i Penepungan novila
-
Upload
satriyo-darmawan -
Category
Documents
-
view
239 -
download
8
description
Transcript of i Penepungan novila
LAPORAN PRAKTIKUMTEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PENGERINGAN DAN PENEPUNGAN
TEPUNG UBI JALAR(Ipomea batatas L)
oleh:Nama : Satriyo Priyanggodo D.NRP : 123020383Kelompok : NMeja : 2 (Satu)Tanggal Praktikum : 2 Maret 2015Asisten : M. Chandra Andriansyah
LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGANJURUSAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS PASUNDAN
BANDUNG2015
I PENDAHULUAN
Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Percobaan,
(2) Tujuan Percobaan dan (3) Prinsip Percobaan.
1.1. Latar Belakang
Teknologi pembuatan tepung merupakan salah satu proses alternatif
produk setengah jadi yang dianjurkan, karena lebih tahan disimpan, mudah
dicampur (dibuat komposit), diperkaya zat gizi (difortifikasi), dibentuk, dan lebih
cepat dimasak sesuai tuntutan kehidupan modern yang ingin serba praktis.
Prosedur pembuatan tepung sangat beragam dibedakan berdasarkan sifat dan
komponen kimia bahan pangan. Namun secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu bahan pangan yang tidak mudah menjadi coklat apabila
dikupas (kelompok serealia) dan bahan pangan yang mudah menjadi coklat
(kelompok aneka umbi dan buah yang kaya akan karbohidrat). (Saptoningsih,
2013).
Umbi-umbian merupakan sumber karbohidrat yang mempunyai potensi
untuk dikembangkan sebagai bahan pangan pengganti beras (bahan baku industri
pangan maupun non pangan). Tanaman umbi-umbian umumnya ditanam dilahan
semi kering sebagai tanaman sela. Produksi umbi-umbian di daerah sentra
produksi pada saat panen raya sangat melimpah. Kadar air saat umbi-umbi
dipanen biasanya mencapai ±65%. Kadar air yang tinggi ini menyebabkan umbi
mudah rusak bila tidak segera dilakukan penanganan. Jika umbi segar telah di
panen tidak segera diproses, maka akan terjadi perubahan visual yang ditandai
dengan timbulnya bercak berwarna biru kehitaman, kecoklatan (browning), lunak,
umbi berjamur dan akhirnya menjadi busuk. Hal ini akan menyebabkan
kehilangan hasil dan kemerosotan harga yang tajam pada saat panen raya di
daerah sentra produksi. (Aliyafi, 2014)
Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu bahan pangan sumber
karbohidrat yang kaya vitamin A, C dan mineral. Selain dikonsumsi segar, ubi
jalar dapat juga diolah menjadi selai, saos, jus dan bahan baku industri. Ubi jalar
yang daging umbinya berwarna ungu, banyak mengandung antosianin yang sangat
bermanfaat bagi kesehatan . Ubi jalar yang umbinya berwarna kuning dan oranye
banyak mengandung vitamin A. Keunggulan dari ubi jalar adalah adalah
mempunyai indek glikemik yang relative rendah dibandingkan dengan beras.
Indek glikemik rendah berfungsi untuk mengendalikan kadar gula darah sehingga
dapat membantu mencegah penyaki diabete mellitus. Disamping itu ubi jalar juga
memiliki kadar serat pangan yang tinggi sehingga direkomendasikan sebagai
makanan diet. (Pusluh, 2011)
Perkembangan pemanfaatan ubi jalar dapat ditingkatkan dengan cara
penerapan teknologi budidaya yang tepat dalam upaya peningkatan produktivitas
serta tersedianya jaminan pasar yang layak. Peningkatan produksi ubi jalar
tersebut harus diikuti dengan teknologi pengolahan yang dapat menumbuhkan
agroindustri ubi jalar. Industri yang mempunyai prospek untuk dikembangkan
adalah pengolahan tepung ubi jalar. (Aliyafi, 2014)
Pengolahan ubi jalar menjadi bahan setengah jadi seperti tepung ubi jalar,
dapat memperpanjang masa simpan dan meningkatkan nilai ekonomi. Tepung ubi
jalar dapat digunakan sebagai cadangan makanan pokok penduduk di daerah
tertentu seperti di propinsi papua dan Papua Barat, hal ini sangat mendukung
program diversifikasi pangan non beras. (Pusluh, 2011).
1.2. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan
pangan sampai batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroba atau
enzim dan insekta perusak dan menghasilkan bahan siap diolah lebih lanjut.
1.3. Prinsip Percobaan
Prinsip dari percobaan ini berdasarkan perpindahan panas secara konduksi
dan konveksi. Pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan diteruskan dengan
proses reduksi sampai berukuran 100 mesh hingga bahan berbentuk tepung.
II BAHAN, ALAT DAN METODE PERCOBAAN
Bab ini akan menjelaskan mengenai: (1) Bahan Percobaan yang
Digunakan, (2) Alat Percobaan yang Digunakan dan (3) Metode Percobaan.
2.1 Bahan-bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan dalam percobaan pengeringan dan penepungan
antara lain: ubi jalar, air, uap air dan Na2S2O5.
2.2 Alat-alat yang Digunakan
Alat yang digunakan dalam percobaan pengeringan dan penepungan antara
lain: baskom, pisau, kain waring, kompor, panic, timbangan digital, tray, tunnel
dryer, blender dan saringan.
Gambar 2.gaDiagram Alir Pengeringan dan Penepungan Ubi Jalar
Tepung Kasar
Pengamatan
Tepung
Uap AirPengeringan T : 700C, t : 6-7 jam
Penimbangan
Pengayakan
Penggilingan
Air dan residu
Penirisan
Air KotorAir Bersih Pencucian
Perndaman Na2S2O5
500 ppm t : 5’Perendaman Air
biasa ± 5’Blanching t : 2-3’
Reduksi Ukuran (Pengirisan)
Air KotorAir Bersih Pencucian
Kulit
Kotoran dan benda asing
Trimming
Sortasi
Ubi Jalar
III HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai : (1) Hasil Percobaan dan (2) Pembahasan.
3.1. Hasil Percobaan
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Tepung Ubi JalarNo Analisa Hasil1. Nama Produk Tepung Ubi Jalar2. Basis 157 gram 157,9 gram 157,9 gram3. Bahan Utama Ubi Jalar Ubi Jalar Ubi Jalar4. Bahan Tambahan Air Air dan Na2S2O5 Uap air5. Berat Produk 33,8 gram 34,5 gram 34,8 gram
6.
% Produk1. 1. Tepung Kasar2. 2. Tepung Halus3. 3. Lost Product
0,32 %20,37%2,37%
3,04%18,6%1,16%
4,3%17,6%0,57%
7.
Organoleptik1. Warna2. Rasa3. Aroma4. Tekstur5. Kenampakan
OranyeTawar
Khas ubi jalarHalusPucat
OranyeTawar
Khas ubi jalarHalusCerah
Oranye kecokelatanSedikit manisKhas ubi jalar
HalusKurang menarik
8 Gambar Produk
(Sumber : Kelompok N, Meja 2, 2015).
3.2. Pembahasan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung ubi jalar dengan cara
direndam dalam air didapatkan berat produk sebesar 33,8 gram dengan persentase
tepung kasar sebesar 0,32%, tepung halus 20,37% dan lost product 2,37%, secara
organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna oranye, rasa tawar, aroma khas
ubi jalar, tekstur halus dan kenampakan pucat. Pada pembuatan tepung dengan
cara direndam dengan Na2S2O5 dan air didapatkan berat produk sebesar 34,5 gram
dengan persentase tepung kasar sebesar 3,04%, tepung halus 18,6% dan lost
product 1,16%, secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna oranye,
rasa tawar, aroma khas singkong, tekstur halus dan kenampakan cerah. Pada
pembuatan tepung dengan cara blanching didapatkan berat produk sebesar 34,8
gram dengan persentase tepung kasar sebesar 4,3%, tepung halus 17,6% dan lost
product 0,57%, secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna oranye
kecokelatan, rasa sedikit manis, aroma khas ubi jalar, tekstur halus dan
kenampakan kurang menarik.
Proses pengeringan dan penepungan melalui beberapa tahap, yaitu: sortasi,
trimming, pencucian, penimbangan, reduksi ukuran/pengirisan, blanching,
pengeringan, penggilingan, pengayakan, penimbangan, pengemasan dan
dilakukan pengamatan.
Pada percobaan pengeringan dan penepungan ubi jalar, pertama-tama ubi
jalar disortasi terlebih dahulu. Sortasi dilakukan untuk memisahkan ubi jalar
dengan kotoran dan benda asing. Proses selanjutnya adalah trimming, yang
bertujuan untuk memisahkan bahan dengan kulitnya, sehingga didapat ubi jalar
tanpa kulit. Setelah itu dilakukan proses pencucian dengan air bersih yang
mengalir agar kotoran yang menempel terlepas dari bahan. Setelah dibersihkan,
ubi jalar ditimbang agar diketahui berat awal bahan, lalu kemudian dibagi menjadi
tiga bagian agar diketahui basis untuk setiap perlakuan selanjutnya.
Ubi jalar yang telah ditimbang kemudian direduksi ukurannya untuk
mempercepat proses pengeringan. Setelah itu, ubi jalar yang sebelumnya dibagi
menjadi tiga bagian diberi perlakuan yang berbeda-beda, yaitu dengan
perendaman dalam air biasa, perendaman dalam larutan Na2S2O5 dan blanching.
Blanching dengan menggunakan uap air bertujuan untuk mencegah browning
enzimatis, mempertahankan warna, mengurangi jumlah mikroorganisme dan
memunculkan flavor. Perendaman dalam air biasa selama kurang lebih lima menit
bertujuan untuk mencegah kontak bahan dengan oksigen agar tidak terjadi
browning enzimatis. Perendaman dalam larutan Na2S2O5 500 ppm selama lima
menit bertujuan untuk mencegah browning enzimatis. Setelah direndam, bahan
harus dicuci dengan air bersih agar residu metabisulfit tidak menempel pada
bahan. Dan mencegah timbulnya bintik hitam pada tepung saat pengeringan.
Setelah perendaman, bahan ditiriskan untuk mengurangi air pada bahan sehingga
proses pengeringan dapat dipercepat. Kemudian bahan disusun di tray lalu
dikeringkan pada suhu 70oC selama kurang lebih 6-7 jam untuk menghilangkan
sebagian kadar air pada bahan. Setelah kering, bahan ditimbang untuk mengetahui
berapa banyak produk yang dihasilkan.
Proses selanjutnya adalah penggilingan dengan menggunakan blender
yang bertujuan untuk mereduksi ukuran bahan yang telah kering menjadi tepung.
Setelah itu, tepung diayak sehingga dapat dibedakan tepung kasar dan tepung
halus. Selanjutnya dilakukan penimbangan untuk mengetahui berat tepung kasar,
tepung halus dan lost product. Setelah itu dilakukan pengamatan organoleptik
tepung dan perhitungan rendemen.
Natrium metabisulfit atau natrium pyrosulfit (Sodium metabisulfit)
merupakan senyawa anorganik yang mempunyai rumus kimia Na2S2O5 dan
digunakan sebagai bahan pengawet. Natrium metabisufit juga disebut sebagai
dinatrium atau metabisulfit. Senyawa ini memiliki penampakan kristal atau bubuk
dan memiliki berat molekul 190,12. (Septiyani, 2012)
Sifat kimia dari Natrium Metabisulfit adalah apabila natrium metabisulfit
direaksikan dengan air, natrium metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida
(SO2). Gas tersebut mempunyai bau yang merangsang. Selain itu, Natrium
metabisulfit akan melepaskan sulfur dioksida ketika kontak dengan asam kuat,
reaksi kimianya yaitu sebagai berikut:
Na2S2O5 + 2 HCl → 2 NaCl + H2O + 2 SO2
Ketika natrium metabisulfit dipanaskan, natrium metabisulfit akan melepaskan
sulfur dioksida, dan meninggalkan oksida natrium, reaksinya yaitu:
Na2S2O5 → Na2O + 2 SO2
Natrium metabisulfit mempunyai sifat fisika antara lain:
1. Penampilan dari natrium metabisulfit berupa bubuk putih.
2. Bau yang timbul dari saat natrium metabisulfit bereaksi adalah bau samar yang
berasal dari SO2.
3. Kepadatan natrium metabisulfit sekitar 1,48 g/cm3. Padatan natrium
metabisulfit yang dilarutkan sebanyak 20 % akan tampak berwarna kuning pucat
sampai jernih.
4. Titik lebur natrium metabisulfit yaitu > 170oC (dimulai dari 1500C)
5. Kelarutan natrium metabisulfit dalam air yaitu 54 g/100 ml (20oC) dan 81,7
g/100ml (1000C)
6. Natrium metabisulfit sangat larut dalam gliserol dan larut dalam etanol.
(Septiyani, 2012)
Natrium metabisulfit disimpan di tempat sejuk, dalam wadah tertutup dan
di area yang mempunyai ventilasi baik, karena natrium metabisulfit termasuk
senyawa yang sensitif terhadap kelembaban tinggi. (Septiyani, 2012)
Perendaman dengan Na2S2O5 untuk memucatkan tepung sehingga dapat
mencegah kerusakan pada warna bahan akibat pengeringan. Na2S2O5 merupakan
salah satu bahan tambahan makanan yang cukup efektif dan sering digunakan
untuk mempertahankan mutu dan mengawetkan produk yang dihasilkan selama
pengolahan dan penyimpanan bahan pangan nabati seperti buah-buahan dan
sayuran (Brennan, 1969).
Blanching adalah proses perlakuan pemanasan awal yang biasanya
dilakukan pada bahan nabati segar sebelum mengalami proses pembekuan,
pengeringan atau pengalengan. (Zaif, 2013)
Blanching dapat digunakan menjadi dua metode, yaitu dengan
menggunakan bak air panas dan dengan menggunakan uap panas. (Fellows, 1990)
Proses blanching dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut :
1. Jenis bahan
Blanching pada bahan yang berkadar pati tinggi dapat menyebabkan
terhambatanya proses pengeringan bahan tersebut karena suhu panas blanching
menyebabkan terjadinya gelatinisasi pati sehingga kecepatan transfer panas
dihambat.
2. Ukuran bahan
Semakin kecil ukuran bahan, maka jarak rambat panas menuju bahan/penetrasi
panas dari proses blanching akan berlangsung cepat sehingga kerusakan nutrisi
bahan yang peka panas akan berlangsung dengan cepat pula
3. Suhu blanching
Semakin tinggi suhu blanching yang digunakan, maka tingkat kerusakan senyawa
nutrisi bahan yang peka panas akan semaki besar dan jumlah mikroorganisme
yang dapat dihambat juga lebih banyak.
4. Metode blanching
Pemilihan metode blanching dapat dilakukan sesuai jenis bahan. Jika bahan yang
akan diblanching enghendaki kontak seminimum mungkin dengan air, amka dapat
dipilih metode steam blanching atau dengan microwave sehingga tingkat
kehilangan senyawa yang larut air bisa diturunkan. (Anonim, 2011)
Proses blanching dilakukan setelah proses perendaman selesai. Proses
blanching hanya digunakan untuk perlakuan awal dalam menginaktifasi enzim,
dan sebagai persiapan bahan baku sebelum proses pengeringan. Blanching yang
digunakan pada percobaan ini adalah dengan menggunakan sistem uap panas.
Keuntungan dari sistem uap panas ini adalah lebih sedikit kehilangan komponen-
komponen yang larut dalam air, sedangkan kerugiannya pembersihan bahan
terbatas, membutuhkan pencucian, dan blanching tidak merata jika terjadi
penumpukan bahan pada ayakan (Fellows, 1990).
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan
sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas.
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang
memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan
dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya
berupa panas. (Arianto, 2012)
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas
dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat
menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang
dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Biasanya
kandungan air bahan pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana
mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersbut. Keuntungan
pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dan volume bahan pangan
menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang
pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi kurang dan mempermudah
tranport. (Arianto, 2012)
Faktor yang mempengaruhi kecepatan pengringan yaitu :
1. Faktor Internal
a. Sifat bahan
Sifat bahan yang dikeringkan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi kecepatan pengeringan. Jika dua bahan pangan dengan ukuran dan
bentuk yang sama dikeringkan pada kondisi yang sama, kedua potongan tersebut
akan kehilangan air dengan kecepatan yang sama pada awal pengeringan. Jika
kadar air dinyatakan dalam gram air per gram bahan kering, maka kecepatan
pengeringan pisang sekitar dua kali kecepatan pengeringan pisang karena kadar
padatan kentang sekitar setengah kali kadar padatan kentang.
Komposisi kimia dan struktur fisik bahan pangan berpengaruh terhadap
tekanan uap air dalam keseimbangan dan difusifitas air dalam bahan tersebut pada
suhu tertentu.
b. Ukuran
Kecepatan pengeringan dari sebuah lempengan basah yang tipis
berbanding terbalik dengan kuadrat ketebalannya, jadi jika potongan bahan
pangan dengan tebal satu pertiga dari semula dikeringkan akan mengalami
pengeringan yang sama dengan kecepatan sembilan kali kecepatan asalnya.
Peristiwa ini terjadi pada kondisi dimana resistensi internal terhadap pergerakan
air jauh lebih besar daripada resistensi permukaan terhadap penguapan. Oleh
karena itu waktu pengeringan dapat dipersingkat dengan pengurangan ukuran
bahan yang dikeringkan. Keadaan ini diterapkan pada spray drying dimana
diameter partikel atau penyemprotan hanya beberapa micron.
c. Unit Pemuatan
Beberapa hal penambahan muatan bahan basah pada rak pengeringan
dengan meningkatkan ketebalan potongan bahan, sehingga akan mengurangi
kecepatan dari pengeringan.
Perbedaan rasio muatan denga luas permukaan akan menurun selama
pengeringan berlangsung karena penyusutan volume. Struktur lapisan pada rak
akan lebih terbuka dan lebih tipis sehingga pengeringan terjadi pada seluruh
lapisan. Kapasitas pengeringan rak, yaitu berat basah yang dapat dikeringkan
persatuan waktu naik dari nol pada waktu tanpa muatan sampai maksimum pada
satuan muatan intermedit (Wirakartakusumah, 1992)
2. Faktor eksternal
a. Depresi Bola Basah
Depresi bola basah, yaitu perbedaan suhu udara (suhu bola kering) dengan
suhu bola basah, merupakan faktor eksternal paling penting dalam pengeringan.
Jika depresi bola basah udara yang melewati bahan nol, berarti udara jenuh dan
tidak akan terjadi pengeringan. Jika depresi bola basah besar, maka potensial
pengeringan tinggi dan kecepatan pengeringan pada tahap awal maksimum.
b. Suhu Udara
Jika depresi bola basah dijaga konstan pada berbagai suhu bola basah,
kecepatan pengeringan tahap awal hampir sama. Pada tahap selanjutnya,
kecepatan akan bertambah tinggi pada suhu udara yang lebih tinggi karena pada
kadar air yang rendah pengaruh penguapan terhadap pendinginan udara dapat
diabaikan dan pada suhu bahan mendekati suhu udara. Distribusi air dalam bahan
yang mempengaruhi kecepatan pengeringan pada tahap ini akan bertambah cepat
dengan meningkat suhu pengeringan.
c. Kecepatan Aliran Udara
Laju pengeringan bahan seperti halnya pada penguapan dari permukaan air
tergantung kecepatan udara yang melewati bahan. Pengaruh perbedaan kecepatan
sangat nyata pada kecepatan udara beberapa ratus kaki per menit. Peningkatan
kecepatan udara pada kisaran 1000 kaki per menit kecil pengaruhnya terhadap laju
pengeringan (Wirakartakusumah, 1992)
Ketika benda basah dikeringkan secara termal, ada dua proses yang
berlangsung secara simultan, yaitu :
1. Perpindahan energi dari lingkungan untuk
menguapkan air yang terdapat di permukaan benda padat
Perpindahan energi dari lingkungan ini dapat
berlangsung secara konduksi, konveksi , radiasi, atau kombinasi dari ketiganya.
Proses ini dipengaruhi oleh temperatur, kelembapan, laju dan arah aliran udara,
bentuk fisik padatan, luas permukaan kontak dengan udara dan tekanan. Proses ini
merupakan proses penting selama tahap awal pengeringan ketika air tidak terikat
dihilangkan. Penguapan yang terjadi pada permukaan padatan dikendalikan oleh
peristiwa difusi uap dari permukaan padatan ke lingkungan melalui lapisan film
tipis udara.
2. Perpindahan massa air yang terdapat di dalam benda ke permukaan
Ketika terjadi penguapan pada permukaan
padatan, terjadi perbedaan temperatur sehingga air mengalir dari bagian dalam
benda padat menuju ke permukaan benda padat. Struktur benda padat tersebut
akan menentukan mekanisme aliran internal air. (Rohman, 2008)
Proses pengeringan pada suatu bahan pangan pada umumnya dapat
mengakibatkan perubahan sifat fisika dan kimianya. Warna, aroma, tekstur dan
penampakan merupakan salah satu kriteria penilaian yang sangat berpengaruh
terhadap kualitas tepung selain nilai gizinya. (Desrosier, 1998)
Pada proses pengriingan dan penepungan terjadi perubahan fisik dan
perubahan kimia. Perubahan fisik dapat diketahui dari ukuran, bentuk, dan tekstur.
Sebelum diolah menjadi tepung, ubi jalar ini memiliki tekstur yang keras dan
ukuran yang besar dan agak bulat. Setelah dikeringkan dan digiling menjadi
tepung, ukuran ubi jalar menjadi kecil dan seragam, secara kasat mata bentuknya
terlihat bulat dan teksturnya juga halus. Selain perubahan fisika, terjadi juga
perubahan kimia yaitu dari kandungan air yang berkurang pada proses
pengeringan, kemudian terjadinya raksi beta karoten oleh larutan Na2S2O5,
kandungan protein dan karbohidrat yang berkurang karena proses pengeringan.
Case hardening adalah suatu kerusakan yang terjadi apabila penguapan air
pada permukaan bahan lebih cepat daripada difusi air dari bagian dalam keluar,
sehingga bagian permukaan bahan sudah kering namun bagian dalamnya masih
basah. (Afrianti, 2013)
Tepung merupakan salah satu produk hasil pengolahan dengan
menggunakan proses pengeringan sebelum atau sesudah bahan tersebut di
hancurkan. Proses pembuatan tepung pada umumnya bertujuan untuk mengatasi
berbagai jenis kerusakan yang sering terjadi sewaktu bahan tersebut masih dalam
keadaan segar. Selain itu bahan pangan yang berbentuk tepung lebih efesien dan
efektif dalam hal pengemasan dan transportasinya, karena volume bahannya
menjadi lebih kecil dan dapat memperpanjang masa simpannya (Winarno, 1992)
Pada proses pembuatan tepung ubi jalar terdapat hal yang perlu
diperhatikan yaitu bahaya yang dapat muncul pada proses dan membuat mutu dari
produk tersebut menjadi kurang baik. Hal tersebut disebut CCP (Critical Control
Point), dimana bahaya yang muncul saat proses dimana perlu ada pengendalian
agar produk yang dihasilkan sesuai dan tidak gagal.
CCP pada pengeringan adalah dengan menggunakan suhu tinggi, agar
proses pengeringan berjalan dengan cepat, karena semakin tinggi suhu udara maka
proses pengeringan akan semakin cepat. CCP pada perendaman dengan Na2S2O5
dilakukan tidak terlalu lama, karena harus sesuai dengan prosedur hal itu
disebabkan karena dapat memperpucat warna bahan sehingga terlihat tidak
menarik.
Pada proses penggilingan, suhu ubi jalar yang digiling harus dingin, ini
dilakukan karena jika dalam keadaan panas maka tepung yang dihasilkan akan
menggumpal sehingga menghambat proses pengolahan. Oleh karena itu, setelah
dikeringkan ubi jalar ditiriskan terlebih dahulu.
Indeks glikemik didefinisikan sebagai nilai yang didapatkan dari
perbandingan kurva respon glukosa darah dari 50 g glukosa murni dengan jumlah
glukosa yang setara pada pangan acuan terhadap satu subjek yang sama. Pangan
acuan yang biasa digunakan adalah glukosa murni (D-glucose unhydrous) atau
roti putih (white bread) yang memiliki nilai IG 100. Namun, menurut Brouns et. al
(2005), pangan acuan yang disarankan adalah glukosa murni karena setiap daerah
mungkin memproduksi roti putih dengan komposisi dan metode mengolah yang
berbeda-beda. (Maulana, 2012)
Berdasarkan penelitian Marsono dkk (2002), ubi jalar sebagai sumber
karbohidrat memiliki indeks glikemik 54. Nilai indeks glikemik (IG) < 55
termasuk kelompok yang rendah, IG 55-70 sedang, dan >70 tinggi, jadi IG ubi
jalar termasuk rendah. Tepung ubi jalar mengandung serat makanan yang relatif
tinggi disertai dengan indeks glikemik yang rendah, artinya, tepung ubi jalar atau
makanan berbasis tepung ubi jalar lebih lamban dicerna dan lamban
meningkatkan kadar gula darah. (Budiman, 2015)
Timbulnya penyakit degeneratif diakibatkan oleh pola hidup tidak sehat,
sehingga perlu perhatian khusus dalam mengkonsumsi makanan untuk mengurangi risiko
penyakit degeneratif, terutama pada penderita atau orang dengan risiko diabetes melitus.
Hal tersebut diduga dapat disiasati dengan mengkonsumsi pangan sumber karbohidrat
seperti umbi-umbian. (Maulana, 2012)
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi IG pangan adalah proses
pengolahan. IG ubi jalar yang digoreng sebesar 47, dikukus sebesar 62, dan
dipanggang sebesar 80. Hal demikian diikuti oleh faktor lain yang mempengaruhi
IG, yaitu kandungan lemak dalam pangan. Rendahnya IG pada ubi jalar yang
digoreng dikarenakan kandungan lemak dari minyak. Pangan yang berlemak
cenderung akan memperlambat laju pengosongan lambung, sehingga penyerapan
di dalam usus akan lambat. (Maulana, 2012)
Proses pengolahan dapat menyebabkan meningkatnya kadar IG pangan
dibandingkan dengan IG pangan dari pangan yang tidak diolah karena melalui
proses pengolahan struktur pangan menjadi lebih mudah dicerna dan diserap
sehingga dapat mengakibatkan kadar gula naik dengan cepat. Selain itu ukuran
partikel yang semakin kecil sehingga memudahkan terjadinya degradasi oleh
enzim juga dapat menyebabkan IG semakin meningkat. Proses pemasakan atau
pemanasan akan menyebabkan terjadinya gelatinisasi pada pati. Dengan adanya
proses pecahnya granula pati ini molekul pati akan lebih mudah dicerna karena
enzim pencerna pada usus mendapatkan tempat bekerja yang lebih luas. Hal inilah
yang menyebabkan proses pemasakan atau pemanasan dapat menyebabkan
terjadinya kenaikan IG pangan. (Maulana, 2012)
Pada percobaan pengeringan dan penepungan dilakukan tiga macam
perlakuan, yaitu blanching, perendaman dengan air dan perendaman dengan
larutan Na2S2O5. Berdasarkan hasil percobaan, diantara ketiga perlakuan tersebut,
tepung yang direndam dengan larutan Na2S2O5 memiliki sifat sensori yang paling
baik, diantaranya adalah warna oranye, rasa yang tawar, aroma khas ubi jalar,
tekstur yang halus dan kenampakan yang cerah. Jika dibandingkan dengan SNI
dari segi karakteristik sensori, tepung ubi jalar hasil percobaan sudah memenuhi
syarat SNI. Namun, jika dilihat dari sifat kimia, fisik dan mikrobiologi, hal
tersebut belum bisa dipastikan, karena tidak dilakukan analisis lebih lanjut. Selain
itu, ukuran tepung ubi jalar hasil percobaan belum seragam, karena hanya
menggunakan saringan yang mesh nya tidak diketahui secara pasti.
IV KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan membahas mengenai : (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan pembuatan tepung ubi jalar dengan cara
direndam dalam air didapatkan berat produk sebesar 33,8 gram dengan persentase
tepung kasar sebesar 0,32%, tepung halus 20,37% dan lost product 2,37%, secara
organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna oranye, rasa tawar, aroma khas
ubi jalar, tekstur halus dan kenampakan pucat. Pada pembuatan tepung dengan
cara direndam dengan Na2S2O5 dan air didapatkan berat produk sebesar 34,5 gram
dengan persentase tepung kasar sebesar3,04%, tepung halus 18,6% dan lost
product 1,16%, secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna oranye,
rasa tawar, aroma khas singkong, tekstur halus dan kenampakan cerah. Pada
pembuatan tepung dengan cara blanching didapatkan berat produk sebesar 34,8
gram dengan persentase tepung kasar sebesar 4,3%, tepung halus 17,6% dan lost
product 0,57%, secara organoleptik tepung ubi jalar mempunyai warna oranye
kecokelatan, rasa sedikit manis, aroma khas ubi jalar, tekstur halus dan
kenampakan kurang menarik. Berdasarkan hasil percobaan, tepung ubi jalar yang
diberikan perlakuan perendaman dengan larutan Na2S2O5 memiliki karakteristik
sensori yang paling baik dibandingkan dengan tepung ubi jalar yang diberikan
perlakuan blanching dan perendaman dengan air biasa.
4.2 Saran
Praktikan disarankan agar segera melakukan perlakuan setelah bahan
dikupas agar tidak terjadi browning enzimatis, lebih memperhatikan waktu
perendaman dan mengiris bahan secara tipis agar proses pengeringan tidak
memakan waktu yang lama.
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, Leni Herliani, (2013), Teknologi Pengawetan Pangan, Alfabeta, Bandung.
Aliyafi, (2014), Pembuatan Tepung Ubi Jalar Ungu Sebagai Upaya Diversifikasi Pangan, http://setbakorluhjateng.com, Diakses: 4 Maret 2015.
Anonim, (2011), Proses Blanching untuk Pengolahan Pangan, http://belajar-blog-di.blogspot.com, Diakses: 4 Maret 2015.
Arianto, Dicki, (2012), Teknologi Pengeringan Drum, http://dicki25.blogspot.com, Diakses: 5 Maret 2015.
Brennan, J.G, et. Al, (1969), Food Engineering Operations, Applied Science Publishers Limited, London.
Budiman, Iwan, (2015), Ubi Jalar, http://s3autumn.wordpress.com, Diakses: 5 Maret 2015.
Desrosier, Norman W., (1988), Teknologi Pengawetan Pangan, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Fellows. P.J.,(1990), Food processing Technology, Ellis forwood. Limited. England.
Maulana, Bayu, (2012), Pengaruh Berbagai Pengolahan terhadap Indeks Glikemik Ubi Jalar Cilembu, http://repository.ipb.ac.id, Diakses: 5 Maret 2015.
Pusluh, Marwati, (2011), Pembuatan Tepung Ubi Jalar, http://epetani.pertanian.go.id, Diakses: 4 Maret 2015.
Rohman, Saepul, (2008), Teknologi Pengeringan Bahan Pangan, http://majarimagazine.com, Diakses: 5 Maret 2015.
Saptoningsih, (2013), Pembuatan Tepung dan Alternatif Pemanfaatannya, http://bbpp-lembang.info, Diakses: 4 Maret 2015.
Septiyani, Naning, (2012), Bahan Tambahan Pangan Natrium Metabisulfit, http://naning-septiuani.blogspot.com, Diakses: 4 Maret 2015.
Winarno F.G., (2002), Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya, , Penerbit Gramedia Pustaka Utama Indonesia, Jakarta.
Wirakartakusumah, Aman, (1992), Peralatan dan Unit Operasi Industri Pangan, Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Zaif, (2013), Proses Blanching pada Bahan Pangan, http://zaifbio.wordpress.com, Diakses: 4 Maret 2015.
LAMPIRAN TABEL SNI SYARAT MUTU TEPUNG UBI JALAR
( Sumber : SNI 01-2997-1995 )
LAMPIRAN DISKUSI MODUL
1. Jelaskan tujuan blanching pada pembuatan tepung!
Tujuan dari blanching adalah bahan akan menjadi bersih, mengurangi populasi
bakteri, mempertajam flavour, warna, dan dapat menghilangkan flavour yang
tidak disukai. Dengan adanya pemanasan akan menyebabkan dinding sel
menjadi lebih lunak dan permeabel terhadap air. Dengan demikian maka akan
mempercepat terjadinya proses penguapan air dari dalam bahan, dan berarti
drying rate-nya menjadi lebih besar sehingga dengan demikin proses
pengeringannya menjadi lebih cepat.
2. Jelaskan mengenai mekanisme reaksi terjadinya browning enzimatis dan
non enzimatis!
Browning enzimatis
Browning ini terjadi karena adanya senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang
bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatis pada buah dan
sayuran. Proses ini memerlukan adanya fenol oksidase danoksigen yang harus
berhubungan dengan substrat tersebut.
Browning non enzimatis
Suatu aldosa bereakasi bolak-balik dengan asam amino atau dengan seuatu
gugus amino dari protein sehingga menghasilkan basa schiff.
3. Jelaskan mengenai perbedaan antara proses pengeringan alami dan
pengeringan buatan dan jelaskan pula keuntungan dan kerugian dari
pengeringan tersebut!
Pengeringan alami adalah suat cara menghilangkan atau menurunkan kadar air
pada bahan atau produk secara alami denga cara memanfaatkan sinar
matahari.
Keuntungan : murah dan mudah didapat.
Kerugian : memrlukan waktu yang lama, membutuhkan tempat yang luas,
bergantung pada cuaca, tidak higienis, dan suhu tidak bisa diatur.
Pengeringan buatan adalah suatu cara untuk menghilangkan atau menurunkan
kadar air pada bahan dengan menggunakan alat atau instrumen.
Keuntungan : waktu pengeringan cepat, tidak membutuhkan lahan besar,
tidak bergantung kondisi cuaca, dan suhu mudah diatur.
Kerugian : mahal, membutuhkan biaya perawatan yang mahal, dan
memerlukan daya listrik yang besar.
4. Adakah pengaruh signifikan dari bahan yang digunakan terhadap
kualitas tepung?
Ada. Dalam suatu komoditi terutama tepung sanagta penting hubugannya
dengan bahan yang terdapat dalam tepung tersebut dan juga dalam proses
pembuatannya. Contoh, tepug terigu, kualitas tepung terigu dapat terbentuk
tergantung pada faktorbahan baku dan pemrosesan melalui proses pencucian,
pengupasan sekam, penggilingan, dan pemutihan maka jadilah tepung terigu
seperti yang kita kenal. Sedangkan dalam bahan baku kualitas protein serta
gluten ditentukan oleh kualitas jenis gandum yang diimpor serta varietas yang
akan mempengaruhi kualitas tepung terigu.
5. Adakah cara lain yang dapat digunakan untuk memperbaiki performance
tepung yang dihasilkan?
Dengan cara bleaching
Dengan cara penambahan anti kempal
Dengan cara menggunakan enzim
LAMPIRAN KUIS
1. Apakah yang dimaksud dengan rendemen? Sebutkan rumusnya!
Analisa rendemen merupakan suatu presentase produk yang di dapatkan dari
perbandingan berat awal bahan dengan berat akhirnya. Sehinga dapat diketahui
kehilangan beratnya ketika mengalami proses pengolahan. Rendemen di dapat
dengan cara menimbangkan hasil berat akhir yang dihasilkan dari proses
dibandingkan dengan berat awal sebelum mengalami proses.
% Produk tepung halus =W Tepung HalusW awal
x 100 %
% Produk tepung kasar =W Tepung KasarW awal
x100 %
2. Sebutkan perbedaan antara tepung singkong, tepung tapioka dan tepung
MOCAF?
Tepung singkong diperoleh dengan cara menggiling umbi singkong yang telah
dikeringkan (gaplek) dan diayak sampai diperoleh butiran-butiran kasar dalam
ukuran tertentu.
Tepung tapioka atau yang lebih tepat disebut pati tapioka memiliki cara
pembuatan yang berbeda. Singkong yang sudah dikupas dan dicuci bersih
kemudian diparut hingga halus, diperas dan ditambahkan air. Sari pati singkong
kemudian diendapkan selama empat jam. Endapan ini lah yang menjadi tepung.
Endapan tadi diambil lalu dijemur sekitar 2 hari. Limbah dari tapioka biasanya
digunakan sebagai makanan ternak.
Tepung MOCAF merupakan singkatan dari modified cassava flour. Sederhananya
adalah tepung dari singkong yang telah dimodifikasi dengan cara difermentasi.
Dengan cara ini, aroma singkong menjadi hilang. Keunggulan dari tepung mokaf
adalah kandungan kalsium dalam tepung mokaf yang lebih tinggi dari gandum
maupun padi. Selain itu, tepung ini juga lebih mudah dicerna oleh tubuh daripada
tepung terigu karena tidak mengandung asam sianida. Tepung mokaf sangat baik
untuk penderita autis karena tepung mokaf tidak mengandung gluten, yang sangat
dihindari para penderita.
3. Jelaskan mekanisme browning enzimatis!
Browning ini terjadi karena adanya senyawa fenolik. Senyawa fenolik yang
bertindak sebagai substrat dalam proses pencoklatan enzimatis pada buah dan
sayuran. Proses ini memerlukan adanya fenol oksidase danoksigen yang harus
berhubungan dengan substrat tersebut.
4. Sebutkan tujuan dan prinsip penepungan!
Tujuan dari penepungan adalah untuk menurunkan kadar air pada bahan pangan
sampai batas tertentu sehingga meminimalkan serangan mikroba atau enzim dan
insekta perusak dan menghasilkan bahan yang siap diolah lebih lanjut. Prinsip dari
penepungan berdasarkan pada perpindahan panas secara konduksi dan konveksi.
Pengurangan kadar air sampai batas tertentu dan diteruskan dengan proses reduksi
sampai berukuran 100 mesh hingga bahan berbentuk tepung.
5. Apa perbedaan dari pengeringan dengan penguapan?
Pengeringan (drying) adalah cara mengurangi kadar air dalam bahan padat / semi
padat, pengurangan air pada pengeringan lebih banyak dibanding penguapan,
media yg digunakan bisa berupa gas. Terjadi karena perbedaan konsentrasi air
dipermukaan benda padat (jenuh) dengan udara luar (tidak jenuh) atau perbedaan
tekanan antara permukaan bahan (besar) dengan udara luar (kecil) shg terjadi
perpindahan massa dari permukaan benda ke udara.
Penguapan (evaporasi) adalah pemisahan uap air dlm bentuk suatu campuran
murni yg mengandung air relatif banyak, engurangan air lebih kecil dibanding
pengeringan, dan dipisahkan dengan media pemanasan pada titik didihnya.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
Perhitungan Fomulasi
1. Tepung dengan Perendaman dalam Air W setelah trimming : 472,1 gramW setelah dibagi 3 : 157 gramW setelah pengeringan : 33,8 gramW tepung halus : 32,5 gramW tepung kasar : 0,5 gram
% Produk tepung halus =W Tepung HalusW Awal
x 100%
=32,5157
x100 %=20 ,7 %
% Produk tepung kasar = W Tepung KasarW Awal
x100 %
= 0,5157
x 100%=0 ,32%
W Lost product = W bahan kering - W tepung halus - W tepung kasar
= 33,8 – 32,5 – 0,5
= 0,8 gram
% Lost product = W Lost ProdukW Berat Kering
x100 %
= 0,833 , 8
x100 %=2 , 37 %
2. Tepung dengan Perendaman dalam Na2S2O5
W setelah trimming : 472,1 gramW setelah dibagi 3 : 157,9 gramW setelah pengeringan : 34,5 gramW tepung halus : 29,3 gramW tepung kasar : 4,8 gram
% Produk tepung halus =W Tepung HalusW Awal
x 100 %
=29,3157,9
x100%=18 , 6 %
% Produk tepung kasar = W Tepung KasarW Awal
x100 %
= 4,8157,9
x100 %=3 , 04 %
W Lost product = W bahan kering - W tepung halus - W tepung kasar
= 34,5 – 29,3 – 4,8
= 0,4 gram
% Lost product = W Lost ProdukW Berat Kering
x100 %
= 0,434 , 5
x100 %=1 , 16 %
3. Tepung dengan BlanchingW setelah trimming : 472,1 gramW setelah dibagi 3 : 157,9 gramW setelah pengeringan : 34,8 gramW tepung halus : 27,8 gramW tepung kasar : 6,8 gram
% Produk tepung halus =W Tepung HalusW Awal
x 100 %
=27,8157,9
x100 %=4,3 %
% Produk tepung kasar = W Tepung KasarW Awal
x100 %
= 6,8157,9
x100 %=4,3 %
W lost product = W bahan kering - W tepung halus - W tepung kasar
= 34,8 – 27,8– 4,3
= 0,2 gram
% Lost product = W Lost ProdukW Berat Kering
x100 %
= 0,234 , 8
x 100%=0 ,57 %