PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN...

95
PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah Oleh: ABDUL WAHAB NIM: 2103094 JURUSAN SIYASAH JINAYAH FAKULTAS SYARI’AH IAIN WALISONGO SEMARANG 2010

Transcript of PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN...

Page 1: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG

PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA

KAFIR DZIMMY

SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Melengkapi Syarat

Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 Dalam Ilmu Syari’ah

Oleh:

ABDUL WAHAB NIM: 2103094

JURUSAN SIYASAH JINAYAH

FAKULTAS SYARI’AH

IAIN WALISONGO SEMARANG

2010

Page 2: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)
Page 3: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)
Page 4: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

MOTTO

تأخذكم ي فاجلدوا كل واحد منهما مئة جلدة والالزانية والزان دهشليم الآخر وواليون بالله ومنؤت مأفة في دين الله إن كنتا ربهم

مننيؤالم نا طائفة ممهذاب٢:النور(ع( Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka

deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah betas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur: 2)."

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993, hlm. 543. .

Page 5: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

PERSEMBAHAN

Dalam perjuangan mengarungi samudra Ilahi tanpa batas, dengan keringat

dan air mata kupersembahkan karya tulis skripsi ini teruntuk orang-orang yang

selalu hadir dan berharap keindahan-Nya. Kupersembahkan bagi mereka yang

tetap setia berada di ruang dan waktu kehidupan ku khususnya buat: o Bapak dan Ibuku tercinta (Bapak H. Saroni dan Ibu Hj. Taripah) yang

telah mengenalkan ku pada sebuah kehidupan dengan sebuah kasih

sayang yang tak bertepi Dalam diri beliau kutemui contoh sosok orang

tua yang sangat hebat.

o Kakak dan adikku serta seluruh keluarga ku tercinta, semoga kalian

temukan istana kebahagiaan di dunia serta akhirat, semoga semuanya

selalu berada dalam pelukan kasih sayang Allah SWT.

o Teman-teman Fak Syariah Jurusan Siyasah Jinayah.

Penulis

Page 6: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

DEKLARASI

Dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab,

penulis menyatakan bahwa skripsi ini tidak

berisi materi yang telah pernah ditulis oleh

orang lain atau diterbitkan, kecuali informasi

yang terdapat dalam referensi yang dijadikan

bahan rujukan.

Semarang, 13 Pebruari 2010

Deklarator,

ABDUL WAHAB NIM: 2103094

Page 7: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

ABSTRAK Perzinaan merupakan perbuatan yang sangat tercela karena selain

bertentangan dengan agama juga bertentangan dengan hukum dan adat istiadat masyarakat. Dampak dari perzinaan sangat besar baik bagi pelakunya maupun bagi masyarakat. Atas dasar itu agama Islam menciptakan hukuman bagi pelaku perzinaan yaitu rajam bagi yang telah menikah dan dicambuk 100 kali bagi yang belum menikah. Akan tetapi masalah yang muncul adalah apakah orang di luar Islam seperti kafir zimmy dapat dihukum dengan hukuman yang sama? dan karenanya muncul pertanyaan, apa latar belakang pendapat Syafi'i bahwa pelaku zina kafir dzimmy dapat dikenakan hukum rajam? Bagaimana metode istinbat hukum Syafi'i tentang pelaku zina kafir dzimmy dapat dikenakan hukum rajam? Apakah penerapan pendapat Syafi'i tentang hukuman bagi pelaku zina kafir dzimmy dalam konteks negara Islam?

Metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian library research. Sebagai data primer yaitu karya-karya Imam Al-Syafi'i yaitu kitab Al-Umm dan al-Risalah dan data sekunder, yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul di atas. Untuk menganalisis data yang telah terkumpul, maka peneliti menggunakan metode deskriptif analitis dan historical approach yaitu suatu periodesasi atau tahapan-tahapan yang ditempuh untuk suatu penelitian sehingga dengan kemampuan yang ada dapat mencapai hakikat sejarah. Menurut Bambang Sunggono, penelitian historis pada umumnya bertujuan untuk membuat rekonstruksi secara sistematis dan obyektif dari kejadian atau peristiwa di masa lalu, dengan cara mengumpulkan, mengevaluasi, memverifikasi, serta mensintesiskan data-data untuk menegakkan fakta dengan kesimpulan yang kuat (sahih).

Hasil dari pembahasan menunjukkan bahwa menurut Imam Syafi'i bahwa pelaku zina kafir dzimmy dapat dikenakan hukum rajam. Dalam hal ini Imam Syafi'i tidak mensyaratkan Islam, karena dalam perspektif Imam Syafi'i bahwa orang kafir dzimmy yang melakukan zina bisa dikenakan hukum rajam. Menurut penulis, jika kafir dzimmy yang melakukan perzinaan tidak dikenakan hukum rajam, sedangkan perbuatannya bisa menularkan penyakit, maka perbuatan zina kafir dzimmy akan meresahkan umat Islam dan posisi umat Islam sangat dirugikan. Perzinaan jika dibiarkan akan merusak sendi-sendi moral dan akhlaq yang pada akhirnya bisa merusak generasi umat Islam. Dengan demikian terasa adil apabila kafir dzimmy dikenakan hukum rajam. Dalam hubungannya dengan hukum rajam bagi pelaku zina kafir dzimmy, Imam Syafi'i menggunakan metode istinbat hukum yaitu al-Qur'an, yaitu surat al-Maidah ayat 42 dan 48, serta hadis riwayat dari Abu ath-Thahir dari Abdullah bin Wahb dari Rijal dari ahlul ilmi dari Malik bin Anas. Hadis riwayat Muslim.

Page 8: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang maha pengasih dan penyayang, bahwa atas

taufiq dan hidayah-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi

ini.

Skripsi yang berjudul: “PENDAPAT IMAM SYAFI'I TENTANG

PEMBERLAKUAN HUKUM RAJAM BAGI PEZINA KAFIR ZIMMY” ini

disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata

Satu (S.1) Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo

Semarang.

Dalam penyusunan skripsi ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan

saran-saran dari berbagai pihak sehingga penyusunan skripsi ini dapat

terselesaikan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Muhyiddin, M.Ag selaku Dekan Fakultas Syari’ah IAIN

Walisongo Semarang.

2. Bapak Prof. Dr. Mujiono, M.A selaku Dosen Pembimbing I dan Bapak

H.A. Furqon, Lc, MA selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Bapak Pimpinan Perpustakaan Institut yang telah memberikan izin dan

layanan kepustakaan yang diperlukan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Para Dosen Pengajar di lingkungan Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo,

yang telah membekali berbagai pengetahuan sehingga penulis mampu

menyelesaikan penulisan skripsi.

5. Seluruh Staff Fakultas Syari'ah yang telah banyak membantu dalam

akademik.

Akhirnya hanya kepada Allah penulis berserah diri, dan semoga apa yang

tertulis dalam skripsi ini bisa bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan para

pembaca pada umumnya. Amin.

Penulis

Page 9: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... ii

HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ................................................................................ iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................ v

DEKLARASI ............................................................................................. vi

ABSTRAK ............................................................................................... vii

KATA PENGANTAR................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................. ix

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................. 5

C. Tujuan Penulisan ................................................................. 6

D. Telaah Pustaka .................................................................... 6

E. Metode Penulisan................................................................. 9

F. Sistematika Penulisan ......................................................... 12

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG ZINA DAN HUKUMAN

A. Zina .................................................................... 14

1. Pengertian Zina.............................................................. 14

2. Klasifikasi Zina.............................................................. 19

3. Unsur-Unsur Zina .......................................................... 27

B. Hukuman .................................................................... 33

1. Pengertian dan Dasar-Dasar Penjatuhan Hukuman ........... 33

2. Tujuan Hukuman ............................................................. 35

3. Macam-Macam Hukuman dan Pelaksanaannya ................ 39

Page 10: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

BAB III : PENDAPAT SYAFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN

HUKUMAN RAJAM BAGI PEZINA KAFIR ZIMMY

A. Biografi Syafi’i, Pendidikan dan Karyanya .......................... 44

B. Pendapat Syafi'i tentang Pemberlakuan Hukuman Rajam

bagi Kafir zimmy ................................................................ 51

C. Istinbat Hukum Syafi'i tentang Pemberlakuan

Hukuman Rajam bagi Kafir zimmy...................................... 59

BAB IV: ANALISIS PENDAPAT SYAFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN

HUKUMAN RAJAM BAGI PEZINA KAFIR DZIMMY

A. Pendapat Syafi'i tentang Pemberlakuan Hukuman Rajam

bagi Kafir zimmy................................................................. 68

B. Istinbat Hukum Syafi'i tentang Pemberlakuan

Hukuman Rajam bagi Kafir zimmy...................................... 79

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................... 88

B. Saran-saran .......................................................................... 89

C. Penutup................................................................................ 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Page 11: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perzinaan merupakan perbuatan yang sangat tercela karena selain

bertentangan dengan agama juga bertentangan dengan hukum dan adat istiadat

masyarakat. Dampak dari perzinaan sangat besar baik bagi pelakunya maupun

bagi masyarakat. Atas dasar itu agama Islam menciptakan hukuman bagi

pelaku perzinaan yaitu rajam bagi yang telah menikah dan dicambuk 100 kali

bagi yang belum menikah. Akan tetapi masalah yang muncul adalah apakah

orang di luar Islam seperti kafir zimmy dapat dihukum dengan hukuman yang

sama?

Menariknya mengungkap persoalan zina dalam konteksnya dengan

kafir zimmy adalah karena al-Qur'an telah banyak menjelaskan tentang hukum-

hukum pidana berkenaan dengan masalah-masalah kejahatan termasuk

persoalan zina. Dalam hukum pidana Islam (fiqh jinayah), tindak pidana

(jarimah/delik) dibagi menjadi tiga macam : 1) tindak pidana yang sanksinya

dominan ditentukan oleh Allah, disebut jarimah hudud, 2) tindak pidana yang

sanksinya dominan ditentukan oleh Allah, tetapi haknya lebih ditekankan

kepada manusia, disebut jarimah qishas-diyat, dan 3) tindak pidana yang

sanksinya merupakan kompetensi pemerintah untuk menentukannya, disebut

jarimah ta'zir.1

1Abd al-Qadir Audah, al-Tasyri' al-Jina'i al-Islamy, Juz I, Mesir: Dar al-Fikr al-Araby,

tth, hlm. 78.

Page 12: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Jarimah hudud adalah suatu jarimah (tindak pidana) yang diancam

padanya hukuman hadd, yaitu hukuman yang telah ditentukan macam dan

jumlahnya oleh Allah Swt. jarimah hudud ada 7 (tujuh) macam, yaitu : zina,

qadzaf (menuduh berzina), sukr (minum-minuman keras), sariqah

(pencurian), hirabah (perampokan), riddah (keluar dari Islam) dan bughah

(pemberontakan).2

Berdasarkan keterangan tersebut menunjukkan bahwa jarimah zina

merupakan perbuatan yang diancam dengan hukuman hadd.

Selama ini telah terjadi penyimpangan seks, dan penyimpangan seks

berkembang dalam bentuk perzinaan. Allah Swt berfirman:

)٣٢: اإلسراء(شة وساء سبیال وال تقربوا الزنى إنھ كان فاح

Artinya: "Dan janganlah kalian dekati zina. Sesungguhnya perzinaan itu perbuatan keji dan jalan hidup yang buruk." (Al-Isra: 32).3

Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1) dera

seratus kali, dan (2) rajam. Landasan hukuman bagi pelaku zina muhsan

adalah hadiś Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Ubadah ibn Ash-Shamit

bahwa Rasulullah saw bersabda:

أخبرنا بشر بن عمر الزھراني حدثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن الحسن عن حطان بن ابن الصامت أن رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم قال خذوا عني خذوا عبد اهللا عن عبادة

عني قد جعل اهللا لھن سبیال البكر بالبكر والثیب بالثیب البكر جلد مائة ونفي سنة والثیب 4)الترمذى(جلد مائة والرجم

Artinya: "Telah mengabarkan kepada kami dari Bisri bin Umar Zahroniy dari

2Ibid., hlm. 79. 3Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya:

DEPAG RI, 1978, hlm. 429. 4CD program Mausu'ah Hadiś al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software

Company

Page 13: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Hammad bin Salamah dari Qatadah dari al-Hasan dari Khittan bin Abdullah dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda Allah telah memberikan jalan ke luar bagi mereka (pezina), jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratus kali dan rajam"

Perzinaan merupakan perbuatan tercela dan merusak sendi-sendi

agama dan moral serta meruntuhkan seluruh norma dan tatanan kehidupan

masyarakat.5 Dalam pandangan Quraish Shihab bahwa seks dalam pandangan

Islam adalah sesuatu yang suci.6 Namun dengan adanya perzinaan maka seks

menjadi sesuatu yang kotor, menjijikkan dan menimbulkan berbagai penyakit

yang membahayakan kehidupan manusia. Atas dasar itu, semua agama langit

mengharamkan dan memerangi perzinaan. Dalam kitab Taurat, Injil masalah

perzinaan sangat dilarang. Dalam kitab Injil perjanjian lama ditegaskan

janganlah berzina.7

Agama Islam, yang dengan sangat keras melarang dan mengancam

pelakunya. Demikian itu karena zina menyebabkan simpang siurnya

keturunan, terjadinya kejahatan terhadap keturunan, dan berantakannya

keluarga. Bahkan hingga menyebabkan tercerabutnya akar kekeluargaan,

menyebarnya penyakit menular, merajalelanya nafsu, dan maraknya

kebobrokan moral.8

Lalu bagaimana bagi kafir zimmy muhsan, apa baginya berlaku

5http://anived.multiply.com/journal/item/54/Kasus_Pemerkosaan_Pekerja_Indonesia_di_

Malaysia, diakses tgl 5 Maret 2009 6Quraish Shihab, Mistik, Seks, dan Ibadah, Jakarta: Republika, 2004, hlm. 2. 7Lembaga al-Kitab, al-Kitab (Perjanjian Lama: Keluaran 20: 14), Jakarta: Lembaga al-

Kitab Indonesia, 1988, hlm. 90 8Yusuf Qardawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1986, hlm.

134.

Page 14: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

hukuman yang sama yaitu dirajam? Dalam hal ini Imam Syafi'i menetapkan

hukuman rajam juga berlaku bagi kafir zimmy, karena Imam Syafi'i dalam

kitabnya al-Umm menyatakan sebagai berikut:

وحكم رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم في یھودیین زنیا رجمھما وھذا معنى : قال الشافعىوأن "ومعنى قول اهللا تبارك وتعالى " وإن حكمت فاحكم بینھم بالقسط"قولھ عز وجل

9" أحكم بینھم بما أنزل اهللا

Artinya: Syafi'i berkata: Rasulullah Saw menghukumi dua orang Yahudi yang berzina untuk merajam keduanya, dan ini pengertian firmannya Azza wa Jalla (yang artinya): "Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil" (Al-Maidah/5: 42). Dan pengertian firman Allah Tabaraka wa Ta'ala (yang artinya) "dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah".

Signifikansi judul ini sebagai berikut: pertama, jika kafir zimmy yang

melakukan perzinaan tidak dikenakan hukum rajam, sedangkan perbuatannya

bisa menularkan penyakit, maka perbuatan zina kafir zimmy akan meresahkan

umat Islam dan posisi umat Islam sangat dirugikan. Kedua, perzinaan jika

ditolerir akan merusak sendi-asendi moral dan akhlaq yang pada akhirnya bisa

merusak generasi umat Islam. Dengan demikian terasa adil apabila kafir

zimmy dikenakan hukum rajam.

Berdasarkan keterangan tersebut, penulis hendak meneliti pendapat

Imam Syafi'i tersebut. Bertolak dari pernyataan Imam Syafi'i di atas, peneliti

terdorong mengangkat tema ini dengan judul: Pendapat Imam Syafi'i tentang

Pemberlakuan Hukum Rajam bagi Pezina Kafir Zimmy.

9Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 6, Beirut: Dâr al-

Kutub al-Ilmiah, tth, hlm 150.

Page 15: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

B. Perumusan Masalah

Rumusan masalah yang menjadi latar belakang di atas, sebagai berikut:

1. Apa latar belakang pendapat Syafi'i bahwa pelaku zina kafir zimmy dapat

dikenakan hukum rajam?

2. Bagaimana istinbat hukum Syafi'i tentang pelaku zina kafir zimmy dapat

dikenakan hukum rajam?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kajian ini adalah

Untuk mengetahui latar belakang pendapat Syafi'i bahwa pelaku zina kafir

zimmy dapat dikenakan hukum rajam.

Untuk mengetahui istinbat hukum Syafi'i tentang pelaku zina kafir dzimy

dapat dikenakan hukum rajam.

D. Telaah Pustaka

Berdasarkan penelitian terhadap literatur yang ada ditemukan adanya

judul skripsi yang hampir sama tapi konteks dan tokohnya berbeda dengan

skripsi yang sedang penulis susun. Skripsi yang dimaksud hanya ada dua yang

temanya mirip dengan skripsi yang sekarang yaitu:

Pertama, skripsi yang disusun oleh M. Irkhammudin Sholeh (NIM:

2199205 IAIN Walisongo) dengan judul Analisis Hukum Islam Terhadap

Putusan Pengadilan Negeri Pemalang Nomor 98/Pid.B/2000 PN.PML

tentang Tindak Pidana Perzinaan Secara Berlanjut. Skripsi ini menggunakan

Page 16: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

jenis penelitian kualitatif dengan sumber data diperoleh dari field research

(penelitian lapangan) dan library research (penelitian kepustakaan).

Sedangkan metode analisisnya menggunakan metode deskriptif analisis.

Menurut penyusun skripsi ini bahwa terhadap kejahatan

perzinahan/kesusilaan, ancaman hukuman berdasarkan KUHP tidak sampai

seberat dan sebijak Hukum Pidana Islam. Bandingkan dengan apa yang

disebut kejahatan terhadap kesusilaan pasal 281, 282, 283, dan pasal 284, 285

KUHP, serta lainnya. Dalam pasal tersebut, tidak terlihat adanya ancaman

berupa pendidikan seperti tersirat dalam hukum pidana Islam, baik bagi yang

bersangkutan, maupun masyarakat. Kejahatan perzinaan tidak dapat diberikan

pemaafan, seperti halnya kejahatan lain. Sebagaimana disebutkan dalam al-

Qur'an Surat al-Baqarah/2: 178. Namun, bukan mustahil dapat pengampunan

illahi sebagaimana terbukti tidak mau menerima pengakuan, kecuali memberi

kesempatan bertobat atau bukan.

Kedua, skripsi yang disusun oleh Sayidatul Fadlilah (NIM: 3100238

IAIN Walisongo) dengan judul Larangan perzinaan dalam Islam dan

Implikasinya terhadap Pendidikan Akhlak Anak. Skripsi ini menggunakan

jenis penelitian kualitatif dengan sumber data diperoleh dari library research

(penelitian kepustakaan). Sedangkan metode analisisnya menggunakan

metode deskriptif analisis. Menurut penyusun skripsi ini bahwa zina adalah

hubungan kelamin antara laki-laki dengan perempuan tanpa adanya ikatan

perkawinan yang sah dan dilakukan dengan sadar serta tanpa adanya unsur

subhat. Delik perzinaan ditegaskan dalam al-Qur'an dan sunnah.

Page 17: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Hukuman bagi pelaku zina yang belum menikah (ghair muhsan)

didasarkan pada ayat al-Qur'an, yakni didera seratus kali. Sementara bagi

pezina muhsan dikenakan sanksi rajam. Rajam dari segi bahasa berarti

melempari batu. Sedangkan menurut istilah, rajam adalah melempari pezina

muhsan sampai menemui ajalnya. Adapun dasar hukum dera atau cambuk

seratus kali adalah firman Allah dalam surat an-Nur ayat 2.

Ketiga, skripsi yang disusun oleh Choirun Nidzar Alqodari (NIM:

2102247 IAIN Walisongo) dengan judul Studi Analisis Pendapat Syafi'i

tentang Hukuman Isolasi Bagi Pelaku Zina Ghair Muhsan. Skripsi ini

menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan sumber data diperoleh dari

field research (penelitian lapangan) dan library research (penelitian

kepustakaan). Sedangkan metode analisisnya menggunakan metode deskriptif

analisis.

Menurut penyusun skripsi ini bahwa menurut Syafi'i, setiap pezina

ghair muhsan harus dikenakan pengasingan di samping hukuman dera, yakni

bagi laki-laki atau perempuan, merdeka maupun hamba. Pendapat Imam al-

Syafi'i berbeda dengan pendapat Abu Hanifah dan Malik. Menurut Abu

Hanifah dan para pengikutnya, tidak ada pengasingan bagi pezina ghair

muhsan. Sedangkan menurut Malik, pengasingan hanya dikenakan kepada

pezina laki-laki dan tidak dikenakan terhadap pezina perempuan, pendapat ini

juga dikemukakan oleh al-Auza'i. Malik juga berpendapat tidak ada

pengasingan bagi hamba. Dalil yang digunakan Syafi'i adalah hadis yang

diriwayatkan dari Abu Salamah Yahya ibn Khalaf, dari Bisyr ibn al-

Page 18: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Mufaddhal, dari Yahya ibn "Ummarah dari Abu Sa'id al-Khudri dari

Turmudzi

Dari beberapa penelitian di atas menunjukkan bahwa penelitian

terdahulu berbeda dengan penelitian yang akan diteliti, karena penelitian

terdahulu belum mengungkapkan latar belakang pendapat Syafi'i tentang

dikenakannya hukum rajam bagi pelaku zina kafir zimi. Hal ini menunjukkan

tidak ada upaya pengulangan baik secara langsung maupun tidak langsung.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut:10

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data menggunakan penelitian kepustakaan

dengan menggunakan sumber data sebagai berikut:

a. Data Primer, yaitu karya-karya Imam Al-Syafi'i yang berhubungan

dengan judul di atas yaitu Al-Umm dan al-Risalah.

b. Data Sekunder, yaitu literatur lainnya yang relevan dengan judul di

atas, di antaranya: Kitab Imla al-Shagir; Amali al-Kubra; Mukhtasar

al-Buwaithi;11 Mukhtasar al-Rabi; Mukhtasar al-Muzani.12

Siradjuddin Abbas dalam bukunya telah mengumpulkan 97

10Menurut Hadari Nawawi, metode penelitian atau metodologi research adalah ilmu yang memperbincangkan tentang metode-metode ilmiah dalam menggali kebenaran pengetahuan. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991, hlm. 24.

11Ahmad Asy Syurbasy, Al-Aimmah al-Arba'ah, Terj. Futuhal Arifin, "Biografi Empat Imam Mazhab", Jakarta: Pustaka Qalami, 2003, hlm. 144.

12Ali Fikri, Ahsan al-Qashash, Terj. Abd.Aziz MR: "Kisah-Kisah Para Imam Madzhab", Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003, hlm. 109-110

Page 19: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

(sembilan puluh tujuh) buah kitab dalam fiqih Al-Syafi'i. Namun dalam

bukunya itu tidak diulas masing-masing dari karya Al-Syafi'i tersebut.13

Ahmad Nahrawi Abd al-Salam menginformasikan bahwa kitab-kitab Al-

Syafi'i adalah Musnad li Al-Syafi'i; al-Hujjah; al-Mabsuth, al-Risalah, dan

al-Umm.14

2. Teknik Analisis Data

Dalam menganalisis data,15 penulis menggunakan analisis data

kualitatif, yaitu data yang tidak bisa diukur atau dinilai dengan angka

secara langsung (angka statistik).16 Dalam hal ini hendak diuraikan

pemikiran dan latar belakang pendapat Syafi'i tentang dikenakannya

hukum rajam bagi pelaku zina kafir zimmy.

Untuk itu digunakan metode:

a. Deskriptif analitis yakni cara penulisan dengan mengutamakan

pengamatan terhadap gejala, peristiwa dan kondisi aktual di masa

sekarang.17

Skripsi ini merupakan kajian sebuah konsep pemikiran, maka

dengan metode ini dapat digunakan untuk menggambarkan dan

menguraikan secara menyeluruh pemikiran Imam Syafi'i tentang

13Siradjuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi’î, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2004, hlm. 182-186.

14Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 44

15Moh. Nazir. Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia,1999, hlm, 419. 16Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo persada,

1995, hlm. 134. Bandingkan dengan Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001, hlm. 2. Koencaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1970, hlm. 269.

17Tim Penulis Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Pedoman Penulisan Skripsi, Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2000, hlm. 17.

Page 20: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

dikenakannya hukum rajam bagi pelaku zina kafir zimmy. Dengan

pendekatan ini maka corak khas atau karakteristik sang tokoh akan

menjadi penelitian.

b. Historical approach, yaitu suatu periodesasi atau tahapan-tahapan

yang ditempuh untuk suatu penelitian sehingga dengan kemampuan

yang ada dapat mencapai hakikat sejarah.18 Menurut Bambang

Sunggono, penelitian historis pada umumnya bertujuan untuk

membuat rekonstruksi secara sistematis dan obyektif dari kejadian

atau peristiwa di masa lalu, dengan cara mengumpulkan,

mengevaluasi, memverifikasi, serta mensintesiskan data-data untuk

menegakkan fakta dengan kesimpulan yang kuat (sahih).19

Aplikasi metode ini dengan menyelidiki secara kritis latar belakang

socio-kultural pemikiran Imam Syafi'i pada waktu menyusun

karyanya.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi penulis membaginya dalam lima bab dan

diuraikan dalam sub-sub bab, sebagai berikut:

Bab pertama, berisi pendahuluan yang merupakan garis besar dari

keseluruhan pola berpikir dan dituangkan dalam konteks yang jelas serta

padat. Atas dasar itu deskripsi skripsi diawali dengan latar belakang masalah

18Hasan Usman, Metode Penelitian Sejarah, Terj. Muin Umar, et. al, Departemen Agama,

1986, hlm. 16. 19Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2007, hlm. 34.

Page 21: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

yang terangkum di dalamnya tentang apa yang menjadi alasan memilih judul,

dan bagaimana rumusan masalahnya. Dengan penggambaran secara sekilas

sudah dapat ditangkap substansi skripsi. Selanjutnya untuk lebih memperjelas

maka dikemukakan pula tujuan dan manfaat penulisan baik ditinjau secara

teoritis maupun praktis. Penjelasan ini akan mengungkap seberapa jauh

signifikansi tulisan ini. kemudian telaah pustaka, metode penelitian, dan

sistematika penelitian.

Bab kedua tinjauan umum tentang zina dan hukuman yang meliputi

perzinaan (pengertian zina, klasifikasi zina, unsur-unsur zina), hukuman

(pengertian dan dasar-dasar penjatuhan hukuman, tujuan hukuman, macam-

macam hukuman dan pelaksanaannya).

Bab ketiga berisi pendapat Syafi'i tentang pemberlakuan hukum rajam

bagi kafir zimmy yang meliputi biografi Syafi’i, pendidikan dan karyanya

(latar belakang Syafi’i, pendidikan, karyanya), pendapat Syafi'i tentang

pemberlakuan hukum rajam bagi pezina kafir zimmy, metode istinbat hukum

Syafi'i tentang pemberlakuan hukum rajam bagi kafir zimmy.

Bab keempat berisi analisis pendapat Syafi'i tentang pemberlakuan

hadd zina bagi kafir zimmy yang meliputi pendapat Syafi'i tentang

pemberlakuan hukum rajam bagi kafir zimmy, istinbat hukum Syafi'i tentang

pemberlakuan hukum rajam bagi kafir zimmy.

Bab kelima merupakan bab penutup dari keseluruhan rangkaian

pembahasan skripsi ini yang terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.

Page 22: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG ZINA DAN HUKUMAN

A. Zina

1. Pengertian Zina

Kata "zina" dalam bahasa Arab disebut 20,الزنى dalam bahasa

Belanda disebut "overspel"21 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, zina

mengandung makna sebagai berikut:

a). Perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak

terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan);

b) Perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan

dengan seorang perempuan yang bukan isterinya, atau seorang

perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang

bukan suaminya.22

Dalam Kamus Hukum karya Fockema Andreae, zina atau overspel

yaitu persetubuhan yang dilakukan oleh seseorang yang telah menikah

dengan orang yang bukan isterinya atau suaminya. Sampai tanggal 1

oktober 1971, perbuatan itu adalah perbuatan yang dapat dihukum, dapat

dituntut atas pengaduan suami atau isteri yang dihina, dan mengakibatkan

alasan perceraian atau pisah hidup.23

20Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,

Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997, hlm. 588. 21S. Wojowasito, Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,

1992, hlm. 479. 22Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm. 1280. 23Fockema Andreae, Fockema Andrea's Rechtsgeleard Handwoordenboek, Terj. Saleh

Adwinata, et al, "Kamus Istilah Hukum", Bandung: Binacipta, 1983, hlm. 380.

Page 23: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Secara terminologi, zina dirumuskan secara berbeda-beda sesuai

dengan titik berat pendekatan masing-masing. Hal ini tidak berbeda

dengan definisi hukum dalam ilmu hukum Barat pun tidak ada

kesepakatan para ahli tentang apa itu hukum? Kurang lebih 200 tahun

yang lalu Immanuel Kant pernah menulis sebagai berikut: “Noch suchen

die Juristen eine Definition zu ihrem Begriffi von Recht” (masih juga para

sarjana hukum mencari-cari suatu definisi tentang hukum).24 Demikian

pula definisi zina menurut syara masih menjadi perselisihan para ahli

fikih, sesuai dengan pengertian masing-masing menurut sebab penetapan

haramnya

a. Menurut R. Soesilo, zina adalah persetubuhan yang dilakukan oleh

laki-laki atau perempuan yang telah kawin dengan perempuan atau

laki-laki yang bukan isteri atau suaminya.25

b. Menurut A. Rahman I Doi, zina adalah hubungan kelamin antara

seorang lelaki dengan seorang perempuan tanpa ikatan perkawinan.26

c. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairi,

27ى قبل كان أودبرالزنا ھوالوطء المحرم ف

Artinya: "Zina adalah melakukan hubungan seksual yang diharamkan di kemaluan atau di dubur oleh dua orang yang bukan suami isteri".

24C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1986, hlm. 35. 25R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-

Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996, hlm. 209. 26A. Rahman I Doi, Syari'ah the Islamic Law, Terj. Zaimudin dan Rusydi Sulaiman,

"Hudud dan Kewarisan", Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, hlm. 35. 27Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaj al-Muslim, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004,

hlm. 432.

Page 24: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

d. Menurut Ibnu Rusyd,

الزنا فھوكل وطء وقع على غیر نكاح صحیح وال شبھة نكاح وال ملك یمین لة من علماء اإلسالم فان كانوااختلفوا فیماھو شبھة وھذا متفق علیھ بالجم

28تدرأالحدود مما لیس بشبھة دارئة

Artinya: "Zina adalah setiap persetubuhan yang terjadi bukan karena pernikahan yang sah, bukan karena syubhat, dan bukan pula karena pemilikan (budak). Secara garis besar, pengertian ini telah disepakati oleh para ulama Islam, meskipun mereka masih berselisih pendapat tentang mana yang dikatakan syubhat yang menghindarkan hukuman had dan mana pula yang tidak menghindarkan hukuman tersebut."

e. Menurut Imam Syafi'i ء وقع على غیر نكاح صحیحالزنا فھوكل وط

Artinya: zina adalah setiap persetubuhan yang terjadi bukan karena pernikahan yang sah.29

f. Menurut Sayyid Sabiq

ان كل اتصال جنسي قائم على أساس غیر شرعي یعتبر زنا تترتب علیھ 30تھا العقوبة المقررة من حیث إنھ جریمة من الجرائم التي حددت عقوبا

Artinya: "Bahwa semua bentuk hubungan kelamin yang menyimpang dari ajaran agama (Islam) dianggap zina yang dengan sendirinya mengundang hukuman yang telah digariskan, karena ia (zina) merupakan salah satu di antara perbuatan-perbuatan yang telah dipastikan hukumnya."

Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa

perzinaan adalah suatu hubungan seksual melalui pertemuan dua alat vital

antara pria dan wanita di luar ikatan pernikahan untuk keduanya.

Dalam hukum Islam perzinaan dianggap sebagai suatu perbuatan

yang sangat terkutuk dan dianggap sebagai jarimah. Pendapat ini

28Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid, Juz. 2, Beirut: Dar Al-Jiil,

1409 H/1989, hlm. 324. 29Imam Syafi'i, Al-Umm, Juz VI, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 143. 30Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, Jilid II, Kairo: Maktabah Dâr al-Turas, 1980, hlm. 400.

Page 25: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

disepakati oleh ulama, kecuali perbedaan hukumannya. Menurut sebagian

ulama tanpa memandang pelakunya, baik dilakukan oleh orang yang

belum menikah atau orang yang telah menikah, selama persetubuhan

tersebut berada di luar kerangka pernikahan, hal itu disebut sebagai zina

dan dianggap sebagai perbuatan melawan hukum. Juga tidak mengurangi

nilai kepidanaannya, walaupun hal itu dilakukan secara sukarela atau suka

sama suka. Meskipun tidak ada yang merasa dirugikan, zina dipandang

oleh Islam sebagai pelanggaran seksualitas yang sangat tercela, tanpa

kenal prioritas dan diharamkan dalam segala keadaan.31

Anggapan seperti ini sangat jauh berbeda dengan pandangan

hukum positif yang bersumber dari hukum Barat. Dalam hukum positif,

zina tidak dianggap sebagai suatu pelanggaran dan tentu tidak dihukum,

selama tidak ada yang merasa dirugikan. Menyandarkan suatu perbuatan

sebagai tindak pidana hanya karena akibat kerugian semata, hukum positif

mengalami kesulitan membuktikan, siapa yang merugi dalam kasus

seperti ini. 32 Sebagai salah satu jarimah kesusilaan, sangat sulit

dibuktikan unsur kerugiannya apalagi kalau dilakukan dengan kerelaan

kedua belah pihak.

KUHP memang menganggap bahwa persetubuhan di luar

perkawinan adalah zina, namun tidak semua perbuatan zina dapat

dihukum. Perbuatan zina yang memungkinkan untuk dihukum adalah

31Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: CV Pustaka Setia,

2000, hlm. 69. 32Di beberapa negara selain Belanda, misalnya Inggris, Amerika Serikat, Perancis dan

lain-lain, zina sebagai delik telah dihapus.

Page 26: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

perbuatan zina yang dilakukan oleh laki-laki maupun wanita yang telah

menikah sedangkan zina yang dilakukan laki-laki maupun wanita yang

belum menikah tidak termasuk dalam larangan tersebut. Pasal 284 ayat (I)

ke. I a dan b: Penuntutan terhadap pelaku zina itu sendiri hanya dilakukan

atas pengaduan dari salah satu pasangan yang terlibat dalam kasus ini,

atau mereka yang merasa tercemar akibat perbuatan tersebut.33

Oleh karena itu, kalau mereka semua diam, tidak ada yang merasa

dicemari atau tidak merasa dirugikan, mereka dianggap melakukannya

secara sukarela dan tentu tidak dihukum. Hukum positif menganggap

kasus perzinaan sebagai delik aduan, artinya hanya dilakukan penuntutan

manakala ada pengaduan dari pihak yang merasa dirugikan. Pengaduan itu

pun masih dapat ditarik selama belum disidangkan (Pasal 284 ayat 4).

Kecuali untuk masalah perkosaan karena perkosaan menunjukkan secara

jelas adanya kerugian, Pasal 285 KUHP. Dalam kasus perkosaan, ada

pemaksaan untuk melakukan perzinaan, baik dengan kekerasan maupun

ancaman kekerasan.34

Dalam syari'at Islam, hukum zina yang sudah menikah dan yang

belum menikah, perzinaan bukan saja suatu perbuatan yang dianggap

jarimah. Lebih dari itu, perzinaan dikategorikan sebagai suatu tindak

pidana yang termasuk dalam kelompok jarimah hudud, yaitu kelompok

jarimah yang menduduki urutan teratas dalam hirarki jarimah-jarimah.

33Rahmat Hakim, op.cit., hlm. 70. 34Lebih rinci dapat dilihat PAF. Lamintang, Delik-Delik Khusus: Tindak Pidana-Tindak

Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-Norma Kepatutan, Bandung: CV Mandar Maju, 1990, hlm. 92 - 96 dan 108.

Page 27: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Kelompok jarimah hudud ini mengancamkan pelakunya dengan hukuman

yang sangat berat, dan rata-rata berupa hilangnya nyawa, paling tidak

hilangnya sebagian anggota tubuh pelaku jarimah.

2. Klasifikasi Zina

Menurut Syeikh al-Allamah Muhammad bin Abdurrahman ad-

Dimasyqi, para imam mazhab sepakat bahwa zina merupakan perbuatan

keji yang besar, yang mewajibkan had atas pelakunya. Hukuman had itu

berbeda-beda menurut macam perzinaan itu sendiri, karena perbuatan zina

terkadang dilakukan oleh orang-orang yang belum menikah, seperti jejaka

atau gadis, dan kadang-kadang dilakukan juga oleh muhsan, seperti orang

yang sudah menikah, duda, atau janda.35 Atas dasar itu ditinjau dari segi

pelakunya, maka perzinaan dapat diklasifikasikan: (1) zina muhsan; (2)

zina ghair muhsan.

1. Zina muhsan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan

yang sudah berkeluarga (bersuami/beristeri). Hukuman untuk pelaku

zina muhsan ini ada dua macam: (1) dera seratus kali, dan (2) rajam.

Landasan had zina muhsan adalah hadiś Rasulullah saw yang

diriwayatkan oleh Ubadah ibn Ash-Shamit bahwa Rasulullah saw

bersabda:

أخبرنا بشر بن عمر الزھراني حدثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن الحسن عن وسلم حطان بن عبد اهللا عن عبادة ابن الصامت أن رسول اهللا صلى اهللا علیھ

قال خذوا عني خذوا عني قد جعل اهللا لھن سبیال البكر بالبكر والثیب بالثیب

35Syekh Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-Aimmah, Terj. Abdullah Zaki al-Kaf, "Fiqih Empat Mazhab", Bandung: Hasyimi Press, 2004, hlm. 454.

Page 28: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

36)الترمذى(البكر جلد مائة ونفي سنة والثیب جلد مائة والرجم Artinya: "Telah mengabarkan kepada kami dari Bisri bin Umar

Zahroniy dari Hammad bin Salamah dari Qatadah dari al-Hasan dari Khittan bin Abdullah dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda Allah telah memberikan jalan ke luar bagi mereka (pezina), jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratus kali dan rajam".

2. Zina ghair muhsan adalah zina yang dilakukan oleh laki-laki dan

perempuan yang belum berkeluarga. Hukuman untuk zina ghair

muhsan ini ada dua macam, yaitu

1) dera seratus kali, dan

2) pengasingan selama satu tahun.

Apabila jejaka dan gadis melakukan perbuatan zina, mereka

dikenai hukuman dera seratus kali. Hal ini didasarkan kepada firman

Allah dalam Surah An-Nur ayat 2 dan hadiś Nabi saw.

a) Surah An-Nur ayat 2

ي فاجلدوا كل واحد منھما مئة جلدة وال تأخذكم بھما رأفة في دین الزانیة والزاناللھ إن كنتم تؤمنون باللھ والیوم الآخر ولیشھد عذابھما طائفة من المؤمنین

)٢:النور( Artinya: "Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina maka

deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera, dan janganlah betas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (QS. An-Nur: 2)."37

36Abu Isa Muhammad ibn Isa bin Surah at-Tirmizi, hadiś No. 2610 dalam CD program

Mausu'ah Hadiś al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company). 37Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993, hlm. 543.

Page 29: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

b) Hadiś Rasulullah saw.

أخبرنا بشر بن عمر الزھراني حدثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن الحسن عن حطان بن عبد اهللا عن عبادة ابن الصامت أن رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم

جعل اهللا لھن سبیال البكر بالبكر والثیب بالثیب قال خذوا عني خذوا عني قد 38)الترمذى(البكر جلد مائة ونفي سنة والثیب جلد مائة والرجم

Artinya: "Telah mengabarkan kepada kami dari Bisri bin Umar

Zahroniy dari Hammad bin Salamah dari Qatadah dari al-Hasan dari Khittan bin Abdullah dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Umar az-Zahrani dari Hammad bin Salamah dari Qatadah dari al-Hasan dari Khittan bin Abdullah dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda Allah telah memberikan jalan ke luar bagi mereka (pezina), jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratus kali dan rajam."

Hukuman dera adalah hukuman had, yaitu hukuman yang sudah

ditentukan oleh syara'. Oleh karena itu, hakim tidak boleh mengurangi,

menambah, menunda pelaksanaannya, atau menggantinya dengan

hukuman yang lain. Di samping telah ditentukan oleh syara', hukuman

dera juga merupakan hak Allah Swt atau hak masyarakat, sehingga

pemerintah atau individu tidak berhak memberikan pengampunan.

Hukuman yang kedua untuk zina ghair muhsan adalah hukuman

pengasingan selama satu tahun. Hukuman ini didasarkan kepada hadiś

Ubadah ibn Shamit tersebut di atas. Akan tetapi, apakah hukuman ini

wajib dilaksanakan bersama-sama dengan hukuman dera, para ulama

berbeda pendapatnya. Menurut Imam Abu Hanifah dan kawan-kawannya

hukuman pengasingan tidak wajib dilaksanakan. Akan tetapi, mereka

38Abu Isa Muhammad ibn Isa bin Surah at-Tirmizi, loc.cit.

Page 30: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

membolehkan bagi imam untuk menggabungkan antara dera seratus kali

dan pengasingan apabila hal itu dipandang maslahat.39

Dengan demikian menurut mereka, hukuman pengasingan itu

bukan merupakan hukuman had, melainkan hukuman ta'zir. Pendapat ini

juga merupakan pendapat Syi'ah Zaidiyah. Alasannya adalah bahwa hadiś

tentang hukuman pengasingan ini dihapuskan (di-mansukh) dengan Surah

An-Nur ayat 2. Jumhur ulama yang terdiri atas Imam Malik, Syafi'i, dan

Ahmad berpendapat bahwa hukuman pengasingan harus dilaksanakan

bersama-sama dengan hukuman dera seratus kali. Dengan demikian

menurut jumhur, hukuman pengasingan ini termasuk hukuman had, dan

bukan hukuman ta'zir.40 Dasarnya adalah hadiś Ubadah ibn Shamit

tersebut yang di dalamnya tercantum:

أخبرنا بشر بن عمر الزھراني حدثنا حماد بن سلمة عن قتادة عن الحسن عن حطان بن عبد اهللا عن عبادة ابن الصامت أن رسول اهللا صلى اهللا علیھ وسلم قال خذوا عني

مائة ونفي خذوا عني قد جعل اهللا لھن سبیال البكر بالبكر والثیب بالثیب البكر جلد 41)الترمذى(سنة والثیب جلد مائة والرجم

Artinya: "Telah mengabarkan kepada kami dari Bisri bin Umar Zahroniy

dari Hammad bin Salamah dari Qatadah dari al-Hasan dari Khittan bin Abdullah dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah saw. bersabda Allah telah memberikan jalan ke luar bagi mereka (pezina), jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda, hukumannya dera seratus kali dan rajam".

39Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 30 40Ibid., hlm. 31. 41Abu Isa Muhammad ibn Isa bin Surah at-Tirmizi, loc.cit.

Page 31: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Di samping hadiś tersebut, jumhur juga beralasan dengan tindakan

sahabat antara lain Sayidina Umar dan Ali yang melaksanakan hukuman

dera dan pengasingan ini, dan sahabat-sahabat yang lain tidak ada yang

mengingkarinya. Dengan demikian maka hal ini bisa disebut ijma'.42

Dalam hal pengasingan bagi wanita yang melakukan zina, para

ulama juga berselisih pendapat. Menurut Imam Malik hukuman

pengasingan hanya berlaku untuk laki-laki, sedangkan untuk wanita tidak

diberlakukan. Hal ini disebabkan wanita itu perlu kepada penjagaan dan

pengawalan. Di samping itu, apabila wanita itu diasingkan, ia mungkin

tidak disertai muhrim dan mungkin pula disertai muhrim. Apabila tidak

disertai muhrim maka hal itu jelas tidak diperbolehkan, karena Rasulullah

saw. melarang seorang wanita untuk bepergian tanpa disertai oleh

muhrimnya. Dalam sebuah hadiś Rasulullah saw. bersabda:

حدثنا آدم قال حدثنا ابن أبي ذئب قال حدثنا سعید المقبري عن أبیھ عن أبي ھریرة رضي اهللا عنھ قال قال النبي صلى اهللا علیھ وسلم ال یحل المرأة تؤمن باهللا والیوم

43)رواه البخارى(ال مع محرم الآخر أن تسافر مسیرة یوم ولیلة إ

Artinya: "Telah mengabarkan kepada kami dari Adam berkata dari Ibnu Abu Dzi'bin dari Sa'id al-Maqburi dari bapaknya dari Abu Hurairah ra. Berkata: Nabi saw. bersabda: tidak halal bagi seorang wanita yang beriman kepada Allah dan hari akhir untuk bepergian dalam perjalanan sehari semalam kecuali bersama muhrimnya (HR. al-Bukhari)."

Sebaliknya, apabila ia (wanita) diasingkan bersama-sama dengan

seorang muhrim maka hal ini berarti mengasingkan orang yang tidak

melakukan perbuatan zina dan menghukum orang yang sebenarnya tidak

42Sayyid Sabiq, op.cit., hlm. 400. 43Imam Bukhary, Sahih al-Bukhari, Juz. 1, Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M, hlm. 193.

Page 32: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

berdosa. Oleh karena itu, Malikiyah mentakhsiskan hadiś tentang

hukuman pengasingan tersebut dan membatasinya hanya untuk laki-laki

saja dan tidak memberlakukannya bagi perempuan.

Cara pelaksanaan hukuman pengasingan diperselisihkan oleh para

fuqaha. Menurut Imam Malik, Abu Hanifah, dan Syi'ah Zaidiyah,

pengasingan itu pengertiannya adalah penahanan atau dipenjarakan. Oleh

karena itu, pelaksanaan hukuman pengasingan itu adalah dengan cara

menahan atau memenjarakan pezina itu di tempat lain di luar tempat

terjadinya perbuatan zina tersebut. Adapun menurut Imam Syafi'i dan

Ahmad, pengasingan itu berarti membuang (mengasingkan) pelaku dari

daerah terjadinya perbuatan zina ke daerah lain, dengan pengawasan dan

tanpa dipenjarakan. Tujuan pengawasan tersebut adalah untuk mencegah

pelaku agar tidak melarikan diri dan kembali ke daerah asalnya. Akan

tetapi walaupun demikian, kelompok Syafi'iyah membolehkan penahanan

orang yang terhukum di tempat pengasingannya apabila dikhawatirkan ia

akan melarikan diri dan kembali ke daerah asalnya.44

Menarik untuk dicatat uraian Ahmad Hanafi yang menyatakan:

"Sebenarnya lebih tepat kalau pengasingan dianggap sebagai hukuman pelengkap ('uqubah takmiliah), dan hal ini karena dua alasan. Pertama, hukuman tersebut dimaksudkan sebagai jalan untuk dilupakan jarimah secepat mungkin oleh masyarakat dan hal ini mengharuskan dijauhkannya pembuat dari tempat terjadinya jarimah tersebut, sebab apabila ia tetap berada di tengah-tengah masyarakat di mana jarimah tersebut terjadi, maka kenangan orang-orang tidak akan mudah terhapus. Kedua, pengasingan terhadap pembuat zina akan menjauhkan berbagai-bagai kesulitan (sengsara, kerepotan dan sebagainya) yang harus dialaminya apabila ia tetap hidup di masyarakat sekelilingnya, dan boleh jadi sampai

44Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, op.cit., hlm. 32.

Page 33: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

hilangnya jalan mendapat rizki dan kehormatan diri. Jadi pengasingan menyiapkan kembali hidup baru dan terhormat bagi pembuatnya agar ia bisa kembali diterima di masyarakat. Di sini kita melihat bahwa meskipun pengasingan tersebut merupakan hukuman, namun yang pertama-tama dimaksudkan adalah kepentingan pembuat sendiri selain kepentingan masyarakat. Mengenai tempat dan cara dilakukannya pengasingan, maka para fuqaha tidak sama pendapatnya. Menurut satu pendapat pengasingan harus dilakukan di negeri lain yang masih termasuk dalam negeri Islam, asal jaraknya tidak kurang dari satu jarak qasar. Sedangkan menurut Imam Malik, pembuat harus dipenjarakan di negeri pengasingannya itu. Menurut imam Syafi'i, pembuat di negeri pengasingannya hanya diawasi dan tidak perlu dipenjarakan, kecuali kalau dikhawatirkan akan melarikan diri dan kembali ke negerinya semula. Bagi Imam Ahmad, terhukum tidak dipenjarakan sama sekali." 45

Apabila orang yang terhukum melarikan diri dan kembali ke-

daerah asalnya, ia harus dikembalikan ke tempat pengasingannya dan

masa pengasingannya dihitung sejak pengembaliannya tanpa

memperhitungkan masa pengasingan yang sudah dilaksanakannya

sebelum ia melarikan diri. Akan tetapi, kelompok Hanabilah dalam kasus

ini tetap memperhitungkan masa pengasingan yang telah dilaksanakan dan

tidak dihitung dari masa pengembaliannya.46

Apabila orang yang terhukum di tempat pengasingannya

melakukan perbuatan zina lagi maka ia didera seratus kali dan diasingkan

lagi ke tempat yang lain, dengan perhitungan masa pengasingan yang baru

tanpa menghiraukan masa pengasingan lama yang belum selesai. Pendapat

ini dikemukakan oleh Imam Malik, Imam Syafi'i, dan Imam Ahmad,

tetapi kelompok Zahiriyah berpendapat bahwa orang yang terhukum harus

45Ahmad Hanafi, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1961, hlm. 265.

46Ahmad Wardi Muslich, op.cit, hlm. 32.

Page 34: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

menyelesaikan sisa masa pengasingannya yang lama, setelah itu baru

dimulai dengan masa pengasingan yang baru.47

Hukuman jilid tidak boleh sampai menimbulkan bahaya terhadap

orang yang terhukum, karena hukuman ini bersifat pencegahan. Oleh

karena itu, hukuman tidak boleh dilaksanakan dalam keadaan panas terik

atau cuaca yang sangat dingin. Demikian pula hukuman tidak

dilaksanakan atas orang yang sedang sakit sampai ia sembuh, dan wanita

yang sedang hamil sampai ia melahirkan.48

3. Unsur-Unsur Zina

Perzinaan mempunyai beberapa unsur, baik unsur umum maupun

unsur khusus. Unsur umum adalah unsur-unsur yang ada dalam setiap

jarimah, sedangkan unsur khusus yang hanya ada dalam jarimah-jarimah

tertentu.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli, sekalipun

terdapat perbedaan redaksional, kita dapati kesamaan visi. Mereka bersatu

pendapat terhadap hal-hal, seperti persetubuhan (wathi) yang haram serta

itikad jahat yang diekspresikan dalam bentuk kesengajaan melakukan

sesuatu yang haram tadi. Menurut ajaran Islam, pelampiasan nafsu

seksualitas hanya dianggap legal, apabila dilakukan melalui perkawinan

yang sah. Di luar itu, persetubuhan dianggap melampaui batas dan

dianggap haram. Bahkan, mendekatinya saja merupakan perbuatan

47Ahmad Hanafi, op.cit., hlm. 266. 48Ahmad Wardi Muslich, op.cit, hlm. 59.

Page 35: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

terlarang. Termasuk kategori haram adalah persetubuhan melalui

hubungan homoseks dan lesbinianisme walaupun para ulama berselisih

faham, apakah homosex dan lesbianisme termasuk kategori zina atau

hanya sekedar haram.49 Surat Al-Mu 'minun ayat 5 dan 7 berbunyi:

إلا على أزواجھم أو ما ملكت أیمانھم فإنھم غیر } ٥{والذین ھم لفروجھم حافظون )٥-٧: المؤمنون(فمن ابتغى وراء ذلك فأولئك ھم العادون } ٦{لومین م

Artinya: "Dan orang-orang yang menjaga kehormatannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka dan budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya dalam hal ini mereka tidak tercela. Barang siapa yang mencari selain yang demikian itu, maka mereka itulah yang melampaui batas". (Q.S.Al-Mu'minun:5-7).50

Surat Al-Isra ayat 32:

)٣٢: اإلسراء(وال تقربوا الزنى إنھ كان فاحشة وساء سبیال Artinya: "Janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah

suatu perbuatan yang keji dan seburuk-buruknya jalan". (Q.S. Al-Isra: 32).51

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat dipertegas bahwa

unsur-unsur jarimah zina itu ada dua, yaitu

1. Persetubuhan yang diharamkan (الوطء المحرم), dan

2. Adanya kesengajaan atau niat yang melawan hukum

(تعمد الوطء أو القصر الجنائ)

Persetubuhan yang dianggap sebagai zina adalah persetubuhan

dalam farji (kemaluan). Ukurannya adalah apabila kepala kemaluan

(kasyafah) telah masuk ke dalam farji walaupun sedikit. Juga dianggap

sebagai zina walaupun ada penghalang antara zakar (kemaluan laki-laki)

49Rahmat Hakim, op.cit, hlm. 72 50Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit, hlm. 526 51Ibid, hlm. 429.

Page 36: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

dan farji (kemaluan perempuan), selama penghalangnya tipis yang tidak

menghalangi perasaan dan kenikmatan bersenggama.

Di samping itu, kaidah untuk menentukan persetubuhan sebagai

zina adalah persetubuhan yang terjadi bukan pada miliknya sendiri.

Dengan demikian, apabila persetubuhan terjadi dalam lingkungan hak

milik sendiri karena ikatan perkawinan maka persetubuhan tersebut tidak

dianggap sebagai zina, walaupun persetubuhannya itu diharamkan karena

suatu sebab. Hal ini karena hukum haramnya persetubuhan tersebut datang

belakangan karena adanya suatu sebab bukan karena zatnya.52

Contohnya, seperti menyetubuhi isteri yang sedang haid, nifas,

atau sedang berpuasa Ramadan. Persetubuhan ini semuanya dilarang,

tetapi tidak dianggap sebagai zina. Apabila persetubuhan tidak memenuhi

ketentuan-ketentuan tersebut maka tidak dianggap sebagai zina yang

dikenai hukuman had, melainkan hanya tergolong kepada perbuatan

maksiat yang diancam dengan hukuman ta'zir, walaupun perbuatannya itu

merupakan pendahuluan dari zina. Contohnya seperti mufakhadzah

(memasukkan penis di antara dua paha), atau memasukkannya ke dalam

mulut, atau sentuhan-sentuhan di luar farji.53

Demikian pula perbuatan maksiat lain yang juga merupakan

pendahuluan dari zina dikenai hukuman ta'zir. Contohnya seperti ciuman,

berpelukan, bersunyi-sunyi dengan wanita asing (bukan muhrim), atau

tidur bersamanya dalam satu ranjang. Perbuatan-perbuatan ini dan

52Ahmad Wardi Muslich, op. cit, hlm. 8. 53Ibid

Page 37: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

semacamnya yang merupakan rangsangan terhadap perbuatan zina

merupakan maksiat yang harus dikenai hukuman ta'zir.54 Larangan

terhadap perbuatan-perbuatan tersebut tercakup dalam firman Allah Surah

Al-Israa' ayat 32:

)٣٢: اإلسراء(ھ كان فاحشة وساء سبیال وال تقربوا الزنى إن

Artinya: "Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan merupakan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Israa': 32).55

Meskipun pada umumnya para fuqaha telah sepakat bahwa yang

dianggap zina itu adalah persetubuhan terhadap farji manusia yang masih

hidup, namun dalam penerapannya terhadap kasus-kasus tertentu mereka

kadang-kadang berbeda pendapat. Di bawah ini akan penulis kemukakan

satu kasus dan pendapat para ulama mengenai hukumnya yaitu wathi pada

dubur (liwath).

Budi Handrianto dan Nana Mintarti dalam bukunya yang berjudul:

Seks dalam Islam menyatakan:

"Anal seks atau hubungan seksual melalui dubur (baik pria pada dubur wanita atau pria pada dubur pria) dikenal sebagai sodomi ini memang ada dan berkembang di masyarakat. Pada masa Nabi Luth as yang kaumnya gemar melakukan perbuatan laknat itu, bahkan ketika malaikat Jibril betandang ke rumah Nabi Luth dalam bentuk seorang pria rupawan, kaum Nabi Luth memaksa agar malaikat tersebut diserahkan kepada mereka. Akhirnya, oleh Allah ditimpakan suatu musibah yaitu bumi (tanah tempat mereka berpijak) dibalikkan sehingga mereka terkubur hidup-hidup. Kaum Nabi Luth ini bernama Sodom. Berawal dari kejadian inilah perbuatan itu dinamakan sodomi."56

54Ibid., hlm. 9. 55Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, op.cit, hlm. 526 56Budi Handrianto dan Nana Mintarti, Seks dalam Islam, Jakarta: Puspa Swara, 1997,

hlm. 108 – 109.

Page 38: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Sahal Mahfudh dalam bukunya yang berjudul Nuansa Fiqih Sosial

memberi penjelasan sebagai berikut:

"Hubungan seks yang dilakukan dengan cara pertama, antara suami isteri yang secara legal sesuai dengan ketentuan lembaga pernikahan yang lazim; kedua, antara lelaki dan perempuan bukan suami isteri yang dilakukan secara syubhat, misalnya, seorang lelaki dalam keadaan tertentu menyetubuhi perempuan yang diduga isterinya, ternyata bukan, maka dalam Islam kiranya telah jelas dari sisi hukumnya. Bahkan untuk yang pertama para pelakunya mendapat pahala. Akan tetapi bila dilakukan lewat dubur meskipun dengan isterinya sendiri, ada pendapat ulama yang berselisih. Imam Syafi'i dan Abu Hanifah mengharamkan berdasarkan sebuah hadiś, maka janganlah kalian menyetubuhi isterimu lewat duburnya. Imam Malik berpendapat boleh, sama halnya pada qubulnya."57

Quraish Shihab menyatakan:

"Homoseksual merupakan perbuatan yang sangat buruk, sehingga ia dinamai fahisyah. Ini antara lain dapat dibuktikan bahwa ia tidak dibenarkan dalam keadaan apa pun. Pembunuhan misalnya, dapat dibenarkan dalam keadaan membela diri atau menjatuhkan sanksi hukum, tetapi homoseksual sama sekali tidak ada jalan untuk membenarkannya."58

Mengenai hukumannya, ketiga mazhab (Maliki, Hambali, dan

Syafi'i) berbeda pendapatnya. Menurut Malikiyah, Hanabilah, dan

Syafi'iyah dalam satu riwayat, hukumannya adalah hukuman rajam

dengan dilempari batu sampai mati, baik pelakunya maupun yang

dikerjainya, baik jejaka maupun sudah berkeluarga (nikah). Akan tetapi

menurut Syafi'iyah dalam riwayat yang lain, hukuman homoseksual sama

dengan hukuman had zina, yaitu apabila ia ghair muhsan maka didera

seratus kali ditambah dengan pengasingan selama satu tahun, dan apabila

ia muhsan maka ia dirajam sampai mati. Menurut Abu Hanifah, wathi

57Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta: LKiS 2004, hlm. 88. 58M.Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, Jakarta:

Lentera Hati, Volume 5, 2005, hlm.161.

Page 39: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

pada anus (homoseksual) tidak dianggap sebagai zina, baik yang di wathi

itu laki-laki maupun perempuan.59

B. Hukuman

1. Pengertian dan Dasar-Dasar Penjatuhan Hukuman

Hukuman dalam bahasa Arab disebut 'uqubah. Lafaz 'uqubah

menurut bahasa berasal dari kata: (عقب) yang sinonimnya: (خلفھ وجاء بعقبھ),

artinya: mengiringnya dan datang di belakangnya.60 Dalam pengertian

yang agak mirip dan mendekati pengertian istilah, barangkali lafaz

tersebut bisa diambil dari lafaz: (عاقب) yang sinonimnya: (جزاه سواء بما فعل),

artinya: membalasnya sesuai dengan apa yang dilakukannya.61

Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa sesuatu

disebut hukuman karena ia mengiringi perbuatan dan dilaksanakan

sesudah perbuatan itu dilakukan. Sedangkan dari pengertian yang kedua

dapat dipahami bahwa sesuatu disebut hukuman karena ia merupakan

balasan terhadap perbuatan menyimpang yang telah dilakukannya.

Dalam bahasa Indonesia, hukuman diartikan sebagai "siksa dan

sebagainya", atau "keputusan yang dijatuhkan oleh hakim".62 Pengertian

yang dikemukakan oleh Anton M. Moeliono dan kawan-kawan dalam

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tersebut sudah mendekati

pengertian menurut istilah, bahkan mungkin itu sudah merupakan

59Abdurrrahmân al-Jazirî, op.cit, hlm. 140 - 141 60Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat,

Jakarta: sinar Grafika, 2004, hlm. 136. 61Ibid., 62 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka,

1976, hlm. 364.

Page 40: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

pengertian menurut istilah yang nanti akan dijelaskan selanjutnya dalam

skripsi ini.

Dalam hukum positif di Indonesia, istilah hukuman hampir sama

dengan pidana. Walaupun sebenarnya seperti apa yang dikatakan oleh

Wirjono Projodikoro, kata hukuman sebagai istilah tidak dapat

menggantikan kata pidana, oleh karena ada istilah hukuman pidana dan

hukuman perdata seperti misalnya ganti kerugian ...,63 Sedangkan

menurut Mulyatno, sebagaimana dikutip oleh Mustafa Abdullah, istilah

pidana lebih tepat daripada hukuman sebagai terjemahan kata straf.

Karena, kalau straf diterjemahkan dengan hukuman maka straf recht harus

diterjemahkan hukum hukuman.64

Menurut Sudarto seperti yang dikutip oleh Mustafa Abdullah dan

Ruben Ahmad, pengertian pidana adalah penderitaan yang sengaja

dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi

syarat-syarat tertentu. Sedangkan menurut Roeslan Saleh yang juga

dikutip oleh Mustafa Abdullah, pidana adalah reaksi atas delik dan ini

berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpakan negara pada

pembuat delik itu.65 Wirjono Prodjodikoro mengemukakan bahwa pidana

berarti hal yang dipidanakan, yaitu yang oleh instansi yang berkuasa

63Wirjono Projodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: PT. Eresco,

1981, hlm. 1. 64Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002, hlm. 1 – 12. 65Ibid., hlm. 48.

Page 41: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

dilimpahkan kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak

dirasakannya dan juga hal yang tidak sehari-hari dilimpahkan.66

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas dapat

diambil intisari bahwa hukuman atau pidana adalah suatu penderitaan atau

nestapa, atau akibat-akibat lain yang tidak menyenangkan.

Menurut hukum pidana Islam, hukuman adalah seperti

didefinisikan oleh Abdul Qadir Audah dalam Kitab al-Tasyri' al-Jina'i al-

Islamy menyatakan:

العقوبة ھى الجزء المقررلمصلحة الجما عة على عصیان امرالشارع

Artinya: "Hukuman adalah pembalasan atas pelanggaran perintah syara' yang ditetapkan untuk kemaslahatan masyarakat, karena adanya pelanggaran atas ketentuan-ketentuan syara'."67

Dari definisi tersebut dapatlah dipahami bahwa hukuman adalah

salah satu tindakan yang diberikan oleh syara' sebagai pembalasan atas

perbuatan yang melanggar ketentuan syara', dengan tujuan untuk

memelihara ketertiban dan kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk

melindungi kepentingan individu.

2. Tujuan Hukuman

Tujuan pemberi hukuman dalam Islam sesuai dengan konsep

tujuan umum disyariatkannya hukum, yaitu untuk merealisasi

kemaslahatan umat dan sekaligus menegakkan keadilan.68 Atas dasar itu,

66Wirjono Projodikoro, loc.,cit. 67Abdul Qadir Audah, op.cit., hlm. 609. 68Abd al-Wahhâb Khalâf, ‘Ilm usûl al-Fiqh, Kuwait: Dâr al-Qalam, 1978, hlm. 198.

Muhammad Abu Zahrah, Usûl al-Fiqh, Cairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, 1958, hlm. 351.

Page 42: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

tujuan utama dari penetapan dan penerapan hukuman dalam syariat Islam

adalah sebagai berikut.

a. Pencegahan (الردع والزجر)

Pengertian pencegahan adalah menahan orang yang berbuat

jarimah agar ia tidak mengulangi perbuatan jarimahnya, atau agar ia

tidak terus-menerus melakukan jarimah tersebut. Di samping

mencegah pelaku, pencegahan juga mengandung arti mencegah orang

lain selain pelaku agar ia tidak ikut-ikutan melakukan jarimah, sebab

ia bisa mengetahui bahwa hukuman yang dikenakan kepada pelaku

juga akan dikenakan terhadap orang lain yang juga melakukan

perbuatan yang sama. Dengan demikian, kegunaan pencegahan adalah

rangkap, yaitu menahan orang yang berbuat itu sendiri untuk tidak

mengulangi perbuatannya, dan menahan orang lain untuk tidak berbuat

seperti itu serta menjauhkan diri dari lingkungan jarimah.69

Oleh karena perbuatan-perbuatan yang diancam dengan

hukuman adakalanya pelanggaran terhadap larangan (Jarimah positif)

atau meninggalkan kewajiban maka arti pencegahan pada keduanya

tentu berbeda. Pada keadaan yang pertama (jarimah positif)

pencegahan berarti upaya untuk menghentikan perbuatan yang

dilarang, sedang pada keadaan yang kedua (jarimah negatif)

pencegahan berarti menghentikan sikap tidak melaksanakan kewajiban

tersebut sehingga dengan dijatuhkannya hukuman diharapkan ia mau

69Ahmad Wardi Muslich, op.cit., hlm. 137.

Page 43: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

menjalankan kewajibannya. Contohnya seperti penerapan hukuman

terhadap orang yang meninggalkan salat atau tidak mau mengeluarkan

zakat.70

Oleh karena tujuan hukuman adalah pencegahan maka

besarnya hukuman harus sesuai dan cukup mampu mewujudkan tujuan

tersebut, tidak boleh kurang atau lebih dari batas yang diperlukan,

Dengan demikian terdapat prinsip keadilan dalam menjatuhkan

hukuman. Apabila kondisinya demikian maka hukuman terutama

hukuman ta'zir, dapat berbeda-beda sesuai dengan perbedaan

pelakunya, sebab di antara pelaku ada yang cukup hanya diberi

peringatan, ada pula yang cukup dengan beberapa cambukan saja, dan

ada pula yang perlu dijilid dengan beberapa cambukan yang banyak.

Bahkan ada di antaranya yang perlu dimasukkan ke dalam penjara

dengan masa yang tidak terbatas jumlahnya atau bahkan lebih berat

dari itu seperti hukuman mati.

Dari uraian tersebut di atas jelaslah bahwa tujuan yang pertama

itu, efeknya adalah untuk kepentingan masyarakat, sebab dengan

tercegahnya pelaku dari perbuatan jarimah maka masyarakat akan

tenang, aman, tenteram, dan damai. Meskipun demikian, tujuan yang

pertama ini ada juga efeknya terhadap pelaku, sebab dengan tidak

dilakukannya jarimah maka pelaku akan selamat dan ia terhindar

dari penderitaan akibat dan hukuman itu.

70A.Hanafi, op.cit, Jakarta: Bulan Bintang, 1990, hlm. 255-256.

Page 44: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

b. Perbaikan dan Pendidikan (اإلصالح والتھذیب)

Tujuan yang kedua dari penjatuhan hukuman adalah mendidik

pelaku jarimah agar ia menjadi orang yang baik dan menyadari

kesalahannya. Di sini terlihat, bagaimana perhatian syariat Islam

terhadap diri pelaku. Dengan adanya hukuman ini, diharapkan akan

timbul dalam diri pelaku suatu kesadaran bahwa ia menjauhi jarimah

bukan karena takut akan hukuman, melainkan karena kesadaran diri

dan kebenciannya terhadap jarimah serta dengan harapan mendapat

rida dari Allah SWT. Kesadaran yang demikian tentu saja merupakan

alat yang sangat ampuh untuk memberantas jarimah, karena seseorang

sebelum melakukan suatu jarimah, ia akan berpikir bahwa Tuhan pasti

mengetahui perbuatannya dan hukuman akan menimpa dirinya, baik

perbuatannya itu diketahui oleh orang lain atau tidak. Demikian juga

jika ia dapat ditangkap oleh penguasa negara kemudian dijatuhi

hukuman di dunia, atau ia dapat meloloskan diri dari kekuasaan dunia,

namun pada akhirnya ia tidak akan dapat menghindarkan diri dari

hukuman akhirat.71

Di samping kebaikan pribadi pelaku, syariat Islam dalam

menjatuhkan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang

baik yang diliputi oleh rasa saling menghormati dan mencintai antara

sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan

kewajibannya. Pada hakikatnya, suatu jarimah adalah perbuatan yang

71Wardi Muslich, op.cit, hlm. 138.

Page 45: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

tidak disenangi dan menginjak-injak keadilan serta membangkitkan

kemarahan masyarakat terhadap pembuatnya, di samping

menimbulkan rasa iba dan kasih sayang terhadap korbannya.

Hukuman atas diri pelaku merupakan salah satu cara

menyatakan reaksi dan balasan dari masyarakat terhadap perbuatan

pelaku yang telah melanggar kehormatannya sekaligus juga merupakan

upaya menenangkan hati korban. Dengan demikian, hukuman itu

dimaksudkan untuk memberikan rasa derita yang harus dialami oleh

pelaku sebagai imbangan atas perbuatannya dan sebagai sarana untuk

menyucikan dirinya. Dengan demikian akan terwujudlah rasa keadilan

yang dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.72

3. Macam-Macam Hukuman dan Pelaksanaannya

Hukuman dalam hukum pidana Islam dapat dibagi kepada

beberapa bagian, dengan meninjaunya dari beberapa segi. Dalam hal ini

ada lima penggolongan.

(1) Ditinjau dari segi pertalian antara satu hukuman dengan hukuman

yang lainnya, hukuman dapat dibagi kepada empat bagian, yaitu

sebagai berikut.

a. Hukuman pokok ('uqubah asliyah), yaitu hukuman yang ditetapkan

untuk jarimah yang bersangkutan sebagai hukuman yang asli,

seperti hukuman qisâs untuk jarimah pembunuhan, hukuman dera

72Ibid., hlm. 257.

Page 46: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

seratus kali untuk jarimah zina, atau hukuman potong tangan

untuk jarimah pencurian.

b. Hukuman pengganti ('uqubah badaliyah), yaitu hukuman yang

menggantikan hukuman pokok, apabila hukuman pokok tidak

dapat dilaksanakan karena alasan yang sah, seperti hukuman diat

(denda) sebagai pengganti hukuman qisas, atau hukuman ta'zir

sebagai pengganti hukuman had atau hukuman qisas yang tidak

bisa dilaksanakan. Sebenarnya hukuman diyat itu sendiri adalah

hukuman pokok, yaitu untuk pembunuhan menyerupai sengaja

atau kekeliruan, akan tetapi juga menjadi hukuman pengganti

untuk hukuman qisas dalam pembunuhan sengaja. Demikian pula

hukuman ta'zir juga merupakan hukuman pokok untuk jarimah-

jarimah ta'zir, tetapi sekaligus juga menjadi hukuman pengganti

untuk jarimah hudud atau qisas dan diat yang tidak bisa

dilaksanakan karena ada alasan-alasan tertentu.73

c. Hukuman tambahan ('uqubah taba'iyah), yaitu hukuman yang

mengikuti hukuman pokok tanpa memerlukan keputusan secara

tersendiri, seperti larangan menerima warisan bagi orang yang

membunuh orang yang akan diwarisnya, sebagai tambahan untuk

hukuman qisas atau diyat, atau hukuman pencabutan hak untuk

menjadi saksi bagi orang yang melakukan jarimah qadzaf

73Ahmad Wardi Muslich, op.cit, hlm. 142 – 143.

Page 47: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

(menuduh orang lain berbuat zina), di samping hukuman

pokoknya yaitu jilid (dera) delapan puluh kali.

d. Hukuman pelengkap ('uqubah takmiliyah), yaitu hukuman yang

mengikuti hukuman pokok dengan syarat harus ada keputusan

tersendiri dari hakim dan syarat inilah yang membedakannya

dengan hukuman tambahan. Contohnya seperti mengalungkan

tangan pencuri yang telah dipotong dilehernya.

(2) Ditinjau dari segi kekuasaan hakim dalam menentukan berat

ringannya hukuman maka hukuman dapat dibagi menjadi dua bagian.

a. Hukuman yang mempunyai satu batas, artinya tidak ada batas

tertinggi atau batas terendah, seperti hukuman jilid (dera) sebagai

hukuman had (delapan puluh kali atau seratus kali). Dalam

hukuman jenis ini, hakim tidak berwenang untuk menambah atau

mengurangi hukuman tersebut, karena hukuman itu hanya satu

macam saja.

b. Hukuman yang mempunyai dua batas, yaitu batas tertinggi dan

batas terendah. Dalam hal ini hakim diberi kewenangan dan

kebebasan untuk memilih hukuman yang sesuai antara kedua batas

tersebut, seperti hukuman penjara atau jilid pada jarimah-jarimah

ta'zir.74

74Ibid, hlm. 67 – 68.

Page 48: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

(3) Ditinjau dari segi keharusan untuk memutuskan dengan hukuman

tersebut, hukuman dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu sebagai

berikut.

a. Hukuman yang sudah ditentukan ('uqubah muqaddarah), yaitu

hukuman-hukuman yang jenis dan kadarnya telah ditentukan oleh

syara' dan hakim berkewajiban untuk memutuskannya tanpa

mengurangi, menambah, atau menggantinya dengan hukuman

yang lain. Hukuman ini disebut hukuman keharusan ('uqubah

lazimah). Dinamakan demikian, karena ulil amri tidak berhak

untuk menggugurkannya atau memaafkannya.

b. Hukuman yang belum ditentukan ('uqubah ghair muqaddarah),

yaitu hukuman yang diserahkan kepada hakim untuk memilih

jenisnya dari sekumpulan hukuman-hukuman yang ditetapkan oleh

syara' dan menentukan jumlahnya untuk kemudian disesuaikan

dengan pelaku dan perbuatannya. Hukuman ini disebut juga

Hukuman Pilihan ('uqubah mukhayyarah), karena hakim

dibolehkan untuk memilih di antara hukuman-hukuman tersebut.75

(4) Ditinjau dari segi tempat dilakukannya hukuman maka hukuman dapat

dibagi kepada tiga bagian, yaitu sebagai berikut.

a. Hukuman badan ('uqubah badaniyah), yaitu hukuman yang

dikenakan atas badan manusia, seperti hukuman mati, jilid (dera),

dan penjara.

75Ibid, hlm. 68.

Page 49: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

b. Hukuman jiwa ('uqubah nafsiyah), yaitu hukuman yang dikenakan

atas jiwa manusia, bukan badannya, seperti ancaman, peringatan,

atau teguran.

c. Hukuman harta ('uqubah maliyah), yaitu hukuman yang dikenakan

terhadap harta seseorang, seperti diyat, denda, dan perampasan

harta.

(5) Ditinjau dari segi macamnya jarimah yang diancamkan hukuman,

hukuman dapat dibagi kepada empat bagian, yaitu sebagai berikut.

a. Hukuman hudud, yaitu hukuman yang ditetapkan atas jarimah-

jarimah hudud.

b. Hukuman qisas dan diyat, yaitu hukuman yang ditetapkan atas

jarimah-jarimah qisâs dan diyat.

c. Hukuman kifarat, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk sebagian

jarimah qisas dan diat dan beberapa jarimah ta'zir.

d. Hukuman ta'zir, yaitu hukuman yang ditetapkan untuk jarimah-

jarimah ta'zir.76

76Makhrus Munajat, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung Pustaka,

2004, hlm. 44 - 45.

Page 50: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

BAB III

PENDAPAT SYAFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN HUKUMAN RAJAM

BAGI PEZINA KAFIR ZIMMY

A. Biografi Syafi’i, Pendidikan dan Karyanya

a. Latar Belakang Syafi’i

Nama lengkap Imam al-Syafi'i adalah Muhammad ibn Idris ibn al-

Abbas ibn Usman ibn Syafi’i ibn al-Sa’ib ibn Ubaid ibn Abd Yazid ibn

Hasyim ibn Abd al-Muthalib ibn Abd Manaf.77 Lahir di Ghaza (suatu

daerah dekat Palestina) pada tahun 150 H/767 M, kemudian dibawa oleh

ibunya ke Makkah. Ia lahir pada zaman Dinasti Bani Abbas, tepatnya pada

zaman kekuasaan Abu Ja’far al Manshur (137-159 H./754-774 M.), dan

meninggal di Mesir pada tahun 204 H/820 M.78

Imam al-Syafi'i berasal dari keturunan bangsawan yang paling

tinggi di masanya. Walaupun hidup dalam keadaan sangat sederhana,

namun kedudukannya sebagai putra bangsawan, menyebabkan ia

terpelihara dari perangai-perangai buruk, tidak mau merendahkan diri dan

berjiwa besar. Ia bergaul rapat dalam masyarakat dan merasakan

penderitaan-penderitaan mereka.

Imam al-Syafi'i dengan usaha ibunya telah dapat menghafal al-

Qur'an dalam umur yang masih sangat muda (9 tahun) dan umur sepuluh

77Syaikh Ahmad Farid, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60

Biografi Ulama Salaf", Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006, hlm. 355. 78Ibid, hlm. 356.

Page 51: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

tahun sudah hafal kitab al-Muwatta' karya Imam Malik.79 Kemudian ia

memusatkan perhatian menghafal hadis. Ia menerima hadis dengan jalan

membaca dari atas tembikar dan kadang-kadang di kulit-kulit binatang.

Seringkali pergi ke tempat buangan kertas untuk memilih mana-mana yang

masih dapat dipakai.80

Di samping itu ia mendalami bahasa Arab untuk menjauhkan diri

dari pengaruh Ajamiyah yang sedang melanda bahasa Arab pada masa itu.

Ia pergi ke Kabilah Huzail yang tinggal di pedusunan untuk mempelajari

bahasa Arab yang fasih. Sepuluh tahun lamanya Imam al-Syafi'i tinggal di

Badiyah itu, mempelajari syair, sastra dan sejarah. Ia terkenal ahli dalam

bidang syair yang digubah golongan Huzail itu, amat indah susunan

bahasanya. Di sana pula ia belajar memanah dan mahir dalam bermain

panah. Dalam masa itu Imam al-Syafi'i menghafal al-Qur'an, menghafal

hadis, mempelajari sastera Arab dan memahirkan diri dalam mengendarai

kuda dan meneliti keadaan penduduk-penduduk Badiyah dan penduduk-

penduduk kota. 81

Imam al-Syafi'i belajar pada ulama-ulama Makah, baik pada

ulama-ulama fiqih, maupun ulama-ulama hadis, sehingga ia terkenal

dalam bidang fiqh dan memperoleh kedudukan yang tinggi dalam bidang

itu. Gurunya Muslim Ibn Khalid Al-Zanji, menganjurkan supaya Imam al-

79Siradjuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Mazhab Syafi'i, Jakarta: Pustaka Tarbiyah,

2004, hlm. 28. 80Mahmud Syalthut, Fiqih Tujuh Madzhab, terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf, Bandung: CV

Pustaka Setia, 2000, hlm. 17. 81Syaikh Ahmad Farid, op.cit, hlm. 357 – 360.

Page 52: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Syafi'i bertindak sebagai mufti. Sungguh pun ia telah memperoleh

kedudukan yang tinggi itu namun ia terus juga mencari ilmu.82

Sampai kabar kepadanya bahwa di Madinah ada seorang ulama

besar yaitu Malik, yang memang pada masa itu terkenal di mana-mana

dan mempunyai kedudukan tinggi dalam bidang ilmu dan hadis. Imam al-

Syafi'i ingin pergi belajar kepadanya, akan tetapi sebelum pergi ke

Madinah ia lebih dahulu menghafal al-Muwatta', susunan Malik yang

telah berkembang pada masa itu. Ia berangkat ke Madinah untuk belajar

kepada Malik dengan membawa sebuah surat dari gubernur Makah. Mulai

ketika itu ia memusatkan perhatian mendalami fiqh di samping

mempelajari al-Muwatta’. Imam al-Syafi'i mengadakan mudarasah

dengan Malik dalam masalah-masalah yang difatwakan Malik. Di waktu

Malik meninggal tahun 179 H, Imam al-Syafi'i telah mencapai usia

dewasa dan matang.83

Di antara hal-hal yang secara serius mendapat perhatian Imam al-

Syafi'i adalah tentang metode pemahaman' Al-Qur'an dan sunnah atau

metode istinbat (usul fikih). Meskipun para imam mujtahid sebelumnya

dalam berijtihad terikat dengan kaidah-kaidahnya, namun belum ada

kaidah-kaidah yang tersusun dalam sebuah buku sebagai satu disiplin ilmu

yang dapat dipedomani oleh para peminat hukum Islam. Dalam kondisi

demikianlah Imam al-Syafi'i tampil berperan menyusun sebuah buku usul

82Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid,

Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 28. 83TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab, Semarang: PT

Putaka Rizki Putra, 1997, hlm. 480 – 481.

Page 53: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

fikih. Idenya ini didukung pula dengan adanya permintaan dari seorang

ahli hadis bernama Abdurrahman bin Mahdi (w. 198 H) di Baghdad agar

Imam al-Syafi'i menyusun metodologi istinbat.84

Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H/1974 M; ahli hukum

Islam berkebangsaan Mesir) menyatakan buku itu (al-Risalah) disusun

ketika Imam al-Syafi'i berada di Baghdad, sedangkan Abdurrahman bin

Mahdi ketika itu berada di Mekah. Imam al-Syafi'i memberi judul

bukunya dengan "al-Kitab" (Kitab, atau Buku) atau "Kitabi" (Kitabku),

kemudian lebih dikenal dengan "al-Risalah" yang berarti "sepucuk surat."

Dinamakan demikian, karena buku itu merupakan surat Imam 'asy-Syafi'i

kepada Abdurrahman bin Mahdi. Kitab al-Risalah yang pertama ia susun

dikenal dengan ar-Risalah al-Qadimah (Risalah Lama).85

Dinamakan demikian, karena di dalamnya termuat buah-buah

pikiran: Imam al-Syafi'i sebelum pindah ke Mesir. Setelah sampai di

Mesir, isinya disusun kembali dalam rangka penyempurnaan bahkan ada

yang diubahnya, sehingga kemudian dikenal dengan sebutan al-Risalah al-

Jadidah (Risalah Baru). Jumhur ulama usul-fikih sepakat menyatakan

bahwa kitab ar-Risalah karya Imam al-Syafi'i ini merupakan kitab pertama

yang memuat masalah-masalah usul fikih secara lebih sempurna dan

sistematis. Oleh sebab itu, ia dikenal sebagai penyusun pertama usul fikih

sebagai satu disiplin ilmu.86

84Jaih Mubarok, op.cit, hlm. 29. 85Syaikh Ahmad Farid, op.cit, hlm. 361. 86Jaih Mubarok, op.cit., hlm. 30.

Page 54: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

b. Pendidikan

Imam al-Syafi'i menerima fiqh dan hadis dari banyak guru yang

masing-masingnya mempunyai manhaj sendiri dan tinggal di tempat-

tempat berjauhan bersama lainnya. Imam al-Syafi'i menerima ilmunya dari

ulama-ulama Makah, ulama-ulama Madinah, ulama-ulama Iraq dan ulama-

ulama Yaman.87

Imam al-Syafi'i berguru dari ulama-ulama Makkah, Madinah, Irak

danYaman. Ulama Makkah yang menjadi gurunya diantaranya adalah:

Sufyan bin 'Uyainah, Muslim bin Khalid al-Zanzi, Sa'id bin Salim al-

Kaddah, Daud bin 'Abdirahman al-Attars dan Abdul Hamid bin Abdul

Aziz Abi Zuwad. Ulama Madinah yang menjadi gurunya adalah: Malik

bin Anas, Ibrahim bin Sa'ad al-Ansari, Abd al-Aziz bin Muhammad

Addahrawardi, Ibrahim bin Abi Yahya al-Asami, Muhammad bin Abi

Sa'id bin Abi Fudaik, Abdullah bin Nafi' teman ibnu Abi Zuwaib. Ulama

Yaman yang menjadi gurunya adalah: Muttaraf bin Hazim, Hisyam bin

Yusuf, 'Umar bin Abi Salamah teman al-Auza'i dan Yahya bin Hasan

teman al-Lais.

Sedangkan ulama Irak yang menjadi gurunya adalah: Waki' bin

Jarrah, Abu Usamah, Hammad bin Usamah, dua ulama Kuffah, Isma'il bin

Ulaiyah dan Abdul Wahab bin Abdul Majid, dua ulama Bashrah, juga

menerima ilmu dari Muhammad bin al-Hasan yaitu dengan mempelajari

87Mahmud Syalthut, op.cit., hlm. 18.

Page 55: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

kitab-kitabnya yang didengar langsung dari padanya. Dari sinilah ia

memperoleh pengetahuan fiqh Irak.88

Setelah sekian lama mengembara menuntut ilmu, pada tahun 186 H

Imam al-Syafi'i kembali ke Makah. Di masjidil Haram ia mulai mengajar

dan mengembangkan ilmunya dan mulai berijtihad secara mandiri dalam

membentuk fatwa-fatwa fiqihnya. Tugas mengajar dalam rangka

menyampaikan hasil-hasil ijtihadnya ia tekuni dengan berpindah-pindah

tempat. Selain di Makah, ia juga pernah mengajar di Baghdad (195-197

H), dan akhirnya di Mesir 198-204 H). Dengan demikian ia sempat

membentuk kader-kader yang akan menyebarluaskan ide-idenya dan

bergerak dalam bidang hukum Islam. Di antara murid-muridnya yang

terkenal ialah Imam Ahmad bin Hanbal (pendiri madzhab Hanbali), Yusuf

bin Yahya al-Buwaiti (w. 231 H), Abi Ibrahim Ismail bin Yahya al-

Muzani (w. 264 H), dan Imam Ar-Rabi bin Sulaiman al-Marawi (174-270

H). Tiga muridnya yang disebut terakhir ini, mempunyai peranan penting

dalam menghimpun dan menyebarluaskan faham fiqih Imam al-Syafi'i.89

Imam al-Syafi'i wafat di Mesir, tepatnya pada hari Jum’at tanggal

30 Rajab 204 H, setelah menyebarkan ilmu dan manfaat kepada banyak

orang. Kitab-kitabnya hingga saat ini masih banyak dibaca orang, dan

makamnya di Mesir sampai detik ini masih diziarahi orang.90

88Muhammad Abu Zahrah, Hayatuhu wa Asruhu wa Fikruhu ara-uhu wa Fiqhuhu, Terj.

Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Uthman, “Imam al-Syafi'i Biografi dan Pemikirannya Dalam Masalah Akidah, Politik dan Fiqih”, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2005, hlm. 42-45

89Abdul Aziz Dahlan, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 1680.

90Ibid.,hlm. 18.

Page 56: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

c. Karyanya

Karya-karya Imam Syafi'i yang berhubungan dengan tema skripsi

ini di antaranya: (1) Al-Umm. Kitab ini disusun langsung oleh Imam

Syafi'i secara sistematis sesuai dengan bab-bab fikih dan menjadi rujukan

utama dalam Mazhab Syafi'i. Kitab ini memuat pendapat Imam Syafi'i

dalam berbagai masalah fikih. Dalam kitab ini juga dimuat pendapat Imam

Syafi'i yang dikenal dengan sebutan al-qaul al-qadim (pendapat lama) dan

al-qaul al-jadid (pendapat baru). Kitab ini dicetak berulang kali dalam

delapan jilid bersamaan dengan kitab usul fikih Imam Syafi'i yang

berjudul Ar-Risalah. Pada tahun 1321 H kitab ini dicetak oleh Dar asy-

Sya'b Mesir, kemudian dicetak ulang pada tahun 1388H/1968M.91

(2) Kitab al-Risalah. Ini merupakan kitab ushul fiqh yang pertama

kali dikarang dan karenanya Imam Syafi'i dikenal sebagai peletak dasar

ilmu ushul fiqh. Di dalamnya diterangkan pokok-pokok pikiran Syafi'i

dalam menetapkan hukum.92 (3) Kitab Imla al-Shagir; Amali al-Kubra;

Mukhtasar al-Buwaithi;93 Mukhtasar al-Rabi; Mukhtasar al-Muzani; kitab

Jizyah dan lain-lain kitab tafsir dan sastera.94 Siradjuddin Abbas dalam

bukunya telah mengumpulkan 97 (sembilan puluh tujuh) buah kitab dalam

fiqih Syafi’i. Namun dalam bukunya itu tidak diulas masing-masing dari

91TM. Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit, hlm, 488. 92Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005, hlm. 131-132. 93Ahmad Asy Syurbasyi, Biografi Empat Imam Mazhab, Terj. Futuhal Arifin, Jakarta:

Pustaka Qalami, 2005, hlm. 144. 94Ali Fikri, op.cit., hlm. 109-110.

Page 57: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

karya Syafi’i tersebut.95 Ahmad Nahrawi Abd al-Salam menginformasikan

bahwa kitab-kitab Imam al-Syafi'i adalah Musnad li al-Syafi'i; al-Hujjah;

al-Mabsut, al-Risalah, dan al-Umm.96

B. Pendapat Syafi'i tentang Pemberlakuan Hukuman Rajam bagi Kafir Zimmy

هللا صلى اهللا عليه وسلم يف يهوديني زنيا رمجهما وهذا وحكم رسول ا: قال الشافعىومعىن قول اهللا تبارك وتعاىل " وإن حكمت فاحكم بينهم بالقسط"معىن قوله عز وجل

97" وأن أحكم بينهم مبا أنزل اهللا"Artinya: “Syafi'i berkata: dan Rasulullah Saw menghukumi dua orang Yahudi

yang berzina untuk merajam keduanya, dan ini pengertian firmannya Azza wa Jalla (yang artinya): "Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil" (Al-Maidah/5: 42). Dan pengertian firman Allah Tabaraka wa Ta'ala (yang artinya) "dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah".

Dalil yang jelas bahwa orang yang menghukumi mereka dari ahli

agama Allah maka sesungguhnya ia menghukumi di antara mereka dengan

hukum kaum muslimin. Apa yang menjadi hukuman pada kaum muslimin

maka harus pula menjadi hukuman bagi orang yang bukan Islam dan

dihukumkan hukum itu atas dan untuknya. Asy Syafi'i berkata : "Malik

memberitakan kepada kami dari Nafi' dari Ibnu Umar bahwa Nabi saw

merajam dua orang Yahudi yang berzina". Abdullah berkata : "Maka saya

melihat seorang laki-laki itu mendatangi (berzina) dengan 'orang perempuan

95Siradjuddin Abbas, Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i, Jakarta: Pustaka

Tarbiyah, 2004, hlm. 182-186. 96Jaih Mubarok, Modifikasi Hukum Islam, Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid,

Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 44. 97Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 6, Beirut: Dâr al-

Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 150.

Page 58: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

yang mana laki-laki itu menjaga orang perempuan itu, dari batu (wanita itu

tidak terkena rajam)". Asy Syafi'i berkata : "Allah Azza wa Jalla

memerintahkan kepada Nabi Nya saw untuk menghukumi di antara mereka

dengan apa yang diturunkan oleh Allah dengan adil". Kemudian Rasulullah

saw menghukumi di antara mereka dengan rajam. Itu adalah sunnah terhadap

orang sudah kawin serta muslim apa bila dia berzina dan merupakan dalil

bahwa tidak ada bagi seorang muslim hukum di antara mereka selama-

lamanya untuk dihukumkan diantara mereka kecuali dengan hukum Islam".98

Asy Syafi'i berkata : "Seseorang berkata kepadaku bahwa firman Allah

Tabaraka wa Ta'ala (yang artinya); "Dan hendaklah kamu memutuskan

perkara antara mereka menurut apa yang telah diturunkan Allah" (Al Maaidah

(V) ; 49) adalah menasakh terhadap firman Allah 'Azza wa jalla (yang artinya)

: "Jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan),

maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka, atau berpalinglah dari

mereka" (Al Maaidah (V) ; 42). Lalu saya berkata kepadanya : "Yang

menasakh itu hanya didasarkan kepada khabar (hadits) dari Nabi saw atau dari

sebahagian shahabatnya yang tidak ada yang menyalahinya atau urusan yang

diijmakkan oleh umum para fuqaha. Adakah anda salah satu dari ini ?" la

berkata : "Tidak adakah pada anda sesuatu yang menjelaskan bahwa pilihan

itu (memberi hukum atau berpaling) tidak mansukh?". Saya berkata : "Firman

Allah azza wa jalla (yang artinya): "Dan hendaklah kamu memutuskan perkara

di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah" (Al Maaidah (V) ; 49)

98Ibid., hlm. 52-57

Page 59: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

mengandung kemungkinan jika kamu menghukumi. Sebagian teman-teman

anda telah meriwayatkan dari Sufyan Sauri dari Samak bin Harb dari Khabus

bin Mukhariq bahwa Muhammad bin Abu Bakar di mana Ali bin Abi Thalib

ra menulis surat kepadanya tentang seorang muslim yang berzina dengan

wanita dzimmi untuk meng-had muslim itu menurut hukum agamanya".99

Asy Syafi'i berkata : "Apabila ini shahih menurut anda maka itu

menunjukkan bahwa imam itu diperbolehkan memilih untuk menghukumi di

antara mereka atau meninggalkan hukum atas mereka, ataupun hukum itu

lazim bagi imam dengan lazim nya menghukumi di antara mereka dalam satu

jenis had yang mana seorang muslim dijatuhkan had padanya dan wanita

dzimmi tidak di jatuhi had".100

Asy Syafi'i berkata : "Bagaimana wanita dzimmi itu tidak di jatuhi had

dari segi bahwasanya wanita dzimmi itu tidak setuju kepada hukum imam dan

imam itu diberi hak memilih untuk menghukumkan wanita itu (dengan hukum

Islam) atau tidak menghukumkan". la berkata : "Apakah keadaan yang

melazimkan imam untuk menghukumkan (wanita itu dengan hukum Islam)

untuk dihukumkan bagi dan atas mereka ?". Saya berkata : "Apabila ada

ikutan di antara mereka dan antara muslim atau musta'man (orang yang

dilindungi) maka tidak boleh untuk menghukumkan bagi dan atas muslim

kecuali orang Islam dan tidak boleh ada aqad dengan musta'man yang

memberi keamanan atas harta dan darahnya sehingga kembali menghukumkan

99Ibid., hlm. 153. 100Ibid

Page 60: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

atasnya kecuali muslim".101

la berkata :

"Ini adalah zina yang satu di mana Ali ra telah mengembalikan wanita dzimmi itu kepada ahli agamanya (untuk dihukumi menurut agamanya). Kami berkata : "Bahwasanya tidak ada sesuatu bagi wanita itu dengan zina atas orang muslim dimana wanita itu mengambil dari padanya, dan tidak ada sesuatu bagi muslim atas wanita dzimmi itu dihukumkan bagi wanita itu dan atas wanita itu (hak dan kewajiban) yang ada hanyalah had maka saya mengambilnya jika haditsmu itu shahih dari pada orang Islam dan Ali mengembalikan wanita dzimmi itu kepada ahli agamanya karena sesuatu yang kami sifatkan bahwasanya wanita itu tidak ridha kepada hukum imam dan bahwasanya imam itu diperkenankan memilih untuk memberi hukum bagi dan atas wanita itu".102

Asy Syafi'i berkata : "Lalu ia berkata :

"Bajalah telah meriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra bahwasanya ia menulis surat bedakanlah di antara setiap orang yang mempunyai mahram dari Majusi dan laranglah mereka untuk berkumpul. Maka bagaimana anda tidak mengambilnya ?". Lalu saya berkata kepadanya : "Bajalah adalah seorang laki-laki yang majhul dan ia tidak mengetahui bahwa bagian Mu'awiyah itu yang sebagai pegawai Umar bin Khaththab ra. Dan kami bertanya kepada anda, dan jika anda berkata seperti apa yang kami katakan maka mengapa anda berhujjah dengan sesuatu yang telah anda ketahui sesuatu itu tidak ada (nilai) hujjah padanya. Jika anda berkata : "Bahkan kami berpegang kepada hadits Bajalah maka hadits Bajalah itu adalah sesuai bagi kami karena Umar hanyalah membebankan kepada mereka jika itu atas sesuatu yang dibebankan kepada kaum muslimin karena mahram-mahram (dari Majusi) itu tidak halal bagi kaum muslimin dan tidak seyogya bagi Muslim untuk berkumpul. Ini menunjukkan jika itu shahih bahwa mereka menanggung atas apa yang ditanggung oleh kaum muslimin maka anda menanggungkan atas sesuatu yang di tanggung oleh kaum muslimin, dan anda mengikuti mereka sebagai mana anda mengikuti kaum muslimin". la berkata : "Tidak". Saya berkata : "Anda telah menyalahi kepada apa yang anda riwayatkan dari Umar". la berkata : "Jika saya berkata "Saya mengikuti mereka pada apa yang saya lihat bahwasanya Umar mengikuti mereka padanya". Saya berkata: "Mengapakah anda mengikuti mereka padanya kecuali bahwa itu

101Ibid., hlm. 154. 102 Ibid., hlm. 155.

Page 61: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

diharamkan atas mereka?. la berkata : "Ya". Saya berkata : "Maka demikianlah anda mengikuti mereka pada setiap apa yang dia ketahui bahwa mereka itu melakukan atasnya dari apa yang diharamkan atas mereka". la berkata : "Jika saya berkata 'saya mengikuti mereka pada ini yang saya riwayatkan bahwa Umar mengikuti mereka padanya secara khusus". la berkata : "Saya berkata lalu wajib bagi anda untuk mengikuti mereka pada selainnya apa bila anda mengetahui mereka melakukannya dan anda berdalil bahwa Umar mengikuti mereka dari sesuatu yang sampai padanya bahwa mereka melakukan dari apa yang diharamkan atas mereka untuk mengikuti mereka menurut yang semisalnya. Dan lebih besar dari padanya dari apa yang diharamkan atas mereka maka lazim bagi anda untuk anda mengetahui bahwa Umar itu memperlakukan kepada mereka bahwa hukum atas mereka kepada apa yang ia hukumkan atas kaum muslimin. Maka anda mengetahui bahwa Allah Tabaraka wa ta'ala memerintahkan untuk menghukumi di antara mereka dengan adil kemudian Rasulullah saw menghukumi di antara mereka dengan rajam. Dan itu adalah sunnahnya yang beliau sunnahkan untuk kaum muslimin dan beliau saw bersabda tentangnya: Artinya: "Sungguh saya akan memutuskan (melaksanakan hukum) mengenai apa yang di antaramu dengan kitabullah azza wa jalla (Al Qur'an)".103

Kemudian anda menduga dari Umar bahwasanya ia mengharamkan

atas mereka apa yang diharamkan atas kaum muslimin kemudian anda

menduga dari Ali ra bahwasanya beliau menyerahkan wanita Nasraniyah

kepada ahli agamanya. Seluruh apa yang kami dan anda menduga adalah

hujjah bagi kami, dan setiap apa yang anda duga di mana anda mengetahuinya

dan tidak kami mengetahuinya bahwa itu hujjah bagi kami dan ia tidak

menyalahi perkataan kami sedangkan anda menyalahi apa yang anda berhujjah

dengannya". la berkata: "Di antara mereka ada orang yang berkata:

"Bagaimanakah anda tidak menghukumi di antara mereka apabila mereka

datang kepada anda dengan berkumpul atau mereka terpisah-pisah ?". Saya

berkata:

103 Ibid., hlm. 157.

Page 62: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

"Adapun dengan terpisah-pisah maka sesungguhnya Allah Azza wa

Jalla berfirman : (yang artinya); "Jika mereka (orang Yahudi) datang

kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah perkara itu di antara

mereka atau berpalinglah 'dari mereka" (Al Maaidah (V) ; 42). Maka Firman

Allah Tabaraka Wa ta'ala (yang artinya) ; "Jika mereka (orang Yahudi) datang

kepadamu (untuk meminta putusan)", itu menunjukkan bahwa mereka itu

berkumpul, bukan sebagian mereka datang kepadamu bukan sebagian yang

lain. Dan ayat itu menunjukkan bahwa hak bagi Nabi untuk memilih apabila

mereka datang kepada beliau untuk menghukumi atau berpaling dari mereka,

dan bahwasanya Jika beliau menghukumi maka beliau menghukumi di antara

mereka dengan hukum di antara kaum muslimin".104

Asy Syafi'i berkata: "Dan saya belum mendengar seseorang dari ahli

ilmu di negeri kami yang berselisih pendapat bahwa dua orang Yahudi yang

dirajam Rasulullah saw dalam zina adalah orang yang sudah terlepas dari

jaminan tawanan, bukan orang dzimmi (orang yang dalam Jaminan

keamanan).

Asy Syafi'i berkata : "Sebagian orang yang menyatakan pendapat yang

telah diceritakan perselisihannya berkata kepadaku bahwasanya tidak boleh

bagi imam untuk menghukumkan terhadap dua orang yang terlepas jaminan

keamanannya meskipun keduanya setuju kepada hukum imam. Hal ini

menyalahi As Sunnah, sedangkan kami berkata : "Apabila keduanya setuju

kepada hukum imam lalu imam memilih untuk memberi hukum maka imam

104 Ibid., hlm. 157.

Page 63: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

menghukumi kepada keduanya (menurut hukum Islam)"

Asy-Syafi'i berkata : "Telah ada ahli kitab bersama Rasulullah saw di

sebagian penjuru Madinah mereka terlepas jaminah keamanannya suatu waktu

dan ia orang yang berdamai dan orang yang dijamin bersamanya di Khaibar,

Fidak, Wadil Qura, Mekkah, Najran dan Yaman di mana berlaku atas mereka

hukum Nabi saw. Kemudian bersama Abu Bakar pada masanya kemudian

bersama Umar pada awal kekhalifahannya sehingga Umar mengusir mereka

karena sesuatu yang sampai kepadanya dari Rasulullah saw kemudian dalam

wilayah kekuasaannya, di mana hukumnya berlaku di Syam, Irak, Mesir dan

Yaman. Kemudian (pada masa) Utsman bin Affan kemudian bersama Ali bin

Abi Thalib ra. Kami tidak mengetahui dari seseorang yang telah kami

sebutkan menghukumkan di antara mereka pada sesuatu dan kalau

dihukumkan diantara mereka niscaya sebagian dari mereka ada yang ingat

walaupun tidak ada yang mengingat seluruhnya".105

Asy-Syafi'i berkata : "Orang-orang dzimmi adalah orang yang tidak

diragukan bahwa mereka itu saling menganiaya mengenai apa yang ada di

antara mereka, dan mereka saling berselisih dan saling menuntut hak dan

mereka membayar diyat atau sebagian mereka apa yang menjadi hak dan

kewajiban mereka dan kami tidak ragu bahwa penuntut itu loba terhadap

orang yang mengambil haknya dan orang yang dituntut itu loba terhadap

orang yang dapat menolak dari padanya apa yang dituntutnya. Dan masing-

masing kadang-kadang menyukai untuk dikenakan hukum orang-orang yang

105Ibid., hlm. 158.

Page 64: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

mengambil untuknya dan dihukumkan atasnya orang-orang yang menolak dari

padanya. Dan kadang-kadang masing-masing mengharap kepada para hakim

kaum muslimin dan mengetahui hukum mereka atau tidak mengetahuinya

akan sesuatu yang ndak diharapkan pada hakimnya. Dan seandainya ada pada

hakim kaum muslimin hukum untuk mereka apa bila sebagian datang kepada

mereka bukan sebagian yang lain dan apabila mereka datang' kepada mereka

dengan berkelompok niscaya mereka datang kepada mereka (para hakim)

dalam sebagian keadaan dengan berkelompok".106

C. Istinbat Hukum Syafi'i tentang Pemberlakuan Hukuman Rajam bagi Kafir

Zimmy

1. Imam al-Syafi'i menyusun konsep pemikiran usûl fiqnya dalam karya

monumentalnya yang berjudul al-Risalah. Di samping itu, dalam al-Umm

banyak pula ditemukan prinsip-prinsip usûl fiqh sebagai pedoman dalam

ber- istinbat. Di atas landasan ushul fiqh yang dirumuskannya sendiri

itulah ia membangun fatwa-fatwa fiqihnya yang kemudian dikenal dengan

mazhab Syafi’i. Menurut Imam al-Syafi'i “ilmu itu bertingkat-tingkat”.

Tidak boleh berpegang kepada selain al-Qur’an dan sunnah dari

beberapa tingkatan tadi selama hukumnya terdapat dalam dua sumber tersebut.

Ilmu secara berurutan diambil dari tingkatan yang lebih atas dari tingkatan-

tingkatan tersebut.

Dalil atau dasar hukum Imam al-Syafi'i dapat ditelusuri dalam fatwa-

fatwanya baik yang bersifat qaul qadim (pendapat terdahulu) ketika di

106 Ibid., hlm. 159.

Page 65: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Baghdad maupun qaul jadid (pendapat terbaru) ketika di Mesir. Tidak berbeda

dengan mazhab lainnya, bahwa Imam al-Syafi'i pun menggunakan Al-Qur’an

sebagai sumber pertama dan utama dalam membangun fiqih, kemudian

sunnah Rasulullah SAW bilamana teruji kesahihannya.107

Dalam urutan sumber hukum di atas, Imam al-Syafi'i meletakkan

sunnah sahihah sejajar dengan al-Qur’an pada urutan pertama, sebagai

gambaran betapa penting sunnah dalam pandangan Imam al-Syafi'i sebagai

penjelasan langsung dari keterangan-keterangan dalam al-Qur’an. Sumber-

sumber istidlal108 walaupun banyak namun kembali kepada dua dasar pokok

yaitu: al-Kitab dan al-Sunnah. Akan tetapi dalam sebagian kitab Imam al-

Syafi'i, dijumpai bahwa al-Sunnah tidak semartabat dengan al-Kitab. Mengapa

ada dua pendapat Imam al-Syafi'i tentang ini.109

Imam al-Syafi'i menjawab sendiri pertanyaan ini. Menurutnya, al-

Kitab dan al-Sunnah kedua-duanya dari Allah dan kedua-duanya merupakan

dua sumber yang membentuk syariat Islam. Mengingat hal ini tetaplah al-

Sunnah semartabat dengan al-Qur’an. Pandangan Imam al-Syafi'i sebenarnya

adalah sama dengan pandangan kebanyakan sahabat.110 Imam al-Syafi'i

menetapkan bahwa al-Sunnah harus diikuti sebagaimana mengikuti al-Qur’an.

Namun demikian, tidak memberi pengertian bahwa hadis-hadis yang

107Syaikh Ahmad Farid, op.cit, hlm. 362. 108Istidlal artinya mengambil dalil, menjadikan dalil, berdalil. Lihat TM. Hasbi Ash

Shiddieqy, Pokok-Pokok Pegangan Imam Mazhab, Semarang: PT Putaka Rizki Putra, 1997, hlm. 588 dan 585. Menurut istilah menegakkan dalil untuk sesuatu hukum, baik dalil tersebut berupa nash, ijma' ataupun lainnya atau menyebutkan dalil yang tidak terdapat dalam nash, ijma ataupun qiyas. Lihat TM. Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, hlm. 214.

109Ibid., hlm. 239. 110Imam al-Syafi'i, al-Risalah, Mesir: al-Ilmiyyah, 1312 H, hlm. 32.

Page 66: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

diriwayatkan dari Nabi semuanya berfaedah yakin. Ia menempatkan al-Sunnah

semartabat dengan al-Kitab pada saat meng-istinbat-kan hukum, tidak

memberi pengertian bahwa al-Sunnah juga mempunyai kekuatan dalam

menetapkan aqidah. Orang yang mengingkari hadis dalam bidang aqidah,

tidaklah dikafirkan.111

Imam al-Syafi'i menyamakan al-Sunnah dengan al-Qur’an dalam

mengeluarkan hukum furu’, tidak berarti bahwa al-Sunnah bukan merupakan

cabang dari al-Qur’an. Oleh karenanya apabila hadis menyalahi al-Qur'an

hendaklah mengambil al-Qur'an.Adapun yang menjadi alasan ditetapkannya

kedua sumber hukum itu sebagai sumber dari segala sumber hukum adalah

karena al-Qur'an memiliki kebenaran yang mutlak dan al-sunnah sebagai

penjelas atau ketentuan yang merinci Al-Qur'an.112.

Ijma113 menurut Imam al-Syafi'i adalah kesepakatan para mujtahid di

suatu masa, yang bilamana benar-benar terjadi adalah mengikat seluruh kaum

muslimin. Oleh karena ijma baru mengikat bilamana disepakati seluruh

mujtahid di suatu masa, maka dengan gigih Imam al-Syafi'i menolak ijma

penduduk Madinah (amal ahl al-Madinah), karena penduduk Madinah hanya

sebagian kecil dari ulama mujtahid yang ada pada saat itu.114

Imam al-Syafi'i berpegang kepada fatwa-fatwa sahabat Rasulullah

SAW dalam membentuk mazhabnya, baik yang diketahui ada perbedaan

111Jaih Mubarok, op.cit, hlm. 45. 112Ibid 113Menurut Abdul Wahab Khallaf, ijma’ menurut istilah para ahli ushul fiqh adalah

kesepakatan para mujtahid di kalangan umat Islam pada suatu masa setelah Rasulullah SAW wafat atas hukum syara’ mengenai suatu kejadian. Abd al-Wahhab Khalaf, ‘Ilm Usul al-Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1978, hlm, hlm. 45.

114Imam al-Syafi'i, al-Risalah , op. cit, hm. 534.

Page 67: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

pendapat, maupun yang tidak diketahui adanya perbedaan pendapat di

kalangan mereka. Imam al-Syafi'i berkata:115

رأ يهم لنا خري من رأ ينا أل نفسناArtinya: "Pendapat para sahabat lebih baik daripada pendapat kita sendiri

untuk kita amalkan" Bilamana hukum suatu masalah tidak ditemukan secara tersurat dalam

sumber-sumber hukum tersebut di atas, dalam membentuk mazhabnya, Imam

al-Syafi'i melakukan ijtihad. Ijtihad dari segi bahasa ialah mengerjakan

sesuatu dengan segala kesungguhan. Perkataan ijtihad tidak digunakan kecuali

untuk perbuatan yang harus dilakukan dengan susah payah. Menurut istilah,

ijtihad ialah menggunakan seluruh kesanggupan untuk menetapkan hukum-

hukum syari’at. Dengan ijtihad, menurutnya seorang mujtahid akan mampu

mengangkat kandungan al-Qur'an dan Sunnah Rasulullah SAW secara lebih

maksimal ke dalam bentuk yang siap untuk diamalkan. Oleh karena demikian

penting fungsinya, maka melakukan ijtihad dalam pandangan Imam al-Syafi'i

adalah merupakan kewajiban bagi ahlinya. Dalam kitabnya al-Risalah, Imam

al-Syafi'i mengatakan, “Allah mewajibkan kepada hambanya untuk berijtihad

dalam upaya menemukan hukum yang terkandung dalam al-Qur'an dan as-

Sunnah”.116

Metode utama yang digunakannya dalam berijtihad adalah qiyas.

Imam al-Syafi'i membuat kaidah-kaidah yang harus dipegangi dalam

menentukan mana ar-rayu yang sahih dan mana yang tidak sahih. Ia membuat

115Ibid., hlm. 562. 116Ibid, hm. 482.

Page 68: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

kriteria bagi istinbat-istinbat yang salah. Ia menentukan batas-batas qiyas,

martabat-martabatnya, dan kekuatan hukum yang ditetapkan dengan qiyas.

Juga diterangkan syarat-syarat yang harus ada pada qiyas. Sesudah itu

diterangkan pula perbedaan antara qiyas dengan macam-macam istinbat yang

lain selain qiyas.117

Ulama usul menta'rifkan qiyas sebagai berikut:

إحلاق أمرغريمنصوص على حكمه بأمر معلوم حكمه الشتراكه 118معه ىف علة احلكم

Artinya: "Menyamakan sesuatu urusan yang tidak ditetapkan hukumnya dengan sesuatu urusan yang sudah diketahui hukumnya karena ada persamaan dalam illat hukum."

Dengan demikian Imam al-Syafi'i merupakan orang pertama dalam

menerangkan hakikat qiyas. Sedangkan terhadap istihsan, Syafi'i menolaknya.

Khusus mengenai istihsan ia mengarang kitab yang berjudul Ibtalul Istihsan.

Dalil-dalil yang dikemukakannya untuk menolak istihsan, juga disebutkan

dalam kitab Jima’ul Ilmi, al-Risalah dan al-Umm. Kesimpulan yang dapat

ditarik dari uraian-uraian Imam al-Syafi'i ialah bahwa setiap ijtihad yang tidak

bersumber dari al-Kitab, al-Sunnah, asar, ijma’ atau qiyas dipandang istihsan,

dan ijtihad dengan jalan istihsan, adalah ijtihad yang batal.119 Jadi alasan

Imam al-Syafi'i menolak istihsan adalah karena kurang bisa

dipertanggungjawabkan kebenarannya.

Dalil hukum lainnya yang dipakai Imam al-Syafi'i adalah maslahah

117Ibid, hlm. 482. 118TM. Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., hlm. 257. 119Ibid, hlm. 146.

Page 69: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

mursalah. Menurut Syafi’i, maslahah mursalah adalah cara menemukan

hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik di dalam Al-Qur’an

maupun dalam kitab hadis, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan

masyarakat atau kepentingan umum.120 Menurut istilah para ahli ilmu ushul

fiqh maslahah mursalah ialah suatu kemaslahatan di mana syari’ tidak

mensyariatkan suatu hukum untuk merealisir kemaslahatan itu, dan tidak ada

dalil yang menunjukkan atas pengakuannya atau pembatalannya.121

Dalam menguraikan keterangan-keterangannya, Imam al-Syafi'i

terkadang memakai metode tanya jawab, dalam arti menguraikan pendapat

pihak lain yang diadukan sebagai sebuah pertanyaan, kemudian ditanggapinya

dengan bentuk jawaban. Hal itu tampak umpamanya ketika ia menolak

penggunaan istihsan.122

Dalam format kitab al-Umm yang dapat ditemui pada masa sekarang

terdapat kitab-kitab lain yang juga dibukukan dalam satu kitab al-Umm

diantaranya adalah :

1 Al-Musnad, berisi sanad Imam al-Syafi'i dalam meriwayatkan hadis-hadis

Nabi dan juga untuk mengetahui ulama-ulama yang menjadi guru Imam

al-Syafi'i.

2 Khilafu Malik, berisi bantahan-bantahannya terhadap Imam Malik

gurunya.

120Imam al-Syafi'i, al-Risalah, op.cit., hlm. 479. 121Abdul Wahab Khallaf, op. cit., hlm. 84. 122Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 7, Beirut: Dâr

al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm. 271-272.

Page 70: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

3 Al-Radd 'Ala Muhammad Ibn Hasan, berisi pembelaannya terhadap

mazhab ulama Madinah dari serangan Imam Muhammad Ibn Hasan,

murid Abu Hanifah.

4 Al-Khilafu Ali wa Ibn Mas'ud, yaitu kitab yang memuat pendapat yang

berbeda antara pendapat Abu Hanifah dan ulama Irak dengan AH Abi

Talib dan Abdullah bin Mas'ud.

5 Sair al-Auza'i, berisi pembelaannya atas imam al-Auza'i dari serangan

Imam Abu Yusuf.

6 Ikhtilaf al-Hadis, berisi keterangan dan penjelasan Imam al-Syafi'i atas

hadis-hadis yang tampak bertentangan, namun kitab ini juga ada yang

dicetak tersendiri.

7 Jima' al-'llmi, berisi pembelaan Imam al-Syafi'i terhadap Sunnah Nabi

Saw.123

Dalam hubungannya dengan hukum rajam bagi pelaku zina kafir

zimmy, Imam Syafi'i menggunakan metode istinbat hukum sebagai berikut:

1. Al-Qur'an, yaitu surat al-Maidah ayat 42 dan 48

)٤٢: املائدة(وإن حكمت فاحكم بينهم بالقسط

Artinya: Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil" (QS. Al-Maidah/5: 42).124

ل اللها أنزم بمهنيكم ب٤٨: املائدة(فاح(

123Abd al-Halim al-Jundi, Imam al-Syafi'i, hlm. 252-253. 124Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya,

Departemen Agama, 1986, hlm. 166.

Page 71: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Artinya: Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah (QS. Al-Maidah/5: 48).125

2. Hadis riwayat dari Abu ath-Thahir dari Abdullah bin Wahb dari Rijal dari

ahlul ilmi dari Malik bin Anas

حدثني أبو الطاهر أخبرنا عبد الله بن وهب أخبرني رجال من أهل س أن نأن نب الكم مهأنالعلم من رمن عن ابع مهربا أخول الله افعسر

عليه وسلم رجم في الزنى يهوديين رجلا وامرأة زنيا فأتت صلى اللهيث بنحوه عليه وسلم بهما وساقوا الحدى رسول الله صلى اللهاليهود إل

126) رواه مسلم(

Artinya: Telah mengabarkan kepadaku dari Abu ath-Thahir dari Abdullah bin Wahb dari Rijal dari ahlul ilmi dari Malik bin Anas sesungguhnya Nafi'an mengabarkan kepada mereka dari Ibnu Umar sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah memberlakukan hukuman rajam dalam perbuatan zina yang telah dilakukan oleh dua orang Yahudi laki-laki dan perempuan yaitu setelah mereka berdua dihadapkan oleh orang-orang Yahudi kepada Rasulullah Saw. seterusnya para perawi menuturkan lanjutan hadis ini yang senada dengan hadis di atas (HR. Muslim).

125 Ibid., hlm. 168. 126Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahîh Muslim,

Juz. 3, Mesir: Tijariah Kubra, tth, hlm. 122.

Page 72: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

BAB IV

ANALISIS PENDAPAT ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN

HUKUMAN RAJAM BAGI PEZINA KAFIR ZIMMY

A. Pendapat Asy-Syâfi'i tentang Pemberlakuan Hukuman Rajam bagi

Pezina Kafir Zimmy

Pembuat undang-undang dalam Islam adalah Allah Swt., walaupun

pada sebagian besar hukum-hukumnya membedakan antara kaum muslimin

dan lainnya. Namun dalam diyat dan qishash, Allah menyamakan

pemberlakuan hukum antara muslim dan nonmuslim, karena di balik itu ada

hikmah yang amat tinggi nilainya. Bagi orang-orang yang menyangka bahwa

kaum muslimin terlalu fanatik terhadap agamanya, ketika mengetahui hikmah

di balik semua hukum Islam, mereka akan memberikan stempel pada lisannya

dengan memakai cap syariat Islam. Selain itu, mereka juga akan tunduk dan

patuh terhadap Islam yang memiliki dasar keadilan yang bersifat moderat.

Kecuali jika orang itu benar-benar telah disesatkan Allah, maka mereka akan

tetap menyimpang. Ataupun, orang-orang yang di mata hatinya terdapat

penutup, mereka akan jauh dari jalan kebenaran.127

Apa hikmah yang dimaksud? Yaitu bahwa seorang dzimmi (orang

kafir yang ada perjanjian damai dengan kaum muslimin), ketika ia mau

membayar jizyah (upeti), maka jiwanya, hartanya, dan anak-anaknya akan

127Syeikh Ali Ahmad Al-Jurjawi, Hikmah al-Tasyri' wa Falsafatuh, Juz II, Beirut: Dâr al-

Fikr, 1980, hlm. 204.

Page 73: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

mendapat jaminan dari orang-orang Islam. Kaum muslimin dan kaum dzimmi

diperlakukan sama dalam hak-hak sipil. Barangsiapa berbuat zalim terhadap

dzimmi dengan membunuhnya, maka seakan-akan ia telah berbuat zalim

kepada kaum muslimin dan membatalkan tanggungan kaum muslimin. Oleh

karena itu, pembalasannya adalah dengan cara dibunuh atau membayar ganti

rugi berupa uang. Hal ini dilakukan dengan jalan damai. Ini apabila keluarga

terbunuh merelakannya. Semua ini membuktikan keadilan agama Islam,

sebagai rahmat bagi seluruh manusia.128

Dalam konteksnya dengan zina, menurut Syeikh Ali Ahmad Al-

Jurjawi bahwa karena zina bisa mendatangkan kemudharatan yang lebih besar

dan menimbulkan bencana yang memedihkan, maka Allah Swt., memberikan

satu siksaan pedih yang mampu membuat orang lain berhenti dan tidak

melakukannya.129

Menurut Imam al-Mawardi, perbuatan zina adalah jika seorang lelaki

memasukkan kepala kemaluannya ke dalam lubang kemaluan atau dubur

wanita, sementara kedua orang itu bukan suami-istri dan tidak ada kesamaran

(syubhat)130 saat melakukannya. Sedangkan menurut Abu Hanifah, suatu

perbuatan baru dikatakan zina jika dilakukan lewat lubang kemaluan wanita,

dan bukan pada dubur. Hukuman had zina berbentuk sama bagi laki-laki dan

wanita. Masing-masing pelaku perzinaan itu dapat berstatus perawan atau

perjaka; atau sudah muhsan. Perjaka atau perawan adalah seseorang yang

128Ibid., hlm. 204. 129Ibid., hlm. 196. 130Maksudnya, saat ia melakukan persetubuhan itu ia menyadari bahwa wanita yang ia

setubuhi itu adalah bukan istrinya.

Page 74: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

belum pernah bersetubuh dengan wanita atau pria dalam sebuah ikatan

pernikahan.131

Sebelum menganalisis pendapat Imam Syafi'i, ada baiknya

dikemukakan sepintas pendapat para ulama lainnya tentang pemberlakuan

hukum rajam bagi kafir zimmy. Berdasarkan hal itu maka dalam sub ini

hendak diketengahkan dua hal: (1) Pendapat Imam Syafi'i; (2) pendapat imam

atau ulama lain

(1) Pendapat Imam Syafi'i

sebagaimana diketahui bahwa hukuman untuk pelaku zina muhsan ini

ada dua macam: (1) dera seratus kali, dan (2) rajam. Landasan hukuman bagi

pelaku zina muhsan adalah hadiś Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh

Ubadah ibn Ash-Shâmit bahwa Rasulullah saw bersabda:

أخربنا بشر بن عمر الزهراين حدثنا محاد بن سلمة عن قتادة عن الحسن عن حطان بن عبد اهللا عن عبادة ابن الصامت أن رسول اهللا صلى اهللا عليه

وسلم قال خذوا عني خذوا عني قد جعل اهللا هلن سبيال البكر بالبكر والثيب بالثيب البكر جلد مائة ونفي سنة والثيب جلد مائة والرجم

132)الترمذى(

Artinya: "Telah mengabarkan kepada kami dari Bisri bin Umar Zahroniy dari Hammad bin Salamah dari Qatadah dari al-Hasan dari Khittan bin Abdullah dari Ubadah bin Ash-Shamit, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda Allah telah memberikan jalan ke luar bagi mereka (pezina), jejaka dengan gadis, hukumannya dera seratus kali dan pengasingan selama satu tahun. Sedangkan duda dengan janda,

131Imam al-Mawardi, Al-Ahkam as-Sultaniyyah wa al-Wilayat ad-Diniyyah, Terj. Abdul

Hayyie al-Kattani dan Kamaluddin Nurdin, "Hukum tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam", Jakarta: Gema Insani Press, 2000, hlm. 428.

132CD program Mausu'ah Hadiś al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company

Page 75: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

hukumannya dera seratus kali dan rajam"

Masalah yang muncul terhadap pezina muhsan yaitu apakah orang

kafir zimmy yang melakukan zina, dirajam atau tidak? Dalam hal ini Imam

Syafi'i tidak mensyaratkan Islam, karena dalam perspektif Imam Syafi'i bahwa

orang kafir zimmy yang melakukan zina bisa dikenakan hukum rajam. Hal ini

sebagaimana diungkapkan dalam kitabnya sebagai berikut:

وحكم رسول اهللا صلى اهللا عليه وسلم يف يهوديني زنيا : قال الشافعى" احكم بينهم بالقسطوإن حكمت ف"رمجهما وهذا معىن قوله عز وجل

133" وأن أحكم بينهم مبا أنزل اهللا"ومعىن قول اهللا تبارك وتعاىل

Artinya: Syafi'i berkata: dan Rasulullah Saw menghukumi dua orang Yahudi

yang berzina untuk merajam keduanya, dan ini pengertian firmannya Azza wa Jalla (yang artinya): "Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil" (Al-Maidah/5: 42). Dan pengertian firman Allah Tabaraka wa Ta'ala (yang artinya) "dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah".

(2) Pendapat Imam atau Ulama lain

Menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah bahwa pezina muhsan

tidak dapat dikenai hukuman rajam, karena di antara syarat hukuman rajam itu

yaitu Islam, dewasa dan merdeka. Sedangkan Imam Syafi'i tidak

mensyaratkan Islam.134

Menurut penulis, jika kafir zimmy yang melakukan perzinaan tidak

dikenakan hukum rajam, maka perbuatan zina kafir zimmy akan merusak

133Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris al-Syafi’î, Al-Umm, Juz. 6, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth, hlm 150.

134Ibnu Rusyd, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid, Juz. 2, Beirut: Dar Al-Jiil, 1409 H/1989, hlm. 327.

Page 76: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

generasi muslim dan posisi umat Islam sangat dirugikan. Perzinaan jika

dibiarkan akan merusak sendi-sendi moral dan akhlak yang pada akhirnya bisa

merusak generasi umat Islam. Dengan demikian terasa adil apabila kafir

zimmy dikenakan hukum rajam.

Dari sini tampak tepat pendapat Imam Syafi'i tentang pemberlakuan

hukum rajam bagi kafir zimmy.

Dalam hukum Islam perzinaan dianggap sebagai suatu perbuatan yang

sangat terkutuk dan dianggap sebagai jarimah. Pendapat ini disepakati oleh

ulama, kecuali perbedaan hukumannya. Menurut sebagian ulama tanpa

memandang pelakunya, baik dilakukan oleh orang yang belum menikah atau

orang yang telah menikah, selama persetubuhan tersebut berada di luar

kerangka pernikahan, hal itu disebut sebagai zina dan dianggap sebagai

perbuatan melawan hukum. Juga tidak mengurangi nilai kepidanaannya,

walaupun hal itu dilakukan secara sukarela atau suka sama suka. Meskipun

tidak ada yang merasa dirugikan, zina dipandang oleh Islam sebagai

pelanggaran seksualitas yang sangat tercela, tanpa kenal prioritas. Zina

diharamkan dalam segala keadaan.

Pemberian sanksi yang sangat berat bagi pelaku perzinaan, selain

karena anggapan bahwa zina merupakan perbuatan yang sangat terkutuk serta

menyebabkan terganggunya kemaslahatan umum, juga karena Islam telah

menawarkan bentuk penyaluran biologis secara legal, terhormat, dan

manusiawi, yaitu institusi perkawinan. Tawaran tersebut pada saat yang kritis

sampai pada taraf kewajiban untuk dilaksanakan. Jadi, wajarlah bila pelaku

Page 77: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

perzinaan diberikan hukuman yang berat karena sebelumnya telah diberikan

alternatif melalui perkawinan. Pemilihan alternatif pelampiasan seksualitas

selain melalui institusi nikah adalah pembangkangan terhadap pembuat

syari'at dan itu layak dihukum berat.

Hukum Islam melarang zina dan mengancamnya dengan hukuman

karena zina merusak sistem kemasyarakatan dan mengancam keselamatannya.

Zina merupakan pelanggaran atas sistem kekeluargaan, sedangkan keluarga

merupakan dasar untuk berdirinya masyarakat. Membolehkan zina berarti

membiarkan kekejian, dan hal ini dapat meruntuhkan masyarakat. Sedangkan

syariat Islam menghendaki langgengnya masyarakat yang kukuh dan kuat.135

Hukum positif menganggap perbuatan zina sebagai urusan pribadi

yang hanya menyinggung hubungan individu dan tidak menyinggung

hubungan masyarakat. Oleh karenanya dalam pandangan hukum positif,

apabila zina itu dilakukan dengan sukarela (suka sama suka) maka pelaku

tidak perlu dikenakan hukuman, karena dianggap tidak ada pihak yang

dirugikan, kecuali apabila salah satu atau keduanya dalam keadaan sudah

kawin. Dalam hal ini perbuatan tersebut baru dianggap sebagai tindak pidana

dan pelakunya dikenai hukuman, karena hal itu melanggar kehormatan

perkawinan.136

Apa yang terjadi di Eropa dan negara-negara Barat pada umumnya

memperkuat pandangan syariat Islam. Kondisi masyarakat di negara-negara

Barat dan Eropa sudah mulai rusak dan persatuannya sudah mulai mengendur.

135Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 4. 136 Ibid.,

Page 78: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Penyebabnya adalah karena menjalarnya kekejian (zina) dan dekadensi moral

serta kebebasan yang tanpa batas. Hal ini terjadi karena dibolehkannya

perzinaan dan dibiarkannya setiap individu menurutkan syahwat dan

nafsunya. Di samping itu, mereka juga menganggap bahwa zina adalah

persoalan pribadi yang tidak menyinggung kepentingan masyarakat. Apa yang

dihadapi oleh negara-negara bukan Islam berupa krisis masyarakat dan krisis

politik, penyebabnya adalah karena dibolehkannya zina. Di beberapa negara,

keturunan (populasi manusia) sudah mulai menyusut sedemikian rupa, yang

apabila dibiarkan lama-kelamaan akan mengakibatkan kepunahan negara

tersebut atau terhenti pertumbuhannya. Berkurangnya populasi keturunan ini,

sebabnya adalah karena keengganan kebanyakan orang untuk melakukan

perkawinan.137

Keengganan terhadap perkawinan ini, sebabnya adalah karena seorang

laki-laki merasa telah dapat memperoleh apa yang diinginkannya dari seorang

wanita tanpa melakukan perkawinan. Di samping itu, juga karena mereka

tidak yakin akan kesetiaan istrinya setelah kawin, berhubung dengan

kebiasaannya sebelum kawin, mereka sudah sering melakukan hubungan

dengan pria lain. Sebaliknya, seorang wanita yang menurut fitrahnya bertugas

mengurus rumah tangga dan mendidik anak yang lahir dari hasil

perkawinannya, banyak yang enggan melakukan perkawinan, dan ia tidak mau

diikat oleh seorang laki-laki. Sebabnya adalah karena ia merasa yakin dengan

mudah dapat memperoleh apa yang diinginkannya dari berpuluh-puluh laki-

137 Ibid., hlm. 4.

Page 79: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

laki tanpa harus diikat dan dibelenggu dengan tali perkawinan dan tanpa

banyak menanggung risiko.138

Kenyataan-kenyataan ini-sebenarnya jelas memperkuat pandangan

syariat Islam, bahwa zina bukan hanya urusan pribadi yang menyinggung

hubungan individu semata-mata, melainkan juga mempunyai dampak negatif

bagi masyarakat. Oleh karena itu, sungguh tepatlah apabila syariat Islam

melarang semua bentuk perbuatan zina, baik yang dilakukan oleh gadis

denganjejaka secara sukarela, maupun oleh prang-prang yang sudah bersuami

atau beristri.139

Syariat Islam melarang zina karena zina itu banyak bahayanya, baik

terhadap akhlak dan agama, jasmani atau badan, di samping terhadap

masyarakat dan keluarga. Bahaya terhadap agama dan akhlak dari perbuatan

zina sudah cukup jelas. Seseorang yang melakukan perbuatan zina, pada

waktu itu ia merasa gembira dan senang, sementara di pihak lain perbuatannya

itu menimbulkan kemarahan dan kutukan Tuhan, karena Tuhan melarangnya

dan menghukum pelakunya. Di samping itu, perbuatan zina itu mengarah

kepada lepasnya keimanan dari hati pelakunya, sehingga andaikata ia mati

pada saat melakukan zina tersebut maka ia mati dengan tidak membawa

iman.140

138Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: CV Pustaka Setia,

2000, hlm. 72. 139Ibid 140Syekh Muhammad bin Abdurrahman ad-Dimasyqi, Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-

Aimmah, Terj. Abdullah Zaki al-Kaf, "Fiqih Empat Mazhab", Bandung: Hasyimi Press, 2004, hlm. 454.

Page 80: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Di samping itu, wanita yang berzina akan kehilangan kehormatannya,

rasa malunya, agamanya, dan di mata masyarakat ia sudah jatuh dan tidak ada

harganya lagi, padahal kenikmatan yang diperolehnya dari perbuatannya itu

hanya beberapa menit saja. Selain dari itu, perbuatannya itu juga menjatuhkan

nama baik keluarganya yang sama sekali tidak ikut melakukan perbuatan

tersebut.141

Dampak negatif dari perbuatan zina terhadap kesehatan jasmani adalah

timbulnya penyakit kelamin. Penyakit ini merupakan penyakit yang berbahaya

dan menular. Penularan bukan hanya dengan melakukan hubungan seksual,

melainkan juga dengan bersentuhan melalui kulit, sapu tangan, kain, dan

sebagainya.142 Akibat yang lebih berbahaya lagi dari penyakit kelamin ini

adalah bahwa bisa ini mengakibatkan cacat pada anak yang lahir dari orang

tua yang mengidap penyakit tersebut. Dengan demikian, orang lain yang tidak

berdosa ikut menderita karena perbuatan orang tuanya.

Penyakit lain yang ditimbulkan oleh perbuatan zina ini adalah penyakit

AIDS, yaitu suatu penyakit yang disebabkan oleh virus HIV yang

mengakibatkan hilangnya kekebalan (daya tahan) tubuh. Penyakit ini pada

zaman sekarang sangat ditakuti karena sampai sekarang belum ditemukan

obatnya. Akibatnya, orang yang terserang penyakit ini akan mengalami

penurunan kekebalan, sehingga lama-kelamaan ia tidak tahan hidup dan

akhirnya meninggal dunia.143

141Ibid 142Rahmat Hakim, op.cit., hlm. 73. 143Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hlm. 30

Page 81: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Adapun bahaya zina terhadap keluarga dan masyarakat adalah bahwa

perbuatan zina merusak sendi-sendi kehidupan rumah tangga dan keluarga.

Apabila dalam suatu keluarga terjadi perbuatan zina, baik oleh pihak suami

maupun oleh pihak istri maka kerukunan dalam rumah tangga itu akan hilang.

Hubungan antara suami dan istri serta anak-anak sudah tidak serasi lagi, dan

akibatnya rumah tangga itu akan hancur. Di sisi lain, perbuatan zina dapat

mendorong timbulnya keengganan untuk melakukan pernikahan, sebab apa

yang diinginkan oleh seorang laki-laki dari seorang wanita atau sebaliknya,

dapat diperoleh dengan mudah tanpa banyak risiko.

Apabila pandangan semacam ini merata di kalangan masyarakat maka

pada gilirannya masyarakat akan menjadi punah karena tidak adanya

keturunan. Masyarakat yang ada hanyalah masyarakat yang akhlaknya sudah

rusak, yang sudah tidak mengindahkan lagi norma-norma agama dan aturan-

aturan kemasyarakatan. Karena besarnya bahaya yang ditimbulkan oleh

perbuatan zina tersebut, syariat Islam melarangnya dan mengancamnya

dengan hukuman yang berat.144

Imam Syafi'i sebagai figur yang memiliki sejumlah paradigma dalam

pemikiran mulai dari pemikiran yang sederhana sampai level kompleks

ditengarai sebagai seorang imam yang mumpuni dalam mengidentifikasi

permasalahan yang menyangkut fikih dan ushul fikih. Sehingga kitab al-Umm

dan kitab al-Risalah dianggap sebagai karya monumental yang pendapat dan

pemikirannya sesuai dengan dinamika dan mobilitas masyarakat. Hampir

144Ibid

Page 82: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

seluruh lapisan masyarakat dan rulling class merekognisi kepiawaian Imam

Syafi'i dfan merespon masalah yang berkembang dan fenomena sosial.145

Berhubung dengan itu keadilan yang direfleksikan oleh pemikiran

Imam Syafi'i terhadap pelaku zina kafir zimmy menjadi indikator bahwa

dalam perspektifnya semua orang dalam kapasitas agama apa saja harus

diperlakukan dalam prinsip equality before the law hal ini sejalan dengan

ungkapan all man are born equal. Atas dasar itu penjatuhan hukuman terhadap

kafir zimmy yang berzina menjadi petunjuk bahwa Imam Syafi'i sungguh-

sungguh berpijak pada kesamaan hukum bahwa setiap orang sama dalam

hukum. Hal lain yang bisa ditarik dari pendapatnya bahwa ia melihat zina itu

bukan saja menyangkut hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhan

melainkan juga hubungan horizontal antar sesama manusia karena zina

merupakan patologi sosial yang berdampak sangat luas dan berdimensi

banyak baik menyangkut moralitas, mentalitas, medis maupun tatanan

kesucian dunia perkawinan. Dengan demikian pendapat Imam Syafi'i

memiliki skop yang luas dengan menjangkau semua aspek yang menyangkut

kepentingan universal dengan berpijak pada visi bahwa zina merupakan

perbuatan terkutuk yang dapat menghancurkan seluruh tatanan sosial.146

B. Istinbat Hukum Syafi'i tentang Pemberlakuan Hukuman Rajam bagi

Pezina Kafir Zimmy

145M. Alfatih Suryadilaga (ed), Studi Kitab Hadis, Yogyakarta: Teras, 2003, hlm. 220. 146Ibid., hlm. 220.

Page 83: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Istinbat adalah mengeluarkan makna-makna dari nash-nash (yang

terkandung) dengan menumpahkan pikiran dan kemampuan (potensi)

naluriah. Nash itu ada dua macam yaitu yang berbentuk bahasa (lafaziyah)

dan yang tidak berbentuk bahasa tetapi dapat dimaklumi (maknawiyah). Yang

berbentuk bahasa (lafadz) adalah al-Qur'an dan as-Sunnah, dan yang bukan

berbentuk bahasa seperti istihsan, maslahat, sadduzdzariah dan sebagainya.147

Cara penggalian hukum (turuq al-istinbat) dari nash ada dua macam

pendekatan, yaitu pendekatan makna (turuq ma'nawiyyah) dan pendekatan

lafaz (thuruq lafziyyah). Pendekatan makna (turuq ma'nawiyyah) adalah

(istidlal) penarikan kesimpulan hukum bukan kepada nash langsung seperti

menggunakan qiyas, istihsan, mashalih mursalah, zara'i dan lain sebagainya.

Sedangkan pendekatan lafaz (thuruq lafziyyah) penerapannya membutuhkan

beberapa faktor pendukung yang sangat dibutuhkan, yaitu penguasaan

terhadap ma'na (pengertian) dari lafaz-lafaz nash serta konotasinya dari segi

umum dan khusus, mengetahui dalalahnya apakah menggunakan manthuq

lafzy ataukah termasuk dalalah yang menggunakan pendekatan mafhum yang

diambil dari konteks kalimat; mengerti batasan-batasan (qayyid) yang

membatasi ibarat-ibarat nash; kemudian pengertian yang dapat dipahami dari

lafaz nash apakah berdasarkan ibarat nash ataukah isyarat nash. Sehubungan

dengan hal tersebut, para ulama ushul telah membuat metodologi khusus

dalam bab mabahits lafziyyah (pembahasan lafaz-lafaz nash).148

147Kamal Muchtar, dkk, Ushul Fiqh, jilid 2, Yogyakarta: PT.Dana Bhakti Wakaf, 1995,

hlm. 2. 148Muhammad Abu Zahrah, Usul al-Fiqh, Mesir: Dar al-Fikr al-Araby, 1971, hlm. 115-

116

Page 84: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Dalam hubungannya dengan hukum rajam bagi pelaku zina kafir

zimmy, Imam Syafi'i menggunakan dasar hukum sebagai berikut:

1. Al-Qur'an, yaitu surat al-Ma'idah ayat 42 dan 48

)٤٢: املائدة(وإن حكمت فاحكم بينهم بالقسط

Artinya: Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah (perkara itu) di antara mereka dengan adil" (QS. Al-Maidah/5: 42).149

Asbab al-nuzul ayat di atas sebagai berikut: ketika Rasulullah Saw.

telah diutus, terjadilah suatu peristiwa seorang dari Bani Nadir membunuh

seseorang dari Quraizah. Orang-orang Quraizah berkata, "Kalian harus

membayar diat kepadanya." Orang-orang Nadir pun berkata, "Yang

memutuskan antara kami dan kalian adalah Rasulullah." Maka turunlah

firman-Nya: "Dan jika kamu memutuskan perkara mereka, maka putuskanlah

(perkara itu) di antara mereka dengan adil. (Al-Maidah: 42)". Imam Abu

Daud, Imam Nasai, Imam Ibnu Hibban, dan Imam Hakim di dalam kitab Al-

Mustadrak meriwayatkannya melalui hadis Ubaidillah ibnu Musa dengan lafaz

yang semisal. Hal yang sama telah dikatakan oleh Qatadah, Muqatil ibnu

Hayyan, Ibnu Zaid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang.150

Al-Aufi dan Ali ibnu Abu Talhah Al-Walibi telah meriwayatkan dari

Ibnu Abbas, bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang

Yahudi yang berbuat zina, seperti yang telah diterangkan dalam hadis-hadis

sebelumnya. Dapat pula dikatakan bahwa kedua penyebab inilah yang

149Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Departemen Agama, 1986, hlm. 166.

150Ismâ'îl ibn Kasîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, Tafsîr al-Qur’an al-Azîm, terj. Bahrun Abu Bakar, Jilid 6, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2003, hlm. 466

Page 85: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

melatarbelakangi turunnya ayat dalam waktu yang sama, lalu ayat-ayat ini

diturunkan berkenaan dengan semuanya. Karena itulah sesudahnya disebutkan

oleh firman-Nya: "Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya

(Taurat) bahwa jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata. (Al-Maidah:

45), hingga akhir ayat.151

Ayat ini memperkuat pendapat yang mengatakan bahwa penyebab

turunnya ayat-ayat ini berkenaan dengan masalah hukum qisas: Firman Allah

Swt.: "Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan

Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (Al-Maidah: 44)"

Dalam surat al-Ma'idah ayat 42 ada kata al-qist yang berarti adil.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, keadilan didefinisikan sebagai sama

berat, tidak berat sebelah, tidak memihak, berpihak kepada yang benar,

berpegang pada kebenaran.152 Kata adil (al-'adl) berasal dari bahasa Arab, dan

dijumpai dalam al-Qur'an, sebanyak 28 tempat yang secara etimologi

bermakna pertengahan.153 Pengertian adil, dalam budaya Indonesia, berasal

dari ajaran Islam. Kata ini adalah serapan dari kata Arab ‘adl.154 Secara

etimologis, dalam Kamus Al-Munawwir, al’adl berarti perkara yang tengah-

tengah.155 Dengan demikian, adil berarti tidak berat sebelah, tidak memihak,

atau menyamakan yang satu dengan yang lain (al-musâwah). Istilah lain dari

151Ibid 152Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, hlm. 8 153Muhammad Fu'ad Abd al-Baqiy, Al-Mu'jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur'an al-Karim,

Beirut: Dar al-Fikr, , 1981, hlm. 448 – 449. 154M.Dawam Rahardjo, Ensiklopedi Al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-

Konsep Kunci, Jakarta: Paramadina, 2002, hlm. 369. 155Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,

Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997, hlm. 906.

Page 86: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

al-‘adl adalah al-qist, al-misl (sama bagian atau semisal). Secara terminologis,

adil berarti mempersamakan sesuatu dengan yang lain, baik dari segi nilai

maupun dari segi ukuran, sehingga sesuatu itu menjadi tidak berat sebelah dan

tidak berbeda satu sama lain. Adil juga berarti berpihak atau berpegang

kepada kebenaran.156 Menurut Ahmad Azhar Basyir, keadilan adalah

meletakkan sesuatu pada tempat yang sebenarnya atau menempatkan sesuatu

pada proporsinya yang tepat dan memberikan kepada seseorang sesuatu yang

menjadi haknya

Asbab al-nuzul ayat di atas sebagai berikut: Al-Barra ibnu Azib,

Huzaifah ibnut Yaman, Ibnu Abbas Abu Mijlaz, Abu Raja Al-Utaridi,

Ikrimah, Ubaidillah Ibnu Abdullah, Al-Hasan Al-Basri, dan lain-lainnya

mengatakan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan Ahli Kitab.Al-Hasan

Al-Basri menambahkan, ayat ini hukumnya wajib bagi kita(kaum muslim).

Abdur Razzaq telah meriwayatkan dari Sufyan As-Sauri, dari Mansur, dari

Ibrahim yang telah mengatakan bahwa ayat-ayat ini diturunkan berkenaan

dengan orang-orang Bani Israil, sekaligus merupakan ungkapan rida dari

Allah kepada umat yang telah menjalankan ayat ini; menurut riwayat Ibnu

Jarir.157

Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami

Ya'qub, telah menceritakan kepada kami Hasyim, telah menceritakan kepada

kami Abdul Malik ibnu Abu Sulaiman, dari Salamah ibnu Kahil, dari

Alqamah dan Masruq, bahwa keduanya pernah bertanya kepada sahabat Ibnu

156Abdual Aziz Dahlan, et. al, (ed), Ensiklopedi Hukum Islam, jilid 2, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 25

157Ismâ'îl ibn Kasîr al-Qurasyî al-Dimasyqî, op.cit., hlm. 467.

Page 87: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Mas'ud tentang masalah suap (risywah). Ibnu Mas'ud mengatakan bahwa

risywah termasuk perbuatan yang diharamkan.

Salamah ibnu Kahil mengatakan, "Alqamah dan Masruq bertanya,

Bagaimanakah dalam masalah hukum?'." Ibnu Mas'ud menjawab, "Itu

merupakan suatu kekufuran."

Dalam surat al-Ma'idah ayat 48 ada kata "bima anzalallah" yang

berarti dengan apa yang telah diturunkan Allah Swt. Jadi dalam tafsir Al-

Marâgî kata-kata tersebut menunjukkan bahwa putuskanlah perkara di antara

mereka dengan hukum-hukum yang telah diturunkan Allah Swt.158

Apabila diperhatikan dan dikaji korelasi surat al-Maidah ayat 42

dengan ayat 48 dan dengan hukum rajam bagi pelaku zina kafir zimmy, bahwa

kedua ayat tersebut menyuruh kepada manusia untuk berlaku adil dalam

menjatuhkan hukuman. Pemberlakuan hukuman yang sama pada umat Islam

dan kafir zimmy tidak boleh keluar dari al-Qur'an. Karena al-Qur'an adalah

sumber hukum Islam yang pertama yang senantiasa mencerminkan keadilan,

dan persamaan di muka hukum

2. Hadis riwayat dari Abu ath-Thahir dari Abdullah bin Wahb dari Rijal dari

ahlul ilmi dari Malik bin Anas

خبرنا عبد الله بن وهب أخبرني رجال من أهل العلم منهم حدثني أبو الطاهر أ لمسه وليلى الله عول الله صسأن ر رمن عن ابع مهربا أخافعس أن نأن نب الكم

مرأة زنيا فأتت اليهود إلى رسول الله صلى الله رجم في الزنى يهوديين رجلا وا

158Ahmad Mustafâ Al-Marâgî, Tafsîr al-Marâgî, Terj. Bahrun Abubakar, Semarang: Toha

Putra, 1993, hlm. 238

Page 88: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

159) رواه مسلم(عليه وسلم بهما وساقوا الحديث بنحوه

Artinya: Telah mengabarkan kepadaku dari Abu ath-Thahir dari Abdullah bin Wahb dari Rijal dari ahlul ilmi dari Malik bin Anas sesungguhnya Nafi'an mengabarkan kepada mereka dari Ibnu Umar sesungguhnya Rasulullah Saw. pernah memberlakukan hukuman rajam dalam perbuatan zina yang telah dilakukan oleh dua orang Yahudi laki-laki dan perempuan yaitu setelah mereka berdua dihadapkan oleh orang-orang Yahudi kepada Rasulullah Saw. seterusnya para perawi menuturkan lanjutan hadis ini yang senada dengan hadis di atas (HR. Muslim).

Hadis sahih Muslim ini menunjukkan adanya hukum rajam bagi pelaku

zina dua orang Yahudi.

نالله ع ديبا عنربأخ قحإس نب بيعا شثندالح حو صى أبوسم نب كمثني الحدح وديهبي أتي لمسه وليلى اللهم عول الله صسأن ر هربأخ رمع نالله ب دبافع أن عن

قد زنيا فانطلق رسول الله صلى الله عليه وسلم حتى جاء يهود فقال ما ويهودية نيب الفخنا وملهمحنا ومهوهجو دوسى قالوا ننز نلى ماة عروون في التجدت

فأتوا بالتوراة إن كنتم صادقني فجاءوا بها فقرءوها وجوههما ويطاف بهما قال نيا بأ مقرم وجة الرلى آيع هدأ يقرى الذي يالفت عضم وجة الروا بآيرى إذا متح

الله ب دبع ا فقال لهاءهرا وما وهيده يليلى الله عول الله صسر عم وهلام وس نوسلم مره فليرفع يده فرفعها فإذا تحتها آية الرجم فأمر بهما رسول الله صلى الله

160)رواه مسلم(عليه وسلم فرجما

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari al-Hakam bin Musa Abu Shaleh dari Syu'ab bin Ishak dari Ubaidillah dari Nafi' bahwa Abdullah bin Umar; sesungguhnya pernah suatu ketika dua orang Yahudi lelaki dan perempuan yang berbuat zina dihadapkan kepada Rasulallah s.a.w. Kemudian Rasulallah s.a.w. berangkat menemui orang-orang Yahudi, seraya bertanya: "Ketentuan apakah yang kalian dapati dalam kitab Taurat yang mestinya diberlakukan atas

159Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi, Sahîh Muslim,

Juz. 3, Mesir: Tijariah Kubra, tth, hlm. 122. 160Ibid., hlm. 116.

Page 89: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

orang yang telah berbuat zina?" Mereka menjawab: "Kami akan mencoreng muka mereka dengan warna hitam, menaikkannya di atas kendaraan dalam kendaraan beriringan, kemudian mengaraknya keliling jalan." Selanjutnya beliau bersabda: "Coba datangkanlah kitab Taurat apabila kalian jujur." Kemudian mereka mengambil kitab Taurat dan membacanya. Ketika bacaan mereka sampai pada ayat rajam (pancung), seorang pemuda yang ikut membaca tiba-tiba meletakkan tangannya di atas tersebut dan dia hanya membaca ayat yang sebelum dan sesudahnya. Abdullah bin Salam yang saat itu ikut bersama Rasulullah s.a.w. berkata kepada beliau: "Perintahlah dia untuk mengangkat tangannya." Pemuda tadi lalu mengangkat tangannya. Dan yang dia tutupi tadi adalah ayat rajam. Kemudian Rasulallah s.a.w. memerintahkan agar kedua orang yang berzina tadi dihukum rajam. Dan hukuman itupun dilaksanakan.(HR. Muslim).

حدثني هارون بن عبد الله حدثنا حجاج بن محمد قال قال ابن جريج أخبرني أبو الزبير أنه سمع جابر ابن عبد الله يقولا رجم النبي صلى الله عليه وسلم رجلا

لمأس من هأترامود وهالي لا منجر161)رواه مسلم( و

Artinya: Telah mengabarkan kepada kami dari Harun bin Abdillah dari Hajaj bin Muhammad dari Ibnu Juraij dari Abuz Zubair bahwa beliau mendengar Jabir bin Abdullah berkata: "Rasulallah s.a.w. pernah menghukum pancung seorang lelaki dari daerah Aslam, seorang lelaki Yahudi, dan seorang perempuan yang dizinainya. (HR. Muslim).

161Ibid.,, hlm. 117.

Page 90: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dengan melihat dan mencermati uraian bab pertama sampai dengan

bab keempat skripsi ini, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Menurut Imam Syafi'i bahwa pelaku zina kafir zimmy dapat dikenakan

hukum rajam. Dalam hal ini Imam Syafi'i tidak mensyaratkan Islam,

karena dalam perspektif Imam Syafi'i bahwa orang kafir zimmy yang

melakukan zina bisa dikenakan hukum rajam. Menurut penulis, jika kafir

zimmy yang melakukan perzinaan tidak dikenakan hukum rajam,

sedangkan perbuatannya bisa menularkan penyakit, maka perbuatan zina

kafir zimmy akan meresahkan umat Islam dan posisi umat Islam sangat

dirugikan. Perzinaan jika dibiarkan akan merusak sendi- sendi moral dan

akhlaq yang pada akhirnya bisa merusak generasi umat Islam. Dengan

demikian terasa adil apabila kafir zimmy dikenakan hukum rajam.

2. Dalam hubungannya dengan hukum rajam bagi pelaku zina kafir zimmy,

Imam Syafi'i menggunakan dasar hukum yaitu al-Qur'an, yaitu surat al-

Maidah 48, serta hadis riwayat dari Abu ath-Thahir dari Abdullah bin

Wahb, Hadis riwayat dari al-Hakam bin Musa Abu Shaleh dari Syu'ab bin

Ishak, dan hadis riwayat dari Harun bin Abdillah dari Hajaj bin

Muhammad dari Ibnu Juraij. Hadis riwayat Muslim.

Page 91: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

B. Saran-Saran

Meskipun pendapat Imam Syafi'i bersifat klasik, namun hendaknya

pendapat dan argumentasinya dijadikan studi banding ketika pembentuk

undang-undang atau para pengambil keputusan membuat peraturan undang-

undang yang baru atau pada waktu merevisi atau merubah undang-undang

yang sedang berlaku.

C. Penutup

Tiada puja dan puji yang patut dipersembahkan kecuali kepada Allah

SWT yang dengan karunia dan rahmatnya telah mendorong penulis hingga

dapat merampungkan tulisan yang sederhana ini. Dalam hubungan ini sangat

disadari bahwa tulisan ini dari segi metode apalagi materinya jauh dari kata

sempurna. Namun demikian tiada gading yang tak retak dan tiada usaha besar

akan berhasil tanpa diawali dari yang kecil. Semoga tulisan ini bermanfaat

bagi pembaca budiman.

Page 92: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Siradjuddin. Sejarah dan Keagungan Madzhab Syafi’i, Jakarta: Pustaka Tarbiyah, 2004.

Amirin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo persada, 1995.

Andreae, Fockema, Fockema Andrea's Rechtsgeleard Handwoordenboek, Terj. Saleh Adwinata, et al, "Kamus Istilah Hukum", Bandung: Binacipta, 1983.

Bukhary, Imam, Sahih al-Bukhari, Juz. 1, Beirut: Dar al-Fikr, 1410 H/1990 M.

Dahlan, Abdul Aziz, et.al, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997.

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: Surya Cipta Aksara, 1993.

Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002.

Dimasyqi, Syekh Muhammad bin Abdurrahman, Rahmah al-Ummah fi Ikhtilaf al-Aimmah, Terj. Abdullah Zaki al-Kaf, "Fiqih Empat Mazhab", Bandung: Hasyimi Press, 2004.

Djazuli, Ilmu Fiqh, Jakarta: Prenada Media, 2005.

Faiz, Fahruddin, Hermeneutika Al-Qur'an, Yogyakarta: eLSAQ Press, 2003.

Farid, Syaikh Ahmad, Min A'lam As-Salaf, Terj. Masturi Irham dan Asmu'i Taman, "60 Biografi Ulama Salaf", Jakarta: Pustaka Al-kautsar, 2006.

Fikri, Ali, Ahsan al-Qashash, Terj. Abd.Aziz MR: "Kisah-Kisah Para Imam Madzhab", Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2003.

Hakim. Rahmat, Hukum Pidana Islam (Fiqih Jinayah), Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.

Ham, Musahadi, Evolusi Konsep Sunnah (Implikasinya pada Perkembangan Hukum Islam), Semarang: Aneka Ilmu, 2000.

Hanafi, Ahmad, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1961.

Handrianto, Budi dan Nana Mintarti, Seks dalam Islam, Jakarta: Puspa Swara, 1997.

Harahap, Syahrin, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, Jakarta: Istiqamah Mulya Press, 2006.

Page 93: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Hidayat, Komaruddin, Memahami Bahasa Agama Sebuah Kajian Hermeneutik, Jakarta: Paramida, 1996.

I Doi, A. Rahman, Syari'ah the Islamic Law, Terj. Zaimudin dan Rusydi Sulaiman, "Hudud dan Kewarisan", Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996.

Jazairi, Abu Bakar Jabir, Minhaj al-Muslim, Kairo: Maktabah Dar al-Turas, 2004.

Jazirî, Abdurrrahmân, Kitab al-Fiqh ‘alâ al-Mazâhib al-Arba’ah, Juz 5, Beirut: Dâr al-Fikr, 1972.

Jundi, Abd al-Halim, Imam al-Syafi'i.

Jurjawi, Syeikh Ali Ahmad, Hikmah al-Tasyri' wa Falsafatuh, Juz II, Beirut: Dâr al-Fikr, 1980.

Kansil, C.S.T., Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986.

Khalaf, Abd al-Wahhab, ‘Ilm Usul al-Fiqh, Kuwait: Dar al-Qalam, 1978.

Koencaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1970.

Lamintang. PAF., Delik-Delik Khusus: Tindak Pidana-Tindak Pidana Melanggar Norma-Norma Kesusilaan dan Norma-Norma Kepatutan, Bandung: CV Mandar Maju, 1990.

Mahfudh. Sahal, Nuansa Fiqih Sosial, Yogyakarta: LKiS 2004.

Mahmassani, Sobhi, Falsafah al-Tasyri fi al-Islam, Terj. Ahmad Sudjono, “Filsafat Hukum dalam Islam”, Bandung: PT al-Ma’arif, 1976.

Mawardi, Imam, Al-Ahkam as-Sultaniyyah wa al-Wilayat ad-Diniyyah, Terj. Abdul Hayyie al-Kattani dan Kamaluddin Nurdin, "Hukum tata Negara dan Kepemimpinan dalam Takaran Islam", Jakarta: Gema Insani Press, 2000.

Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.

Moleong, Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2001.

Mubarok, Jaih, Modifikasi Hukum Islam, Studi tentang Qaul Qadim dan Qaul Jadid, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2002.

Page 94: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Munajat, Makhrus, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung Pustaka, 2004.

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997.

Muslich, Ahmad Wardi, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005.

--------, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam Fikih Jinayat, Jakarta: sinar Grafika, 2004.

Naisaburi, Al-Imam Abul Husain Muslim ibn al-Hajjaj al-Qusyairi, Sahîh Muslim, Juz. 3, Mesir: Tijariah Kubra, tth.

Nawawi, Hadari, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1991.

Nazir., Moh., Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia,1999.

Palmer, Richard E.. Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey, Heidegger, and Gadamer, Terj. Musnur Hery dan Damanhuri Muhammed, Evaston: Northwestern University Press, 2005.

Poerwadarminta, W.J.S., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976.

Projodikoro, Wirjono, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Jakarta: PT. Eresco, 1981.

Qardawi, Yusuf, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam, Beirut: Dar al-Ma'rifah, 1986.

Rusyd, Ibnu, Bidayah al Mujtahid Wa Nihayah al Muqtasid, Juz. 2, Beirut: Dar Al-Jiil, 1409 H/1989.

Sabiq. Sayyid, Fiqh al-Sunnah, Jilid II, Kairo: Maktabah Dâr al-Turas, 1980.

Shiddieqy, TM. Hasbi ash, Pengantar Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.

--------, Pokok-Pokok Pegangan Imam Madzhab, Semarang: PT Putaka Rizki Putra, 1997.

Shihab, M.Quraish, Tafsir al-Mishbah, Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur'an, Jakarta: Lentera Hati, Volume 5, 2005.

--------, Mistik, Seks, dan Ibadah, Jakarta: Republika, 2004.

Page 95: PENDAPAT IMAM ASY-SYÂFI'I TENTANG PEMBERLAKUAN …library.walisongo.ac.id/digilib/files/disk1/92/jtptiain-gdl-abdulw... · Hukuman untuk pelaku zina muhsan ini ada dua macam: (1)

Soesilo. R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal demi Pasal, Bogor: Politeia, 1996.

Sumantri, Jujun S. Suria, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Cet. VII, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Anggota IKAPI, 1993.

Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007.

Syafi’î, Al-Imam Abi Abdullah Muhammad bin Idris, Al-Umm, Juz. 6, Beirut: Dâr al-Kutub al-Ilmiah, tth.

--------, al-Risalah, Mesir: al-Ilmiyyah, 1312 H,.

Syalthut, Mahmud, Fiqih Tujuh Madzhab, terj. Abdullah Zakiy al-Kaaf, Bandung: CV Pustaka Setia, 2000.

Syihab, Umar, Hukum Islam dan Transformasi Pemikiran, Semarang: Dina Utama, 1996.

Syurbasy, Ahmad Asy, Al-Aimmah al-Arba'ah, Terj. Futuhal Arifin, "Biografi Empat Imam Mazhab", Jakarta: Pustaka Qalami, 2003.

Tim Penulis Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Pedoman Penulisan Skripsi, Semarang: Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, 2000.

Tirmizi, Abu Isa Muhammad ibn Isa bin Surah, hadiś No. 2610 dalam CD program Mausu'ah Hadiś al-Syarif, 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company).

Usman, Hasan, Metode Penelitian Sejarah, Terj. Muin Umar, et. al, Departemen Agama, 1986.

Wojowasito. S., Kamus Umum Belanda Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1992.

Yayasan Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Surabaya: DEPAG RI, 1978.

Zahrah, Muhammad Abu, Usûl al-Fiqh, Cairo: Dâr al-Fikr al-‘Arabi, 1958.

--------, Hayatuhu wa Asruhu wa Fikruhu ara-uhu wa Fiqhuhu, Terj. Abdul Syukur dan Ahmad Rivai Uthman, “Imam al-Syafi'i Biografi dan Pemikirannya Dalam Masalah Akidah, Politik dan Fiqih”, Jakarta: PT Lentera Basritama, 2005.