PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA...

29

Click here to load reader

Transcript of PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA...

Page 1: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS

DUAL GRADIENT DRILLING

TUGAS AKHIR

Oleh:

JURYANTO TANDEPADANG

NIM 122 06 096

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNIK pada Program Studi Teknik Perminyakan

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN

FAKULTAS TEKNIK PERTAMBANGAN DAN PERMINYAKAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2011

Page 2: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING

JENIS DUAL GRADIENT

TUGAS AKHIR

Oleh:

JURYANTO TANDEPADANG

NIM 122 060 96

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar

SARJANA TEKNIK

pada Program Studi Teknik Perminyakan

Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan

Institut Teknologi Bandung

Disetujui oleh:

Pembimbing Tugas Akhir,

Prof. Dr. –Ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S

Page 3: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 1

PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA MANAGED PRESSURE DRILLING JENIS DUAL GRADIENT

Oleh Juryanto Tandepadang*

Pembimbing

Prof. Dr.ing. Ir. Rudi Rubiandini R.S.

Sari Pemboran dengan pressure window yang sempit akan banyak memberikan persoalan pada well control dan cost. Untuk menanggulangi kondisi ini, dikembangkanlah managed pressured drilling. Khusus untuk pengeboran offshore, Managed Pressure Drilling jenis Dual Gradient dapat menjadi pilihan karena didesain untuk zona dengan pressure window sempit. Hidrolika berkaitan erat dengan pembersihan lubang dan pemberian tekanan pada open hole. Oleh karena itu, pengaturan parameter hidrolika menjadi penting untuk memperoleh kondisi operasi yang optimum.

Data yang digunakan dalam studi kasus ini ingin memperlihatkan bagaimana kaitan parameter hidrolika terhadap pengangkatan cutting dan pemberian tekanan pada lubang sumur. Parameter tersebut adalah densitas, reologi, geometri sumur, laju pemompaan dan back pressure. Kondisi optimum yang diharapkan adalah laju sirkulasi fluida pemboran tidak menyebabkan tekanan dasar sumur (BHP) berada di luar operating window, baik pada saat statik maupun dinamik. Operating window yang dimaksud adalah daerah operasi diantara Qmin, Qmaks, tekanan rekah dan tekanan pori formasi. Optimasi hidrolika di bit dilakukan untuk memperoleh laju optimum pompa rig

Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas dan reologi dari lumpur pemboran akan memperluas operating window. Jika densitas fluida yang digunakan lebih kecil, BHP yang dihasilkan juga lebih kecil. Viskositas yang lebih kecil cenderung menyebabkan pengangkatan cutting kurang efektif, sehingga laju sirkulasi tidak dapat terlalu besar, jika dibandingkan dengan fluida dengan viskositas lebih baik.

Kata kunci: Dual Gradient, Mud Lift Pump, hidrolika, densitas, reologi, pressure window, Qopt

Abstract Drilling with narrow pressure window will cause many problem in well control and cost. To overcome this problem, managed pressured drilling have been developed. Dual Gradient drilling is one of alternative to drilling in offshore, which have narrow pressure window. Hydraulics very close related with hole cleaning and pressure control in open hole. Thus, control of hydraulics parameter is the key to gain optimum working operation.

Data for case study will give the impact of hydraulic parameters to hole cleaning and pressure control in open hole. Those are density, rheology, bore hole geometry, circulating rate and back pressure. Optimum condition that expected is circulation rate cause bottom hole pressure not lay outside the operating window, for static and dinamic condition. The operating window is region between Qmin, Qmaks, pore pressure and fracture gradient in Q vs BHP plot. Bit hydraulic optimation are held to gain the optimum circulation rate of rig’s pump.

It conclude from case study that the higher the density and rheology, the wider the operating window. If use fluid with small density, BPH will smaller too. Fluid with smaller viskosity will cause hole cleaning less effective, so circulation rate shouldn’t be too high, compare to fluid with higher viscosity.

Keywords: Dual Gradient, Mud Lift Pump, hydraulic, density, rheology, pressure window, Qopt

*) Mahasiswa Program Studi Teknik Perminyakan – Institut Teknologi Bandung

Page 4: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 2

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Saat ini, teknologi memungkinkan pengeboran dilakukan pada daerah dengan tingkat kesulitan yang tinggi, seperti pada zona dengan pressure window yang sempit dan zona total loss. Jika dibandingkan dengan kondisi beberapa tahun silam, pengeboran di zona ini masih belum memungkinkan atau pengeboran tetap dilakukan namun tidak efisien.

Managed Pressure Drilling (MPD) menjadi salah satu alternatif teknologi pengeboran yang dikembangkan untuk menjawab kebutuhan pengeboran di zona-zona yang sulit. Prinsip teknologi ini adalah mengontrol tekanan anulus lubang bor sehingga tetap berada dalam pressure window.

Dual Gradient Drilling (DGD) sebagai salah satu jenis MPD, dikembangkan untuk menjawab kebutuhan pengeboran offshore, yang memiliki pressure window yang sempit. Dengan teknologi konvensional, pengeboran di zona ini akan mengalami banyak kesulitan sehubungan dengan well control. Dampaknya adalah penggunaan casing yang lebih banyak, tubing produksi yang kecil, Non Productive Time (NPT) meningkat, yang pada akhirnya akan berpengaruh pada biaya pengeboran. DGD dapat menjadi alternatif penting karena mampu mengurangi persoalan-persoalan pengeboran konvensional dan memungkinkan pengeboran yang lebih efektif secara teknis dan ekonomis.

Seperti halnya pengeboran pada umumnya, salah satu aspek penting DGD adalah hidrolika. Parameter hidrolika seperti densitas lumpur dan laju sirkulasi lumpur perlu ditentukan agar dapat mencapai kondisi operasi DGD yang optimum, yakni tekanan anulus saat sirkulasi lumpur ataupun saat statik tetap berada pada pressure window. Hal ini tentu akan berpengaruh pada pembersihan lubang dengan pengangkatan cutting oleh lumpur ke permukaan secara efektif dan kemampuan pompa.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut: 1. menentukan parameter hidrolika yang berpengaruh

pada Managed Pressure Drilling jenis Dual Gradient.

2. menghasilkan desain pompa dengan memper-hatikan parameter-parameter hidrolika pada

Managed Pressure Drilling jenis Dual Gradient Drilling

3. mengaplikasikan parameter hidrolika tersebut pada contoh kasus yang diberikan

2. TEORI DASAR

2.1 Hidrolika Fluida Pemboran

Hidrolika pemboran berkaitan erat dengan pembersihan lubang bor dan pemberian tekanan pada open hole. Pengangkatan cutting yang dilakukan secara efektif akan memberikan dampak positif pada pengeboran. Tekanan pada open hole diberikan oleh kolom lumpur dalam anulus, yang nilainya terletak antara tekanan pori formasi dan tekanan rekah.

2.1.1 Pengangkatan Cutting

Dalam proses pemboran, bit yang dipakai akan menggerus batuan formasi dan menghasilkan cutting. Semakin dalam pemboran berlangsung, semakin banyak pula cutting yang dihasilkan. Supaya tidak menumpuk di bawah lubang dan tidak menimbulkan masalah kebersihan lubang seperti pipe sticking, maka cutting tersebut perlu diangkat ke permukaan. Idealnya banyaknya cutting yang terangkat sebanding dengan cutting yang dihasilkan. Lumpur dapat dikatakan mengangkat cutting secara efektif apabila konsentrasi cutting dalam lumpur dapat dijaga serendah mungkin. Biasanya harga maksimum konsentrasi cutting yang diperbolehkan adalah 5%.

Berikut ini adalah parameter yang sangat berpengaruh dalam mekanisme pengangkatan cutting :

a) Vslip (kecepatan slip) yaitu kecepatan kritik dimana cutting mulai akan terendapkan.

b) Vcut (kecepatan cutting) yaitu kecepatan cutting untuk naik ke permukaan .

c) Vmin (kecepatan minimum) yaitu kecepatan lumpur minimum sehingga cutting dapat terangkat ke permukaan tanpa terjadi penggerusan kembali.

Page 5: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 3

Gambar 2.1 Mekanisme Transpor Cutting 2)

Dari gambar skematis di atas, dapat diturunkan kecepatan minimum lumpur berikut.

Vmin = Vslip + Vcut ............................................(2.1)

Kecepatan Cutting (Vcut)

Persamaan berikut dapat digunakan untuk menghitung Vcut.

Cconc2

dhdp136

ROPVcut

= ..................................(2.2)

Kecepatan Slip (Vslip) korelasi Moore

Penentuan Vslip untuk sumur vertikal pada Newtonian fluid 4).

Vs = 1.89�dcutf�ρs − ρf

ρf�

.......................................(2.3)

Nilai f ditentukan berdasarkan harga NRe, dengan aliran laminer, transisi ataupun turbulen.

Penentuan nilai Vs dilakukan secara iteratif, seperti pada gambar 1 di lampiran B

Untuk sumur directional sampai horizontal penentuan Vslip dapat menggunakan korelasi yang dikembang-kan oleh Rudi-Shindu. Koreksi dilakukan terhadap parameter inklinasi, densitas lumpur dan rotary speed (RPM). 6)

Vs = (Ci x Cmw x CRPM)Vsv ...............................(2.4)

Untuk o45θ ≤

svV600

RPM1

15

mρ3

45

θ21Vs

−+

+= ..........(2.4a)

Untuk : o45θ ≥

svV600

RPM1

15

mρ33Vs

−+

= .....................(2.4b)

Laju minimum lumpur adalah batasan minimum kecepatan cutting yang ada dalam lumpur dapat terangkat, sehingga pembersihan lubang dapat berlangsung dengan efektif. Batas laju minimum ini dapat ditentukan dengan persamaan berikut.

Qmin = A annulus x Vmin .................................(2.5)

2.1.2 Kehilangan Tekanan

Kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi terjadi akibat friksi dalam pipa dan anulus dan dipengaruhi oleh laju alir dan perubahan luas area yang dilewati fluida pemboran seperti pada bit. Besarnya kehilangan tekanan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan matematis sesuai dengan model reologi fluida pemboran. Lumpur pemboran merupakan fluida Non Newtonian sehingga digunakan model reologi Power Law. Prosedur perhitungannya dapat dilihat pada gambar 2 lampiran B.

ΔPsistem=ΔPsurf+ΔPpipe+ΔPann+ΔPbit ............(2.6)

Kehilangan tekanan ini akan mempengaruhi efek-tifitas lumpur dalam mengangkat cutting, sehingga perlu dikompensasi dengan tekanan dari pompa. Namun, pemberian tekanan balik dari pompa lumpur untuk mengganti kehilangan tekanan di sepanjang sistem ini tidak boleh melebihi tekanan maksimum pompa yang tersedia di permukaan. Dengan demikian, tekanan yang terjadi pada open hole adalah kombinasi dari tekanan hidrostatik lumpur dan tekanan pompa yang dibutuhkan untuk mengatasi kehilangan tekanan sepanjang annulus.

Dengan mengetahui nilai tekanan dan laju alir lumpur, dapat ditentukan besarnya daya pompa yang dibutuhkan. Sebaliknya, kemampuan pompa sendiri dibatasi oleh horse power maksimumnya, sehingga berpengaruh pada nilai tekanan dan kecepatan alirnya. Berikut ini adalah persamaan yang memperlihatkan hubungan horse power, tekanan pemompaan dan laju alir lumpur 2).

Page 6: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 4

1714

P.QHP = ...........................................................(2.7)

2.1.3 Hidrolika Bit

Kehilangan tekanan terbesar terjadi pada bit, karena perubahan area yang dialiri lumpur. Lumpur melewati nozzle yang memiliki area yang jauh lebih kecil sehingga diperoleh laju alir lumpur yang sangat tinggi. Hal ini dimaksudkan agar semburan lumpur menumbuk formasi dan membantu melepaskan cutting. Optimasi hidrolika di bit menyangkut kehilangan tekanan di bit. Besarnya kehilangan tekanan di bit (Pb) dibatasi oleh daya pompa maksimum (HPm) dan tekanan maksimum pompa yang tersedia di permukaan (Pm).

Total kehilangan tekanan pada peralatan permukaan, sepanjang pipa dan anulus disebut kehilangan tekanan parasitik (Pp) yang terjadi akibat friksi saat sirkulasi. Hal ini berarti ada hubungan antara laju alir dan kehilangan tekanan, seperti pada persamaan berikut.

Pp = KQz.............................................................(2.8)

K merepresentasikan properti lumpur dan geometri lubang.

Harga z dan K diperoleh dengan melakukan tes aliran, yaitu pompa dijalankan dengan beberapa kecepatan dan dilihat tekanan yang terjadi pompa. Plot antara Pp (Ppompa-Pb) vs Q menghasilkan kemiringan tertentu, yang merupakan harga z. Pengujian ini dinamakan slow pump rate test.

Dari tes ini diperoleh normal rate (Q1) dan slow rate (Q2) dari pompa. Selain itu juga, dapat diketahui tekanan pompa pada saat pemompaan normal rate (P1 @ Q1) dan pada saat pemompaan slow rate (P2 @ Q2).

Untuk menentukan kehilangan tekanan di bit digunakan persamaan2) :

𝑃𝑏 = 𝜌𝑄2

10858 𝐴𝑛2.......................................................(2.9)

dimana:

Dan P parasitik

Pp = P- Pb...........................................................(2.10)

Nilai z dan K dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan (2.11) hingga (2.14)

( )( )2Q/1Qlog

p2P/p1PlogZ= .............................................(2.11)

( )( )Q1/Q2log

p1P/p2PlogZ= .............................................(2.12)

z1Qxp1PpK −

= ...............................................(2.13)

zQ2xp2PpK −= ..............................................(2.14)

Telah dikenal ada tiga kriteria yang dipakai untuk optimasi hidrolika, yaitu :

1. Bit Hydraulic Horse Power (BHHP) Memaksimumkan daya yang dipakai di bit dari Horse Power pompa yang tersedia di pemukaan.

BHHP = Q Pb1714

...............................................(2.8)

2. Bit Hydraulic Impact Force (BHI) Memaksimumkan tumbukan sesaat (impact) yang diterima batuan formasi oleh pancaran lumpur dari bit.

BHI = 0.0173 x Q x (ρm Pb )0.5...................(2.9)

3. Jet Velocity (JV) Memaksimumkan kecepatan pancaran lumpur dari bit (Vnozzle).

JV = 0.321 QAn

..............................................(2.10)

Masing-masing kriteria memberikan kehilangan tekanan di bit yang berbeda, sehingga laju optimum dan ukuran nozzle yang perlu digunakan juga akan berbeda. Untuk melakukan optimasi perlu diketahui terlebih dahulu laju pompa minimum dan laju pompa maksimum yang diperbolehkan, hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa laju optimum berada pada batas-batas laju yang diperbolehkan. Laju pompa minimum didapat dari kecepatan minimum lumpur untuk mengangkat cutting. Laju pompa maksimum didapat dari kecepatan kritikal lumpur yaitu saat pola aliran lumpur mulai berubah dari laminar menjadi turbulen pada annulus lubang (open hole), karena aliran turbulen dapat menggerus lubang sumur. Qmaks juga dapat berupa laju alir yang menyebabkan rekahan, karena melebihi gradien rekah formasi.

2.2 Managed Pressure Drilling

2.2.1 Definisi Managed Pressure Drilling (MPD)

International Association Drilling Committee (IADC) memberikan defenisi MPD berikut:

Page 7: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 5

“an adaptive drilling process used to more precisely control the annular pressure profile throughout the wellbore.” The objectives of MPD are “to ascertain the downhole pressure environment limits and to manage the annular hydraulic pressure profile accordingly."

Dari definisi ini, dapat diketahui MPD merupakan teknologi pengeboran yang prinsip utamannya adalah pengontrolan tekanan anulus secara cermat agar tetap berada dalam batas-batas tekanan di lubang sumur yang telah ditetapkan. Batasan tekanan tersebut adalah tekanan pori dan tekanan rekah formasi, atau yang lebih dikenal dengan istilah pressure window.

2.2.2 Variasi Teknik Managed Pressure Drilling

Beberapa jenis teknik MPD yang telah berkembang antara lain: 1. Constant Bottomhole Pressure (CBHP) Merupakan salah satu jenis dari MPD yang

mampu melakukan pemboran melewati pressure window yang sempit. Tujuan CBHP adalah untuk mencapai Bottom Hole Pressure (BHP) yang terletak dalam pressure window, saat statik dan dinamik. Pada saat statik, tekanan dalam anulus dijaga agar tetap berada pada pressure window

(a)

(b) Gambar 2.2 Profil Tekanan Annulus CBHP

(a) Saat statik (b) Saat Dinamik 10)

2. Mud Cap Drilling (MCD) Dilakukan pada lubang sumur yang mengalami

total lost circulation atau near total lost. Mud Cap Drilling menggunakan dua jenis fluida, yaitu mud cap yang berviskositas tinggi dan densitas tinggi, diinjeksikan ke annulus untuk memberi tekanan hidrostatik agar tidak terjadi kick akibat turunnya kolom hidrostatik ketika terjadi lost, dan sacrifice fluid yang berdensitas lebih rendah sebagai fluida pemboran yang dibiarkan masuk ke dalam zona total lost bersama serpihan pemboran (cutting). Tidak ada aliran lumpur yang kembali ke permukaan, seperti pada blind drilling. Teknik ini efektif pada formasi yang sangat vugular (bergua-gua), seperti formasi karbonat yang berekah.

Gambar 2.3 Profil Tekanan Annulus pada MCD11)

3. Dual Gradient Drilling (DGD) Merupakan pemboran dengan menggunakan dua gradient tekanan fluida. Teknik ini biasanya digunakan di offshore terutama dengan pressure window yang sempit. Tujuan dari DGD adalah mencegah overbalance yang terlalu besar yang dapat melebihi gradient rekah formasi.

Page 8: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 6

Gambar 2.4 Perbandingan Profil Tekanan Annulus Pada DGD dan Pemboran Konvensional12)

4. Continous Circulating System (CCS) Merupakan peralatan khusus untuk melakukan

penyambungan pipa (connection) tanpa harus menghentikan sirkulasi (mematikan pompa). Tujuannya adalah untuk mempertahankan BHP konstan, terutama dan pada formasi dengan pressure window yang sempit. Karena saat pompa dimatikan, untuk melakukan penyambungan pipa, tekanan di lubang sumur berkurang sehingga dapat menyebabkan kick, formasi runtuh sehingga pipa terjepit, dan pada saat pompa dinyalakan lagi, tekanan akan naik agar dapat memecah mud yang menjadi gel saat pompa mati, tekanan dapat meningkat tajam hingga mengakibatkan lost circulation.

2.2.3 Dual Gradient Drilling (DGD)

Prinsip DGD adalah terdapat dua jenis pressure gradient fluida dalam anulus. Kondisi ini dapat tercapai dengan mengurangi densitas fluida dalam riser. Untuk mewujudkan hal ini, salah satu metode yang diterapkan pada DGD adalah menggunakan subsea mudlift pumps yang ditempatkan di dasar laut. Hal ini berarti tekanan di pompa akan sama dengan tekanan air laut di dasar sumur. Secara sederhana sistem SMD ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.5 Aliran Fluida Pemboran pada Mudlift Drilling System 7)

Salah satu fenomena yang perlu di atasi pada Dual Gradient drilling adalah efek pipa-U, karena akan menghasilkan deteksi kick yang absurd. Adanya perbedaan tekanan hidrostatis dalam drillstring dan anulus saat sirkulasi dihentikan, menyebabkan fluida cenderung untuk mencari keseimbangan. Pada DGD, efek pipa-U ini akan selalu menjadi faktor yang berpengaruh dan dapat terjadi secara berulang selama pengeboran. Solusi untuk mengatasi efek pipa-U ini adalah penggunaan DSV. Meskipun nampaknya merugikan, efek pipa-U ini juga memberikan keuntungan karena tekanan sirkulasi yang rendah dari pompa di rig, sehingga perbedaan kecil pada tekanan akan mudah dideteksi. Perubahan tekanan ini juga sering menjadi detektor akan adanya kick. Berikut ini adalah ilustrasi efek pipa-U pada DGD.

Gambar 2.6 Ilustrasi efek pipa-U pada DGD 9)

Beberapa peralatan khusus yang digunakan pada DGD:

a. Subsea Mudlift Pump Subsea Mudlift Pump (MLP) adalah peralatan penting dan memberi pengaruh yang signifikan

Page 9: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 7

pada sistem DGD. Fungsi utamanya adalah mengangkat hasil pengeboran dari dasar laut ke permukaan dan menjaga tekanan dalam lubang sumur konstan dengan menjaga tekanan masukan pompa yang konstan.

b. Drillstring Valve (DSV) Saat sirkulasi lumpur berhenti, karena menyambung atau melepas pipa, lumpur dalam drill string akan mengalir keluar menuju lubang sumur dan anulus untuk mencari kesetimbangan. DSV dipasang dalam rangkaian drillpipe untuk mengatasi adanya aliran fluida.

c. Subsea Rotating Diverter (SRD) Lumpur yang telah melewati anulus dan membawa cutting akan dibelokkan dari BOP ke pompa lumpur bawah laut (subsea pump) menggunakan rotating head. Dalam kondisi adanya kerusakan/kegagalan pada peralatan bawah permukaan (misalnya MLP), SRD akan menutup aliran fluida ke MLP dan mengalirkan lumpur melewati anulus, sama seperti metode konvensional. Hal ini berarti sistem dual gradient drilling tidak terjadi.

d. Return line (RL) Pipa dengan diameter 6 in atau 4,5 in yang digunakan untuk mengalirkan fluida hasil pengeboran dari subsea pump menuju permukaan.

2.2.4 Parameter Hidrolika yang Penting pada Operasi DGD-MPD

Kehilangan tekanan pada operasi DGD dipengaruhi oleh beberapa parameter hidrolika yang saling berkaitan. Oleh karena itu, parameter hidrolika berikut ini harus direncanakan secara tepat untuk memenuhi tujuan MPD itu sendiri.

1. Densitas lumpur Pressure window yang sempit menuntut penggunaan densitas lumpur yang cermat. Pada DGD tekanan yang diberikan pada open hole merupakan penjumlahan dari tekanan hidrostatik dua jenis fluida itu kompensasi tekanan pompa akibat kehilangan tekanan karena friksi. Penggunaan densitas lumpur perlu memper-timbangkan kondisi saat statis maupun dinamik sehingga tekanan yang diberikan tidak berada di luar pressure window.

2. Rheology lumpur Viskositas lumpur berpengaruh pada besarnya kehilangan tekanan yang terjadi. Semakin besar viskositas lumpur maka kehilangan tekanan yang

terjadi akan semakin besar. Di sisi lain, pengang-katan cutting yang efisien diberikan oleh harga gel strength, sehingga viskositas lumpur perlu disesuaikan.

3. Geometri lubang sumur dan konfigurasi drill-string Besarnya kehilangan tekanan di annulus akan bervariasi bergantung pada ukuran dan kedalaman annulus. Kehilangan tekanan di annulus akan semakin besar dengan semakin kecilnya ukuran annulus. Maka pemilihan geometri lubang juga harus dipertimbangkan agar tidak menghasilkan tekanan pada annulus yang sangat besar, sehingga ECD dapat meningkat sampai melebihi gradien rekah formasi. Namun, jika ukuran annulus ingin diperbesar dengan mengurangi diameter pipa, perlu juga mempertimbangkan tekanan di dalam drillstring agar tidak mengakibatkan tekanan standpipe yang tinggi.

4. Laju sirkulasi Pada ukuran annulus tertentu, semakin besar laju alir maka semakin besar tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan fluida dengan laju alir tersebut. Biasanya laju sirkulasi dikurangi untuk mengurangi ECD, namun densitas lumpur dapat meningkat karena konsentrasi serpih pemboran (cutting) meningkat. Saat konsentrasi cutting meningkat efektifitas pembersihan lubang berkurang sehingga laju pemboran (ROP) juga akan berkurang. Sehingga laju sirkulasi akan terbatasi oleh tekanan maksimum yang terjadi dan efektifitas pengangkatan cutting.

5. Back pressure Back pressure menjadi parameter penting pada operasi DGD saat terjadi kick. Setelah kick diatasi dan dialirkan ke permukaan melewati return line, gas dapat menyebabkan pengurangan densitas dalam return line sehingga mengurangi tekanan hidrostatik fluida. Hal ini tentu tidak diharapkan karena akan menyebabkan sirkulasi dalam return line terganggu. Untuk mengatasi hal ini, diberikan back pressure pada pompa subsea menggunakan choke line, untuk memberikan tambahan tekanan saat terjadi kick. Selain itu, pada kondisi statik MLP berperan sebagai pemberi tekanan balik ke anulus menggantikan ALP yang hilang saat pemboran berlangsung. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kick selama sirkulasi lumpur terhenti.

Page 10: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 8

2.2.4.1 Laju Sirkulasi Lumpur

Sistem pemboran konvensional mensyaratkan laju optimum pemompaan lumpur berada antara Qmin pengangkatan cutting dan Qmaks terjadinya aliran turbulen. Qopt dapat diperoleh dengan optimasi hidrolika pada bit.

DGD menggunakan dua jenis pompa, yang sistem kerjanya berbeda. Pompa lumpur di permukaan harus mampu mengkompensasi kehilangan tekanan pada sistem sirkulasi di sepanjang lubang bor, dari TD hingga permukaan seafloor, sebelum fluida pemboran masuk ke dalam pompa subsea. Jika pada pemboran konvensional Qopt berada antara Qmin dan Qmaks, maka batasan utama pada DGD adalah tekanan yang diberikan pada open hole tidak berada di luar pressure window. Hal ini tentunya tetap memperhatikan Qmin dan Qmaks. Qmin adalah laju pengangkatan cutting minimal dan Qmaks adalah laju terendah antara laju yang menyebabkan terjadinya rekahan atau aliran turbulen. Output yang diharapkan adalah adanya operating window pompa permukaan dengan memperhatikan Qmin, Qmaks dan pressure window, dengan memperhatikan parameter yang berpengaruh pada hidrolika di atas.

Pompa subsea menyediakan head pengangkatan fluida pemboran dari seafloor ke permukaan melewati return line. Pressure window tidak menjadi persoalan, tetapi tetap memperhatikan Qopt, yaitu terletak antara Qmin dan Qmaks.

2.2.4.2 Laju Sirkulasi Lumpur saat terjadi Kick

Pada saat terjadi kick, pompa subsea memainkan peranan penting, baik dalam deteksi kick maupun dalam menghentikan kick. Pompa subsea ini akan bertindak sebagai choke yang mengatur tekanan dan laju alir fluida. Pada kondisi normal, pompa subsea diatur pada tekanan masukan yang konstan (constant Pinlet). Saat terjadi kick, influx fluida formasi (gas) akan menyebabkan densitas lumpur menurun dan menyebabkan BHP juga menurun. Laju pemompaan akan meningkat untuk mempertahankan Pinlet konstan, sebanding dengan laju influx gas. Untuk menghentikan influx ini, pompa diatur menjadi kondisi laju alir konstan dan laju keluaran dari pompa berkurang menjadi laju alir sebelum terjadi kick. Hal ini akan menyebabkan tekanan masukan pompa meningkat, memberikan semacam tekanan balik, yang dapat meningkatkan BHP sehingga influx dapat dihentikan. Selanjutnya kick akan di sirkulasi melalui anulus ke pompa, return line dan akhirnya ke permukaan.

2.2.4.3 Back pressure

Ketika kick (gas) memasuki return line, akan terjadi penurunan tekanan hidrostatik dan mempengaruhi tekanan keluaran pompa. Jika tekanan keluaran pompa ini turun melebihi tekanan masukan pompa, pompa tidak dapat menyediakan perbedaan tekanan dan dapat menyebabkan adanya aliran fluida melewati pompa karena adanya perbedaan tekanan. Jika hal ini terjadi, hal ini akan menyebabkan penurunan pada BHP dan hilangnya kontrol sumur. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan back pressure melalui choke di permukaan, untuk memberikan perbedaan tekanan yang positif pada pompa

Back pressure juga ditanggungkan pada Pinlet MLP saat sistem dalam keadaan statik. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kick.

2.2.4.4 Spesifikasi Pompa

Pompa jenis positive displacement mampu mem-berikan tekanan yang besar dan memompa volume fluida yang besar. Pompa jenis ini dapat digolongkan menjadi dua yaitu pompa lumpur jenis triplex-single acting yang biasa digunakan pada rig offshore, sedangkan pompa lumpur duplex-double acting digunakan pada pengeboran onshore. Pompa triplex digunakan pada offshore karena lebih ringan, menghasilkan tekanan keluaran yang lebih stabil, dan biaya pemeliharaan yang lebih rendah.

Berdasarkan kesimpulan dari SMD JIP, pompa (subsea) pada sistem DGD harus mampu memenuhi beberapa persyaratan penting berikut. Seperti yang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan 2.2

Tabel 2.1 Spesifikasi Subsea Mudlift Drilling7)

Parameter Desain Spesifikasi

Seawater Depth 10,000 ft

Flow Rate 1800 gpm

Fluid Density 8.55 - 18.5 ppg

Suction Pump Pressure

4522 psi (tekanan hidrostatis air laut + 50 psi trip margin)

Liquid Flow Control

Pump at any rate from 0-1800 gpm and maintain a fixed rate

Pressure Maintenance

Maintain a fixed inlet pressure regardless of rate fluctuation

Page 11: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 9

Tabel 2.2 Kebutuhan Mudlift Pump7)

Parameter Desain Spesifikasi

Total static head (ft) 10.000 ft

Differential pressure (psi) 6.500 psi

Hydraulic Horsepower 4.800 HP

Operating temperature 28 ºF - 180 ºF

Perbedaan tekanan pompa adalah selisih antara tekanan keluaran (Poutlet) dan tekanan masukan (Pinlet) pompa. Poutlet dan Pinlet dapat dihitung dengan persamaan berikut. 7)

Pin = ρsw x 0.052 x Dsw + TM ..............................(3.1)

Pout = 0.052 x ρm x Dw + ΔP f,RL + ΔPchoke ........(3.2)

3. METODE PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA DUAL GRADIENT

Seperti yang telah dijelaskan di atas, parameter hidrolika yang akan ditentukan harus dapat menghasilkan kondisi operasi yang optimum, baik pada saat dinamik (saat pemboran berlangsung) maupun saat statik (saat penyambungan pipa).

Laju optimum perlu ditentukan saat dinamik sehingga dapat diperkirakan ukuran nozzle yang sesuai untuk mengoptimasi hidrolika di bit. Saat statik yang perlu ditentukan adalah besarnya back pressure yang harus dibebankan pada MLP.

Perhitungan keseluruhan dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel. Selain itu, diperoleh grafik dan profil tekanan hidrolika di annulus.

3.1 Penentuan Laju Pompa Optimum

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, pompa pada sistem DGD ada dua, pompa permukaan dan pompa subsea (MLP).

Pada pompa permukaan, laju sirkulasi dikatakan optimum selama masih berada pada batas-batas laju yang diperbolehkan berdasarkan pertimbangan batas-batas tekanan (tekanan pori dan rekah formasi), pengangkatan cutting dan kestabilan lubang bor. Plot antara tekanan anulus dan laju sirkulasi digunakan untuk menentukan batas-batas laju yang diperbolehkan tersebut.

Untuk keperluan pembuatan plot ini maka perlu dihitung terlebih dahulu harga BHP untuk beberapa

harga laju alir, dengan memperhatikan parameter-parameter hidrolika seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Harga BHP dibentuk oleh tekanan hidrostatik dan kehilangan tekanan akibat friksi di annulus. Data-data yang dibutuhkan meliputi data properti lumpur yaitu densitas dan data hasil viskometer, data konfigurasi sumur, data cutting dan laju pemboran (ROP) rata-rata dan data pressure window (EMW tekanan pori dan gradien rekah formasi), dengan variasi kedalaman laut dan geometri sumur.

Laju optimum pompa subsea terletak antara Qmin dan Qmaks pengangkatan cutting.

3.1.1 Perhitungan Kehilangan Tekanan di Annulus

Perhitungan kehilangan tekanan dapat dilihat pada gambar 2 lampiran B.

3.1.2 Perhitungan Tekanan Hidrostatik

Tekanan hidrostatik sangat dipengaruhi oleh densitas lumpur yang digunakan. Selain itu, cutting yang dihasilkan dari pemboran dapat meningkatkan densitas lumpur, yang berakibat pada meningkatnya BHP. Densitas yang memasukkan faktor konsentrasi cutting dalam lumpur ini dinamakan densitas efektif.

Konsentrasi cutting di annulus dipengaruhi efektifitas pengangkatan cutting. Seperti telah dijelaskan pada bab II, efektifitas pengangkatan cutting dipengaruhi kecepatan pengendapan cutting (Vslip) dan kecepatan minimum lumpur yang digunakan (Vmin) sehingga didapatkan kecepatan cutting terangkat (Vcut). Sehingga dalam perhitungan BHP, perlu diperhitungkan harga Vslip yang akan mengurangi kecepatan cutting terangkat.

Langkah perhitungan tekanan hidrostatik adalah sebagai berikut: 4)

1. Hitung Kecepatan Lumpur Rata-Rata (Average Velocity)

Average Velocity (AV) adalah kecepatan lumpur rata-rata yang dihasilkan berdasarkan laju pompa yang digunakan. AV menggantikan Vmin pada penentuan viskositas apparent untuk menentukan Vslip.

𝐴V = Q Ca����

..........................................................(3.3)

2. Hitung Viskositas apparent dengan persamaan pada gambar 2 lampiran B. Harga Vmin diganti dengan AV.

3. Hitung Kecepatan Pengendapan Cutting (Vslip)

Page 12: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 10

a. Pertama anggap aliran lumpur adalah laminar. Harga Vslip laminar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan Moore untuk aliran transisi, tidak menggunakan persamaan untuk NRE<3, karena jarang sekali ditemukan.

b. Hitung NRE dengan input harga Vslip yang telah dihitung.

c. Jika NRE < 300, maka Vslip hitungan dapat dipakai. Tetapi jika NRE > 300, maka aliran turbulen, Vslip harus dihitung dengan persamaan pada gambar 2 lampiran B.

d. Vslip kemudian dikalikan faktor koreksi terhadap inklinasi, densitas, dan RPM berdasarkan persamaan metode Vslip Rudi-Shindu (persamaan 2.4a, 2.4b).

4. Hitung Kecepatan Cutting terangkat (Vcut) Vcut = AV-Vsl...............................................(3.4)

5. Konsentrasi cutting (%) didapat dengan mengubah rumus ( 2.9) menjadi berikut

Cconc = ROP x Dh2x 10060 x Vcut x (Dh2−Dp2)

...........................(3.5)

6. Dengan memasukkan konsentrasi cutting didapatkan harga densitas lumpur efektif

ρe = �ρs x Cconc100

� + � ρ x (1− Cconc100

)� ..........(3.6)

7. Hitung Tekanan Hidrostatik

Phidrostatik = ρe x 0.052 x TVD ..................(3.7)

3.1.3 Perhitungan BHP

BHP pada operasi MPD perlu memperhatikan kondisi statik dan dinamik, sehingga besarnya tetap berada dalam pressure window.

BHP dinamik

BHP dinamik = HSP mud + APL + Pinlet 7).........(3.8)

Pada operasi DGD, BHP dinamik terjadi akibat tekanan hidrostatik lumpur sepanjang anulus di bawah mud line, sehingga persamaan 4.13 dapat dituliskan sebagai berikut.

BHP dinamik = ρe x 0.052 x DBML + APL + Pinlet ...............................................................................(3.9)

Dimana DBML adalah kedalaman lubang bor dibawah mud line. Pinlet adalah tekanan masukan pompa

subsea yang besarnya dapat dihitung dengan persamaan.

ECD adalah besarnya densitas yang ekivalen dengan tekanan dalam lubang bor selama sirkulasi, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut.

ECD = BHPdinamik0.052 x TVD

...............................................(3.10)

BHP statik

Kondisi ini terjadi ketika sirkulasi terhenti karena penyambungan pipa maupun saat tripping.

BHP statik = HSP mud + HSP seawater .............(3.11)

Drillstring Hydrostatic

PRESSURE

Drillstring

DSV

Annulus

Return Line

Static Pressure across the Mudlift Pump

PRESSURE

DGD Mud:Drillstring

and Annulus

Return Line

(a) (b)

Gambar 3.1 Static Pressures DGD (a) tanpa DSV (b) dengan DSV 9)

Dari gambar di atas terlihat bahwa efek pipa-u menyebabkan perbedaan profil tekanan dalam drillstring (garis merah). DSV menahan lumpur dalam drillstring dan mencegah penurunan kolom fluida pemboran seperti pada gambar 3.1a.

Pada kondisi statik, pompa subsea juga berperan untuk memberikan tekanan balik sehingga pada formasi, untuk mengkompensasi AFP yang hilang. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kick. Dengan demikian, BHP statik dapat dituliskan sebagai berikut.

BHP statik = HSP mud + HSP seawater + Back pressure................................................................(3.12)

ESD adalah besarnya densitas yang ekivalen dengan tekanan dalam lubang bor pada kondisi statik, yang dapat dihitung dengan persamaan berikut.

ESD = BHPstatik0.052 x TVD

...............................................(3.13)

3.2 Optimasi Hidrolika di Bit Menggunakan Data Slow Pump Rate

Seperti telah dibahas pada bab II, bahwa diperlukan data hasil slow pump rate test untuk melakukan optimasi hidrolika di bit dengan cara perhitungan. Data ini diperlukan untuk mendapatkan z dan K yang dipengaruhi oleh kondisi lubang sebenarnya yang

Page 13: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 11

terjadi saat pemboran. Optimasi Hidrolika di bit berdasarkan masing-masing kriteria (BHHP, BHI atau JV) dipengaruhi oleh laju pompa yang digunakan, maka untuk masing-masing kriteria akan didapat laju optimum. Perhitungan laju optimum dan ukuran nozzle dapat mengikuti langkah perhitungan yang telah diuraikan pada bagian 2 dan diagram alir perhitungan pada lampiran B.

3.3 Penentuan Back pressure

Ketika sirkulasi terhenti karena penyambungan pipa (making connection), APL akan hilang sehingga perlu digantikan oleh tekanan balik dari MLP. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kick.

PRESSURE

Annulus -Circulating

Return Line -Circulating

PRESSURE

Annulus -Circulating

Return Line -Circulating

Annulus -Static

Static

Return Line Friction

PRESSURE

Annulus -Static

AFP

Static

Return Line Friction

PRESSURE

Old Annulus - Static

Static

Return Line Friction

New Annulus - Static

Slide 41 of 72

PRESSURE

Old Annulus - Static

AFP

Static

Return Line Friction

New Annulus - Circulating

Return Line - Circulating

(a) (b) (c)

(d) (e) Gambar 3.2 Profil tekanan pada DGD pada sebelum,

selama dan sesudah penyambungan pipa 9).

Pada gambar (a) terlihat profil tekanan dinamik, sesaat sebelum pompa dimatikan. Profil tekanan berbeda karena adanya friksi dalam pipa dan anulus (garis merah) pada gambar (b). Tekanan statik DGD saat pompa lumpur mati (c). Untuk mencegah terjadinya kick, diberikan back pressure pada anulus dengan mengatur Pinlet pompa, yang besarnya sama dengan APL yang hilang karena pompa mati (d). Gambar (e) menunjukkan profil tekanan setelah pompa lumpur kembali aktif.

3.4 Pembuatan Profil Tekanan di Annulus

Profil tekanan menggambarkan distribusi tekanan dalam lubang bor pada tiap kedalaman, baik saat statik maupun dinamis. Profil dibuat dengan memplot besar EMW, gradient rekah, dan tekanan lumpur di lubang (ECD atau ESD) pada tiap kedalaman (MD tertentu). Tujuannya adalah untuk mengevaluasi tekanan dalam lubang sumur tetap berada dalam pressure window.

4. STUDI KASUS

4.1 Data Data yang digunakan dalam paper ini merupakan data sekunder, yang dihimpun dari berbagai sumber yang

relevan. Sumur yang ditinjau adalah sumur vertikal pada offshore dengan kedalaman laut 10000 ft. Besarnya pore pressure dan fracture gradient dapat dilihat pada tabel 7. Operasi DGD dilakukan pada interval open hole setelah casing terakhir yang berukuran 12 5/8 inci OD sepanjang 15000 ft.

Data yang diasumsikan adalah ROP maksimum dan kecepatan putar (rotary speed) maksimum yang terjadi saat pemboran sebesar 120 ft/jam dan 80 rpm, dan daya maksimum serta tekanan maksimum pompa dapat mencapai 2200 HP dan 7500 psi. spesifikasi yang lebih jelas, dapat dilihat pada lampiran A. Untuk melihat pengaruh dari parameter ini, digunakan beberapa skenario sutdi kasus, seperti tampak pada tabel berikut.

Tabel 4.1 skenario studi kasus Kasus Depth, ft Densitas Θ600/θ300

1 10000 18,8 148/84 2 10000 18,5 400/300

4.2 Hasil dan Pembahasan

4.2.1 Daerah Operasi DGD-MPD

Kasus 1 Tekanan dasar sumur (BHP) dihitung pada setiap laju alir, menghasilkan kurva seperti gambar 4.1. Kurva ini menunjukkan pula efek dari konsentrasi cutting terhadap BHP. Terlihat bahwa semakin bertambah laju alir, konsentrasi cutting juga menurun. Fenomena ini berlangsung hingga suatu batas tertentu, biasanya hingga konsentrasi cutting 5%. Setelah itu, pertambahan laju alir memberikan efek yang berlawanan. BHP semakin meningkat, meskipun konsentrasi cutting terus menurun. Hal ini disebabkan karena efek friksi yang terjadi selama sirkulasi mendominasi dibandingkan tekanan yang timbul akibat densitas fluida. Kurva BHP vs Q akan menjadi salah satu penentu operating window MPD, termasuk DGD.

Selain itu, seperti tampak pada gambar 4.2, operating window juga dibatasi oleh laju minimum pengangkatan cutting dan laju maksimum. Laju minimum yang diperoleh dari hasil perhitungan adalah 264 gpm. BHP yang diakibatkan laju minimum ini juga harus berada dalam pressure window. Dengan laju alir tersebut, diperoleh BHP 24153 psi, terletak di atas tekanan pori formasi.

Sedangkan laju maksimum ditentukan oleh laju kritik terjadinya aliran turbulen ataupun BHP melebihi

Page 14: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 12

gradien rekah formasi. Pada kasus ini, Qkritis mencapai 7461 gpm, yaitu aliran pada interval drill collar dan open hole. Q rekah 1240 gpm. Dengan demikian, laju maksimum adalah Qrekah 1240 gpm.

Kasus 2 Pada kasus 2, seperti yang terlihat pada gambar 4.4 dengan menurunnya densitas dan viskositas, daerah operasi juga makin mengecil. Qmin 258 gpm dan Qrekah 359 gpm. Hal itu disebabkan oleh densitas yang lebih kecil, memberikan BHP yang lebih kecil. Viskositas yang lebih kecil cenderung menyebabkan pengangkatan cutting kurang efektif, sehingga laju minimumnya perlu lebih kecil

Untuk melihat perbandingan operating window kedua jenis contoh kasus diatas, dapat dilihat pada gambar 4.4.

4.2.2 Laju Optimum dan Ukuran Nozzle Bit

Penentuan laju optimum untuk BHHP, BHI dan JV menggunakan data slow pump rate test. Hasil perhitungan laju laju optimum dapat dilihat pada tabel berikut.

Kasus 1

Tabel 4.2 Hasil Optimasi Hidrolika Bit

Parameter BHHP BHI JV

Optimum rate pump (Qopt) 720,21 800 400

Pump Presurre at surface (Ps)

2000 2000 2000

Hp pump at surface (HPs) 840,38 933,49 466,74

Presure at bit (Pb) 1267,54 1121,47 1735,26

Hydraulik HP di bit (Hpb) 532,61 523,44 404,96

Hydraulik Impac (BIFb) 1345,48 1405,80 874,34

Mud Velocity at Bit (Vb) 392,61 369,30 459,38

Total Nozel Area (An) 0,59 0,70 0,28

3 nozle Combination 16.16.16 18.18.18 11.11.12

Untuk kriteria JV laju optimum adalah sebesar laju minimum 400 gpm, BHHP laju optimum sebesar 720,21 gpm, dan untuk kriteria BHI laju optimum adalah sebesar laju maksimum, 800 gpm. Ketiga kriteria ini berada dalam rentang daerah operasi DGD.

Dari hasil perhitungan diatas terlihat bahwa pompa rig yang dibutuhkan harus mampu mengakomodasi daya hingga 933 hp, tekanan 2000 psi dan laju alir 800 gpm.

Hasil laju optimum (Q optimum) dan luas area nozzle (An) masing-masing kriteria dapat diplot dan dipakai

untuk menentukan ukuran nozzle yang harus digunakan, jika kita ingin menggunakan laju pompa tertentu yang besarnya berada pada kisaran laju pompa yang diperbolehkan (antara Qmin dan Qmaks). Plot tersebut juga dapat kita pakai untuk menentukan laju pompa yang harus digunakan jika ada ukuran nozzle tertentu yang ingin kita gunakan.

Kasus 2

Tabel 4.3 Hasil Optimasi Hidrolika kasus 2.

Parameter BHHP BHI JV

Optimum rate pump (Qopt) 359,43 359,43 400 Pump Presurre at surface (Ps) 2000 2000 2000

Hp pump at surface (HPs) 419,41 419,41 466,74

Presure at bit (Pb) 1779,99 1779,99 1735,26

Hydraulik HP di bit (Hpb) 373,27 373,27 404,96

Hydraulik Inpac (BIFb) 795,73 795,73 874,34

Mud Velocity at Bit (Vb) 465,26 465,26 459,38

Total Nozel Area (An) 0,25 0,25 0,28

3 nozle Combination 10.11.11 10.11.11 11.11.12

Untuk kasus 2, nilai Qopt BHHP dan BHI cenderung lebih kecil dibandingkan kasus 1, namun tekanan di bit lebih besar.

4.2.3 Back pressure Besarnya back pressure yang ditanggung oleh MLP sesuai dengan besarnya APL saat sirkulasi. Dalam kasus ini, back pressure yang ditanggung oleh MLP adalah 576 psi untuk kasus 1 dan 432 psi untuk kasus 2. Contoh perhitungan APL dapat dilihat pada tabel 8 lampiran C.

4.2.4 Profil Tekanan pada DGD Kedua contoh kasus memberikan nilai BHP yang terletak dalam pressure window. Kasus 1 dengan ECD 15,48 ppg, sementara kasus 2 dengan ECD 15,63 ppg. Terlihat bahwa BHP kasus 1 lebih tinggi diban-dingkan kasus 2, karena pengaruh dari pengangkatan cutting pada kasus 1 lebih baik dari kasus 2. Profil tekanan pada kedua contoh kasus tersebut dapat dilihat pada gambar 4.5 lampiran C.

Untuk pompa subsea, perbedaan tekanan masukan dan keluaran dapat dihitung dengan menentukan besarnya Pin dan Pout, menggunakan persamaan 3.1 dan 3.2. Contoh perhitungan dapat dilihat pada tabel 9 lampiran C.

Page 15: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 13

Pompa yang dapat digunakan pada rig dapat dilihat pada lampiran, jenis yang tersedia tipe TPK yang memiliki kapasitas 2000 hp, tekanan 7000 psi dan Qmaks 826 gpm

Parameter desain pompa pada kedua contoh kasus di atas, dapat diperlihatkan pada tabel berikut:

Tabel 4.4 parameter desain pompa pada kasus 1 dan 2.

Kasus Qopt, gpm

HP Pm, psi

APL, psi

ΔP, psi

1 800 933 2000 576 6237

2 400 467 2000 432 5953

Dari tabel 4.4 terlihat bahwa desain pompa subsea telah sesuai dengan spesifikasi yang ada dan pompa rig dapat menggunakan pompa lumpur seperti yang tertera pada lampiran A.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Adapun yang menjadi kesimpulan dari penulisan tugas akhir ini adalah: 1. Parameter hidrolika yang berpengaruh pada DGD

adalah densitas, viskositas, laju pemompaan dan back pressure. Densitas dan viskositas yang meningkat memberikan daerah operasional yang lebih luas. Semakin besar laju pemompaan, semakin tinggi kehilangan tekanan, sehingga semakin besar pula back pressure yang perlu diberikan.

2. Parameter yang perlu diperhatikan pada desain pompa adalah horse power, tekanan pompa dan laju pemompaan.

3. Untuk kedua contoh kasus, pompa rig dapat menggunakan triplex mud pump jenis TPK yang memiliki kapasitas 2000 hp, tekanan 7000 psi dan Qmaks 826 gpm. Perbedaan tekanan pada pompa subsea telah sesuai dengan desain subsea pump yang tersedia (hingga 6600 HP)

5.2. Saran

Penentuan parameter hidrolika pada offshore drilling sebaiknya memasukkan pengaruh dari tekanan dan temperatur.

6. UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatakan kepada Tuhan Yesus atas kasih dan anugrahNya sehingga tugas

akhir ini bisa terselesaikan. Terima kasih kepada keluarga tercinta, Papa, Mama, Mitha, Rethi, Andro, Ari, dan Aldi, serta Seli, atas dukungan dan semangat selama ini. Penulis juga ingin mengucap terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Dr-Ing.Ir. Rudi Rubiandini R.S. selaku dosen pembimbing, atas bimbingannya selama mengerjakan tugas akhir ini. Juga terima kasih kepada segenap dosen teknik perminyakan atas ilmu dan courage yang telah diberikan selama penulis menempuh studi. Terima kasih juga kepada Pak Oman, Pak Haryanta, Pak Haryono dan petugas tata usaha lainnya atas bantuan dalam hal administrasi. Tak lupa kepada teman-teman seperjuangan Cigadung, Dea, Anggi, Dito, Pandu, Fadli, Reza, Rilsen, Oji, Marcel, teman-teman TM 2006 dan HMTM-Patra, abang, kakak, saudara, dan adik-adik KTB, PMK OH, dan teman-teman lain yang tak dapat disebut satu persatu, terima kasih atas kebersamaan, dukungan dan semangatnya, Tuhan memberkati senantiasa.

7. DAFTAR SIMBOL

ROP = Rate of Penetration (ft/s) Dp = OD pipa (in) Dh = diameter hole (in) Ccont = konsentrasi Cutting (%) Vs = Vslip, ft/s dcut = diameter cutting, in ρs = densitas cutting, ppg ρf = densitas lumpur, ppg f = friction factor θ = sudut inklinasi, deg Ci = koreksi sudut. ρm = densitas lumpur, ppg Cmw = koreksi terhadap densitas lumpur. CRPM = koreksi terhadap RPM RPM = Kecepatan putar/rotary L = hole length , ft ρ = mud weight, ppg PV = plastic viscosity, cp YP = yield point, lb/100ft2

HP = Horse power pompa, hp P = Tekanan Pemompaan, psi Q = Kecepatan alir, gpm AV = kecepatan lumpur rata-rata, ft/min 𝐶𝑎���� = kapasitas annular rata-rata, gal/ft

= total volume annularMeasure Depth (MD)

HSPmud = Hidrostatik pressure mud, psi z = konstanta eksponen aliran. K = konstanta kehilangan tekanan Q = laju alir, gpm

Page 16: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 14

An = luas nozzle, in2 Pb = kehilangan tekanan di bit, psi. Pin = tekanan suction pompa subsea, psi Pout = tekanan discharge pompa subsea, psi ΔP f,RL = tekanan friksi dalam return line, psi

8. DAFTAR PUSTAKA

1. Rabia, H., Oilwell Drilling Engineering: Principles and Practice, Graham & Trotman, Oxford, UK, 1985.

2. Rubiandini Rudi, Diktat Kuliah TM-2231 Teknik Operasi Pemboran, Penerbit ITB, Bandung, 2008

3. Nur El Kamal, Putri, Penentuan Parameter Hidrolika pada Operasi Managed Pressure Drilling Jenis Constant Bottom Hole, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Perminyakan ITB, Bandung, 2009.

4. Adam T. Bourgoyne Jr., Keith K. Millhelm, Martin E. Chenevert, F.S. Young Jr., SPE Textbook Series Vol. 2, “Applied Drilling Engineering”, First Printing Society of Petroleum Engineers, Richardson TX, 1986.

5. Moore, Preston L., Drilling Practices Manual, PennWell Books, Tulsa, USA, 1986.

6. Lucky., Shindu, Persamaan Baru Penentuan Kecepatan Minimum Lumpur Untuk Mengangkat Cutting Sumur Vertikal, Miring dan Horizontal, Tugas Akhir, Jurusan Teknik Perminyakan, FIKTM, 1999.

7. Oluwadairo, Tolulope, An Evaluation of Subsea Pump Technologies that Can be Used to Achieve Dual Gradient Drilling, Thesis, Petroleum Engineering Texas A&M University, 2007.

8. Juvkam-Wold , Hans C., Dual Gradient Drilling Basic Technology: Wellbore Pressure, 2000.

9. http://www.akersolutions.comDocumentsPandTMHWirth drilling equipment 2010.

10. http://www.weatherford.com/weatherford/groups/public/documents/general/wft021445.pdf, (Weatherford Application Answers : Constant Bottomhole Pressure, Well Design to Energize Assets. 2006)

11. http://www.signaengineering.com/Engineering/papers/MPD/Variations of MPD Exhibit Application Potential.pdf,(Medley G, P Reynolds: Distinct Variations of Managed Pressure Drilling Exhibit Application Potential – Article inWorld Oil, March, pp. 41. 2006).

12. https://txspace.tamu.edu/handle/1969.1/3884, (Martin, Mathew D. : Managed Pressure Drilling, Technique and Tools. Thesis Texas A&M University May 2006).

13. https://www. sunnda.com/ Sunnda Coorporation Product Manual

Page 17: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 15

LAMPIRAN A (DATA)

Tabel 1 Data konfigurasi sumur

kedalaman (ft) seksi annulus D hole (in) OD pipe (in) ID pipe (in) Keterangan 0- 10000 Riser

Seawater

10000 - 25000 Casing - DP 12,625 5 4,276 DGD 25000 - 29100 OH - DP 12,25 5 4,276 DGD 29100 - 29700 OH- HWDP 12,25 5,5 3 DGD 29700-30000 OH -DC 12,25 8 3,25 DGD

Tabel 2 Data lumpur, data cutting dan parameter pemboran

Data Mud Data cutting Parameter pemboran Densitas 18,2 ppg SG 2.3 ROP 120 ft/hr PV 64 cp diameter 0.3 in Rotary speed 80 rpm

YP 20 lb/100 ft2

Page 18: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 14

Tabel 3 Data EMW tekanan pori dan gradien rekah pada sumur dengan kedalaman laut 10000 ft

Depth, ft PP, ppg FG, ppg 10.000 8,65 8,65 10.260 8,65 8,69 10.804 8,66 8,84 11.393 8,66 9,18 12.025 8,68 9,51 12.686 9,01 9,93 13.364 9,40 10,35 14.055 9,77 10,74 14.760 10,14 11,12 15.478 10,49 11,47 16.213 10,73 11,79 16.974 10,77 12,03 17.763 10,93 12,31 18.573 11,16 12,60 19.402 11,40 12,89 20.253 11,65 13,17 21.131 11,83 13,42 22.045 11,91 13,65 22.996 12,09 13,90 23.983 12,13 14,11 25.000 12,39 14,39 26.037 12,53 14,62 27.106 12,55 14,81 28.215 12,48 14,98 29.373 12,31 15,12 30.589 12,04 15,23

Page 19: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 15

Tabel 4. Spesifikasi Triplex Mud Pump Jenis APK9)

Tabel 5.Spesifikasi triplex mud pump SDF-220013)

Page 20: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 16

Tabel 6 Tabel Luas Total Kombinasi Nozzle 2)

Page 21: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 17

LAMPIRAN B (DAFTAR GAMBAR)

Gambar 1. Flowchart penentuan Vcut, Vmin dan Vslip untuk Sumur Vertikal 2)

Page 22: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 18

Gambar 2. Flowchart penentuan kehilangan tekanan dalam anulus (APL) 3)

Va = 24.5 x Q

(Dh2 − OD2)

Qca = Vca x (Dh2 − OD2)

24.5

Vca = �3.878 x 104 x Kρ

�( 12−n)

x � 2.4 x(2n+1) (Dh−OD) x 3n

�( n2−n)

,

aliran LAMINAR ← YA TIDAK → aliran TURBULEN

dPadL =

(8.91 x 10−5 x ρ 0.8x Q 1.8 x (PV) 0.2)(Dh− OD)3(Dh + OD)1.8

dPadL =

K300(Dh− OD) x �

2.4 Va(Dh− OD) x

2n + 13n �

n

Ulangi langkah di atas untuk tiap geometri annular (Dh,OD dan L yg berbeda)

APL = ΣPa

Pa =dPadL x L

n = 3.32 x log θ600θ300

K =θ300 511n

Input : θ300 & θ600 atau PV & YP ,Q, ρ ,Dh,OD, L , TVD

θ300 = PV+YP θ600 = 2PV + YP

START

Va < Vca ?

FINISH

Page 23: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 19

Vol = �Dhole2 − OD2

24.5 � x L

Ca��� = Σ Volume interval/MD

AV = QCa���

𝑉𝑠𝑣 − 𝑙𝑎 =175 𝑥 𝑑𝑐𝑢𝑡 𝑥 (𝜌𝑠 − 𝜌)0.667

𝜌0.333 𝜇𝑒0.333

NRe = 15.47 x ρ x dcut xVsl

μe

𝑉𝑠𝑣 − 𝑡𝑢 = 92.4�𝑑𝑐𝑢𝑡 �𝜌𝑠 − 𝜌𝜌 �

Nre < 300 ?

Ya Tidak

Vsv = Vsv- la

ρe = �ρs x Cconc100

�+ � ρ x (1−Cconc100

)�

BHP = ρe x 0.052 x TVD + APL

Effective ECD = BHP

0.052 x TVD

Hitung volume untuk tiap geometri annular (Dh,OD dan L yg berbeda)

Vcut = AV − Vsl

Cconc =ROP x Dh2x 100

60 x Vcut x (Dh2 − Dp2)

θ < 45:

𝑉𝑠𝑙 = ��1 + 2𝜃45�� 3+𝜌𝑚

15��600−𝑅𝑃𝑀

600��𝑉𝑠𝑣

μe =200x Kx (Dh − Dp)

AVx�

2.4 x AV x (2n + 1) (Dh − Dp) x 3n

�n

Input :, Q, n, K, Dh,OD, L , MD, ρ , ρs, dcut, ROP

START

aliran LAMINAR ← YA TIDAK → aliran TURBULEN

θ ≥45 ?

𝑉𝑠𝑙 = �3 x �3 + 𝜌𝑚

15 � �600 − 𝑅𝑃𝑀

600 �� 𝑉𝑠𝑣

θ ≥ 45 :

FINISH

Gambar 3. Flowchart penentuan BHP dan ECD 3)

Page 24: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 20

Gambar 4 Diagram Alir Konsep BHHP 2)

Page 25: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 21

Gambar 5 Diagram Alir Konsep BHI 2)

Page 26: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 22

Gambar 6 Diagram Alir Konsep JV 2)

Page 27: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 23

LAMPIRAN C (GRAFIK DAN HASIL PERHITUNGAN)

Gambar 4.1 Plot BHP dan Konsentrasi Cutting terhadap Laju Pompa

Gambar 4.2 Daerah operasi kasus 1

Gambar 4.3 Daerah operasi kasus 2

Gambar 4.4 Perbandingan operating window kasus 1 dan 2.

Gambar 4.3 Penentuan Ukuran Nozzle pada Laju Pompa Tertentu

Gambar 4.4 Penentuan Ukuran Nozzle pada Laju Pompa Tertentu

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

40.00

24,140

24,160

24,180

24,200

24,220

24,240

24,260

24,280

0 500 1000 1500 2000

Ccon

t, %

BHP,

psi

Q, gpm

BHP

Ccont

24,000

24,050

24,100

24,150

24,200

24,250

24,300

24,350

24,400

24,450

24,500

0 500 1000 1500 2000

BHP,

psi

Q, gpm

BHP PPFG QminQc Qrekah

23,000

23,200

23,400

23,600

23,800

24,000

24,200

24,400

24,600

24,800

25,000

100 200 300 400 500

BHP,

psi

Q, gpm

BHP

PP

FG

Qmin

Qc

Qrekah

23,000

23,200

23,400

23,600

23,800

24,000

24,200

24,400

24,600

24,800

25,000

0 500 1000 1500

BH

P, p

si

Q, gpm

Kasus 2 PP FG

Qmin Qc Qrekah

Kasus 1 Qmin1 Qrekah1

y = 1035.2x + 110.66

y = 749.03x + 279.15

0100200300400500600700800900

0 0.2 0.4 0.6 0.8

Q

An

y = 1286.9x + 40.295

355360365370375380385390395400405

0.24 0.25 0.26 0.27 0.28 0.29

Q

An

Page 28: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 13

Gambar 4.5 BHP kasus 1 dan 2

Tabel 7 Perhitungan Qmin

Power Law q300 84,000 q600 148,000 n 0,817 K 0,516 Perhitungan Kecepatan Minimum Lumpur Vcut 0,800 Vslip, ft/s 0,031 0,018 Vmin, ft/s 0,831 0,818 µe, cp 157,038 157,512 Nre 1,039 0,587 f 21,585 68,116 Vsl2 0,031 0,017 Abs(Vsl2-Vsl1) 0,000 0,000 Vslip cor 0,039 0,022 3<Nre<300 Nre<3 Vmin, fpm 50,323 49,306 Perhitungan Kapasitas Annulus rata-rata Ca (gal/ft) V (gal) OH-DC 3,511 1053,397 OH-HWDP 4,888 2932,987 OH-DP 5,103 20920,288 Casing-DP 5,483 82246,405 total anular 107153,075 kapasitas anulus rata2

5,358

Qmin, gpm 269,613 264,164

10000

15000

20000

25000

30000

0 10000 20000 30000

ft

psia

HSP sw

15,48

15,63

Page 29: PENENTUAN PARAMETER HIDROLIKA PADA …digilib.itb.ac.id/files/disk1/454/jbptitbpp-gdl-juryantota-22675-1... · Dari studi kasus yang dilakukan, terlihat bahwa meningkatnya harga densitas

Juryanto Tandepadang 122 06 096 - Semester II 2010/2011 14

Tabel 8 Perhitungan BHP dan ECD

Q, gpm OH-DC OH-HWDP OH-DP Casing-DP

39,762

V 11,32 8,13 7,79 7,25 vc 1426,25 1962,70 2061,92 2134,95

Ket laminer laminer laminer laminer Pa lam 0,42 0,28 1,61 5,05 Pa tur 0,03 0,02 0,10 0,31

Pa pakai 0,42 0,28 1,61 5,05 APL, psi 7,36 AV, fpm 7,42

µe, cp 222,68

3<Nre<300 Nre<3 Vs, fpm 1,65 0,72

Nre 0,64 0,28 Vs cor, fpm 2,07 0,91

Vcut, fpm 5,35 6,51 Ccont 44,86 36,86

ρe 18,96 18,93 BHP, psi 24194,96

ECD efektif 15,51

Tabel 9 Perhitungan Perbedaan Tekanan pada Pompa Subsea

Pout Pompa Vp 179,778

Vcp 212,207 Vp<Vcp ya dPp/dL 0,007

Ppipe 71,665 ΔPf,RL 71,665

ΔPchoke 0,000 Pout, psi 9856,995

Pin Pompa ρsw 8,65

Depth 10.000 TM 50 Pin 4.548

Δppompa 5.309,0