PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL …repository.unib.ac.id/63/1/132JIPI-2006.pdf · Tujuan...

download PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL …repository.unib.ac.id/63/1/132JIPI-2006.pdf · Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat penggunaan mineral makro organik (Ca,

If you can't read please download the document

Transcript of PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL …repository.unib.ac.id/63/1/132JIPI-2006.pdf · Tujuan...

  • ISSN 1411 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8, No. 2, 2006, Hlm. 132 - 140 132

    PENENTUAN TINGKAT PENGGUNAAN MINERAL ORGANIKUNTUK MEMPERBAIKI BIOPROSES RUMEN PADA KAMBING

    SECARA IN VITRO

    DETERMINATION OF UTILIZATION LEVEL OF ORGANIC MINERAL TO IMPROVERUMEN BIOPROCESS OF GOAT BY IN VITRO METHOD

    Muhtarudin dan LimanJurusan Produksi Ternak Fakultas Pertanian Universitas Lampung

    Jl. Sumantri Bojonegoro 1 Bandar Lampung 35145 [email protected]

    ABSTRACT

    The objective of research was to determine utilization level of organic mineral both macro (Ca, Mg) and micro(Zn, Cu, Cr, Se) mineral by in vitro method. The research had two steps, the first, determine utilization level ofmicro organic mineral.The research used completely randomized design with 5 treatments and 6 replications. Thetreatments were arranged i.e: basic rations (30% forage+70% concentrate); basic rations +0.5 times recomendationof organic micro mineral, basic rations + 1 times recomendation of organic micro mineral, basic rations + 1.5 timesrecomendation of organic micro mineral, and basic rations+2 times recomendation of organic micro mineral.Secondly, the research had done to determine utilization level of macro organic mineral. The research usedcompletely randomized design with 5 treatments and 6 replications The treatments were arranged i.e: basicrations (30% forage + 70% concentrate); basic rations +0.5 times recomendation of organic macro mineral, basicrations+1 times recomendation of organic macro mineral, basic rations +1.5 times recomendation of organicmacro mineral, and basic rations+2 times recomendation of organic macro mineral. The parameters consisted i.e:containing of volatil fatty acid, ammonia, dry matter digestibility, and organic matter digestibility. The resultshowed (1) based on dry matter digestibility, and organic matter digestibility, the best level of utilization oforganic macro mineral was 1 times recomendation of NRC (1985) based on organic matter digestibility, the bestlevel of utilization of organic micro mineral was 1.5 times recomendation of NRC.

    Key words : organic mineral, rumen bioprocess

    ABSTRAK

    Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan tingkat penggunaan mineral makro organik (Ca, Mg organik)serta mikro organik (Zn, Cu, Cr, Se organik) secara in vitro . Penelitian dilakukan 2 tahap, pertama penentuantingkat penggunaan mineral mikro organik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan5 perlakuan dan 6 ulangan. Susunan perlakuannya adalah : ransum basal (30% rumput lapang + 70% konsentrat,ransum basal + mineral mikro organik kali dari rekomendasi, ransum basal + mineral mikro organik sesuaidengan rekomendasi, ransum basal + mineral mikro organik 1.5 kali dari rekomendasi, dan ransum basal + mineralmikro organik 2 kali dari rekomendasi. Pada tahapan kedua, penelitian dilakukan untuk menentukan penggunaanmineral makro organik. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 6ulangan. Perlakuan ransum yang diuji, yaitu ransum basal (30% hijauan + 70% konsentrat), ransum basal +mineral makro organik kali rekomendasi (Ca-PUFA 1.42 g per BK ransum dan Mg- PUFA 0.41 g per BK ransum),ransum basal + mineral makro organik sesuai rekomendasi (Ca-PUFA 2.80 g per BK ransum dan Mg-PUFA 0.82g per BK ransum), ransum basal + mineral makro organik 1.5 kali rekomendasi (Ca-PUFA 4.20 g per BK ransumdan Mg-PUFA 1.23 g per BK ransum), dan ransum basal + mineral makro organik 2 kali rekomendasi (Ca-PUFA5.60 g per BK ransum dan Mg-PUFA 1.64 g per BK ransum). Parameter yang diukur pada penelitian iniadalah : kadar lemak atsiri (VFA) total, kadar amonia (NH3) cairan rumen, kecernaan zat bahan kering (KCBK) danbahan organik (KCBO) secara in vitro. Hasil penelitian in vitro didapat: (1) taraf penggunaan mineral makroorganik dengan dosis 1 kali rekomendasi NRC (1988) ke dalam ransum perlakuan merupakan taraf terbaik,berdasarkan kecernaan bahan kering dan bahan organik (2) taraf penggunaan mineral mikro organik dengandosis 1.5 kali dari rekomendasi NRC (1985) ke dalam ransum perlakuan merupakan taraf terbaik, berdasarkankecernaan bahan organik.

    Kata kunci : mineral organik, bioproses rumen.

  • Muhtarudin dan Liman JIPI 133

    PENDAHULUAN

    Bioproses rumen dan pascarumen harusdidukung kecukupan mineral makro dan mikro.Mineral-mineral ini berperan optimalisasi bioprosesrumen dan metabolisme zat-zat makanan. Mineralmikro dan makro di dalam alat pencernaan ternakdapat saling berinteraksi positif atau negatif danfaktor lainnya, misalnya asam fitat, dan serat kasardapat menurunkan ketersediaan mineral.Pemberian mineral dalam bentuk organik dapatmeningkatkan ketersediaannya sehingga dapatlebih tinggi diserap dalam tubuh ternak(Muhtarudin, 2003; Muhtarudin dan Widodo, 2003).Mineral dalam bentuk chelates dapat lebihtersedia diserap dalam proses pencernaan.Agensia chelating dapat berupa karbohidrat, lipid,asam amino, fosfat, dan vitamin. Dalam prosespencernaan chelates dalam ransum memfasilitasimenembus dinding sel usus. Secara teoritis,chelates meningkatkan penyerapan mineral.

    Pemberian mineral Zn dapat memacupertumbuhan mikroba rumen (Muhtarudin danWidodo, 2003; Putra, 1999) dan meningkatkanpenampilan ternak (Muhtarudin dan Widodo, 2003;Hartati, 1998). Defisiensi Zn dapat menyebabkanparakeratosis jaringan usus dan menggangguperanan Zn dalam metabolisme mikroorganismerumen. Kebutuhan Zn bagi mikroorganisme cukuptinggi yaitu 130-220 mg kg-1 (Hungate, 1966). Znsebagai metalloenzim yang melibatkan banyakenzim antara lain polimerase DNA, peptidasekarboksi A dan B dan posfatase alkalin. Aktivitasenzim-enzim tersebut akan terganggu apabilaterjadi defisiensi Zn.

    Di negara maju suplementasi Zn dan Cu,digunakan untuk mengatasi mastitis. Tidak kurang60% sapi perah laktasi di Indonesia menderitamastitis subklinis sampai klinis. Hal ini menimbulkan kerugian ekonomis yang sangat besar karenasusu ditolak konsumen. Defisiensi Zn antara lainmenyebabkan puting susu mengeras, rapuh, pecah,dan mengundang infeksi bakteri patogen ke dalamke dalam kelenjar kambing. Suplementasi mineralZn baik berupa Zn lisinat atau proteinatmemberikan pengaruh positif terhadappertumbuhan dan parameter nutrisi pada ternak.

    Suplementasi Cu berbentuk Cu lisinat berpengaruhmenurunkan pertumbuhan, namun sebaliknyadalam bentuk Zn, Cu proteinat mampumenghasilkan pertumbuhan terbaik pada domba.Oleh karena itu suplementasi Cu sebaik-nya dalambentuk Cu proteinat (Sutardi, 2001). NRC (1988)merekomendasikan kebutuhan Zn dan Cu masing-masing 50 ppm dan 10 ppm.

    Salah satu mineral mikro yang juga sangatdibutuhkan ternak ruminansia adalah Se (selenium)kadarnya dalam pakan banyak yang belumdiketahui, sedangkan yang telah diketahuikadarnya ketersediaan biologisnya sangatberagam. Dengan demikian peluang untukdefisiensi atau marjinal cukup besar. Defisiensi Seterkait erat dengan defisiensi vitamin E. antaralain menyebabkan diatesis eksudatif pada unggasdan penyakit daging putih (white muscle disease)pada domba, dan kemandulan pada sapi perahbetina (Arthur, 1997).

    Cromium dapat meningkatkan pemasukanglukosa ke dalam sel-sel tubuh. Faktor Cr sebagaifaktor toleransi glukosa (GTF) telah lama diketahui(Schwartz and Mertz, 1959). GTF-cromiummeningkatkan pengikatan insulin oleh reseptorpada membran sel sehingga pemasukan ke dalamsel meningkat. Suplementasi cromium-proteinatdapat meningkatkan glukosa darah yang dapatdigunakan sebagai indikator peningkatan suplaiglukosa ke dalam sel-sel tubuh dan alveolus susu.Kadar Cr pada sapi perah belum diperhitungkandengan tepat.

    Mineral kalsium (Ca) adalah salah satumineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh ternak.Mineral Ca sangat penting sebagai komponenstruktural (tulang dan gigi) dan non struktural(metabolisme dan jaringan lemak). PenyerapanCa dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk mineralini, juga oleh interaksinya dengan mineral lainnya.Konsumsi yang tinggi mineral Al dan Mg dapatmengganggu penyerapan Ca. Asam oksalat danfitat menurunkan penyerapan Ca. Asam lemakmenstimulir membentuk sabun yang tidak larut,akan tetapi sejumlah lemak dalam jumlah tertentumendorong penyerapan kalsium (Maynard et al.,1982). Pembuatan sabun kalsium dengan asamlemak diharapkan dapat mengurangi interaksi

  • Penentuan tingkat penggunaan mineral JIPI 134

    negatif dengan mineral lain dan dapatmeningkatkan penyerapan pascarumen.

    Mineral makro lainnya yang sangat pentingadalah magnesium (Mg). Mineral ini sangatpenting sebagai komponen struktural (tulang dangigi), juga sebagai komponen enzim yang terlibatdalam transfer fosfat dari bentuk ATP ke bentukADP. Mineral K, pH rumen, asam fitat dan lemakberpengaruh terhadap penggunaan Mg.Suplementasi Mg dalam bentuk mineral organikdapat meningkatkan penyerapan Mg (Maynard etal., 1982).

    Tujuan penelitian ini adalah untukmenentukan tingkat penggunaan mineral makro

    organik (Ca, Mg organik) serta mikro organik (Zn,Cu, Cr, Se organik) secara in vitro.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian berlangsung dua tahap yaitu:Penelitian tahap pertama: pembuatanMineral-mikro Organik (Zn, Cu, Cr, dan Seorganik) serta evaluasi tingkat penggunaannya secara in vitro terhadap parameter rumen.

    Asam amino yang digunakan dalam penelitianadalah lisin. Reaksi hipotesis yang diharapkanterjadi:

    a. Lisin sebagai kation 2-

    1. H3N+-CH2-CH2-CH2-CH2-CH-COO- + CrO4 (lisin)2CrO4

    NH3 Lisin 2-2. Lisin + SeO3 (lisin)2SeO3

    -b. Lisin sebagai anion

    1. H2N-CH2-CH2-CH2-CH2-CH-COO- + Cu2+ (lisin)2Cu

    NH22. Lisin anion + Zn2+ (lisin)2Zn

    Tabel 1. Kandungan zat-zat makanan pada ransum basal berdasarkan BK

    Bahan Pakan BK Abu PK LK SK BETN -------------------------------------------------%-----------------------------------------------

    Konsentrat 87.521 9.149 13.702 9.682 17.457 37.531Rumput lapang 92.508 11.768 12.157 5.114 34.200 36.760Analisis Proksimat Laboratorium Makanan Ternak, Jurusan Produksi Ternak, Universitas Lampung. 2004

    Tabel 2. Dosis mineral mikro organik di dalam ransum perlakuan

    Dosis mineral Mineral mikro organik Zn-lisinat Cu-lisinat Cr-lisinat Se-lisinat -----------------------------------------------ppm-------------------------------------------------------

    0.5 dari rekomendasi 20 5 0.15 0.051 kali dengan rekomendasi 40+ 10+ 0.30+ 0.10+

    1.5 kali dari rekomendasi 60 15 0.35 0.152 kali dari rekomendasi 80 20 0.50 0.20+ National Research Council /NRC (1985)

  • Muhtarudin dan Liman JIPI 135

    Dilanjutkan dengan penelitian in vitro (Tilleyand Terry, 1963) untuk menentukan tingkatpenggunaan mineral mikro-organik yang terbaikterhadap parameter rumen.

    Penelitian telah dilaksanakan pada Desember2004, di Laboratorium Makanan Ternak, JurusanProduksi Ternak, Fakultas Pertanian, UniversitasLampung.

    Penelitian ini menggunakan Rancangan AcakLengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan diulang6 kali. Perlakuan yang diuji meliputi : r0=ransumBasal (30% rumput lapang + 70% konsentrat);r1 = ransum basal + mineral mikro organik 0.5kali rekomendasi; r2 = ransum basal + mineralmikro organik 1 kali (sesuai) rekomendasi; r3=ransum Basal + mineral mikro organik 1.5 kalirekomendasi; dan r4= ransum basal + mineralmikro organik 2 kali rekomendasi. Ransum basalterdiri atas 30% rumput lapang, dan 70%konsentrat terdiri dari dedak halus, bungkil kelapa,onggok, tepung jagung, CaCO3, dan urea.

    Adapun kandungan zat-zat makanan ransumperlakuan tercantum pada Tabel 1. Dosis mineralmikro organik di dalam ransum perlakuan dapatdilihat pada Tabel 2.

    Penelitian tahap kedua: pembuatan mineralMineral-makro Organik (Ca, Mg organik)serta evaluasi tingkat penggunaannya secarain vitro terhadap parameter rumen.

    Reaksi dasar yang terlibat adalah reaksipenyabunan. Mineral makro yang akan digunakanadalah Ca dan Mg. Reaksi hipotesisnya sebagaiberikut:COO - (CH2)n + Ca

    2+ 2COO(CH2)nCa Asam lemak sabunCOO - (CH2)n + Mg

    2+ 2COO(CH2)nMg Asam lemak sabun

    Setelah sabun terbentuk, dilanjutkan denganpenelitian in vitro untuk menentukan tingkatpenggunaan mineral makro-organik yang terbaikterhadap parameter rumen.

    Penelitian telah dilaksanakan pada bulanFebruari - Maret 2005, bertempat di LaboratoriumMakanan Ternak, Jurusan Produksi Ternak,Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

    Penelitian ini menggunakan Rancangan AcakLengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan enamulangan. Perlakuan ransum, yaitu : r0 = Ransumbasal (30% hijauan + 70% konsentrat); r1 =Ransum basal + Mineral makro organik 0.5 kalirekomendasi (Ca-PUFA 1.42 g per BK ransumdan Mg- PUFA 0.41 g per BK ransum); r2 =Ransum basal + Mineral makro organik 1 kalirekomendasi (Ca-PUFA 2.80 g per BK ransumdan Mg-PUFA 0.82 g per BK ransum); r3 =Ransum basal + Mineral makro organik 1.5 kalirekomendasi (Ca-PUFA 4.20 g per BK ransumdan Mg-PUFA 1.23 g per BK ransum); r4 =Ransum basal + Mineral makro organik 2 kalirekomendasi (Ca-PUFA 5.60 g per BK ransumdan Mg-PUFA 1.64 g per BK ransum). Ransumbasal terdiri atas 30% rumput lapang dan 70%konsentrat yang terdiri dari dedak halus, bungkilkelapa, onggok, tepung jagung, dan urea.

    Parameter yang diukur adalah : kadar lemakatsiri (VFA ) total dalam satuan mM, kadar amonia(NH3) cairan rumen dengan teknik mikrodifusiConway (mM), kecernaan zat bahan kering(KCBK) dan bahan organik (KCBO) secara invitro (%) menggunakan metode Tilley and Terry(1963).

    Data yang diperoleh dianalisis secara statistikdengan analisis keragaman untuk mengetahuipengaruh perlakuan terhadap parameter. Uji bnedarata-rata BNT untuk mengetahui perbedaan antarperlakuan.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Penggunaan mineral mikro organikProduksi Volatile Fatty Acid (VFA). Hasil

    analisis ragam menunjukkan bahwa ransumperlakuan berpengaruh sangat nyata (P

  • Penentuan tingkat penggunaan mineral JIPI 136

    rekomendasi memberikan efek negatif untukpertumbuhan mikroba rumen sehingga menurunkan produksi VFA. Akan tetapi sebaliknya padakecernaan bahan kering dan bahan organik, justrumeningkatkan kecernaan (akan dibahaskemudian). Dengan demikian mineral mikroorganik dosis 2 kali rekomendasi belum digunakansecara optimal di dalam rumen, tetapi di dalamsaluran pencernaan pasca rumen mineral mikroorganik dosis 2 kali dari rekomendasi ini dapatdigunakan secara optimal, sehingga padapenambahan dosis tersebut ke dalam ransum dapatmeningkatkan kecernaan bahan kering dan bahanorganik ransum. Pada perlakuan r3 nilai VFA lebihrendah dibanding r0, r1, dan r2 namun tidak berbeda(P>0.05) dibandingkan r4 dan masih dalam kisarannormal pertumbuhan mikroba rumen.

    Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwakisaran produksi VFA yang dihasilkan adalah91.67-166.67 mM, sedangkan menurut Sutardi etal. (1983) kisaran konsentrasi VFA yangmencukupi pertumbuhan mikroba rumen adalah80-160 mM. Hal ini menunjukkan bahwakonsentrasi VFA yang dihasilkan oleh semuaransum sudah mencukupi konsentrasi VFA yangdibutuhkan mikroba rumen untuk pertumbuhannya,bahkan untuk r2 sudah melebihi dari nilaikecukupan.

    Kadar Amonia (NH3). Berdasarkan analisisragam menunjukkan bahwa ransum perlakuanberpengaruh sangat nyata (P

  • Muhtarudin dan Liman JIPI 137

    Tabel 4. Pengaruh ransum perlakuan terhadap parameter rumen dan kecernaan ransum secara in vitro

    Perlakuan VFA(mMol) NH3(mMol) KCBK(%) KCBO(%)

    r0 143.33 b 8.37 c 62.89 b 67.52 br1 173.33 a 12.21 a 63.29 b 67.51 br2 178.33 a 11.56 ab 67.08 a 71.21 ar3 185.00 ab 10.25 b 64.21 ab 68.87 abr4 101.67 c 9.65 c 64.04 ab 68.72 abNilai yang diikuti huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata (P0.05) terhadap kecernaan bahan keringransum. Hasil uji Beda Nyata Terkecilmemperlihatkan bahwa ransum perlakuan r4memiliki nilai kecernaan bahan kering ransumtertinggi dibanding dengan ransum perlakuan padar0, r1, r2, dan r3. Hal ini membuktikan bahwagabungan antara mineral-mineral mikro organiksaling memperbaiki daya cerna ransum di dalamsaluran pencernaan pasca rumen. Hasil tersebutjuga menunjukkan bahwa dosis mineral mikroorganik masih dapat digunakan dengan baik olehternak untuk meningkatkan pertumbuhan danaktivitas mikroba rumen, sehingga kecernaanbahan kering ransum dapat meningkat.

    Kecernaan bahan kering ransum antara r0,r1, r2, dan r3 berbeda tidak nyata (P>0.05), tetapisecara rata-rata nilai kecernaan bahan keringransum lebih tinggi semuanya jika dibandingkandengan perlakuan kontrol (r0). Hal ini menunjukkan bahwa ransum perlakuan dengan tarafpenggunaan mineral mikro organik tidak lebih baikjika dibandingkan dengan ransum perlakuan tanpapenggunaan mineral mikro organik.

    Kecernaan Bahan Organik . Kecernaanbahan organik merupakan persentase bahanorganik pakan yang dapat dicerna oleh ternak.

    Berdasarkan hasil analisis ragammenunjukkan bahwa ransum perlakuanberpengaruh nyata (P

  • Penentuan tingkat penggunaan mineral JIPI 138

    Energi tersebut digunakan untuk pertumbuhanternak inang dan mempertahankan kehidupanmikroorganisme itu sendiri.

    Berdasarkan hasil analisis ragam menunjukkan bahwa ransum berpengaruh sangat nyata(P

  • Muhtarudin dan Liman JIPI 139

    dalam mineral organik semakin banyak danmengakibatkan berkurangnya populasi.

    Konsentrasi NH3 yang mampu dan baikuntuk pertumbuhan mikroba rumen berkisar antara4-12 mM (Sutardi, 1977). Sedangkan konsentrasiNH3 yang dihasilkan dari ransum perlakuan 8.32-12.21 mM. Nilai tersebut sudah sesuai dengankisaran yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untukpertumbuhannya.

    Berdasarkan hasil analisis ragammenunjukkan bahwa ransum perlakuan tidakberpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kecernaanbahan kering ransum. Tetapi menurut hasil ujiBeda Nyata Terkecil memperlihatkan bahwaransum perlakuan r2 nyata (P

  • Penentuan tingkat penggunaan mineral JIPI 140

    and K.A. Jacques eds. Nottingham UniversityPress., Nottingham.

    Erwanto. 1995. Optimalisasi Sistem FermentasiRumen melalui Suplementasi Sulfur,Defaunasi, Reduktasi Emisi Metan danStimulasi Pertumbuhan Mikroba pada TernakRuminansia. Disertasi, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor

    Hartati, E. 1998. Suplementasi Minyak Lemurudan Seng ke Dalam Ransum yangMengandung Silase Pod Coklat dan Ureauntuk Memacu Pertumbuhan Sapi HolsteinJantan. Disertasi, Program PascasarjanaInstitut Pertanian Bogor, Bogor.

    Hungate, R.E. 1966. The Rumen and Its Microbes.Academic Press., New York

    Maynard, L. A.,J.K. Loosly, H.f. Hintz, and R.G.Warner. 1982. Animal nutrition. 7th edition.Mc Graw-Hill Book Co. Inc., New York

    Muhtarudin. 2003. Pembuatan dan penggunaanZn-Proteinat dalam ransum untukmeningkatkan nilai hayati dedak gandum danoptimalisasi bioproses dalam pencernaanternak kambing. Jurnal Penelitian PertanianTerapan. 3(5): 385393.

    Muhtarudin, L., dan Y. Widodo. 2003.Penggunaan seng Organik danPolyunsaturated Fatty Acid dalam upayameningkatkan ketersediaan Seng, pertumbuhan, serta kualitas daging kambing. LaporanPenelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi.

    National Research Council. 1985. NutrientRequirement of Sheep. 6th Ed. NationalAcademy Science, Washington, D. C

    National Research Council. 1988. NutrientRequirement of Dairy Cattle. 6Th Ed. NationalAcademy Science, Washington, D.C.

    Prihandono, R. 2001. Pengaruh suplementasiprobiotik bioplus, lisinat Zn dan minyak lemuru(Sardinella longiceps) terhadap tingkatpenggunaan pakan dan produksi fermentasirumen domba. Skripsi. Fakultas Peternakan.Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Tidakdipublikasikan).

    Putra, S. 1999. Peningkatan performans sapi Balimelalui perbaikan mutu pakan dansuplementasi seng asetat. Disertasi, ProgramPascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

    Satter, L. D. and L.L. Slyter. 1974. Effect ofammonia on rumen microbial proteinproduction in vitro . British Journal ofNutrition. 32: 199-208

    Schwarz, K. and W. Mertz. 1959. Chromium (III)and glucose tolerance factor. Arch. Biochem.Biophys. 85: 292.

    Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. BahanKursus Peternakan Sapi Perah. KayuAmbon. Dirjen Peternakan-FAO

    Sutardi T. 2001. Revitalisasi peternakan sapiperah melalui penggunan ransum berbasislimbah perkebunan dan suplemen mineralorganik. Laporan Akhir RUT VIII. InstitutPertanian Bogor, Bogor

    Sutardi, T., N. A. Sigit, dan T. Toharmat. 1983.Standarisasi mutu protein Bahan makananruminansia berdasarkan parametermetabolismenya oleh mikroba rumen.Laporan Penelitian. Direktorat Pembinaandan Pengabdian pada Masyarakat, DirjenDIKTI, Depdikbud.

    Tilley, A. D. dan R. A. Terry. 1963. A two stagetechnique for in vitro digestion of foragecrops. Journal British Grassland Society.18(2): 104 -111