PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

50
BAGIAN I SALURAN TERBUKA (OPEN CHANNELS) 1. HIDROLIKA BANGUNAN PENGUKUR DEBIT 1.1 Energi Spesifik Didefinisikan sebagai rerata energi tiap satuan berat air pada setiap tampang saluran yang diukur dari dsar saluran yang dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: E = y +α V 2 2 g Dengan: E = energi spesfik (m) y = kedalaman air dari dsarsaluran (m) = koef koriolis (V 2 /2g) = tinggi kecepatan (m) Uktuk keperluan praktis keofisien koriolis bisa diambil sama dengan 1 karena kecepatan rata-rata sama dengan Q/A, maka persamaan di atas dapat ditulis: Ey + Q 2 2 gA 2 Nampak bahwa dengan besaran debit yang tetap, besaran energi spesifik merupakan fungsi dari kedalaman, maka akan diperoleh grafik: 1

description

menjelaskan tentang tata cara praktikum hidrolika

Transcript of PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Page 1: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

BAGIAN I SALURAN TERBUKA (OPEN

CHANNELS)

1. HIDROLIKA BANGUNAN PENGUKUR DEBIT

1.1 Energi Spesifik

Didefinisikan sebagai rerata energi tiap satuan berat air pada setiap tampang

saluran yang diukur dari dsar saluran yang dinyatakan dengan persamaan sebagai

berikut:

E = y+α V 2

2 g

Dengan:

E = energi spesfik (m)

y = kedalaman air dari dsarsaluran (m)

= koef koriolis

(V2/2g) = tinggi kecepatan (m)

Uktuk keperluan praktis keofisien koriolis bisa diambil sama dengan 1 karena

kecepatan rata-rata sama dengan Q/A, maka persamaan di atas dapat ditulis:

E− y+ Q2

2gA2

Nampak bahwa dengan besaran debit yang tetap, besaran energi spesifik

merupakan fungsi dari kedalaman, maka akan diperoleh grafik:

Gambar 1.1 Grafik Energi Spesifik

1

Page 2: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Dari grafik terlihat bahwa pada saat E minimum, hanya terdapat satu harga y.

Keadaan ini disebut pengaliran dalam keadaan kritis dan kedalamannya disebut

kedalaman kritis (Yc). Energi spesifik akan minimum jika harga diferensial E terhadap

y sama dengan nol (0).

dEdy

=0

1− Q2dAg A3dy

=0

Karena dA = B dy, maka

1−V 2BgA

=0

V 2

2g− Ac

2Bc

1.2 Aliran Modular

Dasar hitungan debit adalah persamaan kontinyuitas berikut ini:

Q=A .V

Dengan:

Q = debit (m2/dt)

A = luas tampang basah (m2)

V = kecepatan rerata (m/dt)

Besar nilai kecepatan rerata dihitung dari persamaan Bernouli:

[α V 2

2g+Pg

+Z ]1

−[α V 2

2 g+ Pg

+Z ]2

Jika pada penampang 2 terjadi aliran kritis dengan kedalaman Yc dan bidang

diferensialnya adalah puncak ambang, maka z1=z2=0 (lihat gambar 1.2) dengan = 1

didapat:

H 1V 12

2g+h1−

V 22

2 g+Yc

¿¿

Hubungan H1 dengan Yc dapat dicari dengan persamaan:

H−Yc+Vc2

2gdan

Vc2

2g− Ac

2Bc

Ac merupakan fungsi dari Yc karena Bc sudah tertentu maka Ac/2Bc hanya

merupakan fungsi dari Yc.

2

Page 3: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

H 1=f (Yc )atauYc=f (H 1)

Dengan demikian persamaan debit di atas dapat ditulis sebagai berikut:

Q−Ac [2 g(H 1−f (H 1 ))]12

Untuk mencapai aliran moduler, tinggi muka air alir ada batasnya yang

dinyatakan dengan perbandingan tinggi energi yaitu H1/H2.

Gambar 1.2 Profil Aliran di atas Ambang Leher

1.3 Koefisien Pengaliran

Persamaan debit di atas didasarkan pada anggapan bahwa tidakada gaya-gaya

sentrifugal akibat garis aliran yang melengkung di atas ambang, tidak ada pengaruh

kekentalan air, tidak terjadi turbulensi, sehingga distribusi kecepatanyya adalah

seragam. Pada kenyataannya anggapan-anggapan tadi tidak seluruhnya dipenuhi

sehingga diperlukan suatu faktor koreksi yang dinyatakan dalam bentuk koefisien yang

disebut koefisien debit (Cd).

Tinggi energi pada bagian hulu bangunan (H1) tidak dapat langsung diukur di

lapangan. Nilai yang dapat langsung diukur adalah tinggi muka air (h1). Untuk

keperluan praktis tinggi muka air dengan suatu koefisien kecepatan (Cv). Lihat

lampiran 1. Dengan demikian kecepatan debit menjadi:

Q−Cv .Cd . Ac [2 g(H 1−f (H 1 ))]12

2. BANGUNAN PENGUKUR DEBIT

2.1 Umum

Secara umum bangunan pengukur debit terdiri dari saluran pengantar, bagian

penyempitan, pengotrol, bagian pelebaran hilir dan saluran sebelah hilir. Saluran

3

Page 4: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

pengantar dibuat lurus tanpa halangan agar tidak terjadi turbulensi sehingga distribusi

kecepatan menjadi teratur. Bagian penyempitan berfungsi sebagai peralihan supaya

pada bagain pengotrol dapat rata maupun berupa ambang. Peralihan bagaian hilir

diperlukan untuk mengurangi kehilangan energi yang terjadi.

Perlengkapan lain yang harus ada pada sebuah bangunan ukur debit adalah

stasiun pengukur muka air hulu di atas ambang bagian kontrol (h1). Alat ini berupa

papan duga (staff dauging) atau menggunkan sistem stilling well. Selain sebagi

pengkur, beberapa bangunan juga berfungsi sebagai pengatur debit yang

pemeliharaanya sangat tergantung dari kondisi daerah.

Pada dasarnya alat ukur debit dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu

alat dengan pengaliran muka bebas dan dengan pengaliran melalui lubang. Alat ukur

dengan pengaliran bebas diantaranya adalah alat ukur ambang lebar, romijin, alat ukur

ambang tajam, ambang pendek, dan flume. Sedang yang termasuk alat ukur dengan

pengaliran melalui lubang adalah crump de gruyter, neyrpic, venturimeter, dan pintu

sorong.

2.2 Alat Ukur Ambang Lebar

Alat ukur ambang lebar mempunyai panjang ambang yang tergantung dari

tinggi energi total sebelah hulu sehingga diperoleh distribusi tekanan yang sesuai

dengan distribusi tekanan hidrostatik. Panjang ambang dinyatakan dengan

perbandingan 0,5 m. Karena di bawah 0,05 m kehilangan energi di atas ambang tidak

dapat diabaikan, sedangkan bila di atas 0,5 m garis aliran akan melengkung yang

mengakibatkan terjadinya gaya sentripetal yang harus diperhitungkan. Pengukuran H1

dilakukan pada jarak 2 sampai 3 kali H1 maksimum dari muka hulu ambang. Adapun

dimensi dari alat ukur ambang lebar seperti gambar 2.1

4

Page 5: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 2.1 Dimensi Ambang Lebar

2.2.1 Alat Ukur Romijin

Alat ini pertama kali dikembangkan di Indonesia oleh DG Romijin

(1932) yang dapat berfungsi sebagai pengatur sekaligus pengukur debit. Syarat-

syarat yang harus dipenuhi agar persamaan debit dapat digunakan adalah sebagai

berikut ini (lihat gambar 1.4).

1. Perbandingan H1/H2 harus tidak lebih dari 0,3 (terjadi aliran modular)

2. Kehilangan energi harus > 0,70 H1 maksimum

3. 0,05 < H1 < 0,45 m

4. Lebar ambang b > 0,30 m

5. 0,55 m < p < 0,95 m

6. 0,60 m < H1 + p < 1,00 m

Hitungan debit menggunakan persamaan debit pada ambang lebar

dengan tampang segi empat.

Q−23Cd .Cv ( 2

3g )12b .h1

1.5

5

Page 6: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 2.1 Dimensi Alat Ukur Romijin

2.2.2 Alat Ukur Ambang Lebar dengan Mulut Dibulatkan

Konstruksi dari alat ukur ambang lebar dengan mulut dibulatkan

dimaksudnkan agar tidak terjadi pemisahan aliran. Syarat dimensi bangunan

seperti terlihat pada gambar 2.2

6

Page 7: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 2.2 Dimensi Alat Ukur Ambang Lebar Muka Dibulatkan

Q−23Cd .Cv ( 2

3g )12b .h1

1.5

Persyaratan yang harus dipenuhi agar diperoleh pengukuran yang teliti

adalah:

1. Lebar ambang minimum dipilih harga dari 0,3 m H1 maksimum atau L/5

2. Nilai perbandingan H1/p maksimum adalah 3 dengan p > 0,15 m.

2.2.3 Alat Ukur Ambang Lebar Bentuk Segi Empat

Konstruksinya berupa sebuah ambang mercu horisontal dengan muka

hulu dan hilir berupa bidang vertikal dan membentuk sudut 90O dengan bidang

datar serta benar-benar tajam (lihat gambar 2.3). agar di atas ambang terjadi garis

aliran yang sejajar maka alat ukur ini memerlukan beberapa persyaratan yaitu:

1. Niali perbandingan H1/L terletak diantara 0,08-0,33 m

2. Nilai perbandingan h1/(h1+p) maksimum 0,60 dengan p minimum 0,15

m

3. h1 minimum adalah nilai terbesar dari 0,06 m atau 0,08L m

4. lebar ambang minimum dipilih yang terbesar dari 0,30 m atau L/5 m

Gambar 2.3 Dimensi Ambang Lebar Segi Empat

7

Page 8: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Q−23Cd .Cv ( 2

3g )12b .h1

1.5

2.3 Alat Ukur Ambang Tajam

Alat ukur ambang tajamadalah bangunan-bangunan yang mempunyai panjang

ambang maksimum 2 mm. Tapi hulu ambang harus betul-betul tajam dan membentuk

sudut 90o dengan muka hulu ambang. Akibatnya aliran akan terjdi pencaran yang

menyebabkan tekanan negatif sehingga harus disediakan ruang pengudaraan di bawah

tirai luapan. Disyaratkan pada saat muka air hilir maksimum, jarak antara mercu

ambang dengan muka air hilir > 0,05 mm.

Berdasarkan kontraksi yang terjadi pada dinding tepi dapat dibedakan menjadi

dua yaitu ambang dengan kontraksi sempurna dan ambang dengan kontraksi tidak

sempurna. Ambang dengan kontraksi sempurna yaitu jika puncak ambang dan dinging-

dinding tepinya cukup jauh dari dasar dan dinding tepi saluran pengantar sehingga

kontraksi yang terjadi tidak dipengaruhi oleh dinding-dinding batas saluran tersebut.

Sedangkan yang dimaksud dengan ambang tidak sempurna adalah jika ambang cukup

dekat ke dinding sehingga berpengaruh pada kontraksi yang terjadi.

Berdasarkan debit yang lewat dihitung dengan persamaan Q-h1 yang

dimodifikasi oleh Kindsvater dan Carter (1657) dimana komponen-komponen Cd dan

Cv diganti dengan koefisien debit efektif (Ce), h1 diganti he dan b dirubah menjadi be.

Dimensi alat ukur ini dapat dilihat pada gambar 2.4 berikut ini.

8

Page 9: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 2.4 Dimensi alat ukur ambang tajam

2.3.1 Alat Ukur Cipoletti

Alat ukur cipoletti merupakan penyempurnaan alat ukur ambang tajam

dalam segi empat. Akibat penambahan tinggi muka air hulu (h1), maka pengaruh

kontraksi tepi juga akan bertambah dan ini mengakibatkan debit yang lewat

menjadi berkurang. Untuk itu mengatasinya dibuat suatu pembesaran tampang

dengan kemiringan 4:1, lihat gambar 2.5

Gambar 2.5 Dimensi alat ukur cipoletti

Dengan demikian persamaan debit yang dipakai untuk menghitung

adalah Q-h1

Q−23Cd .Cv (2g )

12 b .h1

1.5

9

Page 10: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah:

1. 0,06 m < h1 < 0,6 m

2. Nilai perbandingan h1/b maksimum = 0,50

2.3.2 Alat Ukur Rehbock

BUD Rehbock adalah suatu alat pengukur debit yang berdasarkan

pengaliran pada peluapan sempurna, arus lepas, tanpa kontraksi tepi. Dinding

saluran (vertikal) dibuat licin dan diusahakan lebar saluran sama dengan panjang

ambang.

Gambar 2.6 Alat ukur Rehbock

Hasil penelitian yang dilakukan Rehbock menyimpulkan bahwa rumusan

untuk mengukur debit yang lewat pada peluap sempurna adalah:

Q(1,782+0,24H1

P )b . H1

32

Dengan:

H1 = H + 0,0011

b = lebar pintu

H = tinggi alir hulu

P = tinggi pintu

Disederhanakan menjadi:

Q=1,9b H 3 /2

10

Page 11: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Prinsip kerjanya sama dengan alat ukur ambang tajam tetapi pada

rehbock peluap diberi lubang pengudraan agar terjadi tekanan atsmosfir seperti

yang diinginkan. Alat ini hanya sesuai apabila digunakan di laboraturium dengan

kondisi ideal. Tetapi di lapangan agar tidak sukar menentukan ketelitian AUD

Rehbock. Besarnya debit yang lewat dihitung berdasarkan tinggi air di atas

ambang.

Syarat yang harus dipenuhi agar rumus di atas berlaku adalah sebagai

berikut:

1. H minimum 0,03

2. 0,10 < H/p 2,0

2.4 Alat Ukur Ambang Pendek (rendah)

Alat ukur ambang pendek adalah sebuah alat dengan ambang dimana aliran

yang leawat di atasnya mempunyai garis-garis aliran yang tidak lurus (melengkung).

Hal tersebut yang membedakan ambang pendek dengan ambang lebar. Dengan

demikian alat ukur ambang lebar pada suatu keadaan tertentu dapat berubah fungsi

menjadi alat ukur ambang pendek, misal perbandingan h1/L > 0,5.

Hitungan debit mengikuti persamaan alat ukur ambang lebar hanya disini ada

pengaruh melengkungnya garis aliran yang dimasukkan dalam koefisien debit.

2.5 Alat Ukur Parshall

Alat ukur parshall adalah alat ukur yang sudah diuji secara laboratoris untuk

mengkukur aliran pada saluran terbuka. Bangunan ini terdiri dari sebuah pengalihan

penyempitan dengan lantai datar, leher dengan lantai miring ke bawah dan peralihan

pelebaran dengan lantai miring ke atas. Karena bentuk konstruksinya yang tidak

konvensional ini, tinggi muka air hulu (h) tidak diukur pada saluran penantar tetapi

pada bagian peralihan penyempitan yaitu pada jarak a dari ujung hulu leher. Tinggi

muka air hilir (h..) diukur pada jarak x dari ujing hilir leher. Lihat gambar 2.7

11

Page 12: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 2.7 Alat parshall flumes

Ada 22 macam alat ukur parshall denagn berbagai ukuran. Ke-22 alat ukur

tersebut dikelompokkan menjadi 3 golongan yaitu yang berukuran sangat kecil

(kapasitas 0,09-32 liter), parshall kecil (kapasitas 0,0015-3,95 m3/dt) dan parshall besar

(kapasitas 0,16-93,04 m3/dt) dimensi masing-masing alat dapat dilihat pada lapiran 2

dan tabel 1, lampiran 3. Ada kesulitan pengukuran pada alat ukur yang tergoong sangat

kecil karena timbulnya turbulensi pada leher. Untuk mengatasi keadaan ini, tinggi muka

air hilir (hb) diukur di dekat ujung hilir peralihan pelebaran (hc), kemudian

dikonversikan ke hb dengan grafik pada gambar.., lampiran 3. Besar debit yang lewat

pada pengaliran modular untuk masing-masing alat dihitung dengan rumus empiris

hubungan Q-ha dalam bentuk:

Q=k hau

Dimana K dan u untuk masing-masing ukuran terdapat pada tabel 2, lampiran

4. Dalam praktek dalam memudahkan telah disediakan tabel-tabel debit masing-masing

ukuran sebagai fungsi ha (tabel 3, lampiran 5). Batas modular masing-masing ukuran

alat terdapat pada tabel 2 lapiran 4. Jika batas ini dilampaui, terjadi aliran non modular

sehingga besarnya debit yang telah disediakan pada tabel harus dikoreksi.

QS−Q−QE

Dengan:

Qs = debit nonmodular (m3/dt)

Q = debit dari tabe (m2/dt)

Qe = debit koreksi akibat aliran tenggelam (m3/dt)

12

Page 13: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Untuk mendapatka debit koreksi, telah disediakan grafik hubungan QE, ha,

dan precentage of submargence (hb/ha dalam persen) untuk masing-masing ukuran alat

(gambar 5, lampiran 6) untuk alat ukur 1,0’-8’ hanya tersedia satu buah grafik (ukuran

1,0’) sehingga untuk alat ukur yang lain harus dukalikan dengan angka koreksi yang

terdapat pada tabel 4, lampiran 8. Demikian juga alat untuk alat ukur ran 10’-50’. Nilai

perbandingan hb/ha maksimum agar alat masih dapat berfungsi adalah 0,95. Karena

letak pengukuran ha dan hb yang tidak konvensional ini, maka pada alat ukur parshall,

kehilangan energi selama air melalui bangunan (h) tidak sama dengan (ha-hb). Besar

h dapat diperoleh dari grafik pada gambar 6 lampiran 7.

Penggunaan alat ukur ini dibatasi oleh dimensi alat yang terbatas pada ukuran-

ukurn yang terdapat pada tabel 1, lampiran 3.

2.6 Orifis

Prinsip orifis adalah melewatkan air pada suatu lubang yang diketahui luasnya.

Apabila pada lubang tersebut diketahui kecepatan air, maka debit yang lewat dapat

dihitung. Kecepatan aliran dicari dengan menggunakan persamaan Bernoulli. Orifis

dibedakan menjadi dua yaitu orifis dengan pengaliran bebas dan dengan aliran

tenggelam. Lihat gambar 2.8

Gambar 2.8 alat ukur orifis

13

Page 14: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

2.6.1 Venturimeter

Konstruksinya berupa pipa tambang segi empat dengan penyempitan

pada bagian tengahnya.pitu pengatur diletakkan pada sebelah hilir. Pada bagian

penyempitan diberi lubang yang digubungkan dengan “stilling well” untuk

mengukur tinggi tekanan (muka air) pada tempat tersebut. Lihat gambar 2.9

Gambar 2.9 alat ukur venturimeter

Jika tinggi muka air hulu (h1) diketahui (dari pembacaan papan duga),

tinggi tekanan pada bagian penyempitan diketahui (h2), maka selisih teinggi

tekanan pada kedua tempat (h) dapat diketahui yaitu h1-h2. Selanjutnya luas

tampang hulu dapat dihitung karena ukuran lebar sudah tertentu. Sementara itu

luas tampang bagian penyempitan sudah ditentukan sehingga besarnya debit yang

lewat sudah dihitunf. Dengan menggunakan persamaan Bernouli dan hukum

kontinuitas akan didapatkan hubungan antara debit (Q) dengan selisih tinggi

tekanan (h) yaitu:

Q=C A1

√1−A1

2

A22

√2 g∆h

Dengan:

Q = debit yang lewat (m3/dt)

A1 = luas tampang basah bagian hulu (m2)

A2 = luas tampang bagian penyempitan (m2)

h = selisih tekanan tinggi antara bagian hulu, bagian penyempitan (m)

C = koef koreksi

g = percepatan grafitasi (m/dt2)

14

Page 15: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Koefisien koreksi menyatakan faktor bentuk yang besarnya berkisar

antara 0,94 sampai 0,97 tergantung dari dimensi alat.

2.6.2 Pintu Sorong

Banyak jaringan irigasi yang dieksploitasi sedemikian rupa sehingga

muka air di saluran primer dan saluran cabang dapat diatur pada batas-batas

tertentu. Tinggi muka air diatur dengan bangunan pengatur yang dapat bergerak.

Salah satu bangunan pengatur adalah pintu sorong. Selain sebagai pengatur,

bangunan ini dapt digunakan untuk mengukur debit, lihat gambar 2.10

Gambar 2.10 alat ukur pintu sorong

Pengukuran debit dapat dilakukan baik pada aliran bebas (modular)

maupun pada saat terjadinya aliran tenggelam karena M. Schmid (1954) telah

menyediakan grafik hubungan antara angka koreksi aliran tergenang (K), tinggi

muka air hulu (h1), tinggi muka air hilir (h2), dan tinggi bukaan pintu (a) seperti

terlihat pada gambar 7 lampiran 9. Hitungan debit digunakan persamaan sebagai

berikut.

Q=Kμab√2gh1

Nilai banding h1/a dan sudut kemiringan pintu terhadap bidang

horisontal (B). Dalam hal ini = 90o. Harga dapat dipeoleh dari gambar 8 lapiran

10. Lebar pintu (b) ukuran standar adalah 0,50; 0,75; 1,00; 1,25; dan 1,50 m.

Untuk kedua ukuran terakhir pintu harus diangkat dengan dua buah stang.

15

Page 16: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

2.6.3 Crump de Gruyter

Merupakan flum leher pendek yang dilengkapi dengan pintu gerak

vertikal sehingga selain untuk mengukur, dapat juga mengatur saluran debit.

Gambar 2.11 alat ukur crump de gruyter

Besarnya debit yang elwat hanya ditentukan oleh tinggi bukaan pintu (w)

dan tinggi muka ir hulu (h1), sehingga disyaratkan di atas leher terjadi aliran

super kritis. Kondisi aliran super kritis akan cipai apabila w < 2/3H1 persyaratan

ini dinyatakan dalam h1 menjadi w < 0,63 h1.

Alah ukur ini dapat digunakan untuk mengukur apabila persyaratan-

persyaratan di bawah ini dipenuhi, yaitu:

1. Dasar leher flum harus horisontal dengan dinding samping vertikal.

2. Pintu geraknya mempunyai ketebalan 0,5 H1 maksimum dengan rincian

ujung hulu dilengkungkan dengan jari-jari 0,375 H1 maksimum sedang

sisanya sebesar 0,125 H1 maksimum ambang 0,20 m.

3. Lebar minimum ambang 0,20 m.

4. Untuk ukuran standar, tinggi ambang sama dengan lebar ambang (p = b),

namun demikian harga p boleh sembarang asalkan p > 0,20 m.

5. Dalam praktek, tinggi bukaan pintu minimum adalah 0,02 m.

16

Page 17: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

3. PENGUKURAN DEBIT SALURAN TERBUKA

3.1 Cara Pengukuran Debit

Pengukuran debit pada saluran terbuka dapat dilakukan dengan berbagai cara,

yaitu:

1. Pengukuran langsung yaitu dengan pembacaan pada alat/ bangunan ukur.

2. Pengukuran tidak langsung yaitu dengan pengukuran kecepatan aliran

(menggunakan current meter atau pelampung) dan luas penampang saluran.

Selain itu terdapat metoda lain dengan menggunakan kerapatan larutan obat

dan memakai pengukur aliran magnetis, gelombang supersonik, dan sebagainya.

3.2 Pengukuran Langsung

Pengukuran debit secara langsung dilakukan dengan menggunakan bangunan

ukur seperti diuraikan di atas. Dilakukan dengan pembacaan pada papan skala

(peilschaal) dan kemudian dibaca debitnya pada tabel atau dihitung dengan rumus.

3.2.1 Bangunan Ukur Cipoletti

1. Ukur lebar ambang (b) alat ukur

2. Ukur/ baca tinggi muka air (h) di hulu alat ukur

3. Besar debit dihitung dengan rumus atau menggunakan tabel. Rumus Q =

1,86 b h32 , Q dalam l/dt, b dalam m dan h dalam cm

3.2.2 Bangunan Ukur Parshall

1. Baca tinggi air di ambang (ha) pada alat ukur

2. Ukur/ baca leher lebar (w) alat ukur

3. Debit dibaca pada tabel atau menggunakan rumus

Q=0,372W (3,281ha )

Q dalam m3/dt dan ha dalam m

17

Page 18: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

3.2.3 Bangunan Ukur Romijin

1. Ukur lebar ambang (b) alat ukur.

2. Baca/ catat tinggi muka air (h) pada papan skala (peilschaal) di hulu

bangunan ukur

3. Baca debit pada skala liter alat ukur, atau baca pada tabel ataupun

dihitung dengan rumus Q= 1,71 bh23 (Q dalam l/dt, b dalam m, dan h

dalam cm)

3.3 Pengukuran Tidak Langsung

Pada cara ini debit dapat dihitung berdsarkan hasil kali anatara hasil

pengukuran luas penampang saluran dengan kecepatan aliran. Kecepatan aliran diukur

dengan menggunakan pelampung (floater) atau menggunakan pesawat pengukur aliran

(current meter).

Current meter adalah suatu alat yang berbentuk baling atau mangkok yang

dapat berputar untuk mengukur kecepatan arus. Ada beberapa jenis current meter yang

masing-masing mempunyai bentuk yang berbeda, tetapi mempunyai prinsip dan fungsi

18

Page 19: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

yang sama. Prinsip kerja current meter adalah menghitung kecepatan arus berdasarkan

jumlah putaran baling-baling atau mangkok dalam waktu tertentu. Dalam pemakaian

alat ini dapat dipasang pada sebuah tongkat atau digantungkan pada kabel diberi

pemberat.

3.3.1 Pengukuran Kecepatan Vertikal

Mengingat bahwa distribusi kecepatan pada suatau vertikal merupakan

distribusi parabola, maka untuk memperoleh kecepatan secara vertikal dari

kecepatan titik dapat dilakukan sebagai berikut ini.

19

Page 20: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

1. Bila dilakukan pengukuran satu titik (one point) measurement), maka

current meter ditempatkan pada 0,6 H diukur dari permukaan air (H

sama dengan kedalaman air).

2. Pengukuran dua titik (two point measurement), maka pengukuran

dilakukan pada 0,2 H dan 0,8 H dari permukaan air.

V−V 0,2+V 0,8

2

3. Pengukuran tiga titik (three point measurement)

V−V 0,2+V 0,6+V 0,6

4

4. Pengukuran lima titik

V−V s+3V 0,2+2V 0,6+3V 0,8+V b

10

5. Untuk pengukuran lebih dari lima titik, maka kecepatan rerata dihitung

dengan cara menggambarkan distribusi kecepatan kemudian dihitung

luasnya dan dibagi dengan kedalaman.

Dari kelima alternatif pengukuran kecepatan di atas, masing-masingcara

mempunyai kelebihan dan kekurangan berdasarkan pertimbangan tertentu. Untuk

mengatasi hal tersebut maka dalam pekerjaan ini pemilihan cara pengukuran di

kelompokna menjadi dua yaitu:

1. Jika kedalaman air (h) < 30 cm dilakukan pengukuran 1 (satu) titik.

2. Jika kedalaman air (h) > 30 cm dilakukan pengukuran 2 (dua) titik.

Adapun syarat pengukuran adalah

1. Waktu pengukuran satu titik > 30 detik

2. Putaran mangkok atau baling-baling current meter > 30 putaran.

3.3.2 Pengukuran Debit

Dalam pengukuran kecepatan untuk menentukan jumlah pias vertikal

yang diukur tidak terdapat pedoman yang jelas untuk keseragaman. Karana pada

prinsipnya pertimbangan yang dilakukan unutuk menentukan jumlah pias vertikal

adalah:

1. Bentuk penampang saluran (makin tak teratur, banyak vertikal yang

harus diukur)

2. Sifat aliran.

3. Waktu yang tersedia.

20

Page 21: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Sehingga untuk pekerjaan ini lebar pias ditentukan berdasarkan lebar

saluran yaitu 1/10 lebar permukaan air. Untuk mengukur besarnya debit yang

lewat pada saluran ada dua metode yaitu:

1. Mid section method

Cara perhitungan dengan metode ini adalah sebagai berikut:

Debit tiap pias: q = V x H x b

Debit saluran: Q = q = V x H x b

Dimana:

V = kecepatan rerata pias

H = kedalaman air pada pias yang ditinjau

b = lebar pias

2. Mean section method

Debit pias dihitung dengan persamaan:

q=(V n+V n+1

2 )(Hn+V n+1

2 )bDebit saluran:

Q=Σq=Σ(V n+V n+1

2 )(H n+V n+1

2 )bDari kedua cara di atas, disarankan menggunakan cara yang pertama

dengan pengetian perhitungan lebih sederhana dan ketelitian yang lebih besar.

21

Page 22: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

3.3.3 Cara Pengukuran dengan Current Meter

Pekejaan pengukuran kecepatan dan kedalaman pada masing-masing

vertikal dapat dilakukan berbagai cara namun karena saluran pada pekerjaan ini

tidak terlalu besar maka digunakan cara wading, dengan menggunakan batang

pengukur (rod), dimana langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Siapkan alat yang digunakan yaitu:

a. Current meter A. OTT tipe C2 dan C31 atau merk SEBA ukuran

Current meter disesuaikan dengan besar saluran air.

b. Tali plastik yang sudah diberi skala meter.

c. Kartu ukur debit (bentuk kartu dapat dilihat pada lampiran).

d. Roll meter

e. Stopwatch.

2. Pilih lokasi pengukuran debit di saluran dengan syarat sebagai berikut:

a. Pada saluran yang lurus, dan yang relatif stabil penampang

lintangnya, serta tidak terjadi olakan (serat aliran lurus).

b. Diukur lebar saluran, pada lokasi yang telah dipilih dan tentukan

banyaknya vertikal (rai) pengukuran dengan pedoman:

Jarak vertikal maksimum = 1/10 lebar saluran

Jarak vertikal minimum = 10 cm

Jarak antara vertikal dalah b.

3. Atur pintu pengatur untuk tiap ketinggian muka ir yang diinginkan.

4. Ditunggu beberapa saat sampai diperoleh tinggi muka air yang stabil

(kurang lebih 15 menit).

5. Pengukuran dengan current meter dilakukan dengan point tercapai,

diukur kedalaman air pada suatu vertikal, misal vertikal1.

a. Dalamnya D < 30 cm,maka dilakukan pengukuran 1 titik kedalaman

0,6 D

b. Bila D > 30 cm dilakukan pengukuran 2 (dua) titik masing-masing

pada kedalaman 0,2 D dan 0,8 D kecepatan rerata (V) dihitung

dengan rumus.

V=V 0,2 D+V 0,8D2

22

Page 23: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 3.1 distribusi kecepatan arah vertikal

6. Mengulang pekerjaan 5 sampai seluruh vertikal terukur.

7. Debit tiap pias dihitung dengan q = V x D x b

Debit saluran adalah jumlah debit saluran pias pada tampang yang

diukur yaitu Q = q.

Gambar 3.2 diagram perhitungan debit

Q=Σa=ΣV ×b×hd

8. Ulangi pekerjaan 3 sampai 7 sebanyak 9 kali untuk tinggi muka air yang

berbeda, dan tersebar merata dari muka air minimum sampai muka air

maksimum.

9. Pencatatan dilakukan pada kartu pengukuran debit yang telah tersedia.

Kartu pengukuran debit

Lebar saluran (B) = ... cm

Jumlah vertikal (n) = ... buah

Lebar pias Bn

= ... cm

D = ... kedalaman air

V = ... keecepatan rerata

Untuk 1 titik Vn = V 0,6D

Untuk 2 titik Vn = V 0,2D+V 0,8 D

2

q = debit = V n( bn−1+bn

2 )23

Page 24: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

24

Page 25: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

BAGIAN I SALURAN TERTUTUP (CLOSE

CHANNELS)

4. SALURAN TERTUTUP

4.1 Latar Belakang Praktikum Saluran Tertutup

Pelaksanaan praktikum pada saluran tertutup dilatar belakangi oleh keingin

tahuan kita akan masalah yang terjadi pada alat praktikum yang berhubungan dengan

hidrolika, yaitu: Mayor Losses yang diakibatkan oleh gesekan pipa dan Minor Losses

yang diakibatkan belokan dan perubahan penampang pipa. Dimana hal-hal tersebut

nantinya kita analisis dan bandingkan dengan bahan-bahan bacaan hidrolika.

4.2 Maksud dan Tujuan

1. Mencari dan menggambarkan kehilangan energi akibat pengaliran dalam

saluran tertutup. Kehilangan energi berupa:

a. Mayor Losses yang terjadi akibat gesekan antara air dan dinding.

b. Minor Losses yang terjadi akibat perubahan penampang pipa

(penyempitan), pembelokkan.

2. Mencari koef gesek, koef pembelokkan, dan koef penyempitan penampang.

3. Menganalisi tentang Mayor Losses dan Minor Losses dari data percoban yang

telah didapat.

4.3 Lokasi Praktikum

Praktikum dilaksanakan di ruangan laboratorium hidrolika dan di luar fakultas

Teknik Sipil UNISSULA.

4.4 Landasan Teori

Dalam hidrolika kita mengenal dua jenis saluran, salah satunya adalah saluran

tertutup. Umumnya saluran tertutup dalam kehidupan sehari-hari diaplikasikan pada

media berupa pipa. Pipa adalah saluran tertutup yang biasanya berpenampang

lingkaran, dan digunakan untuk mengalirkan fluida dengan tampang aliran penuh.

Fluida yang dialirkan melalui pipa bisa berupa zat cair atau gas dan tekanan bisa lebih

besar atau lebih kecil dari atmosfer. Jadi yang dimaksud dengan saluran tertutup adalh

saluran dimana zat cair/ fluida yang mengalir di dalamnya penuh, dalam artian tidak 25

Page 26: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

ada ruanagn di saluran yang tidak terisi oleh fluida, jadi tidak ada tekanan atmosfir.

Pada saluran tertutup alat-alat yang digunakan adalah:

4.1.1 Piezometer

Piezometer adalah alat yang berfungsi sebagai pengukur tinggi tekanan

hidrolik. Piezometer dipasang pada beberapa titik untuk mengukur perubahan

tinggi tekanan hidrolik air akibat kehilangan energi primer dan sekunder.

1. Untuk kehilangan energi primer akibat gesekan.

Piezometer dipasang pada dua buah titik sejarak x pada penempang yang

berdimensi sama dan tidak terjadi belokan (untuk mengukur selisih

tekanan hidolik yang terjadi karena kehilangan energi akibat gesekan).

2. Untuk kehilangan energi sekunder akibat belokan dan pengecilan

penampang. Piezometer dipasang:

a. Pada titik sebelum terjadi dan sesudah belokan (untuk mengukur

selisih tinggi tekanan hidrolik yang terjadi karena kehilangan energi

akibat belokan).

b. Pada titik sebelum dan terjadi sesudah terjadi pengecilan penampang

pipa (untuk mengukur selisih tekanan hidrolik yang terjadi karena

kehilangan energi akibat pengecilan penampang.

4.1.2 Venturimeter

venturi meter berfungsi sebagai pengukur debit pada saluran tertutup

yang dalam hal ini pipa peralon. Konstruksinya berupa pipa tampung bundar

dengan penyempitan pada bagian tengahnya. Pada bagian penyempitan diberi

lubang yang dihubungkan dengan “Stilling well” untuk mengukur tinggi tekanan

(muka air) pada tempat tersebut. Jika tinggi muka hulu (h1) diketahui (dari

pembacaan papan duga), tinggi tekanan pada kedua tempat (h) dapat diketahui

yaitu h1-h2. Selanjutnya luas tampang hulu dapat dihitung karena ukuran lebar

sudah tertentu. Sementara itu luas tampang bagian penyampitan sudah ditentukan,

sehingga besarnya debit yang leawt dapat dihitung. Dengan menggunakan

persamaan Bernoulli dan hukum kontinyuitas didapat hubungan antara debit (Q)

dengan selisih tinggi tekanan (h), yaitu:

Q = debit yang lewat (m3/dt)

1 = luas tampang basah bagian hulu (m2)

2 = luas tampang bagian penyempitan/ luas lubang (m2)

26

Page 27: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

h = selisih tinggi tekanan antara bagian hilir dan bagian penyempitan(m)

c = koef koreksi (0,94-0,97)

Gambar 4.1 Venturi Meter

4.1.3 Bilangan Reynolds

Bilangan Reynolds (bilangan yang tidak berdimensi) menyatakan

perbandingan gaya-gaya inersia terhadap gaya-gaya kekentalan (viskositas) untuk

pipa bundar yang mengalir penuh.

Dimana:

V = kecepatan rata-rata (m/dt)

D = garis tengah pipa (m)

= jari-jari pipa (m)

v = kekentalan kinematik (m2/dt)

= kecepatan massa fluida (kg/m3)

N = kekentalan mutlak (pa.dt)

Untuk irisan-irisan yang berpenampang tidak bundar, perbandingan luas

irisan terhadap keliling yang basah, disebut jari-jari hidrolik R (m)

ℜ=V (4 R)

V

4.1.4 Diagram Moody

Pada tahun 1944 Moody menyederhakanan prosedur hitungan

berdasarkan pada rumus:

1

√F=−2.109( K

3,7D+

2,51ℜ√F )

Dengan sebuh grafik yang dikenal sebagai grafik Moody. Grafik tersebut

mempunyai daerah kritis dimana nilainya tidak tetap, karena pengaliran mungkin

laminer atau turbulen, dareah transisi F merupakan fungsi dari angka Reynolds

27

Page 28: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

dan kekasaran dinding pipa, dan daerah turbulen sempurna dimana nilai F tidak

tergantung pada angka Reynolds tetapi hanya pada kekasaran relatif. Untuk

menggunakan grafik tersebut, nilai K diperoleh dari tabel. Untuk pipa tua nilai F

dapat jauh lebih besar dari pipa baru yang tergantung pada umur pipa dan sifat zat

cair yang dialirkan.

Tabel 4.1 Tingkat kekasaran pipa

Jenis Pipa (Baru) Nilai K (mm)

1. Kaca

2. Besi dilapisi aspal

3. Besi tua

4. Plester semen

5. Beton

6. Baja

7. Baja dikeling

8. Pasangan batu

0,0015

0,06-,024

0,18-0,90

0,27-1,20

0,30-3,00

0,03-0,09

0,90-9,00

6

4.1.5 Kehilangan Tenaga Aliran Melalui Pipa

Pada zat cair yang mengalir pada bidang batas (pipa, saluran terbuka

atau bidang datar) akan terjadi geser dan gradien kecepatan pada seluruh medan

aliran karena adanya kekentalan. Tegangan geser tersebut menyebabkan

terjadinya kehilangan tenaga selama pengaliran.

Dipandang suatu aliran turbulens dan permanan melalui pipa seperti

yang ditunjukkan dalam gambar, diameter pipa adalah D dan pipa miring dengan

sudut kemiringan . Dianggap hanya terjadi kehilangan tenaga karena gesekan.

Gaya-gaya yang bekerja adalah gaya tekanan, berat zat cair dan gaya geser

kehilangan tenaga dengan jumlah dari perubahan tekanan dan tinggi tempat.

28

Page 29: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 4.2 Penurunan Rumus Darcy-Weisbach

Seperti yang ditunjukkan dalam gambar di atas tampang lintang aliran

melalui pipa adalah konstan yaitu A. Tekanan pada tampang 1 dan 2 adalah P1

dan P2. Jarak antara tampang 1 dan 2 adalah 1. Gaya-gaya yang bekerja pada

zat cair adalah gaya tekanan pada kedua tampang, gaya berat dan gaya gesekan.

Apabil panjang aliran pipa adalah L, didapat persamaan:

HF=FLV 2

D 2 g

Persamaan di atas disbut persamaan Darcy-Weisbach untuk aliran

melalui pipa lingkaran. Dalam persamaan tersebut F adalah koefisien gesekan

Darcy-Weisbach yang tidak berdimensi dimana koefisien F merupakan fungsi

dari angka Reynolds dan kekasaran pipa.

τo=F8PV 2

Persamaan di atas memberikan hubungan tegangangeser dinding sebagai

fungsi koefisien gesekan F.

4.2 Persamaan Tahanan Gesek Pipa

Faktor gesekan f dapat diturunkan secara mateatis untuk aliran laminer, tetapi

tidak ada hubungan matematis yang sederhana untuk variasi f dengan bilangan Reyolds

yang tersedia untuk aliran turbulen selanjutnya, Nikuradese dan lain-lain telah

29

Page 30: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

menemukan bahwa kekasaran relatif pipa (perbandingan ukuran ketidaksempurnaan

permukaan E terhadap garis tengah sebelah dalam pipa) mempengaruhi juga nilai f.

1. Untuk aliran laminer persamaan yang berlaku:

Head turun →64= VVϑ

Ld

Jadi untuk aliran laminer disemua pipa untuk semua fluida, f=64ℜ dimana Re

(bilangan Reynolds) adalah bilangan yang menyatakan perbandingan gaya

inersia terhadap gaya-gaya kekentalan (viskositas) untuk aliran laminer Re

mempunyai sebuah harga maksimum praktis sebesar 2000.

2. Untuk aliran turbulen

Banyak alhi hidrolika telah mencoba menghitung f dari hasil percobaan

mereka sendiri dan dari percobaan orang lain.

a. Aliran turbulen dalam pipa-pipa mulus dan kasar, hukum-hukum tahan

universal dapat diturunkan dari:

f= 8 τoPV 3 =

8V 2

V 2

b. Untuk pipa-pipa mulus glasius menganjurkan untuk bilangan-bilangan

Reynolds antara 3000 dan 105.

Acakan dan aliran akan normal kembali mulai dari tampang (2). Di daerah

tampang 1 dan 2 terjadi pemisahan aliran seperti terlihat digambar bawah ini, aliran

efektif hanya melalui tampang yang dibatasi oleh garis rus terluar. Karena V1 lebih

besar dari V2 maka akan terjadi tumbukan di daerah antara tampang 1 dan 2. Tekanan

ditampang 2 sebesar P2. Tekanan merata ditampang 1 pada bagian yang efektif (bentuk

cincin) adalah (A2-A1)P. Persamaan momentum untuk gaya-gaya yang bekerja antara

tampang 1 dan 2 adalah:

P1 A1+P ( A2−A1 )−P2 A2=PQ (V 2−V 1)

Gambar 4.3 Tahanan Gesek Pipa

30

Page 31: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Kedua ruas dari persamaan tersebut dibagi dengan A2

P2

δ=

A1 P1

A2δ+

( A2−A1 )PA2δ

+V 2

g(V 2−V 1)

Pemakaian persamaan bernoulli untukkedua tampang diperoleh:

P1

δ+V 1

2

2g=P2

δ+V 2

2

2g+h

he = V 1

2−V 22

2g+P1

λ−A1P1

A2δ−

(A2−A1 ) PA2δ

−V 2

g(V 2−V 1)

he=A2−A1

A

P1−P

δ+

(V 2−V 1 )2

2 g

Persamaan kontinyuitas A1 V1 = A2 V2 atau:

V 2=A1

A2

V 1

Apabila dianggap persamaan bahwa P1 = P dan berdasarkan kontinyuitas

maka persamaan di atas menjadi:

he=(V 2−V 1 )2

2g=(1− A1

A2)

2 V 12

2 g

Gambar 4.4 Pengecilan Pipa

he=[1− AcA2 ]

2Vc2

2 g

Dengan Ac dan Vc adalah luas tmpang dan kecepatan pada vena kontrakta,

Ac Vc = A2 V2 atau Vc = Vc0,6

Maka he = (1−0,6 )=(V 2 0,6 )2

2g

he=0,44Vc2

2g

31

Page 32: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Disini nilai he didasarkan pada pipa kecil. Dalam prakteknya nilai f diambil

0,5.

Kehilangan tenaga pada pengecilan lubang berangsur-angsur seperti

ditunjukkan pada gambar di bawah ini:

Gambar 4.5 Pengecilan Penampang Berangsur-angsur

Pengecilan penampang secara berangsur-angsur kehilangan tenaga diberikan

dalam bentuk:

he= f ' cVc2

2g

Nilai f’c tergantung dari sudut transisi dan perbandingan luas tmapang A2,

A1.

4.3 Belokan Pipa

Kehilangan tenaga yang terjadi pada belokan tergantung pada sudut belokan

pipa. Rumus kehilangan tenaga pada belokan adalah serupa dengan rumus pada

perubahan penampang, yaitu:

hb=fbVc2

2 g

Dengan fb adalah koefisien kehilangan tenaga pada belokan yang diberikan

oleh tabel di bawah ini:

Tabel 4.2

Koefisien fb Sebagai Sudut Belokan

20o 40o 60o 80o 90o

fb 0,05 0,14 0,36 0,74 0,98

32

Page 33: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Gambar 4.6 Belokan Pipa

Untuk sudut belokan 90o dan dengan belokan halus (berangsur-angsur).

Kehilangan tenaga tergantung pada perbandingan antara jari-jari belokan dan diameter

pipa. Nilai fb untuk berbagai nilai R/D diberikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 4.3

Koefisien fb dan nilai R/D

R/D 1 2 4 6 10 16 20

fb 0,35 0,19 0,17 0,22 0,32 0,38 0,42

Keterangan:

F : koef kehilangan energi primer akibat gesekan

Hf : kehilangan tenaga akibat gesekan

L : panjang aliran pipa

V : kecepatan aliran

He : kehilangan energi pada perbesaran penampang

P1 : perbesaran tekanan pipa 1

P2 : besar tekanan pipa 2

A1 : luas penampang pipa 1

A2 : luas penampang pipa 2

33

Page 34: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

4.4 Pelaksanaan Praktikum

4.4.1 Tata Cara Pelaksanaan

A. Pesiapan

Sebelum pelaksanaan praktikum ada beberapa hal yang harus

dipersiapkan yaitu:

1. Persiapkan air secukupnya pada ketiga bak air.

2. Pastika pompa air dapat bekerja dengan baik.

3. Stabilkan sirkulasi aliran pada instrumen sebelum pengambilan data

dilakukan.

4. Pastika bahwa dalam setiap piezometer tidak ada rongga udara.

5. Kontrol venturi meter

6. Pesiapkan format pengisian praktikum.

B. Gambar Instrumen

Gambar 4.7 Instrument Kehilangan Energi Pada Aliran Pipa

C. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan hal-hal yang harus dilaksanakan adalah sebagai

berikut:

1. Hidupkan pompa dan buka kran pada posisi aliran stabil sehinga

sirkulasi air berjalan dengan baik (pengambilan data tidak boleh

dilakukan sebelum kedudukan air pada masing-masing bak dalam

keadaan stabil).

34

Page 35: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

2. Melakukan pengukuran untuk ketinggian hidraulik air pada:

a. Dua lubang pada venturi meter.

b. Piezometer-piezometer yang terpasang pada:

Sebelum dan sesudah pipa lurus yang diamati friction-nya

Posisi sebelum dan sesudah belokan

Sebelum dan sesudah pengecilan penampang

D. Teknik Pengukuran

Pada tahap ini beberapa hal yng ahrus dilakukan adalah:

1. Pastika venturi meter dalam keadaan jenuh air ( tidak ada gelembung

udara)

2. Ukur ketinggia air ada lubang piezometer dengan menggunakan

waterpass.

3. Ukur ketinggian hidrulik air pada masing-masing piezometer.

E. Pengolahan Data

Pada tahap ini hasil praktikum dikelompokkan dam dihitung sesuai

dengan tahapan berikut:

1. Perhitungan debit aliran (venturi mter)

Tebel data praktikum aliran pada pipa I

Nomor Praktikum h(H1-H2) (m) Q=CA 1 A2

√A 12- A2

2√2gh (

m3

det)

35

Page 36: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Tebel data praktikum aliran pada pipa II

Nomor Praktikum h(H1-H2) (m) Q=CA 1 A2

√A 12- A2

2√2gh (

m3

det)

2. Beda tinggi hidraulik pada piezometer (pipa 1 dan pipa 2)

a. Pengukuran pipa 1

Tabel data praktikum ketinggian hidraulik air pada pipa I

Nomor

PraktikumP1 (m) P2 (m) P3 (m) P4 (m)

Dimana:

P1-P2 = kehilangan energi akibat belokan 1

P2-P3 = Kehilangan energi akibat gesekan

P3-P4 = Kehilangan energi akibat belokan 2

2 orang bersiap di venturi meter (1 orang memgang penggaris

ukur, 1 orang dengan waterpass (selangair)), dan 4 orang di

piezometer.

36

Page 37: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

Pengukuran dimulai saat air di venturi meter stabil (posisi

permukaan air di waterpass sama dengan permukaan di pipa

venturi).

Saat stabil, dilakukan pembacaan secara serempak dengan aba-

aba dari petugas di venturi.

Beda tinggi di venturi dibaca saat permukaan air di waterpass

sama dengan di venturi.

Tinggi permukaan air di pipa 1-4 dibaca pada saat petugas di

venturi meberi aba-aba.

Hasil pengukuran dicatat oleh petugas.

Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali.

b. Pengukuran pipa II

Tabel data praktikum ketinggian hidraulik air pada pipa II

Nomor

PraktikumP1 (m) P2 (m) P3 (m) P4 (m)

Dimana:

P1-P2 = kehilangan energi akibat belokan 1

P2-P3 = Kehilangan energi akibat gesekan

37

Page 38: PETUNJUK PRAKTIKUM HIDROLIKA

P3-P4 = Kehilangan energi akibat belokan 2

2 orang siap di venturi meter (1 orang memegang penggaris

ukur, 1 orang dengan waterpass (selang air), 5 orang di

piezometer.

Pengukuran dimulai saat di venturi stabil (posisi permukan air

di waterpass sama dengan permukaan di pipa venturi)

Saat stabil, dilakukan pembacaan secara serempak dengan aba-

aba dari petugas di venturi.

Beda tinggi di venturi dibaca saat permukaan air di waterpass

sama dengan di venturi.

Tinggi permukaan air di pipa 1-5 dibaca pada saat petugas di

venturi meter memberi aba-aba.

Hasil pengukuran dicatat oleh petugas pencatat.

Pengukuran dilakukan sebanyak 5 kali.

38