Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
-
Upload
uin-sultan-syarif-kasim-riau -
Category
Education
-
view
1.486 -
download
5
Transcript of Pendekatan Kognitif Sosial Untuk Pembelajaran
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Tiap ahli
psikologi memberikan batasan yang berbeda tentang belajar dan terdapat
keragaman dalam hal menjelaskan atau mendefinisikan belajar itu sendiri. Belajar
merupakan hal yang paling penting sekali dalam kehidupan manusia. Dengan
belajar manusia akan mengalami proses ke arah yang lebih baik lagi.
Dalam kaitannya dengan belajar ini, banyak sekali para ahli psikologi yang
membahas tentang belajar. Tanpa teori pembelajaran tidak akan ada kerangka
konseptual yang digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembelajaran. Dalam
perkembangannya, terdapat banyak teori-teori yang berkembang dari tokoh-tokoh
psikologi. Dalam makalah ini akan dibahas teori pembelajaran pemprosesan
informasi dan kognitif, serta teori sosial kognitif.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran pemprosesan informasi dan
kognitif ?
2. Bagaimana penjelasan teori pembelajaran sosial kognitif ?
1.3 TUJUAN
Dengan adanya makalah pendekatan belajar pemprosesan informasi dan
sosial kognitif ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca berkaitan
dengan teori belajar.
2
BAB II
TEORI
2.1 PENDEKATAN INFORMATION PROCESSING & COGNITIF
2.1.1 Teori Pembelajaran Kognitif
A. Teori Kognitif Bruner
Bruner menekankan adanya pengaruh budaya terhadap tingkah laku
seseorang dengan teorinya yang disebut free discovery learning. Ia mengatakan
bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau
pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam kehidupan.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melalui tiga tahap
yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu, enactive, icomic, dan
symbolic.
1) Tahap inaktif. Seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam memahami
lingkungan sekitarnya. Artinya, dalam memahami dunia sekitarnya anak
menggunakan pengetahuan motorik. Misalnya, melalui gigitan, sentuhan,
pegangan, dan sebagainya.
2) Tahap ikomik. Seseorang memahami objek-objek atau dunianya melalui
gambar-gambar visualisasi verbal. Maksudnya, dalam memahami dunia sekitarnya
anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3) Tahap simbolik. Seseorang telah mampu memiliki ide-ide atau gagasan-
gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa
dan berlogika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol-
simbol bahasa, logika, mataematika, dan sebagainya.
Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin
matang seseorang dalam proses berfikirnya., semakin dominan sistem simbolnya.
Meskipun begitu tidak berarti ia tidak lagi menggunakan enaktif dan ikomik.
Penggunaan media dalam kegiatan pembelajaran merupakan salah satu bukti
masih diperlukannya sistem enaktif dan ikomik dalam proses belajar.
Menurut Bruner, perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan
dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap
perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral (a spiral
3
curriculum) sebagai suatu cara mengorganisasikan materi pelajaran tingkat makro,
menunjukkan cara mengurutkan materi pelajaran mulai dari mengajarkan materi
secara umum, kemudian secara berkala kembali mengajarkna yang sama dalam
cakupan yang lebih rinci. Pendekatan penataan materi dari umum ke rinci yang
dikemukankannya dalam model kurikulum spiral merupakan bentuk penyesuaian
antara materi yang dipelajari dengan tahap perkembangan kognitif orang yang
belajar.
Di saat yang sama, tiap jenis kemampuan pembelajaran individu
mempunyai fitur yang unik. Bruner (1985) dengan lugas berkata bahwa pandangan
pembelajaran tidaklah sesuatu yang mutlak mengenai benar atau salah, melainkan
sesuatu yang bisa dievaluasi hanya dalam kondisi dimana sifat tugas tersebut
dipelajari, jenis pembelajaran tercapai, dan sifat-sifat yang dibawa siswa ke dalam
situasi tersebut (pada saat pembelajaran berlangsung).
B. Teori Kognitif Piaget
Piaget adalah seorang psikolog perkembangan karena penelitianya
mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan individu. Menurut Piaget, perkembangan kognitif
merupakan suatu proses genetik yaitu proses yang didasarkan oleh mekanisme
biologis perkembangan sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur
seseorang maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat
kemampuannya.
Menurut Piaget pada umumnya akan berhubungan dengan proses mencari
keseimbangan antara apa yang mereka rasakan dan mereka ketahui pada satu sisi
dengan apa yang mereka lihat suatu penomena baru sebagai pengalaman atau
persoalan. Bila seseorang dalam kondisi sekarang dapat mengatasi situasi baru,
keseimbangan mereka tidak akan terganggu. Jika tidak, ia harus melakukan
adaptasi dengan lingkungannya.
Proses adaptasi dibagi menjadi dua bentuk dan terjadi secara simultan,
yaitu:
1. Asimilasi
Proses perubahan apa yang dipahami adalah proses sesuai dengan struktur
kognitif yang ada sekarang,
4
2. Akomodasi
Proses perubahan struktur kognitif sehingga dapat dipahami. Hal ini berarti
apabila individu menerima informasi atau pengalaman baru maka informasi
tersebut akan dimodifikasi sehingga cocok dengan struktur kognitif yang sudah
dimilikinya yang harus disesuaikan dengan informasi yang dipunyai.
C. Teori Kognitif Ausubel
Ausubel menyatakan bahwa konsep belajar berhubungan dengan
bagaimana memperoleh pengetahuan baru dan mengaitkan pengetahuan yang
diperoleh pada struktur kognitif yang dimiliki.
Menurut ausubel proses belajar peserta didik dipengaruhi oleh
kebermaknaan teknik pengajaran, adanya bahan yang relevan dengan struktur
kognitif dan keaktifan peserta didik selama proses pembelajaran.
2.1.2 Teori Pemrosesan Informasi (Information-Processing-Theory)
Pendekatan pemprosesan informasi adalah murid menyatakan bahwa
mengilah informasi, memonitornya, dan menyusun strategis berkenaan dengan
informasi tersebut. Inti dari pendekatan ini adalah proses memori dan proses
berfikir. Menurut pendekatan pemprosesan informasi, anak secara bertahap
mengembangkan kapasitas untuk memproses informasi, dan karenanya secara
bertahap pula mereka bisa mendapatkan pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Beberapa pendekatan pemprosesan informasi memiliki kecenderungan
yang lebih konstruktivis ketimbang pendekatan lainnya. Memandang guru sebagai
pembimbing kognitif untuk tugas akademik dan murid sebagai pelajar yang
berusaha memahami tugas-tugas tersebut (mayer,2001, 2002).
Teori ini merupakan salah satu teori kognitif tentang belajar yang pertama
dan paling berpengaruh (Eggen dan Kauchak,1997). Teori pemrosesan informasi
adalah teori kognitif tentang belajar yang menggambarkan pemrosesan,
penyimpanan dan perolehan pengetahuan oleh pikiran (Byrnes, 1996 ). Teori yang
berakar pada lapangan Arificial Intelegence ( AI ) ini merupakan karya dari
Alexandra Lauria (1902-1077) dalam Sukadji (1998).
Menurut teori ini, belajar adalah menyangkut tentang bagaimana informasi
dari lingkungan dapat disimpan dalam memori. Untuk menggambarkan proses
5
tersebut digunakan permodelan. Model proses penyimpanan informasi yang paling
berpengaruh dalam hal ini adalah model yang dikemukakan oleh Atkinson dan
Siffrin pada tahun 1968. Model tersebut memiliki tiga komponen mayor, yaitu:
penyimpanan informasi ( information store ), proses kognitif ( cognitive process ),
dan metakognisi ( metakognition ) ( Eggen dan Kauchak,1997 ).
Robert Siegler (1998) mendeskripsikan tiga karakter utama dari pendekatan
pemprosesan informasi: proses berfikir, mekanisme perubahan, dan modifikasi diri:
a. Proses Berfikir
Menurut Siegler (2002), berfikir adalah pemprosesan informasi. Dalam hal
ini Siegler berpendapat bahwa ketika anak merasakan (perceive), melakukan
penyandian (encording), mempresentasikan, dan menyimpan informasi dari dunia
sekelilingnya, mereka melakukan proses berfikir. Siegler percaya bahwa pikiran
adalah suatu yang fleksibel, yang menyebabkan individu dapat beradaptasi dan
menyesuaikan diri dengan perubahan dalam lingkungan, tugas, dan tujuan. Tetapi,
ada batasan kemampuan berfikir manusia ini.
b. Mekanisme perubahan
Siegler berpendapat ada empat mekanisme yang bekerja sama menciptakan
perubahan dalam keterampilan kognitif anak:
1) Encoding
Proses memasukkan informasi kedalam memori. Siegler mengatakan bahwa
aspek utama dari pemecahan problem adalah menyandikan informasi yang
relevan dan mengabaikan informasi yang tidak relevan.
2) Otomatisitas
Adalah kemampuan untuk memproses informasi dengan sedikit atau tanpa
usaha. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman, pemprosesan
informasi makin otomatis, dan anak bisa mendeteksi hubungan-hubungan
antara ide dan kejadian (kail, 2002).
3) Konstruksi Strategis
Adalah penemuan prosedur baru untuk memproses informasi. Siegler
(2001) mengatakan bahwa anak perlu menyandikan informasi kunci untuk
suatu problem dan mengkoordinasikan informasi tersebut dengan
pengetahuan sebelumnya yang relevan untuk memecahkan masalah.
6
c. Modifikasi diri
Pendekatan pemprosesan informasi kontemporer menyatakan bahwa,
seperti dalam teori perkembangan kognitif Piaget, anak memainkan peran aktif
dalam perkembangan meraka. Mereka menggunakan pengetahuan dan strategi yang
telah mereka pelajari untuk menyesuaikan respon pada situasi pembelajaran yang
baru. Dengan cara ini, anak membangun respon baru yang lebih canggih
berdasarkan pengetahuan dan strategi sebelumnya.
2.2 PENDEKATAN KOGNITIF SOSIAL UNTUK PEMBELAJARAN
Teori kognitif sosial menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan juga
faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Albert Bandura
(1986, 1997, 2000, 2001) adalah salah satu arsitek utama teori kognitif sosial. Pada
teori ini, faktor internal maupun eksternal dianggap penting. Bandura
mengembangkan determinisme resiprokal yang terdiri dari tiga faktor utama, yaitu
perilaku, person/kognitif, dan lingkungan. Ketiga faktor ini saling berinteraksi satu
sama lain. faktor-faktor sosial seperti model, dapat mempengaruhi faktor personal
siswa, seperti tujuan, sense of efficacy untuk suatu tugas, atribusi, dan proses
regulasi diri, seperti merencanakan, memantau, dan mengontrol distraksi. Sebagai
contoh, umpan balik guru dapat membuat siswa menetapkan tujuan yang lebih
tinggi. Contoh lain, bila siswa mencapai sesuatu, keyakinan diri dan minatnya
meningkat.
Pengaruh Resiprokal
Ketiga kekuatan-personal, sosial/lingkungan, dan perilaku-berinteraksi
secara konstan. Mereka saling mempengaruhi dan dipengaruhi.
Pengaruh-Pengaruh Sosial (Variabel-Variabel
Lingkungan)
Model Instruksi
Umpan balik
Pengaruh-Pengaruh Self
(Variabel-Variabel Personal)
Tujuan
Efikasi Diri
Ekspektasi Hasil Atribusi
Evaluasi-Diri atas Kemajuan
Self-Regulatory Progress
Hasil-Hasil Pencapaian
(Perilaku)
Kemajuan Tujuan
Motivasi
Belajar
7
Sumber: Dari “Social-Self Interaction and Achievement Behavior” oleh D. H.
Schunk, 1999. Educational Psychologist, 34, hlm. 221. Diadaptasi dengan seizin
Lawrence Erlbaum Associates, Inc. dan penulis.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan
peran penting. Faktor person yang ditekankan Bandura ialah self-efficacy, yakni
keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan menghasilkan hasil positif.
Definisi lain mengatakan self-efficacy sebagai keyakinan seseorang akan
kapabilitasnya untuk mengorganisasikan dan melaksanakan rangkaian tindakan
yang dibutuhkan untuk menghasilkan pencapaian tertentu.
Sumber-Sumber Efikasi Diri. Bandura mengidentifikasi empat sumber
efikasi diri: mastery experince, physiological and emotional arousal, vicarious
experinces, dan social persuasion. Mastery experince adalah pengalaman
langsung kita. Kesuksesan menaikkan efikasi, sementara kegagalan menurunkan
efikasi. Tingkat arousal mempengaruhi efikasi diri, tergantung bagaimana arousal
itu diinterpretasikan. Dalam vicarious experience (pengalaman orang lain),
seseorang memberikan penyelesaian. Bila sang model bekerja dengan baik, maka
efikasi siswa meningkat, tetapi bila sang model bekerja dengan buruk, maka efikasi
siswa menurun. Social persuasion berupa umpan balik spesifik atas kinerja.
2.2.1 PENERAPAN TEORI KOGNITIF SOSIAL
1. Pembelajaran Observasional
Pembelajaran observasional, juga dinamakan imitasi atau modeling, adalah
pembelajaran yang dilakukan ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku
orang lain. Kapasitas untuk mempelajari pola perilaku dengan observasi dapat
mengeliminasi pembelajaran trial and error yang membosankan. Dalam banyak
kasus, pembelajaran observasional membutuhkan lebih sedikit waktu ketimbang
pengkondisian operan.
Model Pembelajaran Observasional Kontemporer Bandura
Ada empat proses yang terlibat dalam pembelajaran observasional Bandura.
Proses itu adalah: atensi, retensi, produksi, dan motivasi.
a) Atensi. Sebelum murid dapat meniru tindakan model, mereka harus
memperhatikan apa yang dilakukan oleh model. Atensi model
8
dipengaruhi oleh sejumlah karakteristik. Misalnya, orang yang hangat,
kuat, dan ramah akan lebih diperhatikan ketimbang orang yang dingin,
lemah, dan kaku. Murid lebih mungkin memperhatikan model yang
memiliki status tinggi daripada model yang memiliki status rendah.
b) Retensi. Untuk memproduksi tindakan model, murid harus mengodekan
informasi dan menyimpannya dalam ingatan (memori) sehingga
informasi itu bisa diambil kembali. Deskripsi verbal dan gambar yang
menarik akan membantu daya retensi murid.
c) Produksi. Anak mungkin memerhatikan model dan mengingat apa yang
mereka lihat, tetapi karena keterbatasan dalam kemampuan geraknya,
mereka tidak bisa mereproduksi perilaku model. Belajar, berlatih, dan
berusaha dapat membantu murid untuk meningkatkan kinerja motor
mereka.
d) Motivasi. Sering kali anak memerhatikan apa yang dikatakan atau
dilakukan oleh model, menyimpan informasi dalam memori, dan
memiliki kemampuan gerak dalam meniru tindakan model, namun tidak
termotivasi untuk melakukannya. Maka dari itu diperlukan penguat
untuk memotivasi anak. Bandura percaya bahwa penguatan tidak selalu
dibutuhkan agar pembelajaran observasional terjadi. Tetapi, jika si anak
tidak meniru perilaku yang diinginkan, ada tiga jenis penguat yang bisa
menolong: (1) memberi imbalan pada model; (2) memberi imbalan pada
anak; atau (3) memerintahkan anak untuk membuat pernyataan untuk
memperkuat diri.
Pembelajaran Observasional dalam Pengajaran
a) Mengarahkan perhatian. Dengan mengobservasi orang lain, kita bukan
hanya belajar tentang berbagai tindakan, tetapi juga melihat berbagai
objek yang terlibat dalam tindakan-tindakan itu.
b) Menyempurnakan perilaku yang sudah dipelajari. Semua orang
pernah mengalami mencari isyarat dari orang lain ketika berada dalam
situasi yang asing. Mengobservasi perilaku orang lain menunjukkan
perilaku mana yang sudah dipelajari yang akan digunakan.
9
c) Memperkuat atau memperlemah hambatan. Bila para anggota kelas
melihat seorang siswa melanggar aturan kelas dan tidak mendapat sanksi
apa-apa, mereka belajar bahwa konsekuensi yang tidak diinginkan tidak
selalu mengikuti pelanggaran aturan. Bila guru dapat menangani seorang
pelanggar aturan dengan baik, terlebih bila pelanggar adalah ketua kelas,
ide melanggar aturan ini dapat dihambat oleh siswa-siswa lain yang
melihat interaksi itu.
d) Mengajarkan perilaku baru. Modeling dapat diterapkan di kelas untuk
mengajarkan berbagai keterampilan mental dan memperluas wawasan-
untuk mengajarkan cara berpikir baru. Guru bertindak sebagai model
untuk mengajarkan berbagai macam perilaku, seperti melafalkan kata-
kata.
e) Membangkitkan emosi. Melalui pembelajaran observasional, orang
dapat mengembangkan reaksi emosional terhadap situasi yang belum
pernah mereka alami secara pribadi. Misalnya seorang anak yang melihat
temannya jatuh dari ayunan dan lengannya patah mungkin menjadi takut
bermain ayunan.
2. Pendekatan Perilaku Kognitif dan Regulasi Diri
Dalam pendekatan perilaku kognitif, penekanannya adalah untuk membuat
murid memonitor, mengelola, dan mengatur perilaku mereka sendiri, bukan
mengontrol mereka melalui faktor eksternal. Pendekatan perilaku kognitif berasal
dari psikologi kognitif, yang menekankan pada efek pikiran terhadap perilaku, dan
behaviorisme, yang menekankan pada teknik mengubah perilaku.
Metode instruksi-diri adalah sebuah teknik perilaku kognitif yang
dimaksudkan guna mengajari individu untuk memodifikasi perilaku mereka
sendiri. Bayangkan sebuah situasi di mana murid SMA sangat gugup saat akan
menempuh ujian standar, misalnya UAN. Murid itu bisa diajak untuk berbicara
pada dirinya sendiri secara positif. Strateginya adalah mengubah pernyataan negatif
menjadi pernyataan positif.
Pembelajaran Regulasi Diri. Pembelajaran regulasi diri adalah
memunculkan dan memonitor sendiri pikiran, perasaan, dan perilaku untuk
10
mencapai suatu tujuan. Tujuan dapat berupa tujuan akademik ataupun tujuan
sosioemosional (mengontrol kemarahan, belajar akrab dengan teman sebaya).
11
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pendekatan Belajar Pemprosesan Informasi dan Kognitif
Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik. Teori
belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para
penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik
yang mempelajari proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model
belajar kognitif merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai
model Perseptual. Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku
seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang
berhubungan dengan tujuan belajarnya. Belajar merupakan perubahan presepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.
Asumsi dari teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan
pengetahuan dalam dirinya.
Diantara para pakar kognitif terdapat 3 pakar terkenal yaitu: Piaget, Bruner,
dan Ausubel. Ketiga tokoh aliran kognitif di atas secara umum memiliki pandangan
yang sama yaitu mementingkan ketertiban siswa secara aktif dalam belajar.
Menurut salah satu tokoh kognitif mengatakan bahwa proses belajar akan
berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-
contoh yang ia jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Teori kognitif pembelajaran
tidaklah sesuatu yang mutlak mengenai benar atau salah, melainkan sesuatu yang
bisa dievaluasi hanya dalam kondisi dimana sifat tugas tersebut dipelajari, jenis
pembelajaran tercapai, dan sifat-sifat yang dibawa siswa kedalam situasi tersebut.
Menurut pandangan kognitif bahwa, proses-proses kognitif adalah hal-hal
yang dikerjakan pembelajar secara mental ketika mereka berusaha menafsirkan dan
mengingat apa yang mereka lihat, dengar, dan pelajari. Proses kognitif dapat
memberikan efek besar pada apa yang dipelajari dan diingat secara spesifik oleh
pembelajar. Sebagai contoh, dorongan siswa untuk berfikir tentang materi pelajaran
dengan cara yang akan membantu mereka mengingatnya. Seperti ketika guru
mengenalkan konsep mamalia, dan meminta siswa untuk memberikan banyak
12
contoh dan siswa mampu menyebutkan beberapa contoh mamalia yang diinginkan
guru tersebut.
Kegiatan pembelajaran yang berpijak pada teori kognitif ini sudah banyak
digunakan baik dalam rumusan tujuan, maupun dalam pengembangan strategi,
belajar. Kegiatan pembelajaran mengikuti prinsip-prinsip seperti:
1. Siswa bukan sebagai orang dewasa yang mudah dalam proses
berfikirnya. Mereka mengalami perkembangan kognitif melalui
tahapan-tahapan tertentu.
2. Anak usia pra sekolah dan awal sekolah dasar akan dapat belajar baik
terutama jika menggunakan benda-benda kongkrit
3. Ketertiban siswa secara aktif dalam belajar yang amat dipentingkan,
karena hanya dengan mengaktifkan siswa maka proses asimilasi,
akomodasi pengetahuan, dan pengalaman dapat terjadi dengan baik.
4. Untuk menarik minat dan meningkatkan retensi belajar perlu
mengkaitkan pengalaman atau informasi baru dengan struktur kognitif
yg telah dimiliki siswa.
3.2 Pendekatan Belajar Kognitif Sosial
Pendekatan belajar kognitif sosial menekankan adanya pengaruh dari tiga
faktor yang membentuk perilaku dalam proses belajar, yaitu faktor kognitif/person,
faktor perilaku, dan faktor lingkungan. Ketiganya saling mempengaruhi satu sama
lain. hal yang paling ditekankan oleh Bandura dalam proses belajar adalah adanya
efikasi diri pada seseorang. Efikasi diri adalah keyakinan seseorang terhadap
kemampuan yang dimilikinya sehingga ia dapat menyelesaikan masalah yang
dihadapi dengan baik. Efikasi diri memainkan peran penting dalam proses
pembelajaran.
Seorang murid yang self-efficacy-nya rendah mungkin tidak mau berusaha
belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa
membantunya mengerjakan soal. Efikasi diri tidak tergantung pada jenis
keterampilan atau keahlian yang dimiliki oleh seseorang, tetapi berhubungan
dengan keyakinan tentang apa yang dapat dilakukan menyangkut seberapa besar
usaha yang dikeluarkan seseorang dalam suatu tugas dan seberapa lama ia akan
bertahan. Keyakinan yang kuat akan kemampuan diri menyebabkan seseorang terus
13
berusaha sampai tujuannya tercapai. Namun, apabila keyakinan akan kemampuan
diri tidak kuat, seseorang cenderung akan mengurangi usahanya bila menemui
masalah. Selain itu efikasi diri juga mempengaruhi pola berpikir, reaksi emosional,
dan perilaku seseorang dalam berhubungan dengan lingkungannya. Seseorang yang
menilai dirinya mampu akan memusatkan perhatiannya dan berusaha lebih keras
lagi bila ia mengalami kegagalan.
Efikasi diri turut mempengaruhi siswa dalam memilih suatu tugas, usaha,
ketekunannya, dan prestasinya. Dibandingkan dengan siswa yang meragukan
kemampuan belajarnya, siswa yang merasa mampu menguasai suatu keahlian atau
melaksanakan suatu tugas akan lebih siap untuk berpartisipasi, bekerja keras, lebih
gigih dalam menghadapi kesulitan, dan mencapai level yang lebih tinggi. Jadi,
dalam belajar siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi tidak memandang tugas
tersebut sebagai suatu ancaman yang harus dihindari, melainkan menganggap
tantangan yang harus dihadapi.
Setiap orang pasti memiliki efikasi diri, namun yang membedakan adalah
tingkat efikasi diri yang dimiliki, apakah tinggi atau rendah. Pada kegiatan
pembelajaran, banyak sekali siswa yang memiliki efikasi diri rendah. Contoh kasus:
banyaknya siswa yang tidak percaya diri ketika mengerjakan soal ulangan.
Mengapa hal ini terjadi ? Hal ini terjadi karena mereka tidak mempunyai keyakinan
dan motivasi sehingga memiliki dorongan yang kurang untuk menapai tujuan yang
diinginkan. Akibatnya banyak dari siswa lebih memilih jalan pintas yang tidak baik
untuk memenuhi keinginanya. Menyontek merupakan salah satu perbuatan yang
mengatakan bahwa siswa memiliki efikasi diri yang rendah.
Salah satu cara untuk dapat meningkatkan efikasi diri pada siswa ialah
dengan adanya pelatihan berpikir positif. Elfiky menyebutkan bahwa proses
berpikir berkaitan erat dengan konsentrasi, perasaan, sikap, dan perilaku. Berpikir
positif dapat dideskripsikan sebagai suatu cara berpikir yang lebih menekankan
pada sudut pandang dan emosi yang positif, baik terhadap diri sendiri, orang lain
maupun situasi yang dihadapi (Elfiky, 2008, h.269). Berpikir positif juga membuat
individu mampu bertahan dalam situasi yang rawan distres (Brissette dkk. dalam
Kivimaki dkk, 2005, h.413). Selain itu, Fordyce (dalam Seligman dkk, 2005, h.
419) juga menemukan bahwa kondisi psikologis yang positif pada diri individu
14
dapat meningkatkan kemampuan untuk menyelesaikan beragam masalah dan tugas.
Berpikir positif juga membantu seseorang dalam memberikan sugesti positif pada
diri saat menghadapi kegagalan, saat berperilaku tertentu, dan membangkitkan
motivasi (Hill & Ritt, 2004, h. 175).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwitanyanov, dkk tentang pengaruh
pelatihan berpikir positif pada efikasi akademik mengatakan bahwa pelatihan
berpikir positif memiliki pengaruh dalam meningkatkan efikasi diri akademik
mahasiswa. Efikasi diri akademik kelompok eksperimen terbukti lebih tinggi
dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Suryani tentang pengaruh berpikir positif terhadap
efikasi diri mahasiswa. Pada penelitian itu didapatkan hasil bahwa tidak ada
perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan eksperimen setelah
dilakukan pelatihan berpikir positif yang berupa persuasi verbal. Hasilnya berbeda
karena penelitian pertama mengamati pengaruh efikasi diri mahasiswa pada bidang
akademik, sedangkan pada penelitian kedua dilakukan pada mahasiswa profesi
pada tahap klinik yang melakukan praktek lapangan.
Pada konsep belajar Bandura terdapat pembelajaran observasional.
Pembelajaran observasional juga disebut pembelajaran modeling. Pembelajaran
observasional Bandura memiliki keunggulan dalam hal mengakomodir
kompleksitas perilaku, lingkungan dan individu siswa sehingga pembelajaran dapat
bermanfaat sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Teknik pembelajaran
modeling merupakan pembelajaran yang diawali melalui pengamatan terhadap
seorang model. Dengan melakukan pengamatan, maka siswa akan memperoleh
gambaran yang jalas dan akurat terhadap konsep gerak yang akan dilakukan.
Pengamatan akan secara langsung menjadi sebuah proses mengingat sehingga
sangat bermanfaat dalam melakukan gerakan yang telah diingat melalui proses
mengingat. Dengan berbekal ingatan yang diperkuat dengan peran model maka
dimungkinkan seorang siswa akan lebih fokus, berkonsentrasi, tertarik dan
memiliki semangat tinggi untuk belajar. Jika dibandingkan dengan pembelajaran
konvensional (ceramah dan demontrasi), proses belajar hanya sampai pada proses
pengamatan tanpa ada penguatan yang lebih lanjut dengan model, sehingga jika
dibandingkan dengan pembelajaran observasional Bandura dengan menggunakan
15
model, maka akan nyata terlihat perbedaan hasil belajarnya, karena tanpa penguatan
model, proses belajar siswa melalui model pembelajaran konvensional akan kurang
berkonsentrasi, dan kurang menciptakan motivasi dalam belajarnya. Pembelajaran
observasional Bandura juga menekankan pada pembelajaran yang berpusat pada
siswa (student center). Hal ini terbukti dengan tahapan dalam pembelajaran
obervasional yang terdiri dari retensi dan produksi. Pada tahap retensi, siswa
dibebaskan untuk melakukan konsep berpikir dan mengingat serta membayangkan
secara seluas-luasnya baik individu maupun kelompok berdasarkan apa yang telah
diamati dari model, dengan keleluasaaan ini, maka siswa secara aktif berpikir dan
berprilaku sesuai dngan kebutuhannya sehingga meningkatkan transfer
mengingatnya ke dalam fase gerakan. Sedangkan pada tahap produksi, siswa
diberikan keleluasaan untuk melakukan latihan dan mempraktekkan secara seluas-
luasnya gerakan yang telah diingat dan diamati, sehingga secara konseptual siswa
terpola hasil gerakannya dari mengamati, mengingat dan mempraktekkan.
Pembelajaran observasional dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
Hal ini dibuktikan dengan adanya penelitian oleh Gus Rohmat, dkk tentang
pengaruh pembelajaran observasional dapal meningkatkan motivasi belajar siswa.
Secara keseluruhan motivasi belajar IPS siswa meningkat di setiap tindakan. Dalam
pembelajaran observasional, di-perlukan model yang akan menjadi sarana bagi
pebelajar untuk memberi stimuli bagi respon pebelajar. Lebih jauh lagi, Lapono
menjelaskan model yang dapat digunakan dalam peniruan dapat berupa real life
model (model kehidupan nyata), symbolic model (model disajikan secara simbolis
lewat pembelajaran lisan, tertulis, peraga dan kombinasi serta gambar), dan repre-
sentative model (model yang ditayangkan melalui televisi maupun video).
Kelemahan dari teori Bandura adalah teori belajar sosial Albert Bandura
sangat sesuai jika diklasifikasikan dalam teori behavioristik. Ini karena teknik
pemodelan Albert Bandura adalah mengenai peniruan perilaku dan adakalanya cara
peniruan tersebut memerlukan pengulangan dalam mendalami sesuatu yang ditiru.
Selain itu juga, jika manusia belajar atau membentuk tingkah lakunya
dengan hanya melalui peniruan (modeling), sudah pasti terdapat individu yang
menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru tingkah laku akan meniru
tingkah laku yang negatif, termasuk perlakuan yang tidak diterima masyarakat.
16
Namun hal itu tetap kembali pada individu itu sendiri, ketika individu menerima
informasi, apakah diolah dengan baik melalui proses kognitifnya atau tidak.
Kelebihan dari teori Bandura adalah teori belajar sosial Albert Bandura
lebih lengkap dari teori sebelumnya, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan
erilaku seseorang dihubungkan melalui sistem kognitif orang tersebut. Bandura
memandang tingkah laku manusia bukan semata-mata refleks atas stimulus,
melainkan juga atas reaksi yang timbul akibat interaksi antara lingkungan dengan
kognitif manusia itu sendiri.
Pendekatan teori belajar sosial lebih ditekankan pada perlunya conditioning
(pembiasaan merespon) dan imitation (peniruan). Selain itu pendekatan belajar
social menekankan pentngnya perhatian empiris dalam mempelajari perkembangan
anak-anak. Penelitian ini berfokus pada perkembangan anak-anak faktor sosial dan
kognitif.
17
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Pada teori kognitif, terdapat dua teori yang dibahas yaitu teori kognitif
Bruner dan teori kognitif Piaget. Bruner menekankan adanya pengaruh budaya
terhadap tingkah laku seseorang dengan teorinya yang disebut free discovery
learning. Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif
jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep,
teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh yang ia jumpai dalam
kehidupan. Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses
genetik yaitu proses yang didasarkan oleh mekanisme biologis perkembangan
sistem syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang maka makin
komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat kemampuannya.
Pada pendekatan belajar pemprosesan informasi, inti dari pendekatan ini
adalah proses memori dan proses berfikir. Menurut pendekatan pemprosesan
informasi, anak secara bertahap mengembangkan kapasitas untuk memproses
informasi, dan karenanya secara bertahap pula mereka bisa mendapatkan
pengetahuan dan keahlian yang kompleks.
Pada teori kognitif sosial, menyatakan bahwa faktor sosial dan kognitif, dan
juga faktor perilaku, memainkan peran penting dalam pembelajaran. Albert
Bandura (1986, 1997, 2000, 2001) adalah salah satu arsitek utama teori kognitif
sosial. Pada teori ini, faktor internal maupun eksternal dianggap penting. Aplikasi
dari teori kognitif sosial adalah adanya pembelajaran modeling serta pembelajaran
regulasi diri. Bandura juga mengatakan bahwa faktor terpenting dari belajar adalah
efikasi diri. Semakin tinggi efikasi diri seseorang maka semakin bagus hasil yang
akan didapatkan dari proses belajar.
4.2 SARAN
Dengan adanya teori belajar pemprosesan informasi dan kognitif, serta
sosial kognitif modeling, semoga dapat menjadi referensi dalam memilih
pendekatan pembelajaran yang sesuai sehingga tujuan yang hendak diraih berhasil
dicapai. Pada teori pemprosesan informasi dan kognitif telah dijelaskan tahap-tahap
18
pemprosesan informasi sehingga terbentuk perilaku baru. Hendaknya dalam
mengajarkan siswanya, guru menyampaikan contoh-contoh sembari menjelaskan
pelajaran, sehingga dengan contoh-contoh yang kongkrit, siswa dapat dengan
mudah mengerti dalam proses belajar. Guru juga hendaknya dapat menghubungkan
suatu masalah dengan informasi yang telah dimiliki oleh siswanya.
Pada teori modeling Albert Bandura, hendaknya dalam proses peniruan,
pilihlah hal yang positif dari apa yang ditiru. Meniru bukan berarti harus sesuai
dengan hasil observasi. kita dapat memodifikasi perilaku sesuai dengan keyakinan
dan kemampuan diri yang kita miliki, sehingga kita dapat meningkatkan
kemampuan untuk memecahkan masalah secara efektif. Dalam teori ini hendaknya
kita dapat belajar bagaimana menjadi individu yang memiliki efikasi diri yang
tinggi. Individu dengan efikasi diri yang tinggi tidak akan cepat menyerah ketika
mengalami kegagalan, melainkan dapat bengkit kembali dan dengan
mengintropeksi kekurangan sehingga dapat memaksimalkan usaha untuk
menghadapi masalah kedepannya.
19
DAFTAR PUSTAKA
Santrock, John W.2008.Psikologi Pendidikan.Jakarta:Kencana Prenada Media
Group.
Woolfolk, Anita.2009.Educational Psychology Bagian
Pertama.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Woolfolk, Anita.2009.Educational Psychology Bagian Kedua.Yogyakarta:Pustaka
Pelajar.
Zalnaya.2014.Psikologi Pembelajaran.Pekanbaru:Mutiara Pesisir Sumatra.