Pendekatan terapi islam
-
Upload
nurul-wathaniyah -
Category
Education
-
view
886 -
download
1
description
Transcript of Pendekatan terapi islam
TUGAS
DASAR PERAWATAN ROHANI ISLAM
“PENDEKATAN TERAPI ISLAM”
Oleh :
NURUL WATHANIYAH
153.124.018
BKI III A
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) MATARAM
2013/2014
1
1. Konsep Keimanan dan Pendekatan Spiritual dalam Psikiatri
Pada awal perkembangan ilmu psikiatri penjelasan tentang apa itu jiwa atau psyche
sangat sulit, apakah itu sama dengan “roh, sukma, bathin atau rokhani”. Secara objektif jiwa
hanya bisa dilihat dari perilaku. Perilaku yang mencerminkan keberadaan jiwa merupakan
ekspresi kognitif, afektif dan psikomotor dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan
manusia lain (teori perilaku atau behaviorism).
Pandangan lain, jiwa dianggap dan diperhitungkan sebagai motif-motif tak sadar,
terutama yang berkaitan dengan seks. Kemudian psikosis (skizofrenia) diakibatkan oleh
defek pada fungsi ego, ketidakmampuan mengendalikan dorongan dalam (inner drivers)’
narsistik awal, ketidakmampuan beradaptasi dengan dunia luar yang menghasilkan dunia
rekaan seperi waham dan halusinasi. Inilah angkatan kedua “psikoanalisis” Freud dan
pengikut-pengikutnya.
Pada 20 tahun berikutnya teori psikoanalisis mulai tergeser oleh penjelasan
neurokimiawi dimana psikosis (skizofrenia) harus diberikan obat sepanjang hayat karena
ketidakseimbangan neurotransmitter di celah sinaptik otak, namun jiwa tetap tak tersentuh.
Pada tahun yang sama beberapa survey membuktikan bahwa 95% pasien memiliki keyakinan
yang kuat terhadap Tuhan. Suatu pengalaman spiritual. kemudian jiwa mulai lebih didekati
sebagai eksistensi manusia, harapan dan penderitaan, makna hidup, makna Tuhan, “humanis
eksistensial”.
Pengetahuan tentang psikodinamika terhadap kepercayaan seseorang dan
perkembangan perspektif terhadap keimanan menyimpulkan bahwa keimanan sangat
berperan sebagai motivator dalam mengatasi berbagai macam krisis (Born house, R.T.
Fowler, Jw., Fallon, B.A., 1993). Gangguan kejiwaan yang di alami seseorang hendaknya
ditinjau dari aspek keimanan yang bersangkutan (Karaagae, I.A. 1989). Mulailah terapi
spiritual dipertimbangkan sebagai upaya terapi selain terapi-terapi lain pada gangguan
psikotik dan non psikotik.
Pendekatan spiritual dalam psikiatri
Istilah “spirit” dalam kamus bahasa Indonesia berarti “roh”, “jiwa”, “semangat”,
“arwah”, “jin” maupun “hantu”. Namun sifat secara umum mendifinisikan spiritual sebagai
“bathin”, “rokhani”, “bantuan bathin” dan “keagamaan”.
Lebih luas konsep spiritual disebut sebagai spiritualitas yaitu keyakinan dalam
hubungannya dengan yang maha kuasa dan Maha pencipta, sebagai contoh seseorang yang
percaya kepada Allah sebagai pencipta atau Maha Kuasa (Achir Yani, 2009). Lebih lanjut
Mickley (cit. Achir Yani, 2009) menguraikan spiritualitas sebagai suatu multi dimensi yaitu
dimensi eksistensial dan dimensi agama. Dimensi eksistensial berfokus pada tujuan dan arti
2
kehidupan, sedangkan dimensi agama lebih berfokus kepada hubungan seseorang dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa.
Stoll (cit. Achir Yani, 2009) menguraikan bahwa spiritual merupakan dua dimensi,
yaitu dimensi vertikal dan dimensi horizontal. Dimensi vertikal adalah hubungan dengan
Tuhan atau Yang Maha Tinggi yang menuntun kehidupan seseorang, sedang dimensi
horizontal berkaitan dengan hubungan seseorang dengan diri-sendiri, dengan orang lain dan
dengan lingkungannya. Terdapat hubungan terus-menerus antara dua dimensi tersebut.
Pada tahun 1984 WHO memasukkan dimensi spiritual keagamaan sama pentingnya
dengan dimensi fisik, psikologis dan psikososial. Seiring dengan itu, terapi terapi yang
dilakukan pun mulai menggunakan dimensi spiritual keagamaan, terapi yang demikian
disebut dengan terapi holistik artinya terapi yang melibatkan fisik, psikologis, psikososial dan
spiritual (Ariyanto, 2006). The American Psychiatric Association (APA) mengadopsi
gabungan dari empat dimensi di atas dengan istilah paradigma pendekatan
biopsikososispiritual (Hawari, 2002). Lokakarya yang diselenggarakan APA pada tahun 1993
dengan judul Religion and Psychiatry Model of Partnership memberikan suatu anjuran untuk
menambahkan terapi keagamaan disamping terapi psikis dan medis (Hawari, 2002).
Larson (1992) dan beberapa pakar lainnya dalam berbagai penelitian yang berjudul
Religious Commitment and Health, menyimpulkan bahwa di dalam memandu kesehatan
manusia yang serba kompleks ini dengan segala keterkaitannya, hendaknya komitmen agama
sebagai suatu kekuatan (spiritual power) jangan diabaikan begitu saja. Agama dapat berperan
sebagai pelindung lebih dari pada sebagai penyebab masalah.
Pentingnya agama sebagai kelengkapan pemeriksaan psikiatrik dapat dilihat dalam
Textbook of psychiatry yang berjudul Synopsis of Psichiatry, Behavioral Sciences and
Clinical Psychiatry karangan Kaplan dan Sadock (1991). Di dalam. buku tersebut disebutkan
bahwa dalam wawancara psikiatri dokter (psikiater) hendaknya dapat menggali latar belakang
kehidupan beragama dari pasien dan kedua orangtuanya, serta secara rinci mengeksplorasi
sejauh mana mereka mengamalkan ajaran agama, yang dianutnya. Bagaimanakah sikap
keluarga terhadap agama, taat atau longgar (strict or permissive); adakah konflik di antara
kedua orangtuanya dalam. memberikan pendidikan agama kepada anak-anaknya.
Psikiater hendaknya dapat menelusuri riwayat kehidupan beragama pasiennya, sejak
masa kanak-kanak hingga dewasa; sejauh mana. pasien terikat dengan ajaran agamanya,
sejauh mana kuatnya, dan sejauh mana mempengaruhi kehidupan pasien, pendapat pasien
berdasarkan keyakinan agamanya terhadap terapi psikiatrik dan medik lainnya, serta
bagaimanakah pandangan agamanaya terhadap bunuh diri dan sebagainya, (Hawari, 2002).
Di ASEAN pentingnya terapi agama dalam psikoterapi mulai diperhatikan pada tahun 1995.
Dalam Konggres ke-lima Kedokteran Jiwa / Kesehatan Jiwa se-ASEAN di Bandung pada
bulan Januari 1995, topik Psikiatri dan Agama merupakan salah satu topik bahasan dengan
3
menampilkan tiga juduI makalah: New Concept of Holistic Approach in Indonesian
Psychiatry and Mental Health; New Approach in the treatment of Depression; dan Religion
issues in Psychiatric Practice (Hawari, 1997).
Di Indonesia beberapa konselor dan terapis telah memakai agama sebagai bagian
yang tak terpisahkan dalam konsultasi dan terapi psikisnya. Misalnya Prof. DR. Zakiah
Daradjat dan Prof. DR. dr. Dadang Hawari. Keduanya juga menerbitkan beberapa buku yang
berkaitan dengan konseling dan psikoterapi agama. Prof DR Zakiah Daradjat antara lain
menerbitkan beberapa buku yang berjudul : Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (1973),
Islam dan Kesehatan Mental (1983), Do’a Menunjang Semangat Hidup (1992), Puasa
Meningkatkan Kesehatan Mental (1993).
Di samping itu di beberapa pesantren, para kyai dan ustadz juga melakukan kegiatan
konseling dan psikoterapi dengan menggunakan agama. Misalnya Pesantren Suryalaya
Tasikmalaya, Pesantren Raudhatul Muttaqien Yogyakarta, PesantrenAl-Ghafur Situbondo,
Pesantren An-Nawawi Bojonegoro (Rendra, 2000), PesantrenAl-Islamy Yogyakarta (Arif,
2005), dan beberapa pesantren lainnya yang tidak disebutkan di sini.
2. Terapi Kesehatan melalui Pendekatan Ibadah
Sebuah buku karya seorang Guru Besar dari IAIN Sunan Ampel Surabaya berjudul
Terapi Shalat Tahajud telah menjadi inspirasi bagi sejumlah orang dalam pengobatan
berbagai macam penyakit. Buku tersebut berasal dari disertasi beliau pada saat
menyelesaikan program doktoralnya di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya.
Meskipun isi dan bahasanya sangat berbau akademis dan mungkin agak sulit dipahami orang
awam, namun hasil kajian dan pembuktian ilmiahnya cukup memesona untuk dibaca dan
diamalkan. Ide brilian yang diangkat dalam penelitiannya yaitu berasal dari hadis Rosulullah
SAW bahwa : ”Shalat tahajud dapat menghapus dosa, mendatangkan ketenangan dan
menghindarkan dari penyakit.” (HR. Tirmidzi). Beliau menghubungkan antara isi hadist
tersebut dengan hasil penelitian bahwa ketenangan dapat meningkatkan ketahanan tubuh
imunologik, mengurangi resiko penyakit jantung dan meningkatkan usia harapan.
Sebaliknya, stres dapat menyebabkan seseorang rentan terhadap infeksi, mempercepat
perkembangan sel kanker dan meningkatkan metastasis.
Berdasarkan hasil analisis beliau, tidak sembarang orang yang melaksanakan shalat
tahajud memperoleh faedah yang bagus untuk kesehatannya karena dalam kenyataannya
terdapat sejumlah orang yang terbiasa melaksanakan shalat tahajud namun tetap tidak
memiliki kesehatan yang bagus. Melalui hasil penelitannya disimpulkan bahwa pengamal
solat tahajud yang dapat memperoleh faedah positif yaitu mereka yang mengamalkannya
dengan ikhlas. Konsep ikhlas didefinisikan atas paradigma psikobiologi yang merujuk pada
teoti GAS, yaitu terpeliharanya homeostatis tubuh setelah subjek menjalankan sholat tahajud.
4
Bagi subjek yang normal secara kuantitas tercermin pada terkendalinya sekresi kortisol
(hormon stress) dalam rentang 38-690 nmol/L (pagi hari pada pukul 06.00-09.00 wib). Jadi
hormon kortisol (hormon yang timbul karena stress) dijadikan sebagai tolok ukur ikhlas
tidaknya subjek penelitian pada saat menjalankan solat tahajud. Simpulan dari penelitian
beliau menujukkan bukti bahwa solat tahajud dapat menurunkan sekresi hormon kortisol.
Penurunan hormon tersebut dipengaruhi oleh pelaksanaan solat tahajud yang tepat, kontinu,
khusuk dan ikhlas. Keadaan tersebut menumbuhkan persepsi dan motivasi positif dan
memengaruhi coping. Yang dimaksud dengan coping adalah suatu mekanisme untuk
mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima. Apabila coping berhasil maka
seseorang dapat beradaptasi terhadap perubahan atau akan merasakan beban berat menjadi
ringan. Respon emosi positif dan coping yang efektif itulah yang dapat mengurangi reaksi
stres sehingga kortisol tidak diproduksi secara berlebihan.
Penelitian di atas adalah salah satu penelitian tentang manfaat suatu ibadah yang
dibuktikan melalui cara-cara ilmiah. Sebagai manusia beriman tentu saja dalam melaksanakan
sebuah ibadah kita jangan hanya terdorong mau melakukannya setelah terbukti manfaatnya
melalui sebuah riset ilmiah. Riset ilmiah hanya merupakan sebuah cara manusia untuk
menggali tabir yang belum terkuak. Adapun jika hal itu berefek pada bertambhanya keimanan
seseorang hal itu adalah hikmah dari sebuah tindakan. Tentu saja langkah tersebut merupakan
jalan yang ditunjukkan Allah kepada manusia untuk lebih meningkatkan kualitas dan
kuantitas ibadah kita.
Selain melalui sholat tahajud, masih banyak jenis ibadah lain yang dijadikan terapi
pengobatan yang bermanfaat untuk kesehatan oleh sejumlah masyarakat. Terapi air (wudlu),
zikir, sodaqoh dan puasa di antaranya. Dalam salah satu ayat dalam Alquran Allah berfirman,
“Ingatlah (berzikirlah) kepada-Ku niscaya hatimu akan tenang”. Dengan sangat jelas dalam
ayat tersebut Allah menjamin bahwa dengan berzikir hati kita akan tenang. Ketenangan,
menurut penelitian sain seperti yang dijelaskan dalam penelitian tentang manfaat solat tahajud
jelas menyebabkan merununkan hormon kortisol, hormon stres yang merugikan kesehatan.
3. Pendekatan subjektif
Psikoterapi hati itu ada lima macam :
a. Membaca Al-qur’an
Al-Quran dianggap sebagai terapi yang pertama dan utama, sebab didalamnya
memuat resep-resep mujarab yang dapat menyembuhkan penyalkit jiwa manusia. Tingkat
kemujarabannya sangat tergantung seberapa jauh tingkat sugesti keimanan pasien.
Al-Qurthubi dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ada dua pendapat dalam
memahami term syifa’ dalam ayat tersebut. Pertama, terapi bagi jiwa yang dapat
menghilangkan kebodohan dan keraguan, membuka jiwa yang tertutup, serta dapat
5
menyembuhkan jjwa yang sakit; kedua, terapi yang dapat menyembuhkan penyakit fisik,
baik dalam bentuk azimat maupun tangkal. Sementara Al-Thabathaba’I mengemukakan
bahwa syifa’ dalam Al-Qur’an memiliki makna “terapi ruhaniah” yang dapat
menyembuhkan penyakit batin. Al-Thabathaba’I jiga mengemukakan bahwa Al-Quran
juga dapat menyembuhkan penyakit jasmani, baik melalui bacaan atau tulisan.
Menurut al-Faidh al-Kasyani dalam Tafsirnya mengemukakan bahwa lafal-lafal
al-Quran dapat menyembuhkan penyakit badan, sedangkan makna-maknanya dapat
menyembuhkan penyakit jiwa. Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, bacaan al-Quran
mampu mengobati penyakit jiwa dan badan manusia. Obat yang mujarab yang dapat
mengobati kedua penyakit ini adalah hidayah al-Quran.
Kemukjizatan lafal al-Quran bukan hanya perkalimat, tetapi perkata, bahkan
perhuruf. Hal itu dianalogikan dengan sabda Nabi bahwa pahala membaca al-Quran
bukan perkalimat atau perkata, tetapi per huruf. Apabila al-Quran dihadapkan pada orang
yang sehat mentalnya, maka ia bernilai konstruktif. Artinya, ia dapat memperkuat dan
mengembangkan integritas dan penyesuaian kepribadian dirinya. Karena itu, berobat
dengan menggunakan al-Quran, baik secara lahiriah maupun batiniah, tidak hanya ketika
dalam kondisi sakit, namun sangat dianjurkan dalam kondisi sehat.
b. Shalat diwaktu malam
Shalat tahajjud memiliki banyak hikmah. Diantaranya adalah (1) setelah
melakukan ibadah tambahan (nafilah), baik dengan shalat maupun membaca al-Quran,
maka dirinya mendapatkan kedudukan terpuji dihadapan Allah SWT, (2) memiliki
kepribadian sebagaimana kepribadian orang-orang salih yang selalu dekat (taqqarub)
kepada Allah SWT, terhapus dosanya dan terhindar dari perbuatan munkar, (3) jiwanya
selalu hidup sehingga mudah mendapatkan ilmu dan ketenteraman, bahkan Allah SWT
menjajikan kenikmatan surga baginya, (4) doanya diterima, dosanya mendapatkan
ampunan dari Allah SWT, dan diberi rizki yang halal dan lapang tanpa susah payah
mencarinya, (5) sebagai ungkapan rasa syukur terhadap apa yang telah diberikan oleh
Allah SWT sebagai rasa syukur, nabi SAW sendiri selalu melakukan tahajjud walaupun
tumit kakinya bengkak.
Setelah shalat sunat di malam hari, amalan yang perlu dilakukan adalah berdo’a,
berdzikir dan membaca wirid, sebab berdoa di malam hari mudah dikabulkan oleh Allah
SWT. Sabda Nabi SAW : “Sesuatu yang lebih mendekatkan Tuhan kepada hamba-Nya di
tengah malam adalah apabila engkau mampu melakukan zikir kepada Allah maka
lakukanlah.”. Shalat juga merupakan terapi psikis yang bersifat kuratif, preventif, dan
konstruktif sekaligus. Pertama, shalat membina seseorang untuk melatih konsentrasi yang
integral dan komprehensif.hal itu tergambar dalam niat dan khusyu’. Kedua, shalat dapat
6
menjaga kesehatan potensi-potensi psikis manusia, seperti potensi kalbu untuk merasa
(emosi), potensi akal untuk berpikir (kognisi), dan potensi syahwat (appetite) dan ghadab
(defense) untuk berkarsa (konasi). Denga shalat, seseorang dapat menjaga dua dari lima
prinsip kehidupan. Lima prinsip kehidupan itu adalah memelihara agama, memelihara
jiwa, memelihara akal, memelihara keturunan, dan memelihara kehormatan dan harta
benda. Dengan shalat ia mampu menjaga agamanya, sebab shalat merupakan tiang
agama. Demikian juga ia dapat menjaga akalnya agar terhindar dari segala zat yang
membahayakan. Ketiga, shalat mengandung doa yang dapat membebaskan manusia dan
penyakit batin.
Dosa adalah penyakit (psikopatologi), sedang obat (psikoterapi)-nya adalah
taubat. Shalat adalah manifestasi dari taubat seseorang, karena dalam shalat seseorang
kembali (taba) pada Pencipta-nya.salah satu indikator taubat adalah mengakui kesalahan
dan dosa-dosa yang diperbuat. Dengan pengakuan akan dosa dan permohonan untuk
penghapusan dosa dalam doa iftitah, menghantarkan seseorang untuk kembali pada fitrah
aslinya yang terbebas dari segala penyakit batin. Bahkan dalam hadis lain, shalat lima
waktu dapat membersihkan fisik dan psikis seseorang seperti orang yang membersihkan
tubuhnya lima kali dalam sehari semalam.
c. Bergaul dengan orang shalih.
Orang yang salih adalah orang yang mampu mengintegrasikan dirinya dan
mampu mengaktualisasikan potensinya semaksimal mungkin dalam berbagai dimensi
kehidupan. Dalam tradisi kaum sufi, seseorang yang shalih dan dapat menyembuhkan
penyakit ruhani manusia disebut dengan al-thabib al-ilahi atau mursyid. Menurut al-
Syarqawi, adalah al-thabib al-murabbi (dokter pendidik). Dokter seperti ini lazimnya
memberikan resep penyembuhan kepada pasiennya melalui dua cara, yaitu:
1. negative (al-salabi), dengan cara membersihkan diri dari segala sifat-sifat dan akhlak
yang tercela.
2. positif (al-ijabi), dengan mengisi diri dari sifat-sifat atau akhlak yang terpuji.
Menurut Sa’id Hawwa, menyatakan bahwa zikir, wirid, dan amalan-amalan
tertentu belum cukup untuk mengobati penyakit jiwa, melainkan diperlukan ilmu yang
disertai dengan mujahadah. Baik mursyid maupun al-thabib al-ilahi, keduanya memiliki-
pinjam istilah Abraham Maslow-pengalaman puncak (peak experience), sebab selain
mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban pokok juga melakukan perluasan diri
(extension of the self) dengan ibadah-ibadah khusus.
7
d. Melakukan puasa.
Puasa disini adalah menahan diri dari segala perbuatan yang dapat merusak citra
fitri manusia. Pembagian puasa ada 2 :
1) Puasa fisik, yaitu menahan lapar,haus, dan berhubungan seks. (bukan miliknya atau
bukan pada tempatnya)
2) Puasa psikis, yaitu menahan hawa nafsu dari segala perbuatan maksiat.
Puasa juga mampu menumbuhkan efekemosional yang positif, seperti menyadari
akan kemaha kuasaan Allah SWT, menumbuhkan solidaritas dan kepedulian terhadap
orang lain, serta menghidupkan nilai-nilai positif dalam dirinya untuk aktualisasi diri
sebaik mungkin. Hikmah lapar menurut Al-Ghazali :
Menjernihkan Qalbu dan mempertajam pandangan
Melembutkan Qalbu sehingga mampu merasakan kenikmatan batin
Menjauhkan prilaku yang hina dan sombong
Mengingatkan jiwa manusia akan cobaan dan azab Allah
Memperlemah syahwat dan tertahannya nafsu amarah yang buruk
Mengurangi jam tidur dan memperkuat kondisi terjaga dimalam hari untuk ibadah
Mempermudah seseorang untuk selalu tekun beribadah
Menyehatkan badan dan jiwa serta menolak penyakit
Menumbuhkan sikap mendahulukan suka membantu orang lain dan mudah
bersedekah.
e. Zikir
Zikir dalam arti sempit memiliki makna menyebut asma-asma Allah dalam
berbagai kesempatan. Sedangkan dalam arti luas mengingat segala keagungan dan kasih
saying Allah SWT yang telah diberikan,serta dengan menaati perintahnya dan menjauhi
larangannya.
Dua makna yang terkandung dalam lafal zikir menurut At-Thabathabai :
1) Kegiatan psikologis yang memungkinkan seseorang memelihara makna sesuatu yang
diyakini berdasarkan pengetahuannya atau ia berusaha hadir padanya (istikdhar)
2) Hadirnya sesuatu pada hati dan ucapan seseorang.
Zikir dapat mengembalikan kesadaran seseorang yang hilang, sebab aktivitas
zikir mendorong seseorang untuk mengingat, menyebut kembali hal-hal yang
tersembunyi dalam hatinya. Zikir juga mampu mengingatkan seseorang bahwa yang
membuat dan menyembuhkan penyakit hanyalah Allah SWT semata, sehingga zikir
mampu memberi sugesti penyembuhannya.
Melakukan zikir sama halnya nilainya dengan terapi rileksasi, yaitu satu bentuk
terapi dengan menekankan upaya mengantarkan pasien bagaimana cara ia harus
8
beristirahat dan bersantai-santai melalui pengurangan ketegangan atau tekanan psikologis.
Kunci utama keadaan jiwa mereka itu adalah karena melakukan zikir.firman Allah SWT :
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat
Allah. Ingatlah, Hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al-
Ra’d : 28)
Cara berzikir:
1) Zikir Jabar, zikir yang dikeraskan baik melalui suara maupun gerakan. Fungsinya
adalah untuk menormalisasikan kembali fungsi system jaringan syaraf,sel-sel, dan
semua organ tubuh.
2) Zikir Sirr, zikir yang diucapkan dalam hati.
Kesimpulan kelima terapi diatas adalah terapi dengan doa dan munajat. Doa
adalah permohonan kepada Allah SWT agar segala gangguan dan penyakit jiwa yang
dideritanya hilang. Allah yang memberikan penyakit dan Dia pula yang memberikan
kesembuhan. Doa dan munajah banyak didapat dalam setiap ibadah, baik dalam shalat,
puasa, haji, maupun dalam aktivitas sehari-hari. Agar doa dapat diterima maka diperlukan
syarat-syarat khusus, diantaranya dengan membaca istigfar terlebih dahulu. Istigfar tidak
hanya berarti memohon ampunan kepada Allah, tetapi lebih esensial lagi yaitu memiliki
makna taubat.
Yang unik dalam psikoterapi islam adalah keberadaannya sangat subyektif dan
teosentris. Dalam melakukan terapi, masing-masing individu memiliki tingkat kualitas
yang berbeda seiring pengetahuan, pengalaman, dan pengamalan yang dimiliki. Tentunya
hal itu mempengaruhi tingkat kemujaraban terapi yang diberikan. Perbedaan itu dapat
dipahami sebab dalam islam mempercayai adanya anugrah dan kekuatan agung diluar
kekuatan manusia, yaitu Tuhan.
4. Pendekatan Do'a Dan Dzikir (Serta Implikasinya Bagi Kepribadian Muslim).
Konsep Do'a dan Dzikir Toto Tasmara dan Implikasinya bagi Kepribadian Muslim
adalah suatu penelitian yang mencoba menjabarkan tentang do'a dan dzikir Toto Tasmara
sebagai pengalaman religius yang memberikan makna khusus bagi manusia atau sebagai
kontribusi bagi kepribadian muslim yang efektif dan implementasinya. Jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptif kualitatif. Adapun data-data yang diperlukan dalam penelitian ini,
penulis menggunakan metode telaah kepustakaan (library research) yang kemudian akan
dianalisa menggunakan metode Hermenestik. Penelitian ini menghasilkan suatu konsep
tentang do'a dan dzikir dalam kaitannya dengan kepribadian muslim yaitu do'a dan dzikir
sebagai salah satu solusi dalam meningkatkan kepribadian muslim yang efektif. Do'a dan
dzikir memiliki implementasi positif dalam menghadapi persoalan hidup yaitu sebagai jiwa
yang teguh dan kuat terhadap berbagai cobaan badai kehidupan dan akhirnya akan mudah
9
mencapai kebahagiaan dan kesuksesan. Menurut Toto Tasmara do'a dan dzikir merupakan
refleksi batiniah dengan Allah secara linier. Yaitu sebuah garis lurus yang diawali dengan
pembenaran, ini menyusup pada bentuk kesadaran kalbu yang paling mendalam untuk
kemudian melahirkan cinta. Pada hakekatnya berdo'a dan berdzikir bukanlah perbuatan lisan,
melainkan perbuatan nurani, perbuatan jiwa yang mendasar dari lubuk hati. Do'a dan dzikir
dalam pembentukan kepribadian muslim yang efektif lebih terletak pada usaha untuk
membimbing hati manusia agar menemukan makna dan tujuan hidup yang sejati dengan cara
melaksanakan latihan-latihan diantaranya : riyadloh, muhasabah, mujahadah dan muroqobah.
Akhirnya dari penelitian ini dapat diketahui bahwa persoalan manusia selalu
dipengaruhi oleh kondisi jiwa yang labil akan mudah mempengaruhi kesehatan fisik
(psikomatik), maka diperlukan kekuatan dari dalam sebagai benteng pertahanan diri. Konsep
do'a dan dzikir Toto Tasmara dengan pendekatan bimbingan dan konseling Islam adalah
sebagai proses membentengi diri dan pembentukan mental yang sehat.menggunakan metode
Hermeneutik. Penelitian ini menghasilkan suatu konsep tentang do'a dan dzikir dalam
kaitannya dengan kepribadian muslim yaitu do'a dan dzikir sebagai salah satu solusi dalam
meningkatkan kepribadian muslim yang efektif. Do'a dan dzikir memiliki implementasi
positif dalam menghadapi persoalan hidup yaitu sebagai jiwa yang teguh dan kuat terhadap
berbagai cobaan badai kehidupan dan akhirnya akan mudah mencapai kebahagiaan dan
kesuksesan.
Menurut Toto Tasmara do'a dan dzikir merupakan refleksi batiniah dengan Allah
secara linier. Yaitu sebuah garis lurus yang diawali dengan pembenaran, ini menyusup pada
bentuk kesadaran kalbu yang paling mendalam untuk kemudian melahirkan cinta. Pada
hakekatnya berdo'a dan berdzikir bukanlah perbuatan lisan, melainkan perbuatan nurani,
perbuatan jiwa yang mendasar dari lubuk hati. Do'a dan dzikir dalam pembentukan
kepribadian muslim yang efektif lebih terletak pada usaha untuk membimbing hati manusia
agar menemukan makna dan tujuan hidup yang sejati dengan cara melaksanakan latihan-
latihan diantaranya : riyadloh, muhasabah, mujahadah dan muroqobah. Akhirnya dari
penelitian ini dapat diketahui bahwa persoalan manusia selalu dipengaruhi oleh kondisi jiwa
yang labil akan mudah mempengaruhi kesehatan fisik (psikomatik), maka diperlukan
kekuatan dari dalam sebagai benteng pertahanan diri. Konsep do'a dan dzikir Toto Tasmara
dengan pendekatan bimbingan dan konseling Islam adalah sebagai proses membentengi diri
dan pembentukan mental yang sehat.
5. pendekatan Sufistik
10
Pengobatannya adalah dengan penanaman syariah yang datang dari tuhan. Hal itu
dipahami dari QS. Al-an’am : 125 yang artinya :
“ Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya
petunjuk,niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. dan
Barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya[503], niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki langit. Begitulah
Allahmenimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman”
Terapi perilaku (psiko social) yaitu suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi
atau mengubah perilaku. Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu
lingkungan danmenghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Terapi perilaku berusaha
menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar
si pasien. Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih menangani
gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi perkembangan sebelumnya.
Terapi ini didasarkan pada teori pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada
classical dan operant conditioning. Penilaian objektif berkelanjutan mengenai kemajuan
pasien dibuat.
Menurut Dadang Hawari, yang dimaksud dengan terapi perilaku adalah
untuk memulihkan kembali kemampuan adaptasi agar yang bersangkutan dapat
kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik dirumah, di
sekolah/kampus, ditempat kerja, maupun di lingkungan pergaulan sosialnya. Untuk mencapai
hal tersebut diatas hendaknya kita melakukan perubahan-perubahan kebiasaan (gaya hidup)
yang tidak sehat. Misalnya dengan upaya meningkatkan kekebalan tubuh terhadap stress.
Tergantung dari jenis sterssor psikososial yang dihadapi seseorang, maka terapi perilaku yang
diberikan hendaknya terkait dengan kemampuan yang bersangkutan. Sebagai contoh misalnya
bila ia mengalami stresor psikososial faktor perkerjaan yaang berlebihan, maka dapat
direkomendasikan pengurangan perkerjaan yangdimaksud. Gangguan skizofrenia adalah
terganggunya fungsi social penderita atau hendaya(impairment). Hendaya ini terjadi dalam
berbagai bidng fungsi rutin kehidupan sehari-hari, seperti : dalam perkuliahan, pekerjaan,
hubungan social, dan perawatan diri. Sering pula diperlukan pengawasan agar kebutuhan gizi
dan hygiene terjamin, dan untuk melindungi penderita dari akibat buruk akibat hendaya daya
nilai dan hendaya kognitif, atau akibat tindakannya yang berdasarkan waham (delusi) atau
sebagai respons atautindak lanjut terhadap halusinasinya.
Dengan psikoterapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu
kembali beradaptasi dengan lingkungan social sekitarnya dan mampu merawat diri,
mampumandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi
keluargadan masyarakat. Penderita selama ini mejalani terapi psikososial ini hendaknya
masihtetap mengonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu
11
menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak
melamun, bayak kegiatan dan kesibukan dan banyak bergaul (silaturahmi/sosialisasi).
Terapi Religi Agama (sufistik)Terapi keagamaan yang dimaksud adalah berupa
kegiatan ritual keagamaan seperti shalat, puasa, zikir, baca al-quran, dan lain-ainnya. Terapi
tasawuf atau sering juga disebut dengan penyembuhan sufis adalah penyembuhan cara Islami
yang dipraktekkan oleh para sufi ratusan tahun lalu. Prinsip dasar penyembuhan ini
adalah bahwa kesembuhan hanya datang dari Allah Yang Maha penyembuh, sedangkan
parasufi sebagai terapis hanya bertindak sebagai perantara. QS. Al-syu’ara: 78-80 yang
artinya :
“(Yaitu Tuhan) yang telah menciptakan Aku, Maka Dialah yang menunjuki Aku, danTuhanku,
yang Dia memberi Makan dan minum kepadaKu, dan apabila aku sakit,
Dialah yang menyembuhkan Aku.”
Hadits Nabi SAW:
“Allah tidak akan menurunkan suatu penyakit kecuali penyakit itutelah ada obatnya” (HR.
Al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Terapi sufi adalah cara yang tidak bisa diremehkan begitu saja dalam dunia terapidan
penanganan penyakit (gangguan jiwa), ia adalah sebuah alternatif yang sangat penting.Dalam
Islam, sebagaimana yang diyakini oleh para sufi, dinyatakan bahwa penyakit itu datangnya
dari Allah. Para sufi percaya bahwa kesembuhan juga datangdari Allah, penyembuh (dokter /
tabib) adalah seseorang yang menjadi perantara antaraAllah dan pasien. Diyakini bahwa
seorang syaikh berada pada posisi yang tinggi dan dianggapmempunyai barakah dari sisi
Allah. Seorang syaikh bisa membuat saluran terbukaantara Tuhan dan dunia, dan barakah
mengalir melalui saluran ini. Dengan mengadakankontak terhadap wali baik yang masih
hidup atau sudah mati, seseorang menjadi lebihdekat dengan Allah. Barakah inilah yang
dianggap sebagai obat dari segala penyakit,meskipun mereka juga menggunakan media lain
sebagai metode pengobatan sepertimakanan/herbal, diet, pijatan dan lain-lain.Jadi dapat
disimpulkan, yang dimaksud dengan terapi religi agama adalahterapi yang menggunakan
metode agama untuk penyembuhan, misalnya membaca Al-Quran, melakukan sholat malam,
bergaul dengan orang Sholeh.
6. Pendekatan Ahlak
Mendefinisikan akhlak melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan linguistik
(etimologi) dan pendekatan terminologi (peristilahan). Dari sudut linguistik, sebagaimana
diuraian oleh pakar Bahasa Arab Modern, Luis Ma’luf dalam al-Munjid, akhlak merupakan
isim masdar dari fi’il madhi akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan wazan tsulasi maziid
af’alan. Kata tersebut mempunyai arti al-sajiah, yaitu perangai, ath-thabi’ah, yaitu kelakuan,
12
tabiat, watak, al-‘adat, yakni kelaziman, kebiasaan, dsan al-muru’ah, yakni peradaban,
kebudyaan, serta al-diin, yakni ajaran samawi atau agama.
Akan tetapi, akar kata akhlak jika diambil dari fi’il madhi akhlaqa tampaknya kurang
tepat, sebab isim masdar dari kata akhlaqa bukan akhlaq tetapi ikhlaq. Sehigga dengan alasan
ini timbul pendapat yang mengakatan bahwa secara lughawi, kata akhlak merupakan isim
jamid atau isim ghair mustak, yaitu isim yang tidak memiliki akar kata, melainkan kata
tersebut memang telah ada dengan sendirinya. Kata akhlak merupakan jamak dari kata
khilqun atau khuluqun yang artiya sama dengan akhlaq sebagaimana diurai di atas.
BERAKHLAK SECARA SUBSTANSI YAITU BERAKHLAK QUR’ANI YANG UNIVERSAL
Standarisasi akhlakul karimah dalam Islam adalah sunnah Rasulullah SAW. Bukan
adat lokalitas setempat, apalagi adat setempat tersebut bersumber dari tradisi animisme,
dinamisme, Hinduisme dan Buddhaisme, karena semua itu walau kelihatan dipermukaan baik
bukanlah sumber valid sebagai dasar berakhlak. Sunnah Rasulullah SAW sebagai satu-
satunya sumber pokok dalam perbuatan dan tingkah-laku adalah perintah Allah SWT, sebab
diutusnya Rasulullah SAW ke dunia ini semata-mata penyempurnaan akhlak dari para utusan
sebelumnya, dan suri tauladan yang paripurna sebagai mana dijelaskan dalam al-Qur’an.
Sunnah Rasulullah SAW tersebut meliputi ucapan, tingkah-laku dan persetujuan beliau
terhadap tingkah-laku sahabat-sahabatnya.
PEMBENTUKAN AKHLAK
Terbentuknya kepribadian manusia yang berbudi pekerti secara vertikal dan
horisontal adalah cita-cita Qur’ani. Ini termasuk bagian dari isi kandungan al-Qur’an setelah
manusia beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Untuk menuju pada sesuatu yang ideal
tersebut diperlukan langkah-langkah nyata dan praktis yang harus dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh. Langkah-langkah tersebut adalah : Menanamkan rasa cinta kepada al-
Qur’an sejak anak-anak.
Selaku orang tua, bagi yang telah punya anak tentu, atau calon orang tua,
menanamkan rasa cinta pada al-Qur’an sejak dini merupakan pintu gerbang menuju
pembentukan watak anak berakhlakulkarimah. Hal ini karena al-Qur’an merupakan wahyu
Ilahi yang senantisa bersifat fitrah atau suci. Bila kefitrahan Qur’ani berpadu pada jiwa anak-
anak yang juga dalam kondisi fitrah, maka akan memunculkan aura suci yang sangat kuat
menyelubungi si anak tersebut selama hayatnya. Aura inilah yang akan memerintahkan si
anak agar selalu taat menjalankan Syari’ah dan menjauhi setiap larangan-Nya.
Penanaman rasa cinta anak pada al-Qur’an ini melalui pelajaran membaca dan menulis huruf
al-Qur’an, serta menghafal ayat-ayat pendek, dan sesekali memperkenalkan pemahaman
maknanya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Hawari, Dadang. 1996. Al-Quran ilmu kedokteran jiwa dan kesehatan jiwa. Yogyakarta : PT. Dana
Bhakti Prima
YasaRahayu, Iin Tri. 2009. Psikoterapi Perspektif Islam Dan Psikologi Kontemporer. Malang : UIN
Malang Press
Dadang, Hawari. 1999. Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Yogyakarta : Dana Bakti Prima
Jasa
Alishah, Omar. 2002. Tasawuf sebagai Terapi. Bandung : Pustaka Hidayah
Nashori, Fuad. 1997. Psikologi Islami : Agenda Munuju Aksi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset
14