Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

38
PENEGAKAN HUKUM DALAM ERA PEMBANGUNAN BERDASAR PANCASILA DAN UUD 1945 Pendahuluan Sejak Indonesia mengandalkan peranan hukum dalam menunjang pembangunan, maka kaitan antara hukum dan politik juga menjadi relevan. Dalam GBHN terbaru bahkan kedudukan pembangunan hukum telah dinaikkan dari subsektor menjadi sector yang dengan demikian menjadi berdiri sendiri. Mengaitkan secara otomatis antara hukum dan pembangunan berarti meningkatkan pula intensitas pertukaran antara hukum dan politik. Posisi hukum sebagai sarana untuk melakukan rekayasa sosial menjadi makin besar. Dalam keadaan demikian, maka hubungan ketegangan antara kemandirian asas, doktrin, dan institusi hukum berhadapan dengan politik menjadi lebih intensif. Pertanyaannnya bagaimana dengan penegakan hukumnya?. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan (pikiran-pikiran pembentuk UU yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum itu) hukum mejadi kenyataan diambil dari makalah perkuliahan PIH oleh Natangsa Surbakti,S.H, M.Hum). Pertanyaannya Apakah pemikiran/pikiran/keinginan dari pembentuk UU ini untuk kemaslahatan orang banyak atau hanya untuk kepentingan pribadi? Sebelum membicarakan pertanyaan apakah pemikiran dari pembentuk UU ini untuk kemaslahatan umum atau hanya untuk kepentingan 1

Transcript of Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Page 1: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

PENEGAKAN HUKUM DALAM ERA PEMBANGUNANBERDASAR PANCASILA DAN UUD 1945

Pendahuluan

Sejak Indonesia mengandalkan peranan hukum dalam menunjang pembangunan,

maka kaitan antara hukum dan politik juga menjadi relevan. Dalam GBHN terbaru bahkan

kedudukan pembangunan hukum telah dinaikkan dari subsektor menjadi sector yang dengan

demikian menjadi berdiri sendiri. Mengaitkan secara otomatis antara hukum dan pembangunan

berarti meningkatkan pula intensitas pertukaran antara hukum dan politik. Posisi hukum sebagai

sarana untuk melakukan rekayasa sosial menjadi makin besar. Dalam keadaan demikian, maka

hubungan ketegangan antara kemandirian asas, doktrin, dan institusi hukum berhadapan dengan

politik menjadi lebih intensif. Pertanyaannnya bagaimana dengan penegakan hukumnya?.

Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan hukum merupakan suatu proses untuk

mewujudkan keinginan-keinginan (pikiran-pikiran pembentuk UU yang dirumuskan dalam

peraturan-peraturan hukum itu) hukum mejadi kenyataan diambil dari makalah perkuliahan PIH

oleh Natangsa Surbakti,S.H, M.Hum).

Pertanyaannya Apakah pemikiran/pikiran/keinginan dari pembentuk UU ini untuk

kemaslahatan orang banyak atau hanya untuk kepentingan pribadi?

Sebelum membicarakan pertanyaan apakah pemikiran dari pembentuk UU ini untuk

kemaslahatan umum atau hanya untuk kepentingan pribadi dan penegakan hukumnya bila

terkadi itu, perlu kiranya terlebih dahulu kita menyinggung pengertian hukum itu sendiri.

Menurut Prof.Dr. Satjipto Rahardjo, S.H, Hukum adalah norma yang mengajak

masyarakat untuk mencapai cita-cita serta keadaan tertentu, tetapi tanpa mengabaikan dunia

kenyataan dan oleh karenanya ia digolongkan ke dalam norma kultur (diambil dari ³Ilmu Hukum

´, karangan Prof.Dr. Satjipto Rahardjo, S.H, halaman 27).

Dalam pengertian apa hukum itu sendiri, penulis berpendapat bahwa hukum adalah seperangkat

peraturan-peraturan, baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang mana ini digunakan untuk

mengatur tingkah laku masyarakat dengan tujuan terwujudnya keamanan dan ketertiban, dan

dalam penegakannya dibutuhkan ketegasan (dilakukan dengan paksaan) serta adanya sanksi

yang tegas bagi pelanggar. Di sini perlu diingat bahwa hukum dapat dilihat dari berbagai

sudut pandang, beberapa diantaranya seperti sudut pandang rekayasa sosial/politik dan sudut

pandang budaya.

1

Page 2: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Hukum Dan Rekayasa Sosial

Hukum dan rekayasa sosial sebenarnya merupakan bagian dari politik sosial.

Politik sosial adalah keadaan yang ingin dicapai dalam kehidupan bersama sebagai suatu

masyarakat, bangsa, dan negara.Bagi bangsa dan negara Indonesia, keadaan yang ingin dicapai

dalam kehidupan bersama sebagai suatu masyarakat, bangsa, dan negara ini tertuang di dalam

alinea keempat pembukaan UUD 1945; yaitu suatu keadaan terlindunginya segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia, keadaan termajukannya kesejahteraan umum, keadaan

tercedaskannya kehidupan bangsa, serta terwujudnya perdamaian abadi.

Singkatnya adalah keadaan terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Akan

tetapi apakah nanti hal tersebut untuk khalayak umum atau hanya kepentingan pembuat UU

(penguasa)? Bila kita kaitkan dengan politik hukum, apakah ada hubungannya dengan rekayasa

sosial? Sebenarnya kalau kita lihat lebih mendalam politik hukum merupakan bagian dari politik

sosial (Makalah Materi Kuliah PIH Tahun 2004, Bapak Natangsa Surbakti,SH,M.Hum). Ada

beberapa pendapat dari para sarjana mengenai politik dan hukum:

a. Daniel S. Lev Politik kerap kali mengintervensi hukum, baik dalam proses pembuatannya

maupun proses orientasinya.

b. Roberto M.Unger Hukum tidak lepas dari subsistem lain (politik), melalui pergulatan

kepentingan politik, sehingga hukum tidak lagi otonom.

c. Sri Sumantri Hukum dan politik laksana rel dan lokomotif, kerap kali lokomotif keluar dari

relnya.

d. Mochtar Kusumaatmaja

Politik dan hukum harus bekerja sama dan saling menguatkan. Hukum tanpa kekuasaan angan

angan, kekuasaan tanpa hukum kelaliman.Sedangkan mengenai hubungan antara hukum dan

politik dapat dilihat dari 3 asumsi di bawah ini:

a. Hukum determinasi atas politik, hukum sebagai das sollen.

b. Politik determinasi atas hukum, hukum sebagai das sein.

c. Politik dan hukum dalam hubungan seimbang.

2

Page 3: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Sebagai alat politik, maka hukum tidak mewakili norma-norma dan nilai-nilai dari semua

anggota masyarakat, melainkan hanya berisi kepentingan (interest) dari beberapa

orang/kelompok. Dari pendapat tersebut dapat dilihat adanya pemisahan antara hukum dan nilai-

nilai yang merupakan cikal bakal dari budaya.

Hubungan Hukum Dengan Budaya

Perilaku dan praktik hukum suatu bangsa terlalu besar untuk hanya dimasukkan dalam Undang-

Undang begitu saja, karena hal ini terkait erat dengan budaya hukum bangsa yang bersangkutan.

Budaya hukum tersebut ditentukan oleh nilai-nilai tertentu yang menjadi acuan dalam

mempraktikkan hukumnya.

Jika kita bertolak dari dasar berfikir bahwa institusi hukum itu senantiasa tertanam (embedded)

di dalam suatu struktur social tertentu maka disitu akan muncul banyak variable lain selain

variable politik yang bias mempengaruhi keotonoman hukum.

Apabila hukum dilihat sebagai suatu proses, maka ia tak mungkin berjalan bagaikan menarik

garis dari satu titik ke titik yang lain. Kebudayaan, aspirasi, cita-cita, dan nilai-nilai tetap

merupakan variable bebas yang turut menentukan penampilan akhir dari hukum.

Itu berarti hukum itu tidak berdiri sendiri, dan tidak sepenuhnya absolut.kita tidak dapat

memperoleh gambaran yang lengkap mengenai keadaan hukum yang sebenarnya hanya dengan

membaca peraturan perundang-undangan saja. Undang-undang itu memang penting dalam suatu

negara hukum, tapi ia bukan segalanya.

Demikian pula proses untuk memberi keadilan kepada masyarakat tidak begitu saja berakhir

melalui kelahiran pasal- pasal undang-undang.Pemahaman yang tidak lengkap itu pulalah yang

membuat orang pernah berpolemik mempersoalkan rekomendasi kongres kebudayaan tahun

1991 tentang perlunya pendekatan budaya dalam penyelenggaraan hukum.

Rumusan rekomendasi yang demikian dipersoalkan, karena dinilai bakal merusak usaha

penegakkan hukum, terutama dalam usaha menumbuhkan kepastian hukum.Dalam hal ini harus

dipahami sungguh-sungguh bahwa budaya itu adalah perilaku substantif dan ia muncul dalam

sekalian sector kehidupan, termasuk kehidupan hukum.

Hukum dan kebudayaan itu sama-sama melakukan kontrol terhadap kehidupan bermasyarakat

kendatipun kekuatannya berbeda. Hukum modern itu memiliki kualitas yang kuat untuk disebut

sebagai teknologi dan mesin, sementara kebudayaan adalah jauh lebih lanjut karena ia bekerja

dengan persuasi atau melalui sosialisasi.

3

Page 4: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Oleh karena itu harus bisa dipahami kalau terjadi benturan antara keduanya, maka budayalah

yang akan banyak mengalami kekalahan. Tapi itu tidak berarti bahwa dalam jangka panjang

kebudayaan sebagai perilaku substantif tidak akan melakukan pembalasan.

Dalam kerangka pemahaman yang demikian itu dapatlah kita mengatakan bahwa undang-

undang itu bukan hanya barisan pasal-pasal, melainkan mempunyai spirit atau semangat juga.

Namun dimensi semangat tersebut hampir selalu terbenam dalam setiap diskusi dan debat

mengenai hukum.

Ketika hukum menanggalkan spiritnya, maka ia semakin tampil secara teknis dan teknologis dan

pembuatan hukum pun sudah semakin menjadi suatu pertukangan (craffmanship) . Prof.Tjip

(Satjipto Rahardjo) menyatakan bahwa selama ini sadar atau tidak sadar bangsa Indonesia boleh

dibilang menjadi ³tawanan barat´.

Betapa tidak, selama hampir 25 tahun sebelum ada pemutusan hubungan kerja sama

pembangunan Indonesia-Belanda, bangsa Indonesia kurang dapat melihat secara kritis terhadap

sekalian yang bersifat barat (Belanda). Orang-orang Indonesia hanya bisa menerima saja tanpa

bisa mengajukan kritiknya. Dalam bidang hukum misalnya, para cendekiawan dan penegak

hukum diberi kesempatan untuk mempelajari hukum modern di Belanda, dan dengan demikian

akan menjadikan bangsa Indonesia semakin jauh dari nilai-nilai kulturalnya sendiri.

Sistem hukum barat yang selama ini dipelajari adalah berwatak liberal yang lebih menekankan

kebebasan,individualisme, dan liberalisme. Watak hukum yang demikian akan menolak

partisipasi masyarakat dalam urusan penegakkan hukum.

Oleh sebab itu beliau (Prof. Tjip) menyarankan sebaiknya sekarang sudah saatnya kita harus

mulai belajar ke Jepang, karena Jepang sendiri telah menempatkan suatu posisi awal yang

hampir sama dengan Indonesia, yaitu menerima penggunaan hukum modern sebagai suatu

institusi yang dipaksakan dari luar.

Sama seperti Indonesia, Jepang juga mengalami pertemuan antara dua kultur yang berbeda yaitu

³kultur Jepang dan kultur Barat´. Dengan demikian di Jepang bisa ditemukan padanan dari unsur

kultur yang terdapat di Indonesia, seperti keselarasan dan kekeluargaan.

Pengalaman Jepang merupakan pelajaran yang sangat menarik buat Indonesia dalam

membangun system hukum modern menurut keharusan atau model Indonesia. Hukum dan

undang-undang itu tidak berdiri sendiri, ia tidak sepenuhnya otonom dan bersifat absolut.

4

Page 5: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Apabila kita menyoroti kehidupan hukum suatu bangsa hanya dengan menggunakan tolak ukur

undang-undang, maka biasanya hasil yang kita peroleh tidaklah memuaskan. Artinya, kita tidak

dapat memperoleh gambaran mengenai keadaan hukum yang sebenarnya hanya dengan

membaca peraturan perundangannya saja.

Diperlukan potret kenyataan hukum yang hanya dapat dilihat melalui perilaku hukum sehari-

hari. Jadi hukum sangat dipengaruhi oleh kebiasaan atau perilaku masyarakat sehari-hari.

Pembangunan Dan Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan Semakin kompleks masyarakat

semakin banyak pula pelanggaran-pelanggaran hukum yang terjadi sehingga informasi

seringkali mencuat (memuat) di berbagai media massa.

Hendaklah diingat, bahwa informasi seringkali pula dibuat ±buat karena untuk kepentingan

suatu kelompok ataupun penguasa. Keprihatinan dalam usaha penegakan hukum di Indonesia

selama ini semakin bertambah, karena rakyat hampir tak mempercayai lagi dengan badan

penegakan hukum kita, mengapa? Karena kita tidak tahu kunci menyelamatkan mempunyai

keseriusan dan keberanian dalam menegakan hukum.

Dalam praktek penegakan hukum sering terjadi hal-hal yang mengejutkan. Seperti, sering pula

ada yang berperkara sesungguhnya sederhana, dalam arti tidak sulit pembuktiannya, tetapi

pengadilan dinyatakan bebas.

Sesungguhnya penegakanhukum akan berhasil bilamana penegak hukumnya itu harus

mempunyai ketegasan dan keberanian serta koekuensi terhadap penegakan hukum itu sendiri.

Ada beberapa hal positif yang dapat ditarik dari penegakan hukum yang dapat ditarik dari

penegakan hukum yang tegas, antara lain :

a. Memulihkan kepercayaan rakyat kepada pemerintah

b. Dapat dilakukan penyelamatan aset negara

c. Para penanam modal tidak ragu-ragu menanamkan modalnya di Indonesia.

Disini penulis ingin menambahkan bahwa penegakan hukum akan berhasil pula, bilamana

adanya partisipasi warga negara.

5

Page 6: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Beberapa diantara salah satu cara penegakan hukum adalah di dalam kekuasaan kehakiman itu

harus merupakan kekuasaan yang merdeka, yang artinya pengaruh kekuasaan pemerintah dan

berhubung itu juga harus diadakan jaminan dalam UU tentang kedudukan hakim; dengan jalan

pendidikan, dengan ini maka setiap warga negara tanpa terkecuali perlu untuk mendapatkan

pengetahuan/informasi yang berkaitan dengan hukum.

Kedua hal ini sama pula dengan pokok-pokok pemikiran yang terdapat di UUD

1945.Marilah kita selalu berhati-hati dalam mewujudkan rasa keadilan.

Karena, tenteram tidaknya suatu masyarakat atau tercapai tidaknya kestabilan di dalam

masyarakat sebagai syarat yang diperlukan untuk pembangunan ekonomi guna kesejahteraan

rakyat, adalah terletak apakah keadilan sudah terwujud di dalam masyarakat itu.

Peranan Mahasiswa Dalam Penegakan Hukum

Peranan mahasiswa dalam penegakan hukum terbagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu peran

mahasiswa dalam lingkungan kampus dan lingkungan masyarakat.

Di dalam lingkungan kampus, mahasiswa dapat melakukan, seperti jujur dalam setiap proses

perkuliahan, melakukan kajian kritis terhadap setiap laporan pertanggungjawaban kegiatan,

kontrol terhadap pelaksanaan proyek kegiatan kampus, dan lain sebagainya.

Kemudian bagaimanakah dengan peran mahasiswa dalam lingkungan masyarakat? Peran

mahasiswa dalam masyarakat, mahasiswa dapat melakukan membantu masyarakat untuk

mewujudkan ketentuan aturanyang diperlukan masyarakat,membimbing dan membantu

masyarakat mengkritisi aturan yang ada dan lain sebagainya.

6

Page 7: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

. Pengertian tentang ideologi

Istilah “Ideologi” berasal dari kata “ideo” (cita-cita) dan “logy” (pengetahuan, ilmu faham).

Menurut W. White definisi Ideologi ialah sebagai berikut : “The sum of political ideas of

doctrines of distinguishable class of group of people” (ideologi ialah soal cita-cita politik atau

dotrin (ajaran) dari suatu lapisan masyarakatatau sekelompok manusia yang dapat dibeda-

bedakan).

Sedangkan menurut pendapat Harold H Titus definisi ideologi ialah sebagai berikut : “A term

used for any group of ideas concerning various politicaland economic issues and social

philosophies often appliedto a systematic schema of ideas held by group classes” (suatu istilah

yang dipergunakan untuk sekelompok cita-cita mengenai berbagai macam masalah politik dan

ekonomi serta filsafat sosial yang sering dilaksanakan bagi suatu rencana yang sistematik

tentang cita-cita yang dijalanakan oleh sekelompok atau lapisan masyarakat).

(Drs Ismaun, pancasila sebagai dasar filsafat atau ideologi negara republik Indonesia dalam Heri

Anwari Ais, Bunga Rampai filsafat pancasila, 1985 : 37).

“The term “isme” something used for these system of thought” (istilah isme/aliran kadang-

kadang dipakai untuk system pemikiran ini.

Dalam pengertian ideologi negara itu termasuk dalam golongan ilmu pengetahuan sosial, dan

tepatnya pada digolongkan kedalam ilmu politik (political sciences) sebagai anak cabangnya.

Untuk memahami tentang ideologi ini, maka kita menjamin disiplin ilmu politik.

Didalam ilmu politik, pengertian ideologi dikenal dua pengertian, yaitu :

Pertama, pengertian secara fungsional dan Kedua, pengertian secara structural

Ideologi dalam pengertian secara fungsional adalah ideologi diartikan seperangkat gagasan

tentang kebaikan bersama atau tentang masyarakat dan negara yang dianggap paling baik.

Sedangkan pengertian ideologi secara structural adalah ideologi diartikan sebagai system

pembenaran, seperti gagasan dan formula politik atas setiap kebijakan dan tindakan yang

diambil oleh penguasa.

7

Page 8: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Lebih lanjut ideologi dalam arti fungsional secara tipologi dapat dibagi dua tipe, yaitu ideologi

yang bertipe doktriner dan ideologi yang bertipe pragmatis.Suatu ideologi digolongkan doktriner

apabila ajaran-ajaran yang terkandung dalam ideologi itu dirumuskan secara sistematis dan

terinci dengan jelas, diindotrinasikan kepada warga masyarakat, dan pelaksanaanya diawasi

secara ketat oleh aparat partai atau aparat pemerintah, komunisme merupakan salah satu

contohnya.

Suatu ideology digolongkan pada tipe pragmatis, ketika ajaran – ajaran yag terkandung dalam

ideology tersebut tidak dirumuskan secara sistematis dan terinci, melainkan dirumuskan secara

umum (prinsup-prinsipnya saja).

Dalam hal ini, ideology itu tidak diindoktrinasikan, tetapi disosisalisasikan secara fungsional

melalui kehidupan keluarga, sistem pendidikan, sistem ekonomi, kehidupan agama dan sistem

politik. Individualisme (liberalisme) merupakan salah satu contoh ideology pragmatis.

Untuk memahami lebih dalam lagi contoh-contoh ideology, maka berikut ini kita mencoba

mengenal pijakan pemahaman terhadap empat ideology yang kita kenal dalam wacana politik,

yaitu :

Pertama, liberalisme

Kedua, konservatisme

Ketiga, sosialisme dan komunisme

Keempat, fasisme

Ideologi-ideologi Dunia

Liberalisme

Liberalisme tumbuh dari konstek masyarakat Eropa pada abad pertengahan feudal, dimana

sistem sosial ekonomi dikuasai oleh kaum aristrokasi feodal dan menindas hak-hak individu.

Liberalisme tidak diciptakan oleh golongan pedagang dan industri, melainkan diciptakan oleh

golongan intelektual yang digerakan oleh keresahan ilmiah (rasa ingin tahu da keinginan untuk

mencari pengetahuan yang baru) dan artistic umum pada zaman itu.

8

Page 9: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Ciri-ciri ideology libertalisme sebagai berikut :

Pertama, demokrasi merupakan bentuk pemerintahan yang lebih baik,

Kedua, anggota masyarakat memiliki kebebasan intelektual penuh, termasuk kebebasan

berbicara.

Ketiga, pemerintah hanya mengatur kehidupan masyarakat secara terbatas. Keputusan yang

dibuat hanya sedikit untuk rakyat sehingga rakyat dapat belajar membuat keputusan untuk diri

sendiri.

Keempat, kekuasaan dari seseorang terhadap orang lain merupakan hal yang buruk. Oleh karena

itu pemerintahan dijalankan sedemikian rupa sehingga penyalahgunaan kekuasaan dapat

dicegah.

Kelima, suatu masyarakat dikatakan berbahagia apabila setiap individu atau sebagian terbesar

individu berbahagia, kalau masyarakat secara keseluruhan berbahagia, kebahagiaan sebagian

besar individu belum tentu maksimal.

Konservatisme

Ketika liberalisme menggoncang struktur masyarakat feudal yang mapan, golongan feudal

berusaha mencari ideology tandingan untuk menghadapi kekuasaan persuasive liberalisme.

Dari sinilah muncul ideology konservatisme sebagai reaksi atas paham liberalisme.Paham

konservatisme itu ditanda dengan gejala-gejala sebagai berikut :

pertama, masyarakat yang terbaik adalah masyarakat yang tertata. Masyarakat harus memiliki

struktur (tata) yang stabil sehingga setiap orang mengetahui bagaimana ia harus berhubungan

dengan orang lain.seseorang akan lebih memperoleh kebahagiaansebagai anggota suatu keluarga

anggota gereja daan anggota masyarakat daripada yang dapat diperoleh secara individual.

Kedua, untuk menciptakan masyarakat yang tertata dan stabil diperlukan suatu pemerintah yang

memiliki kekuasaan yang mengikat tetapi bertanggung jawab. Paam konservatif berpandangan

pengatura yang tepat atas kekuasaan akan menjamin perlakuan yang samaterhadap setiap orang.

9

Page 10: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Ketiga, paham ini menekankan tanggung jawab pada pihak penguasa dalam masyarakat untuk

membantu pihak yang lemah.

Posisi ini bertentangan dengan pahamliberal yang berpandangan pihak yang lemah harus

bertanggung jawab atas urusan dan hidupnya. Sisi konservatif inilah yang menimbulkan untuk

pertama kali negara keseahteraan (welfare state) dengan program-program jaminan sosial bagi

yang berpenghasilan rendah.

Ciri lain yang membedakan antara liberalisme dan konservatisme adalah menyangkut hubungan

ekonomi dengan negara lain.

Paham konservatif tidak menghendaki pengaturan ekonomi (proteksi), melainkan menganut

paham ekonomi internasional yang bebas (persaingan bebas), sedangkan paham liberal

cenderung mendukung pengaturan ekonomi internasional sepanjang hal itu membantu buruh,

konsumen dan golongan menengah domestik.

Sosialisme dan komunisme

Sosialisme merupakan reaksi terhadap revolusi industri dan akibat-akibatnya. Awal sosialisme

yang muncul pada bagian pertama abad ke-19 dikenal sosialis utopia. Sosialisme ini lebih

didasarkan pada pandangan kemanusiaan (humanitarian), dan meyakini kesempurnaan watak

manusia.

Penganut paham ini berharap dapat menciptakan masyarakat sosialis yang dicita-citakan dengan

kejernihan dan kejelasan argumen, bukan dengan cara-cara kekerasan dan revolusi. Sedang

paham komunisme berkeyakinan perubahan system kapitalis harus dicapai dengan revolusi, dan

pemerintahan oleh dictator proletariat sangat diperlukan pada masa transisi. Dalam masa transisi

dengan bantuan negara dibawah dictator proletariat, seluruh hak milik pribadi dihapuskan dan

diambil untuk selanjutnya berada pada kontrol negara.

Perbedaan sosialisme dan komunisme terletak pada sarana yang digunakan untuk mengubah

kapitalisme menjadi sosialisme. Paham sosialis berkeyakinan perubahan dapat dan seyogyanya

dilakukan dengan cara-cara damai dan demokratis.

10

Page 11: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Fasisme

Fasisme merupakan tipe nasionalisme yang romantis dengan segala kemegahan upacara dan

symbol-simbol yang mendukungnya untuk mencapai kebesaran negara.

Hal itu akan dapat dicapai apabila terdapat seorang pemimpin kharismatis sebagai symbol

kebesaran negara yang didukung oleh massa rakyat.. dukungan massa yang fanatik ini tercipta

berkat indoktrinasi, slogan-slogan dan symbol-simbol yang ditanamkan sang pemimpin besar

dan aparatnya. Fasisme ini pernah diterapkan di Jerman (Hitler), Jepang, Italia (Mossolini), dan

Spanyol.

Dewasa ini pemikiran fasisme cenderung muncul sebagai kekuatan reaksioner (right wing)

dinegara-negara maju, seperti skin ilead dan kluk-kluk klan di Amerika Serikat yang berusaha

mencapai dan mempertahankan supremasi kulit putih.

Pengertian tentang reformasi

Makna serta pengertian reformasi dewasa ini banyak disalah artikan sehingga gerakan

masyarakat yang melakukan perubahan yang mengatasnamakan gerakan reformasi juga tidak

sesuai dengan gerakan reformasi itu sendiri.

Hal ini terbukti dengan maraknya gerakan masyarakat dengan mengatasnamakan gerakan

reformasi, melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan makna reformasi itu sendiri, misalnya

dengan pemaksaan kehendak dengan menduduki kantor suatu instansi atau lembaga baik negeri

atau swasta, dan tindakan lain yang justru tidak mencerminkan sebagai reformis.

Makna “reformasi” secara etimologis berasal dari kata “reformation” dengan akar kata “reform”

yang secara semantic bermakna “make or become better by removing or putting right what is

bad or wrong” (oxford advanced leaner’s dictionary of current English, 1980, dalam Wibisono

1998 : 1).

Secara harfiah reformasi memiliki makna : suatu gerakan untuk memformat ulang, menata ulang

atau menata kembali hal-hal yang menyimpang untuk dikembalikan pada format atau bentuk

semula sesuai dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan rakyat(Riswanda, 1998).

11

Page 12: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Oleh karena itu suatu gerakan reformasi memiliki kondisi syarat-syarat sebagai berikut :

Pertama, suatu gerakan reformasi dilakukan karena adanya suatu penyimpangan-penyimpangan.

Masa pemerintahan ORBA banyak terjadi suatu penyimpangan – penyimpangan, misalnya asas

kekeluargaan menjadi “nepotisme” kolusi dan korupsi yang tidak sesuai dengan makna dan

semangat pembukaan UUD 1945 serta batang tubuh UUD 1945.

Kedua, suatu gerakan reformasi dilakukan harus dengan suatu cita-cita yang jelas (landasan

ideologis) tertentu, dalam hal ini pancasila sebagai ideology bangsa dan negara Indonesia. Jadi

reformasi pada prinsipnya suatu gerakan untuk mengembalikan pada dasar nilai-nilai

sebagaimana dicita-citakan oleh bangsa Indonesia.

Tanpa landasan visi dan misi ideology yang jelas maka gerakan reformasi akan mengarah

anarkisme, disintegrasi bangsa dan akhirnya jatuh pada kehancuran bangsa dan negara

Indonesia, sebagaimana yang telah terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia.

Ketiga, suatu gerakan reformasi dilakukan dengan berdasar pada suatu acuan reformasi.

Reformasi pada prinsipnya gerakan untuk mengadakan suatu perubahan untuk mengembalikan

pada suatu tatanan structural yang ada, karena adanya suatu penyimpangan.

Maka reformasi akan mengembalikan pada dasar serta sistem negara demokrasi, bahwa

kedaulatan adalah ditangan rakyat sebagaimana terkandung dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

Reformasi harus mengembalikan dan melakukan perubahan ke arah sistem negara hukum dalam

arti yang sebenarnya sebagaimana terkandung dalam penjelasan UUD 1945, yaitu harus adanya

perlindungan hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh penguasa, serta

legalitas dalam arti hukum.

Oleh karena itu reformasi itu sendiri harus berdasarkan pada kerangka hukum yang jelas. Selain

itu reformasi harus diarahkan pada suatu perubahan ke arah transparasi dalam setiap

kebijaksanaan dalam penyelenggaraan negara karena hal ini sebagai manesfestasi bahwa

rakyatlah sebagai asal mula kekuasaan negara dan rakyatlah segaa aspek kegiatan negara. Atau

dengan prinsip, bahwa “Tiada Reformasi dan Demokrasi tanpa supremasi hukum dan tiada

supremasi hukum tanpa reformasi dan demokrasi”.

12

Page 13: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Keempat, Reformasi diakukan ke arah suatu perubahan kearah kondisi serta keadaan yang lebih

baik dalam segala aspeknya antara lain bidang politik, ekonomi, sosial budaya, serta kehidupan

keagamaan. Dengan lain perkataan reformasi harus dilakukan ke arah peningkatan harkat dan

martabat rakyat Indonesia sebagai manusia democrat, egaliter dan manusiawi.

Kelima, Reformasi dilakukan dengan suatu dasar moral dan etik sebagai manusia yang

berketuhanan yang maha esa, serta terjaminnya persatuan dan kesatuan bangsa.

Atas dasar lima syarat-syarat di atas, maka gerakan reformasi harus tetap diletakkan dalam

kerangka perspektif pancasila sebagai landasan cita-cita dan ideology, sebab tanpa adanya suatu

dasar nilai yang jelas, maka reformasi akan mengarah kepada disintegrasi, anarkisme,brutalisme,

dengan dmikian hakekat reformasi itu adalah keberanian moral untuk membenahi yang masih

terbengkalai, meluruskan yang bengkok, mengadakan koreksi dan penyegaran secara terus-

menerus, secara gradual, beradab dan santun dalam koridor konstitusional dan atas

pijakan/tatanan yang berdasarkan pada moral religius.

Pancasila sebagai ideologi terbuka

pancasila sebgaai filsafat bangsa / negara dihubungkan dengan fungsinya sebagai dasar negara,

yang merupakan lndasan ideal bangsa Indonesia dan negara republik Indonesia dapat disebut

pula sebagai ideologi nasional atau disebut juga sebagai ideologi negara.

Artinya pancasila merupakan ideologi yang dianut oleh negara (penyelenggaraan negara dan

rakyat) Indonesia secara keseluruhan, bukan milik atau monopoli seseorang atau sekelompok

orang, disamping masih adanya beberapa ideologi yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang

lain, sepanjang tidak bertentangan dengan ideologi negara, sebab Pancasila merupakan

kristalisasi nilai-nilai kebenaran yang telah dipilih oleh para pendiri negara ini, yang mana lima

dasar atau lima silanya merupakan satu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan walaupun

terbedakan sebagai dasar dan ideologi pemersatu.

Sebagai suatu rumusan dasar filsafat negara atau dalam kedudukan sebagai ideologi negara yang

dikandung oleh pembukaan UUD 1945 ialah pancasila.

Rumusan pancasila itu dapat pula disebut sebagai rumusan dasar cita negara (staatidee) dan

sekaligus dasar dari cita hokum (rechtidee) negara republik Indonesia.

Sebagai cita negara, ia dirumuskan berdasarkan cita yang hidup di dalam masyarakat

(volksgeemenshapidee) yang telah ada sebelum negara itu didirikan.

13

Page 14: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Memang sebelum negara republik Indonesia berdiri, masyarakatnya telah ada sejak berabad-

abad silam.

Terbentuknya suatu masyarakat pada umumnya terjadi secara alamiah. Masyarakat itu kemudian

mengembangkan citanya sendiri, yang berisi cita-cita, harapan-harapan, keinginan-keinginan,

norma-norma dan bentuk-bentuk ideal masyarakat yang dicita-citakannya.

Cita negara dirumuskan berdasarkan cita yang hidup dalam masyarakat tadi sebagai hasil

refleksi filosofis.Pertanyaan yang mendasar dan ilmiah adalah Apakah pancasila itu sebagai

Ideologi ? dan jika sebagai ideologi apakah sebagai ideologi tertutup atau ideologi terbuka dan

dimana letak terbukanya ?

Secara wacana akademik istilah ideologi pada walnya digunakan oleh seorang filsuf Prancis,

ANTOINE DESTUTT DE TRACY, yang diartikannya “ilmu pengetahuan mengenai gagasan-

gagasan (science of ideas). Istilah ini mula-mula mengandung konotasi politik karena

penggunaanya berhubungan dengan epistmologi ilmu pengetahuan.

Dalam sejarahnya istilah ideologi baru berhubungan dengan kehidupan politik setelah Napoleon

Bonaparte dari Prancis menamakan semua orang yang menentang gagasan-gagasan “patriotic”

yang dikemukakannya sebagai kaum “ideologis”. Bagi Napoleon, ideologi adalah pemikiran-

pemikiran khayali kaum idealis yang menghalang-halangi pencapaian tujuan-tujuan

revolusioner.

Istilah ini semakin popular pada abad pertengahan ke 19 setelah KARL MARX menerbitkan

buku German Ideology. Menurut ideologi hanyalah kesadaran yang palsu, ideologi adalah

kesadaran sebuah kelas sosial dan ekonomi dalam masyarakat demi mempertahankan

kepentingan-kepentingan mereka.

Dan sejarah mencatat, berbagai akibat yang ditimbulkan oleh ideologi KARL MARX, sejak

kemenangan revolusi kaum Bolsjevik di Rusia pada tahun 1926 sampai masa keruntuhan

kemunisme pada tahun-tahun belakangan ini.

14

Page 15: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Kajian komprehensif dari segi sosiologi pengetahuan mengenai ideologi dipelopori oleh KARL

MANNHEIM. Tokoh ini menerima dasar pemikiran Karl Max bahwa ideologi adalah

“kesadaran kelas”. Mann Heim membuat dua kategori ideologi, yaitu :

Pertama, Ideologi yang bersifat particular

Kedua, Ideologi yang bersifat menyeluruh

Pada kategori pertama dimaksudkannya sebagai keyakinan-keyakinan yang tersusun secara

sistimatis dan terkait erat dengan kepentingan suatu kelas sosial dalam masyarakat.

Sedangkan pada kategori kedua diartikannya sebagai suatu system pemikiran yang menyeluruh

mengenai semua aspek kehidupan sosial. Ideologi dalam kategori kedua ini bercita-cita

melakukan transformasi sosial secara besar-besaran menuju bentuk tertentu.

Jadi Mann Heim menganggap ideologi pada kategori kedua ini tetap berada dalam batas-batas

yang realistic dan berbeda dengan “utopia” yang hanya berisi gagasan-gagasan besar yang

hampir tidak mungkin dapat diwujudkan.

Pertanyaannya adalah apakah pancasila adalah ideologi dalam kategori pertama atau pada

ideologi pada kategori kedua ?Bagi bangsa Indonesia ideologi tentu bukan kesadaran sebuah

kelas sebagaimana dipahami KARL MARX.

Cara pandang kenegaraan bangsa Indonesia menolak penggunaan analisis kelas karena negara

diciptakan untuk semua.

Negara mengatasi paham golongan dan paham perseorangan, demikian ditegaskan dalam

penjelasan umum UUD 1945, jadi ideologi negara dimaksudkan untuk mengatasi kemungkinan

adanya paham golongan-golongan di dalam masyarakat karena keberadaan golongan-golongan

itupun diakui oleh ketentuan pasal 2 UUD 1945.

Penjelasan atas pasal ini menerangkan bahwa yang dimaksud dengan golongan-golongan ialah

badan-badan seperti koperasi, serikat sekerja, dan badan-badan kolektif lain.Dengan demikian

dari dua kategori ideologi yang dikemukakan oleh Mann Heim di atas, ideologi pancasila dapat

digolongkan sebagai ideologi menyeluruh.

15

Page 16: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Memang lima sila didalam pancasila itu mengandung cirri universal sehingga mungkin saja ia

ditemukan dalam gagasan berbagai masyarakat dan bangsa di dunia. Letak kekhasan dan

orsinilitasnya sebagai dasar filsafat dan ideologi negara republik Indonesia ialah, kelima sila itu

digabungkan dalam kesatuan yang integrative, bulat dan utuh.

Dan sebagai ideologi bersifat menyeluruh, karena pancasila yang dirumuskan dalam pembukaan

UUD 1945 pada alinea keempat itu, ditafsirkan secara otentik oleh konstitusi / UUD 1945 dalam

pokok-pokok pikiran pembukaan UUD 1945, oleh karena pancasila sebagai ideologi juga

didalamnya sekaligus sebagai cita hukum, artinya pancasila membimbing arah pembentukan

hukum dalam masyarakat.

Sebagai norma-norma mendasar (staatfundamentalnorm) rumusan pancasila bukan rumusan

hukum yang bersifat operasional yang pelaksanaanya dikenakan sanksi. Untuk membuat

operasiaonal, negara membentuk berbagai peringkat peraturan perundang-undangan.

Penyelenggara negara dalam mengoperasionalkan ideologi pancasila, maka harus mengacu

kepada penafsiran otentik dari pancasila, dan telah menjadi kesepakatan para ahli hukum

Indonesia, bahwa pokok-pokok pikiran dalam penjelasan umum pembukaan UUD 1945 adalah

tafsir otentik dari pancasila yang dirumuskan atas dasar kesepakatan pendiri negara dan itulah

yang kemudian kita sebut PARADIGMA PANCASILA.

Kemudian dimana letak terbukanya sebagai ideologi, hal ini dapat ditelusuri dari pernyataan

dalam penjelasan umum, bahwa kita harus ingat dengan dinamika negara dan jangan terlalu

cepat membuat kristalisasi terhadap pikiran-pikiran yang mudah berubah.

Contoh yang paling jelas adalah tentang konsep negara hukum yang dianut oleh negara republik

Indonesia didalam kontitusinya didasari dengan satu paradigma yaitu dengan suatu prinsip

“semangat para penyelenggara negara itu baik, maka baiklah segalanya”.

Bagaimana pijakan berpikirnya, penjelasan UUD 1945 menegaskan bahwa negara berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa bermakna bahwa para penyelenggara negara berkewajiban

“memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur”.

Kepatuhan terhadap norma-norma moral berbeda dengan kepatuhan terhadap norma-norma

hukum, karena sangat bergantung pada keinsafan batin setiap individu dan adanya kontrol yang

kuat dari masyarakat. Inilah yang dimaksud dengan istilah “semangat para penyelenggara

negara”.

16

Page 17: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Keberadaan lembaga kontrol yang terdiri dari masyarakat, para cendikiawan, ulama, tokoh-

tokoh masyarakat, dan kalangan pers menjadi sangat penting untuk “mengawasi”, perilaku para

lagislator dalam merumuskan norma-norma hukum, maupun prilaku para penyelenggara negara.

Oleh karena itu di era reformasi ini, pancasila sebenarnya dapat dijadikan paradigma reformasi,

apabila keberadaaan civil society yang kuat dan berprilaku democrat, egaliter dan manusiawi.

Civil society adalah elemen kunci dalam menentukan terwujudnya masyarakat demokratis yang

efektif. Civil society mungkin ada tanpa demokrasi, tetapi demokrasi tidak bias ada tanpa civil

society yang kuat.

Salah satu parameter civil society yang kuat adalah adanya gerakan masyarakat terhadap

tegaknya supremasi hukum didalam negara dmokrasi yang sekaligus negara hukum.

Pertanyaanya adalah dapatkah pancasila sebagai paradigma reformasi hukum ? Jawaban atas

pertanyaan ini adalah tergantung pemahaman penyelenggara negara dan pemerintah terhadap

konsep negara hukum menurut paradigma UUD 1945.

Supremasi Hukum dalam konsep negara hukum “pancasila”

Berbicara tentang supremasi hukum, kita harus berbicara tentang masyarakat dimana hukum itu

berlaku baik yang disebut masyarakat nasional maupun internasional.

Supremasi hukum didalam masyarakat nasional kita karena didalamnya ada aturan yang disebut

hukum. Secara sederhana kita dapat mendefinisikan hukum sebagai aturan tentang tingkah laku

manusia dimasyarakat tertentu.

Aturan yang disebut hukum tadi akan terkait dengan tindakan manusia atau tingkah laku

manusia didalam suatu masyarakat nasional yang mempunyai berbagai macam aspek atau

bidang, didalamnya ada bidang politik, bidang ekonomi, bidang sosial, bidang budaya,

pendidikan dan juga keamanan.

Didalam berbagai bidang itulah manusia melakukan tingkah laku dan manusia satu dengan yang

lain melakukan interaksi dan interaksi itu berjalan secara tertib, maka dibutuhkan aturan yang

disebut hukum.

Oleh karena itu ketika kita akan berbicara tentang supremasi hukum maka timbul beberapa

pertanyaan yang perlu mendapat jawaban secara jelas yaitu apa dimaksud dengan supremasi

hukum, untuk apa supremasi hukum itu ditegakkan dan bagaimana caranya supremasi hukum itu

bisa diwujudkan.

17

Page 18: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Tetapi kita pertanyaan tadi dialam kehidupan masyarakat nasional pada akhirnya bermuara

kepada apa yang disebut terwujudnya negara hukum.

Ketika kita berbicara tentang negara hukum yang disebut supremasi hukum itu tentu saja tidak

akan lepas dari konsepsi dasar yang dipakai sebagai landasan untuk menciptakan sebuah negara

nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi atau Undang-

undang dasar.

Ini merupakan dasar yang bersifat universal yang berlaku pada tiap-tiap negara. Oleh karena itu

ketika kita harus berbicara secara kongkrit tentang supremasi hukum di Indonesia pada

umumnya dan khususnya Kalimantan Barat pada khususnya, kita tidak bisa lain kecuali kembali

harus melihat kembali kepada konstitusi atau UUD 1945 sebagai hukum dasar tertulis yang

berlaku seluruh republik Indonesia.

Jika berbicara dalam tataran koridor konstitusional, maka persoalan supremasi hukum yang

hanya mungkin terwujud didalam sebuah masyarakat nasional yang disebut negara hukum

konstitusional, yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari penyelenggara negara :

pemerintah dan segenap alat perlengkapan negara di pusat dan didaerah terhadap rakyatnya

harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan oleh rakyat / wakilnya

didalam badan perwakilan rakyat.

Dan dalam wacana politik modern, maka dalam paktek negara demokrasi dengan sendirinya

negara hukum. Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang ada, didalam negara demokrasi hukum

dibuat untuk melindungi hak-hak azasi manusia warga negara, melindungi mereka dari tindakan

diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial dan kepastian hukum serta keadilan

sehingga proses politik berjalan secara damai sesuai koridor hukum/konstitusional.

UUD 1945 sebenarnya telah mempunyai ukuran-ukuran dasar yang bisa dipakai untuk

mewujudkan negara hukum dimana supremasi hukum akan diwujudkan.

Kalau kita pelajari UUD 1945 dengan seksama ada sebuah kalimat dalam kaitan dengan apa

disebut negara hukum yang secara jelas disebutkan bahwa “Indonesia adalah negara berdasar

atas negara hukum, tidak berdasar atas kekuasaan belaka” ini sebenarnya Grundnorm yang telah

diberikan oleh Fonding father yang membangun negara ini.

Bagaimana kita akan menyusun negara hukum, bagaimana negara hukum itu akan diarahkan,

dalam arti untuk apa kita wujudkan negara hukum ini, sekaligus dituntut untuk menegakkan

hukum sebagai salah satu piranti yang bisa dipergunakan secara tepat didalam mewujudkan

keinginan atau cita-cita bangsa.

18

Page 19: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Formula UUD 1945 tersebut mengandung pengertian dasar bahwa didalam negara yang

dibangun oleh rakyat Indonesia ini sebenarnya diakui adanya dua faktor yang terkait dalam

mwujudkan negara hukum, yaitu satu factor hukum dan yang kedua factor kekuasaan.

Artinya hukum tidak bisa ditegakkan inkonkreto dalam kehidupan berbangsa, bernegara, dan

bermasyarakat tanpa adanya kekuasaan dan dimanesfestasikan pada adanya apa yang UUD

disebut. Kata penyelenggara negara di bidang Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif.

Sebaliknya pembentukan kekuasaan dan penggunaan kekuasaan sama sekali tidak boleh

meninggalkan factor hukum tersebut oleh karena hukum yang berupa Grundnorm dalam UUD

1945 ini memberikan dasar terhadap terbentuknya kekuasaan yaitu kedaulatan rakyat.

Artinya rakyat yang berdaulat bukan negara yang berdaulat dan hukum juga memberikan dasar

terhadap penggunaan kekuasaan tersebut hingga penggunaan kekuasaan yang ada pada negara

tidak boleh diterapkan semena-mena tanpa ada dasar hukumnya yang jelas.

Dengan demikian maka kekuasaan yang ada pada negara pada saat diterapkan harus

menghormati kewenangan-kewenangan yang sifat terbatas diberikan kepada aparat negara.

Begitu juga hukumlah yang menentukan arah kemana kekuasaan negara itu dipergunakan dan

menentukan tujuan-tujuan apa yang hendak dicapai dengan menggunakan kekuasaan tersebut.

Yang idak boleh dilupakan adalah bahwa hukum tidak hanya memberi dasar, tidak hanya

memberi arah, tidak hanya menentukan tujuan, tetapi hukum juga menentukan cara atau

prosedur bagaimana kekuasaan itu diterapkan didalam praktek penyelenggaraan negara.

Dengan demikian dua factor hukum dan kekuasaan, tidak bisa dilepaskan satu sama lain,

bagaikan lokomotif dan relnya serta gerbong yang ditarik lokomotif. Artinya hukum tidak bisa

ditegakkan bahkan lumpuh tanpa adanya dukungan kekuasaan.

Sebaliknya kekuasaan sama sekali tidak boleh meninggalkan hukum, oleh karena apabila

kekuasaan dibangun dan tanpa mengindahkan hukum, yang terjadi adalah satu negara yang

otoriter.

Fungsi kekuasaan pada hakekatnya adalah memberikan dinamika terhadap kehidupan hukum

dan kenegaraan sesuai norma-norma dasar atau grundnorm yang dituangkan dalam UUD 1945

dan kemudian dielaborasi lebih lanjut secara betul dalam hirarki perundang-undangan yang

jelas.

19

Page 20: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Jika dipahami dengan benar pemahaman dan norma ini sebenarnya secara konsepsional

Indonesia memiliki landasan yang kuat untuk mewujudkan negara hukum konstitusional yang

demokratis dan dengan dengan demikian secara konsepsiaonal supremasi hukum telah dijamin

eksistensinya oleh UUD 1945.

Artinya secara implementasi pemecahan-pemecahan segala dibidang politik, ekonomi, sosial,

budaya, pendidikan dan lain-lain menggunakan legal approach dan apabila mau menggunakan

pendekatan kekuasaan itu harus didasarkan atas hukum.

Dan memang setiap transisi dalam demokrasi pasti memiliki masalah khusus. Masalah yang

pokok terutama terkait dengan (1) kultur politik dan juga (2) struktur politik. Demokrasi

memerlukan adanya kultur dan struktur yang mendukung proses-proses demokratisasi. Dua hal

ini biasanya belum terbentuk dengan baik dalam masyarkat transisi, seperti Indonesia saat ini,

atau Kal-Bar khusus saat ini.

Di Indonesia, pasca orde baru, belum ada kultur demokrasi yang kuat (misalnya tradisi berbeda

pendapat, toleransi, dialog terbuka, tradisi melakukan advokasi, prilaku yang menjunjung hukum

dan moral religius dalam menghadapi persoalan secara jernih). Struktur politik yang ada saat ini

juga belum cukup demokratis, karena diperlukan adanya perubahan structural yang harus

diawali dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 dan atau produk-produk hukum yang

bertipe represif, ke arah otonom, dan bertipe responsive.

Dengan dmkian demokrasi modern selalu hadir dalam wadah negara hukum, sehingga sering

disebut sebagai negara hukum konstitusional. Ciri yang mendasar dari demokrasi kontitusional

yang demokratis adalah gagasan bahwa pemerintah yang demokratis adalah pemerintah yang

terbatas kekuasaannya dan tidak dibenarkan bertindak sewenang-wenang terhadap warga

negaranya.

Pembatasan-pembatasan atas kekuasan pemerintah tercantum dalam konstitusi, sehingga sering

disbut “pemerintah berdasar atas konsttusi” (constitutional goverment), yang juga sama dengan

limited government atau restrained government.

20

Page 21: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Kemudian dimana letak kaitan pancasila sebagai ideology dengan supremasi hukum ?

Supremasi hukum baru dapat ditegakkan apabilapara penyeleggara negara berprilaku democrat,

egaliter dan manusiawi yang dijiawai oleh nilai-nilai ideology pancasila, artinya letak persoalan

pokoknya belum tegaknya supremasi hukum bukan pada konsepsi negara hukumnya, bukan

konsepsi dasar ideology negara pancasila yang tidak bisa memenuhi tantangan jaman, tetapi

terletak pada praktek penyelenggara negara disemua bidang yang telah meninggalkan unsur-

unsur iotanamkan oleh UUD 1945, yaitu semangat penyelenggara negara.

Terutama butir 4 dari pokok-pokok pikiran yang tercantum dalam pembukaanUUD 1945 yang

mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan lain-lain penyeleggara negara untuk

budi pekerti kemanusiaan yang luhur dengan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur,

yang digali berdasarkan nilai-nilai ketuhan yang maha esa (moral religius), nilai-nilai

kemanusiaan yang adil dan beradab (harkat dan martabat manusia dan hakhak azasi manusia),

nilai-nilai persatuan dan kesatuan, nilai-nilai kerakyatan dan prisip musyawarah mufakat, prinsip

perwakilan, dan nilai-nilai keadilan kebenaran untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan

sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

21

Page 22: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

UNDANG-UNDANG POLITIK DALAM PERSPEKTIF HUKUM

Cita-cita nasional Bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD

1945 meliputi cita-cita politik dalam dan luar negeri. Cita-cita kemerdekaan dikemukakan

dengan rumusan “supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas maka dengan ini rakyat

Indonesia menyatakan kemerdekaannya”.

Cita-cita persatuan dan kesatuan dapat diungkapkan dalam rumusan “melindungi

segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Dalam politik luar negeri cita-

cita Bangsa Indonesia dirumuskan dengan kata-kata “ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”. Sedangkan cita-cita dalam

bidang kehidupan sosial, ekonomi, kebudayaan dikemukakan dalam rumusan kata-kata” untuk

memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa”.

Partai politik sesungguhnya merupakan wahana dan sarana yang ampuh dalam

mengembangkan demokrasi. Demokrasi yang dicita-citakan oleh bangsa Indonesia adalah

demokrasi yang berdasarkan pada Pancasila. Hal itu berarti bahwa demokrasi yang harus

dikembangkan adalah demokrasi yang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia. Asas

demokrasi yang dicita-citakan itu terkandung dalam sila Keempat Pancasila yang berbunyi

“kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan”,

sedangkan dasarnya dalam pasal 1 ayat (2) UUD 1945.

           

II

Perbincangan atau diskursus tentang undang-undang politik baru dalam perspektif hukum dapat

dikaji dengan mempergunakan pendekatan konstitusi sebagai sumber utama hukum tata negara.

Hal ini dapat dipahami karena cabang hukum tata negara adalah cabang ilmu hukum yang sangat

dekat kaitannya dengan masalah-masalah politik. Konstitusi dapat diartikan sebagai sekumpulan

peraturan yang isinya mengenai ketentuan-ketentuan dasar yang mengatur sistem ketatanegaraan

suatu negara.

Dalam praktek ketatanegaraan atau praktek politik, konstitusi belum tentu dilaksanakan

sesuai dengan ketentuan atau jiwa (semangat) konstitusi itu sendiri.

Ketidak sesuaian antara ketentuan atau isi konstitusi dengan praktek ketatanegaraan

seringkali mendatangkan ketidakstabilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam ajaran ilmu hukum sebuah konstitusi dipandang sebagai perjanjian masyarakat

yang berisikan bahwa masyarakat atau warga negara menentukan arah penguasa. Apabila

pandangan hukumtentang konstitusi sebagaimana dikemukakan tersebut, maka dalam sebuah

22

Page 23: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

masyarakat modern tidak dapat tidak warga masyarakat yang tergabung dalam partai politik

menentukan kebijaksanaan yang diambil oleh pemerintah atau eksekutif.

Dengan demikian konstitusi adalah realisasi demokrasi yang di dalamnya juga terjamin

hak-hak asasi manusia dengan kesepakatan bahwa kebebasan penguasa dalam menetapkan

kebijaksanaan umum atau undang-undang ditentukan oleh warga masyarakat.

Dengan ajaran tersebut jelas bahwa pelanggaran atas ketentuan-ketentuan yang digaris

konstitusi pada hakekatnya adalah pelanggaran terhadap kehendak rakyat.

III

Konstitusi negara Indonesia UUD 1945 yang merupakan sumber hukum tertinggi dalam

hirarkhi perundang-undangan Indonesia memuat ketentuan-ketentuan tentang ketatanegaraan

Indonesia secara ringkas dengan rumusan pasal-pasal yang sederhana. Bagi warga negara

Indonesia generasi sekarang dan kemudian mungkin tidak mudah untuk menangkap apa makna,

jiwa dan semangat yang terkandung dibalik kesederhanaan rumusan pasal-pasalnya.

Dalam kaitannya dengan undang-undang politik, kesederhanaan sususan dan rumusan

pasal-pasal UUD 1945 dapat kita temukan misalnya dalam bunyi pasal 1 ayat (2) bila

dihubungkan dengan bunyi pasal 2 ayat (1), pasal 5 ayat (1) dan pasal 28.

Pasal 1 ayat (2) menyatakan : “Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan

sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”.

Pasal 2 ayat (1) menyatakan : “Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota-

anggota Dewan Perwakilan Rakyat, ditambah dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan

golongan-golongan ditetapkan dengan undang-undang”

Pasal 5 ayat (1) menyatakan; “ Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-

undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat”.

Pasal 28 menyatakan; “ Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”.

Rangkaian keempat pasal tersebut menunjukkan bahwa Presiden dan DPR berdasarkan

pasal 5 ayat (1) dapat membuat undang-undang politik yakni:

1.  Undang-undang tentang Pemilu sebagai penjabaran dari pasal 1 (2) UUD 1945

2.  Undang-undang tentang Susduk Anggota MPR, DPR dan DPRD sebagai penjabaran dari

pasal 2 (1) UUD 1945

3.  Undang-undang tentang Partai Politik sebagai penjabaran dari pasal 28 UUD 1945

23

Page 24: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

Sekalipun Presiden dan DPR dapat membuat produk hukum yang dinamakan undang-

undang, namun jiwa dan semangat Undang-Undang Dasar 1945 yang berkaitan dengan keempat

pasal tersebut harus tertuang di dalamnya, yakni:

a.   Rakyat merupakan pemegang kedaulatan tertinggi dalam negara.

b.   Kedaulatan rakyat dilakukan sepenuhnya oleh MPR

c.   Produk hukum apapun yang dihasilkan oleh Presiden maupun bersama lembaga lain,

kekuatannya berada di bawah MPR.

Berdasarkan jiwa dan semangat tersebut, apapun produk hukum dalam bentuk undang-

undang termasuk undang-undang politik, wajib tunduk pada jiwa dan semangat tersebut.

Atas landasan berpikir tersebut, berikut ini akan kita kaji sistem politik yang berlaku

saat ini. Untuk keperluan tersebut, lebih dahulu kita pertanyakan sudahkah sistem politik yang

berlaku pada Orde reformasi sekarang ini semangat kedaulatan rakyat telah diatur dan

dituangkan sepenuhnya dalam tiga undang-undang politik yang baru, yakni:

a.   Undang-undang tentang partai politik (UU No:2/1999)

b.   Undang-undang tentang Pemilu (UU No:3/1999)

c.   Undang-undang tentang Susduk MPR, DPR dan DPRD (UU No.4/1999)

Sebagaimana kita pahami ketiga Undang-undang politik tersebut merupakan revisi

keseluruhan ketentuan di bidang politik pada masa Orba yang dianggap telah memberikan

konstribusi terhadap hilangnya jiwa dan semangat kedaulatan rakyat sebagaimana diamanatkan

oleh konstitusi. Ketiga undang-undang politik yang baru itu merupakan program politik

pemerintah Habibie dalam rangka mengahadapi pemilu yang akan diselenggarakan pada bulan

Juni 1999.

Namun begitu menambah apa yang dipertanyakan di atas, persoalan relevan untuk

dikemukakan adalah; cukup memadaikahkeseluruhan aturan perundangan tersebut bagi

pelaksanaan demokrasi dimasa depan ? Apa dampaknya bagi kehidupan politik nasional,

khususnya yang menyangkut hubungan antara negara dan masyarakat, serta perkembangan

partai politik dan lembaga perwakilan rakyat kita ? Pertanyaan-pertanyaan tersebut diatas

memerlukan jawaban lebih lanjut.

 

24

Page 25: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

IV

Reformasi politik yang digulirkan telah memberikan ruang publik yang luas kepada

rakyat, hal ini ditandai dengan munculnya sistem kepartaian yang pluralistik dan kompetitif.

Sebelumnya sistem kepartaian di Indonesia diatur dalam UU No.3/1985 tentang Partai Politik

dan Golongan Karya.

Sejak awal peluncurannya, UU No.3/1985 banyak mengundang protes. Protes pertama

berakar dari persoalan fusi dan pembatasan partai dan protes kedua sekitar debat mengenai asas

tunggal. Undang-undang tersebut sepanjang waktu dapat dikatakan tidak pernahsepi dari

gugatan, bahkan selalu dijadikan target perubahan oleh pelbagaigerakan prodemokrasi di

Indonesia. Bersama dengan UU pemilu, UU Susunan kedudukan DPR/MPR, dan UU

keormasan, UU tersebut disebut sebagai paket “UU Politik” yang harus segera dicabut dan

direvisi.

Sebagai salah satu pilar demokrasi, kehadiran partai politik mutlak diperlukan sebagai

penghubung antara rakyat dan pemerintah, menjadi penampung dan penyalur aspirasi rakyat.

Selain sebagai sarana untuk meraih kekuasaan politik, partai yang saling bersaing lewat

pemilihan umum misalnya dapat mendorong dan meningkatkan partisipasi politik rakyat.

Dari aspek konstitusional, kebebasan setiap warga negara untuk berkumpul, berserikat

dan menyatakan pendapat secara eksplisit dijamin oleh pasal 28 UUD 1945. Secara implisit

pasal 28 UUD 1945 juga memberi isyarat akan kemajemukan masyarakat Indonesia.

Sesuai dengan tuntutan demokrasi sebagaimana dikemukakan diatas Partai Politik

adalah penyalur aspirasi rakyat dan merupakan suatu lembaga otonom dan mandiri serta

memiliki peran yang nyata. Ini menuntut negara agar memberikan kesempatan yang sama

kepada semua warga negara untuk berafiliasi ke dalam partai politik yang diyakininya.

Pada masa Orde Baru, terutama sejak diberlakukannya Pancasila sebagai satu-satunya

asas, serta penataan sistem kepartaian melalui kebijakan fusi yang menciutkan jumlah parpol

hanya menjadi tiga organisasi sosial politik (PPP, PDI dan Golkar), hal ini jelas tidak

dimungkinkan. Ketiga Orsospol tersebut hanya berperan sebagai mesin politik para elite dalam

setiap pemilihan umum.

Selama ini kesalahan partai politik yang paling utama adalah tidak menyadari bahwa

secara konstitusional pihak eksekutif di Indonesia sangat dominan. Mereka cenderung terlalu

percaya pada demokrasi, bahkan menganggap demokrasi itu sendiri sebagai tujuan. Kepercayaan

25

Page 26: Penegakan Hukum Dalam Era Pembangunan

yang berlebihan ini yang menyebabkan partai politik kurang peka terhadap perubahan konstelasi

politik di Indonesia.

Seiring dengan tuntutan reformasi politik saat ini, hak dan kedaulatan rakyat harus

dikedepankan kembali. Untuk itu, partai politik selayaknya dibiarkan tumbuh dan berkembang

secara wajar, dibiarkan memiliki otonomi dan kemandirian, serta diberi ruang gerak untuk dapat

menjalankan perannya secara optimal. Tidak pada yempatnya jika parpol ditekan dan dibatasi

ruang geraknya, apalagi dicampuri urusan internalnya.

Atas dasar pemikiran tersebut di atas, tidak dapat tidak perlu perbaikan atas materi

undang-undang partai politik. Karena itu pula pada tanggal 28 Januari 1999 DPR dalam sidang

paripurnanya telah menyetujui tiga rancangan undang-undang yang diajukan oleh Pemerintah,

salah satu diantaranya adalah undang-undang partai politik, yakni UU Nomor 2/1999.

Undang-undang Nomor 2/1999 tersebut terdiri dari 9 Bab, 22 pasal  Beberapa hal yang

perlu dikedepankan untuk mengkaji apakah UU Nomor 2/1999 telah sesuai dengan tuntutan

reformasi dan prinsip kedaulatan rakyat adalah menyangkut antara lain hal-hal sebagai berikut :

a.     Tidak membedakan antara Golkar dan partai politik

b.     Asa partai politik

c.     Keanggotaan dan kepengurusan partai politik

d.     Pembekuan atau pembubaran partai melalui putusan pengadilan

e.     Kepengurusan partai politik boleh sampai ke daerah administrasi terkecil, yaitu desa.

f.       Pembiayaan

g.     Jumlah partai

26