Studi Islam Pendekatan Dan Metode

download Studi Islam Pendekatan Dan Metode

of 137

Transcript of Studi Islam Pendekatan Dan Metode

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    1/320

    iPengertian dan Metodologi Studi Islam

    ISLAMIC STUDIESPendekatan dan Metode

    Zakiyuddin Baidhawy 

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    2/320

    ii Zakiyuddin Baidhawy 

    Islamic Studies Pendekatan dan Metode

    Penulis Zakiyuddin Baidhawy 

    Editor   Arifin

    Rancang SampulM. Taufik N.H.

     Tata Letak  Darwoko

     

    Cetakan Pertama, April 2011

    Jl. Kenanga, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta 55282 Telp. 0274-4332394, 4332397, Fax. 0274-4332395Email : [email protected] Website : www.insanmadani.com

    Didistribusikan olehPT Bintang Pustaka Abadi (BiPA)Jl. Kapas No. 14 Yogyakarta Telp. 0274-4332398, Fax. 0274-4332395

    © Hak cipta dilindungi undang-undang, 2011 pada Zakiyuddin Baidhawy danhak penerbitan pada PT Pustaka Insan Madani (anggota IKAPI)

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    3/320

    iiiModel Kajian Tasawuf 

    Minat terhadap Studi Islam (Islamic Studies) mengalamipeningkatan cukup pesat pada beberapa tahun terakhir,meskipun tidak selalu memiliki alasan-alasan yang tepat. Pada

    abad 19 hingga awal abad 20 kita dapat menyaksikan bahwa

    disiplin Studi Islam bangkit dimotivasi oleh keinginan para

    penguasa kolonial untuk memahami sumber-sumber rujukandan praktik-praktik keagamaan dari negeri-negeri jajahan mereka.

    Karenanya kajian dan penelitian dalam disiplin lebih ditujukan

    untuk kebutuhan khusus, yaitu menentukan nilai-nilai dan

    praktik-praktik dari negeri-negeri terjajah itu. Mereka memiliki

    hasrat untuk menguasai secara penuh wilayah jajahan dengan

    berbagai macam cara sehingga mereka dapat menjalankan

    misi “memperadabkan” negeri-negeri terjajah dan mendorong

    mereka memperoleh kemajuan dalam hal pengetahuan tentang

    negeri-negeri terjajah serta memanfaatkan kaum terpelajarnya

    untuk mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka.

    Kini, Studi Islam sudah mengalami perkembangan cukup

    mengesankan, meskipun masih ada minat yang dikendalikan

    Prakata

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    4/320

    iv  Zakiyuddin Baidhawy 

    oleh kepentingan diri. Studi Islam berkaitan dengan data-data

     yang jauh lebih konkret dan berinteraksi dengan metode-metode

     yang kompleks dan lebih mencakup. Hal ini bukan hanya terjadi

    di negeri-negeri Muslim sendiri, bahkan juga di negara-negaraBarat. Masyarakat Barat mengalami tiga fenomena berbeda yang

    memperlihatkan perhatian mereka pada perluasan riset tentang

    Islam: semakin meningkatnya visibilitas generasi-generasi baru

    Muslim di Barat; arus migrasi yang terus mengalir yang tampak

    terus mengalami percepatan; dan terorisme yang dipandang

    sebagai ancaman baik bagi Barat maupun dunia Muslim sendiri.

    Persoalan-persoalan domestik dunia Muslim juga merupakanrealitas yang mesti dipertimbangkan dalam politik internasional,

    seperti problem konflik Israel-Palestina, perang di Afghanistan

    dan Irak, kasus Iran, persoalan Turki dalam keanggotaan Uni

    Eropa. Dalam semua kasus ini, Studi Islam secara langsung

    maupun tidak langsung terlibat sebagai bagian dari cara untuk

    memahami dan mencegah, melindungi diri kita sendiri,

    mendominasi, dan bahkan berperang melawan kekerasan yangdilakukan kaum fundamentalis Islam. Akibatnya, banyak pakar

    sosiolog, ilmuwan politik, pakar terorisme dan lain-lain terlibat

    dalam sejumlah penelitian mengenai Islam, Muslim, identitas,

    imigrasi, fundamentalisme, radikalisasi, kekerasan, terorisme,

    dan sebagainya.

     Tentu saja perkembangan kontemporer ini mengandung

    sisi negatif dan positifnya. Intinya, kita perlu mensyukuribahwa disiplin Studi Islam semakin memperoleh tempat luas

    di kalangan pengkaji Muslim maupun non-Muslim, dengan

    spektrum wilayah dan spesialisasi kajian yang makin beragam dan

    kaya. Karena itu, penting kiranya perkembangan-perkembangan

    ini ditulis dan dibaca di kalangan para mahasiswa dan dosen

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    5/320

     v 

    Studi Islam di negeri ini – sebagai negeri dengan penduduk

    Muslim terbesar di dunia – agar mereka bukan hanya menjadi

    penonton dan penikmat hasil kajian keislaman, namun mereka

    juga berperan sebagai pelaku dari perkembangan itu. Buku inimerupakan satu upaya untuk menyajikan perkembangan Studi

    Islam yang dimaksud. Mudah-mudahan karya ini bermanfaat

    bagi mahasiswa dan dosen di perguruan tinggi Islam, dan para

    peminat kajian keislaman di perguruan tinggi umum serta

    masyarakat luas pada umumnya.

    Omah Nderes, Soditan Sukoharjo10 Februari 2011

    Zakiyuddin Baidhawy

    Prakata

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    6/320

     vi Zakiyuddin Baidhawy 

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    7/320

     viiPengertian dan Metodologi Studi Islam

    Prakata .................................................................................iiiDaftar Isi .............................................................................vii

    BAB 1 PENGERTIAN DAN METODOLOGI STUDI

    ISLAM ......................................................... 1

     A. Pengertian Studi Islam ................................... 1

    B. Metodologi Studi Islam: Dimensi Keilmuandan Keagamaan ..............................................6

    BAB 2 RUANG LINGKUP OBJEK KAJIAN STUDI

    ISLAM ....................................................... 23

     A. Pengalaman Keagamaan dan Ekspresinya ..23B. Dimensi-dimensi Agama .............................28

    C. Cara Beragama ..............................................35BAB 3 SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI

      ISLAM ....................................................... 39

     A. Studi Islam dan Orientalisme......................46B. Studi Islam sebagai Disiplin Mandiri ........53C. Studi Islam dan Oksidentalisme .................55

    Daftar Isi

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    8/320

     viii Zakiyuddin Baidhawy 

    BAB 4 MODEL PENDEKATAN KAJIAN TEKS-TEKS

    ISLAM: STUDI AL-QUR’AN ...................... 67

     A. Pendekatan I`jaz Klasik ................................68

    B. Pendekatan Sastra Modern ..........................72C. Pendekatan Tajdid ........................................75D. Pendekatan Tahlili ........................................77E. Pendekatan Semantik...................................80F. Pendekatan Tematik .................................... 90

    BAB 5 MODEL KAJIAN TEKS-TEKS KEISLAMAN:

    STUDI HADIS .......................................... 99

     A. Kajian Orientalis tentang Hadis ................ 101B. Perbedaan Metodologi Kajian Hadis:  Sarjana Barat dan Sarjana Muslim ............ 103C. Kajian Sarjana Muslim Modern ..................110D. Pendekatan Revolusioner: al-Albani ......... 115

    BAB 6 MODEL KAJIAN ILMU KALAM ............... 119

     A. Kemunculan Ilmu Kalam ...........................122B. Definisi dan Bahasan Ilmu Kalam ............124C. Metodologi Ilmu Kalam ............................125D. Mazhab-mazhab Ilmu Kalam ....................128E. Metodologi Kalam Syi’ah ........................... 131 A. Mistisisme: Fenomena Universal...............139

    BAB 7 MODEL KAJIAN TASAWUF .................... 139

    B. Spirit: Domain Ketiga Ajaran Islam .......... 141C. Perspektif Memahami Tasawuf .................145D. Tasawuf dan Modernitas: Pendekatan

    Fathullah Gulen .........................................148

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    9/320

    ix 

    BAB 8 MODEL KAJIAN USUL FIKIH DAN

      FIKIH...................................................... 155

     A. Definisi dan Ruang Lingkup ......................155

    B. Dua Pendekatan: Teoretis-Rasional danDeduktif ......................................................159

    BAB 9 MODEL KAJIAN HERMENEUTIKA: Studi

    Hermeneutika Pembebasan Farid Esack 167

     A. Sekilas tentang Farid Esack ........................169B. Metode Hermeneutika Pembebasan ......... 171C. Al-Qur’an Bicara: Kunci Hermeneutika

    Pembe-basan ..............................................179D. Simpulan ....................................................183

    BAB 10 MODEL KAJIAN FILSAFAT: Studi

    Hibrida Filsafat Fondasionalisme dan

    Hermeneutika ........................................ 185

     A. Gagap Paradigma Fondasionalisme .........187

    B. Pendekatan Hermeneutika: Pintu KeragamandanRelativisme ..........................................189

    C. Menuju Hibrida Paradigmatik...................193D. Tafsir Multikultural, Sebuah Alternatif .....196E. Simpulan ...................................................203

    BAB 11 MODEL KAJIAN PENDIDIKAN:

      Pendekatan Multikultural terhadap

    Pendidikan Agama ..................................205

     A. Pendidikan Agama sebagai AparatusIdeologis .....................................................208

    B. Basis Teologi Pendidikan Multikultural .... 212

    Daftar Isi

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    10/320

     x  Zakiyuddin Baidhawy 

    C. Pendidikan Agama untuk Perdamaian  dan Harmoni .............................................. 215D. Simpulan ...................................................224

    BAB 12 MODEL KAJIAN PEMIKIRAN ISLAM: Kajiantentang Islam Liberal ............................. 229

     A. Beberapa Pendekatan Mengkaji  Islam Liberal ...............................................230B. Latar Sosial Islam Liberal ...........................236C. Tantangan Islam Liberal.............................241D. Simpulan ...................................................245

    BAB 14 MODEL KAJIAN POLITIK ...................... 247

     A. Pendekatan Keamanan (Security) .............250B. Pendekatan Demokrasi ..............................253C. Pendekatan Globalisasi ..............................257

    BAB 15 METODOLOGI ILMIAH MODERN DAN

    STUDI ISLAM ..........................................261

     A. Pendekatan Ilmu Sejarah ........................... 261B. Pendekatan Sosiologis ...............................264C. Pendekatan Antropologi dan Etnografi .... 271D. Pendekatan Fenomenologi ........................278E. Pendekatan Arkeologi ................................288

    Daftar Pustaka ..................................................................295

    Biografi Penulis ................................................................307

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    11/320

    1Pengertian dan Metodologi Studi Islam

     

    A. Pengertian Studi Islam

    Istilah “Islamic Studies” atau Studi Islam kini telah diperguna-kan dalam jurnal-jurnal profesional, departemen akademik,dan lembaga-lembaga perguruan tinggi yang mencakup bidang

    pengkajian dan penelitian yang luas, yakni seluruh yang

    memiliki dimensi “Islam” dan keterkaitan dengannya. Rujukan

    pada Islam, apakah dalam pengertian kebudayaan, peradaban,

    atau tradisi keagamaan, telah semakin sering dipakai denganmunculnya sejumlah besar literatur dalam berbagai bahasa Eropa

    atau Barat pada umumnya yang berkenaan dengan paham Islam

    politik, atau Islamisme. Literatur-literatur tersebut berbicara

    tentang perbankan Islam, ekonomi Islam, tatanan politik Islam,

    demokrasi Islam, hak-hak asasi manusia Islam, dan sebagainya.

    Sejumlah buku-buku terlaris sejak 1980-an berhubungan dengan

    PENGERTIAN DANMETODOLOGI STUDI ISLAM

    B A B 1

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    12/320

    2 Zakiyuddin Baidhawy 

    judul-judul “Islam” dan hal-hal yang berkaitan dengan kata sifat

    “Islami”, yang menunjukkan betapa semua itu telah diistilahkan

    dengan sebutan “Islamic Studies” di dunia akademik.

      Kita dapat mengemukakan dua pendekatan mendasarmengenai definisi Islamic Studies, yaitu definisi sempit dan

    definisi yang lebih luas (Suleiman & Shihadeh, 2007: 6-7).

    Pendekatan pertama melihat Islamic Studies sebagai suatu

    disiplin dengan metodologi, materi dan teks-teks kuncinya

    sendiri; bidang studi ini dapat didefinisikan sebagai studi tentang

    tradisi teks-teks keagamaan klasik dan ilmu-ilmu keagamaan

    klasik; memperluas ruang lingkupnya berarti akan mengurangikualitas kajiannya. Di samping itu, Islamic Studies berbeda

    dari ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosial dan akan

    diperlemah bila pendidikan berbasis kepercayaan tentang Islam

    dan studi tentang Islam lintas disiplin berdasarkan kepada dua

    disiplin tersebut. Mesti ada perbedaan nyata antara antropologi

    dan ilmu-ilmu sosial lainnya, dan Islamic Studies hanya sebagai

    distingsi yang dibuat dalam hubungannya dengan disiplin-disiplin lainnya seperti Christian Studies.

    Menurut definisi ini, Islamic Studies mengimplikasikan:

    Pertama, studi tentang disiplin dan tradisi intelektual-

    keagamaan klasik menjadi inti dari Islamic Studies, karena

    ada di jantung kebudayaan yang dipelajari dalam peradaban

    Islam dan agama Islam, dan karena banyak Muslim terpelajar

    masih memandangnya sebagai persoalan penting. PengertianIslamic Studies sebagai studi tentang teks-teks Arab pra-modern

    utamanya karena itu mesti dipertahankan. Keterampilan utama

     yang dibutuhkan adalah bahasa Arab.

      Kedua, Islamic Studies adalah suatu bidang yang sempit.

    Upaya-upaya untuk memperluas bidang kajiannya dapat me-

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    13/320

    3Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    ngakibatkan berkurangnya kualitas kajian. Namun demikian,

    bidang ini terus menghadapi tekanan komersial untuk mem-

    perluas ruang lingkupnya, dengan memasukkan misalnya, studi

    tentang pengobatan dan keuangan Islam. Namun, imperatifutamanya adalah mempertahankan kualitas hasilnya. Penelitian

    dan pengajaran dalam wilayah-wilayah yang berada di luar defi-

    nisi Islamic Studies yang sempit mesti diupayakan secara kola-

    boratif dengan kalangan spesialis luar yang berkualitas.

    Ketiga, pendidikan berbasis keimanan bagi Muslim menge-

    nai Islam, dan studi lintas disiplin tentang Islam yang bersandar

    kepada ilmu-ilmu humaniora dan ilmu-ilmu sosial, keduanyamemberikan tujuan yang bermanfaat. Namun, Islamic Studies

    bagaimanapun berbeda dari keduanya dan jangan dipertipis garis

    batasnya. Yang diharapkan ialah upaya memperkaya dua bidang

    lainnya. Minat ilmu antropologi dan ilmu-ilmu sosial terhadap

    Islam memang dapat dibenarkan, namun jangan dipaksa untuk

    diistilahkan sebagai Islamic Studies.

    Pendekatan kedua mendefinisikan Islamic Studies berdasar-kan pada pernyataan bahwa Islam perlu dikaji dalam konteks

    evolusi Islam modern yang penuh teka-teki. Juga adanya kebu-

    tuhan untuk memahami apa yang dimaksudkan oleh teks-teks

    tentang cara orang-orang mengalami dan menjalankan kehi-

    dupan mereka. Membatasi bidang kajian pada studi teks saja

    akan berisiko memberikan kesan yang salah tentang seperang-

    kat praktik keagamaan Islam, sehingga menutupi realitas yanglebih kompleks. Islam mesti diajarkan baik sebagai tradisi teks

    maupun sebagai realitas sosial. Islamic Studies harus memiliki

    inti wilayah-wilayah dan teks-teks yang definitif; pada hakikat-

    nya ini mesti terdiri dari ilmu-ilmu keislaman klasik. Meskipun

    demikian, di sekitar inti ini ada wilayah-wilayah lain yang dapat

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    14/320

    4 Zakiyuddin Baidhawy 

    dimasukkan, seperti antropologi dan ilmu-ilmu sosial. Dalam

    definisi ini, bidang Islamic Studies perlu juga memasukkan

    pendekatan sosiologis dan studi tentang dunia modern.

    Mengajarkan Islamic Studies di perguruan tinggi mestimenjembatani kesenjangan antara pendekatan tekstual dan

    pendekatan etnografi, karena mahasiswa seringkali berminat

    pada teks-teks tradisional, meskipun studi teks dapat mencakup

    berbagai tradisi yang berbeda-beda. Artinya membatasi diri pada

    bidang kajian teks semata berisiko memberikan pengertian yang

    keliru tentang Islam dan masyarakat Islam.

      Teks-teks dari tradisi klasik besar telah dihasilkan dan diper-gunakan oleh kaum Muslim dalam konteks sosial tertentu. Islam

    harus diajarkan baik sebagai tradisi tekstual dengan seluruh ke-

    satuan sejarahnya, dan sebagai realitas sosial yang dinamis dan

    terus berubah. Keduanya saling berhubungan, yakni tradisi teks

    menunjukkan bahwa Islam, di samping merupakan seperangkat

    ajaran keagamaan, adalah cara mendekati tantangan-tantangan

    ekonomi dan sosial praktis dalam kehidupan ini.Islamic Studies bukanlah sebuah disiplin, namun ia lebih

    merupakan kesalinghubungan antara beberapa disiplin. Dalam

    bahasa metodologi, para peneliti meminjam serangkaian disi-

    plin termasuk ilmu-ilmu sosial. Kurang tegasnya batasan-ba-

    tasan ini justru menyediakan peluang untuk memperkaya studi

    interdisipliner yang beragam.

      Banyak pertanyaan dapat diajukan tentang dua pendekatandi atas, barangkali yang paling relevan adalah, apakah kebutu-

    han untuk mengkaji Islamic Studies hanya berangkat dari kebu-

    tuhan diplomatik dan bisnis, atau apakah ia lebih jauh untuk

    memasukkan ruang lingkup yang luas seperti studi dan peneli-

    tian guna memperoleh kearifan dan pengetahuan utama.

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    15/320

    5Pengertian dan Metodologi Studi Islam

      Islam kini sedang menjadi fenomena universal di dunia

    ini. Ini memunculkan satu pertanyaan lain, yakni apakah

    fungsi universitas diharapkan dapat menyediakan kebutuhan-

    kebutuhan bagi komunitas-komunitas minoritas untuk mema-hami keimanan mereka di dalam identitas lokal yang melekat

    dan konteks multikulturalnya. Jika kebutuhan semacam ini tidak

    dicapai secara mapan, akankah ia membuka pintu luas bagi eks-

    tremisme untuk menawarkan jasanya yang mematikan? Salah

    satu isu yang muncul dalam perbincangan mengenai Islam di

    kampus adalah bahwa Islamic Studies merupakan suatu wilayah

    kontestasi sebagian karena Islam itu sendiri adalah sesuatu yang dikontestasikan. Persoalan ini membawa pada pertanyaan:

    adakah suatu wilayah, apa pun namanya, yang dipikirkan

    oleh akal manusia yang tidak dikontestasi? Nilai keimanan

    atau kebudayaan apa pun berangkat dari komitmen para

    pemeluknya. Untuk mencapai masyarakat multikultural yang

    homogen, ada suatu kebutuhan untuk menerapkan metodologi

    serupa pada semua keimanan. Dengan kata lain, definisi tentangiman merupakan fenomena sosial yang berhubungan dengan

    bagaimana keimanan itu sendiri melihat dirinya.

    Dengan mempergunakan pendekatan intensional, maka

    dapat dikatakan lebih layak jika kita memerhatikan dua hal, yai-

    tu antara “studi tentang Islam” atau “Islamic Studies” yang me-

    miliki makna lebih khusus. Kita dapat pula mengatakan bahwa

    kesulitan dalam mendefinisikan Islamic Studies mencerminkankebutuhan akan perdebatan lebih lanjut tentang masalah ini.

    Pada masa lampau, Islamic Studies diajarkan di dalam departe-

    men-departemen yang berhubungan secara luas dengan lokasi

    geografis, seperti Studi Kawasan Timur, Studi Kawasan Timur

     Tengah dan Studi Kawasan Timur Dekat.

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    16/320

    6 Zakiyuddin Baidhawy 

      Ini memunculkan masalah terminologi dan judul, bahkan

    persoalan konteks yang tetap valid khususnya pada periode

    kolonial, yang mempersepsi Islam sebagai salah satu dorongan

    utama bagi kohesi sosial dan dialog antariman. Barangkali satuproposal yang bisa diajukan ialah pengembangan suatu bentuk

    studi tentang Islam yang memasukkan pendekatan tradisional

    dan pendekatan luas, serta kombinasi dari keduanya dalam

    rangka memperluas disiplin daripada membingungkan antara

    keduanya.

    B. Metodologi Studi Islam: Dimensi Keilmuan danKeagamaan

    Masalah utama yang menopang definisi Islamic Studies tampak-

    nya muncul dari metodologi bagaimana Islam dikaji dan kemu-

    dian bagaimana diajarkan. Di negara-negara Barat umumnya,

    kajian tentang Islam mengikuti metodologi Barat, ini berten-

    tangan dengan kajian Islam di dalam suatu lingkungan yang ti-

    dak mengkontestasi agama tersebut.

    Kajian Islam di Barat, Inggris misalnya, memberikan ma-

    hasiswa strata satu berbagai materi yang relevan dengan Islam

    dengan mempergunakan metodologi pengajaran yang dilan-

    daskan pada objektivitas dan integritas. Pendekatan atas Islamic

    Studies di sini sering didasarkan atas pandangan akademik Barat

    tentang Islam yang terpusat pada berbagai metodologi ilmiahseperti orientalisme, ilmu sosial atau antropologi kontemporer.

    Sering dijumpai mahasiswa Muslim di sini akan menghadapi

    tantangan nyata di mana pengetahuan dasar mereka tentang

    agama dan sejarahnya sendiri diuji secara kritis. Pada tingkat

    pasca sarjana, masalahnya lebih kompleks dan seringkali keti-

    daksepakatan mengenai pendekatan pada apa yang dapat dan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    17/320

    7Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    tidak dapat mencapai kebenaran membawa pada perubahan

    dalam subjek yang dikaji mahasiswa. Salah satu topik favorit

    adalah studi kritis dan penyuntingan manuskrip-manuskrip

    berbahasa Arab. Cukup mengagumkan melihat bagaimana adakemauan para pengkaji tersebut untuk menerima studi kritis itu

    dan mereka menyatakan bahwa pendekatan semacam ini tidak

    perlu kompromi dengan masalah keimanan mereka.

    Hal serupa juga sering muncul ketika menguji ide-ide

    para pemikir Muslim modern tentang Islam dan pendekatan

    Barat terhadap pengetahuan. Ketakutan bukan datang dari

    Barat, melainkan dari sains yang dapat menjadi pendekatan yang salah arah jika dipercaya sebagai satu-satunya jalan

    menuju kebenaran. Pandangan ini juga digaungkan oleh para

    sarjana Barat sendiri. Salah satu kritik paling umum terhadap

    pendekatan “sains” diungkapkan oleh Stephen R. Sterling ketika

    ia menguji pendekatan sains terhadap subjek dari studi tentang

    alam. Mengutip Werner Heisenberg, ia mengatakan: “Melalui

    intervensinya, sains mengubah dan membentuk kembaliobjek”.

    Berikut ini adalah beberapa perdebatan seputar metodologi

    dalam Islamic Studies. M. Izzi Dien (2003: 243-255) secara

    gamblang menggambarkan perdebatan metodologi tersebut

    mencakup kritik akademisi Muslim atas metodologi Barat,

    pendekatan apologetik Muslim terhadap metodologi penelitian,

    pendekatan radikal Muslim terhadap metodologi Barat, dankritik metodologi Muslim dari dalam.

    1. Kritik atas Metodologi Barat 

      Kritik akademisi Muslim atas metodologi Barat muncul baik

    dalam bentuk kritik seimbang maupun kritik radikal. Pendekat-

    an intelektual Barat terhadap pengetahuan dan pembelajaran

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    18/320

    8 Zakiyuddin Baidhawy 

    ditegakkan di atas hukum pertentangan antara dua hal yang

    bersebrangan yang bertabrakan dengan filsafat Islam tentang

    kehidupan yang berdasarkan pada apa yang disebut teori fusi

    dua hal yang bersebrangan. Suatu teori yang juga disebut sebagaiteori wasathiyyah (teori jalan tengah). Teori ini didasarkan atas

     Al-Qur’an surat al-Baqarah/2: 143 yang berbicara tentang “um-

    mah wasath”, yang mampu merekonsiliasi dua hal yang berten-

    tangan dengan tujuan untuk meraih harmoni sosial.

      Mutakallim abad pertengahan Islam, Abu Hamid al-Ghazali

    mengatakan bahwa wasathiyyah adalah berdiri di tengah-tengah

    antara dua ujung yang saling berlawanan. Karena itu, dalam ma-salah keuangan misalnya, ia berarti berdiri di antara berlebih-

    lebihan dan serba kekurangan, atau antara sembrono dan terlalu

    hati-hati. Filsafat Barat menemukan akar-akarnya dalam kebu-

    dayaan Yunani-Romawi yang memotong keimanan orang-orang

     Timur yang asli terhadap Yesus dan mengkombinasikannya de-

    ngan jiwa dan tubuh.

    Pandangan dunia Islam berbeda dari pendekatan Barat ter-hadap pengetahuan ilmiah. Faruqi (1995) memaparkan bahwa

    ilmu-ilmu sosial memperoleh posisi mandiri di universitas-uni-

     versitas satu abad yang lalu, padahal akal yang telah membawa

    pada penemuan dan keberhasilan kembali pada dua abad lebih;

    pembentukan metodologi skeptis kembali pada revolusi Prancis

     yang berusaha melawan kendali gereja. Kemenangan metodolo-

    gi skeptis telah memberikan otoritas yang memperkenankannyamenolak metodologi alternatif, bahkan metodologi ilmu-ilmu

    alam yang tergantung hanya pada apa yang dapat dilihat dan

    dirasakan.

    Salah satu hasil dari metodologi skeptis di atas adalah ke-

    simpulan bahwa seluruh dunia ini tunduk pada penafsiran, dan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    19/320

    9Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    karenanya, penemuan apa pun oleh akal yang membawa pada

    kejadian fenomena tertentu dipandang sebagai sebentuk penaf-

    siran. Penafsiran semacam ini, secara inheren akan membawa

    pada pengendalian dan pengarahan terhadap apa yang didefi-nisikan. Ilmu-ilmu alam akan membawa pada kontrol atas selu-

    ruh alam, akibatnya apa pun dapat diberlakukan pada alam dan

    ilmu-ilmu alam dapat diterapkan pada pemahaman manusia

    dan perilakunya dengan tujuan untuk menggunakannya demi

    mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan.

     Apa yang luput dari analogi semacam ini adalah kenyataan

    bahwa manusia dan perilakunya secara keseluruhan tidaklahtunduk pada aturan-aturan dan prinsip-prinsip yang sama

     yang dapat dipergunakan untuk menafsirkan fenomena alam.

    Perbedaan antara fenomena alam dan fenomena kemanusiaan

    adalah bahwa manusia mengandung komponen-komponen

    lain serta mengikuti sistem dan pola eksistensi yang berbeda

    secara keseluruhan. Dengan kata lain, bila materi seperti metal,

    kayu, dan komponen-komponen alam lainnya dapat diukursecara fisik, hanya sebagian saja dari manusia yang dapat diukur

    secara empirik. Masih ada bagian-bagian lain dari manusia dan

    alam ini yang melampaui sains dan di sini bukan hanya jiwa

    dan sentimen manusia, bahkan juga pola-pola perilaku yang

    dipandang sebagai kebudayaan, agama, dan tradisi individual.

    Keseluruhan nilai ini tidak akan mungkin tanpa kehendak

    pengamat untuk melihatnya. Semua ini tidak akan tercapaitanpa simpati pengamat sembari mempertimbangkan nilai

    dari apa yang ia saksikan dan memasukkan amatan tersebut ke

    dalam hasil-hasil penemuan. Inilah salah satu alasan mengapa

    pendekatan dalam mengkaji manusia yang disediakan oleh Barat

    pada umumnya gagal menyediakan paradigma yang valid untuk

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    20/320

    10 Zakiyuddin Baidhawy 

    mengkaji Muslim dan masyarakat Islam. Ini sejalan dengan

    pernyataan Smart (1989: 11) bahwa sejarah agama-agama mesti

    lebih dari mengurutkan peristiwa-peristiwa: ia harus berupaya

    untuk masuk ke dalam makna peristiwa-peristiwa itu sendiri.Jadi, kunci untuk masuk ke dalam makna peristiwa-peristiwa

    Islam ada dalam pemahaman tentang kepasrahan individu

    kepada Tuhan atau Islam yang dijalani oleh para pengikutnya

    selama perjalanan hidup mereka. Kini, dalam Islamic Studies

    di Barat, para sarjana Barat perlu mengapresiasi metodologi

    kajian Islami dalam rangka memahami bagaimana cara Muslim

    berpikir. Dengan definisi metodologi semacam ini maka“dimensi spiritual” sekaligus “dimensi ilmiah” dapat dijangkau

    secara bersamaan.

    2. Pendekatan Apologetik Insider 

      Pendekatan lain yang muncul dalam persoalan metodologi

    kajian keislaman ialah pendekatan apologetik. Bila sains mo-

    dern berdasarkan atas dunia fisik dan pedoman objektif, Islam

    tidak berusaha membatasi pemikiran manusia atau mencegah

    kajian ilmiah mandiri. Islam sebagai keimanan memiliki sedikit

    reservasi dalam memandang fakta-fakta ilmiah yang abstrak

    dan itulah yang memotivasi perluasan metodologi eksperimen

     yang dikembangkan dalam lingkungan Islam sebelum ditrans-

    fer ke Barat. Pendekatan apologetik menyatakan bahwa Islam

    mengadopsi pencarian pengetahuan dan tidak membatasi diri

    sumber pengetahuan hanya pada pemahaman dunia materi ma-

    nusia. Penting juga untuk dicatat, bukan dalam rangka menyifati

    Islam dengan keterbelakangan sosial, bahwa Islam merupakan

    hasil dari suatu akumulasi persoalan dan situasi, seperti kolo-

    nialisme Barat, perbudakan, dan praktik-praktik sosial yang ti-

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    21/320

    11Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    dak ada hubungannya sama sekali dengan jiwa Islam (al-Umari,

    1987: 110).

     Argumen semacam ini sering dinyatakan oleh kalangan

    Muslim dan membawa pada persoalan apakah mungkin atautidak memisahkan Islam sebagai teori dari praktik aktualnya

    sebagaimana teramati dalam realitas dunia Islam. Realitas yang

    salah arah ini rupanya melahirkan dekadensi dan kemunduran

    pada semua tingkatan dan kita dapat mempertanyakan apakah

    Islam merupakan pandangan hidup yang gagal dalam masyara-

    kat kontemporer. Jika benar, maka akan ada kebutuhan untuk

    mengadopsi metodologi berpikir yang lebih sejalan dengan ma-syarakat modern sebagai sarana untuk mencapai apa yang dise-

    but kebudayaan yang lebih maju. Ini penting setidaknya bagi

    mereka yang hidup di Barat dan membutuhkan Islam pribumi

     yang berdasarkan atas nilai-nilai asli dan Islam tentang sains dan

    pengetahuan kehidupan. Metodologi semacam ini membutuh-

    kan bahan-bahan sebagai berikut:

      Pertama, faktor manusia. Setidaknya diperlukan jumlah yang cukup sumber daya manusia yang dapat membawa pesan

    pemahaman keagamaan yang layak. Dapat dinyatakan bahwa

    hal ini mungkin dicapai meskipun pada kenyataannya tidak

    semua tingkatan masyarakat memiliki disiplin keislaman yang

    sama sehingga tersedia sejumlah orang yang mampu memimpin

    lainnya untuk meraih tujuan yang benar. Untuk mencapai tu-

    juan ini, Islam menyandarkan diri pada sedikit kaum terpelajar, yang mendorong upaya-upaya keilmuan dan peningkatan kaum

    Muslim yang berpengetahuan. “Dan hendaklah kamu menjadi

    orang-orang yang berorientasi ketuhanan (rabbaniyun) dalam

    apa yang kamu ajarkan dan apa yang kamu pelajari” (QS. Ali

    Imran (3): 79).

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    22/320

    12 Zakiyuddin Baidhawy 

      Kedua, upaya mempopulerkan tujuan Islam dalam men-

    ciptakan banyak masyarakat dan kebudayaan sehingga Islam

    berhasil sebagai fenomena kebudayaan sekaligus fenomena ke-

    agamaan. Dua hal ini setidaknya dapat diidentifikasi, jika tidakdikatakan sebagai pemisahan. Pemahaman tentang Islam seba-

    gai agama akan lebih baik dipahami jika dilihat dari dalam, se-

    bagaimana disebut oleh Smart sebagai dimensi-dimensi agama

    (akan dijelaskan pada bab II). Lebih lanjut, ada kebutuhan un-

    tuk mengidentifikasi hubungan integral antara hakikat Islam se-

    bagai agama yang diwahyukan Tuhan dan sebagai fleksibilitas

    kultural yang membuatnya dapat diterima. Jika Islam dipahamimurni sebagai agama, ini akan membuatnya seperti sel yang ko-

    song dan akan kehilangan kekuatan dan kemampuan dinamis-

    nya untuk melahirkan hasrat dan visi kemanusiaan.

    Pada titik ini penting untuk mencatat perbedaan antara

    agama Islam sebagai “sel” dalam pengertian metaforis dan

    dimensi mistiknya. Menurut Dien (2003), Islam dapat menjadi

    agama yang terfosilkan jika ia dikaji dengan menghilangkanunsur-unsur kultural yang integral atau unsur-unsur ketaatannya.

    Metodologi kajian Islam berangkat dari sini, jadi bukan semata

    sebagai agama, melainkan juga sebagai hakikat kehidupan yang

    memandang semua aspek hidup ini dalam keseluruhannya

    sebagai unit yang lengkap. Prinsip dari kesatuan realitas

    (haqiqah) penting di sini. Metodologi penelitian menyangkut

    semua pencarian atas realitas yang diderivasi eksistensinya dari Tuhan, dan derivasi maknanya dari Kehendak-Nya. Dengan

    memahami hal ini, pemahaman Islam tentang realitas dapat

    menjadi lebih dekat kepada pendekatan model kontemporer vis

    a vis pengetahuan, yang seringkali gagal menerima pandangan

    Islam bahwa potongan-potongan realitas akan bersama-sama

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    23/320

    13Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    seperti  jigsaw  yang membentuk gambar utuh. Pada akhirnya,

    konsep tentang realitas yang dipahami sebagai wujud yang

    diderivasi dari kesadaran Tuhan yang Maha Esa, patut dipahami

    dengan cara seperti di bawah ini.Berbagai posisi tentang realitas Islam, seperti dipahami

    kaum Sufi adalah fenomena yang divergen yang dapat

    dipahami menurut berbagai perspektif dan aspek, meskipun

    sumber dan tujuannya serupa. Ada kontradiksi yang muncul,

    namun salah antara mistisisme/sufisme dan arus utama Islam.

    Padahal sufisme adalah sisi paling dalam dari struktur realitas

    Islam sepanjang ia dipahami dari sumber dan tujuan Tuhan. Tuhan dalam Islam adalah Pencipta dan Pemelihara dan

    hubungan antara Dia dan manusia itulah yang dimaksud Sufi.

    Jika dikotomi ini dipahami, maka hasilnya tidak kontradiksi;

    sebaliknya kesalahpahaman mengenai hal ini mengarah pada

    penyimpangan dan penghargaan Islam atas jiwa manusia akan

    disalahmengerti. Hubungan spiritual antara Tuhan dan manusia

    memiliki aspek sosial, yang dalam dunia Sufi disebut sebagaijalan kolektif dan jalan individual menuju Tuhan, tariqah.

    Tariqah berarti menerima banyak jalan dalam keimanan Islam.

    Sayangnya, ada ketidakseimbangan di mana ortodoksi Islam

    telah menuduh heterodoksi sebagai bidah. Salah satu alasan

    mengapa Islam menolak individu-individu seperti al-Husayn

    ibn Mansur al-Hallaj (858-922) adalah karena ia memahami

    dirinya sendiri sebagai bagian dari wujud Tuhan, daripadasebagai wujud bersama Tuhan.

    Di sinilah letak pentingnya epistemologi dalam Islam, dan

    istilah-istilah yang digunakan dapat memiliki kekuatan dalam

    menyampaikan gambaran yang memadai. Ini merupakan salah

    satu sumber utama kesepakatan antara metode penelitian Islam

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    24/320

    14 Zakiyuddin Baidhawy 

    dan metode penelitian objektif. Contoh yang relevan mengenai

    hal ini dapat dilihat pada berbagai isu yang dihadapi para sarjana

    Barat dan Islam ketika mengutip Al-Qur’an. Sarjana non-Muslim

    berasumsi bahwa Al-Qur’an bukan firman Tuhan; dalam banyaktulisan kaum orientalis awal digambarkan bahwa Al-Qur’an

    merupakan perkataan Muhammad. Di sisi lain, sarjana Muslim

    percaya bahwa Al-Qur’an adalah wahyu Tuhan sehingga mereka

    memulai kutipan dengan “Tuhan berfirman”, sementara sarjana

    non-Muslim memulainya dengan “Muhammad berkata”. Kita

    menghadapi masalah nyata di sini. Bila kita menerima pandangan

    sarjana non-Muslim itu berarti akan menyakiti keimananMuslim atau para mahasiswa Muslim yang datang ke Barat

    untuk memperluas pengetahuan mereka. Barangkali kompromi

    terbaik adalah menganjurkan kepada mereka agar memulai

    dengan ungkapan “Al-Qur’an mengatakan”, atau “dinyatakan

    dalam Al-Qur’an”. Mesikpun ini juga dikritik sebagai penegasian

    aspek ketuhanan, namun sudah merupakan solusi terbaik untuk

    mendamaikan masalah di atas.3. Kritik Radikal atas Metodologi Barat 

      Dalam bahasan ini menarik untuk mencatat komentar-

    komentar yang sering muncul dari kalangan fundamentalis

    Islam mengenai metodologi Barat. Komentar-komentar mereka

    sering mempertanyakan secara radikal: Apakah para mahasiswa

    atau pengkaji di universitas-universitas Barat mampu memenuhi

    tantangan untuk mengintegrasikan keilmuan Islam dan setia

    dengan prinsip-prinsip yang diterima secara mapan dalam

    ilmu-ilmu keislaman? Temukan apa yang Islam katakan tentang

    peristiwa baru merupakan satu hal, dan merusak Islam adalah

    hal lain. Metodologi apa yang digunakan untuk menafsirkan

    teks-teks sumber Islam dan kepada siapa Anda mempelajarinya?

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    25/320

    15Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    Jika Anda menggunakan teknik-teknik Barat, maka Anda akan

    menafsirkan Islam sesuai dengan kritik Heidegger dan kritik

    sastra yang banyak digunakan Nietzsche dan Foucault. Jika

     Anda melakukan studi bahasa, maka Anda akan bersandar padaantropologi dan kritik sastra, hal ini juga berarti Anda kembali

    kepada Levi Straus dan lain-lain dan problem relativitas. Kini,

    satu pertanyaan muncul ketika Anda menerapkan apa pun

    teknik-teknik ini adalah bagaimana Anda akan melihat Al-

    Qur’an dan Sunnah? Akankan Anda memandangnya hanya

    sebagai teks-teks sejarah? Jika Anda mengatakan demikian,

    maka Anda telah membuat kesalahan besar dalam bidang Akidah. Inilah masalah-masalah yang muncul dalam Islamic

    Studies di Barat, menentang namun tidak memiliki basis yang

    nyata dalam sumber-sumber Islam. Jadi, kita bukan Barat secara

    keseluruhan dan bukan pula Muslim secara keseluruhan dalam

    hal pemikiran. Komentar mereka juga menyatakan, mungkin

    ada manfaat melakukan penelitian di Barat dalam Islamic

    Studies, namun karena kami adalah Muslim, kami harus setiakepada agama kami ( Ahl-Hadith, 2006 ).

    4. Kritik Metodologi dari Dalam ( from within)

      Identitas Islam kontemporer, baik pada tingkat individu

    maupun kolektif, mengalami kekurangan intelektual dan psi-

    kologis yang paralel dengan kemampuannya untuk bertindak

    dan melakukan. Dua kekurangan ini banyak dipengaruhi oleh

    pendekatan metodologis dalam mengkombinasikan teori dan

    praktik (Malkawi, 2002: 31-36). Kekeliruan metodologis dalam

    komunitas Muslim dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama,

    kesalahpahaman tentang realitas dan bagaimana berhubungan

    dengannya disebabkan mengabaikan sepenuhnya apa yang nya-

    ta dan apa yang merupakan ideal-ideal abstrak tanpa berupaya

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    26/320

    16 Zakiyuddin Baidhawy 

    menerapkan yang nyata kepada yang ideal dalam kehidupan

    keseharian. Ini seringkali tampak ketika ideal-ideal historis

    menjadi sebentuk pelarian dari tanggung jawab sosial untuk

    membenarkan kegagalan hidup mereka. Kedua, kesalahan dalammemahami hubungan antara sebab dan akibat, khususnya

    dalam kesalahpahaman tentang doktrin tentang ketergantungan

    kepada Tuhan dimaknai sebagai penghapusan peran sebab

    dalam penciptaan dan akibatnya. Ketiga, kekeliruan memahami

    pandangan komprehensif Islam tentang alam. Ini dapat dilihat

    pada hubungan antara komponen-komponen yang nyata dan

     yang gaib dalam kosmos ini atau dengan melihat pada bagianparsial dari masalah ini atau faktor waktu.

    Lebih jauh kita dapat menambahkan bahwa pendekatan

    Islam terhadap pengetahuan menerima dua macam kebenaran,

     yaitu yang berhubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang

    tidak dapat dijawab oleh rasio manusia (seperti nasib, kehendak,

    kehidupan/kematian) dan kebenaran yang berkaitan dengan

    fakta-fakta empirik dalam kehidupan. Jadi, tanpa rasio manusia,ilham Tuhan tidak dapat diterima dan diverifikasi, dan keiman-

    an Islam tidak dapat ditegakkan sebagai sistem kepercayaan

    berdasarkan atas konsep benar dan salah. Teori tentang Islam

    hanya dapat dianggap benar jika ia dilihat sebagai fusi dari

    unsur-unsur Islam yang tidak dapat dipisahkan –teologi, hukum,

    dan etika–. Menurut Sardar (1985), kompartementalisasi antara

    hukum dan etika dalam tradisi intelektual dan keagamaanBarat tidak memiliki tempat dalam Islam. Pada praktiknya,

    Muslim kontemporer berhadapan dengan realitas yang berbe-

    da. Realitas itu adalah bahwa Muslim kontemporer diarahkan

    oleh kebudayaan Barat yang sering mengalami pemisahan

    antara tubuh dan jiwa. Pemisahan ini lambat laun merusaknya.

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    27/320

    17Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    Peradaban Barat telah membuktikan kekuatan dan supremasi-

    nya terhadap peradaban-peradaban lain melalui peran mereka

    dalam sains, teknologi dan industri. Inilah peradaban yang

    mempergunakan metodologi empirik dan organisasi untukmendekati fenomena alam untuk melayani kebutuhan manusia.

    Dengan mengkombinasikan peradaban instrumental ini dengan

    paham Islam tentang nilai, kemajuan yang berarti bisa diraih di

    dunia Muslim khususnya dan menyebar ke seluruh dunia pada

    umumnya.

    5. Problem Pendekatan Emik dan Pendekatan Etik

    Problem metodologis juga muncul berkenaan dengan sia-pakah yang dipandang lebih otoritatif dalam melakukan kajian

    Islam, apakah mereka yang menjadi orang dalam atau mereka

     yang disebut sebagai orang luar. Problem serupa sesungguhnya

    pernah dialami juga dalam disiplin Sejarah Agama-agama (The

    History of Religions). Pada akhir abad ke-20, Belanda telah mem-

    berikan kontribusi terhadap studi akademik agama-agama yang

    berupaya mengembangkan suatu metode empirik bagi Religious

    Studies baik dalam hal klasifikasi wacana maupun istilah-istilah

     yang dipinjam dari kosakata teknis dari ilmu-ilmu bahasa yang

    mereka transformasikan ke dalam Antropologi Budaya. Dalam

    karya-karya mereka tampak usaha untuk membedakan antara

    dua tipe berbeda tentang perbincangan mengenai agama, yakni

    pendekatan emik yang menyajikan pola-pola pemikiran dan aso-

    siasi simbolik yang diungkap dari perspektif kaum beriman, dan

    pendekatan ilmiah etik yang melibatkan analisis historis menge-

    nai hubungan antara ide dan masyarakat sembari membatasi

    dari pelibatan klaim kebenaran emik tentang realitas meta-em-

    pirik (Feener, 2007: 264-282).

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    28/320

    18 Zakiyuddin Baidhawy 

      Memang ada kesulitan berkaitan dengan dua model kajian

    semacam itu, khususnya pada masa modern ketika diterapkan

    pada Studi Islam. Ada pertentangan antara pendekatan akademik

     yang mendorong peneliti dan pengkaji memosisikan diri seo-lah-olah sebagai “orang luar” (outsider ) dan pendekatan konfen-

    sional yang hanya menerima perspektif “orang dalam” (insider );

    antara pengkaji Muslim dan pengkaji Barat. Suatu perdebatan

     yang sering kali menjadi hambatan dalam wacana publik ten-

    tang identitas dan politik kekuasaan. Mempertimbangkan reali-

    tas historis tersebut, pemikiran kembali tentang bidang sejarah

    intelektual Muslim harus dimulai dari pengakuan mengenaifakta bahwa lebih dari satu abad hingga kini, kita masih diha-

    dapkan dengan wacana pendekatan emik dan pendekatan etik

    tentang Islam, dan persoalan ini mengandung dinamika yang

    kompleks dan kreatif dalam pemikiran Islam. Barangkali con-

    toh yang paling menonjol dalam interaksi polemik intelektual

    antara sarjana Barat modern dan sarjana Muslim dapat dijumpai

    pada perdebatan di akhir abad ke-19 antara Jamal al-Din al-Af-ghani dan Ernst Renan tentang hubungan Islam dan sains dan

    kemajuan yang dipandang mencakup modernitas pada masa

    itu. Perdebatan ini memunculkan kontroversi yang berlanjut

    sepanjang abad ke-20 sebagaimana dikemukakan oleh karya-

    karya para pemikir seperti Muhammad Abduh, Ameer Ali, dan

    Sayyid Ahmad Khan, dan belakangan Sayyid Qutb, Abul A’la al-

    Maududi, Ismail Raji al-Faruqi dan lain-lain.Seluruh dunia Muslim pada periode modern menyaksikan

    pengaruh yang kompleks dari kemajuan ilmiah Barat atas per-

    kembangan perdebatan di kalangan internal sarjana Muslim.

    Kita bisa melihat bagaimana pengaruh penemuan-penemuan

    orientalis modern terhadap karya Ibnu Khaldun atas ilmuwan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    29/320

    19Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    sosial Muslim di Afrika Utara, dan pengaruh karya Geertz atas

    perdebatan yang terjadi di kalangan Muslim Indonesia. Karya-

    karya semacam ini mendapatkan tempat di kalangan Muslim

    di mana pendekatan eklektik lebih tampak dalam karya-karyaitu daripada pendekatan yang mengkombinasikan antara para

    penulis Barat yang sering dikutip dalam literatur Islam modern

    dengan karya-karya klasik era kolonial, seperti penggambaran

    Carlyle tentang Muhammad dalam On Heroes, Hero-Worship, dan

    The Heroic in History  serta karya Lothrop Stoddard New World of

    Islam secara bertahap memberikan arah bagi karya-karya seperti

    Maurice Bucaille La Bible, Le Coran, et la Science, dan karya SamuelHuntington Clash of Civilizations.

    Dalam menilai perkembangan tersebut, tugas yang paling

    penting bukanlah menemukan bibliografi dengan judul-judul

     yang popular, namun lebih dari itu ialah melakukan evaluasi

    kritis terhadap karya-karya semacam itu yang sesuai dengan

    kebudayaan intelektual dan kebudayaan popular masyarakat

    Muslim modern.Selama abad ke-20, karya-karya sarjana Barat tentang Islam

    mulai memperoleh tempat dan sebagai sumber rujukan dalam

    retorika para sarjana Muslim modern dari Afrika, Timur Te-

    ngah, dan Asia, yang telah melahirkan banyak pemikir Muslim

    modern, dari M. Iqbal hingga Agus Salim. Contoh-contoh se-

    rupa sangat berlimpah dalam berbagai literatur Arab modern

    dan bahasa-bahasa Muslim mayoritas, di mana kecenderunganmulai mengarah pada meningkatnya keterbukaan terhadap pe-

    ngaruh para pemikir Barat atas mereka yang melakukan kajian

    Islam dan masyarakat Muslim yang sedang berkembang. Penga-

    ruh pertama yang paling umum datang dari ilmu-ilmu sosial,

    seperti terlihat bagaimana pengaruh ilmu sosial modern atas

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    30/320

    20 Zakiyuddin Baidhawy 

    karya Ziya Golkap di Turki, Ali Shariati di Iran, Nurcolish Madjid

    dan Ahmad Syafii Maarif di Indonesia. Yang lebih baru adalah

    perkembangan hermeneutics  dan bidang-bidang kelimuan Hu-

    maniora yang juga mencerminkan perkembangan lebih jauhdalam karya-karya para pemikir seperti Muhammad Arkoun dan

    Nasr Hamid Abu Zayd.

    Sedikit contoh dari Indonesia pada pertengahan abad ke-20

    juga dapat disebutkan di sini. Dalam karyanya tentang sejarah

    sufi, Hamka memuji Louis Massignon sebagai pilar utama kaum

    orientalis dan mengutip secara positif karyanya tentang al-Hallaj,

    sekaligus teorinya tentang peran kaum sufi Irak abad ke-10 bagiperkembangan Islam di kepulauan Indonesia (Hamka, 1952:

    116). Karya HAR. Gibb yang memberikan gambaran holistik

    tentang hakikat Islam menjadi dominan dalam ceramah-

    ceramah umum dan karya-karya M. Natsir yang dipublikasikan

    sepanjang pertengahan abad ke-20. Bahkan, pengaruh konsepsi

    tentang Islam yang asalnya berkembang di Barat pun terjadi pada

    pemahaman kaum fundamentalis modern tentang Islam sebagaisistem dan pandangan hidup menyeluruh, dan ini diakui lebih

    luas dalam berbagai analisis tentang masa depan intelektualisme

    Muslim modern.

    Penting untuk dicatat, situasi ini bukan merupakan akibat

    dari perkembangan pada tingkat intelektual murni, melainkan

    lebih dari itu adalah situasi yang muncul dalam lingkungan

    historis tertentu di dalam konteks kolonialisme dan sistemkekuasaan dan pengetahuan yang tidak simetris antara Islam

    dan Barat–konteks yang sangat disadari dan menjadi sasaran

    kritik para pemikir Muslim modern-. Dengan kata lain, bagi para

    sejarawan, perkembangan modern semacam ini, baik dalam

    bidang politik, ekonomi dan sosial, mesti dipertimbangkan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    31/320

    21Pengertian dan Metodologi Studi Islam

    ketika menjelaskan penggunaan simbolisme keagamaan dan

    kultural sebagai alat analisis untuk memikirkan kembali dan

    merekonseptualisasi pemikiran dan praktik-praktik dalam ma-

    syarakat Muslim modern.[]

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    32/320

    22 Zakiyuddin Baidhawy 

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    33/320

    23Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

    A. Pengalaman Keagamaan dan Ekspresinya

    Setiap kajian ilmiah menghendaki objek sebagai prasyaratutama. Kejelasan objek memudahkan para pengkaji mem-buat batasan akan ruang lingkup suatu studi. Studi Islam sebagai

    kajian ilmiah pada intinya adalah upaya mencari pemahaman

    mengenai hakikat agama, bukan sekadar fungsi agama. Hakikat

    agama itu terletak pada pengalaman keagamaan.

    Joachim Wach (1958) menjelaskan beberapa kriteria menge-nai pengalaman keagamaan. Pertama, pengalaman keagamaan

    merupakan suatu respon terhadap apa yang dialami sebagai Re-

    alitas Ultim (the Ultimate Reality ). Realitas Ultim di sini artinya

    sesuatu yang “mengesankan dan menantang kita”. Pengalaman

    ini melibatkan empat hal, yaitu asumsi tentang adanya kesadar-

    an, yakni pemahaman dan konsepsi; respon dipandang sebagai

    RUANG LINGKUP OBJEKKAJIAN STUDI ISLAM

    B A B 2

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    34/320

    24 Zakiyuddin Baidhawy 

    bagian dari perjumpaan; pengalaman tentang Realitas Ultim

    mengimplikasikan relasi dinamis antara yang mengalami dan

     yang dialami; dan kita perlu memahami karakter situasional

    dari pengalaman keagamaan itu sendiri dalam suatu kontekstertentu.

      Kedua, pengalaman keagamaan itu harus dipahami sebagai

    suatu respon menyeluruh terhadap Realitas Ultim, yaitu pribadi

     yang utuh yang melibatkan jiwa, emosi dan kehendak sekaligus.

    Karenanya, pengalaman keagamaan terdiri dari suatu hirarki tiga

    unsur, yaitu intelektual, afeksi, dan kesukarelaan.

    Ketiga, pengalaman keagamaan menghendaki intensitas, yaitu suatu pengalaman yang sangat kuat, komprehensif, dan

    mendalam. Para tokoh pembawa agama sepanjang masa dan

    di manapun telah memberikan kesaksian tentang intensitas ini

    baik dalam pikiran, ucapan maupun tindakan. Dalam Islam

    misalnya, antusiasme yang bergairah terhadap Allah telah mem-

    bangkitkan spiritualitas Nabi Muhammad, dan para tokoh

    lainnya seperti Rabiah al-Adawiyah, al-Hallaj, Ibnu Taimiyah,Ibnu Hanbal, al-Afghani, dan sebagainya.

    Keempat , pengalaman keagamaan sejati selalu berujung

    pada tindakan. Ia melibatkan imperatif, sumber motivasi dan

    tindakan yang kuat. Praktik-praktik dan tindakan-tindakan kita

    dalam keseharian merupakan bukti nyata bahwa kita seorang

     yang beragama sejati.

    Empat kriteria tersebut menggarisbawahi bahwa pengalam-an agama sejati merupakan pengalaman batin dari perjumpaan

    manusia dan pikiran manusia dengan Tuhan. Karena pengalam-

    an batiniah itu sifatnya personal dan unik, maka pengalaman

    keagamaan itu sendiri sulit untuk dijadikan sebagai objek lang-

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    35/320

    25Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

    sung dari kajian ilmiah dalam Studi Islam. Meskipun demiki-

    an, para pengkaji agama-agama tidak perlu khawatir, karena

    pengalaman keagamaan bisa dipelajari melalui bentuk-bentuk

    ekspresinya yang meliputi tiga hal sebagaimana akan dijelaskandi bawah ini.

    Ekspresi dalam Pikiran

      Ekspresi pengalaman keagamaan dalam pikiran ialah ung-

    kapan intelektual orang yang mengalami perjumpaan dengan

     Tuhannya. Ekspresi teoretis dari pengalaman keagamaan ini

     yang utama berbentuk mitos. Mitos adalah cara yang unik dan

    primitif untuk memahami realitas. Di dalam realitas mitos yangagung, konsepsi manusia tentang ketuhanan benar-benar dapat

    diartikulasikan. Simbol adalah cara atau wahana untuk mengar-

    tikulasikan konsepsi manusia tentang relitas Tuhan.

      Ekspresi kedua dari pengalaman keagamaan dalam pikiran

    ialah doktrin dan atau dogma. Doktrin atau ajaran berfungsi

    untuk: mengeksplikasi dan mengartikulasikan keimanan; meru-

    pakan aturan normatif bagi kehidupan dalam ibadah dan peng-

    hambaan; untuk mempertahankan keimanan dan mendefinisi-

    kan hubungannya dengan pengetahuan lain. Dalam pengertian

    ini, doktrin bersifat mengikat dan bermakna hanya bagi komu-

    nitas orang-orang yang mengimaninya, dan bukan orang lain.

    Ekspresi teoretis dari pengalaman keagamaan dapat juga

    dalam bentuk lain yang disampaikan secara oral maupun ter-

    tulis. Firman-firman suci, hadis-hadis, karya-karya tafsir agama,

    dan bentuk-bentuk lirik, epik, dan karya-karya lainnya, kredo ke-

    agamaan, dan kesaksian imani, juga merupakan ekspresi penga-

    laman keagamaan dalam bentuk pikiran. Pemikiran keagamaan

     yang utama meliputi teologi, kosmologi dan antropologi.

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    36/320

    26 Zakiyuddin Baidhawy 

    Ekspresi dalam Tindakan

      Ekspresi pengalaman keagamaan dalam tindakan ialah tin-

    dakan-tindakan keagamaan yang menjadi sarana bagi perjum-

    paan manusia dengan Tuhannya. Dua bentuk ekspresi tindakan yang utama ialah ketaatan dan penghambaan. Keduanya ber-

    hubungan erat. Realitas Maha Agung disembah dalam suatu tin-

    dakan pemujaan dan diabdikan untuk untuk merespons pang-

    gilan dan kewajiban untuk menyatu dengan Tuhan. Maka, dalam

    setiap tingkatan, ibadah itu selalu bermakna (menghamba ke-

    pada) Tuhan. Disibukkan dengan kemahasucian dan keagungan

     Tuhan, ibadah yang dilakukan oleh manusia adalah upaya un-tuk menetralisasi kekurangan hakikat keprofanannya.

    Ibadah adalah tindakan tertinggi dari manusia dalam ke-

    hidupan ini. Ia merupakan respons atas Realitas Ultim. Ia juga

    merupakan pemujaan dan rasa syukur kemahaagungan dan ke-

    mahasucian Tuhan.

    Jadi, Studi Islam mempunyai suatu wilayah kajian yang

    menyangkut seluruh tindakan ibadah dan penghambaan dalamIslam, yang terungkap dalam rukun Islam yang lima –syahadat,

    shalat, zakat, puasa dan haji–, dan tindakan-tindakan lain yang

    menyertainya dalam kerangka pengabdian dan penghambaan

    kepada Allah.

    Ekspresi dalam Jamaah

      Ekspresi pengalaman keagamaan dalam jamaah ialah pe-ngelompokan-pengelompokan pemeluk agama dalam komuni-

    tas dan masyarakat keagamaan. Dalam dan melalui tindakan-tin-

    dakan keagamaan atau ibadah, kelompok keagamaan dibentuk.

     Tak ada satu pun agama di dunia ini yang tidak melibatkan

    jamaah keagamaan. Jamaah atau kelompok keagamaan meru-

    pakan kelanjutan dari upaya eksperimentasi dari kebenaran dan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    37/320

    27Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

    cara menjalankan kebenaran itu. Yang dimaksud kelompok atau

    komunitas keagamaan itu lebih dari sekadar asosiasi atau per-

    kumpulan, namun juga menghadirkan dirinya sendiri sebagai

    mikrokosmos dengan seluruh hukum-hukumnya, pandangan-nya tentang kehidupan, sikap dan atmosfer kehidupan.

    Integrasi kelompok keagamaan telah menjadi subjek banyak

    studi dalam Sosiologi Agama. Salah satu subjek penting dalam

    kajian ini ialah struktur kelompok keagamaan. Struktur ini

    ditentukan oleh dua perangkat faktor, yaitu faktor keagamaan

    dan faktor di luar keagamaan. Anugerah-anugerah spiritual

    seperti penyehatan dan pengajaran adalah contoh-contohfaktor keagamaan; sementara umur, posisi sosial, etika dan latar

    belakang merupakan faktor non-keagamaan.

     Ada empat faktor yang menentukan diferensiasi dalam ke-

    lompok atau komunitas keagamaan: Pertama, diferensiasi dalam

    fungsi. Meskipun di dalam kelompok kecil yang hanya terdiri

    dari beberapa anggota saja yang diikat dengan ikatan pengala-

    man keagamaan bersama, kita mesti dapat menemukan pem-bagian fungsi. Misalnya, anggota-anggota kelompok yang senior

    dan lebih berpengalaman biasanya akan menjadi pemimpin

    dalam ibadah atau pemujaan, sementara yang lebih muda ber-

    tugas mempersiapkan alat-alat atau benda-benda yang dibutuh-

    kan dalam ibadah qurban misalnya.

    Kedua, diferensiasi atas dasar karisma. Dalam kelompok ke-

    agamaan yang paling egalitarian sekalipun, ada pengakuan ten-tang keragaman anugerah yang menjelaskan perbedaan dalam

    otoritas, prestise, dan posisi dalam komunitas. Max Weber mem-

    perluasnya menjadi karisma personal dan karisma resmi.

    Ketiga, diferensiasi atas dasar pembagian secara alami menu-

    rut umur, jenis kelamin, dan keturunan. Orang tua dan orang

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    38/320

    28 Zakiyuddin Baidhawy 

    muda biasanya memainkan peran berbeda dalam kehidupan

    komunitas keagamaan baik secara individual maupun kolektif.

    Perempuan dan lelaki seringkali dipisahkan dalam kultus atau

    fungsi-fungsi tertentu, sementara di lain aktivitas mereka dapatbercampur baur. Keempat, diferensiasi atas dasar status.

    B. Dimensi-dimensi Agama

    Islam adalah salah satu dari agama-agama yang hidup di du-

    nia. Karena itu, untuk dapat mengkaji Islam sebagai bagian dari

    agama, para pengkaji perlu memahami dan memikirkan tentang

    agama. Ada beberapa esensi yang dapat dijumpai dalam keselu-ruhan agama-agama. Meskipun berbeda tradisi dan kebudayaan,

    sangat mungkin untuk menemukan beberapa dimensi-dimensi

    agama. Dari sini mereka dapat melihat dimensi-dimensi Islam

     yang dapat dijadikan objek studi ilmiah. Menurut Smart (1989),

    semua agama-agama yang hidup di dunia ini memiliki tujuh di-

    mensi sebagaimana akan dijelaskan sebagai berikut.

    Dimensi Praktik dan Ritual

      Setiap tradisi agama-agama memiliki beberapa praktik ke-

    agamaan yang dilakukan oleh para pemeluknya, seperti ibadah

     yang teratur, berdoa, persembahan, dan seterusnya. Praktik-

    praktik ini biasa juga disebut sebagai ritual-ritual keagamaan.

    Dimensi praktik dan ritual ini khususnya dipandang penting

    dalam agama-agama yang memiliki praktik sakramen, sepertiKristen Ortodoks Timur yang telah mempunyai tradisi panjang

     yang dikenal sebagai liturgi. Tradisi biara Yahudi kuno terbiasa

    dengan praktik pengorbanan. Demikian pula ritual-ritual pe-

    ngorbanan dianggap penting dalam tradisi Hindu Brahmin.

    Di sisi lain, ada pula pola-pola perilaku yang tidak dapat

    dipandang sebagai ritual dalam pengertian baku, namun ber-

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    39/320

    29Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

    fungsi untuk meningkatkan kesadaran spiritual atau ketajaman

    etis: praktik-praktik seperti Yoga dalam tradisi Hindu dan Budha,

    meditasi yang dapat menolong orang meningkatkan rasa cinta

    dan kesabaran, dan sebagainya. Praktik-praktik ini dapat dikom-binasikan dengan ritual-ritual persembahan.

    Dalam konteks Islam, dimensi-dimensi praktik dan ritual ke-

    agamaan berupa rukun Islam yang lima: syahadat, shalat, puasa,

    zakat, dan haji. Lima rukun menjadi kategori utama ri-tual Islam

    dan peristiwa-peristiwa yang lebih kurang tersusun di bawahnya

    dalam bentuk yang teratur. Misalnya, Idul Adha/Qurban bera-

    kar dalam haji; Idul Fitri berperan sebagai penutup puasa Ra-madan. Salat khusus pada saat terjadi gerhana mata-hari atau

    bulan. Semuanya dilakukan secara teratur. Empat dari lima ru-

    kun mempunyai rujukan komunal dan dibuat untuk mengeks-

    presikan dan menyalurkan kekuatan rukun pertama syahadat

     yang secara implisit mengandung gambaran iman Muslim yang

    sempurna. Dua dari rukun ini juga mempunyai rujukan tempat

     yang kuat karena salat dan haji dipusatkan pada Ka’bah di Mek-kah. Salat, puasa dan haji juga mempunyai waktu tertentu se-

    hingga Islam memiliki serangkaian ritual yang berkaitan dengan

    ruang dan waktu suci (Denny dalam Martin, 1985).

    Karena itu, Studi Islam dapat mempelajari dan mengkaji

    semua bentuk praktik dan ritual atau ibadah dalam Islam, baik

    ritual kenosis (pengosongan diri) seperti puasa Ramadan, mau-

    pun ritual plerosis (pengisian diri) seperti zakat, dan qurban.

    Dimensi Pengalaman dan Emosional

      Kita tidak dapat mengabaikan barang sejenak pun dalam

    mengkaji agama, termasuk Islam, untuk melihat dan memer-

    hatikan vitalitas puncak dan pengalaman penting dalam pem-

    bentukan tradisi-tradisi keagamaan. Sebagai contoh ialah visi-

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    40/320

    30 Zakiyuddin Baidhawy 

     visi yang diperlihatkan oleh Nabi Muhammad atau pencerahan

     yang dialami Budha Gautama. Ini jelas menggambarkan ten-

    tang emosi-emosi dan pengalaman-pengalaman para pemeluk

    agama-agama. Dimensi ini merupakan makanan bagi dimensi-dimensi agama lainnya. Ritual tanpa emosi terasa dingin; ajaran

    tanpa cinta itu kering. Jadi, sedemikian penting dalam mema-

    hami suatu tradisi kita berusaha untuk masuk ke dalam per-

    asaan-perasaan untuk merasakan kesakralan, kedamaian, dan

    dinamika batiniah, sensasi harapan, persepsi kekosongan, dan

    rasa syukur yang mendalam.

    Rudolf Otto (1860-1937) melukiskan dengan tepat ten-tang dimensi ini dengan kata “numinous”, yang artinya spirit.

    Dari kata ini, ia menjelaskan suatu pengalaman, perasaan yang

    dibangkitkan oleh suatu misteri yang menggetarkan, menakut-

    kan, mendebarkan (mysterium tremendum), dan sekaligus misteri

     yang mempesona, menarik penghambaan (mysterium fascinans).

    Inilah yang dalam konteks Islam dapat dimengerti bahwa yang

    pertama merupakan manifestasi Allah sebagai al-Jalal, dan yangkedua sebagai al-Jamal. Ini semacam pengalaman mistik yang

    mudah dijumpai dalam semua agama tak terkecuali Islam.

      Dimensi pengalaman dan emosi dari para pemeluk Islam

    mengenai Tuhan Allah, apakah kehadiran-Nya dirasakan oleh

    hamba-Nya sebagai Yang Maha Agung, atau sebagai Yang Maha

    Indah dan Mempesona, dapat menjadi bagian dari objek kajian

    ilmiah dari Studi Islam.

    Dimensi Naratif dan Mitos

      Seringkali pengalaman disalurkan dan diungkapkan bukan

    hanya melalui ritual bahkan juga narasi-narasi dan mitos suci.

    Dimensi ini disebut sebagai dimensi naratif dan mitos, semacam

    sisi kisah, cerita dalam agama-agama. Kisah, cerita adalah tipikal

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    41/320

    31Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

    dari semua keimanan untuk menyampaikan suatu kisah-kisah

    penting. Sebagian kisah itu bersifat historis, terjadi dalam di-

    mensi ruang dan waktu nyata; dan sebagian lainnya berkenaan

    dengan waktu primordial yang misterius ketika dunia belummuncul dalam waktu yang belum dapat dinamakan; sebagian

    tentang segala hal yang datang dan berakhir pada suatu waktu;

    sebagian tentang kisah para pahlawan dan orang-orang suci; se-

    bagian tentang para pendiri dan pembawa agama-agama, seperti

    Musa, Isa, Muhammad, dan lain sebagainya.

      Dalam Islam kita dapat menjumpai kisah-kisah tentang

    penciptaan alam semesta sebelum masa sejarah, penciptaan Adam dan Hawa dalam surga dan akhirnya terhempas ke muka

    bumi. Ini merupakan contoh kisah-kisah yang terjadi dalam

     waktu primordial yang misterius, tidak historis. Di sisi lain,

    terdapat kisah-kisah dan peristiwa-peristiwa historis tentang

    kehidupan Nabi Muhammad, para sahabatnya, para pejuang

    Muslim, dan sebagainya. Yang tidak historis itulah yang disebut

    sebagai mitos; dan yang historis disebut sebagai narasi.Studi Islam memiliki bahan yang sangat kaya dengan men-

    jadikan kisah-kisah yang naratif maupun mitos ini sebagai ob-

    jek kajiannya. Kajian tentang kisah-kisah bisa bersumber dari

     Al-Qur’an, hadis nabi, kitab-kitab sirah yang tertulis, maupun

    kisah-kisah yang hanya ditransmisi secara oral dari mulut ke

    mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya.

    Dimensi Doktrin dan Filosofis

      Tiang penyangga dimensi naratif adalah dimensi doktrin

    atau ajaran. Dalam banyak peristiwa, ajaran-ajaran memainkan

    peran penting dalam keseluruhan agama-agama, sebagian kare-

    na cepat atau lambat keimanan harus beradaptasi dengan reali-

    tas sosial dan dengan fakta bahwa kebanyakan kepemimpinan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    42/320

    32 Zakiyuddin Baidhawy 

    agama dipegang oleh mereka yang terpelajar dan berusaha men-

    cari dasar-dasar intelektual/filosofis sebagai basis dari iman.

     Wajar terjadi dalam sejarah agama-agama kecenderungan

    mementingkan kitab suci dan doktrin. Ini tidak mengherankankarena banyak pengetahuan yang kita miliki tentang agama-

    agama terdahulu berasal dari dokumen-dokumen keagamaan

     yang dipelajari oleh kaum elite mereka.

    Dalam konteks Islam, dimensi ajaran tentu saja sangat

    mudah ditemukan dalam dua sumber utama tertulisnya, yaitu

     Al-Qur’an dan Hadis. Di balik ajaran-ajaran itu para pemeluk

    Islam dan bahkan para pengkaji Islam pun dapat menemukanmuatan-muatan filosofis dari agama/Islam. Dalam haji, kita

    jumpai ajaran tentang rukun, kewajiban dan larangan di dalam-

    nya. Ajaran tentang ihram (berpakaian putih-putih) selama

    melaksanakan haji atau umrah, secara filosofis mengandung

    pesan egalitarianisme, kesetaraan manusia di hadapan Allah.

     Tawaf penuh dengan muatan filosofis bahwa beribadah bukan

    semata menciptakan harmoni dengan Tuhan Allah di manaKa’bah menjadi pusat, bahkan juga melukiskan harmoni dalam

    makrokosmos di mana selalu ada benda-benda yang menjadi

    satelit dan mengelilingi pusatnya.

    Studi Islam dapat membuat salah satu fokus perhatiannya

    pada dimensi ajaran dan filosofis dari Islam itu sendiri. Kajian-

    kajian bisa menitikberatkan pada ajaran-ajaran di satu sisi, dan

    ada pula yang menekankan pada dimensi filosofis dalam Islam yang tak kurang-kurangnya terus digali oleh para mahasiswa,

    dosen, dan pembelajar lainnya.

    Dimensi Etika dan Hukum

      Dimensi ajaran dan narasi berpengaruh pada nilai-nilai dari

    suatu tradisi dengan cara membentuk pandangan dunia dan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    43/320

    33Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

    menjawab persoalan tentang pembebasan dan penyelamatan

    utama. Hukum terkait dengan sumber yang melahirkannya

     yang disebut sebagai dimensi etika dari suatu agama. Dalam

    Budha misalnya, terdapat lima kebenaran utama yang mengikatsecara universal, yang bersamaan dengan seperangkat aturan

    lainnya mengendalikan kehidupan para rahib dan pendeta dan

    komunitas biara. Dalam Yahudi terdapat 10 perintah Tuhan,

    bahkan lebih dari 600 aturan yang diturunkan oleh Tuhan

    kepada komunitas mereka.

      Dalam konteks Islam, kita mengenal kehidupan yang di-

    pandu oleh sistem hukum yang disebut syariah. Dimensi inimembentuk masyarakat baik sebagai masyarakat keagamaan

    maupun masyarakat politik, sekaligus kehidupan moral indivi-

    dual –yang menjelaskan kewajiban beribadah salat lima waktu

    sehari semalam, memberi makan fakir miskin dan zakat, dan

    seterusnya–.

     Tradisi yang lebih kurang terkait dengan masalah hukum ini

    adalah etika. Misalnya sikap etis dalam agama Kristen adalahcinta. Sumber cinta bukan hanya perintah Yesus kepada para

    pengikutnya untuk mencintai Tuhan dan para tetangganya,

    ia juga bersumber dari kisah tentang Yesus itu sendiri yang

    memberikan cintanya kepada umat manusia.

    Studi Islam dapat mengkaji baik dimensi hukum maupun

    etika ini. Kajian-kajian mengenai hukum Islam tentu saja sangat

    kaya, karena kekayaan pemikiran hukum Islam merentang da-lam bentuk berbagai mazhab, seperti empat mazhab terkenal,

     yakni Syafii, Maliki, Hanbali dan Hanafi. Meskipun harus diakui

    bahwa kajian tentang etika Islam terbilang kurang berkembang

    pada masa modern dan kontemporer. Beberapa kajian etika Islam

    dapat disebut di sini adalah oleh Majid Khadduri (1984) dan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    44/320

    34 Zakiyuddin Baidhawy 

    Majid Fakhry (1991). Yang pertama mengkaji teologi keadilan,

    dan yang terakhir menstudi teori-teori etika dalam Islam.

    Dimensi Sosial dan Institusional

      Dimensi-dimensi yang sudah dipaparkan di muka –ritual,pengalaman, narasi, doktrin dan etika–, merupakan dimensi-di-

    mensi yang abstrak tanpa memiliki perwujudannya dalam ben-

    tuk eksternal. Dimensi sosial dan institusional bicara tentang

    manifestasi eksternal dari agama. Setiap gerakan keagamaan

    terbentuk dalam kelompok pemeluk yang seringkali diorganisir

    secara formal seperti gereja, sangha atau ummah. Untuk mema-

    hami agama kita perlu melihat bagaimana agama itu bekerja dikalangan pemeluknya. Inilah alasan mengapa diperlukan suatu

    alat untuk menyelidiki agama, yakni suatu disiplin yang dikenal

    sebagai sosiologi agama. Kadang-kadang, aspek sosial dari suatu

    pandangan dunia identik dengan masyarakat itu sendiri, yang

    dalam bentuk terkecil adalah suku misalnya. Di sana terdapat

    berbagai relasi antara agama-agama formal dan masyarakat luas:

    suatu keimanan mungkin menjadi agama resmi, atau ia hanya

    menjadi satu denominasi saja, atau mungkin bisa mengasing-

    kan diri dari kehidupan sosial seperti sekte.

    Dalam Studi Islam, dimensi-dimensi sosial, seperti penge-

    lompokkan keagamaan Syiah dan Sunni, organisasi sosial-

    keagamaan ala Muhammadiyah, NU, Ahmadiyah, Persis, dan

    sebagainya, bisa menjadi bahan kajian yang menarik. Dalam ka-

    jian atas dimensi ini juga bisa diungkap bagaimana peran orang-

    orang karismatik, orang-orang suci seperti guru, wali, mursyid,

    dan mistikus sufi dalam memengaruhi dan mengendalikan an-

    tusiasme kehidupan jamaahnya.

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    45/320

    35Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

    Dimensi Material

      Dimensi material ialah segala manifestasi agama yang

    bersifat kebendaan, seperti bangunan-bangunan peribadatan

    (masjid, pura, wihara, klenteng, sinagog), tempat-tempat suci,pekerjaan tangan atau seni keagamaan, dan kreasi-kreasi material

    lainnya. Simbol-simbol keagamaan seperti salib, bulan bintang,

    dan sebagainya, juga termasuk dimensi material.

    Studi Islam dapat mengkaji aspek material dalam agama Is-

    lam. Ketika salat, kita menjumpai benda-benda yang dipergu-

    nakan dalam peribadatan ini, mulai dari sajadah, peci, muke-

    nah, tasbih, masjid, mimbar. Ketika salat, Muslim menghadapKa’bah sebagai kiblat. Ketika haji, Muslim mengelilingi Ka’bah,

    mengusap hajar aswad, di dalamnya juga ada hijr Ismail, mas-

    jid haramain, makam nabi Muhammad dan Ibrahim, dan seba-

    gainya. Semua itu adalah dimensi kebendaan yang digunakan

    dalam peribadatan dan ritual-ritual lainnya. Benda-benda ke-

    agamaan yang dipandang suci bukan semata menjadi objek ka-

    jian ilmiah, bahkan seringkali menjadi objek ziarah atau wisataagama bagi para pemeluknya. Bahkan kita juga menjumpai satu

    benda keagamaan yang dianggap suci oleh beberapa pemeluk

    agama sekaligus, seperti Masjid al-Aqsa yang dianggap suci dan

    menjadi kiblat bagi kaum Yahudi, Nasrani dan Muslim.

    C. Cara Beragama

      Agama pada hakikatnya adalah jalan menuju Tuhan. Cara-

    cara yang ditempuh setiap pemeluk agama dalam pengembara-

    annya menuju Tuhan bisa berbeda-beda satu dengan yang lain,

    sesuai dengan pemahaman, penghayatan, dan pengamalannya

    masing-masing. Setiap orang membutuhkan cara beragama (be-

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    46/320

    36 Zakiyuddin Baidhawy 

    ing religious) atau bentuk penghayatan yang selaras dengan ke-

    peribadiannya dan situasi dalam kehidupan.

    Dale Cannon (2002) menjelaskan tentang enam cara

    beragama yang dapat dijumpai hampir di semua agama-agama yang hidup di dunia, tak terkecuali Islam. Enam cara beragama

    itu adalah sebagai berikut: Pertama, jalan menuju Tuhan melalui

    pelaksanaan kewajiban tanpa pamrih, termasuk sejumlah

    ritual dan perbuatan baik. Cara beragama semacam ini disebut

    juga cara perbuatan benar  (way of right action). Tujuannya ialah

    memenuhi peran dalam hidup ini sebagai sebuah kemestian

    Ilahi, menunaikan semuanya dengan kesadaran bahwa peranseseorang telah ditetapkan oleh Tuhan sejak zaman azali.

    Cara beragama ini dalam konteks Islam memusatkan per-

    hatian pada perbuatan dan tingkah laku yang benar. Itulah etika

    atau akhlak, baik yang sifatnya individual maupun kolektif. Ia

    mencakup prinsip-prinsip moral yang mendasar, aturan-aturan

    kelembagaan dan kewajiban-kewajiban khusus.

    Kedua, jalan menuju Tuhan melalui pemujaan dan ketaatan.Ini biasa disebut cara ketaatan (way of devotion). Tujuan ketaatan

    adalah menjadikan perasaan seseorang terbakar oleh cinta

    kepada Tuhan (mahabbah) semata, meniadakan semua perasaan

     yang lain dalam merespons karunia-Nya yang penuh kasih dan

    sayang.

    Ketiga, jalan menuju Tuhan melalui disiplin ruhani dan

    asketik yang dirancang untuk menarik keluar seseorang darikesadaran duniawi (isolasi diri dari dunia) yang berpusat pada

    ego, menuju ke subjek dalam jiwa yang tak terbatas dan Ilahi.

    Inilah yang disebut sebagai cara pencarian mistik (way of mystical

    quest ). Tujuan dari cara beragama ini ialah kesatuan mistik antara

     Tuhan dan hamba-Nya.

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    47/320

    37Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam

      Dalam Islam, cara pencarian mistik dikenal dengan tradisi

    tasawuf dan tarekat. Para mistikus atau sufi berupaya melalui

    disiplin mujahadah melampaui maqam-maqam  zuhud dan

    zikir untuk meraih dan merasakan hakikat Yang Maha Mutlak, Allah swt. Untuk mencapai ini para pencari ( salik) biasanya

    membutuhkan bimbingan spirtual dari guru, wali, mursyid atau

    qutub.

    Keempat , jalan menuju Tuhan melalui kegiatan rasional,

    argumentatif, dan pemahaman intelektual. Cara beragama ini

    bertujuan untuk meraih perubahan pandangan hidup menuju

    dasar mutlak segala sesuatu; supaya akal manusia mencapaiperspektif dan pengetahuan “akal absolut”. Cara beragama ini

    disebut cara penelitian akal (way of reasoned inquiry ).

    Dalam sejarah Islam, kita menjumpai ada sebagian indivi-

    du dan kelompok Muslim yang mementingkan upaya pencarian

    petunjuk-petunjuk untuk memahami masalah-masalah kognitif

    kehidupan, bayang-bayang argumentasi rasional dan pandangan

    dunia yang komprehensif serta sistematik sebagai sarana menuju Tuhan. Individu ataupun kelompok semacam ini dalam lintasan

    sejarah Islam dikenal dengan kelompok Mu’tazilah dan Qada-

    riah misalnya. Juga para filosof yang mengedepankan penelitian

    intelektual untuk memahami fenomena kehidupan.

    Kelima, jalan menuju Tuhan melalui partisipasi dalam pelak-

    sanaan ritual-ritual yang telah ditetapkan (ibadah mahdah, me-

    minjam istilah dalam Islam), yang menjanjikan tata tertib dan vitalitas dengan mengantarkan seseorang masuk ke dalam pola-

    pola Ilahiah yang orisinal dari kehidupan yang penuh makna

    melalui sakramen. Ini disebut sebagai cara ritus suci (way of sacred

    rite).

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    48/320

    38 Zakiyuddin Baidhawy 

      Ritus suci dalam Islam adalah semua bentuk ibadah mahdah 

     yang telah ditetapkan cara-caranya, waktu-waktunya, maupun

    tempat-tempatnya. Dalam ritus suci ini juga termasuk ritus

    peralihan (rites de passage) seperti upacara kelahiran, aqiqah,pernikahan, dan kematian; upacara-upacara peneguhan dan

    pembatalan, seperti pernikahan, perceraian, adopsi, kontrak,

    persetujuan; dan ritual-ritual suci yang mengakui hal-hal yang

    suci dan menjaganya agar terpisah dari yang profan.

      Keenam, jalan menuju Tuhan dengan membuka hubungan

    ke sumber-sumber supranatural dari imajinasi dan kekuatan,

    seperti peminjaman kekuatan ilahiah (kesurupan), lupa daratan,meracau, dan pengembaraan spiritual. Ini disebut sebagai cara

    mediasi samanik (way of shamanic mediation).

    Dalam konteks Islam, kita bisa menyaksikan bagaimana

    sebagian orang memanfaatkan perantara orang-orang suci

    ( shaman: wali, mursyid, dukun, guru) untuk menyampaikan

    hajatnya kepada Tuhan. Ini yang dikenal dengan tawasul.

     Termasuk dalam tradisi ini pula ialah orang-orang yangmempergunakan kekuatan supranatural (melalui mantra, aji-

    aji, jimat, doa-doa tertentu) untuk meraih tujuan-tujuan yang

    sifatnya natural.

    Enam cara beragama di atas, dalam komunitas Islam dapat

    menjadi objek kajian Studi Islam. Ada kemungkinan melalui

    penelitian dan kajian lebih lanjut dan serius, akan dijumpai

    cara beragama lain yang belum disebutkan dalam kajian DaleCannon di atas. Ini tentu saja memberikan manfaat besar bagi

    pemahaman kita tentang perbedaan dan keanekaragaman cara

    berislam di kalangan Muslim, dan menjadi bahan perbandingan

    pula dengan cara beragama non-Muslim dalam kerangka dialog

    antar agama.[]

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    49/320

    39Sejarah Perkembangan Studi Islam

    Studi Islam mulai muncul pada abad ke-9 di Irak, ketika

    ilmu-ilmu agama Islam mulai memperoleh bentuknya danberkembang di dalam sekolah-sekolah hingga terbentuknya

    tradisi literer di kawasan Arab masa pertengahan. Studi Islam

    bukan hanya berjalan di dalam peradaban Islam itu sendiri

    bahkan juga menjadi fokus diskusi di negara-negara Barat.

    Bahkan, sebelum kemunculan Islam pada abad ke-7, orang-

    orang Arab sudah dikenal oleh bangsa Israel dan Yunani Kuno

    serta para pendiri gereja. Pandangan orang-orang Eropa tentangIslam sepanjang masa pertengahan diambil dari konstruk Injili

    dan teologis. Mitologi, teologi, dan missionarisme menyediakan

    formulasi utama tentang apa yang diketahui gereja mengenai

    Muslim sekaligus alasan-asalan bagi perkembangan wacana

    resmi tentang Islam. Secara mitologis, Muslim dipandang

    SEJARAH PERKEMBANGANSTUDI ISLAM

    B A B 3

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    50/320

    40 Zakiyuddin Baidhawy 

    sebagai orang Arab, Sarasen, yang merupakan keturunan Ibrahim

    melalui Siti Hajar dan putranya Ismail.

    Richard C. Martin dengan gamblang menjelaskan fase-fase

    perkembangan Studi Islam, antara lain sebagai berikut:  Fase Pertama (800-1100), masa di mana banyak bermunculan

    polemik teologis antara Muslim, Kristen dan Yahudi. Mitos

    dan legenda Yahudi-Kristen menyebutkan kemunculan kaum

    monoteistik Arab non-Yahudi dan Kristen pada abad ke-7.

    Polemik teologis sering terjadi dalam ruang publik atau dalam

    audiensi Khalifah atau pejabat remi negara, yang dilakukan oleh

    para mutakallimun. Kaum Yahudi dan Kristen sebagai kelompokatau ahlu zimmi berpartisipasi dalam ritual-ritual sosial diskur-

    sus dan perdebatan publik dengan kaum Muslim. Ini semua

    membutuhkan banyak pengetahuan tentang ajaran-ajaran Is-

    lam, dengan tujuan hanya untuk menolak ajaran tersebut.

    Orang-orang Yahudi dan Kristen Eropa berupaya untuk

    mengkonstruk pemahaman mereka sendiri tentang Islam.

    Karena kurangnya pengalaman kerjasama dan perjumpaan dikalangan mereka ketika hidup di bawah kekuasaan Islam di

     Timur, Gereja Romawi memandang Islam sebagai “yang lain”,

    asing, musuh Kristen yang harus dikonversi melalui kampanye

    militer dan missionaris.

    Selama empat abad kemudian hingga awal Perang Salib,

    orang-orang Eropa hidup dalam kebodohan tentang agama dan

    penduduk yang hidup bersebelah dengan mereka di Spanyol.Suku-suku Jerman, orang Slavia, Magyar, dan gerakan-gerakan

    bidah seperti Manicheanisme, melihat Islam sebagai salah satu

    musuh yang mengancam kerajaan Kristen. Sejak awal Perang

    Salib hingga abad ke-11, nama Muhammad dikenal negatif di

    kalangan Eropa. Tafsir-tafsir keagamaan Kristen mengidentikkan

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    51/320

    41Sejarah Perkembangan Studi Islam

    bangsa Sarasen dengan bangsa Ismail, keturunan Ibrahim dari

    Hajar.

    Fase Perang Salib dan Kesarjanaan Cluny   (1100-1500). Studi

    Islam untuk tujuan-tujuan misionaris mulai pada abad ke-12pada masa Peter Agung (1094-1156), seorang Biarawan Cluny di

    Prancis. Ini adalah masa awal Perang Salib sekaligus reformasi

    besar kehidupan biara, yang kemudian menjadi lembaga utama

    pendidikan Kristen. Para pasukan Perang Salib dan rahib-rahib

    –yang menerjemahkan Al-Qur’an dan teks-teks Islam– berperan

    sebagai pihak-pihak yang menyerang peradaban Islam, yang

    membentuk batas-batas di sebelah selatan dan timur dariKerajaan Kristen Barat. Pada masa ini, Peter Agung membentuk

    komisi penerjemahan dan penafsiran teks-teks Islam berbahasa

     Arab. Banyak karya mereka yang memahami Muhammad

    sebagai dewa bagi kaum Muslim, penyuka perempuan, penipu,

    orang Kristen yang murtad, ahli ilmu sihir, dan seterusnya.

    Korpus Cluny dikenal sebagai permulaan kanon kesarjanaan

    Barat tentang Islam. Peter juga memerintahkan para penerjemahuntuk menerjemahkan Al-Qur’an, hadis, dan sirah Muhammad,

    serta teks-teks Arab lainnya.

    Dalam surat-suratnya kepada para pemimpin Perang Salib

    I, Peter menjelaskan bahwa misi gereja adalah kepeduliannya

     yang utama dan bahwa Kristen dapat dan harus menang atas

    Islam. Namun demikian, ia juga kritis atas kesalahan fatal

    pandangan para penulis Kristen tentang Muhammad dan Al-Qur’an, dan kritis atas kampanye dan cemooh militer yang

    mengatasnamakan Kristen. Peter berusaha menyediakan bagi

    orang Eropa pandangan-pandangan otentik tentang teks-teks

    dari ajaran Islam.

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    52/320

    42 Zakiyuddin Baidhawy 

      Terjemahan paling berpengaruh adalah “Apologi al-Kindi”.

    Karya ini beredar dan populer di kalangan sarjana Kristen pada

    masa pertengahan karena karya ini menyediakan argumentasi

    menentang Islam. Serangan-serangan mereka ditujukan padakenabian Muhammad, Al-Qur’an, dan jihad. Tiga tema besar ini

    membentuk topik-topik utama kesarjanaan Kristen pada masa

    pertengahan. Akhir abad 12 koleksi karya Ibnu Sina muncul

    dan beredar di Eropa. Sejalan dengan banyak terjemahan karya-

    karya filsafat dan keilmuan dari Arab ke dalam bahasa Latin,

    para sarjana Eropa mulai melihat dunia Muslim saat itu sebagai

    peradaban kaum terpelajar dan filosof, sangat berlawanan de-ngan pandangan negatif tentang Muhammad dan praktik-prak-

    tik keagamaan Islam. Keberhasilan militer dan diplomasi Sala-

    huddin al-Ayyubi (1138-1193) terkenal dalam legenda Eropa.

    Fase Reformasi (1500-1650). Sejalan dengan Eropa memasuki

    periode perubahan keagamaan, politik dan intelektual pada

    abad ke-16, pengetahuan dan Studi Islam juga terpengaruh.

    Pada abad ke-14 dan 15, Eropa Timur mengganti Spanyol danPalestina sebagai front utama antara Kerajaan Kristen Romawi

    Barat dan Islam. Pada pertempuran Kosovo pada 1389, Ottoman

    mengontrol Balkan Barat. Pada 1454, Ottoman mengambil alih

    Constantinopel. Banyak Kristen Ortodoks di wilayah taklukan

    ini masuk ke dalam militer dan pemerintahan Ottoman, yang

    menciptakan pluralisme keagamaan yang didominasi Islam.

    Gereja-gereja Ortodoks dilindungi oleh hukum Islam danOttoman mengakui hirarki dan tidak ikut campur dalam urusan-

    rusuan lokal gereja, inilah yang membuat Ottoman memperoleh

    dukungan dari gereja.

    Pada fase ini kaum reformis memandang Sarasen Turki,

    bersama-sama Gereja Roma sebagai anti-Kristus. Bibliande

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    53/320

    43Sejarah Perkembangan Studi Islam

    menganggap Muhammad sebagai kepala dan Islam sebagai

    tubuh anti-Kristus. Kaum Protestan membandingkan Roma dan

    Islam, melihat Islam sebagai bidah, bukan sebagai agama lain

     yang mempunyai haknya sendiri. Jadi, patut dicatat bahwa kaumreformis telah menghasilkan kesarjanaan tentang Islam yang

    tidak berbeda dari masa sebelumnya. Pada abad ke-16, edisi-

    edisi Al-Qur’an dan teks-teks Islam lainnya yang diterbitkan

    di Eropa cenderung mengikuti korpus Cluny pada empat abad

    sebelumnya.

      Fase Penemuan dan Pencerahan  (1650-1900). Kesarjanaan

    Eropa yang baru dan orisinal tentang Islam berkembang padaakhir abad ke-16 dan 17 karena beberapa alasan. Pertama, realitas

    politik baru agresi Ottoman. Ancaman Ottoman terhadap Eropa

    tidak berkurang hingga abad ke-18, ketika kerajaan Ottoman

    mengalami kemunduran dan keseimbangan kekuasaan bergerak

    ke Eropa. Faktor lain yang mendorong bangkitnya kesadaran

    Eropa tentang dunia Islam adalah tumbuhnya pelayaran dan

    ekspansi perdagangan melampaui Mediterania. Ekspansi pasardan militer merupakan awal dari kolonialisme dan imperialisme.

    Eropa membuat pakta-pakta dengan negara-negara Muslim,

    misalnya Prancis dan Ottoman untuk melawan bangsa Hapsburg.

    Di sisi lain, alasan Eropa mempelajari Islam tidak lain adalah

    untuk membatasi perdebatan teologis seputar Al-Qur’an, nabi,

    dan penaklukan Muslim awal.

    Secara umum, agama mulai dipandang dengan cara berbedapada masa Pencerahan di Eropa. Pengakuan atas pemeluk agama

    lain yang tidak lagi dianggap sebagai bidah oleh Kristen meru-

    pakan suatu aspek penting dari konsep baru tentang agama. Teori

    baru tentang agama-agama manusia mengundang metode baru

    untuk mengkaji Islam dan agama-agama lain yang melampaui

  • 8/19/2019 Studi Islam Pendekatan Dan Metode

    54/320

    44 Zakiyuddin Baidhawy 

    perdebatan teologis meskipun tidak menghilangkannya. Pada

    akhir abad ke-16, kajian bahasa Arab diperkenalkan di Collège

    de France dan pada 1635 diajarkan di Leiden dan Cambridge

    serta Oxford di Inggris. Karya-karya sarjana ahli bahasa Arab diuniversitas-universitas ini merupakan kesarjanaan Eropa perta-

    ma yang luas dan serius sejak korpus Cluny pada abad ke-12.

     Akibat dari perkembangan ini ialah perubahan cara pandang

    tentang kehidupan dan misi Nabi Muhammad. Pada akhir aba