Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

26
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN TEORI KONTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN JASMANI MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS UTS MATAKULIAH Model-Model Pembelajaran Pendidikan Olahraga Yang dibina oleh Bapak Dr. Roesdiyanto, M. Kes OLEH Awal Akbar Jamaluddin 160614801335

Transcript of Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

Page 1: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN TEORI KONTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN JASMANI

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS UTS MATAKULIAH

Model-Model Pembelajaran Pendidikan Olahraga

Yang dibina oleh Bapak Dr. Roesdiyanto, M. Kes

OLEH

Awal Akbar Jamaluddin

160614801335

UNIVERSITAS NEGERI MALANGPROGRAM PASCASARJANA

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN OLAHRAGAMaret 2017

Page 2: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah tentang penerapan teori pembelajaran kontruktivis.

    Makalah ini telah disusun dengan maksimal berdasarkan referensi yang

ada tentang judul dari makalah ini. Tugas yang diberikan oleh dosen pengampu

mata pelajaran memberi kesan dan ilmu baru terhadap penulis itu sendiri

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada

kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena

itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca

agar kedepannya bisa lebih baik lagi.

Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang penerapan teori

pembelajaran kontruktivis dalam pendidikan jasmani ini dapat memberikan

manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Malang, Maret 2017

Penyusun

                                     

   

                                                                                             

ii

Page 3: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…..…………………………………………. ii

DAFTAR ISI………………………………………………………. iii

BAB I: PENDAHULUAN………………………………………… 1

1. Latar Belakang……………………………………………… 1

2. Rumusan Masalah………………………………………….. 2

3. Tujuan Penulisan…………………………………………… 3

BAB II: PEMBAHASAN………………………………………… 4

1. Teori Kontruktivisme…………….…………………….….... 4

2. Model Teori Kontruktivisme………………………………... 6

3. Penerapan Teori Kontruktivisme Dalam Pendidikan

Jasmani……………………………………………………… 10

BAB III: PENUTUP………………………………………………. 13

1. Kesimpulan………………………………………………… 13

2. Saran……………………………………………………….. 13

DAFTAR RUJUKAN…………………………………………….. 14

iii

Page 4: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidik (Guru dan Dosen) adalah salah satu pemegang peranan paling

penting dalam pendidikan, betapa tidak melalui pendidik lah siswa merasa

terbantukan atas masalah yang dihadapi baik masalah akademik maupun masalah

sosial dan masalah pribadi karena fungsi guru sebanarnya adalah bagaimana

menjadi pendengar dan pengarah yang baik untuk anak didiknya. Guru telah

diakui sebagai profesi khusus diberbagai belahan dunia karena sumbangsi nya

terhadap lingkup pendidikan. Dikatakan demikian, karena profesi tenaga

pendidikan bukan hanya memerlukan keahlian menguasai kelas saja, tetapi

mengemban tugas mulia dan sangat berharga, yaitu pendidikan dan peradaban.

Atas dasar itulah, dalam kebudayaan sebuah bangsa yang beradab, guru senantiasa

diagungkan, dikagumi, dan dihormati, karena perannya yang penting bagi

eksistensi bangsa dimasa depan.

Daoeb Joesoep dalam Marno (2014:18) mengungkapkan tiga misi atau

fungsi guru: fungsi profesional, fungsi kemanusiaan dan fungsi civic mission.

Fungsi profesuional guru berarti guru meneruskan

ilmu/keterampilan/pengalaman-nya kepada peserta didiknya. Fungsi kemanusiaan

berarti berusaha mengembangkan dan membina segala potensi/bakat/pembawaan

yang ada pada diri setiap peserta didik. Fungsi civic mission berarti guru wajib

menjadikan anak didiknya sebagai warga negara yang baik, yaitu berjiwa

patriotik, mempunyai semangat kebangsaan nasional, dan disiplin atau taat

terhadap semua peraturan perundang-undangan yang berlaku atas dasar pancasila

UUD 1945.

Sedangkan tugas pendidik sebagai penjabaran dari misi dan fungsi yang

diembannya, menurut Darji Darmodihaarjo, minimal ada tiga: mendidik,

mengajar, dan melatih. Tugas mendidik lebih kepada pembentukan jiwa, karakter,

dan kepribadian berdasarkan nilai-nilai. Tugas mengajar lebih menekankan pada

pengembangan kemampuan penalaran dan tugas melatih menekankan pada

1

Page 5: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

pengembangan kemampuan penerapan tehnologi dengan cara melatih berbagai

keterampilan.

Dalam melaksanakan tugas mulianya tersebut pendidik tidak serta merta

menyalurkan ilmunya kepada peserta didiknya hal ini dikarenakan pendidik

dihadapkan pada benda hidup dengan berbagai karakter, untuk menghadapi hal

demikian diperlukan model pembelajaran. Dalam teori pembelajaran yang dikenal

sampai saaat ini itu ada 5 yaitu: Cognitivsm, Kontruktivism, Humanism,

Behaviorism, Sosial. Dari masing-masing teori yang disebutkan diatas itu

memiliki beberapa model/gaya/strategi dalam pembelajaran yang orientasinya

pada pencapaian tujuan nasional pendidikan.

Pendidikan jasmani yang merupakan salah satu mata pelajaran utama

dalam satuan pendidikan sampai saat ini masih memiliki berbagai kendala

terutama dalam penyampaian isi dan manfaat dari materi pembelajaran itu sendiri,

dibeberapa sekolah terkadang guru hanya membiarkan siswa bermain dengan

sendirinya tanpa dilakukan pembimbingan dan evaluasi sehingga berdampak pada

siswa itu sendiri. Mulai dari gerakan yang keliru, gerak yang asal, hingga yang

bisa terjadi adalah cideranya peserta didik dalam proses tersebut. Kurangnya

komunikasi dan sistem mengajar yang terkesan konvensional (sumber belajar

hanya pendidik) inilah yang terkadang menjadi kendala dalam proses

pembelajaran, peserta didik hanya belajar saat ada pendidiknya (guru atau dosen)

dan hal inilah yang menjadi permasalahan dari dunia pendidikan bahwa peserta

didik seolah terbatas dalam mengakses sumber belajar yang lain selain guru.

Pada kesempatan ini penulis akan membahas tentang teori pembelajaran

kontruktivism yang di aplikasikan kedalam pendidikan jasmani karena melalui

pendekatan kontruktivis inilah siswa dianggap lebih bereksplorasi terhadap

pembelajaran, mampu menemukan dan memecahkan masalah sampai batas

kemampuan mereka dan fungsi pendidik dalam hal ini adalah bagaimana

mendampingi, memotivasi, dan memberi pengarahan kepada peserta didik

tersebut.

B. Rumusan Masalah

2

Page 6: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut:

1. Apa itu Teori Kontruktivisme ?

2. Bagaimana Model Teori Pembelajaran Kontruktivisme ?

3. Bagaiman Penerapan Teori Kontruktivisme dalam Pendidikan Jasmani ?

C. Tujuan Penulisan

Berdarakan rumusan masalah di atas dapat di kemukakan tujuan dari

penulisan ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui Teori Kontruktivisme

2. Mengetahui Model Kontruktivis dalam Pembelajaran

3. Mengetahui Penerepan Teori Kontruktivis dalam Pendidikan Jasmani

3

Page 7: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

4

Page 8: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

BAB II

PEMBAHASAN

A. TEORI KONTRUKTIVISME

Anderson et.al dalam Slavin (2011:3) menyatakan bahwa Teori

pembelajaran yang didasarkan pada gagasan disebut teori pembelajaran

kontruktivis (contructivist theories of learning). Inti teori kontruktivis ialah

gagasan bahwa masing-masing pebelajar harus menemukan dan mengubah

informasi yang rumit jika mereka ingin menjadikannya milik sendiri.

Teori kontruktivis melihat pebelajara sebagai orang yang terus menerus

memeriksa informasi baru terhadap aturan lama dan kemudian merevisi aturan

apabila hal itu tidak lagi berguna. Pandangan ini mempunyai implikasi yang

sangat besar bagi pengajaran, karena hal itu menyarankan peran yang jauh lebih

aktif bagi siswa dalam pembelajaran mereka sendiri daripada biasanya yang

ditemukan di banyak ruang kelas. Karena penenkanan pada siswa sebagai

pebelajar aktif, strategi kontruktivis sering disebut sebagai ‘pengajaran berpusat

pada siswa’ (student-centered intruction). Di ruang kelas yang berpusat pada

siswa, guru menjadi “pemandu di samping” dan bukan “orang bijaksana di atas

pangggung”, dengan membantu siswa menemukan makna mereka sendiri dan

bukan mengajari dan mengendalikan semua kegiatan di ruang kelas (Weinberger

et.al dalam Slavin 2011:4)

Model kontruktivis memiliki banyak bentuk (untuk dianalisis lebih

mendalam) yang muncul dari berbagai sumber sepanjang diskusi tentang

pendidikan selama ini. Suprijono A (2012:29) menjelaskan bahwa gagasan

kontruktivisme mengenai pengetahuan dapat dirangkum sebagai berikut:

1. Pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan belaka, tetapi selalu

merupakan kontruksi kenyataan melalui kegiatan subyek.

2. Subyek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu

untuk pengetahuan.

5

Page 9: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsep seseorang. Struktur konsep

membentuk pengetahuan jika konsep itu berlaku dalam berhadapan dengan

pengalaman-pengalaman seseorang.

Pengetahuan adalah factum (apa yang dibuat), et verum (apa yang

diketahui), convertuntur (adalah konvertibel satu terhadap yang lainnya).

Pengetahuan itu di kontruksikan (dibangun), bukan dipersepsi secara langsung

oleh indra. Semua pengetahuan, tidak peduli bagaimana pengetahuan itu

didefenisikan, terbentuk dalam otak manusia, dan subjek yang berpikir tidak

memiliki alternatif selain mengontruksikan apa yang diketahuinya berdasarkan

pengalamannya sendiri. Semua pikiran orang didasarkan pada pengalamannya

sendiri, sehingga bersifat subjektif.

Pengetahuan menurut kontruktivisme bersifat subjektif, bukan obyektif.

Pengetahuan tidak pernah tunggal. Pengetahuan merupakan realistis plural.

Pandangan ini berlawanan dengan pandangan realisme yang mengatakan

bahwa”kebenaran itu ada diluar sana” dan oleh karenanya orang dapat

mengobservasi realitas secara objektif.

1. Akar Sejarah Kontruktivisme

Revolusi kontruktivis mempunyai akar yang lebih jauh dalam sejarah

pendidikan. Revolusi ini sangat banyak mengandalkan karya Piaget dan Vygotsky

sebagai sumber, yang keduanya menekankan bahwa perubahan kognisi hanya

terjadi ketika konsepsi sebelumnya mengalami proses ketidakseimbangan

(disequilibration) dari sudut informasi baru. Piaget dan Vygotsky juga

menekankan hakikat sosial pembelajaran, dan keduanya menyarankan

penggunaan kelompok belajar dengan kemampuan campuran untuk meningkatkan

perubahan konsep.

a. Pembelajaran Sosial

Pemikiran kontruktivis modern paling banyak mengandalkan teori

Vigotsky, yang telah digunakan untuk mendukung metode pengajaran di ruang

kelas yang menekankan pembelajaran kooperatif, pembelajaran berbasis proyek,

6

Page 10: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

dan penemuan. Dia berpendapat bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan

orang dewasa dan teman sebaya yang lebih mampu.

b. Zona Perkembangan Proksimal

Konsep utama kedua adalah gagasan bahwa siswa paling baik memelajari

konsep yang berada dalam zona perkembangan prosimal (zone of proximal

development; proximal=berikutnya). Siswa bekerja dalam zona perkembangan

proksimalnya ketika mereka terlibat ke dalam tugas yang tidak dapat mereka

kerjakan sendiri, tetapi dapat mengerjakannya dengan bantuan teman sebaya atau

orang dewasa.

c. Pemagangan Kognitif

Konsep lain yang berasal dari Vigotsky yang menekankan hakikat sosial

pembelajaran maupun zona perkembangan proksimal ialah pemegangan kognitif

(cognitive apprenticeship). Istilah ini merujuk ke proses ketika pebelajar secara

bertahap memeroleh keahlian melalui interaksi dengan ahli, entah orang dewasa

atau teman sebaya yang lebih tua atau yang lebih maju.

d. Pembelajaran Termediasi

Akhirnya penekanan Vigotsky pada penanggaan (scaffolding), atau

pembelajaran termediasi (Kozulin & Presseisen, 1995), berperan penting dalam

pemikiran kontruktivis modern. Penafsiran tentang gagasan Vigotsky saat ini

menekankan gagasan bahwa siswa hendaknya diberi tugas yang rumit, sulit dan

realistis yang kemudian diberi cukup bantuan untuk mencapai tugas ini (bukan

diajarkan potongan-potongan kecil pengetahuan yang diharapkan pada suatu hari

berkembang menjadi tugas yang rumit). Prinsip ini digunakan untuk mendukung

penggunaan proyek di ruang kelas, simulasi, penjajakan dalam komunitas,

penulisan untuk pembaca yang sesungguhnya, dan tugas otentik lain (Byrely,

2001; Holt & Willard-Holt, 2000).

B. MODEL TEORI KONTRUKTIVISME

Dalam teori pembelajaran kontruktivisme memiliki beberapa model,

diantaranya:

7

Page 11: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

1. Pengolahan Atas-Bawah (up-down instruction)

Pendekatan kontruktivis terhadap pengajaran menekankan pengajaran

atas-bawah (top-down intruction) dan bukan bawah-atas (bottom-up intruction).

Istilah atas-bawah berarti bahwa siswa mulai menyelesaikan soal yang rumit dan

kemudian mengembangkan atau menemukan (dengan panduan guru) kemampuan

dasar yang diperlukan. Misalnya, siswa diminta menulis karangan dan kemudian

belajar tentang ejaan, tata bahasa, dan tanda baca. Pendekatan pengolahan atas-

bawah ini dibedakan dengan strategi bawah-atas tradisional, dimana kemampuan

dasar secara bertahap dibangun menjadi kemampuan yang lebih rumit. Dalam

pengajaran atas-bawah, tugas yang dimulai bersifat rumit, lengkap, dan otentik,

yang berarti bahwa semua itu bukanlah bagian atau penyederhanaan tugas yang

pada akhirnya diharapkan dikerjakan oleh siswa, melainkan merupakan tugas

yang sesungguhnyaa.

Pendekatan kontruktivis berlaku dengan urutan yang tepatnya

berseberangan, yang dimulai dengan soal (sering diusulkan oleh siswa sendiri)

dan kemudian membantu siswa memikirkan cara mengerjakan penyelesaiannya.

2. Pembelajaran Kooperatif (cooperative learning)

Suprijono A (2012:54) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk

bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahakan oleh guru. Secara

umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarakan oleh guru. Dimana guru

menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan

informasi yang dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah

yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.

Pendekatan kontruktivis dalam pengajaran biasanya memanfaatkan secara

besar-besaran pembelajaran kooperatif (cooperative learning), berdasarkan teori

bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika

mereka dapat berbicara satu sama lain tentang soal. Sekali lagi, penekanan pada

hakekat sosial pembelajaran dan penggunaan kelompok teman sebaya untuk

memberikan contoh cara berpikir yang tepat dan menghadapkan serta menantang

8

Page 12: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

salah pemahaman satu sama lain adalah unsur utama dari pemahaman Piaget dan

Vigotsky tentang perubahan kognisi (Pontecorvo, 1993).

3. Pembelajaran Penemuan (discovery learninng)

Pembelajaran penemuan (discovery learning) adalah komponen penting

pendekatan kontruktivis modern yang mempunyai sejarah panjang dalam inovasi

pendidikan. Dalam pembelajaran penemuan (Bergstrom & O’Brien, 2001;

Wilcox, 1993), siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan

aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa

memeroleh pengalaman dan melakukan eksperimen yang memungkinkan mereka

menemukan sendiri prinsip-prinsip. Bruner dalam Slavin (2011:8) mengatakan

bahwa “Kita mengajarkankan mata pelajaran bukan untuk menghasilkan

perpustakaan hidup kecil tentang mata pelajaran tersebut, melainkan lebih-lebih

untuk mengupayakan siswa berpikir . . . bagi diri sendiri, mempertimbangkan

persoalan seperti dilakukan sejarawan, mengambil bagian dalam proses perolehan

pengetahuan. Mengetahui adalah proses, bukan produk.

Pembelajaran penemmuan mempunyai beberapa keunggulan. Hal itu

membangkitkan keingintahuan siswa, dengan memotivasi mereka terus bekerja

hingga mereka menemukan jawaban. Siswa juga memelajari kemampuan

penyelesaian masalah dan pemikiran kritis secara mandiri, karena mereka harus

menganalisis dan memanipulasi informasi. Namun, pembelajaran penemuan juga

dapat menghasilkan kesalahan dan membuang-buang waktu. Karena alasan ini,

pembelajaran penemuan “terpimpin” (guided discovery learning) lebih lazim

ditemukan daripada pembelajaran penemuan murni. Dalam penemuan terpimpin,

guru memainkan peran yang lebih aktif, dengan memberikan petunjuk, menata

bagian-bagian kegiatan, atau memberikan garis besar.

4. Pembelajaran Pengaturan Diri

Salah satu konsep utama teori pembelajaran kontruktivis ialah pandangan

tentang siswa ideal sebagai pebelajar yang mengatur diri sendiri (Paris & Paris,

2001). Pebelajar pengaturan diri (self-regulator learner) adalah siswa yang

9

Page 13: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

mempunyai pengetahuan tentang strategi pembelajaran yang efektif dan bagaiman

serta kapan menggunakannya. Misalnya, mereka tahu bagaimana mengurai soal-

soal yang rumit menjadi langkah-langkah yang lebih sederhana atau menguji soal

alternatif (Greeno & Goldman, 1998); mereka tahu bagaiman dan kapan melihat

dengan sekilas dan bagaimana serta kapan membaca untuk memperoleh

pemahaman yang mendalam; dan mereka tahu bagaimana menulis dan

meyakinkan dan bagaiman menulis untuk menginformasikan (Zimmerman &

Kitsantas, 1999). Lebih jauh, pebelajaran pengaturan diri termotivasi oleh

pembelajaran itu sendiri, bukan hanya nilai dan persetujuam orang lain, dan

mereka mampu bertahan pada tugas jangka panjang hingga tugas tersebut

terselesaikan.

Apabila siswa mempunyai strategi pembelajaran yang efektif maupun

motivasi serta kegigihan menerapkan strategi ini hingga tugas terselesainkan

dengan memuaskan mereka, kemungkinan mereka adalah pebelajar yang efektif

dan mempunyai motivasi sepanjang hidup untuk belajar. Program yang

mengajarkan strategi pembelajaran pengaturan diri kepada siswa terbukti telah

meningkatkan pencapaian siswa.

5. Scaffolding (Penanggaan)

Vigotsky dalam Slavin (2011:11) mengatakan bahwa penanggaan

(scaffolding) adalah praktik yang didasarkan pada konsep Vigotsky tentang

pembelajaran terbantu. Dalam istilah praktis, penanggaan dapat meliiputi

pemberian lebih banyak struktur kepada siswa pada awal serangkaian pelajaran

dan secara bertahap menyerahkan tanggung jawab kepada mereka untuk bekerja

sendiri. Misalnya, siswa dapat diajari merumuskan pertanyaan mereka sendiri

tentang bahan ajar yang sedang mereka baca. Sejak awal, guru dapat mengusulkan

pertanyaan, dengan memberikan contoh jenis pertanyaan yang dapat diajukan

siswa, tetapi kemudian siswa mengambil alih tugas merumuskaan pertanyaan

tersebut.

10

Page 14: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

C. PENERAPAN MODEL KONTRUKTIVISME DALAM PENDIDIKAN

JASMANI

Dari pembahasan tentang beberapa model pembelajaran yang bercermin

pada teori kontruktivisme dan dapat di telaah lima model pembelajaran yakni:

1. Proses top-down artinya siswa mulai belajar dengan masalah-masalah yang

lebih kompleks untuk dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru

melalui penggunaan keterampilan dasar yang digunakan.

2. Pembelajaran kooperatif , model konstruktivis juga menggunakan

pembelajaran kooperatif, karena siswa lebih mudah menemukan dan

memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan dengan

temannnya.

3. Pembelajaran dengan penemuan, dalam pembelajaran penemuan siswa

didorong untuk belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep,

yang memungkinkan mereka menemukan konsep baru.

4. Pembelajaran dengan pengaturan diri, pendekatan konstruktivis mempunyai

visi bahwa siswa adalah sosok yang ideal, yaitu seseorang yang mampu

mengatur dirinya sendiri atau self regulated learner.

5. Scaffolding didasarkan atas konsep Vygotsky tentang pembelajaran dengan

bantuan guru.

Selanjutnya akan dibahas tentang pengaplikasian ke-lima model teori

kontruktivis tadi kedalam pembelajaran pendidikan jasmani. Sebagai berikut:

1. Pengolahan Atas-Bawah

Sesuai dengan prinsipnya bahwa pengajaran pengolahan atas-bawah

berorientasi pada belajar dengan masalah-masalah yang lebih kompleks untuk

dipecahkan atau dicari solusinya dengan bantuan guru. Contoh dalam pendidikan

jasmani, “semua siswa melakukan smash pada permainan bolavoli, ada beberapa

siswa yang bisa dan beberapa diantaranya tidak bisa. Dalam kasus ini guru

sebagai fasilitator memberikan gambaran pelaksanaan smash bolavoli dengan baik

11

Page 15: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

dan benar mulai dari gerakan yang paling rumit sampai ke yang termudah lalu

kemudian siswa mencermati dengan seksama dan kemudian melakukan lagi”.

2. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran dengan model kooperatif ini lebih menekankan pada

hubungan sosial, bahwa masalah akan lebih mudah di pecahkan apabila masalah

tersebut di diskusikan bersama teman. Contoh dalam pendidikan jasmani, “siswa

di tempatkan ke kelompok permainan bolavoli yang beranggotakan 6 orang

sehingga dalam satu kelas terdapat 5 kelompok dari 30 siswa, kemudian masing-

masing siswa didalam kelompok melakukan tehnik dasar bolavoli (passing,

smash, block, servis) secara bergantian dan kemudian berdiskusi tentang tehnik

dasar apa yang paling sering muncul dalam permainan bolavoli ? Guru

menyajikan pelajaran dan kemudian siswa bekerja dalam kelompok mereka untuk

memastikan semua anggota dalam kelompok telah mengetahui tentang tehnik

dasar bolavoli dan mampu mengetahui tehnik dasar yang paling sering digunakan

dalam permainan bolavoli”.

3. Pembelajaran Penemuan

Pembelajaran penemuan yang dimaksud adalah siswa diharapkan mampu

belajar secara aktif, melakukan proses penguasaan konsep, yang memungkinkan

mereka menemukan konsep baru. Contoh dalam pendidikan jasmani, “siswa

diberikan materi senam irama lengkap dengan gerakan dan iringan musiknya,

melalui materi ini siswa mampu menguasai konsep dari setiap gerakan dan

menghafal gerakannya, dan siswa diberikan tugas untuk menciptakan gerakan

senam irama dengan musik yang sama dari senam irama yang telah dikuasainya”.

4. Pembelajaran Pengaturan Diri

Pebelajar pengaturan diri adalah siswa yang mempunyai pengetahuan

tentang strategi pembelajaran yang efektif dan bagaimana serta kapan

menggunakan pengetahuan tersebut. Contoh dalam pendidikan jasmani, “pada

pertandingan bolavoli siswa diharapkan mampu menahan diri dan tetap mampu

bermain dengan bagus walaupun berada di bawah tekanan oleh tim lawan, mampu

melihat celah untuk mendaptkan point, intervensi dari pendukung tim lawan

12

Page 16: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

diharapkan tidak menjadi beban untuk tetap bisa mengendalikan dan mengatur

diri sendiri ketika bermain dalam suatu pertandingan”

5. Scaffolding (Penanggaan)

Dalam pendidikan jasmani terkait dengan model Scaffoldingini adalah

bagaimana seorang guru pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan mampu

memberikan contoh (masalah) kepada siswa dan siswa mencoba untuk

merumuskan beberapa pernyataan tersebut. Contoh dalam pendidikan jasmani,

“Siswa mendapat masalah dari guru untuk menganalisis formasi yang dianggap

paling tepat dalam permainan bolavoli, kemudian memaparkannya di depan kelas

sebelum jam pelajaran pendidikan jasmani berakhir”.

13

Page 17: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan di atas tentang model pembelajaran kontruktivisme

dalam pendidikan jasmani, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam

kontruktivisme dalam pendidikan jasmani memiliki lima model yakni pengolahan

atas bawah, kooperatif learning, pembelajaran penemuan,pembelajaran

pengaturan diri, dan Scaffolding (penanggaan) dan pengaplikasian dari kelima

model tadi diharapkan mampu memecah problematika pendidikan saat ini karena

orientasi dari teori kontruktivis adalah bagaimana siswa membangun

pemikirannya sendiri melalui masalah yang didapat dari guru atau dari

lingkungan.

B. Saran

Pada pembahasan tentang teori kontruktivisme dalam pembelajaran yang

kemudian di aplikasikan pada pembelajaran pendidikan jasmani ini diharapkan

mampu menjadi tambahan sumber bacaan bagi masyarakat dan semoga

kedepannya dalam pembuatan makalah dengan judul sejenis agar kiranya bisa

menambahkan contoh dalam pendidikan jasmani yang lebih banyak lagi.

14

Page 18: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

DAFTAR RUJUKAN

Joyce, B et.al. 2011. Models Of Teaching (Model-model Pengajaran).

Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Marno dan Idris, M. 2014. Strategi, Metode, dan Tehnik Mengajar. Yogyakarta.

AR-RUZZ Media

Slavin, R. 2011. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Indeks

Suprijono, A. 2012. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAIKEM).

Yogyakarta. Pustaka Belajar

Winataputra, U. S. 2011. Model-model Pembelajaran Inovatif . Jakarta: Tim

PAU-PPAI

Whitton. D, 2015. Teaching and Learning Strategies. Sidney: Cambridge

University

15

Page 19: Penerapan Model Teori Belajar Kontruktivis ke Dalam Pendidikan Jasmani

16