PENDAHULUAN - Teuku Umar Universityrepository.utu.ac.id/240/1/BAB I_V.pdfMenurut perhitungan para...
Transcript of PENDAHULUAN - Teuku Umar Universityrepository.utu.ac.id/240/1/BAB I_V.pdfMenurut perhitungan para...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan masyarakat utama di dunia termasuk Indonesia. Penyakit malaria
menjadi salah satu perhatian global karena kasus malaria yang tinggi dapat
berdampak luas terhadap kualitas hidup dan ekonomi bahkan mengancam
keselamatan jiwa manusia. (Erdinal, 2006).
Penyakit malaria dapat dicegah dan disembuhkan. Dengan demikian
tindakan pencegahan merupakan salah satu tindakan yang penting untuk mengatasi
penyakit malaria. Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan menyatakan bahwa upaya pencegahan penyakit menular adalah
tanggung jawab bersama pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Pencegahan penyakit malaria yang paling efektif adalah dengan melibatkan
peran serta masyarakat melalui perubahan perilaku yang berhubungan dengan
pemberantasan penyakit malaria. Tingkat pengetahuan tentang pencegahan, cara
penularan serta upaya pengobatan penyakit malaria, sangat berpengaruh terhadap
perilaku masyarakat yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap terjadinya
penyakit malaria (Dalimunthe, 2008).
Upaya pencegahan penyakit malaria difokuskan untuk meminimalkan
jumlah kontak manusia dengan nyamuk melalui pemakaian kelambu dan
penyemprotan rumah. Beberapa daerah menekankan penggunaan kelambu yang
telah direndam dengan insektisida. Salah satu hambatan utama penggunaan
kelambu secara massal adalah faktor ekonomi (Utomo, 2007).
2
Wilayah endemis malaria pada umumnya adalah desa-desa terpencil.
Menurut perhitungan para ahli berdasarkan teori ekonomi kesehatan, dengan
jumlah kasus malaria tersebut di atas, dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang
sangat besar mencapai sekitar 3 triliun rupiah lebih. Kerugian tersebut sangat
berpengaruh terhadap pendapatan daerah (Depkes RI, 2009).
Penyakit malaria sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) di
Indonesia. Pada tahun 2006 terjadi KLB malaria di beberapa daerah di Indonesia.
Beberapa KLB disebabkan terjadinya perubahan lingkungan oleh bencana alam,
migrasi penduduk dan pembangunan yang tidak berwawasan lingkungan sehingga
tempat perindukan potensial nyamuk malaria semakin meluas (Harijanto, 2010).
Kasus malaria yang tinggi berdampak terhadap beban ekonomis yang besar
baik bagi keluarga yang bersangkutan dan bagi pemerintah melalui hilangnya
produktivitas kerja, hilangnya kesempatan rumah tangga untuk membiayai
pendidikan serta beban biaya kesehatan yang tinggi. Dalam jangka panjang, akan
menimbulkan efek menurunnya mutu Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat
Indonesia (Trihono, 2009).
Berdasarkan hasil penelitian Kasnodihardjo (2008), tentang pola kebiasaan
masyarakat dalam kaitannya dengan masalah malaria di daerah Sihepeng
Kabupaten Tapanuli Selatan, menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat
mengetahui bahwa malaria adalah penyakit menular dan nyamuk sebagai vektor
penular. Mereka bahkan menganggap penyakit malaria berbahaya, namun
kebanyakan mereka kurang mengetahui bagaimana cara penularan penyakit
malaria. Hal ini memengaruhi tindakan masyarakat dalam pencegahan penyakit
malaria.
3
Penyakit malaria juga dapat membawa dampak kerusakan ekonomi yang
signifikan. Penyakit malaria dapat menghabiskan sekitar 40% biaya anggaran
belanja kesehatan masyarakat dan menurunkan sebesar 1,3% Produk Domestik
Bruto (PDB) khususnya di negara-negara dengan tingkat penularan tinggi (WHO,
2010).
Berdasarkan data WHO (2010), terdapat sebanyak 247 juta kasus malaria
di seluruh dunia dan menyebabkan lebih dari 1 juta kematian pada tahun 2008.
Sebagian besar kasus dan kematian malaria ditemukan di Afrika dan beberapa
negara di Asia, Amerika Latin, Timur Tengah serta Eropa. Setiap 45 detik seorang
anak di Afrika meninggal dunia akibat penyakit malaria.
Penyebaran penyakit malaria di dunia sangat luas yakni antara garis lintang
60º di utara dan 40º di selatan yang meliputi lebih dari 100 negara beriklim tropis
dan subtropis (Erdinal, 2006). Menurut World Health Organization (WHO) tahun
2010, penyakit malaria menyerang 108 negara dan kepulauan di dunia pada tahun
2008. Penduduk dunia yang berisiko terkena penyakit malaria hampir setengah
dari keseluruhan penduduk di dunia, terutama negara-negara berpenghasilan
rendah.
Pengendalian malaria di Indonesia yang tertuang dalam Keputusan Menteri
KesehatanRepublik Indonesia Nomor 293/MENKES/SK/IV/2009 tanggal 28 April
2009 tentang Eliminasi Malaria di Indonesia bertujuan untuk mewujudkan
masyarakat yang hidup sehat, yang terbebas dari penularan malaria secara bertahap
sampai tahun 2030 (Profil Kesehatan RI, 2009). Target yang disepakati secara
internasional oleh 189 negara adalah mengusahakan terkendalinya penyakit
malaria dan mulai menurunnya jumlah kasus malaria pada tahun 2015 dengan
indikator prevalensi malaria per 1.000 penduduk.
4
Berdasarkan laporan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2012 Angka kejadian malaria per 1000 penduduk pada tahun 2012 adalah 1.69%
sedangkan data tahun 2011 adalah 1.75%. Sementara itu, pengendalian vektor,
prosentase Kabupaten/Kota yang melakukan mapping vektor pada tahun 2012
adalah 47,23%, dan data tahun 2011 yaitu 40,5%. Secara nasional kasus malaria
selama tahun 2011 – 2012 cenderung menurun. (Kemkes, 2013).
Indonesia mengalami kemajuan dalam pemberantasan malaria, seperti
mayoritas penduduk yang bertempat di daerah dengan API (Annual Parasite
Incident) <1 per 1000 (75% populasi), sisanya masih berada di daerah dengan API
>1 per 1000. Pada tahun 2012 Angka API Malaria di Indonesia sebesar 1.69 per
1.000 penduduk, angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2011 yaitu
sebesar 1,75 per 1.000 penduduk (Kemkes. 2013)
Di Provinsi Aceh Malaria masih merupakan penyakit endemis di beberapa
kabupaten di Provinsi Aceh. Berdasarkan laporan profil kesehatan pada tahun
2010 jumlah penderita malaria klinis (demam tinggi disertai menggigil) tanpa
pemeriksaan darah sebanyak 32.667 orang dan dengan pemeriksaan sediaan darah
(malaria positif) sebanyak 4.136 orang Dengan jumlah angka kesakitan (Incidence
Rate) sebesar 0.9% dan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 0%. (Profil Kesehatan
Provinsi Aceh, 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Aceh Barat pada
tahun 2012 berjumlah 161 kasus penyakit malaria. sedangkan di wilayah kerja
UPTD Puskesmas Tangkeh tahun 2012 jumlah kasus malaria sebesar 26 kasus.
Berdasarkan hasil survei pendahuluan, secara umum geografis daerah
Woyla Timur ini terdiri dari hutan lebat, rawa-rawa, sungai dan persawahan.
5
Kondisi geografis seperti ini secara entomologi telah mengakibatkan semakin
meluasnya tempat perkembangbiakan vektor malaria atau nyamuk anopheles.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis merasa perlu melakukan
penelitian tentang pengaruh faktor pengetahuan, sikap, informasi dan ketersediaan
sarana terhadap tindakan kepala keluarga dalam pencegahan penyakit malaria di
wilayah kerja Tangkeh Woyla Timur tahun 2013.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka perumusan masalah penelitian
adalah “apakah ada pengaruh faktor pengetahuan, sikap, informasi dan
ketersediaan sarana terhadap tindakan kepala keluarga dalam pencegahan
penyakit malaria di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur?”
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan beberapa faktor yang
berpengaruh terhadap tindakan kepala keluarga dalam pencegahan penyakit
malaria di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur tahun 2013.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui pengaruh tindakan kepala keluarga dalam terhadap pencegahan
penyakit malaria di Wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
tahun 2013
2. Mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap pencegahan penyakit malaria di
Wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur tahun 2013.
6
3. Mengetahui pengaruh sikap terhadap pencegahan penyakit malaria di Wilayah
kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur tahun 2013.
4. Mengetahui pengaruh informasi terhadap pencegahan penyakit malaria di
Wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur tahun 2013.
5. Mengetahui pengaruh ketersediaan sarana terhadap malaria di Wilayah kerja
UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur tahun 2013.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan informasi dan pengembangan bagi penelitian sejenis dan
berkelanjutan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan masukan untuk pengembangan Ilmu Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan.
2. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi tenaga kesehatan,
pemerintah/pengambil keputusan tentang permasalahan terkait sehingga
dapat digunakan sebagai dasar untuk menentukan kebijakan dalam
pencegahan dan pemberantasan penyakit malaria.
7
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Perilaku
2.1. 1 Batasan Perilaku
Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
(makhluk hidup) yang mempunyai cakupan luas antara lain: berbicara, menangis,
tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Perilaku manusia
pada hakikatnya adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat
diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh pihak luar (Notoatmodjo,
2007).
2.1. 2 Perilaku Kesehatan
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan adalah suatu respon
seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit
dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman serta
lingkungan.
Secara lebih terinci, perilaku kesehatan itu mencakup:
1. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, adalah bagaimana seseorang
merespon, baik secara pasif maupun aktif terhadap sakit dan penyakit yang
dialaminya. Perilaku ini meliputi tingkatan pencegahan sebagai berikut:
a. Perilaku peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health promotion
behaviour)
b. Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behaviour)
c. Perilaku pencarian pengobatan (health seeking behaviour)
8
d. Perilaku pemulihan kesehatan (health rehabilitation behaviour)
2. Perilaku terhadap sistem pelayanan kesehatan, adalah respon seseorang
terhadap sistem pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan modern maupun
tradisional.
3. Perilaku terhadap makanan (nutrition behaviour), adalah respon seseorang
terhadap makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan.
4. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (environmental health behaviour),
adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan
manusia.
Becker dalam Notoatmodjo (2007), mengajukan klasifikasi perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan (health related behaviour) sebagai berikut:
1) Perilaku kesehatan (health behaviour)
2) Perilaku sakit (the illness behaviour)
3) Perilaku peran sakit (the sick role behaviour)
2.1. 3 Determinan Perilaku Masyarakat
Menurut Notoatmodjo (2005), meskipun perilaku adalah bentuk respon
terhadap stimulus dari luar diri seseorang, namun karakteristik dan faktor-faktor
lain dari orang yang bersangkutan juga dapat memengaruhi respon seseorang.
Menurut Green dalam Notoatmodjo (2003), perilaku ditentukan oleh tiga faktor
utama, yaitu:
a. Faktor pemudah (predisposing factor)
Faktor pemudah perilaku adalah faktor yang dapat mempermudah atau
mempredisposisi terjadinya perilaku pada individu atau masyarakat, meliputi:
pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi, sistem dan nilai yang ada di masyarakat.
9
Apabila seorang penderita penyakit malaria memiliki pengetahuan tentang
manfaat pengobatan dan kemana harus berobat, itu akan mempermudah dirinya
untuk memeriksakan penyakitnya. Hal tersebut juga akan dipermudah pula apabila
ia memiliki sikap positif terhadap penyakit malaria.
b. Faktor pendukung (enabling factor)
Faktor pendukung perilaku adalah fasilitas, sarana dan prasarana yang
mendukung atau memfasilitasi terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat,
misalnya: tersedianya pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), obat-obatan, alat-
alat kontrasepsi, jamban dan sebagainya.
c. Faktor pendorong (reinforcing factor)
Faktor pendorong perilaku adalah faktor yang mendorong atau
memperkuat terjadinya perilaku, misalnya: untuk berperilaku sehat diperlukan
contoh dari para tokoh masyarakat, seperti lurah, dokter (tenaga kesehatan), camat
dan lain-lain.
2.1. 4 Kognitif (Pengetahuan)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi
melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan
telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Notoatmodjo, 2007)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah proses penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku baru atau adopsi perilaku
10
yang didasari pengetahuan, kesadaran dan sikap positif akan bersifat langgeng
(long lasting). Sedangkan perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran
tidak akan berlangsung lama.
2.1. 5 Attitude (Sikap)
Sikap merupakan reaksi yang masih tertutup dari seseorang terhadap
stimulus atau objek. Sikap belum merupakan tindakan, tetapi merupakan
predisposisi tindakan. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi
terbuka atau tingkah laku terbuka. Allport dalam Notoatmodjo (2003),
menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : 1)
kepercayaan (keyakinan), ide, konsep terhadap suatu objek. 2) kehidupan
emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3) kecenderungan untuk bertindak.
Dalam penentuan sikap yang utuh, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi
memegang peranan penting.
Menurut Azwar (2007), sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi
perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau
memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak
(unfavorable) .
2.1. 6 Informasi/Media Massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun non formal
dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga
menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan
tersedia bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi pengetahuan
masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk
11
media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula
pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang. Adanya
informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Notoatmodjo, 2007)
2.1. 7 Tindakan (Practice)
Menurut Notoatmodjo (2007), suatu sikap belum tentu terwujud dalam
suatu tindakan (overt behaviour).
Tindakan dapat dibedakan menjadi 4 tingkatan yaitu:
1. Persepsi (perception)
Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang
akan diambil merupakan tindakan tingkat pertama.
2. Respon Terpimpin (guided respons)
Respon terpimpin adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan
urutan yang benar sesuai dengan contoh yang telah diberikan.
3. Mekanisme (mechanism)
Mekanisme adalah kemampuan untuk melakukan sesuatu secara benar dan
hal itu sudah menjadi kebiasaan.
4. Adaptasi (adaptation)
Adaptasi adalah suatu tindakan yang sudah berkembang dengan baik.
Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya sendiri tanpa mengurangi kebenaran
tindakannya tersebut.
12
2.2. Malaria
Istilah malaria diambil dari 2 kata bahasa Italia, yaitu mal (buruk) dan area
(udara) atau udara buruk karena dahulu banyak terdapat di daerah rawa-rawa yang
mengeluarkan bau busuk. Penyakit ini juga memiliki beberapa nama lain, seperti
demam roma, demam rawa, demam tropik, demam pantai, demam kura dan
paludisme (Prabowo, 2008).
Penyakit malaria disebabkan oleh sporozoa genus plasmodium dan
ditularkan oleh nyamuk spesies anopheles. Golongan yang berisiko tertular
malaria antara lain: ibu hamil, pelancong yang tidak memiliki kekebalan terhadap
malaria, pengungsi dan pekerja yang berpindah ke daerah endemis malaria (Yatim,
2007). Kegiatan pemberantasan penyakit ini sudah dilakukan sejak lama. Adanya
parasit malaria kebal (resisten) terhadap obat-obatan, merupakan salah satu
penyebab sulitnya usaha pemberantasan penyakit ini (Prabowo, 2008).
2.2. 1 Faktor Host (Pejamu)
Secara alami, penduduk di suatu daerah endemis malaria ada yang mudah
dan ada yang sukar terinfeksi malaria, meskipun gejala klinisnya ringan.
Perpindahan penduduk dari dan ke daerah endemis malaria hingga kini masih
menimbulkan masalah. Sejak dahulu telah diketahui bahwa wabah penyakit ini
sering terjadi di daerah-daerah pemukiman baru, seperti di daerah perkebunan dan
transmigrasi. Hal ini terjadi karena pekerja yang datang dari daerah lain belum
mempunyai kekebalan sehingga rentan terinfeksi (Prabowo, 2008).
Kerentanan manusia terhadap penyakit malaria berbeda-beda. Ada manusia
yang rentan, yang dapat tertular oleh penyakit malaria, tetapi ada pula yang lebih
kebal dan tidak mudah tertular oleh penyakit malaria. Berbagai bangsa (ras)
mempunyai kerentanan yang berbeda-beda (faktor rasial) (Gandahusada, 2003).
13
Banyak orang dari Afrika Barat dan beberapa kulit hitam Amerika mempunyai
“duffy antigen” negatif yang dapat menerangkan rendahnya insiden dari
Plasmodium vivax di Afrika Barat, namun di daerah lain di Afrika, prevalensi
Plasmodium vivax cenderung lebih tinggi (Garcia, 1996).
2.2. 2 Faktor Agent (Penyebab)
Penyakit malaria pada manusia hanya dapat ditularkan oleh nyamuk
anopheles betina. Spesies anopheles di seluruh dunia terdapat sekitar 2.000 species
dan 60 spesies diantaranya diketahui sebagai penular malaria. Spesies anopheles di
Indonesia ada sekitar 80 jenis dan 24 spesies di antaranya telah terbukti penular
penyakit malaria (Prabowo, 2008).
Nyamuk anopheles hidup di daerah beriklim tropis dan subtropis, tetapi
juga bisa hidup di daerah yang beriklim sedang. Nyamuk ini jarang ditemukan
pada daerah ketinggian lebih dari 2.000-2.500 m. Tempat perindukannya
bervariasi (tergantung spesiesnya) dan dapat dibagi menjadi tiga kawasan, yaitu
pantai, pedalaman dan kaki gunung. Nyamuk anopheles betina biasanya menggigit
manusia pada malam hari atau sejak senja hingga subuh. Jarak terbangnya tidak
lebih dari 0,5-3 km dari tempat perindukannya (Prabowo, 2008).
Nyamuk anopheles biasa meletakkan telurnya di atas permukaan air satu per satu.
Telur dapat bertahan hidup dalam waktu cukup lama dalam bentuk dorman. Bila
air cukup tersedia, telur-telur tersebut biasanya menetas 2-3 hari sesudah
diletakkan. Nyamuk anopheles sering disebut nyamuk malaria karena banyak jenis
nyamuk ini yang menularkan penyakit malaria (Sembel, 2009).
2.2. 3 Faktor Environment (Lingkungan)
Keadaan lingkungan berpengaruh besar terhadap ada tidaknya malaria di
suatu daerah. Keberadaan danau air payau, genangan air di hutan, persawahan,
14
tambak ikan, pembukaan hutan dan pertambangan di suatu daerah akan
meningkatkan kemungkinan timbulnya penyakit malaria karena tempat-tempat
tersebut merupakan tempat perindukan nyamuk malaria (Prabowo, 2008). Hal ini
diperburuk dengan adanya perpindahan penduduk dari daerah endemis ke daerah
bebas malaria dan sebaliknya (Mursito, 2002).
Tidak semua daerah yang dimasuki penderita malaria akan terjangkit
penyakit malaria. Jika daerah tersebut tidak terdapat nyamuk malaria, penularan
penyakit tersebut tidak akan terjadi. Demikian pula sebaliknya, sekalipun di suatu
daerah terdapat nyamuk malaria tetapi jika di daerah tersebut tidak ada penderita
malaria, penularan malaria tidak akan terjadi. Suatu daerah akan terjangkit
penyakit malaria apabila di daerah itu ada nyamuk malaria yang pernah menggigit
penderita malaria (Mursito, 2002).
2.2. 4 Penyebab Penyakit Malaria
Penyebab penyakit malaria di Indonesia ada 4 jenis yaitu: Plasmodium
vivax, Plasmodium malariae, Plasmodium ovale dan Plasmodium falcifarum.
Gejala dan intensitas serangan ke-4 plasmodium tersebut pada garis besarnya
sama, namun setiap plasmodium tersebut memberikan karakteristik tersendiri
dalam intensitas dan frekuensi serangan.
a. Plasmodium vivax (P.vivax)
Plasmodium vivax memberikan intensitas serangan dalam bentuk demam
setiap 3 hari sekali, sehingga sering dikenal dengan istilah malaria tertiana. Jenis
malaria ini tersebar hampir di seluruh kepulauan di Indonesia dan merupakan jenis
malaria terbanyak yang dijumpai di daerah malaria.
Masa inkubasi malaria tertiana berkisar antara 12-17 hari yang diawali
dengan gejala nyeri kepala, nyeri pinggang, mual, muntah dan badan terasa lesu.
15
Gejala awalnya adalah muncul demam tidak teratur tapi kemudian demamnya
menjadi teratur setiap 48 jam sekali di waktu siang atau sore hari. Suhu badan
dapat mencapai 41ºC. Keadaan ini dapat diikuti dengan pembengkakan limpa dan
timbul cacar herpes pada bibir, pusing dan rasa mengantuk. Kondisi tersebut
disebabkan oleh adanya gangguan di otak.
b. Plasmodium malariae (P.malariae)
Plasmodium malariae menyebabkan serangan demam setiap 4 hari sekali
sehingga sering dikenal dengan istilah malaria kuartana. Jenis malaria ini dapat
tumbuh subur di daerah tropik, baik di dataran rendah maupun tinggi.
Masa inkubasi plasmodium ini antara 18-40 hari. Gejala serangannya menyerupai
Plasmodium vivax tetapi demam dirasakan pada sore hari dengan frekuensi yang
teratur. Plasmodium malariae dapat menyebabkan gangguan pada ginjal yang
bersifat menahun.
c. Plasmodium ovale (P.ovale)
Plasmodium ovale banyak dijumpai di Indonesia bagian timur terutama di
Papua. Gejala yang ditimbulkan oleh P.ovale mirip dengan P.vivax. Penyakit
malaria yang disebabkan parasit jenis ini relatif jarang kambuh dan dapat sembuh
sendiri tanpa pengobatan.
d. Plasmodium falcifarum (P. falcifarum)
Penyakit malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falcifarum banyak
dijumpai di seluruh kepulauan Indonesia. Penyakit malaria jenis ini termasuk
malaria ganas dengan masa inkubasi 9-14 hari. Plasmodium falcifarum dapat
menyerang limpa dan hati. Apabila organ hati sudah terkena, akan timbul gejala
yang menyerupai penyakit kuning. Penderita akan merasa gelisah dan terkadang
16
mengigau diikuti keluarnya keringat dingin. Frekuensi denyut nadi serta
pernapasan juga akan meningkat pada saat serangan tersebut.
Akibat yang paling buruk akan terjadi bila plasmodium tersebut sudah
menyerang otak sehingga menyebabkan gumpalan darah pada pembuluh darah.
Akibat lebih lanjut dapat menyebabkan proses kelumpuhan, menurunnya
kesadaran dan akhirnya penderita tersebut meninggal dunia (Mursito, 2002).
2.2. 5 Gejala Penyakit Malaria
Gejala-gejala penyakit malaria dipengaruhi oleh kekebalan tubuh
penderita, jenis plasmodium malaria serta jumlah parasit yang menginfeksinya.
Waktu terjadinya infeksi pertama kali, sampai timbulnya gejala penyakit disebut
masa inkubasi, sedangkan waktu antara terjadinya infeksi sampai ditemukannya
parasit malaria di dalam darah disebut periode prepaten. Masa inkubasi maupun
periode prepaten ditentukan oleh jenis plasmodium yang menyerang seseorang
(Prabowo, 2008).
1. Demam
Sebelum timbul demam, biasanya penderita malaria akan mengeluh lesu,
sakit kepala, nyeri pada tulang dan otot, kurang nafsu makan, rasa tidak enak pada
perut, diare ringan dan kadang-kadang merasa dingin di punggung. Keluhan
seperti ini pada umumnya timbul pada malaria yang disebabkan oleh P.vivax dan
P.ovale, sedangkan pada malaria yang disebabkan oleh P.falcifarum dan
P.malariae, keluhan-keluhan tersebut tidak jelas.
Demam pada penyakit malaria bersifat periodik dan berbeda-beda waktunya,
tergantung dari plasmodium penyebabnya. Serangan demam yang khas pada
penyakit malaria terdiri dari 3 stadium:
17
a) Stadium menggigil
Stadium ini dimulai dengan perasaan kedinginan hingga menggigil.
Penderita sering membungkus badannya dengan selimut atau sarung. Pada saat
menggigil, seluruh tubuhnya bergetar; denyut nadinya cepat, tetapi lemah; bibir
dan jari-jari tangannya biru; serta kulitnya pucat. Pada anak-anak, sering disertai
dengan kejang-kejang. Stadium ini berlangsung 15 menit sampai satu jam yang
diikuti dengan meningkatnya suhu badan.
b) Stadium puncak demam
Pada stadium ini, penderita yang sebelumnya merasa kedinginan, berubah
menjadi panas sekali. Wajah penderita merah, kulit kering dan terasa panas seperti
terbakar, frekuensi pernapasan meningkat, nadi penuh dan berdenyut keras, sakit
kepala semakin hebat, muntah-muntah, kesadaran menurun, sampai timbul kejang
(pada anak-anak). Suhu badan bisa mencapai 41ºC. Stadium ini berlangsung
selama dua jam atau lebih yang diikuti dengan keadaan berkeringat.
c) Stadium berkeringat
Pada stadium ini, penderita berkeringat banyak di seluruh tubuhnya hingga
tempat tidurnya basah. Suhu badan turun dengan cepat, penderita merasa sangat
lelah dan sering tertidur. Setelah bangun dari tidurnya, penderita akan merasa sehat
dan dapat melakukan pekerjaan seperti biasa. Sebenarnya pada saat itu, penyakit
malaria masih bersarang dalam tubuh penderita. Stadium ini berlangsung 2-4 jam.
2. Pembesaran limpa (splenomegali)
Pembesaran limpa merupakan gejala khas pada penyakit malaria kronis
atau menahun. Limpa menjadi bengkak dan terasa nyeri. Limpa membengkak
akibat penyumbatan oleh sel-sel darah merah yang mengandung parasit malaria.
18
Konsistensi limpa semakin lama menjadi semakin keras karena jaringan ikat pada
limpa semakin bertambah. Dengan pengobatan yang baik, limpa dapat berangsur
normal kembali.
3. Anemia
Pada penyakit malaria, anemia atau penurunan kadar hemoglobin darah
sampai di bawah nilai normal disebabkan penghancuran sel darah merah yang
berlebihan oleh parasit malaria. Anemia juga dapat timbul akibat gangguan
pembentukan sel darah merah di sumsum tulang (Prabowo, 2008).
Pada tubuh seekor nyamuk anopheles betina, dapat hidup bersama lebih dari satu
spesies plasmodium sehingga terjadi infeksi campuran (mixed infection) (Soedarto,
2008) .
2.2. 6 Penyebaran dan Penularan Malaria
Penyebaran penyakit malaria ditemukan pada 64º Lintang Utara
(Archangel di Rusia) sampai 32º Lintang Selatan (Cordoba di Argentina), dari
daerah rendah 400 m di bawah permukaan laut (Londiani di Kenya) atau 2.800 m
(Cochabamba di Bolivia). Beberapa daerah bebas malaria ditemukan di antara
batas-batas garis lintang dan garis bujur tersebut.
Penyakit malaria di Indonesia dapat berjangkit di daerah dengan ketinggian
sampai 1.800 m di atas permukaan laut. Spesies yang paling banyak dijumpai
adalah P. falcifarum dan P. vivax sedangkan P. ovale dan P. malariae pernah
ditemukan di Papua dan NTT (Prabowo, 2008).
Penyakit malaria ditularkan melalui 2 cara, yaitu alamiah dan non alamiah.
Penularan secara alamiah adalah melalui gigitan nyamuk anopheles yang
mengandung parasit malaria dan non alamiah jika bukan melalui gigitan nyamuk
anopheles.
19
Berikut beberapa penularan penyakit malaria secara non alamiah:
1) Malaria bawaan (kongenital)
Malaria kongenital adalah malaria pada bayi yang baru dilahirkan karena
ibunya menderita malaria. Penularannya terjadi karena adanya kelainan pada
sawar plasenta (selaput yang melindungi plasenta), sehingga tidak ada penghalang
infeksi dari ibu kepada janinnya. Selain melalui plasenta, penularan dari ibu
kepada bayinya juga dapat melalui tali pusat.
2) Penularan mekanik (transfusion malaria)
Transfusion malaria adalah infeksi malaria yang ditularkan melalui
transfusi darah dari donor yang terinfeksi penyakit malaria, pemakaian jarum
suntik secara bersama-sama pada pecandu narkoba atau melalui transplantasi
organ. Penularan melalui jarum suntik banyak terjadi pada para pecandu obat bius
yang menggunakan jarum suntik yang tidak steril. Parasit malaria dapat hidup
selama 7 hari dalam darah donor. Masa inkubasi transfusion malaria biasanya
lebih singkat dibandingkan dengan infeksi malaria secara alamiah (Prabowo,
2008).
2.2. 7 Tindakan Masyarakat dalam Pencegahan Malaria
Usaha pencegahan penyakit malaria di Indonesia belum mencapai hasil
yang optimal karena beberapa hambatan diantaranya yaitu: tempat perindukan
nyamuk malaria yang tersebar luas, jumlah penderita yang sangat banyak serta
keterbatasan SDM, infrastruktur dan biaya.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan dalam upaya pencegahan penyakit
malaria, diantaranya:
1. Menghindari gigitan nyamuk malaria
Tindakan menghindari gigitan nyamuk sangat penting, terutama di daerah
dimana angka penderita malaria sangat tinggi. Penduduk yang tinggal di daerah
20
pedesaan atau pinggiran kota yang banyak sawah, rawa-rawa, atau tambak ikan
(tempat ideal untuk perindukan nyamuk malaria), disarankan untuk memakai baju
lengan panjang dan celana panjang saat ke luar, terutama pada malam hari.
Nyamuk malaria biasanya menggigit pada malam hari. Mereka yang tinggal di
daerah endemis malaria, sebaiknya memasang kawat kasa di jendela dan ventilasi
rumah serta menggunakan kelambu saat tidur. Masyarakat juga dapat memakai
minyak anti nyamuk (mosquito repellent) saat tidur di malam hari untuk mencegah
gigitan nyamuk malaria (Prabowo, 2008) .
Upaya penggunaan kelambu juga merupakan salah satu cara untuk
menghindari gigitan nyamuk. Kelambu merupakan alat yang telah digunakan sejak
dahulu (Yatim, 2007).
2. Membunuh jentik dan nyamuk malaria dewasa
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk membunuh jentik dan
nyamuk malaria dewasa adalah sebagai berikut:
a) Penyemprotan rumah
Penyemprotan rumah-rumah di daerah endemis malaria dengan insektisida
sebaiknya dilaksanakan dua kali dalam setahun dengan interval waktu enam bulan.
b) Larvaciding
Larvaciding merupakan kegiatan penyemprotan rawa-rawa yang potensial
sebagai tempat perindukan nyamuk malaria.
c) Biological control
Biological control adalah kegiatan penebaran ikan kepala timah (Panchax-
panchax) dan ikan guppy/water cetul (Lebistus reticulatus) pada genangan-
genangan air yang mengalir dan persawahan. Ikan-ikan tersebut berfungsi sebagai
21
pemangsa jentik-jentik nyamuk malaria. 3. Mengurangi tempat perindukan
nyamuk malaria
Tempat perindukan nyamuk malaria bermacam-macam, tergantung spesies
nyamuknya. Ada nyamuk malaria yang hidup di kawasan pantai, rawa-rawa,
empang, sawah, tambak ikan, atau hidup di air pegunungan.
Masyarakat di daerah endemis malaria, yaitu daerah yang seringkali
terjangkit penyakit malaria juga sangat perlu menjaga kebersihan lingkungan.
Tambak ikan yang kurang terpelihara harus dibersihkan, parit-parit di sepanjang
pantai bekas galian yang terisi air payau harus ditutup, persawahan dengan saluran
irigasi, airnya harus dipastikan mengalir dengan lancar, bekas roda yang tergenang
air atau bekas jejak kaki hewan pada tanah berlumpur yang berair harus segera
ditutup untuk mengurangi tempat perkembangbiakan larva nyamuk malaria.
2.3 Pengertian Puskesmas
Pengertian Puskesmas adalah suatu unit pelaksana fungsional yang
berfungsi sebagai pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta
masyarakat dalam bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat
pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu, dan
berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu
wilayah tertentu. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan yang
langsung memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terintegrasi
kepada masyarakat di wilayah kerja tertentu dalam usaha-usaha kesehatan pokok
(Depkes RI, 2006).
Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang
merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran
22
serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan
terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.
Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan
kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Depkes. RI, 2004).
Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional
masyarakat yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga
membina peran serta masyarakat disamping memberi pelayanan secara
menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk
kegiatan pokok”. (Azwar, 1999.).
Untuk memperluas jangkauannya satu Puskesmas diduduki oleh beberapa
Puskesmas pembantu. “Puskesmas pembantu adalah salah satu unit organisasi
Puskesmas yang berfungsi sebagai jaringan pelayanan kesehatan Puskesmas untuk
menjangkau seluruh masyarakat yang ada di wilayah kerja suatu Puskesmas”
(Depkes RI, 2004).
2.3.1 Tugas dan Fungsi Puskesmas
Dalam melaksanakan tugasnya, puskesmas melaksanakan dengan beberapa
cara yaitu :
1. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan
dalam rangka menolong dirinya sendiri.
2. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien
3. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan
medis maupun rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan
bantuan tersebut tidak menimbulkan ketergantungan.
23
4. Memberikan pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat
5. Bekerjasama dengan sektor-sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan
program puskesmas. (Hatmoko, 2007)
Fungsi puskesmas sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di
wilayah kerjanya. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau
penyelenggaraan pembangunan lintas sektoral termasuk masyarakat dan dunia
usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan
kesehatan. Disamping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak
kesehatan dari penyelenggara setiap program pembangunan di wilayah kerjanya.
Khusus untuk pembangunan kesehatan,upaya yang dilakukan puskesmas adalah
“mengutamakan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit tanpa mengabaikan
penyembuhan penyakit dan pemulihan” (Trihono, 2005).
Ada 3 fungsi pokok puskesmas, yaitu” sebagai pusat pembangunan
kesehatan masayarakat di wilayahnya, membina peran serta masyarakat di wilayah
kerjannya dalam rangkan meningkatkan kemampuan hidup sehat, memberikan
pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah
kerjanya” (Azwar, 1999). Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di
Indonesia pegelolaan program kerja puskesmas berpedoman pada empat asas
pokok yakni asas pertanggungjawaban wilayah, asas peran serta masyarakat, asas
keterpaduan dan asas rujukan.
Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat. Puskesmas selalu berupaya agar
perorangan terutama masyarakat, keluarga dan massyarakat termasuk dunia usaha
memiliki kesadaran, kemauan dan kemampuan melayani diri sendiri dan
masyarakat untuk hidup sehat termasuk sumber pembayaannya serta ikut
24
menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan.
Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan
memperhatikan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat (Trihono,
2005).
Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya. “Puskesmas bertanggung jawab
menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh,
terpadu dan berkesinambungan”(Trihono, 2005).
Puskesmas diberbagai daerah melakukan berbagai macam pekerjaan agar
warga masyarakat dapat menjalai hidup yang sehat. Jenis pelayanan yang
diberikan berbeda menurut daerahnya. Pencegahan penyakit. Puskesmas
melakukan konsultasi dan pemeriksaan kesehatan, juga imunisasi untuk mencegah
penyakit. Puskesmas memberikan pelayanan konsultasi dan bimbingan mengenai
kehamilan persalinan dan perawatan anak serta pemeriksaan kesehatan. Kesehatan
jiwa. Puskesmas memberikan pelayanan konsultasi dan bimbingan mengenai sakit
urat syaraf, sakit jiwa, cacat mental serta memberitahu lembaga kesehatan yang
harus dituju. (Hatmoko, 2007).
2.3.2 Visi dan Misi UPTD Puskemas Tangkeh
1. Visi Puskesmas
UPTD Puskesmas Tangkeh merupakan sarana pelayanan kesehatan yang
ad di Kecamatan Woyla Timur dan dalam meningkatkan pelayanan kesehatan
dasar bagi masyarakat UPTD Puskesmas Tangkeh mempunyai visi “Terhujudnya
Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” (Profil Puskesmas Tangkeh,
2012).
25
2. Misi Puskesmas
Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
Tangkeh ada 5 (lima) misis untuk mendukung visi puskesmas yang telah
ditetapkan:
a. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui peningkatan pelayanan
kesehatan dasar masyarakat.
b. Memberdayakan semua elemen masyarakat baik formal maupun non formal.
c. Melatih kader kesehatan/posyandu dalam meningkatkan peran serta
masyarakat terhadap kepedulian anak secara dini.
d. Melakukan penyuluhan kesehatan secara berkesinambungan terhadap
masyarakat.
e. Meningkatkan sumber daya petugas kesehatan baik melalui pelatihan-
pelatihan maupun pendidikan formal. (Profil Puskesmas Tangkeh, 2012).
2.4 Kerangka Teoritis
Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh (Notoatmodjo,2003), maka
kerangka teoritis dapat disajikan sebagai berikut :
Sikap
Ketersediaan Sarana
InformasiTindakan
Peran serta masyarakat
PencegahanPenyakit Malaria
Pengetahuan
26
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan judul penelitian yang telah ditetapkan maka kerangka konsep
penelitian menerangkan keadaan mengenai hubungan variabel bebas (independent)
dengan terikat (dependent), dimana yang berhubungan dengan variabel terikat
(dependent) yaitu pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana, informasi dan
tindakan.
Secara kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut :
Variabel Independen Variabel Dependen
2.5 Hipotesis Penelitian (Ha)
1. Ada pengaruh pengetahuan terhadap pencegahan penyakit malaria
2. Ada pengaruh sikap terhadap pencegahan penyakit malaria
3. Ada pengaruh ketersediaan sarana terhadap pencegahan penyakit malaria
4. Ada pengaruh informasi terhadap pencegahan penyakit malaria
5. Ada pengaruh tindakan terhadap pencegahan penyakit malaria
Pengetahuan
Sikap
Ketersediaan Sarana
Informasi
Pencegahan PenyakitMalaria
Tindakan
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan penelitian
Penelitian ini adalah penelitian survei yang bersifat analitik dengan cross
sectional yang bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan, sikap,
ketersediaan sarana, informasi dan tindakan kepala keluarga terhadap pencegahan
penyakit malaria di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur 2013
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja UPTD Puskesmas Tangkeh
Woyla Timur yang dilakukan pada tanggal 30 Agustus sampai dengan 17
September 2013
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh kepala
keluarga yang memiliki atau pernah menderita penyakit malaria yaitu sebanyak 26
kepala keluarga.
3.3.2 Sampel
Arikunto (2007) mengatakan jika jumlah anggota subjek dalam populasi
hanya meliputi antara 100 hingga 150, sebaiknya subjek sejumlah itu diambil
seluruhnya. Jadi teknik yang digunakan adalah teknik total sampling yaitu
pengambilan seluruh populasi jadi Sampel dalam penelitian ini menggunakan
keseluruhan populasi yaitu keseluruhan kepala keluarga yang memiliki atau pernah
menderita penyakit malaria yaitu sebanyak 26 kepala keluarga.
28
1.4 Metode Pengumpulan Data
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
dengan menggunakan kuesioner kepada responden.
3.4.2 Data Sekunder
Data yang diperoleh dari gambaran umum di UPTD Puskesmas Tangkeh
Woyla Timur, Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dan referensi-referensi
perpustakaan yang ada hubungan dengan penelitian serta literatur-literatur lainnya.
3.5 Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No. Variabel KeteranganVariabel Independen1. Pengetahuan Definisi Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaanterhadap suatu objek tertentu
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur
Skala ukur
- Baik- Kurang
Ordinal2. Sikap Definisi Merupakan reaksi yang masih tertutup dari
seseorang terhadap stimulus atau objekCara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur - Baik
- Kurang
Skala ukur Ordinal3. Ketersediaan
SaranaDefinisi Tempat pelayanan kesehatan yang ada di
sekitar tempat tinggal responden meliputi:puskesmas, polindes, dokter atau bidanpraktik swasta dan sarana kesehatan lain yangdapat diakses oleh responden
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur - Tersedia
- Tidak tersediaSkala ukur Ordinal
29
4. Informasi Definisi Pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapatmengarahkan opini seseorang baik yang disampaikan oleh petugas kesehatan (dokter,perawat, bidan) atau media lain mengenaiupaya-upaya untuk mencegah penyakitmalaria
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur - Mendapatkan informasi
- Tidak mendapatkan informasiSkala ukur Ordinal
5. Tindakankepala keluarga
Definisi Upaya nyata yang dilakukan respondendalam pencegahan malaria.
Cara ukur Wawancara
Alat ukur KuesionerHasil ukur - Baik
- KurangSkala ukur Ordinal
Variabel Dependen6. Pencegahan
PenyakitMalaria
Definisi Usaha untuk menghindari infeksi dengandemam berkala yang disebabkan olehparasit Plasmodium (termasuk Protozoa)dan ditularkan oleh nyamuk Anophelesbetina
Cara ukur Wawancara
Alat ukur KuesionerHasil ukur - Ya
- TidakSkal ukur Ordinal
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
3.6.1 Pengetahuan
1. Baik, apabila responden mendapat nilai > 15 dari seluruh skor maksimal.
2. Kurang, apabila responden mendapat nilai < 15 dari seluruh skor maksimal.
3.6.2 Sikap
1. Baik, apabila responden mendapat nilai > 15 dari seluruh skor maksimal.
2. Kurang, apabila responden mendapat nilai < 15 dari seluruh skor maksimal.
30
3.6.3 Ketersediaan Sarana
1. Tersedia, apabila responden mendapat nilai > 1,5 dari seluruh skor
maksimal
2. Tidak tersedia, apabila responden mendapat nilai < 1,5 dari seluruh skor
maksimal
3.6.4 Informasi
1. Mendapatkan informasi, apabila responden mendapat nilai > 1,5 dari
seluruh skor maksimal
2. Tidak mendapatkan informasi, apabila responden mendapat nilai < 1,5 dari
seluruh skor maksimal
3.6.5 Tindakan Kepala Keluarga
1. Baik, apabila jawaban responden menjawab > 16,5 skor maksimal
2. Kurang, apabila jawaban responden menjawab < 16,5 skor maksimal.
3.6.6 Pencegahan Penyakit Malaria
1. Ya, apabila jawaban responden menjawab > 10,5 skor maksimal
2. Tidak, apabila jawaban responden menjawab < 10,5 skor maksimal
3.7 Analisis Data
3.7.1 Analisis Univariat
Hasil yang diperoleh kemudian dibuat rata-rata dan dibuat distribusi
frekuensi dari semua variabel.
3.7.2 Analisis Bivariat
Digunakan untuk menguji hipotesis dengan menentukan hubungan variabel
menggunakan tabulasi silang guna melihat hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat. analisis bivariat dilakukan untuk melihat adanya pengaruh antara
31
variabel independen terhadap dependen. Uji statistik yang digunakan adalah uji
Chi-Square (χ²) karena kedua variable penelitian berbentuk data kategori.
Adapun rumus perhitungan chi-square adalah sebagai berikut :
Keterangan :
X2 = nilai chi-square
O = nilai Observasi
E = nilai ekspektasi
df = derajat bebas
k = jumlah kolom
b = jumlah baris
0,05 = taraf signifikan.
Analisa data dilakukan dengan pengujian statistik untuk melihat adanya
hubungan antara variable bebas dan variable terikat dalam penelitian. Adapun
Syarat uji Chi-Square:
1. Sudah dikategorikan
2. Skala ukur ordinal atau nominal bentuk data kategorik
3. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan/nilai ekspektasi (nilai E
kurang dari 1)
4. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapa /nilai ekspektasi kurang
dari 5, lebih 20% dari keseluruhan sel
5. Jika syarat uji chi square tidak terpenuhi, maka :
32
a. Alternatif uji chi-aquare untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher Exact
b. Alternatif untuk tabel selain 2x2 adalah dengan penggabungan sel.
Hipotesa penelitian (Ha) diterima bila nilai χ² hitung < χ² tabel dengan
nilai p > α (0,05), sedangkan hipotesis ditolak apabila nilai χ² hitung > χ² tabel
dengan nilai p < α (0,05).
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Gambaran Umum Kecamatan Woyla Timur Kabupaten Aceh Barat
4.1.1.1 Kondisi Geografis
Secara geografis Kecamatan Woyla Timur terletak lebih kurang 55,5 Km
dari pusat kota Meulaboh, gampong yang terdekat yaitu Gampong Paya
Mengeundrang dan yang terjauh yaitu Gampong Seuradek. Keadaan wilayah
berbukit-bukit dan umumnya Gampong terletak dilereng gunung dan kawasan
hutan. Semua Gampong yang ada di Kecamatan Woyla Timur termasuk kriteria
sangat terpencil dengan pusat pemerintahan kecamatan ada di Gampong Tangkeh.
Kecamatan Woyla Timur adalah merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Aceh Barat yang memiliki luas 132,60 Km2 atau 4,53 persen dari luas Kabupaten
Aceh Barat.
Kecamatan Woyla terdiri dari dua mukim terdiri dari 26 Gampong dengan
ibukota Kecamatan Tangkeh.
Secara astronomis, Kecamatan Woyla Timur berbatas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Sungai Mas
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Woyla
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Woyla
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Kaway XVI
4.1.1.2 Kondisi Demografis
Penduduk di Kecamatan Woyla Timur sangat bervariasi dalam hal umur,
pekerjaan dan pendidikan. Jumlah penduduk adalah 4.138 Jiwa dengan
34
perbandingan jumlah penduduk laki-laki 2091 jiwa dan jumlah penduduk
perempuan adalah 2047 jiwa yang tersebar di 26 Gampong. Gampong terbanyak
penduduknya adalah Gampong Alue Kuyun dengan jumlah penduduk 520 jiwa dan
yang terendah penduduk adalah Gampong Gunong Panyang dengan jumlah
penduduk 34 jiwa, sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai
petani (profil Kecamatan Woyla Timur. 2012).
Tabel 4.1 Distribusi Penduduk di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas TangkehWoyla Timur
No Jenis Kelamin Jumlah Jiwa
1. Laki-laki 20912. Perempuan 2047
Total 4138
Sumber : Data primer diolah tahun 2013
4.1.2 Analisa Univariat
Karakteristik responden dapat dilihat dengan menggunakan kuesioner
melalui wawancara yang meliputi pengetahuan, sikap, ketersediaan sarana
kesehatan, informasi dan tindakan kepala keluarga. Hal ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini:
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Pengetahuan TerhadapPencegahan Penyakit Malaria di Wilayah Kerja UPTD PuskesmasTangkeh Woyla Timur
No Pengetahuan Frekuensi (n) Persentase (%)
1. Baik 14 53,82. Kurang 12 46,2
Total 26 100
Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
pengetahuan terbanyak adalah yang baik yaitu sebanyak 14 responden (53,8%)
dan yang kurang sebanyak 14 responden 46,2%).
35
Tabel 4.3 Distribusi Responden Menurut Sikap Terhadap PencegahanPenyakit Malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas TangkehWoyla Timur
No Sikap Frekuensi (n) Persentase (%)1. Baik 15 57,72. Kurang 11 42,3
Total 26 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut sikap
terbanyak adalah yang baik yaitu 15 responden (57,7%) dan yang kurang sebanyak
11 responden (42,3%).
Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Ketersediaan Sarana TerhadapPencegahan Penyakit Malaria di Wilayah Kerja UPTD PuskesmasTangkeh Woyla Timur
No Ketersediaan Sarana Frekuensi (n) Persentase (%)1. Tersedia 12 46,22. Tidak Tersedia 14 53,8
Total 26 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari tabel 4.4 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
ketersediaan sarana yang tersedia adalah sebanyak 12 responden (46,2%) dan yang
tidak tersedia adalah 14 responden (53,8%).
Tabel 4.5 Distribusi Responden Berdasarkan Informasi TerhadapPencegahan Penyakit Malaria di Wilayah Kerja UPTD PuskesmasTangkeh Woyla Timur
No Informasi Frekuensi (n) Persentase (%)1. Mendapatkan Informasi 10 38,52. Tidak Mendapatkan Informasi 16 61,5
Total 26 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari tabel 4.5 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
informasi yang mendapatkan informasi adalah sebanyak 8 responden (30,8%) dan
yang tidak mendapatkan informasi adalah 18 responden (69,2%).
36
Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Tindakan Kepala KeluargaTerhadap Pencegahan Penyakit Malaria di Wilayah Kerja UPTDPuskesmas Tangkeh Woyla Timur
No Tindakan Kepala Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)1. Baik 14 53,82. Kurang 12 46,2
Total 26 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari tabel 4.6 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
tindakan kepala keluarga yang baik adalah sebanyak 14 responden (53,8%) dan
yang kurang adalah 12 responden (46,2%).
Tabel 4.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pencegahan Penyakit Malariadi Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
No Pencegahan Penyakit Malaria Frekuensi (n) Persentase (%)1. Ya 14 53,82. Tidak 12 46,2
Total 26 100Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari tabel 4.7 dapat diketahui bahwa distribusi responden menurut
pencegahan penyakit malaria yang ya adalah sebanyak 14 responden (53,8%) dan
yang tidak adalah 12 responden (46,2%).
4.2 Analisa Bivariat
4.2.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Penyakit Malaria di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Tabel 4.8 Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Penyakit Malaria diWilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
No Pengetahuan
Pencegahan PenyakitMalaria Total
OR P ValueYa Tidakn % n % n %
1. Baik 12 85,7 2 14,3 14 100 3.00 0,0002. Kurang 2 16,7 10 83,3 12 100
Jumlah 14 12 26Sumber : Data primer diolah tahun 2013
37
Dari data tabel 4.8 diatas dapat dilihat bahwa variabel pengetahuan,
persentase pengetahuan baik yang pencegahan penyakit malaria yang ya
sebanyak 12 orang (85,7%). Bila dibandingkan dengan responden yang
pengetahuan kurang yang pencegahan penyakit malaria yang ya sebanyak 2 orang
(16,7%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang bearti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara pengetahuan dengan pencegahan penyakit malaria. Dari hasil
penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 30.00 artinya responden
yang mempunyai pengetahuan yang baik mempunyai peluang 30.00 kali untuk
pencegahan penyakit malaria dibandingkan responden yang kurang mempunyai
pengetahuan.
4.2.2 Hubungan Sikap Dengan Pencegahan Penyakit Malaria di Wilayah
Kerja Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Tabel 4.9 Hubungan Sikap dengan Pencegahan Penyakit Malaria diWilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
No Sikap
Pencegahan PenyakitMalaria Total OR P Value
Ya Tidakn % n % n %
1. Baik 13 86,7 2 13,3 15 100 65.00 0,0012. Kurang 1 9,1 10 90,9 11 100
Jumlah 14 12 26Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari data tabel 4.9 diatas dapat dilihat bahwa variabel sikap, persentase
sikap baik yang pencegahan penyakit malaria ya sebanyak 13 orang (86,7%). Bila
dibandingkan dengan sikap kurang yang pencegahan penyakit malaria yang ya
sebanyak 1 orang (9,1%).
38
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara sikap dengan pencegahan penyakit malaria. Dari hasil penelitian
ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 65.00 artinya responden
mempunyai sikap yang baik mempunyai peluang 65,00 kali untuk pencegahan
penyakit malaria dibandingkan responden yang kurang mempunyai sikap.
4.2.3 Hubungan Ketersediaan Sarana dengan Pencegahan Penyakit Malaria
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Tabel 4.10 Hubungan Ketersediaan Sarana dengan Pencegahan PenyakitMalaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh WoylaTimur
NoKetersediaan
Sarana
Pencegahan PenyakitMalaria Total OR P Value
Ya Tidakn % n % n %
1. Tersedia 11 91,7 1 8,3 12 100 40.33 0,0012. Tidak Tersedia 3 21,4 11 78,6 14 100
Jumlah 14 12 26
Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari data tabel 4.10 diatas dapat dilihat bahwa variabel ketersediaan sarana,
persentase ketersediaan sarana tersedia yang pencegahan penyakit malaria yang
ya sebanyak 11 orang (91,7%). Bila dibandingkan dengan responden yang
ketersediaan sarana tidak tersedia yang pencegahan penyakit malaria yang ya
sebanyak 3 orang (21,4%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang bearti lebih
39
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara ketersediaan sarana dengan pencegahan penyakit malaria. Dari
hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 40.33 artinya
responden mempunyai ketersediaan sarana mempunyai peluang 40.33 kali untuk
pencegahan penyakit malaria dibandingkan responden yang tidak mempunyai
ketersediaan sarana.
4.2.4 Hubungan Informasi dengan Pencegahan Penyakit Malaria di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Tabel 4.11 Hubungan Informasi dengan Pencegahan Penyakit Malaria diWilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
No Informasi
Pencegahan PenyakitMalaria Total OR P Value
Ya Tidakn % n % n %
1. Mendapatinformasi
9 64,3 1 8,3 10 100 19.80 0,005
2. Tidak MendapatInformasi
5 35,7 11 91,7 16 100
Jumlah 14 12 26Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari data tabel 4.11 di atas dapat dilihat bahwa variabel sikap, persentase
informasi tersedia yang pencegahan penyakit malaria ya sebanyak 8 orang (100%).
Bila dibandingkan dengan informasi tidak tersedia yang pencegahan penyakit
malaria yang ya sebanyak 6 orang (33,3%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,005 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara informasi dengan pencegahan penyakit malaria. Dari hasil
penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 19.80 artinya responden
40
yang mempunyai informasi mempunyai peluang 3.00 kali untuk pencegahan
penyakit malaria dibandingkan responden yang tidak tersedia informasi.
4.2.5 Hubungan Tindakan Kepala Keluarga dengan Pencegahan Penyakit
Malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Tabel 4.12 Hubungan Tindakan Kepala Keluarga dengan PencegahanPenyakit Malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas TangkehWoyla Timur
NoTindakan Kepala
Keluarga
Pencegahan PenyakitMalaria Total OR P Value
Ya Tidakn % n % n %
1. Baik 13 92,9 1 7,1 14 100 143.00 0,0012. Kurang 1 8,3 11 91,7 12 100
Jumlah 14 12 26
Sumber : Data primer diolah tahun 2013
Dari data tabel 4.12 di atas dapat dilihat bahwa variabel tindakan kepala
keluarga, persentase tindakan kepala keluarga baik yang pencegahan penyakit
malaria ya sebanyak 13 orang (92,9%). Bila dibandingkan dengan tindakan kepala
keluarga kurang yang pencegahan penyakit malaria yang ya sebanyak 1 orang
(8,3%).
Setelah dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji chi-square dengan
tingkat kepercayaan 95% pada df 1, diperoleh nilai p-value 0,001 yang berarti lebih
kecil dari α-value (0,05). Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa ada
hubungan antara tindakan kepala keluarga dengan pencegahan penyakit malaria.
Dari hasil penelitian ini juga menunjukkan Odd Rasio (OR) sebesar 143100
artinya responden mempunyai tindakan kepala keluarga yang baik mempunyai
peluang 143,00 kali untuk pencegahan penyakit malaria dibandingkan responden
yang tidak mempunyai tindakan kepala keluarga.
41
4.3 Pembahasan
4.3.1 Hubungan Pengetahuan dengan Pencegahan Penyakit Malaria di
Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa pengetahuan memberikan
hubungan dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Tangkeh Woyla Timur. Dengan kata lain ada hubungan antara
pengetahuan dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Tangkeh Woyla Timur.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afridah(2009), di Kabupaten
Rokan Hilir, bahwa tindakan masyarakat dalam pencegahan penyakit malariasangat
dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh
penelitian Rumanti (2008), yang membuktikan secara nyata bahwa tingkat
pengetahuan merupakan salah satu faktor dominan yang memengaruhi tindakan
masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria di Kecamatan Tanjung Balai.
Pengetahuan sangat menentukan seseorang dalam berperilaku. Menurut
Muslih (2004), yang mengutip pendapat Roger, dari pengalaman dan penelitian
terbukti bahwa tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng.
Pengetahuan masyarakat tentang penyakit malaria perlu ditingkatkan antara
lain melalui kegiatan penyuluhan/pendidikan oleh petugas kesehatan, kader, tokoh
masyarakat dan tokoh agama, serta melalui media promosi kesehatan yakni leaflet,
booklet, poster dan sebagainya.
Rencana intervensi yang ditekankan pada peningkatan pengetahuan
masyarakat, sebaiknya diintegrasikan dan dikoordinasikan dengan kegiatan-
kegiatan lain yang sesuai konteks kebutuhan masyarakat setempat. Misalnya:
penyuluhan tentang kesehatan, dikoordinasikan dengan pemberian bibit jagung
42
gratis bagi masyarakat. Masyarakat biasanya lebih antusias apabila suatu kegiatan
itu berkaitan dengan upaya peningkatan pendapatan.
Kerjasama pemerintah desa dengan dinas pertanian juga sangat diharapkan
dalam upaya meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang modifikasi
lingkungan antara lain: upaya mengeringkan rawa dan mengubahnya menjadi
sawah, penanaman padi berkala dan serentak. Dengan sistem pola tanam berkala,
akan membantu upaya penanggulangan penyakit malaria karena berkembangnya
nyamuk penular malaria dapat dihambat.
4.3.2 Hubungan Sikap dengan Pencegahan Penyakit Malaria di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa sikap memberikan hubungan
dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh
Woyla Timur. Dengan kata lain ada hubungan antara sikap dengan pencegahan
penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Afridah(2009), di Kabupaten
Rokan Hilir, bahwa tindakan masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria
sangat dipengaruhi oleh sikap. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian
Muslih (2004), yang menunjukkan bahwa persentase responden dengan sikap pada
kategori baik, lebih banyak yang berpartisipasi dalam program pencegahan
malaria dibandingkan responden dengan sikap pada kategori kurang baik.
Secara teoritis menurut Sarwono (2004), sikap merupakan reaksi atau
respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek.
Manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup, dan sikap biasanya didasarkan atas
pengetahuannya.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rumanti (2008),
43
menyatakan bahwa sikap tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
tindakan masyarakat dalam pemberantasan penyakit malaria di Kecamatan Tanjung
Balai. Sikap masyarakat yang kurang baik dalam pencegahan penyakit malaria ini
juga dapat disebabkan oleh karena kurangnya pengetahuan dan rendahnya tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh masyarakat di Desa Kinangkong.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dan membantu meningkatkan
keadaan dan kondisi sikap masyarakat tentang penyakit malaria adalah
melaksanakan sosialisasi tentang usaha-usaha pencegahan penyakit malaria secara
berkelanjutan yang dilakukan oleh semua pihak yang terkait. Masyarakat setempat
juga perlu diyakinkan melalui penyuluhan bahwa penyakit malaria dapat dicegah
dengan perilaku hidup bersih dan sehat. Peningkatan kemampuan komunikasi
sangat penting sehingga petugas kesehatan mampu menyampaikan pesan-pesan
kesehatan kepada masyarakat dalam setiap kesempatan.
4.3.3 Hubungan Ketersediaan Sarana dengan Pencegahan Penyakit Malaria
di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa ketersediaan sarana memberikan
hubungan dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Tangkeh Woyla Timur. Dengan kata lain ada hubungan antara
ketersediaan sarana dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Tangkeh Woyla Timur.
Penelitian ini sejalan dengan Rumanti (2008), yang menyebutkan bahwa
ketersediaan sarana kesehatan tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
tindakan masyarakat dalam pencegahan penyakit malaria di Kecamatan Tanjung
Balai. Notoatmodjo (2007), menyebutkan bahwa masyarakat memerlukan sarana
pendukung termasuk fasilitas sarana kesehatan seperti puskesmas, poliklinik,
posyandu, polindes dan lain-lain untuk memungkinkan perilaku sehat.
44
Hasil penelitian di lapangan, banyak alasan yang menyebabkan ketersediaan
sarana tidak sejalan dengan pencegahan penyakit malaria terutama dalam
pencarian pengobatan, antara lain alasan ekonomi yang tidak mendukung, takut
biaya pengobatan, tidak percaya kepada puskesmas dan lain sebagainya.
4.3.4 Hubungan Informasi dengan Pencegahan Penyakit Malaria di Wilayah
Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa informasi memberikan
hubungan dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD
Puskesmas Tangkeh Woyla Timur. Dengan kata lain ada hubungan antara
informasi dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
Tangkeh Woyla Timur.
Hasil penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Rumanti (2008), yang
menyatakan bahwa upaya petugas kesehatan berupa penyuluhan/penyebarluasan
informasi atau pesan-pesan kesehatan tidak memengaruhi tindakan masyarakat
dalam pemberantasan penyakit malaria di Kecamatan Tanjung Balai.
Menurut Notoatmodjo (2007), perilaku kesehatan seeorang atau masyarakat
ditentukan juga dari ada tidaknya informasi kesehatan. Hasil observasi peneliti dan
pendapat responden bahwa poster-poster pencegahan penyakit malaria tidak
terdapat di setiap sarana pelayanan kesehatan yang ada.
Salah satu faktor pendorong agar terjadi perilaku pencegahan penyakit
malaria yang baik adalah keterpaparan masyarakat akan informasi yang berkaitan
dengan pencegahan penyakit malaria melalui penyuluhan/penyebarluasan informasi
atau pesan-pesan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas
responden mengatakan bahwa petugas kesehatan tidak pernah melakukan
penyuluhan tentang pencegahan penyakit malaria.
Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono (2004), mengungkapkan bahwa
45
sebelum seseorang memutuskan untuk berperilaku baru, diawali dengan menerima
informasi dari petugas kesehatan. Ketika seseorang mulai berminat maka petugas
kesehatan meningkatkan motivasinya agar seseorang bersedia menerima objek.
Dari hasil persuasi petugas kesehatan dan pertimbangan pribadi seseorang, maka
dibuatlah keputusan menerima atau justru menolak ide baru tersebut, akhirnya
orang tersebut meminta dukungan atas keputusan untuk berperilaku baru maka
petugas kesehatan tetap melanjutkan penyuluhan guna memantapkan praktek
perilaku yang baru.
Berdasarkan teori di atas, tindakan masyarakat sangat dipengaruhi oleh
partisipasi petugas kesehatan dalam memberikan motivasi kepada masyarakat agar
melakukan tindakan-tindakan yang berhubungan dengan pencegahan penyakit
malaria.
Upaya yang perlu dilakukan adalah mengadakan kegiatan penyuluhan
tentang pencegahan penyakit malaria secara berkesinambungan, terintegrasi dan
terpadu kepada masyarakat sehingga angka kesakitan malaria dapat diminimalisasi.
Selain itu, perlu peningkatan jumlah dan kemampuan petugas kesehatan yang
mengelola program pencegahan penyakit malaria.
Salah satu cara untuk memutuskan mata rantai penularan penyakit malaria
adalah dengan cara identifikasi penderita sedini mungkin, baik dilakukan secara
aktif oleh petugas yang mengunjungi rumah secara khusus maupun dilakukan
secara pasif.
Untuk terlaksananya kegiatan tersebut dibutuhkan tenaga kesehatan yang
secara spesifik memiliki kemampuan dan keterampilan melakukan identifikasi
penderita malaria. Tenaga kesehatan yang demikian seharusnya sudah pernah
menjalani pendidikan atau pelatihan tentang pelakanaan deteksi dini penderita
malaria.
46
4.3.5 Hubungan Tindakan Kepala Keluarga dengan Pencegahan Penyakit
Malaria di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
Berdasarkan hasil penelitian didapat bahwa tindakan kepala keluarga
memberikan hubungan dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur. Dengan kata lain ada hubungan antara
tindakan kepala keluarga dengan pencegahan penyakit malaria di Wilayah Kerja
UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Santoso, dkk (2003) di daerah
Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat yang mengungkapkan bahwa sebagian besar
masyarakat di daerah Lombok Timur pernah sakit malaria. Penelitian tersebut juga
mengungkapkan bahwa masyarakat dengan Kepala Keluarga (KK) sebagai
pengambil keputusan memiliki minat untuk berobat ke tenaga kesehatan sebesar.
Kebanyakan responden yang menyatakan obat malaria dari Puskesmas diminum
secara teratur.
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan ada sebagian alasan responden
kurang mempunyai tindakan untuk menghindari gigitan nyamuk karena pekerjaan
dilakukan pada tempat yang banyak nyamuk, sehingga memang sulit untuk
menghindari gigitan nyamuk. Hal ini terkait dengan pekerjaan sebagian besar
responden adalah petani yang pergi kekebun dan sawah, serta adanya rawa-rawa
yang menjadi habitat bagi nyamuk Anopheles spp untuk berkembang biak.
Berdasarkan alasan yang dikemukakan responden tentang minat terhadap
penyakit malaria, perlu dilakukan upaya penyuluhan yang lebih intensif sehingga
seluruh masyarakat (bukan hanya yang menderita atau pernah menderita penyakit
47
malaria) mempunyai tindakan untuk melakukan pencegahan penyakit malaria
dengan cara memelihara kesehatan, serta dengan cepat melakukan tindakan
pemeriksaan apabila mengalami gejala-gejala yang mengarah kepada gejala
penyakit malaria.
48
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Adanya hubungan antara pengetahuan dengan pencegahan penyakit malaria
dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α= 0,05.
2. Adanya hubungan antara sikap dengan pencegahan penyakit malaria dengan
nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α= 0,05.
3. Adanya hubungan antara ketersediaan sarana dengan pencegahan penyakit
malaria dengan nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α= 0,05
4. Adanya hubungan antara informasi dengan pencegahan penyakit malaria nilai
p=0,005 yang bearti lebih kecil dari α= 0,05.
5. Adanya hubungan antara tindakan kepala keluarga dengan pencegahan
penyakit malaria nilai p=0,001 yang bearti lebih kecil dari α= 0,05.
5.2 Saran
1. Diharapkan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dan UPTD
Puskesmas Tangkeh Woyla Timur agar melakukan penyuluhan tentang
pencegahan penyakit malaria secara berkesinambungan, terintegrasi dan
terpadu kepada masyarakat sesuai dengan konteks kebutuhan masyarakat
setempat dan didukung dengan peningkatan jumlah dan kemampuan tenaga
penyuluh kesehatan yang mengelola program pencegahan penyakit malaria.
2. Keluarga di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas Tangkeh Woyla Timur
hendaknya tetap meningkatkan partisipasinya dalam pencegahan penyakit
malaria sehingga dapat membantu pemerintah dalam pemberantasan penyakit
menular khususnya malaria sebab sekalipun pemerintah terus-menerus
49
membasmi malaria tanpa adanya bantuan dari keluarga atau warga masyarakat
hanya akan sia-sia saja. Bagi keluarga yang belum tahu cara pencegahan
malaria bisa ditanyakan pada aparat desa, petugas kesehatan atau pun keluarga
yang sudah mengetahuinya.