Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

20
Alexander Agus Santosa F1C012022 Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial & Ilmu Politik Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Pendidikan Indonesia di Era Reformasi Oleh: Alexander A. Santosa Sejak pertama kali di proklamasikan oleh sang proklamator 67 tahun yang lalu, selama itu pula Indonesia terus menamai dirinya sebagai negara berkembang, yang ‘entah’ sampai kapan negara tercinta kita ini tetap menggunakan gelar itu. Ada beberapa hal yang menyebabkan Indonesia dalam perjalanan sejarahnya hanya bisa jalan di tempat tanpa ada hasil serta gerakan untuk bangkit, yaitu persoalan Ekonomi, Politik, Sosial, Budaya, Sumberdaya manusia, sampai dengan persoalan yang mengarah pada keuntungan suatu rezim tertentu. Namun, dari banyak persoalan yang ada dan bisa dijadikan alasan penyebab lambatnya perkembangan negeri ini ada satu hal pokok sekaligus penting dan sangat berperan dalam berbagai

Transcript of Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Page 1: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Alexander Agus SantosaF1C012022Ilmu KomunikasiFakultas Ilmu Sosial & Ilmu PolitikUniversitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

Pendidikan Indonesia di Era Reformasi

Oleh: Alexander A. Santosa

Sejak pertama kali di proklamasikan oleh sang proklamator 67 tahun yang

lalu, selama itu pula Indonesia terus menamai dirinya sebagai negara berkembang,

yang ‘entah’ sampai kapan negara tercinta kita ini tetap menggunakan gelar itu. Ada

beberapa hal yang menyebabkan Indonesia dalam perjalanan sejarahnya hanya bisa

jalan di tempat tanpa ada hasil serta gerakan untuk bangkit, yaitu persoalan Ekonomi,

Politik, Sosial, Budaya, Sumberdaya manusia, sampai dengan persoalan yang

mengarah pada keuntungan suatu rezim tertentu. Namun, dari banyak persoalan yang

ada dan bisa dijadikan alasan penyebab lambatnya perkembangan negeri ini ada satu

hal pokok sekaligus penting dan sangat berperan dalam berbagai aspek yang kita

bicarakan di atas yaitu bidang Pendidikan.

Memang benar jika terkadang ada orang yang berkata ekonomi itu urusannya

sama finansial, politik ya sama birokrat, Sosial-Budaya hubungannya ya sama

individu manusianya masing-masing, dan yang ada hubungannya sama pendidikan

paling cuma SDM tok. Ya, pernyataan itu ada benarnya, tetapi jika kita menelaah

lebih jauh tentang hal yang berkaitan dengan permasalahan pokok diatas pasti

semuanya akan mengerucut pada persoalan pendidikan. Pendidikan sebagai sarana

penunujang seseorang agar orang tersebut dapat memanfaatkan dan menggunakan

ilmunya lebih baik dari yang ia terima serta menyalurkannya lewat hasil yang dia

buat, semakin baik pendidikan yang ia peroleh maka semakin baik pula kualitas hasil

karya(pekerjaan) yang ia kerjakan. Jadi, mungkin kesimpulan yang cocok untuk

Page 2: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

situasi ini adalah Pendidikan? Jadi kita tidak menyalahkan Ekonomi, Sos-Bud,

Politik, Dll. Tapi kita cukup menyalahkan pendidikan, tapi pendidikan yang sebelah

mananya?? Pengajarnyakah? Murid-murid-nya kah? Sistemnya kah? Atau bahkan

pemerintahan-nya kah yang sengaja membuat sistem pendidikan seperti ini??

Secara pribadi, Pernyataan saya tentang pendidikan itu penting muncul

pertama kali saat guru (SD) saya bercerita, “dulu waktu Jepang di Bom Atom oleh

Amerika, hanya dalam waktu sekejap Jepang hancur berantakan dan diperkirakan

amat sulit untuk bangkit kembali sekalipun bisa bangkit tentu membutuhkan waktu

yang sangat lama. Tapi beberapa menit setelah Bom itu menghancurkan Nagasaki

Kaisar Jepang hanya bertanya satu hal kepada para bawahannya ,masih ada berapa

guru yang masih hidup??.” cerita itu jelas membuktikan jika setelah Jepang di Bom

dan diperkirakan akan hancur, bukannya membenahi negerinya tapi Sang Pemimpin

negeri matahari terbit tersebut malah mencari guru-guru yang masih hidup. Jepang

mengandalkan tenaga-tenaga guru untuk membangun negaranya lewat pendidikan,

lantas setelah mendapat perintah Sang Kaisar pendidikan di Jepang dilakukan dengan

gencar-gencar dan hasilnya dalam waktu kurang dari 30 tahun Jepang bisa bangkit

kembali dari keterpurukan bahkan bisa sejajar dengan negara maju lainnya.

Hal itu membuktikan jika pendidikan bukan lagi sesuatu yang penting tapi

sudah menjadi kewajiban bagi sebuah negara untuk menyelenggarakan sebuah sistem

pendidikan yang berkualitas dan bagus jika negara tersebut bercita-cita menjadi

negara yang maju.

Kembali ke Indonesia, sebenarnya Indonesia juga sudah memperhatikan dan

menyadari arti penting Pendidikan bagi sebuah negara. Para pendiri bangsa

menuangkan pasal-pasal pendidikan di UUD 1945, yang salah satu pasalnya

menjelaskan bahwa anggaran pendidikan Indonesia minimal 20% dari APBN sebab

mereka sadar anggaran untuk menjalankan suatu pendidikan nasional berbanding

lurus dengan kualitas, semakin banyak biaya yang dianggarkan semakin berkualitas

pula output yang dihasilkan, jika output sudah baik sudah pasti masalah Ekonomi,

Politik, Sosbud, dll akan sangat mudah teratasi sehingga Indonesia bisa menjadi

negara maju sejajar dengan negara-negara di uni eropa dan asia timur.

Namun pada kenyataanya anggaran pendidikan Indonesia tidak selalu

menacapai 20% sesuai yang diamanatlan oleh UUD 1945. Terutama masa orde baru

Page 3: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

hanya sekitar 1,45 % jauh dari angka 10% apalagi sampai 20% hal ini menyebabkan

Indonesia terus terpuruk kian tertinggal oleh negara-negara tetangga.

Di luar permasalahan di Anggaran pendidikan, ada banyak sekali permasalah

yang timbul karena seakan tidak mendukung adanya pendidikan yang berkualitas di

negeri kita ini. Seperti masa Orde Baru, di bawah kepemimpinan Soeharto selama 32

tahun pendidikan di Indonesia seakan di Politisasi dan di cekal kebebasannya agar

para siswa Indonesia tidak memberontak dan melawan pada rezim yang sedang

berkuasa pada waktu itu.

Saya masih ingat betul saat ayah saya pernah bercerita jika dulu orang-orang yang

memberontak atau berkata sembarang tentang pemerintahan pak harto (Soeharto)

besoknya orang tersebut pasti hilang. Entah siapa yang menculik tidak ada yang tahu,

tapi uniknya keluarga korban hanya perlu menunggu 4 hari setelah peristiwa

hilangnya korban untuk mencari ke sebuah tempat hutan di ujung desa semacam

tempat pembantaian orang, disana pasti ditemukan korban dalam keadaan sudah tak

bernyawa.

Mengerikan memang berbicara kebebasan terutama kebebasan akademik di

masa sebelum reformasi. Kejanggalan kerap terjadi masa itu, kebebasan akademik di

batasi, sistem pendidikan dan pengajaran selalu di awasi oleh pemerintah. Hal ini

menjadi salah satu faktor yang membuat para pelajar Indonesia enggan untuk belajar

lebih dalam dan giat, mereka lebih memilih tidak sekolah atau pergi ke luar negeri

untuk menuntut ilmu sebab mereka tahu mereka tidak akan pernah nyaman untuk

belajar di negeri sendiri selain itu mereka juga memahami jika para ilmuwan atau

sarjana waktu itu hanyalah sebuah titel tanpa ada penghargaan khusus dari

masyarakat. Mungkin yang agak lebih dihargai waktu itu adalah gelar tentara atau

polisi, sehingga ada beberapa pelajar Indonesia yang malah terjun di dunia militer

meskipun terkadang dirinya tahu jika ia tidak memiliki kemampuan di bidang militer

tetapi mengingat prospek yang cerah dibanding bidang yang lain mau tak mau ia tetap

menjalani sesi militerizem yang di tularkan oleh birokrat melalui sistem pendidikan

agar para pelajar bersimpatik pada pemerintahan yang sedang berkuasa waktu itu.

Keadaan ini membuat orang-orang pintar Indonesia semakin berkurang. Ada yang

keluar negeri ada yang malah ke militer, sangat jarang yang tetap menjadi sipil biasa

untuk membangun Indonesia.

Page 4: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Selain itu, permasalahan pendidikan yang melanda Indonesia di masa orde

baru lainnya adalah soal kecembuaruan sosial. Sekolah di masa Orba secara umum

tidak ada yang berbeda dengan sekolah di masa kini (sesudah reformasi) SD, SLTP,

SLTA, DAN PT. Tetapi faktanya pada masa Orba ada saja hal yang menjadi pembeda

antara si kaya dan si miskin, si jenderal dan si sol sepatu, si cina dan si pribumi –

entah apa maksud dari semua itu.

Pada masa itu memang pernah digencarkan pendidikan sekolah dasar dan

pemberantasan Buta Aksara, semua anak Indonesia bisa mendapatkan pendidikan

sekolah dasar yang layak tapi umumnya setelah itu mereka tidak bisa melanjutkan ke

jenjang yang lebih tinggi. Hanya orang-orang tertentu saja yang bisa melanjutkan

sekolahnya. Hanya orang keturunan tionghoa yang bisa lanjut ke SLTP, anak camat

yang bisa ke SLTA, dan anak para petinggi militer dan pejabat yang bisa lanjut ke

Perguruan Tinggi. Hal ini disebabkan dominasi Militer dan Pemda yang sangat kuat

apalagi jika mereka berlindung pada partai semakin mudah saja akses untuk kesana.

Bandingkan dengan pendidikan saat ini?? Pendidikan Indonesia saat ini

cenderung lebih nyaman dan demokratis, semenjak turunnya Presiden Soeharto pada

Mei 1998 silam. Angin kebebasan seakan berhembus di Indonesia khususnya dalam

dunia pendidikan, pemerintahan reformasi saat ini lebih memberikan kebebasan

demokratis kepada para pelajar, pengajar, serta staf insitusi pendidikan dan tidak

adanya tekanan dan kontrol penuh dari pemerintah membuat pendidikan Indonesia

secara bertahap mulai bangkit dan berkembang. Diawali dari kebebasan berpendapat

yang sempat di awasi dan dicekal oleh pemerintah sebelumnya, kini di era reformasi

setiap orang berhak melakukan demonstrasi ataupun menyatakan pendapatnya

terutama mahasiswa diberikan kebebasan untuk berserikat, berkumpul, berpendapat,

serta mengkritisi kinerja. Kebijakan lainnya pun mulai berkembang dengan

dijalankannya kembali program WAJIB BELAJAR (WAJAR) 9 Tahun pada tahun

2004 yang sempat juga dijalankan oleh pemerintah orde baru di tahun 1994 tapi

belum berjalan sempurna. Progam WAJAR ini pun berjalan baik dengan dukungan

penuh dari berbagai masyarakat dan pelaksanaannya yang transparan sehingga

masyarakat bisa tahu apa saja dan untuk apa saja uang serta kegiatan itu dilaksanakan.

Alokasi anggaran pendidikan di era reformasi juga mengalami peningkatan

yang cukup mengembirakan pada tahun 2003 jatah untuk pembiayaan pendidikan

Page 5: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Indonesia adalah 3,8% dari APBN sekitar 13,6 triliun1 lalu meningkat pada tahun

2004 menjadi 4,1% dari APBN sekitar 15,2 triliun dan pada tahun 2012 alokasi dana

pendidikan mencapai 20% dari APBN Indonesia atau sekitar 286,6 triliun2 suatu hal

yang tidak pernah dicapai oleh pemerintahan sebelum reformasi. Selain itu

pemerintah juga menerapkan kebijakan BOS (Bantuan Operasional Sekolah)

kelanjutan dari program JPS ( Jaringan Pengaman Sosial) yang sukses pada tahun

1998-2003 Program JPS Pendidikan terbukti mampu mempertahankan APK dan

menurunkan angka putus sekolah waktu itu. Hingga berakhirnya program tersebut

pada tahun 2003, APK(Angka Partisipasi Kasar) tingkat SMP/MTs mencapai 77,44%,

atau naik 7,01% dibanding tahun 1998 yang besarnya 70,43 %. Secara umum

program ini berhasil meskipun tidak bisa mencapai tuntas Wajib Belajar 9 tahun

dengan target indikator pencapaian APK SMP/Mts minimal 95%. Dan untuk

melanjutkan serta penyempurnaan program ini, maka pemerintah kemudian

meluncurkan program BOS(Bantuan Operasional Sekolah), yang bersumber dari dana

Program Kompensasi Pengurangan Subsidi BBM (PKPS BBM) bidang pendidikan.

Dana PKPS BBM ini awalnya disalurkan dalam bentuk beasiswa untuk siswa miskin

berlabel Bantuan Khusus Murid (BKM). Lalu mulai berkembang menjadi beasiswa

bagi seluruh siswa SD dan SMP dalam pembiayaan pendidikannya seperti SPP,

Operasional, sampai pada Buku Gratis, sehingga para siswa tidak lagi dibebankan

terkait masalah biaya pendidikan karena semuanya telah ditanggung oleh pemerintah

melalui Depdiknas dengan mengirimkan pencairan dana itu langsung ke rekening

sekolah tanpa melalui pemerintah daerah setempat.

Kebijakan ini mendapat respon yang luar biasa dari masyarakat, tiap tahun

semakin banyak orang tua siswa yang mendaftarkan anak-anaknya ke sekolah,

mereka sekarang tidak perlu khawatir lagi dengan biaya sekolah sebab sekolah SD

hingga SMP gratis, bahkan ada saat ini sudah ada rencana dari pemerintah untuk

memberikan hal yang serupa pada jenjang SMA, di awali dengan adanya beasiswa

kurang mampu bagi siswa SMA kurang mampu pembiayaan sepenuhnya di tanggung

oleh pemerintah

1 Edwin Tirani, dkk.Kilas Balik Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: Pusat informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional. Hlm 432 http://news.okezone.com/read/2011/11/30/337/536160/anggaran-pendidikan-2012-naik-rp286-9-triliun. diakses pada 12 April 2013

Page 6: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Lain di sekolah lain pula di kampus, semenjak bergulirnya kepemimpinan

orde baru suasana kampus di berbagai perguruan tinggi di Indonesia mengalami

perkembangan yang cukup pesat. Perkembangan itu bisa kita lihat dari mulai

berlakunya BHMN (Badan Hukum Milik Negara) yang diterapkan oleh 7 Perguruan

Tinggi Negeri yaitu : Universitas Indonesia (di tetapkan berdasarkan PP No.152 tahun

2000), Institut Pertanian Bogor (di tetapkan berdasarkan PP No.154 tahun 2000),

Universitas Airlangga (di tetapkan berdasarkan PP No.30 tahun 2006), Universitas

Gadjah Mada (di tetapkan berdasarkan PP No.153 tahun 2000), Universitas

Pendidikan Indonesia (di tetapkan berdasarkan PP No.6 tahun 2004), Universitas

Sumatera Utara (di tetapkan berdasarkan PP No.56 tahun 2003), dan Institut

Teknologi Bandung (di tetapkan berdasarkan PP No.152 tahun 2000)3.

Badan Hukum Milik Negara disingkat BHMN merupakan suatu bentuk Badan

Hukum Perguruaan Tinggi di Indonesia. BHMN awalnya dibentuk untuk untuk

mengakomodasi kebutuhan khusus dalam rangka pravatisasi lembaga pendidikan

yang memiliki karakteristik tersendiri, khususnya sifat nonprofit. Jadi, Perguruan

Tinggi yang masuk kedalam daftar BHMN memiliki otoritas tertinggi untuk mengatur

sendiri berbagai kebijakan serta hak untuk memutuskan sendiri suatu keputusan tanpa

ada intervensi besar dari pemerintah. Program ini di harapkan dapat membuat

perguruan tinggi di Indonesia dapat lebih berkembang secara mandiri dan lebih

berkualitas.

Kampus-kampus di Indonesia kini memiliki banyak ruang untuk

mengapresiasikan kebebasannya terutama kebebasan akademik. Kebebasan

berpendapat yang dulu sempat di cekal kini telah bebas kembali, penelitian dan hasil

karya seseorang kini jauh lebih dihargai ketimbang saat masa orba, dan yang paling

berpengaruh adalah para sarjana yang telah kembali menemukan jatidiri dan

fungsinya agar lebih bisa mendapatkan tempat yang lebih pantas di masyarakat. Maka

para pelajar Indonesia pun saat ini memiliki semangat yang lebih tinggi ketimbang

pada masa orde baru yang notabene militer lebih dominan.

Pembiayaan pendidikan di Perguruan Tinggi jauh lebih terjangkau ketimbang

di masa orde baru, pemerintah melalui kementerian terkait setiap tahun memberikan

dana pada setiap perguruan tinggi dalam bentuk BOPTN(Bantuan Operasional

3 http://id.wikipedia.org/wiki/BHMN

Page 7: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Pergeuruan Tinggi Negeri) dan BOPTS (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi

Swasta) yang besarnya disesuaikan dengan banyaknya mahasiswa dan

PNPB(Pendapatan Negara Bukan Pajak) serta tingkat kemahalan yang terdapat di

daerah tersebut. Sehingga setiap PTN mendapatkan porsi BOPTN yang berbeda antar

satu dengan lainnya. Jatah BOPTN dari APBN pada 2013 adalah sebesar 1,5 triliun4

diyakini pencairan dana tersebut dapat menyebabkan uang kuliah turun sebesar 10%5.

Ditambah program Bidikmisi yang di gulirkan pemerintah untuk memberikan

beasiswa secara full kepada mahasiswa berprestasi tapi kurang mampu untuk

melanjutkan ke perguruan tinggi yang ia inginkan. Lagi-lagi kebijakan ini membuat

para calon mahasiswa menjadi semakin tergiur untuk melanjutkan pendidikan mereka

ke jenjang yang lebih tinggi, jelas kebijakan ini tidak pernah ada saat orde baru

berkuasa.

Pembanahan Insfrastruktur, kebebasan akademik yang lebih baik, otonomi

pendidikan, sampai pada pendidikan gratis jelas menguatkan jika di masa reformasi

kita saat ini pembenahan dalam sistem pendidikan terus di gencarkan guna

membangun bangsa Indonesia agar lebih baik dan cerdas sesuai yang di amanatkan di

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, upaya ini

juga dilakukan agar rakyat Indonesia lebih terpacu semangatnya belajar di negeri

sendiri dan bangga untuk membangun Indonesia agar lebih baik.

Permasalahan

4Rakyat Merdeka Online. (9 Oktober 2012). ”Rawan Diselewengkan, Awasi Ketat Dana BOPTN Rp 1,5 T”. (online). Diperoleh 11

April 2013, dari Rakyat Merdeka Online. (9 Oktober 2012). ” Rawan Diselewengkan, Awasi Ketat Dana BOPTN Rp 1,5 T”.

(online). Diperoleh 11 April 2013, dari http://rmol.co/news.php?id=81098

5Pemda DI Yogyakarta. (7 Agustus 2012). ”Biaya Kuliah Tahun 2013 Turun 10 Persen dengan BOPTN”. (online). Diperoleh 11

April 2013, dari http://indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-di-yogyakarta/1249-pendidikan/11409-biaya-kuliah-

tahun-2013-turun-10-persen-dengan-boptn&limitstart=670?start=360

Page 8: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Permasalahan mulai muncul diawali dari kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintahan baru, apakah pemerintah ini mampu menghadapi persoalan-persoalan

kompleks negeri ini terutama persoalan laten warisan sang rezim yang telah berkuasa

selama 32 tahun.

Berkaca pada masa-masa awal pemerintahan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono ketika terpilih sebagai Presiden pertama Republik Indonesia yang dipilih

secara langsung oleh rakyat. Ia membuat kebijakan Program BOS (Bantuan

Operasional Sekolah) yang awalnya diperuntukan hanya untuk siswa miskin yang

tidak mampu lalu di tahun kedua BOS di alokasikan untuk seluruh pesarta didik

SD/MI dan SMP/Mts guna menyukseskan Program Wajib Belajar 9 Tahun. Sehingga

tidak ada alasan lagi bagi orang tua untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya karena

biaya pendidikan sudah sepenuhnya di tanggung oleh pemerintah. Di tahun pertama

program ini umumnya berjalan lancar tapi lambat laun mulai muncul berbagai

indikasi kasus penarikan biaya pendidikan yang dilakukan sepihak oleh sekolah.

Kasus ini sempat menjadi sorotan publik, mereka mempertanyakan kemana dana yang

di salurkan pemerintah melalui BOS dan apakah fungsi BOS sudah tepat sasaran

mengapa sampai ada penarikan biaya SPP dari pihak sekolah?

Pemerintah pun menjawab persoalan tersebut dengan dalih jika dana BOS

tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan operasional sekolah yang semakin

meningkat tiap tahunannya. Lalu pemerintah melalui menteri terkait membuat

kebijakan baru dengan mengurangi subsidi BBM dan mengalihkan subsidi BBM

untuk menambah porsi dana BOS, upaya ini dinilai berhasil, sekolah saat itu benar-

benar gratis bahkan pernah ada penambahan buku-buku gratis dan tiap tahunnya

pemerintah menambah ‘jatah’ khusus pada APBN untuk anggaran BOS, tetapi

meskipun Program ini sempat berjalan lama namun pada tahun pada 2007 beberapa

sekolah kembali menarik sumbangan dari para siswanya sumbangan ini memang kecil

tapi cukup membuat hati rakyat Indonesia kecewa. Sikap sekolah tersebut membuat

pemerintah geram lalu pada tahun 2009 masa-masa menjelang PEMILU pemerintah

menambah jatah BOS lebih besar dari tahun-tahun lalu. Sekolah sampai saat ini masih

gratis entah sampai kapan sekolah itu akan gratis atau akan menarik kembali dana dari

murid-muridnya dengan alasan defisit seperti yang lalu.

Page 9: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Kebebasan berpendapat yang sempat di awasi secara ketat bahkan sampai di

cekal oleh pemerintahan orde baru, di era reformasi kebebasan berpendapat mulai di

hidupkan kembali terutama di lingkungan akademik, pemerintah memberikan

kebebasan seluas-luasnya untuk kepentingan akademik. Sehingga mahasiswa bisa

dengan leluasa memprotes, memkritisi, serta mendukung seluruh kebijakan yang

pemerintah buat. Tapi ada beberapa hal yang menyimpang dari iklim demokratis baru

di Indonesia ini. Seperti kebebasan yang berlebihan, penghinaan yang tidak

sepantasnya, dan kadang kita menyaksikan orang yang malah melanggar hukum dan

mengaku jika dirinya tidak melanggar tapi menjalankan demokrasi. Entah bagaimana

sebab dan tujuan para mahasiswa Indonesia kini? Dulu saat orde baru berkuasa

mahasiswa dan pelaku akademis menkritisi pemerintah dengan berani dan apa adanya

sebab yang mereka pikir itulah yang menjadi kesalahan pemerintah. Meskipun pada

masa itu memprotes pemerintah sama saja dengan menyerahkan nyawa tapi ada saja

orang yang datang untuk berteriak pada pemerintah secara lantang. Sedangkan saat ini

mahasiswa hanyalah seorang mahasiswa yang nurut pada keadaan, mahasiswa kini

seakan kehilangan jatidirinya untuk berfikir kritis dan menentang penyimpangan di

negaranya. Sekalipun ada mahasiswa yang berdemo, umumnya hanya ingin nimbrung

dan terkadang atas kepentingan golongan tertentu saja tidak atas dasar simpatik pada

permasalahan negeri ini. Sehingga tak heran jika terkadang masyarakat menyebut

dengan istilah mahasiswa alay, datang cuma ikut-ikutan tanpa ia ketahui tujuannya.

Ada juga masalah terkait kebebasan yang berlebihan seperti terlalu mengapresiasi

suatu masalah yang tidak penting yang biasanya masalah pribadi seseorang.

Kebebasan di lingkungan akademik baik adanya tetapi harus dilandasi dengan sikap

kebebasan yang bertanggung jawab serta tahu apa manfaat di balik itu semua.

Otonomi perguruan tinggi pun tak luput dari masalah-masalah. Cita-cita

mendirikan sebuah BHMN merupakan harapan setiap PT(Perguruan Tinggi) agar PT

dapat mengembangkan institusinya tanpa ada intervensi dan tekanan dari pemerintah.

Diharapkan nantinya PT bisa lebih baik kinerjanya dan menghasilkan para tenaga ahli

yang berkualitas untuk membangun Indonesia.

Keputusan tersebut menjadikan PTN (Perguruan Tinggi Negeri) bisa membuat

kebijakan sendiri dan membuat peraturan sendiri tanpa harus berkonsultasi kepada

pemerintah ataupun DPR. Dan tanpa disangka akhirnya PTN yang menjadi BHMN

membuat kebijakan menaikan biaya kuliah tinggi seenaknya dengan dalih dana itu

Page 10: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

digunakan untuk pembangunan sarana dan prasarana yang dibutuhkan kampus dalam

menunjang kegiatan perkuliahan agar lebih baik. Kebijakan tersebut tentu

memberatkan masyarakat Indonesia khususnya dari kalangan kurang mampu tapi

ingin melanjutkan ke perguruan tinggi, keputusan ini diambil lantaran pemerintah

tidak memberikan dana yang cukup untuk membangun kampus yang dirasa kurang

memadai. Jadi setelah mereka mengikuti seleksi Ujian Masuk Perguruan Tinggi

Negeri yang sangat ketat setelah lolos dan diterima, para calon mahasiswa akan

dihadapkan pada tagihan awal sumbangan untuk pembangunan kampus yang

besarnya puluhan juta rupiah, parahnya lagi Perguruan Tinggi Negeri yang bukan

BHMN pun satu-persatu mengikuti langkah saudaranya untuk menarik uang kuliah

yang sedemikian tinggi dengan alasan yang sama untuk pengembangan kampus

karena mereka merasa iri dan tidak mau kalah dengan perkembangan di kampus

BHMN.

Jadi, kampus negeri di era reformasi sudah menjadi kampus yang komersil

syarat akan permainan uang. Bukan orang-orang pintar lagi yang mereka terima

sebagai mahasiswa, tetapi orang-orang berduit saja yang mereka cari. Fenomena ini

memunculkan Opini aneh di kalangan masyarakat yaitu: “kampus Negeri lebih Mahal

daripada kampus swasta.”

Lebih parahnya lagi saat para pendidik di SMA(Sekolah Menengah Atas) yang

juga latah ikut-ikutan dengan sistem yang digunakan oleh perguruan tinggi, mereka

mematok angka sangat tinggi bagi para calon siswanya sebelum mereka masuk ke

sekolah tersebut. Mereka dipaksa untuk membayar SPP yang nilainya tinggi, mereka

juga beralasan jika itu semua terpaksa pihak sekolah lakukan untuk pembangunan

sekolah agar bisa bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya. Sikap yang diambil pihak

sekolah ini praktis membuat masyarakat miskin hanya bisa gigit jari melihat

ketidakmampuan mereka membayar biaya SPP yang begitu tinggi. Dan orang-orang

kaya mudah saja masuk ke sekolah favorit itu asalkan punya uang bahkan ada yang

tidak perlu mengikuti seleksi asalkan punya uang dan kenalan?. Orang kaya bisa

sekolah dengan fasilitas yang terbaik tentunya. Di era reformasi ini otonomi

pendidikan berimbas pada orang-orang miskin yang tidak tahu apa-apa tentang

peningkatan kualitas pendidikan. Yang mereka tahu pendidikan saat ini semakin

mahal yang murah cuma SD sampai SMP, setelah SMA sampai kuliah jarang ada

Page 11: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

warga miskin yang berfikiran kesana, karena mereka tahu biaya sekolah saat ini

sangat mahal. Sehingga ada muncul istilah “Orang Miskin tidak boleh sekolah?”.

Tragis memang pendidikan Indonesia di era reformasi bukannya lebih

memihak pada rakyat miskin tapi malah menindasnya, komersialisasi pendidikan

seakan menjadi hal yang wajar bagi setiap instansi pendidikan. Pemerintah harus lebih

giat lagi menanggulangi ketimpangan sosial ini, dengan sikap yang lebih terbuka dan

memihak pada kepentingan masyarakat luas.

Belum tuntas masalah pendidikan muncul lagi terkait masalah kemunduran

moralitas anak muda Indonesia yang kian hari kian memprihatinkan, dulu di era orde

baru setiap siswa diwajibkan hafal Pancasila, UUD 1945, lagu wajib nasional beserta

maknanya supaya mereka semua tahu dan mengerti jatidiri bangsa dan semakin cinta

Indonesia. Tapi, hal serupa tidak terjadi di era reformasi entah karena tidak adanya

pengawasan yang ketat atau kebebasan yang mereka anut sehingga mereka bebas

untuk tidak mempelajari hal itu, atau bahkan mereka sudah malas untuk belajar

mencintai negeri sendiri. Tidak tahu siapa yang memulai di era reformasi ini moral

pelajar bangsa Indonesia merosot jauh berbeda dibandingkan dengan pelajar di era

orde baru. Moral yang demikian tentu berpengaruh pada taraf kepedulian siswa

terhadap lingkungan disekitarnya. Di khawatirkan setelah dewasa nanti siswa-siswa

Indonesia tidak peduli dan simpatik pada negaranya sendiri mereka hanya diam

menyaksikan masalah-masalah yang timbul tanpa ada gerakan untuk mengatasi

masalah tersebut atau bahkan mereka justru yang menghancurkan negaranya sendiri.

Contoh kecilnya saja Itu terbukti dengan banyaknya peristiwa tawuran pelajar akhir-

akhir ini yang tidak relevan dengan apa yang ada di dalam Pancasila. Moral yang

seperti itu seharusnya dapat dihindari dengan tetap mempertahankan kurikulum yang

seperti dulu yaitu tentang pelajaran P4 agar kembali digunakan sebagai alat yang

ampuh mempersatukan bangsa sekaligus pemahaman nilai-nilai luhur bangsa sejak

kecil.

Akhirnya setelah 15 tahun Indonesia bermain di masa reformasi yang dipelopori oleh

para mahasiswa, semoga pendidian Indonesia juga terbawa kearah reformasi yang

lebih baik dan semakin berkualitas guna mendorong Indonesia agar menjadi negara

maju serta mewujudkan Cita-cita Bangsa Indonesia; Mencerdaskan Kehidupan

Bangsa dan Memajukan Kesejahteraan Umum.

Page 12: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

“ING NGARSO SING TULODHO”“ING MADYO MANGUN KARSO”“TUT WURI HANDAYANI”

Alexander Agus SantosaF1C012022

Universitas Jenderal SoedirmanPurwokerto

DAFTAR PUSTAKA

Edwin Tirani, dkk.Kilas Balik Pendidikan Nasional. 2006. Jakarta: Pusat informasi dan Humas Departemen Pendidikan Nasional

Page 13: Pendidikan Indonesia Di Era Reformasi

Pemda DI Yogyakarta. (7 Agustus 2012). ”Biaya Kuliah Tahun 2013 Turun 10 Persen dengan BOPTN”. (online). Diperoleh 11 April 2013, dari http://indonesia.go.id/in/pemerintah-daerah/provinsi-di-yogyakarta/1249-pendidikan/11409-biaya- kuliah-tahun-2013-turun-10-persen-dengan-boptn&limitstart=670?start=360

Rudolf sumanti. (4 Juni 2012). ” Pendidikan Era Reformasi”. (online). Diperoleh 11 April 2013, dari http://rudolfsumanti.blogspot.com/2012/06/pendidikan-era-reformasi.html