Penentuan Zona Kerawanan Leptospirosis di Kabupaten Gresik ...
PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN …repository.ugm.ac.id/135521/1/GEO127 PENENTUAN...air...
Transcript of PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN …repository.ugm.ac.id/135521/1/GEO127 PENENTUAN...air...
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
790
PENENTUAN JARINGAN SUMUR PANTAU BERDASARKAN PENILAIAN RISIKO TERHADAP PEMOMPAAN AIR TANAH DI CAT YOGYAKARTA-SLEMAN
Heru Hendrayana*, Briyan Aprimanto Jurusan Teknik Geologi, Universitas Gadjah Mada
*corresponding author : [email protected]
ABSTRAK Perkembangan di sektor industri dan sektor pemukiman yang berada di wilayah CAT Yogyakarta-
Sleman berkembang dengan pesat dalam beberapa tahun terakhir ini. Beriringan dengan hal tersebut,
maka kebutuhan air bersih terutama yang berasal dari air tanah juga mengalami peningkatan,
sedangkan muka air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan. Dalam upaya konservasi air tanah
perlu dilakukan pemantauan terhadap perubahan muka dan mutu air tanah melalui sumur pantau.
Jaringan sumur pantau dalam satu cekungan air tanah perlu ditentukan dalam rangka mengetahui
perubahan kondisi dan lingkungan air tanah pada cekungan airtanah tersebut. Maksud dari
penelitian ini adalah menentukan parameter-parameter yang digunakan untuk penilaian risiko
lingkungan air tanah terhadap perubahan muka air tanah akibat pemompaan. Sedangkan tujuannya
adalah (a) menganalisis nilai parameter-parameter yang digunakan, serta (b) menentukan Jaringan
Lokasi Sumur Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko Lingkungan Air Tanah Terhadap Pemompaan.
Metode yang digunakan untuk penentuan lokasi jaringan sumur pantau ini adalah dengan
memperhatikan aspek teknis pengelolaan air tanah yang dapat didekati dengan aplikasi kerentanan
air tanah terhadap pengambilan air tanah. Dengan teknik penampalan, peta kerentanan air tanah
tersebut dengan peta tata guna lahan dan peta pola ruang (RT/RW) akan menghasilkan peta risiko
lingkungan air tanah. Berdasarkan peta risiko tersebut, ditentukan jaringan sumur pantau untuk
pemompaan air tanah. Pada daerah penelitian, zona risiko tinggi terhadap pemompaan airtanah
hampir di seluruh daerah, kecuali daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, dan Sewon memiliki zona
risiko sedang. Penentuan lokasi sumur pantau primer ditujukan untuk pemantauan kondisi alamiah
air tanah di dalam cekungan, yaitu ditempatkan pada zona imbuhan air tanah, zona transisi dan zona
lepasan air tanah. Sedangkan penentuan lokasi sumur pantau sekunder ditentukan pada daerah resiko
tinggi dengan berbagai ekosistem atau tataguna lahan yang berbeda.
I. PENDAHULUAN
Perkembangan di sektor industri dan sektor
pemukiman yang berada di wilayah CAT
Yogyakarta-Sleman berkembang dengan pesat
dalam beberapa tahun terakhir ini. Beriringan
dengan hal tersebut, maka kebutuhan air
bersih terutama yang berasal dari air tanah
juga mengalami peningkatan, sedangkan muka
air tanah tiap tahunnya mengalami penurunan.
Dalam upaya konservasi air tanah perlu
dilakukan pemantauan terhadap perubahan
muka dan mutu air tanah melalui sumur
pantau. Jaringan sumur pantau dalam satu
cekungan air tanah perlu ditentukan dalam
rangka mengetahui perubahan kondisi dan
lingkungan air tanah pada cekungan airtanah
tersebut.
II. TUJUAN
Maksud dari penelitian ini adalah menentukan
parameter-parameter yang digunakan untuk
penilaian risiko lingkungan air tanah terhadap
perubahan muka air tanah akibat pemompaan.
Sedangkan tujuannya adalah (a) menganalisis
nilai parameter-parameter yang digunakan,
serta (b) menentukan Jaringan Lokasi Sumur
Pantau Berdasarkan Penilaian Risiko
Lingkungan Air Tanah Terhadap Pemompaan.
III. DASAR TEORI
Pada dasarnya pengelolaan air tanah
bertujuan untuk menselaraskan
kesetimbangan pemanfaatan dalam kerangka
kuantitas dan kualitas dengan pertumbuhan
kebutuhan air yang meningkat dengan tajam.
Penerapan pengelolaan air tanah sebaiknya
dilakukan sebelum terjadinya penurunan
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
791
kuantitas dan kualitas air tanah akibat
pemompaan air tanah dan pencemaran air
tanah oleh manusia. Oleh sebab itu,
pengelolaan air tanah tidak saja merupakan
upaya mengelola sumber daya air tanah
(managing aquifer resources) tetapi juga
upaya mengelola manusia yang
memanfaatkannya (managing people).
Untuk pengelolaan air tanah dalam kerangka
pemanfaatan air tanah yang berkelanjutan,
terdapat empat komponen teknis penting
yang harus diperhatikan yaitu (GW-MATE,
2005):
Resource Evaluation: Evaluasi Potensi Sumber
Daya air tanah
Resource Allocation: Alokasi Sumber Daya air
tanah yang tepat
Hazard and Risk Assessment: Kajian bahaya
dan resiko pemanfaatan air tanah dan atau
pencemaran air tanah
Side Effect and/or Pollution Control:
Pengendalian dan pengontrolan
Komponen pertama dan kedua yaitu Resource
Evaluation dan Resource Allocation diperoleh
dengan cara mengevaluasi potensi sumber
daya air tanah, evaluasi pemanfaatan air tanah
serta zona konservasi air tanah. Sedangkan
komponen ketiga yaitu hazard and risk
assessment diperoleh dengan mengevaluasi
potensi kerentanan air tanah terhadap
pengaruh negatif pemompaan dan
pencemaran air tanah. Komponen ke-empat
yaitu mengetahui dampak negatif pemompaan
air tanah dan pencemaran air tanah dapat
diketahui melalui kegiatan pemantauan air
tanah.
Didalam lingkup pemantauan air tanah,
perencanaan jaringan sumur pantau untuk
kedua tujuan tersebut dibagi lagi menjadi tiga
bagian (GW-MATE, 2005), yaitu (1)
pemantauan primer - referensi, (2)
pemantauan sekunder - proteksi dan (3)
pemantauan tersier – pencegahan
pencemaran. Adapun penjelasan maksud
ketiga fungsi pemantauan tersebut
diperlihatkan pada Tabel 1.
Berdasarkan landasan teori diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa untuk menilai kerentanan
air tanah terhadap dampak negatif dari
eksploitasi air tanah di suatu CAT setidaknya
terdapat lima faktor yang wajib digunakan,
yaitu; (1) karakteristik respon akuifer, (2)
karakteristik penyimpanan akuifer, (3)
ketebalan akuifer, (4) kedalaman muka air,
dan (5) jarak dari garis pantai, lihat Tabel 2.
Pada penelitian ini, setiap faktor tersebut
dikelompokkan ke dalam lima kelas dengan
skor 1 sampai 5 klasifikasi. Teknik scoring
didasarkan pada pemberian nilai numerik
untuk setiap kelas dari faktor-faktor dengan
aturan yang memiliki nilai terendah mewakili
kerentanan rendah dan nilai tinggi yang
mewakili kerentanan yang tinggi. Rentang ini
ditentukan berdasarkan rentang nilai yang
disarankan oleh Foster (1992) dalam Morris,
et.al., 2003, dengan beberapa modifikasi
sesuai dengan kondisi lokal karakteristik
akuifer.
Skor yang dibuat berdasarkan rentang nilai
dapat menjadi bahan diskusi, namun metode
yang dikembangkan ini adalah upaya untuk
pendekatan operasional sederhana untuk
menilai kerentanan akuifer akibat pemompaan
air tanah sebagai langkah awal untuk menjadi
salah satu parameter pada penentuan jaringan
sumur pantau pada suatu Cekungan Air Tanah
(CAT).
Peta akhir dari kerentanan akuifer terhadap
dampak negatif pemompaan air tanah
didapatkan dengan menampalkan semua
faktor pada perangkat lunak GIS. Nilai
klasifikasi akhir dari kerentanan seperti
ditunjukkan pada Tabel 3 akan menunjukkan
kelas atau zona kerentanan suatu daerah
terhadap dampak negatif pemompaan air
tanah. Asumsi yang digunakan pada
penampalan ini adalah bahwa semua faktor
memiliki bobot sama berat.
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
792
Peta kerentanan yang dihasilkan dari metode
di atas akan menunjukkan faktor intrinsik
kerentanan akuifer. Oleh karena itu, perlu
untuk menggabungkan peta kerentanan
akuifer terhadap dampak negatif pemompaan
air tanah dengan tata guna lahan atau kondisi
pemanfaatan air tanah di suatu CAT untuk
menghasilkan peta risiko dampak negatif
pemompaan air tanah di CAT seperti
diperlihatkan pada Tabel 4 di bawah ini.
Berdasarkan zona-zona risiko air tanah
terhadap dampak negatif pemompaan air
tanah dan pencemaran air tanah, maka lokasi-
lokasi sumur pantau dapat ditentukan dengan
ketentuan zona risiko yang tinggi akan
memiliki prioritas sumur pantau yang lebih
banyak daripada zona dengan risiko yang
rendah. Selain berdasarkan zona risiko
tersebut, penentuan lokasi jaringan sumur
pantau tetap mempertimbangkan beberapa
aspek dasar seperti daerah imbuhan – lepasan
air tanah, variasi ekosistem yang berkembang
di CAT, tata guna lahan yang berbeda dalam
lingkup CAT serta memperhatikan RTRW di
CAT tersebut.
IV. METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan adalah metode
deduktif, empirik, analitik, kuantitatif dan
kualitatif dengan maksud untuk mendapatkan
data-data yang diperlukan. Adapun skema
metode dan tahapan penyelidikan untuk
pelaksanaan kegiatan penelitian ini (lihat
gambar 1).
V. HASIL PENELITIAN
Hasil dari penampalan parameter karakteristik
respon akuifer, karakteristik penyimpanan
akuifer, kedalaman muka air tanah, ketebalan
air tanah, dan jarak dari pantai merupakan
Peta Kerentanan terhadap pemompaan air
tanah. Peta ini harus ditampalkan kembali
dengan Peta Tata Guna Lahan. Hal ini menjadi
penting karena penggunaan lahan sangat
dekat kaitannya dengan pemanfaatan air
tanah. Penggunaan lahan yang berbeda akan
memengaruhi pemanfaatan air tanah yang
berbeda pula. Oleh karena itu dilakukan
penglasifikasian perbedaan bobot penggunaan
tata guna lahan berdasarkan pemanfaatan air
tanah. Nilai pembobotan yang dipakai berkisar
antara 1-4, yaitu:
Nilai 1 mencakup tata guna lahan berupa
hutan, semak/belukar, rumput.
Nilai 2 mencakup empang/kolam/rawa
Nilai 3 mencakup sawah irigasi, sawah tadah
hujan, dan tegalan
Nilai 4 berupa daerah pemukiman dan gedung.
Hasil pertampalan antara peta kerentanan
terhadap pemompaan air tanah dengan peta
tata guna lahan ini menghasilkan Peta Risiko
Akibat pemompaan air tanah. Peta tersebut
digambarkan dalam Gambar 2. Peta ini
memiliki nilai berkisar antara 3-7. Berdasarkan
hasil penilaian tersebut CAT Yogyakarta-
Sleman dibedakan menjadi tiga zona
kerentanan, yaitu zona risiko rendah terhadap
pemompaan air tanah (nilai 3), zona risiko
menengah terhadap pemompaan air tanah
(nilai 4-5), dan zona risiko tinggi terhadap
pemompaan air tanah (nilai 6-7).
Zona risiko air tanah rendah terhadap
pemompaan air tanah merupakan area atau
zona dimana dampak negatif kegiatan
pemompaan air tanah akan muncul dalam
waktu yang relatif lama (dibandingkan dengan
area lainnya) sejak dari pemompaan air tanah
melebihi kemampuan akuifer yang dilakukan.
Zona ini meliputi sebagian kecil daerah Berbah
dan Sedayu.
Zona risiko air tanah menengah terhadap
pemompaan air tanah merupakan area atau
zona dimana dampak negatif kegiatan
pemompaan air tanah akan muncul dalam
waktu yang relatif agak lama (dibandingkan
dengan zona kerentanan rendah) akibat
pemompaan air tanah. Zona ini meliputi
daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, Sedayu,
dan Sewon.
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
793
Zona risiko air tanah tinggi terhadap
pemompaan air tanah merupakan area atau
zona dimana dampak negatif kegiatan
pemompaan air tanah akan muncul dalam
waktu yang lebih cepat (dibandingkan dengan
zona kerentanan menengah) akibat
pemompaan air tanah. Zona ini meliputi
sebagian besar CAT Yogyakarta-Sleman,
terutama Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
Penentuan rencana lokasi sumur pantau dapat
dibagi menjadi dua jenis sumur pantau
berdasarkan fungsinya seperti pembahasan
sebelumnya, yaitu sumur pantau primer dabn
sekunder, dimana peletakan sumur – sumur
tersebut juga didasarkan atas beberapa
parameter dan salah satu parameter
utamanya adalah Peta Risiko. Berikut
parameter–parameter yang dipertimbangkan
dalam penentuan lokasi jaringan sumur
pantau:
Zona imbuhan dan zona lepasan air tanah atau
kawasan lindung air tanah
Zona risiko tinggi terhadap pemompaan air
tanah dan pencemaran
Perbedaan variasi ekosistem dan tata guna
lahan
Berdasarkan 4 (empat) pertimbangan tersebut,
maka dapat ditentukan jaringan rencana lokasi
sumur pantau di Cekungan Air Tanah Yogya-
Sleman. Dari hasil penentuan jaringan lokasi
sumur pantau dapat ditentukan prioritas
dalam pengadaan/pembangunan sumur
pantau. Prioritas tersebut di atas didasarkan
atas hasil pertimbangan dari potensi risiko,
tataguna lahan dan daerah lindung air tanah.
Evaluasi sistem jaringan sumur pantau
merupakan penilaian terhadap masing-masing
rencana lokasi sumur pantau, yang terdiri
dari :
Penilaian terhadap prioritas pengadaan sumur
pantau
Penilaian terhadap radius pergeseran lokasi
sumur pantau
Penilaian terhadap kedalaman konstruksi
sumur pantau
Dengan mendasarkan pada ketiga parameter
pertimbangan dan parameter evaluasi sistem
jaringan tersebut di atas, maka dapat
ditentukan usulan dan prioritas jaringan
rencana lokasi sumur pantau untuk
pemantauan muka air tanah.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka
ditentukan lokasi jaringan sumur pantau
primer dan sekunder di daerah risiko
pemompaan air tanah (lihat gambar 3), dan
daftar lokasi jaringan sumur pantau primer
dan sekunder daerah risiko pemompaan air
tanah ditabulasikan pada tabel 5.
Pada Cekungan Air Tanah Yogyakarta – Sleman
ditentukan rencana lokasi sumur pantau
primer sebanyak 5 unit dan rencana sumur
pantau sekunder sebanyak 9 unit. Penyebaran
rencana lokasi sumur pantau primer, yaitu di
zona imbuhan terdapat 1 unit tepatnya di
Bumi Perkemahan Kaliurang, sedangkan di
zona lepasan terdapat 4 unit, yaitu di
Moyudan, Berbah, Bantul, dan Sanden.
Penyebaran rencana lokasi sumur pantau
sekunder, yaitu di zona imbuhan terdapat 1
unit tepatnya di Pakem, kemudian di zona
transisi terdapat 1 unit, yaitu di Ngaglik.
Sedangkan di zona lepasan terdapat 7 unit
yaitu di Mlati, Depok, Kasihan, Banguntapan,
Pandak, Imogiri, dan Kretek.
VI. KESIMPULAN
Hidrogeologi CAT Yogyakarta-Sleman:
Sistem akuifer pada CAT Yogyakarta-Sleman
merupakan akuifer tipe bebas dan setengah
bebas yang membentuk satu sistem akuifer
utama, yang dibedakan menjadi Kelompok
Akuifer 1, kelompok akuifer 2, dan kelompok
non akuifer.
Risiko Akibat pemompaan air tanah pada CAT
Yogyakarta-Sleman didapatkan dari hasil
penampalan Peta Kerentanan air tanah
terhadap pemompaan air tanah dengan Peta
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
794
Tata Guna Lahan. Peta Risiko Akibat
pemompaan air tanah CAT Yogyakarta-Sleman
terbentuk dalam 3 zona dengan nilai 3-7. Zona
tersebut yaitu:
Zona Risiko Air Tanah rendah terhadap
pemompaan air tanah. Zona ini meliputi
sebagian kecil daerah Berbah dan Sedayu.
Zona Risiko Air Tanah sedang terhadap
pemompaan air tanah. Zona ini meliputi
daerah Ngemplak, Kalasan, Berbah, Sedayu,
dan Sewon.
Zona Risiko Air Tanah tinggi terhadap
pemompaan air tanah. Zona ini meliputi
sebagian besar CAT Yogyakarta-Sleman,
terutama Kota Yogyakarta, Sleman, dan Bantul.
Penentuan rencana lokasi sumur pantau untuk
risiko pemompaan air tanah, yaitu rencana
sumur pantau primer sebanyak 5 unit dan
rencana sumur pantau sekunder sebanyak 9
unit.
Penyebaran rencana lokasi sumur pantau
primer, yaitu di zona imbuhan terdapat 1 unit
tepatnya di Bumi Perkemahan Kaliurang,
sedangkan di zona lepasan terdapat 4 unit,
yaitu di Moyudan, Berbah, Bantul, dan Sanden.
Penyebaran rencana lokasi sumur pantau
sekunder, yaitu di zona imbuhan terdapat 1
unit tepatnya di Pakem, kemudian di zona
transisi terdapat 1 unit, yaitu di Ngaglik.
Sedangkan di zona lepasan terdapat 7 unit
yaitu di Mlati, Depok, Kasihan, Banguntapan,
Pandak, Imogiri, dan Kretek.
DAFTAR PUSTAKA ALPINCONSULT, 1988, Yogyakarta Water Supply Extension Project: Ngaglik Wellfield, Hydrogeology and Well Drilling. -58 S., 13 Abb., 11 Tab., 94 Anl.; Government of The Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.
ALPINCONSULT, 1989, Yogyakarta Water Supply Extension Project: Bedog and Karanggayam Wellfield, Hydrogeology and Well Drilling. -42 S., 16 Abb., 5 Tab., 33 Anl.; Government of The Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.
ALPINCONSULT, 1990, Yogyakarta Water Supply Extension Projects: Underground Aeration of Bedog and Karanggayam Wells and Rehabilitation of Wells. -23 S., 4 Abb., 4 Tab., 1 Anl.; Government of The Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.
Anonim, 2001, Laporan Akhir Pekerjaan Penelitian Dampak Lingkungan Pengelolaan Air Bawah Tanah Di Lintas Batas Kabupaten/Kota dan Propinsi, Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Anonim, 2001, Laporan Akhir Pekerjaan Evaluasi Potensi Air Bawah Tanah Di Zona Akuifer Merapi Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta Dan Kabupaten Bantul), Daerah Istimewa Yogyakarta, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Anonim, 2002, Laporan Akhir Kegiatan Inventarisasi Sumur Bor, Dinas Pekerjaan Umum, Perhubungan dan Pertambangan, Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Anonim, 2005, Daftar Sumur Produksi, Proyek Penyediaan Air Baku Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Anonim, 2008, Pengelolaan Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
795
Anonim, 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Konservasi, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah, Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
Anonim, 2010, Data Curah Hujan Tahun 2006 – 2010, Dinas Sumberdaya Air, Energi, dan Mineral, Pemerintah Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Anonim, 2010, Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2009 – 2029, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Badan Geologi Pusat Lingkungan Geologi, 2007, Atlas Cekungan Air Tanah Indonesia, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.
BINA PRODUKSI DIY, 1990, Daftar Sumur-sumur bor di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. -5 S., 1 Tab.; Bina Produksi Propinsi DIY, Yogyakarta.
BINNIE & PARTNERS, 1982, Central Java Groundwater Survey – Vol. X: Technical Annex
A – Hydrology.-97 S. zahlr. Abb. Und Tab.; Government of the Republic of Indonesia, Ministry of Public Works, Directorate General of Human Settlements, Jakarta.
Cita Selaras Mandiri, CV., 2010, Laporan Pembuatan Sumur Bor Air Tanah Dalam Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral, Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Danaryanto, H., 2008, Manajemen Air Tanah Berbasis Cekungan Air Tanah, Direktorat Pembinaan Pengusahaan Panas Bumi dan Pengelolaan Air Tanah Direktorat Jenderal Mineral, Batubara dan Panas Bumi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006. Kumpulan Panduan Teknis Pengelolaan Air Tanah, Jakarta.
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2006. Pedoman Penyusunan Zona Konservasi Air Tanah, Jakarta.
Djaeni, A, 1982, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1:250.000 Lembar IX Yogyakarta, Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Dirjen Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi, Bandung.
Domenico, Patrick A., and Schwartz, Franklin W., 1990. Physical and Chemical Hydrogeology. John Wiley & Sons, Inc.
Fetter, C.W., 1994. Applied Hydrogeology. 3rd ed. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.
Freeze, R. Allan and Cherry, John A., 1979. Groundwater. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey.
GW-MATE, 2005, Groundwater Management Strategies: facets of the integrated approach, Briefing Note Series No.3, World Bank.
Hendrayana, H., 1993, Hydrogeologie und Grundwassergerwinnung Im Yogyakarta Becken Indonesien, Doctor Arbeit der RWTH, Aachen, Germany (tidak dipublikasikan).
Hendrayana, H., 1994, Hasil Simulasi Model Matematika Aliran Air Tanah Di Bagian Tengah Cekungan Yogyakarta, Makalah Ikatan Ahli Geologi Indonesia, Pertemuan Ilmiah Tahunan Ke 23, Desember 1994, Yogyakarta.
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
796
Hendrayana, H., 2002a, A Concept Approach of Total Groundwater Basin Management, International Symposium on Natural Resource and Environmental Management, held in the framework of the 43rd Anniversary of UPN “Veteran” Jogyakarta, on January 21 – 22, 2002 (Published in English Proceeding).
Hendrayana, H., 2011a, Kondisi Sumberdaya Air Tanah pada Pasca Erupsi Merapi 2010. Disampaikan pada FGD Pengda Kagama DIY : ”Pengelolaan dan Teknik Konservasi Mata Air Pasca Erupsi Merapi” Yogyakarta, 24 Maret 2011
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2011 tentang Penetapan Cekungan Air Tanah.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007a, Penyusunan Rancangan Pedoman Konservasi Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.
Lembaga Kerjasama Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (LKFT-UGM), 2007b, Penyusunan Rancangan Pedoman Pengendalian Daya Rusak Air Tanah, Laporan Akhir, Yogyakarta.
MacDonald and Partners, 1984, Greater Yogyakarta Groundwater Resource Study, Volume III, Groundwater Development Project, Direct General of Water Resources Development, Ministry of Publicworks, Government of Indonesia
Morris, B.L., Lawrence, A.R., Chilton, P.J.C., Adams, B., Calow, R.C., and Klinck, B.A., 2003, Groundwater and its susceptibility to degradation: A global assesment of the problem and options for management. Early Warning and Assesment Report Series, RS.03-3. United Nations Environment Programme, Nairobi, Kenya.
PP No. 43 Tahun 2008 tentang air tanah.
PP No. 33 Tahun 2011 tentang Kebijakan Nasional Pengelolaan Sumberdaya Air
Putra, D.P.E., 2007, The Impact of Urbanization of Groundwater Quality – A Case Study in Yogyakarta City – Indonesia, Herausgegeben Vom (Lehrstuhl) fuer Ingenieurgeologie und Hydrogeologie, University Prof. Dr. Azzam, RWTH, Aachen, Germany.
Putra, D.P.E., 2003, Integrated Water Resources Management In Merapi – Yogyakarta Basin, Project SEED-NET, UGM, Yogyakarta, (tidak dipublikasikan)
Putra, D.P.E., & Indrawan, I.G.B., 2014, Integrated Assessment of Aquifer Susceptibility Due to Excessive Groundwater Abstraction; A Case Study of Yogyakarta-Sleman Groundwater Basin, ASEAN Engineering Journal
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, dan Rosidi, H.M.D., 1995, Peta Geologi Lembar Yogyakarta, Jawa, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
RPP air tanah Tgl 30 Juni 2007.
Setiadi, H, Mudiana, W, Akus, U.T, 1990, Peta Hidrogeologi Indonesia Skala 1 : 100.000 Lembar 1407-5 dan Lembar 1408-2 Yogyakarta, Direktorat Geologi Tata Lingkungan , Direktorat Jendral Geologi Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.
Shibasaki, T. A Research Group for Water Balance, 1995. Environmental Management of Grounwater Basins. Tokai University Press, 2-28-4 Tomigaya, Shibuya-Ku, Tokyo 151 Japan.
Soetrisno S., 1997, Pengelolaan Air Tanah di Indonesia, Buletin Lingkungan Pertambangan Vol. 1 & 2 , Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.
UU RI No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
797
Van Bemmelen, R.W., 1949, The Geology of Indonesia, Vol 1.a. General Geology, Martinus Nijhof, The Haque, Netherlands.
TABEL Tabel 1. Pemantauan air tanah berdasarkan fungsi (GW-MATE, 2005)
Sistem Fungsi Lokasi Sumur
Primer (Pemantauan Rujukan)
Mengevaluasi/ memantau kondisi air tanah seperti: - Evaluasi perubahan kondisi air tanah akibat dari
perubahan tata guna lahan dan atau perubahan iklim
- Memahami proses imbuhan - Pengaliran air tanah - Proses pencemaran regional pada air tanah
Pada area yang seragam dengan mempertimbangkan hidrogeologi dan tata guna lahan
Sekunder (Pemantauan untuk proteksi)
Menjaga/memantau dampak potensial dari: - Zona potensi air tanah tinggi - Sebaran sumur bor yang digunakan untuk
pemenuhan kebutuhan air bersih - Infrastuktur perkotaan - Ekosistem yang tergantung pada suplai air tanah
Sekitar area/ fasilitas/ suatu hal yang harus dijaga
Tersier (Kontaminasi Pencemar)
Peringatan dini bahaya air tanah dari: - Tata guna lahan agrikultural yang intensif - Daerah industri - Memadatnya limbah sampah pada tempat
pembuangan sampah akhir - Daerah area reklamasi - Penambangan
Langsung pada turun dan naiknya gradient hidraulika dari hazard
Tabel 2. Data dan penilaian faktor kerentanan air tanah terhadap dampak negatif pemompaan air tanah (Putra & Indrawan, 2014)
Faktor Simbol Unit Kelas Nilai
Karakteristik respon akuifer T/S m2/hari
< 10 1
10 - 100 2
100 - 1000 3
1000 – 100.000 4
>100.000 5
Karakteristik penyimpanan akuifer S/R tahun/mm
< 0.0001 1
0.0001 – 0.001 2
0.001 – 0.01 3
0.01 – 0.1 4
>0.1 5
Ketebalan akuifer s m
>100 1
50 - 100 2
20 - 50 3
10 - 20 4
< 10 5
Kedalaman muka air tanah* h m
0 – 5 5
5 – 10 4
10 – 20 3
20 – 50 2
>50 1
Jarak dari garis pantai L Km < 0.1 5
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
798
0.1 – 1.0 4
1.0 – 10 3
10 – 100 2
>100 1
*Kelas yang telah dimodifikasi berdasarkan kondisi hidrogeologi
Tabel 3. Nilai akhir pengelompokan kerentanan akuifer terhadap dampak negatif pemompaan air
tanah (Putra & Indrawan, 2014)
Kelas kerentanan untuk pemompaan air tanah Berlebih Nilai akhir
Kerentanan sangat tinggi 20 – 25
Kerentanan tinggi 15 – 20
Kerentanan menengah 10 – 15
Kerentanan rendah 5 - 10
Tabel 4. Matrik dari tingkat spesifikasi objek yang digunakan untuk menandakan peta risiko dari dampak negatif untuk penggunaan air tanah yang berlebih di dalam daerah kegiatan. (Putra & Indrawan, 2014)
Relative groundwater exploitation-yield (RGOV)
Klasifikasi Efek Negatif Bahaya Akibat pemompaan air tanah Berlebih Kelompok Bahaya = RGOV + AQS
Tin
gkat
p
emo
mp
aan
ai
r ta
nah
(lit
er/d
tk)*
≥ 50 Sangat Tinggi (4)
Sedang (5)
Tinggi (6)
Tinggi (7)
Sangat Tinggi (8)
10 - 50
Tinggi (3)
Sedang (4)
Sedang (5)
Tinggi (6)
Tinggi (7)
5 - 10 Sedang (2)
Rendah (3)
Sedang (4)
Sedang (5)
Tinggi (6)
≤ 5 Rendah (1)
Rendah (2)
Rendah (3)
Sedang (4)
Sedang (5)
Note: RGOV Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2), Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4) AQS Rendah (Nilai 1), Sedang (Nilai 2), Tinggi (Nilai 3), Sangat Tinggi (4)
Rendah (1)
Sedang (2)
Tinggi (3)
Sangat Tinggi (4)
Aquifer Susceptibility Class (AQS)
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
799
Tabel 5. Rencana lokasi sumur pantau untuk daerah risiko pemompaan air tanah
Tipe SP Kode SP
Koordinat Elevasi Wilayah Administrasi
Kondisi Umum Prioritas X Y (meter) KABUPATEN KECAMATAN DESA
Primer SPP 1 436895 9160814 964 Sleman Pakem Hargobinangun Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona imbuhan 5
Primer SPP 2 416868 9141110 104 Sleman Moyudan Sumber Agung Tata guna lahan berupa lapangan, berada di zona lepasan 2
Primer SPP 3 442303 9136474 96 Sleman Berbah Jogo Tirto Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan 3
Primer SPP 4 429032 9126777 40 Bantul Bantul Sabdodadi Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan 4
Primer SPP 5 418149 9116715 13 Bantul Sanden Gadingsari Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona lepasan 1
Sekunder SSP 1 435560 9155288 540 Sleman Pakem Hargobinangun Tata guna lahan berupa sawah, berada di zona imbuhan 4
Sekunder SSP 2 435750 9148689 293 Sleman Ngaglik Sukoharjo Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona transisi 4
Sekunder SSP 3 425959 9143242 151 Sleman Mlati Tirtoadi Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona lepasan 1
Sekunder SSP 4 436450 9140597 135 Sleman Depok Maguwoharjo Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona lepasan 1
Sekunder SSP 5 426400 9135512 88 Bantul Kasihan Tamantirto Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona lepasan 2
Sekunder SSP 6 432988 9132966 73 Bantul Banguntapan Wirokerten Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona lepasan 2
Sekunder SSP 7 423913 9125499 41 Bantul Pandak Gilangharjo Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona lepasan 3
Sekunder SSP 8 430684 9122894 31 Bantul Imogiri Kebon Agung Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona lepasan 3
Sekunder SSP 9 422173 9117561 17 Bantul Kretek Tirtosari Tata guna lahan berupa pemukiman, berada di zona lepasan 3
Catatan
SP Sumur Pantau
SPP Sumur Pantau Primer untuk Risiko pemompaan air tanah
SSP Sumur Pantau Sekunder untuk Risiko pemompaan air tanah
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
800
GAMBAR
Gambar 1. Metodologi dan Tahapan Penyusunan Jaringan Sumur Pantau di CAT Yogyakarta-Sleman
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
801
Gambar 2. Peta risiko terhadap dampak negatif pemompaan air tanah Cekungan Air Tanah (CAT)
Yogyakarta – Sleman.
-
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-8 Academia-Industry Linkage
15-16 OKTOBER 2015; GRHA SABHA PRAMANA
802
Gambar 3. Peta lokasi jaringan sumur pantau daerah risiko pemompaan air tanah