Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian (Studi...
Transcript of Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian (Studi...
Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Pencurian
(Studi Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor: 86/Pid.B/2013/PN.SDA)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu
Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H)
Oleh:
Nur Episa
NIM 11140430000017
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2018 H
i
ABSTRAK
Nur Episa. NIM 11140430000017. PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP
TINDAK PIDANA PENCURIAN (Studi Putusan Nomor:
86/Pid.B/2013/PN.SDA). Program Studi Perbandingan Mazhab, Konsentrasi
Perbandingan Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 1440 H/2018 M.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kasus
(case approach) yang mana dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi yang telah menjadi putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sedangkan jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Sumber data primer
dalam penelitian ini adalah putusan pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor
86/Pid.B/2013/PN.SDA, sedangkan sumber data sekundernya adalah buku,
kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum.
Berdasarkan hasil penelitian maka diperoleh suatu kesimpulan bahwa
Putusan Pengadilan No. 86/Pid.B/2013/PN.Sda yang menjatuhkan hukuman
penjara kepada saudara RH selama 4 bulan kemudian mengembalikan barang
yang dicurinya kepada korban telah sesuai dengan hukum islam. Namun Putusan
Pengadilan No. 86/Pid.B/2013/PN.Sda tidak sesuai dengan Perma No. 2 Tahun
2012 yang mestinya hakim terikat dengan aturan tersebut. Karena praktek hukum
acara di lapangan sangat berbeda dengan perundang-undangan yang tertulis.
penegak hukum juga memiliki kebijakan-kebijakan khusus sehingga penegak
hukum diperbolehkan menetapkan keputusan-keputusan diluar perundang-
undangan yang tertulis.
Dalam penetapan perkara Pengadilan Negeri Sidoarjo Nomor
86/Pid.B/2013/PN.SDA. penegak hukum tidak menggunakan pasal 364 KUHP,
ini terjadi karena ukuran nilai kerugian akibat tindak pidana ringan dan denda
yang dapat dijatuhkan sangatlah kecil.Oleh karena itu penegak hukum lebih
ii
banyak menggunakan pasal 362 KUHP untuk menjerat pelaku tindak pidana
pencurian, meskipun pencurian yang dilakukan tergolong tindak pidana ringan.
Kata kunci : Tipiring, Tindak Pidana Ringan, Pencurian.
Pembimbing : 1. Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si
2. Sutan Mara Rambe, S.H.I, M.H
Daftar Pustaka : Tahun 1422 s/d Tahun 2017
iii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Hal yang dimaksud dengan transliterasi adalah alih aksara dari tulisan asing
(terutama Arab) ke dalam tulisan Latin. Pedoman ini diperlukan terutama bagi
mereka yang dalam teks karya tulisnya ingin menggunakan beberapa istilah Arab
yang belum dapat diakui sebagai kata bahasa Indonesia atau lingkup masih
penggunaannya terbatas.
a. Padanan Aksara
Berikut ini adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara Latin:
Huruf
Arab Huruf Latin Keterangan
Tidak dilambangkan ا
b be ب
t te ت
ts te dan es ث
j Je ج
h ha dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d de د
dz de dan zet ذ
r Er ر
z zet ز
s es س
iv
sy es dan ye ش
s es dengan garis bawah ص
d de dengan garis bawah ض
t te dengan garis bawah ط
z zet dengan garis bawah ظ
ع
koma terbalik di atas hadap
kanan
gh ge dan ha غ
f ef ف
q Qo ق
k ka ك
l el ل
m em م
n en ن
w we و
h ha ه
ء
apostrop
y ya ي
v
b. Vokal
Dalam bahasa Arab, vokal sama seperti dalam bahasa Indonesia, memiliki
vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal
tunggal atau monoftong, ketentuan alih aksaranya sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
a fathah ــــــــــ
i kasrah ــــــــــ
u dammah ــــــــــ
Sementara itu, untuk vokal rangkap atau diftong, ketentuan alih aksaranya
sebagai berikut:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
ــــــــــ ي ai a dan i
au a dan u ــــــــــ و
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal
Arab
Tanda Vokal
Latin
Keterangan
â a dengan topi diatas اـــــ
î i dengan topi atas ىـــــ
û u dengan topi diatas وـــــ
vi
d. Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan huruf alif dan
lam ( ال ), dialih aksarakan menjadi huruf “l” (el), baik diikuti huruf
syamsiyyahatau huruf qamariyyah. Misalnya: اإلجثهاد = al-ijtihâd
al-rukhsah, bukan ar-rukhsah =الرخصة
e. Tasydîd (Syaddah)
Dalam alih aksara, syaddah atau tasydîd dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah. Tetapi, hal ini tidak
berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya: الشفعة = al-syuî
‘ah, tidak ditulis asy-syuf ‘ah
f. Ta Marbûtah
Jika ta marbûtah terdapat pada kata yang berdiri sendiri (lihat contoh 1) atau
diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2), maka huruf ta marbûtah tersebut
dialihaksarakan menjadi huruf “h” (ha). Jika huruf ta marbûtah tersebut
diikuti dengan kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihasarakan menjadi
huruf “t” (te) (lihat contoh 3).
No Kata Arab Alih Aksara
syarî ‘ah شريعة 1
al- syarî ‘ah al-islâmiyyah الشريعة اإلسالمية 2
Muqâranat al-madzâhib مقارنة المذاهب 3
g. Huruf Kapital
Walau dalam tulisan Arab tidak dikenal adanya huruf kapital, namun dalam
transliterasi, huruf kapital ini tetap digunakan sesuai dengan ketentuan yang
berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Perlu diperhatikan bahwa
jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka huruf yang ditulis dengan
vii
huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal kata
sandangnya. Misalnya, البخاري= al-Bukhâri, tidak ditulis al-Bukhâri.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD juga dapat diterapkan dalam alih aksara
ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring atau cetak tebal.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama yang berasal dari dunia
Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meski akar kara nama
tersebut berasal dari bahasa Arab. Misalnya: Nuruddin al-Raniri, tidak ditulis
Nûr al-Dîn al-Rânîrî.
h. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l), kata benda (ism) atau huruf (harf), ditulis
secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara dengan
berpedoman pada ketentuan-ketentuan di atas:
No Kata Arab Alih Aksara
1 المحظوراتالضرورة تبيح al-darûrah tubîhu
almahzûrât
اإلقتصاد اإلسالمي 2 al-iqtisâd al-islâmî
أصول الفقه 3 usûl al-fiqh
al-‘asl fi al-asyyâ’ alibâhah األشياء اإلباحة األصل فى 4
المصلحة المرسلة 5 al-maslahah al-mursalah
viii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat, hidayah, serta inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Shalawat serta salam selalu tercurah kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliah ke zaman ilmiah seperti
sekarang ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak sedikit
hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi, namun pada akhirnya selalu ada
jalan kemudahan, tentunya tidak terlepas dari beberapa individu yang sepanjang
penulisan skripsi ini banyak membantu dan memberikan bimbingan dan masukan
yang berharga kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.
Dengan demikian dengan kesempatan yang berharga ini penulis
mengungkapkan rasa hormat serta ucapan terimakasih dan penghargaan yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Phil. Asep Saepudin Jahar, M.A., Dekan Fakultas Syari’ah dan
Hukum serta para Pembantu Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, Ketua Program Studi Perbandingan
Mazhab dan Ibu Hj. Siti Hana, S.Ag, Lc., M.A, Sekretaris Program Studi
Perbandingan Mazhab.
3. Bapak Dr. Ahmad Mukri Aji M.A dosen penasehat akademik penulis.
4. Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi, M.Si, dan Bapak Sutan Mara Rambe,
S.H.I, M.H, dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu serta
memberikan arahan, saran dan ilmunya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
5. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah mendidik dan
memberikan ilmu yang tak ternilai harganya, sehingga penulis dapat
ix
menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kedua orang tua tercinta Ayahanda Jamilus Caniago dan Ibunda Maidarlis
Piliang yang telah merawat dan mendidik dengan baik sampai saat ini.
Dengan kasih sayangnya yang abadi, dengan do’anya yang tiada henti,
dengan kesabarannya yang tak tertandingi dan selalu memberikan penulis
support baik segi moril maupun materil. Terimakasih atas segala didikannya,
doanya, kesabarannya, jerih payahnya, serta nasihat yang selalu mengalir
tiada henti tanpa pernah jemu hingga ananda dapat menyelesaikan studi. Juga
kepada kakak penulis Muhammad Isa Malik, dan adik penulis Annisa Arrad,
Siti Nur Jannah yang telah menemani, memberikan doa serta dukungan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7. Guru sehat Dr. Tubagus Wahyudi, S.T, M.Si, MCHt, CHI, beserta seluruh
dewan wali, kakak asisten dosen, senior dan kesulthonan juga seluruh insan
Kahfi Bbc Motivator School yang tidak pernah lelah memberikan doa,
dukungan. Motivasi, dan nasihat sehingga penulis dapat menyelesaikan
kewajibannya. Semoga seluruh insan Kahfi selalu berada dalam lindungan dan
kasih sayang Allah.
8. Keluarga Incredible bee, Kahfi Bbc Motivator School angkatan 18.
Terimakasih selalu menemani, mendengarkan serta memeberi dukungan.
Semoga keluarga kecil kita selalu di rahmati Allah SWT.
9. Satria Kurniawan Pamungkas, Sinta Amelia, Sarah Maulidiyanti,
Muharramah, Siti Sarah, Ana Miftahul Jannah, Nur Asiah, Fahmi Pajrianto
dan Wilda Utami Rizkillah, yang telah menerima penulis, menyemangati,
memotivasi dan menjadi teman suka maupun duka. Semoga persahabatan ini
akan selalu terjalin sampai Jannah-Nya.
10. Teman-teman seperjuangan Prodi Perbandingan Mazhab dan Hukum angkatan
2014, Terkhusus sahabat-sahabatku Ladies PMH 2014. Terimakasih sudah
memberikan arti dari sebuah persahabatan tanpa melihat harta, tahta, dan
lainnya, selama 4 tahun kita bersama.
x
11. Rekan rekan kerja PT. Ocean Trimitra Cemerlang yang telah memberikan
nasehat, saran dan penyemangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan baik. Semoga rekan rekan semua sukses selalu dalam karir, bahagia
dunia akhirat, dan diberikan rezeki yang melimpah.
Akhir kata semoga Allah SWT membalas semua kebaikan atas bantuan
yang telah diberikan kepada penulis. Semoga kebaikan kalian menjadi berkah dan
amal jariyah untuk kita semua. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis serta pembaca pada umumnya. Aamiin
Jakarta, 25 Oktober 2018
Penulis
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL . .................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................. ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ................................................
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iii
ABSTRAK ..................................................................................................... iv
PEDOMAN TRANSLITERASI .................................................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah .................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................. 6
D. Review kajian terdahulu ........................................................ 7
E. Metode Penelitian .................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan ............................................................ 10
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA RINGAN 12
A. Definisi Tindak Pidana Ringan ............................................. 12
B. Kedudukan Hukum Tindak Pinada Ringan ........................... 17
C. Proses Penanganan Tindak Pidana Ringan ............................ 23
D. Teoritis Restorative Justice dan Tujuan Pemidanaan ............... 30
BAB III PUTUSAN PENGADILAN NO. 86/Pid.B/2013/PN.SDA ......... 33
A. Deskripsi Putusan .................................................................. 33
B. Putusan dan pertimbangan Hakim ......................................... 40
BAB IV KEADILAN RESTORATIVE DALAM PERKARA TINDAK
PIDANA RINGAN ................................................................... 42
xiii
A. Tindak Pidana Ringan Dalam Proses Peradilan Pidana ........ 42
B. Tindak Pidana Ringan Dalam Ketentuan Hukum Islam ....... 53
BAB V PENUTUP .................................................................................... 59
A. Kesimpulan ........................................................................... 59
B. Saran ...................................................................................... 59
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 61
DAFTAR LAMPIRAN
14
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hukum merupakan tiang utama dalam menggerakkan sendi sendi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, salah satu
ciri dari suatu negara hukum terletak pada kecenderungannya untuk menilai
tindakan tindakan yang dilakukan oleh masyarakat atas dasar peraturan–peraturan
hukum. Dalam artian bahwa sebuah negara dengan konsep negara hukum selalu
mengatur setiap tindakan dan tingkah laku masyarakatnya berdasarkan atas
Undang Undang yang berlaku untuk menciptakan, memelihara dan
mempertahankan kedamaian pergaulan hidup, hal ini agar sesuai dengan yang
diamanatkan dalam pancasila dan UUD 1945 bahwa setiap warga negara berhak
atas rasa aman dan bebas dari segala bentuk kejahatan.1
Indonesia adalah negara hukum, hal ini disebutkan didalam UUD 1945
pasal 1 ayat (3), yaitu suatu negara yang dalam menjalankan pemerintahannya
hukum dijadikan patokan utama dengan tujuan agar terciptanya kehidupan yang
aman dan tentram.2 Di Indonesia hukum dibagi menjadi dua, yaitu hukum perdata
dan pidana, hukum pidana berarti peraturan yang mengatur terhadap pelanggaran
yang menyangkut atau berhubungan dengan kepentingan umum serta peraturan
yang menentukan perbuatan mana yang diancam dengan pidana yang merupakan
suatu penderitaan dan siksaan.
Hukum pidana adalah bagian keseluruhan hukum yang berlaku disuatu
negara, yang mengadakan dasar dasar dan aturan aturan untuk : Menentukan
perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
1https://jurnalsrigunting.wordpress.com/2012/12/22/independensi-mahkamah-konstitusi-
dalam-memutus-perkara/, diakses 27 Juni 2018 2 UUD Republik Indonesia tahun 1945
2
mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yang telah diancamkan. Menentukan dengan cara bagaimana
pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah
melanggar larangan tersebut,3 atau disangka telah melakukan tindak pidana.
Tindak pidana adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh manusia yang
dapat bertanggung jawab yang mana perbuatan tersebut dilarang atau tidak
diperbolekan untuk dilakukan oleh Undang Undang Hukum Pidana yang diberi
sanksi berupa sanksi pidana yang merupakan tindakan yang tidak hanya
dirumuskan oleh Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai tindak
pidana. Jika dalam arti luas hal ini berhubungan dengan pembahasan masalah
deliviensi, deviasi, kualitas kejahatan berubah–ubah, proses kriminalisasi dan
deskriminalisasi suatu tindakan atau tindak pidana mengingat tempat, waktu,
kepentingan, dan kebijaksanaan golongan yang berkuasa dan pandangan hidup,
berhubungan dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan kebudayaan pada masa
dan tempat tertentu.4
Menurut Aristoteles yang memerintah dalam negara bukanlah manusia
sebenarnya, melainkan fikiran yang adil, sedangkan penguasa sebenarnya hanya
pemegang hukum dan keseimbangan saja, kesusilaan yang akan menentukan baik
tidaknya suatu peraturan undang undang dan membuat undang undang adalah
sebagian dari kecakapan menjalankan pemerintahan negara. Oleh karena itu
menurut Aristoteles, bahwa yang penting adalah mendidik manusia menjadi
warga negara yang baik, karena dari sikapnya yang adil akan terjamin
kebahagiaan hidup warga negaranya.5
Kaidah yang terkandung dalam ajaran Aristoteles tersebut adalah
menempatkan hukum sebagai supremasi tertinggi dalam kekuasaan negara. Secara
yuridis Indonesia memang benar menerapkan hukum sebagai supremasi negara
3 Moeljatno, Asas–Asas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 1993) h.1
4S.R. Sianturi, Asas Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, (Jakarta :
Storia Grafika, 2002) h. 204 5Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta : Sinar
Bakti, 1988) h.154
3
sebagaimana termaktub dalam UUD pasal 1 ayat (3) tadi. Hal ini berimplikasi
pada setiap perbuatan warga negara Indonesia harus mengikuti ketentuan hukum
yang berlaku termasuk didalamnya mengenai tindak pidana ringan.
Menurut teori Parsons, tindakan individu pada tempatnya pertama
tidaklah dilihat sebagai suatu kelakuan biologis, melainkan sebagai suatu
kelakuan yang bermakna. Tindakan seseorang senantiasa ditempatkan dalam
kaitan (sosial) tertentu dengan perkataan lain merupakan tindakan yang
berstruktur.6Kasus tindak pidana ringan (tipiring) adalah kasus yang tidak asing
lagi bagi sebagian besar masyarakat Indonesia baik dari kalangan menengah
kebawah maupun dari kalangan menengah keatas. Maraknya kasus hukum
tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai faktor salah satunya adalah tekanan
ekonomi dan kemiskinan.
Dewasa ini masalah hukum pidana banyak dibicarakan dan menjadi
sorotan, baik dalam teori maupun praktek dan bahkan ada usaha untuk menyusun
Undang Undang Hukum Pidana Nasional, usaha tersebut adalah bertujuan untuk
mengatasi berbagai kelemahan dan kekurangan yang ada dalam KUHP yang
berlaku sekarang, yang merupakan peninggalan zaman penjajahan dalam
kenyataannya masih dipakai pada masa orde baru di zaman kemerdekaan ini, yang
ternyata banyak pengaturan didalamnya yang sudah tidak sesuai lagi dengan jiwa
dan semangat pancasila dan UUD 1945 maupun dengan situasi dan kondisi
masyarakat saat ini.7
Sejak dahulu sampai sekarang problem penjatuhan vonis terhadap pelaku
kejahatan marak diperbincangkan dan diperdebatkan, terutama terkait dengan
penerapan sanksi hukum pidana. Menurut Alf Ross dalam bukunya “On Guil
Responsibility and Punishment” ada dua tujuan pemidanaan : pertama ditujukan
pada pembalasan penderitaan terhadap pelaku dan kedua terhadap perbuatan para
6Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial (Yogyakarta : Gentha Publishing,
2009) h.22 7Suparni Niniek, Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan Pemidanaan,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2007) h.1
4
pelaku.8 Sementara Leo Polak menilai bahwa penjatuhan pidana lebih ditujukan
untuk menjaga keseimbangan tertib hukum. Itulah sebabnya pidana harus di
efektifkan untuk menjaga keseimbangan tata tertib hukum dan masyarakat agar
tidak terganggu.
Polemik dalam masyarakat akan muncul ketika hakim menjatuhkan
pidana yang berbeda. Kondisi ini dipersepsikan publik sebagai bukti tidak adanya
keadilan (social justice) didalam sebuah negara hukum dan sekaligus akan
melemahkan atau bahkan menghilangkan kepercayaan terhadap sistem penegak
hukum (law emforcement) itu sendiri. Dari sini akan nampak suatu persoalan
serius apakah putusan hakim tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku di
Indonesia ?, apakah hakim telah melaksanakan tugasnya menegakkan hukum dan
keadilan ?
Hakim mempunyai kewenangan untuk menyimpangi ketentuan ketentuan
hukum tertulis yang telah ketinggalan zaman sehingga tidak lagi mampu
memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan mencakupkan pertimbangan
hukumnya secara jelas dan tajam dengan mempertimbangkan berbagai aspek
kehidupan hukum.9 Menurut pendapat Satjipto Rahardjo mengungkapkan bahwa
semenjak hukum modern digunakan, pengadilan bukan lagi tempat untuk mencari
keadilan. pengadilan tidak lebih hanya menjadi lembaga yang berkutat pada
aturan main dan prosedur. Dia juga berpendapat bahwa hukum modern tidak saja
menyebabkan terjadinya perubahan yang amat besar dan mendasar dalam
penyelenggaraan hukum. Namun kehadirannya juga tak jarang menjadi beban
bagi masyarakat penerimanya.10
Bahwa banyaknya perkara perkara tindak pidana ringan (tipiring) seperti
pencurian dengan nilai barang yang kecil yang kini diadili di pengadilan cukup
mendapat sorotan masyarakat. Masyarakat umumnya menilai bahwa sangatlah
tidak adil jika perkara perkara tersebut diancam 5 (lima) tahun sebagaimana diatur
8 Marwah Mas, Kongfigurasi Penjatuhan Tindak Pidana, Hukum Online, h. 1
9 Ahmad Kamil dan M.Fauzan, Hukum Yurispudensi, (Jakarta : Kencana, 2008) h. 9
10Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perubahan Sosial (Yogyakarta : Gentha Publishing,
2009) h.76
5
dalam pasal 362 KUHP oleh karena tidak sebanding dengan nilai barang yang
dicurinya. 11
Jika kita bandingkan dengan para pelaku tindak pidana berat misalnya
koruptor, tentu hal ini menimbulkan reaksi yang membuat geram masyarakat.
Dalam praktiknya, hakim mengadili suatu perkara sering dihadapkan pada suatu
ketentuan bahwa kasus tersebut belum diatur dalam suatu peraturan, yang
menyebabkan terhambatnya upaya mewujudkan penegakkan hukum, hal ini
karena peraturan terdahulu tidak lengkap dan sudah ketinggalan zaman. Mau tidak
mau hakim harus mampu mengatasi problem tersebut dengan kewajiban mencari,
menggali fakta, dan menemukan hukum sesuai nilai-nilai dan rasa keadilan yang
hidup dalam masyarakat.12
Pengaturan tindak pidana ringan saat ini diasumsikan sebagai semacam
perlindungan dari adanya penegakan hukum yang tidak proporsional terhadap
tindak pidana yang kerugiannya dianggap tidak serius. Logika bahwa penentuan
tindak pidana ringan ini berhubungan dengan proses penanganan di pengadilan,
meski mungkin dengan alasan berbeda, dapat ditemukan kembali dalam KUHAP
yang kemudian berlaku di Indonesia. Mungkin, karena belum ditemukan mengapa
pada waktu itu sistem penanganan tindak pidana ringan yang asalnya dari masa
kolonial ini dipertahankan.13
Berdasarkan uraian diatas, bagaimana putusan pengadilan terhadap
tindak pidana ringan ditinjau dari hukum positif dan hukum islam?, maka penulis
tertarik untuk mengangkat tema tersebut kedalam bentuk tulisan (skripsi) dengan
judul Penegakkan Hukum Terhadap Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan
Pengadilan Negri Sidoarjo No.86/Pid.B/2013/PN.SDA).
11
Penjelasan Umum Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012 tentang
Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam KUHP h. 4 12
Binsar Gultom, Pandangan Kritis Seorang Hakim Dalam Penegakkan Hukum di
Indonesia, (Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012) h.59 13
https://jurnalmedia.neliti.com/media/publications/3217-ID-kajian-terhadap-tindak-
pidana-ringan-dalam-proses-peradilan-pidana.pdf, diakses 3 Mei 2018
6
B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka perlu adanya
pembatasan yang menjadi fokus dalam pembahasan skripsi ini. Untuk
mengefektifkan dan memudahkan pembahasan maka penulis membatasi
permasalahan dalam penulisan skripsi ini pada pembahasan mengenai Penegakkan
Hukum Terhadap Tindak Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Sidoarjo No. 86/Pid.B/2013/PN.SDA)
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah diatas maka penulis merumuskan
pokok permasalahan skripsi ini adalah Penegakkan Hukum Terhadap Tindak
Pidana Ringan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No.
86/Pid.B/2013/PN.SDA).
Pokok permasalahan diatas diurai dalam pertanyaan penelitian sebagai
berikut. Apakah Putusan Pengadilan Negeri sesuai dengan Hukum Islam dan
Hukum Positif ?
3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kesesuaian Putusan Pengadilan Negeri dengan Hukum
Islam dan Hukum Positif
b. Manfaat Penelitian
a) Dalam bidang akademik penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang putusan hakim
terhadap tindak pidana ringan ditinjau dari hukum positif dan hukum islam
secara langsung dapat merespon kenyataan yang terjadi pada masa kini.
b) bagi masyarakat luas penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman yang mendalam tentang putusan pengadilan
terhadap tindak pidana ringan.
7
c. Review Study Terdahulu
Penulis melakukan tinjauan terhadap kajian kajian terdahulu, diantaranya
adalah skripsi yang berjudul “disparitas hukum dalam memutuskan sebuah
perkara tindak pidana narkoba (tentang putusan kasasi di mahkamah
agung)” yang ditulis oleh Asep Maulana, Program Studi Perbandingan Mazhab
Fiqih 2006. Skripsi ini menyimpulkan bahwa putusan hakim Mahkamah Agung
pada perkara tindak pidana narkotika dengan perkara Nomor 1378K/PID/2000,
telah menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana : mengedarkan psikotropika yang berupa obat
yang tidak terdaftar pada departemen yang bertanggung jawab di bidang
kesehatan dan menghukum terdakwa dengan pidana penjara 6 (tahun) dan denda
Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Jika pidana tersebut tidak dibayar,
maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Penelitian selanjutnya yaitu “kajian hukum pidana islam terhadap
putusan hakim tentang pemalsuan akta otentik oleh notaris (analisis putusan
mahkamah agung nomor 1568K/Pid/2008)” yang ditulis oleh Dwi Cahyo
Nugroho, Program Studi Kepidanaan Islam 2015. Skripsi ini menyimpulkan
bahwa berdasarkan hasil analisa terhadap putusan hakim Mahkamah Agung
Nomor : 1568K/Pid/2008. Dalam perkara pemalsuan akta otentik baik menurut
hukum positif dan hukum islam, menunjukkan bahwa putusan tersebut ditolak
karena terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan akta otentik,
pemalsuan surat hutang dan penggelapan barang karena jabatannya. Sudah
memberikan keadilan, hal ini didasarkan kepada tindakan Khalifah Umar ibn Al-
Khatab yang telah diberikan jilid sebanyak 100 (seratus) kali jilid dan hukuman
pengasingan terhadap Mu’an Ibn Zaidah sebagai pelaku pemalsuan stempel Ba’it
al-maal.
Penelitian selanjutnya yaitu “penyesuaian batasan tindak pidana
ringan dan jumlah denda dalam KUHP terhadap perkara tindak pidana
pencurian (analisis peraturan Mahkamah Agung nomor : 02 Tahun 2012
8
tentang penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam
KUHP)” yang ditulis oleh Muhammad Soma Karya Madari, Program Studi Ilmu
Hukum 2014. Skripsi ini menyimpulkan bahwa implikasi yang ditimbulkan dari
berlakunya PERMA No. 02 Tahun 2012 tentang penyesuaian batasan tindak
pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP. Implikasi berlanjut pada
ditandatanganinya Nota kesepakatan bersama antara Menteri Hukum dan HAM
RI, Mahkamah Agung RI, Kejaksaan Agung RI, dan Kepolisian RI, tentang
pelaksanaan penerepan penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah
denda, acara pemeriksaan cepat, serta penerapan keadilan restoratif (restorative
justice) dilakukan agar lembaga lembaga hukum terkait dapat berkordinasi dengan
baik untuk menerapkan PERMA No. 02 Tahun 2012 dan dapat menyelesaikan
perkara di level bawah yaitu diluar pengadilan khususnya pihak kepolisian dan
kejaksaan dalam memperoses kasus kasus tindak pidana ringan dan perkara
perkara yang dijatuhi hukuman denda.
Dari skripsi yang telah diuraikan diatas penulis berpendapat bahwa
skripsi yang ditulis ini berbeda dengan skripsi diatas. Jika skripsi pertama fokus
pembahasannya mengenai disparitas hukum dalam tidak pidana narkoba,
kemudian skripsi kedua fokus pembahasannya putusan hakim tentang pemalsuan
akta otentik oleh notaris, dan skripsi ketiga fokus pembahasannya mengenai
batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda dalam KUHP terhadap perkara
tindak pidana pencurian, dalam penelitian ini penulis memfokuskan permasalahan
dalam penegakkan hukum terhadap tindak pidana ringan.
d. Metode Penelitian
Untuk penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum
normatif tertulis, yaitu metode penelitian hukum terhadap aturan hukum yang
tertulis. Pada penelitian hukum normatif peraturan perundangan yang menjadi
objek penelitian menjadi sumber data primer dalam penelitian yang dilakukan.
9
Dalam penelitian ini, penulis melakukan pengumpulan bahan bahan baik yang
terpublikasi atau tidak yang berkenaan dengan bahan bahan yang dikaji.14
1. Jenis Penelitian
Dalam menghimpun bahan yang dijadikan skripsi dalam penelitian ini
penulis menggunakan jenis penelitian yuridis normatif (penelitian hukum
normatif) yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan meneliti bahan pustaka
atau data sekunder belaka.15
Sesuai dengan karakteristik kajiannya, maka
penelitian ini menggunakan metode library reaserch (kajian kepustakaan) dengan
pendekatan kualitatif. penelitian ini juga menggunakan metode perbandingan
hukum dalam hal ini penulis membandingkan antara hukum pidana islam dan
hukum pidana positif mengenai putusan pengadilan terhadap tindak pidana ringan.
16
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer dalam penelitian ini adalah kitab kitab fiqh jinayah seperti fiqh
jinayah karya Mustofa Hasan M.Ag, kitab fiqih empat mazhab karya Syaikh Al-
‘Allamah Muhammad bin ‘Abdurrahman ad-Dimasyqi, kitab bidayatul mujtahid
wa nihayatul muqtashid karya Kholid Al-‘Atthor, Undang Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1995, buku dasar dasar hukum pidana di Indonesia
karya Drs, P.A.F Lamintang S.H, Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP),
Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Data sekunder dalam penelitian ini adalah berbagai dokumen yang
berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian yang didapat dari artikel ilmiah,
jurnal jurnal hukum, hasil hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana,
14
Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta :
Lembaga Penelitiaan UIN Syarif Hidayatullah, 2010) h. 38 15
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, (suatu tinjauan
singkat) (Jakarta : Rajawali Perss, 2001), h. 13 16
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2008), h.100
10
pendapat para pakar hukum yang relevan dan berkaitan tentang tindak pidana
ringan. 17
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kajian kepustakaan yaitu upaya pengidentifikasi secara sistematis dan melakukan
analisis terhadap dokumen dokumen yang memuat informasi yang berkaitan
dengan tema, objek, dan masalah penelitian yang dilakukan. 18
4. Teknik Analisis Data
Teknik analitis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk
yang lebih muda di baca atau mudah dipahami dan diinformasikan kepada orang
lain. 19
pada tahapan analisis data, data diolah dan dimanfaatkan sedemikian rupa
hingga dapat menyimpulkan kebenaran kebenaran yang dapat dipakai untuk
menjawab persoalan yang diajukan dalam penelitian. Adapun data data tersebut
dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu menganalisis dan
menjelaskan suatu permasalahan dengan memberikan suatu gambaran secara jelas
sehingga menemukan jawaban yang diharapkan.
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulisan mengacu pada buku
“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2012”
6. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan skripsi ini penulis membagi dalam lima bab, yang
masing masing bab terdiri dari sub bab yang disesuaikan dengan isi dan maksud
17
J.Moelang, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : remaja rosada karya, 1997), h.
112-116 18
Fahmi Muhammad Ahmadi, Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta :
Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 17-18 19
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, (Bandung : Alfabeta, 2004), h.
244.
11
tulisan ini. Pembagian kedalam beberapa bab dan sub bab adalah bertujuan untuk
memudahkan pembahasan terhadap isi penulisan ini. adapun pembagiannya
adalah sebagai berikut:
BAB I meliputi latar belakang, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II merupakan tinjauan umum diantaranya definisi tindak pidana
ringan, kedudukan tindak pidana ringan, dan proses penanganan tindak pidana
ringan di pengadilan.
BAB III merupakan tinjauan umum mengenai deskripsi putusan
pengadilan negri purwokerto nomor : 86/Pid.B/2013/PN.SDA, dan dasar
pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana ringan.
Dalam BAB IV merupakan pembahasan inti, yaitu hukum pidana
islam terhadap putusan, hukum pidana terhadap putusan, kemudian hukum, kelas
dan ideologi tindak pidana ringan, dan kekuasaan kehakiman.
Dalam BAB V ini penulis mengakhiri penulisan ini dengan
memberikan kesimpulan dan juga menyampaikan beberapa saran yang
berhubungan dengan kajian penulisan.
12
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA RINGAN
A. Definisi Tindak Pidana Ringan
Kata pencurian dalam bahasa Arabnya adalah al-Sariqah yang menurut
etimologi berarti melakukan sesuatu tindakan terhadap orang lain secara
tersembunyi. Misalnya istaraqqa al-sama’(mencuri pandang).20
Beberapa Ulama’
Fiqh memiliki definisi yang beragam dalam mendefinisikan definisi pencurian.
Menurut Syarbini al-Khatib yang disebut pencurian adalah mengambil barang
orang lain secara sembunyi-sembunyi ditempat penyimpanan dengan maksud
untuk memiliki yang dilakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi
syarat-ayarat tertentu.21
begitu juga dengan Salim al-Uwa yang mendefinisikan
pencurian adalah sebuah tindakan mengambil harta orang lain secara sembunyi
sembunyi dengan niat untuk memiliki barang tersebut.22
Penekanan dalam definisi mencuri adalah mengambil harta orang lain
secara sembunyi-sembunyi dengan pengertian bahwa mengambil tanpa
sepengetahuan dan ketahuan pemiliknya dan telah disimpan pada tempat yang
semestinya. Misalnya, seorang mengambil harta disebuah rumah ketika
pemiliknya sedang berpergian atau tidur adanya persyaratan dalam keadaan
“sembunyi-sembunyi” seperti tertera dalam definisi diatas, menunjukkan bahwa
yang mengambil harta orang lain secara terang-terangan tidak termasuk kategori
pencurian yang diancam dengan hukuman had akan tetapi ancaman atas pelaku
penipuan atau pencopetan adalah hukuman ta’zir bukan hukuman potong tangan
seperti dikenakan terhadap pelaku pencurian.23
20
Muhammad Amin Suma dkk, Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek, dan
Tantangan (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2001) h.11 21
Syarbini al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, (Mesir : Dar al-Bab al-Halabi wa awladuhu,
1958) h.158 22
Salim al-Uwa, Fi Usuli al-Nizami al-Jina’i al-Islami, (Kairo : Dar al-Ma’rif, 1978)
h.160 23
Muhammad Amin Suma dkk, Pidana Islam...,h.122
13
Hukum pidana Islam sering disebut dalam fiqih dengan istilah jinayah
atau jarimah. Jinayah merupakan bentuk verbal noun (masdar) dari kata jana.
Hukum pidana atau fiqih jinayah. Jinayah merupakan suatu tindakan yang
dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan bahaya bagi jiwa, harta,
keturunan,dan akal (intelegensi). Sebagian fuqaha menggunakan kata jinayah
untuk perbuatan yang berkaitan dengan jiwa atau anggota badan, seperti
membunuh, melukai, menggugurkan kandungan dan lain sebagainya. Dengan
demikian istilah fiqih jinayah sama dengan hukum pidana. 24
Dalam jinayah (tindak pidana) dalam islam dilihat dalam berat ringannya
hukuman ada tiga jenis yaitu : hudud, qisas, diyat, ta’zir.25
1. Jarimah Hudud yaitu : perbuatan yang melanggar hukum yang jenis dan
ancaman hukumannya ditentukan oleh nash yaitu hukum had (hak Allah).
Hukum had yang dimaksud tidak punya batasan terendah dan tertinggi,
tidak bisa dihapuskan oleh perorangan (si qorban atau walinya) atau
masyarakat yang mewakili (ulil amri)
2. Jarimah qisas yakni hukuman yang apabila dimaafkan maka qisas dapat
diganti dengan diyat atau perbuatan yang diancam dengan hukuman qisas
dan diyat. Baik hukuman qisas dan diyat merupakan hukuman yang telah
ditentukan batasnya, tidak ada batas terendah dan tertinggi tetapi menjadi
hak perorangan (si korban dan walinya), ini berbeda dengan hukuman had
yang menjadi hak Allah semata.
3. Jarimah ta’zir yaitu memberi pelajaran, artinya suatu jarimah yang
diancam dengan hukuman ta’zir yaitu hukuman selain had dan qisas diyat.
Lafadz ta’zir berasal dari kata “azzara” yang berarti mendidik, karena
ta’zir dimaksudkan untuk mendidik dan memperbaiki pelaku agar ia
menyadari perbuatan jarimahnya kemudian meninggalkan dan
menghentikannya.
24
Makhrus Munajat, Dekontruksi Hukum Pidana Islam (Sleman:Logung Pustaka,2004),
h.2 25
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.11
14
Dalam jinayah (tindak pidana) dalam Islam dilihat dari segi objeknya
atau sasaran yang terkena oleh tindak pidana (jarimah) maka jarimah itu dapat
dibagi menjadi dua bagian yaitu : 26
1. Tindak pidana (jarimah) perseorangan, yaitu suatu jarimah dimana
hukuman terhadap pelakunya dijatuhkan untuk melindungi hak
perseorangan (individu). Misalnya : penghinaan, penipuan, dan
sebagainya.
2. Tindak pidana (jarimah) masyarakat, yaitu suatu jarimah dimana
hukuman terdapat pelakunya dijatuhkan untuk melindungi kepentingan
masyarakat. Misalnya: penipuan bahan - bahan pokok, korupsi, dan
sebagainya.
Dalam jinayah (tindak pidana) dalam Islam dilihat dari segi cara
melakukannya maka jarimah itu dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu : 27
1. Jarimah positif adalah jarimah yang terjadi karena melakukan perbuatan
yang dilarang seperti mencuri, zina, dan pemukulan.
2. Jarimah negatif adalah jarimah yang terjadi karena meninggalkan
perbuatan, seperti tidak mau bersaksi, enggan melakukan shalat dan puasa.
Ditinjau dari segi motifnya, tindak pidana (Jarimah) dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu : 28
1. Tindak pidana (Jarimah) biasa, yaitu tindak pidana (Jarimah) yang
dilakukan oleh seseorang tanpa mengkaitkannya dengan tujuan-tujuan
politik. Misalnya: mencuri ayam, membunuh, menganiaya, dan
sebagainya.
2. Tindak pidana (Jarimah) politik, yaitu tindak pidana (Jarimah) yang
merupakan pelanggaran terhadap peraturan pemerintah atau pejabat
pejabat pemerintah atau terhadap garis-garis politik yang telah ditentukan
oleh pemerintah. Misalnya: pemberontakan bersengaja, mengacaukan
perekonomian dengan maksud politik, perang saudara, dan sebagainya.
26
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), h.12 27
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 23 28
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000), h. 24-25
15
Tindak pidana (jarimah) pencurian didefinisikan sebagai perbuatan
mengambil harta orang lain secara diam diam dengan i’tikad tidak baik, yang
dimaksud dengan mengambil harta secara diam diam adalah mengambil barang
orang lain tanpa sepengetahuan pemiliknya dan tanpa kerelaannya, seperti
mengambil barang dari rumah orang lain ketika penghuninya keluar. 29
Menurut syara’, pencurian adalah mengambil harta orang lain yang oleh
mukallaf secara sembunyi-sembunyi dengan nisab 10 dirham yang dicetak,
disimpan pada tempat penyimpanan yang biasa digunakan atau dijaga oleh
seorang penjaga dan tidak ada syubhat. 30
Kata pencurian dalam bahasa Arabnya adalah al-Sariqah yang menurut
etimologi berarti melakukan sesuatu tindakan terhadap orang lain secara
tersembunyi. Misalnya istaraqqa al-sama’(mencuri pandang).31
Beberapa Ulama’
Fiqh memiliki definisi yang beragam dalam mendefinisikan definisi pencurian.
Menurut Syarbini al-Khatib yang disebut pencurian adalah mengambil barang
orang lain secara sembunyi-sembunyi ditempat penyimpanan dengan maksud
untuk memiliki yang dilakukan dengan sadar atau adanya pilihan serta memenuhi
syarat-syarat tertentu.32
begitu juga dengan Salim al-Uwa yang mendefinisikan
pencurian adalah sebuah tindakan mengambil harta orang lain secara sembunyi
sembunyi dengan niat untuk memiliki barang tersebut.33
Penekanan dalam definisi mencuri adalah mengambil harta orang lain
secara sembunyi-sembunyi dengan pengertian bahwa mengambil tanpa
sepengetahuan dan ketahuan pemiliknya dan telah disimpan pada tempat yang
semestinya. Misalnya, seorang mengambil harta disebuah rumah ketika
pemiliknya sedang berpergian atau tidur adanya persyaratan dalam keadaan
“sembunyi-sembunyi” seperti tertera dalam definisi diatas, menunjukkan bahwa
29
Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam (Jakarta : Gema Insani, 2003), h. 28 30
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, (Kencana, Jakarta,2010) h. 82. 31
Muhammad Amin Suma dkk, Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek, dan
Tantangan (Jakarta : Pustaka Firdaus, 2001) h.11 32
Syarbini al-Khatib, Mughni al-Muhtaj, (Mesir : Dar al-Bab al-Halabi wa awladuhu,
1958) h.158 33
Salim al-Uwa, Fi Usuli al-Nizami al-Jina’i al-Islami, (Kairo : Dar al-Ma’rif, 1978)
h.160
16
yang mengambil harta orang lain secara terang-terangan tidak termasuk kategori
pencurian yang diancam dengan hukuman had akan tetapi ancaman atas pelaku
penipuan atau pencopetan adalah hukuman ta’zir bukan hukuman potong tangan
seperti dikenakan terhadap pelaku pencurian.34
Dalam pasal 205 ayat (1) KUHAP : “Yang diperiksa menurut acara
pemeriksaan tindak pidana ringan ialah perkara yang diancam dengan pidana
penjara atau kurungan paling lama tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya
tujuh ribu lima ratus rupiah dan penghinaan ringan kecuali yang ditentukan dalam
Paragraf 2 Bagian ini.”
Kemudian dengan adanya penyesuaian denda dalam Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak
Pidana Ringan dan Jumlah Denda Dalam KUHP, diterbitkanlah Nota Kesepakatan
Bersama Ketua Mahkamah Agung, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia,
Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor
131/KMA/SKB/X/2012, M.HH-07.HM.03.02, KEP-06/E/EJP/10/2012,
B/39/X/2012 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan
Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta
Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice). Nota Kesepakatan 2012
menyebutkan bahwa tipiring adalah tindak pidana yang diatur dalam Pasal 364,
373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) bulan atau denda 10.000
(sepuluh ribu) kali lipat dari denda. 35
Merujuk pada ketentuan ketentuan diatas tindak pidana ringan (tipiring)
adalah perkara yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama
tiga bulan dan/atau denda sebanyak banyaknya Rp. 7.500 (dengan penyesuaian)
dan penghinaan ringan kecuali pelanggaran lalu lintas. Tidak dilakukan
penahanan terhadap pelaku tindak pidana ringan (tipiring) penahanan hanya dapat
dilakukan terhadap tersangka atau terdakwa dalam hal tindak pidana yang
dilakukannya itu diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. 36
34
Muhammad Amin Suma dkk, Pidana Islam...,h.122 35
Pasal 1 angka 1 Nota Kesepakatan 2012 36
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum
17
B. Kedudukan Hukum Tindak Pidana Ringan
Jarimah tentang pencurian diatur dalam QS Al-Maidah: 38
عزيز حكيم وللا ارقة فاقطعوا أيديهما جزاء بما كسبا نكال من للا ارق والس والس
Artinya : Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri,
potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan
dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Allah berfirman, memutuskan dan memerintahkan untuk memotong
tangan pencuri, baik laki-laki maupun perempuan. Sebagian fuqaha dari kalangan
penganut faham azh - Zhahiri berpendapat, bahwa jika seseorang mencuri, maka
tangannya harus dipotong, baik ia mencuri dalam jumlah yang sedikit maupun
banyak. Yang demikian itu didasarkan pada keumuman ayat di atas. Mereka tidak
memperhatikan batas ukuran tertentu barang yang dicuri, dan tidak pula pada
barang yang dilindungi atau tidak dilindungi, tetapi mereka hanya melihat pada
pencurian semata.37
Ayat 38 di dalam QS al-Maidah mengajarkan ”Pencuri laki-laki dan
perempuan hendaklah kamu potong tangan mereka sebagai balasan atas perbuatan
mereka dan merupakan hukuman pengajaran dari Allah yang maha kuasa dan
bijaksana. hadis Nabi pun mengajarkan bahwa “Batas pemotongan tangan adalah
pada pergelangan tangan dan pada tangan kanan.”38
Diriwayatkan oleh Umar bin Khattab yaitu : “diriwayatkan oleh
Ibn‘Umar, katanya: Nabi SAW telah memotong tangan seorang pencuri karena
mencuri sebuah perisai yang bernilai tiga dirham39
Hadis riwayat Aisyah
Radhiyallahu’anha, ia berkata: “Pada zaman Rasulullah Shallallahu alaihi
wassalam tangan seorang pencuri tidak dipotong pada (pencurian) yang kurang
dari harga sebuah perisai kulit atau besi (seperempat dinar) yang keduanya
berharga.40
37
Ahmad Hatta, Tafsir Qur’an Per Kata, (Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2009) h. 114 38
https://alquranmulia.wordpress.com/2015/12/07/tafsir-ibnu-katsir-surah-al-maa-idah-
ayat-38-40/ diakses 18 Juli 2018. 39
Shahih Muslim No.3194 40
Shahih Muslim No.3193
18
Menurut syara’, pencurian adalah mengambil harta orang lain yang oleh
mukallaf secara sembunyi-sembunyi dengan nisab 10 dirham yang dicetak,
disimpan pada tempat penyimpanan yang biasa digunakan atau dijaga oleh
seorang penjaga dan tidak ada syubhat.41
Adapun maksud pengertian tersebut
diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kalimat diambil oleh orang mukallaf yaitu orang dewasa yang waras, jika
seandainya yang mengambil harta mencapai jumlah satu nisab dilakukan
anak di bawah umur atau orang gila, maka ia tidak berhak diberikan
hukuman potong tangan.
b. Secara sembunyi–sembunyi kalau seandainya orang dewasa dan waras
mengambil harta secara terang terangan tidak secara sembunyi-sembunyi
maka ia tidak berhak dijatuhkan hukuman potong tangan menurut syara’,
karena ia tidak mengambil dengan sembunyi-sembunyi. oleh karena itu
orang yang mencopet tidak dinamakan sebagai pencuri menurut syara’,
yang mengharuskan potong tangan karena ia mengambil harta orang lain
secara terang terangan bukan sembunyi–sembunyi.
c. Nisab (jumlah) 10 dirham yang dicetak. Barangsiapa mencuri sebatang
perak yang tidak dicetak menjadi uang yang beratnya sepuluh dirham atau
lebih, sedangkan harganya kurang dari 10 dirham yang dicetak, maka ia
tidak dianggap sebagai seorang pencuri menurut syara’, karena itu ia tidak
dikenakan potong tangan.
d. Disimpan dengan penjagaan seorang penjaga. Maksudnya, barang yang
diambil itu dijaga oleh penjaga. Dalam hal ini barang tersebut diletakkan
di suatu tempat yang biasanya tidak disiapkan untuk penyimpanan barang,
tetapi ditentukan penjaganya, misalnya satpam dan sebagainya dengan
maksud agar barang tersebut tidak dicuri atau hilang. Sebagai contoh
orang-orang hendak membangun sebuah rumah atau bangunan meletakkan
sebuah besi-besi, semen-semen, balok-balok, batu-batu dan sebagainya di
41
Yanggo, H. Tahido, Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Temporer, ( Bandung : Angkasa,
2005), h. 58
19
tempat-tempat umum dan menunjuk seseorang untuk menjaganya dari
tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Jika seandainaya seseorang
mengambil sesuatu dari barang-barang tersebut walaupun dalam kelalaian
penjaganya dan barang yang diambil itu mencapai nishab (jumlah)
sepuluh dirham, maka ia dianggap pencuri oleh syara’ dan akan
dijatuhkan hukuman potong tangan.
e. Tidak ada syubhat. Maksudnya, tidak dipotong tangan orang yang
mengambil harta yang disimpan di tempat penyimpanannya, kecuali
apabila harta yang diambilnya itu luput dari syubhat, misalnya apabila si
suami mengambil harta istrinya dari tempat penyimpanannya maka suami
tersebut dihukum potongan tangan, karena pencampuran keduanya dalam
mu’asyarah zaujiyah merupakan suatu syubhat yang dapat menggugurkan
hukuman. Sedangkan hukuman menjadi gugur karna adanya syubhat
berdasarkan hadis Nabi SAW. Demikian pula halnya tidak dipotong
tangan orang yang mencuri harta dari kerabatnya, misalnya seorang
mencuri harta pamannya atau anak perempuan pamannya dan lain-lain.
Demikian juga hukumannya tidak dipotong tangan karena syubhat
memungkinkan harta yang dicuri adalah harta rampasan.
Mengenai hukuman pencurian para ulama berbeda pendapat.
Menurut imam Malik dan imam Syafi’i berpendapat bahwa “Pada pencurian
pertama yang di potong adalah tangan kanan, pada pencurian yang kedua kaki
kiri, yang ketiga tangan kiri dan pada pencurian yang keempat kaki kanan. Jika
pencuri masih melakukan pencurian maka yang kelima kalinya di hukum penjara
sampai ia bertaubat” 42
Adapun menurut pendapat “Atha, pencurian yang pertama di potong
tangannya, yang kedua di beri hukuman ta’zir. Menurut Zhahiri bawa pada
pencurian pertama di potong tangan kananya. Pada pencurian kedua di potong
tangan kirinya dan pada pencurian ketiga dikenakan hukuman ta’zir. Menurut
42
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab,
(Bandung : Hasyimi, 2013) h. 265
20
imam Abu Hanifa, pada pencurian pertama di potong tangannya kanannya,
pencurian kedua di potong kaki kirinya dan yang ketiga di penjara sampai tobat. 43
Dalam Perma No. 2 Tahun 2012 khususnya mengenai tindak pidana
pencurian ringan, merubah batasan dalam perkara-perkara tindak pidana ringan
sebagaimana tercantum dalam Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP
yang semula dibatasi minimal Rp 250 (dua ratus lima puluh rupiah) menjadi Rp
2.500.000 (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan jumlah pidana denda yang dilipat
gandakan menjadi 1000 (seribu) kali, kecuali terhadap Pasal 303 ayat (1) dan ayat
(2), Pasal 303 bis ayat (1) dan ayat (2) KUHP. Berdasarkan analisis Peraturan
Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 dapat dikemukakan hasil penelitian
sebagai berikut, bahwa Kedudukan Hukum Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2
Tahun 2012 secara subtansi adalah berkaitan penyesuaian batasan tindak pidana
ringan dan jumlah denda di dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun
2012 diperintahkan oleh peraturan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan
kewenangan, dalam hal ini berdasar atas Pasal 79 Undang-Undang Nomor 14
Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah melalui
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009
yang berbunyi: Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang
diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal
yang belum cukup diatur dalam Undang-Undang ini. Dasar hukumnya bersumber
pada Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. 44
Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat Penyesuaian
nilai rupiah pada Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan 482 KUHP menjadi Rp
43
Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘abdurrahman ad-Dimasyqi, Fiqih Empat Mazhab,
(Bandung : Hasyimi, 2013) h. 269 44
Pasal 24 ayat (1) mengamanatkan bahwa Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Mahkamah Agung sebagai pelaku kekuasaan kehakiman dan khususnya hakim wajib menafsirkan
undang-undang agar undang-undang berfungsi sebagai hukum yang hidup, karena hakim tidak
semata-mata menegakkan Undang-Undang, tetapi harus menemukan keadilan yang hidup di
tengah-tengah masyarakat dan ditegaskan dalam pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.
21
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah ) yang dilakukan oleh Mahkamah
Agung sebagai sarana dan upaya untuk memberikan keadilan bagi perkara yang
diadilinya. Tentunya dalam hal ini hakim tetap mempertimbangkan berat
ringannya perbuatan pelaku tindak pidana serta rasa keadilan di masyarakat Pada
pasal Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 berbunyi : Tiap jumlah
maksimum hukuman denda yang diancamkan dalam KUHP kecuali Pasal 303
ayat 1 dan ayat 2, 303 bis ayat 1 dan ayat 2, dilipatgandakan menjadi 1.000
(seribu ) kali. 45
Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2012 menuai pro-
kontra. Tentu saja pro-kontra itu tidak terlepas dari sisi pandang yang dijadikan
pijakan. Perdebatan atas Perma No. 2 Tahun 2012 itu belakangan tampak
mengarah pada latar belakang kelahiran Perma No. 2 Tahun 2012 itu sebagaimana
dilansir sejumlah media, yakni upaya pemberian rasa keadilan bagi masyarakat
terutama dalam penyelesaian perkara-perkara tindak pidana ringan (tipiring).
Apakah Perma No. 2 Tahun 2012 akan memberikan rasa keadilan bagi
masyarakat, tentu waktu yang akan mengujinya. Sebab dibalik penerbitan Perma
No. 2 Tahun 2012 itu terdengar juga pandangan yang mengkhawatirkan akan
menjamurnya kejahatan-kejahatan atau tindak pidana dengan nilai dendanya
dibawah 2,5 juta. Bahkan ada juga yang memahaminya pencurian uang dengan
nilai kurang dari 2,5 juta rupiah. Tetapi, kekhawatiran itu tentu bagi mereka yang
awam hukum, dimana Perma No. 2 Tahun 2012 dalam persepsi publik yang awam
mengacu pada nilai rupiahnya. Padahal Perma No. 2 Tahun 2012 tidak ditujukan
kepada seluruh tindak pidana, tetapi hanya pada tindak pidana ringan (tipiring). 46
Pemahaman terhadap Perma No. 2 Tahun 2012 perlu juga disejalankan
upaya pencerdasan publik akan mengenai tindak pidana ringan. Karena boleh jadi
tidak semua publik memahami apa-apa saja yang termasuk tindak pidana ringan
(tipiring). Secara teknis hukum yang dinamakan dengan tipiring adalah suatu
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan paling lama
tiga bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah dan
45
http://jurnal.untan.ac.id/index.php/nestor/article/view/5487, diakses pada tanggal 13 Juli
2018 46
Leonardo O.A Pandensolang, Jurnal Lex crimen, Vol. IV / No.1/ Jan-Mar/2015, h. 25
22
penghinaan ringan. Oleh sebab itu substansi Perma No. 2 Tahun 2012 itu
sebenarnya bukan pada nilai rupiahnya, tetapi pada tindak-tindak pidana yang
ancaman hukumannya paling lama 3 bulan dan itu yang tidak perlu ditahan. 47
Pro-kontra yang terjadi terhadap Perma No.2 Tahun 2012 tentu akan
bertemu simpulnya apabila setiap kita telah membaca secara lengkap Perma
dimaksud. Namun selain itu menarik untuk disimak bahwa penerbitan Perma No.
2 Tahun 2012 itu juga ditujukan untuk menghindari masuknya perkara-perkara
yang berpotensi mengganggu rasa keadilan yang tumbuh ditengah masyarakat dan
secara tidak langsung akan membantu sistem peradilan pidana, sebagaimana
disampaikan Ketua MA Harifin A Tumpa seperti ditulis hukum online.com 28
februari 2012 yang selengkapnya menyebutkan; Mahkamah Agung (MA) telah
menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 2 Tahun 2012 tentang
Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (tipiring) dan jumlah denda dalam
KUHP. Intinya, Perma ini ditujukan untuk menyelesaikan penafsiran tentang nilai
uang pada tipiring dalam KUHP. 48
Informasi inilah salah satu yang terungkap dalam laporan tahunan MA
Tahun 2011. Laporan tahunan disampaikan ketua MA Harifin A Tumpa dalam
sidang pleno tahunan diruang kusumaatmadja gedung MA , selasa 28 februari.
Acara yang diliput media massa ini dihadiri pimpinan pengadilan tingkat banding,
hakim agung, serta sejumlah pimpinan lembaga negara. 49
Tipiring yang perlu mendapat perhatian meliputi Pasal 364, 373, 384,
407 dan 482 KUHP. Nilai denda yang tertera dalam pasal-pasal ini tidak pernah
diubah negara dengan menaikkan nilai uang. “Menaikkannya sebanyak 10.000
ribu kali berdasarkan kenaikan harga emas” kata Harifin.
Harifin berharap Perma ini dapat menjadi jembatan bagi para hakim
sehingga mampu lebih cepat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat terutama
bagi penyelesaian tipiring sesuai dengan bobot pidananya. “Perma ini juga
ditujukan untuk menghindari masuknya perkara-perkara yang berpotensi
mengganggu rasa keadilan yang tumbuh di tengah masyarakat dan secara tidak
47
Leonardo O.A Pandensolang, Jurnal Lex crimen, Vol. IV / No.1/ Jan-Mar/2015, h. 26 48
Leonardo O.A Pandensolang, Jurnal Lex crimen, Vol. IV / No.1/ Jan-Mar/2015, h. 27 49
Leonardo O.A Pandensolang, Jurnal Lex crimen, Vol. IV / No.1/ Jan-Mar/2015, h. 28
23
langsung akan membantu sistem peradilan pidana untuk kita bekerja lebih efektif
dan efisien”. Terkait dengan Perma No. 2 Tahun 2012 tentu tidak bisa dipahami
sebatas teknik hukum belaka, karena ada muatan filosofis di dalamnya. Disisi lain
tentu juga sebagai sinyal perlunya disegerakan penuntasan revisi terhadap KUHP
dan KUHAP yang sudah memerlukan penyesuaian dengan perkembangan
masyarakat.
C. Proses Penanganan Tindak Pidana Ringan
Di dalam penyelenggaraan pemeriksaan persidangan ada batasan–batasan
yang perlu diperhatikan. Di dalam Islam batasan maksimal hukuman ta’zir para
fuqaha berbeda pendapat dalam menentukan batas maksimal sanksi hukuman
ta’zir :
1. Hukuman ta’zir itu diterapkan dengan pertimbangan kemashlahatan dan
dengan memperhatikan kondisi fisik hukum.
2. Hukuman ta’zir yang dijatuhkan tidak boleh melebihi hukuman had.
Menurut pendapat sebagian pengikut asy-Syafi‘i, dan ini merupakan
pendapat yang terbaik, yaitu bahwa hukuman ta’zir terdapat pelanggaran
memandang perempuan lain yang bukan muhrimnya dan bergaul bebas dengan
lawan jenis yang melebihi batas-batas yang ditentukan syara’ tidak dibolehkan
melebihi hukuman had perzinaan.
1. Hukuman ta’zir bisa diberikan maksimal sedikit dibawa batas minimal
hukuman had.
Menurut pengikut asy-Syafi‘i, Ahmad, dan Abu Hanifa, bahwa hukuman
ta’zir itu bisa diberikan dengan mencambuknya sebanyak 40 kali atau 80 kali
cambukan.
2. Hukuman ta’zir maksimalnya tidak boleh melebihi 10 kali cambukan. 50
Dalam hukum acara Islam bahwa untuk melakukan suatu proses persidangan
ada 3 tahapan yaitu :
1. Penyidikan
50
Ibnu Qayyim al -Jauziyah, Hukum Acara Perdilan Islam (Bandung, pustaka
pelajar.2006), h. 88
24
Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Didalam
hukum acara Islam dikenal dengan persangkaan, dalam persangkaan
diperbolehkan asal tidak hanya menuduh dengan tidak adanya suatu bukti apapun.
Pemeriksaan atau persangkaan apabila dijatuhkan tindak pidana ringan
tidak mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu. Tetapi
dalam tindak pidana Islam bahwa ketika ada pencurian diperlukan untuk
mendatagkan saksi minimal 2 orang laki-laki atau seorang laki-laki dan dua orang
perempuan. Apabila saksi kurang dari dua orang maka pencuri tidak dikenakan
hukuman. Syarat–syarat saksi dalam tindak pidana pencurian ini pada umumnya
sama dengan syarat-syarat saksi dalam jarimah zina. 51
Imam Abu Hanifah menambahkan persyaratan, yaitu bahwa persaksian
tersebut belum kadaluarsa, namun demikian, hal itu tidak menghalangi
pengambilan barang yang dicuri atau harganya. Akan tetapi ulama-ulama lain
mengakui persaksian tetap diterima baik kadaluarsa maupun tidak. 52
2. Penahanan
Tahanan ialah memasukkan terpidana kedalam ruangan yang sempit, ia
merupakan pembatasan ruang gerak, yang merintangi seseorang yang bergerak
bebas, baik ke masjid maupun ke rumah kediamannya.
Rasulullah pernah melakukan penahanan pada jarimah ta’zir, yaitu untuk
pemeriksaan sampai nyata kesalahannya. Beliau menahan seorang laki-laki yang
dituduh mencuri unta, dan menyuruh seorang sahabat untuk menggeledah
untanya. Setelah ternyata bahwa ia tidak mencuri, maka Rasulullah
melepaskannya. Alasan mereka bahwa penahanan adalah hukuman ta’zir,
sedangkan pada pencuri baru dikenakan hukuman apabila telah terbukti. 53
Tindakan yang diambil Rasulullah dapat dibenarkan oleh kepentingan umum,
sebab membiarkan si tertuduh hidup bebas sebelum dilakukan penyidikan tentang
51
Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam (jakarta: sinar Grafika 2005), hal 89 52
‘Ala Ad-Din Al-Kasani, Kitab Badai’ Ash - Shani’, .Juz VII (Beirut : Dar Al-
Fikr,1996), h. 120 53
Abdul Qadir ‘Audah, al -Tasyri’ al - Jina’i al - Islami, jil.II (Bairut: Dar al - Kitab Al -
‘Arabi, t.t), h. 150.
25
kebenaran tuduhan terhadap dirinya, atau mengakibatkan ia lari dan mungkin juga
ditetapkan keputusan yang tidak benar terhadap dirinya, atau mengakibatkan tidak
dapat dijalankan hukuman yang telah diputuskan.
3. Putusan
Putusan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang
pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari
segala tuntutan hukum. Di dalam KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan
sidang dipengadilan pertama, pemeriksaan perkara biasa, kedua pemeriksaan
singkat dan ketiga pemeriksaan cepat, dibagi lagi atas pemeriksaan tindak pidana
ringan dan pemeriksaan pelanggaran lalu lintas. 54
Pemeriksaan sidang perkara biasa hanya pada pemeriksaan singkat dan
cepat saja yang diberikan batasan. Pemeriksaan singkat adalah perkara kejahatan
atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan pasal 205 dan yang menurut
Penuntut Umum pembuktian dan serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya
sederhana. Untuk menentuan pemeriksaan dalam persidangan, pemeriksaan
sederhana atau singkat yaitu Penuntut Umum.
Pemeriksaan cepat dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan tindak pidana
ringan dan pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Pemeriksaan
perkara pidana dengan acara cepat, sidang perkara tindak pidana ringan, dan
prosedur pemeriksaan perkara tipiring memiliki tahapan tahapan yang berbeda,
tahapan tahapan tersebut dapat dirincikan sebagai berikut :
1. Pemeriksaan Perkara Pidana Ringan dengan Acara Cepat 55
a. Pengadilan menentukan hari tertentu dalam 7 (tujuh) hari untuk mengadili
perkara dengan acara pemeriksaan tindak pidana ringan.
b. Hari diberitahukan pengadilan kepada penyidik supaya dapat mengetahui
dan mempersiapkan pelimpahan berkas perkara tindak pidana ringan.
c. Pelimpahan perkara tindak pidana ringan, dilakukan penyidik tanpa
melalui aparat penuntut umum.
d. Penyidik mengambil alih wewenang aparat penuntut umum.
54
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta : Sinar Grafika, 2008), h. 238 55
http://website.pn-cibinong.go.id/index.php/201306-25-07-23-56/2013-06-25-07-24-
53/pemeriksaanperkara-pidana-dengan-acara-cepat. diakses 12 April 2018
26
e. Dalam tempo 3 (tiga) hari penyidik menghadapkan segala sesuatu yang
diperlukan ke sidang, terhitung sejak berita acara pemeriksaan selesai
dibuat penyidik.
f. Jika terdakwa tidak hadir, hakim dapat menyerahkan putusan tanpa
hadirnya terdakwa
g. Setelah pengadilan menerima perkara dengan acara pemeriksaan tindak
pidana ringan, hakim yang bertugas memerintahkan panitera untuk
mencatat dalam buku register.
h. Pemeriksaan perkara dengan hakim tunggal.
i. Pemeriksaan perkara tidak dibuat BAP, karena berita acara pemeriksaan
yang dibuat oleh penyidik sekaligus dianggap dan dijadikan BAP
pengadilan.
j. BAP pengadilan dibuat, jika ternyata hasil pemeriksaan sidang pengadilan
terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan berita acara pemeriksaan yang
dibuat oleh penyidik
k. Putusan dalam pemeriksaan perkara tindak pidana ringan tidak dibuat
secara khusus dan tidak dicatat/ disatukan dalam BAP. Putusannya cukup
berupa bentuk catatan yang berisi amar-putusan yang disiapkan/dikirim
oleh penyidik.
l. Catatan ditandatangani oleh hakim.
m. Catatan juga dicatat dalam buku register.
n. Pencatatan dalam buku register ditandatangani oleh hakim dan panitera
sidang.
2. Sidang Perkara Tindak Pidana Ringan (Tipiring) 56
a. Sidang dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.
b. Terdakwa dipanggil masuk, lalu diperiksa identitasnya
c. Beritahukan/Jelaskan perbuatan pidana yang didakwakan kepada
terdakwa dan pasal undang- undang yang dilanggarnya (dapat dilihat dari
bunyi surat pengantar pelimpahan perkara Penyidik)
56
http://www.pn-bima.go.id/prosedur-perkarapidana-ringantipiring, diakses 12 April 2018
27
d. Perlu ditanya apakah terdakwa ada keberatan terhadap dakwaan
(maksudnya menyangkal atau tidak terhadap dakwaan tsb), jika ada,
putuskan keberatan tersebut apakah diterima atau ditolak, dengan
pertimbangan misalnya: “oleh karena keberatan terdakwa tersebut sudah
menyangkut pembuktian, maka keberatannya ditolak dan sidang
dilanjutkan dengan pembuktian”.
e. Terdakwa disuruh pindah duduk, dan dilanjutkan dengan memeriksa saksi-
saksi, Jika Hakim memandang perlu (misal, karena terdakwa mungkir),
maka sebaiknya saksi disumpah, Penyumpahan dapat dilakukan sebelum
atau pun sesudah saksi memberikan keterangan
f. Hakim memperlihatkan barang bukti (jika ada) kepada saksi dan terdakwa
dan kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan terdakwa.
g. Sesudah selesai, hakim memberitahukan ancaman pidana atas tindak
pidana yang didakwakan kepada terdakwa; (hal ini dilakukan karena tidak
ada acara Requisitoir Penuntut Umum).
h. Hakim harus memberi kesempatan bagi terdakwa untuk mengajukan
pembelaan (atau permintaan) sebelum menjatuhkan putusan.
i. Hakim menjatuhkan putusannya jika terbukti bersalah, rumusannya tetap
berbunyi: “terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana”. Jika dihukum denda, maka biasanya juga dicantumkan
subsidernya atau hukuman pengganti apabila denda tidak dibayar
(bentuknya pidana kurungan).
3. Prosedur Pemeriksaan Perkara Tipiring 57
a. Penyidik atas kuasa hukum penuntut umum, dalam waktu 3 (tiga) hari
sejak berita acara pemeriksaan selesai dibuat, menghadapkan terdakwa
beserta barang bukti, saksi, ahli, dan atau juru bahasa ke sidang pengadilan
(Pasal 295 ayat (2) KUHAP).
b. Jaksa Penuntut Umum dapat hadir di persidangan dengan sebelumnya
menyatakan keinginannya untuk hadir pada sidang. 58
57
http://www.pn-bima.go.id/prosedur-perkarapidana-ringantipiring, diakses 12 April 2018
28
c. Pengadilan mengadili dengan Hakim Tunggal, pada tingkat pertama dan
terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan kemerdekaan
terdakwa dapat banding. 59
d. Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk mengadili
perkara dengan acar pemeriksaan tipiring. 60
e. Penyidik memberitahukan secara tertulis kepada terdakwa tentang hari,
tanggal, jam, dan tempat ia harus menghadap sidang pengadilan dan hal
tersebut dicatat dengan baik oleh penyidik, selanjutnya catatan bersama
berkas dikirim ke pengadilan. 61
f. Perkara Tipiring yang diterima harus disidangkan pada hari sidang itu juga
g. Hakim yang bersangkutan memerintahkan panitera mencatat dalam buku
register semua perkara yang diterimanya, dengan memuat nama lengkap,
tempat lahir, umur/tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat
tinggal, agama, dan pekerjaan terdakwa serta apa yang didakwakan
kepadanya. 62
h. Perkara Tipiring dicatat dalam register induk khusus untuk itu pasal 61
UU No. 2 Tahun 1986 tentang peradilan umum, register perkara cepat
terdiri dari tipiring dan lantas.
i. Saksi tidak disumpah/janji, kecuali hakim menganggap perlu. 63
4. Putusan Perkara Tipiring
a. Tidak dibuatkan surat putusan secara tersendiri, melainkan dicatat dalam
daftar catatan perkara kemudian panitera mencatat dalam buku register
serta ditandatangani oleh hakim dan panitera. 64
b. Putusan dijatuhkan pada hari yang sama dengan hari diperiksanya perkara
itu juga, toleransi penundaan dapat dilakukan apabila ada permohonan dari
terdakwa.
58
Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan Buku II, Cetakan ke-5, MA RI,
2004. 59
Pasal 296 ayat (3) KUHAP 60
Pasal 206 KUHAP 61
Pasal 207 ayat (1) KUHAP 62
Pasal 207 ayat (2) a dan b KUHAP 63
Pasal 208 KUHAP 64
Pasal 209 ayat (1) KUHAP
29
c. Putusan pemidanaan dapat dijatuhkan cukup dengan keyakinan hakim
yang didukung satu alat bukti yang sah. 65
d. Sifat “cepat” itu menghendaki agar perkara tidak sampai tertunggak,
disamping itu situasi serta kondisi masyarakat belum memungkinkan
apabila untuk semua perkara tipiring terdakwa diwajibkan hadir pada
waktu putusan diucapkan, maka perkara-perkara cepat (baik tipiring
maupun lantas) dapat diputus diluar hadirnya terdakwa (verstek) dan
“Pasal 214 KUHAP” berlaku untuk semua perkara yang diperiksa dengan
acara cepat.66
e. Terhadap putusan verstek sebagaimana tersebut dalam poin diatas, yang
berupa pidana perampasan kemerdakaan, terpidana dapat mengajukan
perlawanan (verzet) ke pengadilan negeri yang memutuskan perkara
tersebut dengan tata cara sebagai berikut:
1) Panitera memberitahukan penyidik adanya perlawanan/verzet.
2) Hakim menetapkan hari sidang perlawanan.
3) Perlawanan diajukan dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah putusan
diberitahukan secara sah kepada terdakwa.
4) Terhadap putusan pengadilan dalam perkara tipiring yang menjatuhkan
pidana perampasan kemerdekaan dapat dijatuhkan banding ke pengadilan
tinggi. 67
D. Restorative Justice dan Tujuan Pemidanaan
Restoratif Justice atau sering diterjemahkan sebagai keadilan restorasi,
merupakan suatu model pendekatan yang muncul dalam era tahun 1960 an dalam
upaya penyelesaian perkara pidana. Berbeda dengan pendekatan yang dipakai
pada sistem peradilan pidana konvensional, pendekatan ini menitikberatkan
adanya partisipasi langsung dari pelaku, korban dan masyarakat dalam proses
penyelesaian perkara pidana. Liebmann secara sederhana mengartikan restorative
justice sebagai suatu sistem hukum yang “bertujuan untuk mengembalikan
65
penjelasan pasal 184 KUHAP 66
SEMA No. 9 Tahun 1983 67
http://www.pn-bima.go.id/prosedur-perkarapidana-ringantipiring, diakses 12 April 2018
30
kesejahteraan korban, pelaku dan masyarakat yang rusak oleh kejahatan, dan
untuk mencegah pelanggaran atau tindakan kejahatan lebih lanjut.”68
Liebmann juga memberikan rumusan prinsip dasar Restorative Justice
sebagai berikut :
a. Memprioritaskan dukungan dan penyembuhan korban
b. Pelaku pelanggaran bertanggung jawab atas apa yang mereka lakukan
c. Dialog antara korban dan pelaku untuk mencapai pemahaman
d. Ada upaya untuk meletakkan secara benar kerugian yang ditimbulkan
e. Pelaku pelanggar harus sadar tentang bagaimana cara menghindari
kejahatan domasa depan
f. Masyarakat turut membantu dalam mengintegrasikan dua belah pihak baik
korban ataupun pelaku.
Seorang ahli krimonologi berkebangsaan Inggris, Tony F. Marshall
dalam tulisannya ”Restorative Justice an Overview” mengatakan: “Restorative
Justice is a process whereby all the parties with a stake in a particular offence
come together to resolve collectively how to deal with the aftermath of the offence
and its implication for the future” (restorative justice adalah sebuah proses di
mana para pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu
bersama untuk me nyelesaikan persoalan secara bersama-sama bagaimana
menyelesaikan akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan).
Penjelasan terhadap definisi restorative justice yang dikemukakan oleh
Toni Marshal dalam tulisannya “Restorative Justice an Overview”,
dikembangkan oleh Susan Sharpe dalam bukunya “Restorative Justice a Vision
For Hearing and Change” yang mengungkapkan 5 prinsip kunci dari restorative
justice yaitu:
a. Restorative Juctice mengandung partisipasi penuh dan konsensus
68
Marian Liebmann, Restoratif Justice How It Work, (London and Philadhelpia : Jessica
Kingsley Publisher, 2007) h. 25
31
b. Restorative justice berusaha menyembuhkan kerusakan atau kerugian yang
ada akibat terjadinya tindak kejahatan
c. Restorative Justice memberikan pertanggung jawaban langsung dari
pelaku secara utuh
d. Restorative Justice memberikan penyatuan kembali kepada warga
masyarakat yang terpecah atau terpisah karena tindakan kriminal
e. Restorative Justice memberikan ketahanan kepada masyarakat agar dapat
mencegah terjadinya tindakan kriminal berikutnya
Sementara itu, Marlina menyebutkan dalam bukunya bahwa bahwa
konsep restorative justice merupakan suatu proses penyelesaian tindakan
pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku
(tersangka) bersama-sama duduk dalam satu pertemuan untuk dapat berbicara.69
sebagaimana pendapat Marlina tersebut dapat dipahami bahwa penyelesaian suatu
kasus pidana melalui restorative justice pada dasarnya adalah penyelesaian
dengan bersama-sama dilakukan antara pelaku dan korban dalam sebuah forum.
Pengertian-pengertian tersebut menjelaskan bahwa dalam keadilan
restoratif, yang diutamakan bukanlah penjatuhan hukuman kepada pelaku pidana,
melainkan bagaimana pelaku dapat bertanggung jawab terhadap perbuatan pidana
yang dilakukan. Serta bagaimana korban dapat memperoleh keadilan. Hingga
keadaan dapat pulih seperti semula.
Tujuan utama dari keadilan restoratif yaitu terciptanya peradilan yang
adil. Di samping itu, diharapkan para pihak, baik pelaku, korban, maupun
masyarakat berperan besar di dalamnya. Korban diharapkan memperoleh
kompensasi yang sesuai dan disepakati bersama dengan pelaku untuk mengganti
kerugian dan mengurangi penderitaan yang dialami. Dalam restorative justice,
pelaku harus bertanggung jawab penuh sehingga diharapkan pelaku dapat
menyadari kesalahannya.
69
Marlina, Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi dan
Restorative Justice, (Bandung : Refika Aditama, 2009) h. 180
32
Tujuan pemidanaan dengan konsep restorative justice, dapat dilihat
beberapa pendapat sarjana yaitu Barda Nawawi Arief yang menyebutkan bahwa
syarat pemidanaan ada dua hal yang fundamental yaitu asas legalitas dan asas
kesalahan, dengan kata lain pemidanaan berhubungan erat dengan dengan pokok
pikiran mengenai tindak pidana dan pertanggungjawaban pidana.70
Selanjutnya Andi Hamzah menyebutkan bahwa masalah penjatuhan
pidana atau pemidanaan sangat penting dalam hukum pidana dan peradilan
pidana. Lanjut beliau, penjatuhan pidana atau pemidanaan merupakan konkretisasi
atau realisasi peraturan pidana dalam Undang-Undang yang merupakan suatu
abstrak.71 Kemudian hakim mempunyai kekuatan yang luar biasa dalam memilih
berapa lama pidana penjara yang akan dijatuhkan kepada terdakwa pada kasus
konkret.
70
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2002) h.88 71
Andi Hamzah, Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke Reformasi,
(Jakarta : Pradnya Paramita, 1986) h.72
33
BAB III
PUTUSAN PENGADILAN NO. 86/Pid.B/2013/PN.Sda
A. Deskripsi Putusan
Berawal dari perkara di Pengadilan Negeri Sidoarjo. Perkara tersebut
berhubungan dengan tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh saudara Rudi
Hermanto (RH), yang berumur 21 tahun, bertempat tinggal di Jambangan Kebon
Agung Tol Kav. 9 RT 01 RW 06 Surabaya, beragama Islam, dan memiliki
pekerjaan Swasta dengan pendidikan terakhir SMA.72
1. Kronologis Kejadian
Seorang warga di Jambangan Surabaya, telah melakukan tindak pidana
pencurian. Tindakan tersebut dilakukan pada hari sabtu tanggal 08 Desember
2012 sekitar pukul 21.10 WIB, pencurian terjadi di parkiran sepeda motor Giant
Waru, tepatnya di jalan raya Waru No.01 Desa Waru Kecamatan Waru,
Kabupaten Sidoarjo. Saudara Rudi Hermanto (yang selanjutnya akan disebut
sebagai terdakwa) telah mengambil sesuatu barang berupa 1 (satu) buah Helm
TOD, yang berwarna putih pink, yang merupakan kepunyaan orang lain. Yaitu
Torik. Tujuan dari saudara RH adalah memilikinya.
Pada awalnya terdakwa Rudi Hermanto naik sepeda motor masuk
menuju ke parkiran, dengan tujuan untuk mengambil (mencuri) helm, lalu ia
memarkir sepeda motornya, Selanjutnya terdakwa langsung mendekati salah satu
sepeda motor yang sedang diparkir dan langsung mengambil 1 (satu) buah Helm
yang bertuliskan TOD, helm tersebut berwarna putih pink. Terdakwa mengambil
helm tersebut dari atas kaca spion sepeda motor, tanpa sepengetahuan atau tanpa
seijin dari pemiliknya (Torik) selaku yang berhak.
Namun demikian perbuatan terdakwa telah diketahui dan diawasi oleh
M. Hidayat, security Giant yang sedang berpatroli di tempat parkiran tersebut,
karena merasa curiga M. Hidayat mendekati terdakwa dan menanyakan mengenai
helm yang diambil tersebut milik siapa, dan dijawab oleh terdakwa bahwa helm
yang diambilnya adalah milik temannya. Namun M. Hidayat tidak langsung
72
Putusan Pengadilan Negeri Sidoarjo No. 86/Pid.B/2013/PN.Sda
34
percaya terhadap pengakuan terdakwa, lalu ia meminta supaya menunjukkan
STNK dan karcis parkir sepeda motor yang helmnya diambil tersebut, akan tetapi
terdakwa tidak mau dan tidak bisa menunjukkannya. Kemudian terdakwa beserta
barang buktinya dibawa ke Posko Security, dan terdakwa ditanyai perihal helm
tersebut oleh Sukrispriono (Chief Security), pada akhirnya terdakwa mengaku
bahwa helm yang diambilnya tersebut adalah milik orang lain (mencuri). Atas
perbuatan terdakwa tersebut, terdakwa beserta barang buktinya diserahkan ke
Polsek Waru, Surabaya untuk pengusutan selanjutnya.
Dalam proses peradilan terdakwa tidak didampingi oleh Penasihat
Hukum, dan setelah melewati proses peradilan, terdakwa ditahan dalam rumah
tahanan berdasarkan lima surat perintah atau penetapan penahanan yaitu :
1. Penyidik berdasarkan surat perintah penahanan tanggal 09 Desember
2012, nomor; Sp.Han/91/XII/2012/Reskrim, sejak tanggal 09
Desember 2012 sampai dengan 28 Desember 2012 di Rutan
Kepolisian Sektor Waru.
2. Perpanjangan oleh Penuntut Umum tanggal 10 Desember 2012,
nomor; B- 4546/O.5.30/Epp/12/2012, sejak tanggal 29 Desember 2012
sampai dengan 06 Februari 2013 di RUTAN Polsek Waru.
3. Penuntut Umum tanggal 22 Januari 2013, nomor print
274/O.5.30/Ep/01/2013 sampai dengan 10 Februari 2013.
4. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Sidoarjo tanggal 23 Januari 2013
No.115/Pen.Pid/2013/PN.Sda sejak tanggal 23 Januari 2012 sampai
dengan tanggal 21 Februari 2013.
5. Perpanjangan oleh Wakil Ketua Pengadilan Negeri Sidoarjo tanggal 12
Februari 2013 No.127/Pen.Pid/2013/PN.Sda sejak tanggal 22 Februari
2013 sampai dengan tanggal 22 April 2013
2. Dakwaan dan tuntutan jaksa
Setelah mengamati dan mencermati kasus ini, terdakwa Rudi Hermanto
di dakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dengan dakwaan tunggal yaitu telah
35
melanggar pasal 362 KUHP. Yakni telah melakukan tindak pidana pencurian dan
tindakan tersebut diatur dalam pasal 362 KUHP.
Pasal tersebut berbunyi : “Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagaian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling
lama lima tahun atau denda paling banyak enam puluh rupiah”.
Setelah melihat rumusan pasal 362 KUHP diatas, maka unsur-unsur
tindak pidana pencurian (biasa) meliputi unsur obyektif dan unsur subyektif,
unsur obyektif yaitu : 73
a. Mengambil
b. Suatu barang
c. yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain.
Unsur - unsur subyektif yaitu : 74
a. dengan maksud
b. untuk memiliki barang/benda tersebut untuk dirinya sendiri
c. secara melawan hukum
Tindakan pidana pencurian diatur juga dalam Pasal 364 KUHP yang
menyatakan : ”Perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 362 dan pasal 363 ke-4,
begitupun perbuatan yang diterangkan dalam Pasal 363 ke-5, apabila tidak
dilakukan dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, jika
harga barang yang dicuri tidak lebih dari puluh lima rupiah, dikenai, karena
pencurian ringan, pidana penjara paling lama tiga bulan atau denda paling banyak
enam puluh rupiah”.
Setelah melihat rumusan pada Pasal 364 KUHP di atas, maka unsur-
unsur dalam pencurian ringan adalah :
a. Pencurian dalam bentuknya yang pokok (Pasal 362 KUHP)
73
M. Dahlan, Delik Harta Kekayaan, Asas-Asas, Kasus dan Permasalahannya, (Surabaya
: PT. Sinar jaya, 1985) h. 58 74
Drs. GW. Bawengan, Masalah Kejahatan Dengan Sebab Akibat, (Jakarta : Pradnya
Paramita, 1977) h. 70
36
b. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama
(Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP)
c. Pencurian yang dilakukan dengan membongkar, merusak atau memanjat,
dengan anak kunci, perintah palsu atau seragam palsu.
d. Tidak dilakukan dalam sebuah rumah.
e. Tidak dilakukan dalam pekarangan tertutup yang ada rumahnya, dan
f. Apabila harga barang yang dicurinya itu tidak lebih dari dua puluh lima
rupiah.
Setelah melihat keterangan diatas, maka Jaksa Penuntut Umum menuntut
agar majelis hakim menjatuhkan putusan pertama, yaitu menyatakan terdakwa
Rudi Hermanto terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak
pidana pencurian sebagaimana diatur dalam pasal 362 KUHP dalam surat
dakwaan. Kedua, yaitu menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Rudi
Hermanto dengan pidana penjara selama 4 (empat) bulan dikurangi selama
terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap
ditahan. Ketiga, yaitu menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) buah helm warna
putih pink merk TOD dikembalikan kepada Torik. Keempat, yakni menetapkan
supaya terpidana dibebani untuk membayar perkara biaya masing–masing sebesar
Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah).
Perbuatan terdakwa melanggar hukum yang diatur dalam Pasal 362
KUHP. Atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum tersebut, terdakwa tidak
mengajukan eksepsi atau keberatannya. Kemudian untuk membuktikan surat
dakwaannya Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan telah mengajukan 2 (dua)
orang Saksi yang pada pokoknya masing-masing menerangkan sebagai berikut :
1. Keterangan Saksi TORIK
Di depan Persidangan di bawah sumpah saksi Torik pada pokoknya
menerangkan bahwa saksi pernah diminta keterangan oleh penyidik dan
memberikan keterangan yang diminta seperti BAP dan semuanya sudah benar.
Kemudian saksi adalah korban pencurian helm TOD warna putih pink pada hari
37
sabtu tanggal 8 desember 2012 sekitar pukul 21.00 wib di parkiran Giant Waru
Sidoarjo yang saksi letakkan di spion sepeda motor miliknya.
Sebelum mengetahui helmnya hilang saksi sedang berbelanja di Giant
dan setelah selesai belanja kemudian menuju parkiran sepeda motornya ternyata
helmnya sudah hilang, kemudian saksi melapor ke security, sesampainya di pos
security ternyata terdakwa sudah diamankan bersama helm saksi. Mendengar
keterangan saksi Torik, terdakwa Rudi Hermanto membenarkan dan menyatakan
tidak keberatan atas pernyataan saksi tersebut.
2. Keterangan Saksi M.Hidayat
Di depan Persidangan di bawah sumpah pada pokoknya saksi M.Hidayat
menerangkan bahwa saksi pernah dimintai keterangan oleh penyidik dan
memberikan keterangan yang diminta, seperti BAP dan semuanya sudah benar.
pada hari sabtu tanggal 08 Desember 2012 jam 21.00 wib sedang berpatroli di
parkiran Giant Waru Sidoarjo kemudian melihat terdakwa mengambil helm warna
putih pink merk TOD diatas spion sepeda motor.
Setelah terdakwa pergi saksi menghampiri terdakwa dan menanyakan
siapa pemilik helm yang dibawa terdakwa serta menanyakan STNK dan karcis
parkir tetapi terdakwa tidak mau menunjukkan kemudian saksi membawa
terdakwa ke pos security, di Pos Security terdakwa mengaku telah mengambil
helm tersebut setelah terdakwa ditanyai oleh kepala security pak Supriono.
Fakta fakta yang disaksikan oleh para saksi diatas akan dipertimbangkan
apakah terdakwa terbukti bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum kepada terdakwa, kemudian terdakwa
dihadapkan dipersidangan dengan bentuk dakwaan tunggal yang telah melanggar
pasal 362 KUHP. Setelahnya hakim melakukan pertimbangan pertimbangan
pertama menimbang, setelah melihat keterangan saksi yang dibacakan diatas
Terdakwa membenarkannya, dikarenakan surat dakwaan Penuntut Umum disusun
dengan dakwaan tunggal yaitu melanggar Pasal 362 KUHP. Maka hakim
38
melakukan pertimbangan kedua, yaitu dakwaan Tunggal Penuntut Umum tersebut
di atas unsur - unsurnya sebagai berikut :
1. Unsur “Barang Siapa”
Setelah hakim melakukan pertimbangan, kata barang siapa menunjuk
kepada orang yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari
tindak pidana yang dimaksudkan didalam ketentuan pidana yang diatur dalam
pasal 362 KUHP dan dapat diminta pertanggungjawabannya menurut hukum
pidana, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.
Kemudian dipersidangan telah dihadapkan Terdakwa Rudy Hermanto
dengan segenap identitasnya sebagaimana yang tersebut dalam surat dakwaan dan
berdasarkan keterangan para saksi yang diakui oleh terdakwa dipersidangan telah
dinyatakan bahwa terdakwa adalah sebagaimana yang dimaksud oleh Jaksa
Penuntut Umum yaitu terdakwa dalam perkara ini dan bukan orang lain selain
terdakwa tersebut, yang selama persidangan nampak berkomunikasi, memahami
dan menjawab dengan baik dan normal, secara keseluruhan sehingga ia dapat
dikatakan sehat lahir maupun batin, oleh karena itu terdakwa dianggap dapat
bertanggungjawab.
Juga untuk dapat disebut sebagai pelaku tindak pidana dalam perkara ini
apabila perbuatan terdakwa RH memenuhi segenap unsur dari pasal 362 KUHP,
oleh karena itu hakim akan mempertimbangkan lebih lanjut unsur-unsur dari pasal
tersebut, yaitu unsur – unsur lain selain unsur barang siapa.
2. Unsur “Mengambil Barang Sesuatu Yang Seluruhnya Atau Sebagian
Kepunyaan Orang Lain”
Perbuatan mengambil barang yang disyaratkan dalam hal ini adalah
memindahkan barang yang mempunyai nilai dari suatu tempat ketempat lainnya
dan barang tersebut dikuasai sepenuhnya secara nyata. Dalam pengertian secara
meteriil mengambil adalah suatu tingkah laku yang disengaja pada umumnya
dengan menggunakan jari - jari tangan yang kemudian diarahkan pada suatu
39
benda, menyentuh, memegang, mengangkat, lalu membawa dan memindahkan
ke tempat lain atau dalam kekuasaannya.
Kemudian setelah mendengar keterangan saksi M.Hidayat yang diakui
oleh terdakwa dikaitkan dengan barang bukti yang diajukan dipersidangan telah
dinyatakan terdakwa Rudy Hermanto pada tanggal 8 Desember 2012 sekitar pukul
21.00 Wib di parkiran sepeda motor Giant Waru, Jl. Raya waru No. 01 Ds. Waru
Kec. Waru Kab. Sidoarjo telah mengambil 1 (satu) buah helm warna putih pink
merk TOD milik saksi korban Torik yang berada diatas spion sepeda motor milik
korban yang setelah tertangkap oleh security parkiran Giant terdakwa tidak dapat
menunjukkan bahwa dia adalah pemilik helm tersebut.75
Setelah melihat fakta-
fakta hukum tersebut maka Majelis Hakim berpendapat unsur Mengambil Barang
sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain telah terpenuhi dan
terbukti secara hukum.
3. Unsur “Dengan Maksud Untuk Dimiliki Secara Melawan Hukum”
Unsur ini memiliki pengertian bahwa dalam diri pelaku sudah terkandung
suatu kehendak (sikap batin) untuk memiliki suatu barang agar menjadi miliknya
dan bertingkah seolah - olah ia adalah pemiliknya ataupun menguasai bagi dirinya
benda-benda yang diambil dari penguasaan orang lain dengan cara bertentangan
dengan hukum dan norma dalam masyarakat.
Kemudian berdasarkan keterangan para saksi dikaitkan dengan barang
bukti yang saling berhubungan serta diakui oleh terdakwa bahwa sebelum
mengambil helm tersebut sudah terbersit niat dari terdakwa untuk mencuri helm
diparkiran Giant Waru dan setelah sampai di parkiran Giant Waru terdakwa
memarkir sepeda motornya dekat dengan sepeda motor yang ada helm warna
putih merk TOD kemudian helm tersebut langsung diambilnya tanpa seijin dari
pemiliknya yaitu saksi korban Torik. Dengan demikian setelah melihat fakta-fakta
75
Fakta diatas menjadi pertimbangan oleh majelis hakim, sehingga majelis hakim
berpendapat bahwa unsur tersebut telah terpenuhi dan terbukti secara hukum.
40
hukum maka Majelis Hakim berpendapat unsur Dengan Maksud Untuk Dimiliki
Secara Melawan Hukum telah terpenuhi dan terbukti secara hukum.
B. Putusan Dan Pertimbangan Hakim
Setelah mendengar pembacaan surat dakwaan, setelah melihat dan
meneliti barang bukti yang diajukan dalam persidangan oleh Penuntut Umum,
maka Pengadilan Negeri yang memeriksa dan mengadili perkara pidana dengan
nomor perkara : 86/Pid.B/2013/PN.Sda dan selama terdakwa dalam masa tahanan
oleh penyidik sejak tanggal 09 Desember 2012, Terdakwa didakwa melakukan
tindak pidana dalam dakwaan primer, sebagaimana yang diatur dalam pasal 362
KUHP, Majelis Hakimpun menimbang dan menyatakan terdakwa terbukti
bersalah karena melakukan pencurian. Adapun terhadap terdakwa terdapat hal –
hal yang meringankan dan yang memberatkan terdakwa, yaitu :
1. Hal – Hal Yang Memberatkan
- Perbuatan terdakwa merugikan orang lain
- Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat
2. Hal – Hal Yang Meringankan
- terdakwa mengakui terus terang dan menyesali perbuatannya
- terdakwa belum sempat menikmati hasil kejahatannya
Hingga pada akhirnya majelis hakimpun setelah melakukan berbagai
pertimbangan menyatakan dan memutuskan :
1. Menyatakan terdakwa RUDY HERMANTO terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “PENCURIAN”.
2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa RUDY HERMANTO oleh karena
itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) bulan.
3. Menetapkan lamanya masa penangkapan dan penahanan terdakwa
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.
4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.
5. Menetapkan barang bukti dalam perkara ini berupa : 1 (satu) buah Helm
warna putih pink merk TOD dikembalikan kepada Torik.
41
6. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.
2.500,- (Dua Ribu Lima Ratus rupiah ).
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim
pada hari : Selasa, tanggal 19 Februari 2013, oleh : Dr. EDDY P. SIREGAR, S.H,
M.H. sebagai Hakim Ketua, ENDANG SRIASTINING W. SH, dan H.FUAD
MUHAMMADY,SH.MH. masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang mana
putusan diucapkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh
Majelis tersebut dengan dibantu oleh: I NYOMAN AGUS HERMAWAN SH,
Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Sidoarjo, dihadiri oleh DARMAN
RUMAHOMBAR,SH, Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sidoarjo
dan dihadiri oleh terdakwa.76
76
https://putusan.mahkamahagung.go.id/main/pencarian/?q=putusan+PN+Sidoarjo+Nom
or%2F86%2FPID.B%2F2013 diakses tanggal 18 Juli 2018
42
BAB IV
PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PENCURIAN
A. Tindak Pidana Ringan Dalam Proses Peradilan Pidana
Keadilan restoratif (restoratif justice) adalah sebuah upaya atau
pendekatan model baru di Indonesia yang sangat dekat dengan asas musyawarah
yang merupakan jiwa bangsa (volkgeist) Indonesia sendiri. Keadilan restoratif
memberikan solusi terbaik dalam menyelesaikan kasus kejahatan yang bersifat
privat antara orang-orang (natuurlij personen) ataupun badan hukum (recht
personen) yaitu dengan memberikan keutamaan pada inti permasalahan dari suatu
kejahatan. 77
Pencurian helm yang dilakukan saudara RH, tergolong sebagai pencurian
ringan dan dituntut dengan pasal 362 KUHP sehingga tidak dilakukan mediasi
penal antara saudara RH dengan korban Torik di luar pengadilan, untuk mencapai
kesepakatan damai yang berlandaskan musyawarah dan kekeluargaan. Setelah
tertangkap melakukan pencurian oleh satpam, saudara RH diperiksa dan
diserahkan ke polisi untuk selanjutnya dipersidangkan di pengadilan.
Seharusnya kasus yang dilakukan oleh saudara RH dituntut dengan pasal
364 KUHP sesuai dengan Nota Kesepakatan Tahun 2012 yang menyebutkan
bahwa tipiring adalah tindak pidana yang diatur dalam pasal 364, 373, 379, 384,
407 dan pasal 482 KUHP yang diancam dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) bulan atau denda. Sehingga tuntutan dapat dihentikan oleh penuntut dengan
melakukan mediasi penal, sesuai dengan pasal 42 KUHAP ayat (2), (3), (4), dan
(5) yang menjelaskan tentang dimungkinkannya penghentian tuntutan oleh
penuntut dengan syarat tindak pidana yang dilakukan hanya diancam dengan
pidana denda.
Namun pada praktiknya, ketentuan Pasal 364 KUHP tersebut sangat
jarang dipergunakan oleh penegak hukum. Fenomena itu terjadi karena ukuran
77
Justisi Devli Wagiu, Jurnal Lex Crimen Vol. IV / No. 1/ Jan – Mar/ 2005, h. 57
43
nilai kerugian akibat tindak pidana ringan dan denda yang dapat dijatuhkan
sangatlah kecil. Oleh karena itu, penegak hukum lebih banyak menggunakan pasal
362 KUHP untuk menjerat pelaku tindak pidana pencurian, meskipun pencurian
yang dilakukannya tergolong ringan. Jika ditinjau dari penerapan prinsip-prinsip
keadilan restoratif, ketentuan KUHP tersebut di atas, tidak mengatur sama sekali
mengenai penerapan upaya mediasi penal, untuk mencapai kesepakatan damai dan
kekeluargaan antara pelaku dengan korban dalam menyelesaikan perkara tindak
pidana ringan di luar pengadilan.78
Dengan demikian, terdapat fenomena atau kesenjangan norma hukum di
dalam KUHP menyangkut perbuatan pidana pencurian ringan, yakni adanya
kekosongan norma (vacuum of norm) yang mengatur secara jelas dan tegas
tentang upaya Mediasi Penal, yakni upaya mencapai kesepakatan damai antara
pelaku atau keluarganya dengan korban, untuk menetapkan ganti rugi yang
sesuai, sehingga diperoleh kesepakatan yang adil dan tidak merugikan pihak
manapun. 79
Dasar utama dari penyelesaian tindak pidana melalui keadilan restoratif
merupakan suatu penyelesaian yang bukan hanya sekedar alat untuk mendorong
kedua belah pihak untuk bermediasi penal dalam hal menemukan suatu
kesepakatan. Tetapi keadilan restoratif bertujuan untuk menembus hati dan
pikiran dari kedua belah pihak yang terlibat konflik agar dapat memahami makna
dan tujuan dilakukannya suatu pemulihan sehingga sanksi yang diterapkan adalah
sanksi pemulihan yang bersifat mencegah. Keadilan restoratif menitik beratkan
pada proses pertanggung jawaban pidana secara langsung dari pelaku kepada
korban dan masyarakat, jika pelaku dan korban serta masyarakat yang dilanggar
hak-haknya merasa telah mencapai suatu keadilan melalui usaha musyawarah
bersama maka pemidanaan (ultimum remedium) dapat dihindari. 80
78
Arsil Hadi dkk, Junal Legalitas Edisi Juni 2016 Volume VIII Nomor 1, h. 60 79
Arsil Hadi dkk, Junal Legalitas Edisi Juni 2016 Volume VIII Nomor 1, h. 62 80
Rufinus Hutahuruk, Penaggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan
Restoratif Suatu Terobosan Hukum, (Sinar Grafika, Jakarta, 2013), h.107
44
Dalam kasus pencurian helm yang dilakukan oleh saudara RH, Jaksa
Penuntut Umum menuntut untuk memenjarakan saudara RH selama 4 (empat)
bulan dikurangi selama terdakwa menjalani tahanan sementara dengan perintah
supaya terdakwa tetap ditahan dan membebankan biaya perkara kepada saudara
RH masing–masing sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus rupiah), kemudian
menyatakan barang bukti berupa 1 (satu) buah helm warna putih pink merk TOD.
Seandainya kasus yang dilakukan oleh saudara RH dituntut untuk
bertanggungjawab dengan bermusyawarah kemudian mengembalikan helm yang
dicurinya maka korban dapat dipulihkan kerugiannya akibat pidana. Sehingga
dengan penyelesaian berdasarkan perdamaian dan secara kekeluargaan tersebut,
hubungan sosial di tengah masyarakat dapat dipulihkan, dan perkara pidananya
dapat dihentikan, yang pada akhirnya dapat merigankan beban penyelesaian
perkara oleh penegak hukum.
Terdapat beberapa tahapan atau proses peradilan pidana di Indonesia
yang harus dilalui bagi para pencari keadilan baik ditingkat penyelidikan,
penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di pengadilan hingga tahap penjatuhan
putusan hakim. Dalam penerapan keadilan restoratif pada sistem peradilan di
Kepolisian Republik Indonesia jika dilihat dari sudut hukum, pekerjaan
kepolisisan antara lain berupa penerapan atau penegakkan hukum dengan kata
lain polisi menjadi status quo dari hukum.81
Hal ini menunjukkan bahwa tugas kepolisian wajib sejalan dengan apa
yang diminta oleh hukum pidana materiil dan hukum pidana formil, sehingga
hukum menjadi titik sentral dan menjadikan kepolisian sebagai hamba hukum itu
sendiri. Menurut Satjipto Rahardjo gaya kepolisian seperti itu dikenal dengan
sebutan “Polisi Antagonis” yaitu polisi yang memposisikan dirinya berhadapan
dengan rakyat.82
Hal ini kepolisian perlu melihat asas–asas yang ada di dalam
81
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara, (Jakarta : Bee Media Indonesia, 2007)
h. 25 82
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara, (Jakarta : Bee Media Indonesia, 2007)
h.26
45
masyarakat itu sendiri, sehingga polisi dapat menempatkan rakyat sebagai
pusatnya bukan hanya berpatokan pada hukum saja.
Ketika polisi memang menjadi pelindung, pengayom, dan pelayan dari
masyarakat sesungguhnya, maka hukum tidak dijadikan patokan utama, tanpa
melihat sifat batiniyah, melihat dari hati nurani. Sehingga polisi tidak lagi
terkukung dengan rumusan formal perUndang–Undangan yang mengancam
hukuman penjara bagi seorang pencuri tetapi melihat kasus itu sesuai dengan hati
dan fikirannya. dimana ia melihat lebih dalam lagi kepada kebiasaan–kebiasaan
yang melekat sejak dahulu dalam kehidupan rakyat itu sendiri.
Sehingga polisi disini memiliki keberanian untuk keluar dari lingkaran
hukum tertulis yang selama ini menjadikan dirinya sebagai hamba. Hal ini
sebagaimana yang dikatakan oleh Irjen Polisi Rony Lihawa menjelaskan bahwa
“di lapangan kerap kali dilakukan usaha–usaha penyelesaian perkara pencurian
ringan melalui diskresi kepolisian dengan mempertemukan kedua belah pihak
yang bersengketa dan kebanyakan dapat diselesaikan di kantor kepolisian tanpa
harus diteruskan ke kejaksaan”83
Pihak kepolisian memiliki kewenangan untuk menggali nilai-nilai yang
ada di dalam masyarakat dalam hal melakukan penyidikan, apakah perkara ini
dapat diselesaikan pada tahap pertama dalam sistem peradilan yaitu penyidikan,
ataukah patut dilanjutkan dan diperiksa pada tahap penuntutan. Sesuai dengan
pasal 1 ayat (9) Undang–Undang No.2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Namun kewenangan ini sering kali takut digunakan oleh pihak kepolisian
karena kurangnnya pengetahuan dan ketakutannya akan hukum positif, dan
menjadi ketakutan oleh kepolisian akan penilaian masyarakat awam yang
beranggapan bahwa kewenangan kepolisian ini adalah acara ilegal yang
merupakan “akal–akalan” dari pihak kepolisian guna mengambil untung dari
83
Mahrus Ali, hasil wawancara dengan mantan WAKAPOLDA BALI dalam Artikel
tentang Proses Peradilan Pidana di Indonesia, 14 Juli 2013
46
pihak-pihak yang berperkara. Padahal dalam praktik pemeriksaan kasus pidana,
ide awal munculnya kewenangan lebih banyak berasal dari pihak berperkara,
khususnya pihak korban.84
Sehingga dasar daripada penerapan keadilan restoratif
pada kepolisian berdasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh Undang-
Undang.
Jadi, sudah seyogianya pengadopsian dan penerapan konsep keadilan
restoratif (restorative justice) dilakukan diberbagai tingkatan atau proses peradilan
dan harus dilaksanakan secara terintegrasi. Hal ini menjadi penting mengingat
apabila salah satu dari komponan tersebut tidak menerapkan konsep atau
pendekatan keadilan restoratif (restorative justice) maka putusan yang restoratif
tidak mungkin dapat terlaksana. Misalnya, kepolisian dan kejaksaan telah
menganut konsep keadilan restoratif namun hakim masih menganut pola pikir
yang legistis, dalam kasus seperti ini hakim akan menjatuhkan putusan yang
sangat normatif sehingga lembaga pemasyarakatanpun tidak bisa menerapkan
konsep keadilan restoratif. Oleh karenanya, pendekatan atau konsep keadilan
restoratif (restorative justice) harus dilaksanakan secara terintegrasi antara
komponen yang satu dengan komponen yang lainnya. Sebaliknya, apabila satu
komponen tidak menjalankan pendekatan atau konsep keadilan restoratif
(restorative justice) maka pendekatan atau konsep keadilan restoratif (restorative
justice) itu sendiri tidak akan terealisasi dengan baik.
Seperti yang dijelaskan pada bab terdahulu bahwa dalam KUHP pasal
362, pencurian harus memenuhi unsur-unsurnya agar terdakwa bisa dikatakan
telah melakukan tindak pidana, dan saudara RH dianggap sudah memenuhi unsur-
unsur tersebut. dalam Hukum Acara Pidana tidak bisa dipersidangkan kalau tidak
memenuhi 3 (tiga) unsur yaitu :
1. Barang Siapa.
84
Lembaga Pendidikan POLRI, Diskresi Kepolisian, (Semarang : Lembaga Pendidikan
POLRI Akademi Kepolisian, 2014), h. 41
47
2. Mengambil barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain.
3. Dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum.
Maka saudara RH harus mempertanggung jawabkan perbuatan yang
telah dilakukannya. Karena Undang–Undang telah menentukan balasan untuk
perbuatan yang dilarang dengan disertai ancaman hukum dalam bentuk pidana
tertentu. Konsep pertanggungjawaban pidana selain menghubungkan pidana
dengan hukum acara pidana. Dimensi faktual bertujuan meneliti terpenuhinya
kesalahan si pembuat tindak pidana. Dalam pengertian normatif, kesalahan
bermakna dapat dicelanya pembuat tindak pidana berdasarkan penilaian
masyarakat karena diharapkan dapat berbuat selain tindak pidana.85
Melihat konsep pertanggungjawaban pidana di atas, kasus saudara RH
yang melakukan pencurian helm. perbuatannya dicela oleh masyarakat setempat
sehingga dapat dikatakan bahwa saudara RH telah melakukan tindak pidana dan
harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Karena perUndang-Undangan
menuntut kepada terdakwa atau tersangka untuk mempertanggungjawabkan
perbuatan yang dilakukan, yang dalam istilah hukum disebut
“pertanggungjawaban pidana”.86
Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) menjurus kepada
pemidanaan dengan maksud untuk menentukan apakah seorang terdakwa atau
tersangka dibebani pertanggungjawaban atas tindakan pidana yang dilakukannya.
Dengan syarat bahwa tindak pidana yang dilakukan itu memenuhi unsur-unsur
yang telah ditentukan oleh perUndang Undangan sebagai suatu tindakan pidana.
Berkenaan dengan apakah perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa atau
tersangka telah memenuhi unsur-unsur pidana atau tidak, hal ini dibuktikan
melalui proses penyelidikan, penyidikan, dan pemeriksaan dalam persidangan
85
Muhammad Ainul Syamsu, Pertanggungjawaban Pidana, (Jakarta : Kencana, 2014) h.
118 86
Moeljatno, AsasAsas Hukum Pidana, (Jakarta : Rineka Cipta, 2015), h. 153.
48
yang diatur dalam hukum pidana formil atau hukum acara pidana.87
di dalam
KUHAP membedakan tiga macam pemeriksaan sidang dipengadilan. Pertama,
pemeriksaan perkara biasa, kedua pemeriksaan singkat, dan ketiga pemeriksaan
cepat, dibagi lagi atas pemeriksaan tindak pidana ringan dan pemeriksaan
pelanggaran lalu lintas. 88
Pemeriksaan sidang perkara biasa hanya pada pemeriksaan singkat dan
cepat saja yang diberikan batasan. Pemeriksaan singkat adalah perkara kejahatan
atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan pasal 205 dan yang menurut
penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumnya mudah dan sifatnya
sederhana. Penuntut Umum yang menentukan pemeriksaan dalam persidangan,
apakah pemeriksaan suatu perkara itu sederhana atau singkat.
Jika kita melihat putusan PN Sidoarjo Nomor/86/PID.B/2013/PN.Sda,
putusan tersebut tidak mengimplementasikan Peraturan Mahkamah Agung No. 2
Tahun 2012 tentang penyesuaian tindak pidana ringan dan jumlah denda.
Sehingga saudara RH disidangkan dengan pemeriksaan biasa. Jika
melihat dari tindak pidana yang dilakukan oleh saudara RH, seharusnya saudara
RH disidangkan dengan pemeriksaan cepat dan tidak dikenakan penahanan.
Dalam putusan tindak pidana yang dilakukan oleh saudara RH dikenakan pasal
362. Namun apabila dilihat dari sudut pandang PERMA No.2 Tahun 2012,
seharusnya tindak pidana yang dilakukan saudara RH dikenakan pasal 364 yaitu
tindak pidana ringan.
Dikeluarkannya PERMA No. 2 Tahun 2012 sangatlah relevan dan sesuai
dengan perkembangan zaman. Namun dalam putusan ini hakim memiliki alasan
dan pertimbangan mengapa PERMA No.2 tahun 2012 tidak diterapkan. Menurut
87
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum di Indonesia,(Jakarta : Balai
Pustaka, 1989), h. 74 88
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 238
49
pendapat salah satu hakim sebab-sebab tidak diterapkannya PERMA No 2 Tahun
2012 dalam kasus tindak pidana ringan yaitu : 89
a. kedudukan PERMA No 2 tahun 2012 yang masih dibawah KUHP maka
dari itu jaksa penuntut umum masih memakai tindak pidana biasa, yakni
tersangka dikenakan pasal 362 tentang pencurian biasa dan yang kedua
bahwa dalam tindak pencurian helm TOD pihak kepolisian tuntutannya
memakai tindak pidana biasa. Walaupun PERMA No 2 Tahun 2012 sudah
diedarkan di nusantara dari pihak hakim tidak bisa menyuruh untuk
menggunakan PERMA tersebut.
b. Dari pihak penegak hukum yang tidak memakai PERMA No 2 Tahun
2012, seperti halnya dari pihak polisi tidak memakai PERMA, dari
penuntut umum, dan pihak hakim. Maka dari ketiganya harus saling
berkoordinasi Antara pihak kepolisian jaksa dan hakim.
c. Hukum dikhawatirkan akan menjadi alat permainan oleh penjahat karena
batasan nominal yang disebutkan dalam PERMA No. 2 Tahun 2012 yang
dirasa cukup besar dan meresahkan masyarakat.90
Menurut penulis dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh saudara RH
yang dijatuhkan dengan pasal 362 KUHP seharusnya tidak dilakukan penahanan.
Pasal 207 ayat (1) b menjelaskan bahwa dalam acara pemeriksaan tindak pidana
ringan yang diterima oleh hakim harus disidangkan pada hari sidang itu juga. Hal
ini menunjukkan bahwa hukum acara seharusnya tidak memakai penahanan. jadi
ketika penyidik memberitahukan secara tertulis hari dan tanggalnya maka
terdakwa harus hadir pada waktu itu untuk mengikuti persidangan.
89
Hakim Djoko, hasil wawancara dalam penelitian Ridwan Daus, Analisis Implementasi
Peraturan Mahkamah Agung No.2 tahun 2012 tentang tindak pidana ringan, Sidoarjo 26 Juni
2014. 90
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat mempunyai tingkat pendapatan
yang berbeda-beda, ketika banyak perbedaan pendapatan ditiap wilayah.Setelah dikeluarkannya
perma tersebut MA menyatakan bahwa suatu tindak pidana baru bisa dikatakan Tindak Pidana
Ringan (Tipiring) ketika angkanya dibawah Rp. 2.500.000,00. Mungkin masyarakat kota yang
mempunyai pendapatan yang cukup besar, ketika hartanya dicuri oleh orang lain berjumlah Rp.
100.000,00 dia hanya mengatakan “biarkan saja”, namun ketika masyarakat desa uangnya dicuri
dengan nilai yang sama padahal uang tersebut sangat berarti baginya, dan ujung-ujungnya pelaku
hanya dikenai Tipiring. Hal ini akan berimplikasi mencederai rasa keadilan masyarakat, karena
Perma tersebut hanya melindungi pelaku, akan tetapi tidak bisa melindungi korban itu sendiri.
50
Indonesia adalah negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila
dan Undang Undang Dasar 1945, yang menjunjung tinggi hak asasi manusia dan
menjamin warga negara sama kedudukannya dalam hukum dan pemerintahan,
serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa ada kecualinya. Negara
menjamin hak konstitusional setiap orang untuk mendapat pengakuan, jaminan,
perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum sebagai sarana perlindungan hak asasi manusia. Salah satu
jaminan konstitusional dalam hukum yang dimaksud ialah hak atas bantuan
hukum.
Dalam konteks hak bantuan hukum KUHP menjamin hak tersangka atau
terdakwa untuk didampingi penasehat hukum disetiap tingkat pemeriksaan
sebagaimana diatur dalam pasal 114 jo pasal 56 ayat 1 KUHP yang menyatakan
“dalam hal seorang disangka melakukan suatu tindak pidana sebelum dimulainya
pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang
haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu
wajib didampingi oleh penasehat hukum” sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56
KUHAP yang menyatakan “Dalam hal tersangka atau terdakwa disangka atau
didakwa melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau
ancaman pidana lima belas tahun atau lebih atau bagi mereka yang tidak mampu
yang diancam dengan pidana lima tahun atau lebih yang tidak mempunyai
penasihat hukum sendiri, pejabat yang bersangkutan pada semua tingkat
pemeriksaan dalam proses peradilan wajib menunjuk penasehat hukum bagi
mereka”.
Melihat ketentuan di atas, kita mengetahui bahwa hak didampingi
penasihat hukum itu wajib. Penyidik atau pejabat yang memeriksa seharusnya
memberitahukan hak saudara RH dan menunjuk penasihat hukum baginya agar ia
didampingi ketika diperiksa. Namun KUHAP tidak mengatur apa akibat hukum
jika hak tersangka atau terdakwa atas bantuan hukum tidak dipenuhi. Akibat
hukum itu hanya dinyatakan dalam beberapa putusan Putusan Mahkamah Agung
yang menjadi Yurisprudensi. Sehingga ketentuan diatas belum cukup memberikan
perlindungan yang utuh (kepastian hukum) bagi saudara RH.
Dalam putusan ini, saudara RH tidak didampingi oleh penasehat hukum
dalam setiap tingkat pemeriksaannya. Seharusnya dalam konteks peradilan
pidana, hak atas bantuan hukum atau hak tersangka/terdakwa didampingi
51
penasehat hukum adalah wajib, berdasarkan pasal 114 KUHAP dan pasal 56 ayat
(1) KUHAP dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana. Penyidik atau pejabat yang memeriksa wajib
memberitahu hak - hak tersangka atau terdakwa dan menyediakan penasehat
hukum jika tersangka atau terdakwa tidak mampu. Jika hak tersebut tidak
dipenuhi maka dakwaan atau tuntutan dari penuntut umum menjadi tidak sah
sehigga harus dinyatakan batal demi hukum.
Selain Perma No.2 Tahun 2012 sebenarnya penegak hukum sudah
membentuk forum koordinasi dan konsultasi antara Mahkamah Agung,
Kementrian Hukum, dan Hak Asasi Manusia, Kejaksaan Agung dan Polri, Forum
itu dinamai Mahkumjakpol. Dalam forum ini disepakati penerapan Peraturan
Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 02 Tahun 2012 sesuai dengan
Nota Kesepakatan Bersama Nomor : 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor : M.HH -
07. HM. 03. 02 Tahun 2012, Nomor : KEP – 06/E/EJP/10/2012, Nomor :
B/39/X/2012. Menurut menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar, Mahkumjakpol
penting karena penegakkan hukum di Indonesia masih bergelut dengan
permasalahan internal berupa koordinasi dan konsultasi antar lembaga. Ini yang
perlu dibenahi agar sistem hukum mampu menjawab tantangan utama penegakkan
hukum dan keadilan. 91
Tujuan penegakan hukum ada tiga antara lain untuk memenuhi rasa
keadilan, kepastian hukum, dan bermanfaat bagi masyarakat. Karena itu,
Mahkumjakpol dinilai penting mengingat munculnya sejumlah kasus tindak
pidana ringan belakangan ini, seperti kasus pencurian helm yang dilakukan oleh
saudara RH, ini betul secara yuridis namun tidak memenuhi rasa keadilan
masyarakat, sehingga memerlukan pendekatan rasa keadilan masyarakat tanpa
mengesampingkan kepastian hukum.
Sehingga Kejaksaan Agung termasuk dalam Nota Kesepakatan Bersama
Mahkumjakpol tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak
91
Artikel kompas, diakses pada tanggal 5 November 2018
52
Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Acara Pemeriksaan Cepat, Serta Penerapan
Keadiian Restoratif (RestorativeJustice) dan pada kenyataanya dalam kasus
pencurian yang dilakukan oleh saudara RH, Jaksa Penuntut Umum (JPU)
membuat dakwaan dan tuntutan melanjutkan hasil penyidikan Kepolisian
sehingga mengabaikan Nota Kesepakatan serta membuat dalil unsur dari Pasal
362 KUHAP yang menjadi dakwaan bukan unsur Pasal 364.
Dengan demikian pencurian helm yang dilakukan oleh saudara RH
termasuk tindak pidana ringan, setelah membaca isi tuntutan dalam putusan yang
ditujukan kepada saudara RH, kemudian setelah melakukan analisis terhadap
putusan. Penulis berpendapat bahwa putusan yang diberikan kepada saudara RH
tidak sesuai dengan hukum yaitu Perma No 2 Tahun 2012.
B. Tindak Pidana Ringan Dalam Ketentuan Hukum Islam
Dalam putusan PN Sidoarjo tindak pidana pencurian sudah dikatakan
memenuhi pidananya karena sudah memenuhi unsur – unsur pidana yaitu : 92
1. Pengambilan secara diam–diam
Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik korban tidak
mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakannya.
Dalam kasus pencurian helm yang dilakukan oleh saudara RH, ia mengambil
helm milik Torik secara diam-diam. Dengan cara berpura-pura memarkir
motornya disamping motor milik Torik kemudian mengambil helm yang
tergantung disalah satu spion sepeda motor Torik tanpa sepengetahuan Torik.
2. Barang yang diambil itu berupa harta
Salah satu unsur yang penting untuk dikenakan potong tangan adalah
bahwa barang yang dicuri itu harus barang yang bernilai mal (harta). Dalam kasus
92
Teuku Muhammad Hasbi as-Shiddiq, Peradilan dan Hukum Acara Islam, (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 1997) h. 62
53
pencurian yang dilakukan oleh saudara RH. Barang yang dicuri berupa satu buah
helm, helm tersebut berupa harta milik Torik. Dikatakan harta karena helm
tersebut bernilai dikuasai dan dimanfaatkan, sesuai dengan pengertian harta yaitu
segala sesuatu yang bernilai, bisa dimiliki, dikuasai, dimanfaatkan menurut
syariat. 93
3. Harta tersebut milik orang lain
Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya dapat
dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang dicuri itu merupakan hak milik
orang lain. Dalam kasus pencurian yang dilakukan oleh saudara RH, helm yang
dicurinya jelas bukan miliknya melainkan milik Torik.
4. Adanya niat untuk melawan hukum
Adanya niat melawan hukum adalah unsur ini terpenuhi apabila pelaku
pencurian mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan
miliknya dan karena haram untuk diambil. Dalam kasus ini saudara RH sadar
ketika melakukan pencurian dan dia mengetahui bahwa helm yang diambilnya
bukan miliknya kemudian perbuatan yang dilakukannya adalah perbuatan yang
melanggar.
Terpenuhinya keempat unsur tersebut mewajibkan saudara RH untuk
mempertanggungjawabkan perbuatannya. Pengertian Pertanggung jawaban dalam
syariat Islam adalah pembebanan seseorang dengan akibat dari perbuatan yang
dilakukannya, atau adanya perbuatan yang dikerjakan dengan kemauan sendiri,
dimana orang tersebut mengetahui maksud dan akibat dari perbuatan itu. Dalam
syariat Islam pertanggungjawaban didasarkan pada tiga hal yaitu : 94
1. Adanya perbuatan yang dilarang
2. Perbuatan itu dikerjakan dengan kemauan sendiri
3. Pelaku mengetahui akibat perbuatannya itu
93
Hendri, Suhendi. Fiqih Muamalah, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002) h. 14 94
Ibnu Qoyim al-Jauziyah, Hukum Acara Peradilan Islam, (Yogyakarta : Pustaka Belajar,
2006) h. 2
54
Apabila ketiga hal tersebut terpenuhi maka dapat dijatuhi
pertanggungjawaban, berbeda halnya dengan orang gila, anak dibawah umur,
orang yang terpaksa dan dipaksa tidak dibebani pertanggungjawaban hal ini
karena tidak terdapat pada tiga hal tersebut. Pembebasan pada pertanggung
jawaban terdapat pada surat An – Nahl ayat 106 tentang orang yang dipaksa.
كن من شرح يمان ول من بعد إيمانه إل من أكره وقلبه مطمئن بال را فعليهم بالكفر صد من كفر بالل
ولهم عذاب عظيم غضب من للا
Artinya : Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah dia beriman (dia
mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya
tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang
melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan
baginya azab yang besar.
Fiqih yang dapat diambil dari ayat ini adalah bahwa ucapan orang yang
dipaksa tidaklah dipandang dan tidak membuahkan hukum syar’i, baik dalam
urusan talak, memerdekakan, jual - beli, akad dan lainnya. Ayat ini memberikan
penafsiran bahwa orang yang dipaksa untuk melakukan kekufuran diperbolehkan
berpura pura menuruti kemauan si pemaksa demi menjaga keselamatan jiwanya.95
Pencurian yang dilakukan oleh saudara RH memenuhi ketiga dasar
pertanggungjawaban diatas, maka saudara RH harus dikenakan tindak pidana.
Dalam hukum pidana islam juga mengenal pemidanaan, sanksi pidana menurut
hukum islam bermacam–macam, penggolongan hukum pidana islam berkaitan
antara hukuman yang satu dengan hukuman yang lain.96
Pemidanaan dimaksud
untuk mendatangkan kemashlahatan umat dan mencegah kedzoliman atau
kemadaratan.
Menurut hukum pidana islam suatu perbuatan pencurian yang telah
dilakukan oleh seseorang, maka wajib dikenai hukuman had terhadap pelakunya.
95
Al-imam Abdu Fida Ismail Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir Juz 14,
terjermahan Bahrun Abu Bakar (Bandung : Sinar Baru Al-Gesindo, 2010) h. 266 96
Rahmad Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), (Bandung : Pustaka Setia, 2000)
h. 67
55
Apabila tindak pidana pencurian telah terbukti dan telah lengkap semua unsur –
unsur tindak pidana pencurian tersebut, maka dapat dikatakan sebagai pencurian
yang telah lengkap syarat dan rukunnya (Sariqah al-Tammah). Tindak pidana
tersebut diancam dengan dua hukuman had yaitu hukuman potong tangan dan
hukuman berupa keharusan mengembalikan harta yang dicuri.
Dalam fiqih hukuman bagi seseorang yang mencuri benda namun
nilainya tidak terlalu tinggi maka ia wajib untuk mengembalikan benda tersebut
atau dipenjara (ta’zir). Pencuri harus mengembalikan barang atau harta yang
dicuri. Jika harta yang dicuri sudah tidak ada pada tangan pelaku atau sudah
pindah pada tangan orang lain. Maka pelaku harus membayar ganti rugi senilai
barang tersebut.
Dalam jarimah ta’zir hakim mempunyai kekuasaan yang luas, mulai dari
memilih macamnya hukuman yang sesuai, sampai kepada yang memberatkan atau
meringankan hukuman atau membebaskannya, karena dalam jarimah ta’zir hakim
mempunyai kebebasan untuk berijtihad.97
Besarnya hukuman harus disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat yakni tidak boleh melebihi apa yang diperlukan
untuk melindungi kepentingan masyarakat atau kurang dari yang diperlukan untuk
menjauhkan dari akibat–akibat bentuk dari perbuatan-perbuatan jarimah. 98
Kasus pencurian yang dilakukan oleh saudara RH, perbuatannya tersebut
tidak termasuk kategori pencurian yang harus dihukum dengan hukuman had
potong tangan, kerana perbuatan yang dilakukannya tidak memenuhi semua syarat
yang terdapat dalam syarat-syarat hukum potong tangan, yaitu :
1. Pencuri cukup umur
2. Tidak dipaksa atau terpaksa
3. Sehat dan berakal
4. Pencuri memahami hukum islam
97Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih Jinayah,
(Jakarta : Sinar Grafika, 2005) h.21 98
Ahmad Hanafi, Asas – Asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1993),
h.156
56
5. Barang yang dicuri berada dalam penyimpanan
6. Barang yang dicuri berada dalam penjagaan
7. Nilai barang yang dicuri mencapai jumlah nishab
8. Barang curian mutlak bukan miliknya
9. Barang curian ialah barang yang berharga
Perbuatan saudara RH tidak memenuhi syarat ketujuh, seperti pendapat
Khulafau al- Rasyidin dan sebagian fuqaha tabi’in yang berpendapat bahwa nisab
barang curian yang mengharuskan potong tangan adalah tiga dirham dari uang
perak atau ¼ dinar dari uang emas dan pendapat inipulalah yang dipegangi oleh
Imam Asy- Syafi’i. Hal ini didasari oleh hadist shahih yaitu :
صلى للا عليه و سلم قطع سا رقا في مجن رسول قيمته ثالثة دراهم للا ن أ
“Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam memotong tangan seorang yang mencuri
perisai yang nilainya sebesar 3 dirham.” (HR. Bukhari dan Muslim)
dan juga hadist dari Aisyah radhiyaallahuya yaitu :
ل تقطع يد السارق إل في ربع دينار فصاعدا عن رسول للا صلى للا عليه و سلم قال
bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda “Jangan memotong
tangan seorang pencuri kecuali mencapai ¼ dinar keatas”. (HR. Muslim).
Ulama Hanafiyah, Mazhab Al- Itrah (mazhab ahlu al- Bait) dan seluruh
fuqaha dan seluruh fuqaha Iraq berpendapat bahwa nisab barang curian yang
mengharuskan potong tangan adalah sepuluh dirham.
عن صلى للا ارق في ثمن المجن وكان ثمن المجن على عهد رسول للا عليه وسلم دينارا أيمن قال يقطع الس
أو عشرة دراهم
Artinya: Dari Aiman ia berkata: seorang pencuri dipotong tangannya
(mencuri) seharga perisai dan harga perisai pada masa Rasulullah saw. adalah satu
dinar atau 10 dirham. (HR. Al- Nasai).
57
Diketahui bahwa 1 dinar = emas 24 karat sebesar 4.25 gram. Jadi bila ¼
dinar berarti= ¼ x 4.25 : 1.0625 gram. Apabila nilai barang curiannya kurang dari
ukuran tersebut maka hukum potong tangan tidak boleh dilakukan. Pencuri cukup
diadili secara hukum. Misalnya dipenjara, membayar ganti rugi atau mengadakan
persetujuan bersama.99
Dalam putusan ini saudara RH dituntut untuk oleh
Penuntut umum untuk mengembalikan helm yang dicurinya kemudian ditahan
atau dipenjarakan selama 4 (empat) bulan dan membebankan biaya perkara
kepada saudara RH masing – masing sebesar Rp. 2.500 (dua ribu lima ratus
rupiah).
Dengan demikian pencurian yang dilakukan oleh saudara RH, tidak
termasuk pencurian yang harus dihukum dengan hukuman had potong tangan.
karena perbuatannya tidak memenuhi unsur “barang yang dicuri mencapai jumlah
nisab” sehingga isi tuntutan dalam putusan yang ditujukan kepada saudara RH
telah sesuai dengan hukum pidana Islam yang berlaku dan diterapkan oleh
Rasulullah SAW beserta para sahabatnya.
99
A. Djazuli, Fiqih Jinayah, (Jakarta : Raja GrafindoPersada, 1997) h. 167
58
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uraian sebelumnya, maka penulis mengambil
kesimpulan sebagai berikut :
Putusan Pengadilan No. 86/Pid.B/2013/PN.Sda yang menjatuhkan
hukuman penjara kepada saudara RH selama 4 bulan kemudian mengembalikan
barang yang dicurinya kepada korban telah sesuai dengan hukum Islam. Karena
perbuatannya tidak termasuk kategori pencurian yang harus dihukum dengan
hukuman had potong tangan dan juga tidak memenuhi syarat-syarat
dijatuhkannya hukuman had potong tangan. Namun menurut hukum pidana yang
berlaku di Indonesia Putusan Pengadilan No. 86/Pid.B/2013/PN.Sda tidak sesuai
dengan Peraturan perUndang-Undangan, yaitu Perma No 2 tahun 2012 khususnya
mengenai tindak pidana pencurian ringan yang harusnya diatur dalam pasal 364
KUHP dan diancam dengan pidana penjara paling lama 3 bulan.
B. Saran
Bardasarkan pemaparan skripsi ini maka penulis memaparkan beberapa
saran yang diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya sebagai
berikut :
1. Sanksi hukum yang diberikan pada pelaku jarimah pencurian harus
dilakukan dengan hati hati dan cermat dengan melihat tujuan adanya
sebuah hukum yang syarat dengan nilai keadilan.
2. Penyelesaian kasus pencurian dengan nilai yang tidak begitu besar
seharusnya diselesaikan secara musyawarah.
3. KUHP seharusnya menjamin hak tersangka atau terdakwa untuk
didampingi penasehat hukum di setiap tingkat pemeriksaan.
4. Pemerintah seharusnya membuat aturan yang mengatur secara jelas dan
tegas tentang upaya Mediasi Penal, yakni upaya mencapai kesepakatan
59
damai antara pelaku atau keluarganya dengan korban untuk menetapkan
ganti rugi yang sesuai, sehingga diperoleh kesepakatan yang adil dan tidak
merugikan pihak manapun.
5. penerapan konsep keadilan restoratif (restorative justice) harus
dilaksanakan secara terintegrasi antara kompenen yang satu dengan
komponen lainnya.
60
DAFTAR PUSTAKA
Ad-Dimasyqi, Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin ‘abdurrahman. Fiqih Empat
Mazhab, Bandung : Hasyimi, 2013.
Ad-Dimasyqi, Al-imam Abdu Fida Ismail Ibnu Katsir. Tafsir Ibnu Kasir Juz 14,
terjermahan Bahrun Abu Bakar, Bandung : Sinar Baru Al-Gesindo, 2010.
Ahmadi, Fahmi Muhammad dan Aripin, Jaenal. Metode Penelitian Hukum,
Jakarta : Lembaga Penelitiaan UIN Syarif Hidayatullah, 2010.
Al-Jauziyah, Ibnu Qoyim. Hukum Acara Peradilan Islam, Yogyakarta : Pustaka
Belajar, 2006.
Al-Kasani, Ala Ad-Din. Kitab Badai’ Ash - Shani’, Juz VII , Beirut : Dar Al-Fikr,
1996.
Al-Khatib, Syarbini. Mughni al-Muhtaj, Mesir : Dar al-Bab al-Halabi wa
awladuhu, 1958.
Al-Qur’an Al-Karim
Al-Uwa, Salim. Fi Usuli al-Nizami al-Jina’i al-Islami, Kairo : Dar al-Ma’rif,
1978.
Arief, Barda Nawawi. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Bandung : Citra
Aditya Bakti, 2002.
As-Shiddiq, Teuku Muhammad Hasbi. Peradilan dan Hukum Acara Islam,
Semarang : Pustaka Rizki Putra, 1997.
Audah, Abdul Qadir. al -Tasyri’ al - Jina’i al - Islami, jil.II, Bairut: Dar al - Kitab
Al -Arabi, 1978.
Bawengan, Drs. GW. Masalah Kejahatan Dengan Sebab Akibat, Jakarta :
Pradnya Paramita, 1977.
61
Dahlan, M., Delik Harta Kekayaan, Asas-Asas, Kasus dan Permasalahannya,
Surabaya : PT. Sinar jaya, 1985.
Djazuli, A. Fiqih Jinayah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000.
Gultom, Binsar. Pandangan Kritis Seorang Hakim Dalam Penegakkan Hukum di
Indonesia, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2012.
Hakim, Rahmad . Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung : Pustaka Setia,
2000.
Hamzah, Andi. Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta : Sinar Grafika, 2008.
-----------------. Sistem Pidana dan Pemidanaan Indonesia dari Retribusi ke
Reformasi, Jakarta : Pradnya Paramita, 1986.
Hanafi, Ahmad. Asas – Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1993.
Hendri, Suhendi. Fiqih Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2002.
Hutahuruk, Rufinus. Penaggulangan Kejahatan Korporasi Melalui Pendekatan
Restoratif Suatu Terobosan Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 2013.
Hatta, Ahmad. Tafsir Qur’an Per Kata, Jakarta : Maghfirah Pustaka, 2009.
Kamil, Ahmad dan Fauzan, M. Hukum Yurispudensi, Jakarta : Kencana, 2008.
Kansil, C.S.T. Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum di Indonesia, Jakarta :
Balai Pustaka, 1989.
Kelsen, Hans. Teori Umum Hukum dan Negara, Jakarta : Bee Media Indonesia,
2007.
Kusnardi, Moh dan Ibrahim, Harmaily. Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta :
Sinar Bakti, 1988.
Lembaga Pendidikan POLRI, Diskresi Kepolisian, Semarang : Lembaga
Pendidikan POLRI Akademi Kepolisian, 2014.
62
Liebmann, Marian. Restoratif Justice How It Work, London and Philadhelpia :
Jessica Kingsley Publisher, 2007.
Marlina. Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Pengembangan Konsep Diversi
dan Restorative Justice, Bandung : Refika Aditama, 2009.
Mas, Marwah. Kongfigurasi Penjatuhan Tindak Pidana, Hukum Online.
Moelang, J. Metode Penelitian Kualitatif, Bandung : remaja rosada karya, 1997.
Moeljatno. Asas–Asas Hukum Pidana, Jakarta : Rineka Cipta, 1993.
Munajat, Makhrus. Dekontruksi Hukum Pidana Islam, Sleman: Logung
Pustaka,2004.
Muslich, Ahmad Wardi. Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.
-----------------------------. Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fiqih
Jinayah, Jakarta : Sinar Grafika, 2005.
Niniek, Suparni. Eksistensi Pidana Denda Dalam Sistem Pidana dan
Pemidanaan, Jakarta : Sinar Grafika, 2007.
Rahardjo, Satjipto. Hukum dan Perubahan Sosial, Yogyakarta : Gentha
Publishing, 2009.
Santoso,Topo. Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta : Gema Insani, 2003.
Sianturi, S.R. Asas Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta :
Storia Grafika, 2002.
Soekanto, Soerjono dan Mamudji, Sri. Penelitian Hukum Normatif, (suatu
tinjauan singkat) Jakarta : Rajawali Perss, 2001.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif, Bandung : Alfabeta,
2004.
63
Suma, Muhammad Amin dkk. Pidana Islam di Indonesia Peluang, Prospek, dan
Tantangan, Jakarta : Pustaka Firdaus, 2001.
Sunggono, Bambang. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2008.
Syamsu, Muhammad Ainul. Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta : Kencana,
2014.
Yanggo, H. Tahido. Masail Fiqhiyah Kajian Hukum Temporer, Bandung :
Angkasa, 2005.
PERATURAN PERUNDANG – UNDANGAN.
Pasal 1 angka 1 Nota Kesepakatan 2012.
Pedoman Pelaksanaan Tugas Administrasi Pengadilan Buku II, Cetakan ke-5, MA
RI, 2004.
Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang ketertiban umum.
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan
Ali, Mahrus. hasil wawancara dengan mantan WAKAPOLDA BALI dalam
Artikel tentang Proses Peradilan Pidana di Indonesia, 14 Juli 2013
Hadi, Arsil dkk. Junal Legalitas Edisi Juni 2016 Volume VIII Nomor 1.
Leonardo. https://jurnalmedia.neliti.com/media/publications/3217-ID-kajian-
terhadap-tindak-pidana-ringan-dalam-proses-peradilan-pidana.pdf,
diakses 3 Mei 2018.
Munizar. http://jurnal.untan.ac.id/index.php/nestor/article/view/5487, diakses
pada tanggal 13 Juli 2018.
Pandensolang, Leonardo O.A. Jurnal Lex crimen, Vol. IV / No.1/ Jan-Mar/2015.
Rdd. https://jurnalsrigunting.wordpress.com/2012/12/22/independensi-
mahkamah-konstitusi-dalam-memutus-perkara/, diakses 27 Juni 2018.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id PUTUSAN
NOMOR :86/PID.B/2013/PN.Sda
“DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”
Pengadilan Negeri Sidoarjo yang mengadili perkara-perkara Pidana pada peradilan
tingkat pertama dengan acara pemeriksaan biasa telah menjatuhkan putusan sebagai
berikut dalam perkara atas nama terdakwa :
Nama Lengkap : RUDY HERMANTO
Tempat lahir : Sidoarjo
Umur / tanggal lahir : 21 Tahun / 20 Februari 1990
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Jambangan Kebon Agung Tol Kav. 9 RT-01 RW-06
Kel.Jambangan Kec. Jambangan Surabaya
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Terdakwa Berada dalam Tahanan:--------------------------------------------------------------------
1. Penyidik, berdasarkan surat perintah penahanan tanggal 09 Desember 2012,
Nomor: Sp.Han /91/XII/2012/Reskrim, sejak tanggal 09 Desember 2012 sampai
dengan 28 Desember 2012 diRUTAN Kepolisian Sektor
Waru;------------------------
1
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id2. Perpanjangan Penuntut Umum, berdasarkan surat perpanjangan penahanan tanggal
10 Desember 2012,nomor:B-4546/O.5.30/Epp/12/2012, sejak tanggal 29
Desember 2012 sampai dengan 06 Februari 2013 diRUTAN Polsek Waru;---------
3. Penuntut Umum, berdasarkan surat perintah penahanan tanggal 22 Januari
2013,nomor:Print.274/O.5.30/Ep/01/2013, sejak tanggal 22 Januari 2013 sampai
dengan...............
dengan 10 Februari 2013 diRUTAN Sidoarjo;---------------------------------------------
4. Hakim Majelis, berdasarkan Penetapan tanggal 23 Januari 2013,
No: 115/Pen.Pid/2013/PN.Sda, ditahan sejak tanggal 23 Januari 2012 sampai
dengan tanggal 21 Februari 2013; ----------------------------------------------------------
5. Wakil Ketua Pengadilan,berdasarkan penetapan tertanggal 12 Februari 2013 No:
127/Pen.Pid/2013/PN.Sda sejak tanggal 22 Februari 2013 sampai dengan tanggal
22 April
2013;---------------------------------------------------------------------------------------
Terdakwa tidak didampingi penasihat hukum;---------------------------------------
Pengadilan Negeri tersebut ;------------------------------------------------------------------
Setelah membaca berkas perkara dan meneliti barang bukti yang diajukan
dipersidangan;--------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah mendengar keterangan para saksi dan keterangan terdakwa
dipersidangan;--------------------------------------------------------------------------------------------
Setelah mendengar tuntutan pidana dari Jaksa Penuntut Umum yang pada
pokoknya menuntut sebagai berikut:------------------------------------------------------------------
1. Menyatakan terdakwa RUDY HERMANTO terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidanan pencurian sebagaimana
diatur dalam pasal 362 KUHP dalam surat
dakwaan;----------------------------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id2. Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa RUDY HERMANTO
dengan pidana penjara selama 4(empat) bulan dikurangi selama terdakwa
menjalani tahanan sementara dengan perintah supaya terdakwa tetap
ditahan;------------------
3. Menyatakan barang bukti
berupa:---------------------------------------------------------
1(satu) buah helm warna putih pink merk TOD dikembalikan kepada
TORIK;----
4. Menetapkan supaya terpidana dibebani untuk membayar perkara biaya
masing-masing sebesar Rp. 2.500,- (Dua Ribu Lima ratus
rupiah);----------------------------
Telah mendengar pula pembelaan terdakwa secara lisan yang pada pokoknya
mohon................
mohon keringanan hukuman;---------------------------------------------------------------------------
Setelah mendengar tanggapan/replik Jaksa Penuntut umum yang disampaikan
secara lisan yang pada pokoknya tetap pada tuntutannya demikian pula dengan duplik dari
terdakwa menyatakan tetap pada pembelaannya;---------------------------------------------------
Menimbang bahwa terdakwa diajukan kepersidangan dengan dakwaan tunggal
sebagai berikut:------------------------------------------------------------------------------------------
Bahwa ia terdakwa Rudi Hermanto pada hari Sabtu tanggal 08 Desember 2012
sekira pukul 21.10 Wib atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Desember
2012, di Parkiran Sepeda motor Giant Waru, Jalan raya Waru No. 01 Ds. Waru Kec. Waru
Kab. Sidoarjo atau setidak-tidaknya disuatu tempat yang masih termasuk daerah hukum
Pengadilan Negeri Sidoarjo, telah mengambil barang sesuatu berupa : 1 (satu) buah
3
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idHelm TOD, wama putih pink, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain selain
ia terdakwa, yaitu kepunyaan atau milik korban Torik, dengan maksud untuk dimiliki
secara melawan hukum, perbuatan mama dilakukan terdakwa dengan cara sebagai
berikut :--------------------------------------------------------
Pada awalnya terdakwa Rudi Hermanto naik sepeda motor masuk menuju ke
parkiran sepeda motor sebagaimana tempat yang telah disebutkan di atas, dengan tujuan
untuk mengambil (mencuri) helm milik orang lain untuk dimiliki sendiri, lalu ia memarkir
sepeda motornya di dekat sepeda motor yang ada helmnya dan dianggap masih baik.
Selanjutnya terdakwa langsung mendekati salah satu sepeda motor yang sedang diparkir
dan langsung mengambil 1 (satu) buah Helm yang bertuliskan TOD, warna putih pink dari
atas kaca spion sepeda motor tersebut tanpa sepengetahuan atau tanpa seijin dari korban
Torik selaku yang berhak. Namun demikian perbuatan terdakwa telah diketahui dan
diawasi oleh M. Hidayat security Giant yang sedang berpatroli di tempat parkiran tersebut,
karena merasa curiga M. Hidayat mendekati terdakwa dan menanyakan mengenai helm
yang diambil tersebut milik siapa, dan dijawab oleh terdakwa bahwa helm yang
diambilnya adalah milik temannya. Namun demikian M. Hidayat tidak langsung begitu
percaya terhadap pengakuan terdakwa, lalu meminta supaya menunjukkan STNK dan
karcis parkir sepeda motor yang helmnya diambil tersebut, akan tetapi terdakwa tidak mau
dan tidak bisa menunjukkannya, lalu kemudian terdakwa beserta barang buktinya dibawa
ke Posko Security dan setelah terdakwa ditanya oleh Sukrispriono (Chief Security),
akhirnya terdakwa mengaku bahwa helm yang
Diambilnya...................
diambilnya tersebut adalah milik orang lain (mencuri). Dan atas perbuatan terdakwa
tersebut, kemudian terdakwa beserta barang buktinya diserahkan ke Polsek Waru untuk
pengusutan selanjutnya;--------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id---------------Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 362
KUHP;---
Menimbang, bahwa atas dakwaan tersebut terdakwa menyatakan mengerti dan
tidak mengajukan keberatan/
eksepsi;--------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa dipersidangan telah didengar keterangan saksi yang telah
bersumpah dan menerangkan pada pokoknya sebagai berikut:-----------------------------------
1. Saksi :.TORIK;-------------------------------------------------------------------------------------
• Bahwa, saksi pernah diperiksa di kepolisian dan membenarkan keterangan yang
diberikan dalam berkas penyidikan
polisi;----------------------------------------------------------------------------
• Bahwa,saksi adalah korban pencurian helm TOD warna putih pink pada hari sabtu
tanggal 8 desember 2012 sekitar pukul 21.00 wib di parkiran Giant waru Sidoarjo
yang saksi letakkan di spion sepeda motor milik
saksi;-------------------------------------------------------------------------
• Bahwa,sebelum mengetahui helmnya hilang saksi sedang berbelanja di Giant dan
setelah selesai belanja kemudian menuju parkiran sepeda motornya ternyata
helmnya sudah hilang;--
• Bahwa, setelah mengetahui helmnya hilang saksi melapor ke security dan setelah
dipos security ternyata terdakwa sudah diamankan bersama helm
saksi;----------------------------------
Atas keterangan saksi tersebut para terdakwa membenarkan dan menyatakan tidak
keberatan;--
2. Saksi : M.HIDAYAT:
---------------------------------------------------------------------------------
5
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa saksi pernah diperiksa di kepolisian dan membenarkan keterangan yang
diberikan dalam berkas penyidikan
polisi;----------------------------------------------------------------------------
• Bahwa,saksi pada hari sabtu tanggal 08 Desember 2012 jam 21.00
wib sedang berpatroli di parkiran Giant Waru Sidoarjo kemudian
melihat terdakwa mengambil helm warna putih pink merk TOD
diatas spion sepeda motor;---------------------------
• Bahwa, setelah terdakwa pergi saksi menghampiri terdakwa dan
menanyakan siapa pemilik helm yang dibawa terdakwa serta
menanyakan STNK dan karcis parker tetapi terdakwa tidak mau
menunjukkan kemudian saksi membawa terdakwa ke pos
security................
security;-------------------------------------------------------------------------------------------
• Bahwa, terdakwa mengaku telah mengambil helm tersebut setelah
ditanya kepala security pak
Supriono;----------------------------------------------------------------------
----
Atas keterangan saksi tersebut terdakwa membenarkan dan menyatakan tidak
keberatan;-------------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbangkan, bahwa dipersidangan telah pula didengar keterangan Terdakwa
RUDY HERMANTO yang pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:---------------------
• Bahwa, terdakwa ke parkiran Giant Waru Sidoarjo berniat mencuri
helm;------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• Bahwa, sesampainya diparkiran terdakwa memarkir sepeda motor disebelah
sepeda motor yang ada helm bagus kemudian
mengambilnya;-----------------------------------
• Bahwa, setelah mengambil helm terdakwa ditangkap security dan diserahkan
ke Polsek Waru berikut helm yang terdakwa
ambil;------------------------------------------
Menimbang bahwa dalam persidangan telah diajukan barang bukti berupa 1 (satu)
buah helm warna putih merk TOD;-------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa, untuk mempersingkat uraian putusan, maka segala sesuatu
yang termuat dalam Berita Acara persidangan dianggap telah tercantum pada putusan
ini ;-------------------------------
Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi, keterangan Terdakwa dan
bukti surat serta barang bukti yang satu dengan lainnya saling bersesuaian,maka diperoleh
fakta hukum sebagai berikut:--------------------------------------------------------------------------
1. Bahwa, terdakwa pada hari Sabtu tanggal 8 Desember 2012 pada pukul 21.00 di
parkiran sepeda motor Giant Waru, Jl. Raya waru No. 01 Ds. Waru Kec. Waru
Kab. Sidoarjo telah mengambil 1 (satu) buah helm warna putih pink merk TOD
milik saksi korban Torik;----------------------------------------------------------------------
2. Bahwa, terdakwa mengambil helm warna putih merk TOD yang ditaruh diatas
spion sepeda motor korban lalu membawanya pergi kemudian ditangkap oleh
security Giant;-----------------------------------------------------------------------------------
3. Bahwa, terdakwa mengambil helm tersebut tanpa seijin pemiliknya;-------------------
Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis akan mempertimbangkan apakah
berdasarkan..................
7
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idberdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah
melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaan penuntut umum yang didakwakan
kepadanya ;---------------------------------------------------------------------------------------
--------
Menimbang, bahwa untuk menyatakan seseorang telah melakukan suatu
tindak pidana, maka perbuatan orang tersebut haruslah memenuhi seluruh unsur-unsur dari
tindak pidana yang didakwakan kepadanya ; -------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terdakwa oleh Jaksa Penuntut Umum didakwa dengan
dakwaan melanggar Pasal 362 KUHP yang unsur-unsurnya sebagai
berikut:------------------
1. Barang
Siapa;----------------------------------------------------------------------
----------
2. Mengambil Barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian
kepunyaan orang
lain;-------------------------------------------------------------------------
-------------------
3. Dengan maksud untuk di miliki secara melawan
hukum;-----------------------------
A.d.1.Unsur “Barang Siapa”
Menimbang, bahwa kata barang siapa menunjuk kepada orang yang apabila orang
tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan didalam
ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 362 KUHP dan dapat diminta
pertanggungjawabannya menurut hukum pidana, maka ia dapat disebut sebagai pelaku dari
tindak pidana tersebut; ---------------------------------------------------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idMenimbang, bahwa dipersidangan telah dihadapkan Terdakwa Rudy
Hermanto dengan segenap identitasnya sebagaimana tersebut dalam surat dakwaan dan
berdasarkan keterangan para saksi yang diakui oleh terdakwa dipersidangan telah ternyata
Terdakwa adalah sebagaimana dimaksud Jaksa Penuntut Umum sebagai terdakwa
dalam perkara ini dan bukan orang lain selain terdakwa tersebut, yang selama persidangan
nampak berkomunikasi, memahami dan menjawab dengan baik dan normal, secara
keseluruhan sehingga ia dapat dikatakan sehat lahir maupun batin,oleh karena itu
dianggap dapat bertanggungjawab;-------------------------------------------------------------------
Menimbang.................
Menimbang bahwa terdakwa Terdakwa RUDY HERMANTO untuk dapat disebut
sebagai pelaku tindak pidana dalam perkara ini apabila perbuatannya memenuhi segenap
unsur dari pasal 362 KUHP dan oleh karena itu lebih lanjut Hakim akan
mempertimbangkan unsur-unsur dari pasal tersebut selain unsur barang siapa seperti
terurai dibawah ini;---------------------------------------
A.d.2. Mengambil Barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang
lain;-----------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa perbuatan mengambil barang yang disyaratkan dalam hal ini
adalah termasuk juga memindahkan barang yang mempunyai nilai dari suatu tempat
lainnya dan barang tersebut dikuasai sepenuhnya secara nyata. Dalam pengertian secara
meteriil mengambil adalah suatu tingkah laku yang disengaja pada umumnya dengan
menggunakan jari-jari tangan yang kemudian diarahkan pada suatu benda, menyentuh,
memegang, mengangkat, lalu membawa dan memindahkan ke tempat lain atau dalam
kekuasaannya;--------------------------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa berdasarkan keterangan saksi M.Hidayat yang diakui oleh
terdakwa dikaitkan dengan barang bukti yang diajukan dipersidangan telah ternyata
Terdakwa Rudy Hermanto pada tanggal 8 Desember 2012 sekitar pukul 21.00 Wib di
9
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idparkiran sepeda motor Giant Waru, Jl. Raya waru No. 01 Ds. Waru Kec. Waru Kab.
Sidoarjo telah mengambil 1 (satu) buah helm warna putih pink merk TOD milik saksi
korban Torik yang berada diatas spion sepeda motor milik korban yang setelah tertangkap
oleh security parkiran Giant terdakwa tidak dapat menunjukkan bahwa dia adalah pemilik
helm tersebut.Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut maka Majelis Hakim berpendapat
unsur Mengambil Barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain
telah
terpenuhi;-------------------------------------------------------------------------------------------------
-------
A.d.3. Dengan maksud untuk di miliki secara melawan hukum;----------------------------
Menimbang bahwa unsur ini memiliki pengertian bahwa dalam diri pelaku sudah
terkandung suatu kehendak (sikap batin) untuk memiliki barang sesuatu agar menjadi
miliknya.................
miliknya seolah-olah ia adalah pemiliknya ataupun menguasai bagi dirinya benda-benda
yang diambil dari penguasaan orang lain dengan cara bertentangan dengan hukum dan
norma dalam masyarakat;------------------------------------------------------------------------------
Menimbang bahwa berdasarkan keterangan para saksi dikaitkan dengan barang
bukti yang saling berhubungan serta diakui oleh para terdakwa bahwa sebelum mengambil
helm tersebut sudah terbersit niat dari terdakwa untuk mencuri helm diparkiran Giant
Waru dan setelah sampai di parkiran Giant Waru terdakwa memarkir sepeda motornya
dekat dengan sepeda motor yang ada helm warna putih merk TOD kemudian langsung
diambilnya tanpa seijin dari pemiliknya yaitu saksi korban Torik;-------------------------------
Berdasarkan uraian tersebut Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah
memiliki maksud untuk menguasai helm milik korban yang diketahuinya bahwa cara
memiliki helm tersebut bertentangan dengan hukum dan norma dalam masyarakat
sehingga unsur “Dengan maksud untuk di miliki secara melawan hukum” telah terpenuhi;-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.idMenimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut Majelis
Hakim berpendapat bahwa Terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana diancam dalam pasal 362 KUHP maka kepada
terdakwa harus dijatuhi pidana yang setimpal dengan perbuatannya/
kesalahanya;-------------------------------------
Menimbang, bahwa untuk menjatuhkan pidana terhadap diri Terdakwa, maka perlu
dipertimbangkan terlebih dahulu hal-hal yang memberatkan dan yang meringankan ;--------
Hal yang memberatkan :
• Perbuatan terdakwa merugikan orang lain ;
-----------------------------------------------------
• Perbuatan terdakwa sangat meresahkan
masyarakat ;-----------------------------------------
Hal yang meringankan :
• Para Terdakwa mengakui terus terang dan menyesali
perbuatannya;-----------------------
• Para terdakwa belum sempat menikmati hasil
kejahatannya;---------------------------------
Menimbang, bahwa dalam perkara ini terhadap diri Terdakwa telah dikenakan
penahanan yang sah, maka lamanya masa penangkapan dan penahanan tersebut harus
dikurangkan.................
dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;---------------------------------------------
Menimbang, bahwa oleh karena Terdakwa ditahan dan penahanan terhadap diri
Terdakwa dilandasi alasan yang sah, maka perlu ditetapkan agar Terdakwa tetap berada
dalam tahanan ;------------------------------------------------------------------------------------------
11
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id Menimbang, bahwa terhadap barang bukti dalam perkara ini statusnya akan
ditentukan sebagaimana tersebut dalam amar dibawah
ini ;------------------------------------------------------------------
Menimbang, bahwa terdakwa terbukti bersalah maka dibebani untuk membayar
biaya perkara ini;
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
-----------
Memperhatikan Pasal 362 KUHP dan UU RI No. 8 tahun 1981 KUHAP serta
peraturan lain yang berlaku dan bersangkutan ;
------------------------------------------------------------------------------------
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan terdakwa RUDY HERMANTO terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana “
PENCURIAN”;--------------------------------------------------------------
2. Menjatuhkan pidana atas diri Terdakwa RUDY HERMANTO oleh karena itu
dengan pidana penjara selama 3 (tiga)
Bulan;-----------------------------------------------------------
3. Menetapkan lamanya masa penangkapan dan penahanan terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari pidana yang
dijatuhkan;------------------------------------------------------------------------------------
4. Menetapkan terdakwa tetap berada dalam
tahanan;--------------------------------------------------------
5. Menetapkan barang bukti dalam perkara ini
berupa :------------------------------------------------------
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id• 1 (satu) buah Helm warna putih pink merk TOD dikembalikan kepada
Torik;------
6. Membebankan terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 2.500,- (Dua
Ribu Lima Ratus rupiah ) ;
---------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada hari :
Selasa, tanggal 19 Februari 2013, oleh : Dr. EDDY P. SIREGAR, S.H., M.H., sebagai
Hakim Ketua, ENDANG SRIASTINING W.,SH, dan H.FUAD
MUHAMMADY,SH.MH. masing-masing sebagai Hakim Anggota,putusan mana
diucapkan pada hari itu juga dalam sidang yang terbuka untuk umum oleh Majelis tersebut
dengan dibantu oleh:I NYOMAN AGUS HERMAWAN SH., Panitera Pengganti pada
Pengadilan Negeri Sidoarjo, dihadiri oleh DARMAN RUMAHOMBAR,SH, Jaksa
Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sidoarjo dan dihadiri oleh terdakwa.
HAKIM ANGGOTA, HAKIM KETUA,
TTD TTD
1. ENDANG SRIASTINING W.,SH. Dr. EDDY P. SIREGAR, S.H., M.H
TTD
2. H.FUAD MUHAMMADY,SH.MH. .
PANITERA PENGGANTI,
13
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id TTD
I NYOMAN AGUS HERMAWAN SH.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14