PENERAPAN AKUNTANSI PIUTANG MURABAHAH DI …
Transcript of PENERAPAN AKUNTANSI PIUTANG MURABAHAH DI …
1
PENERAPAN AKUNTANSI PIUTANG MURABAHAH DI
PERBANKAN SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO.102 (STUDI
KASUS PADA PT BANK SYARIAH BANK RAKYAT
INDONESIA, KANTOR CABANG MAKASSAR)
SKRIPSI
ANDI GUNARSIH
A 311 04 066
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2010
2
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
PENERAPAN AKUNTANSI PIUTANG MURABAHAH DI PERBANKAN
SYARIAH BERDASARKAN PSAK NO.102 (STUDI KASUS PADA PT BANK
SYARIAH BANK RAKYAT INDONESIA, KANTOR CABANG MAKASSAR)
NAMA : ANDI GUNARSIH
NIM : A31104066
Makassar, 11 Februari 2010
Telah disetujui oleh,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. H. Abd. Hamid Habbe, SE, M. Si Drs. Abd. Rahman, Ak
Nip. 132002441 Nip.132002437
Mengetahui,
Ketua Jurusan
Dr. H. Abd. Hamid Habbe, SE, M. Si
Nip. 132002441
3
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah yang telah mengutus para Rasul, menurunkan al-Kitab,
membuat syari‟at , menetapkan hukum, dan menjelaskan halal dan haram kepada
hamba-hamba-Nya. Segala puji bagi Allah yang hanya milik-Nya segala puji-pujian
seluruhnya, hanya kepada-Nya kita mengabdi dan memohon pertolongan, dan
kepada-Nya kita bersyukur atas segala limpahan nikmat dan karunia-Nya. Aku
bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang Haq diibadahi dengan benar kecuali Allah yang
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba
dan Rasul-Nya. Semoga shalawat serta salam terlimpah kepadanya, keluarganya dan
para sahabatnya.
Selanjutnya kepada Mama & Bapak yang sangat aku cintai. Trimakasih sudah
menyayangiku, selalu mendoakanku, selalu berkorban untukku. Ya Rabb… terima
kasih telah menitipkan hamba kepada dua orang luar biasa ini. Sungguh hamba-Mu
ini lemah tidak akan sanggup membalas jasa-jasa mereka, namun izinkanlah hamba
menjadi anak yang sholeh, anak yang berbakti kepada mereka, hingga hamba dapat
membahagiakan & membuat mereka bangga di dunia maupun di akhirat. Amiinn…!!!
Kepada Kakak yang ku sayangi Wawan & Dandhy (timakasih telah
menjagaku selama ini dan selalu menasehatiku), adik2Q tercinta Budhy &
4
Acho‟(trimakasih ya de‟ sudah jadi adik yang baik dan patuh sama kakaknya),
keponakanku Dhina dan IparQ Nidhar (kehadiran kalian membawa warna baru dalam
keluarga kita), aku bangga memiliki kalian. Semoga Allah membukakan petunjuk-
Nya kepada kita, senantiasa menjaga kita dijalan-Nya, agar kebersamaan kita tidak
hanya di dunia akan tetapi juga dijannah-Nya. Amiiinn….!!!
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak untuk
memperlancar proses study maupun penelitian, untuk itu dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1. Dr. H. Abd. Hamid Habbe, SE, M. Si, selaku Ketua Jurusan Akuntansi dan
sekaligus merangkap sebagai Dosen Pembimbing I yang telah banyak
memberikan bimbingan, dan saran kepada penulis dalam proses penyusunan
skripsi ini.
2. Drs. Abd. Rahman, Ak selaku Dosen Pembimbing II yang telah berkenan
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis dalam penyusunan
skripsi ini dengan penuh ketelitian dan kesabaran.
3. Seluruh karyawan dan karyawati PT Bank Syariah Bank Bank Rakyat
Indonesia, Kantor Cabang Makassar. Terutama kepada Pa Eka dan Pa Andi
Maulana yang telah banyak membantu dan memberikan pelayanan yang baik
kepada penulis selama melakukan penelitian.
5
4. Saudari2Q di Dept. Kemuslimahan KM. MDI : Sani, Ika, Sukma, Mawar, Wanti,
Marisna, Uni, Sri, Tini, Nur, Eda, Ulfah,Hafsyah, Astrid, Nisa, Cimma, Dani ’07, Dani ’08, Fite’, Lisa,
Dahlia, Mia, Ana, Tuti, Sani’07, Fira, Alam, Titin, Yati. Syukran atas bantuan, doa dan
dukungannya, semoga Allah membalas dengan balasan yang lebih baik. Ana
uhhibbukunna fiellah.
5. Saudari2Q di C10/7: Yayank yang selalu mendukungku dengan semangat 45, Mala
yang selalu mendoakanku dengan tulus, K Syukriyyah yang selalu menasehatiku, K
Utami Chandrawhathi yang selalu mengingatkanku untuk terus berusaha dan berjuang,
Adhe yang selalu membuatku tertawa, Novi, Echie, Lilies, Nhia yang baik hati dan
tidak sombong. Ana uhhibbukunna fiellah..
6. Saudari2Q di An-nisaa’7: Uni, Tini, Ilma, Ummu Syarif, Lela, Eka, Nuning, Najwah, Yanie, Isra,
Ummu Afif. Tetap semangat ukh.., semoga Allah mengistiqomahkan kita
dijalan-Nya.amiiinn….!!! K Syifa (cepat pulang ka.., kami merindukanmu...!)
7. Teman2 seperjuangan: Rhya, Nina, Diana, Dian, Edha, Tuti, Wida, Hasni, wilda, lhya,
Ummi. Yang telah banyak memberi kenangan selama di bangku kuliah.
Dinhi & Anhi (smangaat…….!!!)
6
8. Semua pihak yang selalu berdoa untuk kebaikanku yang tidak dapat
disebutkan satu per satu. Terimakasih atas segala bantuan yang telah
diberikan.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan dan masih amat jauh dari kesempurnaan. Olehnya, penulis menerima
dengan tangan terbuka atas segala kritik dan sumbang sarannya.
Akhir kata, segala kekurangan datang dari penulis sebagai manusia yang
dhaif, dan kesempurnaan hanya milik Allah subahanahu wa ta‟ala. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Makassar, 09 Februari 2010
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………….………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI………………………………………... ii
7
HALAMAN PENGESAHAN UJIAN………………………………………….. iii
KATA PENGANTAR………………………………………………………….. iv
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. viii
ABSTRAK……………………………………………………………………… xi
BAB. I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… 4
1.3 Tujuan…………………………………………………………………... 5
1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………… 5
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Tentang Perbankan Syariah…………………………………... 7
2.1.1 Definisi Bank Syariah…………………………………………... 7
2.1.2 Tujuan Sistem Perbankan Syariah………………………………. 7
2.1.3 Operasional Bank Syariah…………………………….………… 9
2.1.4 Laporan Keuangan Bank Syariah……………………………….. 11
2.2 Tinjauan tentang Riba…………………………………………………… 14
2.2.1 Larangan Riba dalam Al Qur‟an………………………………… 15
2.2.2 Larangan Riba dalam Hadits……….……………………………. 17
2.3 Tinjauan tentang Murabahah…………….………………………………. 18
8
2.3.1 Karakteristik Murabahah…………………..……………………... 18
2.3.2 Landasan Syariah………………………...……………………….. 21
2.4 Prinsip Dasar Jual Beli menurut Islam………………………………….. 25
BAB. III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian………………………………………………………… 34
3.2 Variabel Penelitian………………………………………………………. 34
3.3 Metode Pengumpulan Data……………………………………………… 34
3.4 Jenis dan Sumber Da…………………………………………...………... 35
3.4.1 Jenis Data…………………………………………………...…… 35
3.4.1 Sumber data……………………………………………………… 36
3.5 Metode Analisis………………………………………………………….. 36
BAB. IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah Singkat Perusahaan…………………………………………..…. 37
4.2 Peranan PT. Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang
Makassar…………………………………………………………………. 38
4.3 Struktur Organisasi………..……………………………………………... 39
4.4 Uraian Tugas….…………………………………………………………. 40
BAB. V PEMBAHASAN
9
5.1 Analisis Kesesuaian Kebijakan PT. Bank Syariah BRI Kantor Cabang
Makassar dengan PSAK No. 102………………………………………… 45
5.2 Jurnal Akuntansi Murabahah………….………………………………… 57
5.2.1 Jurnal Akuntansi Berdasarkan Kebijakan PT. Bank Syariah BRI
Kantor Cabang Makassar………………………………………… 60
5.2.2 Jurnal Akuntansi Berdasarkan PSAK 102……………………….. 64
5.3 Kebijakan untuk Piutang Murabahah yang Bermasalah…………………. 73
5.3.1 Penyisihan Kerugian Piutang…………………………………….. 73
5.3.2 Penghapusan dan Penyelesaian Piutang Murabahah yang
Bermasalah……………………………………………………..……….. 74
5.3.3 Penerimaan Setoran Nasabah yang telah Dihapuskan…………... 76
BAB. VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………………………………………………………………. 77
6.2 Saran……………………………………………………………………… 78
DAFTAR PUSTAKA..………………………………….……………………….. 75
LAMPIRAN
10
ABSTRAK
Andi Gunarsih. 2010. Penerapan Akuntansi Piutang Murabahah di
Perbankan Syariah Berdasarkan PSAK No. 102 (Study pada PT Bank Syariah Bank
Rakyat Indonesia, Kantor Cabang Makassar), skripsi, Fakultas Ekonomi Jurusan
Akuntansi Universitas Hasanuddin.
Keywords: Piutang murabahah, kebijaakan, PSAK no.102, penyelesaian piutang
murabahah yang bermasalah.
11
Penelitian ini dilakukan di Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia dengan
tujuan mengetahui kesesuaian kebijakan akuntansi murabahah PT Bank Syariah Bank
Rakyat Indonesia dengan PSAK No. 102 dan mengetahui kebijakan yang diambil
dalam menangani piutang murabahah yang bermasalah.
Pendekatan yang dipakai pada penelitian ini adalah pendekatan deskriptif
komparatif yang bersifat studi kasus, yaitu dengan cara membandingkan kasus yang
diteliti dengan konsep pembandingnya. Analisa data dilakukan dengan: menganalisis
perlakuan akuntansi atas piutang murabahah yang diterapkan oleh PT Bank Syariah
Bank Rakyat Indonesia, setelah diberlakukannya PSAK No.102, yang meliputi:
karakteristik murabahah, pengakuan dan pengukuran, serta penyajian dan
pengungkapan.
Kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan, bahwa Secara umum,
kebijakan murabahah yang diterapkan oleh Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia
kantor cabang Makassar telah sesuai dengan PSAK No. 102, walaupun masih
terdapat kebijakan Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor Cabang Makassar
yang belum diatur berdasarkan PSAK No. 102.
Dalam penyelesaian murabahah yang bermasalah, PT Bank Syariah Bank
Rakyat Indonesia terlebih dahulu melakukan survey ke nasabah untuk mengetahui
mengapa nasabah tersebut tidak dapat melunasi hutangnya pada saat jatuh tempo.
Langkah yang digunakan adalah menawarkan penyelesaian dengan jalan : (1)
Memperpanjang jangka waktu murabahah, (2) Mengurangi angsuran murabahah,
sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Ketentuan penyelesaian yang
dilakukan PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, antara lain: (i) Obyek murabahah
atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui PT Bank Syariah Bank
Rakyat Indonesia dengan harga pasar yang disepakati, (ii) Nasabah melunasi
hutangnya kepada PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia dari hasil penjualannya
ditambah biaya administrasi, (iii) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka
PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia mengembalikan sisanya kepada nasabah,
(iv) Apabila hasil penjualan tidak dapat menutupi jumlah hutang maka PT Bank
Syariah BRI dapat meminta kekurangannya kepada nasabah. Setelah ketentuan diatas
dilaksanakan, maka PT Bank Syariah BRI akan menghapus hutang nasabah yang
bersangkutan dari catatan perusahaan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.
Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang menggunakan paradigma
syariah merupakan hal yang sangat unik yang diperoleh dari hukum “Islam” dan
12
bukan sekedar hukum buatan manusia. Oleh karena itu akuntansi syariah tidak saja
sebagai bentuk akuntabilitas (accountability) manajemen terhadap pemilik
perusahaan (stockholders) dan pihak-pihak yang berkepentingan, tetapi juga sebagai
akuntabilitas kepada Sang Pencipta. Akuntansi Syariah sesungguhnya memiliki akar
filosofi yang sangat jelas. Allah Subahanahu wata‟ala telah menyatakan secara tegas
dalam QS. Al Baqarah ayat 282, yang artinya : Hai orang-orang yang beriman,
apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan,
hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya
sebagaimana Allah mengajarkannya,...” Ayat tersebut menunjukkan kewajiban umat
beriman untuk menulis setiap transaksi yang dilakukan dan masih belum tuntas.
Tujuannya jelas, yakni untuk menjaga keadilan dan kebenaran. Artinya perintah
tersebut ditekankan pada kepentingan pertanggungjawaban, sehingga pihak-pihak
yang terlibat dalam transaksi tidak dirugikan.
Tercapainya tujuan wacana dan penerapan ilmu akuntansi syariah akan
mendatangkan manfaat besar bagi umat, salah satunya adalah menunjukkan kepada
orang-orang muslim dan orang-orang nonmuslim, bahwa Islam itu meliputi ibadah,
dan muamalah, yang mempunyai aturan universal, yang meliputi seluruh fenomena
kehidupan, yang mengatur urusan-urusan keduniaan dan akhirat. (DR. Husein
Syahatah, 2001:12).
13
Salah satu aspek yang mendorong akuntansi dengan perspektif Islam atau
akuntansi syariah di Indonesia adalah dengan munculnya perbankan syariah. Bank
syariah dalam usahanya memberikan pembiayaan dan jasa lainnya selalu
berlandaskan pada prinsip syariah, antara lain dengan tidak menggunakan sistem
bunga dalam aktivitas perbankannya. Karena bunga merupakan jenis riba yang
diharamkan dalam Islam. Riba merupakan salah satu hal yang dilarang dalam Islam,
karena juga termasuk dalam kategori mengambil atau memperoleh harta dengan cara
yang tidak benar. Allah Subahanahu wata‟ala berfirman, yang artinya : “...Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba....(QS. Al Baqarah: 275) dan dalam
surah lainnya, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu... (QS. An Nisaa‟ ayat 29)”
Kegiatan operasional bank syariah terdiri dari kegiatan penghimpunan dana,
penyaluran dana dan jasa. Dalam rangka penghimpunan dana, bank syariah menerima
simpanan dari masyarakat. Kemudian dalam Penyaluran dana, dapat dikembangkan
ke dalam tiga, yaitu : (1) transaksi pembiyaan yang ditujukan untuk memiliki barang
yang dilakukan dengan prinsip jual-beli (murabahah), (2) transaksi pembiayaan yang
ditujukan untuk mendapatkan jasa dengan prinsip sewa (ijarah) dan (3) transaksi
pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna
mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil (syirkah).
14
Sedangkan dalam pelayanan jasa, produknya misalnya : al-hiwalah, rahn (gadai), al-
qard, wakalah dan kafalah.
Salah satu produk pembiayaan pada PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia,
Kantor Cabang Makassar adalah piutang murabahah. Murabahah adalah transaksi
penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang
disepakati oleh penjual dan pembeli. Harga yang disepakati dalam murabahah adalah
harga jual sedangkan harga beli harus diberitahukan. Bank dapat meminta kepada
nasabah urbun sebagai uang muka pembelian pada saat akad apabila kedua belah
pihak bersepakat. Urbun menjadi bagian pelunasan piutang murabahah apabila
murabahah jadi dilaksanakan. Tetapi apabila murabahah batal, urbun dikembalikan
kepada nasabah setelah dikurang kerugian sesuai dengan kesepakatan. Jika uang
muka tersebut lebih kecil dari kerugian bank maka bank dapat meminta tambahan
dari nasabah. Pembayaran murabahah dapat dilakukan secara tunai atau cicilan.
Apabila nasabah tidak dapat memenuhi piutang murabahah sesuai yang diperjanjikan,
bank berhak mengenakan denda kecuali jika dapat dibuktikan bahwa nasabah tidak
mampu melunasi. Denda diterapkan pada nasabah mampu yang menunda
pembayaran.
Piutang murabahah membutuhkan kerangka akuntansi yang menyeluruh yang
dapat menghasilkan pengukuran akuntansi yang tepat dan sesuai sehingga dapat
mengkomunikasikan informasi akuntansi secara tepat waktu dengan kualitas yang
dapat diandalkan serta mengurangi adanya perbedaan perlakuan akuntansi antara
15
bank syariah yang satu dengan yang lain. Perbedaan perlakuan tersebut akan
mengakibatkan dampak terhadap hal keadilan dalam menentukan laba rugi pemegang
saham dan depositor.
Penerapan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 102 tentang
Akuntansi Murabahah yang berlaku secara efektif mulai 1 Januari 2008 tampaknya
amat perlu dicermati lebih mendalam, mengingat penerapan ketentuan dimaksud
berpotensi mempunyai dampak yang sangat besar terhadap laju perkembangan Bank
Syariah selanjutnya. Piutang murabahah yang merupakan salah satu produk
perbankan syariah dengan prinsip murabahah (jual beli), bisa dimungkinkan pula
telah mengalami perubahan perlakuan akuntansi akibat dibelakukannya PSAK No.
102 ini.
Berdasarkan uraian di atas, pada penelitian ini penulis akan mengambil judul
“Penerapan Piutang Murabahah di Perbankan Syariah Berdasarkan PSAK No. 102”
(Studi Kasus pada PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor Cabang
Makassar).
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini akan dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai Berikut :
16
1. Apakah perlakuan akuntansi atas piutang murabahah yang diterapkan oleh PT
Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor Cabang Makassar telah sesuai
dengan PSAK 102 ?
2. Bagaimana kebijakan PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor
Cabang Makassar dalam menangani piutang murabahah yang bermasalah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui kesesuaian kebijakan akuntansi murabahah PT Bank
Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor Cabang Makassar dengan PSAK No.
102.
2. Untuk mengetahui kebijakan PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia,
Kantor Cabang Makassar dalam menangani piutang murabahah yang
bermasalah.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Bagi peneliti, penelitian ini merupakan media untuk menerapkan apa yang
diperoleh di bangku kuliah dengan fakta yang ada dalam rangka memecahkan
permasalahan secara ilmiah.
2. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
dan pertimbangan bagi PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor
17
Cabang Makassar dalam menetapkan kebijakan penerapan piutang
murabahah.
3. Bagi perkembangan ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi dan wawasan serta menambah khasanah kepustakaan
khususnya di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Hasanuddin.
BAB II
18
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan tentang Perbankan Syariah
2.1.1. Definisi Bank Syariah
Bank syariah adalah bank yang berasaskan antara lain pada asas kemitraan,
keadilan, transparansi dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan
berdasarkan prinsip syariah.
Bank Syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil. Bank Syariah tidak
menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga merupakan
riba yang diharamkan.
2.1.2. Tujuan Sistem Perbankan Syariah
Aktivitas keuangan dan perbankan dapat dipandang sebagai wahana bagi umat
Islam untuk mengamalkan syariah (Zainul Arifin, 2005:11), yaitu :
Prinsip At Ta‟awun, yaitu saling membantu dan saling bekerja sama diantara
anggota masyarakat untuk kebaikan, sebagaimana dinyatakan dalam Al
Qur‟an yaitu :
19
......... Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.
dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya. (QS. Al Maidah : 2)
Prinsip menghindari Al Ikhtinaz, yaitu menahan uang (dana) dan
membiarkannya menganggur (idle) dan tidak berputar dalam transaksi yang
bermanfaat bagi masyarakat umum, sebagaimana dinyatakan dalam Al
Qur‟an :
.................
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu..... (QS. An Nisa : 29)
Sejak awal dasawarsa 1970-an, umat Islam di berbagai negara telah berusaha
untuk mendirikan Bank Islam. Tujuannya adalah untuk mempromosikan dan
mengembangkan penerapan prinsip-prinsip syariah Islam dalam transaksi keuangan
dan perbankan serta bisnis lain yang terkait.
Menurut Zainul Arifin (2005:12), prinsip utama yang dianut oleh bank syariah
adalah :
Larangan riba (bunga) dalam berbagai bentuk transaksi;
Menjalankan bisnis dan aktivitas perdagangan yang berbasis pada perolehan
keuntungan yang sah menurut syariah; dan
Memberikan zakat.
20
2.1.3. Operasional Bank Syariah
Menurut Muhammad (2002:86), secara garis besar usaha muamalah bank
syariah dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1. Penghimpunan dana
2. Penyaluran dana
3. Jasa.
Dalam bank syariah Penghimpunan Dana dapat diterapkan berdasarkan prinsip
masing-masing, yaitu:
A. Prinsip Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan
kapan saja penitip menghendaki.
B. Prinsip Mudharabah, aplikasi prinsip ini adalah bahwa deposan atau penyimpan
bertindak sebagai sahibul mal dan bank sebagai mudharib. Dana digunakan
bank untuk melakukan pembiayaan akad jual beli maupun syirkah.
Jenis Produk Bank Syariah bila dilihat dari fungsi Penyaluran Dana (financing)
dibagi menjadi 3 kategori besar:
A. Prinsip Jual-beli
Ada tiga jenis jual beli yang banyak dikembangkan dalam pembiayaan modal
kerja dan investasi dalam perbankan syariah, antara lain :
21
1) Murabahah adalah akad jual beli barang dengan harga jual sebesar biaya
perolehan ditambah keuntungan yang disepakati dan penjual harus
mengungkapkan biaya perolehan tersebut kepada pembeli.
2) Salam adalah pembelian barang yang diserahkan dikemudian hari, sedangkan
pembayaran dilakukan dimuka.
3) Istishna‟ adalah akad jual beli dalam bentuk pemesanan pembuatan barang
tertentu dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang disepakati antara
pemesan (pembeli, mustashni‟) dan penjual (pembuat, shani)
B. Prinsip Bagi Hasil
Secara umum, prinsip bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan
dalam empat akad utama, antara lain :
1) Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu
usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana
(atau amal) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
2) Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak
pertama (pemilik dana) menyediakan seluruh dana, sedangkan pihak kedua
(pengelola dana) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan dibagi diantara
mereka sesuai kesepakatan sedangkan kerugian financial hanya ditanggung
oleh pemilik dana. Pengelola dana menanggung kerugian jasa tenaga kerja.
22
3) Muzara‟ah adalah kerja sama pengolahan perjanjian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si
penggarap untuk ditanami dan dipeliharah dengan imbalan bagian tertentu
(persentase) dari hasil persen.
4) Musaqah adalah bentuk yang lebih sederhana dari muzara‟ah di mana si
penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan.
Sebagai imbalan si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil panen.
Jenis Produk Bank bila dilihat dari fungsi pelayanan jasa terdiri dari :
A. Al-Wakalah (Deputyship). Al wakalah berarti, penyerahan, pendelegasian, atau
pemberian mandat.
B. Al-Kafalah (Guaranty). Al-Kafalah merupakan jaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung.
C. Al-Hawalah (Transfer Service). Al-Hawalah adalah pengalihan hutang dari
orang yang berhutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya.
D. Ar-Rahn (Mortgage). Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si
peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.
E. Al-Qardh (Soft and Benevolent Loan). Al-qard adalah pemberian harta kepada
orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan kata lain
meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan.
23
2.1.4. Laporan Keuangan Bank Syariah
Laporan keuangan syariah adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan
dan kinerja keuangan dari suatu entitas syariah.
Perintah untuk membuat laporan keuangan dinyatakan dalam Q.S Al-Baqarah
ayat 282:
24
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai
untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah
seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah
penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika
yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau
dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya
mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari
orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh)
seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai,
supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan
janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai
batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan
lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan)
keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu
perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa
bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu
berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika
kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;
dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.
Perintah dalam ayat ini ditekankan pada kepentingan pertanggungjawaban,
sehingga pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tidak dirugikan.
Adapun tujuan laporan keuangan syariah berdasarkan PSAK NO. 101, adalah
menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan,kinerja serta perubahan
posisi keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai
dalam pengambilan keputusan ekonomi. Disamping itu tujuan lainnya adalah :
1) Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua transaksi
dan kegiatan usaha;
25
2) Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta
informasi aset, kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai dengan
prinsip syariah, bila ada dan bagaimana perolehan dan penggunaannya;
3) Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab
entitas syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak; dan
4) Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh penanam
modal dan pemilik dana syirkah temporer; dan informasi mengenai
pemenuhan kewajiban (obligation) fungsi sosial entitas syariah, termasuk
pengelolaan dan penyaluran zakat, infak, sedekah dan wakaf.
2.2 Tinjauan tentang Riba
Riba secara bahasa bermakna : Ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain,
secara linguistik, riba juga berarti tumbuh dan membesar. Adapun menurut istilah
teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil
(Muhammmad Syafi‟i antonio, 2001:37)
Mengenai hal ini, Allah Subahanahu waTa‟ala mengingatkan dalam firman-Nya,
..
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, ..(QS. An-Nisaa‟:29)
26
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua. Masing-masing adalah riba-
utang piutang dan riba-jual beli. Kelompok pertama terbagi menjadi riba qardh dan
riba jahiliyyah. Adapun kelompok kedua, riba jual beli, terbagi menjadi dua riba
fadhl dan riba nasi‟ah.
1) Riba Qardh. Sesuatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang
disyaratkan terhadap yang berutang (muqtaridh)
2) Riba Jahiliyyah. Utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak
mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
3) Riba Fadhl. Pertukaran antar barang sejenis dengan kadar atau takaran yang
berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis
barang ribawi.
4) Riba Nasi‟ah. Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi
yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi‟ah
muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang
diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
Adapun jenis-jenis barang ribawi, diantaranya adalah : 1) Emas dan Perak, baik
itu dalam bentuk uang maupun dalam bentuk lainnya, serta 2) bahan makanan pokok
seperti beras, gandum, dan jagung serta bahan makanan tambahan seperti sayur-
sayuran dan buah-buahan.
27
Umat Islam dilarang untuk mengambil riba apapun jenisnya. Larangan supaya
umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam
Al-qur‟an dan hadits Rasulullah sallallahu‟alaihi wa sallam.
2.2.1 Larangan riba dalam Al-qur’an
Alarangan riba dalam al-qur‟an tidak diturunkan sekaligus melainkan
diturunkan dalam empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-
olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau
taqarrub kepada Allah subahanahu wa ta‟ala.
“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada
harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang
kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan
Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat
gandakan (pahalanya).”(QS. Ar-Ruum:39)
Tahap kedua, riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah subahanahu wa
ta‟ala mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang
memakan riba.
28
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas
(memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah
dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan
jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di
antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa‟:160-161)
Tahap ketiga, riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat
ganda.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan
berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat
keberuntungan.” (QS. Ali-Imran: 130)
Tahap terakhir, Allah subahanahu wa ta‟ala dengan jelas dan tegas mengharamkan
apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan
sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka
jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah,
bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari
29
pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya.” (Qs. Al-Baqarah: 278-279)
2.2.2 Larangan riba dalam Hadits.
Dalam amanat terakhirnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 10 Hijriah,
Rasulullah sallahu‟alaihi wasallam, masih menekankan sikap Islam yang melarang
riba.
“Ingatlah bahwa kamu akan menghadap Tuhanmu dan Dia pasti akan
menghitung amalanmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh
karena itu, hutang akibat riba harus dihapuskan. Modal (uang pokok) kamu
adalah hak kamu. Kamu tidak akan menderita ataupun mengalami
ketidakadilan.”
Selain itu, masih banyak lagi hadits yang menguraikan masalah riba.
Diantaranya:
Jabir berkata bahwa Rasulullah sallahu‟alaihi wasallam, mengutuk orang
yang menerima riba, orang yang membayarnya, dan orang yang mencatatnya,
dan dua orang saksinya, kemudian beliau bersabda, “mereka itu semuanya
sama.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah sallahu‟alaihi wasallam
berkata, “Pada malam perjalanan malam mi‟raj, aku melihat orang-orang yang
perut mereka seperti rumah, di dalamnya dipenuhi oleh ular-ular yang
kelihatan dari luar. Aku bertanya kepada Jibril siapakah mereka itu. Jibril
menjawab bahwa mereka adalah orang-orang yang memakan riba.”
Al-hakim meriwayatkan dari Ibnu Mas‟ud bahwa Nabi sallahu‟alaihi
wasallam, bersabda: “Riba itu mempunyai 73 pintu(tingkatan); yang paling
rendah (dosanya) sama dengan seseorang yang melakukan zina dengan
ibunya.”
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah sallahu‟alaihi wasallam,
bersabda, “Tuhan sesungguhnya berlaku adil karena tidak membenarkan
empat golongan memasuki surga atau tidak mendapat petunjuk dari-Nya.
(mereka itu adalah) peminum arak, pemakan riba, pemakan harta anak yatim,
dan mereka yang tidak bertanggungjawab/menelantarkan ibu-bapaknya.
30
2.3 Tinjauan tentang Murabahah
2.3.1 Karakteristik Murabahah
Murabahah berarti penjualan barang seharga barang tersebut ditambah
keuntungan yang disepakati. Karena dalam definisinya disebut adanya “keuntungan
yang disepakati”, karakteristik murabahah adalah si penjual harus memberi tahu
pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang
ditambahkan pada biaya tersebut. Misalnya, si fulan membeli unta 30 dinar, biaya-
biaya yang dikeluarkan 5 dinar, maka ketika menawarkan untanya mengatakan, “saya
jual unta ini 50 dinar, saya mengambil keuntungan 15 dinar. (Adiwarman A. Karim,
2007:86)
Para ulama mahzab berbeda pendapat tentang biaya apa saja yang dapat
dibebankan kepada harga jual barang tersebut;
Ulama mahzab Maliki membolehkan biaya-biaya yang langsung terkait dengan
transaksi jual beli dan biaya-biaya yang tidak langsung terkait dengan transaksi
tersebut, namun memberikan nilai tambah pada barang itu.
Ulama mahzab Syafi‟I membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara
umum timbul dalam suatu transaksi jual beli kecuali biaya tenaga kerjanya sendiri
karena komponen ini termasuk dalam keuntungannya. Begitu pula biaya-biaya
yang tidak menambah nilai barang tidak boleh dimasukkan sebagai komponen
biaya.
31
Ulama mahzab Hanafi membolehkan membebankan biaya-biaya yang secara
umum timbul dalam suatu transaksi jual beli, namun mereka tidak membolehkan
biaya-biaya yang memang semestinya dikerjakan oleh sipenjual.
Ulama mahzab Hambali berpendapat bahwa semua biaya langsung maupun tidak
langsung dapat dibebankan pada harga jual selama biaya-biaya itu harus
dibayarkan kepada pihak ketiga dan akan menambah nilai barang yang dijual.
Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa keempat mahzab membolehkan
pembebanan biaya langsung yang harus dibayarkan kepada pihak ketiga. Keempat
mahzab sepakat tidak membolehkan pembebanan biaya langsung yang berkaitan
dengan pekerjaan yang memang semestinya dilakukan penjual maupun biaya
langsung yang berkaitan dengan hal-hal yang berguna. Keempat mahzab juga
membolehkan pembebanan biaya tidak langsung yang dibayarkan kepada pihak
ketiga dan pekerjaan itu harus dilakukan oleh pihak ketiga. Bila pekerjaan itu harus
dilakukan oleh sipenjual, mahzab Maliki tidak membolehkan pembebanannya,
sedangkan ketiga mahzab lainnya membolehkannya. Keempat mahzab sepakat tidak
membolehkan pembebanan biaya tidak langsung bila tidak menambah nilai barang
atau tidak berkaitan dengan hal-hal yang berguna.
Dalam praktiknya, murabahah dapat dilakukan langsung oleh si penjual dan si
pembeli tanpa melalui pesanan. Akan tetapi, murabahah dapat pula dilakukan dengan
cara melakukan pemesanan terlebih dahulu. Misalnya, seseorang ingin membeli
barang tertentu dengan spesifikasi tertentu, sedangkan barang tersebut belum ada
32
pada saat pemesanan, maka sipenjual akan mencari dan membeli barang yang sesuai
dengan spesifikasinya kemudian menjualnya kepada si pemesan. Contoh mudahnya,
si fulan ingin membeli mobil dengan perlengkapan tertentu yang harus dicari, dibeli
dan dipasang pada mobil pesanannya oleh dialer mobil. Transaksi murabahah
melalui pesanan ini adalah sah dalam fiqih islam, antara lain dikatakan oleh Imam
Muhammad Ibnul-Hasan asy-Syahibani, Imam Syafi‟I, dan Imam Ja‟far ash-Shiddiq.
Dalam murabahah melalui pesanan ini, si penjual boleh meminta pembayaran
Hamish ghadiyah “uang tanda jadi” ketika ijab kabul. Hal ini sekedar
untukmenunjukkan keseriusan si pembeli. Bila kemudian si penjual telah membeli
dan memasang berbagai perlengkapan dimobil pesanannya, sedangkan si pembeli
membatalkannya, Hamish ghadiyah ini dapat digunakan untuk menutupi kerugian si
dealer mobil. Bila jumlah Hamish ghadiyah-nya lebih kecil dibandingkan jumlah
kerusakan yang harus ditanggung si penjual, penjual dapat meminta kekurangannya.
Sebaliknya jika berlebih maka si pembeli berhak atas kelebihan itu. (Adiwarman A.
Karim, 2007:87-88)
Secara umum, aplikasi perbankan dari murabahah dapat digambarkan dalam
skema berikut ini:
BANK NASABAH
Musyawarah
&
Persyaratan
1
2 Akad Jual Beli
33
2.3.2 Landasan syariah
Sebagai dasar hukum pelaksanaan murabahah dalam sumber utama hukum islam
adalah sebagai berikut :
QS. al-Baqarah (2) ayat 275 :
.....
“... Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”
HR. Al Baihaqi dan Ibnu Majah dari Sa‟id al-Khudri bahwa Rasulullah Sallallahu
alaihi wasallam, bersabda : “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka
sama suka.
Dari Suhaib ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah sallallahu „alaihi wa sallam, bersabda :
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan : jual beli secara tangguh,
muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk
keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah)
SUPPLIER
PENJUAL
Bayar 6
5
5
4
3
Beli barang kirim Terima barang
& dokumen
34
“Pendapatan yang paling afdhal adalah hasil karya tangan seseorang dan jual beli
yang mabrur.” (HR. Ahmad Al Bazzar Ath Thabarani)
Pembiayaan murabahah telah diatur dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-
MUI/IV/2000. Dalam Fatwa tersebut disebutkan ketentuan umum mengenai
murabahah, yaitu sebagai berikut :
Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah islam.
Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang.
Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga
jual senilai harga perolehan ditambah keuntungannya. Dalam kaitan ini bank
harus memberi tahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut
biaya yang diperlukan.
Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati seuai jangka waktu
tertentu yang disepakati.
35
Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak
bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip
menjadi milik bank.
Aturan yang dikenakan kepada nasabah dalam murabahah ini dalam fatwa adalah
sebagai berikut :
Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau
aset kepada bank.
Jika bank menerima permohonan tersebut ia harus membeli terlebih dahulu aset
yang dipesannya secara sah dengan pedagang.
Bank kemudian menawarkan aset tersebut kepada nasabah dan nasabah harus
meminta (membeli-nya) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya,
karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak
harus membuat kontrak jual beli.
Dalam jual beli ini bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang
muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan.
Jika nasabah kemudian menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus
dibayar dari uang muka tersebut.
36
Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank
dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah.
Jika uang muka memakai kontrak „urbun sebagai alternatif dari uang muka, maka
: (1) jika nasabah memutuskan untuk membeli barang tersebut , ia tinggal
membayar sisa harga; atau (2) jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi
milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung oleh bank akibat
pembatalan tersebut; dan jika unag muka tidak mencukupi, nasabah wajib
melunasi kekurangannya.
Dalam pelaksanaan murabahah ini pihak bank diperbolehkan untuk meminta
jaminan yang dapat dipegang dari nasabah agar nasabah serius dengan pesanannya.
Utang yang dimiliki oleh nasabah adalah kewajiban yang harus dilunasi oleh nasabah
kepada bank. Dalam fatwa juga ditentukan mengenai hal ini, bahwa apabila nasabah
menjual kembali barang tersebut kepada pihak ketiga dengan keuntungan ataupun
kerugian, nasabah tetap harus melunasi utang tersebut kepada bank. Pelunasan utang
ini sesuai dengan kesepakatan yang telah disepakati baik mengenai jumlah harga
maupun waktu pelunasannya. Meskipun penjualan barang tersebut oleh nasabah
menyebabkan kerugian, nasabah tidak boleh memperlambat pembayaran angsuran
atau meminta kerugian itu diperhitungkan.
2.4 Prinsip Dasar Jual Beli menurut Islam
a. Hukum asal setiap perniagaan adalah halal.
37
Dalam ilmu fiqih dikenal sebuah kaedah besar yang berbunyi :
“Hukum asal dalam segala hal adalah boleh, hingga ada dalil yang menunjukkan
keharamannya.”
Kaedah ini didukung oleh banyak dalil dalam Al-Qur‟an dan As-Sunnah,
diantaranya adalah firman Allah Ta‟ala:
Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan dia
berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. dan dia
Maha mengetahui segala sesuatu.(QS. Al-Baqarah:29)
Dan sabda Rasulullah sallallahu „alaihi wa sallam:
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian.” (HR. Muslim)
Adapun yang berkaitan dengan perniagaan secara khusus, maka Allah Ta‟ala
telah berfirman:
“Padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.“ (QS.
Al-Baqarah: 275)
Dan Rasulullah sallallahu „alaihi wa sallam juga telah bersabda:
“Bila dua orang telah berjual beli, maka masing-masing dari keduanya
memiliki hak pilih, selama keduanya belum berpisah dan mereka masih
bersama-sam (satu majelis).”
Dari sahabat Rafi‟ bin Khadijia menuturkan: dikatakan (kepada Rasulullah
sallallahu „alaihi wa sallam), “Wahai Rasulullah! Penghasilan apakah yang
38
baik?” Beliau menjawab, “Hasil pekerjaan seseorang dengan tangannya
sendiri, dan setiap perniagaan yang baik.” (HR. Ahmad, Ath-Thabrani, Al-
Hakim, dan disahihkan oleh syaikh Al-Albani)
Berangkat dari dalil-dalil ini, para ulama menyatakan bahwa hukum asal setiap
perniagaan adalah boleh, selama tidak menyelisihi syaria‟at.
b. Memudahkan orang lain
Syariat islam memerintahkan umat nya untuk senantiasa membelanjakan dan
menggunakan harta bendanya pada jalan-jaln yang diridhai Allah Ta‟ala. Diantaranya
dengan cara membantu orang yang dalam kebutuhan dan kesusahan, baik dengan cara
memberinya atau meminjamkan kepadanya, atau dengan cara menunda penagihan
bila orang yang berhutang belum mampu untuk membayarnya.
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.(QS. Al-Baqarah:280)
Membantu saudara kita sesama muslim, diantaranya dengan cara yang disebutkan
dalam ayat ini, adalah salah satu amalan yang besar pahalanya disisi Allah Ta‟ala.
Hadits berikut ini dapat menggambarkan betapa besarnya pahala amalan ini:
Dara sahabat Abu Hurairah radiallahu „anhu ia menuturkan: Rasulullah
sallahu „alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang menyelesaikan suatu
kesusahan seorang mukmin didunia, niscaya Allah akan menyelesaikan satu
kesusahan yang menimpanya di hari kiamat. Dan barang siapa yang
memudahkan orang yang ditimpa kesusahan, niscaya Allah akan
39
memudahkannya di dunia dan diakhirat. Dan barang siapa yang menutupi
(aib) seorang muslim ketika di dunia, niscaya Allah akan menutupi (aibnya)
di dunia dan diakhirat. Dan Allah senantiasa akan menolong seorang hamba
selama ia menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
c. Perniagaan yang benar dapat menjadi ibadah
Diantara bukti yang menunjukkan betapa besarnya pahala orang yang
memiliki perangai terpuji ketika berniaga ialah hadits berikut:
Sahabat Hudzaifah radiallahu „anhu menuturkan: Rasulullah sallallahu
„alaihi wa sallam bersabda, “(Pada hari kiamat kelak) Allah mendatangkan
salah seorang hamba-Nya yang pernah ia beri harta kekayaan, kemudian
Allah bertanya kepadanya, Apa yang engkau lakukan di dunia? (Dan mereka
tidak menyembunyikan dari Allah suatu kejadian pun), Ia pun menjawab,
„Wahai Rabbku, Engkau telah mengaruniakan kepadaku harta kekayaan, dan
aku berjual beli dengan orang lain, dan kebiasaanku (akhlakku) adalah
senantiasa memudahkan, aku meringankan (tagihan) orang yang mampu dan
menunda (tagihan kepada) orang yang tidak mampu. „Kemudian Allah
berfirman, Aku lebih berhak melakukan ini dari pada engkau, mudahkanlah
hamba-Ku ini,”
Oleh karena itu, hendaknya setiap orang muslim mengindahkan hal ini, yaitu
senantiasa memudahkan saudaranya ketika berniaga. Jangan sampai ambisi untuk
mengeruk keuntungan menjadikannya lupa daratan dan menutup mata akan etika
seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Jangan sampai ambisi
mengumpulkan harta benda menjadikannya lupa bahwa manfaat dan kegunaan harta
tidak dapat diukur hanya dengan jumlah, akan tetapi faktor keberkahan harta jauh
lebih penting dari jumlah yang banyak.
Dan hendaknya setiap orang muslim dalam setiap keadaannya senantiasa
mengingat pesan Rasulullah sallallahu‟alaihi wa sallam berikut ini:
40
“Sesungguhnya engkau tidaklah pernah meninggalkan suatu hal karena Allah
„Azza wa Jalla melainkan Allah akan menggantikanmu dengan sesuatu yang
lebih baik bagimu darinya.” (HR.Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani)
d. Kejelasan status
setiap akad dalam kehidupan masyarakat pasti memiliki fungsi dan konsekuensi
yang berbeda-beda. Fungsi masing-masing akad tersebut merupakan tujuan dari
setiap orang yang menjalankannya. Rasulullah sallallahu‟alaihi wa sallam telah
menegaskan hal ini dalam banyak hadistnya, diantaranya ialah sabda beliau:
Dari sahabat Ibnu Umar radiallahu‟anhu dari Rasulullah sallallahu‟alaihi
wa sallam beliau bersabda, “Bila dua orang yang sedang berjual beli, maka
masing-masing dari keduanya memiliki hak pilih selama keduanya belum
berpisah dan masih bersama-sama, atau salah satu dari keduanya
menawarkan pilihan kepada kawannya. Bila salah satu dari keduanya
menawarkan pilihan, kemudian mereka berjual beli dengan asas pilihan yang
ditawarkan tersebut maka telah selesailah akad jual beli tersebut. Bila
kemudian mereka berpisah setelah mereka menjalankan akad jual beli dan
tidak ada seorang pun dari keduanya yang membatalkan akad penjualan,
maka telah selesailah akad penjualan tersebut.” (Muttafaqun‟alaihi).
e. Tidak merugikan masyarakat banyak
Agama Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menjadi umat yang
bersatu, saling bahu membahu, sehingga sebagian dari mereka merasakan penderitaan
saudaranya sesama muslim sebagai bagian dari penderitaannya.
Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap
Allah, supaya kamu mendapat rahmat.
41
Dari sahabat Abu Hurairah radiallahu‟anhu ia menuturkan: Rasulullah
sallallahu‟alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah engkau saling menaikkan
penawaran barang (padahal tidak ingin membelinya), janganlah saling
membenci, janganlah saling merencanakan kejelekan, janganlah sebagian
dari kalian melangkahi pembelian sebagian lainnya,dan jadilah hamba-
hamba Allah yang saling bersaudara. Seorang muslim adalah saudara orang
muslim lainnya, tidaklah ia menzhalimi saudaranya, dan tidaklah ia
membiarkannya dianiaya orang lain, dan tidaklah ia menghinanya.
Berdasarkan beberapa dalil ini dan juga dalil-dalil yang tidak disebutkan, para
ulama ahli fiqih mengatakan bahwa tidak dibenarkan bagi siapapun untuk
mengadakan perniagaan yang akan mengakibatkan keresahan, kemudharatan, atau
kerugian pada masyarakat banyak. Baik kerugian dalam urusan agama atau dalam
urusan dunia mereka.
f. Kejujuran
Syari‟at Islam mengajarkan kepada umatnya untuk berbuat jujur dalam segala
keadaan, walaupun secara lahir kejujuran tersebut akan merugikan diri sendiri.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar
penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu
sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin,
Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti
hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu
memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka
Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu
kerjakan.” (QS. An Nisaa‟: 135)
42
Rasulullah sallallahu‟alaihi wa sallam menegaskan kepada para sahabatnya yang
sedang menjalankan perniagaan di pasar:
“Wahai para pedagang!” Maka mereka memperhatikan seruan Rasulullah
sallallahu‟alaihi wa sallam dan mereka menengadahkan leher dan
pandangan mereka kepada beliau. Lalu beliau bersabda, “Sesungguhnya para
pedagang akan dibangkitkan kelak pada hari kiamat sebagai orang-orang
fajir (jahat) kecuali pedagang yang bertaqwa kepada Allah, berbuat baik dan
berlaku jujur.” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim dan dishahih oleh
Al-Albani)
Al-Qadhi „Iyadh menjelaskan hadits ini dengan berkata, Karena kebiasaan para
pedagang adalah menipu dalam perniagaan, dan amat berambisi untuk menjual
barang dagangannya dengan segala cara yang dapat mereka lakukan diantaranya
dengan sumpah palsu dan yang serupa. Nabi sallallahu‟alaihi wa sallam memvonis
mereka sebagai orang-orang jahat (fajir), dan beliau mengecualikan dari vonis ini
para pedagang yang senantiasa menghindari hal-hal yang diharamkan, senantiasa
memenuhi sumpahnya dan senantiasa jujur dalam setiap ucapannya.”
Penjelasan Qadhi „Iyadh ini selaras dengan sabda Nabi sallallahu‟alaihi wa
sallam berikut ini:
Dari sahabat Abu Hurairah radiallahu‟anhu ia menuturkan: Aku pernah
mendenganr Rasulullah sallallahu‟alaihi wa sallam bersabda, “sumpah itu
akan menjadikan barang dagangan menjadi laris, (akan tetapi) menghapuskan
keberkahan.” (Muttafaqun „alaih)
Oleh karena itu tidak heran bila Allah Ta‟ala murka kepada orang yang
menyelisihi prinsip ini dalam perniagaannya, sampai-sampai Allah mengancamnya
dengan ancaman yang keras, sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya berikut ini:
43
“Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji (nya dengan) Allah dan
sumpah-sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak
mendapat bahagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata
dengan mereka dan tidak akan melihat kepada mereka pada hari kiamat dan
tidak (pula) akan mensucikan mereka. bagi mereka azab yang pedih.”
(QS.Ali Imran:77)
Ayat ini diturunkan karena ada seseorang yang menawarkan barang dagangannya,
kemudian ia bersumpah dengan nama Allah, sungguh barang dagangannya tersebut
telah ditawar dengan penawaran lebih banyak dari penawaran yang diberikan oleh
pembeli (kedua), padahal penawaran pertama yang ia sebutkan tidak pernah terjadi,
maka turunlah firman Allah Ta‟ala diatas, sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-
Bukhari.
g. Kecurangan dalam perniagaan penyebab Paceklik
Diantara bukti kemurkaan Allah Kepada orang yang berbuat curang dan tidak
jujur ketika berniaga ialah firman Allah Ta‟ala berikut ini:
44
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, (yaitu) orang-orang
yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, Dan
apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka
mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa Sesungguhnya
mereka akan dibangkitkan, Pada suatu hari yang besar, (yaitu) hari (ketika)
manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam.” (Qs. Al Muthaffifin: 1-6)
Dan diantara bentuk wujud kemurkaan Allah Ta‟ala kepada orang-orang yang
berbuat curang dalam perniagaan ialah:
“Dan Tidaklah mereka berbuat curang ketika menakar dan
menimbang,melainkan mereka akan ditimpa kekeringan, mahalnya biaya
hidup, dan kelaliman para penguasa.” (HR. Ibnu Majah, Al-Hakim, Al-
Baihaqi dan dihasankan oleh Al-Albani)
h. Niat seseorang mempengaruhi hukum transaksi
Niat seseorang memiliki pengaruh yang amat besar pada hukum perbuatan dan
ucapannya, bukan hanya dalam hal peribadahan, bahkan dalam hal mu‟amalat
(hubungan interaksi sesama manusia).
“Sesungguhnya setiap amalan pasti disertai oleh niat, dan sesungguhnya
setiap orang akan mendapatkan apa yang ia niatkan.” (Muttafaqun „alaihi)
Ibnul Qoyyim rahimahullah menjelaskan sisi pendalilan dari hadits ini dengan
berkata, “Niat adalah ruh, inti dan tonggak setiap amalan, dan amalan adalah cabang
dari niat. Amalan akan menjadi sah bila niatnya sah, dan rusak bila niatnya rusak.
Dan Nabi sallallahu‟alaihi wa sallam telah mensabdakan dua kalimat yang
mencakup dan jelas, dan pada keduanya terkandung ilmu-ilmu yang amat berharga.
Beliau sallallahu‟alaihi wa sallam menjelaskan dengan kalimat pertama, bahwa tiada
satu amalanpun yang dilakukan (oleh seseorang) kecuali disertai dengan niat, oleh
45
karena itu tidaklah ada satu amalan pun melainkan disertai dengan niatnya. Kemudian
beliau menjelaskan pada kalimat kedua: bahwa pelaku amalan tidaklah akan
mendapatkan sesuatu dari amalannya tersebut selain apa yang telah ia niatkan dan
hadits ini mencakup amalan ibadah, mu‟amalah, sumpah, nazar dan seluruh macam
transaksi dan amalan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian.
46
Penelitian dilakukan pada wilayah kerja PT Bank Syariah Bank Rakyat
Indonesia, Kantor Cabang Makassar.
3.2 Variabel Penelitian
Untuk mempermudah dalam memahami dan menganalisis dalam penelitian ini
maka dikemukakan terlebih dahulu tentang variabel penelitian. Variabel penelitian
adalah obyek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian.
Adapun variabel penelitian meliputi :
1. Piutang murabahah pada PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor
Cabang Makassar.
2. Piutang murabahah sesuai PSAK No. 102
3.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan 3
metode, yaitu:
1. Penelitian Lapangan (Field Research), penelitian dilakukan langsung ke objek
penelitian dengan tujuan menggambarkan semua fakta yang terjadi pada objek
penelitian, agar permasalahan dapat diselesaikan. Teknik yang digunakan
untuk memperoleh data dengan melaksakan penelitian lapangan adalah
sebagai berikut :
a. Wawancara, dilakukan dengan melakukan tanya jawab langsung
terhadap pihak-pihak yang bersangkutan, guna mendapatkan data dan
keterangan yang berlandaskan pada tujuan penelitian.
47
b. Dokumentasi, dengan melakukan pengumpulan data-data dan
dokumen perusahaan yang relevan dengan penelitian ini.
2. Penelitian Kepustakaan (library research), penelitian dilakukan dengan
menelaah buku-buku yang relevan dengan permasalahan yang diangkat untuk
mendapatkan kejelasan konsep.
3. Mengakses Website dan situs-situs yang menyediakan informasi yang
berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.
3.4 Jenis dan Sumber Data
3.4.1 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah, data kualitatif,
yang merupakan kumpulan data non angka yang bersifat deskriptif, seperti :
a. Gambaran umum PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor
Cabang Makassar.
b. Struktur organisasi dan pembagian tugas setiap bagian yang ada
pada PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor Cabang
Makassar.
c. Dokumen-dokumen yang relevan dengan masalah pokok dalam
penelitian.
3.4.2 Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
48
1. Data primer, merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya.
Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan wawancara langsung
dengan pihak-pihak perusahaan.
2. Data sekunder, merupakan data yang tidak diusahakan sendiri
pengumpulannya oleh penulis. Dalam penelitian ini, data sekunder diperoleh
dari dokumen-dokumen perusahaan berupa catatan dan laporan perusahaan
baik yang dipublikasikan maupun yang tidak dipublikasikan.
3.5 Metode Analisis
Dalam penelitian deskriptif ini dipakai pendekatan analisa komparatif
yang bersifat studi kasus, yaitu dengan cara membandingkan kasus yang diteliti
dengan konsep pembandingnya. Adapun analisa dan pembahasan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Menganalisis perlakuan akuntansi atas piutang murabahah yang
diterapkan oleh PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia, Kantor Cabang
Makassar setelah diberlakukannya PSAK No. 102, yang meliputi :
a. Karakteristik murabahah.
b. Pengakuan dan pengukuran murabahah.
c. Penyajian dan pengungkapan murabahah.
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
49
4.1 Sejarah Singkat Perusahaan
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk yang didirikan sejak tahun 1895
didasarkan pelayanan pada masyarakat kecil hingga saat ini masih tetap konsisten.
Konsistensi ini dibuktikan dengan masih fokusnya pemberian fasilitas kredit kepada
golongan pengusaha menengah dan kecil.
Dalam upaya untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, memenuhi
kebutuhan masyrakat akan pelayanan perbankan yang bebas bunga, maka pada
desember tahun 2000 di bentuk Tim Pengembangan Bank Syariah BRI untuk
mempersiapkan berdirinya Unit Usaha Syariah di BRI. RAPAT Umum Pemegang
Saham Luar Biasa pada bulan juni tahun 2001 berhasil merubah Anggaran Dasar BRI
dengan menambah atau mencantumkan kalimat kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah. Dengan dasar tersebut, maka pada tanggal 7 Desember 2001 dikeluarkan
Surat Keputusan Direksi mengenai struktur organisasi Unit Usaha Syariah BRI. Unit
Usaha Syariah BRI tersebut berhasil mendirikan Kantor Cabang BRI Syariah yang
pertama pada tanggal 17 April 2002 bertempat di Jakarta dan Serang.
Seiring dengan perkembangan dunia usaha perbankan syariah yang semakin
pesat, hingga saat ini unit usaha syariah Bank Rakyat Indonesia telah berhasil
membuka 27 kantor cabang, dan 18 kantor cabang pembantu diberbagai wilayah
nusantara yang salah satu diantaranya yaitu Kantor Cabang Syariah Makassar.
4.2 Peranan PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia Kantor Cabang
Makassar
50
Peranan bank syariah serta sumbangsihnya terhadap tercapainya suatu solusi bagi
perbankan tidak lepas dari penerapan hukum Islam pada kegiatan transaksi ekonomi
dan keuangan. Pendekatan secara Islam pada praktek perbankan, menyodorkan
konsep yang berbeda mengenai hubungan antara uang dan kegiatan ekonomi.
Hubungan kreditur dan debitur pada bank konvensional berubah menjadi
hubungan kemitraan dengan bagi hasil dan resiko yang ditanggung bersama antara
pemodal dan pengusaha pada konsep syariah. Hal ini sesuai dengan pendekatan
ekonomi Islam, yang mengharamkan riba. Oleh karena itu, penghapusan riba dari
sistem perekonomian bertujuan agar kegiatan ekonomi dapat didasari oleh keadilan
dan pemerataan ekonomi.
Selain prinsip yang mengharapkan riba, bank syariah juga mengandung prinsip
yang mengharapkan penimbunan harta atau modal secara tidak produktif. Oleh
karena itu, modal harus dijalankan secara produkti agar kesejahteraan pemilik modal
maupun masyarkat di lingkungannya dapat tercapai. Dengan demikian, konsep
perekonomian syariah yang mengutamakan bagi hasil serta kegiatan usaha mampu
memberikan pilihan yang lebih baik dibanding pembiakan modal. Sebagai bank
syariah, PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia kantor cabang Makassar berusaha
menjalankan usahanya sesuai dengan nilai-nilai dan syariat-syariat Islam.
4.3 Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam
pencapaian tujuan dan sasaran organisasi yang secara langsung menggambarkan
51
skema wewenang dan tanggung jawab setiap anggota organisasi pada setiap jenis
pekerjaan demi terwujudnya tujuan organisasi tersebut. Oleh karena itu, struktur
organisasi PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia kantor cabang Makassar saat ini
dibuat sesederhana dan seefektif mungkin untuk dapat bekerja secara efisien. Selain
itu, struktur organisasi sering dsebut bagan atau skema organisasi dengan cara
memberikan gambaran secara skematis tentang hubungan pekerjaan antara personil
yang satu dengan yang lainnya yang terdapat dalam suatu organisasi untuk mencapai
tujuan bersama.
Demikian pula halnya dengan PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia kantor
cabang Makassar, personilnya melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab
dan wewenangnya masing-masing, dan satu sama lain saling berhubungan dalam
usaha menciptakan suasana kerja yang disiplin dan dinamis. Skema struktur
organisasi PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia kantor cabang Makassar dapat
menggambarkan bahwa semua tugas perencanaan berada dibawah satu tangan.
Demikian juga dengan garis komando, wewenang, tanggung jawab dan pengawasan.
Adapun struktur organisasi PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia kantor
cabang Makassar (terlampir).
4.4 Uraian Tugas
Adapun job description yang menggambarkan uraian tugas dan tanggung jawab
personil pada PT Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia kantor cabang Makassar
secara garis besar adalah sebagai berikut :
52
a. Pimpinan Cabang (Pinca)
1. Mempersiapkan, mengusulkan, melakukan negosiasi, merevisi dan
mengupayakan pencapaian RKAP.
2. Menciptakan dan menjamin kelancaran operasional dikantor cabang secara
aktif dalam meningkatkan kemampuan pegawai di kantor cabang guna
meningkatkan kualitasnya seperti fungsi, marketing, dan operasional.
3. Mengembangkan bisnis perkreditan di kantor cabang guna memperoleh
keuntungan yang optimal.
4. Melakukan pembinaan keterampilan, kemampuan, dan sikap perilaku
kepada seluruh pegawai dikantor cabang, dan jajaran Bank Rakyat
Indonesia.
5. Melakukan kegiatan pemasaran untuk dana dan jasa kredit serta
melaksanakan tugas-tugas lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. Asisten Manajer Operasional
1. Membantu pimpinan cabang dalam penanganan kegiatan operasional
kantor cabang dan membantu kelancaran pelayanan bidang operasional
kepada nasabah.
53
2. Mengelola kas, surat berharga, melakukan pergeseran kas antar unit kerja,
memelihara pekerjaan register, memastikan rekening pinjaman, dan
memastikan buku transaksi pinjaman.
3. Melaksanakan verifikasi akhir transaksi tunai kewenangan teller.
4. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan atasan.
c. Account Officer
1. Membuat RPT perkreditan atas sektor yang dikelolanya dan bertanggung
jawab atas pencapaiannya.
2. Mempersiapkan dan melaksanakan rencana atas account yang dikelolanya,
serta memantau hasil laba/pendapatan yang dapat dicapai.
3. Melakukan pembinaan dan penagihan serta pengawasan mulai dari
pemberian kredit hingga kredit dilunasi.
4. Melaksanakan fungsi dan penyelamatan penyelesaian kredit yang
bermasalah.
5. Membina serta menjaga hubungan baik dengan pimpinan/bendahara
perusahaan yang diberikan kredit.
6. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
atasannya.
d. Teller
1. Membantu dan melayani nasabah yang akan melakukan transaksi dana dan
pengecekan atas transaksi nasabah pada kantor cabang.
54
2. Mengelola kas serta melakukan pergeseran kas atau teller.
3. Melaksanakan verifikasi akhir transaksi tunai kewengan teller
4. Melaksanakan tugas-tugas kewajiban teller terhadap nasabah dengan sikap
yang baik dan ramah.
5. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
atasannya.
e. Unit Pelayanan Nasabah
1. Membantu calon nasabah maupun nasabah yang ingin mengetahui tentang
Bank BRI Syariah dan produk-produk dari Bank Syariah BRI kantor
cabang Makassar.
2. Membantu dan melayani calon nasabah maupun nasabah yang ingin
membuka rekening simpanan maupun yang ingin mengajukan proposal
peminjaman kredit pada kantor cabang.
3. Mambantu dan melayani nasabah yang ingin melakukan klarifikasi atau
transaksi maupun terhadap hal lainnya yang berhubungan dengan nasabah
dan kantor cabang.
4. Membina serta menjaga hubungan baik dengan nasabah secara
keseluruhan.
5. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
atasannya.
f. Petugas Kliring
55
1. Membantu dan melayani transaksi nasabah yang membutuhkan akses
kliring kepada bank-bank lain.
2. Mempersiapkan dan melaksanakan rencana perusahaan dalam melakukan
transaksi-transaksi antar bank maupun terhadap Bank Indonesia.
3. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan atasannya.
g. Petugas Operator
1. Memastikan sistem yang berjalan pada kantor cabang telah berjalan dengan
baik.
2. Menciptakan dan menjamin kelancaran operasional di kantor cabang secara
aktif dalam meningkatkan pelayanan kepada nasabah.
3. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
atasannya.
h. Petugas Akuntansi/Laporan Keuangan
1. Memastikan arus keuangan yang berjalan pada kantor cabang telah berjalan
dengan baik.
2. Mempersiapkan dan membuat rekapitulasi tentang pemasukan dan
pengeluaran kas perusahaan secara lengkap dan teratur.
3. Membuat laporan-laporan keuangan perusahaan secara teratur, untuk
memastikan kondisi keuangan perusahaan masih dalam keadaan baik.
4. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
atasannya.
56
i. Pelayanan Intern
1. Mengelolah unit kerja intern, guna menjamin kesejahteraan dan tingkat
kompetensi SDM serta ketersediaan sarana dan prasarana kerja untuk
kelancaran operasional di kantor cabang.
2. Menjamin ketersediaan sarana dan alat kerja secara tepat waktu yang
dibutuhkan oleh operasional kerja perusahaan.
3. Mengadministrasikan semua bentuk hukuman jabatan dan mengatur
pembagian kerja sopir, pramubakti, dan satpam secara efektif dan efisien.
4. Mengerjakan data pembayaran gaji, biaya, dan hak-hak karyawan lainnya.
5. Menyiapkan nota-nota pembukuan atas setiap transaksi keuangan yang
berkaitan dengan operasional perusahaan.
6. Melaksanakan tugas-tugas kedinasan lainnya yang diberikan oleh
atasannya.
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Analisis kesesuaian kebijakan PT Bank Syariah BRI Kantor Cabang
Makassar dengan PSAK No. 102
57
Analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan kebijakan Murabahah yang
diterapkan PT Bank Syariah BRI dengan PSAK No.102 tentang Akuntansi
murabahah. Analisa kualitatif disajikan pada tabel 5.1 di bawah ini.
Tabel 4.1 Analisis Kualitatif terhadap Kebijakan Akuntansi Murabahah
No PSAK 102 No Kebijakan PT Bank Syariah BRI
kantor cabang Makassar.
Ket
Karakteristik
1 Murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa
pesanan. Dalam murabahah
berdasarkan pesanan, penjual
melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari
pembeli.
1 Murabahah dapat dilakukan
berdasarkan pesanan atau tanpa
pesanan. Dalam murabahah
berdasarkan pesanan, penjual
melakukan pembelian barang
setelah ada pemesanan dari
pembeli.
Sesuai
2 Murabahah berdasarkan pesanan
dapat bersifat mengikat atau tidak
mengikat.
2 Murabahah berdasarkan pesanan
dapat bersifat mengikat atau tidak
mengikat.
Sesuai
3 Jika asset murabahah yang telah
dibeli oleh penjual mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan
kepada pembeli, maka penurunan
nilai tersebut menjadi tanggungan
penjual dan akan mengurangi nilai
akad.
3 Jika asset murabahah yang telah
dibeli oleh penjual mengalami
penurunan nilai sebelum diserahkan
kepada pembeli, maka penurunan
nilai tersebut menjadi tanggungan
penjual dan akan mengurangi nilai
akad.
Sesuai
4 Pembayaran murabahah dapat
dilakukan secara tunai atau
tangguh.
4 Pembayaran murabahah dapat
dilakukan secara tunai atau
tangguh.
5 Akad murabahah memperkenankan
penawaran harga yang berbeda
untuk cara pembayaran yang
berbeda sebelum akad murabahah
dilakukan. Namun, jika akad
tersebut telah disepakati, maka
hanya ada satu harga (harga dalam
akad yang digunakan.
5 - Tidak
diatur
6 Harga yang disepakati dalam
murabahah adalah harga jual,
6 - Tidak
diatur
58
sedangkan biaya perolehan harus
diberitahukan. Jika penjual
mendapatkan diskon sebelum akad
murabahah, maka diskon itu
merupakan hak pembeli.
7 Diskon atas pembelian barang yang
diterima setelah akad murabahah
disepakati diperlakukan sesuai
dengan kesepakatan dalam akad
tersebut. Jika tidak diatur dalam
akad, maka diskon tersebut menjadi
hak penjual.
7 Apabila setelah akad transaksi
murabahah pemasok memberikan
potongan harga atas barang yang
dibeli oleh bank dan dijual kepada
nasabah, maka potongan harga
tersebut dibagi berdasarkan
perjanjian atau persetujuan yang
dimuat dalam akad.
Sesuai
8 Penjual dapat meminta pembeli
menyediakan agunan atas piutang
murabahah, antara lain, dalam
bentuk barang yang telah dibeli dari
penjual dan/atau asset lainnya.
8 Bank dapat meminta nasabah
menyediakan agunan atas piutang
murabahah antara lain dalam
bentuk barang yang telah dibeli dari
bank.
Sesuai
9 Penjual dapat meminta uang muka
kepada pembeli sebagai bukti
komitmen pembelian sebelum akad
disepakati. Uang muka menjadi
bagian dari pelunasan piutang
murabahah jika akad murabahah
disepakati. Jika akad murabahah
batal, maka uang muka
dikembalikan kepada pembeli
setelah dikurangi kerugian riil yang
ditanggung oleh penjual. Jika uang
muka itu lebih kecil dari kerugian,
maka penjual dapat meminta
tambahan dari pembeli.
9 Penjual dapat meminta uang muka
kepada pembeli sebagai bukti
komitmen pembelian sebelum akad
disepakati. Uang muka menjadi
bagian dari pelunasan piutang
murabahah jika akadmurabaha
disepakati. Jika akad murabahah
batal, maka uang muka
dikembalikan kepada pembeli
setelah dikurangi kerugian riil yang
ditanggung oleh penjual. Jika uang
muka itu lebih kecil dari kerugian,
maka penjual dapat meminta
tambahan dari pembeli.
Sesuai
10 Jika pembeli tidak dapat
menyelesaikan piutang murabahah
sesuai dengan yang diperjanjikan,
maka penjual dapat mengenakan
denda kecuali jika dapat dibuktikan
bahwa pembeli tidak atau belum
mampu melunasi disebabkan oleh
force majeur.
10 Jika pembeli tidak dapat
menyelesaikan piutang murabahah
sesuai dengan yang diperjanjikan,
maka penjual dapat mengenakan
denda kecuali jika dapat dibuktikan
bahwa pembeli tidak atau belum
mampu melunasi disebabkan oleh
force majeur.
Sesuai
59
11 Penjual boleh memberikan
potongan pada saat pelunasan
piutang murabahah jika pembeli :
Melakukan pelunasan
pembayaran tepat waktu; atau
Melakukan pelunasan
pembayaran lebih cepat dari
waktu yang telah disepakati.
11 Penjual dapat member potongan,
apabila nasabah melakukan
pelunasan pembayaran tepat waktu
atau lebih cepat dari waktu yang
telah disepakati, dengan syarat
tidak diperjanjikan dalam akad dan
besarnya potongan diserahkan pada
kebijakan bank.
Sesuai
Pengakuan dan Pengukuran
I. Pengakuan dan Pengukuran Aset Murabahah
1 Pada saat perolehan, aset
murabahah diakui sebagai
persediaan sebesar biaya perolehan.
1 Pada saat perolehan, aset
murabahah diakui sebagai
persediaan sebesar biaya perolehan.
Sesuai
2 Pengukuran aset murabahah setelah
perolehan:
a) Jika murabahah pesanan
mengikat, maka :
(i) Dinilai sebesar biaya
perolehan
(ii) Jika terjadi penurunan nilai
aset karena usang, rusak, atau
kondisi lainnya sebelum
diserahkan ke nasabah,
penurunan nilai aset tersebut
diakui sebagai beban dan
mengurangi nilai aset.
2 Pengakuan dan pengukuran
persediaan :
a) Jika murabahah pesanan
mengikat, maka :
(i) Dinilai sebesar biaya
perolehan
-
Sesuai
Tidak
diatur
b) Jika murabahah pesanan tidak
mengikat, maka :
(i) Dinilai berdasarkan biaya
perolehan atau nilai bersih
yang dapat direalisasi, mana
yang lebih rendah;
(ii) Jika nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari
biaya perolehan, maka
selisihnya diakui sebagai
kerugian.
b) Jika murabahah pesanan tidak
mengikat, maka :
(i) Dinilai berdasarkan biaya
perolehan atau nilai bersih
yang dapat direalisasi, mana
yang lebih rendah;
(ii) Jika nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari
biaya perolehan, maka
selisihnya diakui sebagai
kerugian.
Sesuai
Sesuai
II. Diskon Murabahah
1 Diskon pembelian aset murabahah 1 Diskon pembelian aset murabahah
60
diakui sebagai:
a) Pengurang biaya perolehan aset
murabahah, jika terjadi sebelum
akad murabahah;
b) Kewajiban kepada pembeli jika
terjadi setelah akad murabahah
dan sesuai akad yang disepakati
menjadi hak pembeli;
c) Tambahan keuntungan
murabahah, jika terjadi setelah
akad murabahah dan sesuai akad
menjadi hak penjual.
d) Pendapatan operasi lain, jika
terjadi setelah akad murabahah
dan tidak diperjanjikan dalam
akad.
diakui sebagai:
Diskon pembelian dari pemasok
sebelum akad ditandatangani diakui
sebagai pengurang biaya perolehan
aktiva murabahah
-
-
-
Sesuai
Tidak
diatur
Tidak
diatur
Tidak
diatur
2 Kewajiban penjual kepada pembeli
atas pengembalian diskon akan
tereliminasi pada saat :
a) Dilakukan pembayaran kepada
pembeli sebesar jumlah potongan
setelah dikurangi dengan biaya
pengembalian;
b) Dipindahkan sebagai dana
kebajikan jika pembeli sudah
tidak dapat dijangkau oleh
penjual.
2 - Tidak
diatur
III. Pengakuan dan Pengukuran Piutang Murabahah
1 Pada saat akad murabahah, piutang
murabahah diakui sebesar biaya
perolehan asset murabahah
ditambah keuntungan yang
disepakati.
1 Pada saat akad murabahah, piutang
murabahah diakui sebesar biaya
perolehan aset murabahah ditambah
keuntungan yang disepakati.
Sesuai
2 Pada akhir periode laporan
keuangan, piutang murabahah
dinilai sebesar nilai bersih yang
dapat direalisasi, yaitu saldo
piutang dikurangi penyisihan
kerugian piutang.
2 Pada akhir periode laporan
keuangan, piutang murabahah
dinilai sebesar nilai bersih yang
dapat direalisasi, yaitu saldo
piutang dikurangi penyisihan
kerugian piutang.
Sesuai
61
IV. Pengakuan Keuntungan Murabahah
1 Pada saat terjadinya penyerahan
barang jika dilakukan secara tunai
atau secara tangguh yang tidak
melebihi satu tahun;
1 Pada periode terjadinya apabila
akad berakhir pada periode laporan
keuangan yang sama;
Sesuai
2 Selama periode akad sesuai dengan
tingkat resiko dan upaya
untukmerealisasikan keuntungan
tersebut untuk transaksi tangguh
lebih dari satu tahun. Metode-
metode berikut digunakan, dan
dipilih yang paling sesuai dengan
karakteristik risiko dan upaya
transaksi murabahahnya :
a) Keuntungan diakui saat
penyerahan aset murabahah.
b) Keuntungan diakui proporsional
dengan besaran kas yang berhasil
ditagih dari piutang murabahah.
c) Keuntungan diakui pada saat
seluruh piutang murabahah
berhasil di tagih.
2 Selama periode akad secara
proporsional, apabila akad
melampaui satu periode laporan
keuangan.
Sesuai
dengan
metod
e b)
V. Potongan Pelunasan
1 Potongan pelunasan piutang
murabahah yang diberikan kepada
pembeli yang melunasi secara tepat
waktu atau lebih cepat dari waktu
yang disepakati diakui sebagai
pengurang keuntungan murabahah.
1 Potongan pelunasan dini diakui
sebagai pengurang keuntungan
keuntungan murabahah
Sesuai
2 Pemberian potongan pelunasan
piutang murabahah dapat dilakukan
dengan menggunakan salah satu
metode berikut :
2 Potongan pelunasan dini diakui
dengan menggunakan salah satu
metode berikut ini:
a) Diberikan pada saat pelunasan,
yaitu penjual mengurangi
piutang murabahah dan
keuntungan murabahah;
a) Diberikan pada saat pelunasan,
yaitu penjual mengurangi piutang
murabahah dan keuntungan
murabahah;
Sesuai
b) Diberikan setelah pelunasan,
yaitu penjual menerima
pelunasan piutang dari pembeli
b) Diberikan setelah pelunasan,
yaitu penjual menerima
pelunasan piutang dari pembeli
Sesuai
62
dan kemudian membayarkan
potongan pelunasannya kepada
pembeli.
dan kemudian membayarkan
potongan pelunasannya kepada
pembeli.
3 Potongan angsuran murabahah
diakui sebagai berikut :
a) Jika disebabkan oleh pembeli
yang membayar secara tepat
waktu, maka diakui sebagai
pengurang keuntungan
murabahah;
b) Jika disebabkan oleh penurunan
kemampuan pembeli, maka
diakui sebagai beban.
3 Potongan angsuran murabahah
diakui sebagai berikut :
Potongan pelunasan dini diakui
sebagai pengurang keuntungan
murabahah.
-
Sesuai
Tidak
diatur
VI. Denda
Denda dikenakan jika pembeli lalai
dalam melakukan kewajibannya
sesuai dengan akad, dan denda
yang diterima diakui sebagai bagian
dana kebajikan.
Denda dikenakan jika pembeli lalai
dalam melakukan kewajibannya
sesuai dengan akad, dan denda
yang diterima diakui sebagai bagian
dana kebajikan.
Sesuai
VII. Pengakuan dan Pengukuran Uang Muka (urbun).
1 Uang muka diakui sebagai uang
muka pembelian sebesar jumlah
yang diterima ;
1 Urbun diakui sebagai uang muka
pembelian sebesar jumlah yang
diterima.
Sesuai
2 Jika barang jadi dibeli oleh
pembeli, maka uang muka diakui
sebagai pembayaran piutang
(merupakan bagian pokok) ;
2 Jika transaksi murabahah
dilaksanakan, maka urbun diakui
sebagai bagian dari pelunasan
piutang.
Sesuai
3 Jika barang batal dibeli oleh
pembeli, maka uang muka
dikembalikan kepada pembeli
setelah diperhitungkan dengan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan
oleh penjual.
3 Jika transaksi murabahah tidak
dilaksanakan, maka urbun
dikembalikan kepada nasabah
setelah dikurangi dengan biaya-
biaya yang telah dikeluarkan bank.
Sesuai
Penyajian dan Pengungkapan
Penyajian
1 Piutang murabahah disajikan
sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan
1 Piutang murabahah disajikan
sebesar nilai bersih yang dapat
direalisasikan, yaitu saldo piutang
murabahah dikurangi penyisihan
63
kerugian piutang kerugian piutang
2 Margin murabahah tangguhan
disajikan sebagai pengurang (contra
account) piutang murabahah.
2 Margin murabahah tangguhan
disajikan sebagai pos lawan piutang
murabahah.
3 Beban murabahah tangguhan
disajikan sebagai pengurang (contra
account) hutang murabahah.
3 Persedian disajikan sebagai aktiva
persediaan.
Pengungkapan
1 Harga perolehan aset murabahah; 1 Rincian piutang murabahah
berdasarkan jumlah, jangka waktu,
jenis valuta, kualitas piutang dan
penyisihan penghapusan piutang
murabahah.
2 Janji pemesanan dalam murabahah
berdasarkan pesanan sebagai
kewajiban atau bukan;
2 Jumlah piutang murabahah yang
diberikan kepada pihak yang
mempunyai hubungan istimewa.
3 Pengungkapan yang diperlukan
sesuai PSAK : 101 Penyajian
Laporan Keuangan Syariah.
3 Kebijakan dan metode akuntansi
untuk penyisihan, penghapusan dan
penanganan piutang murabahah
yang bermasalah.
4 Besarnya piutang murabahah baik
yang dibiayai sendiri oleh bank
maupun secara bersama-sama
dengan pihak lain sebesar bagian
pembiayaan bank.
5 Rincian saldo persediaan
berdasarkan jenis akad, harga
perolehan, nilai relaisasi bersih.
6 Jumlah dari setiap pemulihan nilai
persediaan dari setiap penurunan
nilai persediaan yang diakui
sebagai penghasilan selama periode
pemulihan tersebut.
7 Kondisi atau peristiwa penyebab
terjadinya pemulihan nilai
persediaan.
8 Kebijakan akuntansi yang
digunakan dalam pengukuran
persediaan.
9 Saldo barang pesanan yang masih
harus diterima karena
64
pemasok/supplier tidak dapat
memenuhi janjinya.
Setelah melakukan analisa kesesuaian antara kebijakan akuntansi murabahah
yang diterapkan oleh Bank Syariah BRI kantor cabang Makassar dengan PSAK No.
102 (table 5.1), dapat ditarik kesimpulan bahwa secara umum, kebijakan murabahah
yang diterapkan oleh Bank Syariah BRI kantor cabang Makassar telah sesuai dengan
PSAK No. 102, walaupun masih terdapat kebijakan Bank Syariah BRI kantor cabang
Makassar yang belum diatur berdasarkan PSAK No. 102, hal ini perlu untuk dikaji
ulang karena dapat mempengaruhi saldo piutang murabahah dalam laporan keuangan.
Ketidaksesuaian Kebijakan Bank Syariah BRI dengan PSAK No. 102 tentang
Akuntansi murabahah pada tabel 5.1 diatas dijelaskan berdasarkan fiqh dan fatwa
DSN-MUI sebagai berikut:
I. Karakteristik
Karakteristik mencakup aturan-aturan dalam akad dan transaksi murabahah.
Hal-hal yang berkaitan dengan akad dan pelaksanaan transaksi perlu diperhatikan
karena inilah yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional.
Murabahah telah diatur dalam Fatwa DSN No. 04/DSN-MUI/IV/2000. Fatwa DSN-
MUI selanjutnya dapat dijadikan dasar dalam mengevaluasi kebijakan lembaga
keuangan syariah.
65
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, pada bagian karakteristik, terdapat kebijakan
yang belum diatur dalam kebijakan murabahah bank syariah BRI antara lain pada
kolom 5 dan 6. Masing-masing penjelasannya sebagai berikut :
Pada kolom 5, PSAK 102 : “Akad murabahah memperkenankan penawaran
harga yang berbeda untuk cara pembayaran yang berbeda sebelum akad murabahah
dilakukan”. Ketentuan ini dapat dijelaskan dengan contoh kasus, misalnya : seseorang
ingin menjual barangnya, dan dia menawarkan dua cara pembayaran dalam penjualan
barang tersebut kepada pembeli : cara pertama, secara tunai seharga Rp. 10.000.000
atau cara kedua, secara kredit seharga Rp. 12.000.000. Dalam buku fatwa-fatwa jual
beli yang disusun oleh Syaikh Ahmad bin „Abdurrazzaq ad Duwaisy di jelaskan
bahwa, diperbolehkan bagi seseorang menjual barangnya secara tidak tunai dengan
batas waktu tertentu, meskipun dia menaikkan harganya sampai pada batas waktu
tertentu. Pembeli dapat membeli barang tersebut dengan pembayaran tunai atau
dengan cara mengangsur. Namun, jika akad tersebut telah disepakati, maka hanya ada
satu harga (harga dalam akad) yang digunakan.
Adapun larangan nabi Shallallahu „Alaihi Wasallam untuk melakukan dua
akad dalam satu jual beli, maka jumhur ulama menafsirkan dengan penafsiran : “Bila
seseorang menjual mobil atau lainnya kepada orang lain dengan harga sepuluh ribu
dengan pembayaran tunai, atau dua belas ribu dengan pembayaran kredit, kemudian
mereka berdua berpisah dari tempat berlangsungnya transaksi tanpa ada kesepakatan
dengan satu dari dua pilihan: pembayaran tunai atau kredit, maka penjualan dengan
66
cara ini tidak boleh, dan tidak sah, karena akad yang dijalankan tidak diketahui,
apakah dengan pembayaran tunai atau dikredit.
Diantara dalil persyaratan ini ialah hadits berikut:
“Dari sahabat Abu Hurairah radiallahu‟anhu ia menuturkan: Rasulullah
Shallallahu „Alaihi Wasallam melarang dua akad penjualan dalam satu akad
penjualan.” ( HR.Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasaa‟I, Ibnu Hibban dan
dihasankan oleh Al-Albani)
Namun, jika kedua belah pihak (penjual dan pembeli) bersepakat sebelum
berpisah dari tempat pelaksanaan jual beli untuk memilih salah satu dari kedua cara
pembayaran tersebut; tunai atau kredit; kemudian keduanya berpisah setelah
menentukan pilihan tersebut, jual beli itu sah. Karena harga penjualan dan cara
pembayaran telah jelas.( Syaikh Ahmad bin „Abdurrazzaq ad Duwaisy: 151 dan 191).
Pada kolom 6, PSAK 102 : “Harga yang disepakati dalam murabahah adalah
harga jual, sedangkan biaya perolehan harus diberitahukan. Jika penjual mendapatkan
diskon sebelum akad murabahah, maka diskon itu merupakan hak pembeli.”
Pernyataan ini telah sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional NO: 04/DSN-
MUI/IV/2000 tentang ketentuan umum murabahah bahwa: “harga jual senilai harga
beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur
harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. Dan Fatwa
Dewan Syariah Nasional NO: 16/DSN-MUI/IX/2000 tentang ketentuan umum diskon
dalam murabahah bahwa; “Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan
biaya yang diperlukan ditambah keuntungan sesuai dengan kesepakatan dan jika
67
dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya
adalah harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah.”
II. Pengakuan dan pengukuran .
Berdasarkan tabel 5.1 diatas, pada bagian pengakuan dan pengukuran,
terdapat kebijakan yang tidak diatur dalam kebijakan murabahah bank syariah BRI
antara lain pada Butir I tentang “pengakuan dan pengukuran aset murabahah” point
ke 2, butir II tentang “diskon murabahah” point 1 dan 2, serta butir V tentang
potongan angsuran murabahah” point 3 . Masing-masing penjelasannya sebagai
berikut :
Penjelasan butir I point ke 2 tentang “pengakuan dan pengukuran aset
murabahah terhadap aset yang mengalami penurunan nilai sebelum diserahkan
kepada nasabah” (lihat tabel 5.1), Merupakan kewajiban setiap orang muslim yang
beriman kepada Allah Ta‟ala dan hari akhir, untuk senantiasa berbuat jujur dalam
segala urusannya, termasuk ketika berjual beli. Sehingga bila ia mengetahui bahwa
pada barang yang diperjualbelikan ada cacatnya, ia berkewajiban untuk
memberitahukannya kepada calon pembeli. Sehingga bila pembeli benar-benar
mendapatkan barang sesuai dengan yang diharapkan, ia akan sepenuhnya rela dengan
pembeliannya tersebut. Dan bila pembeli benar-benar rela dengannya, maka harga
pembelian yang diterima oleh penjual benar-benar halal, serta diberkahi Allah Ta‟ala:
“ Dari sahabat Hakim bin Hizam radiallahu‟anhu dari Nabi Shallallahu
„Alaihi Wasallam beliau bersabda: “Kedua orang penjual dan pembeli
68
masing-masing memiliki hak pilih selama keduanya belum berpisah, bila
keduanya berlaku jujur dan menjelaskan, maka akan diberkahi untuk mereka
penjualannya, dan bila mereka berlaku dusta dan saling menutup-nutupi,
niscaya akan diahpuskan keberkahan penjualannya.” (muttafaqun „alaihi)
Oleh karena itu, ketika suatu saat nanti terbukti bahwa barang yang ia jual ada
cacatnya dan ia tidak memberitahukannya kepada pembeli, syariat islam memberikan
hak kepada pembeli untuk membatalkan pembeli dan menarik kembali uang
pembayarannya, walaupun pembeli telah menggunakan barang tersebut. Hal ini
berdasarkan hadits berikut :
“ Dari Aisyah radiallahu‟ anhu‟: bahwa seorang lelaki yang membeli seorang
budak, kemudian ia memperkerjakannya, lalu ia mendapatkan pada budak
tersebut cacat, sehingga ia mengembalikannya (kepada penjual). Maka
penjual mengadu (kepada Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam) dan
berkata: wahai Rasulullah , sesungguhnya ia telah memperkerjakan budakku?
Maka Rasulullah bersabda: “Keuntungan itu adalah imbalan atas tanggung
jawab/ jaminan.” (HR.Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah,Al-Hakim, Al-
Baihaqi dan dihasankan oleh Al-Albani)
Sebagian ulama lainnya mengungkapkan definisi aib/cacat yang dimaksud
dengan ucapan yang lebih simple, yaitu: “setiap hal yang menyebabkan berkurangnya
harga suatu barang.”
Dari definisi dan juga penjelasan sebelumnya dapat dipahami bahwa cacat
yang dapat menjadi alasan untuk membatalkan penjualan ialah cacat yang terjadi
pada barang sebelum terjadinya akad penjualan, atau disaat sedang akad penjualan
berlangsung atau sebelum barang tersebut diserah terimakan kepada pembeli. Yang
demikian itu karena barang tersebut pada tiga keadaan ini merupakan tanggung jawab
penjual. (Muhammad Arifin bin Badri, MA:2008)
69
Penjelasan butir II tentang “diskon murabahah” point 1 dan 2 : Ketentuan
umum tentang diskon murabahah telah dimuat dalam fatwa Dewan Syari'ah Nasional
No: 16/DSN-MUI/IX/2000 Tentang Diskon Dalam Murabahah, bahwa : “Jika dalam
jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah
harga setelah diskon; karena itu, diskon adalah hak nasabah. Jika pemberian diskon
terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian
(persetujuan) yang dimuat dalam akad.” Tetapi dalam penetapan pengakuan dan
pengukuran diskon murabahah selama tidak menyelisihi syariat dan tidak
mengandung unsur penipuan (najesy) maka hukumnya boleh. Dalam ilmu fiqih
dikenal sebuah kaedah besar yang berbunyi : “Hukum asal dalam segala hal boleh,
hingga ada dalil yang menunjukkan akan keharamannya.” (Muhammad Arifin bin
Badri, MA:2008)
“Dari sahabat ibnu „Umar Radiallahu „Anhu, ia menuturkan: “Nabi
Shallallahu „Alaihi Wasallam melarang perbuatan najesy.” (muttafaqun
„alaihi)
Penjelasan butir V tentang “potongan angsuran murabahah” point 3 : oleh para
ahli fiqih dikenal istilah “potong dan percepatlah pembayaran.” Mengenai
kebolehannya masih terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama. Dan yang benar
adalah pendapat mereka yang membolehkan “pemotongan harga dan percepatan
pembayaran.” Yang demikian itu berdasarkan riwayat dari Imam Ahmad dan menjadi
pilihan Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim, yang dinisbatkan kepada Ibnu „Abbas
Radiallahu „anhu.
70
Dengan nada membolehkan Ibnul Qayyim Rahimahullah mengatakan:
“Karena praktek tersebut kebalikan dari praktek riba. Riba mengandung penambahan
pada salah satu pihak, sebagai ganti dari dilampauinya jangka waktu, sedangkan
praktek ini mengandung keterlepasan tanggung jawabnya dari salah satu pihak
sebagai imbalan dari berhentinya akhir jangka waktu. Dengan demikian, sebagian
kewajiban pembayaran gugur sebagai ganti gugurnya sebagian jangka waktu yang
diberikan. Dengan demikian masing-masing pihak mendapatkan keuntungan dan
dalam praktek tersebut tidak ada riba, baik dalam pengertian sebenarnya, bahasa,
maupun tradisi. Sebab, riba berarti tambahan. Sedang praktek di atas sama sekali
tidak mengandung pengertian itu. Orang-orang yang mengharamkan hal tersebut
mengqiyaskannya dengan riba. Padahal tampak jelas perbedaan antara ucapan: “Baik
kamu harus menambah atau kamu akan melunasinya”, dan ucapan: “Segerakan
pembayaran kepada saya dan saya akan berikan kepadamu seratus.” Itu jelas tidak
ada kesamaan antara keduanya. Tidak ada nash, ijma‟ maupun qiyas shahih yang
mengharamkan hal tersebut. ( Syaikh Ahmad bin „Abdurrazzaq ad Duwaisy, 2005:
161).
Namun, jika potongan angsuran disebabkan oleh penurunan kemampuan
pembeli. Allah Subahanahu wa Ta‟ala berfirman :
71
Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa. (
QS. Al Baqarah: 276)
Pada ayat ini Allah Ta‟ala mengancam para pemakan riba dan kemudian
dilanjutkan dengan menyebutkan ganjaran yang akan diterima oleh orang yang
bersedekah. Dan dalam ayat lain Allah Ta‟ala berfirman :
Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh
sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang)
itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui. (QS. Al Baqarah:280).
Potongan pelunasan angsuran murabahah telah diatur dalam Fatwa Dewan
Syari'ah Nasional No: 46/DSN-MUI/II/2005 tentang Potongan Tagihan Murabahah
(Khashm Al-Murabahah) bahwa “LKS boleh memberikan potongan dari total
kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transaksi (akad) murabahah yang telah
melakukan kewajiban pembayaran cicilannya dengan tepat waktu dan nasabah yang
mengalami penurunan kemampuan pembayaran.”
III. Penyajian dan Pengungkapan
Allah Subahanahu Wa Ta‟ala berfirman:
…
72
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara
tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan
janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah
mengajarkannya, …
5.2 Jurnal Akuntansi Murabahah.
5.2.1 Jurnal akuntansi berdasarkan kebijakan PT Bank Syariah BRI Kantor
Cabang Makassar.
Dalam pelaksanaannya, jurnal akuntansi murabahah oleh pihak Bank dimulai
pada saat pengadaan aktiva non-kas hingga pada saat penyelesaian pembiayaan
murabahah.
1. Pada saat pembayaran uang muka kepada pemasok. Akun Piutang murabahah
didebet karena aktiva belum diperoleh, sebaliknya akun Kas berkurang sehingga
harus dikredit. Jurnalnya:
Dr.Piutang uang muka xxx
Cr.Kas xxx
2. Pada saat perolehan barang murabahah. Akun Persediaan bertambah didebet,
sebaliknya akun Piutang uang muka dikredit karena uang muka merupakan
bagian dari pelunasan piutang kemudian akun kas berkurang dikredit sebesar
kekurangan dari pelunasan piutang. Jurnalnya:
Dr.Persediaan aktiva murabahah xxx
Cr.Piutang uang muka xxx
Cr.Kas/rekening pemasok xxx
73
3. Pada saat dibatalkan, sebagian uang muka diterima kembali.
Dr.Kas/rekening pemasok xxx
Dr.Beban operasional lain xxx
Cr.Piutang uang muka xxx
4. Bila terjadi penurunan nilai aktiva karena usang, misalnya rusak, kadaluarsa dan
ketinggalan teknologi. Penurunan nilai tersebut diakui sebagai kerugian dan
mengurangi nilai aset (persediaan). Jurnalnya:
Dr.Kerugian penurunan nilai persediaan-aktiva murabahah xxx
Cr.Persediaan-aktiva murabahah xxx
5. Bila terjadi penurunan nilai wajar persediaan dibawah harga perolehannya.
Dr.Beban selisih penilaian aktiva murabahah xxx
Cr.Selisih penilaian persediaan aktiva murabahah xxx
6. Bila terjadi kenaikan nilai wajar setelah terjadi penurunan nilai wajar persediaan.
Dr.Selisih penilaian persediaan aktiva murabahah xxx
Cr.Keuntungan selisih penilaian persediaan murabahah xxx
7. Pada saat perolehan aktiva murabahah, aset murabahah diakui sebagai
persediaan sebesar biaya perolehan. Ini berarti, penambahan (debet) terhadap
akun persediaan, dan pengurangan (kredit) terhadap akun kas. Jurnalnya:
Dr.Persediaan/aktiva murabahah xxx
Cr.Kas/rekening pemasok xxx
74
8. Pada saat penjualan/penyerahan kepada nasabah (akad murabahah), piutang
murabahah diakui sebesar biaya perolehan ditambah dengan keuntungan yang
disepakati. Ini berarti, penambahan (debet) terhadap akun piutang, penurunan
(kredit) akun persediaan sebesar biaya perolehan persediaan, dan penambahan
(kredit) margin murabahah yang ditangguhkan sebesar keuntungan yang ditelah
disepakati. Jurnalnya:
Dr.Piutang murabahah xxx
Cr.Persediaan/aktiva murabahah xxx
Cr.Margin murabahah yang ditangguhkan xxx
9. Uang muka (urbun).
(a) Penerimaan uang muka (urbun) dari nasabah. Urbun diakui sebagai uang
muka pembelian sebesar jumlah yang diterima. Ini berarti, penambahan
(debet) terhadap akun kas dan penambahan (kredit) terhadap akun kewajiban
lain. Jurnalnya:
Dr.Kas xxx
Cr.Kewajiban lain-uang muka murabahah xxx
(b) Pembatalan pesanan, pengembalian urbun kepada nasabah. Dalam kondisi
ini, kewajiban lain menurun (debet), pendapatan operasional bertambah
(kredit) sebesar jumlah biaya yang telah dikeluarkan bank pada saat
pembelian aset murabahah, kemudian kas berkurang (kredit) sebesar selisih
antara uang muka dengan biaya yang telah dikeluarkan bank. Jurnalnya:
75
Dr.Kewajiban lain-uang muka murabahah (urbun) xxx
Cr.Pendapatan operasional xxx
Cr.Kas/rekening pemasok xxx
(c) Apabila murabahah jadi dilaksanakan, maka urbun diakui sebagai bagian dari
pelunasan piutang. Ini berarti, penurunan (debet) pada akun kewajiban lain,
dan penurunan (kredit) pada akun piutang murabahah. Jurnalnya:
Dr.Kewajiban lain-uang muka murabahah (urbun) xxx
Cr.Piutang murabahah xxx
10. Pada saat penerimaan angsuran dari nasabah (pokok dan margin).
Dr.Kas xxx
Cr.Piutang murabahah xxx
Dr.Margin murabahah ditangguhkan xxx
Cr.Pendapatan margin murabahah xxx
11. Pengakuan pendapatan murabahah pokok dan margin.
Dr.Piutang murabahah jatuh tempo xxx
Cr.Piutang murabahah xxx
Dr.Margin murabahah yang ditangguhkan xxx
Cr.Pendapatan margin murabahah xxx
12. Penerimaan angsuran tunggakan pokok dan margin
Dr.Kas/rekening xxx
Cr.Piutang murabahah jatuh tempo xxx
76
13. Pemberian potongan pelunasan dini
(a) Jika pada saat penyelesaian, bank mengurangi piutang murabahah dan
keuntungan murabahah.
Dr.Kas/rekening xxx
Cr.Margin murabahah yang ditangguhkan xxx
Dr.Piutang murabahah xxx
Cr.Pendapatan margin murabahah xxx
(b) Jika setelah penyelesaian, bank terlebih dahulu menerima pelunasan piutang
murabahah dari nasabah, kemudian bank membayar potongan pelunasan dini
murabahah kepada nasabah dengan mengurangi keuntungan murabahah.
Dr.Kas xxx
Cr.Piutang murabahah xxx
Dr.Margin murabahah yang ditangguhkan xxx
Cr.Pendapatan margin murabahah xxx
Dr.Beban operasional-potongan pelunasan dini xxx
Cr.Kas/rekening xxx
14. Penerimaan denda dari nasabah. Denda diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Dr.Kas/rekening xxx
Cr.Rekening simpanan wadiah-dana kebajikan xxx
77
5.2.2 Jurnal akuntansi berdasarkan PSAK 102
Akuntansi untuk penjual.
1. Pada saat perolehan, aset murabahah diakui sebagai persediaan sebesar biaya
perolehan.
Dr.Aset Murabahah xxx
Cr.Kas/Aset Non Kas xxx
2. Untuk murabahah pesanan mengikat maka, dinilai sebesar biaya perolehan.
Jika penurunan nilai aset karena rusak atau usang atau kondisi lainnya sebelum
diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan
mengurangi nilai aset, jurnalnya :
Dr.Beban xxx
Cr.Aset Murabahah xxx
Untuk murabahah tanpa pesanan atau murabahah pesanan tidak mengikat
maka aset dinilai berdasarkan biaya perolehan atau nilai bersih yang dapat
direalisasi dan dipilih mana yang lebih rendah. Apabila nilai bersih yang dapat
direalisasi lebih rendah dari biaya perolehan maka selisihnya diakui sebagai
kerugian.
Jika terjadi penurunan nilai untuk murabahah pesanan tidak mengikat,
maka :
78
Dr.Kerugian xxx
Cr.Aset Murabahah xxx
3. Apabila terdapat diskon pada saat pembelian aset murabahah, maka
perlakuannya adalah sebagai berikut :
(a) Akan menjadi pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi
sebelum akad murabahah, jurnal :
Dr.Aset Murabahah xxx
Cr.Kas xxx
(b) Menjadi kewajiban kepada pembeli, jika terjadi setelah akad murabahah
dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak pembeli, jurnal :
Dr.Kas xxx
Cr.Hutang xxx
(c) Menjadi tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad
murabahah sesuai akad yang disepakati menjadi hak penjual, jurnal :
Dr.Kas xxx
Cr.Keuntungan Murabahah xxx
(d) Pendapatan operasional lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak
diperjanjikan dalam akad , jurnal :
Dr.Kas xxx
Cr.Pendadapatan Operasional Lain xxx
79
4. Kewajiban penjual kepada pembeli atas pengembalian potongan tersebut akan
tereliminasi pada saat
(a) Dilakukan pembayaran kepada pembeli, sehingga jurnal :
Dr.Utang xxx
Cr.Kas xxx
Atau
(b) Akan dipindahkan sebagai dana kebajikan jika pembeli sudah tidak dapat
dijangkau oleh penjual, jurnal :
Dr.Utang xxx
Cr.Kas xxx
Dr.Dana Kebajikan Kas xxx
Cr.Dana kebajikan potongan pembelian xxx
5. Keuntungan murabahah diakui :
(a) Pada saat terjadinya akad murabahah jika penjualan dilakukan secara tunai
atau tangguh sepanjang masa angsuran murabahah tidak melebihi satu
periode laporan keuangan maka keuntungan langsung diakui pada periode
tersebut. Jurnal :
80
Dr.Kas xxx
Dr.Piutang Murabahah xxx
Cr.Aset Murabahah xxx
Cr.Keuntungan xxx
(b) Namun apabila lebih dari satu periode maka perlakuannya adalah sebagai
berikut :
(1) Keuntungan diakui saat penyerahan aset murabahah dengan syarat
apabila risiko penagihannya kecil, dicatat dengan cara yang sama
pada butir (a).
(2) Keuntungan diakui secara proporsional dengan besaran kas yang
berhasil ditagih dari piutang murabahah, maka jurnal :
Pada saat penjualan kredit dilakukan :
Dr.Piutang Murabahah xxx
Cr.Aset Murabahah xxx
Cr.Keuntungan tangguhan xxx
Pada saat penerimaan angsuran :
Dr.Kas xxx
Cr.Piutang Murabahah xxx
Dr.Keuntungan Tangguhan xxx
Cr.Keuntungan xxx
81
(3) Keuntungan diakui saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih,
dicatat dengan cara yang sama pada poin (2), hanya saja jurnal
pengakuan keuntungan dibuat saat seluruh piutang telah selesai di
tagih.
6. Pada saat akad murabahah piutang diakui sebesar biaya perolehan ditambah
dengan keuntungan yang disepakati. Pada akhir periode laporan keuangan,
piutang murabahah dinilai sebesar nilai bersih yang dapat direalisasi sama
dengan akuntansi konvensional, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan
kerugian piutang.
Dr.Beban Piutang tak Tertagih xxx
Cr.Penyisihan Piutang tak Tertagih xxx
7. Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada pembeli yang
melunasi tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang disepakati diakui
sebagai pengurang keuntungan murabahah.
(a) Jika potongan diberikan pada saat pelunasan, maka dianggap sebagai
pengurang keuntungan.
Dr.Kas xxx
Dr.Keuntungan ditangguhkan xxx
Cr.Piutang Murabahah xxx
Cr.Keuntungan xxx
82
(b) Jika potongan diberikan setelah pelunasan yaitu penjual menerima
pelunasan piutang dari pembeli dan kemudian membayarkan potongan
pelunasannya kepada pembeli. Jurnal :
Dr.Kas xxx
Dr.Keuntungan ditangguhkan xxx
Cr.Piutang Murabahah xxx
Cr.Keuntungan xxx
(sesuai porsi pengakuan keuntungan)
Dr.Pada saat pengembalian kepada pembeli
Dr.Keuntungan Murabahah xxx
Cr.Kas xxx
Jika potongan diberikan karena adanya penurunan kemampuan
pembayaran pembeli diakui sebagai beban:
Dr.Kas xxx
Dr.Keuntungan ditangguhkan xxx
Dr.Beban xxx
Cr..Piutang Murabahah xxx
Cr.Keuntungan xxx
8. Denda diakui sebagai bagian dana kebajikan.
Dr.Kas xxx
Cr.Dana Kebajikan Denda xxx
83
9. Jurnal yang terkait dengan penerimaan uang muka :
(a) Penerimaan uang muka dari pembeli.
Dr.Kas xxx
Cr.Utang Lain-Uang Muka Murabahah xxx
(b) Apabila murabahah jadi dilaksanakan.
Dr.Utang Lain-Uang Muka Murabahah xxx
Cr.Piutang Murabahah xxx
Sehingga untuk penentuan margin keuntungan didasarkan atas nilai
piutang (harga jual kepada pembeli setelah dikurangi uang muka)
(c) Pesanan dibatalkan, jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli
lebih besar dari pada biaya yang dikeluarkan penjual,maka selisihnya
dikembalikan. Jurnal :
Dr.Utang Lain-Uang Muka Murabahah xxx
Cr.Pendapatan operasional xxx
Cr.Kas xxx
(d) Pesanan dibatalkan, jika uang muka yang dibayarkan oleh calon pembeli
lebih kecil dari pada biaya yang dikeluarkan penjual.
Dr.Kas/Piutang xxx
Dr.Utang Lain-Uang Muka Murabahah xxx
Cr.Pendapatan Operasional xxx
84
(e) Jika perusahaan menanggung kekurangannya atau uang muka sama
dengan beban yang dikeluarkan.
Dr.Utang Lain-Uang Muka Murabahah xxx
Cr.Pendapatan Operasional xxx
Akuntansi untuk pembeli.
1. Aset yang diperoleh melaui transaksi murabahah diakui sebesar biaya
perolehan murabahah tunai.
Dr.Aset xxx
Dr.Beban Murabahah Tangguhan xxx
Cr.Utang murabahah xxx
Jika ada uang muka :
Dr.Uang muka xxx
Cr.Kas xxx
Dr.Aset xxx
Dr.Beban Murabahah Tangguhan xxx
Cr.Uang Muka xxx
Cr.Utang Murabahah xxx
2. Selisih antara harga beli yang disepakati dengan biaya perolehan tunai diakui
sebagai beban murabahah tangguhan. Beban murabahah tangguhan
diamortisasi secara proporsional dengan porsi uatang murabahah. Jurnal :
85
Dr.Utang Murabahah xxx
Cr.Kas xxx
Dr.Beban xxx
Cr.Beban Murabahah Tangguhan xxx
3. Diskon pembelian yang diterima setelah akad murabahah, potongan pelunasan
dan potongan utang murabahah sebagai pengurang beban murabahah
tangguhan.
Dr.Kas xxx
Cr.Beban Murabahah Tangguhan xxx
Jurnal untuk potongan pelunasan dan potongan uang murabahah:
Dr.Utang Murabahah xxx
Cr.Kas xxx
Dr.Beban xxx
Cr.Beban Murabahah Tangguhan xxx
4. Denda yang dikenakan akibat kelalaian dalam melakukan kewajiban sesuai
dengan akad diakui sebagai kerugian.
Dr.Kerugian xxx
Cr.Kas/Utang xxx
5. Potongan uang muka akibat pembeli akhir batal membeli barang diakui sebagai
kerugian. Jurnal :
86
Dr.Uang muka xxx
Cr.Kas xxx
Dr.Kas xxx
Dr.Kerugian xxx
Cr.Uang Muka xxx
5.3 Kebijakan untuk Piutang Murabahah yang Bermasalah
5.3.1 Penyisihan Kerugian Piutang
Pada akhir periode laporan keuangan, piutang murabahah dinilai sebesar nilai
bersih yang dapat direalisasi, yaitu saldo piutang dikurangi penyisihan kerugian
piutang. Contoh penyajian piutang dalam neraca tampak seperti dibawah ini:
Piutang murabahah Rp. 17.881.000.000
Dikurangi: penyisihan piutang tak tertagih Rp. 1.370.050.000
Piutang murabahah neto Rp. 16.510.950.000
Terdapat dua cara dalam menaksir jumlah penyisihan kerugian piutang, yaitu: (1)
berdasarkan saldo piutang, dan (2) berdasarkan saldo penjualan. Adapun metode
akuntansi yang diterapkan oleh PT Bank Syariah BRI dalam menaksir penyisihan
kerugian piutang murabahah yaitu penyisihan atas dasar saldo piutang. Saldo yang
dipakai adalah rata-rata antara saldo piutang pada awal dan akhir periode.
Ilustrasi perhitungan penyisihan kerugian piutang dapat digambarkan sebagai
berikut:
87
Saldo piutang rata-rata = Rp. 9.520.000.000 + Rp. 17.881.000.00
2
= Rp. 27.401.000.000
Penyisihan kerugian piutang = 5% x 27.401.000.000
= Rp. 1.370.050.000.
Jumlah penyishan sebesar Rp 1.370.050.000 akan muncul di neraca sebagai
saldo penyisihan kerugian piutang. Jumlah inilah yang akan dikurangkan ke akun
piutang murabahah untuk memperoleh nilai piutang murabahah yang dapat direalisasi.
5.3.2 Penghapusan dan Penyelesaian Piutang Murabahah yang bermasalah
Untuk menangani piutang murabahah bagi nasabah yang tidak bisa
menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, PT Bank Syariah BRI terlebih dahulu melakukan survey ke nasabah untuk
mengetahui mengapa nasabah tersebut tidak dapat melunasi hutangnya pada saat jatuh
tempo. Langkah yang digunakan adalah menawarkan penyelesaian dengan jalan : (1)
Memperpanjang jangka waktu murabahah, (2) Mengurangi angsuran murabahah,
sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
PT Bank Syariah BRI dapat melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah
yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang
telah disepakati, dengan ketentuan:
a. Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui
PT Bank Syariah BRI dengan harga pasar yang disepakati.
88
b. Nasabah melunasi hutangnya kepada PT Bank Syariah BRI dari hasil
penjualannya ditambah biaya administrasi.
c. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka PT Bank Syariah BRI
mengembalikan sisanya kepada nasabah.
d. Apabila hasil penjualan tidak dapat menutupi jumlah hutang maka PT Bank
Syariah BRI dapat meminta kekurangannya kepada nasabah.
Setelah ketentuan diatas dilaksanakan, maka PT Bank Syariah BRI akan
melakukan penghapusan piutang. Dalam penghapusan piutang, saldo piutang kepada
pelanggan tertentu dikeluarkan dari catatan perusahaan. Dengan penghapusan piutang
tersebut, nama dan saldo piutang pelanggan yang bersangkutan tidak akan muncul lagi
dalam rincian piutang. Untuk menggambarkan pencatatan penghapusan piutang
anggaplah bahwa saldo piutang murabahah pada tanggal 31 Desember 2008 adalah
Rp.17.881.000.000 . saldo penyisihan piutang tak tertagih yang berhubungan
dengannya untuk tanggal yang sama adalah Rp. 1.370.050.000 pada tanggal 15 januari
2009 diputuskan bahwa piutang murabahah nyonya A.aryani sebesar Rp. 13.000.000
dihapuskan karena yang bersangkutan dikatakan bangkrut. Ayat jurnal yang perlu
dibuat untuk mencatat penghapusan piutang ini adalah sebagai berikut:
Dr.Penyisihan Kerugian Piutang Rp. 13.000.000
Cr.Piutang Murabahah Rp. 13.000.000
89
Ayat jurnal diatas tidak mempengaruhi jumlah yang dapat direalisasi dari
piutang murabahah, karena beban yang berhubungan dengan tidak tertagihnya piutang
telah dicatat pada waktu dibuat penyisihan.
5.3.3 Penerimaan Setoran Nasabah yang telah dihapuskan
Adakalnya, tanpa diduga-duga , piutang yang telah dihapuskan, ternyata dapat
ditagih. Dalam hal ini, kebijakan yang diambil oleh PT. Bank Syariah BRI yaitu
dengan mengacu pada PSAK 31 (revisi 2000), paragraph 40, “ Penerimaan kredit yang
telah dihapuskan diakui sebagai penyesuaian terhadap penyisihan kerugian piutang
sebesar nilai pokok. Anggaplah bahwa dalam ilustrasi diatas, pada tanggal 1 juni 2009
Nyonya. A. Aryani datang dan melunasi hutangnya. Ayat jurnal yang harus dibuat
untuk kejadian ini adalah:
(1)
Dr.Piutang Murabahah Rp. 13.000.000
Cr.Penyisihan Kerugian Piutang Rp. 13.000.000
(menyatakan kembali piutang A. Aryani yang sebelumnya telah dihapuskan)
(2)
Dr. Kas/Bank Rp. 13.000.000
Cr.Piutang Murabahah Rp. 13.000.000
(mencatat penerimaan uang dari penagihan piutang seperti biasa dilakukan)
90
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara umum, kebijakan murabahah yang diterapkan oleh Bank Syariah BRI
kantor cabang Makassar telah sesuai dengan PSAK No. 102, walaupun masih
terdapat kebijakan Bank Syariah BRI kantor cabang Makassar yang belum diatur
berdasarkan PSAK No. 102.
2. Baik kebijakan murabahah yang diterapkan oleh PT Bank Syariah BRI maupun
yang tercantum dalam PSAK No. 102, telah mengacu pada ketentuan umum
murabahah yang diatur dalam Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 04/DSN-
MUI/Iv/2000 Tentang Murabahah.
3. Pencatatan piutang murabahah oleh bank pada jurnal mencakup seluruh transaksi
murabahah yang meliputi: (i) pengadaan aktiva murabahah diawali pada saat
pembayaran uang muka kepada pemasok, saat perolehan aktiva murabahah, dan
saat pengadaan aktiva murabahah dibatalkan; (ii) proses akad pembiayaan yang
meliputi pencatatan pada saat penjualan aktiva, pencatatan atas urbun
(penerimaan uang muka) dari nasabah; dan (iii) setelah proses akad, yang
meliputi penerimaan angsuran dari nasabah baik pokok maupun margin,
pengakuan pendapatan dan penerimaan angsuran tunggakan, pemberian
potongan pelunasan dini serta penerimaan denda dari nasabah.
91
4. Dalam menaksir penyisihan kerugian piutang PT Bank Syariah BRI,
menggunakan metode “Penyisihan atas Dasar Saldo Piutang” dengan
menetapkan suatu persentase terhadap saldo piutang. Saldo yang dipakai adalah
rata-rata antara saldo piutang pada awal dan akhir periode.
5. Ketentuan yang dilakukan PT Bank Syariah BRI dalam penyelesaian hutang
murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi
pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, antara lain: (i)
Obyek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui
PT Bank Syariah BRI dengan harga pasar yang disepakati, (ii) Nasabah melunasi
hutangnya kepada PT Bank Syariah BRI dari hasil penjualannya ditambah biaya
administrasi, (iii) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka PT Bank
Syariah BRI mengembalikan sisanya kepada nasabah, (iv) Apabila hasil
penjualan tidak dapat menutupi jumlah hutang maka PT Bank Syariah BRI
dapat meminta kekurangannya kepada nasabah. Setelah ketentuan diatas
dilaksanakan, maka PT Bank Syariah BRI akan menghapus hutang nasabah
yang bersangkutan dari catatan perusahaan.
6. Dalam mengakui penerimaan tagihan nasabah yang telah dihapuskan PT. Bank
Syariah BRI mengacu pada PSAK No.31 (revisi tahun 2000).
6.2 Saran
Adapun saran penulis, terhadap PT. Bank Syariah BRI Kantor Cabang Makassar,
untuk mendukung tercapai pengakuan dan pengukuran piutang murabahah yang tepat
92
agar melakukan penyesuaian kebijakan murabahah yang diterapkan, sesuai PSAk No.
102 tentang akuntansi murabahah dan senantiasa memperhatikan penerapan prinsip-
prinsip syariah didalam setiap aktivitas perusahaan.
Untuk menentukan kebijakan dalam mengakui penerimaan tagihan nasabah yang
telah dihapuskan, hendaknya PT. Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia tetap merujuk
pada ketentuan penyelesaian yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional-
Majelis Ulama Indonesia, karena aturan yang tercantum dalam PSAK No.31 masih
menganut prinsip perbankan konvensional.
Diharapkan kepada PT. Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia , untuk selalu
membuka akses kepada mahasiswa dalam melakukan penelitian terutama yang
berkaitan dengan teknis pelaksanaan transaksi bank agar mahasiswa dapat menyusun
skripsi dengan lebih baik dan dapat memberikan saran yang lebih baik pula kepada PT.
Bank Syariah Bank Rakyat Indonesia .
93
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur‟an dan Hadits
Ad-Duwaisy, Syaikh Ahmad bin „Abdurrazzak. 2006.Fatwa-Fatwa Jual beli oleh
Ulama-Ulama Besar Terkemuka. Cetakan Kedua. Bogor: Penerbit Pustaka
Imam Asy-Syafi‟i.
Arifin bin Badri Muhammad, MA. 2008. Sifat Perniagaan Nabi Sallahu‟alaihi Wa
Sallam. Bogor: Penerbit Pustaka Darul Ilmi.
Arifin Zainul, Drs. Mba. 2005. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Cetakan
ketiga. Jakarta: Penerbit Pustaka Alvabet Anggota IKAPI.
IAI, Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah, 2008.
IAI, Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 102 tentang akuntansi
Murabahah, 2008.
Karim Adiwarman, IR. H. 2007. Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Jakarta:
penerbit Gema Insani.
Muhammad, Drs. M. Ag. 2002. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: Penerbit
UUP AMP YKPN.
Rifai mohammad, DR. 2002. Konsep Perbankan Syari‟ah. Semarang: Penerbit
Wicaksana.
Sugiono, Dr. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan Kelima. Bandung: Penerbit
CV Alfabeta.
Soemarso S. R. 2004. Akuntansi Suatu Pengantar. Edisi Kelima. Jakarta: Penerbit
Salemba Empat.
94
Syafi‟i Antonio Muhammad. 2001. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Cetakan ke
satu. Jakarta: Penerbit Gema Insani Press.
Syahatan Husein, DR. 2001. Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam. Cetakan
Pertama. Jakarta: Penerbit Akbar Media Eka Sarana.
Wirdyianingsih, SH., MH., et al. 2005. Bank dan Asuransi Islam di Indonesia.
Cetakan pertama. Jakarta: Percetakan Kencana.
Zulkifli Sunarto. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta:
Penerbit Zikrul Hakim.