PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

21
PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT PEMILIKAN RUMAH TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN LOAN TO VALUE (STUDI PADA BANK X) Nindira Andaru, Aad Rusyad Nurdin, dan Nadia Maulisa Departemen Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus FHUI Gedung A, Depok 16424, Jawa Barat E-mail: [email protected] ABSTRAK Skripsi ini membahas penerapan manajemen risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) . Pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR menurut peraturan yang berlaku, secara khusus dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP; dan bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR pada praktiknya di Bank X berkaitan dengan kebijakan pembatasan Loan to Value (LTV). Kesimpulan: pertama, penerapan manajemen risiko sebagaimana tercantum dalam SEBI 15/40/DKMP yang mencabut SEBI 14/10/DPNP telah cukup memadai dan tersosialisasi dengan baik. Kedua, ketentuan dalam SEBI 15/40/DKMP telah dijalankan sebagaimana mestinya oleh Bank X dalam pemberian fasilitas KPR, namun batasan LTV di Bank X juga turut didasarkan pada zona lokasi. Kata kunci: Manajemen Risiko; Kredit Pemilikan Rumah; Loan to Value The Implementation of Risk Management in House Ownership Credit (KPR) Related to the Policy of Loan to Value Ratio (Study on X Bank) ABSTRACT This paper discusses the implementation of risk management in the provision of House Ownership Credit (KPR). The main issue in this paper focuses on the implementation of risk management in the provision of House Ownership Credit according to prevailing regulation in Indonesia, specifically regulated in BI Circular Letter No. 15/40/DKMP; also about the implementation in practice at X Bank related to the policy of Loan to Value (LTV). The first conclusion shows that the implementation on risk management as regulated in BI Circular Letter No. 15/40/DKMP which officially deactivates the Circular Letter No. 14/10/DPNP is adequate and the socialization has been conducted properly by BI. The second conclusion shows that the clause of the BI Circular Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Transcript of PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

Page 1: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT

PEMILIKAN RUMAH TERKAIT DENGAN KEBIJAKAN LOAN TO

VALUE

(STUDI PADA BANK X)

Nindira Andaru, Aad Rusyad Nurdin, dan Nadia Maulisa

Departemen Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Kampus FHUI Gedung A, Depok 16424,

Jawa Barat

E-mail: [email protected]

ABSTRAK

Skripsi ini membahas penerapan manajemen risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Pokok

permasalahan dalam skripsi ini adalah bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR menurut

peraturan yang berlaku, secara khusus dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP; dan bagaimana

penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR pada praktiknya di Bank X berkaitan dengan kebijakan

pembatasan Loan to Value (LTV). Kesimpulan: pertama, penerapan manajemen risiko sebagaimana tercantum

dalam SEBI 15/40/DKMP yang mencabut SEBI 14/10/DPNP telah cukup memadai dan tersosialisasi dengan

baik. Kedua, ketentuan dalam SEBI 15/40/DKMP telah dijalankan sebagaimana mestinya oleh Bank X dalam

pemberian fasilitas KPR, namun batasan LTV di Bank X juga turut didasarkan pada zona lokasi.

Kata kunci:

Manajemen Risiko; Kredit Pemilikan Rumah; Loan to Value

The Implementation of Risk Management in House Ownership Credit (KPR) Related to

the Policy of Loan to Value Ratio (Study on X Bank)

ABSTRACT

This paper discusses the implementation of risk management in the provision of House Ownership Credit (KPR).

The main issue in this paper focuses on the implementation of risk management in the provision of House

Ownership Credit according to prevailing regulation in Indonesia, specifically regulated in BI Circular Letter

No. 15/40/DKMP; also about the implementation in practice at X Bank related to the policy of Loan to Value

(LTV). The first conclusion shows that the implementation on risk management as regulated in BI Circular

Letter No. 15/40/DKMP which officially deactivates the Circular Letter No. 14/10/DPNP is adequate and the

socialization has been conducted properly by BI. The second conclusion shows that the clause of the BI Circular

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 2: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

Letter No. 15/40/DKMP has been duly executed by X bank in the provision of House Ownership Credit

facilities. But the LTV limits also based on the location of the zone.

Key words:

Risk Management; House Ownership Credit; Loan to Value

Pendahuluan

Industri perbankan memiliki fungsi pokok yaitu sebagai lembaga intermediasi yang

menghimpun serta menyalurkan dana dari masyarakat ataupun pihak ketiga. Hal tersebut

dimuat dalam Penjelasan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan. Beragamnya kebutuhan

masyarakat seiring dengan perkembangan zaman telah menempatkan kredit sebagai salah satu

produk jasa perbankan yang paling banyak diminati. Sedangkan dari sisi bank, kredit

merupakan sumber pendapatan yang memberikan kontribusi yang cukup besar bagi

pendapatan bank itu sendiri. Banyak nasabah yang kini melakukan aktivitas perkreditan

karena kredit sangat membantu dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan, maupun

papan.

Sektor papan (perumahan) merupakan salah satu sektor bisinis yang menarik dan

cukup menjanjikan saat ini karena semakin bertambahnya kebutuhan masyarakat akan

perumahan. Maka, kredit konsumsi merupakan produk jasa yang menjadi favorit bagi para

debitur. Namun, kebutuhan tersebut sering mengalami hambatan karena minimnya dana yang

dimiliki oleh debitur yang ingin memiliki rumah. Maka dari itu, bank-bank yang

melaksanakan kegiatan penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) merupakan sasaran

alternatif utama dalam pembiayaan perumahan. Hal ini dikarenakan bank merupakan

penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan

dana untuk melaksanakan berbagai macam kegiatan ekonomi.

Setiap bank harus peka terhadap segala risiko yang akan timbul, terutama dalam

proses pemberian KPR. Kepekaan tersebut menjadi bukti bahwa bank membutuhkan

manajemen yang berbasis risiko. Manajemen bank berbasis risiko disini bukan berarti

menghilangkan risiko sampai menjadi nihil, namun lebih menekankan kepada bagaimana

mengukur, mengelola, mengambil keuntungan, dan mengamankan bank dari segala risiko

yang ada. Apabila dikaitkan dengan pemberian KPR oleh bank umum, maka bank yang

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 3: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

memberikan fasilitas kredit tersebut harus cermat dalam mengikuti perubahan lingkungan

bisnis perumahan, baik terhadap perubahan ekonomi, politik, sosial, budaya, lingkungan

alam, teknologi pengolahan, teknologi informasi, lingkungan demografi, birokrasi, maupun

otonomi daerah. Perubahan tersebut tentunya akan memberikan berbagai implikasi yang dapat

mempengaruhi kinerja suatu bank dalam mengelola kredit.

Penetapan besaran Loan to Value (LTV) telah diatur oleh Bank Indonesia melalui SE

BI No. 14/10/DPNP tentang Penerapan Manajemen Risiko Bank yang Melakukan Pemberian

Kredit Pemilikan Rumah atau Kredit Kendaraan Bermotor. Peraturan tersebut dikeluarkan

karena adanya peningkatan kredit konsumsi yang tinggi beserta dengan meningkatnya potensi

risiko kredit, khususnya bagi KPR dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB). LTV mengatur

pembatasan angka rasio antara nilai kredit yang dapat diberikan oleh bank terhadpa nilai

agunan pada saat awal pemberian kredit, dimana dalam penyaluran KPR ditetapkan paling

tinggi sebesar 70%. Kebijakan LTV ini kemudian diperdalam pada tahap kedua yang

menghasilkan SE BI No. 15/40/DKMP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang

Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit, atau Pembiayaan

Konsumsi Beragun Properti, Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. SE BI ini telah

memberikan pengaturan yang lebih ketat terkhusus kepada KPR sejak September 2013 lalu.

Berdasarkan dari latar belakang yang telah diungkapkan oleh penulis, telah ditemukan

dua pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah

(KPR) menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia?

2. Bagaimana penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR pada praktiknya di

Bank X sehubungan dengan adanya kebijakan pembatasan Loan to Value?

Kemudian tujuan dari penulisan skripsi ini diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaturan mengenai manajemen risiko dalam pemberian Kredit

Pemilikan Rumah yang berlaku di Indonesia.

2. Menganalisa penerapan manajemen risiko KPR di Bank X sehubungan dengan

hadirnya kebijakan pembatasan Loan to Value yang berdasar pada pilar-pilar yang ada

dalam konsep Basel Accord dan Peraturan Perbankan.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 4: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

Tinjauan Teoritis

Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan mengenai kewajiban bank umum untuk

memiliki dan melaksanakan kebijakan perkreditan bank berdasarkan pedoman SK Dir BI No.

27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 tentang Kewajiban Penyusunan dan Pelaksanaan

Kebijakan Perkreditan Bank bagi Bank Umum. Kebijakan tersebut telah diatur secara jelas

dalam Pasal 8 ayat (2) UU Perbankan, yang berbunyi:

“Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan pedoman perkreditan dan pembiayaan

berdasarkan Prinsip Syariah, sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank

Indonesia.”

Berdasarkan SK tersebut, setiap Bank Umum wajib memiliki Kebijakan Perkreditan

Bank (KPB) secara tertulis dan harus mendapat persetujuan dari dewan komisaris bank.

Kemudian kebijakan tersebut nantinya wajib disampaikan kepada Bank Indonesia. Di dalam

Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB), setidaknya memuat 7 bab

yang berisi hal-hal sebagai berikut:

1. Kebijakan Umum;

2. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan;

3. Organisasi dan manajemen perkreditan;

4. Kebijakan persetujuan kredit;

5. Dokumentasi dan administrasi kredit;

6. Pengawasan kredit;

7. Penyelesaian kredit bermasalah.

Bank di dalam setiap kegiatan pemberian kredit yang ditawarkannya harus terlebih

dahulu melakukan penilaian kredit, yang berlaku juga bagi setiap pemberian Kredit Pemilikan

Rumah (KPR), dimana risiko-risiko yang mungkin dihadapi oleh bank cenderung lebih tinggi

jika dibandingkan dengan pemberian kredit lainnya. Bank harus menerapkan prinsip

perkreditan yang disebut juga dengan prinsip “5C”, uraiannya adalah sebagai berikut:1

a) Character, yaitu penilaian kepada calon nasabah debitur mengenai kemampuan untuk

memenuhi kewajibannya. Bank wajib mengetahui apakah calon nasabah debiturnya

1 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005),

hal 64.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 5: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

memiliki watak, moral, dan sifat-sifat pribadi yang positif serta memiliki rasa tanggung

jawab.

b) Capacity, yaitu penilaian kepada calon debitur terhadap kemampuan untuk melunasi

kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan

dilakukannya yang akan dibiayai dengan kredit dari Bank.

c) Capital, yaitu jumlah dana atau modal yang dimiliki oleh calon nasabah debitur atau

pemohon kredit.

d) Collateral, yaitu barang-barang jaminan yang diserahkan oleh nasabah debitur kepada

kreditur atas jaminan kredit yang diterimanya.

e) Condition of Economy. Secara umum, setiap Bank perlu memperhatikan kondisi

ekonomi dan kondisi sektor usaha pemohon kredit dalam rangka pemberian kredit untuk

memperkecil risiko yang mungkin terjadi akibat pengaruh dari kondisi perekonomian

suatu negara atau daerah.

Secara umum, risiko dapat diartikan sebagai suatu bahaya, ancaman, atau

kemungkinan terjadinya berbagai tingkat profitability yang memburuk bahkan dapat

menimbulkan kerugian suatu bank. Pertumbuhan industri perbankan yang semakin luas dan

dalam inilah yang menciptakan peluang bagi terjadinya risiko dalam skala yang lebih tinggi.

Seluruh aktivitas bank, produk, dan layanan bank hampir selalu berkaitan dengan uang, yang

menyebabkam bank akan selalu memiliki risiko yang melekat (inherent).

Dengan dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia Nomor 5/8/PBI/2003 sebagaimana

telah diubah dengan PBI Nomor 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank

Umum, telah menunjukkan bahwa proses penerapan manajemen risiko telah menjadi aspek

utama dan wajib diterapkan di setiap bank di Indonesia. Terdapat 8 jenis risko sebagaimana

yang telah diatur dalam PBI tersebut, diantaranya yaitu risiko kredit, risiko pasar, risiko

operasional, risiko likuiditas, risiko hukum, risiko reputasi, risiko stratejik, serta risiko

kepatuhan. Namun penulis terfokus terhadap lima risiko yang memiliki kaitan erat dengan

proses pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR), diantaranya sebagai berikut:

a. Risiko Kredit (credit risk), merupakan risiko kerugian bagi suatu bank karena nasabah

debitur tidak melunasi kembali pokok pinjaman serta bunga. Bank harus melakukan

analisis kredit (Credit Appraisal Techniques). Analisis kredit bertujuan untuk

memastikan bahwa unit usaha yang dibiayainya tersebut mampu untuk melunasi kembali

pinjaman yang telah diberikan oleh Bank ditambah dengan pelunasan bunga.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 6: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

b. Risiko Pasar, merupakan kerugian yang diderita oleh suatu bank pada posisi on-balanced

sheet dan off-balanced sheet bank akibat terjadinya market price atas aset bank, interest

rate, market volatility, dan market liquidity.2 Risiko ini muncul akibat adanya pergerakan

harga pasar ke arah yang merugikan yang dilihat dari hasil perdagangan portofolio

selama periode tertentu setelah dilakukan transaksi.

c. Risiko Operasional merupakan risiko yang timbul akibat adanya kegagalan pihak internal

bank dalam melaksanakan atau menerapkan prosedur dalam suatu kegiatan perbankan.

Kegiatan yang termasuk dalam risiko ini adalah adanya kecurangan, ketidakjujuran,

kegagalan manajemen, sistem pengendalian yang tidak memadai, maupun prosedur

operasional yang tidak tepat. Risiko ini dapat menimbulkan terjadinya risiko pasar dan

risiko kredit.

d. Risiko Likuiditas, yaitu risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi kewajiban

yang telah jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas atau asset likuid berkualitas

tinggi yang dapat diagunkan, tanpa menggangu aktivitas dan kondisi keuangan Bank.3

Pengaturan tentang risiko likuiditas ini juga diatur dalam Undang-Undang Perbankan

dalam Pasal 37, yaitu terkait dengan tindakan yang dapat dilakukan oleh Bank Indonesia

apabila suatu bank mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

e. Risiko Hukum, merupakan risiko yang berasal dari adanya ketidakpastian dalam

menginterpretasikan suatu kontrak, hukum, atau peraturan.4 Hal ini juga berhubungan

dengan kemungkinan timbulnya suatu upaya hukum yang dilakukan oleh pihak tertentu

kepada perusahaan yang dapat mengancam kesehatan, bahkan kelangsungan perusahaan

itu sendiri.5 Risiko ini perlu diwaspadai agar terhindar dari efek kerugian (Potential Loss)

suatu bank.

Pada dasarnya, kewajiban setiap bank untuk menerapkan manajemen risiko

sebagaimana yang telah ditetapkan PBI Manajemen Risiko bertujuan untuk meningkatan

kehati-hatian, terutama dalam setiap aktivitas pemberian kredit konsumsi. Maka dari itu, Bank

Indonesia melakukan penyempurnaan terhadap ketentuan Penerapan manajemen risiko dalam

2 Masyhud Ali, Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan

Globalisasi Bisnis, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hal 130. 3 Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI No.

11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, LN. No. 103 DPNP Tahun 2009, TLN

No. 5029, Ps. 1 angka 8. 4 Ferry N. Idroes dan Sugiarto, Manajemen Risiko Perbankan, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006), hal

140.

5 Bramantyo Djohanputro, Manajemen Risiko Korporat, (Jakarta: PPM, 2008), hal 168.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 7: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

pemberian KPR, yang semula diatur dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP 15

Maret 2012, kemudian dicabut dan diganti dengan Surat Edaran Bank Indonesia No.

15/40/DKMP 24 September 2013 perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang

Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit, atau Pembiayaan

Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor.

Metode Penelitian

Ditinjau dari tujuannya, bentuk penelitian hukum yang penulis gunakan adalah metode

penelitian yuridis-normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada norma-norma hukum yang

terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan pengadilan. Pada metode ini

menggunakan pendekatan deskriptif, yang menjelaskan secara rinci mengenai apa yang ingin

dipaparkan dengan memberikan analisis terhadap permasalahan yang ditemukan, serta

didukung dengan wawancara dari narasumber guna untuk mendukung penelitian.6

Wawancara akan dilakukan dengan narasumber dari praktisi perbankan dari Bank Umum,

yaitu Bank X yang sama-sama menerapkan Manajemen Risiko terhadap pemberian Kredit

Pemilikan Rumah.

Dalam penelitian ini, bahan hukum yang penulis gunakan adalah data sekunder yang

mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Uraian

lebih rinci adalah sebagai berikut:

1. Bahan hukum primer, terdiri dari peraturan perundang-undangan yang berhubungan

dengan penerapan manajemen risiko kredit pada Bank Umum dalam proses pemberian

Kredit Pemilikan Rumah (KPR), seperti UU No. 7 Tahun 1992 sebagaimana telah

diubah UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, PBI No 5/8/2003 sebagaimana telah

diubah dengan PBI No. 11/25/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank

Umum, SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013 tentang Penerapan

Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan

Pemilikan Properti, Kredit atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit

atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor, dan SE BI No. 14/10/DPNP 15 Maret 2012

6 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Cet. 7

(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 13.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 8: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

Perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit

Pemilikan Rumah dan Kredit Kendataan Bermotor;

2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan informasi

yang berkaitan dengan isi bahan hukum primer serta implementasinya, seperti buku

teks, artikel, laporan penelitian yang berhubungan permasalahan yang diteliti, maupun

internet.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan penjelasan terhadap sumber hukum

primer dan sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, dan ensiklopedia.7

Hasil Penelitian

Penerapan Manajemen Risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang

berlaku di Indonesia didasari pada PBI No. 5/8/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI

No. 11/25/2009 tentang Manajemen Risiko bagi Bank Umum, yakni mencakup:

a. Pengawasan aktif dari dewan Komisaris dan Direksi;

b. Kecukupan kebijakan, prosedur, dan penetapan limit;

c. Kecukupan proses identifikasi, pengukuran, pemantauan, dan pengendalian risiko, serta

sistem informasi Manajemen Risiko; dan

d. Sistem pengendalian intern yang menyeluruh.

Bank X senantiasa melakukan berbagai insiatif strategis yang berkaitan dengan

pelaksanaan manajemen risiko agar dapat diimplementasikan dalam setiap kegiatan usaha

hariannya secara baik dan maksimal. Salah satu target dari Bank X dalam penerapan

manajemen risiko berdasarkan Laporan Tahunan Bank X tahun 2013, yaitu ingin lebih fokus

tidak hanya kepada pengembangan dan simulasi pengukuran risiko dan permodalan, tetapi

juga difokuskan kepada pengembangan budaya dasar risiko pada segenap jajaran di Bank X

serta terhadap fungsi pengawasan yang bersifat preventif dalam rangka meminimalisir

timbulnya risiko.8 Bentuk implementasi yang dimaksud adalah dengan melakukan Penilaian

Profil Risiko serta melakukan penilaian sendiri (self-assessment). Berikut ini adalah berbagai

7 Ibid., hal. 30-31.

8 Transformasi yang didukung dengan Implementasi Tata Kelola yang Baik dalam Pencapaian Bisnis

Berkualitas, (Laporan Tahunan Bank X Tahun 2013), Op.Cit., 271.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 9: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

bentuk pengelolaan Risiko Inheren yang dilakukan oleh Bank X terhadap masing-masing

risiko:9

a) Risiko Kredit, antara lain dengan secara teratur meninjau dan memperbarui Pedoman

Kebijakan Manajemen Risiko Bank X (PD No. 07/PD/RMD/2013 tanggal 27

November 2013) serta Pedoman Kebijakan Kredit dan Pembiayaan sebagai proses

penilaian risiko. Kemudian Bank X juga memantau eksposur risiko kredit sejak

proses pemberian kredit sampai dengan jatuh tempo, seperti memastikan kepatuhan

dengan persyaratan kredit, kecukupan agunan, dan penanganan kredit bermasalah.

b) Risiko Likuiditas, yang mencakup Pengawasan Aktif Dewan Komisaris dan Direksi;

adanya Kebijakan, Prosedur dan Penetapan Limit (mencakup Risk Appetite dan Risk

Tolerance); Proses Manajemen Risiko dan Sistem Informasi Manajemen Risiko

untuk Risiko Likuiditas; serta Sistem Pengendalian Intern.

c) Risiko Pasar, dengan menggunakan perhitungan Standard Method yang dihubungkan

untuk menghitung Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM) untuk risiko

pasar. Kemudian dilakukan juga stress testing untuk mengukur sejauh mana Bank X

dapat bertahan menghadapi pengaruh perubahan kondisi eksternal, khususnya pada

perubahan suku bunga pasar.

d) Risiko Operasional, dengan melakukan langkah antisipasi seperti menghitung

pencadangan modal berdasarkan kebutuhan modal minimum (CAR) dengan

menerapkan metode Pendekatan Indikator Dasar (PID).10

Kemudian dilakukan juga

penilaian pengendalian internal pada setiap aktivitas Bank X, serta membuat

kebijakan dan prosedur yang harus dipatuhi oleh seluruh satuan kerja Bank.

e) Risiko Hukum, dengan cara mengevaluasi efektivitas implementasi dari setiap

regulasi kebijakan, prosedur, serta kepatuhan yang dibuat secara berkala. Berdasar

pada penelitian ini, regulasi yang dimaksud adalah regulasi hukum dalam pemberian

KPR.

Secara singkat, keseluruhan tahap penerapan manajemen risiko kredit dilakukan

sebagai upaya untuk mendeteksi segala potensi risiko yang dimungkinkan muncul

dikemudian hari yang akan mempengaruhi usaha perbankan dan permodalan bank tersebut.

9 Transformasi yang didukung dengan Implementasi Tata Kelola yang Baik dalam Pencapaian Bisnis

Berkualitas, (Laporan Tahunan Bank X Tahun 2013), Op.Cit., hal 275-279. 10

Lihat Surat Edaran Bank Indonesia No. 11/3/DPNP tanggal 27 Januari 2009 perihal Perhitungan Aset

Tertimbang Meurut Risiko (ATMR) untuk Risiko Operasional dengan Menggunakan Pendekatan Indikator

Dasar (PID), Romawi I huruf E.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 10: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

Berikut adalah penjelasan terperinci mengenai penerapan manajemen risiko dalam proses

pemberian KPR di Bank X:11

1) Pemeriksaan kebenaran dan kelengkapan informasi tentang calon debitur saat

mengajukan permohonan kredit

Setidaknya, Calon debitur atau pemohon adalah Warga Negara Indonesia (WNI) dan

berdomisili di Indonesia. Bagi calon nasabah KPR FLPP harus belum pernah memiliki

rumah dan belum pernah menerima subsisdi pemerintah. Pemohon juga harus

memiliki transaksi yang lancar selama tiga bulan terakhir sampai dengan tanggal

verifikasi, serta tidak terdaftar dalam daftar negatif Asosiasi Kartu Kredit Indonesia

(AKKI). Permohonan kredit oleh pemohon harus memuat informasi yang lengkap dan

memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank X,

termasuk riwayat perkreditannya di bank lain. Disinilah Bank X harus memastikan

kebenaran seluruh data dan informasi yang disampaikan dalam permohonan kredit.

kemudian pemohon wajib melampirkan beberapa data penting kepada Bank, sepertgi

identitas pemohon, slip gaji terakhir, fotocopy NPWP, dan lain sebagainya.

2) Verifikasi On The Spot

Jika berkas pengajuan kredit telah lolos pada kriteria kelayakan, maka akan

dilanjutkan oleh bagian Account Officer, yang akan melakukan pengecekan tentang

keberadaan dan kebenaran syarat informasi di lapangan. Berkas tersebut kemudian

akan diserahkan kepada Kepala Unit untuk dilakukan pengecekan kembali atau dual

control. Dalam hal ini Kepala Unit berfungsi untuk melakukan pengawasan langsung

terhadap kinerja Account Officer.

3) Pencairan dana dan pelunasan kredit

a. Pencairan dana

Dana pinjaman akan dicairkan ke rekening debitur, sedangkan KPR akan langsung

di transfer ke rekening pengembang (developer) sesuai dengan perjanjian kerja

sama dengan developer. Pada dasarnya, dana harus dicairkan secara seluruhnya

oleh Bank X, dengan catatan apabila fasilitas KPR diberikan bagi properti atau

rumah yang sifatnya siap huni atau siap pakai. Namun Bank X juga dapat

11

Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Adi Santosa (Branch Risk Officer Bank X Cabang

Margonda) yang diadakan pada Selasa, 16 Desember 2014, Pukul 14:00 sampai 14:45 WIB di Ruang Rapat

Bank X Lt. 3, Jl. Margonda Raya 186, Depok.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 11: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

mencairkan dana secara bertahap, apabila debitur ingin menggunakan fasilitas

produk KPR X Platinum maupun Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) terhadap

pembelian rumah atau apartemen yang belum jadi (indent), atau apabila developer

ingin menggunakan fasilitas Kredit Konstruksi terhadap unit-unit rumah yang

sifatnya adalah siap bangun. Hal ini dikuatkan pada ketentuan dalam SE BI No.

15/40/DKMP12

.

b. Pelunasan Kredit

Pelunasan dilakukan oleh nasabah debitur sesuai dengan jangka waktu yang telah

ditentukan. Setiap nasabah debitur yang menggunakan fasilitas KPR dari Bank X

wajib membuka rekening atau memiliki rekening di Bank X. Angsuran disetor

setiap bulannya pada tanggal yang telah ditetapkan dengan turut

mempertimbangkan perkembangan pembangunan propertinya. Bentuk pelunasan

pembayarannya bisa secara penuh ataupun sebagian secara bertahap, dengan wajib

menyertakan dokumen konfirmasi dari debitur.

4) Penagihan

Pada dasarnya, proses penagihan ini dilakukan oleh Bank X kepada nasabah

debiturnya dengan mula-mula mengklasifikasikan umur tunggakan dari suatu produk

yang digunakan oleh nasabah debitur, dalam hal ini yaitu produk Kredit Pemilikan

Rumah. Klasifikasi ini didasarkan pada jumlah hari yang melampaui tanggal jatuh

tempo pembayaran, disebut juga dengan Days Past Due (DPD). Berikut ini adalah

pemaparan kolektibilitas kredit setelah tanggal jatuh tempo pembayaran:

Days Past Due (DPD) Kolektibilitas

0 hari Lancar

1 – 90 hari Dalam perhatian khusus

91 – 120 hari Kurang lancar

121 – 180 hari Diragukan

> 180 hari Macet

5) Pemantauan Kredit

12

Indonesia, SE BI No. 15/40/DKMP 24 September 2013, Bagian F angka 3 huruf d.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 12: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

Proses pemantauan kredit (Monitoring) yang dilakukan oleh Bank X ini bertujuan

untuk mengendalikan seluruh faktor-faktor risiko (risk factors) yang bersifat material,

agar tidak terjadi adanya kredit bermasalah. Pada tahap ini, manajemen risiko yang

dilakukan hanya sebatas upaya pengukuran dan pengawasan kredit saja.

6) Identifikasi Potensi terjadinya Risiko Kredit

Kredit bermasalah dapat terjadi bisa dikarenakan adanya dua faktor, baik dari faktor

pihak intern maupun pihak ekstern. Faktor-faktor yang berasal dari pihak intern dapat

terjadi karena adanya persetujuan pemberian kredit yang terlalu tinggi pada suatu

bank, sehingga menyebabkan tingkat Non Performance Loan (NPL) meninggi.

Kemudian faktor dari pihak ekstern yaitu adanya debitur yang gagal bayar dalam

pelunasan kredit.

7) Penggolongan kredit bermasalah

Penggolongan yang dimaksud bertujuan untuk memudahkan bank dalam menentukan

kebijakan atau ketentuan yang perlu diterapkan kepada masing-masing nasabah

debiturnya sesuai dengan klasifikasi kredit. Pemberian surat peringatan merupakan

salah satu upaya efektif yang dilakukan oleh Bank X untuk mengingatkan nasabah

debitur Bank X akan tunggakannya yang telah terlambat.

8) Penyelesaian Kredit Bermasalah

Dalam menangani kredit bermasalah, bank dalam hal ini membuat suatu kebijakan

dalam rangka meminimalkan risiko kredit. Proses penanganan debitur ini hanya

berlaku bagi nasabah debitur yang terbukti mendapatkan kesulitan pembayaran atas

pelunasan, baik pelunasan pokok, bunga, maupun denda namun masih memiliki

kesanggupan untuk membayarnya dimasa mendatang. Berdasarkan Pasal 1 ayat (26)

PBI No. 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank jo. Bagian IX SE BI

No. 15/28/DPNP perihal Penilaian Kualitas Aset Bank Umum, upaya penyelamatan

kredit bermasalah dilakukan dengan cara restrukturisasi kredit.

Sebagai tambahan mendasar, Bank dilarang atau dibatasi untuk melakukan transaksi-

transaksi tertentu pada pihak asing, termasuk pada pemberian penyaluran kredit dalam rupiah

dan/atau valuta asing kepada pihak asing. Hal ini didasarkan pada ketentuan dalam Pasal 2 Jo.

Pasal 3 huruf a Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/2005 sebagaimana telah diubah dengan

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 13: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

PBI No. 16/9/2014 tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing

oleh Bank. Namun, terdapat beberapa pengecualian terhadap pengaturan tersebut

sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (1) Huruf c pada PBI Pembatasan Transaksi Rupiah

oleh Bank, dimana salah satu diantaranya adalah pengecualian terhadap pemberian kredit

konsumsi yang digunakan di dalam negeri baik dengan cara membeli, menyewa, atau dengan

cara lain, termasuk di dalamnya KPR. Ketentuan pemilikan rumah dan cara perolehan hak

atas tanah bagi orang asing dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:13

a. Membeli atau membangun rumah di atas tanah dengan Hak Pakai atas tanah Negara atau

Hak Pakai atas tanah Hak milik;

b. Membeli satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atas tanah Negara;

c. Membeli atau membangun rumah diatas tanah Hak Milik atau Hak Sewa Untuk

Bangunan atas dasar perjanjian tertulis dengan pemilik hak atas tanah yang bersangkutan.

Namun perlu diingat bahwa ketiga cara di atas hanya dapat dilakukan terhadap rumah

atau satuan rumah susun yang tidak termasuk klasifikasi rumah sederhana atau rumah sangat

sederhana, sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (2) Peraturan Menteri Negara

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan

Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing.

Secara keseluruhan, Bank X tidak mengalami dampak negatif dari pengetatan

kebijakan LTV, namun hal tersebut jelas berpengaruh terhadap tingkat konsumen rumah yang

cenderung menurun secara nasional, terutama untuk rumah kedua dan rumah ketiga karena

uang muka yang semakin mahal. Namun Bank X menyadari bahwa dampak dari adanya

penerapan LTV yang baru ini salah satunya adalah uang muka konsumen yang menjadi lebih

mahal, terutama dalam pembelian properti tipe besar dan komersial. Tidak hanya itu,

ketentuan tersebut juga berdampak dari sisi pengembang, dimana sebagian dari mereka

cenderung beralih ke pembangunan perumahan dengan tipe properti menengah kecil.

Pembahasan

Kredit Pemilikan Rumah merupakan suatu kredit konsumsi untuk kepemilikan rumah

tinggal berupa rumah tapak (tidak termasuk rumah susun, rumah toko, ataupun rumah kantor)

dengan agunan berupa rumah tinggal yang diberikan bank kepada nasabah debitur perorangan

13

Indonesia, Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing, Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996, Ps 2.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 14: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

dengan jumlah maksimum pinjaman yang telah ditentukan berdasarkan nilai agunan.14

Dalam

setiap pemberian KPR kepada pada debitur, bank juga perlu memerhatikan segala risiko yang

mungkin timbul akibat dari pemberian tersebut, baik apakah itu meliputi risiko kredit, risiko

pasar, risiko operasional, risiko likuiditas, maupun risiko hukum. Maka dari itu, setiap bank

wajib untuk menerapkan manajemen risiko secara efektif dalam setiap kegiatan usahanya.

Dalam rangka meningkatkan kehati-hatian bagi Bank di Indonesia yang melakukan

aktivitas pemberian Kredit Pemilikan Rumah, serta demi menjaga kesinambungan sektor

properti yang sehat, diperlukan suatu kebijakan yang bersifat counter cyclical15

sehingga

tingkat pertumbuhan sektor properti dalam jangka panjang akan minim dari segala peristiwa

yang tidak diharapkan. Pertumbuhan kredit yang tinggi dapat dikontrol dengan suku bunga,

namun penggunaan pada instrumen dalam kredit pemilikan rumah ini dapat berimbas ke

sektor lain yang tidak dikehendaki. Maka dari itu, kebijakan Loan to Value (LTV) menjadi

alternatif kebijakan untuk mengatur segmen KPR.16

Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah mengambil langkah-langkah

kebijakan makroprudensial untuk kredit perumahan dengan mengeluarkan Surat Edaran Bank

Indonesia No. 14/10/DPNP tanggal 15 Maret 2012 tentang Penerapan Manajemen Risiko

Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor.

Surat Edaran Bank Indonesia tersebut hadir dan berlaku sebagai peraturan pelaksana dari

Peraturan Bank Indonesia No. 11/25/PBI/2009 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi

Bank Umum. Namun Surat Edaran BI No. 14/10/DPNP yang baru diimplementasikan sejak

15 Juni 2012 lalu memiliki beberapa kompleksitas permasalahan sehingga peraturan tersebut

dicabut dan selanjutnya Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia No.

15/40/DKMP tentang Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian

Kredit Pemilikan Properti dan Kredit Kendaraan Bermotor tanggal 24 September 2013.

Secara singkat, ketentuan LTV yang diatur pada SE BI No. 14/10/DPNP ini lebih

dikenal dengan penetapan besaran Loan to Value (LTV), dimana mengatur mengenai angka

14

Ady Imam Taufik, Agar KPR Langsung Disetujui Bank: Bagaimana Caranya?, (Jakarta:Media

Pressindo, 2011), hal 61.

15

Pengertian istilah Counter Cyclical adalah melakukan pengetatan regulasi dalam kondisi

pertumbuhan kredit yang tinggi untuk menjaga agar perekonomian tetap produkti dan mampu menghadapi

tantang sektor keuangan di masa yang akan datang. (Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan, Laporan

Pengawasan Perbankan 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012), hal 30.

16

Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Grup Stabilitas Sistem Keuangan, Kajian Stabilitas

Keuangan: No. 19, September 2012, (Jakarta: Bank Indonesia, 2012). hal 57.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 15: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

rasio nilai kredit yang dapat diberikan oleh suatu bank terhadap besarnya nilai agunan pada

saat awal pemberian kredit dengan penetapan besaran LTV maksimum sebesar 70% (tujuh

puluh persen), baik untuk pembiayaan pertama maupun berikutnya. Debitur harus

menyisihkan dana pribadinya sebesar 30% (tiga puluh persen) dari harga rumah sebagai uang

muka. Objek atau ruang lingkup KPR yang dimaksud meliputi kredit konsumsi kepemilikan

rumah tinggal, termasuk rumah susun atau apartemen namun tidak termasuk rumah kantor

atau rumah toko, dengan tipe bangunan lebih dari 70m2

(tujuh puluh meter persegi) dan

diberikan kepada debitur perorangan.

Penyempurnaan kebijakan mengenai besaran Loan to Value yang telah ditempuh oleh

Bank Indonesia serta koordinasi dengan Pemerintah pada tahun 2013 lalu merupakan salah

satu kebijakan makroprudensial yang dilakukan dalam rangka untuk menjaga stabilitas sistem

keuangan. Setidaknya terdapat beberapa ketentuan baru yang telah ditetapkan oleh Bank

Indonesia yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:17

Tabel 1. Perbedaan Ketentuan LTV Lama dan Baru

No. Keterangan Ketentuan LTV Lama

(SE BI 14/10/DPNP dan

SE BI 14/33/DPbS)

Ketentuan LTV Baru

(SE BI No. 15/40/DKMP)

1. Ruang lingkup

ketentuan

Rumah tinggal dan

rumah susun (tidak

termasuk rumah kantor

dan rumah toko) dengan

tipe bangunan > 70m2

Rumah tapak, rumah susun, rumah

toko dan rumah kantor yang dibagi

berdasarkan luas ketentuan

maksimum LTV

2. Kredit untuk

pembelian

beberapa properti

di saat yang sama

Belum diatur Bank wajib menetapkan urutan

fasilita kredit atau pembiayaan

berdasarkan urutan nilai agunan

dimulai dari nilai agunan yang

paling rendah

3. Debitur atas nama

suami istri

Belum diatur Suami dan istri dianggap sebagai

satu debitur yang dibuktikan

berdasarkan Kartu Keluarga. Bila

17

BI Provinsi Sulawesi Tengah, Kajian Ekonomi Regional Provinsi Sulawesi Tengah Triwulan III –

2013: Boks 2. Sosialisasi Kebijakan Loan to Value Jilid II, (Sulawesi Tengah: Tim Ekonomi Moneter KPw BI

Provinsi Sulawesi Tengah, 2013), hal 2-3.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 16: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

suami masih memiliki KPR yang

outstanding, maka KPR baru atas

nama istri akan dianggap sebagai

KPR kedua. Hal ini dikecualikan

apabila mereka memiliki perjanjian

pemisahan harta

4. Pemberian kredit

untuk uang muka

pembelian

properti

Belum secara tegas diatur Bank dilarang memberikan fasilitas

kredit atau pembiayaan untuk

pemenuhan uang muka pembelian

properti atau kendaraan bermotor

5. Pemberian

fasilitas kredit/

pembiayaan dari

fasilitas kredit/

pembiayaan yang

masih berjalan

Belum diatur - Pemberian fasilitas kredit/

pembiayaan tersebut diperlakukan

sebagai pemberian kredit/

pembiayaan baru

- Perhitungan LTV diperlakukan

sebagai urutan fasilitas kredit /

pembiayaan berikutnya

- Jumlah fasilitas kredit tambahan

atau pembiayaan baru paling

banyak sebesar selisih antara

perhitungan LTV berdasarkan nilai

propeti yang menjadi agunan

dengan baki debet dari fasilitas

kredit sebelumnya yang

menggunakan agunan yang sama

6. Pemberian

keterangan

fasilitas kredit/

pembiayaan dari

calon debitur

Belum diatur Calon debitur membuat surat

pernyataan yang memuat keterangan

mengenai fasilitas

kredit/pembiayaan kepemilikan

properti yang sudah diterima

maupun yang sedang dalam proses

pengajuan permohonan baik di Bank

yang sama maupun di Bank lainnya

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 17: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

7. Pengaturan

kredit/

pembiayaan

Berbasis Inden

Belum diatur Bank hanya dapat memberikan

fasilitas kredit/pembiayaan jika

properti yang diagunkan telah

tersedia secara utuh, yaitu telah

terlihat wujud fisiknya sesuai

dengan yang diperjanjikan dan siap

di serahterimakan. Namun terdapat

beberapa pengecualian atas

ketentuan ini.

Parameter Rasio LTV untuk kredit/pembiayaan pemilikan properti dan

kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti yang diatur dalam kebijakan ini berbeda

dengan kebijakan sebelumnya, dimana penghitungan LTV di Indonesia kini bersifat progresif.

Artinya, fasilitas kredit pertama yang diberikan oleh bank lebih besar daripada pemberian

fasilitas kredit kedua, berlaku seterusnya secara menurun untuk pemberian kredit berikutnya.

Parameter berikutnya terletak pada luas bangunannya. Untuk rumah tapak18

, pengenaan LTV

nya dipisahkan berdasarkan pada tipe rumah dengan luas antara 22-70m2

dan tipe rumah

dengan luas lebih dari 70m2. Lain hal dengan pengaturan untuk rumah susun

19, pengenaan

LTV dipisahkan berdasarkan tipe rumah susun dengan luas sampai dengan 21m2, KPRS tipe

rumah susun dengan luas antara 22-70m2, dan KPRS tipe rumah susun dengan luas lebih dari

70m2. Secara singkat, berikut adalah tabel penghitungan agunan LTV maksimum berdasarkan

pada tipe kredit rumah yang berlaku bagi bank umum konvensional:

Tabel 2. Tipe Kredit atau Agunan LTV Maksimum

Kredit/Pembiayaan dan Tipe

Agunan

LTV Maksimum

I II III

KPR Tipe > 70 70% 60% 50%

18

Definisi rumah tapak berdasarkan ketentuan SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013

adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang merupakan kesatuan antara tanah dam bangunan

dengan bukti kepemilikan berupa surat keterangan, sertifikat, atau akta yang dikeluarkan oleh lembaga atau

pejabat yang berwenang.

19

Definisi rumah susun berdasarkan ketentuan SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013

adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian

yang distrukturkan secara fungsional baik dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan

yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, antara lain griya tawang, kondominium,

apartemen, dan flat.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 18: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

KPRS Tipe > 70 70% 60% 50%

KPR Tipe 22-70 - 70% 60%

KPRS Tipe 22-70 80% 70% 60%

KPRS Tipe s.d. 21 - 70% 60%

KPRuko/KPRukan - 70% 60%

Kesimpulan

Penerapan Manajemen Risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang

berlaku di Indonesia didasari pada PBI No. 5/8/2003 sebagaimana telah diubah dengan PBI

No. 11/25/2009 tentang Manajemen Risiko bagi Bank Umum. Kemudian Bank Indonesia

mengeluarkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/10/DPNP, sebagaimana telah dicabut dan

diganti dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 15/40/DKMP 24 September 2013 perihal

Penerapan Manajemen Risiko pada Bank yang Melakukan Pemberian Kredit Pemilikan

Properti dan Kredit Kendaraan Bermotor, sebagai aturan pelaksana dari PBI Manajemen

Risiko bagi bank Umum. Ketentuan yang ada dalam SE BI 15/40/DKMP telah diatur lebih

rinci dan lebih tegas mengenai batas LTV maksimum yang dapat diberikan oleh bank kepada

setiap calon nasabah debiturnya, mulai dari fasilitas kredit bagi rumah pertama, kedua, dan

ketiga, dengan luas bangunan yang berbeda-beda sebagaimana yang telah ditentukan.

Pengaturan LTV yang diatur dalam SE BI 15/40/DKMP tidak berlaku bagi nasabah yang

menggunakan fasilitas KPR yang diselenggarakan oleh Pemerintah, seperti Fasilitas

Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Pada kesimpulannya dapat dikatakan bahwa

penerapan manajemen risiko dalam pemberian KPR telah cukup difasilitasi dengan peraturan

yang memadai.

Penerapan Manajemen Risiko dalam pemberian Kredit Pemilikan Rumah (KPR)

dalam praktiknya di Bank X sehubungan dengan pengetatan kebijakan Loan to Value (LTV)

diterapkan pada setiap tahap dalam pemberian KPR, mulai dari proses pengajuan kredit

hingga setelah kredit disetujui. Namun penetapan LTV nya tidak sepenuhnya berpedoman

pada SE BI 15/40/DKMP, dimana penetapan LTV oleh Bank X didasarkan juga pada plafon

kredit dan zona lokasi. Kemudian pencairan dana umumnya dilakukan secara keseluruhan

terhadap nasabah yang membeli rumah siap huni. Sementara itu, bagi nasabah yang membeli

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 19: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

rumah indent atau bagi pengembang yang menggunakan fasilitas Kredit Konstruksi pencairan

dananya harus secara bertahap berdasarkan dengan perkembangan pembangunan rumah

dalam rangka melakukan mitigasi risiko.

Pada dasarnya Bank dilarang memberikan kredit pada orang asing yang tinggal di

Indonesia, namun hal tersebut dikecualikan terhadap pemberian kredit konsumsi yang

digunakan di Indonesia (dalam hal ini KPR), sebagaimana diatur dalam PBI No. 7/14/2005

tentang Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank. Namun

status kepemilikan tanah yang dapat diperoleh adalah Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak

Guna Bangunan bagi orang asing yang membeli rumah atas tanah Hak Milik. Kemudian

terdapat beberapa persyaratan wajib lainnya yang diperlukan calon debitur asing dalam

pengajuan KPR, seperti wajib memiliki KITAS (Kartu Izin Tinggal Terbatas).

Saran

1. Kebijakan LTV yang diatur dalam SE BI 15/40/DKMP ini memang bertujuan untuk

menahan pertumbuhan laju KPR yang disalurkan oleh bank-bank di Indonesia. Namun

ada baiknya bahwa bagi setiap bank campuran di Indonesia yang memberikan fasilitas

Kredit Pemilikan Rumah pada orang asing untuk membuat pengaturan penerapan

manajemen risiko terkait hal tersebut dengan lebih terperinci dan ditujukan secara khusus

bagi orang asing, dengan tetap berpedoman pada SE BI 15/40/DKMP. Peminat pasar

properti di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya, dimana konsumennya tidak hanya

berasal dari dalam negeri namun juga dari luar negeri. Hal ini dikarenakan penjualan

properti di Indonesia masih dianggap lebih murah dibandingkan dengan negara lain.

Maka dari itu, bank-bank campuran tertentu perlu mengatur hal tersebut mulai dari

persyaratan yang wajib dipenuhi oleh orang asing, penetapan LTV maksimal, serta

ketentuan-ketentuan lain yang memiliki eksposur risiko kredit yang besar dan perlu diatur

secara lebih tegas dan jelas.

2. Dengan adanya pengetatan kebijakan LTV, konsumen perumahan pada Bank X kini

hampir sebagian besar dikuasai oleh konsumen menengah kebawah melalui program

KPR FLPP. Bank X telah berperan aktif dalam program penyaluran subsidi perumahan

yang dikeluarkan oleh Pemerintah tersebut. Maka dari itu, akan lebih baik jika Bank X

lebih fokus pada bisnis pembiayaan perumahan bersubsidi yang diperuntukkan bagi

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 20: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

masyarakat berpenghasilan rendah, karena kinerja Bank X. Hal ini dikarenakan

pengalaman serta kinerja dari Bank X dalam menjalankan bisnis perumahan di Indonesia

yang sangat baik jika dibandingkan dengan bank lainnya, serta tidak banyak perbankan di

Indonesia yang berminat untuk menangani KPR bersubsidi. Sumber pembiayaannya

dapat berasal dari dana dari pemerintah, dari lembaga keuangan, serta dana yang

diperoleh dari masyarakat melalui penerbitan obligasi dan produk sekuritas lainnya.

Daftar Referensi

Buku:

Ali, Masyhud. Manajemen Risiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi

Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006.

Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan Grup Stabilitas Sistem Keuangan. Kajian

Stabilitas Keuangan No. 18, Maret 2012. Jakarta: Bank Indonesia, 2012.

________. Kajian Stabilitas Keuangan: No. 21, September 2013. Jakarta: Bank Indonesia,

2013.

________. Kajian Stabilitas Keuangan: No. 22, Maret 2014. Jakarta: Bank Indonesia, 2014.

Hermansyah. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media

Group, 2005.

Idroes, Ferry N. Dan Sugiarto. Manajemen Risiko Perbankan. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006.

Peraturan Perundang-undangan:

Bank Indonesia. Peraturan Bank Indonesia tentang Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, PBI

No. 5/8/PBI/2003, LN No. 56 Tahun 2003.

________. Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan PBI No. 5/8/2003 tentang

Manajemen Risiko Bagi Bank Umum, PBI No. 11/25/PBI/2009, LN No. 103 Tahun

2009, TLN No. 5029.

________. Surat Edaran Bank Indonesia Perihal Penerapan Manajemen Risiko pada Bank

yang Melakukan Pemberian Kredit atau Pembiayaan Pemilikan Properti, Kredit,

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015

Page 21: PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO DALAM PEMBERIAN KREDIT ...

atau Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti, dan Kredit atau Pembiayaan

Kendaraan Bermotor. SE BI No. 15/40/DKMP tanggal 24 September 2013.

Penerapan manajemen..., Nindira Andaru, FH, 2015