PENELITIAN NARASI
-
Upload
wahyono-saputro -
Category
Documents
-
view
33 -
download
5
description
Transcript of PENELITIAN NARASI
PENELITIAN NARASI
2
Bab 4
Lima Pendekatan Kualitatif Penyelidikan
alam bab ini, kita mulai eksplorasi rinci kita
tentang penelitian narasi, fenomenologi, teori
grounded (teori dasar), etnografi dan studi
kasus. Untuk masing-masing pendekatan, penulis
menempatkan definisi, menelusuri secara gamblang tentang
sejarahnya, memeriksa jenis- jenis studi, memperkenalkan
prosedur yang dilibatkan dalam pelaksanaan studi, dan
menunjukkan tantangan-tantangan potensial dalam
penggunaan pendekatan. Penulis juga meninjau sejumlah
kesamaan dan perbedaan di antara kelima pendekatan, dengan
demikian para peneliti kualitatif dapat memutuskan
pendekatan manakah yang terbaik untuk digunakan dalam
studi khusus mereka.
D
Pertanyaan untuk Diskusi
Apakah yang dimaksud studi narasi, fenomenologi, grounded theory (teori dasar), etnografi dan studi kasus?
Prosedur dan tantangan apa yang digunakan untuk menggunakan masing-masing pendekatan penelitian kualitatif?
Apa kesamaan dan perbedaan di antara kelima pendekatan?
Penelitian Narasi
Definisi dan Latar Belakang
Penelitian narasi memiliki banyak bentuk, menggunakan ragam praktik-praktik analitik dan
mengakar dalam masyarakat yang berbeda dan disiplin ilmu kemanusiaan (Datute dan
Lightfoot, 2004). Narasi mungkin sebuah istilah yang diperuntukkan untuk semua teks atau
Narasi mungkin
sebuah istilah yang diperuntukkan untuk
semua teks atau wacana, atau ia
mungkin berupa teks dalam konteks sebuah mode
penyelidikan dalam penelitian kualitatif
(Chase, 2005), dengan fokus khusus
pada sejarah yang diceritakan oleh
individu (Polkinghorne, 1995).
3
wacana, atau ia mungkin berupa teks dalam konteks sebuah mode penyelidikan dalam
penelitian kualitatif (Chase, 2005), dengan fokus khusus pada sejarah yang diceritakan oleh
individu (Polkinghorne, 1995). Seperti saran Pinnegar dan Daynes (2006), narasi dapat
berbentuk dua hal, yaitu metode dan fenomena studi. Seperti halnya metode, ia mulai dengan
pengalaman-pengalaman yang terekspresikan dalam hidup dan pengisahan sejarah individu.
Para penulis telah menyediakan pola-pola untuk menganalisa dan memahami kehidupan dan
pengisahan. Penulis akan mendefinisikannya di sini sebagai jenis disain kualitatif yang mana
narasi difahami sebagai pembicaraan atau teks tulisan yang memberikan sekumpulan
peristiwa/ tindakan atau rangkaian peristiwa/ tindakan, yang secara kronologis memiliki
keterhubungan (Czarniawska, 2004, hlm. 17). Prosedur untuk penerapan penelitian ini terdiri
dari pemokusan pada studi terhadap satu atau dua individu, pengumpulan data melalui
pengumpulan kisah- kisah mereka, pelaporan pengalaman- pengalaman individual dan
penataan secara kronologis (atau menggunakan tahapan wacana kehidupan) makna- makna
pengalaman tersebut.
Meskipun penelitian narasi aslinya berasal dari kajian literatur, sejarah, antropologi,
sosiologi, sosiolinguistik, dan pendidikan, sejumlah disiplin studi tertentu telah menggunakan
pendekatan milik mereka (kelompok penelitian narasi) tersebut (Chase, 2005). Penulis
menemukan gejala ini dalam sebuah karya para posmodern yang berorientasi keorganisasian
di dalam karya Czarniawska (2004); juga dalam tulisan perspektif pengembangan
kemanusiaan dalam karya Daiute dan Lightfoot (2004); Pendekatan psikologi di Lieblich
karya Tuval-Mashiach dan Zilber (1998); pendekatan sosiologis dalam Cortazzi (1993) dan
Riessman (1993); dan kuantitatif (misalnya, sejarah statistik dalam pemodelan sejarah
peristiwa) dan pendekatan kualitatif dalam karya Elliot (2005). Sumbangan dari berbagai
disiplin ilmu pengetahuan pada penelitian narasi juga telah didukung oleh seri tahunan studi
narasi kehidupan yang mulai pada tahun 1993 (lihat misalnya, Josselson dan Lieblich, 1993),
dan jurnal penyelidikan narasi dengan banyaknya jumlah buku yang ditulis akhir-akhir ini
4
dalam penelitian narasi, hal ini tentunya merupakan sebuah field in making (Chase, 2005, hlm.
651). Dan dalam diskusi tentang prosedur narasi dimana penulis mendasarkan pada sebuah
buku yang mudah diperoleh yang ditulis untuk para pelaku ilmu sosial yang disebut
penyelidikan narasi (Clandinin dan Conelly, 2000) yang bertema Apa yang dilakukan oleh
para peneliti narasi? (hlm. 48).
Jenis Studi-Studi Narasi
Sebuah pendekatan terhadap penelitian narasi adalah untuk membedakan jenis-jenis penelitian
narasi oleh strategi analitis yang digunakan oleh para pengarang. Polkinghorne (1995)
menggunakan pendekatan ini dan membedakan antara analisis tentang narasi (hlm. 12),
menggunakan paradigma berfikir untuk membuat deskripsi tema apa yang dipakai ke arah
cerita atau pembagian jenis ceritanya, dan analisis narasi dimana para peneliti mengumpulkan
sejumlah deskripsi peristiwa atau kejadian dan mengkonfigurasinya ke dalam sebuah cerita
menggunakan sebuah alur panduan. Polkinghorne (1995) terus menekankan pada bentuk
kedua dalam tulisannya. Akhir-akhir ini, Chase (2005) menyajikan sebuah pendekatan yang
secara khusus beraliansi dengan analisis tentang narasinya Polkinghorne. Chase menyarankan
bahwa para peneliti dapat menggunakan alasan paradigmatik untuk sebuah studi narasi,
seperti bagaimana seorang individu mampu dan dipaksa oleh sumber-sumber sosial, yang
secara sosial disituasikan dalam penampilan yang saling interaksi dan bagaimana para pelaku
narasi mengembangkan penafsiran.
Pendekatan kedua adalah untuk menekankan ragam bentuk dalam praktik penelitian
narasi (lihat misalnya, Casey, 1996/1996). Sebuah studi biografi adalah merupakan sebuah
bentuk studi narasi dimana para peneliti menulis dan mencatat pengalaman-pengalaman hidup
orang lain. Autobiografi adalah tulisan dan catatan oleh individu-individu yang merupakan
subjek studi (Ellis, 2004). Sebuah sejarah hidup membawa sebuah keseluruhan hidup
individu, ketika cerita pengalaman individu seseorang adalah berupa studi narasi dari sebuah
5
pengalaman pribadi seseorang dijumpai dalam episode tunggal atau ganda, stuasi khusus atau
cerita rakyat milik komunitas tertentu (Denzin, 1989a). Sebuah cerita lisan terdiri dari
pengumpulan refleksi individu atau peristiwa dan sebab musababnya dari seorang individu
atau sejumlah individu (Plummer, 1983). Studi narasi dapat memiliki sebuah fokus
kontekstual khusus seperti guru dan siswa dalam sebuah ruangan kelas (Ollerenshaw dan
Cresswell, 2002) atau sejarah yang menceritakan tentang sebuah organisasi (Czarniawska,
2004). Narasi mungkin saja dipandu oleh sebuah lensa (sudut pandang) atau perspektif. Lensa
tersebut mungkin digunakan untuk membela warga Amerika Latin melalui penggunaan
testimoni (kesaksian) (Beverly, 2005), atau mungkin berupa sebuah lensa feminis yang
digunakan untuk melaporkan sejarah wanita (lihat misalnya, Kelompok Narasi Pribadi, 1989)
adalah sebuah lensa yang menunjukkan suara wanita yang diubah, beragam dan bertentangan
(Chase, 2005).
Prosedur Pelaksanaan Penelitian Narasi
Dengan menggunakan pendekatan yang diambil oleh Clandidnin dan Conelly (2000) sebagai
panduan prosedural umum, metode pelaksanaan sebuah studi narasi tidak mengikuti sebuah
pendekatan kaku, akan tetapi tentunya menyajikan sebuah kumpulan tidak resmi mengenai
topik.
1. Menentukan jika pertanyaan atau permasalahan penelitian terbaik untuk penelitian
narasi. Penelitian narasi sangat baik untuk menangkap rincian sejarah atau pengalaman
hidup dari kehidupan tunggal atau kehidupan sejumlah kecil para individu.
2. Memilih satu atau lebih para individu yang memiliki kisah atau pengalaman hidup
melalui ragam jenis informasi. Clandidinin dan Conelly (2000) merujuk kisah-kisah
tersebut sebagai “teks-teks lapangan”. Partisipan penelitian dapat mencatat kisah
mereka dalam buku diari atau jurnal, atau para peneliti dapat mengamati individu dan
mencatat kutipan-kutipan lapangan. Para peneliti juga dapat mengumpulkan surat-
6
surat yang dikirimkan oleh para individu, mengumpulkan kisah tentang individu yang
berasal dari anggota keluarga, mengumpulkan dokumen-dokumen seperti memo atau
surat-menyurat kantor tentang individu atau mengumpulkan foto-foto, kotak memori
(koleksi dari artikel yang memicu memori) dan artefak sosial-keluarga-individu
lainnya. Setelah memeriksa sumber-sumber ini, para peneliti mencatat pengalaman-
pengalaman hidup individu.
3. Mengumpulkan informasi tentang konteks dari kisah-kisah ini. Para peneliti narasi
meletakkan kisah individu dalam konteks pengalaman pribadi partisipan (pekerjaan
dan rumah mereka), budaya mereka (ras atau suku) dan konteks sejarah mereka
(waktu dan tempat).
4. Menganalisa kisah para partisipan dan kemudian menceritakannya kembali ke dalam
sebuah kerangka kerja yang dapat membuat pemahaman. Penceritaan kembali adalah
proses pemahaman kisah ke dalam sejumlah jenis umum kerangka kerja. Kerangka
kerja ini dapat terdiri dari pengumpulan kisah, menganalisanya bagi elemen-elemen
kunci dari kisah (misalnya, waktu, tempat, alur dan sken) dan kemudian menuliskan
kembali kisah untuk menempatkannya dalam sebuah urutan kronologis (Ollerenshaw
dan Cresswell, 2000). Seringkali ketika para individu menceritakan kembali kisah
mereka, mereka tidak menyajikannya dalam sebuah urutan kronologis. Selama proses
penceritaan, para peneliti menyiapkan sebuah hubungan penyebab di antara gagasan-
gagasan. Cortazzi (1993) menyarankan bahwa kronologi penelitian narasi, dengan
menekankan pada urutan, mengatur bagian-bagian narasi dari aliran penelitian lain.
Sebuah aspek dari kronologi adalah bahwa kisah memiliki sebuah awal- tengah dan
akhir. Sama halnya dengan elemen utama yang ditemukan dalam karya novel yang
baik, aspek-aspek ini meliputi keadaan berbahaya, konflik atau perjuangan, pelaku
utama atau karakter utama dan sebuah urutan dengan akibat yang dikandungnya
(misalnya sebuah plot) dimana keadaan berbahaya tersebut dapat diselesaikan dalam
7
sejumlah cara (Carter, 1993). Sebuah kronologi lebih jauh dapat terdiri dari gagasan
masa lalu, sekarang dan yang akan datang (Clandinin dan Conelly, 2000) berdasarkan
pada asumsi bahwa waktu memiliki sebuah arah yang tidak lurus (Polkinghorne,
1995). Dalam sebuah pengertian yang lebih umum, sebuah kisah dapat memuat jenis
elemen lain yang ditemukan dalam sebuah novel, seperti waktu, tempat, dan cerita
(Conelly dan Clandinin, 1990). Alur, garis cerita dapat pula memuat tiga dimensi
ruang penyelidikan narasi, yaitu individu dan sosial (interaksi), masa lalu, sekarang
dan akan datang (kesinambungan) dan tempat (situasi). Garis cerita ini mungkin
memuat informasi tentang seting atau konteks dari pengalaman partisipan. Di depan
kronologi, para peneliti dapat merinci tema yang mencuat dari kisah untuk
menyediakan sebuah diskusi yang lebih rinci tentang makna arti dari kisah tersebut
(Huber dan Whelan, 1999). Kemudian analisis data kualitatif mungkin berupa sebuah
deskripsi kedua kisah dan tema yang timbul darinya. Seorang penulis beraliran
posmodernis seperti Czarniawska (2004) akan menambahkan elemen lain untuk
analisis, sebuah penghancuran kisah, sebuah penghilangan dari kisah-kisah tersebut
seperti strategi analisis, menyingkap dikotomi, memeriksa kebungkaman dan
menghadirkan gangguan dan kesakitan.
5. Bekerjasama dengan partisipan secara aktif, melibatkan mereka dalam penelitian
(Clandinin dan Conelly, 2000). Sebagai peneliti yang mengumpulkan kisah-kisah,
mereka menegosiasikan hubungan, perpindahan yang sopan, dan menyediakan cara
yang bermanfaat bagi para partisipan. Dalam penelitian narasi, tema kunci sedang
mengarah kepada hubungan antara para peneliti dan yang diteliti dimana kedua fihak
akan belajar dan berubah dalam sebuah pertemuan (Pinnegar dan Daynes, 2006).
Dalam proses ini, masing-masing fihak menegosiasikan makna kisah, menambahkan
sebuah pemeriksaan validasi untuk analisis (Cresswell dan Miller, 2000). Dalam kisah
milik partisipan dapat juga terdapat kisah yang terjalin dari para peneliti yang
8
ditambahkan ke dalam kehidupannya (partisipan) (lihat Huber dan Whelan, 1999).
Juga, dalam kisah terdapat epipani atau poin pengarah dimana garis cerita yang
merubah arah secara dramatis. Dan di akhir, studi narasi akan menceritakan kisah
individu yang terbuka dalam sebuah kronologi dari pengalaman mereka, yang tertata
dalam hidup pribadi dan sosial mereka dan konteks sejarah dan memuat tema penting
dalam pengalaman hidup tersebut. “Penyelidikan Narasi merupakan kisah hidup dan
cerita,” demikian dikatakan Clandidnin dan Conolly (2000, hlm. 20).
Tantangan
Setelah diberikan karakteristik dan prosedur penelitian narasi ini, penelitian narasi merupakan
sebuah pendekatan menantang untuk digunakan. Para peneliti perlu mengumpulkan informasi
mendalam tentang para partisipan dan perlu memiliki pemahaman yang jelas akan konteks
kehidupan seseorang individu. Hal tersebut membutuhkan pandangan yang tajam untuk
mengenali sumber materi yang mengumpulkan kisah khusus yang menangkap pengalaman
individu. Seperti komentar Edel (1984) merupakan hal penting untuk mengungkap sosok di
bawah karpet (tersembunyi) yang menjelaskan ragam latar konteks sebuah kehidupan. Aktif
bekerjasama dengan para partisipan adalah perlu dan para peneliti perlu membicarakan kisah
para partisipan juga yang merefleksikan tentang latar belakang politik dan pribadi mereka
yang membentuk bagaimana mereka mengisahkan kembali sejumlah bagian-bagian
kehidupan mereka. Beragam persoalan mencuat ketika proses pengumpulan, analisa dan
penceritaan kisah individu. Pinnegar dan Daynes (2006) memunculkan pertanyaan penting
berikut ini: Siapa pemilik kisah? Siapa yang dapat menceritakannya? Siapa yang dapat
mengubahnya? Versi siapa yang meyakinkan? Apa yang terjadi ketika narasi-narasi itu
bersaing? Sebagai sebuah komunitas, kisah apa yang terjadi di antara kita?
9
Bacaan Pengaya
Terdapat sejumlah bacaan yang dapat memperluas ulasan singkat dari masing-masing kelima
pendekatan penyelidikan ini. Pada bab 1, penulis telah menyajikan buku-buku utama yang
akan digunakan untuk memahami diskusi tentang setiap pendekatan. Di sini penulis
menyediakan daftar yang lebih melimpah terkait rujukan yang juga menyertakan kegiatan-
kegiatan-kegiatan utama.
Dalam penelitian narasi, penulis akan mendasarkan pada karya Denzin (1989a,
1989b), Czarniawska (2004), dan khususnya karya Clandinin dan Conelly (2000). Penulis
juga menambahkan dalam daftar buku ini tentang sejarah hidup (angrosino, 1989a), metode-
metode humanistik (Plummer, 1983), dan sebuah buku pegangan yang komprehensif dalam
penelitian narasi (Clandidnin, 2006).
Angrosino, M.F. (1989a). Documents of interaction: Biography, and life history in social science perspective. Gainesville: university of Florida Press
Clandinin, D,J., dan Conelly (Ed). (2006). Handbook of narrative inquiry; Mapping a methodology. Thousand Oaks, CA: Sage.
Clandinin, D,J., dan Conelly, F.M. (2000). Narrative inquiry: Experience and story in qualitative research. San Fransisco: Josey-Bass
Czarniawska, B. (2004). Narrative in social science research, London: Sage
Denzin, N.K. (1989a). Interpretive biography. Newburry Park, CA: Sage
Denzin, N.K. (1989b). Interpretive interactionism. Newburry Park, CA: Sage
Elliot, J. (2005). Using narrative in social research: Qualitative and quantitative approaches. London: Sage
Plummer, K. (1983). Documents of life: An introduction to the problems and litarature of a humanistic method. London: George Allen & Unwin
Untuk fenomenologi, buku-buku mengenai metode penelitian fenomenologi oleh Moustakas
(1994) dan sebuah pendekatan hermenetik oleh Van Mannen (1990) akan menyediakan
sebuah landasan bab-bab selanjutnya. Panduan prosedural lain untuk penyelidikan meliputi
Giorgi (1985), Polkinghorne (1989), Van Kaam (1966), Colaizzi (1978), Spiegelberg (1982),
10
Dukes (1984), Oiler (1986) dan Tesch (1990). Untuk perbedaan-perbedaan mendasar antar
hermenetik dan empiris atau fenomenologi transendental, lihat Lopez dan Willis (2004) dan
untuk sebuah diskusi tentang permasalahan lebih spesifik dan mendalam, lihat LeVasseur
(2003). Sebagai tambahan, untuk mengkaji lebih mendalam landasan yang kuat dalam
(memahami bahwa) asumsi filosofis itu penting dan seseorang mungkin akan memeriksa
karya Husserl (1931, 1970), Marleau-Ponty (1962), Natanson (1973), dan Stewart dan
Mickunas (1990) untuk latar belakang ini.
Colaizzi, P.F. (1978). Psychological research as the phenomenologist views it. In R. Vaile & M. King (Eds), Existential phenomenological alternatives for psychology (pp. 48-71). New York: Oxford University Press.
Dukes, S. (1984). Phenomenological methodology in the human sciences, Journal of Religion and Health, 23, 197-203.
Giorgi, A. (Ed). (1985). Phenomenology and psychological research. Pitsburgh, PA: Duquesne University Press.
Husserl, E. (1931). Ideas: General introduction to pure phenomenology (D. Carr, Trans). Evanston, IL: Northwestern University Press
Husserl, E. (1970). The crisis of European sciences and transcendental phenomenology (D. Carr, Trans). Evanston, IL: Northwestern University Press
LeVasseur, J.J. (2003). The problem with bracketing in phenomenology. Qualitative Health Reaserch, 31 (2), 408-420
Lopez, K. A, & Willis, D. G. (2004). Descriptive versus interpretive phenomenology: Their contribution to nursing knowledge. Qualitative Health Research, 14 (5), 726-735.
Merleau-Ponty, M. (1962). Phenomenology of perception (C. Smith, Trans). London: Routledge & Kegan Paul.
Moustakas, C. (1994). Phenomenological research methods. Thousand Oaks, AC: Sage.
Natanson, M. (Wd). (1973). Phenomenology and the social sciences. Evanston, IL: Northewstern University Press
Oiler, C. J. (1986). Phenomenology: The method. In P. L. Munhall & C. J. Oiler (Eds)., Nursing reaserch: A qualitative perspective (pp. 69-82). Norwalk, CT: Appleton-Cemtury-Crofts.
11
Polkinghorne, D.E. (1989). Phenomenological research methods. In R. S. Valle & S. Halling (Eds.), Existential-phenomenological perspectives in psychology )pp. 41-60). New York: Plenum.
Spiegelberg, H. (1982). The phenomenological movement (3rd ed). The Hague, Netherlands: Martinus Nijhoff
Stewart, D., & Mickunas, A. (1990). Exploring phenomenology: A guide to the field and its literature (2nd wd). Athens: Ohio University Press
Tesch, R. (1990). Qualitative research: Analysis types and software tools. Bristol, PA: Falmer PressVan Kaam, M. (1966). Existential foundations of psychology. Pitsburgh, PA: Dusquesne University Press
Van Mannen, M. (1990). Researching lived experiences: Human sciences for an action sensitive pedagogy. Albany: State University of New York Press.
Dalam penelitian teori dasar, periksa buku karya Strauss dan Corbin (1990) yang sangat
dianjurkan sebelum meninjau karyanya yang lain Glaser dan Strauss (1967), Glaser (1978),
Strauss (1978), Glaser (1992), atau edisi terbaru karya Strauss dan Corbin (1998). Apa yang
tersedia pada buku karya Strauss dan Corbin (1998) yang penulis yakin (memiliki) sebuah
panduan prosedural terbaik daripada buku karya mereka yang diterbitkan pada tahun 1998.
Untuk ulasan metodologi yang gamblang mengenai teori dasar, periksa karya Charmaz
(1983), Strauss dan Corbin (1994) dan Chenitz dan Swanson (1986). Khususnya karya yang
sangat membantu, yaitu buku-buku Charmaz (2006) mengenai penelitian teori dasar ditinjau
dari perspektif kontruksionis dan perspektif postmodern dalam karya Clarke’s (2005).
Charmaz,K. (1983). The grounded theory method: An explication and interpretation. In R. Emerson (Ed), Contemporary field research (hlm. 109-126). Boston: Little, Brown
Charmaz, K. (2006). Constructing grounded theory. London: Sage.
Chenitz, W. C, & Swanson, J. M. (1986). From practice to grounded theory: Qualitative research in nursing. Menlo Park, CA: Addison-Wesley.
Clarke, A. E. (2005). Situational analysis: Grounded theory after the postmodern turn. Thousand Oaks, CA: Sage
Glaser, B. G. (1978). Theoretical sensitivity. Mill Valley, CA: Sosiology Press
12
Glaser, B.G. (1992). Basics of grounded theory analysis. Mill Valley, CA: Sosiology Press
Glaser, B.G., & Strauss, A. (1967). The discovery of grounded theory. Chicago: Aldine.
Strauss, A. (1987). Qualitative analysis for social scientists. New York: Cambridge University Press
Strauss, A., & Corbin, J. (1990). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques. Newbury Park, CA: Sage
Strauss, A., & Corbin, J. (1994). Grounded theory methodology: An overview. In N. K. Denzin & Y. S. Lincoln (Eds), Handbook of Qualitative research (hlm. 273-285). Thousand Oaks, CA: Sage.
Strauss, A., & Corbin, J. (1998). Basics of qualitative research: Grounded theory procedures and techniques (2nd ed.). Newbury Park, CA: Sage
Sejumlah buku-buku terkini yang membahas tentang etnografi akan menyediakan landasan
bagi bab-bab berikutnya: Atkinson, Coffey dan Delamont (2003); volume pertama dalam
rangkaian sarana para etnografi, Disain dan Pelaksanaan Penelitian Etnografi, sama baiknya
dengan enam volume lainnya dalam rangkaian karya LeCompte dan Schensul (1999); dan
Wolcott (1994b, 1999). Sumber lain tentang etnografi termasuk Spradley (1979, 1980),
Fetterman (1998), dan Madison (2005).
Atkinson, P., Coffey, A., & Delamont, S. (2003). Key themes in qualitative research: Continuities and changes. Walnut Creek, CA: Alta Mira
Fetterman, D. M. (1998). Ethnography: step by step (2nd ed). Thousand Oaks, CA: Sage
LeCompte, M. D., & Schensul, J.J. (1999). Designing and conducting ethnographic research (Ethnographer’s toolkit, Vol. 1). Walnut Creek, CA: Alta Mira
Madison, D. S. (2005). Critical ethnography: Method, ethics, and performance. Thousand Oaks, CA: Sage.
Spradley, J. P. (1980). Participant Observation. New York: Holt, Rinchart & Winston.
Wolcott, H. F. (1994b). Transforming qualitative data: Description, analysis an interpretations. Thousand Oaks, CA: Sage
Wolcott, H. F. (1999). Ethnography: A way of seeing. Walnut Creek, CA: Alta Mira
13
Dan akhirnya, untuk penelitian studi kasus, silahkan merujuk pada karya Stake (1995) atau
buku-buku terkini seperti karya Lincoln dan Guba (1985), Merriam (1988), dan Yin (2003).
Lincoln, Y. S., & Guba, E. G. (1985). Naturalistic inquiry. Beverly Hills, CA: Sage.
Merriam, S. (1988). Case study research in education: A qualitative approach. San Fransisco: Jossey- Bass
Stake, R. (1995). The art of case study research. Thousand Oaks, CA: Sage
Yin, R. K. (2003). Case study Research: design and method (3rd ed). Thousand Oaks, CA.
Sage.