IDENTIFIKASI ZONA AKUIFER AIR TANAH MENGGUNAKAN …
Transcript of IDENTIFIKASI ZONA AKUIFER AIR TANAH MENGGUNAKAN …
1
IDENTIFIKASI ZONA AKUIFER AIR TANAH MENGGUNAKAN METODE
GEOLISTRIK RESISTIVITAS DI KEPULAUAN BELITUNG
Fitri Cahya Wulan1, Karyanto
2, Risky Martin Antosia
3, Pulung Arya Pranantya
4
Program Studi Teknik Geofisika Institut Teknologi Sumatera, Jl. Terusan Ryacudu, Desa Way Hui,
Kecamatan Jati Agung, Lampung Selatan 35365
*Email korespondensi : [email protected]
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian menggunakan metode geolistrik resistivitas sebanyak 16 titik sounding yang tersebar di 2
kecamatan menggunakan konfigurasi schlumberger dengan tujuan untuk mengetahui litologi bawah permukaan
berdasarkan distribusi nilai resistivitas, kedalaman serta ketebalan lapisan akuifer berdasarkan data resistivitas, dan letak
zona akuifer air tanah berdasarkan hasil identifikasi pemodelan 1D/2D. Hasil pengolahan data geolistik resistivitas
mempertimbangkan data sekunder berupa drawdown test, geologi regional titik pengukuran, dan informasi CAT
Manggar. Berdasarkan Hasil pengolahan data geolistrik resistivitas diduga adanya potensi akuifer tertekan dan akuifer
setengah bebas pada 5 kecamatan di kepulauan Belitung. Akuifer tertekan diduga merupakan batuan granit dengan nilai
resistivitas (115 Ωm) ditemukan pada kedalaman (9,16 – 43,6 ) dibagian Timur kecamatan Tanjung Pandan. Akuifer
setengah bebas diduga merupakan batuan pasir dengan nilai resistivitas (42,6 – 206 Ωm) yang ditemukan pada
kedalaman (4 – 40 ) terletak pada bagian Timur kecamatan Sidjuk
Kata kunci : Metode geolistrik resistivitas, Konfigurasi Schlumberger, Drawdown Test, Geologi Regional, Informasi
CAT dan Akuifer
ABSTRAK
Research has been carried out using the geoelectric resistivity method as many as 16 sounding points spread over 2
districts using theconfiguration schlumberger with the aim of knowing the subsurface lithology based on the distribution
of resistivity values, depth and thickness of the aquifer layer based on resistivity data, and the location of the
groundwater aquifer zone based on identification results 1D / 2D modeling. The results of processing geolistic resistivity
data consider secondary data in the form of drawdown tests, regional geology of measurement points, and CAT Manggar
information. Based on the results of geoelectric resistivity data processing, it is suspected that there is a potential for
confined aquifers and semi-unconfined aquifers in 5 districts in the Belitung islands. The confined aquifer is thought to
be granite rock with a resistivity value (115 Ωm) found at a depth (9,16 - 43,6) in the eastern part of Tanjung Pandan
sub-district. The semi-unconfined aquifer is thought to be sandstone with a resistivity value (42.6 - 206 Ωm) which is
found at depth (4 - 40) located in the eastern part of Sidjuk sub-district
Keywords : Geoelectric resistivity method,Configuration Schlumberger, Drawdown Test, Regional Geology, CAT
Information and Aquifer
I. PENDAHULUAN
Pulau Belitung merupakan pulau yang memiliki letak
strategis dengan batas sebelah Utara yaitu Laut Cina
Selatan, batas sebelah Timur kabupaten Belitung Timur,
batas sebelah Selatan yaitu Laut Jawa, dan batas sebelah
Barat terletak di Selat Gaspar. Pulau Belitung dikatakan
strategis karena memiliki potensi sumber daya alam
yang luar biasa, baik dibidang pertanian, pertambangan,
dan pariwisata. Hal ini menyebabkan pesatnya
perkembangan dan pembangunan infrastuktur seperti
transportasi, listrik, jalan raya, jembatan, dan sarana air
bersih. Perkembangan serta pembangunan ini diikuti
2
dengan bertambahnya kepadatan laju pertumbuhan
penduduk yang terus menerus meningkat sehingga
menyebabkan terjadinya peningkatan terhadap
kebutuhan sumber daya air. Laju pertumbuhan
penduduk yang semakin meningkat secara tidak
langsung dapat menghambat kegiatan pembangunan
yang berimplikasi terhadap kebutuhan air bersih, baik
secara kuantitas maupun kualitas untuk berbagai
aktivitas manusia seperti rumah tangga, pertanian, dan
industri [1].
Perlu disadari bahwa ketersediaan sumber daya air akan
semakin terbatas akibat laju pertumbuhan penduduk
yang semakin pesat. Ketersediaan sumber daya air di
daratan, sebagian besar berada di bawah permukaan
tanah yang dikenal sebagai air tanah [2]. Air bawah
tanah merupakan salah satu alternatif pemanfaatan
sumber daya air yang tepat. Untuk memanfaatkan air
bawah tanah diperlukan informasi distribusi lapisan
pembawa air. Metode geofisika yang dapat digunakan
untuk identifikasi zona akuifer air tanah salah satunya
adalah metode geolistrik. Metode geolistrik digunakan
untuk memperoleh gambaran mengenai lapisan tanah di
bawah permukaan dan kemungkinan keterdapatan air
tanah pada kedalaman tertentu. Metode geolistrik
didasarkan pada kenyataan bahwa material yang
berbeda akan mempunyai tahanan jenis yang berbeda
apabila dialiri arus listrik [3]. Kelebihan dari metode
geolistrik yaitu tidak merusak lingkungan , dan juga
mampu mendeteksi sampai kedalaman beberapa
meter sesuai dengan panjang lintasan pada
pengambilan data di lapangan
Penelitian terdahulu terkait dengan penggunaan
metode geolistrik untuk identifikasi zona akuifer air
tanah telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti
sebelumnya [4], [5], [6], dan [7]. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian sebelumnya yaitu, terletak pada
lokasi daerah penelitian dan data pendukung yang
digunakan dalam penelitian. Berdasarkan latar
belakang yang telah disebutkan, penulis tertarik
melakukan penelitian ini menggunakan metode
geolistrik resistivitas dengan lokasi dan data
pendukung yang berbeda pada penelitian sebelumnya.
Penelitian ini dilakukan di Kepulauan Belitung untuk
mengetahui distribusi resistivitas batuan agar dapat
menentukan lokasi atau letak kedalaman dan ketebalan
akuifer dengan cara mengidentifikasi zona akuifer air
tanah berdasarkan hasil dari pengolahan data sekunder
yang telah diolah. Hasil dari pengolahan data sekunder
metode geolistrik resistivitas berupa nilai resistivitas.
Menurut referensi [8] nilai resistivitas bertujuan untuk
mengetahui jenis material secara spesifik terhadap
kedalaman secara vertikal untuk mengetahui adanya
letak keberadaan potensi zona akuifer air tanah dengan
mempertimbangkan informasi geologi regional daerah
penelitian dan data pendukung berupa data uji pompa
drawdown test serta informasi pendukung berupa
informasi Cekungan Air Tanah pada kecamatan
Manggar. Data uji pompa drawdown test hanya
sebagai data pendukung yang berupa nilai
transmisivitas. Transmisivitas merupakan banyaknya
air yang mengalir melalui suatu penampang akuifer
sebesar satu-satuan panjang selama satu hari [9].
Satuan yang digunakan adalah hari [10].
Penelitian tugas akhir ini diharapkan dapat mampu
memberikan informasi serta merekomendasikan
keberadaan potensi mengenai letak dan kedalaman
zona akuifer air tanah yang terdapat di Kepulaun
Belitung.
II. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini yakni untuk identifikasi
litologi bawah permukaan, kedalaman serta ketebalan
akuifer, dan letak zona akuifer menggunakan metode
geolistrik resistivits berdasarkan data resistivitas dan
pemodelan 1D/2D.
III. BATASAN MASALAH
1. Identifikasi penentuan akuifer air tanah berdasarkan
korelasi dari data resistivitas 1D/2D
2. Data yang digunakan merupakan data resistivitas 1D
dimana data ini adalah data sekunder dari 30 titik
geolistrik; dan Data sekunder geolistrik resistivitas 1D
3
ini merupakan hasil pengukuran oleh tim peneliti Pusat
Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air
(PUSAIR) Bandung, menggunakan konfigurasi
schlumberger dengan panjang lintasan pada setiap
pengukuran berbeda-beda yang tersebar di kepulauan
Belitung kecamatan Tanjung Pandan dan Sidjuk.
IV. TEORI DASAR
KONSEP DASAR METODE GEOLISTRIK
Dalam eksplorasi geofisika terdapat beberapa metode
yang dapat dimanfaatkan untuk mempelajari sifat-sifat
fisika dan struktur dari kerak bumi yang bertujuan
untuk mencari sumber daya alam. Salah satu metode
geofisika yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
sumber daya alam di bawah permukaan tanah dengan
memanfaat sifat kelistrikan mineral (batuan) yaitu
metode geolistrik. Prinsip fisis dalam metode geolistrik
resistivitas adalah hukum Ohm. Arus listrik searah
dialirkan melalui suatu medium maka perbandingan
antara beda potensial ( yang terjadi dengan arus (I)
yang diberikan adalah tetap, dan besarnya tetapan ini
tergantung dari medium yang dilewati oleh arus tersebut
[11]. Tetapan ini disebut dengan hambatan listrik yang
disimbolkan “R” dimana besarnya hambatan adalah:
=
Dengan merupakan hambatan (ohm), merupakan
Beda potensial (volt), dan merupakan Arus listrik
(ampere).
KONFIGURASI ELEKTRODA
Konfigurasi elektroda yang digunakan dalam penelitian
ini yaitu konfigurasi Schlumberger Adapun faktor
geometri dari konfigurasi Schlumberger berdasarkan
Persamaan (2.55) adalah:
K = (
)
Keunggulan konfigurasi schlumberger ini untuk mende-
teksi adanya non-homogenitas lapisan batuan pada
permukaan, yaitu dengan membandingkan nilai
resistivitas semu ketika terjadi perubahan jarak
elektroda MN/2
VES (Vertical Electrical Sounding)
VES (Vertical Electrical Sounding) merupakan salah
satu metode geolistrik resistivitas untuk menentukan
perubahan resistivitas tanah terhadap kedalaman yang
bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas batuan
di bawah permukaan bumi secara vertical [12]. Metode
ini dilakukan dengan cara memindahkan elektroda
dengan jarak tertentu maka akan diperoleh harga-harga
tahanan jenis yang sesuai dengan jarak elektroda.
Teori Inversi Geolistrik
Adapun skema inversi pada resistivitas sounding dapat
dilihat pada Gambar 4.1 sebagai berikut :
Gambar 4. 1 Skema inversi pada resistivity sounding
[13]
Menurut referensi [13] berdasarkan Gambar 2.8
menujukkan skema inversi model 1-D pada resistivitas
sounding secara umum, inversi 1D dimulai dengan
memberikan harga-harga resistivitas dan
ketebalan/kedalaman lapisan yang kira-kira sesuai
dengan data lapangan sebagai model awal. Dari data
model awal ini dilakukan perhitungan untuk
memperoleh harga resistivitas semu teoritis yang
selanjutnya dicocokkan dengan resistivitas semu hasil
pengukuran. Jika kedua resistivitas tersebut masih
menunjukkan tingkat kesalahan yang besar, maka
dilakukan iterasi dengan mengubah model awalnya.
Tahapan pemodelan inversi dapat dilakukan dengan
membuat matriks Jacobi dengan pendekatan metode
beda hingga (finite difference). Metode beda hingga
yang dimaksud adalah forward modeling dari deret
taylor pada suku kedua. Hubungan antara data dengan
parameter model mengikuti aturan Persamaan sebagai
berikut:
4
Fungsi adalah fungsi dari forward modeling yang
merupakan fungsi non linier dari parameter model
dalam bentuk vector [13].
Pengertian Air Tanah
Air tanah adalah air yang bergerak di dalam tanah
yang terdapat di dalam ruang antar butir-butir tanah lalu
meresap ke dalam tanah dan bergabung membentuk
lapisan tanah yang disebut akifer [14]. Akuifer mampu
untuk menyalurkan dan menyimpan air. Air tanah
merupakan air yang berasal dari berbagai sumber.
Siklus Hidrologi
Siklus Hidrologi merupakan tahapan-tahapan yang
dilalui oleh air dari saat ia jatuh ke bumi (hujan) hingga
menguap ke udara untuk kemudian jatuh kembali ke
bumi yang merupakan konsep dasar keseimbangan air
secara global dan menunjukkan semua hal yang
berhubungan dengan air. Sedangkan menurut refrensi
[15]. Adapun proses-proses ilustrasi dapat kita lihat
pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Siklus Hidrologi [16]
Cekungan Air Tanah Pada Daerah Penelitian
Berdasarkan Informasi Peta Geologi Pulau Sumatera
ditunjukan adanya akuifer yang produktif yang mulai
dijumpai didaerah timur dan daerah dataran pantai, serta
diderah dataran kaki guung api dan perbukitan yang
bergelombang yang disusun oleh batuan berumur
pratersier termasuk kedalama wilayah yang
produktifitas akuifernya rendah [17]. Air tanah
tergolong langka dan umumnya menempati puncak
perbukitan yang sebagian kecil menempari daerah
puncak perbukitan yang disusun oleh batuan berumur
Pratersier – Tersier [17].
Adapun sebaran cekungan air tanah berdasarkan
wilayah administrasi Belitung, yaitu satu cekungan air
tanah yaknik Cekungan Air Tanah Manggar.
Berdasarkan informasi yang didapat mengenai
cekungan air tanah yang berpotensi pada kecamatan
Manggar, luas cekungan air tanah nya sekitar 203
yang terletak pada kabupaten Belitung dengan jumlah
air tanah bebas (Q1) sekitar 183 juta , dan
jumlah air tanah tertekan (Q2) sekitar 19 juta
Tahun. [17]
V. LOKASI DAN TINJAUAN GEOLOGI
Lokasi penelitian ini berlokasi di pulau Belitung. Pulau
Belitung terbagi menjadi 2 kabupaten yaitu Kabupaten
Belitung, dengan kota administrasinya di Kota Tanjung
Pandan, dan Belitung Timur, Secara geografis pulau
Belitung terletak pada 107 31,5' - 108 18' Bujur Timur
(BT) dan 2 31,5'- 3 6,5' Lintang Selatan (LS). Pulau
Belitung di sebelah Utara dibatasi oleh Laut Cina
selatan, sebelah Timur berbatasan dengan Selat
Karimata, sebelah Selatan berbatasan dengan laut Jawa,
dan sebelah Barat berbatasan dengan Selat Gasper. Peta
lokasi daerah titik pengukuran penelitian dapat dilihat
pada Gambar 5.1
Gambar 5.1 Peta Lokasi Titik Pengukuran Daerah
Penelitian [18]
Persebaran titik penelitian terletak pada formasi Granit
Tanjung Pandan, Endapan Aluvial dan Pantai, dan
Formasi Kelapa Kampit. Formasi Granit Tanjung
5
Pandan terdiri dari batuan granit sebgai batuan
penyusun utama [18], Endapan Aluvial Pantai terdiri
dari batuan kerikil, kerakal, pasir, lanau, lempung, dan
pecahan kora, dan pada formasi kelapa kampit terdiri
dari batuan sedimen flysch berselingan dnegan batu
sabk, batu serpih, batu lanau tuffan, batu lumpur, dan
batu rijang [18]. Pada Formasi kelapa kampit yang
berumur tua (Permo-Karbon) terdiri dari batuan
sedimen yang mengandung SiO2 kuarsa dengan kadar
SiO2 lebih dari 97 % [19].
VI. DIAGRAM ALUR PENELITIAN
Adapun diagram alur penelitian dapat dilihat pada
Gambar 6.1 yang menjelaskan proses atau tahapan yang
dilakukan pada penelitian ini
Gambar 6.1 Diagram Alur Penelitian
VII. HASIL DAN PEMBAHASAN
KECAMATAN TANJUNG PANDAN
Hasil pengolahan data 1D geolistrik resistivitas yang
terletak pada kecamatan Tanjung Pandan dapat dilihat
pada Lampiran 2. Adapun peta isoresistivitas pada
formasi granit tanjung pandan pada titik GBB-42, GBB-
43, GBB-44, dan GBB-45 dapat dilihat pada Gambar
7.1
Gambar 7. 1 Peta Isoresistivitas Kedalaman 1m, 2m, 9
m, 15 m, 40 m.
. Pada Gambar 4.1 merupakan peta isoresistivitas
mulai dari kedalaman 1 sampai 40 untuk melihat
distribusi nilai resistivitas perkedalaman. Berdasarkan
peta isoresistivitas mulai dari kedalaman 1 sampai
40 didapatkan adanya potensi air tanah yang
potensial mulai dari kedalaman 9 - 40 dengan nilai
resistivitas yang rendah yaitu, 115 yang diduga
sebagai batuan granit, Adanya potensi air kearah
bagian Timur Tanjung Pandan. Potensi air tanah pada
daerah titik pengukuran Tanjung Pandan berdasarkan
persebaran nilai resistivitas yang rendah yang mengarah
ke daerah bagian Timur Tanjung Pandan, resistivitas
6
sangat sensitif terhadap kadar air, yang mana ketika
kadar airnya besar maka nilai resistivitas akan kecil
[20]. Berdasarkan hasil pengolahan peta isoresistivitas
perkedalaman, nilai resistivitas yang kecil
mengindikasikan adanya potensi air yang potensial pada
bagian Timur Tanjung Pandan di titik gbb-44. Diduga
adanya potensi air berupa akuifer tertekan dengan
kedalaman 9,16 – 43,6 .
Hasil Penampangg 2D Tanjung Pandan
Hasil pengolahan data 1D geolistrik resistivitas yang
terletak pada kecamatan Sidjuk dapat dilihat pada
Lampiran 2. Adapun penampang 2D dapat dilihat pada
Gambar 4.2 Hasil Penampang 2D dan persebarann titik
pengukuran dapat dilihat pada Gambar 7.2
Gambar 7. 2 Penampang 2D pada titik GBB-44 dan 45
Titik pengukuran pada daerah kecamatan Tanjung
Pandan terdiri dari 4 titik. Dari 4 titik pengukuran yang dapat
dikorelasikan hanya 2 titik pengukuran, yaitu titik 44 dan titik
45. Korelasi titik 44 dan 45 berarah dari Selatan - Timur.
Berdasarkan hasil penampang 2D pada lapisan ketiga titik 44
diduga adanya potensi air dengan nilai resistivitas sekitar 115
, ketebalannya sekitar 7,05 , serta kedalamannya sekitar
9,16 – 43,6 . Pada titik 44 diduga memiliki potensi adanya
akuifer berdasarkan hasil nilai resistivitas yang kecil karena
resistivitas sangat sensitif terhadap kadar air, ketika kadar
airnya besar maka nilai resistivitas akan kecil dan sebaliknya
jika kadar airnya kecil atau tidak ada sama sekali maka nilai
resistivitasnya besar [20]. Diduga akuifer yang ada pada
lapisan ketiga sebagai akuifer tertekan karna lapisan atas dan
bawahnya merupakan lapisan impermeable berupa batu granit
[21] dan berada dikedalaman 9,16 – 43,6 . Adanya akuifer
tertekan di kecamatan Tanjung Pandan didukung dengan
penelitian sebelumnya dalam referensi [22] dan [23]. Adanya
potensi akuifer tertekan pada kecamatan Tanjung Pandan
terletak pada arah bagian Timur Tanjung Pandan dengan
litologi batuan granit.
Batuan granit merupakan batuan yang relatif kedap
air atau tidak lulus air disebabkan karena tidak dapat
menyimpan air dan meloloskan air tetapi batuan granit dapat
menjadi akuifer akibat adanya rekahan atau pun pelapukan
[24]. Berdasarkan referensi [21] batuan beku intrusif seperti
granit yang mengalami pelapukan nilai porositasnya akan
meningkat hingga 20 % atau lebih sehingga batuan yang lapuk
dapat bertindak sebagai formasi batuan pembawa air atau
akuifer. Pada titik pengukuran dikecamatan Tanjung Pandan
di daerah titik pengukuran tidak ditemukan adanya struktur
atau rekahan sehingga diduga potensi akuifer yang terdapat
pada titik 44 disebabkan oleh pelapukan batuan. Berdasarkan
referensi [25] sebagian besar batuan di Belitung sudah
mengalami pelapukan hingga mencapai kedalaman 50
dipermukaan yang disebabkan karena proses pelapukan, erosi
serta pengendapan yang merupakan proses penghancuran juga
pengangkutan material batuan yang diendapkan, dan
transportasi yang dipengaruhi oleh perubahan iklim dan
fluktuasi muka air laut (perubahan muka air laut). Pola
pelapukan pada batuan granit disebabkan oleh gaya tektonik
yang menyebabkan interaksi granit dengan atmosfer dan
hidrosfer sehingga terjadinya pelapukan terhadap mineral
penyusun batuan [26]. Batuan beku jika dipermukaaan bumi
bersentuhan langsung dengan atmosfir setiap saat maka
perlahan-lahan akan mencapai keseimbangan dengan
lingkungan baru sehingga terjadi proses pelapukan yang
mengakibatkan material hasil rombakan terlepas dari batuan
induknya dan ditransportasi oleh media seperti gravitasi,
angin, serta aliran air [27]. Menurut referensi [19] Granit
Belitung berumur lebih tua, hal ini dapat menunjukkkan
bahwa proses erosi pada batuan granit di kepulauan Belitung
telah berjalan lebih dulu. Perubahan muka air laut dimasa
lampau yang mencapai 100 pada kepulauan Belitung
menyebabkan terjadinya proses erosi sehingga dari proses
erosi tersebut dapat menghasilkan material batuan, matrial
7
batuan hasil rombakan kemudian lepas dari batuan induk yang
diendapkan dan ditransportasi oleh media seperti aliran air
ataupun angin. Selain itu menurut referensi [26] pelapukan
rentan terjadi pada suatu batuan meskipun tidak terdapat
struktur ataupun rekahan, pelapukan dapat terjadi pada suatu
batuan apabila mineral penyusun batuan mungkin tertekan
sehingga dapat menyebabkan kerentanan yang lebih tinggi
terhadap pelapukan.
Diduga adanya potensi akuifer tertekan pada titik 44 dengan
nilai resistivitas sekitar 115 , ketebalannya 7,05 , dan
kedalamannya sekitar 9,16 – 43,6 . Berdasarkan hasil
pengolahan data 2D dan peta isoresistivitas adanya potensi
akuifer tertekan yang tidak menerus. Akuifer yang potensial
terdapat pada titik 44 berupa akuifer tertekan, hal ini didukung
dengan penelitian sebelumnya berdasarkan referensi [22] dan
[23] di kecamatan Tanjung Pandan tepatnya pada daerah
prawas terdapat potensi akuifer tertekan yang berada di sekitar
aliran sungai cerucuk. Akuifer yang terdapat pada titik 44
yaitu akuifer tertekan yang tidak menerus. Hal ini disebabkan
karena keterdapatan air dipengaruhi oleh bentuk bentang alam
(geomorfologi) sepert topografi, elevasi, ataupun kemiringan.
Berdasarkan hasil yang didapatkan akuifer tertekan yang
terdapat pada titik 44 tidak menerus hal ini kemungkinan
disebabkan karena perbedaan elevasi daerah titik pengukuran.
Titik pengukuran pada titik gbb-44 merupakan daerah yang
landai dengan elevasi sekitar 8 sementara pada titik 42,43,
dan 45 berada di elevasi mulai dari 21 sampai 116 sehingga
air yang terdapat pada titik 42, 43, dan 44 akan mengalir
kearah yang lebih landai atau dataran yang lebih rendah
seperti pada titik 44 dengan elevasi pada titik tersebut sekitar
8 m yang menyebabkan potensi air pada titik pengukuran 44
tidak menerus karena pada titik 42, 43, dan 44 mempunyai
elevasi sekitar 21 sampai 116 sehingga air akan mengalir
dan terkumpul pada daerah hilir dengan morfologi berupa
dataran rendah seperti pada titik 42 dengan elevasi 8 .
Diduga akuifer yang terdapat pada daerah tanjung
pandan merupakan akuifer tertekan hal ini juga didukung
dengan adanya data sekunder berupa data uji pemompaan
drawdown test pada kecamatan Tanjung Pandan. Dalam uji
data pemompaan drawdown test terdapat asumsi yang
digunakan, yaitu akuifer yang diuji adalah akuifer tertekan
dan akuifer yang memiliki debit yang konstan [10]. Data
drawdown digunakan sebagai data pendukung dengan
diperoleh banyaknya air yang mengalir melalui suatu
penampang akuifer berupa nilai transmisivitas pada sumur
BH-05 Air Saga kecamatan Tanjung Pandan sekitar 45, 20
/hari, pada sumur BH-05 kecamatan Tanjung Pandan
dari hasil recovery sekitar 60,27 /hari, sumur BH-06
kecamatan Tanjung Pandan sekitar 7,91 hari,
kecamatan Tanjung Pandan dari hasil recovery sekitar BH-
06 sekitar 4,87 hari.
KECAMATAN SIDJUK
Titik pengukuran di kecamatan Sidjuk terletak pada
formasi granit tanjung pandan. Adapun peta
isoresistivitas pada formasi granit tanjung pandan yang
terdiri dari 12 titik pengukuran yaitu, GBB-31, GBB-
32, GBB-33, GBB-34, GBB-35, GBB-36, GBB-37,
GBB-38, GBB-39, GBB-40, GBB-41, dan GBB-46 .
dapat dilihat pada Gambar 7.3
Gambar 7. 3 Peta Isoresistivitas Kedalaman 1m, 2m ,
9m , 14 m, dan 30 m
8
Peta isoresistivitas dibuat dengan distribusi nilai
resistivitas sebenarnya. Peta isoresistivitas yang
pertama pada kedalaman 1 m diduga sebagai top soil,
Peta isoresistivitas kedua dengan kedalaman 2 m diduga
sebagai batu kerikil, peta isoresistivitas ketiga diduga
sebagai batu lanau dengan kedalaman 9 m, peta iso
resistivitas keempat dengan kedalaman 14 m diduga
sebagai batu pasir, dan peta isoresistivitas kelima
dengan kedalaman 30 m diduga sabagai batu granit.
Berdasarkan peta isoresistivitas adanya potensi air
diduga pada kedalaman 14 m dengan litologi batuan
granit dengan nilai rantang resistivitas sekitar
(300 ). Diduga adanya potensi air kearah bagian
Timur pada kedalaman 14 sampai 30 pada titik 31,
46, dan titik 35
Hasil Penampangg 2D Sidjuk
Adapun hasil korelasi penampang 2D dapat dilihat pada
Gambar 4.4 merupakan korelasi titik GBB-31, GBB-32,
GBB-33, dan GBB-34.
Gambar 7. 4 Korelasi titik GBB-31, GBB-32, GBB-33,
dan GBB-34
Korelasi Titik GBB-31 sampai GBB-34 berarah dari
Barat ke Timur. Dengan elevasi yang bervariasi
dimulai dari 19 , 11 , 21 dan 20 . Berdasarkan
Gambar 4.4 maka didapatkan korelasi pada lapisan
ketiga titik 33 dan 34 diduga adanya potensi air dengan
nilai resistivitas sekitar 204 , ketebalannya sekitar
12,5 , serta kedalamannya sekitar 14,5 pada titik
33 dan pada titik 34 dengan nilai resistivitas sekitar 206
dengan ketebalan 7,04 , dan kedalaman 10,7 .
Berdasarkan hasil penampang 2D adanya potensi air
berada pada bagian Timur kecamatan Sidjuk dengan
rentang nilai resistivitas 170 – 206 . Diduga
memiliki potensi akuifer pada kedalaman yang
bervariasi mulai dari 10,7 pada titik 33 dan pada titik
34 adanya potensi akuifer dimulai dari kedalaman
10,7 Berdasarkan hasil peta isoresistivitas potensi
akuifer ditemukan mulai dari kedalaman 9 sampai 14
sesuai dengan hasil penampang 2D potensi akuifer
ditemukan mulai dari kedalaman 10 sampai 14,5 m
adanya kemenerusan akuifer pada titik 33 dan 34
sampai kedalaman 14 m hal ini sesuai dengan hasil peta
isoresistivitas. Sementara, potensi akuifer pada
kedalaman 30 m dititik 33 dan 34 sudah tidak
ditemukan lagi karna pada kedalaman 30 litologi
batuan yang terdapat pada titik 33 dan 34 sudah berupa
batuan granit dengan nilai resistivitas (> 2314 ).
Berdasarkan peta isoresistivitas pada kedalaman 30
dititik 31 ditemukan potensi akuifer yang potensial
dengan nilai resistivitas yang rendah, pada titik 31
adanya potensi air terdapat pada lapisan ketiga dengan
nilai resistivitas 170 pada kedalaman 4,04 – 30
berdasarkan peta isoresitivitas adanya potensi akuifer
pada titik 31 sampai kedalaman 30 dibagian timur
kecamatan sidjuk dengan litologi berupa batuan granit.
Batuan granit dapat menjadi akuifer akibat adanya
rekahan atau pun pelapukan [24]. Pada titik 31 tidak
ditemukan adanya rekahan ataupun struktur. Diduga
adanya potensi akuifer pada batuan granit dititik 31
akibat pelapukan. Berdasarkan referensi [21] batuan
beku intrusif seperti granit yang mengalami pelapukan
nilai porositasnya akan meningkat hingga 20 % atau
lebih sehingga batuan yang lapuk dapat bertindak
sebagai formasi batuan pembawa air atau akuifer.
Batuan granit rantan terhadap pelapukan akibat
9
kelembaban selain itu pelapukan yang terjadi pada
batuan granit dapat disebabkan karna adanya mineral
yang mungkin tertekan sehingga menyebabkan
kerentanan yang lebih tinggi terhadap pelapukan [26].
Diduga akuifer yang ada pada lapisan ketiga
titik 31, 33, dan 34 dengan rentang nilai resistivitas 170
– 206 pada litologi batuan pasir dan granit. Akuifer
pada titik 31, 33, dan 34 berupa akuifer setengah bebas
karna akuifer jenis ini mempunyai lapisan penutup
dengan nilai kelulusan sedemikian besar akan tetapi
masih lebih kecil dari kelulusan akuifer di bawahnya
dan termasuk akuifer dangkal karna kedalamannya
mulai dari 4 – 30 m [21].
Gambar 7. 5 Korelasi titik GBB-40, GBB-41, dan GBB-
39
Korelasi Titik GBB-40, GBB-41, dan GBB-39
berarah dari Selatan ke Timur. Dengan elevasi yang
bervariasi dimulai dari 61 , 74 , dan 51 .
Berdasarkan Gambar 4.5 maka didapatkan korelasi
pada lapisan ketiga titik 41 dan 39 diduga adanya
potensi air dengan nilai resistivitas sekitar 93,8 ,
ketebalannya sekitar 11,7 , serta kedalamannya
sekitar 14,5 pada titik 39 dan pada titik 41 dengan
nilai resistivitas sekitar 119 dengan ketebalan 7,04,
dan kedalaman 7,74 . Berdasarkan hasil
penampang 2D adanya potensi air berada pada bagian
Timur kecamatan Sidjuk dengan rentang nilai
resistivitas 93,8 – 119 . Diduga memiliki potensi
akuifer pada kedalaman yang bervariasi mulai dari 7,74
pada titik 39 dan pada titik 41 adanya potensi akuifer
pada kedalaman 14,5 berdasarkan hasil peta
isoresistivitas potensi akuifer ditemukan mulai dari
kedalaman 9 sampai 14 sesuai dengan hasil
penampang 2D potensi akuifer ditemukan mulai dari
kedalaman 7,74 sampai 14,5 m adanya kemenerusan
akuifer pada titik 39 dan 41 sampai kedalaman 14 m hal
ini sesuai dengan hasil peta isoresistivitas. sementara
potensi akuifer pada kedalaman 30 m dititik 39 dan 41
sudah tidak ditemukan lagi karna pada kedalaman 30
litologi batuan yang terdapat pada titik 39 dan 41
berupa batuan granit dengan nilai resistivitas (> 612
). Berdasarkan peta isoresistivitas dan penampang
2D, potensi air yang terdapat pada titik 39 dan 41
dikategorikan sebagai akuifer setengah bebas karna
akuifer jenis ini mempunyai lapisan penutup dengan
nilai kelulusan sedemikian besar akan tetapi masih lebih
kecil dari kelulusan akuifer di bawahnya [21].
Gambar 7. 6 Korelasi titik GBB-35, GBB-36, dan
GBB-37
Korelasi Titik GBB-35, GBB-36, dan GBB-37
berarah dari Selatan ke Timur. Dengan elevasi yang
10
bervariasi dimulai dari 17 , 13 , dan 12 .
Berdasarkan Gambar 4.6 maka didapatkan pada lapisan
ketiga titik 35 diduga adanya potensi air dengan nilai
resistivitas sekitar 280 pada batuan pasir,
ketebalannya sekitar 22,8 , serta kedalamannya
sekitar 26,6 pada titik 35 dan pada titik 36 dengan
nilai resistivitas sekitar 104 pada lapisan ketiga
dengan ketebalan 7,61 dan kedalaman 9,66 .
Berdasarkan hasil penampang 2D adanya potensi air
berada pada bagian Timur kecamatan Sidjuk dengan
rentang nilai resistivitas 104 – 280 . Diduga
memiliki potensi akuifer pada kedalaman yang
bervariasi mulai dari 9,6 sampai kedalaman 14
pada masing-masing titik pengukuran. Berdasarkan
hasil peta isoresistivitas potensi akuifer ditemukan
mulai dari kedalaman 9 sampai 14 pada titik 35 dan
36 sesuai dengan hasil penampang 2D potensi akuifer
ditemukan mulai dari kedalaman 9,66 . Adanya
potensi akuifer pada titik 35 diduga pada lapisan ketiga
dengan litologi batuan pasir ditemukan akuifer pada
kedalaman 9,6 – 14 m. Sementara, potensi akuifer pada
kedalaman 30 m dititik 35 dan 36 sudah tidak
ditemukan lagi potensi akuifer karna pada kedalaman
30 litologi batuan yang terdapat pada titik 35 dan 36
sudah berupa batuan granit dengan nilai resistivitas (>
2331 ). Diduga akuifer yang terdapat pada titik gbb-
35 dan gbb-36 merupakan akuifer setengah bebas
dengan kedalaman 9,6 - 14 kearah bagian timur
kecamatan Sidjuk dengan nilai resistivitas sekitar 104 -
280 . Dikategorikan sebagai akuifer setengah bebas
karna akuifer jenis ini mempunyai lapisan penutup
dengan nilai kelulusan sedemikian besar akan tetapi
masih lebih kecil dari kelulusan akuifer di bawahnya
[24].
Gambar 4. 7 Korelasi titik GBB-46, GBB-33, dan GBB-
34
Korelasi Titik GBB-46, GBB-33, dan GBB-34
berarah dari Barat ke Timur. Dengan elevasi yang
bervariasi dimulai dari 18 , 22 , dan 20 .
Berdasarkan Gambar 4.7 maka didapatkan pada lapisan
ketiga titik 33, 34, dan 46 diduga adanya potensi air
didapatkan korelasi pada lapisan ketiga titik 33 dan 34
diduga adanya potensi air dengan nilai resistivitas
sekitar 204 , ketebalannya sekitar 12,5 , serta
kedalamannya sekitar 14,5 pada titik 33 dan pada
titik 34 dengan nilai resistivitas sekitar 206 dengan
ketebalan 7,04, dan kedalaman 10,7 . Berdasarkan
hasil penampang 2D adanya potensi air berada pada
bagian Timur kecamatan Sidjuk dengan rentang nilai
resistivitas 204 – 206 . Diduga memiliki potensi
akuifer pada kedalaman yang bervariasi mulai dari 14,5
pada titik 33 dan pada titik 34 adanya potensi akuifer
dimulai dari kedalaman 10,7 berdasarkan hasil peta
isoresistivitas potensi akuifer ditemukan mulai dari
kedalaman 9 sampai 14,5 sesuai dengan hasil
penampang 2D potensi akuifer ditemukan mulai dari
kedalaman 10 sampai 14,5 m adanya kemenerusan
akuifer pada titik 33 dan 34 sampai kedalaman 14 m hal
ini sesuai dengan hasil peta isoresistivitas. Sementara,
potensi akuifer pada kedalaman 30 m dititik 33 dan 34
11
sudah tidak ditemukan lagi karna pada kedalaman 30
litologi batuan yang terdapat pada titik 33 dan 34
berupa batuan granit dengan nilai resistivitas (> 2314
). Berdasarkan peta isoresistivitas pada kedalaman
14,5 dititik 33 dan 34 masih ditemukan potensi
akuifer. Pada kedalaman lebih dari 14 pada titik 33
dan 34 di lapisan ketiga sudah tidak ditemukan potensi
air karena litologi bataun yang terdapat pada kedalaman
30 sudah berupa batuan granit dengan nilai
resistivitas (>2314). Pada titik 46 litologi batuan pada
lapisan ketiga merupakan batuan granit dengan nilai
resistivitas (740 ) dengan nilai resistivitas 740
diduga merupakan batuan granit yang tidak
mengandung air. Berdasarkan pengolahan data 2D dan
peta isoresistivitas meunjukkan adanya potensi akuifer
dangkal berupa akuifer setengah bebas pada titik gbb-
33, dan gbb-34 dengan kedalaman 10,7 sampai 14,5
dengan litologi berupa batu pasir. Diketegorikan
sebagai akuifer setengah bebas karena akuifer jenis ini
mempunyai lapisan penutup dengan nilai kelulusan
sedemikian besar akan tetapi masih lebih kecil dari
kelulusan akuifer di bawahnya [21].
VII. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan hasil pengolahan data
geolistrik resistivitas serta telah dilakukannya
pemodelan dan interpretasi dengan data pendukung
berupa informasi geologi regional, drawdown test, dan
informasi CAT maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut:
1. Berdasarkan Hasil pengolahan data kecamatan
Tanjung Pandan terdiri dari litologi batuan granit
pada kedalamannya sekitar 9,16 – 43,6 , serta
ketebalannya sekitar 7,05 , dengan nilai
resistivitas 115 . Kecamatan Tanjung Pandan
memiliki potensi akuifer tertekan yang terletak
pada bagian Barat.
2. Pada kecamatan Sidjuk berdasarkan hasil
pengolahan data terdiri dari litologi berupa batu
granit, batu pasir, dan batu kerikil kering pada
kedalaman 4 – 30 dengan nilai resistivitas 170
– 206 . Kecamatan Sidjuk memiliki potensi
akuifer setengah bebas terletak pada bagian Timur
Acknowledgements
Mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada para dosen pembimbing Karyanto, S.Si., M.T.,
Risky Martin Antosia, S.Si., M.T., dan Dr. Pulung
Arya Pranantya, ST. MPSDA.
References
[1] Unesco “Groundwater resource issues, problems,
and recommendati-tions,” diakses pada tanggal 17
November 2019, https://stbc.net/ Groundwater resource
issues, problems, and recommendations.
[2] T. C. Winter, J. W. Harvey, O. L. Franke, and W.
M. Alley, “Ground Water and Surface Water: a Single
Resource,” Denver : U.S. Government Printing Office,
1998.
[3] G. Halik, dan S.W. Jojok, “Pendugaan Potensi Air
Tanah Dengan Metode Geolistrik Konfigurasi
Schlumberger Di Kampus Tegal Boto Universitas
Jember,” Fakultas Teknik : Universitas Jember, 2008.
[4] Rizka dan S. Satiawan, “Investigasi Lapisan Akuifer
Berdasarkan Data Vertical Electrical Sounding (VES)
Dan Data Electrical Logging” Bulletin of Scientific
Contribution: GEOLOGI, 2019.
[5] S.A. Ngah, Tamuno, dan A. E. Enyinda,
“Comparison of Vertical Electrical Sounding (VES) and
Downhole Logs in Parts of Rivers State, Nigeria,”
International Journal of Applied Science and
Mathematical Theory : Vol. 4, No. 2, 2018.
[6] W.J. Sitohang, T.D.B Munte, R. Osvaldus, dan F.
Mohamad, “Investigasi Area Akuifer Menggunakan
Metoda Resistivitas Di Cikopomayak, Jawa Barat,
Indonesia, ” Jurnal Geofisika : Vol.16, No.03, pp.19-23,
Agustus 2018.
[7] A. Ochuko, “Investigation Of Groundwater In Parts
Of Ndokwa District In Nigeria Using Geophysical
Logging and Electrical Resistivity Methods :
Implication Of Groundwater Exploration,” Journal Of
Africa Earth Science, 2016.
12
[8] M.N. Iskandar dan T.A. Adji, “Studi Karakteristik
Akuifer Bebas Dan Hasil Aman Penurapan Air Tanah
Kecamatan Trucuk Kabupate Kelaten,” diakses pada
tanggal 25 Desember 2019, http://media.neliti.com/me-
dia/publications/228865-studi-karakteristik-akuifer-be-
bas-dan-ha-8b23f312a.pdf
[9] G.P. Kruseman dan N.A de Ridder, “ Analysis and
Evaluation of Pumping Test Data,” 2nd
, Netherlands :
Internatioal Institute for Land Reclamation and
Improvement, 1994.
[10] R.W Maria, “ Penentuan karakterisistik Akuifer
dan Potensi Air Bumi Di Jakarta,” Bogor : Institut
Pertanian Bogor, 2012.
[11] M.B. Dobrin, “Introduction to Geophysical
Prospecting,” 4nd, Mcgraw Hill Book, Co.Singapore,
1998.
[12] W.M. Telford, L.P. Geldart, R.E. Sheriff, dan D.A.
Keys, “Applied Geophysics,” 2nd
, Cambride :
University press, 1990.
[13] H. Grandis, “Pengantar Pemodelan Inversi
Geofisika,” Bandung : CV. Bhumi Printing, 2009.
[14] B. Deddy, “Teori Dasar Metode Resistivitas,” 13
Juli 2020, http://docplayer.info/50387527-Bab-iii-
landasan-teori.html
[15] C. Asdak, “Hidrologi Dan Pengelolaan Daerah
Aliran Sungai,” Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press, 1995.
[16] J. Bier, “ Hydraulics of Groundwater,” Mc. Graw
and Hill, United States of America, 1978.
[17] S. Eng. “Analisis Data Geofisika Memahami Teori
Inversi,” Jakarta : Universitas Indonesia, Edisi 1, 2007
[18] Baharuddin dan Sidarto, “Peta Geologi Lembar
Belitung, Sumatera, Skala 1:250.000, ” Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi : Bandung,
1995.
[19] T. Naibobo dan L. Arifin, “Verifikasi Litologi
Terhadap Nilai Kerentanan Magnetik di Perairan
Bangka Belitung,” Bandung : Pusat Penelitian
Pengembangan, 2010.
[20] M. Riyan, “Analisis Data Resistivitas Untuk
Identifikasi Fluida Di Daerah Prospek Panas bumi Way
Ratai Kabupaten Pesawaran,” Skripsi, Lampung :
Universitas Lampung, 2016.
[21] K. M. Arsyad, “Modul Geologi Dan Hidrogeologi
Pelatihan Perencanaan Air Tanah,” Bandung :
Kementrian PUPR Badan Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Desember 2017.
[22] A. Sukrisna, “Keterdapatan Air Tanah P.Bangka –
P.Belitung Serta Prospek Pemanfaatannya,” Buletin
Geologi Tata Lingkungan, vol.14, no.1, 2004.
[23] GN Consulting, “ Karakteristik Air Tanah Wilayah
Belitung, Provinsi Bangka Belitung,” Februari 2018,
http://geosriwijaya.com/2018/02/karakteristik-air-tanah-
wilayah-belitung-provinsi-bangka-belitung/
[24] M. Arief, “ Hidrogeologi Mata Air dan
Pengelolaan Air Tanah Pada Daerah Batu Gamping Dan
Vulkanik : Studi Pengamatan Desa Tagog Apu dan
Desa Tarengtong, Kabupaten Bandung Barat Serta Desa
Cigadung, Kota Madya Bandung” Bandung :
Universitas Padjadjaran, 2016.
[25] N.C. D Aryanto, Nasrun, A.H Sianipar, dan L.
Sarmili, “ Granit Kalumpang Sebagai Granit Tipe-I Di
Pantai Teluk Balok, Belitung” Pusat Pengembangan
Geologi Kelautan : Bandung, 2005.
[26] E.M. Campbell, “Granite Landforms” Journal of
the Royal Society of Western Australia : 101 -112,
1997.
[27] Bambang, P. Puji, R. Achmad, C. Prasetyadi, M.
M. Ridwan, dan M. K. Yulian, “Hubungan Struktur
Stryktur Geologi dan Sistem Air Tanah” Kementrian
Riset, Teknologi Dan Pendidikan Tinggi Universitas
Pembangunan Nasionak Veteran : Yogyakarta, 2018.
13
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil pengolahan 1D geolistrik resistivitas
Kecamatan Tanjung Pandan Titik GBB-42, GBB-43,
GBB-44, dan GBB-45
Titik
VES
Lapisan
(
( )
d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
42
1 124 0,203 0 – 2,05
Topsoil
2 7925 1,85 2,06 –
9,10
Granit
3 614 7,06 9,11 –
32,6
Granit
4 6428 23,6 32,7 Granit
5 4483 Tidak
dike tahui
Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( )
d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
43
1 45,2 0,778 0 – 2,88 Topsoil
2 1030 2,12 2,89 –
9,70
Granit
3 37,8 6,81 9,71 –
38,2
Granit
4 985 28,6 38,3 Granit
5 712 Tidak
dike
tahui
> 38,3 Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
44
1 25,7 0,341 0 – 2,6 Top
soil
2 298 2,36 2,7 –
9,15
Granit
3 115 7,05 9,16 –
43,6
Granit
4 4987 34 43,7 Granit
5 4296 Tidak
dike
tahui
Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
45
1 58,9 0,092 0 –
2,97
Topsoil
2 5789 2,89 2,98 –
9,34
Granit
3 1972 6,37 9,35 –
40,2
Granit
4 7930 30,9 40,3 Granit
5 21426 Tidak
dike
tahui
> 40,3 Granit
14
Lampirsan 2.Hasil pengolahan 1D geolistrik resistivitas
Kecamatan Sidjuk pada 12 titik sounding yaitu, GBB-
31, GBB-32, GBB-33, GBB-34, GBB-35, GBB-36,
GBB-37, GBB-38, GBB-39, GBB-40, GBB-41, dan
GBB-46 .
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
31
1 1067 0,636 0 –
2,76
Top Soil
2 4044 2,14 2,77 –
4,03
Granit
3 170 1,27 4,04 –
54,2
Granit
4 2331 50,3 54,3 Granit
5 4207 Tidak
dike
tahui
54,3 Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
32
1 45,2 0,778 0 – 2,88 Topsoil
2 1030 2,12 2,89 –
9,70
Granit
3 37,8 6,81 9,71 – 38,2
Granit
4 985 28,6 38,3 Granit
5 712 Tidak
dike
tahui
> 38,3 Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
33
1 14 0,215 0 –
1,9
Top
Soil
2 1971 1,79 2 –
14,4
Dry
Gravel
(Kerikil
Kering) 3 204 12,5 14,5
–
73,7
Batu
Pasir
4 2314 59,3 73,8 Granit
5 10551 Tidak
diketahui
>
73,8
Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
34
1 176 0,814 0 – 3,61 Top
Soil
2 2109 2,81 3,62
–
10,6
Dry
Gravel
(Kerikil
Kering) 3 206 7,04 10,7
–
71,5
Batu
Pasir
4 8036 60,9 71,6 Granit
5 13617 Tidak
diketahui
>71,6 Granit
15
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
35
1 31,6 0,718 0 – 2,
84
Top Soil
2 1442 2,13 2,85 –
26,5
Dry
Gravel
(Kerikil
Kering) 3 280 22,8 26,6 –
75,5
Batu
Pasir 4 1907 50 75,6 Granit
5 5624 Tidak
diketahui
> 75,4 Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
36
1 45,2 0,778 0 – 2,88 Topsoil
2 1030 2,12 2,89 –
9,70
Granit
3 37,8 6,81 9,71 –
38,2
Granit
4 985 28,6 38,3 Granit
5 712 Tidak dike
tahui
> 38,3 Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
37
1 1275 0,723 0 –
1,81
Top
Soil
2 7969 1,1 1,82
–
15,7
Granit
3 2178 14 15,8
–45,
1
Granit
4 12549 29,3 45,2 Granit
5 22135 Tidak
diketahui
>
45,2
Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
38
1 80,9 0,619 0 – 4,53 Top
Soil
2 2805 3,92 4,54
–
30,8
Dry
Gravel
(Kerikil
Kering) 3 821 26,4 30,9
–
62,6
Batu
Pasir
4 1441 31,8 62,7 Granit
5 11518 Tidak
diketahui
>
62,7
Granit
16
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
39
1 6,81 0,15 0
– 2,66
Top Soil
2 454 2,52 2,67 –
14,3
Gravel
(Kerikil) 3 93,8 11,7 14,4 –
32,2
Lanau
4 612 17,9 32,3 Granit
5 9583 Tidak
diketahui
> 32,3 Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
40
1 230 0,627 0 – 2,84 Top
Soil
2 7977 2,22 2,85 –
10,2
Dry
Gravel
(Kerikil
Kering) 3 1235 7,48 10,3 –
30,4
Granit
4 1335 20,2 30,5 Granit
5 8232 Tidak
diketahui
> 30,5 Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
41
1 1,67 0,0445 0 –
0,774
Top Soil
2 528 0,73 0,775
–
7,73
Gravel
(Kerikil)
3 119 6,97 7,74
- 35
Lanau
4 12116 27,4 35,1 Granit
5 918 Tidak
diketahui
>
35,1
Granit
Titik
VES
Lapisan
(
( ) d
( )
Estimasi
litologi
Gbb-
46
1 334 0,663 0,663
–
2,56
Top Soil
2 3992 1,91 2,57
–
13,8
Dry
Gravel
(Kerikil) 3 740 11,3 13,9
–
53,1
Granit
4 2994 39,3 53,2 Granit
5 5860 Tidak
diketahui
>53,2 Granit