Kuesioner Penelitian Relationship Marketing Bank Mandiri ...
PENELITIAN MANDIRI - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/6332/7/8. PENELITIAN MANDIRI_Bp... ·...
Transcript of PENELITIAN MANDIRI - eprints.ulm.ac.ideprints.ulm.ac.id/6332/7/8. PENELITIAN MANDIRI_Bp... ·...
PENELITIAN MANDIRI
JUDUL PENELITIAN
ASPEK HUKUM PIDANA BERKAITAN DENGAN MALPRAKTEK
NOTARIS
Dr. Anang Shophan Tornado, S.H., M.H., M.Kn.
NIDN: 0002107901
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS HUKUM
APRIL 2019
i
HALAMAN PENGESAHAN
PENELITIAN MANDIRI
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... i
DAFTAR ISI ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 10
C. Tujuan Dan Kegunaan ............................................................................. 10
D. Metode Penelitian .................................................................................... 11
E. Sistematika Penulisan .............................................................................. 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 13
A. Pengertian Hukum Pidana, Jenis Pidana dan Pemidanaan ...................... 13
B. Pengaturan Hukum Notaris ..................................................................... 15
C. Pengertian Notaris ................................................................................... 16
D. Kode Etik Notaris (KEN) ........................................................................ 19
E. Asas – Asas Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris Yang Baik .................. 21
F. Pengertian Malpraktek ............................................................................ 24
BAB III ANALISIS MASALAH ............................................................................ 25
A. Kriteria Tindakan Notaris Sebagai Malpraktek ...................................... 25
B. Pertanggungjawaban Pidana Apabila Notaris Melakukan Malpraktek ... 32
BAB IV PENUTUP .................................................................................................. 38
A. Kesimpulan.............................................................................................. 38
B. Saran ........................................................................................................ 38
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 39
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan hakikatnya adalah upaya mewujudkan tujuan nasional
bangsa Indonesia yang maju, mandiri, sejahtera, berkeadilan, berdasarkan iman
dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Sesuai tujuan yang tercantum
dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa hakikat
pembangunan nasional adalah: mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan
kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan
membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi, Sebagai suatu
bangsa yang mengikatkan diri dalam bentuk negara kesatuan Republik
Indonesia, maka tujuan nasional perlu diwujudkan oleh seluruh lapisan bangsa
tanpa kecuali. Pemerintah sebagai penyelenggara negara adalah penggerak
(fasilitator dan dinamisator) perwujudan tujuan nasional itu. Dalam
penyelenggaraan pembangunan, pemerintah bertindak mewakili kepentingan
seluruh lapisan bangsa.
Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia
seutuhnya meliputi pembangunan materiel dan spirituil. Dalam pembangunan
sprituil termasuk pula pembanguan moral yang akan sangat berpengaruh pada
kehidupan berbangsa dan bernegara. Bentuk pembangunan spiritual yang lain
misalnya didalam pembangunan hukum nasional.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 menentukan
secara tegas, bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Prinsip
negara hukum menjamin kepastian, ketertiban dan perlindungan hukum
menuntut adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban
seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat.
Munculnya lembaga Notaris bertujuan agar menjamin kepastian,
ketertiban dan perlindungan hak dan kewajiban subyek hukum,dan juga
dilandasi kebutuhan akan suatu alat bukti yang mengikat selain alat bukti saksi.
2
Pertanyaan dari mana asalnya notariat dahulu, adapun sejarahnya, awal mula
profesi notaris sudah ada sejak masa penjajahan, untuk kepentingan pembuat
akta-akta pada masa itu, semula jabatan notaris merangkap sebagai pegawai
VOC, dan hal ini berlangsung sampai tahun 1632. Setelah VOC tidak berkuasa,
profesi notaris menjadi lebih terbuka. Perundang-undangan yang membahas
tentang notaris masih dipertahankan secara mutatis mutandis dari perundang-
undangan jaman penjajahan yaitu Reglement op het Notarisambt (Stbl. 1860
No.3) yang dikenal dengan Perturan Jabatan Notaris (PJN). Menurut PJN 1860
bahwa jabatan notaris adalah jabatan resmi untuk membuat akte otentik,
sepanjang tidak ada peratuan yang memberi wewenang serupa kepada pejabat
lain.1 dalam banyak literatur juga seringkali dicatat, bahwa ketika Kaisar
Yustisianus (Romawi) berkuasa, mulai difikirkan tentang adanya alat bukti lain
yang mengikat, mengingat alat bukti saksi kurang memadai lagi sebab sesuai
dengan perkembangan masyarakat, perjanjian-perjanjian yang dilaksanakan
anggota masyarakat semakin rumit dan kompleks. Bisa saja suatu perjanjian
dibuat dengan waktu yang sangat panjang dan melebihi umur pihak (manusia)
yang melakukan perjanjian. Untuk menutupi kelemahan alat bukti saksi ini maka
diadakanlah suatu alat bukti tertulis.2 Akta otentik sebagai alat bukti tertulis
yang terkuat mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan hukum dalam
kehidupan masyarakat. Dalam berbagai hubungan bisnis kegiatan di bidang
perbankan, pertanahan, kegiatan sosial dan lain-lain. Kebutuhan akan
pembuktian tertulis berupa akta otentik makin meningkat sejalan dengan
perkembangnya tuntutan akan kepastian hukum dalam berbagai hubungan
ekonomi dan sosial, baik pada tingkat regional, nasional maupun global. Melalui
akta otentik yang menentukan secara jelas hak dan kewajiban, menjamin
kepastian hukum dan sekaligus diharapkan pula dapat menghindari terjadinya
sengketa. Walaupun sengketa tersebut tidak dapat dihindari dalam proses
penyelesaian sengketa tersebut akta otentik yang merupakan alat bukti tertulis
1 Usman, Suparman, 2008. Etika Dan Tanggung jawab Profesi Hukum di Indonesia, Jakarta:
Gaya Media Pratama. Hlm 4. 2 Abdul Ghofur Anshori. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia (Perspektif Hukum dan
Etika). Yogyakarta : UII Press. Hlm. 7.
3
terkuat memberi sumbangan nyata bagi penyelesaian perkara secara murah dan
cepat.
Untuk Saat ini undang-undang yang mengatur tentang Notaris adalah
UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Notaris dalam menjalankan
jabatannya harus berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang
Jabatan Notaris yang berlaku sekarang.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta
otentik sejauh pembuatan akta otentik tertentu tidak dikhususkan bagi pejabat
umum lainnya. Pembuatan akta otentik ada yang diharuskan oleh peraturan
perundang-undangan dalam rangka menciptakan kepastian, ketertiban dan
perlindungan hukum. Selain akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan
notaris, bukan saja karena diharuskan oleh peraturan perundang-undangan tetapi
juga karena dikehendaki oleh para pihak yang berkepentingan untuk memastikan
hak dan kewajiban para pihak demi kepastian, ketertiban dan perlindungan
hukum, baik pihak yang berkepentingan sekaligus bagi masyarakat secara
keseluruhan.
Oleh karena itu semakin kuat pula tuntutan masyarakat akan pelayanan
yang diberikan oleh notaris. Pelayanan yang diberikan oleh notaris hanya
sekedar dilakukan oleh mereka yang dididik dan menamatkan pelajarannya
di pendidikan notariat serta menyelesaikan segara persyaratan pelatihan untuk
diangkat menjadi seorang notaris, tetapi tidak bisa lepas dari para notaris
tersebut memiliki kemampuan profesional dalam menjalankan tugas jabatannya
untuk memberikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan jasanya.
Apabila berbicara mengenai kemampuan profesional para notaris, mau
tidak mau hal tersebut akan berbicara mengenai masalah pelayanan jasa hukum
yang diberikan oleh notaris kepada masyarakat. Semakin meningkatnya
kemampuan profesional para notaris dalam melaksanakan tugasnya sebagai
pejabat umum yang mempunyai fungsi mengatur hubungan hukum di antara
pihak secara tertulis dan otentik, akan semakin baik pula pelayanan jasa hukum
yang akan diterima oleh masyarakat. Kemampuan profesional seseorang
menunjukan pada keahliannya yang didukung oleh penguasaan ilmu pengalaman
dan keterampilan yang tinggi. Walaupun seorang notaris dalam menjalankan
4
jabatannya telah memiliki kemampuan profesional yang tinggi, namun demikian
apabila dalam melaksanakan jabatannya tidak dilandasi integritas moral,
keluhuran martabat dan etika profesi, maka notaris tersebut bukan saja
merugikan kepentingan masyarakat luas tetapi juga akan merusak nama baik
Ikatan Notaris Indonesia (INI) sebagai organisasi profesinya.
Notaris harus menepati beberapa kewajiban, antara lain:
1. Bertindak jujur
2. Saksama
3. Mandiri
4. Tidak Berpihak
5. Menjaga kepentingan pihaj yang terkait dalam pembuatan hukum (Pasal 16
(1) huruf a).
Dan beberapa larangan yang berlaku bagi Notaris adalah:
1. Menjalankan Jabatan di luar daerah jabatannya
2. Meninggalkan daerah jabatanya lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut
3. turut tanpa alasan yang sah.
4. Merangkap sebagai pegawai negeri.
5. Merangkap jabatan sebagai pejabat negara.
6. Merangkap jabatan sebagai Advokat.
7. Merangkap jabatan sebagai pemimpin atau pegawai badan usaha milik
negara, badan usaha milik daerah, badan usaha milik swasta.
8. Merangkap jabatan sebagai pejabat pembuat akte tanah diluar wilayah
jabatan Notaris.
9. Menjadi Notaris pengganti.
10. Melakukan pekerjaan lain yang berkaitan dengan norma agama,
kesusilaan,atau kepatutan yang dapat mempengaruhi kehormatan dan
martabat Jabatan Notaris.
Bahwasanya orang yang profesional itu, lebih-lebih bagi yang
menjalankan jabatan notaris harus mempunyai tanggung jawab :
1. Kepada klien dan masyarakat;
2. Kepada sesama yang seprofesi dan kelompok profesinya atau organisasi
perkumpulannya; dan
5
3. Kepada pemerintah dan negara atau secara hukum.
Sering dengan perkembangan zaman era globalisasi semakin meningkat
pula kesadaran hukum warga masyarakat. Oleh karena itu perlu diikuti dengan
penegakan disiplin dan penegakan hukum di lingkungan profesi. Hal demikian
disebabkan karena stigma sosial terhadap profesi tidak hanya merugikan
organisasi profesi, tetapi juga masyarakat, negara dan pihak-pihak yang
bersangkutan. Dalam hubungan ini peranan, fungsi dan tanggung jawab aparat
hukum serta penyandang profesi dibidang hukum teramat besar dan penting
guna menjaga dan menegakan citra negara hukum.
Notaris sebagai pejabat umum yang tugasnya melayani masyarakat
diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan hukum nasional
dituntut untuk memiliki moral yang tinggi. Oleh karena, dengan adanya moral
yang tinggi tersebut notaris tidak akan menyalahgunakan wewenang yang ada
padanya, notaris akan dapat menjaga martabatnya sebagai seorang pejabat
umum yang ikut melaksanakan kewibawaan pemerintah. Sebagaimana harapan
Komar Andasasmita, agar setiap notaris mempunyai pengetahuan yang cukup
luas dan mendalam serta keterampilan sehingga merupakan andalan masyarakat
dalam merancang, menyusun dan membuat berbagai akta otentik, sehingga
susunan bahasa, teknis yuridisnya rapi, baik dan benar, karena disamping
keahlian tersebut diperlukan pula kejujuran atau ketulusan dan sifat atau
pandangan yang objektifnya.
Guna memberikan landasan hukum dan ketaatan pada asas hukum dalam
pembangunan nasional, maka para notaris memegang peranan yang sangat
penting. Pada, umumnya para pencari jasa notaris kurang memahami hukum dan
mereka, menyerahkan sepenuhnya kepada notaris untuk merumuskan keinginan
antara mereka, yang tentunya diharapkan dibuat sesuai dengan hukum. Adanya
arus modernisasi dan era globalisasi yang telah merambah ke negara kita
membawa dampak bagi perkembangan lembaga-lembaga hukum baru dibidang
perekonomian dan perdagangan, sehingga para notaris diharapkan dapat
mengantisipasi situasi dan kondisi dari perkembangan tersebut serta mampu
untuk membuat akta-akta yang memenuhi atau mengikuti kebutuhan dan
perkembangan yang terjadi di masyarakat. Diharapkan dalam menjalankan
6
tugasnya para notaris selalu berpegang teguh dan menjunjung tinggi martabat
dan keluhuran profesinya sebagai jabatan kepercayaan dan terhormat. Sebagai
pejabat umum yang terpercaya, akta-aktanya harus menjadi alat bukti yang kuat
apabila terjadi sengketa hukum dikemudian hari di pengadilan. Sangatlah
disayangkan bilamana terdapat akta-akta notaris yang isinya dipermasalahkan,
diragukan kebenarannya, dianggap bertentangan dengan hukum dan keadilan
serta dirasakan merugikan kliennya, akibat ulah oknum-oknum notaris yang
kurang bertanggungjawab, karena ketidaksengajaan atau karena kurang
menguasainya dalam melaksanakan tugas jabatannya dan bertentangan dengan
etika profesi notaris di mana hal ini dapat menjurus kepada tindakan malpraktek
yang dilakukan oleh notaris. Tindakan malpraktek yang dilakukan oleh notaris
dapat beberapa bentuk-bentuk pengingkaran atau penyimpangan atau kurangnya
kemampuan dari menjalankan tugas dan tanggungjawab notaris, baik karena
kesalahan dan kelalaian yang dapat dipertanggjawabkan kepada mereka untuk
melakukan kewajiban-kewajiban profesinya yang didasarkan atas kepercayaan
yang diberikan kepada mereka.
Sistem ialah istilah dari bahsa latin systema atau Yunani systema, artinya
suatu yang terorganisir, keseluruhan kompleks; dari kata itu pula dikenal istilah
synistanai, artinya digabungkan, dikombinasikan. Arti sekarang ialah kombinasi
hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk bagian kompleks atau kesatuan
serta keseluruhan, misalnya sistem pegunungan, sungai-sungai atau terusan-
terusan, asas-asas atau doktrin dalam bidang ilmu pengetahuan khusus, seperti
filsafat suatu metoda yang berkordinasi,atau suatu kompleks atau rencana
prosedur,seperti sistem pemerintahan dan lain-lain.3 Dalam kaitan dengan
masalah ini, sistem dapat dapat disingkat artinya menjadi susunan wewenang
notaris dan jika menyalahi maka akan diancam dengan pidana.
Kode Etik Notaris merupakan suatu kaidah moral yang ditentukan oleh
perkumpulan Ikatan Notaris Indonesia berdasarkan Keputusan Kongres
Perkumpulan dan/atau yang ditentukan dan diatur dalam peraturan perundang-
3 Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta : Pradnya
Paramita. Hlm 20.
7
undangan yang mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib
ditaati oleh setiap dan semua anggota perkumpulan dan semua orang yang
menjalankan tugas dan jabatan sebagai Notaris, Pasal 83 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menyatakan bahwa
“Organisasi Notaris menetapkan dan menegakkan Kode Etik Notaris”.
Ketentuan tersebut diatas ditindaklanjuti dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1)
Anggaran Dasar Ikatan Notaris Indonesia yang menyatakan :“Untuk menjaga
kehormatan dan keluhuran martabat jabatan notaries, Perkumpulan mempunyai
Kode Etik Notaris yang ditetapkan oleh Kongres dan merupakan kaidah moral
yang wajib ditaati oleh setiap anggota Perkumpulan”. Sehingga dalam
memberikan pelayanannya kepada masyarakat senantiasa berpedoman kepada
kode etik profesi dan berdasarkan Undang-undang tentang Jabatan Notaris, yaitu
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2004. Sejak berlaku Undang-undang Jabatan
Notaris yang baru ini, melahirkan perkembangan hukum yang berkaitan
langsung dengan dunia kenotariatan saat ini. Pertama, adanya “perluasan
kewenangan Notaris”, yaitu kewenangan yang dinyatakan dalam Pasal 15 ayat
(2) butir f, yakni: “kewenangan membuat akta yang berkaitan dengan
pertanahan”. Kewenangan selanjutnya adalah kewenangan untuk membuat akta
risalah lelang. Akta risalah lelang ini sebelum lahirnya Undang- undang tentang
Jabatan Notaris menjadi kewenangan juru lelang dalam Badan Urusan Utang
Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) berdasarkan Undang-undang Nomor 49
Prp tahun 1960. Kewenangan lainnya adalah memberikan kewenangan lainnya
yang diatur dalam peraturan-perundang-undangan. Kewenangan lainnya yang
diatur dalam peraturan-perundang-undangan ini merupakan kewenangan yang
perlu dicermati, dicari dan diketemukan oleh Notaris, karena kewenangan ini
bisa jadi sudah ada dalam dalam peraturan-perundang-undangan, dan juga
kewenangan yang baru akan lahir setelah lahirnya peraturan-perundang-
undangan yang baru.
Kewenangan yang demikian luas ini tentunya harus didukung pula oleh
peningkatan kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga program kegiatan
yang bertujuan untuk mengevaluasi dan meningkatkan kemampuan notaris
merupakan sebuah tuntutan yang merupakan sebuah keharusan. Namun karena
8
sedemikian luasnya kewenangan yang didapat oleh notaris,itu menjadi sebuah
„lahan basah“ untuk melakukan penyelewengan terhadap kode etik notaris,
sebagai contoh yang menjadi indikator ketidak sesuaian antara Das Sollen
dengan Das Sein seorang notaris ialah Sepanjang tahun 2005 hingga 2008 para
notaris, termasuk notaris „nakal‟, bisa bernafas lega. Sebab, selama periode
tersebut baik Ikatan Notaris Indonesia (INI) maupun Majelis Pengawas Notaris
(MPN) tidak pernah menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap notaris „nakal‟.
Padahal saat kongres INI XX di Surabaya berlangsung, mencuat banyak dugaan
pelanggaran yang dilakukan notaris. Mulai dari pelanggaran UU No. 30/2004
tentang Jabatan Notaris, penggelapaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB) yang dibayarkan klien, hingga membuat akta meski berada
di balik jeruji besi.4
Berkaitan dengan permasalahan malpraktek ada beberapa hal yang
pernah terjadi dalam praktek kenotarisan di Indonesia antara lain :
1. Tuduhan pemalsuan Surat yang dilakukan oleh notaris. Notaris dalam praktek
sidang pengadilan didakwa Jaksa Penuntut Umum berdasarkan Pasal 263
KUHP tentang pemalsuan surat pada umumnya.
2. Notaris dalam praktek di sidang pengadilan yang dijadikan tergugat. Hal ini
tidak hanya disebabkan oleh kesalahan yang secara sengaja dilakukan oleh
notaris, tetapi juga karena kelalaiannya dalam menjalankan tugas
jabatannya.
Menurut Kapolda Sumatera Utara Irjen Nurudin Usman, kasus tindak
pidana yang melibatkan notaris, sejak tahun 2005 sampai 2007 di Direktorat
Reskrim dan satuan wilayah di jajaran Poldasu, sebanyak 153 kasus. Dimana 10
orang sebagai tersangka dan sebanyak 143 orang jadi saksi. "Pada umumnya
mereka terlibat dalam kasus pelanggaran pasal 231 KUHP, pasal 263 KUHP,
pasal 231 KUHP, pasal 263 KUHP, pasal 266 KUHP serta pasal 372 dan pasal
378 KUHP," kata Nurudin Usman dalam sambutan diwakili AKBP Teguh dalam
seminar "Pemeriksaan dan Penyidikan oleh Polri terhadap Notaris/PPAT sebagai
4hukumonline.http://www.hukumonline.com/index2.php?option=com_content&do_word=1
&id=6025. diakses tanggal 20 januari 2011.
9
Saksi atau Tersangka atas Dugaan Perbuatan Tindak Pidana" di Hotel Danau
Toba Medan.5
Seharusnya notaris dalam melaksanakan tugasnya lebih cermat, objektif
dan benar serta selalu mengingatkan sumpah jabatan dan etika profesinya, selalu
bertindak sesuai dengan keluhuran profesinya yang merupakan jabatan
terhormat dan jabatan kepercayaan serta sebagai profesi yang mandiri harus
dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab.
Jabatan dan profesi notaris untuk memberikan jasa pelayanan hukum kepada
masyarakat yang memerlukan, jelas tidak terlepas dari peranan dan tanggung
jawab yang besar. Seorang notaris harus senantiasa berusaha terus mendalami
dan mengikuti perkembangan hukum yang berlaku di masyarakat, sehingga
mampu mengamalkan profesi dengan dilandasi oleh Undang-Undang Jabatan
Notaris dan Kode Etik Notaris dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu
masyarakat menganggap profesi notaris dapat menyelesaikan segala masalah
hukum.
Dalam kaitannya notaris sebagai pejabat umum oleh negara, bekerja
bukan untuk kepentingan diri notaris sendiri akan tetapi untuk kepentingan
masyarakat yang dilayani. Oleh karena itu undang-undang memberikan
kepercayaan yang begitu besar kepada notaris dan secara umum dapat dikatakan,
bahwa setiap pemberian kepercayaan kepada seseorang meletakkan tanggung
jawab dibahunya baik itu berdasarkan hukum maupun berdasarkan moral. Oleh
karena itu tugas yang diemban notaris adalah tugas yang seharusnya merupakan
tugas pemerintah dan kiranya dapat dikatakan, bahwa tugas notaris adalah
menjalankan pelayanan publik (public service) di bidang pelayanan pembuatan
akta dan tugas lain yang dibebankan padanya yang melekat dengan predikat
sebagai pejabat umum ruang lingkup bidang jasa notaris.
Fungsi notaris bukan hanya sekedar mencatat dan membuat alat
pembuktian mengenai perbuatan hukum para pihak tertentu saja, melainkan juga
mengupayakan agar urusan yang dipercayakan kepadanya dapat berjalan sesuai
dengan hukum yang berlaku. Walaupun dalam satu dan lain hal dapat saja
5Kabaronline.http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=60
25. diakses tanggal 29 Juli 2010.
10
dijumpai adanya seorang notaris yang melakukan suatu pelanggaran di dalam
menjalankan tugas profesinya. Oleh karena itu seorang notaris dituntut untuk
selalu memelihara martabat dan kehormatannya, melaksanakan kode etik notaris
yang telah ditetapkan dalam menjalankan tugas jabatan sehari-hari, selalu
meningkatkan jasa pelayanan kenotariatan. Terkadang seorang notaris lupa,
bahwa jabatan yang diembannya adalah jabatan profesi yang berbeda dengan
pekerjaan profesi lainnya, karena disamping diatur oleh peraturan perundang-
undangan notaris juga menjalankan standar etika profesinya.
Oleh karena itu pekerjaan notaris tidaklah gampang, bahkan sekarang
dalam prakteknya banyak kita dengar notaris pun banyak yang digugat oleh
kliennya. Gejala ini sebenarnya sudah menyalahi aturan yang berlaku, karena
notaris dalam pekerjaannya masuk daam hukum perdata, namun sering ditarik
permasalahan hukum pidana. Akibat dari tindakan-tindakan tersebut sangat
merugikan terhadap diri notaris dalam kaitannya dengan tugasnya sebagai
pejabat umum. Oleh karenanya perlu dijamin adanya rasa aman dan tenang bagi
notaris dalam menjalankan profesinya. Hukum sebagai payung perlindungan
seyogyanya memberikan perlindungan terhadap notaris selaku pejabat umum
dalam menjalankan tugasnya sehari-hari.
Sehubungan dengan uraian permasalahan tersebut diatas, penulis merasa
perlu kiranya malpraktek di kalangan profesi notaris untuk diteliti dan dibahas
dalam sebuah penelitian dengan judul : ”ASPEK HUKUM PIDANA
BERKAITAN DENGAN MALPRAKTEK NOTARIS”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dalam penelitian ini ada
beberapa masalah yang dirumuskan dan dicarikan penyelesaiannya. Beberapa
masalah tersebut adalah sebagai berikut :
1. Bagaimanakah kriteria tindakan notaris sebagai malpraktek ?
2. Bagaimanakah pertanggung jawaban pidana apabila notaris melakukan
malpraktek ?
C. Tujuan Dan Kegunaan
1. Tujuan
11
a. Untuk mengkaji tentang kriteria tindakan notaris sebagai malpraktek.
b. Untuk mengkaji pertanggungjawaban pidana apabila notaris melakukan
malpraktek.
2. Kegunaan
a. Sebagai salah satu sumbangan pikiran akademik tentang bagaimana aspek
hukum pidana terhadap kinerja notaris yang melakukan malpraktek.
b. Memberi bahan masukan bagi upaya untuk solusi penegakan hukum yang
lebih responsif dan memenuhi rasa keadilan.
D. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Adapun jenis penelitian yang penulis gunakan adalah jenis penelitian
hukum Normatif, yaitu penelitian yang memperoleh bahan hukum dengan
cara mengumpulkan dan menganalisa bahan-bahan hukum yang berhubungan
dengan masalah yang akan di bahas.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan skripsi di sini adalah sifat penelitian
deskriptif, yaitu menggambarkan jawaban atas permasalahan melalui hasil
dari penelitian penulis.
3. Sumber Bahan Hukum
Sumber bahan hukum dalam penelitian ini meliputi :
a. Bahan Hukum Primer berupa peraturan perundang-undangan yakni
sebagai berikut :
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981.
3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang
Jabatan Notaris.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu berupa buku-buku/literatur, artikel,
majalah, tulisan para ahli hukum, pendapat para ahli hukum, serta karya-
karya ilmiah yang ada kaitannya dengan penelitian ini.
12
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
a. Peraturan Perundang-undangan
Peraturan Perundang-undangan dikumpulkan dengan cara melakukan
inventarisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan
dengan saksi dalam peradilan pidana.
b. Data Kepustakaan
Data kepustakaan dikumpulkan melalui studi kepustakaan yang disusun
berdasarkan pokok permasalahannya.
E. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini akan terdiri dari 4 (empat) bab yang masing-masing
bab terdiri atas beberapa sub-sub bab yang berhubungan satu sama yang lainnya
sehingga membentuk suatu uraian yang sistematis dalam satu kesatuan sebagai
berikut :
Di dalam Bab I tentang pendahuluan, di dalam bab ini akan diuraikan
tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian, metode penelitian serta sistematika penulisan.
Di dalam Bab II merupakan bab yang berisikan landasan teoritis
pengertian dan dasar hukum mengenai pidana, notaris dan malpraktek notaris.
Di dalam Bab III merupakan bab yang berisikan hasil penelitian dan
pembahasan mengenai penentuan kriteria tindakan notaris sebagai malpraktek
dan pertanggungjawaban pidana apabila notaris melakukan malpraktek.
Di dalam Bab IV merupakan bab terakhir dari pembahasan yang berisikan
beberapa kesimpulan dan saran terhadap pokok permasalahan.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Hukum Pidana, Jenis Pidana dan Pemidanaan
Sistem peradilan Pidana Indonesia menganut konsep bahwa kasus pidana
adalah sengketa antara individu dengan masyarakat (publik) dan sengketa itu
akan diselesaikan oleh negara (pemerintah) sebagai wakil dari publik.6
Penanggulangan kejahatan dengan menggunakan (hukum) pidana merupakan
cara yang paling tua, setua peradaban manusia itu sendiri. Ada pula yang
menyebutnya sebagai “older philosophy of crime control”7. Dilihat sebagai
suatu masalah kebijakan, maka ada yang mempermasalahkan apakah perlu
kejahatan ditanggulangi, dicegah atau dikendalikan, dengan menggunakan
sanksi pidana. Untuk dapat menjalankan hukum pidana (substantif) perlu hukum
yang dapat menjalankan ketentuan-ketentuan yang ada dalam hukum pidana
(substantif) yaitu hukum formil atau hukum acara pidana. Hukum pidana sendiri
dalam arti luas meliputi juga hukum subtantif/materiil dan hukum formil.
Pengertian perbuatan pidana yang mengandung unsur-unsur apa sajakah
yang dapat dikualifikasikan perbuatan seseorang sebagai perbuatan pidana atau
tidak, para ahli hukum memiliki pandangan yang berbeda-beda. Berikut akan
diuraikan pendapat beberapa ahli hukum tersebut.
Moeljatno mendefinisikan perbuatan pidana sebagai perbuatan yang
dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut. Larangan
ditujukan kepada perbuatan (suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh
kelakuan orang), sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang
menimbulkan kejadian itu.8
6 Luhut MP Pangaribuan. 2008. Hukum Acara Pidana (Surat-Surat Resmi oleh Advokat).
Jakarta : Djambatan. Hlm. 1. 7 Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana. Bandung :
Alumni. Hlm. 149. 8 Moeljatno. 1984. Asas-Asas Hukum Pidana. Cet. II. Jakarta : Bina Aksara. Hal. 54.
14
Mengingat pentingnya pemidanaan sebagai sarana untuk mencapai tujuan
yang lebih besar yaitu perlindungan masyarakat dan kesejahteraan masyarakat
maka perlu diperhatikan juga teori-teori penjatuhan pidana dalam ilmu
pengetahuan yakni :
1. Teori absolute atau teori pembalasan
Menurut teori ini pidana dijatuhkan semata-mata karena orang telah
melakukan suatu kejahatan atau tindak pidana, oleh karenanya pidana
merupakan akibat mutlak yang harus ada sebagai suatu pembalasan kepada
orang yang melakukan kejahatan. Jadi dasar pembenar pidana terletak pada
adanya atau terjadinya kejahatan itu sendiri.
2. Teori relative atau teori tujuan
Menurut teori ini memidana bukanlah untuk memuaskan tuntutan absolute
dari keadilan. Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai, tetapi hanya
sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat. Pidana bukanlah
sekedar untuk melakukan pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang
telah melakukan suatu tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan yang
bermanfaat, oleh karena itu teori ini sering juga disebut teori tujuan.
Sedangkan mengenai sanksi pidana, dalam pasal 10 KUHP, diatur
mengenai jenis-jenis pidana yang terbagi menjadi dua jenis :
1. Pidana Pokok yaitu :
a. pidana mati;
b. pidana penjara;
c. pidana kurungan;
d. pidana denda
e. pidana tutupan (berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 1946)
2. Pidana tambahan, yaitu:
a. Pencabutan hak-hak tertentu;
b. Perampasan barang-barang tertentu;
c. Pengumuman putusan hakim;
15
B. Pengaturan Hukum Notaris
Pengaturan Jabatan Notaris di Indonesia sebelum berlakunya undang
undang nomor 30 tahun 2004 tentang jabatan notaris di atur dalam Reglement
Op Het Notaris ambt in Indonesie (Stb. 1860:3) sebagaimana telah diubah
terakhir dalam lembaran Negara tahun 1954 Nomort 101; Ordonantie 16
Sepetember 1931 tentang Honorarium Notaris; Undang-undang Nomor 33
Tahun 1954 tentang Wakil Notaris dan Wakil Notaris Sementara Lembaran
Negara Tahun 1954 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Nomor 700);
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4379); dan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1949
Tentang Sumpah/Janji Jabatan Notaris.9
Sejak tanggal 14 september 2004 pengaturan mengenai Notaris diatur
dalam peraturan tersendiri yaitu dalam undang undang nomor 30 tahun 2004
tentang jabatan Notaris (UUJN) yang merupakan dasar yang baru dan juga
bahan hukum untuk mengembangkan hukum Notaris di Indonesia.
Undang-undang tentang Jabatan Notaris merupakan penyempurnaan
Undang-undang peninggalan jaman kolonial dan unifikasi sebagian besar
Undang-undang yang mengatur mengenai kenotarisan yang sudah tidak sesuai
lagi dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat. Didalam Undang
undang jabatan notaris (UUJN) terdiri dari 92 pasal yang terbagi dalam 13 bab
yaitu ;
1. Bab 1 tentang ketentuan umum ( pasal 1 )
2. Bab II tentang pengangkatan dan pemberhentian Notaris (pasal 2 –
pasal 14)
3. Bab III tentang kewenangan, kewajiban dan larangan ( pasal 15 –
pasal 17)
9 Anonim.apa sih Notaris itu??.http://www.forumbebas.com/thread-153390.html. diakses
pada tanggal 14/01/2011.
16
4. Bab IV tentang tempat kedudukan, formasi dan wilayah jabatan
Notaris (pasal 18 – pasal 24 )
5. Bab V tentang cuti Notaris dan Notaris pengganti (pasal 25- pasal 35)
6. Bab VI tentang honorarium (pasal 36 – pasal )
7. Bab VII tentang akta Notaris ( pasal 38 – pasal 65 )
8. Bab VIII tentang pengambilan minuta akta dan pemanggilan notaris
(pasal 66)
9. Bab IX tentang pengawasan (pasal 67 – pasal 81)
10. Bab X tentang organisasi notaris (pasal 82 – pasal 83 )
11. Bab XI tentang ketentuan sanksi ( pasal 84 – pasal 85 )
12. Bab XII tentang ketentuan peralihan ( pasal 86 – pasal 90 )
13. Bab XIII tentang ketentuan penutup (pasal 91 – pasal 92 )
C. Pengertian Notaris
Untuk dapat lebih memahami segala sesuatu yang ada kaitannya dengan
tugas dan kewenangan notaris maka akan diuraikan dan dijelaskan terlebih dahulu
secara singkat tentang sosok notaris sebagai pejabat yang berwenang, membuat akta-
akta otentik serta berbagai macam surat lainnya atas permintaan pihak yang
berkepentingan.
Notaris sebagai Pejabat Umum ditegaskan dalam bab I pasal 1 Peraturan
Jabatan Notaris Di Indonesia (Ord. Stbl. 1860 no. 3, mulai berlaku tanggal 1 Juli
1860), yang menyebutkan : Notaris adalah pejabat umum yang satu-satunya
berwenang untuk membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian dan
penetapan yang diharuskan oleh suatu peraturan umum atau oleh yang
berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan dalam suatu akta otentik, menjamin
kepastian tanggalnya, menyimpan aktanya dan memberikan grosse, salinan dan
kutipannya, semuanya sepanjang pembuatan akta itu oleh suatu peraturan umum
tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat atau orang lain.10
10
Anonim.apa sih Notaris itu??.http://www.forumbebas.com/thread-153390.html. diakses
pada tanggal 14/01/2011.
17
Sedangkan pengertian Notaris dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (disingkat UUJN), yaitu ”notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini”. Dari pasal tersebut dapat
diketahui bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang membuat akta
otentik. Pengertian akta otentik menurut pasal 1868 KUH Perdata adalah : ”suatu
akta otentik adalah akta yang dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang
dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu, di tempat
dimana akta itu dibuat.”
Menurut Abdul Ghofur Anshori pengertian notaris sebagai pejabat umum
satu-satunya yang berwenang membuat akta dalam rumusan Peraturan Jabatan
Notaris (PJN) digunakan untuk memberikan penegasan bahwa notaris adalah satu-
satunya yang mempunyai wewenang umum itu, tidak turut pejabat lain.11
Ketentuan pasal 1868 KUHPerdata tersebut hanya menjelaskan tentang apa
yang disebut akta otentik, sedangkan apa yang disebut pejabat umum tidak dijelaskan
dan untuk melaksanakan ketentuan dari pasal 1868 KUH Perdata itulah pembuat
undang-undang harus membuat peraturan perundang-undangan yang menunjuk
pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik itu, sebagaimana
ketentuan yang terdapat dalam pasal 1 ayat (1) UUJN yang merupakan pelaksanaan
dari ketentuan pasal 1868 KUH Perdata tersebut.
Mengingat notaris diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM dalam jabatan
kepercayaan (vertrouwensambt) untuk kepentingan masyarakat demi tercapainya
kepastian hukum dan bukan untuk kepentingan notaris yang bersangkutan, maka
orang bersedia menyerahkan suatu kepercayaan kepadanya. Sebagai seorang
kepercayaan (vertrouwenspersoon), notaris wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diberitahukan kepadanya. Kewajiban merahasiakan itu selain sudah ditentukan dalam
Pasal 4 ayat (2) Undang-Undang Jabatan Notaris dan Pasal 322 KUHPidana juga
demi kepentingan notaris itu sendiri.
Seperti pengacara, dokter dan pejabat agama, notaris pun sebagai jabatan
kepercayaan dengan sendirinya melahirkan kewajiban untuk merahasiakan sesuatu
11
Abdul Ghofur Anshori. Op. Cit. Hal. 14.
18
yang disampaikan kepadanya. Kewajiban itu ada, terlepas dari mereka yang
menyampaikan masalah itu membebankan ataupun tidak.
Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 1909 KUH Perdata, notaris diberi hak
untuk mengundurkan diri sebagai ahli oleh karena jabatannya atau perkerjaannya
harus merahasiakan, mempunyai hak ingkar artinya bisa minta dibebaskan
memberikan kesaksian di depan hakim. Sikap untuk tidak berbicara di depan
persidangan sebagai saksi yang dilakukan oleh seorang Notaris, sejalan dengan apa
yang telah diamanatkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris, khususnya
sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat (2) dan Pasal 54 UUJN, notaris mempunyai
kewajiban, hak dan wewenang untuk mempertahankan sumpah dan jabatan, menjaga
isi akta serapat-rapatnya, sehingga notaris merasa mempunyai hak ingkar terhadap
segala akta dan apa yang tercantum dalam isi akta-aktanya itu dan bila membuka
rahasia jabatan selain terancam sanksi dalam ketentuan UUJN dan dapat pula
dikenakan sanksi pidana kurungan penjara 9 bulan demikian ketentuan dalam Pasal
322 KUHP.
Pasal 15 ayat 1 UUJN menegaskan bahwa salah satu kewenangan, yaitu
membuat akta secara umum, dengan batasan sepanjang :
a. Tidak dikecualikan kepada pejabat lain yang ditetapkan oleh Undang-
Undang.
b. Menyangkut akta yang harus dibuat atau berwenang membuat akta otentik
mengenai semua perbuatan, perjanjian dan ketetapan yang diharuskan oleh
aturan hukum atau dihendaki oleh yang bersangkutan.
c. Mengenai subjek hukum (orang atau badan hukum) untuk kepentingan siapa
akta itu dibuat atau dikehendaki oleh yang berkepentingan.
d. Berwenang mengenai tempat, di mana akta itu dibuat, hal ini sesuai dengan
tempat kedudukan dan wilayah jabatan notaris.
e. Mengenai waktu pembuatan akta, dalam hal ini Notaris harus menjamin
kepastian waktu menghadap parac penghadap yang tercantum dalam akta.12
Dengan memperhatikan beberapa pasal dari beberapa peraturan perundang-
undangan yang melegitimasikan keberadaan Notaris sebagai Pejabat Umum, dan
12
Habib Adjie. 2009. Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia. Bandung : CV. Mandar
Maju. Hlm. 42-43.
19
melihat tugas dan pekerjaan notaries memberikan pelayanan publik (pelayanan pada
masyarakat) untuk membuat akta-akta otentik, Notaris juga ditugaskan untuk
melakukan pendaftaran dan mensyahkan (waarmerken dan legaliseren) surat-surat/
akta-akta yang dibuat di bawah tangan (L.N. 1916-46 jo. 43). Notaris juga
memberikan nasihat dan penjelasan mengenai undang-undang kepada pihak-pihak
yang bersangkutan, serta pengangkatan dan pemberhentian seorang Notaris yang
dilakukan oleh Pemerintah dalam hal ini Menteri yang bidang tugas dan tanggung
jawabnya meliputi bidang kenotariatan, maka persyaratan Pejabat Umum adalah
seorang yang diangkat oleh Pemerintah dengan tugas kewenangan memberikan
pelayanan publik di bidang tertentu, terpenuhi oleh Jabatan Notaris.13
D. Kode Etik Notaris (KEN)
Kode Etik dalam arti materiil adalah norma atau peraturan yang praktis baik
tertulis maupun tidak tertulis mengenai etika berkaitan dengan sikap serta
pengambilan putusan hal-hal fundamental dari nilai dan standar perilaku orang yang
dinilai baik atau buruk dalam menjalankan profesinya yang secara mandiri
dirumuskan, ditetapkan dan ditegakkan oleh organisasi profesi.14
Sebagai suatu jabatan kepercayaan yang menjalankan sebagian wewenang
pemerintah, maka dari diri seorang notaris dituntut adanya sikap dan watak yang
tidak tercela dengan suatu ukuran yang lebih daripada yang berlaku pada para
anggota masyarakat pada umumnya. Mengenai hal ini tentunya diperlukan suatu
tolak ukur yang utama bagi sikap dan watak dari seorang notaris dan tolak ukur
tersebut termuat dalam Kode Etik Notaris Indonesia.
Kode etik adalah suatu tuntutan, bimbingan atau pedoman moral atau
kesusilaan untuk suatu profesi tertentu. Dengan demikian Kode Etik Notaris adalah
tuntutan, bimbingan atau pedoman moral/kesusilaan notaris baik selaku pribadi
maupun pejabat umum yang diangkat oleh pemerintah dalam rangka pelayanan
umum, khususnya dalam bidang pembuatan akta.
13
Anonim.apa sih Notaris itu??.http://www.forumbebas.com/thread-153390.html. diakses
pada tanggal 14/01/2011. 14
Abdul Ghofur Anshori. Op. Cit. Hal.161-162.
20
Kode Etik ini umumnya memberikan petunjuk-petunjuk kepada para
anggotanya untuk berpraktek dalam profesi, khususnya menyangkut bidang-bidang
sebagai berikut :
a. Hubungan klien dan tenaga ahli dalam profesi;
b. Pengukuran dan standar evaluasi yang dipakai dalam profesi;
c. Penelitian dan publikasi/penerbitan profesi;
d. Konsultasi dan praktek pribadi;
e. Administrasi personalia;
f. Standar-standar untuk pelatihan.
Namun demikian diutarakan, bahwa prinsip-prinsip yang umum dirumuskan
dalam suatu profesi akan berbeda-beda satu sama lain. Hal ini dapat terjadi
disebabkan perbedaan tugas dan peranan profesi tersebut dalam menjalankan
profesinya di masyarakat.
Ikatan Notaris Indoneisa (INI) merupakan suatu organisasi profesi, dalam
kongresnya yang ke IX di Surabaya dari tanggal 13 sampai dengan 16 Nopember
1974 telah mengambil keputusan untuk menetapkan dan mengesahkan Kode Etik
Notaris, kemudian diubah dan disusun kembali dalam kongres INI ke XIII di
Bandung tahun 1987 dan kongres INI XIV di Denpasar Bali tahun 1990. Sejak tahun
1987 oleh Departemen Kehakiman sekarang Departemen Hukum dan HAM
disyaratkan, bahwa seorang untuk dapat diangkat sebagai notaris selain harus
memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam pasal 3 Undang-Undang No. 30
Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris harus dapat membuktikan pula bahwa ia telah
lulus ujian kode etik yang diselenggarakan oleh INI berdasarkan wewenang yang
diberikan oleh Departemen Hukum dan HAM kepada INI.
Kode etik adalah norma-norma atau peraturan-peraturan mengenai etika baik
tertulis maupun tidak tertulis. Khusus bagi para notaris tentang etika telah diatur
dalam UUJN, namun untuk mengetahui ketentuan mana yang ada dalam UUJN yang
termasuk dalam ruang lingkup kode etik kiranya perlu ada penafsiran tersebut, agar
dapat diketahui dengan jelas hukuman-hukuman dalam arti tehnis dari KUHP yang
merupakan hukuman pidana dan merupakan hukuman disiplinair dari ketentuan
Pasal 84 dan Pasal 85 UUJN.
21
E. Asas – Asas Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris Yang Baik
Menurut Philipus M Hadjon dalam asas-asas pemerintahan yang baik
(AUPB) dikenal asas-asas sebagai berikut:15
a. Asas persamaan
b. Asas kepercayaan
c. Asas kepastian hukum
d. Asas kecermatan
e. Asas pemberian alasan
f. Larangan penyalah gunaan wewenang
g. Larangan bertindak sewenang-wenang
Untuk kepentingan pelaksanaan tugas jabatan Notaris ditambah dengan Asas
Proporsionalitas dan Asas Profesionalitas, Asas tersebut ddapat diadopsi sebagai
asas-asas yang harus notaris,sebagai asas pelaksanaan tugas dan jabatan notaris yang
baik, dengan substansi dan pengertian untuk kepentingan notaris sebagai berikut :16
I. Asas persamaan
Sesuai dengan perkembangan zaman, institusi notaris telah menjadi bagian
dari masyarakat Indonesia, dan dengan lahirnya UUJN semakin meneguhkan
institusi notaris, dalam memberikan pelayanan pelayanan kepada masyarakat
tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya berdasarkan keadaan
sosial-ekonomi atau alasan lainya,alasan alasan seperti ini tidak dibenarkan
untuk dilakukan oleh notaris dalam melayani masyarakat,hanya alasan hukum
yang dapat dijadikan dasar bahwa notaris dapat tidak memberikan jasa
kepada yang menghadap notaris, bahkan berdasarkan pasal 37 UUJN dalam
keadaan tertentu Notaris wajib memberikan jasa hukum dibidang
kenotariatan secara cuma-cuma kepada yang tidak mampu.
II. Asas kepecayaan
Jabatan Notaris merupakan jabatan kepercayaan yang harus selaras dengan
mereka yang menjalankan tugas jabatan Notaris sebagai orang yang dapat
15
Habib adjie.2009.sekilas dunia notaries da PPAT diindonesia.Surabaya:mandar
maju.hlm.75.
16
Ibid.hlm 76 - 81
22
dipercaya, Notaris sebagai jabatan kepercayaan tidak berarti apa-apa, jika
ternyata mereka yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris yang tidak
dapat dipercaya,sehingga hal tersebut, antara jabatan notaris dan pejabatnya
(yang menjalankan tugas jabatan notaris) harus sejalan.
Salah satu bentuk dari notaris sebagai jabatan kepercayaan, maka notaris
mempunyai kewajiban untuk merahasiakan segala sesuatu mengenai akta
yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta
sesuai sumpah atau janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan lain
(pasal 16 ayat (1) huruf f UUJN ) berkaitan dengan pasal 16 ayat ( 1 ) huruf f
UUJN merupakan kelengkapan kepada notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya sebagai kewajiban ingkar (verschoningsplicht).
III. Asas kepastian hukum
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya wajib melaporkan wajib
berpedoman secara normatif kepada aturan hukum yang berkaitan dengan
segala tindakan yang akan diambil untuk kemudian dituangkan dalam akta,
bertindak berdasarkan aturan hukum yang berlaku akan memberikan
kepastian kepada para pihak,bahwa akta yang dibuat dihadapan atau oleh
notaris telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku sehingga jika teerjadi
permasalahan, akta notaris dapat dijadikan pedoman oleh para pihak.
IV. Asas kecermatan
Notaris dalam mengambil suatu tindakan harus dipersiapkan dan didasarkan
pada aturan huku yang berlaku meneliti semua bukti yang diperlihatkan
kepada notaris dan mendengarkan keterangan atau pernyataan para pihak
wajib dilakukan sebagai bahan dasar untuk dituagkan dalam akta, asas
kecermatan ini merupakan penerapan dari pasal 16 ayat (1) huruf a, antara
lain dalam menjalankan wajib bertindak seksama.
V. Asas pemberian alasan
Setiap akta yang dibuat atau dihadapan atau oleh notaris harus mempunyai
alasan dan fakta mendukung untuk akta yang bersangkutan atau ada
pertimbangan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak atau
penghadap.
23
VI. Larangan penyalahgunaan wewenang
Pasal 15 UUJN merupakan batas kewenangan Notaris dalam menjalankan
tugas jabatannya. Penyalahgunaan wewenang yaitu suatu tindakan yang
dilakukan oleh Notaris diluar dari wewenang yang telah ditentukan, maka
tindakan Notaris dapat disebut sebagai tindakan penyalahgunaan wewenang.
Jika tindakan seperti merugikan para pihak, maka para pihak yang merasa
dirugikan dapat menuntut Notaris yang bersangkutan dengan kualifikasi
sebagai suatu tindakan hukum yang merugikan para pihak. Para pihak yang
menderita kerugian untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga
kepada Notaris.
VII. Larangan bertindak sewenang-wenang
Notaris dalam menjalankan tugas jabatannya dapat menentukan, tindakan
para pihak dapat dituangkan dalam bentuk akta Notaris atau tidak. Sebelum
sampai pada keputusan seperti itu, Notaris harus mempertimbangkan dan
melihat semua dokumen yang diperlihatkan kepada Notaris. Dalam hal ini
Notaris mempunyai peranan untuk menentukan suatu tindakan dapat
dituangkan dalam bentuk akta atau tidak, dan keputusan yang diambil harus
didasarkan pada alasan hukum yang harus dijelaskan kepada para pihak.
VIII. Asas proporsionalitas
Dalam pasal 16 ayat ( 1 ) huruf a, notaris dalam menjalankan tugas
jabatannya wajib bertindak dan menjaga kepentingan para pihak yang terkait
dalam perbuatan hukum atau dalam menjalankan tugas jabatan notaris, wajib
mengutamakan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban para pihak
yang menghadap notaris.
Notaris dituntut untuk senantiasa mendengar dan mempertimbangkan
keinginan para pihak agar tindakannya dituangkan dalam akta notaris,
sehingga kepentingan para pihak terjaga secara proporsional yang kemudian
dituangkan kedalam bentuk akta Notaris.
IX. Asas Profesionalitas
dalam pasal 16 ayat ( 1 ) huruf d, Notaris wajib memberikan pelayanan sesuai
dengan ketentuan dalam UUJN, kecuali ada alasan untuk menolaknya, asas
ini mengutamakan keahlian (keilmuan) Notaris dalam menjalankan tugas
24
jabatannya, berdasarkan UUJN dan kode etik jabatan Notaris, tindakan
profesional Notaris dalam dalam menjalankan tugas jabatannya diwujudkan
dalam melayani masyarakat dan akta yang dibuat dihadapan atau oleh notaris.
F. Pengertian Malpraktek
Malpraktek merupakan istilah yang sangat umum sifatnya dan tidak selalu
berkonotasi yuridis. Secara harfiah “mal” mempunyai arti “salah” sedangkan
“praktek” mempunyai arti “pelaksanaan” atau “tindakan”, sehingga malpraktek
berarti “pelaksanaan atau tindakan yang salah”. Meskipun arti harfiahnya demikian
tetapi kebanyakan istilah tersebut dipergunakan untuk menyatakan adanya tindakan
yang salah dalam rangka pelaksanaan suatu profesi.
Malpraktek yang dilakukan oleh notaris baik di dalam UUJN maupun Kode
Etik Notaris, tidaklah diberikan penjelasan atau pengertian secara jelas. Namun
ruang lingkup malpraktek yang dilakukan oleh notaris mencakup bentuk-bentuk
pengingkaran atau penyimpangan atau kurangnya kemampuan dari tugas dan
tanggung jawab notaris, baik karena kesalahan atau kelalaian yang dapat
dipertanggungjawabkan kepada mereka untuk melakukan kewajiban-kewajiban
profesional atau didasarkan kepada kepercayaan.17
Lebih jauh mengenai malpraktek ini bila dikaitkan dengan perbuatan
melanggar hukum, maka dapat dikemukakan bahwa para notaris menurut Pasal 37,
54, 84 dan 85 UUJN diwajibkan mengganti kerugian yang diderita oleh pihak yang
berkepentingan sebagai akibat kekeliruan notaris dalam pembuatan akta-akta notaris,
selain membayar atau mengganti kerugian para notaris juga diwajibkan membayar
denda, bahkan dapat terancam pemecatan dari jabatan bila pelanggaran yang
dilakukan terjadi secara berulang.
Kelalaian terhadap tugas profesi seperti secara alfa dapat menyalahgunakan
kewenangannya antara lain dengan cara menyelenggarakan industri akta di mana
menurut Pasal 44 UUJN setiap akta notaris harus dibacakan oleh notaris sendiri. Hal
ini cenderung menumbuhkan terjadinya tindakan malpraktek notaris, karena hal
tersebut tidak mungkin dapat dikendalikan oleh kualitas standar profesi.
17
Liliana Tedjosaputro. 1991. Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana. Semarang : CV.
Agung. Hal. 1.
25
BAB III
ANALISIS MASALAH
A. Kriteria Tindakan Notaris Sebagai Malpraktek
Dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat umum, notaris mempunyai
rambu-rambu yang harus dia taati dalam menjalankan profesinya tersebut.
Berbeda dengan orang umum, notaris mempunyai rambu-rambu yang ekstra yang
harus dia taati yakni :
1. Rambu hukum perdata
2. Rambu hukum pidana
3. Undang-Undang Jabatan Notaris ( Undang-Undang No.30 tahun 2004)
4. Kode Etik Notaris.18
Rambu hukum perdata disini dapat dijabarkan mengenai apa saja yang harus
diperhatikan notaris dalam menjalankan tugasnya yaitu harus sesuai dengan
Undang-Undang, kepatutan, kesusilaan dan tidak merugikan hak orang lain.
Rambu hukum pidana yaitu terdiri atas perbuatan, Undang-Undang, perbuatan
yang melawan hukum. Kemudian rambu mengenai UUJN yaitu mengatur
mengenai kesalahan, kerugian, bunga dari pihak yang dirugikan oleh notaris.
Sedangkan yang terakhir adalah mengenai kode etik yang merupakan
konsekwensi notaris sebagai profesi yang mana mempunyai lembaga yang
mengayominya, adalah kode etik yang akan menjaga keluhuran dan martabat
profesi notaris itu.
Namun dalam menajalankan tugasnya notaris seringkali dihadapkan dengan
tantangan dari aspek sosiologis di masyarakat yang membutuhkan jasa notaris
tersebut. Perkembangan dunia bisnis sangat mempengaruhi juga bagaimana
seorang notaris dalam menjalankan tugasnya, seringkali notaris mendapatkan
godaan untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan 4 (empat) macam
rambu diatas, yakni rambu hukum perdata, pidana, UUJN dan kode etik.
18
Abdul Ghofur Anshori. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum dan
Etika. Yogyakarta : UII Press. Hlm. 34.
26
Dalam perjalanan seorang notaris harus bisa memenuhi tuntutan klien
mereka dalam hal pembuatan akta, pembuatan akta ini kalau kita lihat dalam
UUJN harus melalui proses pembacaan bagi para pihak yang mana harus
disaksikan oleh minimal dua orang saksi, hal ini seringkali tidak dilaksanakan
oleh seorang notaris karena ingin menghemat waktu operasional mereka tetapi
mengorbankan asas kehati-hatian.
Dengan tidak meratanya formasi/pembagian wilayah tugas notaris yang
mempunyai kecenderungan memilih tempat yang ramai seperti halnya di kota-
kota besar mengakibatkan tingkat persaingan diantara notaris semakin panas, yang
mana prinsip ekonomi sangat berperanan disini yakni karena banyaknya
penawaran berimbas kepada turunnya harga komoditas dalam hal ini adalah
sebuah akta. Sehingga dapat dimaklumi akan terjadi perang harga diantara para
notaris dalam hal menjaring para klien mereka, persaingan ini tentunya tidak sehat
mengingat notaris adalah pejabat umum yang diberi wewenang oleh negara untuk
menjamin kepastian hukum bagi masyarakat, bukan untuk berdagang akta.
Rendahnya aspek moral dari seorang notaris merupakan salah satu sebab
yang memicu terjadinya malpraktek, karena tuntutan ekonomi seorang notaris
yang memiliki keluarga dan tanggungan yang banyak mengakibatkan mereka
kadangkala harus mengorbankan aspek moral dalam menjalankan tugasnya seperti
memihak atau menguntungkan salah satu pihak, karena pihak yang bersangkutan
memberikan imbalan ataupun suap kepada notaris tersebut agar tujuan dia
terpenuhi atau tercapai. Selain itu juga untuk menjadi seorang notaris dibutuhkan
perjuangan yang tidak sedikit yakni dari biaya kuliah sampai dengan mengurus
segala perizinan praktek yang tentunya memakan biaya yang tidak sedikit,
sehingga ada kesan seorang notaris harus cepat mengembalikan modal yang telah
dia keluarkan dengan apapun caranya termasuk mengorbankan aspek moral dari
notaris itu sendiri.
Dalam UUJN dan kode etik notaris masalah aspek moral dari seorang
notaris ini sangat menjadi perhatian. Dalam UUJN Pasal 67 pengawasan notaris
langsung dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM melalui lembaga pengawas
notaris yakni MPD, MPW dan MPP, yang mana pada pokoknya tugas lembaga
pengawas ini adalam sebagai control sehingga notaris dalam menjalankan
27
tugasnya baik itu dari segi moral dan hukum tetap dalam koridornya. Sedangkan
organisasi profesi notaris yaitu INI, Ikatan Notaris Indonesia merupakan
organisasi profesi yang menaungi notaris, yang mana organisasi ini mempunyai
aturan berupa kode etik yang mengikat para anggotanya dalam hal ini adalah
seorang notaris dalam menjaga aspek moral dan kredibilitas notaris, lembaga INI
mempunyai sanksi sebagai alam untuk menjaga wibawanya, yaitu sanksi teguran
dan pemberhentian sementara seorang notaris.
Secara umum disebut Malpraktek/maladministrasi bila mengandung kriteria
sebagai berikut19
:
1. Bersifat Memihak
2. Kelalaian / Kecerobohan
3. Kurang hati-hati
4. Kelambatan Penyelesaian
5. Tidak berkompeten
6. Tidak mampu menyelesaikan
7. Kesewenang-wenangan
8. Kurang teliti.
Ada beberapa hal yang sering terjadi dalam praktek di kantor notaris yang
dapat dikategorikan malpraktek yaitu :
1. tidak membacakan akta.
2. tidak bertandatangan di hadapan notaris.
3. penurunan tarif.
4. industri akta.
5. berada di luar wilayah kerjanya.
6. menggunakan jasa perantara (calo).
7. membuka kantor cabang.
8. Menggunakan media masa untuk berpromosi.
19
Muhammad Abduh yang mengutip pendapat Mr. Crossman (Inggris), Modul Kumpulan
Bahan Kuliah S2 Ilmu Hukum, Konsentrasi HAN, Capita Selecta dan Perbandingan Hukum
Administrasi Negara, Program Studi Ilmu Hukum Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera
Utara,Medan, 2003, hal. 37.
28
Berikut adalah kutipan dimana seorang klien notaris yang kecewa dengan
kinerja Notaris yang telah melakukan kelalaian diakses dari situs internet
Balipos20
:
Pada tanggal 17 Januari 2005, seorang notaris, berkedudukan di Badung,
Bali, yang ditunjuk oleh pihak bank selaku pemberi kredit pinjaman, telah
meminta pihak kami selaku pembeli dalam transaksi jual beli unit rumah
susun Bali Gardenia Resort Taman Mumbul untuk melakukan penyetoran
pajak BPHTB. Setelah pajak disetor, notaris tersebut menyatakan tidak
sanggup untuk melakukan penandatanganan akte jual beli berhubung
dokumen tidak lengkap. Padahal sudah merupakan kewajiban notaris
untuk memeriksa kelengkapan semua dokumen sebelum menyarankan
kami untuk melakukan penyetoran pajak. Pada akhirnya notaris tersebut
menyatakan sendiri kepada pihak kami mengenai kelalaiannya dalam
memeriksa kelengkapan dokumen karena banyaknya pekerjaannya. Atas
kelalaian tersebut, kami mengalami kerugian atas pajak yang telah kami
setor. Kami telah meminta notaris tersebut untuk mengganti kerugian yang
diakibatkan oleh kelalaiannya, namun malah meminta kami untuk
menandatangani surat kuasa baginya untuk mengurus pengembalian pajak
yang kami setor. Kami sangat keberatan untuk menandatangani surat kuasa
tersebut kecuali pihak kami telah mendapatkan ganti rugi atas kelalaian
notaris tersebut. Kami telah kehilangan kepercayaan sama sekali atas
kredibilitas dan profesionalitas notaris tersebut selaku notaris/PPAT. Pihak
bank pun tidak memberikan tanggapan yang memuaskan atas pengaduan
kami. Pihak bank seharusnya menunjuk notaris yang professional dan
kredibel.
Dimaksud dengan tidak membacakan akta adalah suatu tindakan dari notaris
yang melanggar ketentuan dalam UUJN dimana notaris wajib membacakan isi
akta kepada para penghadapnya serta menjelaskan apa yang ditulis dalam akta itu
berikut konsekwensi hukum yang akan terjadi apabila akta itu telah mereka
tandatangani. Kasus notaris tidak membacakan akta yang dibuatnya ini
20
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/3/15/s5.htm. Diakses tanggal 20 Juli 2011.
29
disebabkan karena notaris tersebut kejar target dalam hal pembuatan akta, faktor
penyebabkan adalah aspek ekonomi yang menyebabkan notaris ingin
mengefiesienkan waktu kerja mereka agar dapat melayani banyak klien yang
berimbas kepada melonjaknya pendapatan secara ekonomi ke diri notaris itu
tersebut, tetapi melanggar aturan yang telah ditetapkan dalam UUJN.
Bersifat memihak dapat dijelaskan adalah yang dimaksud bersifat memihak
adalah bahwa menguntungkan salah satu pihak sehingga pihak lain mendapatkan
kerugian dari tindakan notaris tersebut. Kelalaian dan kecerobohan adalah
mengenai tindakan yang tidak hati-hati dari notaris sehingga akta yang dibuatnya
cacat hukum.
Penurunan tarif notaris, kerap terjadi disebabkan oleh tingkat persaingan
antar notaris yang begitu ketat, sehingga para notaris berupaya semaksimal
mungkin untuk menggaet klien diantaranya dengan cara yang melanggar rambu-
rambu yang melekat padanya. Penurunan tarif ini dimaksudkan agar calon klien
dan klien yang sudah menjadi langganan notaris tersebut tetap memakai jasanya,
walaupun hal ini telah diinsyafi oleh notaris tersebut dapat merugikan rekan-
rekannya sesama notaris yang tergabung dalam organisasi profesi notaris INI.
Industri akta, merupakan penomena dalam era postmodern sekarang ini,
yang mana tugas notaris seringkali berubah menjadi sebuah „mesin penghasil
akta‟, dimana akta yang dibuat berjumlah massal tidak mengindahkan asas kehati-
hatian dalam membuatnya, yang dipentingkan adalah bagaimana akta tersebut
terbit dan pemasukan secara ekonomi bertambah kepada notaris tersebut.
Berada di luar wilayah kerjanya, seorang notaris sudah ditempatkan oleh
Kementerian Hukum dan HAM untuk wilayah kerjanya, namun bisa sesekali
bekerja diluar wilayahnya tetapi tidak berkelanjutan, apabila seorang notaris
berkelanjutan terus berada di luar wilayah kerjanya, ini akan berakibat
ketidakharmonisan di antara sesama notaris itu sendiri, dimana wilayah tugas
yang telah ditetapkan oleh Kementerian Hukum dan HAM sudah melalui
pertimbangan yang matang sesuai dengan tingkat kepadatan penduduk dan lalu
lintas hukum yang terjadi dalam satu wilayah.
Menggunakan jasa perantara (calo), merupakan salah satu perbuatan
malpraktek yang dilakukan notaris yang mana sejatinya tugas seorang notaris
30
yang diamanatkan dalam UUJN dalam bersifat fasif (menunggu klien yang
datang), jadi dalam UUJN tidak diperkenankan seorng notaris itu
memperdagangkan profesinya sebagai notaris layaknya barang, barang seringkali
ketika ingin dijual harus melalui jasa perantara atau calo, dalam dunia
perdagangan hal ini sah-sah saja, tetapi tidak dalam profesi notaris mengingat
notaris adalah sebuah profesi yang luhur yang mempunyai harkat dan martabat
yang tinggi sehingga sangat tidak layak jasanya ini diperdagangkan seperti barang
terlebih lagi memakai jasa perantara.
Membuka kantor cabang diatur dalam pasal 19 UUJN, seorang notaris yang
membuka kantor cabang dilarang dalam UUJN dimana seorang notaris hanya
boleh mempunyai kantor satu saja sesuai dengan wilayah hukum yang telah
ditetapkan kementerian Hukum dan HAM. Apabila kegiatan membuka kantor
cabang ini terjadi maka akan terjadi persaingan yang tidak sehat sesama notaris.
Menggunakan media massa dalam berpromosi, seorang notaris dan UUJN
dan kode etik dilarang untuk menggunakan media massa untuk melakukan
promosi, namun hal ini sering juga dilakukan oleh seorang notaris dikarenakan
faktor sosiologis yang berkembang sekarang ini menuju era postmodern dimana
semua aspek kehidupan masyarakat sangat mendewakan yang namanya materi,
sehingga berpengaruh juga terhadap jiwa seorang notaris yang juga manusia.
Langkah notaris dalam beriklan dan berpromosi di luar ini adalah untuk
memperbanyak klien yang akan datang kepadanya padahal secara filosofis
menurut Abdul Ghofur Anshori, sebagai pejabat umum, notaris hendaknya
berjiwa pancasila, taat kepada hukum, sumpah jabatan, kode etik notaris dan
berbahasa indonesia yang baik. Sebagai profesional notaris hendaknya memiliki
prilaku profesional, ikut serta pembangunan nasional di bidang hukum, dan
menjunjung tinggi kehormatan dan martabat notaris.21
Notaris hadir sebagai
pejabat publik yang melaksanakan tugas mulia untuk menjamin kepastian hukum
bagi masyarakat. Adanya beberapa larangan dalam kode etik notaris mengenai
tugas notaris yang beriklan atau berpromosi dimedia tidak lain untuk tetap
menjaga harkat dan martabat jabatan notaris itu sendiri.
21
Ibid. Hlm. 119.
31
Menurut Prof. Abdul Ghofur Anshori mengenai ketentuan pidana tidak
diatur di dalam UUJN namun tanggung jawab notaris secara pidana dikenakan
apabila notaris melakukan perbuatan pidana. UUJN hanya mengatur sanksi atas
pelanggaran yang dilakukan oleh notaris terhadap UUJN sanksi tersebut dapat
berupa akta yang dibuat oleh notaris tidak memiliki kekuatan otentik atau hanya
mempunyai kekuatan akta dibawah tangan. Terhadap notarisnya sendiri dapat
diberikan sanksi yang berupa teguran hingga pemberhentian dengan tidak
hormat.22
Dalam pernyataan diatas dapat ditangkap bahwa perbuatan notaris yang
mempunyai aspek pidana setelah perbuatannya itu telah bersinggungan dengan
perbuatan pidana yang diatur dalam KUHP.
Kembali menurut Prof. Abdul Ghofur Anshori berdasarkan pengertian dari
tindak pidana maka konsekwensi dari perbuatan pidana dapat melahirkan
pertanggungjawaban pidana. Pertanggungjawaban pidana ada apabila subjek
hukum melakukan kesalahan, kerenanya dikenal adanya pameo yang mengatakan
geen straf zonder schuld atau tiada pidana tanpa kesalahan. Kesalahan dapat
berupa kesengajaan (dolus) maupun kealpaan (culpa). Rumusan Kitab Undang-
Undang Pidana mengenai tindakan yang erat kaitannya dengan notaris adalah
perbuatan pidana yang berkaitan dengan pemalsuan surat (pasal 263), rahasia
jabatan (Pasal 322 ayat 1) dan pemalsuan yang dilakukan oleh pejabat (Pasal
416).23
Atas pendapat diatas penulis beraanggapan bahwa sudah semestinya
intrumen hukum pidana diterapkan dalam hal malpraktek terhadap notaris,
alasannya adalah hanya melalui instrumen hukum pidana saja yang dapat
mempunyai kekuatan memaksa seorang notaris untuk mempertanggungjawabkan
perbuatannya secara tegas yakni melalui hukuman badan (penjara), tetapi tentunya
melalui suatu mekanisme pembuktian terlebih dahulu di pengadilan yang
membuktikan notaris itu bersalah sampai mencapai suatu putusan pengadilan yang
mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewishde).
Penulis berkesimpulan bahwa kategori notaris melakukan malpraktek adalah
bilamana notaris telah melanggar 4 (empat) aspek yang merupakan rambu yang
harus ditaati seorang notaris, yakni : aspek hukum perdata, aspek hukum pidana,
22
Ibid. Hlm.38. 23
Ibid.Hlm. 40.
32
UUJN dan Kode Etik Notaris. Dapat penulis simpulkan bahwa pedoman tugas
notaris harus bedasarkan kepada peraturan jabatan notaris dan kode etik yang
mana peraturan jabatan notaris itu mengatur hubungan antara notaris dengan
masyarakat sedangkan kode etik mengatur hubungan antara notaris dengan
organisasi profesinya.
B. Pertanggungjawaban Pidana Apabila Notaris Melakukan Malpraktek
Pemaparan diatas telah disebutkan bahwa notaris dalam menjalankan
profesi sehari-hari sebagai pejabat umum mempunyai rambu-rambu yang
ditaatinya, yang berbeda dari masyarakat biasa. Ada 4 (empat) rambu yang hurus
mereka taati yaitu : rambu hukum perdata, rambu hukum pidana, rambu dalam
UUJN dan rambu yang ada dalam Kode Etik Notaris. Dari keempat rambu
tersebut yang paling mempunyai kekuatan memaksa adalah rambu hukum
pidana karena dapat menjatuhkan sanksi kurangan badan bagi notaris yang
dinyatakan bersalah melakukan perbuatan pidana dengan mekanisme
pembuktian di sidang pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap
(inkracht van gewishde).
Penulis mengamati dalam pasal-pasal UUJN tidak ada yang
mencantumkan ketentuan sanksi pidana dalam mengatur pelanggaran yang
dilakukan notaris. Ketentuan pidana yang erat kaitan dengan pekerjaan notaris
penulis temukan dalam KUHP, hal ini selaras dengan yang disampaikan Abdul
Ghofur Anshori, yakni rumusan kitab Undang-Undang hukum pidana mengenai
tindak pidana yang erat kaitannya dengan profesi notaris adalah perbuatan
pidana yang berkaitan dengan pemalsuan surat (263), rahasia jabatan (pasal 322
ayat 1), dan pemalsuan yang dilakukan oleh pejabat (Pasal 416).24
Sebelum kita lebih jauh menelaah mengenai pasal-pasal dalam KUHP yang
erat hubungannya dengan profesi Notaris, alangkah baiknya kita menengok
dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan perbuatan pidana, sehingga akan
lebih mudah dalam menganalisi bagaimana nantinya notaris dapat
dipertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana.
24
Op. Cit. Hlm.40.
33
Menurut Prof. Moeljatno, perbuatan yang oleh hukum pidna dilarang dan
diancam dengan pidana (kepada barang siapa yang melanggar larangan tersebut),
untuk singkatnya kita namakan perbuatan pidana atau delik, yang dalam sistem
hukum KUHP sekarang :
1. Terbagi dalam dua jenis yang menurut anggapan pembuat undang-
undangnya di nederland dahulu 1880 masing-masing berlainan sifatnya
secara kwalitatif, yaitu kejahatan (misdrijven) misalnya pencurian (pasal
362 KUHP) penggelapan (pasal 372) penganiayaan (Pasal 351) dan
pembunuhan )Pasal 338) dan pelanggaran (overtredingen) misalnya :
kenakalan (Pasal 489), pengemisan (504) dan penggelandangan (Pasal 505).
2. Mengingat hal ini, maka dalam seminar hukum nasional I tahun 1963,
disarankan agar dalam KUHP nasional kita nanti dicantumkan tujuan
hukum pidana Indonesia sebagai demikian : “untuk mencegah
penghambatan atau penghalang-penghalang datangnya masyarakat yang
dicita-citakan oleh bangsa Indonesia, yaitu dengan jalan penentuan
perbuatan-perbuatan manakah yang pantang dan tidak boleh dilakukan, serta
pidana apakah yang diancamkan kepada mereka yang melanggar larangan-
larangan itu.”25
Sanksi dalam hukum pidana diterapkan untuk menegakkan dan menjaga
wibawa hukum itu sendiri. Ketika hukum pidana kita pertemukan dengan kegiatan
profesi notaris yang mempunyai kapasitas berbeda dengan warga negara lainnya
yang mana seorang notaris itu dapat dikatakan extraordinary person, mengapa
demikian ? karena notaris mempunyai beberapa rambu yang harus dia taati yakni,
rambu hukum perdata, pidana, UUJN dan Kode Etik profesi notaris.
Bagaimanakah ketika notaris harus bersentuhan dengan pasal-pasal dalam KUHP,
disini penulis akan menganalisisnya.
Rumusan Pasal 263 ayat (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau
memalsukan surat yang dapat menimbulkan suatu hak, perikatan atau pembebasan
hutang, atau yang diperuntukan sebagai bukti daripada suatu hal dengan maksud
untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah
25
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta. Hlm. 2 -
3.
34
isinya benar dan tidak dipalsukan, diancam jika pemakaian tersebut dapat
menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling
lama enam tahun. Ayat (2) Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa
dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati jika
pemakaian surat tersebut dapat menimbulkan kerugian. Pasal ini menurut Abdul
Ghofur Anshori, perlu dipahami bahwa sebenarnya bukan suratnya an sich yang
menerbitkan hak atau pun kewajiban, namun yang menimbulkan hak dan
kewajiban adalah suatu perjanjian (overeenkomst) antara dua pihak yang termuat
dalam surat yang bersangkutan (akta). Tepat kiranya bila akta merupakan
pembatasan dari yang dimaksud pada rumusan Pasal 263 tersebut karena akta
memiliki kekuatan pembuktian (bewijskracht).26
Menurut Soegeng Santoso Dalam pasal 263 KUHP tersebut ada dua
macam pemalsuan surat yaitu:27
1. Membuat surat palsu (Valsheid in geschrift) yaitu perbuatan membuat
surat yang isinya bukan semestinya atau isinya tidak benar. Dalam hal ini
dibuat suatu surat yang isinya tidak benar namun suratnya sendiri asli atau
sering disebut aspal (asli tapi palsu) karena tidak ada sesuatu yang
dirubah, ditambah ataupun dikurangi.
2. Memalsukan surat (Vervalsen) yaitu memalsukan surat-surat dengan cara
merubah, menambah, mengurangi atau menghapus sebagian tulisan yang
ada dalam suatu surat. Jadi suratnya sudah ada tetapi surat itu kemudian
dilakukan perubahan sehingga bunyi dan maksudnya berbeda dari aslinya.
3. Sedangkan pasal 264 KUHP hanyalah merupakan pemberatan dari tindak
pidana yang diatur dalam pasal 263 KUHP.
Menanggapi dua pendapat diatas penulis setuju apa yang dinyatakan Abdul
Ghofur Anshori dan Soegeng Santoso bahwa sesungguhnya yang terpenting
subtansi isi perjanjian yang dibuat notaris tersebut yang dapat memenuhi unsur
pidana Pasal 263.
26
Ibid. Hlm.41. 27
Soegeng Santosa dkk. 2005. Aspek Pidana dalam Pelaksanaan Tugas Notaris, Renvoi No.
22, Maret, th, 02/, Hlm 30.
35
Pasal 322 ayat (1) Barangsiapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib
disimpannya karena jabatan atau pencahariannya, baik yang sekarang maupun
yang dahulu, diancam dengan pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
Menurut Wirjono Prodjodikoro, Pasal 322 KUHP berisi mengenai rahasia
berwujud apa saja yang dipercayakan kepada orang, dalam hal ini notaris, karena
jabatan atau pekerjaannya (beroep), baik sekarang yang masih dipegangnya,
maupun yang dahulu, jadi sekarang telah ditinggalkan. Perbuatan ini harus
dilakukan dengan sengaja dan apabila kejahatan ini mengenai seorang tertentu
maka tuntutannya digantungkan kepada pengaduan orang yang dirugikan. Pasal
322 KUHP tidak menyebutkan secara spesifik suatu pekerjaan tertentu namun
dalam hal ini Pasal 322 mencakup pula pekerjaan bagi seorang notaris.28
R Sugandhi menjelaskan yang diancam dalam pasal ini ialah orang yang
dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang wajib ia simpan karena jabatan
atau pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu. Agar dapat dituntut
menurut pasal ini, maka harus dapat dibuktikan unsur-unsur seperti di bawah ini :
1. yang diberitahukan (dibuka) itu harus suatu rahasia.
2. orang benar-benar mengetahui bahwa ia wajib dan diwajibkan menyimpan
rahasi tersebut.
3. Bahwa kewajiban untuk menyimpan rahasia itu adalah karena jabatan atau
pekerjaan yang sekarang maupun yang dahulu pernah ia pegang.
4. Tindakan membuka rahasia itu dilakukan dengan sengaja.
Yang dimaksud dengan “rahasia” ialah sesuatu yang hanya boleh diketahui
oleh yang berkepentingan. Siapa yang diwajibkan menyimpan rahasia, tiap-tiap
peristiwa harus ditinjau sendiri-sendiri oleh hakim. Orang itu misalnya : seorang
dokter harus menyimpan rahasia penyakit pasiennya, seorang pastur harus
menyimpan rahasia dari orang yang melakukan “pengakuan dosa” di hadapannya,
seorang penyimpan arsip rahasia harus menyimpan kerahasiaan surat-surat yang
dipertanggungjawabkan kepadanya. Dalam lembaran negara 1854 No.18 antara
28
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung :
Refika Aditama. Hlm. 107-108.
36
lain dilarang untuk memperlihatkan, memberi salinan atau petikan dari surat-surat
dinas kepada orang yang tidak berpentingan.29
Hubungan Notaris-klien sangat dibutuhkan adanya kejujuran. Nilai
kejujuran klien merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan kinerja Notaris dalam pembuatan akta yang dipercayakan kepadanya.
Kepercayaan mengandung unsur kejujuran, keadilan dan kebenaran. Suatu konsep
yang berhubungan dengan konsep kewajiban hukum adalah konsep tanggung
jawab hukum, dalam arti bertanggung jawab atas sanksi yang dikenakan atas
perbuatannya yang bertentangan dengan hukum.
Penulis berpendapat adalah sangat tepat sekali apabila seorang notaris yang
membuka rahasia kliennya dikenakan Pasal 322 KUHP mengingat informasi yang
dia dapatkan dari kliennya adalah sangat rahasia, yang mana apabila diketahui
oleh pihak lain maka akan merugikan diri klien.
Pasal 416 KUHP : seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas
menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu,
yang sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku-buku atau daftar-daftar
yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan pidana penjara
paling lama 4 tahun. R. Sugandhi menjelaskan mengenai siapa orang yang
diwajibkan sementara atau terus menerus menjalankan jabatan umum. Lazimnya,
pemalsuan surat-surat diancam hukuman dalam pasal 263 dan pasal-pasal
berikutnya. Pasal 416 ini khusus mengancam hukuman pada pemalsuan hanya
terhadap “buku atau daftar yang semata-mata untuk pemeriksaan tata-usaha
(kontrol)”, misalnya buku agenda, buku kas, buku kejahatan dan pelanggaran serta
lain-lainnya.30
Penulis berpendapat bahwa Pasal 416 KUHP ini mencoba menegaskan
kepada pejabat dalam hal ini notaris agar tidak memalsukan akta yang dibuatnya
dengan acaman hukuman yang cukup tinggi yakni maksimal 4 (empat) tahun.
Sedangkan mengenai pasal 266 KUHP ayat (1) Barangsiapa menyuruh
memasukkan keterangan palsu ke dalam surat pembukti resmi (akte) tentang hal
yang kebenarannya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksud untuk
29
R. Sugandhi. 1981. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya : Usaha Nasional. Hlm. 342-343. 30
Ibid. Hlm. 435.
37
memakai atau menyuruh orang lain memakai akte itu, seolah-olah keterangannya
itu sesuai dengan kebenaran, jika hal memakai akte itu dapat mendatangkan
kerugian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun. Ayat (2)
dipidana dengan pidana itu juga barangsiapa dengan sengaja memakai akte itu
seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran, jika hal memakai akte itu dapat
mendatangkan kerugian.
Dalam menjalankan profesinya sehari-hari seorang notaris selalu didatangi
oleh para klien dengan bermacam ragam kepentingan dan niat. Diantara mereka
yang datang itu kadangkala tidak semuanya berperilaku jujur, seringkali mereka
yang datang juga mengatakan hal yang tidak sebenarnya, dengan lain si klien
memberika keterangan palsu kepada notaris, disini timbul pertanyaan apakah
notaris juga dapat dikatakan sebagai bagian dari perbuatan pidana yang dilakukan
klien tersebut dalam hal pemalsuan keterangan.
Penulis berpendapat notaris tidak dapat dikatakan melakukan tindak pidana
seperti yang diutarakan diatas atau unsur pasal 266 KUHP, karena notaris hanya
sebagai pejabat yang mencatat semua informasi yang diberikan klien sesuai
dengan kebenaran formil yang diterangkan klien di ruangan kantor notaris.
Pendapat penulis ini selaras dengan pemikiran Abdul Ghofur Anshori yang
menyatakan bahwa berkaitan dengan pasal 266 KUHP ini maka notaris secara
materil tidak dapat dituduh sebagai pihak yang turut serta atas terjadinya suatu
tindak pidana. Kebenaran materiil atas suatu akta pada dasarnya merupakan
tanggung jawab dari para pihak sedangkan kebenaran formil dari akta tersebut
menjadi tanggung jawab notaris yang bersangkutan. Bila hnedak menerapkan
Pasal 266 KUHP maka semestinya terdapat keterkaitan antara materi akta dengan
notaris yang bersangkutan. Oleh karenanya secara teoritis dapat dikatakan bahwa
notaris dapat terlepas dari tuntutan pidana kecuali dapat dibuktikan sebaliknya.31
31
Abdul Ghofur Anshori. Op.cit. Hlm. 43.
38
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Kriteria notaris melakukan malpraktek adalah apabila notaris itu telah
melanggar 4 (empat) rambu yang mengaturnya, yakni rambu hukum perdata,
rambu hukum pidana, Undang-Undang Jabatan Notaris dan Kode Etik
Notaris.
2. didalam undang undang nomor 30 tahun 2004 tantang undang undang jabatan
notaris ( UUJN ) tidak dirumuskan tentang sanksi pidana yang bisa
diterapkan bagi Notaris malpraktek, namun dalam beberapa kasus yang
pernah terjadi apabila Notaris melakukan malpraktek dalam pelaksanaan
tugas notaris dapat diterapkan sanksi pidana yang ada pada KUHP dengan
dasar hukum pasal 263, 322 dan 416 KUHP tentang pemalsuan surat.
B. Saran
1. Diharapkan dalam UUJN nantinya dibuat dengan jelas mengenai ketentuan
pidana apabila melakukan malpraktek dan merupakan lex specialis dari
ketentuan dalam KUHP.
2. Disarankan kepada semua pihak yang berkaitan dengan penerbitan akta
otentik seperti pihak penghadap dan notaris, agar berhati-hati dan waspada
dalam segala hal yang berhubungan dengan pembuatan akta, disamping itu
juga diharapkan kepada pihak yang berkompeten seperti Majelis Pengawas
Daerah, pihak kepolisian,dan pengadilan harus lebih selektif dalam
melakukan pemeriksaan terhadap notaris.
39
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abdul Ghofur Anshori. 2009. Lembaga Kenotariatan Indonesia Prespektif Hukum
dan Etika. Yogyakarta : UII Press.
Andi Hamzah. 1993. Sistem Pidana Dan Pemidanaan Indonesia. Jakarta : Pradnya
Paramita.
Habib Adjie. 2009. Sekilas Dunia Notaris & PPAT Indonesia. Bandung : CV.
Mandar Maju.
Liliana Tedjosaputro. 1991. Malpraktek Notaris dan Hukum Pidana. Semarang : CV.
Agung.
Luhut MP Pangaribuan. 2008. Hukum Acara Pidana (Surat-Surat Resmi oleh
Advokat). Jakarta : Djambatan.
Moeljatno. 1984. Asas-Asas Hukum Pidana. Cet. II. Jakarta : Bina Aksara.
Moeljatno. 2008. Asas-Asas Hukum Pidana Edisi Revisi. Jakarta : Rineka Cipta.
Muhammad Abduh yang mengutip pendapat Mr. Crossman (Inggris), Modul
Kumpulan Bahan Kuliah S2 Ilmu Hukum, Konsentrasi HAN, Capita Selecta
dan Perbandingan Hukum Administrasi Negara, Program Studi Ilmu Hukum
Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara,Medan, 2003.
Muladi dan Barda Nawawi Arief. 1984. Teori-Teori dan Kebijakan Pidana.
Bandung: Alumni.
R. Sugandhi. 1981. KUHP dan Penjelasannya. Surabaya : Usaha Nasional.
Soegeng Santosa dkk. 2005. Aspek Pidana dalam Pelaksanaan Tugas Notaris,
Renvoi No. 22, Maret, 2002.
Usman, Suparman, 2008. Etika Dan Tanggung jawab Profesi Hukum di Indonesia,
Jakarta: Gaya Media Pratama.
Wirjono Prodjodikoro. 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Bandung
: Refika Aditama.
40
INTERNET
Anonim.apa sih Notaris itu??.http://www.forumbebas.com/thread-153390.html.
diakses pada tanggal 14/01/2011.
Anonim.apa sih Notaris itu??.http://www.forumbebas.com/thread-153390.html.
diakses pada tanggal 14/01/2011.
Anonim.apa sih Notaris itu??.http://www.forumbebas.com/thread-153390.html.
diakses pada tanggal 14/01/2011.
hukumonline.http://www.hukumonline.com/index2.php?option=com_content&do_w
ord=1&id=6025.diakses tanggal 20 januari 2011.
http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/3/15/s5.htm. Diakses tanggal 20 Juli
2011.
Kabaronline.http://www.waspada.co.id/index2.php?option=com_content&do_pdf=1
&id=6025.diakses tanggal 29 Juli 2010.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris