على المتقين.ا
Kepada wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya)
mut’ah menurut yang makruf, sebagai kewajiban bagi orang yang takwa
(Q.S. Al-Baqarah: 241).
38
Dasar hukum mut’ah menurut KHI terdapat dalam pasal-pasal berikut:
Pasal 149
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
(a) memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul;
(b) memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama
dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau
nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
(c) melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh
apabila qobla al dukhul;
(d) memeberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum
mencapai umur 21 tahun
Pasal 158
Mut`ah wajib diberikan oleh bekas suami dengan syarat :
(a) belum ditetapkan mahar bagi isteriba`da al dukhul;
(b) perceraian itu atas kehendak suami.
Pasal 159
Mut`ah sunnat diberikan oleh bekas suami tanpa syarat tersebut pada
pasal 158
Pasal 160
Besarnya mut`ah disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami.
3. Perbedaan Pandangan Ulama Mengenai Hukum Mut’ah
a. Menurut Ibnu Hazmin (Ahlu al-Zahir) dan al-Thabari, mut’ah wajib
bagi setiap istri yang ditalak baik setelah disetubuhi atau belum, sesudah
atau belum ditetapkan maharnya. Pendapat ini berdalil kepada perintah
(amar) Q.S. Al-Baqarah ayat 236.
b. Menurut Malikiyah, mut’ah hukumnya sunnah bagi setiap istri yang
dicerai dalam semua keadaan.
39
c. Menurut Abu Hanifah, mut’ah wajib atas orang yang menceraikan
istrinya sebelum ia disetubuhi atau belum ditentukan maharnya. Hal ini
berdasarkan Q.S. Al-Ahzab ayat 49. Sedangkan bagi istri yang dicerai
sebelum disetubuhi tetapi sudah ditentukan maharnya, maka suami
memberikan separuh dari mahar yang telah ditentukan.
d. Menurut Qaul Jadid Imam Syafi’i dan Ahmad Hambali, mut’ah wajib
diberikan kepada setiap istri yang dicerai, kecuali yang belum
disetubuhi tetapi sudah ditentukan maharnya.pendapat ini berdasar
kepada Q.S. Al-Baqarah ayat 237 dan 241 (Mardani, 2011: 76).
Golongan yang berpendapat bahwa mut’ah adalah wajib, penjelasannya
adalah sebagai berikut:
Dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 236 diatas menjelaskan hukum wanita
tercerai sebelum bercampur dan belum ditentukan maharnya, ia wajib diberi
mut'ah. Kemudian, dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 237 selanjutnya,
menjelaskan hukum wanita tercerai sebelum bercampur dan telah
ditentukan maharnya, hukumnya ia wajib diberi separuh mahar yang
ditentukan (Azzam, 2009: 209).
Metode pemahaman Q.S. Al-Baqarah ayat 236 dan 237 diatas firman
Allah pada ayat pertama: "dan berilah mut'ah mereka" adalah suatu
perintah. Perintah secara hakikat berlaku untuk kewajiban selama tidak ada
tanda- tanda yang menyertainya (qarinah) yang memalingkan kewajiban
tersebut kepada makna lain, yakni sunnah atau anjuran dan atau lainnya.
40
Ketika tidak didapatkan qarinah, perintah disini kembali kepada
hakikatnya, yaitu wajib. Jadi, mut'ah wajib bagi wanita yang tercerai
sebelum dicampuri, dan belum dipastikan maharnya. Untuk memperkuat
kewajiban mut'ah ditunjukkan dengan firman Allah, selanjutnya: (Azzam,
2009: 209).
ى المقتر قدره متاعا بالمعروف، حقا على على الموسع قدره وعل
المحسنين
Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang miskin
menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang
demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat
kebajikan (Q.S. Al-Baqarah (2): 236).
Kata ala yang berarti 'atas' pada ayat di atas bermakna kewajiban dan
kata haqqan yang berarti 'pasti' memperkuat kewajiban dari sisi lafal lain,
karena hakikatnya menurut kewajiban. Berdasarkan uraian di atas,
penggabungan kata ala dan haqqan menurut penguatan atas hukum wajib
(Azzam, 2009: 209),
Golongan pendapat kedua (mut'ah adalah sunnah, tidak wajib)
mengambil dalil dari firman Allah:
المقتر قدره متاعا بالمعروف، حقا و مت عوهن على الموسع قدره وعلى
على المحسنين.
Dan hendaklah kamu berikan suatu mut’ah (pemberian) kepada
mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan orang yang
miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang
patut. Yang demikian itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang
berbuat kebajikan (Q.S. Al-Baqarah (2): 236).
41
وللمطلقت مت ع بالمعرف، حقا على المتقين.ا
Kepada wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh suaminya)
mut’ah menurut yang makruf, sebagai kewajiban bagi orang yang takwa
(Q.S. Al-Baqarah: 241).
Metode pemahaman dua ayat di atas asa dua, yaitu sebagai berikut:
a. Kewajiban tidak hanya dikhususkan pada orang-orang yang
berbuat baik dan takwa, tetapi juga kepada yang lain. Ketika
mut'ah dikhususkan kepada mereka, menunjukkan bahwa mut'ah
hukumnya tidak wajib.
b. Kekhususan mut'ah kepada orang-orang yang berbuat baik dan
takwa didasarkan pada kebaikan (ihsan) dan anugerah, kebaikan
tidak wajib (Azzam 2009: 210).
Dalil yang dijadikan dasar bagi pendapat kedua terjawab bahwa
kewajiban terhadap orang yang berbuat baik dan takwa tidak
menghikangkan kewajiban terhadal yang lain. Perbandingannya dengan
firman Allah SWT. “bahwa Al-Quran menunjukkan kepada orang-orang
takwa” (Q.S. Al-Baqarah: 2) tidak meniadakan bahwa Al-Quran juga
menunjukkkan kepada manusia seluruhnya, baik yang bertakwa, orang yang
berbuat baik, dan yang lainnya. Pendapat yang kuat menurut kita adalah
yang pertama karena kuat dalilnya dan selamat dari kontradiksi (Azzam,
2009: 210-211).
42
4. Kadar Mut’ah
Fuqaha berbeda pendapat tentang ukuran besar kecilnya mut'ah.
Sebagaimana pula mereka berbeda pendapat mengenai kondisi
pertimbangan mut'ah, apakah pertimbangan suami saja? Atau istri saja? Dan
atau pertimbangan keduanya.
Ulama Hanafiah dan Zhahiriyah bependapat bahwa mut'ah mempunyai
ukuran yang ditentukan, yaitu tiga helai pakaian, baju kurung, kerudung,
dan rangkapan. Ukuran ini diriwayatkan dari Al-Hasan, Sa'id bin Al-
Musayyab, Atha', dan Asy-Sya'bi (Azzam, 2009: 211). Adapula Menurut
ulama Hanafi, jumlah mut’ah disesuaikan dengan kondisi zaman. Seperti
pada masa itu dengan sebuah baju besi, kuda, selimut, atau setengah mahar
mitsil ketika itu terendah 5 dirham, karena pada waktu itu mahar yang paling
rendah 10 dirham. Pendapat ini boleh menentukan harga mut’ah secara pasti
dan mutlak atas suami, tetapi pendapat ini minoritas atau kurang mendapat
dukungan (Mardani, 2011: 77).
Ulama Syafi'iyah berpendapat bahwa mut'ah tidak memiliki ukuran
tertentu, tetapi disunnahkan tidak kurang dari 30 dirham atai seharga itu.
Kewajibannya tidak melebihi dari mahar mitsil dan sunnahnya melebihi
dari separuh mahar mitsil. Mereka mengambil dalil dari hadits yang
diriwayatkan dari Abi Majlaz berkata: "Aku berkata kepada Ibnu Umar:
'Beritakan kepadaku tentang mut'ah, ia pun memberitakan kepadaku
tentang ukuran mut'ah dan aku orang yang dimudahkan. Ia berkata:
'Berikan pakaian begini, berikan pakaian beginj, dan berikan pakaian
43
begini,' Abi Majlaz berkata: 'Cukuplah, aku dapat kira-kira seharga 30
dirham,' Beliau berkata: 'Perkiraan 30 dirham.'" (Azzam, 2009: 211).
Ulama Hanabilah berpendapat, bahwa mut'ah yang paling tinggi diberi
pembantu, yang pertengah diberi pakaian dan yang paling rendah diberi
pakaian yang cukup untuk shalat, yaitu baju kurung dan kerudung. Masing-
masing pendapat mempunyai dalil, kami tidak dapat mentarjih satu
pendapat lain dalam hal ini. Menurut kami yang baik adalah apabila suami
istri saling merelakan ukuran mut'ah, apa saja yang disepakati mereka
berdua tentang ukuran mut'ah, suami melaksanakan, baik sedikit atau
banyak. Jika mereka bertengkar tentang ukuran mut'ah, mereka lapor ke
hakim untuk ditentukan ukurannya, demikian pendapat ulama Syafi'iyah
dan Imam Ahmad dalam satu periwayatan (Azzam, 2009: 211-212).
Ukuran mut'ah tidak diterangkan dalam syara', mut'ah berada diantara
sesuatu yang memerlukan ijtihad maka wajib dikembalikan kepada hakim
sebagaimana hal hal lain yang memerlukan ijtihad. Ukuran mut'ah berbeda-
beda sesuai dengan perbedaan zaman dan tempat. Mut'ah yang layak dan
rasional pada suatu zaman terkadang tidak layak pada zaman lain. Demikian
juga mut'ah yang layak disuatu tempat terkadang tidak layak di tempat lain.
Pendapat yang kuat adalah pendapat ulama Syafi'iyah, pendapat Abu
Yusuf dari ulama Hanafiyah dan pendapat yang dijelaskan oleh Imam
Ahmad, bahwa hakim ketika berijtihad tentang ukuran mut'ah hendaknya
melihat kondisi suami, apakah tergolong mudah atau susah, kaya atau
miskin (Azzam, 2009: 212).
44
C. KONSEP CERAI TALAK
1. Pengertian Talak
Kata talak dalam bahasa Arab berasal dari kata THALAQA-
YATHLAQU-THALAAQAN yang bermakna melepas atau mengurai tali
pengikat, baik tali pengikat itu bersifat kongkrit seperti tali pengikat kuda
maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan. Kata talak
merupakan isim mashdar dari kata THALLAQA-YUTHALLIQU-
TATHLIIQAN, jadi kata ini semakna dengan kata tahliq yang bermakna
“irsal” dan “tarku” yaitu melepaskan dan meninggalkan (Departeman
Agama RI, 1985: 226).
Menurut istilah syarak talak adalah:
وجية واج و إنهاء العلقة الز حل رابطة الز
“Melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.”
(Tihami, 2009: 229).
Sedangkan menurut Abu Zakaria Al-Anshari, talak ialah:
حل عقد الن كاح بلفظ الطلق ونحوه
“Melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya.”
(Tihami, 2009: 230).
Al Jaziri dalam kitabnya Al Fiqh alal madzahibil arba’ah memberi
definisi thalaq ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi
pelepasan ikatan dengan mempergunakan kata-kata tertentu.
Jadi, talak adalah menghilangkan ikatan perkawinan sehingga hilangnya
ikatan perkawinan itu istri tidak lagi halal bagi suaminya. Ini terjadi dalam
talak ba’in, sedangkan arti mengurangi pelepasan ikatan perkawinan adalah
45
berkurangnya hak talak bagi suami yang mengakibatkan berkurangnya
jumlah talak yang menjadi hak suami dari tiga menjadi dua, dari dua
menjadi satu, dan dari satu menjadi hilang hak dalam talak raj’i (Tihami,
2009: 230).
2. Macam-macam Thalaq
a. Ditinjau dari Waktu Dijatuhkannya Talak
1) Thalaq Sunni
Talaq sunni yaitu thalaq yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan
sunnah. Dapat dikatakan thalaq sunni jika memenuhi empat syarat
yaitu
a) Isteri yang dithalaq sudah pernah dikumpuli.
b) Isteri dapat segera melakukan iddah suci setelah dithalaq, yaitu
dalam keadaaan sudi dari haidh.
c) Thalaq itu dijatauhkan ketika isteri dalam keadaan suci, baik
dipermulaan suci, di pertengahan maupun di akhir suci kendati
beberapa saat lalu datang haidh.
d) Suami tidak pernah mengumpuli isteri selama masa suci dalam
mana thalaq itu dijatuhkan.
2) Thalaq Bid’i
Thalaq bid’i yaitu thalaq yang dijatuhkan tidak sesuai atau
bertentangan dengan tuntunan sunnah, tidak memenuhi syarat-
syarat thalaq sunni. Termasuk thalaq bid’i ialah:
46
a) Thalaq yang dijatuhkan terhadap isteri pada waktu haidh
(menstruasi), baik dipermulaan haidh maupun
dipertengahannya, juga ketika isteri sedang nifas.
b) Thalaq yang dijatuhkan terhadap isteri dalam keadaan suci
tetapi pernah dikumpuli oleh suaminya dalam keadaan suci
dimaksud.
3) Thalaq la sunni wala bid’i
Thalaq la sunni wala bid’i yaitu thalaq yang tidak termasuk
kategori thalaq sunni maupun thalaq bid’i, yaitu:
a) Thalaq yang dijatuhkan terhadap isteri yang belum pernah
dikumpuli
b) Thalaq yang dijatuhkan terhadap isteri yang belum pernah
berhaidh, atau isteri yang telah lepas haidh.
c) Thalaq yang dijatuhkan terhadap isteri yang sedang hamil.
b. Ditinjau dari Tegas dan Tidaknya Kata-kata yang Dipergunakan sebagai
Ucapan Thalaq
1) Thalaq Sharih
Thalaq sharih yaitu thalaq dengan mempergunakan kata-kata yang
jelas dan tegas, dapat difahami sebagai pernyataan thalaq atau cerai
seketika diucapkan, tidak mungkin difahami lain.
Al Imam Asy Syafi’i mengatakan, bahwa kata-kata yang
dipergunakan untuk thalaq sharih ada tiga, yaitu THALAQ (cerai),
47
FIRAQ (pisah) dan SARAH (lepas) ketiga kata ini disebut dalam Al-
Quran dan Al Hadits.
2) Thalaq Kinayah
Thalaq kinayah yaitu thalaq dengan mempergunakan kata-kata
sendiran atau samar-samar, seperti suami berkata terhadap isterinya
“engkau sekarang telah jauh dari diriku”
Tentang kedudukan thalaq dengan kata-kata kinayah atau sindiran
ini sebagaimana dikemukakan oleh Taqiyuddin al Husaini,
bergantung kepada niat suami, artinya jika suami dengan kata-kata
tersebut bermaksud menjatuhkan thalaq menjadi jatuh, sedangkan
jika suami dengan kata-kata tersebut tidak bermaksud thalaq, maka
thalaq tidak dinyatakan jatuh.
c. Ditinjau dari Segi Ada atau Tidak Adanya Kemungkinan Bekas Suami
Merujuk Kembali Bekas Isteri
1) Thalaq Raj’i, yaitu thalaq yang dijatuhkan oleh suami terhadap
isterinya yang telah pernah dikumpuli, bukan karena memperoleh
ganti harta dari isteri, thalaq pertama kali dijatuhkan atau yang
kedua kalinya.
2) Thalaq Ba’in, yaitu thalaq yang tidak memberi hak merujuk bagi
bekas suami terhadap bekas isterinya, untuk mengembalikan bekas
isteri kedalam ikatan perkawinan dengan bekas suami harus melalui
akad nikah baru, lengkap dengan rukun dan syaratnya. Thalaq ba’in
terbagi menjadi dua macam, yaitu pertama, Thalaq ba’in shoghro,
48
yaitu thalaq ba’in yang menghilangkan pemilikan bekas suami
terhadap bekas isteri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas
suami untuk kawin kembali dengan bekas isteri, artinya bekas suami
boleh mengadakan akad nikah baru dengan bekas isteri baik dalam
masa iddahnya maupun sesudah berakhir masa iddahnya. Kedua,
thalaq ba’in kubro yaitu thalaq ba’in yang menghilangkan
pemilikan bekas suami terhadap isteri serta menghilangkan
kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas isterinya
kecuali setelah bekas isteri itu kawin dengan laki-laki lain, telah
berkumpul dengan suami kedua itu serta telah bercerai secara wajar
dan telah selesai menjalani masa iddahnya.
d. Ditinjau dari Segi Cara Suami Menyampaikan Thalaq terhadap Isterinya
1) Thalaq dengan ucapan, yaitu thalaq yang disampaikan oleh suami
dengan ucapan lisan dihadapan isterinya, dan isteri mendengar
secara langsung ucapan suaminya itu.
2) Thalaq dengan tulisan, yaitu thalaq yang disampaikan oleh suami
secara tertulis lalu disampaikan kepada isterinya, kemudian isteri
membacanya dan memahami isi dan maksudnya. Thalaq yang
dinyatakan secara tertulis dapat dipandang jatuh, meski yang
bersangkutan dapat mengucapkannya.
3) Thalaq dengan isyarat, yaitu thalaq yang dilakukan dalam bentuk
isyarat oleh suami yang tuna wicara. Sebagian fuqaha mensyaratkan
bahwa untuk syahnya thalaq dengan isyarat bagi orang tuna wicara
49
itu bahwa ia adalah buta huruf, kecuali dharurat, yakni karena tidak
dapat menulis.
4) Thalaq dengan utusan, yaitu thalaq yang disampaikan oleh suami
kepada isterinya melalui perantara orang lain sebagai utusan untuk
menyampaikan maksud suami itu kepada isterinya yang tidak berada
dihadapan suami, bahwa suami menthalaq isterinya. Dalam hal ini
utusan berkedudukan sebagai wakil suami untuk menjatuhkan
thalaq suami dan melaksanakan thalaq itu (Departeman Agama RI,
1985: 227-233).
3. Prosedur Cerai Talak
Di dalam ketentuan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974, antara lain
diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 41 dan dalam PP No. 9 Tahun
1975 dalam Pasal 14 sampai dengan Pasal 36, perceraian diatur dengan cara
cerai gugat dan cerai talak. Perceraian dapat terjadi atas dasar cara-cara
tersebut, yang pelaksanaannya diatur dalam perkawinan menurut agama
Islam akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada pengadilan di
tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud
menceraikan istrinya disertai dengan alasan-alasan serta meminta kepada
pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal ini adalah dimaksud cara cerai talak untuk mereka yang beragama
Islam. Sedangkan cara selanjutnya diatur di dalam Pasal 14 tersebut di atas
sampai dengan Pasal 18 PP No. 9 Tahun 1975, yang di dalam ketentuan
pelaksanaannya harus mengajukan pemberitahuan secara tertulis, yang
50
isinya ia memberitahukan bahwa akan menceraikan istrinya. Dan untuk itu
meminta kepada pengadilan agar mengadakan sidang menyaksikan
perceraian tersebut. Maka selanjutnya ketua pengadilan membuat surat
keterangan tentang terjadinya perceraian.
Ketentuan-ketentuan selanjutnya diatur di dalam Pasal 15 PP No. 9
Tahun 1975 sampai dengan Pasal 18 yang menyatakan:
Pasal 15: Pengadilan yang bersangkutan mempelajari isi surat yang
dimaksud dalam Pasal 14 dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari
memanggil pengirim surat dan juga istrinya untuk meminta penjelasan
tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu.
Pasal 16: Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang
pengadilan untuk menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 14
apabila memang terdapat alasan-alasan seperti yang dimaksud dalam
Pasal 19 peraturan pemerintah ini, dan pengadilan berpendapat bahwa
antara suami istri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk
hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pasal 17: Sesaat setelah dilakukan sidang pengadilan untuk
menyaksikan perceraian yang dimaksud dalam Pasal 16 ketua pengadilan
membuat surat keterangan tentang terjadinya perceraian tersebut. Surat
keterangan itu dikirimkan kepada pegawai pencatat di tempat perceraian
itu terjadi untuk diadakan pencatatan perceraian.
Pasal 18: Perceraian itu terjadi terhitung pada saat perceraian itu
dinyatakan di depan sidang pengadilan (Soimin, 2004: 65-66 ).
Menurut Kompilasi Hukum Islam, tata cara perceraian tertuang dalam
beberapa pasal berikut:
Pasal 113
Perkawinan dapat putus karena :
a. Kematian,
b. Perceraian, dan
c. atas putusan Pengadilan.
51
Pasal 115
Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama
setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil
mendamaikan kedua belah pihak.
Pasal 117
Talak adalah ikrar suami di hadapan sidang Pengadilan Agama yang
menjadi salah satu sebab putusnya perkawinan, dengan cara
sebagaimana dimaksud dalam pasal 129, 130, dan 131.
Pasal 129
Seorang suami yang akan menjatuhkan talak kepada isterinya
mengajukan permohonan baik lisan maupun tertulis kepada Pengadilan
Agama yang mewilayahi tempat tinggal isteri disertai dengan alasan
serta meminta agar diadakan sidang untuk keperluan itu.
Pasal 130
Pengadilan Agama dapat mengabulkan atau menolak permohonan
tersebut, dan terhadap keputusan tersebut dapat diminta upaya hukum
banding dan kasasi
Pasal 131
a. Pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari permohonan
dimaksud pasal 129 dan dalam waktu selambat-lambatnya tiga
puluh hari memanggil pemohon dan isterinya untuk meminta
penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
maksud menjatuhkan talak.
b. Setelah Pengadilan Agama tidak berhasil menashati kedua belah
pihak danternyata cukup alas an untuk menjatuhkan talak serta
yang bersangkutan tidak mungkin lagihidup rukun dalamrumah
tangga, pengadilan Agama menjatuhkan keputusannya tentang izin
bagi suami untuk mengikrarkan talak.
c. Setelah keputusannya mempunyai kekeutan hukum tetap suami
mengikrarkan talaknya disepan sidang Pengadilan Agama, dihadiri
oleh isteri atau kuasanya.
d. Bila suami tidak mengucapkan ikrar talak dalam tempo 6 (enam)
bulah terhitung sejak putusan Pengadilan Agama tentang izin ikrar
talak baginya mempunyai kekuatanhukum yang tetap maka hak
suami untuk mengikrarkan talak gugur dan ikatan perkawinan yant
tetap utuh.
52
e. Setelah sidang penyaksian ikrar talak Pengadilan Agama membuat
penetapan tentang terjadinya Talak rangkap empat yang
merupakan bjukti perceraian baki bekas suami dan isteri. Helai
pertama beserta surat ikrar talak dikirimkan kepada Pegawai
Pencatat Nikah yang mewilayahi tempat tinggal suami untuk
diadakan pencatatan, helai kedua dan ketiga masingmasing
diberikan kepada suami isteri dan helai keempat disimpan oleh
Pengadilan Agama
4. Akibat Talak
Akibat talak dapat dilihat dari segi penjatuhan talak yang ada hak rujuk
ataupun tidaknya, yaitu sebagai berikut:
a. Talak Raj’i
Talak raj’i tidak melarang mantan suami untuk berkumpul dengan
mantan istrinya, sebab akad perkawinannya tidak hilang dan tidak
menghilangkan hak (kepemilikan), serta tidak mempengaruhi
hubungannya yang halal (kecuali persetubuhan).
Sekalipun tidak mengakibatkan perpisahan, talak ini tidak
menimbulkan akibat-akibat hukum yang lain, selama masih dalam masa
iddah istrinya. Segala akibat hukum talak baru berjalan sesudah habis
masa iddah dan jika tidak ada rujuk. Apabila masa iddah telah habis
maka tidak boleh rujuk. Artinya, perempuan itu telah tertalak ba’in. Jika
ia menggauli istrinya berarti ia telah rujuk (Tihami, 2009: 307).
Istri yang menjalani iddah raj’iyah, jika ia taat atau baik terhadap
suaminya, maka is berhak memperoleh tempat tinggal, pakaian, dan
uang belanja dari mantan suaminya. Tetapi jika ia durhaka, maka tidak
berhak mendapat apa-apa. Rasulullah Saw. bersabda: “Perempuan yang
berhak mendapat nafkah dan tempat tinggal (rumah) dari mantan
53
suaminya adalah apabila mantan suaminya itu berhak merujuknya
kembali.” (HR Ahmad dan Nasa’i). Bersabda pula:“Nafkah dan tempat
tinggal bagi wanita yang memiliki (kesempatan) dirujuk.” (HR
Daruquthni dan Nasai) (Tihami, 2009: 307-308).
Bila salah seorang meninggal dalam masa iddah, yang lain menjadi
ahli warisnya dan mantan suami tetap wajib memberi nafkah kepadanya
selama masa iddah itu.
Rujuk adalah salah satu hak bagi laki-laki dalam masa iddah. Oleh
karena itu, ia tidak berhak membatalkan sekalipun suami, misalnya,
berkata: “Tidak ada rujuk bagiku.” Namun, sebenarnya ia tetap
mempunyai hukum rujuk sebab dalam firman Allah disebutkan:
. هن وبعو لتهن أحق برد
Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu...
(QS Al-Baqarah: 228).
b. Talak Ba’in Sughra
Talak ba’in sughra ialah memutuskan hubungan perkawinan antara
suami istri setelah kata talak diucapkan. Karena ikatan perkawinan telah
putus, maka istrinya kembali menjadi orang lain bagi suaminya. Oleh
karena itu, ia tidak boleh bersenang-senang dengan perempuan tersebut,
apalagi sampai menyetubuhinya (Tihami, 2009: 310).
Apabila ia baru menalaknya satu kali, berarti ia masih memiliki sisa
dua kali talak setelah rujuk dan jika sudah dua kali talak, maka ia hanya
berhak atas satu kali lagi talak setelah rujuk (Tihami, 2009: 211).
54
c. Talak Ba’in Kubro
Hukum talak ba’in kubro sama dengan talak ba’in sughra, yaitu
memutuskan hubungan tali perkawinan antara suami dan istri. Tetapi,
talak ba’in kubra tidak menghalalkan bekas suami merujuknya kembali
bekas istri, kecuali sesudah dikumpulinya (telah bersenggama), tanpa
ada niat nikah tahlil. Allah Swt. Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat
230 yang artinya: “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah talak
yang kedua), maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia
kawin dengan suami yang lain. kemudian jika suami yang lain itu
menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami
pertama dan istri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat
akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum
Allah, diterangkan-Nya kepada kaum yang (mau) mengetahui.”
Perempuan yang menjalani iddah talak ba’in, jika ia tidak hamil,
hanya berhak memperoleh tempat tinggal (rumah), lain tidak. Tetapi,
jika ia hamil maka ia juga berhak mendapatkan nafkah. Dalam Al-Quran
ditegaskan: (Tihami, 2009, 311-312)
وهن لتضي قوا جدكم وال تضار ن و اسكنو هن من حيث سكنتم م
، وان كن اوالت حمل فانف قوا عليهن حتى يضعن حملهن ...عليهن
“Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat
tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan
mereka untuk menyempitkan hati mereka. Dan jika mereka (istri-istri
yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada mereka
nafkahnya hingga mereka bersalin,.” (Al-Thalaaq : 6).
55
Perempuan yang menjalani iddah wafat (karena ditinggal mati oleh
suaminya), ia tidak berhak sama sekali untuk mendapatkan nafkah (dan
tempat tinggal) dari mantan suaminya, karena ia dan anak (yang
dikandungnya) adalah pewaris yang berhak mendapatkan harta pusaka
dari almarhum suaminya itu. Rasulullah Saw. bersabda: “Perempuan
hamil yang ditinggal nanti suaminya tidak berhak memperoleh nafkah.”
(HR Daruquthni).
Perempuan yang ditalak suaminya sebelum dikumpuli (qabla al-
dukhul) tidak memilih iddah, tetapi berhak memperoleh mut’ah atau
pemberian. Hal ini ditegaskan oleh Allah Swt. Dalam surat Al-Ahzab
ayat 49: (Tihami 2009: 312)
ذين ءامنوا اذ نكحتم المؤمنات ثم طلقتموهن من قبل أن تمسوهن يا أيها ال
فمالكم عليهن من عدة تعتدونها فمت عوهن وسر حو هن سراحا جميل.
Hai orang-orang yang berfirman, apabila kamu menikahi
perempuan-perempuan yang beriman, kemudian kamu ceraikan mereka
sebelum kamu mencampurinya, maka sekali-kali tidak wajib atas
mereka ‘iddah bagimu yang kamu minta menyempurnakannya. Maka
berikanlah mereka mut’ah dan lepaskanlah mereka itu dengan cara
yang sebaik-baiknya (Al-Ahzab: 49).
Selanjutnya, baik mantan suami atau mantan istri harus
memerhatikan kesejahteraan anak. Jika anak itu masih dalam
kandungan, maka ibunya harus menjanganya baik-baik, demikian juga
ketika anak menyusu kepada ibunya sampai anak itu bisa berdiri sendiri.
Adapun tanggung jawab nafkah tetap menjadi kewajiban bapaknya
(Tihami, 2009: 313).
56
Secara umum bahwa akibat talak bukan hanya mengenai hak suami istri
untuk kembali atau rujuk, namun juga masalah biaya penghidupan setelah
adanya perceraian tersebut. Dikarenakan dalam masa cerai tersebut suami
istri sama-sama menjalani masa iddah dan dalam masa iddah tersebut ada
suatu hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh suami istri, yaitu biaya
penghidupan setelah perceraian.
Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberi biaya
penghidupan dan atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas isteri (pasal
41 UU No. 1 Tahun 1974). Ketentuan ini dimaksudkan agar bekas istri yang
telah diceraikan suaminya jangan sampai menderita karena tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan demikian apabila terjadi
perceraian, suami mempunyai kewajiban-kewajiban tertentu yang harus
dipenuhi kepada bekas isterinya.
Berikut adalah landasan hukum yang mengatur kewajiban-kewajiban
suami istri setelah terjadinya perceraian/ talak, sebagai berikut:
a. Kompilasi Hukum Islam
Pasal 149
Bilamana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib:
a) memberikan mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa
uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul;
b) memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri selama
dalam iddah, kecuali bekas isteri telahdi jatuhi talak ba1in atau
nusyur dan dalam keadaan tidak hamil;
c) melunasi mahar yang masih terhutang seluruhnya, dan separoh
apabila qobla al dukhul;
d) memberikan biaya hadhanan untuk anak-anaknya yang belum
mencapai umur 21 tahun
57
Pasal 150
Bekas suami berhak melakukan ruju` kepada bekas istrinya yang masih
dalam iddah.
Pasal 152
Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya
kecuali ia nusyuz.
b. UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan
Pasal 41
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah:
a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik
anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak,
bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak,
Pengadilan memberi keputusan.
b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan
dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilamana bapak dalam
kenyataannya tidak dapt memberi kewajiban tersebut pengadilan
dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut.
c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan sesuatu
kewajiban bagi bekas isteri.
58
BAB III
HASIL PENELITIAN
A. Profil Putusan Perkara Cerai Talak Pengadilan Agama Salatiga Tahun
2017
Dari hasil observasi di Pengadilan Agama Salatiga didapatkan data sebagai
berikut:
No Bulan Perkara yang Putusan tahun 2017
Keseluruhan Putusan Cerai Talak
1 Januari 121 21
2 Februari 106 25
3 Maret 104 12
4 April 91 27
5 Mei 102 26
6 Juni 96 17
7 Juli 86 16
8 Agustus 99 25
9 September 105 26
10 Oktober 138 38
11 November 118 20
12 Desember 53 10
Jumlah 1219 263
Didapatkan data bahwa selama tahun 2017 dari 263 putusan cerai talak
terdapat 26 putusan cerai talak di Pengadilan Agama Salatiga yang didalamnya
terdapat penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah. Hal tersebut dikarenakan
karena beberapa perkara cerai talak yang diputus tidak dihadiri oleh salah satu
pihak maka hakim tetap menjatuhkan putusan dengan verstek. Dan karena
putusan cerai talak yang dijatuhkan adalah verstek, maka di dalam putusannya
tersebut tidak terdapat penetapan kadar nafkah iddah maupun mut’ah. Berikut
59
adalah putusan cerai talak yang terdapat penetapan kadar nafkah iddah dan
mut’ah, dengan rincian sebagai berikut:
NO No. Putusan Jumlah Kadar Nafkah Iddah dan
Mut’ah yang ditetapkan
Nafkah
Hadhanah
1 Nomor
1120/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 1.500.000,00
dan mut’ah Rp 1.500.000,00
Rp 500.000,00
2 Nomor
1146/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 6.000.000,00
dan mut’ah Rp 2.000.000,00
-
3 Nomor
0668/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 4.500.000,00
dan mut’ah 18 .000.000,00
(tambahan nafkah terhutang Rp
3.000.000,00)
Rp
3.000.000,00
naik 10%
setiap tahun
4 Nomor
0605/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 1.500.000,00
dan mut’ah Rp 2.000.000,00
Rp
1.000.000,00
5 Nomor
1212/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 3.000.000,00
dan mut’ah Rp 2.000.000,00
-
6 Nomor
1348/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 2.250.000,00
selama 3 bulan, dan mut’ah sebupa
kalung emas seharga Rp
2.000.000,00
Rp
2.000.000,00
7 Nomor
0132/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah -, dan mut’ah Rp
6.500.000
Rp 600.000,00
8 Nomor
0176/Pdt.G/
2017/PA.Sa
Nafkah iddah Rp 2.400.000,00
selama 3 bulan, dan mut’ah Rp
9.600.000,00
Rp 750.000,00
9 Nomor
0112/Pdt.G/
2017/PA.Sa
Nafkah iddah Rp 2.000.000,00
dan mut’ah Rp 1.000.000,00
-
10 Nomor
0239/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 4.500.000,00
dan mut’ah sebuah sepeda motor
Honda Beat beseta BPKB dan
STNKnya (tambahan nafkah
terhutang selama 3 bulan Rp
4.500.000,00)
-
11 Nomor
0148/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 3.000.000,00
dan mut’ah Rp 2.000.000,00
Rp
1.000.000,00
naik 2% setiap
tahun
60
12 Nomor
0938/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah -, dan mut’ah Rp
15.000.000,00
-
13 Nomor
0009/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 4.500.000,00
dan mut’ah Rp 2.000.000,00
Rp
1.500.000,00
naik 10%
setiap tahun
14 Nomor
0331/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 5.000.000,00
dan mut’ah Rp 5.000.000,00
(tambahan nafkah terhutang Rp
2.500.000,00)
-
15 Nomor
0358/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 3.000.000,00
dan mut’ah Rp 2.000.000,00
Rp
1.000.000,00
16 Nomor
0432/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 4.500.000,00
dan mut’ah Rp 5.000.000,00
Rp
1.000.000,00
naik 10%
setiap tahun
17 Nomor
0200/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 3.000.000,00
dan mut’ah Rp 4.500.000,00
Rp 750.000
naik 10%
setiap tahun
18 Nomor
1258/Pdt.G/
2016/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 6.000.000,00
dan mut’ah Rp 24.000.000,00
Rp
2.000.000,00
naik 10%
setiap tahun
19 Nomor
0530/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 3.000.000,00
dan mut’ah Rp 4.000.000,00
-
20 Nomor
0584/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 3.000.000,00
dan mut’ah Rp 5.000.000,00
Rp 750.000,00
21 Nomor
0785/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 1.500.000,00
dan mut’ah berupa gelang emas 24
karat dari Toko Mas Gajah seberat
5 gram
Rp 700.000,00
22 Nomor
0709/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah -, dan mut’ah Rp
2.500.000,00
-
23 Nomor
0414/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 2.000.000,00
dan mut’ah Rp 1.500.000,00
(tambahan nafkah terhutang Rp
3.000.000,00)
Rp 500.000,00
24 Nomor
0608/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 1.500.000,00
dan mut’ah Rp 1.000.000
Rp 500.000,00
61
25 Nomor
0685/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 1.500.000,00
dan mut’ah Rp 2.500.000,00
Rp 600.000,00
naik 10%
setiap tahun
26 Nomor
0947/Pdt.G/
2017/PA.Sal
Nafkah iddah Rp 1.500.000,00
dan mut’ah 3.500.000,00
-
B. Penetapan Kadar Nafkah Iddah dan Mut’ah
1. Putusan Pengadilan Agama Salatiga tentang Nafkah Iddah dan Mut’ah
Dari 26 putusan cerai talak yang didalamnya terdapat penetapan nafkah
iddah dan mut’ah pada tahun 2017, penulis mengambil empat sample untuk
dijadikan bahan penelitian lebih lanjut. Selanjutnya penulis akan
menjelaskan dibawah tentang bagaimana keadaan suami, dilihat dari
pekerjaan/ gaji yang didapat, dan kemampuan/ kesanggupan suami dalam
memberikan nafkah iddah maupun mut’ah yang akan diberikan kepada
mantan isterinya atau dan nafkah hadhanah (bila punya anak), serta dilihat
dari tuntutan isteri (sebagai penggugat rekonpensi) terhadap suaminya yang
akan mentalaknya, kesepakatan antara suami isteri yang akan bercerai yang
berkaitan dengan penetapan nafkah iddah maupun mut’ah dan status isteri
apakah dikategorikan nusyuz atau tidak. Sebagai berikut:
a. Putusan No.112/Pdt.G/2017/ PA.Sal
Bahwa dalam putusan cerai talak nomer 112/Pdt.G/2017PA.Sal
didapatkan data sebagai berikut:
1) Pekerjaan suami sebagai penabuh alat musik gendang dengan gaji
kurang lebih 1 juta rupiah dan bersedia memberikan mut’ah berupa
62
uang sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) kepada isteri
yang akan ditalaknya;
2) Isteri menuntut suami yang akan mentalaknya agar memberikan
nafkah lowong 24 bulan x Rp 1.000.000,00 = Rp 24.000.000,00,
nafkah iddah 3 x Rp 1.000.000,00 = Rp 3.000.000,00 dan mut’ah
sebesar Rp 5.000.000,00.
3) Bahwa diantara suami isteri tersebut telah terjadi kesepakatan bahwa
suami bersedia memberikan nafkah iddah sebesar Rp 2.000.000,00
(dua juta rupiah) dan mut’ah berupa uang sebesar Rp 1.000.000,00
(satu juta rupiah) kepada isteri yang akan ditalaknya.
4) Ditemukan fakta rumah tangga suami isteri tersebut bahwa
perselisihan disebabkan oleh isteri yang telah menjalin hubungan
dengan laki-laki lain dan berpisah rumah. Isteri meninggalkan
kediaman bersama pulang ke rumah orang tuanya selama 8 bulan.
Bisa dikatakan bahwa isteri dianggap nusyuz.
Berikut Amar Putusan No.112/Pdt.G/2017/ PA.Sal :
MENGADILI
1) Mengabulkan permohonan Pemohon;
2) Memberi ijin kepada Pemohon (PEMOHON) untuk menjatuhkan
talak satu roj’i terhadap Termohon (TERMOHON) di depan sidang
Pengadilan Agama Salatiga;
3) Menghukum Pemohon untuk membayar kepada Termohon:
63
3.1) Nafkah iddah sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah);
3.2) Mut’ah sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah);
4) Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk
mengirimkan salinan penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat
Nikah Kantor Urusan Agama ---, Kota Salatiga, untuk dicatat dalam
daftar yang disediakan untuk itu ;
5) Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara
sejumlah Rp 541.000,00 (lima ratus empat puluh satu ribu rupiah).
b. Putusan No. 668/Pdt.G/2016/PA.Sal
Bahwa dalam putusan cerai talak nomer 668/Pdt.G/2016/PA.Sal
didapatkan data sebagai berikut:
1) Pekerjaan Suami sebagai ABK (Anak Buah Kapal) yaitu Mualim II
dan bersedia memberikan nafkah iddah sebesar Rp 3.000.000,00
(tiga juta rupiah), mut’ah sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah)
dan nafkah hadhanah 2 orang anak sebesar Rp 1.500.000,00 (satu
juta lima ratus ribu rupiah);
2) Isteri menuntut suami yang akan mentalaknya agar memberikan
nafkah terhutang Rp 50.000,00 perhari x 50 bulan = Rp
75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah), hadhanah terhutang
Rp 3.000.000,00 x 50 bulan = Rp 150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah), nafkah hadhanah tiap bulan sebesar Rp
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), nafkah iddah Rp 50.000 perhari
64
x 3 bulan = Rp 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan
mut’ah sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
3) Tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai besaran
nafkah (nafkah iddah, mut’ah dan hadhanah) yang timbul akibat
terjadinya perceraian.
4) Isteri tidak nusyuz.
Berikut Amar Putusan No.668/Pdt.G/2016/ PA.Sal :
MENGADILI
Dalam Konpensi:
1) Mengabulkan permohonan Pemohon Konpensi;
2) Memberi ijin kepada Pemohon Konpensi (PEMOHON) untuk
menjatuhkan talak satu Roj`i terhadap Termohon Konpensi
(TERMOHON) di depan sidang Pengadilan Agama Salatiga;
3) Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Karanganyar untuk
mengirim salinan penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat
Nikah ---, Kota Salatiga kepada Pegawai Pencatat Nikah ---, Kota
Salatiga untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu;
Dalam Rekonpensi:
1) Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi sebagian;
2) Menghukum kepada Tergugat Rekonpensi untuk memberikan
kepada Penggugat Rekonpensi berupa:
65
2.1) Nafkah Iddah sebesar Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus
ribu rupiah);
2.2) Mut’ah sebesar Rp. 18.000.000,- (delapan belas juta rupiah);
2.3) Nafkah lalu sbesar Rp. Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah);
2.4) Biaya Hadlonah 2 orang anak dalam asuhan Tergugat
Rekonpensi sebesar Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
setiap bulan sampai anak tersebut umur 21 tahun atau
mandiri dengan kenaikan 10 persen setiap tahunnya;
3) Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi selain dan selebihnya;
Dalam Konpensi dan Rekonpensi:
Membebankan kepada Pemohon Konpensi/Tergugat Rekonpensi
untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 751.000,00 (Tujuh ratus
lima puluh saturibu rupiah).
c. Putusan No. 608/Pdt.G/2017/ PA. Sal
Bahwa dalam putusan cerai talak nomer 608/Pdt.G/2017/PA.Sal
didapatkan data sebagai berikut:
1) Pekerjaan Suami sebagai karyawan pabrik dan sanggup memberikan
nafkah hadhanah sebesar Rp 300.00,00 (tiga ratus ribu rupiah) tiap
bulannya (nafkah iddah dan mut’ah tidak ada).
2) Isteri menuntut suami yang akan mentalaknya agar memberikan
nafkah hadhanah sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) tiap
66
bulan, dan mengenai nafkah iddah dan mut’ah tidak ada tuntutan
dari pihak isteri.
3) Tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai besaran
nafkah (nafkah iddah, mut’ah maupun hadhanah) yang timbul akibat
terjadinya perceraian.
4) Isteri tidak nusyuz.
Berikut Amar Putusan No.608/Pdt.G/2017/ PA.Sal :
MENGADILI
Dalam Konpensi:
1) Mengabulkan permohonan Pemohon;
2) Memberi izin kepada Pemohon ( Pemohon) untuk menjatuhkan
talak satu roj’i terhadap Termohon ( Termohon) didepan sidang
Pengadilan Agama Salatiga;
3) Menghukum Pemohon untuk memberikan Nafkah iddah kepada
Termohon berupa uang sejumlah Rp. 1.500.000,00 (Satu juta lima
ratus ribu rupiah);
4) Menghukum Pemohon untuk memberikan Mut’ah kepada
Termohon berupa uang sejumlah Rp. 1.000.000,00 ( Satu juta
rupiah);
5) Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk
mengirimkan salinan Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai
Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan Tingkir, Kota
67
Salatiga dan Kantor Urusan Agama Kecamatan Tuntang, Kabupaten
Semarang untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu;
Dalam Rekonpensi :
1) Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi sebagian ;
2) Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk memberikan nafkah
hadlonah untuk anaknya sejumlah Rp. 500.000,00 (Lima ratus ribu
rupiah) per bulan sampai anak tersebut dewasa dan dibayarkan
melalui Penggugat Rekonpensi ;
3) Tidak menerima gugatan Penggugat selain dan selebihnya
Dalam Konpensi dan Rekonpensi:
Membebankan Pemohon / Tergugat Rekonpensi untuk membayar
biaya perkara sejumlah Rp. 541.000,00 (lima ratus empat puluh satu ribu
rupiah).
d. Putusan No. 1258/Pdt.G/2016/ PA. Sal
Bahwa dalam putusan cerai talak nomer 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
didapatkan data sebagai berikut:
1) Pekerjaan Suami sebagai Pegawai Negeri Sipil Dosen.
2) Mengenai nafkah iddah, mut’ah dan hadhanah tidak ada tuntutan
dari pihak isteri.
68
3) Tidak ada kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai besaran
nafkah (nafkah iddah, mut’ah maupun hadhanah) yang timbul akibat
terjadinya perceraian.
4) Isteri tidak nusyuz.
Berikut Amar Putusan No.1258/Pdt.G/2016/ PA.Sal :
MENGADILI
1) Mengabulkan permohonan Pemohon;
2) Memberi ijin kepada Pemohon (PEMOHON) untuk menjatuhkan
talak satu raj`i terhadap Termohon (TERMOHON) di depan sidang
Pengadilan Agama Salatiga;
3) Menghukum Pemohon untuk membayar kepada Termohon, masing
masing berupa:
3.1) Muth’ah sejumlah Rp. 24.000.000; (dua puluh empat juta
rupiah);
3.2) Nafkah, maskan dan kiswah selama Iddah 3 bulan sejumlah
Rp. 6.000.000; (enam juta rupiah);
3.3) Nafkah dan biaya hadlonah untuk keempat orang anak
sejumlah Rp. 2.000.000; (dua juta rupiah) setiap bulan
ditambah kenaikan 10 % ( prosen ) untuk setiap tahunnya,
sampai keempat anak tersebut dewasa.;
4) Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk
mengirimkan Salinan Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai
69
Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama --- Kota Salatiga dan Kantor
Urusan Agama --- Kabupaten Boyolali , untuk dicatat dalam daftar
yang disediakan untuk itu;
5) Membebankan Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah
Rp. 856.000; (delapan ratus lima puluh enam ribu rupiah).
2. Hasil Wawancara Hakim
Dari wawancara yang telah dilakukan, diperoleh hasil bahwa alasan
yang menjadi pertimbangan pengambilan putusan hakim Pengadilan
Agama Salatiga dalam menetapan besar kadar nafkah iddah dan mut’ah
pada perkara cerai talak adalah sebagai berikut:
a. Wawancara dengan hakim Drs. H. Salim, SH., MH
Menurut hakim Drs. H Salim, SH., MH, alasan yang menjadi
pertimbangan pengambilan putusan dalam menetapan besar kadar
nafkah iddah dan mut’ah pada perkara cerai talak yaitu:
1) Adanya kesepakatan antara suami isteri. Apabila terjadi
kesepakatan/ persetujuan antara suami isteri dalam penetapan
nafkah iddah maupun mut’ah baik isteri dikategorikan nusyuz
maupun tidak, hakim berpendapat bahwa suatu kesepakatan itu akan
menghalangi yang ada, tanpa mempertimbangkan kenusyuzan isteri
karena kesepakatan tersebut lebih diutamakan.
2) Pekerjaan suami, dapat dilihat dari penghasilan/ gaji yang
didapatkan, yang nantinya akan disesuaikan dengan asas kelayakan
dan kepatutan menurut hakim;
70
3) Kesanggupan suami untuk memberikan nafkah terhadap isterinya,
inisiatif suami disini dianggap keistimewaan oleh hakim karena
suami telah berbesar hati untuk memberikan sejumlah nafkah
terhadap isteri yang akan diceraikannya. Dan hakim tetap akan
mempertimbangkan asas kelayakan dan kepatutan meskipun suami
telah sanggup memberikan besaran nafkah terhadap isterinya;
4) Biaya hidup keseharian, yaitu hakim akan mempertimbangkan biaya
hidup suami isteri dikesehariannya. Hakim bisa saja
membandingkan antara biaya hidup seorang yang tinggal di kota
maupun yang tinggal di pegunungan, dimana biaya hidup seseorang
yang tinggal di kota dan di pegunungan sangatlah berbeda. Terlepas
dari hal tersebut hakim tetaplah bersandarkan pada biaya kehidupan
sehari-hari yang biasanya dibelanjakan;
5) Tuntutan isteri, dimana hakim berpendapat bahwa apabila isteri
tidak menuntut terhadap nafkah iddah maupun mut’ah bisa saja
tidak akan dikabulkan. Namun perlu diketahui bahwa hakim juga
memiliki hak ex officio, yaitu dapat mewajibkan bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan terhadap isteri yang diceraikannya
yang tertuang dalam Undang-undang Perkawinan pasal 41 huruf (c).
6) Lama pengabdian isteri bisa saja menjadi pertimbangan hakim tetapi
tidak menjadi titik berat, bahkan untuk mempengaruhi kadar tidak
begitu besar pengaruhnya, hakim lebih menitik beratkan kapada
71
kemampuan suami dan kelayakan terhadap isteri yang akan
diceraikan.
Sedangkan alasan lain yang mempengaruhi kadar mut’ah adalah
sebagai berikut, bahwa hakim sependapat dengan pakar hukum Islam
Penulis Kitab al ahwalus syahsyiyyah dalam halaman 334 yang
menyatakan: “apabila terjadi talak sesudah dukhul tanpa kerelaan
isteri, hendaklah bagi isteri diberi muth’ah selama satu tahun setelah
masa Iddahnya”. Maka berdasarkan doktrin hukum tersebut pemberian
mut’ah kepada bekas isteri selama 12 (dua belas) bulan. Dimana nafkah
yang dimaksud adalah nafkah iddah yang telah ditetapkan oleh majelis
hakim, yang nantinya nafkah iddah tersebut akan dijadikan patokan
sebagai pemberian mut’ah. Perlu digaris bawahi bahwa penetapan
mut’ah tersebut bersifat kondisional, yaitu melihat kondisi kemampuan
suami.
b. Wawancara dengan hakim Drs. M. Muslih
Menurut hakim Drs. M. Muslih, alasan yang menjadi pertimbangan
pengambilan putusan dalam menetapan besar kadar nafkah iddah dan
mut’ah pada perkara cerai talak yaitu:
1) Kesepakatan antara suami isteri terhadap penetapan kadar nafkah
iddah dan mut’ah merupakan jalan yang terbaik yang diharapkan
oleh majelis hakim, dapat diartikan bahwa adanya suatu kesepakatan
tersebut merupakan upaya jalan damai yang ditempuh saat suami
isteri berpisah karena tidak ada yang merasa diberatkan maupun
72
diuntungkan dalam hal pelaksanaan kewajiban-kewajiban dan hak-
hak pasca perceraian. Apabila kesepakatan tersebut sulit untuk
ditemukan maka hakim tetap akan mencari jalan tengah sebagai
solusi atas perdebatan antara suami isteri terhadap penetapan kadar
nafkah iddah dan mut’ah tersebut. Hakim akan mempertimbangkan
kedua belah pihak dimana pihak suami tidak merasa diberatkan atas
tuntutan isteri dan pihak isteri tidak merasa dikesampingkan atas
hak-haknya.
2) Diukur dari kemampuan suaminya dilihat dari pekerjaan suami.
Pekerjaan suami dapat dilihat dari penghasilan maupun gaji yang
didapatkannya;
3) Kesadaran suami untuk memenuhi kewajiban nafkah terhadap
isterinya;
4) Lamanya perkawinan yang terjadi. Hakim akan mempertimbangkan
lamanya pernikahan yang mana akan mempengaruhi besaran kadar
yang akan diberikan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa
penetapan tersebut tidak dapat dijalankan karena dalam kondisi
apapun hakim tetap mengacu kepada kemampuan suami. Meskipun
lama pernikahan sudah belasaan tahun namun kemampuan suami
rendah maka hakim juga tidak akan memaksakan hal tersebut.
5) Tuntutan isteri terhadap suami yang menceraikannya. Hakim
mengacu pada asas mengadili perkara harus sesuai dengan apa yang
dituntut para pihak. Jika hal tersebut terjadi isteri tidak menuntut
73
apapun terhadap suaminya maka tidak menutup kemungkinan
bahwa hakim akan mempertimbangkan sesuai dengan kemampuan
suami, dan bukan berarti bahwa hak isteri untuk mendapatkan
nafkah iddah dan mut’ah dikesampingkan.
Dalam penetapan kadar mut’ah Bapak Hakim Drs. M. Muslih lebih
menitik beratkan terhadap kemampuan suami. Meskipun banyak sekali
pertimbangan yang digunakan, namun hakim lebih melihat dari kondisi
suami.
Dari kedua keterangan wawancara oleh hakim Pengadilan Agama
Salatiga diatas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa alasan yang
menjadi pertimbangan pengambilan putusan dalam menetapan besar
kadar nafkah iddah dan mut’ah pada perkara cerai talak adalah sebagai
berikut:
1) Adanya kesepakatan antara kedua belah pihak;
2) Kemampuan suami dilihat dari penghasilannya, didasarkan pada
asas kelayakan dan kepatutan;
3) Kesanggupan/ kesadaran suami untuk memenuhi kewajiban nafkah
iddah maupun mut’ah sebagai akibat perceraian;
4) Biaya hidup keseharian yang biasa dibelanjakan semasa masih
berkeluarga;
5) Tuntutan isteri terhadap suami;
6) Lamanya perkawainan atau lamanya pengabdian isteri terhadap
suami;
74
7) Pemberian mut’ah berupa nafkah selama 12 (dua belas) bulan, hal
tersebut didasarkan pada pendapat ahli hukum Islam Penulis Kitab
al ahwalus syahsyiyyah dalam halaman 334.
75
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Pertimbangan Pengambilan Putusan Hakim Pengadilan Agama Salatiga
dalam Menetapkan Kadar Nafkah Iddah dan Mut’ah pada Perkara Cerai
Talak
Pertimbangan hakim dalam penetapan nafkah iddah dan mutah tidak
terlepas dari hak ex officio pada Hakim. Hak ex officio merupakan hak atau
kewenangan yang dimiliki hakim karena jabatannya dan salah satunya
digunakan untuk memutus atau memberikan sesuatu yang tidak ada di dalam
tuntutan. Meskipun dalam pasal 178 HIR ayat 2 dan 3 menjelaskan bahwa
hakim karena jabatannya wajib memberikan keputusan atas segala bagian
tuntutan dan tidak boleh menjatuhkan keputusan atas perkara yang tidak
dituntut atau mengabulkan lebih dari pada yang dituntut. Namun dalam
menetapkan nafkah iddah maupun mut’ah terdapat pengecualian, apabila isteri
tidak menuntut apapun terhadap suami yang akan menceraikannya maka hakim
memiliki hak ex officio. Hal ini berdasarkan asas keadilan yang tertuang dalam
Pasal 41 huruf (c) Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
ditetapkan bahwa: “Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi
bekas suami”. Penerapan tersebut semata-mata untuk melindungi hak-hak
isteri, demi kesejahteraan agar isteri tidak terlantar dan sebagai penghibur hati
dalam menjalani kehidupan setelah talak. Hal tersebut menitik beratkan pada
76
aspek keadilan dan kemanusiaan supaya tidak ada pihak suami maupun isteri
yang merasa terbebani setelah adanya perceraian.
Meskipun hakim memiliki hak dalam menentukan suatu kewajiban bagi
bekas suami terhadap isterinya untuk memberikan biaya penghidupan setelah
terjadi perceraian seperti kewajiban nafkah iddah maupun mut’ah. Namun perlu
digaris bawahi bahwa dalam menentukan kadarnya, sesuai KHI pasal 80 ayat 4
huruf a, bahwa kewajiban suami menanggung nafkah, kiswah, dan tempat
kediaman bagi isteri di sesuaikan dengan penghasilan suami. Serta dalam KHI
pasal 160, bahwa besarnya mut’ah disesuaikan dengan kepatutan dan
kemampuan suami. Selaras dengan anjuran yang terdapat dalam al-Quran
dalam surat at-Talaq ayat 7 dan al-Baqarah ayat 236 bahwa dalam menetapkan
kadar nafkah iddah maupun mut’ah disesuaikan dengan kemampuan suami,
yaitu sebagai berikut:
ا اته الله، ن سعـته، ومن قدر عليه رزقه فلينفق مم لينفق ذو سعة م
اليكل ف الله نفسا اال ما اتها، سيجعل الله بعد عسريسرا.
“Orang yang mampu hendaklah memberi nafkah menurut
kemampuannya dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah memberi
nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah tidak akan
memikulkan beban kepada seorang melainkan (sekedar) apa yang telah
diberikan Allah kepadanya. Allah memberikan kelapangan sesudah
kesempitan” (Al-Thalaaq: 7)
ال جناح عليكم ان طلقتم الن ساء مالم تمسوهن او تفرضوا لهن فرضة،
بالمعروف، حقا و مت عوهن على الموسع قدره وعلى المقتر قدره متاعا
على المحسنين.
77
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan
sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan suatu
mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut
kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula),
yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan
ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan (Q.S. Al-Baqarah (2):
236).
Hasil wawancara oleh Hakim di Pangadilan Agama Salatiga yaitu oleh
Hakim Salim dan Hakim Muslih, dalam pertimbangannya menetapkan kadar
nafkah iddah maupun mut’ah pada cerai talak banyak yang menjadi pertimbang
ketika tidak terjadi kesepakatan diantara suami isteri, sebagai berikut:
a. Kemampuan suami dilihat dari penghasilannya, didasarkan pada asas
kelayakan dan kepatutan;
b. Kesanggupan/ kesadaran suami untuk memenuhi kewajiban nafkah iddah
maupun mut’ah sebagai akibat perceraian;
c. Biaya hidup keseharian yang biasa dibelanjakan selama berkeluarga;
d. Tuntutan isteri terhadap suami;
e. Lamanya perkawainan atau lamanya pengabdian isteri terhadap suami;
f. Pemberian mut’ah berupa nafkah selama 12 (dua belas) bulan, hal tersebut
didasarkan pada pendapat ahli hukum Islam Penulis Kitab al ahwalus
syahsyiyyah dalam halaman 334.
Dari keterangan diatas, hakim di Pengadilan Agama Salatiga menentukan
kadar nafkah iddah maupun mut’ah berdasarkan banyak pertimbangan.
Pertama, kesepakatan antara kedua belah pihak. Kesepakatan yang dimaksud
adalah kesepakatan yang terjadi antara suami isteri yang bercerai dalam
78
menentukan kewajiban mantan suami kepada isteri untuk memberikan biaya
kehidupan yaitu nafkah iddah dan mut’ah yang nantinya akan ditetapkan oleh
Majelis Hakim dalam persidangan. Bahwa kesepakatan tersebut merupakan
upaya hakim untuk menetapkan kadar biaya penghidupan secara jalan damai,
dengan memahami kondisi satu sama lain, serta tanpa adanya perselisihan
tentang biaya penghidupan pasca perceraian. Dan dengan kesepakatan tersebut
maka hakim dapat menetapkan biaya penghidupan tanpa mempertimbangkan
alasan-alasan lain yang berkaitan dengan nafkah iddah dan mut’ah.
Kedua, kemampuan suami. Majelis hakim pada dasarnya menetapkan kadar
biaya penghidupan bagi mantan isteri berdasarkan kemampuan suami, yaitu
dengan melihat pekerjaan suami. Dengan melihat pekerjaan suami hakim dapat
memperkirakan berapa penghasilan suami setiap bulannya, yang nantinya akan
menjadi tolak ukur hakim dalam memperhitungkan berapa kadar yang
seharusnya diberikan kepada mantan isterinya. Dan dilihat dari penghasilan
tersebut maka hakim dengan keyakinan dan kemampuannya akan menetapkan
kadar sesuai dengan asas kelayakan dan kepatutan menurut hakim itu sendiri.
Hal ini telah sesuai dengan keterangan didalam KHI pasal 80 ayat (4) huruf (a)
dan pasal 160 serta sesuai dalam keterangan al-Quran surat at-Talaq ayat 6 dan
al-Baqarah ayat 236.
Ketiga, kesanggupan suami. Bahwa dalam persidangan ada beberapa pihak
suami yang berinisiatif untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada
mantan isterinya. Dari sisi kemanusiaan hakim, hal tersebut merupakan
kelapangan hati seorang suami untuk menceraiakan isterinya dengan tetap
79
memperhatikan kehidupan setelah perceraian. Namun hakim juga
mempertimbangkan hal tersebut dengan pertimbangan lain yaitu dengan
melihat kondisi kemampuan suami, dan juga tuntutan isteri kepada suami.
Apabila tidak terjadi keselarasan dengan pertimbangan-pertimbangan tersebut,
maka hakim akan mengambil jalan tengah sesuai keyakinan hakim itu sendiri
dengan tetap mempertimbangkan hal tersebut.
Keempat, biaya hidup keseharian. Dengan melihat biaya yang dikeluarkan
sewaktu masih berumah tangga, maka hakim akan mengetahui seberapa besar
kebutuhan hidup yang selayaknya diperoleh isterinya pasca perceraian.
Kelima, tuntutan isteri kepada mantan suami. Merupakan hak mantan isteri
untuk menuntut biaya penghidupan kepada mantan suaminya, dengan adanya
tuntutan tersebut maka menjadi bahan pertimbangan oleh hakim dalam
menetapkan kadar nafkah iddah maupun mut’ah. Tuntutan isteri tersebut harus
mempertimbangkan kondisi suami, apabila tuntutan isteri terlalu tinggi maka
hakim tidak akan mengabulkan tuntutan tersebut, dan apabila tuntutan isteri
terlalu rendah bahkan tidak menuntut sama sekali, maka secara hukum hakim
memiliki hak ex officio untuk menetapkan biaya penghidupan bagi mantan isteri
agar terciptanya kehidupan yang sejahtera.
Keenam, lamanya perkawinan. Menurut hukum positif maupun hukum
Islam, hakim dalam menetapkan kadar nafkah iddah dan mut’ah tidak sama
sekali di anjurkan untuk mempertimbangkan lamanya perkawinan. Dalam hal
ini hakim mempertimbangkan hal tersebut menggunakan sisi kemanusiaan
hakim itu sendiri, bahwa lamanya perkawinan menurut hakim menunjukkan
80
seberapa besar sisi pengabdian isteri terhadap suaminya selama terjadinya
perkawinan.
Ketujuh, penetapan mut’ah berupa nafkah selama 12 (dua belas) bulan, hal
tersebut didasarkan pada pendapat ahli hukum Islam Penulis Kitab al ahwalus
syahsyiyyah dalam halaman 334, yang berbunyi “apabila terjadi talak sesudah
dukhul tanpa kerelaan isteri, hendaklah bagi isteri diberi muth’ah selama satu
tahun setelah masa Iddahnya”. Hakim dalam menetapkan mut’ah sesuai
dengan pendapat pakar hukum Islam tersebut tidak serta merta menggunakan
pendapat tersebut dalam semua kondisi pada perkara cerai talak. Hanya dalam
kondisi yang memunggkinkan saja hakim menetapkan kadar mut’ah sesuai
dengan pendapat ahli hukum tersebut. Hakim tetap mempertimbangkan kondisi
kemampuan suami, apabila kondisi suami layak dan mampu untuk menanggung
kewajibannya maka hakim barulah menggunakan landasan tersebut sebagai
rujukan. Apabila tidak memunggkinkan maka hakim tidak akan memaksakan
hal tersebut, dikarenakan hakim mempertimbangan pekerjaan suami yang layak
dengan penghasilan yang besar. Sesuai dengan pendapat ulama Syafi'iyah,
pendapat Abu Yusuf dari ulama Hanafiyah dan pendapat yang dijelaskan oleh
Imam Ahmad, bahwa hakim ketika berijtihad tentang ukuran mut'ah hendaknya
melihat kondisi suami, apakah tergolong mudah atau susah, kaya atau miskin
(Azzam, 2009: 212).
Dari alasan-alasan diatas yang menjadi pertimbang pengambilan putusan
tersebut hakim tetap menjadikan kemampuan suami dilihat dari pekerjaan serta
penghasilannya sebagai acuan utama dalam menentukan kadar nafkah iddah
81
dan mut’ah pada cerai talak di Pengadilan Agama Salatiga tanpa mengurangi
sisi kemanusiaan hakim dalam melakukan ijtihad.
B. Tinjauan Undang-Undang Perkawinan dan Hukum Islam atas Putusan
Hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap Penetapan Kadar Nafkah
Iddah dan Mut’ah pada Perkara Cerai Talak
1. Putusan Nomor 112/ Pdt.G/ 2017/ PA.Sal
Dalam perkara ini diketahui bahwa fakta sebagai berikut:
Bahwa Majelis Hakim berpendapat bahwa antara suami isteri telah
terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sifatnya terus menerus dan tidak
ada harapan lagi untuk kembali hidup rukun dalam rumah tangganya. Hal
tersebut yang menjadi faktor oleh hakim mengabulkan permohonan cerai
talak. Perselisihan tersebut telah berseberangan dengan tujuan pernikahan
yang tertuang dalam firman Allah dalam surat Ar-Rum ayat 21:
ن أنفسكم أزوجا ل تسكنوا إ ليها ودة ومن ءايته أن خلق لكم م وجعل بينكم م
ورحمة. إن فى ذلك ليت ل قوم يتفكرون.
Artinya: “dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu
cenderung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantara
kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-
benar terdapat tanda-tanda bagi kamu yang berfikir”(Ar-Rum: 21)
Apabila tujuan utama dalam pernikahan tersebut tidak dapat dihasilkan,
yaitu membentuk keluarga yang bahagia dan sejahera, maka perpecahan
dalam keluarga tidak akan dihindarkan. Dan apabila hal tersebut
82
dipertahankan oleh kedua suami isteri akan menimbulkan masalah yang
lebih besar lagi, dan bahkan akan saling menyakiti batin antara keduanya.
Oleh karenanya sesuai dengan kaidah ushul fiqh, bahwa menghindari
timbulnya kerusakan dalam rumah tangga lebih didahulukan dari pada
menarik kemanfaatannya.
درأالمفاسدمقدمعلىجلبالمصالح
Artinya: “Meninggalkan kerusakan itu lebih utama daripada
mengambil kemaslahatn.”
Penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah dalam putusan ini, hakim
mengambil keputusan bahwa telah terjadi kesepakatan diantara suami isteri
yang akan bercerai, maka hakim mengabulkan dan memutuskan sesuai
dengan apa yang menjadi kesepakatan diantara suami isteri tersebut. Bahwa
dalam undang-undang perkawinan pasal 41 huruf (c) “Pengadilan dapat
mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas suami”. Dimana telah
adanya kesepakatan, mengacu dalam undang-undang perkawinan pasal 41
huruf (c) tersebut, maka hakim dapat menentukan suatu kewajiban bagi
mantan suami sesuai dengan isi kesepakatan yang disepakati antara
keduanya, yaitu suami akan memberikan biaya penghidupan bagi isteri
berupa nafkah iddah dan mut’ah dengan kadar yang telah disepakati.
Dalam wawancara oleh Hakim Salim, bahwa kesepakatan antara suami
isteri dalam menentukan kadar nafkah iddah dan mut’ah lebih diutamakan,
bahkan apabila isteri terbukti nusyuz, hakim dapat mengesampingkan
83
kenusyuzan isteri tersebut dan lebih mengutamakan pada kesepakatannya.
Dalam kesepakatnnya, suami akan memberikan nafkah iddah sebesar Rp
2.000.000,00 dan mut’ah sebesar Rp 1.000.000,00 kepada isternya. Dan
mengesampingkan kenusyuzan isteri karena adanya kesepakatan diantara
keduanya.
2. Putusan Nomor 668/ Pdt.G/ 2016/ PA.Sal
Dalam perkara ini diketahui bahwa fakta sebagai berikut:
Kehidupan keluarga suami isteri dalam perkara ini sudah tidak
harmonis, faktor yang menjadi sebab ketidak harmonisan keluarga adalah
karena hadirnya orang pihak ketiga dalam kehidupan keluarga tersebut.
Yang mana pemohon (suami) telah bermain cinta dengan wanita lain, dan
oleh karenanya menimbulkan perselisihan antara suami isteri secara terus
menerus dan tidak dapat dipertahankan lagi. Hal ini telah menciderai hati
isteri dan juga menciderai tujuan membangun sebuah keluarga dalam
firman Allah dalam ar-Rum ayat 21 serta dalam undang-undang perkawinan
pasal 1 dan KHI pasal 3 bahwa tujuan perkawinan membentuk keluarga
yang sakinah, mawaddah, dan rahmah.
Isteri dalam hal ini tidak dikategorikan nusyuz, sesuai dalam KHI pasal
152 bahwa “Bekas isteri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas
suaminya kecuali ia nusyuz.”. Meskipun isteri telah meninggalkan
suaminya dan ketidakmauannya untuk kembali kepada suaminya,
dikarenakan karena alasan isteri meninggalkan suaminya karena suami telah
menjalin hubungan dengan wanita lain dan keberatan meninggalkan wanita
84
lain tersebut, dan isteri juga tidak mau diduakan. Menurut pandangan
hakim, hal tersebut tidak dapat dikategorikan nusyuz karena kepergian isteri
meninggalkan rumah kediaman dengan alasan yang tepat.
Oleh karena isteri terbuki oleh Hakim bahwa isteri tidak nusyuz dan
ba’da dukhul maka ada kewajiban suami untuk memberikan nafkah iddah,
dan mut’ah terhadap isterinya setelah terjadi perceraian. Sesuai dengan
keterangan dalam KHI pasal 149 “Bilamana perkawinan putus karena
talak, maka bekas suami wajib: a. Memberikan mut`ah yang layak kepada
bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut
qobla al dukhul; b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas
isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in
atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil”. Dari keterangan pasal
tersebut, menjadi dasar seorang hakim dalam menentukan kewajiban suami
yang menceraikan isterinya, yaitu kewajiban memberikan nafkah iddah dan
mut’ah.
Hal tersebut sesuai dengan Firman Allah dalam surat At-Talaq ayat 6,
sebagai berikut:
ن جدكم اسكنو هن من حيث سكنتم م و
Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu betempat tinggal
menurut kemampuanmu (QS Al-Talaq(65) : 6).
Menurut kesepakatan para fuqaha’ bahwa perempuan yang sedang
dalam iddah talak raj’i berhak atas nafkah dari bekas suami. Nafkah yang
dimaksud di sini adalah nafkah seperti yang diberikan sebelum terjadi
85
perceraian (Basyir,1996: 89). Menurut Umar bin Khathab, Umar bin Abdul
Azis dan golongan Hanafi, sesuai dengan firman Allah Swt. Surat Al-Talaq
ayat 6 tersebut, menunjukkan wajibnya memberikan tempat tinggal. Jika
memberikan tempat tinggal itu hukumnya wajib, maka dengan sendirinya
juga wajib memberikan nafkah seperti makanan, pakaian, dan lainnya
(Tihami, 2009: 174).
Dikuatkan dengan Sabda Rasulullah, yaitu:
قال رسول الله ص م : لها إنما النفقة والسكنى للمرأة إذا كان لزوجها عليها
جعة الر
)رواه أحمد و الناءى(
Artinya: Bersabda Rasulullah SAW.: “Kepadanya, perempuan-
perempuan yang berhak mengambil nafkah dan rumah kediaman dari
bekas suaminya itu, apabila bekas suaminya berhak rujuk kepadanya”
(H.R. Ahmad, Naaai) (Leter, 1985: 239).
Dalam kewajiban mut’ah, dijelaskan dalam firman Allah sebagai
berikut:
Serta dalam surat al-Baqarah ayat 241
وللمطلقت مت ع بالمعرف، حقا على المتقين.ا
Kepada wanita yang diceraikan (hendaklah diberikan oleh
suaminya) mut’ah menurut yang makruf, sebagai kewajiban bagi orang
yang takwa (Q.S. Al-Baqarah: 241).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa apabila perceraian tersebut atas
kehendak suami maka terdapat kewajiban memberikan mut’ah terhadap
isteri yang diceraikannya.
86
Dari keseluruhan keterangan diatas, terdapat kesesuaian antara
ketentuan menurut hukum Islam dengan putusan yang ditetapkan oleh
hakim Pengadilan Agama Salatiga di dalam putusan No. 668/
Pdt.G/2016/PA.Sal yang mana dalam putusannya membebankan kepada
suami terhadap isterinya untuk memberikan nafkah Iddah sebesar Rp.
4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah), mut’ah sebesar Rp.
18.000.000,- (delapan belas juta rupiah), nafkah lalu sbesar Rp. Rp.
3.000.000,00 (tiga juta rupiah), dan biaya hadlonah 2 orang anak dalam
asuhan Tergugat Rekonpensi sebesar Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
setiap bulan sampai anak tersebut umur 21 tahun atau mandiri dengan
kenaikan 10 persen setiap tahunnya.
Bahwa dalam perkara ini tidak adanya kesepakatan diantara suami isteri,
maka besaran kadarnya ditetapkan oleh hakim. Hakim memliki hak ex
officio yang terdapat dalam undang-undang perkawinan nomer 41 huruf (c)
bahwa “pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban
bagi bekas suami”. Menurut penulis, hakim dalam menentukan kadar
nafkah iddah dan mut’ah mempertimbangkan keadaan suami disesuaikan
tuntutan isteri didasarkan pada asas kelayakan dan kepatutan. Bahwa
pekerjaan suami dalam hal ini adalah sebagai ABK (Anak Buah Kapal)
dengan penghasilan yang besar, dimana hakim sesuai dengan kemampuan
suami dan mempertimbangkan tuntutan isteri untuk memberikan nafkah
iddah kepadanya sebesar Rp 50.000 perhari x 3 bulan = Rp 4.500.000. Dan
87
dalam mut’ahnya hakim menetapkan memberikan nafkah selama satu
tahun, dengan perincian Rp 1.500.000 x 12 bulan = Rp 18.000.000. Dengan
pertimbangan tersebut menurut penulis kadar yang ditetapkan oleh hakim
telah sesuai, melihat jumlah yang dibebankan oleh suami dan melihat
kondisi suami dengan pekerjaannya sebagai ABK dengan penghasilan
besar, sangatlah layak dan patut. Dan hal tersebut sesuai dengan keterangan
dalam Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 80 ayat (4) huruf (a) KHI
“sesuai dengan penghasilannya suami menanggung: a. Nafkah, kiswah, dan
tempat kediaman bagi isteri”. Dan dalam pasal 160 KHI “Besarnya mut’ah
disesuaikan dengan kepatutan dan kemampuan suami”. Serta landasan
yang terdapat dalam al-Quran sebagai berikut:
ا اته الله، لينفق ن سعـته، ومن قدر عليه رزقه فلينفق مم ذو سعة م
اال ما اتها، سيجعل الله بعد عسريسرا. اليكل ف الله نفسا
“Orang yang mampu hendaklah memberi nafkah menurut
kemampuannya dan orang yang disempitkan rizkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya, Allah tidak
akan memikulkan beban kepada seorang melainkan (sekedar) apa yang
telah diberikan Allah kepadanya. Allah memberikan kelapangan
sesudah kesempitan” (Al-Thalaaq: 7)
ضة، ي ال جناح عليكم ان طلقتم الن ساء مالم تمسوهن او تفرضوا لهن فر
و مت عوهن على الموسع قدره وعلى المقتر قدره متاعا بالمعروف، حقا
على المحسنين.
Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu
menceraikan istri-istrimu sebelum kamu bercampur dengan mereka dan
sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu berikan
suatu mut’ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut
kemampuannya dan orang yang miskin menurut kemampuannya (pula),
yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian itu merupakan
88
ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan (Q.S. Al-Baqarah
(2): 236).
Mengenai penetapan kadar mut’ah majelis hakim mengutip pendapat
pakar hukum Islam Penulis Kitab al ahwalus syahsyiyyah dalam halaman
334 dalam menetapkan mut’ah yang menyatakan: “apabila terjadi talak
sesudah dukhul tanpa kerelaan isteri, hendaklah bagi isteri diberi muth’ah
selama satu tahun setelah masa iddahnya”. Menurut hemat penulis, hakim
dalam mempertimbangkan penetapan kadar mut’ah mengutip mendapat ahli
hukum tersebut, melihat sesuai kemampuan suami. Apabila suami dianggap
mampu maka hakim akan membebankan kewajiban mut’ah dengan
memberikan nafkah selama satu tahun lamanya. Apabila pihak suami
dianggap tidak mampu maka disesuaikan dengan kemampuannya.
3. Putusan Nomor 608/ Pdt.G/ 2017/ PA.Sal
Dalam perkara ini diketahui bahwa fakta sebagai berikut:
Bahwa faktor yang mengakibatkan rumah tangga suami isteri tidak
harmonis dalam perkara ini adalah karena masalah ekonomi, yang mana
menjadi pemicu perselisihan dan pertengkaran diantara keduanya dan
mengakibatkan perpisahan rumah, bahwa suami mengantarkan isteri pulang
kerumah orang tuanya hinggal 9 bulan lebih lamanya. Dan selama itu tidak
ada komunikasi yang harmonis dan tidak ada hubungan lahir batin antara
keduanya selama berpisah. Hal tersebut dikuatkan dengan keterangan saksi-
saksi dalam persidangan dan terbukti kebenarannya. Majelis hakim
berpendapat bahwa kedamaian dan kerukunan rumah tangga sudah tidak
mungkin dibina dalam satu keluarga yang bahagia sesuai dengan surat ar-
89
Rum ayat 21 tentang tujuan membangun sebuah keluarga yang bahagia dan
saling cinta kasih dan menciderai maksud dalam undang-undang
perkawinan pasal 1 dan KHI pasal 3 bahwa tujuan perkawinan membentuk
keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Dan untuk menghindari
madharat yang lebih besar maka jalan perceraian dapat ditempuh, dengan
memperhatikan dalil dalam surat al-Baqarah ayat 227, yang artinya “dan
jika mereka (suami) berketetapan hati untuk menjatuhkan talak,
sesungguhnya Allah maha Mendangar lagi Maha Mengetahui”.
Bahwa perceraian yang diajukan atas atas kehendak suami, isteri telah
ba’da duhkul, dan isteri tidak dikategotikan nusyuz, dikarenakan
kepulangan isteri ke rumah orang tuanya diantarkan oleh suaminya. Oleh
karena itu Majelis hakim berhak membebani suami untuk memberikan
nafkah iddah dan mut’ah. Landasan yang dijadikan dasar mejelis hakim
tertuang dalam KHI pasal 149 huruf (a) dan (b) bahwa “bilamana
perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib: a. Memberikan
mut`ah yang layak kepada bekas isterinya, baik berupa uang atau benda,
kecuali bekas isteri tersebut qobla al dukhul; b. Memberi nafkah, maskan
dan kiswah kepada bekas isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri
telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil”.
Dan Hal ini sesuai dengan nash-nash dalam al-Quran yang tertuang
dalam surat al-Talaq ayat 6 dan al-Baqarah ayat 241 seta riwayat sebuah
hadits oleh Ahmad dan Nasa’i yang menyatakan kewajiban suami
memberikan nafkah iddah yang masih ada hak untuk merujuknya.
90
Bahwa Majelis hakim membebankan nafkah iddah sebesar Rp.
1.500.000,00 selama 3 bulan dan mut’ah sebesar Rp. 1.000.000,00. Majelis
hakim mempertimbangkan kemampuan dan kepatutan oleh karena suami
bekerja sebagai karyawan di Pabrik, maka dengan membebankan nafkah
iddah dan mut’ah besaran tersebut sudah di anggap layak dan patut untuk
menyesuaikan dengan UMR. Dan untuk nafkah hadhanah majelis hakim
menetapkan sebesar Rp. 500.000,00 karena tidak adanya titik temu antara
suami isteri tersebut, dengan mempertimbangkan kemampuan dan
kepatutan.
Dari penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah diatas, menurut penulis
hakim dalam menetapkan kadar nafkah iddah dan mut’ah didasarkan
ketentuan dalam undang-undang perkawinan dalam pasal 41 huruf (c)
bahwa “pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban
bagi bekas suami”. Karena pihak isteri tidak menuntut nafkah iddah
maupun mut’ah maka majelis hakim menggunakan hak ex oficio yang
tertujuan untuk menjaga kesejahteraan kehidupan isteri pasca perceraian.
Dengan merujuk kewajiban suami akibat talak yang terdapat dalam KHI
pasal 149 huruf (a) dan (b).
Mengenai besar kadar nafkah iddah maupun mut’ah yang dibebebankan
terhadap suami, majelis hakim telah mempertimbangkan keadaaan suami,
dimana telah disesuaikan dengan kemampuan suami yang bekerja sebagai
karyawan pabrik dengan penghasilan sesuai dengan UMR. Hal tersebut
91
telah sesuai dengan dasar hukum penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah
yang tertuang dalam KHI pasal 80 dan pasal 160, dimana disesuaikan
dengan penghasilan suami serta sesuai kepatutan dan kemampuan suami.
Dan sesuai dalam ketentuan yang terdapat dalam nash al-Quran yang
tertuang dalam surat at-Talaq ayat 7 dan al-Baqarah ayat 236, bahwa
penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah berdasarkan kemampuan, dan
pemberian menurut yang patut.
4. Putusan Nomor 1258/ Pdt.G/ 2016/ PA.Sal
Dalam perkara ini diketahui bahwa fakta sebagai berikut:
Bahwa rumah tangga antara suami isteri tersebut telah pecah dan tidak
ada harapan untuk rukun kembali sebagai suami isteri lagi. Dan apabila
perkawinan tersebut tetap dipertahankan maka tujuan membangun keluarga
yang bahagia, sesuai dengan surat ar-Rum ayat 21 tidak akan terwujud. Oleh
karenanya sesuai dengan kaidah ushul untuk menghindari timbulnya
kerusakan dalam rumah tangga lebih didahulukan daripada menarik
kemaslahatan yang berbunyi: “meninggalkan kerusakan itu lebih utama
daripada mengambil kemaslahatan”
Bahwa isteri tidak terbukti nusyuz dan isteri telah dikaruniai 4 orang
anak artinya bahwa isteri telah ba’da dukhul. Maka sesuai dengan ketentuan
KHI pasal 149 huruf (a) dan (b) bahwa “bilamana perkawinan putus karena
talak, maka bekas suami wajib: a. Memberikan mut`ah yang layak kepada
bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut
qobla al dukhul; b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas
92
isteri selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in
atau nusyur dan dalam keadaan tidak hamil”. Bahwa keadaan isteri dalam
ketentuan pasal tersebut wajib diberikan nafkah iddah maupun mut’ah dan
menjadi dasar hakim menentukan kewajiban suami atas nafkah iddah dan
mut’ah kepada mantan isterinya. Dan sesuai dengan ketentuan dalam firman
Allah yang tertuang dalam surat at-Talaq ayat 6 dan surat al-Baqarah ayat
241 serta sebuah hadits riwayat Ahmad dan Nasa’i bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Kepadanya, perempuan-perempuan yang berhak mengambil
nafkah dan rumah kediaman dari bekas suaminya itu, apabila bekas
suaminya berhak rujuk kepadanya”.
Bahwa dari pihak isteri tidak menuntut kepada suaminya terhadap hak
nafkah iddah maupun mut’ahnya. Dan oleh karenanya untuk melindungi
kehidupan yang layak kepada isteri sebagai bekas isteri Pegawai Negeri
Sipil yang mana dapat dipandang sebagai orang yang mampu dari segi
ekonomi. Maka hakim membebankan kepada suami untuk memberikan
kepada isterinya berupa nafkah iddah selama tiga bulan, setiap bulan
sebesar Rp. 2.000.000,00 apabila ditotal berjumlah Rp. 6.000.000,00. Dan
untuk pembebanan mut’ah Majelis Hakim merujuk dengan pakar hukum
Islam Penulis Kitab Al ahwalus Syahsyiyyah dalam halaman 334 yang
menyatakan: “apabila terjadi talak sesudah dukhul tanpa kerelaan isteri,
hendaklah bagi isteri diberi muth’ah selama satu tahun setelah masa
iddahnya”. Maka dari doktrin ini pemberian mut’ah berupa nafkah selama
12 bulan, yang mana nafkah iddah setiap bulannya sebesar Rp. 2.000.000,00
93
maka mut’ahnya adalah Rp. 2.000.000,00 x 12 bulan= Rp. 24.000.000,00.
Selain nafkah iddah dan mut’ah suami juga berkewajiban memberikan
nafkah terhadap 4 anaknya yang mana besar nafkah yang harus diberikan
kepada keempat anak sebesar Rp. 2.000.000,00 setiap bulan hingga anak
dewasa.
Hal yang menjadi acuan hakim dalam menetapkan kewajiban suami
untuk memberikan nafkah iddah dan mut’ah kepada mantan isterinya,
tertuang dalam undang-undang perkawinan pasal 41 huruf (c) menyebutkan
bahwa “pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk
memberikan biaya penghidupan dan/atau menentukan suatu kewajiban
bagi bekas suami”. Meskipun isteri tidak menuntut atas nafkah iddah dan
mut’ah, namun hakim mempunyai hak ex officio yang terkandung didalam
pasal tersebut, dimana hakim berhak membebankan kewajiban terhadap
suami untuk memberikan biaya penghidupan seperti halnya nafkah iddah
dan mut’ah kepada mantan isterinya. Dan menurut ketentuan tersebut hakim
dalam menetapkan kewajiban nafkah iddah dan mut’ah telah sesuai dan
tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Majelis Hakim dalam hal pembebanan kewajiban terhadap suami atas
nafkah iddah, mut’ah maupun hadhanah menurut penulis sudah memenuhi
syarat asas kelayakan dan kepatutan. Bahwa apabila dilihat dari penghasilan
suami sebagai PNS maka kadar yang dibebankan telah memenuhi
kemampuan suami. Dan telah sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam
94
KHI pasal 80 dan pasal 160 serta dalam nash al-Quran dalam surat at-Talaq
ayat 7 dan surat al-Baqarah ayat 236.
Dari keseluruhan putusan yang dipaparkan diatas dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa, tinjauan Undang-undang Perkawinan dan Hukum Islam
mengenai putusan Hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap penetapan kadar
nafkah iddah dan mut’ah pada cerai talak telah sesuai dengan hukum yang
berlaku. Hal tersebut dibuktikan dengan penerapan hak ex officio oleh hakim
dalam Undang-undang Perkawinan pasal 41 huruf (c) bahwa “pengadilan
dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan
dan/atau menentukan suatu kewajiban bagi bekas suami”. Hakim dapat
mewajibkan terhadap suami meskipun isteri tidak menuntut apapun terhadap
nafkah iddah maupun mut’ah. Kewajiban tersebut merupakan akibat talak yang
dijatuhkan oleh suami terhadap mantan isterinya, berdasakan dalam ketentuan
KHI pasal 149 huruf (a) dan (b) bahwa “bilamana perkawinan putus karena
talak, maka bekas suami wajib: a. Memberikan mut`ah yang layak kepada
bekas isterinya, baik berupa uang atau benda, kecuali bekas isteri tersebut
qobla al dukhul; b. Memberi nafkah, maskan dan kiswah kepada bekas isteri
selama dalam iddah, kecuali bekas isteri telah dijatuhi talak ba’in atau nusyur
dan dalam keadaan tidak hamil”. Hakim dapat menjatuhkan putusan bahwa
tidak ada nafkah iddah bagi isteri dengan mempertimbangkan kenusyuzan isteri
yang terkandung dalam KHI pasal 152 bahwa “bekas isteri berhak
mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya kecuali ia nusyuz”. Landasan
95
hukum yang digunakan hakim dalam menenetapkan kewajiban nafkah iddah
dan mut’ah terdapat dalam al-Quran dan Hadits, yaitu terdapat dalam surat at-
Talaq ayat 6 dan al-Baqarah ayat 241, serta riwayat hadits oleh Ahmad dan
Nasa’i yang menyatakan kewajiban suami memberikan nafkah iddah yang
masih ada hak untuk merujuknya.
Setelah menentukan kewajiban atas nafkah iddah dan mut’ah, hakim dalam
menentukan besar kadar yang ditanggung oleh suami, berdasarkan kemampuan
suami, yaitu sesuai dengan ketentuan KHI pasal 80 dan 160 serta dalam al-
Quran surat at-Talaq ayat 7 dan al-Baqarah ayat 236. Dan dalam keadaan
tertentu, melihat konsisi kemampuan suami, hakim dalam menetapkan kadar
mut’ah berdasarkan pendapat pakar hukum Islam penulis Kitab al ahwalus
syahsyiyyah, terdapat di halaman 334 dalam menetapkan mut’ah yang
menyatakan: “apabila terjadi talak sesudah dukhul tanpa kerelaan isteri,
hendaklah bagi isteri diberi muth’ah selama satu tahun setelah masa
iddahnya”. Menurut hemat penulis, hakim dalam mempertimbangkan
penetapan kadar mut’ah mengutip mendapat ahli hukum tersebut, melihat
sesuai kemampuan suami. Apabila suami dianggap mampu maka hakim akan
membebankan kewajiban mut’ah dengan memberikan nafkah selama satu tahun
lamanya. Apabila pihak suami dianggap tidak mampu maka disesuaikan dengan
kemampuannya.
Dari keempat sample yang penulis diteliti dapat disimpulkan bahwa
penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah, hakim dalam pertimbangannya
sangat erat hubungannya dengan kondisi suami. Hal tersebut menunjukkan
96
adanya korelasi antara pekerjaan suami dengan penetapan kadar nafkah iddah
dan mut’ah oleh hakim Pengadilan Agama Salatiga. Untuk memperjelas
penjelasan penulis, dapat dilihat tabel berikut:
Nomor Putusan Pekerjaan
Suami Tuntutan Isteri Keputusan Hakim
112/Pdt.G/2017/
PA.Sal
Penabuh Alat
Musik Gendang
Nafkah Iddah: Rp
3.000.000 dan Mut’ah:
Rp 5.000.000
Nafkah Iddah: Rp
2.000.000 dan
Mut’ah: Rp 1.000.000
668/Pdt.G/2016/
PA.Sal
ABK (Anak
Buah Kapal)
Nafkah Iddah: Rp
4.500.000 dan Mut’ah:
Rp 100.000.000
Nafkah iddah: Rp
4.500.000 dan
Mut’ah: Rp
18.000.000
608/Pdt.G/2017/
PA.Sal
Karyawan
Pabrik TIDAK ADA
Nafkah iddah: Rp
1.500.000 dan Mut’ah
Rp 1.000.000
1258/Pdt.G/2016/
PA.Sal PNS Dosen TIDAK ADA
Nafkah Iddah: Rp
6.000.000 dan
Mut’ah: Rp
24.000.000
97
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dikemukakan pada bab-bab sebelumnya, maka
penulis dapat menarik sebuah kesimpulan yang terkait dengan topik
pembahasan yaitu tentang Penetapan Kadar Nafkah Iddah dan Mut’ah oleh
Hakim pada Cerai Talak di Pengadilan Agama Salatiga (Studi Putusan Cerai
Talak Tahun 2017).
Diantaranya kesimpulannya adalah sebagai berikut:
1. Profil perkara cerai talak di Pengadilan Agama Salatiga yang putus pada
tahun 2017 berjumlah 263 putusan. Dari 263 putusan cerai talak, terdapat
26 putusan cerai talak yang didalamya terdapat penetapan kadar nafkah
iddah dan atau mut’ah. Dan dari 263 putusan cerai talak tahun 2017 terdapat
237 putusan yang diputus secara verstek, dan didalamnya tidak terdapat
penetapan kadar nafkah iddah maupun mut’ah.
2. Alasan yang menjadi pertimbangan Hakim di Pengadilan Agama Salatiga
dalam menetapkan kadar nafkah iddah dan mut’ah pada cerai talak adalah
(a) adanya kesepakatan antara kedua belah pihak, (b) kemampuan suami
dilihat dari penghasilannya, didasarkan pada asas kelayakan dan kepatutan,
(c) kesanggupan/ kesadaran suami untuk memenuhi kewajiban nafkah
iddah maupun mut’ah sebagai akibat perceraian, (d) biaya hidup keseharian
yang biasa dibelanjakan semasa masih berkeluarga, (e) tuntutan isteri
terhadap suami, (f) lamanya perkawinan atau lamanya pengabdian isteri
98
terhadap suami, dan (g) pemberian mut’ah berupa nafkah selama 12 (dua
belas) bulan, hal tersebut didasarkan pada pendapat ahli hukum Islam
Wahbah al-Zuhaili Penulis Kitab al ahwalus syahsyiyyah dalam halaman
334.
3. Tinjauan Undang-undang Perkawinan dan Hukum Islam mengenai putusan
Hakim Pengadilan Agama Salatiga terhadap penetapan kadar nafkah iddah
dan mut’ah pada cerai talak telah sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal
tersebut dibuktikan penerapan hak ex officio oleh hakim dalam pasal 41
huruf (c) Undang-undang Perkawinan. Dalam melaksanakan hak-haknya
hakim berlandaskan dalam KHI pasal 149 huruf (a) dan (b), serta sesuai
dengan ketentuan didalam al-Quran dan Hadits. Penetapan kadar nafkah
iddah dan mut’ah dalam hal ini hakim menitik beratkan pada kemampuan
suami sebagai acuan utama, dan ini sesuai dengan keterangan didalam KHI
pasal 80 ayat (4) huruf (a) dan pasal 160 serta sesuai dalam keterangan al-
Quran surat at-Talaq ayat 7 dan al-Baqarah ayat 236.
B. Saran
1. Bagi lembaga Pengadilan Agama khususnya di Kota Salatiga diharapkan
untuk selalu mengawasi tentang pemberian kewajiban bekas suami pasca
terjadinya perceraian pada saat pemberian nafkah iddah dan mut’ah
diberikan diluar persidangan. Meskipun mantan isteri dapat mengajukan
eksekusi terhadap kewajiban nafkah iddah dan mut’ah yang lalai diberikan
kepada mantan suaminya, namun alangkah lebih baik apabila lah tersebut
99
bisa dicegah dengan pemberian nafkah iddah dan mut’ah saat masih
dipersidangan.
2. Bagi bekas suami yang mengajukan perkara cerai talak diharapkan untuk
memperhatikan kehidupan mantan isteri yang layak dan sejahtera setelah
terjadinya perceraian, dengan memenuhi kewajibannya memberikan nafkah
iddah dan mut’ah.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. Hukum Perdata Islam Indonesia. Jakarta Sinar: Grafika.
2006
Azzam, A.A.M dan Hawwas A.W.S. Fiqh Munakahat : Khitbah, Nikah, dan
Talak. Jakarta: AMZAH. 2009
Basyir, Ahmad Azhar. Hukum Perkawinan Islam. Yogyakarta:
Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia. 1996
Chudlori, M. Yusuf. Baiti Jannati: Sudahkah Keluarga Anda Sakinah?.
Bandung: Marja. 2012
Depertemen Agama Republik Indonesia. Ilmu Fiqh II. Jakarta: Proyek
Pembinaan PTA/IAIN di Jakarta Dirjen Bimbingan Islam. 1985
Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam. Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar
Baru Van Hoeve. 1994
Emzir. Analisis Data: Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali
Pers. 2011
Fachruddin. Ensiklopedia Al-Qur’an- Jilid I (A-L). Jakarta: PT RINEKA
CIPTA. 1992
Hasan, Ali. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: Siraja.
2006
Leter, M. Tuntunan Rumah Tangga Muslim dan Keluarga Berencana.
Padang: Angkasa Raya. 1985
Mardani. Hukum Perkawinan Islam di Dunia Islam Modern. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2011
101
Mujahidin, Ahmad. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama. Bogor:
Ghalia Indonesia. 2014
Musthofa. Kepaniteraan Peradilan Agama. Jakarta: Kencana. 2005
Nuruddin, Amiur dan Tarigan, AA. Hukum Perdata Islam di Indonesia:
Studi Kritis Perkembangan Hukum Islam dari Fikih, UU NO.
1/1974 sampai KHI. Jakarta: Kencana. 2006
Sabiq, Sayyid. Fikih Sunnah 7 Al-Fiqh Al-Sunnah. Terjemahan oleh Drs.
Mohammad Thalib. Bandung: PT. Alma’arif. 1981
--------------- Fikih Sunnah 8 Al-Fiqh Al-Sunnah. Terjemahan oleh Drs.
Mohammad Thalib. Bandung: PT. Alma’arif. 1994
Soimin, Soedharyo. Hukum Orang dan Keluarga: Prespektif Hukum
Barat/BW, Hukum Islam, dan Hukum Adat. Jakarta: Sinar Grafika.
2004
Sudarsono. Hukum Kekeluargaan Nasional. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
1991
Tihami, dan Sohari Sahrani. Fikih Munakahat: Kajian Fikih Nikah
Lengkap. Jakarta: Rajawali Pers. 2009
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka. 2007
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:
Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Peraturan Pemerintah RI No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-
undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Impres No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)
102
INTERNET:
http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Agama (Diakses pada hari kamis,
tanggal 5 Oktober 2017)
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Bagaimana proses penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah di Pengadilan Agama
Salatiga?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah di
Pengadilan Agama Salatiga?
3. Apakah tuntutan isteri dapat mempengaruhi penetapan kadar nafkah iddah dan mut’ah di
Pengadilan Agama Salatiga?
4. Dilihat dari pekerjaan suami, apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam penetapan
kadar iddah dan mut’ah di Pengadilan Agama Salatiga?
5. Apabila dalam proses persidangan didapatkan kesepakatan antara suami isteri dalam hal
nafkah iddah dan mut’ah, apakah hal tersebut dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam
menetapkan putusan? Dan bagaimana apabila tidak terjadi kesepakatan antara keduanya?
6. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan isteri wajib mendapatkan nafkah iddah dan
mut’ah dan bagaimana landasan hukumnya?
7. Bagaimana apabila isteri tidak menutut apapun kepada suami yang akan menceraikannya?
8. Apakah lama pengabdian isteri terhadap suaminya menjadi salah satu faktor yang menjadi
pertimbangan hakim di di Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan kadar nafkah iddah
dan mut’ah?
9. Siapakah yang menjadi rujukan hakim di Pengadilan Agama Salatiga dalam menetapkan
kadar mut’ah, dimana penetapannya diperoleh dari nafkah iddah yang dikalikan selama
satu tahun / 12 bulan? Dan bagaimana landasan hukumnya?
10. Apa yang menjadi faktor perbedaan dalam pengambilan putusan penetapan kadar mut’ah
dimana sebagain menggunakan rumus nafkah iddah dikali 12 bulan (satu tahun) dan ada
yang tidak menggunakan rumus tersebut?
11. Apakah perkara cerai talak yang masuk di Pengadilan Agama Salatiga hanyalah perkara
cerai talak raj’i?
12. Dari beberapa putusan terdapat perbedaan dimana ada beberapa putusan yang mewajibkan
suami untuk membayarkan nafkah iddah dan mut’ah sekaligus, namun juga ada yang hanya
mewajibkan mut’ah saja tanpa kewajiban membayar nafkah iddah? Bagaimana hal tersebut
bisa terjadi dan bagaimana landasan hukumnya?
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 3 dari 22 halaman
P U T U S A N
Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal.
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara tertentu
pada tingkat pertama dalam sidang majelis telah menjatuhkan putusan perkara
permohonan cerai talak antara :
PEMOHON, umur 37 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, pendidikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas, alamat ---, Kota Salatiga, dalam hal ini memberikan
kuasa khusus kepada BAYU ADI SUSETYO, SH dan Rekan,
Advokat/Penasehat Hukum yang berkantor di Jl. Imam Bonjol No. 23
A, Salatiga berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 10 Januari 2017,
sebagai Pemohon ;
m e l a w a n
TERMOHON, umur 42 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, pendidikan Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas, alamat ---, Kota Salatiga, dalam hal ini memberikan
kuasa khusus kepada ARI CITRA KURNIAWAN, SH., MH., HENI DWI
ANGGREANI, SH., MH. dan MUCHIBUR ROHMAN, SHI., Advokat
yang berkantor di Perumsat Karang Pete No. 31, Tinggkir, Salatiga,
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 04 Februari 2017, sebagai
Termohon ;
Pengadilan Agama tersebut ;
Telah mempelajari surat-surat yang berkaitan dengan perkara ini ;
Telah mendengar keterangan Pemohon dan Termohon serta memeriksa semua alat
bukti di muka sidang ;
DUDUK PERKARA
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 4 dari 22 halaman
Menimbang, bahwa Pemohon dalam surat permohonannya tanggal 18
Januari 2017 telah mengajukan permohonan izin untuk menceraikan Termohon
yang telah didaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Salatiga, dengan register
perkara Nomor 112/Pdt.G/2017/PA.Sal, tanggal 18 Januari 2017 dengan dalil-
dalil sebagai berikut :
1. Bahwa PEMOHON telah menikah dengan TERMOHON pada hari Sabtu, tanggal 9
Juni 2012 di hadapan Pejabat K.U.A ---, Kota Salatiga sebagaimana tersebut dalam
Kutipan Akta Nikah No. --- yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama K.U.A ---,
Kota Salatiga, tertanggal 12 Juni 2012;
2. Bahwa setelah akad nikah antara PEMOHON dan TERMOHON telah kumpul baik (
ba’da dukhul ) dengan tinggal bersama di rumah PEMOHON di --- selama ± 4 (empat)
tahun, namun dalam perkawinan belum dikarunia seorang anakpun ;
3. Bahwa rumah tangga yang baik itu sekarang sudah tidak dapat dipertahankan lagi,
karena mulai bulan Januari 2014 dalam kehidupan rumah tangga antara PEMOHON
dan TERMOHON sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang
sulit untuk dapat didamaikan lagi ;
4. Bahwa perselisihan dan pertengkaran terus menerus yang terjadi antara PEMOHON
dan TERMOHON itu disebabkan karena :
- Termohon bersifat emosional, marah-marah tanpa adanya sebab yang
jelas ;
- Termohon sering pergi untuk beberapa hari lamanya dan baru pulang
setelah Pemohon mencarinya ;
- Termohon telah menjalin hubungan cinta dengan laki-laki lain ;
5. Bahwa demi keutuhan rumah tangga PEMOHON sudah seringkali menasehati
TERMOHON, tidak marah-marah tanpa adanya sebab yang jelas, dapat menghargai
PEMOHON sebagai seorang suami serta dapat mengakhiri hubungan cintanya
dengan laki-laki lain tersebut, namun usaha tersebut tidak berhasil justru timbul
pertengkaran terus menerus ;
6. Bahwa akibat dari pertengkaran yang terus menerus itu terjadi pada bulan
September 2016 yaitu TERMOHON telah pergi meninggalkan kediaman bersama
tanpa seijin PEMOHON selaku suami dan pulang kerumah orang tuanya di --- sampai
sekarang tidak pernah kembali, sehingga sampai permohonan cerai talak ini diajukan
antara PEMOHON dan TERMOHON telah dalam keadaan pisah rumah ± 4 ( empat
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 5 dari 22 halaman
) bulan lamanya dan selama itu pula tidak ada komunikasi yang baik diantara
keduanya ;
7. Bahwa atas kejadian tersebut PEMOHON selaku suami sudah berusaha menemui
TERMOHON guna mengajak kembali kediaman bersama untuk membina rumah
tangga namun selalu menolak ajakan PEMOHON tersebut ;
8. Bahwa dengan demikian maka rumah tangga PEMOHON dan TERMOHON telah
rusak dan pecah sehingga tujuan membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah
warrohmah tidak mungkin terwujud karena TERMOHON selaku isteri telah sengaja
tidak taat tidak kepada suaminya sehingga jalan terbaik bagi PEMOHON adalah
menjatuhkan talak dan sesuai dengan pasal 39 ayat 2 UU. No.1/1974 jo pasal 19
huruf f PP. N0. 9/1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam telah cukup alasan
bagi PEMOHON untuk mengajukan permohonan cerai talak ini melalui Pengadilan
Agama Salatiga ;
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas sudilah kiranya Pengadilan Agama Salatiga cq
Majelis Hakim yang memeriksa perkara berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut
:
PRIMER :
1. Menerima dan mengabulkan Permohonan PEMOHON untuk seluruhnya ;
2. Menetapkan memberi ijin kepada PEMOHON (PEMOHON) untuk menjatuhkan talak
terhadap TERMOHON (TERMOHON) dihadapan sidang Pengadilan Agama Salatiga
;
3. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada PEMOHON ;
SUBSIDER :
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya ;
Bahwa pada hari sidang yang ditetapkan Pemohon dan Termohon masing-
masing hadir menghadap di persidangan, dalam upaya perdamaian Ketua Majelis
memerintahkan kedua pihak untuk melaksanakan mediasi, kemudian Pemohon dan
Termohon melaksanakan mediasi dengan didampingi mediator Drs. MOCH. RUSDI,
MH., Hakim Pengadilan Agama Salatiga, akan tetapi dalam mediasi tersebut tidak
berhasil mendamaikan kedua pihak yang berperkara ;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 6 dari 22 halaman
Bahwa karena mediasi tidak berhasil selanjutnya proses pemeriksaan perkara ini
dimulai dengan membacakan surat permohonan Pemohon yang isinya tetap
dipertahankan oleh Pemohon ;
Bahwa terhadap permohonan perceraian Pemohon tersebut Termohon telah
memberikan jawaban yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Dalam Konpensi :
1.1. Termohon menolak semua dalil permohonan Pemohon, kecuali yang
diakuia secara tegas ;
1.2. Bahwa alasan dan tuduhan Pemohon tidak benar, dimana Termohon tidak
pernah pergi untuk beberapa hari lamanya karena Termohon setiap
pulang kerja selalu pulang ke rumah orang tua Pemohon, kalaupun
Termohon pergi ke rumah orang tua Termohon selalu dengan
sepengetahuan dan seijin Pemohon;
1.3. Bahwa tidak bersifat emosional, apalagi marah-marah, bahkan Pemohon
selingkuh dengan beberapa wanita lain, bahkan pernah mengajak wanita
tersebut ke rumah Termohon hanya diam saja ;
1.4. Bahwa tuduhan Termohon menjalin hubungan dengan laki-laki lain adalah
fitnah yang sangat kejam dan Pemohon telah memutar balikkan fakta,
dimana Pemohon berulangkali berselingkuh, dan jujur saja bahwa dahulu
Termohon adalah wanita selingkuhannya saat Pemohon masih
mempunyai istri dari pernikahan pertama, dimana setelah mengetahui
Pemohon mempunyai istri Termohon mundur tidak mau menjalin
hubungan dengan Pemohon, namun Pemohon terus membujuk dan
merayu Termohon untuk menikah sampai menceraikan istri yang pertama,
hingga akhirnya Termohon mengalami hal yang sama, dimana Pemohon
selingkuh dan sampai membawa wanita tersebut ke rumah orang tua
Pemohon, miirisnya lagi, orang tua Pemohon hanya diam saja bahkan
menyalahkan Termohon karena belum mempunyai anak ;
1.5. Bahwa Termohon tidak pergi begitu saja dari rumah orang tua Pemohon,
dimana Pemohon telah mengusir Termohon, bahkan keesokan harinya
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 7 dari 22 halaman
Termohon kembali ke rumah orang tua Pemohon semua barang-barang
termasuk baju Termohon sudah berada di luar rumah ;
1.6. Bahwa Termohon tetap akan mempertahankan rumah tangga Termohon
dan keberatan atas perceraian yang dijukan Pemohon karena Termohon
tidak bersalah melakukan apa yang dituduhkan Pemohon ;
2. Dalam Rekonpensi :
2.1. Bahwa Pemohon dalam konpensi mohon disebut sebagai Tergugat
Rekonpensi, sedangkan Termohon Konpensi mohon disebut sebagai
Penggugat Rekonpensi ;
2.2. Bahwa Penggugat Rekonpensi mohon segala sesuatu yang termuat
dalam konpensi mohon dibaca kembali dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari rekonpensi ini ;
2.3. Bahwa Tergugat Rekonpensi tidak memberikan nafkah kepada
Penggugat Rekonpensi sejak Januari 2015, yaitu sejak perselingkuhan
Tergugat Rekonpensi sampai dengan Penggugat Rekonpensi diusir dari
rumah ;
2.4. Bahwa Penggugat Rekonpensi selaku istri yang akan diceraikan suami
menuntut :
- Nafkah lowong 24 bulan x Rp 1.000.000,00 = Rp 24.000.000,00
- Nafkah iddah 3 x Rp 1.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
- Mut’ah = Rp 5.000.000,00
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas sudilah kiranya Pengadilan Agama alatiga berkenan
memberi keputusan sebagai berikut :
1. Dalam konpensi :
1.1. Menolak gugatan Pemohon untuk seluruhnya ;
1.2. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara ;
2. Dalam Rekonpensi :
2.1. Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi untuk
seluruhnya;
2.2. Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk membayar :
- Nafkah lowong 24 bulan x Rp 1.000.000,00 = Rp 24.000.000,00
- Nafkah iddah 3 x Rp 1.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 8 dari 22 halaman
- Mut’ah = Rp 5.000.000,00
2.3. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan peraturan yang berlaku ;
A T A U :
Memberi keputusan lain yang adil dan bijaksana ;
Bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut Pemohon menyampaikan replik
yang pada pokoknya disimpulkan sebagai berikut :
1. Dalam Konpensi :
1.1. Pemohon tetap pada dalil-dalil semula dan menolak seluruh dalil-dalil
jawaban Termohon, kecuali yang diakui secara tegas kebenarannya
dalam replik ini ;
1.2. Bahwa terhadap jawaban Termohon angka 1.3 Pemohon menolak, bahwa
dasar atau dalil permohonan Pemohon bukan yang mengada-ada, namun
merupakan hal yang senyatanya dalam rumah tangga Pemohon dan
Termohon ;
1.3. Bahwa dalil jawaban Termohon angka 1.3 tidak benar dan Pemohon
menolak karena senyatanya Pemohon tidak pernah berselingkuh dengan
wanita lain ;
1.4. Bahwa Pemohon menolak dalil jawaban Termohon angka 1.4, karena dari
awal pertama bertemu dengan Termohon, Pemohon memiliki rasa cinta
dan ingin hidup bersama dengan ikatan perkawinan, namun setelah
berumah tangga ternyata Termohon meninggalkan kediaman bersama
tanpa seijin Pemohon ;
1.5. Bahwa Pemohon menolak dalil jawaban Termohon angka 1.5, hal inilah
yang menyebabkan Pemohon menceraikan Termohon, diantaranya :
keluar rumah tanpa izin suami, istri ditetapkan oleh Islam menjadi wakil
suami mengurus rumah tangga, karena itu bilamana ia meninggalkan
rumah harus mendapatkan izin suaminya, bila tidak minta izin dan keluar
rumah I dengan kemauannya sendiri maka ia melanggar kewajibannya,
berarti durhaka terhadap suami ;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 9 dari 22 halaman
1.6. Bahwa perbuatan sebagaimana tersebut di atas dapat dikategorikan
seorang istri yang nusuz, yaitu tidak melaksanakan perintah suami dalam
batas tertentu, keluar rumah tanpa izin suami ;
1.7. Bahwa sangat wajar Pemohon megajukan permohonan cerai talak
terhadap Termohon sebagai jala terakhir setelah Pemohon berulangkali
menasehati dan menegur sikap Termohon, serta berulangkali menemui
dan mengajak Termohon kembali ke rumah kediaman bersama namun
Termohon selalu menolak ;
1.8. Bahwa dengan demikain umah tangga Pemohon dan Termohon sudah
tidak dapat diperbaiki atau dipersatukan kembali, bila dipaksakan akan
membawa dampak yang tidak baik bagi Pemohon dan Termohon ;
2. Dalam Rekonpensi :
2.1. Bahwa dalam rekonpensi ini Termohon mohon disebut sebagai
Penggugat Rekonpensi dan Pemohon disebut sebagai Tergugat
Rekonpensi ;
2.2. Bahwa Tergugat Rekonpensi menolak seluruh dalil-dalil gugatan
rekonpensi Penggugat Rekonpensi, dan Tergugat Rekonpensi
menanggapi sebagai berikut :
2.2.1. Tergugat Rekonpensi menolak dan keberatan dengan tuntutan
nafkah lowong dari Penggugat Rekonpensi, karena selama hidup
berdsama Tergugat Rekonpsi tidak pernah lalai dalam memberikan
nafkah kepada Penggugat Rekonpensi ;
2.2.2. Bahwa untuk nafkah iddah Tergugat Rekonpensi menolak dan tidak
akan memerikan, Pasal 152 Kompialsi Hukum Islam menerangkan
“Bekas istri berhak mendapatkan nafkah iddah dari bekas suaminya
kecuali ia nusyuz”, Penggugat Rekonpensi temasuk istri yang
nusyuz, dimana Penggugat Rekonpensi telah menjalin hubungan
cinta dengan laki-laki lain dan sering pergi tanpa sepengetahuan
dan seijin Tergugat Rekonpensi sebagai suami, tidak taat terhadap
suami, yaitu tidak pernah bersedia untuk diajak kembali ke
kediaman bersama untk membina rumah tangga kembali, sehingga
dikategorikan seorang istri yang nusyuz;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 10 dari 22 halaman
2.2.3. Bahwa karena Tergugat Rekonpensi hanya berprofesi sebagai
penabuh alat musik gendang dengan penghasilan setiap bulan
kurang lebih 1 juta rupiah maka Tergugat Rekonpensi akan
memberikan kepada Penggugat Rekonpensi mut’ah berupa uang
sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) ;
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas sudilah kiranya Majelis Hakim yang perkara ini
berkenan mnjatuhkan putusan sebagai berikut :
1. Dalam konpensi :
1. Mengabulkan gugatan Pemohon untuk seluruhnya ;
2. Membebankan biaya perkara yang timbul dalam perkara ini kepada
Pemohon ;
2. Dalam Rekonpensi :
1. Menolak gugatan rekonpensi Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya ;
2. Menetapkan biaya perkara sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku ;
A T A U :
Menjatuhkan putusan lain yang seadil-adilnya (et aequo ex bono) ;
Bahwa terhadap replik Pemohon tersebut Termohon menyampaikan duplik yang
pada pokoknya disimpukan sebagai berikut :
1. Dalam Konpensi :
1.1. Termohon menolak semua dalil Pemohon dalam gugatan maupun
repliknya, kecuali yang diakui secara tegas kebenarannya ;
1.2. Bahwa terkait dengan perselingkuhan silahkan Pemohon menyangkal
karena hanya keluarga Pemohon dan Pemohon yang mengetahuinya,
bahkan keluarga Pemohon lebih membela Pemohon dan merestui
Pemohon menikah lagi, namun Allah tidak tidur dan Termohon sangat
yakin jika suatu hari nanti Pemohon akan mendapatkan balasan yang
setimpal, dan sampai kapanpun Termohon tidak pernah ikhlas dan
memaafkan pemohon ;
1.3. Bahwa Termohon tidak pergi begitu saja dari rumah orang tua Pemohon,
dimana Termohon telah diusir oleh Pemohon, bahkan ketika keesokan
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 11 dari 22 halaman
harinya Termohon kembali ke rumah orang tua Pemohon semua barang-
barang termasuk baju Termohon sudah ada di laur rumah ;
1.4. Bahwa Pemohon dalam repliknya 1.7 dalam kopensi adalah sama sekali
tidak benar, Pemohon sama sekali tidak pernah menjemput Termohon
apalagi mengajak Termohon untuk kembali ke rumah, bahkan Pemohon
sudah tidak perduli lagi dengan Termohon, namun demikian Termohon
tetap akan mempertahankan rumah tangga Termohon dan keberatan atas
perceraian yang diajukan Pemohon karena Termohon tidak bersalah dan
melakukan apa yang dituduhkan Pemohon ;
1.5. Bahwa Termohon tidak pergi begitu saja dari rumah orang tua Pemohon,
dimana Pemohon telah mengusir Termohon, bahkan keesokan harinya
Termohon kembali ke rumah orang tua Pemohon semua barang-barang
termasuk baju Termohon sudah berada di luar rumah ;
1.6. Bahwa Termohon tetap akan mempertahankan rumah tangga Termohon
dan keberatan atas perceraian yang dijukan Pemohon karena Termohon
tidak bersalah melakukan apa yang dituduhkan Pemohon ;
2. Dalam Rekonpensi :
2.1. Bahwa Penggugat Rekonpensi mohon segala sesuatu yang termuat
dalam konpensi dibaca kembali dan merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari rekonpensi ini ;
2.2. Bahwa Penggugat Rekonpensi menolak semua dalil-dalil pada replik
Tergugat Rekonpensi dan tetap pada jawaban Penggugat Rekonpensi ;
2.3. Bahwa Tergugat Rekonpensi tidak memberikan nafkah kepada
Penggugat Rekonpensi sejak Januari 2015, yaitu sejak perselingkuhan
Tergugat Rekonpensi sampai dengan Penggugat Rekonpensi diusir dari
rumah ;
2.4. Bahwa Penggugat Rekonpensi selaku istri yang akan diceraikan suami
menuntut :
- Nafkah lowong 24 bulan x Rp 1.000.000,00 = Rp 24.000.000,00
- Nafkah iddah 3 x Rp 1.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
- Mut’ah = Rp 5.000.000,00
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 12 dari 22 halaman
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas sudilah kiranya Pengadilan Agama alatiga berkenan
memberi keputusan sebagai berikut :
1. Dalam Konpensi :
1.1. Menolak gugatan Pemohon untuk seluruhnya ;
1.2. Menghukum Pemohon untuk membayar biaya perkara ;
2. Dalam Konpensi :
1.1.Menerima dan mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi untuk seluruhnya ;
1.2.Menetapkan biaya perkara sesuai dengan peraturan yang berlaku ;
A T A U :
Memberi keputusan lain yang adil dan bijaksana ;
Bahwa untuk menguatkan dalil-dalil permohonannya, Pemohon telah
mengajukan alat bukti surat berupa :
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Elektroniak atas nama Pemohon Nomor : ---,
tanggal 01 Maret 2012, telah dinassegelen dan sesuai dengan surat aslinya, bukti P.1
;
2. Fotokophi Kutipan Akta Nikah Nomor : ---, tanggal 12 Juni 2012 dari Kantor Urusan
Agama ---, Kota Salatiga, telah dinassegelen dan sesuai dengan surat aslinya, bukti
P.2 ;
Bahwa selain bukti surat dari Pemohon tersebut Majelis Hakim juga telah
mendengar keterangan saksi-saksi dari pihak keluarga Pemohon dan Termohon
bernama :
1. SAKSI I, umur 55 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, alamat ---, Kota Salatiga,
setelah bersumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi adalah ibu kandung Pemohon, Pemohon sudah menikah
dengan Termohon yang berasal dari ---, mereka menikah pada bulan Juni
2012 ;
- Setelah menikah Pemohon dengan Termohon tinggal bersama di rumah
milik Pemohon selama 4 tahun, mereka belum dikaruniai anak ;
- Sepengetahuan saksi semula rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam
keadaan baik, akan tetapi sejak awal tahun 2014 rumah tangganya mulai
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 13 dari 22 halaman
tidak tentram yang disebabkan Termohon mnjalin hubungan cinta dengan
laki-laki lain sehingga hal tersebut meneybabkan Pemohon dengan
Termohon sering berselisih dan bertengkar, saksi pernah mendengar
pertengkaran Pemohon dengan Termohon ;
- Pemohon dengan Termohon sudah pisah rumah sejak bulan September
2016, hingga sekarang sudah selama 8 bulan, Termohon pulang ke rumah
orang tuanya dan Pemohon pulang ke rumah saksi ;
- Termohon pulang ke rumah orang tuanya sudah selama 1 tahun, selama
berpisah rumah Pemohon dengan Termohon tidak pernah saling
berkomunikasi, selama berpisah rumah saksi tidak pernah melihat
Pemohon menjemput Termohon ;
- Bahwa saksi sudah 3 kali datang ke rumah orang tua Termohon berusaha
merukunkan Pemohon dengan Termohon akan tetapi tidak berhasil,
Termohon mengatakan “ya memang sudah sampai di sini saja berjodoh
dengan Pemohon” ;
- Bahwa saksi tidak bersedia mendamaikan Pemohon dengan Termohon ;
2. SAKSI II, umur 29 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, alamat ---, Kota Salatiga,
setelah bersumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi sebagai
teman dekat Pemohon, Pemohon sudah menikah dengan Termohon yang
berasal dari ---, saksi tidak ingat secara pasti kapan mereka manikah, hanya
kira-kira sudah 5 tahun ;
- Setelah menikah Pemohon dengan Termohon tinggal bersama di rumah
milik Pemohon selama 4 tahun, mereka belum dikaruniai anak ;
- Sepengetahuan saksi semula rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam
keadaan baik, akan tetapi sejak bulan Januari 2014 rumah tangganya mulai
tidak tentram yang disebabkan Termohon menjalin hubungan cinta dengan
laki-laki lain yang bernama --- karena setiap pulang kerja sering dijemput
dan diboncengkan oleh ---, hal tersebut menyebabkan Pemohon dengan
Termohon sering berselisih dan bertengkar, saksi pernah mendengar
pertengkaran Pemohon dengan Termohon pas kebetulan bermain ke
rumah Pemohon ;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 14 dari 22 halaman
- Pemohon dengan Termohon sudah berpisah rumah, Termohon yang
meninggalkan kediaman bersama pulang ke rumah orang tuanya di ---
sudah sejak 7 bulan yang lalu ;
- Termohon pulang ke rumah orang tuanya sudah selama 1 tahun, selama
berpisah rumah Pemohon dengan Termohon tidak pernah saling
berkomunikasi, selama berpisah rumah saksi tidak pernah melihat
Termohon pulang ke rumah kediaman bersama ;
- Bahwa saksi sudah pernah menasehati Pemohon supaya rukun kembali
dengan Termohon akan tetapi tidak berhasil, pihak keluarga juga sudah
berusaha merukunkan keduanya akan tetapi juga tidak berhasil, Pemohon
juga pernah mempertemukan Termohon dengan --- akan tetapi Termohon
tetap tidak bersedia pulang ke rumah Pemohon ;
- Bahwa saksi tidak bersedia mendamaikan Pemohon dengan Termohon ;
3. SAKSI III, umur 62 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, alamat ---, Kota
Salatiga, setelah bersumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon karena saksi sebagai ibu kandung
Termohon, Pemohon menikah dengan Termohon namun saksi tidak ingat
secara pasti kapan mereka manikah, hanya kira-kira sudah 5 tahun ;
- Setelah menikah Pemohon dengan Termohon tinggal bersama di rumah
Pemohon di --- selama 4 tahun, mereka belum dikaruniai anak ;
- Sepengetahuan saksi semula rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam
keadaan baik, akan tetapi sudah sekitar 1 tahun lebih Termohon pulang ke
rumah saksi sendirian, setelah itu ibu kandung Pemohon dating ke umah
saksi dan mengatakan “ini Pemohon sedang ada cobaan, sering membawa
wanita lain ke rumah, daripada Termohon tinggal indekost biar di rumah sini
saja”; sejak saat itu Pemohon dengan Termohon berpisah rumah hingga
sekarang ;
- Termohon meninggalkan kediaman bersama karena di rumah Pemohon
tidak ditegur sapa (didiamkan), karena itu akhirnya Termohon pulang ke
rumah saksi hingga sekarang sudah selama 1 tahun lebih ;
- Selama berpisah rumah Pemohon dengan Termohon tidak pernah saling
berkomunikasi, selama berpisah rumah saksi tiak pernah melihat Pemohon
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 15 dari 22 halaman
datang menjemput Termohon, selama berpisah Pemohon tidak mengirim
atau memberi nafkah kepada Termohon ;
- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Pemohon dengan
Termohon akan tetapi tidak berhasil, saksi tidak bersedia mendamaikan
Pemohon dan Termohon ;
4. SAKSI IV, umur 61 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, alamat ---, Kabupaten
Semarang, setelah bersumpah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon karena saksi sebagai kakak sepupu
Termohon, Pemohon menikah dengan Termohon pada tahun 2012 ;
- Setelah menikah Pemohon dengan Termohon tinggal bersama di rumah Pemohon
di --- selama 4 tahun, mereka belum dikaruniai anak ;
- Sepengetahuan saksi semula rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam
keadaan baik, akan tetapi sudah 1 tahun hingga sekarang keduanya berpisah
tempat tinggal, Pemohon tetap tinggal di rumahnya sedang Termohon pulang ke
rumah orang tua Termohon di ---, saksi tidak pernah mengetahui pertengkaran
Pemohon dengan Termohon;
- Termohon menyampaikan kepada saksi bahwa Termohon pulang ke rumah
orang tuanya karena di rumah Pemohon tidak ditegur sapa (didiamkan) ;
- Termohon pulang ke rumah orang tuanya sudah selama 1 tahun, selama berpisah
rumah Pemohon dengan Termohon tidak pernah saling berkomunikasi, selama
berpisah rumah saksi tiak pernah melihat Pemohon datang menjemput Termohon
;
- Bahwa saksi pernah menasehati Pemohon supaya rukun kembali dengan
Termohon akan tetapi tidak berhasil, pihak keluarga juga sudah berusaha
mendamaikan Pemohon dengan Termohon namun juga tidak berhasil, saksi tidak
bersedia mendamaikan Pemohon dan Termohon ;
Bahwa sebelum menyampaikan kesimpulan pihak Kuasa Pemohon
menerangkan bahwa antara Pemohon dengan Termohon terjadi kesepakatan mengenai
tuntutan Termohon, bahwa Pemohon beredia untuk memberikan kepada Termohon
nafkah iddah sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan mut’ah berupa uang
sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) ;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 16 dari 22 halaman
Bahwa terhadap apa yang telah disampaikan oleh Kuasa Pemohon tersebut
pihak Kuasa Termohon membenarkan dan menyatakan dapat menerima ;
Bahwa selanjutnya Pemohon melalui Kuasanya menyampaikan kesimpulan
yang pada pokoknya tetap pada permohonannya semula, dan Kuasa Termohon juga
menyampaikan kesimpulannya menyatakan tidak keberatan diceraikan oleh Pemohon ;
Bahwa Pemohon dan Termohon menyatakan tidak menyampaikan keterangan
atau bukti lagi dan memohon diberikan keputusannya ;
Bahwa untuk mempersingkat uraian putusan ini, Majelis menunjuk kepada hal-
hal sebagaimana yang tercantum di dalam berita acara sidang yang untuk
seperlunya dianggap termuat dan menjadi bagian dari putusan ini ;
PERTIMBANGAN HUKUM
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah
telah diuraikan di muka ;
Menimbang, bahwa Kuasa Pemohon dan Termohon telah melengkapi
persyaratan untuk beracara sebagaimana dimaksud pasal 32 Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2003, karena itu Kuasa masing-masing berhak mewakili
Pemohon dan Termohon di persidangan ;
Menimbang, bahwa bukti P.1 yang berupa fotokopi Kartu Tanda Penduduk
atas nama Pemohon tidak dipertimbangkan karena bukti P.2 tersebut tidak
menimbulkan suatu akibat hukum terhadap perkara yang diajukan Pemohon ;
Menimbang, bahwa karena berdasarkan Jawaban Termohon dan
keterangan saksi-saksi Pemohon dan Termohon terbukti bahwa Termohon
bertempat tinggal di wilayah hukum Kompetensi Pengadilan Agama Salatiga,
maka permohonan Pemohon telah diajukan sesuai pasal 66 ayat (1) Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1989 yang telah diubah terakhir
dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, sehingga permohonan
pemohon dapat diterima untuk dipertimbangkan lebih lanjut ;
Menimbang, bahwa bukti P.2 yang berupa fotokopi Kutipan Akta Nikah
yang telah dibubuhi meterai cukup dan telah dicocokkan dengan surat aslinya
ternyata cocok, maka telah terbukti bahwa antara Pemohon dengan Termohon
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 17 dari 22 halaman
adalah suami istri yang menikah sesuai dengan Syari’at Islam dan belum pernah
bercerai, sehingga Pemohon mempunyai kedudukan hukum (legal standing)
dan berhak mengajukan perkara ini ;
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon masing-masing hadir menghadap
dalam persidangan, karena itu untuk upaya perdamaian sesuai dengan ketentuan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2016, perubahan dari Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 para pihak telah
melaksanakan mediasi dengan didampingi mediator Drs. MOCH. RUSDI, MH., Hakim
Pengadilan Agama Salatiga, akan tetapi dalam mediasi tersebut tidak berhasil
mendamaikan Pemohon dengan Termohon ;
Menimbang, bahwa pokok perkara ini adalah permohonan izin menjatuhkan ikrar
talak dengan alasan bahwa sejak bulan Januari 2014 dalam rumah tangga Pemohon
dengan Termohon sering terjadi perselisihan dan percekcokan yang disebabkan :
- Termohon bersifat emosional, marah-marah tanpa adanya sebab yang jelas ;
- Termohon sering pergi untuk beberapa hari lamanya dan baru pulang setelah
Pemohon mencarinya ;
- Termohon telah menjalin hubungan cinta dengan laki-laki lain ;
Pemohon sudah seringkali menasehati Termohon supaya tidak marah-marah, dapat
menghargai Pemohon sebagai suami serta dapat mengakhiri hubungan cintanya
dengan laki-laki lain tersebut namun tidak berhasil justru timbul pertengkaran terus
menerus, akibatnya pada bulan September 2016 Termohon meninggalkan kediaman
bersama tanpa seijin Pemohon pulang ke rumah orang tuanya sampai sekarang tidak
pernah kembali, akibatnya Pemohon dengan Termohon berpisah lebih kurang selama 4
bulan dan selama itu tidak ada komunikasi yang baik, Pemohon telah berusaha
menemui dan mengajak Termohon untuk kembali ke rumah kediaman bersama namun
Termohon menolak, dengan demikian ruamh tangga Pemohon dan Termohon telah
rusak dan pecah, Termohon selaku istri tidak taat kepada suaminya, sehingga jalan
terbaik bagi Pemohon adalah menjatuhkan talak sesuai dengan Pasal 39 ayat (2) UU.
No 1/1974 jo. Pasal 19 huruf (f) PP. No. 9/1975 jo. Pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum
Islam telah cukup alasan bagi Pemohon untuk mengajukan permohonan cerai talak ini
melalui Pengadilan Agama Salatiga ;
Menimbang, bahwa Termohon dalam jawabannya ternyata Termohon tidak
membantah dalil permohonan Pemohon mengenai telah terjadinya perselisihan dan
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 18 dari 22 halaman
pertengkaran antara Pemohon dengan Termohon, akan tetapi Termohon membantah
mengenai penyebab terjadinya perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dengan
Termohon, yakni Termohon tidak pernah pergi untuk beberapa hari karena kalau setiap
pulang kerja Termohon pulang ke rumah orang tua Pemohon, kalaupun Termohon
pulang ke rumah ke rumah orang tua selalu dengan sepengetahuan dan seijin Pemohon,
Termohon tidak emosional, apalagi marah-marah-marah, Pemohon selingkuh beberapa
kali bahkan mengajak wanita tersebut ke rumah Termohon hanya diam saja, tuduhan
Termohon menjalin hubungan cinta dengan laki-laki lain adalah fitnah, Pemohon
memutar balikkan fakta, dimana yang berulangkali selingkuh adalah Pemohon, dan jujur
saja, Termohon dulu juga selingkuhan Pemohon saat Pemohon memiliki istri pernikahan
pertama, mengetahui Pemohon mempunyai istri Termohon mundur, namun karena
Pemohon terus membujuk dan merayu kemudian Termohon menikah dengan Pemohon
sampai Pemohon menceraikan istrinya, hingga akhirnya hal tersebut sekarang
Termohon alami, dimana Pemohon berselingkuh dan membawa wanita tersebut ke
rumah orang tua Pemohon, sementara orang tua Pemohon diam saja bahkan
menyalahkan Termohon karena belum dikaruniai anak, Termohon tidak bergitu saja
pergi dari rumah orang tua Pemohon namun karena diusir Pemohon, keesokan harinya
ketika Termohon kembali barang-barang termasuk baju Termohon sudah ada di luar
rumah, meskipun begitu Termohon masih tetap akan memepertahankan rumah tangga
dan Termohon berkeberatan atas perceraian yang diajukan Pemohon ;
Menimbang, bahwa Termohon dalam repliknya menanggapi jawaban Termohon,
bahwa senyatanya Pemohon tidak pernah berselingkuh dengan wanita lain, Pemohon
hendak menceraikan Termohon adalah karena Termohon keluar rumah tanpa izin
Pemohon, dan Pemohon sudah berulangkali menemui dan mengajak Termohon
Termohon kembali ke rumah kediaman besama namun Termohon selalu menolak
ajakan Pemohon ;
Menimbang, bahwa Termohon dalam dupliknya pada pokoknya tetap pada
jawabannya semula, terkait dengan perselingkuhannya silahkan Pemohon menyangkal,
karena yang mengetahui hal tersebut hanya Pemohon dan keluarga Pemohon, sama
sekali tidak pernah Pemohon menjemput apalagi mengajak Termohon kembali ke rumah
kediaman bersama, bahkan Pemohon sudah tidak perduli lagi dengan Termohon,
meskipun begitu Termohon masih berkeberatan atas perceraian yang diajukan
Pemohon ;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 19 dari 22 halaman
Menimbang, bahwa perkara ini adalah perkara perceraian maka meskipun
Termohon telah mengakui dan membenarkan dalil permohonan Pemohon namun
Majelis Hakim tetap membebankan kepada Pemohon untuk membuktikan dalil-dalil
permohonannya, karena itu Pemohon mengajukan bukti surat P.1 dan P.2 sebagaimana
telah diuraikan di atas ;
Menimbang, bahwa permohonan Pemohon untuk menceraikan Termohon
diajukan dengan alasan antara Pemohon dengan Termohon telah terjadi perselisihan
dan pertengkaran terus meneus maka berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Majelis Hakim telah mendengar keterangan saksi-
saksi dari pihak keluarga atau orang yang dekat dengan Pemohon dan Termohon
sebagaimana diuraikan di atas ;
Menimbang, bahwa kedua saksi-saksi dari pihak Pemohon di bawah sumpahnya
telah memberikan keterangan sebagai apa yang dilihat dan didengar sendiri tentang
rumah tangga Pemohon dan Termohon, bahwa setelah menikah Pemohon dengan
Termohon tinggal bersama di rumah orang tua Pemohon, mereka belum dikaruniai anak,
sejak awal 2014 dalam rumah tangga Pemohon dengan Termohon sering terjadi
perselisihan sebab masalah Termohon menjalin hubungan cinta dengan la laki-laki lain,
menurut saksi SAKSI II laki-laki tersebut bernama ---, saksi SAKSI II mengetahui hal
tersebut karena bila pulang kerja Termohon sering dijemput dan diboncengkan oleh ---,
para saksi pernah mendengar pertengkaran mereka, Pemohon dengan Termohon
sekarang sudah berpisah rumah, Termohon yang meninggalkan kediaman bersama
pulang ke rumah orang tuanya di --- sejak bulan September 2016, sampai sekarang
sudah selama 7 bulan, selama berpisah Pemohon dengan Termohon sudah tidak saling
bekomunikasi, pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Pemohon dengan
Termohon akan tetapi tidak berhasil, saksi tidak bersedia mendamaikan Pemohon dan
Termohon ;
Menimbang, bahwa kedua saksi-saksi dari pihak Termohon di bawah
sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai apa yang dilihat dan didengar sendiri
tentang rumah tangga Pemohon dan Termohon, bahwa setelah menikah Pemohon
dengan Termohon tinggal bersama di rumah orang tua Pemohon, mereka belum
dikaruniai anak, semula rumah tangga Pemohon dengan Termohon dalam keadaan
baik, akan tetapi sudah sekitar 1 tahun Pemohon dengan Termohon berpisah rumah,
Termohon yang meninggalkan kediaman bersama pulang ke rumah orang tuanya
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 20 dari 22 halaman
sedang Pemohon tetap tinggal di rumahnya, selama berpisah Pemohon dengan
Termohon sudah tidak saling bekomunikasi, selama berpisah Pemohon tidak pernah
datang menjemput Termohon, pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Pemohon
dengan Termohon akan tetapi tidak berhasil, saksi tidak bersedia mendamaikan
Pemohon dan Termohon ;
Menimbang, bahwa berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan Pemohon dan
Termohon dihubungkan dengan keterangan Pemohon dan Termohon, maka dapat
ditemukan fakta tentang rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagai berikut :
- Bahwa Pemohon menikah dengan Termohon pada tanggal 09 Juni 2012 yang
dicatatkan di Kantor Urusan Agama ---, Kota Salatiga ;
- Bahwa Pemohon dan Termohon pernah tinggal bersama di rumah orang tua
Pemohon di --- lebih kurang selama 4 tahun, mereka tidak dikaruniai anak ;
- Bahwa sejak awal tahun 2014 dalam rumah tangga Pemohon dengan Termohon
sering terjadi perselisihan sebab masalah Termohon menjalin hubungan cinta dengan
laki-laki lain, karena itu kemudian Pemohon dengan Termohon sudah berpisah
rumah, Termohon yang meninggalkan kediaman bersama pulang ke rumah orang
tuanya di --- sejak bulan September 2016 sampai sekarang sudah 8 bulan, selama
berpisah Pemohon dengan Termohon sudah tidak saling bekomunikasi, selama
berpisah Pemohon tidak pernah datang menjemput Termohon ;
- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha mendamaikan Pemohon dengan Termohon
akan tetapi tidak berhasil, dan pihak keluarga sudah tidak bersedia mendamaikan lagi
Pemohon dengan Termohon ;
Menimbang bahwa berdasarkan fakta tersebut telah terbukti bahwa antara
Pemohon dengan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang
disebabkan karena Termohon menjalin hubungan cinta dengan laki-laki lain, karena itu
kemudian Pemohon dengan Termohon berpisah tempat tinggal, Termohon yang
meninggalkan kediaman bersama pulang ke rumah orang tuanya di --- sejak bulan
September 2016, hingga sekarang sudah hampir 8 bulan, selama berpisah Pemohon
dengan Termohon tidak saling berkomunikasi, selama berpisah Pemohon tidak pernah
datang menjemput Termohon hendak menceraikan Termohon, hal tersebut
menunjukkan bahwa Pemohon sudah merasa tidak ada lagi kecocokan dalam membina
rumah tangga dengan Termohon, karena itu rumah tangganya telah pecah ;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 21 dari 22 halaman
Menimbang, bahwa apabila suatu rumah tangga (perkawinan) telah pecah,
sebagaimana rumah tangga Pemohon dan Termohon, maka mawaddah wa rahmah dan
tujuan perkawinan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1
tahun 1974 tidak dapat diwujudkan, sehingga perkawinan tersebut tidak bermanfaat lagi,
dan apabila tetap dipertahankan akan mendatangkan penderitaan lahir batin bagi
Pemohon dan Termohon, oleh karena itu sudah saatnya perkawinan itu diakhiri dengan
perceraian ;
Menimbang, bahwa oleh karena antara Pemohon dengan Termohon telah pisah
tempat tinggal sudah selama 8 bulan sejak bulan September 2016, selanjutnya
Pemohon tetap bertekad untuk menceraikan Termohon, Pemohon dengan Termohon
sudah diupayakan perdamaian oleh pihak keluarga dan melalui mediasi akan tetapi tidak
berhasil, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa antara Pemohon dengan Termohon
telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang sifatnya terus menerus dan tidak ada
harapan lagi untuk kembali hidup rukun dalam rumah tangganya ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di
atas, maka permohonan Pemohon telah cukup beralasan, karena telah
memenuhi pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah Nomor : 9 tahun 1975,
jo.pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, karenanya permohonan Pemohon
untuk menceraikan Termohon dapat dikabulkan ;
Menimbang, bahwa berdasarkan ketentuan pasal 70 ayat (3) Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 50 Tahun 2009, maka Majelis Hakim akan membuka sidang guna
penyaksian ikrar talak Pemohon kepada Termohon setelah putusan ini
memperoleh kekuatan hukum tetap ;
Menimbang, bahwa sesuai dengan pasal 84 ayat (1) Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun
2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009
Majelis Hakim secara ex officio memerintahkan kepada Panitera Pengadilan
Agama Batang untuk mengirimkan salinan penetapan ikrar perkara ini yang
selengkapnya perintah tersebut tercantum dalam amar putusan di bawah ini ;
Menimbang, bahwa dari akibat terjadinya perceraian Termohon menuntut
supaya Pemohon memberikan kepada Termohon berupa :
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 22 dari 22 halaman
- Nafkah lowong 24 bulan x Rp 1.000.000,00 = Rp 24.000.000,00
- Nafkah iddah 3 x Rp 1.000.000,00 = Rp 3.000.000,00
- Mut’ah = Rp 5.000.000,00
Menimbang, bahwa selanjutnya terhadap tuntutan Termohon tersebut
kemudian Pemohon menyampaikan bahwa antara Pemohon dengan Termohon
telah terjadi kesepekatan, yakni Pemohon bersedia memberikan nafkah iddah
sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) dan mut’ah berupa uang sebesar Rp
1.000.000,00 ( satu juta rupiah ) dan terhadap hal disampaikan oleh Pemohon
tersebut Termohon membenarkan dan menyatakan dapat menerima ;
Menimbang, bahwa karena terhadap tuntutan Termohon terhadap
Pemohon telah terjadi kesepakatan sebagaimana tersebut di atas maka Majelis
Hakim akan menetapkannya dalam amar putusan ini ;
Menimbang, bahwa berdasarkan Pasal 89 ayat 1 Undang-undang Nomor
7 tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006
dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009, maka
semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon ;
Mengingat semua ketentuan Hukum Islam dan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan perkara ini ;
M E N G A D I L I
1. Mengabulkan permohonan Pemohon ;
2. Memberi ijin kepada Pemohon (PEMOHON) untuk menjatuhkan talak satu roj'i
terhadap Termohon (TERMOHON) di depan sidang Pengadilan Agama Salatiga ;
3. Menghukum Pemohon untuk membayar kepada Termohon :
3.1. Nafkah iddah sebesar Rp 2.000.000,00 (dua juta rupiah) ;
3.2. Mut'ah sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) ;
4. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk mengirimkan salinan
penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama ---,
Kota Salatiga, untuk dicatat dalam daftar yang disediakan untuk itu ;
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 23 dari 22 halaman
5. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp
541.000,00 (lima ratus empat puluh satu ribu rupiah) ;
Demikian putusan ini dijatuhkan dalam rapat permusyawaratan majelis yang
dilangsungkan pada hari Senin, tanggal 29 Mei 2017 M., bertepatan dengan tanggal 03
Ramadhan 1438 H., oleh Drs. SILACHUDIN sebagai Ketua Majelis, Drs. H. ANWAR
ROSIDI dan Drs. M. MUSLIH masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan tersebut
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga, oleh Ketua Majelis
tersebut dengan didampingi oleh Hakim Anggota dan dibantu oleh Hj. WASILATUN,
S.H. sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh Pemohon, Kuasa Pemohon dan
Kuasa Termohon ;
Hakim Anggota,
I. Drs. H. ANWAR ROSIDI.
II. Drs. M. MUSLIH.
Ketua Majelis,
Drs. SILACHUDIN.
Panitera Pengganti,
Hj. WASILATUN, S.H.
Salinan Putusan Perkara Nomor 0112/Pdt.G/2017/PA.Sal. lembar 24 dari 22 halaman
Rincian biaya perkara :
1. Biaya pendaftaran Rp 30.000,00
2. Biaya proses Rp 50.000,00
3. Biaya pemanggilan Rp 450.000,00
4. Materai Rp 6.000,00
5. Redaksi Rp 5.000,00
Jumlah Rp 541.000,00
(lima ratus empat puluh satu ribu rupiah)
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 25 dari 18 halaman
P U T U S A N
Nomor 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Salatiga yang mengadili perkara-perkara tertentu
pada tingkat pertama dalam persidangan Majelis telah menjatuhkan putusan
sebagaimana tersebut di bawah ini dalam perkara cerai talak antara :
Pemohon, umur 28 tahun, agama Islam, pekerjaan Karyawan Pabrik, bertempat
tinggal di Kabupaten Semarang, dalam hal ini memberi kuasa
kepada Suprapto Wibowo, SH., Advokat, yang beralamat Kantor di
Jl. Mayangsari RT.02 RW.03 Druju, Kelurahan Sidorejo Kidul,
Kecamatan Tingkir, Salatiga, berdasarkan Surat Kuasa Khusus
tertanggal 19 September 2017, sebagai Pemohon / Tergugat
Rekonpensi;
M e l a w a n
Termohon, umur 27 tahun, Agama Islam, pekerjaan Karyawati Pabrik, bertempat
tinggal di Kota Salatiga, sebagai Termohon / Penggugat Rekonpensi
Pengadilan Agama tersebut ;
Setelah membaca dan mempelajari berkas perkara ;
Setelah mendengar keterangan Pemohon, Termohon dan saksi-saksi di muka
persidangan;
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Bahwa, Pemohon dengan surat permohonannya tertanggal 03 Juli 2017 telah
terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Salatiga nomor :
0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. tanggal 04 Juli 2017 mengajukan permohonan Cerai
Talak dengan mengemukakan alasan-alasan sebagai berikut :
1. Bahwa pada tanggal 14 April 2012 Pemohon dengan Termohon telah
melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 26 dari 18 halaman
Urusan Agama (KUA) Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga (Kutipan Akta Nikah
asli Nomor : xxx) ;
2. Bahwa setelah pernikahan tersebut Pemohon dengan Termohon hidup
bersama sebagaimana layaknya suami istri dan tinggal bersama di rumah orang
tua Pemohon di Perumahan Cindelaras selama lebih kurang, 3 tahun 8 bulan
dan telah dikaruniai 1 orang anak sekarang ikut Termohon;
3. Bahwa semenjak awal menikah bulan April 2012 ketentraman rumah tangga
Pemohon dengan Termohon tidak terwujud, antara Pemohon dengan
Termohon terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran yang
penyebannya karena Termohon tidak bisa mengikuti kemauan orang tua
Pemohon sehingga rumah tangga Pemohon dan Termohon tidak harmonis;
4. Bahwa puncak pertengkaran dan perselisihan antara keduanya tersebut terjadi
pada bulan Desember 2016, yang akibatnya Pemohon dan Termohon pisah
rumah yakni Termohon pulang ke rumah orang tuanya di Kelurahan
Kutowinangun Kidul, sedangkan Pemohon tetap tinggal di rumah orang tuanya
di Karangtengah yang hingga sekarang sudah 6 bulan lamanya;
5. Bahwa Pemohon sudah berupayah mengajak Termohon untuk rukun kembali,
namun tidak berhasil karena Termohon tetap tidak mau mengikuti Pemohon;
6. Bahwa berdasarkan pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 Jo. pasal 116 Kompilasi
Hukum Islam telah cukup alasan bagi Pemohon untuk mengajukan
permohonan cerai talak ini melalui Penhgadilan Agama Salatiga;
Berdasarkan alasan/dalil-dalil diatas, Pemohon mohon sudilah kiranya
Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini berkenan memberikan putusan
sebagai berikut
Primair :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon;
2. Memberikan ijin kepada Pemohon (Pemohon) untuk menjatuhkan talak satu roj’i
kepada Termohon (Termohon) di depan sidang Pengadilan Agama Salatiga;
3. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon;
Subsidair :
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 27 dari 18 halaman
Jika Majelis Hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya ( ex aquo
et bono);
Bahwa, pada hari-hari persidangan yang telah ditentukan, kedua belah pihak
telah dipanggil untuk menghadap persidangan dimana Pemohon dan
Termohon datang menghadap di persidangan;
Bahwa, kemudian Majelis Hakim berusaha maksimal mendamaikan kedua
belah pihak yang berperkara agar Pemohon tetap hidup rukun dan utuh dalam
rumah tangganya dengan Termohon dalam keluarga yang bahagia, tetapi tidak
berhasil, karena Pemohon tetap bersikukuh pada pendiriannya menghendaki
cerai;
Bahwa, Majelis Hakim kemudian memberi kesempatan kepada kedua pihak
untuk menempuh mediasi sebagaimana PERMA Nomor 1 Tahun 2016
Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama, yang kemudian pada hari
Rabu tanggal 02 Agustus 2017 telah dilaksanakan mediasi dengan Mediator
Drs. M. Muslih sebagai Mediator yang ditunjuk, namun ternyata tidak berhasil
mencapai kesepakatan, sebagaimana Laporan hasil mediasi tersebut ;
Bahwa, kemudian di persidangan telah dibacakan surat permohonan Cerai
Talak Pemohon tersebut yang ternyata isinya dibenarkan selanjutnya tetap
dipertahankan oleh Pemohon ;
Bahwa, terhadap surat permohonan Cerai Talak Pemohon tersebut Termohon
di persidangan tanggal 30 Agustus 2017 telah memberikan jawabannya secara
tertulis sekaligus mengajukan rekonpensi sebagai berikut :
1. Bahwa benar dalil Pemohon tentang pernikahannya dengan Termohon adalah
benar;
2. Bahwa benar Pemohon dan Termohon setelah menikah tinggal bersama di
rumah orang tua Pemohon, tetapi tidak selama 3 tahun 8 bulan, melainkan hanya
selama 4 bulan setelah Termohon melahirkan anak;
3. Bahwa benar sejak awal pernikahan ketentraman rumah tangga Pemohon
dengan Termohon tidak terwujud, bukan karena Termohon tidak bisa mengikuti
kemauan ibu Pemohon. Penyebabnya adalah karena orang tua Pemohon terlalu
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 28 dari 18 halaman
tergesa-gesa untuk membelikan rumah, misalkan saja ada uang tidak masalah,
itupun orang tua Pemohon mengajak orang tua Termohon baturan membelikan
rumah tersebut. Akan tetapi orang tua Termohon tidak bisa membantu
dikarenakan pada saat itu sedang membiayai pernikahan Pemohon dan
Termohon, namun orang tua Pemohon tetap kekeh untuk membeli rumah
tersebut dan akhirnya rumah yang dibeli itu terbeli dengan dibayar separuh;
4. Bahwa benar Termohon pisah rumah dengan Pemohon, tetapi Termohon tidak
pergi atau kabur dari rumah Pemohon, justru saya diantar pulang ke Blondo
Celong oleh Pemohon, itupun Termohon tidak tahu kalau dipulangkan, tiba-tiba
sepulang kerja Pemohon mengemasi semua barang dan prabot Termohon.
Sesampainya di Blondo Celong Termohon tidak diserahkan kepada orang tua
Termohon. Sejak itulah anak ikut Termohon, namun setiap hari Sabtu juga sering
diambil oleh Pemohon. Ini semua ada saksinya;
5. Bahwa Pemohon tidak pernah sama sekali mengajak Termohon rukun kembali.
Justru sebaliknya selama Termohon tinggal di Blondo Celong Pemohon selalu
mencari masalah, setiap Pemohon mengambil anaknya tidak pernah mengasi
uang. Semenjak itulah Termohon tidak pernah dikasihi nafkah lahir maupun
bathin;
Sebenarnya penyebab terjadinya pertengkaran antara Pemohon dengan
Termohon adalah karena Termohon memilki hutang yang Pemohon tidak
mengetahuinya, karena Termohon sebagai seorang ibu rumah tangga yang
harus memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan tiap bulan Termohon
dikasih nafkah sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) saja. Itupun juga
harus untuk membeayar hutang Pemohon di Bank sebesar Rp.20.000.000,-
( dua puluh juta rupiah ), yang diangsur tiap bulannya sebesar Rp.1.350.000,-
( sejuta tiga ratus lima puluh ribu rupiah). Maka cukup dari mana untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari. Maka dari itu Termohon tiap
bulan harus mencari pinjaman di pabrik untuk mencukupi itu semua, karena
Pemohon taunya hanya cukupnya saja, misalkan Termohon bilang mau cari
pinjaman pasti juga tidak boleh. Maka itu Termohon hutang secara diam-diam
dan aakhirnya Termohon pinjam uang di Bank sebesar Rp.10.000.000,-
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 29 dari 18 halaman
(sepuluh juta rupiah) itupun juga untuk membayar hutang Pemohon kepada
ibunya sebesar Rp.2.000.000,- ( dua juta rupiah) sisanya memang Termohon
pakai untuk membayar hutang Termohon yang tiap bulannya menjadi
menumpuk, utang ini juga Termohon yang bayar sendiri, karena sudah menjadi
tanggung jawab Termohon. Ini semua Termohon lakukan karna menuntut hak
anak Termohon kepada Pemohon selaku ayahnya, tetapi Termohon mintak
anak tetap ikut Termohon. Termohon hanya ingin minta kepada Pemohon,
kewajiban ayah kepada anaknya untuk membiayai sekolah sampai selesai,
yang tiap bulannya sebesar Rp.1.000.000,- (satu juta rupiah) itupun untuk masa
depan anaknya;
Menimbang, bahwa terhadap jawaban Termohon tersebut pada
persidangan tanggal 20 September 2017 Pemohon melalui kuasanya telah
mengajukan Repliknya secara tertulis tertanggal 20 Septermber 2017 sebagai
berikut :
1. Bahwa pertama-tama Pemohon menyatakan tetap pada seluruh dalil
permohonannya dan menolak seluruh dalil jawaban Termohon kecuali
terhadap dalil Termohon yang bersifat pengakuan atas dalil-dalil Pemohon;
2. Bahwa terlepas ada perbedaan mengenai penyebab terjadinya ketidak
harmonisan dalam rumah tangga Pemohon dan Termohon tetapi jawaban
Termohon pada dasarnya telah mengakui bahwa saat ini rumah tangga
Pemohon dan Termohon telah menjadi pecah dan tidak rukun lagi karena
selalu terjadi perselisihan dan pertengkaran dengan sebab yang sangat
kompleks, terutama adalah karena kebiasaan Termohon yang suka mencari
pinjaman / hutang tanpa sepengetahuan atau tanpa seijin Pemohon;
3. Bahwa karena sikap Termohon yang tidak taat dan tidak patuh kepada
Pemohon tersebut maka saat ini Pemohon benar-benar merasa tidak sanggup
lagi hidup bersama dengan Termohon sebagai suami isteri sehingga
Pemohon tetap berniat menceraikan Termohon dengan baik;
4. Bahwa kemudian terhadap anak Pemohon dan Termohon yang sekarang ikut
Termohon maka Pemohon akan memberikan nafkah untuk anak
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 30 dari 18 halaman
tersebutpaling tidak / sedikitnya Rp.300.000,- (tiga ratus ribu rupiah) tiap
bulan;
Selanjutnya karena alasan tersebut diatas, Pemohon mohon kepada Majelis
Hakim agar berkenan melanjutkan pemeriksaan perkara ini sesuai dengan
hukum acara, dan menjatuhkan putusan sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya.
2. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.
Atau
Mohon putusan yang seadil-adilnya.
Menimbang, bahwa terhadap Replik Pemohon tersebut di atas Termohon di
persidangan tanggal 27 September 2017 telah mengajukan Dupliknya secara
tertulis tertanggal 27 September 2017 sebagai berikut :
1. Termohon terima keinginan Pemohon yang tetap ingin menceraikan
Termohon, tetapi Termohon tetap pada jawaban Termohon yang
sebelumnya.
2. Termohon ingin menjawab tentang kebiasaan Termohon yang suka mencari
pinjaman / hutang tanpa sepengetahuan dari Pemohon, karena Termohon
sendiri bingung harus mencukupi kebutuhan sehari-hari, sedangkan
pemohon tiap bulan memberi nafkah selalu kurang untuk mencukupi
kebutuhan sehari-hari. Misalkan Termohon minta ijin terlebih dahulu pasti
Pemohon tidak mengijinkan, itupun hutang Termohon yang membayar
sendiri.
3. Bukan Termohon tidak taat dan patuh kepada Pemohon, karena Pemohon
sendiri yang juga tidak bisa menganggap Termohon sebagai isterinya, benar
orang tuanya yang merawat dan membesarkannya, tetapi sudah berumah
tangga, seharusnya tidak harus begitu juga. Maka dari itu Termohon
dipandang sebelah mata oleh Pemohon.
4. Termohon tetap dengan permintaan Termohon sebelumnya, karena anak
butuh sekolah dan segalanya, uang segitu 1 bulan mendapat apa, mau tidak
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 31 dari 18 halaman
mau segitu, kenapa bisa bayar orang mengasih anaknya tiap bulan segitu
tidak sanggup.
5. Termohon yang ingin menagih janji Pemohon yang katanya ingin mengasih
untuk membayar hutang yang Pemohon juga ikut memakai, tetapi mana,
awalnya mengasih 1 (satu) kali, selanjutnya kok tidak memberi, mana
omongan yang disaksikan bersama keluarganya.
Termohon tetap dengan jawaban sebelumnya. Termohon mohon kepada
Majelis Hakim agar mengabulkan jawaban dan permintaan yang Termohon
ajukan, karena Termohon sudah cukup sakit hati oleh Pemohon dan
keluarganya. Kami siap apabila sudah harus disiapkan saksi-saksi.
Bahwa, terhadap permintaan rekonpensi Termohon tersebut, meskipun Majelis
telah berkali-kali memberi kesempatan untuk memusyawarahkan agar
mendapat mufakat tentang permintaan Termohon, namun ternyata tidak
menemukan titik temu, maka Majelis Hakim memberikan nasehat secukupnya
yang akhirnya apa yang menjadi permintaan Termohon sepenuhnya Pemohon
dan Termohon serahkan kepada Majelis Hakim ;
Bahwa, untuk menguatkan alasan-alasan permohonannya, Pemohon telah
mengajukan alat bukti tertulis sebagai berikut :
1. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk atas nama Pemohon Nomor : xxx yang
dikeluarkan oleh Kabupaten Semarang, bermeterai cukup dan dicocokan
sesuai dengan aslinya ( P.1);
2. Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor : xxx atas nama Pemohon dan
Termohon yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Tingkir,
Kota Salatiga, bermeterai cukup dan dicocokan sesuai dengan aslinya ( bukti
P.2);
Bahwa, selain bukti surat Pemohon juga telah mengajukan bukti berupa
saksi-saksi untuk meneguhkan alasan-alasan permohonannya, masing-masing
sebagai berikut :
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 32 dari 18 halaman
1. Saksi 1, umur 51 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga,
bertempat kediaman di Kabupaten Semarang, Saksi tersebut di bawah
sumpahnya telah memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi
sebagai Ibu kandung Pemohon ;
- Bahwa Pemohon adalah suami Termohon, yang menikah pada tanggal
14 April 2012 ;
- Bahwa Saksi tahu setelah menikah tempat tinggal bersama Pemohon
dan Termohon dirumah saksi, Pemohon dan Termohon telah dikaruniai
seorang anak yang saat ini berada dalam asuhan Termohon;
- Bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga Pemohon dan Termohon
semula baik-baik saja, tetapi sejak anaknya lahir pada tahun 2013 mulai
tidak harmonis, sering bertengkar karena masalah ekonomi, Termohon
mempunyai hutang di beberapa Bank tanpa sepengetahuan Pemohon
diantaranya hutang Rp. 1.500.000,- dan di BRI sisa hutangnya Rp.
1.350.000,- ;
- Bahwa sejak bulan Desember 2016 antara Pemohon dan Termohon telah
hidup berpisah, karena Termohon diantar Pemohon pulang kerumah
orang tua Termohon yang sampai sekarang sudah 9 bulan lebih ;
- Bahwa sebelum berpisah antara Pemohon dengan Termohon telah
pernah dinasehati oleh keluarga, tetapi tidak berhasil ; pernah juga Saksi
pada bulan Juli 2017 datang kerumah orang tua Termohon namun
hasilnya telah sepakat cerai ;
2. Saksi 2, umur 50 tahun, Agama Islam, pekerjaaan dagang, tempat kediaman
di Kabupaten Semarang, Saksi tersebut di bawah sumpahnya telah
memberikan keterangan sebagai berikut :
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon, karena Saksi
bertetangga dekat dengan Pemohon ;
- Bahwa Pemohon sudah menikah dengan Termohon pada tahun 2012;
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 33 dari 18 halaman
- Bahwa setelah menikah Pemohon dengan Termohon telah tinggal
bersama dirumah orang tua Pemohon dan telah dikaruniai seorang anak
yang saat ini dalam asuhan Termohon;
- Bahwa sepengetahuan saksi rumah tangga Pemohon dan Termohon
semula baik-baik saja, tetapi sejak anaknya lahir pada tahun 2013 mulai
tidak harmonis, sering bertengkar karena masalah ekonomi, Termohon
pinjam uang di BKK tanpa sepengetahuan Pemohon ;
- Bahwa sejak bulan Desember 2016 antara Pemohon dan Termohon telah
hidup berpisah, karena Termohon diantar Pemohon pulang kerumah
orang tua Termohon yang sampai sekarang sudah 9 bulan lebih ;
- Bahwa pekerjaan Pemohon adalah sebagai karyawan swasta di PT
Damatex ;
- Bahwa sebelum perpisahan tersebut antara Pemohon dengan Termohon
telah sering bertengkar karena masalah ekonomi ;
Menimbang, bahwa terhadap keterangan para saksinya tersebut
Pemohon menyatakan dapat menerimanya dan tidak keberatan;
Bahwa, selanjutnya untuk menguatkan alasan-alasan jawaban, bantahan dan
penolakannya terhadap permohonan Pemohon maupun segala apa yang telah
disampaikan dalam sidang, Termohon telah diberikan kesempatan untuk
mengajukan alat-alat bukti baik tertulis maupun saksi-saksi, kemudian
Termohon menyatakan tidak mengajukan bukti tertulis, namun mengajukan
saksi-saksi sebagai berikut :
1. saksi T1, umur 49 tahun, agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di
Kota Salatiga ;
saksi mana telah memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada
pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon, karena saksi sebagai
Ayah Kandung Termohon ;-
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 34 dari 18 halaman
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah pada
tahun 2012 ;
- Bahwa, setelah menikah Pemohon dan Termohon bertempat tinggal
bersama di rumah orang tua Pemohon dan telah dikaruniai seorang anak
dan saat ini anak tersebut dalam asuhan Termohon ;
- Bahwa keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon semula rukun,
tetapi sejak tahun 2013 sering terjadi perselisihan dan pertengkaran karena
Termohon mempunyai hutang di bank untuk keperluan makan setiap hari ;
- Bahwa setahu saksi Pemohon pekerjaannya adalah sebagai karyawan di
pabrik dengan penghasilan kurang lebih Rp. 1.500.000,- ( Satu juta lima ratus
ribu rupiah ) per bulan ; -
- Bahwa, Saksi tahu kalau Pemohon dan Termohon telah hidup berpisah sejak
bulan Desember 2016 hingga sekarang sudah 9 bulan, karena Termohon
diantar pulang kerumah saksi oleh Pemohon, akan tetapi saat itu saksi
sedang tidak dirumah ;
- Bahwa selama Pemohon dan Termohon berpisah rumah Pemohon pernah
memberi uang kepada Termohon Rp. 500.000,- untuk membayar hutang dan
untuk membayar biaya SPP anak sekolah TK setiap bulan Rp. 75.000,- ; -
- Bahwa, Saksi pernah berusaha mendamaikan dengan memberikan nasehat
kepada Pemohon dan Termohon, namun tidak berhasil ;
Bahwa, terhadap keterangan saksi tersebut, Termohon menerima dan
membenarkannya, ;
2. saksi T2 , umur 41 tahun, agama Islam, pekerjaan Ibu Rumah Tangga,
bertempat tinggal di Kabupaten Semarang;
saksi mana telah memberikan keterangan di bawah sumpah yang pada
pokoknya sebagai berikut:
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon, karena saksi sebagai
Bibi Termohon ;
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 35 dari 18 halaman
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah pada
tahun 2012 ;
- Bahwa, setelah menikah Pemohon dan Termohon bertempat tinggal
bersama di rumah orang tua Pemohon dan telah dikaruniai seorang anak
dan saat ini anak tersebut ikut Termohon ;
- Bahwa keadaan rumah tangga Pemohon dengan Termohon semula baik-
baik, namun sejak tahun 2013 sering terjadi perselisihan dan pertengkaran
karena Termohon mempunyai hutang di bank untuk keperluan makan setiap
hari ;
- Bahwa, Saksi tahu kalau Pemohon dan Termohon telah hidup berpisah
sejak bulan Desember 2016 karena Termohon diantar pulang kerumah
orang tuanya oleh Pemohon tetapi Pemohon tidak memaserahkan
Termohon, saat itu yang ada dirumah orang tua Termohon adalah saksi ;
- Bahwa, keluarga pernah berusaha mendamaikan dengan memberikan
nasehat kepada Pemohon dan Termohon, namun tidak berhasil ;
Bahwa, selanjutnya Kuasa Pemohon menyampaikan kesimpulannya secara
tertulis tertanggal 18 April 2017 yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Mengabulkan permohonan Pemohon seluruhnya.
2. Menetapkan biaya perkara menurut hukum
Bahwa, selanjutnya Termohon menyampaikan kesimpulannya secara
lisan bahwa Termohon tetap pada jawaban dan dupliknya ;
Bahwa, selanjunya kedua pihak sama-sama menyatakan sudah tidak akan
mengajukan alat bukti lagi kecuali kesimpulan yang telah disampaikan tersebut
dan mohon putusan yang seadil-adilnya :
Bahwa, segala peristiwa yang terjadi dalam persidangan selengkapnya telah
dikutip dalam berita acara persidangan dan untuk lebih singkatnya dipandang
sebagai bagian yang tak terpisahkan dari putusan ini ;
TENTANG PERTIMBANGAN HUKUM
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 36 dari 18 halaman
Dalam Konpensi :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Cerai Talak Pemohon
adalah sebagaimana tersebut di atas ;
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan kedua belah
pihak yang berperkara dengan menasehati Pemohon agar mengurungkan
kehendak cerainya dan hidup rukun dengan Termohon dalam keluarga yang
bahagia, sebagaimana pasal 130 ayat (1) HIR tetapi tidak berhasil ;
Menimbang, bahwa Majelis telah memberi kesempatan kepada Pemohon dan
Termohon untuk menempuh mediasi guna perundingan proses menuju
perdamaian sebagaimana diamanatkan Peraturan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Nomor 1 Tahun 2016, namun tetap juga tidak berhasil, maka
pemeriksaan atas perkaranya dapat diteruskan;
Menimbang, bahwa Pemohon bertempat tinggal diwilayah Kabupaten
Semarang sebagaimana bukti P.1, begitu juga berdasarkan keterangan
Pemohon yang dikuatkan dengan Relas Panggilan yang ternyata Termohon
bertempat tinggal diwilayah hukum Pengadilan Agama Salatiga, maka
sebagaimana pasal 66 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama yang telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan
UU Nomor 50 Tahun 2009, maka Pengadilan Agama Salatiga berwenang
mengadili dan menyelesaikan perkara tersebut ;
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan Pemohon yang dikuatkan
dengan bukti Kutipan Akta Nikah Nomor : 77/11/IV/2012 tertanggal 16 April
2012 ( bukti P.2 ) yang dibenarkan oleh Termohon, sehingga bukti mana
semakin memperkuat alasan Pemohon, maka patutlah dinyatakan terbukti
kebenarannya bahwa Pemohon dan Termohon adalah sebagai suami isteri
yang sah ;
Menimbang, bahwa alasan-alasan permohonan Cerai Talak Pemohon pada
pokoknya adalah bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon sejak tahun
2013 sering terjadi perselisihan dan pertengkaran karena masalah ekonomi
sehingga berakibat berpisah rumah ya’ni pada bulan Desember 2016
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 37 dari 18 halaman
Termohon diantar pulang kerumah orang tuanya hingga sekarang sudah 9
bulan lebih lamanya ;
Menimbang, bahwa alasan-alasan permohonan Pemohon tersebut meskipun
sebagian dibantah oleh Termohon, namun dengan dikuatkan oleh keterangan
saksi-saksi Pemohon meskipun juga Termohon tidak membenarkan
sepenuhnya permohonan Pemohon tersebut, namun Termohon tidak mampu
untuk membuktikan penolakannya, bahkan keterangan saksi Termohonpun
justru menguatkan permohonan Pemohon bahwa sejak anaknya lahir sudah
adanya pertengkaran antara Pemohon dan Termohon, hubungannya telah
retak dengan adanya hidup berpisah, sehingga keterangan saksi-saksi
Pemohon dan Termohon tersebut merupakan bukti yang menguatkan alasan
Pemohon tersebut, maka Majelis Hakim menilai bahwa alasan-alasan tersebut
patut dinyatakan telah terbukti kebenarannya ;
Menimbang, bahwa perkawinan adalah suatu ikatan lahir batin antara Suami
dan Istri yang sangat luhur dan suci (mitsaqan ghalizhan) yang mempunyai
tujuan tercapainya rumah tangga yang bahagia dan saling cinta kasih
(mawaddah wa rahmah) sebagaimana yang dikehendaki dalam Al Qur’an surat
Ar Rum ayat 21 yang penjabarannya tercantum dalam pasal 1 Undang-
Undang nomor 1 Tahun 1974, tujuan mana tidak dapat diwujudkan dalam
rumah tangga Pemohon dan Termohon terbukti di antara keduanya terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus yang dipicu perselisihan
dan pertengkaran meskipun menurut kedua pihak berbeda penyebabnya,
sehingga sampai permohonan cerai talak diajukan antara Pemohon dan
Termohon dalam keadaan pisah rumah setidak-tidaknya sudah 9 bulan lebih
lamanya dan selama itu pula sudah tidak komunikasi yang harmonis antara
keduanya hingga sekarang dan tidak ada hubungan lahir maupun batin antara
suami isteri ;
Menimbang, bahwa dengan sebab-sebab tersebut diatas sehingga
mengakibatkan rumah tangga tidak harmonis yang menimbulkan hidup
berpisah bahkan hingga perkara ini diputuskan dan tidak saling melaksanakan
kewajiban masing-masing sebagai suami isteri oleh karenanya Majelis Hakim
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 38 dari 18 halaman
berpendapat bahwa kedamaian dan kerukunan rumah tangga Pemohon dan
Termohon sudah tidak mungkin untuk dibina dalam satu keluarga yang
bahagia dan untuk menghindari madharat yang lebih besar maka jalan menuju
perceraian sudah dapat ditempuh ;
Menimbang, bahwa berdasarkan atas segenap pertimbangan-pertimbangan
tersebut di atas, maka Majelis berpendapat bahwa permohonan Pemohon
dinilai cukup beralasan karena telah memenuhi pasal 39 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 sehingga permohonan Pemohon patut
dikabulkan dengan menerapkan pasal 19 huruf ( f ) Peraturan Pemerintah
Nomor 9 Tahun 1975 dan pasal 116 huruf ( f ) Kompilasi Hukum Islam serta
dengan memperhatikan dalil dalam surat Al Baqarah ayat 227 :
مواا لطال ق فا ن الله سميع عليمو ان عز
Artinya : ” Dan jika mereka ( suami ) berketetapan hati untuk menjatuhkan talak,
sesungguhnya Allah maha Mendengar lagi maha Mengetahui ”
Menimbang, bahwa oleh karenanya, sesuai pasal 70 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989, dan pasal 131 ayat (2) Kompilasi Hukum Islam, maka
permohonan Pemohon dapat dikabulkan dengan memberikan ijin kepada
Pemohon untuk menjatuhkan talak terhadap Termohon ;
Menimbang, bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 149 huruf a dan b
Kompilasi Hukum Islam, oleh karena perkawinan putus karena talak, maka
bekas suami / Pemohon wajib memberikan mut’ah dan nafkah iddah yang
mana menurut Majelis bahwa meskipun tidak ada tuntutan namun oleh karena
kepulangan Termohon diantar oleh Pemohon sehingga dengan demikian
menunjukkan bahwa Termohon tidak nusyuz sehingga menurut Majelis secara
ex officio memandang layak Pemohon dibebani memberikan mut’ah dan
nafkah iddah kepada Termohon;
Menimbang, bahwa sesuai dengan kemampuan dan kepatutan oleh karena
Pemohon bekerja sebagai karyawan di Pabrik maka Majelis memandang
sudah layak dan patut untuk menyesuaikan dengan UMR dengan membebani
Pemohon memberikan mut'ah sebesar Rp. 1.000.000,- ( Satu juta rupiah ) dan
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 39 dari 18 halaman
nafkah iddah perbulan sebesar Rp. 500.000,- ( Lima ratus ribu rupiah )
sehingga selama 3 bulan masa iddah sebesar Rp. 1.500.000,- ( Satu juta lima
ratus ribu rupiah ) ;
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 84 ayat (1) dan (2) Undang-
Undang No. 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor :
3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor : 50
Tahun 2009 tentang Peradilan Agama , maka Majelis Hakim memerintahkan
kepada Panitera Pengadilan Agama Salatiga agar mengirimkan salinan
Penetapan Ikrar talak kepada KUA Kecamatan yang mewilayahi tempat
tinggal Pemohon dan Termohon dan KUA Kecamatan tempat perkawinan
dilaksanakan ;
Dalam Rekonpensi :
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat Rekonpensi
adalah sebagaimana dikemukakan terdahulu ;
Menimbang, bahwa terhadap rekonpensi Penggugat meskipun dalam setiap
persidangan pemeriksaan oleh Majelis telah diusahakan secara maksimal
untuk menempuh cara perdamaian, namun tidak terjadi kesepakatan
mengenai tuntutan Penggugat Rekonpensi, maka Majelis perlu
mempertimbangkan sebagai berikut;
Menimbang, bahwa Penggugat Rekonpensi pada jawabannya
menyatakan bahwa pada pokoknya Penggugat Rekonpensi meminta Nafkah
hadlonah sebesar Rp. 1.000.000,- ( Satu juta rupiah ) . Sedangkan terhadap
permintaan Pengguugat Rekonpensi ini Tergugat Rekonpensi dalam Repliknya
mengenai nafkah hadlonah menyatakan hanya sanggup memberikan sebesar
Rp. 300.000,- perbulan ;
Menimbang, bahwa oleh karena terhadap permintaan Penggugat
rekonpensi tidak ada titik temu dengan Tergugat Rekonpensi, maka menurut
Majelis perlu mempertimbangkan bahwa Tergugat Rekonpensi perlu dibebani
nafkah hadlonah sebesar sesuai dengan kemampuan dan kepatutan yaitu
sebesar Rp. 500.000,- ( Lima ratus ribu rupiah ) ;
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 40 dari 18 halaman
Menimbang, bahwa mengenai dalill-dalil para pihak berperkara tersebut
maupun bukti-bukti yang tidak dipertimbangkan dalam putusan ini dianggap
oleh Majelis Hakim patut dikesampingkan karena tidak relevan dengan perkara
ini;
Dalam Konpensi dan Rekonpensi :
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang nomor 7
Tahun 1989, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun
2006 dan Undang-Undang No. 50 Tahun 2009, Pemohon / Tergugat
Rekonpensi dibebani untuk membayar biaya perkara yang besarnya
sebagaimana tercantum dalam diktum putusan ini ;
Memperhatikan, pasal-pasal dari peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta dalil dalil syar’i yang berhubungan dengan perkara ini ;
M E N G A D I L I
Dalam Konpensi :
6) Mengabulkan permohonan Pemohon ;
7) Memberi izin kepada Pemohon ( Pemohon) untuk menjatuhkan talak satu roj'i
terhadap Termohon ( Termohon) didepan sidang Pengadilan Agama Salatiga;
8) Menghukum Pemohon untuk memberikan Nafkah iddah kepada Termohon
berupa uang sejumlah Rp. 1.500.000,00( Satu juta lima ratus ribu rupiah );
9) Menghukum Pemohon untuk memberikan Mut’ah kepada Termohon berupa
uang sejumlah Rp. 1.000.000,00 ( Satu juta rupiah );
10) Memerintahkan kepada Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk
mengirimkan salinan Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai Pencatat Nikah
Kantor Urusan Agama Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga dan Kantor Urusan
Agama Kecamatan Tuntang, Kabupaten Semarang untuk dicatat dalam daftar
yang disediakan untuk itu ;
Dalam Rekonpensi :
4) Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi sebagian ;
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 41 dari 18 halaman
5) Menghukum Tergugat Rekonpensi untuk memberikan nafkah hadlonah untuk
anaknya sejumlah Rp. 500.000,00 ( Lima ratus ribu rupiah ) per bulan sampai
anak tersebut dewasa dan dibayarkan melalui Penggugat Rekonpensi ;
6) Tidak menerima gugatan Penggugat selain dan selebihnya
Dalam Konpensi dan Rekonpensi :
- Membebankan Pemohon / Tergugat Rekonpensi untuk membayar biaya
perkara sejumlah Rp. 541.000,00 (lima ratus empat puluh satu ribu rupiah) ;
Demikian putusan Pengadilan Agama Salatiga diambil dalam
musyawarah Majelis Hakim pada hari Rabu tanggal 01 Nopember 2017 M.
bertepatan dengan tanggal 12 Shafar 1439 H. oleh kami Drs. H. UMAR
MUCHLIS sebagai Ketua Majelis, Drs. M SYAIFUDIN ZUHRI, SH. serta Drs.
M. MUSLIH masing-masing sebagai Hakim Anggota, putusan mana pada hari
itu juga dibacakan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Ketua Majelis
dengan dihadiri oleh Hakim-Hakim Anggota tersebut dan dibantu oleh Dra. Hj.
FARKHAH sebagai Panitera Pengganti serta dihadiri oleh Kuasa Pemohon
dan Termohon.
HAKIM KETUA,
Drs. H. UMAR MUCHLIS
HAKIM ANGGOTA HAKIM ANGGOTA
Drs. M. SYAIFUDIN ZUHRI, SH. Drs. M. MUSLIH
PANITERA PENGGANTI
Dra. Hj. FARKHAH
Perincian Biaya :
Putusan Nomor : 0608/Pdt.G/2017/PA.Sal. Hal. 42 dari 18 halaman
1. Biaya Pendaftaran Rp. 30.000,00 2. Biaya Proses Rp. 50.000,00 3. Biaya Panggilan Rp. 450.000,00 4. Biaya Redaksi Rp. 5.000,00 5. Biaya Materai Rp. 6.000,00
Jumlah Rp. 541.000,00
(lima ratus empat puluh satu ribu rupiah)
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 43 dari 35 hal
P U T U S A N
Nomor : 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara perdata
dalam tingkat pertama dalam persidangan Majelis telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara cerai talak antara :----------------------------
PEMOHON, Umur 36 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan ---, Pendidikan SMP, bertempat
tinggal di --- Kota Salatiga, Dalam hal ini memberi kuasa kepada
Bayu Adi Susetyo, SH, Wahyuni, SH., Agung Pitra Maulana, SH.,
dan Hendri Adi Wibowo,SH.,MH, Para Advokat, alamat Jl. Imam
Bonjol 23 A Kota Salatiga, sebagai PEMOHON ;-------------------------
----------------------------------------
L a w a n
TERMOHON, Umur 46 Tahun, Agama Islam, Pekerjaan ---, Pendidikan, bertempat
tinggal di --- Kota Salatiga, sebagai TERMOHON;-
Pengadilan Agama tersebut;--------------------------------------------------------------------
Setelah membaca dan mempelajari berkas perkaranya;--------------------------------
Setelah mendengar keterangan Pemohon, Termohon dan saksi – saksi dimuka
persidangan;----------------------------------------------------------------------------------------
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 44 dari 35 hal
Menimbang, bahwa Pemohon berdasarkan surat permohonannya tertanggal
15 Juni 2016 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Salatiga Nomor :
0668/Pdt.G/2016/PA.Sal, telah mengajukan alasan - alasan sebagai berikut;---------------
----------------------------------------------------------------------
1. Bahwa PEMOHON telah menikah dengan TERMOHON pada Hari Jumat,
tanggal 9 Maret 2007 di hadapan pejabat KUA. ---, Kota Salatiga
sebagaimana yang tersebut dalam Kutipan Akta Nikah Nomor : ---
tertanggal 9 Maret 2007 yang dikeluarkan KUA. ---, Kota Salatiga. ---------
------------------------------------------------------------------
2. Bahwa antara PEMOHON dan TERMOHON telah kumpul baik ( ba`da
dukhul) dengan tinggal bersama di rumah bersama di --- Salatiga selama
± 6 (enam) tahun, dan dalam perkawinan tersebut telah dikaruniai 2 (dua)
orang anak yang masing-masing diberi nama : -------------------------------------
-------------------------------------------------
- ANAK PEMOHON DAN TERMOHON, laki-laki, umur ± 8 (delapan)
tahun. --------------------------------------------------------------------
- ANAK PEMOHON DAN TERMOHON, perempuan, umur ± 5 (lima)
tahun. -----------------------------------------------------------------------
3. Bahwa rumah tangga yang baik dan bahagia itu sekarang sudah tidak
dapat dipertahankan lagi karena mulai bulan Juni 2012 dalam kehidupan
rumah tangga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-
menerus yang sulit untuk dapat didamaikan lagi. ----------------------------------
--------------------------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 45 dari 35 hal
4. Bahwa Perselisihan dan pertengkaran terus menerus dalam rumah
tangga itu disebabkan karena: ----------------------------------------------------
- TERMOHON sering marah-marah tanpa alasan yang jelas pada saat
PEMOHON pulang dari bekerja. -----------------------------
- TERMOHON sering pergi untuk beberapa hari lamanya dan baru
pulang setelah PEMOHON mencarinya. --------------------------
- Antara PEMOHON dan TERMOHON tidak ada kecocokan lagi dalam
membina rumah tangga sehingga tidak ada rasa cinta mencintai
diantara keduanya. ------------------------------------------------
5. Bahwa demi keutuhan rumah tangga PEMOHON telah berulangkali
menasehati TERMOHON agar mengubah kebiasaan buruknya yang
sering marah-marah tanpa alasan yang jelas, namun usaha tersebut tidak
berhasil justru timbul pertengkaran, dan dalam percekcokkan itu
TERMOHON selalu minta diceraikan atau ingin berpisah dari PEMOHON.
-----------------------------------------------------------
6. Bahwa puncak pertengkaran terjadi pada bulan Januari 2013, yaitu antara
PEMOHON dan TERMOHON telah berpisah rumah dimana PEMOHON
tetap tinggal di rumah bersama di --- Salatiga sedangkan TERMOHON
pulang kerumah orang tuanya di ---, ---, Kota Salatiga, sehingga sampai
permohonan ini diajukan antara PEMOHON dan TERMOHON telah dalam
keadaan pisah rumah ± 3 (tiga) tahun 5 (lima) bulan lamanya. -------------
----------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 46 dari 35 hal
7. Bahwa atas kejadian tersebut sudah diusahakan perdamaian oleh
keluarga PEMOHON dan juga keluarga TERMOHON dengan tujuan
merukunkan kembali rumah tangga, namun usaha tersebut tidak berhasil
karena tetap saja antara PEMOHON dan TERMOHON dalam keadaan
pisah rumah serta tidak ada komunikasi yang baik diantara keduanya, ---
---------------------------------
8. Bahwa dengan demikian maka rumah tangga PEMOHON dan
TERMOHON telah rusak dan pecah sehingga tujuan membentuk rumah
tangga yang sakinah, mawadah warrohmah tidak mungkin terwu jud
sehingga jalan terbaik bagi PEMOHON adalah menjatuhkan talak dan
sesuai dengan pasal 39 ayat 2 UU. No.1/1974 jo pasal 19 huruf f PP. N0.
9/1975 jo pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam telah cukup alasan
bagi PEMOHON untuk mengajukan permohonan cerai talak ini melalui
Pengadilan Agama Salatiga. ----------------------------------------------------------------
-----------------
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas sudilah kiranya Pengadilan Agama
Salatiga cq Majelis Hakim yang memeriksa perkara berkenan menjatuhkan
putusan sebagai berikut : -------------------------------------------------
PRIMER : -------------------------------------------------------------------------------------------
1. Menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk seluruhnya. --
-------------------------------------------------------------------------------
2. Menetapkan memberi ijin kepada PEMOHON (PEMOHON) untuk
menjatuhkan talak terhadap TERMOHON (TERMOHON) dihadapan sidang
Pengadilan Agama Salatiga. ----------------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 47 dari 35 hal
3. Membebankan biaya yang timbul dalam perkara ini kepada PEMOHON . --
------------------------------------------------------------------------------
SUBSIDER : ---------------------------------------------------------------------------------
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain, mohon putusan yang seadil -adilnya.
-----------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan Pemohon dan
Termohon, masing-masing datang menghadap sendiri ; -------------------------------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah menjelaskan kepada para pihak sebelum
sidang dilanjutkan wajib melakukan mediasi dan memilih mediator yang sudah tersedia
dalam daftar mediator yang tersedia di Pengadilan Agama Salatiga ;------------------------
---------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa para pihak telah sepakat menyerahkan kepada Majelis untuk
menentukan mediatornya ;----------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon telah melakukan mediasi melalui
mediator hakim yang ditunjuk oleh Majelis Hakim yang bernama Drs. M. SYAIFUDIN
ZUHRI, S.H., Hakim Pengadilan Agama Salatiga, yang dilaksanakan pada tanggal 10
Agustus 2016 diruang mediasi Pengadilan Agama Salatiga, akan tetapi tidak berhasil
;------------------------------------------------
Menimbang bahwa kemudian dibacakan permohonan Pemohon dan isinya tetap
dipertahankan oleh Pemohon ; ------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terhadap permohonan Pemohon, Termohon telah
memberikan jawaban serta permohonan Rekonpensi secara tertulis tanggal 6
September 2016 sebagai berikut : ------------------------------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 48 dari 35 hal
1. Bahwa Termohon menolak semua dalil dan hal-hal lain yang di ajukan
Pemohonan dalam gugatannya ini kecuali terhadap hal-hal yang di akui secara
tegas dan terang kebenrannya . --------------------------------------------
2. Bahwa benar antara Termohon dan Pemohon terikat perkawinan yang sah yang
menikahi pada hari Jumat tanggal 09 Maret 2007, di hadapan pejabat KUA ---
Kota Salatiga sebagaimana yang tersebut dalam kutipan Akta Nikah No ---
tertamggal 09 Maret 2007 yang dikeluarkan KUA --- Kota Salatiga. -----------------
--------------------------------------------------
3. Bahwa benar antara Pemohonan dan Termohon telah kumpul (ba’da dukhul)
dengan tinggal bersama di rumah bersama di --- selama 6 (enam) tahun, dan
dalam perkawinan tersebut telah dikaruniai 2(dua)orang anak yang masing-
masing diberi nama: -------------------------
a. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON,laki-laki,umur 8 tahun; -----------
b. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON,perempuan,umur 5 tahun; -----
4. Bahwa benar bahwa rumah tangga yang baik dan bahagia itu sekarang sudah
tidak dapat dipertahankan lagi karena mulai bulan Juni 2012 dalam kehidupan
rumah tangga sering terjadi perselisihan dan pertengkaran terus-menerus yang
sulit untuk dapat didamaikan lagi. ------
5. Bahwa Termohon menolak dengan tegas dail Pemohon pada angka 4(empat)
dalam surat gugatannya. Fakta yang sebenarnya Pemohon sering dan
meninggalkan rumah beberapa bulan 2012 dan kembali pada tahun 2016. -------
-------------------------------------------------------------------------
6. Bahwa Termohon menolak dengan tegas dail Pemohon pada angka 5(lima)
dalam surat gugatannya, fakta yang sebenarnya Termohon selaku istri selalu
mematuhi setiap permintaan Penggugat selaku suami, tetapi Pemohon tidak
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 49 dari 35 hal
menghargai dan menghormati Termohon selaku istri. -----------------------------------
--------------------------------------------------------
7. Bahwa Termohon menolak dengan tegas dail Pemohon pada angka 6 (enam)
dalam surat gugatannya. Fakta yang sebenarnya Pemohon pergi meninggalkan
rumah tanpa kabar selama 4 tahun sampai tahun 2016 dan tidak memberikan
nafkah hingga saat ini. ------------------------------------
8. Bahwa benar atas kejadian tersebut sudah diusahakan perdamaian oleh
keluarga kedua pihak namun usaha tersebut tidak berhasil karena tetap saja
antara Pemohon dan Termohon tidak ada komunikasi yang baik diantara
keduanya. -----------------------------------------------------------------------
9. Bahwa benar rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah pecah dan rusak
sehingga tujuan membentuk rumah tangga yang sakinah, mawadah,warohmah
tidak mungkin terwujud; ------------------------------------
DALAM REKONPENSI
1. Bahwa hal-hal yang telah diajukan dalam jawaban konpensi tersebut
diatas,merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam gugatan Rekonpensi ini;
---------------------------------------------------------------------------
2. Bahwa Termohon selanjutnya disebut sebagai Penggugat Rekonpensi dan
Pemohon adalah Tergugat Rekonpensi; ------------------------------------
3. Bahwa oleh karena Tergugat Rekonpensi selaku seorang suami dan ayah
sekaligus selaku kepala rumah tangga yang tealah memilik tanggungjawab
tehadap keluarganya,dengan sengaja telah melalaikan kewajibannya serta
menelantarkan Penggugat Rekonpensi selaku istri serta kedua anak
kandungnya terhitung mulai Juni 2012 hingga saat ini tepatnya 4 tahun 2 bulan
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 50 dari 35 hal
lamanya, maka dengan demikian Pemohon Konpensi mempunyai suatu
kewajiban yang harus dipenuhi yaitu harus membayar nafkan terhutang pada
Penggugat Rekonpensi selaku isterinya dan biaya hadlonah terhutang kepada
anak kandungnya dengan perincian sebagai berikut: ----------------------------------
----------------
a. Nafkah terhadap isteri yang terhutang Rp.50.000 (lima puluh ribu rupiah)
perhari X 50 bulan = Rp.75.000.000,- (tujuh puluh lima juta rupiah); -----------
----------------------------------------------------------------------
b. Nafkah terhadap anak (biaya hadlonah) terhutang untuk pendidikan dan
biaya hidup adalah Rp.3.000.000 (tiga juta rupiah) perbulan x 50 bulan = Rp.
150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah); ---------------
4. Bahwa mengingat perkawinan antara Tergugat Rekonpensi dan Penggugat
Rekonpensi telah dikaruniai 2 orang anak yang terhitung masih dibawah umur
serta masih memerlukan perhatian khusus dari ibunya maka mohon kepada
Majaelis Hakim Pemeriksa perkara ini agar berkenan untuk memberikan hak
asuh kepada Penggugat Rekonpensi selaku ibu kandung dari kedua anak
tersebut; ----------------------------------
5. Bahwa mengingat Tergugat Rekonpensi adalah pekerja swasta, maka mohon
Kepada Majelis Hakim pemeriksa perkara ini berkenanuntuk menetapkan biaya
hadlanah yang dibebankan kepada Pemohon Konpensi tiap bulannya sebesar
Rp.10.000.000 terhitung sejak perkara ini diputus oleh Pengadilan Agama
Salatiga dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap hingga anak tersebut
dewasa dan mandiri; ---------
6. Bahwa setelah perceraian antara Penggugat Rekonpensi dan Tergugat
Rekonpensi terjadi Tergugat Rekonpensi harus pula mematuhi kewajibannya
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 51 dari 35 hal
untuk memberi nafkah iddah kepada Penggugat Rekonpensi sebagaimana yang
diamanatkan dalam pasal 39 PP No.9 tahun 1979 J.o Pasal 149 huruf (B)
Kompilasi Hukum Islam adapun total nafkah iddah adalah Rp.50.000 perhari x 3
bulan = Rp. 4.500.000 (empat juta lima ratus ribu rupiah) dan harus diberikan
secara tunai saat ikrar talak diucapkan dihadapan Majelis Hakim Pemeriksa
Perkara ini; ---
7. Bahwa sebagaimana dimaksud pada pasal 149 huruf a Kompilasi Hukum Islam,
bila mana perkawinan putus karena talak, maka bekas suami wajib memberikan
mut’ah kepada Termohon Konpensi atau Penggugat Rekonpensi selaku bekas
isterinya, adapun mengenai mut’ah yang wajib diberikan oleh Pemohon
Konpensi kepada Termohon Konpensi adalah Rp.100.000.000 (seratus juta
rupiah) dan harus diberikan secara tunai pada saat ikrar talak diuacapkan oleh
Pemohon Konpensi dihadapan Majelis Hakim Pemeriksa perkara ini; -------------
----
Bahwa berdasarkan dalil-dalil pertimbangan tersebut diatas, Termohon
Konpensi/Tergugat Rekonpensi mohon kepada yang Mulia Hakim Pengadilan
Agama Salatiga berkenan memeriksa dan memutuskan perkara sebagai berikut:
---------------------------------------------------------------
Dalam Konpensi
1. Mengijinkan Pemohon untuk mengucapkan ikrar talak terhadap Termohon
di depan Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga; -------
2. Menetapkan biaya perkara menurut hokum; ---------------------------------
Dalam Rekonpensi
1. Memberi hak asuh anak kepada Termohon Konpensi/Pemohon Rekonpensi;
--------------------------------------------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 52 dari 35 hal
2. Mengabulkan permohonan Termohon Konpensi/Pemohon Rekonpensi; -----
---------------------------------------------------------------------
Subsidair
Atau apabila Majelis Hakim berpndapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya;
-------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa atas jawaban Termohon dan permohonan Rekonpensinya,
Pemohon telah menyampaikan replik dan jawaban Rekonpensi tertanggal 28
September 2016 sebagai berikut : ---------------------------------------
1. Dalam Konpensi.
1.1. Bahwa PEMOHON tetap pada dalil-dalil Permohonan semula. --------
1.2. Bahwa TERMOHON telah mengakui dalil-dalil permohonan PEMOHON
angka 1,2,3 dan TERMOHON juga mengakui adanya perselisihan dan
pertengkaran yang terus mnerus yang sulit untuk dapat didamaikan lagi
dalam rumah tangga; --------------------------------
1.3. Bahwa terhadap dalil jawaban TERMOHON anngka 5 adalah tidak benar
karena PEMOHON pergi untuk beberapa bulan adalah karena PEMOHON
bekerja di --- sehingga harus meninggalkan rumah untuk beberapa bulan
namun tetap mengirim uang buat TERMOHON selaku isteri. --------------------
------------------------------------
1.4. Bahwa PEMOHON sudah tidak sanggup lagi dalam ikatan perkawinan
dengan TERMOHON karena dalam kehidupan rumah tangga sering terjadi
perselisihan dan pertengkaran terus menerus dan TERMOHON juga tidak
ada keinginan untuk meneruskan rumah tangga INI sehingga jalan terbaik
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 53 dari 35 hal
bagi PEMOHON adalah menjatuhkan talaak terhadap TERMOHON. ---------
------------------------
2. Dalam Rekonpensi. ----------------------------------------------------------------------
2.1. Bahwa TERGUGAT Rekonpensi mohon segala sesuatu yang termuat dalam
konpensi dibaca kembali dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
rekonpensi ini; --------------------------------------------
2.2. Bahwa TERGUGAT Rekonpensi menolak seluruh dalil-dalil gugatan
PENGGUGAT Rekonpensi. Kecuali yang diakui secara tegas kebenarannya
dalam jawaban ini. ----------------------------------------------
2.3. Bahwa terhadap dalil gugatan PENGGUGAT Rekonpensi angka 3 adalah
tidak benar dan TERGUGAT menolaknya karena meskipun telah berpisah
rumah dengan PENGGUGAT Rekonpensi ± 3 tahun lamanya namun
TERGUGAT Rekonpensi setiap bulannya selalu mengirim uang sebagai
nafkah kepada PENGGUGAT Rekonpensi untuk biaya keperluan rumah
tangga dan biaya nafkah anak. ---------
2.4. Bahwa terhadap dalil gugatan PENGGUGAT Rekonpensi angka 5
TERGUGAT Rekonpensi menolaknya dengan tegas karena untuk biaya
nafkah kedua setiap bulanya sebesar Rp.10.000.000,- (sepuluh juta)
TERGUGAT Rekonpensi sebagai --- tidak mampu dan tidak sanggup dan
TERGUGAT Rekonpensi untuk biaya nafkah kedua anak dalam perkawinan
setiap bulannya sebesar Rp. 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah)
untuk kedua anak. -------
2.5. Bahwa PEMOHON sebagai seorang suami yang akan menjatuhkan talak
sanggup memberikan : -----------------------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 54 dari 35 hal
2.3.1. Nafkah selama masa iddah Rp. 3,000,000,-.,- (Tiga juta rupiah) --
--------------------------------------------------------------------
2.3.2. Mut ‘ah berupa uang sebesar Rp. 2.000.000,- ( dua juta rupiah) ---
-------------------------------------------------------------------
2.3.3. Nafkah untuk kedua anak setiap bulan sebesar Rp. 1.500.000,-
(satu juta lima ratus ribu rupiah). ---------------------
Berdasarkan hal tersebut diatas sudilah Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini
berkenan menjatuhkan putusan sebagai berikut: ----------------------
1. DALAM REKONPENSI
1.1. Menerima dan mengabulkan permohonan PEMOHON untuk
seluruhnya. ----------------------------------------------------------------------
1.2. Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
---------------------------------------------------------------------------
2. DALAM REKONPENSI
2.1. Menolak gugatan rekonpensi PENGGUGAT Rekonpensi untuk
seluruhnya. ----------------------------------------------------------------------
Menetapkan biaya perkara sesuai peraturan perundangan yang
berlaku; ---------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa atas replik Pemohon dan jawaban Rekonpensi, Termohon
menyampaikan secara lisan yang pada pokoknya tetap pada jawaban dan permohonan
Rekonpensi Termohon, serta menyampaikan tambahan keterangan sebagai berikut : --
---------------------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 55 dari 35 hal
- Bahwa penghasilan Pemohon sebagai ABK (Anak Buah Kapal) memperoleh gaji
Rp. 25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) perbulan dan diserahkan kepada
Termohon sebesar Rp. 17.000.000,00 (tujuh belas juta rupiah) perbulan yang
digunakan untuk mengangsur rumah sebesar Rp. 10.000.000,00 (sepuluh juta
rupiah) dan Rp. 7.000.000,00 (tujuh juta rupiah) dikelola Termohon . Setelah
berjalan beberapa tahun kiriman uang dari Pemohon menyusut menjadi Rp.
10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) perbulan. Dan setelah timbul masalah dalam
rumah tangga sekitar tahun 2012 kiriman uang dari Pemohon menyusut menjadi
Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) perbulan; ----------------------------------------------
-------------------------------------
Menimbang bahwa atas keterangan Termohon tersebut, Pemohon akan
menyampaikan tanggapan dalam tahab kesimpulan; ---------------------------
Menimbang, bahwa dalam persidangan, Pemohon mengajukan bukti-bukti
sebagai berikut :----------------------------------------------------------------------------
I. BUKTI SURAT;-----------------------------------------------------------------------------
1. Fotokopi Kutipan Akta Nikah Nomor --- Tanggal 09 Maret 2007 yang
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama --- Kota Salatiga. Bukti surat tersebut
telah diberi materai cukup dan telah dicocokkan dengan aslinya, yang ternyata
sesuai, lalu oleh Ketua Majelis diberi tanda P.1;-
II. BUKTI SAKSI
1. SAKSI I, umur 43 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, tempat kediaman di ---
, Kabupaten Banyuwangi;, di bawah sumpah memberikan keterangan
sebagai berikut :-------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 56 dari 35 hal
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi
sebagai kakak kandung Pemohon ;--------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang menikah pada
tahun 2007 dan setelah menikah tinggal bersama di rumah orang tua
Termohon kemudian menempati rumah sendiri di perumahan ---
Salatiga dan telah dikaruniai 2 orang anak yang sekarang dalam asuhan
Termohon ;---------------------------------------
- Bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam
keadaan rukun namun kemudian sejak 4 tahun yang lalu sudah tidak
harmonis disebabkan Pemohon menjalin hubungan cinta dengan
perempuan lain. Hal tersebut menyebabkan Pemohon dan Termohon
sering berselisih dan bertengkar; --------
- Bahwa Pemohon menyatakan kepada saksi kalau tidak bisa melepas
Termohon dan WIL Pemohon ; --------------------------------
- Bahwa akibatnya antara Pemohon dan Termohon tidak pernah kumpul
rukun lagi, karena Termohon juga tidak mau diduakan; --
- Bahwa kemudian Termohon bersama anak-anaknya sementara tinggal
di rumah orang tua Termohon ; -----------------------------------
- Bahwa sejak pisah tersebut antara Pemohon dan Termohon sudah tidak
ada tanda-tanda akan rukun lagi;---------------------------
- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha merukunkan Pemohon dan
Termohon akan tetapi tidak berhasil; -------------------------------
- Bahwa Pemohon bekerja di ---, namun saksi tidak mengetahui
penghasilan Pemohon;--------------------------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 57 dari 35 hal
2. SAKSI II, umur 46 tahun, agama Islam, pekerjaan ---, tempat kediaman di ---
, Kabupaten Banyuwangi; di bawah sumpah memberikan keterangan
sebagai berikut :-------------------------------------
- Bahwa saksi kenal dengan Pemohon dan Termohon karena saksi
sebagai kakak kandung Pemohon ;--------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami istri yang menikah pada
tahun 2007 dan setelah menikah tinggal bersama di rumah orang tua
Termohon kemudian menempati rumah sendiri di perumahan ---
Salatiga dan telah dikaruniai 2 orang anak yang sekarang dalam asuhan
Termohon ;------------------------
- Bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam
keadaan rukun namun kemudian sejak 4 tahun yang lalu sudah tidak
harmonis disebabkan Pemohon saat berlayar di Kalimantan menjalin
hubungan cinta dengan perempuan setempat . Hal tersebut
menyebabkan Pemohon dan Termohon sering berselisih dan
bertengkar; ------------------------------------------
- Bahwa Pemohon menyatakan kepada saksi kalau tidak bisa melepas
Termohon dan WIL Pemohon ; --------------------------------
- Bahwa akibatnya antara Pemohon dan Termohon tidak pernah kumpul
rukun lagi, karena Termohon juga tidak mau diduakan; --
- Bahwa kemudian Termohon bersama anak-anaknya sementara tinggal
di rumah orang tua Termohon ; -----------------------------------
- Bahwa sejak pisah tersebut antara Pemohon dan Termohon sudah tidak
ada tanda-tanda akan rukun lagi;---------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 58 dari 35 hal
- Bahwa pihak keluarga sudah berusaha merukunkan Pemohon dan
Termohon akan tetapi tidak berhasil, Termohon tidak bersedia karena
Pemohon tidak mau melepas WIL nya; ------------
- Bahwa Pemohon bekerja di ---, namun saksi tidak mengetahui
penghasilan Pemohon;--------------------------------------------------------
Menimbang bahwa atas keterangan saksi-saksi tersebut Pemohon dan
Termohon menerima dan membenarkannya;----------------------------------------------
Menimbang bahwa untuk menguatkan gugatan Rekonpensi, Penggugat
Rekonpensi telah menyampaikan bukti surat sebagai berikut : -------
1. Fotocopi rekening tabungan atas nama PEMOHON (Penggugat
Rekonpensi/Termohon) tertanggal 19 Oktober 2016 yang diterbitkan oleh
BNI Cabang Salatiga. Bukti surat tersebut telah diberi materai cukup dan
telah dicocokkan dengan aslinya, yang ternyata sesuai, lalu oleh Ketua
Majelis diberi tanda T.1; ---------------------------------------
2. Fotocopi rekening tabungan atas nama PEMOHON (Penggugat
Rekonpensi/Termohon) tertanggal 19 Oktober 2016 yang diterbitkan oleh
BNI Cabang Salatiga. Bukti surat tersebut telah diberi materai cukup dan
telah dicocokkan dengan aslinya, yang ternyata sesuai, lalu oleh Ketua
Majelis diberi tanda T.2; --------------------------------------
3. Fotocopi rekening tabungan atas nama PEMOHON (Penggugat
Rekonpensi/Termohon) tertanggal 19 Oktober 2016 yang diterbitkan oleh
BNI Cabang Salatiga. Bukti surat tersebut telah diberi materai cukup dan
telah dicocokkan dengan aslinya, yang ternyata sesuai, lalu oleh Ketua
Majelis diberi tanda T.3; --------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 59 dari 35 hal
Menimbang bahwa atas bukti Penggugat Rekonpensi tersebut, Tergugat
Rekonpensi/Pemohon Konpensi tidak membantah; -----------------------
Menimbang bahwa mengenai alat bukti Penggugat Rekonpensi , akan Majelis
pertimbangkan di pertimbangan Rekonpensi ; ----------------------------------
Menimbang bahwa kemudian Pemohon telah menyampaikan kesimpulannya
tanggal 21 Desember 2017, sebagaimana termuat dalam Berita Acara Persidangan; ---
----------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa kemudian Termohon juga telah menyampaikan
kesimpulannya tanggal 24 Desember 2017, sebagaimana termuat dalam Berita Acara
Persidangan; -------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Pemohon menyatakan telah cukup alasan dengan alat
buktinya dan mohon agar permohonannya dikabulkan;----------------------------
Menimbang, bahwa tentang jalannya sidang pemeriksaan perkara ini,
semuanya telah tercatat didalam Berita Acara Persidangan yang bersangkutan yang
merupakan satu kesatuan dengan putusan ini;-------------------------------------
TENTANG HUKUMNYA
DALAM KONPENSI : ----------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah
sebagaimana tersebut diatas ; -----------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah mengupayakan perdamaian dan
memerintahkan Pemohon dan Termohon untuk mediasi sebagaimana diamanatkan
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 60 dari 35 hal
Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2016 tanggal 3 Pebruari
2016 akan tetapi tidak berhasil; -----------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan Surat Keterangan Untuk Melakukan
Perceraian nomor ---, Termohon sebagai --- telah mendapatkan surat keterangan dari
atasan, dengan demikian Termohon telah memenuhi peraturan perundang-undangan
khususnya Peraturan Pemerintah nomor 45 tahun 1990 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah nomor 10 tahun 1983 tentang ijin Perkawinan dan perceraian bagi
Pegawai Negeri Sipil ; ---------------------------
Menimbang bahwa Pemohon dalam permohonannya mendalilkan bahwa
Pemohon telah melangsungkan perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Urusan Agama ---, Kota Salatiga, dan rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah
tidak harmonis, oleh karena itu Pemohon memiliki legal standing untuk mengajukan
permohonan perceraian sebagaimana diatur dalam pasal 14 Peraturan Pemerintah
Nomor 9 tahun 1975 jo. Pasal 66 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang
sudah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang
Nomor 50 tahun 2009 ;-------------------------------------------------------------------------------------
----
Menimbang bahwa sesuai dengan bukti bukti P.2 Pemohon dan Termohon
beragama Islam dan perkawinan mereka dilangsungkan berdasarkan hukum Islam oleh
karena itu berdasarkan Pasal 40 dan Pasal 63 ayat (1) huruf (a) Undang-undang Nomor
1 tahun 1974 jo. Pasal 14 dan Pasal 1 huruf (b) Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun
1975, Pasal 49 huruf (a) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang sudah diubah
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 61 dari 35 hal
Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo ;-------
----
Menimbang bahwa sesuai dengan relas panggilan ternyata Termohon adalah
penduduk dalam wilayah hukum kota Salatiga dan masuk dalam bidang perkawinan,
maka sesuai dengan ketentuan pasal 73 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989,
yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan perubahan kedua
dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009, maka perkara ini menjadi kewenangan
Pengadilan Agama Salatiga ;------
Menimbang, bahwa alat-alat bukti yang diajukan oleh Pemohon dapat
dipertimbangkan sebagai berikut : -----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa bukti P.2 berupa fotocopy Kutipan Akta Nikah adalah
merupakan akta autentik karena dibuat berdasarkan Peraturan Perundang-undangan
oleh Pejabat yang berwenang, sehingga mempunyai kekuatan pembuktian sempurna,
selama tidak dibuktikan kepalsuannya (pasal 165 HIR) ; -----------------------------------------
--------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 7 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang
menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dibuat
oleh Pegawai Pencatat Nikah maka harus dinyatakan terbukti bahwa antara Pemohon
dan Termohon telah terikat dalam perkawinan yang sah, oleh karena itu Pemohon
mempunyai alas hak untuk mengajukan permohonan ini ;----------------------------------------
--------------------------------------------
Menimbang, bahwa dalil pokok permohonan Pemohon adalah cerai gugat
dengan alasan sejak tahun 2012 antara Pemohon dengan Termohon sering terjadi
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 62 dari 35 hal
perselisihan dan pertengkaran yang disebabkan Termohon sering marah-marah tanpa
alasan yang jelas saat Pemohon pulang dari bekerja, Termohon sering pergi untuk
beberapa hari lamanya dan baru pulang setelah Pemohon mencarinya, dan antara
Pemohon dan Termohon tidak ada kecocokan lagi dalam membina rumah tangga
sehingga tidak ada rasa cinta mencintai diantara keduanya dan puncaknya sejak bulan
Januari 2013 antara Pemohon dan Termohon pisah tempat tinggal hingga sekarang
sudah pisah selama 3 tahun 5 bulan ;------------------------------------------------------------------
------
Menimbang, bahwa atas dalil permohonan Pemohon, Termohon pada
pokoknya menolak alasan yang menjadi dalil perselisihan dan pertengkaran antara
permohonan Pemohon point 4, 5 dan 6, namun Termohon tidak keberatan dicerai
Pemohon dengan mengajukan tuntutan sebagaimana dalam gugatan Rekonpensi ;-----
------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karenanya dibantah oleh Termohon , maka
kewajiban Pemohon untuk membuktikan dalil permohonannya;----------------------
Menimbang, bahwa kedua saksi Pemohon dipersidangan telah memberikan
keterangan dibawah sumpah yang isi pokoknya justru menunjukkan bahwa terjadinya
perselisihan dan pertengkaran antara Pemohon dan Termohon adalah karena Pemohon
menjalin hubungan dengan perempuan lain orang Kalimantan yang sampai sekarang
Pemohon masih menjalin hubungan dengan perempuan tersebut sedangkan Termohon
tidak mau diduakan; ----------------------------------------------------------------------------------------
----
Menimbang bahwa meskipun tidak terbukti tuduhan Pemohon sebagaimana
point 4 dan 5 akan tetapi berdasarkan pengakuan Termohon serta keterangan saksi-
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 63 dari 35 hal
saksi Pemohon, telah terbukti bahwa antara Pemohon dan Termohon telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran yang terus menerus sehingga tujuan membentuk rumah
tangga yang sakinah, mawaddah warrohmah tidak mungkin terwujud dengan demikian
kondisi keluarga Pemohon dan Termohon yang telah rusak dan pecah telah sesuai
sebagaimana posita Pemohon point 8; ------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pengakuan Termohon , surat bukti P.1 dan
keterangan saksi-saksi Pemohon dipersidangan, maka Majelis telah menemukan fakta-
fakta dipersidangan tentang rumah tangga Pemohon dan Termohon sebagai berikut : -
-------------------------------------------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon menikah pada tanggal 9 Maret 2007 di catat
oleh Pegawai Pencatat Nikah ---, Kota Salatiga;--------------------------
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon telah kumpul selayaknya
suami isteri (ba’da dukhul) di rumah rumah bersama di --- Salatiga selama 6
tahun, dan telah dikarunia 2 orang anak yang sekarang kedua anak tersebut
ikut Termohon, masing-masing bernama :
1. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON umur 8 tahun ; --------------------
2. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON, umur 5 tahun ; -------------------
- Bahwa selama Termohon tinggal di ---, Termohon sering tinggal sendiri bersama
anak-anak, karena Pemohon sebagai pelayar jarang pulang, pulang 3 bulan
sekali dan terkadang 6 bulan sekali; ---------------------------
- Bahwa pada awalnya rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam keadaan
rukun, namun kemudian sejak bulan Juni 2012 rumah tangga antara Pemohon
dan Termohon sering terjadi perselisihan dan pertengkaran dikarenakan
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 64 dari 35 hal
Pemohon telah menjalin hubungan cinta dengan perempuan lain ;-------------------
---------------------------------------------
- Bahwa Termohon meminta Pemohon agar meninggalkan perempuan lain
tersebut akan tetapi Termohon keberatan; -----------------------------------
- Bahwa sejak Pemohon menjalin cinta dengan perempuan lain, hubungan antara
Pemohon dan Termohon tidak harmonis , karena Pemohon tidak mau
meninggalkan WIL nya sedangkan Termohon tidak mau diduakan; -
- Bahwa akibatnya saat Pemohon pulang ke rumah bersama Termohon kalau
malam hari malah pulang ke rumah orang tua Termohon baru pagi harinya
kembali ke rumah bersama;-------------------------------------------------
- Bahwa puncaknya sejak 3 tahun 5 bulan yang lalu Pemohon kembali bekerja
sedangkan Termohon tetap tinggal di rumah bersama bersama kedua anaknya
dan sejak itu sudah tidak hubungan harmonis layaknya suami isteri serta sudah
tidak ada tanda-tanda akan rukun kembali; -------
- Bahwa pihak keluarga berusaha menasehati Pemohon dan Termohon akan
tetapi tidak berhasil; --------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Pemohon dalam persidangan menunjukkan sikap dan
tekadnya akan menceraikan Termohon dan Termohon juga tidak keberatan bercerai dan
pihak keluarga telah berusaha mendamaikan agar Pemohon dengan Termohon tetap
rukun membina rumah tangga namun tidak berhasil, hal itu menunjukkan bahwa
Pemohon merasa tidak ada lagi kecocokan dalam rumah tangganya bersama Termohon
karena rumah tangganya telah pecah;-----------------------------------------------------------------
---------
Manimbang, bahwa karena antara Pemohon dan Termohon telah pisahnya
tempat tinggal yang sampai sekarang saat permohonan ini diajukan tanggal 15 Juni
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 65 dari 35 hal
2016 pisah selama 3 tahun 5 bulan dan sejak itu tidak pernah kumpul kembali serta
antara Pemohon dan Termohon telah pernah didamaikan namun tidak berhasil, maka
Majelis Hakim berpendapat bahwa antara Pemohon dan Termohon telah terjadi
perselisihan dan pertengkaran sifatnya terus menerus dan tidak harapan lagi untuk
kembali rukun dalam rumah tangganya;---------------------------------------------------------------
----------------------------
Menimbang bahwa meskipun Pemohon tidak berhasil membuktikan seluruh
dalil permohonannya, namun Pemohon telah berhasil membuktikan bahwa antara
Pemohon dan Termohon telah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang terus-
menurus yang sudah sulit untuk dirukunkan dengan demikian permohon Pemohon telah
terbukti; ----------------------------------------------
Menimbang, bahwa apabila suatu rumah tangga (perkawinan) telah pecah,
sebagaimana rumah tangga Pemohon dengan Termohon, maka mawaddah, wa rahmah
dan tujuan perkawinan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 1 Undang-Undang nomor
1 tahun 1974 tidak dapat diwujudkan, sehingga perkawinan tersebut tidak bermanfaat
lagi. Apabila tetap dipertahankan akan mendatangkan pernderitaan lahir batin bagi
Pemohon dan Termohon. Oleh karena itu sudah saatnya perkawinan itu diakhiri
Perceraian;--------------------------
Menimbang bahwa dengan kondisi keluarga Pemohon dan Termohon telah
pecah sedemikian rupa yang sudah tidak ada harapan lagi untuk dirukunkan maka
Majelis perbendapat bahwa alasan perceraian yang diajukan Pemohon telah terbukti
tanpa mempersoalkan siapa yang salah. (vide Putusan MARI. No. 38 K/AG/1990
tanggal 22 Agustus 1991) ; ----------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 66 dari 35 hal
Menimbang, bahwa berdasarkan semua pertimbangan diatas, maka permohonan
Pemohon telah cukup beralasan dan tidak melawan hukum dan telah memenihu
sebagaimana ketentuan pasal 19 huruf (f) dan Peraturan Pemerintah No: 9 tahun 1975
jo. 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam, oleh karenanya permohonan Pemohon dapat
dikabulkan ;---------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 84 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989
yang telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor : 50 tahun 2009 kepada Panitera
Pengadilan Agama Salatiga diperintahkan mengirimkan salinan penetapan Ikrar talak
kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama yang wilayah hukumnya meliputi
tempat tinggal Pemohon dan Termohon dan tempat perkawinan Pemohon dan
Termohon dilangsungkan;-----
DALAM REKONPENSI -------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon Rekonpensi
adalah sebagaimana terurai diatas;------------------------------------------
Menimbang, bahwa apa yang telah dipertimbangkan dalam konpensi dianggap
pula menjadi pertimbangan dalam rekonpensi ; -----------------------------
Menimbang bahwa tidak maunya Termohon kepada Pemohon karena Pemohon
telah menjalin hubungan dengan perempuan lain, mengakibatkan pertengkaran antara
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 67 dari 35 hal
Pemohon dan Termohon, sehingga ketidakmauannya Termohon kembali kepada
Pemohon bukan merupakan perbuatan nusyuz ; -----
Menimbang bahwa karena Penggugat Rekonpensi tidak dalam keadaan nusyuz
maka Tergugat Rekonpensi berkewajiban memberikan Nafkah terhutang, Mut’ah,
Nafkah Iddah, dan Biaya Hadlonah untuk 2 orang anak;-------
Menimbang bahwa Penggugat Rekonpensi menyatakan selama 4 tahun 2 bulan
Tergugat Rekonpensi tidak mengirim nafkah sedangkan Tergugat Rekonpensi
menyatakan bahwa meskipun telah berpisah selama + 3 tahun lamanya namun
Tergugat Rekonpensi setiap bulannya selalu mengirim uang sebagai nafkah kepada
Penggugat Rekonpensi untuk keperluan biaya rumah tangga dan biaya nafkah anak,
oleh karena ada perbedaan antara Penggugat Rekonpensi dengan Tergugat
Rekonpensi, sedangkan pernyataan Penggugat Rekonpensi negatif maka kewajiban
Tergugat Rekonpensi untuk membuktikan bahwa Tergugat Rekonpensi setiap bulannya
selalu mengirim nafkah kepada Penggugat Rekonpensi ; ----------------------------------------
--------------------------------
Menimbang bahwa untuk menguatkan bantahannya Tergugat Rekonpensi tidak
menghadirkan alat bukti meskipun Majelis telah memberi kesempatan yang cukup
kepada Tergugat Rekonpensi ; -----------------------------
Menimbang bahwa akan tetapi Penggugat Rekonpensi telah menghadirkan bukti
tertulis T.1, T.2 dan T.3 sebagai bukti pengakuan kemudian Majelis mempertimbangkan
sebagai berikut : --------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 68 dari 35 hal
Menimbang bahwa bukti T.1, T.2 dan T.3 merupakan data rincian pemasukan dan
pengeluaran keuangan pada buku tabungan BNI Cabang Salatiga atas nama
TERMOHON (Penggugat Rekonpensi); --------------------------
Menimbang bahwa karena bukti T.1, T.2 dan T.3 merupakan bukti outentik maka
alat bukti tersebut merupakan alat bukti yang mengikat dan sempurna; ---------------------
------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa butki T.1 mencatat bahwa pada tanggal 08 Mei 2012 Tergugat
Rekonpensi mentransfer kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp. 13.700.000,00
(Tiga belas juta tujuh ratus ribu rupiah); -------------------------------
Menimbang bahwa bukti T.2 mencatat bahwa pada tanggal 21 Oktober 2013
Tergugat Rekonpensi mentransfer kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp.
2.500.000,00 (Dua juta lima ratus ribu rupiah), pada tanggal 19 Mei 2014 Tergugat
Rekonpensi mentransfer kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp. 1.500.000,00
(Satu juta lima ratus ribu rupiah); -------------------------
Menimbang bahwa bukti T.3 mencatat bahwa pada tanggal 24 Maret 2015 Bpk
DED mentransfer kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh
juta rupiah), pada tanggal 15 April 2015 Tergugat Rekonpensi mentransfer kepada
Penggugat Rekonpensi sebesar Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh juta rupiah); -----------------
------------------------------------
Menimbang bahwa menurut pengakuan Penggugat Rekonpensi pada bulan Mei
2015 sampai bulan Oktober 2015 juga mengirim sebesar Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh
juta rupiah) setiap bulannya dan terakhir bulan Nopember 2016 Tergugat Rekonpensi
mengirim uang sebesar Rp. 5.000.000,00 (Lima juta rupiah) maka pengakuan
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 69 dari 35 hal
Penggugat Rekonpensi tersebut merupakan bukti yang sempurna; --------------------------
-----------------------
Menimbang bahwa berdasarkan alat bukti T.1, T.2 dan T.3 serta pengakuan
Penggugat Rekonpensi maka telah terbukti Tergugat Rekonpensi telah mengirim
nafkah untuk Penggugat Rekonpensi beserta anak-anaknya sebagai berikut : ------------
-------------------------------------------------------------------
- Pada tanggal tanggal 21 Oktober 2013 sebesar Rp. 2.500.000,00 (Dua juta lima
ratus ribu rupiah); ----------------------------------------------------------
- Pada tanggal tanggal 19 Mei 2014 sebesar Rp. Rp. 1.500.000,00 (Satu juta lima
ratus ribu rupiah) ;----------------------------------------------------------
- Pada tanggal tanggal 24 Maret 2015 sebesar Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh juta
rupiah) ; --------------------------------------------------------------------
- Pada tanggal tanggal 15 April 2015 sebesar Rp. 10.000.000,00 (Sepuluh juta
rupiah) ;---------------------------------------------------------------------------------
- Pada bulan Mei 2015 sampai bulan Oktober 2015 juga mengirim sebesar Rp.
10.000.000,00 (Sepuluh juta rupiah) setiap bulannya berjumlah Rp. 60.000.000,00
(Enam puluh juta rupiah);-------------------------------------------
- Dan pengakuan Penggugat Rekonpensi pada bulan Nopember 2016 sebesar Rp.
5.000.000,00 (Lima juta rupiah) ; -----------------------------------
Menimbang bahwa berdasarkan rincian tersebut di atas maka terbukti bahwa
sejak tanggal bulan Maret 2012 sampai dengan bulan Nopember 2016 Tergugat
Rekonpensi telah mentransfer kepada Penggugat Rekonpensi sejumlah Rp.
13.700.000,00 + Rp. 2.500.000,00 + Rp. 1.500.000,00 + Rp. 10.000.000,00 + Rp.
10.000.000,00 + Rp. 10.000.000,00 + Rp. 10.000.000,00 + Rp. 10.000.000,00 + Rp.
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 70 dari 35 hal
10.000.000,00 + Rp. 10.000.000,00 + Rp. 10.000.000,00 + Rp. 5.000.000,00 = Rp.
89.000.000,00 (Delapan puluh Sembilan juta rupiah); -------------------------------------------
--------------------------
Menimbang bahwa Tergugat Rekonpensi hanya sanggup memberikan, Mut’ah
sebesar Rp. 2.000.000,00 (Dua juta rupiah), Iddah sebesar Rp. 3.000.000,00 (tiga juta
rupiah) dan Biaya Hadlonah 2 orang anak sebesar Rp. 1.500.000,00 (Satu juta lima ratus
ribu rupiah),;-------------------------------------------
Menimbang bahwa karena tidak adanya kesepakatan antara Penggugat
Rekonpensi dengan Tergugat Rekonpensi , maka Majelis secara ex officio akan
menentukan sendiri besarannya yang harus ditanggung Tergugat Rekonpensi dengan
memperhatikan kemampuan Tergugat Rekonpensi dan asas kepatutan, dengan
mempertimbangkan sebagai berikut : ----------------------
Menimbang bahwa menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 149 bahwa
seorang suami yang mencerai isterinya berkewajiban untuk memberikan nafkah kepada
bekas isterinya tersebut , dalam hal ini adalah Mut’ah, nafkah Iddah dan biaya hadlanah
untuk 2 orang anak; --------------------------------------------------------
Menimbang bahwa menurut keterangan Penggugat Rekonpensi, Tergugat
Rekonpensi bekerja di --- sebagai Mualim II dengan gaji sekitar Rp. 25.000.000,00 (Dua
puluh lima juta rupiah) tiap bulannya, sedangkan menurut Tergugat Rekonpensi
penghasilan Tergugat untuk saat ini tidak menentu karena kadang bekerja dan kadang
tidak sedangkan Penggugat Rekonpensi tidak bisa membuktikan pernyataannya oleh
karenanya pernyataan Penggugat Rekonpensi a quo tidak dapat dipertimbangkan; -----
------------------------------------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 71 dari 35 hal
Menimbang bahwa Penggugat Rekonpensi menuntut nafkah lalu selama 4 tahun,
sedangkan terbukti bahwa Tergugat Rekonpensi telah memberikan nafkah lalu kepada
Penggugat Rekonpensi beserta anak meskipun tidak rutin setiap bulan, akan tetapi
jumlah nafkah yang diberikan kepada Penggugat Rekonpensi selama 4 tahun tersebut
menurut Majelis sudah mencukupi, dan telah diakui oleh Penggugat Rekonpensi pada
bulan Nopember 2016 Tergugat Rekonpensi masih mengirim nafkah sebesar Rp.
5.000.000,- oleh karenanya gugatan nafkah lalu harus ditolak kecuali 2 bulan yang
diakui Tergugat Rekonpensi sampai putusan ini dijatuhkan yaitu bulan Desember 2016
dan bulan Januari 2017; ------------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, maka nafkah
lalu yang harus dibayarkan kepada Penggugat Rekonpensi sebesar Rp. 1.500.000,00
x 2 bulan = Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah); -------
Menimbang, bahwa terhadap nafkah anak terhutang yang dituntut oleh
Penggugat Rekonpensi terhadap Tergugat Rekonpensi yaitu sejumlah Rp.
150.000.000,00 ( Seratus lima puluh juta rupiah ), maka hal ini tidak dikenal dalam
syariat islam dan berdasarkan Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 608 K/AG/2003
tanggal 23 Maret 2005 yaitu kewajiban seorang ayah untuk memberi nafkah kepada
anaknya adalah Lil-intifa’ bukan lit-tamlik, oleh karena kelalaian seorang ayah yang tidak
memberikan nafkah kepada anaknya (nafkah madiyah anak ) tidak dapat digugat,
sehingga dengan demikian gugatan penggugat tentang hal ini harus dinyatakan tidak
dapat diterima; -------------------
Menimbang bahwa tentang tuntutan mut’ah Penggugat Rekonpensi , maka
Mejelis mempertimbangkan berdasarkan tuntutan Penggugat Rekonpensi setiap bulan
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 72 dari 35 hal
x 1 tahun yaitu Rp. 1.500.000,00 (satu juta lima ratus ribu rupiah) x 12 bulan = Rp.
18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah rupiah);-------------------
Menimbang bahwa tentang biaya Hadlonah 2 orang anak yaitu sebesar Rp.
1.500.000,00 x 2 = Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setiap bulan sampai anak tersebut
dewasa atau mandiri dengan kenaikan 10 persen setiap tahunnya; ---------------------------
-----------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas , maka kewajiban
Tergugat Rekonpensi yang harus diberikan kepada Penggugat Rekonpensi adalah
sebagai berikut : --------------------------------------------------------
Mut’ah sebesar : Rp. 18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah);
-------------------------------------------------------------------------------------
Nafkah Iddah sebesar : Rp. 4.500.000,- (Empat juta lima ratus ribu
rupiah); --------------------------------------------------------------------------------
Nafkah lalu sebesar : Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah); ------
Biaya hadlanah untuk 2 orang anak yang bernama ANAK PEMOHON DAN
TERMOHON umur 8 tahun dan ANAK PEMOHON DAN TERMOHON, umur 5
tahun setiap bulannya minimal sebesar : Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah)
setiap bulan sampai anak tersebut umur 21 tahun atau mandiri dengan kenaikan
10 persen setiap tahunnya; -----
DALAM KONPENSI DAN REKONPENSI :-------------------------------------------------
Menimbang bahwa sesuai dengan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang nomor 7
tahun 1989, tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan
Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 maka
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 73 dari 35 hal
semua biaya yang timbul dalam perkara ini dibebankan kepada Pemohon; ----------------
----------------------------------------------
Mengingat segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan
hukum syara' yang berkaitan dengan perkara ini ; -------------------------
M E N G A D I L I
Dalam Konpensi : --------------------------------------------------------------------------------
1. Mengabulkan permohonan Pemohon Konpensi ; ------------------------------------
2. Memberi ijin kepada Pemohon Konpensi (PEMOHON) untuk menjatuhkan talak satu
Roj`i terhadap Termohon Konpensi (TERMOHON) di depan sidang Pengadilan
Agama Salatiga ; ---------------------------------------------------
3. Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Karanganyar untuk mengirim salinan
penetapan ikrar talak kepada Pegawai Pencatat Nikah ---, Kota Salatiga kepada
Pegawai Pencatat Nikah ---, Kota Salatiga untuk dicatat dalam daftar yang
disediakan untuk itu; -----------------------------------------------
Dalam Rekonpensi : ----------------------------------------------------------------------------
1. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonpensi sebagian ; -----------------------
2. Menghukum kepada Tergugat Rekonpensi untuk memberikan kepada Penggugat
Rekonpensi berupa : --------------------------------------------------------
2.1. Nafkah Iddah sebesar Rp. 4.500.000,- (empat juta lima ratus ribu rupiah) ; ---
-------------------------------------------------------------------------------
2.2. Mut’ah sebesar Rp. 18.000.000,- (delapan belas juta rupiah) ; ----------
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 74 dari 35 hal
2.3. Nafkah lalu sbesar Rp. Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah); ---------------
2.4. Biaya Hadlonah 2 orang anak dalam asuhan Tergugat Rekonpensi sebesar
Rp. 3.000.000,00 (tiga juta rupiah) setiap bulan sampai anak tersebut umur
21 tahun atau mandiri dengan kenaikan 10 persen setiap tahunnya; ------------
-----------------------------------------------------------
3. Menolak gugatan Penggugat Rekonpensi selain dan selebihnya ; ------------
Dalam Konpensi dan Rekonpensi : -------------------------------------------------------
Membebankan kepada Pemohon Konpensi/Tergugat Rekonpensi untuk membayar
biaya perkara ini sebesar Rp. 751.000,00 (Tujuh ratus lima puluh saturibu rupiah); ------
-----------------------------------------------------------------------------
Demikian putusan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama
Salatiga pada hari Rabu tanggal 18 Januari 2017 M . bertepatan dengan tanggal 20
Rabiul Tsani 1438 Hijriyah H. dalam permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan
Agama Salatiga oleh kami Drs. H. ANWAR ROSIDI, sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs.
H. SALIM, S.H., M.H dan Drs. MOCH. RUSDI, M.H, masing-masing sebagai Hakim
Anggota, putusan mana pada hari itu juga dibacakan dalam persidangan yang terbuka
untuk umum oleh Ketua Majelis tersebut didampingi para Hakim Anggota dan dibantu
oleh Dra. Hj. SITI ZULAIKHAH, sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri Pemohon
diluar hadirnya Termohon ;------------------------------------------------------------------------------
Hakim Ketua Majelis,
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 75 dari 35 hal
Drs. H. ANWAR ROSIDI
Hakim Anggota I,
Drs. H. SALIM, S.H., M.H
Hakim Anggota II,
Drs. MOCH. RUSDI, M.H
Panitera Pengganti
Dra. Hj. SITI ZULAIKHAH
Perincian Biaya :
1. Biaya Pendaftaran Rp. 30.000,00
2. Biaya Proses Rp. 50.000,00
3. Biaya Panggilan Rp. 660.000,00
4. Biaya Redaksi Rp. 5.000,00
5. Biaya Materai Rp. 6.000,00
Jumlah Rp. 751.000,00
Putusan Nomor 0668/Pdt.G/2016/PA.Sal Lembar 76 dari 35 hal
(Tujuh ratus lima puluh satu ribu rupiah)
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 77 dari 35 halaman
PUTUSAN
Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
Pengadilan Agama Salatiga yang memeriksa dan mengadili perkara perdata
dalam tingkat pertama dalam persidangan Majelis telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara cerai talak antara :-----------------------------
PEMOHON, Umur 42 Tahun, Agama Islam,Pendidikan Pasca Sarjana Srata 3
Pekerjaan ---, bertempat kediaman di ---, Kota Salatiga,
berdasarkan Surat kuasa Khusus tertanggal 09 November
2016 memberikan Kuasa kepada S.S Fatimah, SH, Advokat
dan Konsultan Hukum LBH Bakti Nusa, yang berkantor di JL.
Diponegoro 164 Salatiga, sebagai PEMOHON ;------------
L a w a n
TERMOHON, Umur 40 Tahun, Agama Islam,Pendidikan Diploma III, Pekerjaan
---, bertempat kediaman di ---, Kota Salatiga, berdasarkan
Surat kuasa Khusus tertanggal 13 Desember 2016
memberikan Kuasa kepada Atatin Malihah, S.Ag dan kawan
kawan Advokat dan Konsultan Hukum ATATIN MALIHAH
S.Ag dan Partner, yang berkantor di JL. Bukit Beringi Elok V
/B 383 RT. 03/RW. 16 Kelurahan Wonosari , Kecamatan
Ngaliyan , Kota Semarang dan berdasarkan Surat kuasa
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 78 dari 35 halaman
Khusus tertanggal 18 Juli 2017 memberikan Kuasa Subtitusi
kepada Yakub Adi Krisanto ,SH.MH Advokat dari Kantor
Hukum Yakub Adi Krisanto dan Rekan, yang berkantor di JL.
Jenderal Sudirman No.5 Lantai 2 Salatiga sebagai
TERMOHON;--------------------------------------------------
Pengadilan Agama tersebut;--------------------------------------------------------------------
Telah membaca surat-surat perkara;---------------------------------------------------------
Telah mendengar keterangan Pemohon serta saksi-saksi di muka persidangan;-
TENTANG DUDUK PERKARANYA
Menimbang, bahwa Pemohon berdasarkan surat permohonannya tertanggal
Nopember 2016 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Salatiga Nomor :
1258/Pdt.G/2016/PA.Sal tanggal 14 Nopember 2016. telah mengajukan alasan -alasan
sebagai berikut;-----------------------------------------
1. Bahwa Pemohon dan Termohon telah melangsungkan pernikahan yang dicatat
oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama ---, Kabupaten Boyolali,
yang tercatat dalam Kutipan Akta Nikah Nomor : --- tertanggal 01 Maret 1997.
2. Bahwa sesudah akad nikah antara Pemohon dengan Termohon hidup bersama
kurang lebih selama 19 ( Sembilan Belas ) tahun di rumah orang tua Pemohon di
---, Salatiga, dari bulan Maret 1997 sampai bulan Oktober 2016 .
3. Bahwa dalam pernikahan tersebut Pemohon dengan Termohon tersebut telah
hidup rukun sebagaimana layaknya suami istri (ba’da dukhul) dan dikaruniai 4 (
empat ) orang anak. Yaitu :
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 79 dari 35 halaman
I. Anak Laki – laki yang bernama ANAK PEMOHON DAN TERMOHON , yang
lahir di Salatiga, pada tanggal 15 Januari 1998; sekarang berumur +18
tahun
II. Anak perempuan yang bernama ANAK PEMOHON DAN TERMOHON,
yang lahir di Salatiga pada tanggal 27 November 2001; sekarang berumur
+15 tahun
III. Anak perempuan yang bernama ANAK PEMOHON DAN TERMOHON ,
yang lahir di Salatiga pada tanggal 24 Desember 2005 , sekarang berumur
+11 tahun
IV. Anak Perempuan yang bernama ANAK PEMOHON DAN TERMOHON,
yang lahir di Salatiga pada tanggal 16 April 2014, sekarang berumur +2
tahun
4. Bahwa semula keadaan rumah tangga Pemohon dan Termohon dalam
keadaan harmonis, baik dan rukun. Akan tetapi setelah 19 tahun
perkawinan, Pemohon dan Termohon sering terjadi kesalahpahaman yang
disebabkan :
a. Termohon kalau melakukan hal – hal yang berhubungan dengan
rumah tangga tanpa seijin Pemohon, kalau ditanya malah marah -
marah
b. Termohon tidak patuh kepada Pemohon apabila pergi ke luar rumah
jarang minta izin pemohon
5. Bahwa karena situasi rumah tangga Pemohon dan Termohon selalu terjadi
kesalahpahaman, maka puncak perselisihan terjadi pada bulan agustus 2016;
6. Bahwa atas sikap Termohon tersebut diatas, sehingga situasi rumah tangga
Pemohon dan Termohon sering terjadi perselisihan terus – menerus yang sulit
didamaikan, kemudian Pemohon tinggal di rumah paviliun dan Termohon tinggal
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 80 dari 35 halaman
di rumah utama di ---, Salatiga sehingga antara Pemohon dan Termohon sudah
pisah selama kurang lebih 1 (satu) bulan, yaitu dari Bulan Oktober tahun 2016
sampai Permohonan Cerai Talak ini diajukan di Pengadilan Agama Salatiga ;
7. Bahwa, atas hal-hal tersebut di atas Pemohon mengajukan Cerai Talak terhadap
Termohon dengan alasan : antara Pemohon dan Termohon terus – menerus
terjadi perselisihan dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah
tangga.;
Bahwa atas dasar hal-hal yang terurai di atas Pemohon mohon kepada Bapak
Ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini
nantinya agar berkenan menerima, memeriksa dan kemudian menjatuhkan putusannya
sebagai berikut :
PRIMAIR
1. Mengabulkan Permohonan Cerai Talak Pemohon.
2. Memberi ijin kepada Pemohon ( PEMOHON ) untuk mengucapkan ikrar talak
terhadap Termohon (TERMOHON, di depan persidangan Pengadilan Agama
Salatiga
3. Menetapkan biaya perkara menurut hukum.
SUBSIDAIR
- Mohon putusan lain yang seadil – adilnya ( ex aequo et bono ).
Menimbang, bahwa pada hari sidang yang telah ditentukan para pihak hadir
dan menghadap di persidangan;--------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung RI No.1 tahun
2016 tentang Mediasi, Pemohon dan Termohon atas perintah Majelis telah
melaksanakan mediasi dengan Mediator Drs. H. ANWAR ROSIDI , tanggal 22 Desember
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 81 dari 35 halaman
2016 namun gagal berdasarkan laporan hasil mediasi tanggal 22 Desember 2016,
mediasi dinyatakan gagal;-----------------------------------------------
Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim berusaha dengan sungguh-sungguh
mendamaikan Pemohon dan Termohon di persidangan, tidak berhasil;-
Menimbang, bahwa kemudian dibacakan permohonan Pemohon dan Pemohon
melalui Kuasanya tetap mempertahankan dalil permohonannya tanpa perubahan dan
atau tambahan sesuatu apapun;-------------------------------------------
Menimbang, bahwa atas permohonan Pemohon tersebut Termohon telah
memberikan jawaban secara tertulis tertanggal 23 Maret 2016 sebagai berikut :-----------
-------------------------------------------------------------------------------------
DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa Termohon dengan ini menyatakan menolak seluruh dalil-dalil
Pemohon, kecuali terhadap hal-hal yang diakui secara tegas kebenarannya
oleh Termohon dalam jawaban ini;
2. Bahwa benar dalil Pemohon dalam permohonannya point 1 bahwa
Pemohon dan Termohon telah melangsungkan pernikahan yang dicatat
oleh Pegawai Pencatat Nikah kantor Urusan Agama --- kabupaten Boyolali
yang tercatat dalam Kutipan akta nikah Nomor : --- tertanggal 01 Maret
1997;
3. Bahwa tidak sepenuhnya benar dalil Pemohon dalam permohonannya point
2 bahwa sesudah akad nikah antara pemohon dan Termohon hidup
bersama kurang lebih selama 19 (sembilan belas) tahun dirumah orang tua
Pemohon di ---, Salatiga, dari bulan Maret 1997 sampai Oktober 2016
karena faktanya rumah di ---, Salatiga, adalah rumah bersama. Memang
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 82 dari 35 halaman
tanahnya pemberian orang tua pemohon namun pembangunan rumah
tersebut dibangun bersama antara Pemohon dan Termohon;
4. Bahwa benar dalil Pemohon point 3 bahwa selama perkawinan antara
Pemohon dan Termohon telah hidup rukun sebagaimana layaknya suami
isteri dan dikaruniai 4 (empat) orang anak yaitu:
a. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON, lahir di Salatiga, tanggal 15
Januari 1998 sesuai dengan Akta kelahiran No --- yang dikeluarkan oleh
kepala Kantor Catatan Sipil Kota Salatiga pada tangga 7 Februari 1998;
b. ANAK PEMOHON DAN TERMOHONuni, lahir di Salatiga tanggal 27
November 2001 sesuai dengan Akta kelahiran No --- yang di keluarkan
oleh kepala Dinas Tenaga Kerja, Kependudukan dan Catatan Sipil Kota
Salatiga pada tanggal 23 Januari 2002;
c. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON, lahir di Salatiga tanggal 24
Desember 2005 sesuai dengan Akta kelahiran No --- yang di keluarkan
oleh kepala Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga pada
tanggal 03 Januari 2006;
d. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON, lahir di Salatiga tanggal 16 April
2014 sesuai dengan Akta kelahiran No --- yang di keluarkan oleh kepala
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga pada tanggal 26
Mei 2014;
5. Bahwa tidak benar dalil Pemohon dalam permohonannya point 4 yang
menyebutkan bahwa semula kehidupan rumah tangga Pemohon dan
Termohon dalam keadaan harmonis, baik dan rukun. Akan tetapi setelah
19 tahun perkawinan, Pemohon dan Termohon sering terjadi
kesalahpahaman yang disebabkan:
a. Termohon kalau melakukan hal-hal yang berhubungan dengan rumah
tangga tanpa seijin Pemohon, kalau ditanya malah marah-marah
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 83 dari 35 halaman
b. Termohon tidak patuh kepada Pemohon apabila pergi keluar rumah
jarang minta ijin Pemohon;
6. Bahwa tidak benar apa yang disampaikan oleh Pemohon dalam point 5 a
karena segala sesuatu yang menyangkut atau berhubungan dengan rumah
tangga, Termohon selalu melibatkan Pemohon. Tidak pernah Termohon
mengambil keputusan sendiri;
7. Bahwa demikian juga dalil Pemohon pada point 5 b bahwa karena sudah
menjadi kesepakatan bersama Termohon bekerja bersama Pemohon
dalalam usaha BMT Ramadana, segala aktifitas Termohon sudah
semestinya atas pengetahuan Pemohon;
8. Bahwa sampai saat ini antara Pemohon dan Termohon masih tinggal
bersama dalam satu rumah dikediaman bersama di ---, Kota Salatiga.
Termohon masih berharap ada kesempatan untuk memperbaiki rumah
tangga dengan Pemohon. Demi tujuan mulia bersama perkawinan untuk
membentuk keluarga yang sakinah mawaddah warahmah sebagaimana
tertuang dalam pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan
karenanya tujuan pernikahan untuk membentuk keluarga yang sakinah
mawaddah warahmah tertuang dalam pasal 1 UU No. 1 tahun 1974
sebagaimana janji Pemohon kepada Termohon;
9. Bahwa atas keinginan Pemohon ini, untuk menyudahi rumah tangga tidak
saja membuat Termohon bersedih dan terluka namun juga telah membuat
anak-anak terguncang psikisnya, anak-anak adalah amanah dari Allah
ynag harus dibimbing, diarahkan dan didampingi orang tua yang lengkap.
Mereka membutuhkan keluarga utuh untuk tumbuh kembang dengan baik;
10. Bahwa apapun kesalahan yang telah Termohon lakukan, Termohon siap
memperbaiki agar rumah tangga Termohon dengan Pemohon
terselamatkan. Membina rumah tangga yang telah berjalan 19 tahun tentu
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 84 dari 35 halaman
tidak sedikit masalah yang mewarnai, namun Termohon yakin bahwa akan
dapat terwujud rumah tangga yang sakinah mawaddah warahmah jika
masih ada niatan dari kedua belah pihak untuk saling memperbaiki demi
keutuhan bersama;
Demikian jawaban Termohon atas permohonan ikrar talak Pemohon, untuk itu
Termohon memohon kepada Bapak Ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q
majelis Hakim yang memeriksa perkara berkenan menjatuhkan putusan
sebagai berikut:
1. Menolak permohonan ikrar talak Pemohon
2. Menetapkan biaya perkara menurut hukum
Atau
Apabila pengadilan Agama Salatiga berpendapat lain mohon putusan yang
adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
Menimbang, bahwa atas jawaban dari Termohon diatas kemudian Pemohon
melalui kuasanya menyampaikan replik tertulis tertanggal 13 april 2016 yang pada
pokoknya sebagai berikut :-------------------------------------------------
DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa Pemohon menyampaikan dalam jawaban Termohon nomor 2 (dua)
benar
2. Bahwa Pemohon menyampaikan dalam jawaban Termohon nomor 3 (tiga)
akan dibuktikan dalam acara pembuktian tentang rumah di --- Salatiga
adalah rumah bersama;
3. Bahwa Pemohon menyampaikan dalam jawaban Termohon nomor 4
(empat) benar
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 85 dari 35 halaman
4. Bahwa pemohon menyampaikan jawaban Termohon nomor 5 (lima)
Pemohon tetap pada permohonan semula
5. Bahwa Pemohon menyampaikan jawaban Termohon nomor 6 (enam)
pemohon tetap pada permohonan semula;
6. Bahwa Pemohon menyampaikan jawaban Termohon nomor 7 (tujuh)
Pemohon tidak pernah menyinggung tentang usaha BMT Ramandana
maka jawaban dari Termohon tersebut mohon dikesampingkan;
7. Bahwa Pemohon menyampaikan jawaban Termohon nomor 8 (delapan)
pemohon tetap pada permohonan semula;
8. Bahwa Pemohon menyampaikan jawaban Termohon nomor 9 (sembilan)
Pemohon tetap pada permohonan semula;
9. Bahwa Pemohon menyampaikan jawaban Termohon nomor 10 (sepuluh)
Pemohon tetap pada permohonan semula;
Menimbang, bahwa atas replik diatas, kemudian Termohon menyampaikan
duplik tertulis tertanggal 15 Juni 2016 sebagai berikut :-------------
DALAM POKOK PERKARA
1. Bahwa Termohon pada prinsipnya tetap berpendirian pada jawaban
Termohon pada tanggal 23 Maret 2017 kecuali yang diakui secara tegas
oleh Termohon;
2. Bahwa Termohon menyatakan membenarkan dalil pemohon angka 1
(satu);
3. Bahwa Termohon tetap pada dalil-dalil jawaban Termohon dan menolak
dalil Pemohon pada angka 2 (dua) karena faktanya rumah di --- Salatiga
adalah rumah bersama;
4. Bahwa Termohon menyatakan membenarkan dalil pemohon angka 3 (tiga)
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 86 dari 35 halaman
5. Bahwa Termohon tetap pada dalil-dalil jawaban Termohon dan menolak
dalil Pemohon pada angka 4 (empat)
6. Bahwa Termohon tetap pada dalil-dalil jawaban Termohon dan menolak
dalil Pemohon pada angka 5 (lima)
7. Bahwa Termohon tetap pada dalil-dalil jawaban Termohon dan menolak
dalil Pemohon pada angka 6 (enam) karena faktanya Termohon dan
Pemohon sudah ada kesepakatan bersama antara Pemohon dengan
Termohon dalam usaha BMT Ramadana sehingga seharusnya segala
aktifitas Termohon sudah semestinya Pemohon mengetahuinya;
8. Bahwa Termohon tetap pada dalil-dalil jawaban Termohon dan menolak
dalil Pemohon pada angka 7 (tujuh)
9. Bahwa Termohon tetap pada dalil-dalil jawaban Termohon dan menolak
dalil Pemohon pada angka 8 (delapan)
10. Bahwa Termohon tetap pada dalil-dalil jawaban Termohon dan menolak
dalil Pemohon pada angka 9 (sembilan)
Demikian Duplik Termohon, untuk itu Termohon memohon kepada Bapak
Ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q majelis Hakim yang memeriksa perkara
Nomor 1258/Pdt.G/2016/PA. Sal berkenan menjatuhkan putusan sebagai
berikut:
1. Menerima Duplik Termohon untuk keseluruhan
2. Menolak permohonan ikrar talak Pemohon
3. Menetapkan biaya perkara menurut hukum
Atau
Apabila pengadilan Agama Salatiga berpendapat lain mohon putusan yang
adil berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa;
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 87 dari 35 halaman
Menimbang, bahwa untuk memperkuat dalil permohonannya, Pemohon telah
mengajukan surat bukti berupa :-------------------------------------------------------
Fotocopy Kartu Tanda Penduduk Pemohon NIK: --- tanggal 30 Maret 2012 yang
dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten
Semarang, bermetarai cukup, telah dicocokkan dan telah sesuai dengan aslinya,
kemudian oleh Ketua Majelis diberi tanda P1;--------
Fatocopy Kutipan Akta Nikah Nomor : --- tertanggal 01 Maret 1997, yang
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama --- Kabupaten Boyolali, bermaterai cukup,
telah dicocokkan dan telah sesuai dengan aslinya, kemudian oleh Ketua Majelis
diberi tanda P2;------------------------------------------------------------
Asli surat Keputusan Rektor --- Salatiga Nomor : --- tertanggal 10 april 2017, yang
dikeluarkan oleh Rektor --- Salatiga, bermaterai cukup, telah dicocokkan dan telah
sesuai dengan aslinya, kemudian oleh Ketua Majelis diberi tanda P3;-----------------
--------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa disamping bukti surat tersebut, Pemohon juga
mengajukan bukti berupa saksi-saksi untuk meneguhkan dalil permohonannya :-
1. SAKSI I, umur 32 tahun, agama Islam, Pekerjaan ---, tempat tinggal di ---, Kota
Salatiga, di bawah sumpah saksi memberikan keterangan sebagai berikut :-------
--------------------------------------------------------------------------------
- Bahwa saksi adalah adik Ipar Pemohon;----------------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah tahun 1997
yang lalu;-----------------------------------------------------------------
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di rumah
orang tua Pemohon --- selama 19 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak;----
----------------------------------------------------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 88 dari 35 halaman
- Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon seluma harmonis namun sejak
setahun terakhir ini, antara Pemohon dan Termohon sering terjadi
kesalahpahaman, bertengkar dan telah pisah ranjang sebabnya karena
Termohon tidak taat kepada Pemohon;------------------
- Bahwa sejak 3 bulan yang lalu Pemohon pindah ke rumah Pemohon yang baru
bersama anak nomor 1 ;------------------------------------------------
- Antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada komunikasi;-------------
- Bahwa saksi sudah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon untuk
bisa rukun kembali tetapi tidak berhasil;---------------------------------
2. SAKSI II, umur 32 tahun, agama Islam, Pekerjaan ---, tempat tinggal di ---
Kabupaten Magelang, di bawah sumpah saksi memberikan keterangan sebagai
berikut :----------------------------------------------------------------------------
- Bahwa saksi adalah sebagai asisten Rumah Tangga tetangga Pemohon;------
--------------------------------------------------------------------------
- Bahwa saksi bekerja sejak awal tahun 2016 sampai awal 2017 satu tahunan;-
----------------------------------------------------------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah lebih
kurang 20 tahunan yang lalu ;-----------------------------------------------
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di rumah
orang tua Pemohon --- selama 20 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak;---
---------------------------------------------------------------------------
- Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon seluma harmonis namun sejak
3 bulanan yang lalu , antara Pemohon dan Termohon sering terjadi
kesalahpahaman, bertengkar , Cekcok , Termohon membanting HP dan kejar
kejaran di jalan umum karena bertengkar, sebabnya tidak tahu ;------------------
------------------------------------------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 89 dari 35 halaman
- Bahwa sejak 3 bulan yang lalu Pemohon dan Termohon pisah rumah ,
Pemohon pindah ke rumah Pemohon yang baru ;---------------------------
- Bahwa Antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada komunikasi;---
- Bahwa saksi sudah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon untuk
bisa rukun kembali tetapi tidak berhasil;---------------------------------
3. SAKSI III, umur 40 tahun, agama Islam, Pekerjaan ---, tempat tinggal di ---, Kota
Salatiga , di bawah sumpah saksi memberikan keterangan sebagai berikut :------
----------------------------------------------------------------------
- Bahwa saksi adalah Pembantu Pemohon;--------------------------------------
- Bahwa saksi menjadi Pembantu Pemohon sejak januari 2017 sampai mei 2017
;------------------------------------------------------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah tahun 1997
yang lalu;-----------------------------------------------------------------
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di rumah
orang tua Pemohon --- selama 19 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak;--
----------------------------------------------------------------------------
- Bahwa setahu saya rumah tangga Pemohon dan Termohon sudah tidak
harmonis , terakhir ini antara Pemohon dan Termohon sering terjadi
kesalahpahaman, bertengkar masalah anak ;------------------------
- Bahwa sewaktu saya masih bekerja di rumah Pemohon , Pemohon tinggal
rumah Pavilyun sedang Termohon di Rumah Induk ;namu sekarang saya
sudah tidak tahu lagi;---------------------------------------------
- Antara Pemohon dan termohon sudah tidak ada komunikasi;--------- ---
Menimbang, bahwa untuk membuktikan bantahanya Termohon mengajukan
alat bukti berupa saksi-saksi masing masing bernama :--------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 90 dari 35 halaman
1. SAKSI TI , umur 65 tahun, agama Islam, Pekerjaan ---, tempat tinggal di ---,
Kabupaten Boyolali, di bawah sumpah saksi memberikan keterangan sebagai
berikut :----------------------------------------------------------------------------
- Bahwa saksi adalah Ibu Kandung Termohon ;---------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah tahun 1997
yang lalu;-----------------------------------------------------------------
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di rumah
orang tua Pemohon --- selama 19 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak;---
---------------------------------------------------------------------------
- Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon semula baik baik, harmonis
namun beberapa bulan terakhir ini, antara Pemohon dan Termohon sering
terjadi kesalahpahaman, bertengkar dan berselisih sebabnya tidak tahu,
pernah termohon disuruh berhenti bekerja di BMT tapi Termohon tidak mau ;-
---------------------------------------------------
- Bahwa antara Pemohon dan Termohon sudah tidak serumah, Pemohon
pindah ke rumah Pemohon yang baru sedangkan Termohon tinggal di rumah
bersama yang lama ;--------------------------------------------
- Antara Pemohon dan termohon sudah tidak ada komunikasi;--------------
- Bahwa saksi sudah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon untuk
bisa rukun kembali tetapi tidak berhasil;---------------------------------
2. SAKSI TII, umur 40 tahun, agama Islam, Pekerjaan ---, tempat tinggal di ---
Kabupaten Semarang, di bawah sumpah saksi memberikan keterangan
sebagai berikut :-------------------------------------------------------
- Bahwa saksi adalah sebagai asisten Rumah Tangga tetangga atau Teman
Termohon;----------------------------------------------------------------------
- Bahwa Pemohon dan Termohon adalah suami isteri yang menikah lebih tetapi
saya tidak tahu persis kapan menikahnya ;----------------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 91 dari 35 halaman
- Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di rumah
orang tua Pemohon --- selama 20 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak;--
----------------------------------------------------------------------------
- Bahwa rumah tangga Pemohon dan Termohon baik baik dan harmonis tetapi
sejak pindah di rumah bersama saya tidak tahu keadaannya ;---------------------
-------------------------------------------------------
- Bahwa saya juga tidak tahu apakah pemohon dan termohon masih tinggal
bersama atau sudah pisah ; ---------------------------------------------
- Bahwa saksi sudah berusaha mendamaikan Pemohon dan Termohon untuk
bisa rukun kembali tetapi tidak berhasil;---------------------------------
Menimbang, bahwa Termohon membenarkan keterangan saksi-saksi tersebut
;----------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon juga telah mengajukan
kesimpulan secra tertulis sebagai berikut :
KESIMPULAN PEMOHON
1. Bahwa Pemohon menyampaikan permohonannya kemudian dilanjutkan
termohon menyampaikan jawabannya dan dilanjut pemohon membuat
replik dan Termohon membuat duplik;
2. Bahwa kemudian persidangan memasuki tahap pembuktian, Pemohon
membawa bukti surat dan membawa 3 (tiga) orang saksi dibawah sumpah
yang pada intinya menyampaikan sudah terjadi percekcokan yang sulit
didamaikan kemudian dari saksi pihak keluarga sudah tidak bisa untuk
mendamaikan kedua belah pihak, antara Pemohon dan Termohon;
3. Bahwa Termohon telah mendatangkan 2 (dua) orang saksi dibawah
sumpah yang satu adalah orang tua dari Termohon yang intinya
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 92 dari 35 halaman
menyampaikan antara Pemohon dan Termohon sering terjadi percekcokan
dan pertengkaran, saksi mengetahui sendiri sering juga mendamaikan
tetapi sekarang sudah tidak sanggup untuk mendamaikan pemohon dan
termohon kemudian saksi yang satunya lagi tidak bisa memberi keterangan
yang jelas dan tidak mengetahui tentang rumah tangga Pemohon dan
Termohon saat ini;
4. Bahwa Pemohon sudah mendapatkan keputusan dari Rektor --- Salatiga
yaitu ijin perceraian dikarenakan Pemohon adalah --- di Lingkungan ---
Salatiga;
KESIMPULAN TERMOHON
1. Bahwa benar antara Pemohon dan Termohon telah menikah yang dicatat
oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama ---, Kabupaten
Boyolali sebagaimana tercatat pada dalam Kutipan Akta Nikah Nomor ---
tertanggal 1 Maret 1997;
2. Bahwa benar dalam pernikahan antara Pemohon dan Termohon telah
dikaruniai 4 (empat) orang anak yaitu:
a. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON yang lahir di Salatiga pada
tanggal 15 Januari 1998 sesuai dengan Akta kelahiran No --- yang
dikeluarkan oleh kepala Kantor Catatan Sipil Kota Salatiga pada
tangga 7 Februari 1998;
b. ANAK PEMOHON DAN TERMOHONuni yang lahir di Salatiga pada
tanggal 27 November 2001 sesuai dengan Akta kelahiran No ---
yang di keluarkan oleh kepala Kantor Catatan Sipil Kota Salatiga
pada tanggal 23 Januari 2002;
c. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON yang lahir di Salatiga tanggal
24 Desember 2005 sesuai dengan Akta kelahiran No --- yang di
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 93 dari 35 halaman
keluarkan oleh kepala Kantor Catatan Sipil Kota Salatiga pada
tanggal 03 Januari 2006;
d. ANAK PEMOHON DAN TERMOHON yang lahir di Salatiga tanggal
16 April 2014 sesuai dengan Akta kelahiran No --- yang di keluarkan
oleh kepala Kantor Catatan Sipil Kota Salatiga pada tanggal 26 Mei
2014;
3. Bahwa tidak benar Pemohon sudah meninggalkan rumah tempat tinggal
Pemohon dan Termohon di --- Kota Salatiga sejak sebelum Oktober 2016
sampai dengan November 2016;
4. Bahwa pemohon masih tinggal bersama Termohon ketika sidang perkara a
quo sedang berlangsung;
5. Bahwa dengan fakta ini, kualitas dalil-dalil Pemohon patut dipertimbangkan
oleh hakim pada saat memeriksa perkara a quo khususnya dalam
mengambil putusan;
6. Bahwa dalil Pemohon yang menyatakan Termohon melakukan hal-hal yang
berhubungan dengan rumah tangga tanpa seijin Pemohon sangat tidak
benar. Pemohon tidak bisa membuktikan dalilnya tersebut dari dua orang
saksi yang diajukan;
7. Bahwa Termohon selama perkawinan dengan Pemoho selalu patuh
terhadap Pemohon dan selalu minta ijin atau persetujuan kepada Pemohon
apabila hendak melakukan aktivitas di luar rumah baik yang bersifat
pekerjaan maupun sosial;
8. Bahwa apabila majelis hakim akan menggunakan alasan perceraian
berdasarkan pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yaitu adanya perselisihan
terus menerus maka ada beberapa hal yang perlu di petimbangkan yaitu:
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 94 dari 35 halaman
a. Perselishan atau pertengkaran adalah hal wajar dalam perkawinan
karena perbedaan pandangan atau pendapat antara Pemohon dan
Termohon
b. Permasalahan yang menjadi akar perselisihan bukan hal substansial
bagi terwujudnya perkawinan yang shakinah, mawadah dan warohmah.
Karena yang selalu dipermasalahkan adalah Termohon yang aktif
berkegiatan di organisasi sosial kemasyarakatan dan atau yang
berkaitan dengan pekerjaan yang dipimpin oleh Pemohon;
c. Perselisihan yang di dalilkan oleh Pemohon tidak terjadi secara terus
menerus karena sangat tergantung dari kondisi psikologis Pemohon.
Misalnya Pemohon sedang capek atau beban pekerjaan sedang
menumpuk maka mudah sekali memicu pertengkaran karena pada saat
itu Termohon sedang melakukan aktifitas meski sudah pamit ke
Pemohon;
9. Bahwa saksi-saksi yang diajukan oleh Pemohon tidak pernah mengetahui
secara langsung adanya perselisihan terus menerus. Saksi hanya
mengatakan pernah ada pertengkaran dan / atau diminta oleh Pemohon
mengantar ke Rumah Sakit karena sakit;
10. Bahwa keterangan saksi-saksi Pemohon tidak mengatakan terjadinya
perselihan terus menerus antara Pemohon dan Termohon. Kedua saksi
Pemohon hanya mengetahui pernah terjadi perselisihan atau
pertengakaran antara Pemohon dan Termohon dan tidak pernah
mengetahui substansi pertengkaran antara Pemohon dan Termohon;
11. Bahwa keterangan saksi Termohon juga hanya mengetahui adanya
perselisihan atau pertengkaran namun apakah selalu terjadi perselisihan,
saksi tidak mengetahui;
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 95 dari 35 halaman
12. Bahwa untuk itu Majelis Hakim tidak dapat mengetahui berdasarkan
keterangan para saksi, apakah sudah terjadi perselisihan yang terus
menerus atau tidak. Karena para saksi hanya mengetahui adanya
pertengkaran secara parsial atau incidental;
13. Bahwa berdasarkan pasal 8 ayat (1) dan (2) peraturan Pemerintah No.10
Tahun 1983 tentang ijin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri
Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah No. 45 tahun
1990 tentang Perubahan peraturan Pemerintah No. 10 tahun 1983 tentang
ijin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri Sipil menentukan
apabila perceraian terjadi atas kehendak pegawai negeri Sipil maka ia wjib
menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas istri dan anak-
anaknya. Pembagian gaji sebagaimana dimaksud ayat (1) ialah sepertiga
untuk pegawai negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas
istrinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya;
14. Bahwa Pemohon adalah seorang pegawai negeri Sipil Dosen --- Salatiga;
15. Bahwa dengan demikian Majelis Hakim harus memberikan nafkah kepada
Termohon dan anak-anak Pemohon sesuai dengan Pasal 8 ayat (1) dan (2)
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan dan
perceraian bagi pegawai negeri Sipil sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah No.45 tahun 1990 tentang ijin perkawinan dan
perceraian bagi pegawai negeri Sipil;
16. Bahwa apabila Majelis Hakim akhirnya menilai telah terpenuhi alasan
perceraian, maka untuk menjamin pemberian nafkah kepada istri harus
dipotong langsung dari gaji pemohon yang diterima sebagai Pegawai
Negeri Sipil Dosen --- Salatiga ke rekening Termohon;
17. Bahwa nafkah sebagaimana dimaksud pada angka 16 adalah nafkah
mut’ah yang wajib diberikan Pemohon kepada Termohon apabila Majelis
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 96 dari 35 halaman
Hakim menerima permohonan a quo sebagaimana diatur dalam pasal 149
huruf a jo pasal 158 huruf b Kompilasi Hukum Islam;
18. Bahwa meskipun pasal 156 Kompilasi Hukum Islam mengatur mengenai
haddanah bagi anak yang belum mumayyis;
19. Bahwa Pemohon tidak mempermasalahkan hak asuh anak (haddanah) dan
dari hasil perkawinan Pemohon dan Termohon telah lahir 4 (empat) orang
anak, maka kami meminta haddanah keempat anak berada di Termohon;
20. Bahwa berdasarkan pasal 8 ayat (1) dan (2) Peraturan pemerintah No. 10
tahun 1983 tentang ijin perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri
Sipil sebagaimana telah diubah dengan Peraturan pemerintah No.45 tahun
1990 tentang Perubahan Peraturan pemerintah No.10 tahun 1983 tentang
Ijin Perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, maka Pemohon
memberikan haddanah kepada keemapt anak sampai dengan lulus
sarjana;
21. Bahwa apabila Pemohon keberatan dengan ketentuan berdasarkan pasal
8 ayat (1) dan (2) Peraturan pemerintah No. 10 tahun 1983 tentang ijin
perkawinan dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan pemerintah No.45 tahun 1990 tentang Perubahan
Peraturan Peraturan pemerintah No.10 tahun 1983 tentang Ijin Perkawinan
dan perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil, maka Termohon meminta nafkah
mut’ah sebesar Rp. 5.000.000,00 (lima juta rupiah) dan haddanah bagi
keemapt anak Pemohon dan Termohon masing-masing Rp. 5.000.000,00
(lima juta rupiah);
Maka berdasarkan uraian kesimpulan Termohon, kami mohon kepada majelis
Hakim yang memeriksa perkara ini berkenan memutuskan sebagai berikut:
PRIMAIR
1. Menyatakan menolak seluruh permohonan Pemohon untuk seluruhnya;
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 97 dari 35 halaman
2. Menyatakan perkawinan antara Pemohon dan Termohon tetap sah
berdasarkan Kutipan akta Nikah Nomor --- tertanggal 1 Maret 1997;
3. Menyatakan apabila majelis Hakim mengabulkan permohonan Pemohon
maka hak asuh semua anak hasil perkawinan antara Pemohon dan
Termohon dipegang oleh Termohon;
4. Menghukum Pemohon apabila majelis Hakim mengabulkan permohonan
Pemohon agar memberikan nafkah untuk biaya hidup (haddanah) ke
empat anak Pemohon masing-masing sebesar Rp. 5.000.000,00 sampai
dengan ke empat anak tersebut menikah;
5. Menghukum Pemohon apabila Majelis Hakim mengabulkan permohonan
pemohon agar memberikan nafkah untuk biaya pendidikan ke empat anak
Pemohon dan Termohon disesuaikan dengan sekolah dan jenjang
pendidikan sampai dengan ke empat anak tersebut meraih gelar sarjana;
6. Menghukum Pemohon apabila Majelis hakim mengabulkan permohonan
Pemohon untuk memberikan nafkah mut’ah kepada Termohon sebesar
Rp. 5.000.000,00 per bulan sampai Termohon menikah lagi;
7. Menghukum Pemohon membayar biaya perkara;
SUBSIDAIR
Dan atau apabila Majelis Hakim yang memriksa perkara perdata ini
berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon menyatakan telah cukup
memberikan keterangan dan alat bukti dan mohon agar Pengadilan segera menjatuhkan
putusan;-----------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa tentang jalannya pemeriksaan di persidangan semuanya
telah dicatat dalam berita acara persidangan sehingga untuk mempersingkat uraian
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 98 dari 35 halaman
putusan ini, cukuplah Pengadilan menunjuk kepada berita acara tersebut;-------------------
-----------------------------------------------------------
TENTANG HUKUMNYA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon adalah seperti
yang diuraikan diatas; ------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa Pemohon dan Termohon hadir sendiri menghadap ke
persidangan dan kedua pihak telah melaksanakan mediasi namun dinyatakan gagal,
maka pemeriksaan perkara ini dilanjutkan sebagaimana prosedur beracara biasa di
Pengadilan Agama; -------------------------------------------
Menimbang, bahwa Majelis Hakim telah berusaha secara sungguh sungguh
untuk mendamaikan Pemohon dan Termohon namun tidak berhasil; ---
Menimbang, bahwa meskipun pada pokoknya Termohon tidak keberatan atas
permohonan cerai talak Pemohon terhadap Termohon, serta mengakui sebagian dalil
dalil yang diajukan Pemohon, kecuali yang dibantah secara tegas oleh Termohon, oleh
karenanya pengakuan Termohon merupakan bukti yang sempurna (pasal 174 HIR),
namun karena perkara aquo menyangkut masalah perkawinan, maka Pemohon tetap
dibebani pembuktian; -------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan Bukti surat (P.1) Foto Copy Kartu Tanda
Penduduk (KTP), keterangan dan permohonan Pemohon, serta relaas panggilan
Termohon telah ternyata, bahwa Termohon bertempat tinggal di Wilayah Hukum
Pengadilan Agama Salatiga , oleh karena itu pemeriksan perkara quo dapat dilanjutkan
di Pengadilan Agama Salatiga, maka sesuai dengan pasal 66 ayat 2 Undang-Undang
Nomor : 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang diubah dengan Undang-Undang
Nomor : 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Umdang-Undang Nomor : 50
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 99 dari 35 halaman
tahun2009 maka Pengadilan Agama Salatiga berwenang untuk memeriksa dan
mengadili perkara ini;----------------------------------------------------------------------------------------
---------------
Menimbang, bahwa bukti surat (P.2) berupa Kutipan Akta Nikah adalah
merupakan alat bukti autentik, karena dibuat dan ditandatangani oleh Pejabat yang
berwenang, maka alat bukti tersebut dapat diterima sebagai alat bukti (pasal 165 HIR); -
-----------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti P2 terbukti Pemohon dan Termohon
adalah suami isteri yang sah; ----------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat ( P.3 ) berupa Surat Keputusan
Rektor --- Salatiga nomor : --- tertanggal 10 april 2017 tentang izin perceraian bagi
Pemohon, yang ditandatangani oleh Rektor --- Salatiga, Pemohon sebagai Pegawai
Negeri Sipil ( --- ) /Dosen untuk melakukan perceraiannya dengan Termohon telah
mendapat ijin dari atasannya, sehingga permohonan Pemohon telah memenuhi pasal 3
Peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1983 jo Peraturan Pemerintah Nomor : 45
Tahun 1990 Tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil ;--------
------------------------
Menimbang, Bahwa berdasarkan bukti (P.3) tersebut, harus dinyatakan bahwa
permohonan Pemohon telah memenuhi syarat formil dan materiil dalam permohonannya
dan dapat diterima ;----------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa sebagaimana pasal 22 Peraturan Pemerintah Nomor 9
tahun 1975, Majelis Hakim perlu mendengarkan keterangan keluarga dan Pemohon dan
Termohon;-------------------------------------------------------------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 100 dari 35 halaman
Menimbang, bahwa di persidangan, diatas sumpah telah didengar keterangan
empat orang saksi baik dari Pemohon maupun Termohon masing- masing bernama
SAKSI I Adik Ipar Pemohon dan SAKSI II Asisten Rumah tangga Pemohon, serta SAKSI
III Pembantu Pemohon, serta SAKSI TI Ibu kandung Termohon dan SAKSI TII Teman
Termohon sebagai saksi;-----------
Menimbang, bahwa alat bukti saksi juga telah memenuhi syarat sebagai alat
bukti (pasal 145 HIR) maka dapat diterima sebagai alat bukti. Dan keterangannya
merupakan keterangan yang saling berhubungan satu dengan yang lain dan menguatkan
dalil-dalil permohonan Pemohon, maka keterangan tersebut dapat diterima (pasal 170
HIR); ----------------------------------------------------
Menimbang, bahwa sesuai dengan permohonan Pemohon yang telah
diperkuat dengan pengakuan Termohon, bukti (P.1), Bukti ( P.2 ) dan bukti (P.3) serta
keterangan saksi-saksi dari Pemohon dan Termohon dipersidangan maka majelis telah
menemukan fakta hukum sebagai berikut : --------------------------------
Bahwa Pemohon telah menikah dengan Termohon pada tanggal 01 Maret 1997 ,
Akta Nikah Nomor : ---, yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama, --- ,
Kabupaten Boyolali pada tanggal 01 Maret 1997 ;----------------
Bahwa Pemohon bekerja sebagai ---/Dosen --- Salatiga; ------------------------
Bahwa setelah menikah Pemohon dan Termohon tinggal bersama di rumah orang
Tua Pemoho selama lebih dari 19 tahun dan selama hidup bersama Pemohon
dan Termohon telah dikaruniai empat orang anak;------
Bahwa sejak 3 bulan terahir rumah tangga antara Pemohon dengan Termohon
mulai goyah, tidak harmonis, sering bertengkaran dan perselisihan antara
Pemohon dan Termohon, karena Termohon sering marah marah tanpa sebab yang
jelas, tidak hormat kepada Pemohon; ------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 101 dari 35 halaman
Bahwa sejak lebih dari 3 bulan yang lalu Pemohon dengan Termohon telah selama
pisah ranjang bahkan rumah ;------------------------------------------
Bahwa,selama pisah antara Pemohon dengan Termohon sudah tidak ada
komunikasi layaknya suami isteri yang baik dalam berumah tangga ;---------
Bahwa perkawinan Pemohon dengan Termohon telah pecah, tidak bisa disatukan
lagi ;--------------------------------------------------------------------------------
Bahwa Saksi dan keluarga sudah berusaha mendamaikan Pemohon dan
Termohon, namun tidak berhasil dan tidak sanggup lagi mendamaikan Pemohon
dan Termohon;-----------------------------------------------------------------
Bahwa antara Pemohon dan Termohon sudah tidak ada harapan untuk hidup
bersama lagi;-------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan fakta-fakta tersebut diatas terbukti bahwa
rumah tangga antara Pemohon dan Termohon telah pecah dan tidak ada harapan untuk
rukun kembali sebagai suami istri lagi, sehingga dengan demikian dalil-dalil permohonan
Pemohon telah memenuhi alasan peceraian sesuai pasal 39 ayat 2 Undang-undang
nomor 1 tahun 1974 jo pasal 19 huruf (f) Peraturan Pemerintah nomor 9 tahun 1975 jo
pasal 116 huruf (f) Kompilasi Hukum Islam;-----------------------------------------------------------
-----------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena rumah tangga Pemohon dan Termohon telah
nyata pecah, maka apabila perkawinan antara Pemohon dan Termohon tersebut tetap
dipertahankan niscaya tujuan rumah tangga sebagaimana dalam pasal 1 Undang-
undang nomor 1 tahun 1974 yaitu, sakinah mawaddah wa rahmah tidak dapat terwujud;
-----------------------------------------------
Menimbang, bahwa menghindari timbulnya mafsadat dalam rumah tangga
Pemohon dan Termohon harus lebih didahulukan dari pada menarik kemaslahatannya
sesuai dengan kaidah usul yang berbunyi :-------------------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 102 dari 35 halaman
درأالمفاسدمقدمعلىجلبالمصالح
Artinya : Meninggalkan kerusakan itu lebih utama daripada mengambil
kemaslahatan. -------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dalam hal perceraian tidak perlu dilihat dari siapa
percekcokan atau salah satu pihak telah meninggalkan pihak lain, tetapi yang perlu dilihat
adalah perkawinan itu sendiri apakah perkawinan itu masih dapat dipertahankan atau
tidak, serta bisa diharapkan untuk rukun kembali atau tidaknya dalam perkawinan,
sebagaimana Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor : 534.K/Pdt./1996 tanggal 18 Juni
1996; jo Yurisprudensi Mahkamah Agung nomor : 2249.K/Pdt./1992 tanggal 22 Juni
1994;---------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Majelis Hakim
berpendapat bahwa permohonan Pemohon telah cukup alasan dan berdasarkan hukum,
oleh karenanya permohonan Pemohon patut untuk dikabulkan dengan memberikan izin
kepada Pemohon untuk menjatuhkan talak satu raj’i terhadap Termohon di depan
persidangan Pengadilan Agama Salatiga setelah setelah putusan aquo memperoleh
kekutan hukum tetap;---------
Menimbang, bahwa Pemohon sebagai Lektor /Dosen /Pegawai Negeri Sipil ( -
-- ) berpangkat Penata Tingkat I /Golongan Ruang gaji III/d adalah orang yang cukup
mampu dari segi ekonomi, Perkawinan Pemohon dan Termohon telah berjalan lebih dari
20 tahun dan telah dikaruniai 4 orang anak yang masih belum dewasa, serta Termohon
adalah isteri yang taat kepada Pemohon atau tidak terbukti Nuzus, maka sesuai dengan
pasal 41 huruf c Undang Undang Nomor : 1 Tahun 1974 Tentang Perkawian jo pasal
149 huruf a,b dan d Kompilasi Hukum Islam kepada Pemohon sebagai bekas suami
perlu dibebani untuk memberikan dan membayar kewajiban kepada Termohon berupa
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 103 dari 35 halaman
Mut’ah, nafkah iddah dan nafkah serta biaya pendidikan untuk kedua anak yang belum
dewasa sesuai kemampuan atau ma’ruf dan ikhsan;-------------------------------------
Menimbang, bahwa meskipun Termohon, tidak mengajukan tuntutan , akan
tetapi berdasarkan kewenangannya hakim dapat membebankan kepada pemohon untuk
membayar muth’ah dan nafkah iddah serta jaminan hidup yang layak kepada Termohon
sebagai bekas isteri Pegawai Negeri Sipil sesuai ketentuan Pasal 149 huruf a dan b jo
158 huruf b Pemohon harus dibebani untuk membayar muth’ah dan nafkah iddah kepada
Termohon sesuai kepatuhan dan kemampuan ( mu’asyarotun bil ma’ruf ) ;------------------
--------------
Menimbang , oleh karenanya Pemohon sebagai Lektor/Dosen , berpangkat
Penata Tk I/III/d , telah menjalani perkawinan dengan Termohon selama lebih dari 20
tahun , keempat anak masih dalam Pemeliharaan Termohon dan Pemohon , maka
kepada Pemohon dibebankan untuk memberikan kepada Termohon berupa nafkah
iddah selama tiga bulan ,setiap bulan sebesar 2.000.000; ( dua juta rupiah ) sehingga
semuanya berjumlah Rp 6.000.000; ( enam juta rupiah );---------------------------------------
------------------
Menimbang, bahwa untuk pembebanan muth’ah Majelis hakim sependapat
dengan Pakar hukum Islam Penulis Kitab al ahwalus syahsyiyyah dalam halaman 334
yang menyatakan :
Artinya : apabila terjadi talak sesudah dukhul tanpa kerelaan isteri, hendaknya
bagi isteri deberi muth’ah selama satu tahun setelah masa iddahnya”. maka berdasarkan
doktrin hukum tersebut pemberian muth’ah kepada bekas isteri selama 12 ( dua belas
bulan ) ; oleh karena nafkah iddah dalam satu bulan telah ditetapkan sebesar Rp.
2.000.000; ( dua juta rupiah ), maka muth’ah yang dibebankan kepada Pemohon untuk
dibayarkan kepada Termohon sejumlah nafkah Iddah Rp.2.000.000; x 12 bulan = Rp.
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 104 dari 35 halaman
24.000.000; ( dua puluh empat juta rupiah );---------------------------------------------------------
-------
Menimbang, oleh karena anak masih dalam pemeliharaan Pemohon dan
Termohon , maka kepada Pemohon maupun Termohon sebagai orang tuanya, tetap
dibebankan untuk membayar nafkah, biaya pendidikan dan perawatan kepada kempat
anak hasil perkawinan Pemohon dengan Termohon, yang besarannya disesuaikan
dengan kemampuan dan kebutuhan hidup layak minimum ( KHL ) , secara tanggung
renteng atau bersama sama sampai keempat anak tersebut dewasa , sesuai ketentuan
pasal 13 dan 16 Undang-Undang nomor : 23 tahun 2002 sebagaimana telah diubah
dengan undang-undang nomor : 35 tahun 2014 Tentang perlindungan anak ;---------------
-----------
Menimbang, bahwa Pemohon sebagai Lektor/Dosen / Pegawai Negeri Sipil ( -
-- ) sesuai pasal 8 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor : 10 Tahun 1983
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor : 45 Tahun 1990
Tentang izin Perkawinan dan Perceraian bagi Pegawai Negeri Sipil jis pasal 4 dan 26
Undang Undang Nomor : 23 Tahun 2002 sebagaimana telah dirubah dengan Undang-
Undang Nomor : 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak , serta pasal 149 huruf a,b
dan d Kompilasi Hukum Islam, kepada Pemohon diwajibkan memberikan sebagian
gajinya baik untuk bekas isteri maupun anaknya, sehingga oleh karenanya Majelis Hakim
berpendapat bahwa kewajiban tersebut dapat dikonpensasikan dengan kewajiban
membayar mut’ah sebagai jaminan hidup untuk bekas isterinya agar tidak terlantar dalam
hidupnya, sehingga oleh karenanya kepada Pemohon diwajibkan membayar mut’ah
sejumlah Rp. 24.000.000. ( dua puluh empat juta rupiah ); nafkah, maskan dan kiswah
selama iddah sejumlah Rp. 6.000.000; ( enam juta rupiah ); dan Nafkah untuk keempat
Rp. 2.000.000; ( dua juta rupiah ) setiap bulan sampai keempat anak tersebut dewasa ;-
--------------------------------------------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 105 dari 35 halaman
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 84 Undang-undang Nomor 7 tahun
1989 yang diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 3 tahun 2006 dengan
perubahan kedua Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 kepada Panitera Pengadilan
Agama Salatiga diperintahkan untuk mengirimkan salinan Penetapan Ikrar Talak kepada
Pegawai Pencacat Nikah Kantor Urusan Agama Kecamatan yang wilayahnya meliputi
tempat tinggal Pemohon dan Termohon serta Kantor Urusan Agama Kecamatan di
tempat perkawinan tersebut dilangsungkan untuk dicatat dalam daftar yang disediakan
untuk itu ;---------------
Menimbang, bahwa berdasarkan pasal 89 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor
3 tahun 2006 dan Undang-undang Nomor 50 tahun 2009, maka kepada Pemohon
nantinya akan dibebani untuk membayar biaya akibat perkara ini;------------------------------
----------------------------------------------------
Mengingat segala ketentuan hukum Islam dan peraturan perundang-undangan
yang berkaitan dengan perkara ini;----------------------------------------------
M E N G A D I L I
6) Mengabulkan permohonan Pemohon ; ------------------------------------------------
7) Memberi ijin kepada Pemohon ( PEMOHON) untuk menjatuhkan talak satu raj`i
terhadap Termohon (TERMOHON) di depan sidang Pengadilan Agama Salatiga;--
----------------------------------------------------------------------------
8) Menghukum Pemohon untuk membayar kepada Termohon, masing masing berupa
: ------------------------------------------------------------------------------------------
3.1. Muth’ah sejumlah Rp. 24.000.000; ( dua puluh empat juta rupiah )
3.2. Nafkah, maskan dan kiswah selama Iddah 3 bulan sejumlah Rp. 6.000.000;
( enam juta rupiah );--------------------------------------------------
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 106 dari 35 halaman
3.3. Nafkah dan biaya hadlonah untuk keempat orang anak sejumlah Rp.
2.000.000; ( dua juta rupiah ) setiap bulan ditambah kenaikan 10 % ( prosen
) untuk setiap tahunnya, sampai keempat anak tersebut dewasa.;---------------
------------------------------------------------------------------
9) Memerintahkan Panitera Pengadilan Agama Salatiga untuk mengirimkan Salinan
Penetapan Ikrar Talak kepada Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama ---
Kota Salatiga dan Kantor Urusan Agama --- Kabupaten Boyolali , untuk dicatat
dalam daftar yang disediakan untuk itu;-----------------
10) Membebankan Pemohon untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp.
856.000; ( delapan ratus lima puluh enam ribu rupiah );----------------------
Demikian putusan ini dijatuhkan oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga
pada hari Kamis tanggal 24 Agustus 2017 M. bertepatan dengan 02 Dzulhijah 1438
H. Dalam permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Agama Salatiga oleh kami
Drs. MUHDI KHOLIL, SH. MA. MM sebagai Hakim Ketua Majelis, Drs. H SALIM,
SH. MH dan Drs. MOCH RUSDI, MH masing-masing sebagai Hakim Anggota,
putusan mana pada hari itu juga dibacakan dalam persidangan yang terbuka untuk
umum oleh Ketua Majelis didampingi oleh para Hakim Anggota tersebut serta
MU’ASYAROTUL AZIZAH, SH sebagai Panitera Pengganti dengan dihadiri oleh
Kuasa Pemohon dan Termohon;--------------------------------------------------------------------
Hakim Ketua Majelis,
Drs. MUHDI KHOLIL, SH. MA,MM.
Hakim Anggota I, Hakim Anggota II,
Putusan Nomor : 1258/Pdt.G/2016/PA.Sal
Lembar 107 dari 35 halaman
Drs.H.SALIM,SH.MH Drs. MOCH. RUSDI.,MH
Panitera Pengganti
MUASYAROTUL AZIZAH, SH.
Perincian Biaya :
6. Biaya Pendaftaran Rp. 30.000,00 7. Biaya Proses Rp. 50.000,00 8. Biaya Panggilan Rp. 765 .000,00 9. Biaya Redaksi Rp. 5.000,00 10. Biaya Materai Rp. 6.000,00
Jumlah Rp. 856.000,00
(delapan ratus lima puluh enam ribu rupiah)
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Muhlifa Nur Prahandika
NIM : 211-13-010
Jurusan : Hukum Keluarga Islam
Tempat/Tgl Lahir : Magelang, 29 Juli 1995
Alamat : Dusun Kuncen RT 02/ RW 02, Desa Ngablak,
Kecamatan Ngablak, Kabupaten Magelang,
Provinsi Jawa tengah
Nama Ayah : Muji Setiyo
Nama Ibu : Sri Nur Fuatun, S.Pd.I
Agama : Islam
Pendidikan : RA GUPPI Ngablak Magelang Lulus Tahun 2001
SDN Ngablak 1 Magelang Lulus Tahun 2007
MTsN Ngablak Magelang Lulus Tahun 2010
MAN Tegalrejo Magelang Lulus Tahun 2013
Demikian daftar riwayat hidup ini, penulis buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 16 Maret 2018
Penulis
Muhlifa Nur Prahandika
NIM. 211-13-010