PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF MELALUI PROGRAM UHAMKA MEE...
Transcript of PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF MELALUI PROGRAM UHAMKA MEE...
PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF MELALUI PROGRAM
UHAMKA MEE (MICRO ECONOMY EMPOWERMENT) DI LAZISMU
UHAMKA UNTUK PEMBERDAYAAN MUSTAHIK
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi
Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh :
FATQUR SUSANTO
NIM. 1113046000086
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS DIRI
Nama : Fatqur Susanto
NIM : 1113046000086
TTL : Jakarta, 9 Juni 1992
Alamat : Jl. H. Gari Rt.01 / 03 No.31 Kec/ Kel. Pesanggrahan
Jakarta Selatan
No. Telp : 021 – 73692306 / 085780704465 (WA)
Email : [email protected]
B. PENDIDIKAN FORMAL
TK AL Muttaqin Pesanggrahan (1997 – 1998)
SDN Pesanggrahan 07 Petang (1998 – 2004)
SMPN 235 Jakarta Selatan (2004 – 2007)
Pondok Pesantren Darussalam Gontor (2007 – 2011)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2013 – 2017)
C. PENGALAMAN ORGANISASI
1. Bendahara Darussalam Computer Center Gontor 1 (2010)
2. Sekretaris Pusat Organisasi Pelajar Pondok Modern (OPPM) Darul Qiyam
Magela Gontor 6 (2011)
3. Ketua Pengurus Pelajaran Sore Darul Amin Gontor 10 Nanggroe Aceh
Darussalam (2012)
4. Koordinator Divisi Keislaman Himpunan Mahasiswa Program Studi
(HMPS) Muamalat (2015)
5. Kepala Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Organisasi
(PSDMO) COINS 2016 - 2017
ABSTRAK
FATQUR SUSANTO, NIM 1113046000086. “Pendayagunaan Zakat Produktif
Melalui Program UHAMKA MEE (Micro Economy Empowerment) di LAZISMU
UHAMKA Untuk Pemberdayaan Mustahik”, Skripsi. Program Studi Ekonomi
Syariah, Konsentrasi Manajemen ZISWAF, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438 H/2017 M. Jumlah
halaman 74 + lampiran 16 halaman
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pendayagunaan
zakat produktif yang ada di LAZISMU UHAMKA pada program UHAMKA
MEE (Micro Economy Empowerment). Lembaga ini merupakan lembaga zakat
tingkat perguruan tinggi dan dipayungi oleh organisasi masyarakat Islam bernama
PP. Muhammadiyah. Melihat hal tersebut penulis tertarik untuk meneliti
bagaimana pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan oleh lembaga zakat
tingkat perguruan tinggi dan yang dipayungi oleh salah satu organisasi masyarakat
islam, beserta dampaknya bagi pemberdayaan Mustahik.
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif, karena
metode ini dirasa sangat relevan dengan objek penelitian. Data yang digunakan
adalah data kualitatif yang bersumber dari dua jenis sumber, yaitu data primer dan
data sekunder. Kemudian data tersebut diformulasikan dan diintreprestasikan
sehingga tersusun rapi menjadi satu. Adapun pengumpulan data dilakukan dengan
teknik observasi, wawancara, dokumentasi dan studi pustaka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendayagunaan zakat produktif yang
dilakukan LAZISMU UHAMKA, Mustahik-nya diutamakan karyawan
UHAMKA dan jika dari luar UHAMKA Mustahik diutamakan anggota
Muhammadiyah. Dimana mekanisme dalam program ini yaitu memberikan modal
dengan menggunakan sistem Qardhul Hasan. Untuk dampak dari pendayagunaan
zakat produktif bahwasannya 5 dari 8 Mustahik perorangan berhasil diberdayakan
atau sekitar 62%. Hal ini bisa dilihat dari peningkatan pendapatan yang dirasakan
Mustahik sebelum dan sesudah menerima bantuan modal. Hal ini juga
menyiratkan bahwa pendayagunaan zakat produktif yang dilakukan oleh
LAZISMU UHAMKA terbilang cukup baik.
Kata Kunci :Pendayagunaan, Zakat Produktif, Pemberdayaan,
Mustahik, LAZISMU UHAMKA.
Pembimbing : Dr. Sumuran Harahap, M.Ag, MM, MH, M.Si
Daftar Pustaka : 1989 – 2017
ABSTRACT
FATQUR SUSANTO, NIM 1113046000086. "Productive Zakat Utilization
Through UHAMKA EEC (Micro Economy Empowerment) Program at LAZISMU
UHAMKA for Mustahik Empowerment", Skripsi. Sharia Economic Studies
Program, ZISWAF Management Concentration, Faculty of Economics and
Business, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, 1438 H / 2017 M.
Number of pages 74 + appendix 16 pages
This research is intended to explain how the utilization of productive
zakat at LAZISMU UHAMKA in the Program UHAMKA MEE (Micro Economic
Empowerment). This zakat institution at the college level and is covered by an
Islamic community organization called PP. Muhammadiyah. Seeing this, the
authors are interested to examine how the utilization of productive zakat done by
zakat institutions at the college level and which is covered by one of the Islamic
community organizations, along with its impact on the empowerment Mustahik.
The research is descriptive qualitative research, because this method is
very relevant to the object of research. The data used are qualitative data sourced
from two types of sources, namely primary data and secondary data. Then the
data is formulated and interpreted so neatly arranged into one. The data
collection is done by observation, interview, documentation and literature study.
The results showed that the utilization of productive zakat done by
LAZISMU UHAMKA, Mustahik was preferred by UHAMKA employees and if
from outside UHAMKA Mustahik prioritized Muhammadiyah members. Where
the mechanism in this program is to provide capital by using Qardhul Hasan
system. For the impact of productive zakat utilization that 5 out of 8 individual
Mustahik successfully empowered or about 62%. This can be seen from the
increase in income perceived Mustahik before and after receiving capital
assistance. It also implies that the utilization of productive zakat done by
LAZISMU UHAMKA is quite good.
Keywords : Utilization, Productive Zakat, Empowerment, Mustahik,
LAZISMU UHAMKA
Advisor : Dr. Sumuran Harahap, M.Ag, MM, MH, M.Si
References : 1989 - 2017
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan nikmat, rahmat dan
hidayah, serta kasih sayang-Nya sehingga Skripsi ini dapat terselesaikan.
Sholawat dan salam tak lupa selalu tercurah kepada Sang Pembawa Kebenaran
yakni Nabi Muhammad SAW yang membawa umatnya dari zaman kegelapan ke
zaman yang terang benderang.
Alhamdulillah dengan didorong rasa semangat dan dukungan dari orang
sekitar, Skripsi yang berjudul “PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF
MELALUI PROGRAM UHAMKA MEE (Micro Economy Empowerment) Di
LAZISMU UHAMKA UNTUK PEMBERDAYAAN MUSTAHIK” dapat
diselesaikan penulis. Penulisan karya ilmiah dalam bentuk Skripsi ini merupakan
salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu (S1) guna memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi (SE) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Merupakan suatu kehormatan bagi penulis untuk mempersembahkan yang
terbaik kepada orang sekitar penulis, yaitu kedua orang tua, keluarga besar
penulis, pihak civitas akademika dan pihak-pihak lain yang telah ikut andil dalam
penyelesaian Skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan, penulis sampaikan ucapan
rasa terimakasih sedalam dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA Selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Arif Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak AM. Hasan Ali, Selaku Ketua Pogram Studi Muamalat, dan Bapak
Abdurrauf, LC, MA. Selaku Sekertaris Program Studi Muamalat Fakultas
Syariah, sekaligus Tim Task Force Passing Out Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta .
ix
4. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak H. M. Riza Afwi MA (alm), selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan nasehat, saran, dan masukan walaupun sebelum
Sskripsi ini selesai beliau sudah berpulang ke Rahmatullah, semoga amal
jariahnya selalu mengalir dan diterima di sisi Allah SWT.
6. Bapak Dr. Sumuran Harahap, M.Ag, MM, MH, M.Si selaku Dosen
Pembimbing Skripsi yang telah meluangkan waktu, fikiran, dan tenaganya
dan dengan sabar membimbing saya, menasehati, serta memberikan
motivasinya dalam penulisan Skripsi ini.
7. Seluruh pihak LAZISMU Pusat dan LAZISMU UHAMKA, Bapak
Tatang, Bapak Ari, Ibu Laras, dan Bapak Eko yang telah membantu dan
mengizinkan penulis dalam melakukan penelitian di tempat tersebut.
8. Segenap Bapak/Ibu Dosen dan Karyawan Akademik Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, yang
telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini.
9. Tak lupa pula Kedua orang tua dan saudara kandung penulis yang dengan
tulus selalu mendoakan, memberi semangat dan selalu mendukung penulis
baik moril maupun materil. Semoga selalu dalam lindungan dan berkah
Allah SWT.
10. Teman teman Manajemen Zakat dan Wakaf (ZISWAF), khususnya
keluarga ZISWAF angkatan 2013, teman – teman Muamalat angkatan
2013, teman-teman KKN OTENTIC 221, teman-teman C.O.I.N.S, dan
yang paling spesial ialah sahabat dari alumni Pondok Modern Darussalam
Gontor yang selalu memberikan semangat dan hiburan disaat penulisan
Skripsi ini.
Akhirnya penulis memanjatkan doa semoga kebaikan berupa motivasi dan
kontribusi yang telah diberikan mereka, mendapat balasan berupa pahala yang
berlipat ganda dari Allah SWT. Aamiin.
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI ............................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................. 7
C. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................................ 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7
E. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu .................................. 8
F. Kerangka dan Konsep Teori ..................................................... 11
G. Metode Penelitian ..................................................................... 12
H. Sistematika Penulisan .............................................................. 14
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Pendayagunaan Zakat .................................... 16
B. Pengertian Zakat Produktif ....................................................... 19
C. Landasan Hukum Pendayagunaan Zakat ................................. 20
D. Mustahik Zakat .......................................................................... 24
E. Sumber Dana Zakat .................................................................. 28
F. Hikmah dan Tujuan Zakat ......................................................... 32
G. Konsep Pemberdayaaan Mustahik ............................................ 33
BAB III OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah LAZISMU UHAMKA ................................................. 38
B. Legalitas LAZISMU UHAMKA .............................................. 41
xi
C. Struktur Organisasi LAZISMU UHAMKA ............................. 42
D. Visi dan Misi LAZISMU UHAMKA ...................................... 43
E. Operasional LAZISMU UHAMKA ......................................... 43
F. Program Pemberdayaan LAZISMU UHAMKA ...................... 44
G. Daftar Rekanan LAZISMU UHAMKA dan
Penerimaan ZIS Tahun 2016 .................................................... 45
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Fokus Pendistribusian Zakat Produktif Kepada
Mustahik di LAZISMU UHAMKA .......................................... 47
B. Mekanisme Program UHAMKA MEE (Micro
Economy Empowerment) di LAZISMU UHAMKA ................ 49
C. Dampak Dari Pendayagunaan Zakat Produktif Untuk
Pemberdayaan Mustahik .......................................................... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................... 57
B. Saran ......................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 60
LAMPIRAN .............................................................................................. 64
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Penerimaan ZISWAF LAZISMU UHAMKA 2016 .................. 40
Tabel. 3.2 Penyaluran Dana ZISWAF LAZISMU UHAMKA 2016.......... 41
Tabel 3.3. Daftar Rekanan LAZISMU UHAMKA ..................................... 45
Tabel. 4.1 Daftar Penerima Dana Qardhul Hasan ....................................... 51
Tabel 4.2 Dampak zakat produktif LAZISMU UHAMKA ........................ 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Teori dan Konsep ................................................... 11
Gambar 4.1 Persentase dampak program UHAMKA MEE ....................... 54
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kesejahteraan sosial yang ada di dunia bahkan di Indonesia,
hingga saat ini seolah masih menjadi pekerjaan rumah yang belum tuntas. Hal ini
terjadi karena beberapa faktor, salah satunya dari faktor ekonomi. Menurut James
Midgley kesejahteraan sosial diciptakan atas tiga elemen yaitu pertama sejauh
mana masalah sosial ini diatur. Kedua sejauh mana kebutuhan – kebutuhan
dipenuhi dan ketiga sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup
dapat disediakan.1
Sebagai salah satu negara yang sedang berkembang, Indonesia dikatakan
masih memiliki permasalahan sosial yang cukup tinggi. Hal ini bisa dilihat
berdasarkan angka jumlah penduduk miskin di Indonesia. Berdasarkan data BPS
pada Maret 2016, jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per
kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) Indonesia berjumlah 28,01 juta jiwa
atau sekitar 10,86 persen dari seluruh jumlah penduduk keseluruhan. 2
Banyak kalangan dan ahli yang berpendapat bahwa salah satu solusi untuk
menangani masalah tersebut yakni dengan pembangunan, khususnya dalam
pembangunan ekonomi. Tujuannya adalah untuk mewujudkan hidup yang lebih
baik sebagaimana yang diharapkan oleh suatu negara.3
Dalam sektor ekonomi, Islam memiliki salah satu instrumen dengan
potensi yang sangat besar dan bisa dijadikan sebagai pembangunan ekonomi
untuk pemberdayaan umat, yaitu zakat. Dalam hal ini zakat memiliki potensi yang
dapat dikembangkan dan diberdayakan untuk menjadi solusi bagi umat atau
1 James Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan Dalam Kesejahteraan
Sosial. (Jakarta : Disperta Islam Departemen Agama RI, 2005). h.21
2 Badan Pusat Statistik (BPS) “Persentase penduduk miskin Maret 2016 mencapai 10,86
persen” , artikel ini diakses pada 1 November 2016 https://www.bps.go.id/brs/view/id/1229
3 Moeljarto Tjokrowinoto. Pembangunan : dilema dan tantangan, (Yogyakarta, Pustaka
Pelajar, 1996)
2
masyarakat. Jika dilihat dari sistem ekonomi, zakat dapat mempengaruhi aktivitas
ekonomi sosial khususnya untuk penguatan pemberdayaan ekonomi umat.
Monzer Kahf mengatakan bahwa zakat dan sistem pewarisan dalam Islam, dapat
mendorong distribusi harta secara dinamis, sehingga harta akan selalu beredar
dalam perekonomian dan tidak hanya menumpuk pada golongan orang kaya.4
Salah satu tokoh muslim Indonesia, Buya Hamka juga menyatakan soal zakat
bahwa pertama, zakat oleh sebagian tokoh Islam, dianggap sebagai sebuah solusi
untuk mencapai keadilan masyarakat, khususnya keadilan ekonomi. Kedua,
dengan adanya zakat kemakmuran masyarakat akan semakin bertambah atau
dapat mengurangi tingkat kemiskinan. Ketiga, dengan zakat kesenjangan ekonomi
tidak bertambah melebar yang berakibat terjadinya kecemburuan sosial.5
Zakat juga merupakan instrument paling efektif dan esensial yang tidak
terdapat dalam sistem ekonomi sosialis dan kapitalis. Secara ekonomi zakat
sangat berfungsi secara distributif, yaitu pendistribusian kembali (redistribusi)
pendapatan dari kaum berlebih kepada yang memerlukan, zakat memungkinkan
adanya alokasi konsumsi dan investasi.6 Itu menjadi otoritas umat Islam untuk
benar – benar mengamalkannya dan kemampuan dalam mengelolanya.
Zakat sebagai rukun Islam yang ketiga, menjadi kewajiban bagi mereka
umat Islam yang mampu untuk mengeluarkannya. Kemudian diberikan kepada
mereka yang berhak untuk menerimanya. Melalui pengelolaan zakat yang baik
dan benar, zakat bisa menjadi sumber dana yang potensial untuk meningkatkan
kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat melalui pemberdayaan dalam
konteks negara Indonesia yang diwujudkan selain dengan pola konsumtif dan juga
dengan pola produktif.
4 Mohammed Aslam Haneef. Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer : Analisis
Komparatif Terpilih, diterjemahkan oleh Suherman Rosyidi, (Jakarta, Rajawali Press, 2010) h.100 5 Hidayat Aji Pambudi, “Peranan zakat produktif dalam pemberdayaan masyarakat
miskin (studi kasus pada Badan Amil Zakat Kabupaten Kebumen)”. Februari 2013 vol.12 no.2
Fokus bisnis 2013 http://journal.stieputrabangsa.ac.id/index.php/fokbis/issue/view/3 diakses 10
Januari 2017 6 Euis Amalia. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam. (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2009) h.373 - 374
3
Zakat merupakan ajaran Islam yang melandasi bertumbuh-kembangnya
sebuah kekuatan sosial ekonomi umat. Ajaran zakat menyimpan beberapa dimensi
kompleks meliputi nilai privat – publik, vertikal – horizontal, serta duniawi -
ukhrawi. Nilai nilai tersebut merupakan landasan pengembangan kehidupan
masyarakat yang komprehensif. Bila semua dimensi yang terkandung dalam
ajaran zakat ini dapat diaktualisasikan, maka zakat akan menjadi sumber kekuatan
yang besar bagi pembangunan umat. 7
Sebagai negara yang memiliki keberagaman budaya dan agama, dimana
87,87 % penduduk Indonesia menganut agama Islam.8 Maka Indonesia memiliki
potensi zakat yang sangat besar yang bisa dikembangkan sebagai instrumen dalam
pembangunan ekonomi khususnya dalam pemerataan pendapatan untuk
kesejahteraan masyarakat. Dengan latar belakang penduduk mayoritas menganut
agama Islam, maka secara tradisi dorongan masyarakat untuk menunaikan
kewajiban zakat ataupun bersedekah di jalan Allah, telah mengakar dalam
kehidupan mereka. Dengan ini Indonesia bisa dikatakan dapat terlibat dalam
mekanisme pengelolaan zakat.
Besarnya potensi zakat di Indonesia, memicu berkembangnya lembaga –
lembaga yang memiliki kapabilitas dan kredibilitas untuk memaksimalkan potensi
zakat. BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional) adalah salah satu lembaga yang
dibentuk pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.8
Tahun 2011 yang berfungsi untuk mengelola zakat secara nasional.9 Hal ini
merupakan salah satu langkah nyata yang diambil oleh Indonesia guna membantu
pemberdayaan masyarakat dhuafa agar meningkatkan kesejahteran melalui
instrument zakat, karena melihat besarnya potensi zakat dari Sabang sampai
Merauke.
7 Sudirman. Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas, (Malang, UIN-Malang Press, 2007)
8 Sumuran Harahap. Wakaf Uang dan Prospek Ekonominya di Indonesia, Jakarta : Mitra
Abadi Press, 2012. h.12 9 Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Profil BAZNAS artikel ini diakses pada 28
November 2016 http://pusat.baznas.go.id/profil/
4
Sebenarnya Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2011 Tentang Pengelolaan Zakat telah menegaskan fungsi zakat sebagai
instrumen yang bermanfaat untuk membantu masyarakat dhuafa melalui
pendayagunaan zakat. Sehingga ada peluang untuk memberdayakan masyarakat
melalui pengelolaan zakat yang baik dan benar. Adapun yang dimaksud tentang
pengelolaan zakat dalam UU Nomor 23 Tahun 2011 ialah kegiatan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengordinasian dalam pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat. Untuk lebih menjelaskan tentang pendayagunaan zakat,
telah tercantum dalam Pasal 27 ayat 1, menjelaskan bahwa “Zakat dapat
didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan
peningkatan kualitas umat”. Kemudian diperjelas pada ayat selanjutnya yang
berbunyi “Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan apabila kebutuhan dasar mustahik telah terpenuhi.
Kemudian untuk ketentuan lebih lanjut mengenai pendayagunaan zakat diatur
pada PMA No.52 Tahun 2014. Sebagaimana yang dijelaskan dalam PMA Nomor
52 Tahun 2014 menjelaskan bahwa dalam rangka meningkatkan kwalitas umat,
pendayagunaan zakat produktif dapat dilakukan dengan syarat sebagai berikut :
1. Jika telah terpenuhinya kebutuhan dasar Mustahik,
2. Memenuhi ketentuan syariah,10
3. Menghasilkan nilai tambah ekonomi, dan
4. Mustahik berdomisili di wilayah kerja lembaga pengelola zakat.
Pemberdayaan masyarakat sangat penting dan merupakan hal yang wajib
untuk dilakukan. Mengingat bahwa pertumbuhan ekonomi dan teknologi yang
sangat pesat belakangan ini. Hal ini akan sangat mempengaruhi kemampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dengan adanya
pendayagunaan zakat yang bersifat produktif, harapannya agar bisa membantu
10
Syariah jamak Syaraai dari makna bahasa, berarti “Jalan yang lempang (lurus)”.
Dalam KBBI syariah berarti hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan
manusia denga Allah SWT, hubungan manusia dengan manusia dan alam berdasarkan Al quran
dan Hadis. Menurut istilah berarti peraturan yang ditetapkan oleh Allah SWT bagi manusia,
berupa hukum – hukum yang disampaikan oleh Rasul-Nya. Departemen Pendidikan Nasional,
Kamus Bahasa Indonesia Edisi Keempat, (Jakarta : Balai Pustaka, 2008) h.1402
5
dalam memberdayakan kaum dhuafa atau Mustahik agar bisa menekan angka
kemiskinan di Indonesia.
Maka zakat sejatinya telah memaksimalkan fungsinya untuk membantu
dalam memberdayakan masyarakat di Indonesia melalui program pendayagunaan
zakat yang bersifat produktif. Contohnya di LAZNAS Baitul Mal Hidayatullah
dengan program Mandiri Terdepan yang bertujuan membantu kaum dhuafa
dengan pemberian modal usaha untuk meningkatkan pendapatan. Kemudian di
LAZ Al - Azhar dengan program Rumah Gemilang Indonesia (RGI) yang
merupakan program pendidikan non formal berupa pelatihan skill. Harapan dari
program RGI adalah agar Mustahik atau masyarakat dhuafa bisa bersaing di dunia
kerja dan lebih mandiri selepas pelatihan ini.
Berdasarkan hal diatas LAZISMU UHAMKA (Lembaga Amil Zakat Infak
Sedekah Muhammadiyah – Universitas Muhammadiyah Dr. Hamka) yang
merupakan salah satu cabang LAZISMU yang telah berkiprah lama di dunia
perzakatan, bisa memaksimalkan fungsinya untuk membantu dalam
memberdayakan masyarakat dhuafa. Karena LAZIS Muhammadiyah atau yang
biasa disingkat LAZISMU merupakan lembaga zakat tingkat nasional yang
berkhidmat dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendayagunaan zakat secara
produktif dana zakat, infak, wakaf, dan dana kedermawanan lainnya. Dimana
dalam operasional programnya LAZISMU UHAMKA memiliki jaringan
konsolidasi lembaga zakat berbasis kabupaten dan kota.
LAZISMU UHAMKA merupakan lembaga zakat yang berada dalam
lingkungan perguruan tinggi. Menurut Sudirman MA dalam bukunya yang
berjudul “Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas” menjelaskan bahwa tingkat
pendidikan tinggi atau universitas bisa memaksimalkan fungsinya sebagai unit
pengembangan zakat. Karena selama ini dalam mengkaji problema zakat dan
mencari terobosan baru, masih selalu dimonopoli oleh tokoh agama yang
dianggap kompeten dalam urusan zakat. Dengan ini perguruan tinggi sebagai
agent of social change bisa memberikan jalan keluar untuk mengatasi problema
yang berkembang di dalam masyarakat.
6
Selain itu karena LAZISMU UHAMKA merupakan lembaga zakat yang
digaungi Muhammadiyah, sejatinya lembaga ini telah melaksanakan
pemberdayaan secara fungsional. Sebagaimana yang dituangkan oleh Dawam
Rahardjo dalam bukunya yang berjudul “Islam dan Transformasi Sosial –
Ekonomi” dalam bahasan tentang Muhammadiyah dan Pemberdayaan Ekonomi
Umat. Beliau menjelaskan bahwa dalam upaya memberdayakan ekonomi umat
ada tiga pendekatan yang bisa ditempuh oleh Muhammadiyah, yaitu pendekatan
fungsional 11
, struktural 12
dan kultural13
.
Program UHAMKA Micro Economic Empowerment (UHAMKA
MEE) adalah program LAZISMU UHAMKA yang merupakan program
pemberdayaan ekonomi bagi Mustahik dan bersifat produktif. Dengan maksud
untuk pendirian dan pengembangan usaha yang memiliki tugas utama
memberikan modal untuk berwirausaha sehingga nantinya bisa membantu dalam
memberdayakan Mustahik dari sektor ekonomi. Program ini merupakan
komitmen dan tanggung jawab LAZISMU UHAMKA untuk berperan aktif dalam
peningkatan kualitas kaum dhuafa yang bekerjasama dengan beberapa pihak.
Berdasarkan pemikiran dan latar belakang di atas, maka penulis tertarik
untuk meneliti, mengamati, mengkaji dan menganalisa terkait bagaimana fokus
penyaluran mustahik, mekanisme dan dampak pendayagunaan zakat produktif
untuk kesejahteraan Mustahik pada sektor ekonomi, dalam sebuah tulisan
berbentuk Skripsi dengan judul :
11
Pendekatan fungsional yang dimaksud Dawam Rahardjo yaitu sebuah upaya
memberdayakan ekonomi dengan meningkatkan kemampuan umat dalam mengelola dan
mengalokasikan (dana atau harta) secara efisien dan produktif. M Dawam Rahardjo; Islam dan
Transformasi Sosial – Ekonomi (Jakarta : LSAF, 1999) hlm.358-359 12
Pendekatan struktural yang dimaksud oleh Dawam Rahardjo ialah dalam upaya
memberdayakan ekonomi umat, Muhammadiyah bisa memaksimalkan perannya dalam
mempengaruhi kebijakan publik,dengan tujuan terbukanya akses rakyat terhadap sumber – sumber
ekonomi. M Dawam Rahardjo; Islam dan Transformasi Sosial – Ekonomi (Jakarta : LSAF, 1999 )
hlm.358-359 13 Pendekatan kultural yang dimaksud oleh Dawam Rahardjo ialah dalam upaya
memberdayakan ekonomi, Muhammadiyah bisa mengembangkan nilai – nilai (adat dan agama)
yang memperkuat etos kerja, etos wiraswasta dan etika bisnis. M Dawam Rahardjo; Islam dan
Transformasi Sosial – Ekonomi (Jakarta : LSAF, 1999) hlm.358-359
7
“PENDAYAGUNAAN ZAKAT PRODUKTIF MELALUI PROGRAM
UHAMKA MEE (MICRO ECONOMY EMPOWERMENT) DI LAZISMU
UHAMKA UNTUK PEMBERDAYAAN MUSTAHIK”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mendapatkan identifikasi
dari beberapa permasalahan yang ada diantaranya :
1. Bagaimana Peran LAZISMU UHAMKA dalam pengelolaan zakat.
2. Bagaimana pengelolaan zakat di LAZISMU UHAMKA.
3. Bagaimana konsep dan mekanisme pendayagunaan zakat di LAZISMU
UHAMKA.
4. Dampak apa yang diberikan oleh LAZISMU UHAMKA kepada Mustahik
dalam mengoptimalkan pendayagunaan zakat melalui program UHAMKA
MEE.
5. Kendala yang dihadapi LAZISMU UHAMKA dalam mendayagunakan zakat
untuk pemberdayaan Mustahik.
C. Pembatasan dan perumusan masalah
Mengingat sangat luasnya pembahasan masalah, maka penulis mencoba
mengarah persoalan hanya pada pendayagunaan zakat untuk Mustahik pada
LAZISMU UHAMKA. Dengan harapan agar pembahasan ini tidak terlalu
melebar dan meluas. Maka dari pembahasan di atas penulis mendapatkan rumusan
masalah sebagai berikut :
1. Apa yang menjadi fokus pendistribusian dana zakat produktif untuk Mustahik
di LAZISMU UHAMKA ?
2. Bagaimana mekanisme pendayagunaan dana zakat produktif untuk
pemberdayaan Mustahik melalui program UHAMKA MEE di LAZISMU
UHAMKA ?
3. Bagaimana dampak dari Pendayagunaan zakat produktif dalam pemberdayaan
Mustahik ?
D. Tujuan dan manfaat penelitian
1. Adapun tujuan dari penelitian ini sebagai berikut :
8
a. Untuk mengetahui apa yang menjadi fokus pendistribusian dana zakat
produktif yang dilakukan oleh LAZISMU UHAMKA.
b. Untuk mengetahui bagaimana mekanisme pendayagunaan zakat produktif
untuk kesejahteraan Mustahik melalui program UHAMKA MEE.
c. Untuk mengetahui dampak pendayagunaan dana zakat produktif terhadap
kesejahateraan Mustahik melalui program UHAMKA MEE.
2. Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut :
a. Bagi akademisi, manfaat dari penulisan ini diharapkan agar bermanfaat
bagi mahasiswa, akademisi lainnya dan khususnya untuk pelaku ekonomi
syariah.
b. Bagi praktisi, manfaat dari penelitian ini diharapkan bisa memberikan
manfaat kepada pemerintah, khususnya BAZNAS dan LAZ tingkat
kabupaten / kota dalam menentukan kebijakannya dalam pemberdayaan
mustahik.
c. Bagi masyarakat, manfaat dari penelitian yaitu agar bisa menambah
wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang ekonomi Islam, khususnya
pengetahuan dalam bidang keilmuan tentang zakat.
E. Kajian Pustaka (Review Studi Terdahulu)
No Nama Penulis / Judul
Skripsi, Tesis, Jurnal/
Tahun
Substansi
Perbedaan dengan
pembahasan penulis
1 Erwin Aditya Pratama /
Optimalisasi Pengelolaan
Zakat Sebagai Sarana
Mencapai Kesejahteraan
Sosial (Sebuah Studi di
Badan Amil Zakat Kota
Semarang) / Fakultas
Hukum Universitas Negeri
Semarang / Tahun 2013
Skripsi ini membahas
tentang strategi
pengelolaan zakat yang
dilakukan BAZ Kota
Semarang untuk
mencapai kesejahteraan
sosial di Kota Semarang.
Peneliti meneliti
tentang bentuk
pendayagunaan zakat
yang dilakukan LAZIS
UHAMKA melalui
Program UHAMKA
MEE sebagai sarana
kesejahteraan
Mustahik.
9
2 Abdul Khaliq /
Pendayagunaan ZIS Untuk
Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Miskin di
Kota Semarang/ Bappeda
Kota Semarang / 2012
Jurnal ini membahas
tentang bagaimana
Pendayagunaan ZIS
dalam memberdayakan
ekonomi masyarakat
miskin di Kota
Semarang. Hasil dari
penelitian ini adalah
bahwa pendayagunaan
ZIS di Kota Semarang
sangat sinergis dengan
program pengentasan
kemiskinan di Kota
Semarang
Untuk penelitian ini
peneliti membahas
tentang analisis pada
bentuk pendayagunaan
zakat yang dilakukan
LAZISMU UHAMKA
sebagai dalam
memberdayakan
Mustahik melalui
program MEE. Untuk
melihat lebih jauh
dampak dari
pendayagunaan Zakat
terhadap pemberdayaan
Mustahik.
3 Agus Setiawati dan Dr.
Tuti Khairani H /
Optimalisasi Pengelolaan
Zakat, Infak, dan Sedekah
terhadap proses
kemandirian masyarakat
(Studi pada LAZ Swadaya
Ummah Pekanbaru) / 2014
Jurnal ini menjelaskan
tentang Pengelolaan
zakat yang dilakukan
LAZ Swadaya Ummah
Kota Pekanbaru dalam
proses kemandirian
masyarakat. Dimana
penelitian dalam
pengelolaan zakat
meliputi pengumpulan,
pendistribusian, dan
pendayagunaan.
Pada penelitian ini,
penulis hanya fokus
meneliti dari sisi
pendayagunaan zakat
saja khususnya
program UHAMKA
MEE.
4 Abdul Aziz / Strategi
Pengelolaan Dana Zakat
Skripsi ini membahas
bagaimana strategi
Peneliti hanya fokus
pada pendayagunaan
10
Secara Produktif Untuk
Pemberdayaan Ekonomi
Pada BAZNAS Kabupaten
Tangerang / 2015
pengelolaan zakat secara
produktif pada BAZNAS
Kabupaten Tangerang.
Fokus penelitiannya
terhadap kegiatan
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan
pengawasan.
zakat secara produktif
untuk pemberdayaan
Mustahik.
11
F. Kerangka Konsep dan Teori
Gambar 1.1 Kerangka Konsep dan Teori
Melihat dari potensi zakat mestinya bisa di optimalkan oleh LAZISMU
UHAMKA untuk dikelola secara produktif. Menurut sebagian tokoh ekonomi
Islam seperti Monzer Kahf mengatakan bahwa zakat dapat mendorong pergerakan
distribusi harta, sehingga harta tidak menumpuk pada si kaya yang akhirnya bisa
memeratakan pendapatan. Karena dana zakat bisa digunakan untuk menekan
angka kemiskinan yang masih cukup tinggi di Indonesia melalui pendayagunaan
zakat. Maka dalam penelitian ini peneliti bertujuan ingin mengetahui secara
langsung sejauh mana peran zakat untuk membantu memberdayakan Mustahik
melalui program yang dilaksanakan oleh lembaga pengelola zakat.
Berdasarkan tujuan penelitian sebelumnya, dalam penelitian ini yang
pertama akan meneliti kepada siapa fokus pendistribusian zakat produktif yang
Pengelolaan Zakat LAZISMU UHAMKA
Pendayagunaan Pendistribusian Pengumpulan
Bagaimana
Pendayagunaan
Zakat pada Program
UHAMKA MEE
dalam
memberdayakan
Mustahik.
Muzakki Meningkat Pemberdayaan Mustahik
Produktif
Peningkatan
Pendapatan
Terpenuhinya
Kebutuhan Konsumtif
Dampak
pemberdayaan
Mustahik dari
program
UHAMKA
MEE
Konsumtif
Kepada siapa Fokus Pendistribusian dana
zakat Produktif untuk Mustahik
12
dilakukan oleh LAZISMU UHAMKA. Hal ni karena LAZISMU UHAMKA
merupakan lembaga zakat yang lahir dari Yayasan Pendidikan PP Muammadiyah.
Yang kedua akan menjelaskan secara eksplisit bagaimana konsep dan teknis
pendayagunaan zakat melalui program UHAMKA MEE untuk kesejahteraan
Mustahik. Selanjutnya akan meneliti dampak dari program UHAMKA MEE
untuk kesejahteraan Mustahik. Jika dampaknya adalah peningkatan pendapatan
Mustahik maka LAZISMU UHAMKA telah mampu memberdayakan Mustahik.
Serta berapa jumlah Mustahik yang berhasil ditingkatkan pendapatannya melalui
program ini. Jumlah Mustahik yang telah berhasil dijelaskan dengan
menggunakan persentase dari seluruh Mustahik yang dibantu. Namun jika masih
sama pendapatannya atau bahkan sebaliknya, kendala apa yang dialami dalam
menjalankan program MEE.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif dengan jenis metode deskriptif, yaitu metode masalah yang memadu
peneliti untuk mengeksplorasi dan memotret situasi yang akan diteliti secara
menyeluruh, luas, dan mendalam.14
Dimana dari penelitian ini menghasilkan
data deskriptif dan tertulis dengan informasi dari instansi terkait dalam objek
penelitian.
2. Sumber Data
Dalam penyusunan Skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis sumber
data :
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang langsung diperoleh dari hasil
wawancara, wawancara dapat dipandang sebagai metode pengumpulan
data sepihak yang dikerjakan secara sistematis berlandaskan pada tujuan
14
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung: CV.
Alfabeta, 2009)
13
penelitian. Dimana data ini tertuang dalam item – item pertanyaan yang
dihasilkan dari wawancara dengan responden.
b. Data Sekunder
Adapun data sekunder merupakan data pendukung dan pelengkap data
penelitian. Data tersebut diperoleh dari data atau informasi yang diperoleh
dari buku, jurnal, surat kabar, artikel, atau internet. Selain itu juga
diperoleh dari literatur – literatur kepustakaan dan sumber lainnya yang
berkaitan dengan materi Skripsi ini.
3. Teknik Pengumpulan Data
Ada dua cara yang ditempuh untuk kepentingan pengumpulan data
dalam penelitian ini :
a. Riset Lapangan (field research)
Dalam riset lapangan ini, peneliti mencoba mendapatkan data primer
dengan menggunakan dua metode :
1) . Wawancara, cara ini merupakan teknik untuk memperoleh dan
menggali data dengan mengadakan tanya jawab kepada pihak
LAZISMU UHAMKA terkait dengan pembahasan yang ada di Skripsi
ini.
2) . Observasi, yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan
pengamatan langsung di LAZISMU UHAMKA terutama yang
berkaitan dengan pendayagunaan dana zakat.
b. Riset Kepustakaan (library research)
Dalam riset kepustakaan ini peneliti membaca, meneliti, dan mempelajari
bahan – bahan tertulis seperti majalah, buku – buku, artikel, jurnal, dan
informasi tertulis lainnya, khususnya yang berhubungan dengan
pendayagunaan zakat. Melalui riset ini akan didapatkan konsep, teori, dan
definisi – definisi yang akan penulis pergunakan sebagai landasan
berpikir dan analisa melalui proses penulisan. Data yang diperoleh
melalui data ini merupakan data sekunder.
14
4. Teknik Analisis Data
Teknik Analisis data yang peneliti pergunakan adalah metode analisis
kualitatif deskriptif. Setelah data diperoleh dari kegiatan wawancara dan
observasi, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa hasil wawancara.
Analisa data merupakan proses pencandraan (description) dan penyusunan
transkrip interview. Data – data yang telah terkumpul dianalisis dalam
terminologi dengan kesimpulan deskriptif.
H. Sistematika Penulisan
Penulisan dalam penelitian ini disusun dengan sistematika secara beruntun
yang terdiri dari lima bab yang disusun sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini, peneliti menguraikan hal – hal yang terkait dengan latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat, review studi
terdahulu, kerangka konsep, metode penelitian dan sistematikan
penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Dalam bab ini berisi pembahasan tentang tinjauan umum
pendayagunaan zakat, landasan hukum pendayagunaan zakat, Mustahik,
sumber dana zakat, dan konsep pemberdayaan.
BAB III : OBJEK PENELITIAN
Dalam bab ini akan membahas tentang gambaran umum atau profil dari
LAZISMU UHAMKA yang meliputi sejarah berdirinya, legal formal,
struktur organiasasi, visi dan misi, corporate culture, operasional
lembaga, program lembaga, daftar rekanan UHAMKA.
BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan tentang bagaimana fokus pedistribusian
zakat produktif di LAZISMU UHAMKA kemudian juga menjelaskan
bagaimana mekanisme pendayagunaan zakat melalui program
UHAMKA MEE yang dilakukan LAZISMU UHAMKA dalam
memberdayakan Mustahik. Kemudian setelahnya menjelaskan dampak
15
dari pendayagunaan zakat dalam pemberdayan Mustahik melalui
program UHAMKA MEE pada LAZISMU UHAMKA.
BAB V : PENUTUP
Dalam bab ini merupakan bagian akhir dari penulisan yang akan
menunjukan kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan
dan disertai dengan saran.
16
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Pendayagunaan Zakat
Zakat memiliki posisi penting dan strategis dalam prinsip ajaran Islam,
karena merupakan salah satu dari rukun Islam disamping shalat, puasa, dan haji.
Tidak hanya memiliki fungsi individual antara manusia dan Tuhannya, tetapi
zakat juga memiliki fungsi sosial ekonomi yang berguna untuk membantu bagi
mereka yang membutuhkan. Dengan demikian, maka Islam juga mengajarkan
untuk peduli terhadap sesama melalui instrumen zakat dengan mengoptimalkan
pendayagunaan zakat untuk meghindari kesenjangan sosial ekonomi dalam
masyarakat.
Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat berarti suci, tumbuh dan berkembang,
keberkahan dan baik. Sesuatu itu zaka yang berarti tumbuh dan berkembang, dan
seseorang itu zaka, berarti orang itu baik.15
Adapun zakat adalah sejumlah harta
tertentu yang diwajibkan Allah diserahkan kepada orang yang berhak
menerimanya.16
Pendayagunaan memiliki dua kata dasar yaitu daya dan guna kemudian
diberi awalan pe- dan akhiran –an. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendayagunaan memiliki arti yaitu pengusahaan agar mampu mendatangkan
manfaat.17
Pendayagunaan zakat adalah bentuk pemanfaatan dana zakat secara
maksimum tanpa mengurangi nilai dan kegunannya, sehingga berdayaguna untuk
15
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Bandung : Mizan, 1996) h. 34 16
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat,
(Jakarta : Balai Pustaka, 2008) h.1630 17
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat,
(Jakarta : Balai Pustaka, 2008) h.326
17
mencapai kemaslahatan umat.18
Dalam Al – Quran dikenal tiga prinsip
pendayagunaan harta : 19
1. Tidak Kikir. Tidak kikir terhadap hal – hal yang strategis untuk pembinaan
dan kebangunan umat Islam
2. Tidak Boros.Tidak boros bagi hal – hal yang kurang strategis.
3. Tidak mubadzir, yaitu semua harta didayagunakan secara tepat agar nilai
manfaat yang besar bagi umat bisa dicapai.
Ada tiga kegiatan pendayagunaan yang biasa dilaksanakan oleh lembaga
zakat, dapat dijelaskan sebagai berikut 20
:
1. Pengembangan Ekonomi.
Dalam melakukan pengembangan ekonomi, ada beberapa kegiatan yang dapat
dilaksanakan oleh lembaga zakat. Penyaluran modal merupakan salah satu
kegiatan yang bisa dilakukan. Kegiatan ini dapat diberikan untuk perorangan
maupun kelompok. Penyaluran modal ini bisa untuk modal usaha bagi para
Mustahik. Harapan kedepannya ialah agar bisa menciptakan Muzakki baru dari
Mustahik yang telah di berdayakan melalui pengembangan ekonomi. Prinsip
yang harus dipegang, bahwa dana zakat yang telah disalurkan kepada Mustahik
tak bisa diambil lagi oleh lembaga zakat.
2. Pembinaan SDM (Sumber Daya Manusia)
Dana zakat dapat didayagunakan untuk pembinaan SDM dengan mengadakan
diklat atau kursus keterampilan bagi para Mustahik yang tak memiliki
pekerjaan. Dengan harapan agar nantinya setelah mengikuti kegiatan tersebut,
para Mustahik bisa memiliki kemampuan khusus untuk bekerja ataupun
memiliki usaha sendiri sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan ini dapat
dilaksanakan secara bekerjasama dengan balai – balai diklat ataupun lembaga
18
Kementerian Agama RI, Pedoman Zakat Seri Sembilan, (Jakarta : Bagian Proyek
Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002) h.95 19
Masdar Mas’udi, Fathurrahaman Djamil, Didin Hafidhudin, Siti Musdah,
Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS : Menuju Efektifitas Pemnafaatan Zakat Infak Sedekah.
(Jakarta : PIRAMEDIA, 2004) h.20 -26 20
Fakhruddin, Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia, (Malang : UIN Malang Press,
2008) h.226
18
kursus keterampilan. Beberapa contoh kegiatan pembinaan yang dilakukan
yaitu keterampilan menjahit, keterampilan mesin dan mekanik, keterampilan
tata boga dan sebagainya.
3. Layanan Sosial
Layanan Sosial yang dimaksud adalah layanan yang diberikan kepada kalangan
Mustahik dalam memenuhi kebutuhan mereka. Kebutuhan Mustahik sangat
beragam, tergantung dengan kondisi yang dihadapi. Diantaranya kebutuhan
yang bersifat primer seperti pangan, layanan kesehatan, hingga kebutuhan
biaya pendidikan bagi anak – anak.
Setiap lembaga zakat memiliki program dan perencanaan tersendiri untuk
memenuhi kebutuhan Mustahik tersebut sebagai langkah dalam mendayagunakan
zakat agar tepat sasaran dan sesuai dengan kondisi. Tentunya zakat yang
didayagunakan harus didistribusikan kepada delapan ashnaf, sesuai dengan
perintah Allah dalam surat At-Taubah ayat 60.21
Agar dana zakat yang disalurkan
itu dapat berdaya guna dan berhasil guna, maka pemanfaatannya harus tepat
sasaran dan selektif untuk kebutuhan konsumtif atau produktif.22
Untuk pola pendayagunaan zakat terdapat 4 cara, yakni dijelaskan sebagai
berikut:23
1. Konsumtif Tradisional
Zakat dibagikan kepada Mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung
untuk kebutuhan ekonomi sehari – hari seperti pembagian zakat fitrah
berupa beras kepada fakir miskin setiap idul fitri atau pembagian zakat mal
kepada korban bencana alam.
2. Konsumtif Kreatif
21
Dalam surat At Taubah ayat 60 menjelaskan bahwa ada delapan ashnaf yang berhak
menerima zakat : fakir, miskin, amil, riqab, gharim, muallaf, fii sabililah, dan ibnu sabil.
Departemen Agama RI; Al Quran dan Terjemahnya. (Semarang : CV Toha Putra, Edisi Revisi
1989) h.280 22
Yusuf Wibisono. Mengelola Zakat Indonesia, (Jakarta : Prenadamedia Grup, 2015)
h.310 23
M Arief Mufraini. Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta : Kencana, 2012) hlm.153
19
Zakat diwujudkan dalam bentuk lain dari barang semula, seperti
pemberian alat – alat sekolah dan beasiswa untuk para pelajar atau bantuan
sarana ibadah seperti sarung, mukena, dan sarana ibadah lainnya.
3. Produktif Tradisional
Zakat pada kategori ini diberikan dalam bentuk barang – barang
produktif seperti pemberian bantuan ternak kambing dan sapi, alat – alat
pertanian yang diperuntukkan untuk membajak sawah maupun berupa
bibit – bibit dan pupuk, alat pertukangan dan mesin jahit. Pemberian
seperti ini akan mampu menciptakan suatu usaha dan membuka lapangan
pekerjaan bagi para Mustahik atau orang yang membutuhkan pekerjaan.
4. Produktif Kreatif
Selanjutnya pendayagunaan (pentasharuffan) zakat tahap akhir
adalah zakat diwujudkan dalam bentuk pemberian modal, baik untuk
membangun proyek sosial ekonomi atau menambah modal usaha kecil.
B. Pengertian Zakat Produktif
Untuk lebih memahami tentang zakat produktif sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa zakat ialah sejumlah harta tertentu yang diwajibkan
Allah diserahkan kepada orang yang berhak menerimanya dengan persyaratan
tertentu. Oleh karena itu yang dimaksud dengan “produktif” disini sesuai dengan
kata produktif itu sendiri yang berasal dari bahasa Inggris yaitu “productive” yang
berarti menghasilkan atau memberikan banyak hasil.24
Dengan makna produktif tersebut di atas bahwa zakat produktif adalah
pemberian zakat yang kepada para penerimanya diberikan akses yang sebesar –
besarnya untuk mengembangkannya sehingga menghasilkan sesuatu secara terus
menerus dengan harta zakat yang diterimanya. Dengan demikian zakat produktif
adalah zakat dimana harta atau dana zakat yang diberikan tidak dikonsumsi habis
tetapi dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga
dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara rutin, dan
lebih dari itu dalam kehidupannya berubah dari Mustahik menjadi Muzakki. Maka
24
Joyce M.Hawkins. Kamus Dwi Bahasa Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris.
(Jakarta : Erlangga, 1996) h.267
20
oleh karena itu bahwa zakat produktif adalah zakat yang dikelola dengan cara
produktif, bisa dengan pemberian modal kepada Mustahik untuk dikembangkan
agar bisa memenuhi kebutuhan hidup di masa yang akan datang kehidupan yang
lebih sejahtera dan bahagia.25
C. Landasan Hukum Pendayagunaan Zakat
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang wajib dilaksanakan bagi
setiap muslim yang mampu. Hukum kewajiban zakat telah tertuang dalam Al
Quran. Bahkan kata zakat dan sholat pun selalu berdampingan dalam Al Quran.
Ini mengindikasikan bahwa makna sholat dan zakat mempunyi kesinambungan
antara satu sama lain. Beberapa contohnya seperti Firman Allah dalam surat Al
Baqarah ayat 110 26
dan Surat Al Bayinah ayat 5 27
:
Artinya : Dan dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. dan kebaikan apa saja
yang kamu usahakan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahala nya pada
sisi Allah. Sesungguhnya Alah Maha melihat apa-apa yang kamu kerjakan (Al
Baqarah : 110)
25
Asnainu S.Ag, Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2008) h.64 26
Departemen Agama RI, Al Quran dan Terjemahnya (Semarang : CV Toha Putra, Edisi
Revisi 1989) h.26 27
Departemen Agama RI, Ibid, h. 1074
21
Artinya : Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan
memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian
Itulah agama yang lurus (Al Bayinah : 5)
Ayat - ayat lain yang menjelaskan hukum zakat juga tercantum dalam Al
quran. Seperti surat Adz Zariyat yang menjelaskan bahwa diantara harta si kaya
terdapat hak bagi orang miskin yang wajib diberikan haknya. Firman Allah dalam
surat Adz Zariyat ayat 19 berbunyi : 28
Artinya : dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian
Selanjutnya dalil tentang zakat pada ayat lain memperkuat tentang
perintah pengambilan harta zakat kepada setiap muslim yang mampu.
Sebagaimana dijelaskan dalam surat At Taubah ayat 103 :29
28
Departemen Agama RI, Ibid ,h.849 29
Departemen Agama RI, Ibid ,h.290
22
Artinya : Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Kemudian untuk lebih jelas tentang hukum pendayagunaan zakat, Al -
quran menyebutkan kata „amilin dalam salah satu dari delapan ashnaf yang berhak
menerima zakat, yakni di dalam surat At-Taubah ayat 60 :30
Artinya : “Sesungguhnya zakat – zakat itu, hanyalah untuk orang – orang fakir,
orang – orang miskin, pengurus – pengurus zakat, para mu‟allaf yang dibujuk
hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang – orang yang berhutang, untuk
jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu
30
Departemen Agama RI, Ibid, h.280
23
ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Bijaksana”
Wahbah Az-Zuhaili menafsirkan kata „amilin sebagai orang – orang yang
ditugaskan untuk mengambil, menuliskan, menghitung dana zakat yang diambil
dari Muzakki untuk kemudian diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya.31
Hal ini menyiratkan bahwa Amil berhak mengelola dan
mendayagunakan dana zakat sesuai dengan ketentuan syariat melalui program
yang sesuai untuk memberikan manfaat zakat kepada Mustahik. Dalam konteks
negara Indonesia, selain pendayagunaan zakat konsumtif dan juga produktif.
Kemudian juga ada hadis yang diriwayatkan dari Muslim yaitu ketika
Rasulullah SAW memberikan uang zakat kepada Umar bin Khattab yang
bertindak sebagai amil zakat seraya bersabda :32
ف"خذه ساءل مشزفول وأنتغيز المال منهذا جاءك وما , تصدقبه أو , وله خذهفتم
ومالفلتتبعهنفسك")رواهمسلم(
Artinya : “Ambillah dahulu, setelah itu milikilah (berdayakanlah) dan
sedekahkan kepada orang lain dan apa yang datang kepadamu dari harta
semacam ini sedang engkau tidak membutuhkannya dan bukan engkau minta,
maka ambillah. Dan mana – mana yang demikian janganlah kau turutkan
nafsumu” (HR.Muslim)
Hadis di atas menjelaskan bahwa Rasulullah memberikan harta zakat
kepada sahabatnya untuk didayagunakan menjadi modal usaha. Menurut Didin
Hafidudhin kalimat (fatamawalhu) berarti mengembangkan dan
mengusahakannya sehingga dapat diberdayakan. Dalam kaitan dengan pemberian
zakat yang bersifat produktif, terdapat pendapat yang menarik sebagaimana yang
dikemukakan oleh Yusuf Qardhawi, bahwa pemerintah Islam diperbolehkan
31
Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili. Fiqih Islam Wa Adilatuhu , (Jakarta : Gema Insani ,
2011) h.283 32
Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2002)
h.133
24
membangun pabrik – pabrik atau perusahaan dari uang zakat untuk kemudia
kepemilikannya dan dan keuntungannya bagi kepentingan fakir miskin sehingga
kebutuhan hidupnya terpenuhi sepanjang masa. 33
Selain dalil – dalil dari Al – Quran dan Hadis, ada juga hukum positif yang
menjadi landasan terkait pendayagunaan zakat khususnya di Indonesia, antara lain
:
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Zakat. Kemudian dilengkapi dengan Penjelasan Atas Undang –
Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat.
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat. Pada bagian ketiga tentang Pendayagunaan Pasal 27 telah
menjelaskan terkait regulasi pendayagunaan zakat.
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2014 tentang
Pelaksanaan Undang – Undang nomor 23 tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat.
4. Peraturan Menteri Agama Nomor 52 Tahun 2014 tentang Syarat dan Tata Cara
Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah serta Pendayagunaan Zakat Untuk
Usaha Produktif.
D. Mustahik Zakat
Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011
Tentang Pengelolaan Zakat, Mustahik didefinisikan sebagai orang yang berhak
menerima zakat, sedangkan orang yang membayar zakat disebut Muzakki. Adapun
yang telah tertulis dalam surat At-taubah ayat 60, bahwasannya Mustahik terbagi
ke dalam delapan ketegori. Penjelasan lebih lanjut mengenai kedelapan kategori
Mustahik dijelaskan sebagai berikut : 34
1. Fakir (Al – fuqara)
33
Sebagaimana dikutip oleh Didin Hafidhudin dalam pernyataan Yusuf Qardhawi
tentang pendayagunaan zakat, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2002)
h.133 34
Masdar F Mas’udi, Fathurrahaman Djamil, Didin Hafidhudin, Siti Musdah,
Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS : Menuju Efektifitas Pemnafaatan Zakat Infak Sedekah.
(Jakarta : PIRAMEDIA, 2004) h.20 -26
25
Fakir merupakan ketegori Mustahik pertama yang disebutkan dalam surat At
– Taubah ayat 60. Yang dimaksud fakir ialah orang yang tidak memiliki harta
sama sekali dan juga tidak mempunyai mata pencaharian atau usaha yang
jelas dan tetap, sehingga ia tidak mempu memenuhi kebutuhan pokok
hidupnya. Secara umum orang yang tak mampu memenuhi kebutuhan
hidupnya akan merasa tertekan dan mengalami kegoncangan dalam jiwanya.
Sehingga cenderung menyebabkan longgarnya keimanan mereka, yang bisa
mengakibatkan penyimpangan dari nilai moral pada perbuatan mereka. Inilah
salah satu hikmah diwajibkannya zakat kepada orang yang mampu, agar
dapat menolong orang yang menderita serba kekurangan.
2. Miskin (Al Masakin)
Miskin merupakan golongan Mustahik kedua yang disebutkan dalam surat At
– Taubah ayat 60. Menurut beberapa ulama klasik, golongan miskin masih
lebih baik dibanding golongan fakir.35
Begitupun halnya pendapat para ulama
modern yang mendefinisikan miskin sebagai golongan yang memiliki taraf
kehidupan lebih baik daripada golongan fakir. Miskin adalah orang yang
mempunyai harta sekedarnya, atau mempunyai pekerjaan tertentu yang dapat
menutup sebagian hajatnya, akan tetapi selalu tidak mencukupi. Maka mereka
berhak mendapatkan harta zakat demi mencukupi kebutuhan hidupnya.
3. Pengelola Zakat („Amilin)
Golongan Mustahik yang ketiga ialah pengelola zakat atau Amil zakat.
Menurut Muhammad Rasyid Rida, mereka adalah yang ditunjuk untuk
mengelola zakat oleh Kepala Negara ataupun pemerintah setempat. Adapun
Yusuf Qardawi memberikan batasan yang lebih rinci tentang Amil, yaitu
semua orang yang terlibat atau ikut aktif dalam organisasi zakat. Maknanya
berarti mencakup seluruh petugas zakat meliputi fundraiser, akuntan,
pendistribusi zakat, staf keamanan dan lain sebagainya sesuai dengan
fungsinya masing – masing. Bagian yang diberikan kepada mereka dapat
35
H.M Umar. Pendayagunaan Zakat Untuk Usaha Produktif, (Jakarta, Gaung Persada
Press, 2008) h. 28
26
dikatakan sebagai upah atas kerja yang telah mereka lakukan. Besarnya dana
zakat yang dipakai disesuaikan dengan berat ringannya pekerjaan mereka.
4. Mu’allaf
Pada umumnya Muallaf didefinisikan sebagai orang yang baru masuk Islam.
Banyak para ahli fiqih memberikan masukan arti lain dan perluasan makna
dari kata Muallaf itu sendiri. Menurut pendapat beberapa ulama klasik dan
modern, kata Muallaf memiliki beberapa arti yang telah diklasifikasikan ke
dalam beberapa macam kategori. Pemberian zakat kepada Muallaf bertujuan
agar umat Islam merasa nyaman dan terjauh dari tindakan yang tidak
diinginkan dari kelompok agama lain. Diharapkan juga agar nantinya tidak
berbuat jahat bahkan bisa membantu atau membela kaum muslim lainnya.
Yusuf Qardawi berpendapat bahwa zakat yang diberikan kepada Muallaf
dengan tujuan agar hatinya tetap Islam, mengkokohkan orang yang lemah
imannya dan menahan tindakan jahat kelompok lain.36
5. Budak atau Hamba Sahaya (Riqab)
Sejarahnya, jauh sebelum Islam datang Riqab terjadi karena sebab tawanan
perang. Oleh sebab itu ada beberapa cara yang digunakan untuk membantu
memerdekakan Budak, seperti sebagai sanksi dari beberapa pelanggaran
terhadap peraturan Islam. Harta zakat pun diperuntukkan bagi Budak yang
masuk Islam untuk mendapatkan hak kemerdekannya Maka dari itu zakat
sangat dibutuhkan untuk membantu mereka agar dapat memerdekakan diri
mereka sendiri. Akan tetapi untuk saat ini, definisi tersebut sudah tidak
relevan dengan kondisi saat ini. Karena isu perbudakan sudah menjadi
pelarangan dalam skala internasional. Beberapa ulama kontemporer
memberikan pendapat mengenai definisi Budak atau Riqab. Menurut Abdul
Sami Al Mishry, menganalogikan Budak dan dengan para pekerja dengan
36
Sebagaimana dikutip oleh M Arief Mufraini dalam bukunya terkait pernyataanYusuf
Al Qardhawi yang menjelaskan tentang penyaluran zakat kepada golongan muallaf. M. Arief
Mufraini. Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta : Kencana, 2012) h.205
27
upah yang minimum, sehingga dengan upah tersebut tidak dapat mencukupi
kebutuhan dasarnya.37
6. Orang yang berhutang (Gharim)
Gharim diartikan sebagai orang yang terlilit hutang. Dimana utang tersebut
bukanlah karena mereka berbelanja secara berlebihan ataupun berbelanja
sesuatu yang diharamkan. Akan tetapi mereka terlilit hutang karena
kemiskinan mereka ataupun untuk kebaikan dan kemaslahatan dirinya
sehingga mengancam kebutuhan dasarnya. Seperti untuk membiayai dirinya
atau keluarganya yang sakit, ataupun untuk membiayai kebutuhan pendidikan
bagi anaknya. Adapun Para ulama membagi hutang itu menjadi dua macam;
hutang yang dipergunakan untuk seseorang yang sedang mendamaikan dua
orang yang sedang bersengketa dan hutang untuk memenuhi kebutuhan
(konsumtif).38
Maka golongan ini berhak menerima zakat guna membantu
kemaslahatan dirinya.
7. Fisabilillah
Makna fisabilillah mempunyai cakupan makna yang sangat luas. Sabilillah
adalah para mujahid yang berperang yang tidak mempunyai hak dalam honor
sebagai tentara, karena jalan mereka adalah mutlak berperang.39
Namun dapat
diartikan juga sebagai usaha seseorang atau kelompok yang bertujuan untuk
kejayaan agama Islam ataupun kepentingan umum. Karena diantara beberapa
ulama sekarang dan terdahulu, ada yang meluaskan makna dari fisabilillah
tidak hanya khusus untuk jihad dalam berperang dan yang berhubungan
dengannya, akan tetapi mereka memaknai dan menafsirkannya juga sebagai
semua hal yang mencakup kemaslahatan dan segala perbuatan baik sesuai
dengan keadaannya. Kemudian ada juga beberapa ulama yang sepakat bahwa
sasaran zakat ini tidak boleh digunakan untuk mendirikan masjid dan
semisalnya.
37
Sebagaimana dikutip oleh M Arief Mufraini mengenai pernyataan Abd Al Sam Al-
Mishry dalam bukunya yang berjudul Al Muqawimaat Al-Iqtishad Al-Islamy yang menjelaskan
tentang golongan budak yang menerima zakat. M. Arief Mufraini. Ibid. h.201 38
Muhammad bin Shalih Al – Utsaimin, Fiqih Zakat Kontemporer, (Surakarta : Al
Qohwam, 2011) 39
Wahbah Az-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu , (Jakarta : Gema Insani , 2011) h. 286
28
8. Ibnu Sabil
Ibnu sabil merupakan golongan terakhir yang disebutkan sebagai golongan
yang berhak menerima zakat. Golongan ini menurut beberapa kalangan ulama
merupakan kiasan untuk musafir. Yaitu orang yang melakukan perjalanan
dari satu daerah ke daerah lain untuk melaksanakan suatu hal tujuan yang
baik, bukan untuk tujuan maksiat. Dia dapat diberikan dana zakat ketika
dalam perjalanannya telah kehabisan akomodasi dan segala perbekalannya,
walaupun secara ekonomi ia tergolong masih berkecukupan.
E. Sumber Dana Zakat
Jika seorang muslim yang kaya atau memiliki harta berlebih dan telah
mencapai syarat yang ditetapkan untuk mengeluarkan zakat atas hartanya, maka
wajib hukumnya untuk menunaikan zakat. Karena zakat merupakan suatu
kewajiban yang diperintahkan oleh Allah kepada umat muslim yang mampu agar
memberikan sebagian hartanya, untuk menolong sudaranya yang kurang mampu.
Adapun harta yang diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya setelah mencapai
nishab ini memiliki banyak jenisnya. Diantaranya : 40
a. Emas dan Perak
Syarat utama zakat pada emas dan perak ialah mencapai nishab dan telah
mencapai waktu satu tahun. Berdasarkan hadits riwayat Abu Dawud, nishab
zakat emas adalah dua puluh dinar dan nishab zakat perak adalah dua ratus
dirham. Menurut Yusuf Qardhawi dua puluh dinar sama dengan 85 gram
emas dan dua ratus dirham sama dengan 595 gram perak.41
Adapun untuk
persentase besarnya zakat yang harus dikeluarkan adalah sebesar dua
setengah persen.
b. Hewan Ternak
Dalam berbagai hadits dikemukakan bahwa hewan ternak yang wajib
dikeluarkan zakatnya setelah memenuhi persyaratan tertentu ada tiga jenis,
yaitu unta, sapi atau kerbau, dan domba atau kambing. Untuk persyaratannya
yaitu telah mencapai nishab, telah dimiliki satu tahun, tidak digembalakan
40
Dr. Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Bandung : CV Ruhana, 1991)
h.55 41
M. Arief Mufraini. Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta : Kencana, 2012) h.64
29
dan tidak diperkerjakan. Untuk sapi nishabnya 30 ekor dengan haul satu
tahun, 30 sampai 39 ekor nishabnya satu ekor sapi yang berumur setahun
lebih. 40 sampai 59 ekor, zakatnya 1 ekor sapi berumur dua tahun lebih. 60
sampai 69 ekor sapi zakatnya 2 ekor sapi jantan berumur dua tahun.
Selanjutnya setiap pertambahan 10 ekor maka zakatnya 1 ekor sapi berumur
dua tahun. Kemudian kambing nishabnya 40 ekor dengan haul 1 tahun, 40
sampai 120 ekor zaatnya 1 ekor kambing. 121 sampai 200 ekor zakatnya 2
ekor kambing. 201 sampai 300 ekor zakatnya 3 ekor kambing. Selanjutnya
setiap bertambah 100 ekor, kadar zakatnya 1 ekor kambing.42
Untuk unta
meskipun para ulama merincikan nishab dan kadar zakat unta, namun penulis
sengaja tidak memuat disini, karena di Indonesia sampai saat ini belum ada
peternakan unta.
c. Zakat Perdagangan atau Perniagaan
Beberapa Jumhur Ulama berpendapat bahwa zakat perdagangan diwajibkan
jika nishab dan haulnya telah tercapai. Zakat perdagangan dikeluarkan jika
sudah mencapai satu tahun tutup buku dan telah mencapai nishab-nya yaitu
sebesar 85 gram emas dan kadar pungutan zakatnya yaitu dua setengah persen
(2,5 %). Dengan catatan menghitung nilai kekayaan adalah dengan
menghitung jumlah modal ditambah laba pada waktu akan mengeluarkan
zakat.
d. Zakat Pertanian
Tanaman, tumbuhan, buah – buahan, dan hasil pertanian lainnya yang telah
memenuhi persyaratan wajib zakat, harus dikeluarkan zakatnya. Dengan
nishab sebesar 759 kg beras dengan haul setiap panen. Semua ulama sepakat
bahwa padi, gandum, kurma, dan anggur kering wajib dikeluarkan zakatnya.
Namun terjadi perbedaan pendapat tentang jenis hasil pertanian selain empat
jenis yang disebutkan tadi. Beberapa ulama berpendapat hanya segolongan
jenis tanaman saja selain yang disebutkan yang wajib dikeluarkan zakatnya.
Namun sebagian ulama lain berpendapat bahwa seluruh jenis tanaman yang
42
Dr. Zakiah Daradjat, Zakat Pembersih Harta dan Jiwa, (Bandung : CV Ruhana, 1991)
h.52
30
bersifat konsumtif wajib dikeluarkan zakatnya jika telah mencapai syaratnya.
Salah satu ulama yang mewajibkan seluruh jenis tanaman untuk dikeluarkan
zakatnya jika telah mencapai syarat ialah Abu Hanifah.43
Kemudian untuk
kadar zakat, untuk pertanian yang mempergunakan biaya yang besar seperti
irigasi, yaitu sebesar lima persen (5%). Adapun untuk yang tidak
menggunakannnya ataupun memanfaatkan air hujan, zakatnya lebih besar
yaitu sepuluh persen (10%).
e. Barang Tambang dan Barang Temuan (Rikaz)
Barang – barang tambang yaitu yang terdapat dalam perut bumi baru
bermanfaat apabila telah melalui proses pengolahan dan penambangan.
Diantaranya yaitu aluminium, minyak bumi, timah, tembaga, intan, berlian,
dan lain lain. Untuk nishab barang tambang senilai 85 gram emas dengan
haul satu tahun dan kadar zakatnya adalah dua setengah persen. Adapun
untuk barang temuan merupakan temuan barang berharga seperti harta berupa
uang, emas, perak dan sebagainya juga dikenakan wajib zakat. Dengan nishab
85 gram emas dengan kadar zakat sebesar dua puluh persen.44
Selain yang disebutkan di atas, menurut Prof. Dr. KH. Didin
Hafidhudin, M. Sc. yang pernah menjabat sebagai Anggota Ketua BAZNAS
mengatakan bahwa zakat memiliki jenis – jenis yang lebih luas sesuai dengan
perkembangan zaman dan ekonomi di era globalisasi seperti sekarang ini. 45
Diantaranya adalah zakat profesi, zakat perdagangan mata uang, zakat investasi
syariah, asuransi syariah dan zakat perusahaan. Untuk penjelasan lebih lanjut akan
dijelaskan sebagai berikut : 46
a. Zakat Profesi
Pendapatan profesi adalah buah hasil kerja menguras otak dan keringat
yang dilakukan oleh setiap orang. Contoh dari pendapatn profesi adalah
43
M. Arief Mufraini yang mengutip dari buku Yusuf Al Qardhawi tentang pendapat para
empat imam mazhab. Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta : Kencana, 2012) h.86 - 87 44
M. Arief Mufraini. Ibid. h.87 45
Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, (Jakarta: Gema Insani, 2002)
h.117 46
M Arief Mufraini. Akuntansi dan Manajemen Zakat, (Jakarta : Kencana, 2012) h.61 -
120
31
gaji, upah, atau insentif yang sesuai dengan profesi yang dikerjakan. Maka
sejumlah pendapatan yang termasuk dalam katagori zakat profesi adalah
penadapatan dari hasil kerja sebuah instansi baik pemerintah ataupun
swasta. Kemudian juga pendapatan dari hasil kerja profesional pada
bidang pendidikan, keterampilan, dan kejuruan tertentu dimana si pekerja
mengandalkan kemampuan pribadinya seperti dokter, pngacara dan lain
lain. Nisab zakat profesi di qiyas – kan dengan wajib zakat keuangan yaitu
85 gram emas dan dengan wajib zakat sebesar 2,5%.
b. Zakat Aset Keuangan
Sebagaimana yang diketahui, investasi yang dilakukan oleh orang saat ini
tidak hanya berpusat pada emas dan perak semata. Akan tetapi juga pada
perhiasan dan berbagai bentuk surat berharga lainnya seperti investasi
syariah, surat berharga, obligasi, jual beli mata uang dan asuransi syariah.
Semua ini akan dikumpulkan dalam kategori aset wajib zakat yang disebut
dengan aset wajib keuangan. Adapun nisab aset wajib zakat keuangan
yaitu 85 gram emas dengan persentase zakat 2,5%.
c. Zakat Perusahaan.
Yang dimaksud dengan perusahaan disini adalah sebuah usaha yang
diorganisir sebagai sebuah kesatuan resmi yang terpisah dari kepemilikan
dibuktikan dengan kepemilikan saham (corporate). Para ulama
kontemporer menganalogikan zakat perusahaan pada kategori zakat
komoditas perdagangan bila dilihat dari aspek legal dan ekonomi (entitas)
aktivitas perusahaan. Pada umumnya berporos kepada kegiatan
perdagangan. Dengan demikian, setiap perusahaan di bidang barang
maupun jasa menjadi wajib zakat. Kemudian untuk nisab dan persentase
zakatnya yaitu senilai nisab emas yaitu 85 gram emas sedangkan
persentase volumenya adalah 2,5% dari aset wajib zakat yang dimiliki
perusahaan.
32
F. Hikmah dan Tujuan Zakat
1. Hikmah Zakat
Zakat merupakan instrumen yang paling efektif untuk membantu orang
memenuhi kebutuhan konsumtifnya dan meningkatkan ekonominya. Dimana
sistem zakat tidak ditemukan dalam sistem ekonomi kapitalis dan sosialis namun
murni dari ekonomi Islam. Dimana dengan adanya kewajiban zakat, maka orang
kaya akan mendistribusikan hartanya kepada orang miskin. Allah tidak akan
mungkin mensyariatkan suatu ibadah tanpa tujuan yang jelas. Disamping itu juga
zakat akan mengarahkan kegiatan ekonomi ke arah yang lebih normatif, karena
harta yang didapatkan dengan cara tidak baik maka tidak boleh dizakatkan.
Zakat memberikan dampak terhadap kehidupan secara individu khususnya
Muzakki, meliputi pensucian jiwa manusia dari sifat kikir dan suka menumpuk
harta. Zakat juga menghindarkan manusia dari cinta dunia yang berlebihan.
Adapun bagi Mustahik ialah zakat dapat menghilangkan sifat dengki dari orang –
orang yang menerima zakat itu.47
Selain itu, zakat juga memberikan dampak secara sosial. Selain sebagai
manifestasi rasa syukur terhadap nikmat Allah, zakat juga sebagai manifestasi
kegotongroyongan dan tolong menolong sesama manusia. Dimana dengan zakat
dapat mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antara sesama manusia serta
mengurangi kefakiran dan kemiskinan yang merupakan masalah sosial.48
Dari
hikmah – hikmah di atas menunjukkan bahwa apa yang diwajibkan Allah kepada
hamba - Nya mengandung pelajaran berharga bagi seluruh umat manusia demi
terciptanya kehidupan yang adil dan bermartabat.
2. Tujuan Zakat
Menurut pendapat seorang ulama kontemporer, Yusuf Qardhawi
membagi tujuan zakat kedalam tiga bagian: 49
a. Tujuan bagi pihak Muzakki, yaitu antara lain :
47
Sudirman. Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas, (Malang, UIN-Malang Press, 2007) 48
Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta : UI Press,
1998) h.40 49
Nuruddin Mhd. Ali, Zakat Sebagai Instrumen Dalam Kebijakan Fiskal. (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 2006) h.32
33
1) Untuk mensucikan dirinya dari sifat kikir, rakus, egois, dan
sejenisnya.
2) Melatih jiwa untuk bersikap terpuji seperti bersyukur atas nikmat
Allah.
3) Mengobati batin dari sikap berlebihan mencintai harta itu sendiri
dari unsur noda dan cacat.
4) Melatih diri jadi pemurah dan berakhlaq.
5) Menumbuhkembangkan harta itu sendiri sehingga memberi
keberkahan bagi pemilik.
b. Tujuan bagi pihak Mustahik, antara lain :
1) Memenuhi kebutuhan hidup sehari – hari bagi mustahik
2) Terbersihkannya hati dari sifat iri dan dengki yang sering
menyelimuti ketika melihat orang kaya.
c. Tujuan untuk kepentingan sosial, antara lain :
1) Merealisasikan fungsi harta sebagai alat perjuangan untuk
menegakkan agama Allah.
2) Mewujudkan keadilan sosial ekonomi masyarakat secara umum.
G. Konsep Pemberdayaan Mustahik.
Pemberdayaan berasal dari kata daya, yang memiliki arti kemampuan
melakukan sesuatu atau kemampuan bertindak. Sedangkan pemberdayaan
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah proses, cara, atau perbuatan
memberdayakan.50
Pemberdayaan adalah mengembangkan diri dari keadaan tidak
atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih baik.
Pemberdayaan pada intinya membahas bagaimana individu, kelompok, ataupun
komunitas berusaha mengontrol kehidupan mereka sendiri dengan keinginan
mereka. Pemberdayaan juga dapat diartikan sebagai suatu proses yang relatif terus
berjalan untuk meningkatkan kepada perubahan.51
50
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat,
(Jakarta : Balai Pustaka, 2008) h.325 51
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta : Fakultas Ekonomi UI, 2000) h.32
34
Kemudian beberapa pakar juga mendefinisikan pemberdayaan
diantaranya Mc. Ardle mengatakan bahwa pemberdayaan sebagai proses
pengambilan keputusan oleh orang – orang yang secara konsekuen melaksanakan
keputusan tersebut52
. Mc Ardle mengatakan bahwa makna pemberdayaan bukan
untuk mencapai tujuan, melainkan makna pentingnya proses dan pengambilan
keputusan. Kemudian Payne53
mengemukakan bahwa suatu pemberdayaan pada
intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil
keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan
diri mereka termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam
melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa
percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki antara lain transfer daya dan
lingkungannya.54
Pemberdayaan adalah sebuah proses dan tujuan. Dalam proses,
pemberdayaan merupakan serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan
atau keberdayaan kelompok lemah yang ada di masyarakat, termasuk individu –
individu yang mengalami masalah kemiskinan. Kemudian sebagai tujuan,
pemberdayaan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah
perubahan sosial yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan,
pengetahuan, serta mempunyai kemampuan dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Baik itu bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial, dan mampu lebih
mandiri dalam melaksanakan tugasnya.55
Dalam pandangan Islam, pemberdayaan harus merupakan gerakan yang
tak henti. Hal ini sejalan sebagaimana dengan paradigma Islam sendiri sebagai
agama gerakan dan perubahan. Secara terminologis, pemberdayaan masyarakat
dalam Islam adalah mentransfomasikan dan melembagakan semua segi ajaran
52
Sebagaimana dikutip oleh Isbandi Rukminto dalam penjelasan tentang definisi
pemberdayaan masyarakat menurut para ahli, yaitu Mc.Ardle. Ibid. h.160 - 161 53
Sebagaimana dikutip oleh Isbandi Rukminto dalam penjelasan tentang definisi
pemberdayaan masyarakat menurut para ahli, yaitu Payne. Ibid. h.161 54
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta : Fakultas Ekonomi UI, 2000) h.162 55
Edi Suharto, Pendekatan Pekerjaan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin :
Konsep, Indikator, dan Strategi. Artikel diakses pada 14 Juli 2017 dari
http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_30.htm
35
Islam dalam kehidupan keluarga, kelompok sosial, dan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan model empiris pengembangan perilaku
individual, dan kolektif, dalam dimensi amal saleh, dengan titik tekan pada
pemecahan masalah yang dihadapi masyarakat.56
Pemberdayaan pada dasarnya menyangkut lapisan bawah atau lapisan
masyarakat yang miskin yang dinilai tertindas oleh sistem dan struktur sosial.
Upaya pemberdayaan ini menyangkut beberapa segi. Diantaranya :57
1. Penyadaran tentang dan peningkatan kemampuan untuk menemukenali
(identifikasi) persoalan dan permasalahan yang menimbulkan kesulitan
hidup dan penderitaan yang dialami oleh golongan itu.
2. Penyadaran tentang kelemahan maupun potensi yang dimiliki, sehingga
menimbulkan dan meningkatkan kepercayaan kepada diri sendiri untuk
keluar dari persoalan dan guna memecahkan masalah serta
mengembangkan diri.
3. Meningkatkan kemampuan manajemen sumberdaya yang telah
ditemukenali.
Tahapan – tahapan yang dilakukan dalam pemberdayaan masyarakat antara
lain :58
1. Seleksi lokasi dimana diadakannya kegiatan pemberdayaan
2. Sosialisasi yang bertujuan untuk terjalinnya komunikasi antara masyarakat
dengan pihak pemberdayaan.
3. Proses pemberdayaan masyarakat itu sendiri yang terdiri dari perencanaan,
pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.
4. Tahap akhir merupakan pemandirian masyarakat.
Adapun beberapa tujuan pemberdayaan dari pemberdayaan masyarakat
sebagai berikut :59
56
Nanih M dan Agus Ahmad S, Pengembangan Masyarakat Islam, (Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2001) h.41 57
M Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Soisal-Ekonomi, (Jakarta : Lembaga
Studi Agama dan Filsafat-LSAF, cetakan pertama 1999) h.353 58
http://www.pengertianmenurutparaahi.net/pengertian-pemberdayaan-masyarakat-dan -
contohnya/ artikel diakses pada 14 Juli 2017.
36
1. Tujuan akhir dari pemberdayaan masyarakat adalah untuk meningkatkan
harkat dan martabat hidup manusia, dengan kata lain untuk meningkatkan
kualitas hidup. Perbaikan kualitas hidup bukan semata menyangkut aspek
ekonomi, tetapi juga mental, fisik, kesehatan, dan sosial budaya.
2. Untuk mencapai tujuan yang bersifat umum, maka terdapat beberapa
tujuan dan sasaran antara lain :
a. Perbaikan kelembagaan, yang dimaksudkan agar terjalin kerja sama dan
kemitraan antar pemangku kepentingan.
b. Perbaikan pendapatan, stabilitas ekonomi, keamanan, dan politik yang
mutlak diperlukan untuk terlaksananya pembangunan yang
berkelanjutan.
c. Perbaikan lingkungan hidup. Secara disadari atau tidak dalam upaya
memenuhi kebutuhan hidupnya, masyarakat melakukan aktifitas
ekonomi yang berakibat pada kerusakan lingkungan hidup.
d. Perbaikan akses infrastruktur. Hal ini sangat diperlukan dalam proses
produksi.
e. Perbaikan tindakan. Melalui pendidikan, kualitas sumber daya manusia
dapat ditingkatkan sehingga dari sana diharapkan akan berdampak
pada perbaikan sikap.
f. Perbaikan usaha produktif.
Masyarakat yang memiliki kemampuan untuk memberdayakan dirinya
akan mampu melakukan perubahan ke arah yang lebih baik sehingga akan
meningkat tingkat kemakmurannya. Untuk melihat kemajuan suatu ekonomi
menurut MA Mannan ada tiga hal yang menjadi tolak ukur, yaitu pendapatan
perkapita tinggi, pendapatan perkapita terus naik, dan kecenderungan kenaikan
terus menerus dan mandiri60
. Kemandirian dalam bidang ekonomi merupakan
59
Chabib Sholeh, Dialketika Pembangunan dan Pemberdayaan, (Bandung : Fokusmedia,
2014) h.81 60
Sebagaimana dikutip oleh Dr.Oneng Nurul Bariyah dalam pernyataan MA Mannan
dalam penjelasan tentang indikator tertinggi dalam menentukan kemandirian ekonomi,
bahwasannya ada tiga indikator dalam menentukan kemandirian ekonomi. Total Qualty
Management Zakat : Prinsip dan Praktik Pemberdayaan Ekonomi. (Jakarta : Wahana Kardofa FAI
UMJ, 2012) h.56
37
suatu indikator tertinggi untuk menilai kemajuan ekonomi. Karena kemandirian
menunjukan keberdayaan masyarakat dalam mengatasi masalah ekonomi.61
Dari penjelasan diatas, Mustahik yang merupakan orang yang berhak
menerima zakat dapat diberdayakan. Khususnya pemberdayaan yang bersifat
ekonomi pada golongan kaum miskin dengan meningkatkan pendapatan mereka.
Karena jika pendapatan mereka meningkat maka kualitas hdup mereka pun
meningkat. Dimana ketika kualitas kehidupan mereka meningkat atau membaik
maka tujuan pemberdayaan telah tercapai. Tentunya setelah melalui tahapan
tahapan pemberdayaan yang sesuai dengan kebutuhan dan situasi kondisi yang
ada. Karena pengembangan ekonomi dapat dipengaruhi oleh kondisi sosial
maupun politik.62
61
Dr. N. Oneng Nurul Bariyah. Ibid. h. 55-56 62
Dr. N. Oneng Nurul Bariyah. Ibid. h.57
38
BAB III
OBJEK PENELITIAN
A. Sejarah LAZISMU UHAMKA
Zakat merupakan salah satu instrumen dari sistem ekonomi sosial Islam
yang memiliki makna sosial. Karenanya, Islam merupakan ajaran yang tidak
hanya mengartikan agama sebagai hal yang berkaitan dengan aspek ritualitas dan
spiritualitas saja. Selain keyakinan, Islam juga merupakan ajaran yang mengatur
moral dalam setiap kegiatan manusia, khususnya ketika manusia berinteraksi
dengan sesama salah satunya dalam kegiatan ekonomi. Maka dalam Islam segala
kegiatan manusia harus sesuai dengan ajaran Islam, agar terciptanya sebuah
kegiatan sosial manusia yang memiliki nilai moral.
Dengan adanya kewajiban zakat dalam Islam, tentu adanya peluang
besar dalam rangka memeratakan kesejahteraan, penguatan ekonomi, dan juga
membangun solidaritas manusia di sebuah wilayah, khususnya wilayah dengan
mayoritas penduduk muslim. Keberadaan Lembaga Pengelola Zakat Pada masa
kepemimpinan Rasulullah hingga Khulafaur Rasyidin, berada dibawah kendali
pemerintah. Semua Muzakki menyalurkan zakatnya melalui petugas yang
ditunjuk pemerintah. Tentunya ini menjadi acuan untuk beberapa lembaga zakat
di Indonesia. 63
Dengan melihat adanya potensi zakat di negara Indonesia yang dikenal
dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia, tentu ini menjadi pemicu
terhadap berdirinya beberapa lembaga amil zakat. Di Indonesia terdapat
organisasi dakwah Islam bernama PP Muhammadiyah. Dimana jika ditelusuri
lebih jauh, ide untuk mengorganisir dan mengentaskan kemiskinan lewat zakat
telah ada sejak organisasi ini didirikan. Namun gerakan penghimpunan dan
pengelolaan zakat di Muhammdiyah secara institusional diberlakukan sejak
dikeluarkannya SK Pimpinan Pusat Muhammadiyah No. 02/PP/1979.64
63
Dr. N. Oneng Nurul Bariyah. Total Qualty Management Zakat : Prinsip dan Praktik
Pemberdayaan Ekonomoi. (Jakarta : Wahana Kardofa FAI UMJ, 2012) hlm. 198 64
Tuti Alawiyah Najib, Revitalisasi Filantropi Islam : Studi Kasus Lembaga Zakat dnan
Wakaf di Indonesia, (Jakarta : PBB Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2005)
h.149
39
Lembaga Amil Zakat (LAZ) memiliki fungsi untuk membantu tugas dari
BAZNAS sesuai dengan peraturan yang ada. Pengelolaan zakat oleh lembaga
pengelola zakat, apalagi yang memiliki kekuatan hukum formal akan memiliki
beberapa keuntungan antara lain : 65
1. Menjamin kepastian dan disiplin membayar zakat
2. Menjaga perasaan rendah diri Mustahik zakat apabila berhadapan langsung
untuk menerima zakat dari para Muzakki.
3. Untuk mencapai efisiensi dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam
penggunaan harta zakat menurut skala prioritas suatu tempat.
4. Untuk memperlihatkan syiar Islam dalam semangat penyelenggaraan
pemrintahan yang Islami.
Salah satu LAZ yang memiliki fungsi tersebut ialah LAZISMU UHAMKA
(Lembaga Amil Zakat Infak dan Sedekah Muhammadiyah Universitas Dr.
Hamka). LAZISMU UHAMKA merupakan salah satu lembaga amil zakat dalam
tingkatan kampus yang berusaha bisa bermanfaat ke dalam, regional dan nasional.
Lembaga yang merupakan cabang dari LAZISMU ini didirikan oleh PP
Muhammadiyah ini memiliki latar belakang dalam mendiirikan LAZ yang terdiri
atas dua faktor :66
1. Secara internal, semenjak berdirinya UHAMKA, kesadaran zakat sudah
mulai menggeliat, dengan ditandainya adanya kesadaran pimpinan dan
karyawan yang mengeluarkan zakat dan infaknya di kampus. Namun
kelembagaan tersebut dikelola oleh wakil rektor bidang keislaman dan ke-
Muhamamdiyahan, sehingga belum dapat bekerja dengan maksimal. Hal ini
dikarenakan struktur dan program kerja untuk kebutuhan internal kampus
seperti pemberian beasiswa pada mahasiswa berprestasi dan qardhul hasan.
2. Secara eksternal potensi zakat, infak dan sedekah yang luar biasa dikarenakan
banyaknya penduduk Indonesia yang beragam Islam. Selanjutnya realitasnya
65
Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern (Jakarta: Gema Insani, 2002)
h.126
66
www.lazismuuhamka.ac.id diakses pada tanggal 18 Juli 2017
40
adanya ketimpangan sosial masyarakat dikarenakan kebijakan67
yang kurang
adil dari pembangunan, sehingga menjadikan masyarakat dalam keadaan
miskin. Oleh karena itu, zakat dengan pengelolaannya mampu mengurangi
ketimpangan sosial agar lebih adil dan sesuai kemanusiaan sehingga dapat
memberikan dampak yang signifikan pada masyarakat.
Berdirinya lembaga ini dimaksudkan sebagai institusi pengelola zakat dengan
manajemen modern yang dapat menghantarkan zakat menjadi bagian dari
penyelesai masalah (problem solver) sosial masyarakat yang terus berkembang.
Dalam operasional programnya, LAZISMU UHAMKA didukung oleh jaringan
multi lini, sebuah jaringan konsolidasi lembaga zakat yang tersebar di seluruh
propinsi (berbasis kabupaten / kota).
Pada tahun 2016 LAZISMU UHAMKA berhasil menghimpun dana ZIS
sebesar Rp. 1.122.893.061 dan telah disalurkan sebesar Rp. 922.280.500. maka
saldo dana ZISWAF LAZISMU Tahun 2016 adalah sebesar Rp. 200.612.561.
Dengan rincian sebagai berikut : 68
Tabel 3.1 Penerimaan ZISWAF LAZISMU UHAMKA 2016
Jenis Penerimaan Jumlah Penerimaan
Infaq dan Sedekah Dosen Rp 356.733.750
ZIS Rekanan UHAMKA Rp 341.749.811
Wakaf Tunai Rp 1.030.000
Zakat Fitrah Rp. 11.725.000
Zakat Mal Rp. 11.415.000
Fidyah Rp. 300.000
Qurban Rp. 399.939.500
Total Rp. 1.122.893.061
67 Kebijakan merupakan rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar
rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan dalam pemerintahan atau organisasi,
pernyataan cita – cita, tujuan, prinsip atau maksud sebagai garis pedoman dalam mencapai sasaran.
Dr.H Sumuran Harahap, Wakaf Uang dan Prospek Ekonominya di Indonesia. (Jakarta : Mitra
Abadi Press, 2012) h.5 68
LAZISMU UHAMKA, Buku Laporan LAZISMU UHAMKA
41
Tabel. 3.2 Penyaluran Dana ZISWAF LAZISMU UHAMKA 2016
Jenis Penyaluran Jumlah Penyaluran
Beasiswa Rp. 113.101.000
Program Ramadhan Rp. 231.240.000
Bantuan Dana Sosial Rp. 178.000.000
Qurban Rp. 399.939.500
TOTAL Rp. 922.280.500
Keterangan : Untuk data penerimaan dan penyaluran tahun 2014 dan 2015
belum bisa dipublikasikan karena faktor internal lembaga.
B. Legalitas LAZISMU UHAMKA
Dalam konteks negara Indonesia, Badan Amil Zakat Nasional
(BAZNAS) dibentuk sesuai Keputusan Presiden Republik Indonesia No.8 Tahun
2011 yang memiliki tugas dan fungsi menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq,
dan sedekah pada tingkat nasional.69
Kemudian pada pasal 17 Undang- Undang
No. 23 Tahun 2011 menjelaskan bahwa untuk membantu BAZNAS dalam
pelaksanaan pengumpulan, pendisitribusian, dan pendayagunaan zakat masyarakat
dapat membentuk Lembaga Amil Zakat (LAZ).
Dalam hal ini LAZISMU UHAMKA memberikan perannya untuk
membantu BAZNAS dalam pengelolaan zakat di Indonesia. LAZISMU
UHAMKA adalah cabang dari LAZISMU yang berkhidmat dalam pemberdayaan
masyarakat melalui pendayagunaan secara produktif dana zakat, infaq, wakaf, dan
dana kedermawanan lainnya baik dari perseorangan, lembaga, perusahaan, dan
instansi lainnya. Didirikan oleh PP Muhammadiyah pada tahun 2002, selanjutnya
dikukuhkan oleh Menteri Agama Republik Indonesia sebagai Lembaga Amil
Zakat Nasional melalui SK No.457/21 November 2002. Kemudian juga lembaga
penghimpunan ZISWAF di lingkungan kampus dengan SK Rektor UHAMKA
dengan Nomor SK.426/D.08.04/2014.
69
www.baznas.go.id diakses pada tanggal 18 Juli 2017
42
C. Struktur Organisasi LAZISMU70
Wali Amanah
1. Rektor UHAMKA : Prof. DR. H. Suyanto, M.Pd
2. Wakil Rektor I : DR. H. Muchdhie,MS
3. Wakil Rektor II : DR. H. Pudjo Sumedi AS, M.Ed.
4. Wakil Rektor III : DR. H. Gunawan Suryoputro, M.Hum
5. Wakil Rektor IV : Drs. Zamah Sari, M.A
Dewan Syariah
1. Agus Tri Sundani, S.Th.I
2. H. Marifat Iman, M.Ag
3. Gusniarti, M.A
Badan Pengawas
1. H. Bunyamin, M.Pd.I
2. Herwin Kurniawan, SE, M.Si
3. Rokhmani, SE, M.Si
Badan Pengurus
1. Ketua : Drs. Zamah Sari, M.A
2. Wakil Ketua : Fitniwilis, M.Pd
3. Sekertaris : Zulpahmi, M.Si
4. Bendahara : Sumarso, SE, M.Si
5. Anggota : Dr. Endang Surachman, M.A
Tohirin, M.Pd.I
Lely Laelani, SE
Fitriliza, M.A
Dwi Fajri, S.Sos, M.Pd.I
Badan Pelaksana
1. President Direktur : Rahmat Dahlan M.Si
2. Financial Direktur : Sri Mulyani, SE
3. Program dan Fundraising Direktur : M. Abdul Halim Sani, M.Kesos
70
Buku Laporan LAZISMU UHAMKA, SK Rektor Universitas Muhammadiyah
Dr.Hamka.
43
D. Visi dan Misi LAZISMU UHAMKA
1. Visi 71
“Mewujudkan lembaga zakat yang terpercaya dan terbaik di DKI dan lingkungan
persyarikatan pada tahun 2019”
2. Misi 72
a. Optimalisasi kualitas pengelolaan ZIS yang amanah, profesioal dan
transparan.
b. Optimalisasi pendayagunaan ZIS yang kreatif, inovatif, dan produktif.
c. Optimalisasi pelayanan donatur.
3. Corporate Culture
a. Amanah
b. Profesional
c. Transparan
d. Melayani
e. Kreatif dan Inovatif
E. Operasional LAZISMU UHAMKA
1. Pengimpunan Zakat
1) Melakukan sosialisasi kewajiban ZIS di wilayah operasionalnya.
2) Memberikan pelayanan kepada Muzakki
3) Mengumpulkan dana zakat dan dana non – zakat
4) Mengelola database pengumpulan dana ZIS
5) Memberikan laporan kegiatan pengumpulan ZIS di UPZ
2. Penyaluran dan Pendayagunaan Zakat
71 1. Visi: kemampuan melihat pada inti persoalan, pandangan, wawasan. BN.Marbun,
Kamus Politik, hal. 557. 2. Dalam buku The World Book Dictionary antara lain kata visi itu
diartikan: The power of seeing, sense of sight The art or fact of seeing sight. The power perceiving
by immagination in a dream, in on‟s thought or the like. A phantom. Something that is very
beautiful such as a person or sence. Dari beberapa ahli itu ahli manajemen menyimpulkan, bahwa
“visi” adalah suatu angan-angan atupun impian terhadap sesuatu yang sangat indah dan
mempesona, sehingga diperlukan usaha keras untuk mewujudkannya. Sumuran Harahap, Wakaf
Uang dan Prospek Ekonominya di Indonesia (Mitra Abadi Press:2012) hal.103 72
Misi: adalah pernyataan dari sebuah tujuan umum: alasan mengapa organisasi hadir.
Siapakah kita? Apa yang kita lakukan untuk siapa kita melakukan itu? Dan mengapa kita
melakukannya?. Dumilah Ayuningtyas, Perencanaan Strategis Untuk Organisasi Pelayanan
Kesehatan (Jakarta: PT RAJAGRAFINDO PERSADA : 2008) hal.49
44
1) Membuat program penyaluran yang tepat sesuai syariah
2) Menyalurkan dana ZIS kepada Mustahik
3) Mengadministrasi penayluran dana ZIS
4) Melakukan pembinaan dan monitoring kepada Mustahik
5) Memberikan laporan penyaluran UPZ
F. Program Pemberdayaan LAZISMU UHAMKA73
LAZISMU UHAMKA dalam menjalankan fungsi dan tugasnya dalam
mengelola zakat memiliki beberapa program yang disesuaikan dengan kebutuhan
Mustahik. Program – program ini antara lain :
1. UHAMKA Care.
Merupakan program berbentuk dana karitas untuk para pensiunan dari
UHAMKA. Kemudian juga untuk berbagi ke kaum dhuafa berupa santunan bagi
mereka yang kurang mampu. Program ini sebagai wujud kepedulian LAZISMU
UHAMKA terhadap kaum dhuafa yang berada di lingkungan sekitar. Sehingga
kaum dhuafa bisa merasakan manfaat dari dana zakat, infak dan sedekah dan
mampu mengurangi beban hidup mereka.
2. UHAMKA Micro Economic Empowerment (UHAMKA MEE)
Program ini merupakan program pemberdayaan masyarakat dhuafa atau
Mustahik melalui sektor ekonomi. Program ini memiliki tugas dalam memberikan
permodalan dan pendampingan kepada pelaku usaha mikro dengan sistem
bantuan modal usaha bergulir dan sistem qardhul hasan atau pinjaman modal
tanpa ada tuntutan untuk pengembalian modal bagi peminjam. Harapannya agar
kedepannya para Mustahik yang dibantu bisa bertranformasi menjadi Muzakki.
3. UHAMKA Smart
UHAMKA Smart merupakan program yang berada dalam aspek
pendidikan. Dimana program ini berupa beasiswa bagi para mahasiswa baru dan
beasiswa penyelesaian tugas akhir bagi para mahasiswa UHAMKA. Sehingga
mahasiswa juga bisa merasakan dampak dari pemanfaatan dana zakat. Program ini
juga merupakan unggulan dari LAZISMU UHAMKA. Karena memang lembaga
ini masih tak lepas dari dunia pendidikan.
73
www.lazismuuhamka.ac.id diakses pada 18 Juli 2017
45
4. UHAMKA Qurban
Program UHAMKA Qurban merupakan program tahunan yang dimiliki
oleh LAZISMU UHAMKA. Program ini berupa pengolahan daging sapi dari
qurban menjadi kornet dalam kemasan kaleng. Kemudian dibagikan kepada kaum
dhuafa yang berada di sekitar. Harapannya agar kaum dhuafa yang diberikan bisa
lebih mudah mengolahnya dan daging yang akan dikonsumsi lebih higienis.
G. Daftar Rekanan LAZISMU UHAMKA dan Penerimaan ZIS Tahun 2016
Tabel 3.3. Daftar Rekanan LAZISMU UHAMKA
No Nama Rekanan UHAMKA Jumlah ZIS dalam rupiah
1 PT Media Solusindo Pratama 4.690.909,00
2 Tarsono 603.750,00
3 PT Adimas Pandu Serasi 25.909.091,00
4 CPA Akuntan Tri Purwanto 136.364,00
5 PT Berantas 226.970.661,00
6 PT Bina Multi Usaha 1.872.728,00
7 H Budiarto 35.000,00
8 PT Wira Cipta Perkasa 1.529.066,00
9 CV Citra Abadi 23.295,00
10 Dadang Koswara 285.000,00
11 Edi Faisal Batubara 75.000,00
12 Edi Sunarsho 488.538,00
13 PT Envitek Indonesia Jaya 250.000,00
14 CV Era Teknik 24.432.130,00
15 Fajar Nusa Consultan 2.140.909,00
16 PT Global Champion 500.000,00
17 PT Global Usaha Terpadu 3.609.500,00
18 Harjan 1.019.000,00
19 PT Insan Karya Aruna Nusa 325.000,00
20 Koperasi Dosen 3.954.788,00
21 Dikdasmen 3.298.695,00
22 Mashuri 350.000,00
46
23 PT Mitra Medika Utama 2.250.000,00
24 PT Mitra Tiga Utama 11.875.000,00
25 PT MITSECO 2.000.000,00
26 PT Pacatiara Sentra Usaha 11.793.139,00
27 PT PP Pracetak 11.332.248,00
28 CV RIZFA Printing 3.653.377,00
29 S Teguh Rahardjo 1.835.970,00
30 CV Sehati Medriz Kom 2.600.000,00
31
PD Sinar Makmur Nurma
Aini 597.185,00
32 Siti Rohmah 62.500,00
33 Siti Rohmah 21.600,00
34 PT Syenergy Icon Solution 715.909,00
35 PT Tessim Putra Persada 1.106.026,00
36 Ir Toedi Soemardiono 2.440.601,00
Total 341.749.811,00
47
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Dalam pembahasan ini penulis akan menjelaskan dan memaparkan hasil
wawancara dengan Bapak Mohammad Eko selaku staf fundraising dan program
LAZISMU UHAMKA tentang bagaimana pendayagunaan zakat produktif di
lembaga zakat yang didirikan dalam ruang lingkup Yayasan Pendidikan
Muhammadiyah. Program UHAMKA MEE merupakan salah satu program
ekonomi yang dimiliki oleh lembaga ini, yang fokus terhadap sektor
pemberdayaan Mustahik dalam rangka meningkatkan ekonominya melalui sektor
pendapatan.
A. Fokus Pendistribusian Dana Zakat Produktif Kepada Mustahik di
LAZISMU UHAMKA.
Pendistribusian dana zakat merupakan salah satu dari mekanisme
pengelolaan zakat selain penghimpunan dan pendayagunaan. Dimana
pendistribusian lebih mengarah kepada siapa dana zakat akan diberikan, atau yang
biasa disebut delapan ashnaf. Tiap lembaga tentunya memiliki kebijakan berbeda
dalam mendistribusikan dana zakat. Namun dalam konteks subjek
pendistribusiannya tentu tidak boleh menyimpang dari delapan ashnaf yang telah
disebutkan dalam Al – Quran surat At Taubah ayat 60.
LAZISMU UHAMKA sebagai salah satu cabang LAZISMU yang
didirikan di dalam ruang lingkup yayasan pendidikan Muhammadiyah tingkat
perguruan tinggi, tentunya juga memiliki kebijakan sendiri dalam pendistribusian
dana zakat. Dalam zakat yang bersifat produktif seperti pada program UHAMKA
MEE, lembaga ini memberi kesempatan terutama bagi para karyawan UHAMKA
yang ingin melakukan wirausaha atau ingin melakukan pengembangan usahanya.
Maka tak banyak juga mustahik yang menerima dana zakat produktif ini dari
lembaga, karena memang LAZISMU UHAMKA lebih fokus terhadap program
UHAMKA SMART, yaitu berupa program beasiswa yang lebih bersifat
konsumtif.
48
Dengan gaji pokok karyawan perbulan seperti supir, bagian keamanan,
dan lainnya kurang lebih sebesar Rp. 1.200.000 dengan uang operasional perhari
sebesar Rp. 50.000 tentu hal ini dirasa masih kurang untuk melengkapi kebutuhan
karyawan, maka lembaga ini membuka peluang bagi mereka yang memiliki
penghasilan rendah dan ingin menambah penghasilannya melalui zakat produktif.
Karena menurut BPS pada tahun 2005 dalam penelitian Eko Sugiharto, Indikator
pendapatan yang digunakan untuk mengukur suatu kesejahteraan digolongkan
menjadi 3 item yaitu :
1. Tinggi (> Rp. 10.000.000)
2. Sedang (Rp. 5.000.000)
3. Rendah (< Rp. 5.000.000)
Dengan adanya program ini, harapannya agar mereka bertransformasi
menjadi Muzakki, sehingga Muzakki di lembaga zakat ini bertambah banyak.
Karena sumber dana zakat, infak, dan sedekah LAZISMU UHAMKA selain dari
rekanan UHAMKA, sumber dana juga berasal dari zakat pimpinan dan beberapa
dosen kampus setempat. Adapun bagi yang berasal dari pihak luar kampus yang
ingin meminjam modal dari LAZISMU UHAMKA harus memiliki persyaratan
sebagai berikut :
1. Diutamakan anggota Muhammadiyah
2. Keterangan tidak mampu dari cabang dan ranting Muhammadiyah
3. Memiliki kemauan dan skill usaha
Hal ini karena LAZISMU UHAMKA selain masih berkaitan erat dengan
PP. Muhammadiyah, lembaga ini juga sangat hati – hati dalam menyalurkan dana
zakat produktif. Jadi pihak lembaga tidak ingin sembarang menyalurkan dana
zakat, infak, dan sedekahnya yang merupakan amanah dari para donatur. 74
Dari pemaparan diatas jika dikaitkan dengan UU No.23 Tahun 2011 Pasal
25 tentang pendistribusian, maka LAZISMU UHAMKA telah sesuai dengan
peraturan tersebut. Dimana dalam pendistribusiannya sesuai dengan pasal tersebut
harus sesuai ketentuan syariah, yakni wajib didistribusikan ke dalam delapan
74 Wawancara dengan Bapak Mohammad Eko selaku staff Fundraising dan Program
LAZISMU UHAMKA, di Kebayoran Baru Jakarta pada 17 Juli 2017
49
golongan ashnaf. Adapun pendistribusian zakat yang dilakukan oleh LAZISMU
UHAMKA khususnya zakat produktif pada program UHAMKA MEE, zakat
didistribusikan kepada karyawan yang dapat dikategorikan sebagai salah satu dari
delapan ashnaf zakat, yaitu golongan miskin. Karena karyawan tersebut memiliki
pekerjaan tertentu dengan gaji saat ini yang hanya bisa menutupi sebagian
hajatnya tapi tidak mencukupi kebutuhan lainnya.
B. Mekanisme Program MEE (Micro Economy Empowerment) di LAZISMU
UHAMKA
Mekanisme merupakan suatu cara kerja. Dimana dalam hal ini memiliki
beberapa tahapan yang sesuai dengan prosedur. Adapun mekanisme dalam
pendayagunaan zakat produktif yaitu bagaimana cara kerja pendayagunaan zakat
produktif meliputi apa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan pendayagunaan
zakat produktif tersebut. Dalam program MEE terdapat dua kategori Mustahik
yaitu perseorangan dan kelompok.
Beberapa tahapan yang dilakukan oleh LAZISMU UHAMKA dalam
pendayagunaan zakat produktif melalui program MEE (Micro Economy
Empowerment) sebagai berikut : 75
1. Perencanaan Program
Perencanaan program yang dilakukan oleh LAZISMU UHAMKA, yaitu
meliputi sosialisasi dan survei Mustahik, rapat koordinasi, dan pemberian modal
kepada Mustahik. Untuk penjelasan lebih dalam sebagai berikut :
a. Sosialisai dan Survei Mustahik.
Sosialisasi dilakukan agar para karyawan atau calon Mustahik mengetahui
adanya program MEE yang bertujuan untuk pembuatan wirausaha.
Sosialisasi dilakukan melalui media sosial dan beberapa brosur.
Kemudian survei Mustahik memiliki tujuan untuk melihat lebih jauh
bagaimana kebutuhan dan kelayakan Mustahik. Selain itu, Agar pihak
lembaga juga mengetahui berapa besar kisaran dana yang dibutuhkan
75
Wawancara dengan Bapak Mohammad Eko selaku staff Fundraising dan Program
LAZISMU UHAMKA, di UHAMKA Kebayoran, Jakarta Selatan pada 17 Juli 2017.
50
Mustahik. Dalam hal ini pihak LAZISMU UHAMKA bekerjasama
dengan beberapa ranting Muhammadiyah setempat sebagai tim survey
kelayakan mustahik.
b. Rapat Koordinasi.
Setelah melakukan survey Mustahik, pihak lembaga selanjutnya
mengadakan rapat koordinasi untuk mengevaluasi dari tahapan survey
Mustahik. Tujuannya adalah untuk memilih Mustahik yang layak
diberikan pinjaman modal khususnya bagi mereka yang berasal dari luar
kampus. Pihak lembaga juga berkoordinasi langsung dengan LAZISMU
pusat dalam menentukan pendayagunaan dana zakat.
c. Pemberian Modal
Setelah tahap kedua selesai, tahap selanjutnya ialah pemberian modal.
Pemberian modal dilakukan setelah karyawan atau Mustahik dianggap
layak oleh pihak lembaga. Adapun besaran dana yang dialokasikan untuk
Mustahik perorangan sebesar Rp. 2.000.000. Untuk besaran dana
Mustahik perkelompok sebesar Rp. 25.000.000 bahkan bisa lebih
tergantung jenis usaha yang dilakukan. Adapun sistem pemberian dana
modal yang dilakukan oleh LAZISMU UHAMKA dalam
pendayagunaan zakat produktif adalah dengan akad qardhul hasan. Untuk
Mustahik dari pihak karyawan diberikan waktu pengembalian modal
dengan sistem angsuran sebanyak 10 – 20 kali. Kemudian setelah
diberikan modal, Mustahik diwajibkan memberikan dana infak sebesar
Rp. 15.000 dari dana pinjaman modal tersebut. Selanjutnya jika ditengah
usahanya Mustahik mengalami kegagalan karena faktor yang tak bisa
dihindarkan, maka pihak lembaga melakukan sistem pemutihan. Yaitu
dimana Mustahik tidak berkewajiban mengembalikan pinjaman dana
modal kepada pihak lembaga. Maka jika dikaitkan dengan konsep
pendayagunaan zakat seperti yang dijelaskan pada bab dua, program ini
termasuk model pengembangan ekonomi dengan pola produktif kreatif.
51
2. Pelaksanaan Program
a. Jumlah Mustahik
Untuk jumlah Mustahik yang ada dalam program LAZISMU UHAMKA
terdiri dari 8 orang dan 1 kelompok wirausaha. Dimana 8 orang tersebut
merupakan karyawan UHAMKA. Hal ini juga dikarenakan memang
sebagian besar penyaluran dana ZIS yang dilakukan pihak lembaga lebih
di prioritaskan ke dalam pendayagunaan yang bersifat konsumtif. Selain
itu juga sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak Mohammad Eko,
pihak lembaga juga kekurangan sumber daya manusia (SDM), sehingga
jika terlalu banyak khawatir tidak akan teroganisir dan terkontrol dengan
baik. Adapun untuk penerima manfaat yang berbentuk kelompok,
merupakan masyarakat luar kampus UHAMKA.
Tabel. 4.1 Daftar Penerima Dana Qardhul Hasan
No Nama Jumlah
Pemberian Modal
Jenis Usaha Domisili
1 Junaedi Rp. 2.000.000 Warung Kopi Cipayung
2 Imam Mujiantoro Rp. 2.000.000 Warung Jus Pamulang
3 Margiono Rp. 2.000.000 Bakso Pasar Rebo
4 Nurul Syifa Rp. 2.000.000 Boneka Wisuda Jagakarsa
5 Dedi Istanzah Rp 2.000.000 Siomay Cileduk
6 Djohanto Rp 2.000.000 Warung Pasar Rebo
7 Sri Remaja Rp 2.000.000 Warung Kopi Pasar Rebo
8 Khairul Anam Rp 2.000.000 Warung Jus Ciputat
9 PCM Tangerang
Selatan
(Kelompok)
Rp. 25.000.000 Pamijahan Lele Pamulang
b. Wilayah Domisili Mustahik
Untuk program UHAMKA MEE atau program pemberdayaan ekonomi
Mustahik ini, domisili Mustahik berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya
seperti yang dijelaskan pada tabel sebelumnya. Hal ini dikarenakan fokus
52
pendistribusian zakat produktif kepada Mustahik di lembaga ini yang
diutamakan adalah karyawan UHAMKA dan memiliki pendapatan yang
dikategorikan rendah. Sedangkan untuk mustahik dalam bentuk kelompok
yang berasal dari luar kampus, diutamakan adalah anggota
Muhammadiyah. Sehingga sebagian dari mereka tidak berdomisili sesuai
dengan wilayah kerja lembaga yang bertempat di Kebayoran Baru, Jakarta.
Selain itu karena pihak lembaga juga ingin memberikan manfaat ke pihak
internal untuk para karyawan.
3. Monitoring Program
Hal selanjutnya adalah monitoring dan evaluasi. Dalam hal ini pihak
LAZISMU UHAMKA mengadakan monitoring dan pengawasan yang
tujuannya untuk melihat sejauh mana perkembangan usaha dan peningkatan
pendapatan yang dijalankan oleh Mustahik. Semua tahapan ini sangat penting
karena sangat berpengaruh terhadap berjalannya program agar lebih tepat
guna dan tepat sasaran.
C. Dampak Dari Pendayagunaan Zakat Produktif Dalam Pemberdayaan
Mustahik.
Dalam pembahasan ini, penulis akan memaparkan hasil dari program
UHAMKA MEE dalam pemberdayaan Mustahik. Sebagaimana yang telah
dijelaskan sebelumnya pada bab dua, bahwa menurut Chabib Soleh tujuan
pemberdayaan adalah meningkatnya harkat martabat manusia atau kualitas hidup
manusia. Hal ini bisa dilihat dari sudut pandang ekonomi atau peningkatan
pendapatan. Adapun pendayagunaan zakat produktif merupakan salah satu cara
memberdayakan Mustahik dengan meningkatkan pendapatan. Adapun hasil dari
progam UHAMKA MEE sebagai berikut :
53
Tabel 4.2 Dampak zakat produktif LAZISMU UHAMKA76
Dari tabel diatas dapat menjelaskan bahwa 5 dari 8 orang Mustahik
perorangan mengalami peningkatan pendapatan. Kemudian dapat disimpulkan
bahwa dampak program UHAMKA MEE mampu memberdayakan 5 dari 8
Mustahik perorangan yang dibantu atau sekitar 62 % dari jumlah total Mustahik
perorangan. Hal ini dapat dikatakan bahwa program pendayagunaan zakat melalui
progam UHAMKA MEE cukup baik dalam memberdayakan Mustahik.
Menurut Bapak Mohammad Eko selaku staf fundrising dan program
LAZISMU UHAMKA, menemukan fakta di lapangan bahwa 3 orang Mustahik
perorangan yang gagal disebabkan karena beberapa faktor. Diantaranya karena
faktor pesaing yang banyak di lingkungan tempat dia berusaha. Kemudian juga
76
Laporan LAZISMU UHAMKA Program UHAMKA MEE 2016
No Nama Jenis Usaha Pendapatan
Sebelum
Pendapatan
Sesudah
1 Junaedi Warung Kopi Rp. 100.000 –
Rp. 200.000
Rp 200.000 –
Rp. 250.000
2 Imam Mujiantoro Warung Jus Rp. 100.000 -
Rp 150.000
Rp. 200.000
–Rp. 250.000
3 Margiono Bakso Rp. 150.000 –
Rp. 200.000
Rp. 200.000
–Rp. 300.000
4 Nurul Syifa Boneka Wisuda Rp. 50.000 – Rp
150.000
Rp. 300.000 -
– Rp 5.000.000
5 Dedi Istanzah Siomay Rp. 150.000 –
200.000
Rp. 200.000
– Rp 300.000
6 Djohanto Warung Kopi Gagal dan dilakukan pemutihan
7 Sri Remaja Warung Kopi Gagal dan dilakukan pemutihan
8 Khairul Anam Warung Jus Gagal dan dilakukan pemutihan
9 PCM Tangerang
Selatan
(Kelompok)
Ternak Lele Gagal dan dilakukan pemutihan
54
karena faktor manajemen keuangan yang kurang baik. Dua hal inilah yang
menjadi faktor utama penyebab kegagalan usaha mereka.
Gambar 4.1 Persentase dampak program UHAMKA MEE
Adapun untuk Mustahik dalam bentuk kelompok juga mengalami
kegagalan dalam pemberdayaannya. Sebagaimana yang disampaikan oleh Bapak
Mohammad Eko walaupun pihak LAZISMU UHAMKA telah melakukan
monitoring secara rutin, namun hal ini terjadi karena faktor alam dan cuaca.
Sehingga pihak lembaga merasa sangat kesulitan dalam menghadapi hal tersebut.
Wawancara Mustahik
Dari pemaparan di atas dalam program UHAMKA MEE penulis
menemukan beberapa temuan dilapangan bahwa Mustahik yang mengalami
peningkatan pendapatan memang benar merasakan dampak positif dari dana zakat
produktif. Salah satunya wawancara dengan saudari Nurul Syifa selaku penerima
dana bantuan modal usaha. 77
1. Apakah saudari benar mendapatkan bantuan dari pihak LAZISMU
UHAMKA ?
“Ya betul, saya mendapatkan bantuan dari sana. Karena saya dulu
karyawan magang di sana”
2. Manfaat seperti apa yang saudari rasakan dari dana bantuan ini ?
77
Wawancara dengan Saudari Nurul Syifa selaku penerima bantuan modal program
UHAMKA MEE di Gandaria City, Kebayoran Lama Jakarta Selatan pada 15 Agustus 2017.
62%
38%
Dampak program UHAMKA MEE dalam
pemberdayaan mustahik perorangan
yang meningkatpendapatannya
yang tidak meningkatpendapatanya
55
“Sebenernya manfaatnya banyak sekali, setelah mendapat dana saya bisa
membelanjakan keperluan untuk keperluan modal usaha karena saya
kekurangan dana. Kemudian saya putar dana modal itu akhirnya saya
bisa membantu orang tua juga. Saya juga bisa membelikan perhiasan
buat orang tua saya.”
3. Apakah Saudari merupakan anggota Muhammadiyah ?
“Bukan, saya bukan anggota. Saya non Muhammadiyah”
4. Bagaimana pendapat Saudari tentang LAZISMU UHAMKA ?
“Sebenarnya membantu juga dengan adanya LAZISMU UHAMKA bisa
meminjamkan modal, jadi dengan adanya LAZISMU selain itu mahasiswa
bisa mengajukan beasiswa. Jadi mahasiswa tidak pusing lagi. Dengan
adanya LAZISMU UHAMKA orang – orang tidak bingung harus beramal
dimana khususnya buat orang kampus.”
5. Bagaimana perbedaan pendapatan Saudari setelah mendapatkan bantuan
modal usaha ?
“Sebenernya dalam usaha ini saya tidak minta uang orang tua, untuk
pendapatan sebenarnya tergantung situasi, karena saya tdak hanya
menjual boneka wisuda saja tapi juga hyena, aksesoris pernikahan dan
lain lain. Tapi saya pernah mendapatkan pendapatan Rp 750.000 hingga
Rp 5.000.000 dari orderan yang ada. Sebelumnya hanya Rp 50.000 – Rp
100.000 dari berjualan makanan di kampus.”
6. Untuk program UHAMKA MEE, apakah program ini membuat Saudari
menjadi mengalami perubahan atau peningkatan ?
“Iya Alhamdulillah saya mengalami perubahan, sebelumnya saya minta
ke orang tua sekarang saya bisa membelikan perhiasan buat orang tua
dari hasil usaha saya ini supaya berkah juga harta saya.”
7. Bagaimana harapan Saudari untuk program UHAMKA MEE kedepannya
?
“Ya semoga semakin berkembang, jadi tidak hanya di lingkungan kampus
saja tapi juga keluar kampus, khususnya untuk pemberian modal ini. Jadi
supaya bisa seperti lembaga lain bisa bermanfaat untuk semua.”
56
Dari wawancara tersebut di atas terlihat bahwa LAZISMU UHAMKA telah
memberikan manfaat yang signifikan dalam pemberdayaan Mustahik yang berasal
dari pihak internal UHAMKA melalui Program UHAMKA MEE. Sehingga
Mustahik yang berhasil, merasakan manfaat dari dana zakat produktif berupa
peningkatan pendapatan dan kualitas hidupnya. Dan lebih daripada itu, dalam
penelitian yang dilakukan bahwa Mustahik zakat produktif yang berasal dari pihak
internal kampus bukan merupakan anggota Muhammadiyah. Hal ini membuktikan
bahwa syarat Mustahik zakat produktif yang mengutamakan anggota
Muhammadiyah tidak berlaku bagi Mustahik yang berasal dari internal kampus.
57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis, maka penulis
mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pendistribusian dana zakat produktif untuk Mustahik pada LAZISMU
UHAMKA difokuskan kepada karyawan internal UHAMKA. Kemudian
untuk Mustahik yang berasal dari luar UHAMKA yang ingin mendapatkan
dana bantuan modal dari zakat produktif harus memenuhi persyaratan
yang ditentukan dan harus merupakan anggota Muhammadiyah. Karena
pihak lembaga sangat berhati – hati terhadap penyaluran zakat produktif
dan pihak lembaga juga ingin memberikan manfaatnya untuk internal
UHAMKA. Selain itu lembaga ini juga lebih fokus terhadap program yang
bersifat konsumtif, yaitu program UHAMKA SMART yang berupa
beasiswa. Namun untuk mustahik yang berasal dari pihak internal kampus
atau karyawan syarat anggota Muhammadiyah tidak berlaku.
2. Mekanisme yang dilakukan LAZISMU UHAMKA dalam menjalankan
program UHAMKA MEE dalam memberdayakan Mustahik adalah
perencanaan, pelaksanaan dan monitoring. Dalam perencanaan pihak
lembaga melakukan maping wilayah dan survei Mustahik, dilanjutkan
dengan rapat koordinasi dengan pihak LAZISMU Pusat untuk menentukan
kebijakannya, dan juga pemberian modal kepada Mustahik sebesar Rp.
2.000.000 untuk perorangan dan Rp.25.000.000 untuk kelompok. Adapun
dalam pelaksanannya pihak lembaga memilih delapan orang Mustahik
perorangan dan satu kelompok usaha. Adapun untuk domisili Mustahik.
berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya, karena memang penerima
manfaat zakat produktif ini yang diutamakan adalah karyawan UHAMKA.
Yang terakhir adalah monitoring yang bertujuan untuk melihat sejauh
mana perkembangan dalam pemberdayaan Mustahik.
3. Untuk dampak dari pendayagunaan zakat produktif melalui program
UHAMKA MEE dalam pemberdayaan Mustahik, mereka yang
58
mengalami peningkatan pendapatan setelah diberikan bantuan modal,
sekitar 62% Mustahik yang mengalami peningkatan pendapatan. Maka
dapat dikatakan pendayagunaan zakat produktif dengan program
UHAMKA MEE dalam pemberdayaan Mustahik yang dilakukan
LAZISMU UHAMKA cukup baik, karena mampu meningkatkan
pendapatan 5 dari 8 orang Mustahik perseorangan. Adapun untuk
mustahik yang dalam bentuk kelompok usaha mengalami kegagalan
karena faktor cuaca dan alam.
B. SARAN
Untuk pengembangan kedepannya, penulis memberikan beberapa saran untuk
pihak LAZISMU UHAMKA. Adapun sarannya sebagai berikut :
1. Baiknya pihak LAZISMU UHAMKA dalam mendistribusikan dana zakat
produktifnya tidak hanya untuk karyawan UHAMKA saja, namun juga
kepada warga sekitar kampus. Begitupun untuk Mustahik dari luar kampus
yang ingin mendapatkan bantuan modal, agar tidak terfokus kepada
anggota Muhammadiyah saja, tetapi juga semua umat Islam yang
memerlukan dana, yang pada akhirnya manfaat dana zakat produktif dari
LAZISMU UHAMKA bisa dirasakan oleh semua golongan.
2. Agar lebih memperhatikan domisili para Mustahik, dan mengutamakan
Mustahik yang berdomisili sesuai wilayah kerja lembaga. Karena jika
dikaitkan dengan PMA No.52 Tahun 2014 tentang Syarat Pendayagunaan
Zakat, dimana salah satu syaratnya yaitu domisili Mustahik harus berada
di wilayah kerja lembaga. LAZISMU UHAMKA merupakan lembaga
zakat yang bertempat di Kebayoran Baru Jakarta Selatan, namun ada
beberapa Mustahik yang berdomisili di luar Jakarta.
3. Untuk penentuan Mustahik kedepannya agar lebih selektif, baik dari aspek
Mustahik ataupun wilayah. Kemudian juga dengan mengadakan pelatihan
manajemen keuangan untuk para mustahik sebelum pelaksanaan program.
Agar kegagalan usaha yang telah terjadi tidak terulang kembali dan tujuan
dari pendayagunaan zakat produktif dalam pemberdayaan mustahik
berjalan sesuai rencana.
59
4. Khusus untuk pemberian bantuan usaha berkelompok perlu menjadi
perhatian khusus. Jika usahanya berupa sektor peternakan dan pertanian
maka agar lebih memperhatikan faktor cuaca dan alam, sehingga tidak
terulang dalam kegagalan yang sama, tetapi dana zakat benar – benar
produktif dan konstruktif.
60
DAFTAR PUSTAKA
Al Arif, M Nur Rianto. Teori Makro Ekonomi Islam (Konsep, Teori, dan
Analisis), Jakarta : Alfabeta, 2010.
Amalia, Euis. Keadilan Distributif Dalam Ekonomi Islam, Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2009.
Asnainu. Zakat Produktif Dalam Perspektif Hukum Islam, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2008.
Ayunintyas, Dumilah. Perencanaan Strategis Untuk organisasi Pelayanan
Kesehatan, Jakarta : PT Raja Grafindo Usaha, 2008)
Az-Zuhaili, Wahbah. Fiqih Islam Wa Adilatuhu. Jakarta : Gema Insani , 2011.
Chapra, Umer. Islam dan Pembangunan Ekonomi. Jakarta : Gema Insani Press
dan Tazkia Institute, 2000.
Daradjat, Zakiah. Zakat Pembersih Harta dan Jiwa. Bandung : CV Ruhana, 1991.
Daud Ali, Mohammad. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta : UI
Press, 1998.
Departemen Agama RI. Al Quran dan Terjemahnyai. Semarang : CV Toha Putra,
Edisi Revisi 1989.
Departemen Agama. Peraturan Menteri Agama Tentang Syarat dan Tata Cara
Penghitungan Zakat Mal dan Zakat Fitrah Serta Pendayagunaanniii Zakat
Untuk Usaha Produktif. Permen Agama No.52 Tahun 2014.
F Mas’udi, Masdar; Djamil, Fathurrahaman; Hafidhudin, Didin; Musdah, Siti.
Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS : Menuju Efektifitas Pemnafaatan
Zakat Infak Sedekah. Jakarta : PIRAMEDIA, 2004.
Fakhruddin. Fiqih dan Manajemen Zakat di Indonesia. Malang : UIN-Malang
Press, 2008.
Hafidhuddin, Didin. Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani
Press, 2004.
Harahap, Sumuran. Kajian Zakat Berdasarkan Al – Quran. Tangerang : Gaung
Persada Press Group, 2017.
Harahap, Sumuran. Wakaf Uang dan Prospek Ekonominya di Indonesia, Jakarta :
Mitra Abadi Press, 2012.
61
Ismail, Fauzan. 2015. Kesejahteraan Sosial dan Problema Pembangunan.
Kompas, 24 Juni 2015.
Kementerian Agama RI, Pedoman Zakat Seri Sembilan, Jakarta : Bagian Proyek
Peningkatan Zakat dan Wakaf, 2002.
Lili Bariadi, Muhammad Zen, M Hudri. Zakat dan Wirausaha. Jakarta. 2005
CED.
M Hawkins, Joyce. Kamus Dwi Bahasa Inggris – Indonesia, Indonesia – Inggris,
Jakarta : Erlangga, 1996)
M, Nanih; Ahmad S, Agus. Pengembangan Masyarakat Islam. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya, 2001.
Mahmud, Abdul Hamid. Ekonomi Zakat (sebuah kajian moneter dan keuangan
syariah) Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006.
Midgley, James. Pembangunan Sosial : Perspektif Pembangunan Dalam
Kesejahteraan Sosial, Jakarta : Disperta Islam Depag RI, 2005)
Mufraini, M Arief. Akuntansi dan Manajemen Zakat. Jakarta : Kencana, 2012.
Najib, Tuti Alawiyah. Revitalisasi Filantropi Islam : Studi Kasus Lembaga Zakat
dnan Wakaf di Indonesia. Jakarta : PBB Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2005.
Novarini; Huda, Nurul; Mardoni, Yosi dan Permatasari, Citra. Zakat Perspektif
Mikro-Makro Pendekatan Riset. Jakarta : Prenadamedia Group, 2015.
Nuruddin Mhd, Ali. Zakat Sebagai Instrument Kebijakan Fiskal. Jakarata : Raja
Grafindo Persada, 2006.
Nurul Bariyah, Oneng. Total Quality Management Zakat : Prinsip dan Praktik
Pemberdayaan Ekonomi, Jakarta : Wahana Kardofa FAI UMJ, 2012.
Qadhawi, Yusuf. 2006. Spektrum Zakat Dalam Membangun Ekonomi Kerakyatan.
Cetakan I. Jakarta : Zikrul Hakim.
Rahardjo, Dawam. Islam dan Transformasi Sosial – Ekonomi. Jakarta : LSAF,
1999.
Republik Indonesia, 2011 Undang – undang Pengelolaan Zakat, Jakarta :
Sekretariat Negara.
62
Rukminto Adi, Isbandi. Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas. Jakarta : Fakultas Ekonomi UI, 2000.
Shaleh, Chabib. Dialketika Pembangunan dan Pemberdayaan. Bandung :
Fokusmedia, 2014.
Shalih Al Utsaimin, Muhammad bin. Fiqih Zakat Kontemporer (Soal Jawab
Ihwal Zakat Dari Yang Klasik Hingga Terkini). Surakarta : Al Qowam,
2011.
Sudewo, Eri. Manajemen Zakat (Tinggalkan 15 Tradisi Tetapkan 4 Prinsip
Dasar). Ciputat : Institut Manajemen Zakat, 2004.
Sudirman. Zakat Dalam Pusaran Arus Modernitas, Malang : UIN – Malang Press,
2007.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung : CV
Alfabeta, 2009.
Tjokrowinoto, Moeljarto. Pembangunan (Dilema dan Tantangan), Yogyakarta :
Pustaka Pelajar, 1996.
Wibisono, Yusuf. Mengelola Zakat Indonesia. Jakarta : Prenadamedia Grup,
2015.
Wawancara dengan Bapak Tatang Ruchiyat selaku Manajer Divisi Pendidikan
dan Pelatihan LAZISMU Pusat di Kantor LAZISMU Menteng Jakarta,
pada tanggal 17 Juli 2017.
Wawancara dengan Bapak Mohammad Eko selaku Staf Fundraising dan Program
LAZISMU UHAMKA di sekitar lingkungan UHAMKA Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan pada tanggal 17 Juli 2017.
Wawancara dengan Saudari Nurul Syifa selaku penerima manfaat bantuan modal
zakat produktif di Gandaria City, Kebayoran Baru, Jakarta pada tanggal 15
Agustus 2017.
JURNAL DAN INTERNET
Setiawati, Agus. Dan Khairani, Tuti. Februari 2014, Optimalisasi Pengelolaan
Zakat, Infak / Sedekah, Terhadap Proses Kemandirian Masyarakat (Studi
63
Pada Lembaga Amil Zakat Swadaya Ummah Pekanbaru), Volume 1, No. 1,
http://jom.unri.ac.id/index.php/JOMFSIP/search/results , 1 November 2016.
Hidayat Aji Pambudi, 2013 “Peranan zakat produktif dalam pemberdayaan
masyarakat miskin (studi kasus pada Badan Amil Zakat Kabupaten
Kebumen)”. vol.12 no.2 Fokus bisnis 2013
http://journal.stieputrabangsa.ac.id/index.php/fokbis/issue/view/3 10
Januari 2017
http://www.baznas.go.id
http://www.lazismuuhamka.ac.id