Penepungan

51
LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENEPUNGAN TEPUNG UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) Oleh Nama : Raden Fanny Megayanti NRP : 123020347 Kelompok : M Meja : 2 (Dua) Tanggal Praktikum : 02 Maret 2015 Asisten : M. Chandra Andriansyah LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

description

Laporan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan - Penepungan

Transcript of Penepungan

LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN

TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENEPUNGANTEPUNG UBI JALAR

(Ipomoea batatas L.)

Oleh

Nama : Raden Fanny MegayantiNRP : 123020347Kelompok : MMeja : 2 (Dua)Tanggal Praktikum : 02 Maret 2015Asisten : M. Chandra Andriansyah

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN

BANDUNG2015

I PENDAHULUAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Percobaan, (2)

Tujuan Percobaan, dan (3) Prinsip Percobaan.

1.1. Latar Belakang

Serealia dan umbi-umbian banyak tumbuh di Indonesia. Produksi serealis

terutama beras sebagai bahan pokok dan umbi-umbian cukup tinggi. Begitu pula

dengan bertambahnya penduduk, kebutuhan akan serealis dan umbi-umbian

sebagai sumber energi pun terus meningkat. Tanaman dengan kadar karbohidrat

tinggi seperti halnya serealia dan umbi-umbian pada umumnya tahan terhadap

suhu tinggi. Serealia dan umbi-umbian sering dihidangkan dalam bentuk segar,

rebusan atau kukusan, hal ini tergantung dari selera.

Usaha penganekaragaman pangan sangat penting artinya sebagai usaha

untuk mengatasi masalah ketergantungan pada satu bahan pangan pokok saja.

Misalnya dengan mengolah umbi-umbian menjadi berbagai bentuk awetan yang

mempunyai rasa khas dan tahan lama disimpan. Bentuk olahan tersebut berupa

tepung, gaplek, tapai, keripik dan lainya. Hal ini sesuai dengan program

pemerintah khususnya dalam mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan,

terutama non-beras.

Pada umumnya, umbi-umbian mengandung kadar protein lebih rendah

dibanding serelia, hanya sekitar 0,5-1,5 g% tetapi kandungan protein ini lebih

tinggi bila dibandingkan dengan kelompok ekstrak tepung. Jenis umbi yang

termasuk bahan makanan pokok yang cukup berarti di Indonesia adalah singkong

dan ubi jalar, sedangkan talas dan gadung tidak memegang peranan penting

sebagai bahan pokok.

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) daging umbi biasanya mengandung serat,

ada yang sedikit ada yang banyak.Komposisi ubi jalar mengandung beberapa jenis

oligosakarida yang dapat menyebabkan flatulens, yaitu stakiosa, rafinosa, dan

verbaskosa. Oligosakarida penyebab flatulens ini tidak dapat dicerna oleh bakteri

karen atidak adanya enzim galaktosida tetapi dicerna oleh bakteri pada usus

bagian bawah. Hal ini menyebabkan terbentuknya gas dalam usus.Ubi jalar dapat

dibuat tepung dengancara langsung ubi jalar dihancurkan dan kemudian

dikeringkan, tetapi dapat pula dibuat dari gaplek ubi jalar yang dihaluskan

(digiling) dan kemudian diayak (disaring). Pembuatan tepung ubi jalar dilakukan

dengan cara pengeringan/penjemuran irisan tipis daging ubi jalar yang telah

dikupas dan dicuci bersih.

Salah satu cara yang digunakan untuk menghindari berbagai kerusakan

dan untuk memperpanjang masa simpan adalah dengan cara pengeringan dan

penepungan.Pengeringan merupakan metode pengawetan bahan pangan dengan

menurunkan kadar air. Secara tradisional, bahan pangan dikeringkan dengan sinar

matahari tetapi saat ini beberapa bahan pangan didehidrasi di bawah kondisi

pengeringan yang terkendali dengan menggunakan aneka ragam metoda

pengeringan (Buckle, 1987).

Tepung merupakan bahan pangan yang awet disimpan dan bersifat luwes

untuk diolah menjadi berbagai jenis produk makanan. Secara komersial bentuk

tepung mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dalam sistem

agroindustri, oleh karena itu perlu dilakukan perakitan teknologi pengolahan

tepung ubi jalar (Damardjati, et al., 1993).

Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif

produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah

dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih

cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis.

Prosedur pembuatan tepung sangat beragam dibedakan berdasarkan sifat dan

komponen kimia bahan pangan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat apabila

dikupas (kelompok serealia) dan bahan pangan yang mudah menjadi coklat

(kelompok aneka umbi dan buah yang kaya akan karbohidrat) (Widowati, 2009).

1.2. Tujuan Percobaan

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan

pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroba atau

enzim dan insekta perusak dan menghasilkan bahan siap diolah lebih lanjut.

1.3. Prinsip Percobaan

Prinsip dari percobaan ini berdasarkan perpindahan panas secara konduksi

dan konveksi. Pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan diteruskan dengan

proses reduksi sampai berukuran 100 mesh hingga bahan berbentuk tepung.

II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN

Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Bahan Percobaan yang Digunakan,

(2) Alat Percobaan yang Digunakan, dan (3) Metode Percobaan.

2.1. Bahan Percobaan yang Digunakan

Bahan-Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah ubi jalar, air bersih,

dan Na2S2O5.

2.2. Alat Percobaan yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan untuk percobaan ini antara lain, pisau, ayakan

(saringan), kain waring, tray, tunnel dryer, talenan, loyang, mixer, baskom, dan

timbangan.

2.3. Metode Percobaan

Gambar 1. Metode Percobaan Penepungan dengan Blanching

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar dengan Blanching

Gambar 3. Metode Percobaan penepungan dengan Perendaman Na2S2O5

Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar dengan Perendaman Na2S2O5

Gambar 5. Metode Percobaan penepungan dengan Perendaman Air Biasa

Gambar 6. Diagram Alir Pembuatan Tepung Ubi Jalar dengan Perendaman Air

Sortasi

III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan membahas mengenai : (1) Hasil Percobaan dan (2) Pembahasan.

3.1. Hasil Percobaan

Berdasarkan pengamatan terhadap pembuatan tepung ubi jalar yang telah

dilakukan diperoleh hasil pengamatan yang dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Hasil Pengamatan Tepung Ubi Jalar (Blanching)

No Analisa Hasil Pengamatan

1 Basis 500 gram

2 Bahan utama Ubi Jalar

3 Bahan tambahan Uap Panas

4 Berat produk23,6 gram (W. Bahan kering)2,5 gram (W.T. Kasar)20,5 gram (W.T. Halus)

5 % Produk15,34% (% T. Halus)1,87% (% T. Kasar)2,54% (% loss produk)

6

Organoleptik1. Warna2. Rasa3. Aroma4. Tekstur5. Kenampakan

(Tepung Halus)Orange KegelapanKhas Ubi (Manis)Khas Ubi (Kuat)Agak KasarAgak Cerah

(Tepung Kasar)Orange TuaKhas Ubi (Manis)Khas Ubi (Kuat)KasarAgak Cerah

7 Gambar produk

Sumber : Kelompok M, Meja 2, (2015).

Tabel 2. Hasil Pengamatan Tepung Ubi Jalar (Perendaman Na2S2O5)

No Analisa Hasil Pengamatan

1 Basis 500 gram

2 Bahan utama Ubi Jalar

3 Bahan tambahan Na2S2O5

4 Berat produk25,9 gram (W. Bahan kering)0,9 gram (W.T. Kasar)24,3 gram (W.T. Halus)

5 % Produk18,2% (% T. Halus)0,6% (% T. Kasar)2,7% (% loss produk)

6

Organoleptik1. Warna2. Rasa3. Aroma4. Tekstur5. Kenampakan

(Tepung Halus)Orange KekuninganAgak ManisKhas UbiHalusCerah

(Tepung Kasar)Orange KekuninganAgak ManisKhas UbiKasarAgak Cerah

7 Gambar produk

Sumber : Kelompok M, Meja 2 (2015).

Tabel 3. Hasil Pengamatan Tepung Ubi Jalar (Perendaman Air)

No Analisa Hasil Pengamatan

1 Basis 500 gram

2 Bahan utama Ubi Jalar

3 Bahan tambahan Air biasa

4 Berat produk27,80 gram (W. Bahan kering)1,00 gram (W.T. Kasar)26,70 gram (W.T. Halus)

5 % Produk19,99% (% T. Halus)0,75% (% T. Kasar)0,32% (% Loss Product)

6

Organoleptik1. Warna2. Rasa3. Aroma4. Tekstur5. Kenampakan

(Tepung Halus)Orange PucatKhas UbiKhas UbiHalusCerah

(Tepung Kasar)Orange PucatKhas UbiKhas UbiKasarAgak Cerah

7 Gambar produk

Sumber : Kelompok M, Meja 2, (2015).

3.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung ubi jalar dengan cara

blanching didapatkan berat produk 46,6 gram dengan persentase produk 19,75%,

secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna orange kegelapan, rasa

manis, aroma khas ubi, tekstur agak kasar, dan kenampakan agak gelap.

Pembuatan tepung dengan cara direndam dengan Na2S2O5 dan air didapatkan berat

produk 51,1 gram dengan persentase produk 21,5%, secara organoleptik tepung

ubi jalar mempunyai warna orange kekuningan,rasa agak manis, aroma khas ubi,

tekstur halus, kenampakan cerah. Pembuatan tepung dengan cara direndam

dengan air didapatkan berat produk 55,5 gram dengan persentase produk 21,1%,

secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna orange pucat, rasa khas

ubi, aroma khas ubi, tekstur halus, kenampakan cerah.

Fungsi dari perlakuan pada proses pengeringan dan penepungan dilalui

beberapa tahap, yaitu sortasi, trimming, pencucian, penimbangan, reduksi

ukuran/pengirisan, blanching, pengeringan, penggilingan, pengayakan,

penimbangan, pengemasan dan dilakukan pengamatan.

Sortasi (pemilihan) dilakukan untuk memilih ubi jalar yang benar-benar

bagus fisiknya, dan mulus (tidak cacat). Jika cacat atau busuk maka tepung yang

dihasilkan tidak bagus.

Setelah dilakukan sortasi bahan, kemudian dilakukan proses trimming

yaitu pembersihan ubi jalar dari kotoran dan bagian yang tidak diperlukan lainnya.

Setelah itu dilakukan pencucian dengan air agar bahan terbebas dari kotoran yang

menempel pada ubi kayu. Pengirisan/reduksi ukuran dilakukan setelah pencucian.

Reduksi ukuran adalah pemecahan bahan menjadi bagian-bagian yang

lebih kecil, dimana proses pengecilan ukuran merupakan suatu proses yang

penting dalam industri pangan. Tujuan pengecilan ukuran ini adalah untuk

memperbesar luas permukaan bahan yang membantu dan memperlancar proses,

dalam hal ini mempercepat waktu pengeringan bahan dan mempercepat proses

blanching (Brennan, 1969).

Fungsi bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan pengeringan dan

penepungan yaitu perendaman dengan Na2S2O5 untuk memucatkan tepung

sehingga dapat mencegah kerusakan pada warna bahan akibat pengeringan.

Na2S2O5 merupakan salah satu bahan tambahan makanan yang cukup efektif dan

sering digunakan untuk mempertahankan mutu dan mengawetkan produk yang

dihasilkan selama pengolahan dan penyimpanan bahan pangan nabati seperti

buah-buahan dan sayuran (Brennan, 1969).

Fungsi dari pemucat ini adalah agar tidak terjadi browning pada saat

pengeringan serta memucatkan warna agar tepung yang dihasilkan lebih terang

sehingga memiliki daya tarik yang cukup tinggi.

Sodium metabisulfit atau Natrium metabisulfit merupakan salah satu

pengawet makanan anorganik. Senyawa yang memiliki penampakan kristal atau

bubuk berwarna putih ini bersifat mudah larut dalam air dan sedikit larut dalam

alkohol. Sodium metabisulfit memiliki berat molekul 190,12. Densitas kamba

senyawa ini adalah 1,2-1,3 kg/L dan titik leburnya 150oC. Padatan sodium

metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20% akan tampak berwarna kuning pucat

hingga jernih (Anonim, 2012).

Natrium metabisulfit yang diperdagangkan berbentuk kristal.

Pemakaiannya dalam pengolahan bahan pangan bertujuan untuk mencegah proses

pencoklatan pada buah sebelum diolah, menghilangkan bau dan rasa getir

terutama pada ubi kayu serta untuk mempertahankan warna agar tetap menarik

(Anonim, 2012).

Pengeringan atau “dehidrasi” dapat diartikan sebagai suatu aplikasi dari

pengendalian panas untuk menghilangkan sejumlah air yang terdapat dalam bahan

pangan melalui penguapan (evaporasi) atau dapat juga dilakukan dengan

sublimasi (freeze drying). Tujuan utama dari pengeringan adalah untuk

mempertahankan umur simpan dari bahan pangan dengan cara pengurangan

aktivitas air, tetapi suhu produk biasanya tidak cukup untuk menyebabkan ketidak

aktifan. Pengurangan berat dan bagian terbesar dari pengurangan biaya

transportasi bahan pangan dan pengurangan biaya penyimpanan, dimana untuk

beberapa tipe bahan pangan tergantung pada varietas terbesar dan permintaan dari

konsumen. Pengeringan dapat menyebabkan deteriorasi dan mempengaruhi

kualitas makanan dan nilai nutrisi dari makanan. Sebagai contoh dari pengeringan

komersial yang penting adalah pengeringan pada gula, kopi, susu, kentang,

tepung, kacang, sereal sarapan, biji-bijian, teh dan sebagainya

(Wirakartakusumah,1992).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan dari suatu sifat

bahan pangan yaitu sifat fisik dan kimia dari (bentuk, ukuran, komposisi, kadar

air), pengaturan geometris produk sehubungan dengan permukaan alat atau media

perantara pemindah panas (seperti nampan untuk pengeringan), dan sifat-sifat

fisik dari lingkungan alat pengering (suhum kelembaban dan kecepatan udara).

Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas) (Buckle, 1987).

Pengeringan tepung pada prinsipnya menguapkan air yang ada dalam

bahan dengan jalan pemanasan. Untuk mempercepat penguapan air serta

menghindari terjadinya reaksi yang menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi

yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu

rendah dan tekanan vakum. Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula

tinggi, pemanasan suhu ± 1000C dapat mengakibatkan terjadinya pergerakan pada

permukaan bahan (Sudarmadji, 1996).

Proses pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi

berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam

keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efisien dan

efektif dalam hal pengemasan dan transportasinya, karena volume bahannya

menjadi lebih kecil dan dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno, 1992).

Proses blanching dilakukan setelah proses perendaman selesai. Proses

blanching hanya digunakan untuk perlakuan awal dalam menginaktifasi enzim,

dan sebagai persiapan bahan baku sebelum proses pengeringan. Blanching yang

digunakan pada percobaan ini adalah dengan menggunakan sistem uap panas.

Keuntungan dari sistem uap panas ini adalah lebih sedikit kehilangan komponen-

komponen yang larut dalam air, sedangkan kerugiannya pembersihan bahan

terbatas, membutuhkan pencucian, dan blanching tidak merata jika terjadi

penumpukan bahan pada ayakan (Fellows, 1990).

Faktor-faktor yang mempengaruhi waktu blanching:

1. Tipe dari buah-buahan dan sayuran

2. Besarnya ukuran potongan makanan

3. Temperatur blanching

4. Metode Pemanasan

Blanching dapat digunakan menjadi dua metode, yaitu dengan

menggunakan bak air panas dan dengan menggunakan uap panas (Fellows, 1990).

Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan

menggunakan proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut

dihancurkan. Proses pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi

berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam

keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efisien dan

efektif dalam hal pengemasan dan transportasinya, karena volume bahannya

menjadi lebih kecil dan dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno,

1992).

Standar ukuran partikel bahan yang berbentuk tepung yaitu 100 mesh,

sedangkan untuk ukuran partikel bahan yang berbentuk serbuk atau bubuk yaitu

berkisar antara 60-80 mesh. Proses pengeringan adalah salah satu proses yang

sangat penting dalam pembuatan tepung, bahkan kadang-kadang dapat

menentukan kualitas yang dihasilkannya. Kadar air yang masih tinggi pada

produk tepung adalah merupakan penyebab utama terjadinya proses kerusakan

pada tepung. Hal ini dapat diketahui dengan bersatunya partikel antara butiran

tepung yang ditandai dengan terjadinya poses penggumpalan. Kadar air yang

sesuai untuk tepung yaitu berkisar antara 4 – 11 % (Dep.Kes.RI., 1989).

Hal-hal yang dapat mempengaruhi penampilan pada tepung misalnya yaitu

tepung ubi jalar yang berkualitas baik atau diproses secara benar berwarna orange

ke kuningan, tekstur halus, terdapat aroma yang khas dari ubi jalar, sedangkan

yang berkualitas kurang baik berwana orange kecokelatan. Perbedaan kualitas

tersebut tidak mempengaruhi daya gunanya. Namun demikian perbedaan warna

tersebut cukup mempengaruhi penampilan produk akhir yang dihasilkan dari

tepung ubi jalar.

Kandungan bahan yang dapat mempengaruhi penepungan diantaranya

yaitu kadar air, kadar abu, kadar pati, kadar serat, dan kandungan-kandungan lain.

Semakin tinggi kadar air, maka semakin lama pula pengeringan yang akan

berlangsung, tetapi jika kandungan air pada bahan tidak terlalu banyak, maka

proses pengeringan akan terjadi terlalu lama. Kandungan serat akan berpengaruh

pada tingkat kehalusan tepung, terutama kandungan serat kasarnya. Jika pada

kandungan pati, tepung yang baik itu mengandung sifat khas dari bahan tersebut.

Menurut proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya

dapat mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur

dan penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh

terhadap kualitas tepung ubi jalar selain nilai gizinya, sehingga perlu dicari

kondisi pengeringan yang optimum terhadap sifat karakteristik tepung ubi jalar

(Desrosier, 1988).

Pengeringan dapat berlangsung apabila ada energi yang diberikan pada

bahan yang akan dikeringkan, juga aliran udara yang befungsi untuk mengalirkan

uap air yang terbentuk supaya cepat keluar dari daerah pengeringan. Pengeluaran

uap air dapat pula dilakukan secara vakum. Pengeringan dapat dilakukan dengan

baik, jika pamanasan terjadi secara merata atau menyebar pada setiap tempat dari

bahan tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam proses pengeringan diantaranya

adalah luas permukaan bahan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di

udara dan lama pengeringan.

Suhu pengeringan merupakan faktor yang sangat penting, sebab apabila

suhu yang digunakannya terlalu rendah, maka pengeringan akan memakan waktu

yang sangat lama, sehingga dapat menurunkan mutu bahan yang dikeringkan serta

bisa memberikan efek bau yang tidak normal. Makin tinggi suhu dan makin lama

waktu pengeringan, maka makin banyak pula zat warna yang hilang atau berubah

dan sifat-sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu kelembaban dan

kecepatan udara). Karakteristik alat pengering (efisiensi pemindahan panas)

(Buckle, 1987).

Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi, maka

dapat mengakkibatkan terjadinya proses pengerakan (Case Hardening) dan reaksi

pencokklatan non-enzimatis (Desroisier, 1988).

Case hardening merupakan suatu keadaan dimana bahan kering dibagian

permukaan dan basah dibagian dalam, hal ini disebabkan karena laju penguapan

air di permukaan lebih cepat dibanding difusi air dari dalam ke luar.

Faktor yang menyebabkan terjadinya case hardening akibat pengeringan

selain penurunan nilai gizi, yaitu bentuk kerusakan yang terjadi apabila penguapan

air pada permukaan bahan lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam keluar.

Akibat dari proses case hardening yaitu lapisan permukaan bahan menjadi keras

sehingga uap air tidak dapat menembus apabila dikeringkan lebih lanjut.

Mekanisme pengeringan meliputi dua proses perpindahan yaitu

perpindahan kalor dan perpindahan massa uap air dengan mengkondisikan udara

pengering. Proses perpindahan kalor terjadi karena suhu bahan lebih rendah

daripada suhu udara pengering yang dialirkan di sekelilingnya. Udara panas yang

dialirkan ini akan meningkatkan suhu bahan dan menyebabkan tekanan uap air

bahan menjadi lebih tinggi daripada tekanan uap air di udara, sehingga terjadi

perpindahan massa uap air dari bahan ke udara.

Apabila tekanan parsial uap air dalam bahan ternyata lebih besar dari pada

tekanan parsial udara sekitarnya, maka uap air akan mengalir dari dalam bahan.

Sebaliknya, apabila tekanan parsial uap air di luar bahan lebih tinggi, maka uap air

akan mengalir masuk ke dalam bahan. Dan apabila tekanan parsial uap air di

dalam bahan sama besarnya dengan tekanan parsial uap di luar bahan maka dalam

keadaan demikian tidak akan terjadi pergerakan uap air serta dalam keadaan

demikian ini terjadi moisture equilibrium content atau kadar air yang seimbang.

Pada saat berlangsung proses pengeringan, laju perpindahan kalor dapat

dihubungkan dengan laju perpindahan massa uap air ke udara.

Ubi jalar sebagai sumber karbohidrat memiliki indeks glikemik sebesar 54.

Nilai indeks glikemik ini termasuk kedalam kelompok rendah (<55). Jadi, tepung

ubi jalar mengandung serat makanan yang relatif tinggi disertai dengan indeks

glikemik yang rendah, artinya tepung ubi jalar atau makanan berbasis tepung ubi

jalar lebih lamban dicerna dan lamban meningkatkan kadar gula darah.

Dari ketiga hasil pengamatan, bila dibandingkan dengan SNI, kualitas

tepung yang direndam dengan Na2S2O5 mempunyai mutu yang baik karena bau,

rasa, dan warna sesuai dengan SNI. Tepung yang direndam dengan blanching dan

air mempunyai bau dan rasa yang sesuai dengan SNI, hanya tepung yang

direndam dengan blanching dan air teksturmya lebih kasar dan warnanya lebih

gelap.

CCP (Critical Control Point) atau titik pengendalian kritis didefinisikan

sebagai sebuah tahapan dimana pengendalian dapat dilakukan dan sangat penting

untuk mencegah atau menghilangkan potensi untuk bahaya terhadap keamanan

pangan atau menguranginya hingga ke tingkat yang dapat diterima. Dengan kata

lain CCP adalah suatu titik, prosedur atau tahapan dimana akan terlewatnya

pengendalian dapat mengakibatkan resiko yang tidak dapat diterima terhadap

keamanan produk. Dengan demikian CCP dapat dan harus diawasi (Anonim,

2012).

Tahap perndaman dengan air, perendaman dengan Na2S2O5, blanching,

pengeringan, dan pengayakan merupakan CCP (Critical Control Point) dalam

pengolahan tepung ubi jalar karena adanya pengendalian yang dilakukan dan

berpengaruh terhadap keamanan pangan. Tahap perendaman perlu diawasi agar

tidak terjadi browning, bahan harus benar-benar terendam sempurna. Tahap

blanching perlu diawasi aspek suhu yang digunakan dan lama waktu blaching.

Tahap pengeringan dalam proses penepungan ubi jalar pada suhu 70°C

merupakan CCP (Critical Control Point) karena adanya pengedalian mutu

terhadap tepung ubi jalar, jika tepung ubi jalar dikeringkan lebih dari suhu 70°C

maka akan terjadi case hardening. Case hardening terjadi akibat suhu udara yang

tinggi dan kelembaban yang rendah yang mengakibatkan air pada bagian

permukaan bahan yang akan dikeringkan lebih cepat menguap, hal ini dapat

berakibat terbentuknya suatu lapisan yang tidak dapat ditembus dan menghambat

difusi air secara bebas. Tahap pengayakan perlu dilakukan pengawasan masalah

suhu ruang, screen ayakan, dan kelembaban udara. Suhu dan kelembaban perlu

diawasi supaya tepung tidak menggumpal, screen ayakan perlu diawasi supaya

tidak sampai putus dan masuk kedalam tepung sehingga bisa membahayakan

konsumen. Tepung yang telah jadi harus dilihat apakah benar-benar bersih. Selain

itu produk yang telah mengalami pengeringan biasanya akan lebih bersifat

higroskopis (menyerap air), sebaiknya setelah diayak tepung ubi jalar langsung

dikemas untuk menghindari hal tersebut agar tepung tidak menyerap air dan tidak

menggumpal sehingga tepung ubi jalar pun menjadi lebih tahan lama dan

memiliki kualitas yang baik.

V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan membahas mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung ubi jalar dengan cara

blanching didapatkan berat produk 46,6 gram dengan persentase produk 19,75%,

secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna orange kegelapan, rasa

manis, aroma khas ubi, tekstur agak kasar, dan kenampakan agak gelap.

Pembuatan tepung dengan cara direndam dengan Na2S2O5 dan air didapatkan berat

produk 51,1 gram dengan persentase produk 21,5%, secara organoleptik tepung

ubi jalar mempunyai warna orange kekuningan,rasa agak manis, aroma khas ubi,

tekstur halus, kenampakan cerah. Pembuatan tepung dengan cara direndam

dengan air didapatkan berat produk 55,5 gram dengan persentase produk 21,1%,

secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna orange pucat, rasa khas

ubi, aroma khas ubi, tekstur halus, kenampakan cerah.

4.2. Saran

Berdasarkan percobaan pembuatan tepung ubi jalar, dapat disarankan agar

para praktikan berkonsentrasi pada tiap proses pembuatan agar meminimalkan

kesalahan yang dapat terjadi contohnya karena bahan yang digunakan adalah

umbi-umbian yang notabene mudah untuk terjadi browning, maka sebaiknya lebih

cermat dalam perlakuan bahan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, (2012), Sodium Metabisulfit,http://id.wikipedia.org. Diakses: 05 Maret 2015.

Anas, (2012), Pelatihan Penerapan Metode HACCP, European Committee for Standardisation, Akses : 05 Maret 2015.

Brennan, J.G, et. Al, (1969), Food Engineering Operations, Applied Science Publishers Limited, London.

Buckle, K.A., R.A. Edwards., G.H. Fleet., M. Wootton., (1987), Ilmu Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Desrosier, Norman W., (1988), Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Fellows. P.J.,(1990), Food processing Technology, Ellis forwood. Limited. England.

Sudarmadji, dkk, (1996), Analisa Bahan Makanan dan Pertanian, Penerbit Liberty Yogyakarta bekerjasama dengan UGM, Yogyakarta.

Widowati, S, (2009), Tepung Aneka Umbi Sebuah Solusi Ketahan Pangan. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Malang.

Winarno F.G., (1992), Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya, edisi ke-4, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Wirakartakusumah, Aman, (1992), Peralatan Unit Operasi Industri Pangan,IPB, Bogor.

LAMPIRAN DISKUSI MODUL

1. Jelaskan tujuan blanching pada pembuatan tepung!

Jawab :

Tujuan dari blanching adalah bahan akan menjadi bersih, mengurangi populasi

bakteri, mempertajam flavour, warna, dan dapat menghilangkan flavour yang

tidak disukai. Dengan adanya pemanasan akan menyebabkan dinding sel menjadi

lebih lunak dan permeabel terhadap air. Dengan demikian maka akan

mempercepat terjadinya proses penguapan air dari dalam bahan, dan berarti

drying rate-nya menjadi lebih besar sehingga dengan demikin proses

pengeringannya menjadi lebih cepat.

2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis dan

non enzimatis!

Jawab :

Browning enzimatis

Browning ini terjadi karena adanya senyawa fenolik . senyawa fenolik ada

yang bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatis pada

buah dan sayuran. Proses ini memerlukan adanya fenol oksidase danoksigen

yang harus berhubungan dengan substrt tersebut.

Browning non enzimatis

Suatu aldosa bereakasi bolak-balik dengan asam amino atau dengan seuatu

gugus amino dari protein sehingga menghasilkan basa schiff.

3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengeringan alami dan

pengeringan buatan dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari

pengeringan tersebut!

Jawab :

Pengeringan alami adalah suat cara menghilangkan atau menurunkan kadar

air pada bahan atau produk secara alami denga cara memanfaatkan sinar

matahari

Pengeringan buatan adalah suatu cara untuk menghilangkan atau

menurunkan kadar air pada bahan dengan menggunakan alat atau instrumen.

Alami Buatan

Kelebihan - Biaya murah

- Metode sederhana

- Aman dan mudah

dilakukan

-

- Waktu relatif singkat

- Tidak membutuhkan banyak

tempat

- Pengeringan merata

- Sanitasi dan higienis dapat

dikendalikan

- Tidak membutuhkan banyak

tenaga kerja

- Suhu dan laju pengeringan

mudah diatur

Kelemahan - Membutuhkan waktu yang

lama

- Biaya lumayan tinggi

- Memerlukan

- Membutuhkan tempat

yang luas

- Pengeringan tidak merata

- Sanitasi dan higienis tidak

dapat dikendalikan

- Membutuhkan banyak

tenaga kerja

- Tergantung dengan cuaca

- Suhu dan laju pengeringan

sulit di atur diatur

keahlian/keterampilan dan

peralatan khusus

4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap

kualitas tepung?

Jawab :

Ada. Dalam suatu komoditi terutama tepung sanagta penting hubugannya

dengan bahan yang terdapat dalam tepung tersebut dan juga dalam proses

pembuatannya. Contoh, tepug terigu, kualitas tepung terigu dapat terbentuk

tergantung pada faktorbahan baku dan pemrosesan melalui proses pencucian,

pengupasan sekam, penggilingan, dan pemutihan maka jadilah tepung terigu

seperti yang kita kenal. Sedangkan dalam bahan baku kualitas protein serta gluten

ditentukan oleh kualitas jenis gandum yang diimpor serta varietas yang akan

mempengaruhi kualitas tepung terigu.

5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performance

tepung yang dihasilkan?

Jawab :

Dengan cara bleaching

Dengan cara penambahan anti kempal

Dengan cara menggunakan enzim

LAMPIRAN SOAL KUIS

1. Apa yang dimaksud dengan Penepungan?

Jawab :

Penepungan adalah proses pembuatan tepung dengan cara pengeringan dan

pengurangan kadar air sampai batas tertentu kemudian diteruskan dengan proses

reduksi sampai berukuran 100 mesh hingga bahan berbentuk tepung. Pada

umumnya bertujuan untuk mengatasi berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi

sewaktu bahan tersebut masih dalam keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang

berbentuk tepung lebih efesien dan efektif dalam hal pengemasan dan

transportasinya, karena volume bahannya menjadi lebih kecil dan dapat

memperpanjang masa simpannya

2. Sebutkan Tujuan Prinsip dari Penepungan!

Jawab :

Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan

pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroba atau

enzim dan insekta perusak dan menghasilkan bahan siap diolah lebih lanjut.

Prinsip dari percobaan ini berdasarkan perpindahan panas secara konduksi

dan konveksi. Pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan diteruskan

dengan proses reduksi sampai berukuran 100 mesh hingga bahan berbentuk

tepung.

3. Jelaskan fungsi Natrium Metabisulfit (Na2S2O5)

Jawab :

Natrium metabisulfit merupakan senyawa kimia yang berfungsi sebagai anti

oksidan. Natrium metabisulfit merupakan hablur putih, yang dapat menarik dan

bersifat basa. Larutan alkali metabisulfit normal menunjukkan reaksi basa

terhadap kertas lakmus karena hidrolisis, sedangkan larutan alkali hydrogen sulfit

adalah netral. Na2S2O5 untuk memucatkan tepung sehingga dapat mencegah

kerusakan pada warna bahan akibat pengeringan. Na2S2O5 merupakan salah satu

bahan tambahan makanan yang cukup efektif dan sering digunakan untuk

mempertahankan mutu dan mengawetkan produk yang dihasilkan selama

pengolahan dan penyimpanan bahan pangan nabati seperti buah-buahan dan

sayuran (Brennan, 1969).

4. Hitunglah jika,

Dik : V Labu Takar = 200 ml

PPM = 300 ppm

Dit : Berapa mg Na2S2O5 ?

Jawab :

PPM = mgL

300 ppm = mg Na 2S 2O5

0,2

= 60 mg

5. Hitunglah jika, perbandingan wortel dan cabai 2:1

Dik : Basis = 500 gram

Presentasi sayur = 97,56 %

Presentasi garam = 2,44 %

Dit : Berapa gram tiap bahan yang ditimbang?

Jawab :

Sayur = 97 , 56

100 x 500

= 487,8

Garam = 2,44100

x 500

= 122

w cabai = 487,8 gram / 3 = 162,6 gram

w wortel = 487,8 gram - 162,6 gram = 352,2 gram

LAMPIRAN SNI

LAMPIRAN PERHITUNGAN

Perhitungan Fomulasi

1. Tepung Blanching

W awal : 133,6 gramW bahan kering : 23,6 gramW tepung halus : 20,5 gramW tepung kasar : 2,5 gram

% Produk tepung halus =W ProdukW Bahan

x 100 %

= 20,5 x 100% = 15,34 % 133,6

% Produk tepung kasar =W ProdukW Bahan

x 100 %

= 2,5 x 100% = 2,54 % 133,6

W Lost product = 23,6 – 20,5 – 2,5 = 0,6 gram%Lost product = W lost product x 100%

W. b. kering

= 0,6 x 100% = 2,54 %

23,6

2. Tepung dengan Na2S2O5

W awal : 133,6 gramW bahan kering : 25,9 gramW tepung halus : 24,3 gramW tepung kasar : 0,9 gram

% Produk tepung halus =W ProdukW Bahan

x 100 %

= 24,3 x 100% = 18,19% 133,6

% Produk tepung kasar =W ProdukW Bahan

x 100 %

= 0,9 x 100% = 0,67% 133,6

W Lost product = 25,9 – 24,3 – 0,9= 0,7gram

%Lost product = W lost product x 100% W. b. kering = 0,7 x 100% = 2,7 %

25,9

3. Tepung direndam air biasa

W awal : 133,6 gramW bahan kering : 27,8 gramW tepung halus : 26,7 gramW tepung kasar : 1 gram

% Produk tepung halus =W ProdukW Bahan

x 100 %

= 27,8 x 100% = 19,99 % 133,6

% Produk tepung kasar =W ProdukW Bahan

x 100 %

= 1 x 100% = 0,75% 133,6

W Lost product = 27,8 – 26,7 – 1= 0,1 gram% Lost product = W lost product x 100%

W. b. kering

= 0,1 x 100% = 0, 36%

27,8