PENERBITAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH …digilib.unila.ac.id/55069/2/SKRIPSI TANPA BAB...

58
PENERBITAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH BERDASARKAN KEWENANGAN DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG (Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung) (Skripsi) Oleh FERDIAN DEWANTARA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Transcript of PENERBITAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH …digilib.unila.ac.id/55069/2/SKRIPSI TANPA BAB...

PENERBITAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH BERDASARKAN

KEWENANGAN DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG

(Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Provinsi Lampung)

(Skripsi)

Oleh

FERDIAN DEWANTARA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRACT

PUBLICATION OF PERMITS TO EXPLOIT GROUNDWATER BASED

ON REGIONAL AUTHORITY IN LAMPUNG PROVINCE

(Study at The Capital Invetsment and Integrated Services Department

of The Lampung Province)

1945 CONSTITUTION OF THE REPUBLIC OF INDONESIA on article 33

paragraph 3 demonstrate that The land and the waters as well as the natural riches

therein are to be controlled by the state to be exploited to the greatest benefit of

the people. The problem of water avaibility are related to the population growth.

Indonesia have population growth rate on average of 1.2 percent per year, so that

in 2020 predicte It is estimated that the Indonesian population will reach 250

million people. The rapid of population growth will bring some various

consequence of increasing demand for clean water, food, and the availability of

land for housing and activities. The big population have some direct impact to the

needs of clean water.

This study uses an empirical normative approach. The data obtained by learning

some references like legislation and other literature relating to the issuance of

Permit for Exploitation of Groundwater and also obtained through direct

interviews with parties directly involved and related to this discussion and

research, by Mr. Sumardi S.Sos, as Head of Subdivision (Head of Subdivision) of

Licensing Services at the Lampung Province Investment and One-Stop Services.

The result of this research is that the issuance of permits to exploit groundwater in

Lampung Province is currently still referring to Government Regulation Number

121 of 2015 concerning Commercialization of Water Resources and there is no

Lampung Province Regional Regulation specifically regulating the procedures for

obtaining Permits for Exploiting Water Resources in Lampung Province. The

supporting factor for the issuance of permits for groundwater exploitation is the

presence of applications (touch screens) on computers specifically provided for

the community to access services for issuing permits for groundwater exploitation.

Whereas the inhibiting factor for issuing groundwater concession permits is the

absence of the Lampung Province Regional Regulation which specifically

regulates the procedures for obtaining Water Resources Exploitation Permits in

Lampung Province, the lack of Human Resources, and the lack of legal awareness

of the community to permit groundwater exploitation for activities groundwater

exploitation. Because of that, The researcher suggested that the Lampung

Province Regional Regulation should be issued immediately which specifically

regulates the procedures for obtaining Water Resources Exploitation Permits in

Lampung Province, increasing the number of human resources, and socializing to

the people who carry out water exploitation activities in Lampung Province

regarding the importance of groundwater concessions.

Keywords: The Issuance of Permits, Groundwater Exploitation, Regional

Authority

ABSTRAK

PENERBITAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH BERDASARKAN

KEWENANGAN DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG

(Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Provinsi Lampung)

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD

NKRI 1945), Pasal 33 ayat (3) secara tersurat mengamanatkan bahwa

pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk sebesar-besarnya bagi

kemakmuran rakyat. Masalah ketersediaan air berkaitan dengan pertumbuhan

penduduk. Indonesia ditaksir memiliki laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,2

persen per tahun, sehingga pada tahun 2020 nanti diperkirakan penduduk

Indonesia akan mencapai 250 juta orang. Pesatnya pertumbuhan penduduk akan

membawa berbagai konsekuensi bertambahnya kebutuhan akan air bersih, bahan

pangan, dan ketersediaan lahan untuk tempat tinggal serta beraktivitas. Populasi

yang semakin besar juga akan berdampak langsung kepada kebutuhan air bersih.

Penelitian ini menggunakan pendekatan normatif empiris. Data diperoleh dengan

mempelajari bahan-bahan pustaka yang berupa perundang-undangan dan literatur

lainnya yang berkaitan dengan penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah dan juga

diperoleh melalui wawancara secara langsung kepada pihak yang terlibat

langsung dan berhubungan dengan pembahasan dan penelitian ini, yaitu Bapak

Sumardi, S.Sos., selaku Kepala Sub Bagian (Kasubag) Pelayanan Perizinan di

Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung.

Hasil penelitian ini adalah bahwa penerbitan izin pengusahaan air tanah di

Provinsi Lampung saat ini masih mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 121

Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air dan belum ada Peraturan

Daerah Provinsi Lampung yang secara khusus mengatur mengenai tata cara

memperoleh Izin Pengusahaan Sumber Daya Air di Provinsi Lampung

Mengingat, Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 29 Tahun 2014 tentang

Pengelolaan Air Tanah sudah tidak sesuai dengan Peraturan Permerintah Nomor

121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air. Faktor pendukung

penerbitan izin pengusahaan air tanah adalah adanya aplikasi (touch screen) pada

komputer yang khusus disediakan bagi masyarakat untuk mengakses pelayanan

penerbitan izin pengusahaan air tanah. Sedangkan faktor penghambat penerbitan

izin pengusahaan air tanah adalah belum adanya Peraturan Daerah Provinsi

Lampung yang secara khusus mengatur mengenai tata cara memperoleh Izin

Pengusahaan Sumber Daya Air di Provinsi Lampung, kurangnya jumlah Sumber

Daya Manusia, dan kurangnya kesadaran hukum masyarakat membuat izin

pengusahaan air tanah untuk kegiatan pengusahaan air tanah. Untuk itu, Peneliti

menyarankan agar segera ditetapkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung tentang

Pengelolaan Air Tanah, menambah jumlah sumber daya manusia, dan terus

mensosialisasikan kepada masyarakat dan badan usaha agar dalam pengusahaan

air tanah harus memiliki Izin Pengusahaan Air Tanah.

Kata Kunci: Penerbitan Izin, Pengusahaan Air Tanah, Kewenangan Daerah

PENERBITAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH BERDASARKAN

KEWENANGAN DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG

(Studi Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu

Satu Pintu Provinsi Lampung)

Oleh

FERDIAN DEWANTARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Bangil pada tanggal 28 Juli 1993 dan

merupakan anak ke-3 (tiga) dari tiga bersaudara (Dodik

Hermanto, S.H.,M.H.,CLA dan Nur Andi Hujaemi, S.H.) dari

pasangan Bapak Alm. Mohammad Sodiq, S.Ag, M.MPd dan

Ibu Kasmining.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal pada Sekolah Dasar (SD) Negeri 1

Penawar Jaya pada tahun 2005 di Kabuaten Tulang Bawang, Sekolah Lanjutan

Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Banjar Margo pada tahun 2008 di Kabupaten

Tulang Bawang, Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri 1 Pagar Dewa pada

tahun 2011 di Kabupaten Tulang Bawang. Pada tahun 2011, melalui jalur Mandiri

penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Motto

يزفع هللا الذ ين آمنوا منكم والذين أو تواالعلم درجت “Allah meninggikan orang-orang yang beriman diantara kamu dan orang-orang

yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”

(Q.S. Al-Muzadallah : 11)

„‟Barang siapa keluar untuk mencari ilmu maka dia berada di jalan Allah„‟

(HR.Turmudzi)

„‟Dan orang mukmin yang paling sempurna imannya

adalah mereka yang paling baik akhlaknya‟‟.

(HR.Ahmad)

PERSEMBAHAN

………………sebuah karya sederhana sebagai awal

untuk menyelami samudera ilmu dengan segenap kreatifitas, dipersembahkan

bagi

Pejuang yang tak kenal lelah, penuh pengorbanan, cinta dan kasih sayang

Ayah dan Ibuku (Alhamrhum Bapak Hi. Mohammad Sodiq, S.Ag, M.MPD

dan Ibu Hj. Kasmining).

Saudara-saudara kandungku (Dodik Hermanto, S.H.,M.H.,CLA & Nur Andi

Hujaemi, S.H.) yang telah lama menantikan kelulusanku

Saudara-saudaraku Angkatan 2011 di Fakultas Hukum Universitas Lampung

Para Pendidik dan Almamater tercinta.

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamua’alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah Wasyukurillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT, Tuhan

Yang Maha Esa yang telah meridhoi dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya

sehingga penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul :

“PENERBITAN IZIN PENGUSAHAAN AIR TANAH BERDASARKAN

KEWENANGAN DAERAH DI PROVINSI LAMPUNG (Studi Pada Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung).

Segala kemampuan telah penulis curahkan guna menyelesaikan skripsi ini, namun

penulis sadari dan rasakan masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi

substansi maupun penulisannya. Oleh karena itu berbagai saran, koreksi dan kritik

membangun dari berbagai pihak tentulah akan menjadi kontribusi besar untuk

perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini

bukanlah hasil jerih payah sendiri, akan tetapi juga berkat bantuan bimbingan dari

berbagai pihak baik moril maupun materiil sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Oleh karena itu, rasanya adalah hal yang wajar apabila penulis menyampaikan

ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan bimbingan baik moriil maupun materiil antara lain kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas

Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

3. Ibu Sri Sulastuti, S.H.,M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi

Negara pada Fakultas Hukum Universitas Lampung;

4. Bapak Prof. Dr. M. Akib, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah

meluangkan waktunya dan mencurahkan segenap pemikirannya untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

5. Bapak Fathoni, S.H., M.H., selaku Pembimbing II yang telah meluangkan

waktunya dan mencurahkan segenap pemikirannya untuk membimbing

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

6. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Pembahas I yang telah memberikan

kritikan, saran dan masukan terhadap skripsi penulis;

7. Ibu Sri Sulastuti, S.H., M.H., selaku Pembahas II yang telah memberikan

kritikan, saran dan masukan terhadap skripsi penulis;

8. Bapak Ahmad Sofyan, S.H., M.H. selaku Dosen Pembimbing Akademik

selama Penulis menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung;

9. Bapak Dr. Tisnanta, S.H., M.H., yang telah membantu dalam penulisan skripsi

ini dengan meluangkan waktunya di tengah kesibukannya yang padat;

10. Bapak Sumardi selaku Kepala Sub Bagian (Subbag) Perizinan pada Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung yang

telah memberikan informasi selama Penulis melakukan penelitian sehingga

Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik;

11. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah

memberikan ilmu pengetahuan kepada Penulis selama Penulis tercatat sebagi

Mahasiswa Fakultas Hukum;

12. Seluruh Pegawai dan Mahasiswa Angkatan Tahun 2011 di Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

13. Keluargaku Bani Burhan dan Bani Sayyid yang telah memberikan dukungan

dan doa sehingga Penulis dapat menyelesaiakan skripsi ini.

Semoga ALLAH SWT menerima dan membalas semua kebaikan kepada saya dan

mengumpulkan kita bersama di dalam Jannatun Naim serta memberikan karunia

Syahadah (Syahid) pada jalan-Nya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini

dapat bermanfaat bagi mereka yang membacanya. Allohumma Amiin.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb.

Bandar Lampung, Desember 2018

Penulis

Ferdian Dewantara

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian.................................... 8

1. Permasalahan.................................................................................. 8

2. Ruang Lingkup ............................................................................... 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 8

1. Tujuan Penelitian ........................................................................... 8

2. Kegunaan Penelitian....................................................................... 9

[

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 10

A. Perizinan (Vergunningen) ................................................................. 10

1. Pengertian Perizinan ..................................................................... 10

2. Unsur-Unsur Perizinan .................................................................. 13

3. Fungsi Perizinan ............................................................................ 14

4. Tujuan Perizinan ........................................................................... 15

5. Bentuk dan Isi Izin ........................................................................ 16

6. Sifat Izin ........................................................................................ 16

B. Air Tanah .......................................................................................... 17

1. Pengertian Air Tanah ................................................................... 17

2. Pembagian Air Tanah ................................................................... 17

C. Kewenangan ....................................................................................... 18

1. Pengertian Kewenangan ................................................................. 18

2. Sifat Kewenangan .......................................................................... 21

3. Sumber Kewenangan ..................................................................... 23

C. Izin Pengusahaan Air Tanah ............................................................. 26

D. Dasar Hukum Pengelolaan Air Tanah .............................................. 28

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 29

A. Jenis Penelitian .................................................................................. 29

B. Pendekatan Masalah .......................................................................... 29

C. Sumber data ...................................................................................... 29

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data .................................. 31

1. Prosedur Pengumpulan Data ...................................................... 31

2. Prosedur Pengolahan Data ......................................................... 32

E. Analisis Data ..................................................................................... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................. 33

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian ................................................ 33

1. Pemerintah Provinsi Lampung ................................................... 33

2. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Lampung ................ 37

B. Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah Berdasarkan Kewenangan

Daerah di Provinsi Lampung ............................................................. 42

C. Faktor pendukung dan faktor penghambat Penerbitan Izin

Pengusahaan Air Tanah Berdasarkan Kewenangan Daerah

di Provinsi Lampung .......................................................................... 55

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 58

A. Kesimpulan ....................................................................................... 58

B. Saran-saran ........................................................................................ 61

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1 Etnis di Provinsi Lampung .............................................................. 37

Tabel 4.2 Mekanisme dan Persyaratan Penerbitan Izin Pengusahaan

Air Tanah ....................................................................................... 44

Tabel 4.3 Persyaratan Penerbitan Izin Pengeboran/Penggalian ...................... 46

Tabel 4.4 Prosedur Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah .......................... 48

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 4.1 Peta Cekungan Air Tanah Provinsi Lampung ............................. 45

DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 4.1 Prosedur Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah ......................... 49

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia dibentuk dengan filosofi negara

hukum kesejahteraan yang bertujuan untuk mencapai kemakmuran dan

kesejahteraan bagi rakyatnya. Makna kesejahteraan tersebut adalah terpenuhinya

hak dasar warga negara di bidang ekonomi dan sosial. Kedua bidang tersebut

(ekonomi dan sosial) adalah bidang esensial dalam keberlangsungan hidup setiap

orang yang dijamin oleh konstitusi negara. Salah satu unsur pokok (primer) dalam

kehidupan adalah kebutuhan akan tersedianya air bersih.1

Ketentuan dalam Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik

Indonesia Tahun 1945 (UUD NKRI 1945), Pasal 33 ayat (3) secara tersurat

mengamanatkan bahwa pendayagunaan sumber daya air harus ditujukan untuk

sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Pengertian yang terkandung di dalam

pasal tersebut adalah bahwa negara bertanggung jawab terhadap ketersediaan dan

pendistribusian potensi sumberdaya air bagi seluruh masyarakat Indonesia, dan

dengan demikian pemanfaatan potensi sumber daya air harus direncanakan

sedemikian rupa sehingga memenuhi prinsip-prinsip kemanfaatan, keadilan,

kemandirian, kelestarian dan berkelanjutan.2

1 Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mesuji, Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Mesuji tentang Izin Pemakaian Air Tanah dan Izin Pengusahaan

Air Tanah, hal 1-3 2 Ibid.

2

Indonesia mendorong adanya pembangunan berkelanjutan sebagai strategi

nasional dalam rangka menuju cita-cita Indonesia sesuai konstitusi. Hal tesebut

sesuai dengan Bagian ke IV poin ke-9 Rencana Jangka Panjang Nasional (RJPN)

2005-2025 yang tercantum dalam UU 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025,

dalam rangka mewujudkan Indonesia yang asri dan lestari, yaitu: “Mengendalikan

Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan. Dalam rangka meningkatkan kualitas

lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang

berkelanjutan secara konsisten di segala bidang. Pembangunan ekonomi diarahkan

pada pemanfaatan jasa lingkungan yang ramah lingkungan sehingga tidak

mempercepat terjadinya degradasi dan pencemaran lingkungan. Pemulihan dan

rehabilitasi kondisi lingkungan hidup diprioritaskan pada upaya peningkatan daya

dukung lingkungan dalam menunjang pembangunan berkelanjutan”.3

Prinsip keberlanjutan dalam pendayagunaan sumber daya air ini mengingat

cadangan air di Indonesia yang diperkirakan mencapai 3.221 miliar m3/tahun.

Namun demikian, ketersediaan cadangan air daratan yang sedemikian besar

tersebut tidaklah merata dan sangat dipengaruhi faktor curah hujan, letak

geografis, serta kondisi geologis. Dengan cadangan air yang demikian besar, serta

jumlah penduduk sekitar 222 juta jiwa, ketersediaan air per kapita di Indonesia

adalah sekitar 16.800 m3. Ini berarti bahwa setiap orang di Indonesia semestinya

dapat mengakses air sebanyak 16.800 m3 per tahunnya.

4

Ketersediaan air tersebut tentu tidak tanpa masalah. Berbagai tantangan

dalam hal pengelolaan sumber daya air menimbulkan permasalahan dalam

ketersediaan air. Menurut Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementrian

3 Ibid.

4 Direktorat Kehutanan dan Koservasi Sumberdaya Air, Kajian Model Pengelolaan

Daerah Aliran Sungai (DAS) Terpadu, www.bappenas.go.id, diakses pada 16 Agustus 2018.

3

Pekerjaan Umum, tantangan-tantangan krusial dalam hal pengelolaan sumber

daya air di Indonesia terdiri atas pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan, dan

perubahan iklim. Persoalan ketersediaan air bersih di Indonesia, bukanlah

persoalan yang sepele, karena lebih dari 100 juta orang di Indonesia kesulitan

mengakses air bersih, bahkan 70 persen populasi Indonesia bergantung kepada

sumber-sumber air yang tercemar.5

Masalah ketersediaan air juga berkaitan dengan pertumbuhan penduduk.

Indonesia ditaksir memiliki laju pertumbuhan penduduk rata-rata 1,2 persen per

tahun, sehingga pada tahun 2020 nanti diperkirakan penduduk Indonesia akan

mencapai 250 juta orang. Pesatnya pertumbuhan penduduk akan membawa

berbagai konsekuensi bertambahnya kebutuhan akan air bersih, bahan pangan, dan

ketersediaan lahan untuk tempat tinggal serta beraktivitas. Populasi yang semakin

besar juga akan berdampak langsung kepada kebutuhan air bersih.6

Sumber air terbesar untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Indonesia

berasal dari Air Tanah. Sebesar 80% kebutuhan air bersih masyarakat berasal dari

air tanah, terutama di daerah urban, pusat industri dan pemukiman yang

perkembangannya cukup pesat. Pemenuhan kebutuhan air bersih di daerah-daerah

tersebut rata-rata 90% berasal dari Air Tanah.7

Ketentuan dalam Pasal 1 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun

2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air (PP 121/2015) mengatur bahwa

yang disebut dengan Air Tanah adalah Air yang terdapat di dalam lapisan tanah

atau batuan di bawah permukaan tanah. Air tanah merupakan kebutuhan pokok

5 Ibid.

6 Lusi dara Mega, Analisis Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfatan Air Tanah Di

Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi (Bogor, Institut Pertanian Bogor, Skripsi, 2013) hlm 1 7 Ibid.

4

setiap makhluk hidup, sehingga pengelolaannya harus menjamin pemenuhan

kebutuhan yang berkecukupan secara berkelanjutan, Sedangkan jenis kegiatan

pengelolaan yang akan diatur diantaranya adalah inventarisasi, konservasi air

tanah, perencanaan pendayagunaan air tanah, peruntukan pemanfaatan air tanah,

perizinan air tanah, pengawasan dan pengendalian, pengelolaan data air tanah dan

penegakan hukum, Saat ini air tanah menjadi sumber daya alam yang vital dan

strategis karena menyangkut hajat hidup orang banyak dalam berbagai aktifitas.

Air tanah merupakan suatu bagian dalam proses sirkulasi alamiah. Jika

pemanfaatan air tanah itu memutuskan sistem sirkulasi, yakni jika air yang

dipompa melebihi besarnya pengisian kembali, maka akan terjadi pengurangan

volume air tanah yang ada. Berkurangnya volume air tanah itu akan kelihatan

dalam bentuk penurunan permukaan air tanah atau penurunan tekanan air tanah ,

ini akan mengakibatkan penurunan intensitas pemompaan, dan jika penurunan ini

melampaui suatu limit tertentu maka fungsi pemompaan akan hilang. Akhirnya

sumber air tanah itu menjadi kering. Jadi untuk menghindari pengurangan volume

air tanah yang ada, maka harus dijaga supaya besarnya pemompaan itu sesuai

dengan pengisian kembali.8

Air tanah tersimpan dalam lapisan tanah pengandung air dan menjadi

bagian dari komponen daur hidrologi. Secara teknis air tanah termasuk sumber

daya alam yang dapat diperbaharui namun demikian waktu yang diperlukan

sangat lama. Pengambilan air tanah yang melampaui kemampuan

pengimbuhannya telah mengakibatkan pada beberapa daerah terjadi kritis air

tanah terutama air tanah dalam. Bahkan pada beberapa daerah telah dijumpai

8 Sosdarsono, S. & Takeda, K, Hidrologi Untuk Pengairan (Jakarta, PT. Pradnya

Paramita,1993) hlm 102

5

gejala kemerosotan lingkungan antara lain penurunan muka air tanah dan

penurunan permukaan tanah serta penyusupan air laut pada daerah pantai. Apabila

kondisi tersebut tidak segera diatasi sangat memungkinkan timbulnya kerugian

lain yang lebih besar, misalnya kelangkaan air, terhentinya kegiatan industri

secara tiba-tiba, kerusakan bangunan dan meluasnya daerah banjir.9

Terjadinya penyedotan air tanah terus-menerus tanpa memperhitungkan

daya dukung lingkungannya dapat menyebabkan permukaan air tanah melebihi

daya produksi dari suatu akuifer (batuan geologi yang menahan dan menyalurkan

air tanah) yang dapat menimbulkan pengaruh negatif terhadap sumber air bawah

serta menyebabkan penurunan lapisan tanah. Oleh karena itu diperlukan

pengelolaan sumberdaya air tanah agar sumber sumberdaya tersebut tetap

berkelanjutan ketersediaan dan pemanfaatannya. Oleh karena itu diperukannya

Izin dalam Pengelolaan Air Tanah. Sehingga setiap orang berhak atas lingkungan

hidup yang baik dan sehat sebagai bagian dari hak asasi manusia.10

Diberlakukannya otonomi daerah sejak Tahun 2001 telah memberikan

kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengurus daerahnya secara

bertanggung jawab. Pemerintahan daerah dibentuk dalam rangka mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan. Filosofi dibentuknya pemerintahan daerah adalah untuk

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan,

pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya

saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, dan keadilan.

Di satu sisi otonomi daerah akan lebih memberdayakan pemerintah daerah untuk

9 Ibid.

10 Pasal 65 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup.

6

lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam bentuk peningkatan

pelayanan umum, namun di sisi lain akan berpotensi menimbulkan masalah pada

lingkungan, termasuk di dalamnya pengelolaan dan pemanfaatan air tanah sebagai

deposit bagi tersedianya air bersih.11

Ketersediaan air bersih ini penting tidak hanya bagi kebutuhan rumah

tangga sehari-hari, namun juga sektor industri. Seperti dikemukakan di atas,

bahwa peningkatan jumlah penduduk akan berpengaruh terhadap konsumsi air,

demikian pula sektor industri dan usaha akan memerlukan ketersediaan air dalam

jumlah besar. Apabila hal ini tidak dikendalikan, maka akan ada “eksploitasi” air

tanah secara tak terkendali oleh masyarakat dengan melakukan pengeboran air

tanah. Kegiatan eksploitasi air tanah ini akan mengakibatkan penurunan kualitas

air tanah, intrusi air laut, dan penurunan permukaan tanah (amblas).12

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah (UU 23/2014), maka daerah memiliki keleluasaan untuk

mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan kondisi dan potensi daerah

masing-masing guna kesejahteraan penduduk daerah tersebut. Dalam lampiran CC

Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral

dijelaskan bahwa penerbitan izin pengeboran, izin penggalian, izin pemakaian,

dan izin pengusahaan air tanah dalam Daerah provinsi. Selain itu, PP 121/2015

juga menjelaskan jika pemerintah daerah harus dapat mengendalikan pengambilan

air tanah secara berlebihan dengan cara perizinan yaitu pemberian izin dilakukan

secara ketat dengan urutan prioritas pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari bagi

11

Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mesuji, Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Mesuji tentang Izin Pemakaian Air Tanah dan Izin Pengusahaan Air

Tanah, op.cit. 12

Ibid.

7

kelompok yang memerlukan Air dalam jumlah besar, pemenuhan kebutuhan

pokok sehari-hari yang mengubah kondisi alami Sumber Air, pertanian rakyat di

luar sistem irigasi yang sudah ada, pengusahaan Sumber Daya Air untuk

memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari melalui sistem penyediaan Air Minum,

kegiatan bukan usaha untuk kepentingan publik, pengusahaan Sumber Daya Air

oleh badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dan pengusahaan

Sumber Daya Air oleh badan usaha swasta atau perseorangan.13

Pengaturan terhadap perizinan dan alokasi Air diperlukan karena

ketersediaan Air secara alamiah tidak sebanding dengan jumlah penduduk yang

semakin berkembang. Sehubungan dengan hal tersebut, persaingan antara

kebutuhan Air bagi pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dengan kebutuhan

Air untuk penggunaan lainnya, termasuk kegiatan pengusahaan yang memerlukan

sumber daya Air, di masa yang akan datang akan semakin meningkat. Untuk

menjamin pemanfaatan dan pemakaian Air yang adil dan merata diperlukan

pengaturan perizinan dan alokasi Air, baik untuk pemenuhan kebutuhan pokok

sehari-hari dan pertanian rakyat serta Pengusahaan Sumber Daya Air. Perizinan

dalam Pengelolaan Sumber Daya Air diselenggarakan dengan maksud untuk

memberikan perlindungan terhadap hak rakyat atas Air, pemenuhan kebutuhan

para pengguna Sumber Daya Air dan perlindungan terhadap Sumber Daya Air.14

Berdasarkan pertimbangan tersebut di atas, peneliti kemudian tertarik

untuk mengadakan penelitian tentang “Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah

Berdasarkan Kewenangan Daerah di Provinsi Lampung (Studi pada Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung).

13

Lihat Pasal 5 ayat (3), PP 121/2015. 14

Lihat Penjelasan Umum PP 121/2015.

8

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang sebagaimana dijelaskan di atas, maka Permasalahan

dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimana Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah Berdasarkan Kewenangan

Daerah di Provinsi Lampung?

b. Apa faktor pendukung dan faktor penghambat Penerbitan Izin Pengusahaan Air

Tanah Berdasarkan Kewenangan Daerah di Provinsi Lampung?

2. Ruang Lingkup Penelitian

Agar permasalahan tidak meluas, maka Penulis membatasi ruang lingkup

penelitian di bidang Hukum Administrasi Negara pada Umumnya, yaitu

Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Lampung dalam Penerbitan Izin

Pengusahaan Air Tanah Berdasarkan Kewenangan Daerah di Provinsi Lampung

dan faktor pendukung dan faktor penghambat Penerbitan Izin Pengusahaan Air

Tanah Berdasarkan Kewenangan Daerah di Provinsi Lampung.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah Berdasarkan

Kewenangan Daerah di Provinsi Lampung;

b. Untuk mengetahui faktor pendukung dan faktor penghambat Penerbitan Izin

Pengusahaan Air Tanah Berdasarkan Kewenangan Daerah di Provinsi Lampung.

9

2. Kegunaan Penelitian

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dalam

perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Administrasi Negara pada

khususnya yang berkaitan dengan Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah

Berdasarkan Kewenangan Daerah di Provinsi Lampung.

b. Kegunaan Praktis

1) Hasil penelitian ini diharapkan akan menambah pengetahuan penulis dalam

bidang hukum administrasi negara khususnya tentang Penerbitan Izin

Pengusahaan Air Tanah Berdasarkan Kewenangan Daerah di Provinsi

Lampung dan juga untuk menambah bahan kepustakaan sebagai bahan bacaan

bagi pihak yang berkepentingan, persyaratan dalam menempuh ujian sarjana di

Fakultas Hukum bagian Hukum Administrasi Negara Universitas Lampung;

2) Sebagai bahan literatur bagi para pembaca dan diharapkan dapat memberi

masukan bagi para peneliti lain dalam melakukan penelitian pada bidang yang

sama terutama melihat dari sisi yang lain dari penelitian ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perizinan (Vergunningen)

1. Pengertian Perizinan

Di dalam kamus istilah hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai

perkenaan/izin dari pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada

umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah

dianggap sebagai hal-hal yang sama sekali tidak dikehendaki. Ateng Syafrudin

mengatakan bahwa izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang

dilarang menjadi boleh. Menurut Sjahran Basah, izin adalah perbuatan hukum

administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan dalam hal

konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh

ketentuan peraturan perundang-undangan.1

Pengertian izin sebagaimana yang disebutkan oleh Ateng Syafrudin bahwa

izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal yang dilarang menjadi

boleh.2 sedangkan Spelt dan Ten Berge Membagi pengertian izin dalam arti luas

dan sempit, yaitu izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak

digunakan dalam hukum adminisitrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai

1 Sjahran Basah dalam Juniarso Ridwan dan Ahmad Sodik Sudrajat, Hukum Administrasi

Negara dan Kebijakan Pelayanan Publik, (Bandung: Nuansa, 2010). hlm. 92. 2 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. (Jakarta: Sinar

Grafika, 2010). hlm 152.

11

sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin ialah salah satu

persetujuan dari para penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan

pemerintah untuk dalam keadaaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan

larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang

yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya

dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan

umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya. Ini adalah paparan luas dari

pengertian izin.3

Pengertian mengenai Perizinan juga terdapat pada Pasal 1 angka 5

Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu

di Bidang Penanaman Modal, yang menyatakan bahwa perizinan adalah segala

bentuk persetujuan untuk melakukan Penanaman Modal yang dikeluarkan oleh

Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan4

Izin dalam pengertian luas adalah suatu persetujuan dari penguasa

berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan

tertentu menyimpang dari larangan ketentuan peraturan perundang-undangan, dan

hal ini menyangkut tindakan demi kepentingan umum. Di samping itu izin juga

dapat dibedakan atas berbagai figure hukum, yang meliputi izin dalam arti sempit,

pembebasan atau dispensasi dan konsesi. Izin dalam arti sempit adalah izin yang

3 N.M. Spelt dan J.B.J.M Ten Berge, Pengantar Hukum Perizinan (Surabaya, Yuridika,

1992) Hlm 2-3 4 Pengertian Izin juga terdapat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun

2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pada Pasal 1 angka 8

disebutkan bahwa izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan

peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau

diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu. Selanjutnya

Pasal 1 angka 9 Menyebutkan mengenai pengertian perizinan yaitu pemberian legalitas kepada

seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

12

pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk

mencapai suatu tatanan tertentu atau menghalangi keadaan-keadaan yang buruk

pembebasan atau dispensasi adalah pengecualian atas larangan sebagai aturan

umum, yang berhubungan erat dengan keadaan khusus peristiwa, konsensi adalah

izin yang berkaitan dengan usaha yang diperuntukkan untuk kepentingan umum.5

Secara teoritis, proses perizinan memiliki beberapa fungsi. Pertama,

sebagai instrumen rekayasa pembangunan. Pemerintah dapat membuat regulasi

dan keputusan yang memberikn insentif bagi pertumbuhan sosial ekonomi.

Demikian juga sebaliknya, regulasi dan keputusan tersebut dapat pula menjadi

penghambat (sekaligus sumber korupsi) bagi pembangunan.6 Kedua, Fungsi

keuangan (budgetering), yaitu menjadi sumber pendapatan bagi Negara.

Pemberian izin dilakukan dengan kontraprestasi berupa retribusi perizinan.

Negara mendapat kedaulatan rakyat, maka retribusi perizinan hanya bisa

dilakukan melalui peraturan Perundang-undangan. Dalam hal ini dianut prinsip no

taxation without the law. Penarikan retribusi perizinan hanya dibenarkan jika

hukum, yaitu undang-undang dan/atau peraturan daerah.7 Ketiga, Fungsi

Pengaturan (reguleren), yaitu menjadi instrumen pengaturan tindakan dan

pengaturan tindakan dan perilaku masyarakat.8

Sebagaimana prinsip pungutan pajak, perizinan dapat mengatur pilihan-

pilihan dan tindakan masyarakat. Jika perizinan terkait dengan pengaturan untuk

pengelolaan sumber daya alam, linkungan, tata ruang, dan aspek strategis lainya,

prosudur dan syarat yang harus ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan

5 P.M.Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya: Yuridika, Universitas Air

Langga, 1993). Hlm 2-3 6 Op.Cit, Adrian Sutedi, Hukum Perizinan……., hlm. 198.

7 Ibid, hlm. 199.

8 Ibid.

13

harus pula dengan pertinbangan-pertimbangan strategis. Harus ada keterkaitan

antara tujuan pemberian Perizinan dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam

izin.9 Kadang kala kebijakan pemerintah untuk terlibat dalam kegiatan

masyarakat, bahkan tidak berhenti pada satu tahap, melainkan melalui serangkaian

kebijakan. Setelah izin diproses, masih dilakukan pengawasan, pemegang izin

diwajibkan menyampaikan laporan laporan secara berkala dan sebagainya.10

2. Unsur-Unsur Perizinan

a. Instrumen yuridis

Izin merupakan instrument yuridis dalam bentuk ketetapan yang bersifat

konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau

mentapkan peristiwa konkret,sebagai ketetapan izin itu dibuat dengan ketentuan

dan persyaratan yang berlaku pada ketetapan pada umumnya.11

b. Peraturan perundang-undangan

Pembuatan dan penerbitan ketetapan izin merupakan tindakan hukum

permerintahan,sebagai tindakan hukum maka harus ada wewenang yang diberikan

oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas,

tanpa dasar wewenang, tindakan hukum itu menjadi tidak sah,oleh karena itu

dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang

yang diberikan oleh peraturan per UUan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar

wewenang tersebut ketetapan izin tersebut menjadi tidak sah.12

9 Helmi, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm 83.

10 Ibid.

11 Ibid.

12 Koesnadi Hardjasoemantri, Hukum Tata Lingkungan (Yogyakarta, Gadjah Mada

University Press, 1989) hlm 58

14

c. Organ pemerintah

Organ pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintah baik

di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.menurut sjahran basah,dari badan

tertinggi sampai dengan badan terendah berwenang memberikan izin.13

d. Peristiwa kongkret

Izin merupakan instrument yuridis yang berbentuk ketetapan yang

digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa kongkret dan individual,

peristiwa kongkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, orang

tertentu , tempat tertentu dan fakta hukum tertentu.14

e. Prosedur dan persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang

ditentukan oleh pemerintah,selaku pemberi izin. Selain itu pemohon juga harus

memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh

pemerintah atau pemberi izin.prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda

tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin. Menurut soehino,

syarat-syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional, konstitutif, karena

ditentuakn suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu)

dipenuhi,kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta

dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.15

3. Fungsi Perizinan

Izin merupakan instrument yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk

memengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkannya guna

13

Ibid. Hlm 59 14

Ibid. hlm 59 15

Ibid. hlm 60

15

mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai suatu instrument, izin berfungsi selaku

ujung tombak instrument hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang

masyarakat adil dan makmur itu dijelmakan. Hal ini berarti lewat izin dapat

diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini

berarti persyaratan-persyaratan, yang terkandung dalam izin merupakan

pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri.16

Apabila dikatakan bahwa izin itu dapat difungsikan sebagai instrumen

pengendali dan instrument untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur,

sebagaimana yang diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan Undang-

Undang Dasar 1945, penataan dan pengaturan izin ini sudah semestinya harus

dilakukan dengan sebaik-baiknya, berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum

modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat.17

4. Tujuan Perizinan

Mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan konkret

yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan keragaman pula dari

tujuan izin ini, yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut,

a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturan”) aktivitas-aktivitas tertentu

(misalnya izin bangunan).

b. Izin mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).

c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin membongkar

pada monumenmonumen).

d. Izin hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni didaerah padat

penduduk).

e. Izin memberikan pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-

aktivitas (izin berdasar “drunk en horecawet”, dimana pengurus harus

memenuhi syarat-syarat tertentu).18

16

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), hlm. 217-218. 17

Prajudi S. Admosudirjo. Hukum Administrasi Negara (Jakarta, Ghalia Indonesia, 1994) Hlm 23. 18

Op.cit, hlm. 218-219.

16

5. Bentuk dan Isi izin

Izin yaitu merupakan salah satu bentuk keputusan tata usaha negara.

Keputusan tata usaha negara adalah penetapan tertulis dan izin selalu dibuat dalam

bentuk tertulis, yang dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara yang

berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang bersifat kongkrit, individual dan final yang

menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata yang

berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha

Negara.19

Berdasarkan hal tersebut, maka izin akan selalu berbentuk tertulis dan

berisikan beberapa hal sebagai berikut :

1) Organ pemerintah yang memberikan izin;

2) Siapa yang memperoleh izin;

3) Untuk apa izin digunakan;

4) Alasan yang mendasari pemberian izin;

5) Ketentuan pembatasan dan syarat-syarat;

6) Pemberitahuan tambahan.

6. Sifat Izin

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari ketetapan, izin selalu

dibuat dalam bentuk tertulis dan merupakan suatu keputusan tata usaha negara

yang menciptakan hukum sehingga dengan pemberian izin akan dapat

menimbulkan hubungan hukum tertentu. Sehingga sifat izin yang tidak lain adalah

bahwa izin merupakan keputusan yang bersifat menguntungkan.

19

Lihat Pasal 1 ayat (3)

17

B. Air Tanah

1. Pengertian Air tanah

Pengertian air tanah menurut Dalam Peraturan pemerintah No. 121 Tahun

2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air berbunyi Air Tanah adalah Air yang

terdapat di dalam lapisan tanah atau batuan di bawah permukaan tanah sejalan

dengan itu menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.

1451 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan Tugas Pemerintahan

di Bidang Pengelolaan Air tanah pasal 1 ayat (12) bahwa air tanah adalah semua

air yang terdapat dalam lapisan pengandung air di bawah permukaan tanah,

termasuk mata air yang muncul secara alamiah di atas permukaan tanah.

2. Pembagian Air Tanah

a. Air Tanah Dangkal

Air tanah dangkal terjadi karena adanya daya proses peresapan air dari

permukaan tanah. Air tanah dangkal dimanfaatkan untuk sumber air minum

melalui sumur-sumur dangkal. Air sumur dangkal ini terdapat pada kedalaman 15

– 30 meter. Sebagai air minum, air tanah dangkal dari segi kualitas agak baik.

Kuantitas kurang cukup dan tergantung musim.

b. Air tanah dalam

Air tanah dalam dalam terdapat setelah rapat air yang pertama.

Pengambilan air tanah dalam tidak semudah pada air tanah dangkal. Dalam hal ini

harus digunakan bor memasukkan pipa kedalamnya sehingga kedalaman antara

100–300 meter akan didapat lapisan air. Kualitas air tanah dalam pada umumnya

lebih baik dari air tanah dangkal, karena penyaringannya lebih sempurna.

18

c. Mata air

Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah.

Mata air berasal dari tanah dalam hampir tidak terpengaruh oleh musim dan

kualitasnya sama dengan keadaan air tanah.20

C. Kewenangan

1. Pengertian Kewenangan

Dalam literature hukum adminitrasi dijelaskan, bahwa istilah wewenang

sering kali disepadankan dengan istilah kekuasaan. Padahal, istilah kekuasaan

tidaklah identik dengan istilah wewenang.21

Kata “ wewenang” berasal dari kata “authority” (Inggris) dan “gezag”

(Belanda). Adapun, istilah kekuasaan berasal dari kata “power” (Inggris) dan

“macht” (Belanda). Dari kedua istilah ini jelas tersimpul perbedaan makna dan

pengertian sehingga dalam penempatan kedua istilah ini haruslah dilakukan secara

cermat dan hati-hati. Penggunaan atau pemakaian kedua istilah ini tampaknya

tidak terlalu dipermasalahkan dalam realitas penyelenggaraan pemerintahan kita.

Hal itu memberikan kesan dan indikasi, bahwa bagi sebagian aparatur dan pejabat

penyelengaraan negara atau pemerintahan kedua istilah tersebut tidaklah begitu

penting untuk dipersoalan. Padahal dalam konsep Hukum Tata Negara dan

Hukum Admnistrasi keberadaan wewenang pemerintahan memiliki kedudukan

sangat penting. Begitu pentingnya kedudukan wewenang pemerintahan tersebut

sehingga F.A.M Stroink dan J.G Steenbeek menyebutnya sebagai konsep inti

dalam Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi (het begrip bevoegdheid is

dan ook een kernbegrip in het staats en administratief recht). 20

Sutrisno, Teknologi Penyediaan Air Bersih (Jakarta, Penerbit Rineka Cipta, 1987) hlm 26 21

Aminuddin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, (Jakarta, Prenadamedia group, 2014). Hlm 101

19

Menurut P.Nicolai, wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk

melakukan tindakan atau perbuatan hukum tertentu, yakni tindakan atau perbuatan

yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum, mencakup mengenai

timbul dan lenyapnya akibat hukum (het vermogen tot het verrichten van be

paalde rechshandelingen is handelingen die op rechtsgevolg gericht zijn en dus

ertoe strekken dat bepaalde rechtsgevolg gericht zijn en dus ertoe strekken dat

bepaalde rechtsgevolgen onstaan of teniet gaan). Selanjutnya, dikemukakan

bahwa dalam wewenang pemerintahan itu tersimpul adanya hak dan kewajiban

dari pemerintah dalam melakukan tindakan atau perbuatan pemerintahan tersebut.

Pengertian hak menurut P.Nicola dkk. berisi kebebasan untuk melakukan atau

tidak melakukan tindakan atau perbuatan tertentu atau menuntut pihak lain untuk

melakukan tindaakn tertentu (een recht houdt in de vrijheid om een bepaalde

feitelijke handeling te verrichten op n ate laten, of de aanspraak op het verrichten

van een handeling door een ander). Adapun kewajiban dimaksudkan sebagai

pemuatan keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan atau

perbuatan (een plicht impliceert een verplichting om een bepaalde handeling te

verrichten op n ate laten).

Bagir Manan mempertegas istilah dan terminology apa yang dimaksudkan

dengan wewenang pemerintahan. Menurutnya, wewenang dalam bahasa hukum

tidaklah sama dengan kekuasaan (macht). Kekuasaan hanya menggambarkan hak

untuk berbuat atau tidak berbuat. Adapun, wewenang dalam hukum dapat

sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan

proses penyelenggaraan pemerintahan, hak mengandung pengertian kekuasaan

untuk mengatur sendiri (zelf-regelen) dan mengelola sendiri (Zelfbestuuren),

20

sedangkan kewajiban berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan

sebagaimana mestinya. Dengan demikian, substansi dari wewenang pemerintahan

ialah kemampuan untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum pemerintahan

(het vermogen tot het verrichten van bepaalde rectshandelingen).

Selanjutnya, menurut H.D. Stout wewenang merupakan suatu pengertian

yang berasal dari hukum organisasi pemerintahan, yang dapat dijelaskan sebagai

keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan penggunaan

wewenang pemerintahan oleh subjek hukum public di dalam hubungan hukum

public (bevoegdheid is een begrip uit het bestuurlijke organisatierecht, wat kan

worden omschreven als het geheel van regels dat betrekking heft op de

verkkrijging en uit oefening van bestuursrechtelijke bevoegdheden rechtsverkeer).

Bahkan, L. Tonnaer secara tegas mengemukakan bahwa kewenangan pemerintah

dalam kaitan ini dianggap sebagai kemampuan untuk melaksanakan hukum

positif, dan dengan begitu dapat diciptakan suatu hubungan hukum antara

pemerintah dan warga Negara (overheids bevoegdheid wordt in dit verband op

gevat als het ver mogen om positief recht vast te stellen en al dus rechtsbe-

trekkingen tussen burgers onderling en tussen overhead en te scheppen).

Dalam konsepsi Negara hukum, wewenang pemerintahan itu berasal dari

peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagaimana dikemukakan oleh

Huisman dalam Ridwan HR., bahwa organ pemerintahan tidak dapat menganggap

ia memiliki sendiri wewenang pemerintahan, Kewenangan hanya diberikan oleh

UU. Pembuat UU tidak hanya memberikan wewenang pemerintahan kepada

organ pemerintahan, akan tetapi juga terhadap para pegawai atau badan khusus

untuk itu. Pendapat yang sama dikemukakan oleh P.de Haan dengan menyebutkan

21

bahwa wewenang pemeritahan tidaklah jatuh dari langit, akan tetapi ditentukan

oleh hukum (overheidsbevoegdheden komen niet uit de lucht vallen, zij worden

door het recht genormeerd).

2. Sifat Kewenangan

Dalam uraian di atas telah digambarkan bahwa secara umum wewenang

merupakan kekuasaan untuk melakukan semua tindakan atau perbuatan hukum

public. Dengan kata lain, Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa pada

dasarnya wewenang pemerintahan itu dapat dijabarkan ke dalam dua pengertian,

yakni sebagai hak untuk menjalankan suatu urusan pemerintahan (dalam arti

sempit) dan sebagai hak untuk dapat secara nyata memengaruhi keputusan yang

akan diambil oleh instansi pemerintahan lainnya (dalam arti luas).

Peter Leyland dan Terry Woods dengan tegas menyatakan, bahwa

kewenangan publik mempunyai dua cirri utama yakni : pertama, setiap keputusan

yang dibuat oleh pejabat pemerintahan mempunyai kekuatan mengikat kepada

seluruh anggota masyarakat, dan kedua, setiap keputusan yang dibuat oleh pejabat

pemerintah mempunyai fungsi publik atau melakukan pelayanan publik.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan, bahwa wewenang khususnya

wewenang pemerintahan adalah kekuasaan yang ada pada pemerintah untuk

menjalankan fungsi dan tugasnya berdasar peraturan perundangundangan. Dengan

kata lain, wewenang merupakan kekuasaan yang mempunyai landasan untuk

mengambil tindakan atau perbuatan hukum agar tidak timbul akibat hukum, yakni

terwujudnya kesewenang-wenangan (onvetrmatig). Wewenang adalah kekuasaan

hukum untuk menjalankan atau melakukan suatu tindakan atau perbuatan berdasar

hukum publik. Safri Nugraha dkk mengemukakan, bahwa sifat wewenang

22

pemerintahan itu meliputi tiga aspek, yakni selalu terikat pada suatu masa tertentu,

selalu tunduk pada batas yang ditentukan, dan pelaksanaann wewenang

pemerintahan terikat pada hukum tertulis dan tidak tertulis (asas-asas umum

pemerintahan yang baik). Lebih lanjut, dikemukakan bahwa sifat wewenang yang

selalu terikat pada suatu masa tertentu ditentukan secara jelas dan tegas melalui

suatu peraturan perundang-undangan. Lama berlakunya wewenang tersebut juga

disebutkan dalam peraturan yang menjadi dasarnya. Sehingga bilamana

wewenang pemerintahan itu digunakan dan tidak sesuai dengan sifat wewenang

pemerintahan tersebut, maka tindakan atau perbuatan pemerintahan itu bisa

dikatakan tidak sah atau batal demi hukum.

Selain itu, sifat wewenang yang berkaitan dengan batas wilayah

wewenang pemerintahan itu atau wewenang itu selalu tunduk pada batas yang

telah ditentukan berkaitan erat dengan batas wilayah kewenangan dan batas

cakupan dari materi kewenangannya. Batas wilayah kewenangan berkait erat

dengan ruang lingkup kompetensi absolute dari wewenang pemerintah tersebut.

Wewenang dari seorang menteri dalam negeri jelas akan berbeda batas wilayayah

kewenangan dengan wewenang menteri kehutanan. Adapun batas cakupan materi

kewenangannya pada dasarnya sesuai dengan yang ditentukan dalam peraturan

perundang-undangan yang menjadi dasar pemberian kewenangan tersebut.

Philipus M.Hadjon dengan mengutip pendapat dari N.M Spelt dan

J.B.J.M. Ten Berge, membagi kewenangan bebas pemerintahan dalam dua

kategori, yakni kebebasan dalam penilaian (beoordelingsvrijheid). Adapun yang

dimaksud dengan kebebasan dalam kebijaksanaan (wewenang diskresi dalam arrti

sempit) bila peraturan perundang-undangan memberikan tertentu kepada organ

23

pemerintahan, sedangkan organ tersebut bebas untuk (tidak) menggunakannya

meskipun syarat-syarat bagi penggunaannya secara sah dipenuhi. Adapun

kebebasan dalam melakukan penilaian (wewenang diskresi dalam arti yang tidak

sesungguhnya), menurut hukum diserahkan kepada organ pemerintahan untuk

menilai secara mandiri dan ekslusif apakah syarat-syarat bagi pelaksanaann suatu

wewenang secara sah telah dipenuhi.

Berdasarkan hal tersebut diatas, Philipus Hadjon menetapkan adanya dua

jenis kekuasaan bebas atau diskresi, yakni: pertama, kewenangan untuk memutus

secara mandiri; dan yang kedua, kewenangan untuk memutus atau menetapkan

secara mandiri terhadap tindakan atau perbuatan seperti apa yang akan dilakukan

atau diambil dan kewenangan untuk melakukan penafsiran atau interpretasi

terhadap norma hukum yang samar-samar (vagenormen), seperti izin usaha dapat

diberikan dengan memenuhi syarat-syarat tertentu sebagaimana diatur dalam

peraturan perundang-undangan. Pertanyaannya ialah seperti apakah syarat-syarat

tersebut yang diatur dalam peraturan perundangundangan sehingga pemerintahlah

yang berwenang untuk menafsirkan syarat-syarat tersebut dalam pemberian izin

usaha yang dimaksud.

3. Sumber Kewenangan

Seiring dengan pilar utama dari konsepsi Negara hukum, yakni asas

legalitas, maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan

berasal dari peraturan perundang-undangan, yakni berarti bahwa sumber

wewenang bagi pemerintah ada di dalam peraturan perundang-undangan. Secara

teoretis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan ini

diperolah melalui tiga cara, yakni : atribusi, delegasi, dan mandate.

24

Menurut pendapat Indroharto, bahwa pada atribusi terjadi pemberian

wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan. Disini dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru.

Lebih lanjut disebutkan, bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan

atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara; yang berkedudukan

sebagai original legislator; di negara kita ditingkat pusat adalah MPR sebagai

pembentuk konsitusi dan DPR bersama-sama dengan pemerintah sebagai yang

melahirkan suatu Undang-undang dan ditingkat daerah adalah DPRD dan

pemerintah daerah yang melahirkan peraturan daerah.

Kemudian, yang bertindak sebagai delegated legislator; seperti Presiden

yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan peraturan

pemerintah, dalam mana diciptakan wewenang pemerintahan kepada badan atau

jabatan pemerintahan tersebut.

Pada delegasi terjadi pelimpahan suatu wewenang yang telah ada

(wewenang asli) oleh badan/atau jabatan pemerintahan yang telah memperoleh

wewenang pemerintahan secara atributif kepada badan/atau jabatan pemerintahan

lainnya. Jadi, suatu wewenang delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi

wewenang. Adapun, pengertian mandate terjadi ketika organ pemerintahan

mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

Dengan kata lain, suatu tindakan atau perbuatan yang mengatasnamakan

badan/atau jabatan pemerintahan yang diwakilinya (bertindak untuk dan atas

nama badan/atau jabatan pemerintahan). Hal ini sama atau serupa dengan konsep

pemberian kuasa dalam hukum perdata yang member kewenangan pada penerima

kuasa untuk melakukan tindakan atau perbuatan hukum atas nama pemberi kuasa.

25

Untuk lebih jelasnya pengertian apa yang dimaksudkan dengan atribusi,

delegasi dan mandat maka oleh H.D. van Wijk/Wilem Konijnenbelt

mendefenisikan atribusi sebagai suatu pemberian wewenang pemerintahan oleh

pembuat Undang-undang kepada organ pemerintahan (attribute is toekenning van

een bestuursbeoegheid door een wetgever aan een bestuursorgaan). Adapun,

pengertian delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari suatu organ

pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya, dan pengertian mandat terjadi

ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ

lain atas namanya.

Berbeda dengan Van Wijk/Willem Konijnenbelt, maka F.A.M. Stroink

dan J.G.Steenbeek mengemukakan pendapatnya dengan menyatakan, bahwa

hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang yakni, dengan

jalan atribusi dan delegasi. Mengenai pengertian atribusi dan delegasi dengan

tegas dikemukakan, bahwa atribusi berkenaan dengan penyerahan wewenang

baru, sedangkan delegasi menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada atau

organ yang telah memperoleh wewenang secara atributif kepada orang lain

sehingga delegasi secara logis selalu didahului dengan suatu atribusi. Dengan kata

lain, delegasi tidak mungkin ada tanpa atribusi mendahuluinya.

Dalam hal pengertian mandat tidak dibicarakan mengenai penyerahan

wewenang atau pelimpahan wewenang. Bahkan, dalam hal mandate tidak terjadi

perubahan wewenang apa pun atau setidak-tidaknya dalam arti yuridis formal,

yang terjadi hanyalah hubungan internal.

Dari uraian tersebut di atas, secara jelas dapat disimpulkan bahwa

wewenang pemerintahan yang menjadi dasar tindakan atau perbuatan

26

pemerintahan meliputi tiga jenis kewenangan, yakni: wewenang yang diperoleh

secara atribusi dan berasal dari peraturan perundang-undangan adalah wewenang

yang bersifat asli. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan

secara langsung dari rumusan norma-norma pasal tertentu dalam suatu peraturan

perundang-undangan.

Pada wewenang delegasi tidak ada penciptaan wewenang pemerintahan

baru, yang ada hanyalah pelimpahan wewenang dari pejabat yang satu kepada

pejabat lainnya sehingga tanggung jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi

delegasi tetapi beralih kepada penerima delegasi. Adapun pada wewenang

mandate, maka penerima mandate hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi

mandate, sedangkan tanggung jawab akhir dari keputusan yang diambil oleh

penerima mandate atau mandataris tetap berada pada pemberi mandat.

D. Izin Pengusahaan Air Tanah

Izin Pengusahaan Air Tanah Adalah izin untuk memperoleh dan/atau

mengambil Air Tanah untuk melakukan kegiatan usaha. Tidak dapat dipungkiri

bahwa pemenuhan kebutuhan manusia pada saat ini dan terutama pada masa-masa

mendatang tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan primer, yaitu pemenuhan

kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat, tetapi juga mencakup

keperluan untuk memenuhi kebutuhan sekunder, misalnya energi, transportasi,

olah raga, pariwisata, dan lain-lain. Upaya untuk memenuhi kebutuhan sekunder

tersebut seringkali memerlukan dukungan Sumber Daya Air melalui kegiatan

Pengusahaan Sumber Daya Air atau Pengusahaan Air Tanah.

Untuk melindungi hak rakyat atas Air dan prioritas pemenuhan kebutuhan

Air bagi kegiatan usaha maka kegiatan Pengusahaan Sumber Daya Air harus

27

dilakukan berdasarkan Izin Pengusahaan Sumber Daya Air atau Izin Pengusahaan

Air Tanah. Dalam rangka memprioritaskan hak-hak masyarakat atas Air,

mengatur penggunaan Sumber Daya Air dan mencegah terjadinya konflik antar

pengguna Sumber Daya Air maka perlu diatur prioritas pemberian izin dan alokasi

Air. Air merupakan kebutuhan mendasar yang tidak tergantikan bagi kehidupan

manusia, oleh karena itu pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari merupakan

prioritas yang utama di atas semua kebutuhan. Pemerintah wajib menjamin

kebutuhan pokok minimal sehari-hari masyarakat. Hal ini tidak lain untuk

menjamin hak setiap orang untuk memperoleh Air bagi kehidupan yang bersih,

sehat, dan produktif.

Izin Pengusahaan Sumber Daya Air atau Air Tanah yang ditetapkan bukan

merupakan izin untuk memiliki atau menguasai Air dan/atau Sumber Air, tetapi

hanya terbatas pada pemberian izin oleh pemerintah kepada pemegang izin untuk

memperoleh dan mengusahakan sejumlah (kuota) Air, daya Air dan/atau Sumber

Air sesuai dengan alokasi yang ditetapkan Pemerintah atau Pemerintah Daerah

kepada pengguna Air. Izin Pengusahaan Sumber Daya Air atau Air Tanah tidak

dapat disewakan atau dipindahtangankan baik sebagian atau seluruhnya.

Izin Pengusahaan Sumber Daya Air atau Air Tanah diberikan apabila Air

untuk pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat telah

terpenuhi, serta sepanjang ketersediaan Air masih mencukupi. Izin Pengusahaan

Sumber Daya Air atau Izin Pengusahaan Air Tanah diberikan oleh Pemerintah

Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. Jumlah kuota Air

yang ditetapkan dalam Izin Pengusahaan Sumber Daya Air tidak bersifat mutlak

dan tidak harus dipenuhi sebagaimana tercantum dalam izin. Alokasi Air

28

diberikan berdasarkan ketersediaan Air serta prioritas alokasi Air. Di samping itu,

kuota Air yang ditetapkan dalam izin dapat ditinjau kembali apabila persyaratan

atau keadaan yang dijadikan dasar pemberian izin dan kondisi ketersediaan Air

pada Sumber Air yang bersangkutan mengalami perubahan yang sangat berarti.

D. Dasar Hukum Pengusahaan Air tanah

Dasar hukum suatu izin adalah ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Oleh karena itu, dasar hukum izin pengusahaan air tanah adalah :

1. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

7. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber

Daya Air;

9. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

10. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

11. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 15 Tahun

2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan

Penanaman Modal.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian hukum ini termasuk jenis penelitian hukum normatif-empiris,

yaitu penelitian hukum yang objek kajiannya meliputi ketentuan perundang-

undangan (in abstracto) serta penerapannya pada peristiwa hukum (in concreto).

B. Pendekatan Masalah

Dalam rangka penelitian yang berdasarkan pada pokok permasalahan,

maka pendekatan masalah penelitian ini adalah pendekatan normatif dan empiris.

1. Pendekatan normatif yaitu pendekatan yang dilakukan dengan cara

mempelajari dan menelaah peraturan perundangan yang berlaku dan literatur-

literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas, yaitu yang

berkaitan dengan kewenangan pemerintah daerah dalam penerbitan Izin

Pengusahaan Air;

2. Pendekatan empiris yaitu pendekatan masalah yang dilakukan dengan cara

menggali informasi dan melakukan penelitian lapangan guna menganalisis

lebih jauh masalah yang akan dibahas.

C. Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data

primer, yang diperoleh dari bahan kepustakaan, meliputi:

30

1. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh dengan mempelajari bahan-bahan

pustaka yang berupa perundang-undangan dan literatur lainnya yang berkaitan

dengan penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah, yaitu :

a. Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan;

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;

d. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

e. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup;

f. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

g. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;

h. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik;

i. Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber

Daya Air;

j. Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu;

l. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 15 Tahun

2015 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan

Penanaman Modal.

31

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil studi

lapangan di lokasi penelitian melalui wawancara dari pihak yang terlibat langsung

dan berhubungan dengan pembahasan dan penelitian ini, yaitu Bapak Sumardi,

S.Sos., selaku Kepala Sub Bagian Pelayanan Perizinan di Badan Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung.

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Untuk melakukan Pengumpulan data yang diperlukan, dalam penelitian ini

dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut:

a. Studi Pustaka

Studi kepustakaan merupakan usaha mengumpulkan data dengan cara

membaca dan mempelajari bahan-bahan berupa buku-buku, Peraturan perundang-

undangan, laporan hasil penelitian, surat-surat keputusan maupun literatur-

literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas.

a. Studi Lapangan

Studi lapangan merupakan suatu usaha pengumpulan data dengan cara

melakukan kegiatan penelitian lapangan secara langsung dilakukan pada Badan

Penanaman Modal dan Pelayan Satu Pintu Provinsi Lampung. Teknik yang

digunakan yaitu dengan melakukan wawancara terhadap narasumber maupun

pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini yaitu pihak-

pihak dari Badan Penanaman Modal dan Pelayan Satu Pintu Provinsi Lampung.

32

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data yang sudah terkumpul dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Seleksi data, yaitu penelitian terhadap seluruh data terkumpul untuk

dilakukan penyeleksian sesuai pokok permasalahan yang akan dibahas;

b. Klasifikasi data, yaitu pengelompokan terhadap data sesuai dengan kerangka

pembahasan yang sudah ditentukan;

c. Penyusunan data, yaitu pensistematisan data sesuai dengan permasalahan

yang akan diteliti.

E. Analisis Data

Dari keseluruhan data yang sudah dikumpulkan dan telah dilakukan pemeriksaan,

kemudian dilakukan analisis dengan menggunakan metode kualitatif, yaitu dengan

memberikan arti terhadap data dan disajikan dalam bentuk kalimat untuk

selanjutnya ditarik kesimpulan guna menjawab permasalahan penelitian yaitu

kewenangan Pemerintah Daerah dalam penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan:

1. Penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah di Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung dilaksanakan berdasarkan

Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Air

Tanah (PP No. 121/2015) dan belum ada Peraturan Daerah Provinsi Lampung

yang secara khusus mengatur mengenai tata cara memperoleh Izin

Pengusahaan Sumber Daya Air di Provinsi Lampung. Mengingat, Peraturan

Daerah Provinsi Lampung Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Air

Tanah sudah tidak memiliki kekuatan hukum dikarenakan sudah tidak sesuai

dengan Peraturan Permerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan

Sumber Daya Air. Pelaksanaan penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah di

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi

Lampung masih terdapat yang belum sesuai dengan PP No. 121/2015 yaitu:

a. Tidak ada penjelasan mengenai persyaratan teknis yang harus dipenuhi

pemohon, yang ada hanya persyaratan administratif;

b. Tidak ada pembedaan persyaratan administratif yang harus dipenuhi bagi

Pemohon Perseorangan dengan Badan Usaha;

59

c. Terdapat persyaratan yang belum ditetapkan bagi Pemohon sebagaimana

diatur Pasal 33 PP No. 121/2015 antara lain tidak adanya persyaratan

administratif untuk badan usaha berupa susunan direksi dan daftar

pemegang saham bagi badan usaha dan susunan pengurus bagi badan

sosial, Surat Keterangan Domisili, dan Pernyataan Tertulis kesanggupan

untuk membayar pajak Air Tanah dan tidak ada persyaratan teknis berupa

kesanggupan membuat sumur resapan sesuai ketentuan yang berlaku;

d. Tidak ada penjelasan mengenai kapan permohonan perpanjangan izin

secara tertulis diajukan kepada Gubernur sebelum jangka waktu izin

berakhir, berapa lama waktu penetapan perpanjangan Izin Pengusahaan

Air Tanah sejak diterimanya permohonan perpanjangan izin beserta

persyaratan lengkap yang terdiri atas rekomendasi teknis, persyaratan

administratif, persyaratan teknis kecuali laporan hasil pengeboran/

penggalian dan laporan pengambilan Air Tanah, yang ada hanya

persyaratan permohonan perpanjangan Izin Pengusahaan Air Tanah;

e. Tidak ada penjelasan mengenai ketentuan perubahan Izin Pengusahaan Air

Tanah, misalnya dalam hal apa Izin Pengusahaan Air Tanah dapat diubah,

bagaimana mekanisme perubahan Izin Pengusahaan Air Tanah, jangka

waktu perubahan Izin Pengusahaan Air Tanah dapat diterima oleh

pemegang izin, pemberi Izin Pengusahaan Air Tanah menetapkan

perubahan izin dan pada saat apa perubahan izin dilakukan.

2. Faktor pendukung dalam penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah di Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung

adalah digunakannya aplikasi touchscreen pada komputer yang khusus

60

disediakan bagi masyarakat/pemohon untuk kemudahan dalam pemberian

pelayanan kepada masyarakat. Sehingga, masyarakat secara mandiri dapat

dengan mudah mengetahui informasi pelayanan penerbitan Izin Pengusahaan

Air Tanah. Sedangkan, faktor penghambat dalam penerbitan Izin

Pengusahaan Air Tanah di Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu

Satu Pintu Provinsi Lampung adalah kurangnya kesadaran hukum perusahaan

atau masyarakat atas prosedur penerbitan izin tersebut, perusahaan atau

masyarakat seharusnya membuat izin terlebih dahulu lalu melakukan

pengeboran, akan tetapi yang terjadi justru sebaliknya mereka melakukan

pengeboran terlebih dahulu baru mengurus Izinnya. Dalam Penerbitan Izin

Pengambilan Air Bawah Tanah (SIPA) banyak sekali yang harus diuji

terlebih dahulu dan tidak langsung melakukan pengeboran, harus sesuai

dengan Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan

Sumber Daya Air dan Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang

Sistem Penyediaan Air Minum. Selain itu, ketentuan pembagian urusan

menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah bahwa Pemerintah Provinsi yang berwenang mengeluarkan Izin

Pengusahaan Air Tanah, sehingga pemohon dari seluruh wilayah Provinsi

Lampung harus mengurus Izin Pengusahaan Air Tanah di Dinas Penanaman

Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung, mampukah

Dinas yang bersangkutan mengatur seluruh hal tersebut yang tidak diimbangi

oleh ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mencukupi. Selain hal

Sumber Daya Manusia, terdapat faktor penting penghambat izin tersebut

yaitu belum adanya Peraturan Daerah yang baru mengenai pengusahaan air

61

tanah, karena Peraturan Daerah akan mengatur ketentuan lebih lanjut dari PP

No. 121/2015. Mengingat, Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 29

Tahun 2014 tentang Pengelolaan Air Tanah, peraturan tersebut sudah tidak

memiliki kekuatan hukum dikarenakan sudah tidak sesuai dengan Peraturan

Permerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya Air.

B. Saran

Adapun Saran yang ingin peneliti kemukakan dalam skripsi ini adalah:

1. Pemerintah Provinsi Lampung bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Provinsi Lampung agar menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Lampung

tentang Pengelolaan Air Tanah dan jika diperlukan Gubernur Lampung dapat

menetapkan Peraturan Gubernur Lampung sebagai Pedoman Pelaksanaannya;

2. Gubernur Lampung mencukupi ketersediaan Sumber Daya Manusia di Dinas

Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Lampung

dalam pelaksanaan pelayanan penerbitan Izin Pengusahaan Air Tanah;

3. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi

Lampung memaksimalkan sosialisasi kepada masyarakat dan badan usaha

agar dalam melakukan pengusahaan air tanah memiliki Izin Pengusahaan Air

Tanah serta dalam pengurusan izin tersebut sesuai prosedur yang berlaku;

4. Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi

Lampung menyusun, menetapkan, dan mempublikasikan standar pelayanan

Izin Pengusahaan Air Tanah kepada masyarakat dan badan usaha berdasarkan

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

DAFTAR PUSTAKA

Literatur

Adrian Sutedi. 2010. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Sinar

Grafika. Jakarta.

Aminuddin Ilmar. 2014. Hukum Tata Pemerintahan. Prenadamedia Group. Jakarta.

Helmi. 2012. Hukum Perizinan Lingkungan Hidup. Sinar Grafika. Jakarta.

J. Ridwan dan A.S. Sudrajat. 2010. Hukum Administrasi Negara dan Kebijakan

Pelayanan Publik. Nuansa. Bandung.

Koesnadi Hardjasoemantri. 1989. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University

Press .Yogyakarta.

N.M. Spelt dan J.B.J.M Ten Berge. 1992. Pengantar Hukum Perizinan. Yuridika.

Surabaya.

Mega, Dara Lusi. 2013. Analisis Kebijakan Pengelolaan dan Pemanfaatan Air Tanah

di Kecamatan Cidahu Kabupaten Sukabumi. Skripsi, Institute Pertanian Bogor.

Bogor.

P.M.Hadjon, et. al. 1993. Pengantar Hukum Perizinan. Yuridika, Universitas Air

Langga. Surabaya.

Prajudi S. Admosudirjo. 1994. Hukum Administrasi Negara. Ghalia Indonesia.

Jakarta.

Ridwan HR. 2008. Hukum Administrasi Negara. Rajawali Pers. Jakarta.

Sosdarsono, S. & Takeda, K. 1993. Hidrologi Untuk Pengairan. PT. Pradnya

Paramita, Jakarta.

Sutrisno. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2012 tentang Ketentuan Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Peraturan Pemerintah Nomor 121 Tahun 2015 tentang Pengusahaan Sumber Daya

Air.

Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan

Terpadu Satu Pintu.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 15 Tahun 2015

tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Non Perizinan Penanaman

Modal.

Sumber Lain

Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Mesuji, Naskah Akademik Rancangan

Peraturan Daerah Kabupaten Mesuji tentang Izin Pemakaian Air Tanah dan

Izin Pengusahaan Air Tanah.

http://ptsp.lampungprov.go.id/syarat_izin yang diakses pada tanggal 16 Agustus 2018.

www.investasi.lampungprov.go.id yang diakses pada tanggal 2 Februari 2018.

www.bappenas.go.id yang diakses pada tanggal 16 Agustus 2018.