PENDAHULUAN pneumoni

20
PENDAHULUAN Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia. 1 Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara berkembang. Insiden penyakit ini pada negara berkembang yaitu 30 % pada anak usia di bawah 5 tahun, sekaligus sebagai penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). 2 Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit sistem respiratori, terutama pneumonia. 2,3,4 DEFINISI Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus terminalis, yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, sehingga menyebabkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. 2 ETIOLOGI

Transcript of PENDAHULUAN pneumoni

Page 1: PENDAHULUAN pneumoni

PENDAHULUAN

Pneumonia adalah infeksi saluran akut bagian bawah yang mengenai

parenkim paru. Menurut anatomis pneumonia pada anak dibedakan menjadi

pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis, dan bronkopneumonia.1

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama

pada anak di Negara berkembang. Insiden penyakit ini pada negara berkembang

yaitu 30 % pada anak usia di bawah 5 tahun, sekaligus sebagai penyebab utama

morbiditas dan mortalitas anak berusia di bawah 5 tahun (balita). 2 Diperkirakan

hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang 2 juta anak balita,

meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan

Asia Tenggara. Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka

kematian bayi dan 22,8% kematian balita di Indonesia disebabkan oleh penyakit

sistem respiratori, terutama pneumonia. 2,3,4

DEFINISI

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru, distal dari

bronkiolus terminalis, yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli,

sehingga menyebabkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas

setempat. 2

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus

merupakan tindakan yang sangat invasif sehingga tidak dilakukan. Patogen

penyebab pneumonia

pada anak bervariasi tergantung : 5,6,7

a. Usia

b. Status imunologis

c. Status lingkungan

d. Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)

e. Status imunisasi

f. Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi).

Page 2: PENDAHULUAN pneumoni

Usia pasien merupakan peranan penting pada perbedaan dan kekhasan

pneumonia anak, terutama dalam spectrum etiologi, gambaran klinis dan strategi

pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi

Streptococcus grup B dan bakteri gram negatif seperti E.colli, pseudomonas sp,

atau Klebsiella sp. Pada bayi yang lebih besar dan balita pneumoni sering

disebabkan oleh Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S.

aureus, sedangkan pada anak yang lebih besar dan remaja, selain bakteri tersebut,

sering juga ditemukan infeksi

Mycoplasma pneumoniae.5,6,7

Secara garis besar etiologi pneumonia dapat dibagi: 2

1. Faktor Infeksi

a. Pada neonatus: Streptokokus group B, Respiratory Sincytial Virus

(RSV).

b. Pada bayi :

- Virus: Virus parainfluensa, virus influenza, Adenovirus, RSV,

Cytomegalovirus.

- Organisme atipikal: Chlamidia trachomatis, Pneumocytis.

- Bakteri: Streptokokus pneumoni, Haemofilus influenza,

Mycobacterium tuberculosa, Bordetella pertusis.

c. Pada anak-anak :

- Virus : Parainfluensa, Influensa Virus, Adenovirus, RSV

- Organisme atipikal : Mycoplasma pneumonia

- Bakteri: Pneumokokus, Mycobakterium tuberculosis

d. Pada anak besar – dewasa muda :

- Organisme atipikal: Mycoplasma pneumonia, C. trachomatis

- Bakteri: Pneumokokus, Bordetella pertusis, M. tuberculosis

2. Faktor Non Infeksi.

Terjadi akibat disfungsi menelan atau refluks esophagus meliputi

a. Pneumonia hidrokarbon :

Terjadi oleh karena aspirasi selama penelanan muntah atau sonde lambung

(zat hidrokarbon seperti pelitur, minyak tanah dan bensin).

Page 3: PENDAHULUAN pneumoni

b. Pneumonia lipoid :

Terjadi akibat pemasukan obat yang mengandung minyak secara

intranasal, termasuk jeli petroleum. Setiap keadaan yang mengganggu

mekanisme menelan seperti palatoskizis, pemberian makanan dengan

posisi horizontal, atau pemaksaan pemberian makanan seperti minyak ikan

pada anak yang sedang menangis. Keparahan penyakit tergantung pada

jenis minyak yang terinhalasi. Jenis minyak binatang yang mengandung

asam lemak tinggi bersifat paling merusak contohnya seperti susu dan

minyak ikan.

KLASIFIKASI

Pembagian pneumonia sendiri pada dasarnya tidak ada yang memuaskan,

dan pada umumnya pembagian berdasarkan anatomi dan etiologi. Beberapa ahli

telah membuktikan bahwa pembagian pneumonia berdasarkan etiologi terbukti

secara klinis dan memberikan terapi yang lebih relevan. 2,4

a). Berdasarkan lokasi lesi di paru

- Pneumonia lobaris

- Pneumonia lobularis (bronkopneumoni)

- Pneumonia interstitialis

b). Berdasarkan asal infeksi

- Pneumonia yang didapat dari masyarkat (community acquired pneumonia

=CAP)

- Pneumonia yang didapat dari rumah sakit (hospital-based pneumonia)

c). Berdasarkan mikroorganisme penyebab

- Pneumonia bakteri

- Pneumonia virus

- Pneumonia mikoplasma

- Pneumonia jamur

d). Berdasarkan karakteristik penyakit

- Pneumonia tipikal

- Pneumonia atipikal

Page 4: PENDAHULUAN pneumoni

e). Berdasarkan lama penyakit

- Pneumonia akut

- Pneumonia persisten

Klasifikasi Pneumonia Berdasarkan Lingkungan dan Pejamu : 5,8

Tabel 1. Klasifikasi Berdasarkan Lingkungan dan Penjamu 5

Tipe Klinis Epidemiologi

Pneumonia Komunitas Sporadis atau endemic; muda atau orang

tua

Pneumonia Nosokomial Didahului perawatan di RS

Pneumonia Rekurens Terdapat dasar penyakit paru kronik

Pneumonia Aspirasi Alkoholik, usia tua

Pneumonia pada gangguan imun Pada pasien transplantasi, onkologi, AIDS

PATOGENESIS

Pneumonia mencangkup setiap keadaan radang paru dimana beberapa atau

seluruh alveoli terisi dengan cairan dan sel-sel darah. Jenis pneumonia yang

umum adalah pneumonia bakterialis yang paling sering disebabkan oleh

pneumokokus.9

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai

parenkim paru. Paru-paru dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme

pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun lokal dan sistemik.

Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan

mukosilier aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan

respon inflamasi yang diperantarai leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin,

makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. 1,5

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau

bila virulensi organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas

bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi flora komensal dari saluran nafas

bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan

kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan

Page 5: PENDAHULUAN pneumoni

mempengaruhi mekanisme pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar

25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului dengan infeksi virus.1,5

Mikroorganisme penyebab terhisap ke paru bagian perifer melalui saluran

respiratori. Mula-mula terjadi edema akibat reaksi jaringan yang mempermudah

proliferasi dan penyebaran kuman ke jaringan sekitarnya. Bagian paru yang

terkena mengalami konsolidasi, yaitu terjadi serbukan sel PMN, fibrin, eritrosit,

cairan edema, dan ditemukannya kuman di alveoli. Stadium ini disebut stadium

hepatisasi merah. Selanjutnya, deposisi fibrin semakin bertambah, terdapat fibrin

dan leukosit PMN di alveoli dan terjadi proses fagositosis yang cepat. Stadium ini

disebut stadium hepatisasi kelabu. Selanjutnya, jumlah makrofag meningkat di

alveoli, sel akan mengalami degenerasi, fibrin menipis, kuman dan debris

menghilang. Stadium ini disebut stadium resolusi. Sistem bronkopulmoner

jaringan paru yang tidak terkena akan tetap normal. 1,5

Pneumonia viral biasanya berasal dari penyebaran infeksi di sepanjang

jalan napas atas yang diikuti oleh kerusakan epitel respiratorius, menyebabkan

obstruksi jalan napas akibat bengkak, sekresi abnormal, dan debris seluler.

Diameter jalan napas yang kecil pada bayi menyebabkan bayi rentan terhadap

infeksi berat. Atelektasis, edema interstisial, dan ventilation-perfusion mismatch

menyebabkan hipoksemia yang sering disertai obstruksi jalan napas. Infeksi viral

pada traktus respiratorius juga dapat meningkatkan risiko terhadap infeksi bakteri

sekunder dengan mengganggu mekanisme pertahanan normal pejamu, mengubah

sekresi normal, dan memodifikasi flora bakterial.5

Ketika infeksi bakteri terjadi pada parenkim paru, proses patologik

bervariasi tergantung organisme yang menginvasi. M. pneumoniae menempel

pada epitel respiratorius, menghambat kerja silier, dan menyebabkan destruksi

seluler dan memicu respons inflamasi di submukosa. Ketika infeksi berlanjut,

debris seluler yang terlepas, sel-sel inflamasi, dan mukus menyebabkan obstruksi

jalan napas, dengan penyebaran infeksi terjadi di sepanjang cabang-cabang

bronkial, seperti pada pneumonia viral. S. pneumoniae menyebabkan edema lokal

yang membantu proliferasi mikroorganisme dan penyebarannya ke bagian paru

lain, biasanya menghasilkan karakteristik sebagaibercak-bercak konsolidasi

merata di seluruh lapangan paru.6,7

Page 6: PENDAHULUAN pneumoni

Infeksi streptokokus grup A pada saluran napas bawah menyebabkan

infeksi yang lebih difus dengan pneumonia interstisial. Pneumonia lobar tidak

lazim. Lesi terdiri atas nekrosis mukosa trakeobronkial dengan pembentukan

ulkus yang compang camping dan sejumlah besar eksudat, edema, dan perdarahan

terlokalisasi. Proses ini dapat meluas ke sekat interalveolar dan melibatkan fasa

limfatika. Pneumonia yang disebabkan S.aureus adalah berat dan infeksi dengan

cepat menjelek yang disertai dengan morbiditas yang lama dan mortalitas yang

tinggi, kecuali bila diobati lebih awal. Stafilokokus menyebabkan penggabungan

bronkopneumoni yang sering unilateral atau lebih mencolok pada satu sisi

ditandai adanya daerah nekrosis perdarahan yang luas dan kaverna tidak teratur.1

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu): 2

1. Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti)

Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang

berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan

peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia

ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah

pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup

histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur

komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk

melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru.

Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium

sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus.

Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus

ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah

paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen

hemoglobin.

2. Stadium II (48 jam berikutnya)

Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah

merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian

dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya

penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah

dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau

Page 7: PENDAHULUAN pneumoni

sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung

sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3. Stadium III (3-8 hari berikutnya)

Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih

mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin

terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.

Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat

karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler

darah tidak lagi mengalami kongesti.

4. Stadium IV (7-11 hari berikutnya)

Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan

peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh

makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.

GEJALA KLINIK

Pneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

selama beberapa hari. Suhu dapat naik secara mendadak sampai 39-40 derajat C

dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah,

dispnu, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan

sianosis di sekitar hidung dan mulut. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal

penyakit,anak akan mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya

berupa batuk kering kemudian menjadi berlendir. Penyakit ini sering ditemukan

bersamaan dengan konjungtivitis, otitis media, faringitis, dan laringitis. Anak

besar dengan pneumonia lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut

tertekuk dengan nyeri dada. 1,5,10

PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik ditemukan hal-hal sebagai berikut : 5

Suhu tubuh ≥ 38,5 0 C

Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal,

dan pernapasan cuping hidung.

Takipneu berdasarkan WHO:

Page 8: PENDAHULUAN pneumoni

Usia < 2 bulan ≥ 60 x/menit

Usia 2-12 bulan ≥ 50 x/menit

Usia 1-5 tahun ≥ 40 x/menit

Usia 6-12 tahun ≥ 28 x/menit

Pada palpasi ditemukan fremitus vokal menurun.

Pada perkusi lapangan paru redup pada daerah paru yang terkena.

Pada auskultasi dapat terdengar suara pernafasan menurun. Fine crackles

(ronki basah halus) yang khas pada anak besar bisa tidak ditemukan pada

bayi, kadang terdengar juga suara bronkial.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia virus dan mikoplasma umumnya leukosit dalam batas

normal. Pada pneumonia bakteri didapatkan leukositosis yang berkisar antara

15.000-40.000/mm3 dengan predominan PMN. Kadang-kadang terdapat

anemia ringan dan laju endap darah (LED) yang meningkat. Secara umum,

hasil pemeriksaan darah periferlengkap dan LED tidak dapat membedakan

antara infeksi virus dan bakteri secarapasti.5,11

2. C-Reactive Protein (CRP)

Secara klinis CRP digunakan sebagai alat diagnostik untuk membedakan

antara faktor infeksi dan noninfeksi, infeksi virus dan bakteri, atau infeksi

bakteri superfisialis dan profunda. Kadar CRP biasanya lebih rendah pada

infeksi virus dan infeksi bakteri superfisialis daripada infeksi bakteri profunda.

CRP kadang digunakan untuk evaluasi respons terhadap terapi antibiotik.1,4

Pemeriksaan CRP dan prokalsitonin juga dapat menunjang pemeriksaan

radiologi untuk mengetahui spesifikasi pneumonia karena pneumokokus

dengan nilai CRP ≥ 120 mg/l dan prokalsitonin ≥ 5 ng/ml. 7

3. Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin

dilakukan kecuali pada pneumonia berat,dan jarang didapatkan hasil yang

positif. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap

tenggorok, sekret nasofaring tidak memiliki nilai yang berarti. Diagnosis

Page 9: PENDAHULUAN pneumoni

dikatakan definitif bila kuman ditemukan dari darah, cairan pleura, atau

aspirasi paru.5

4. Pemeriksaan serologis

Uji serologik untuk medeteksi antigen dan antibodi pada infeksi bakteri

tipik mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang rendah. Akan tetapi, diagnosis

infeksi Streptokokus grup A dapat dikonfirmasi dengan peningkatan titer

antibodi seperti antistreptolisin O, streptozim, atau antiDnase B. Uji serologik

IgM dan IgG antara fase akut dan konvalesen pada anak dengan infeksi

pneumonia oleh Chlamydia pneumonia dan Mycoplasma pneumonia memiliki

hasil yang memuaskan tetapi tidak bermakna pada keadaan pneumonia berat

yang memerlukan penanganan yang cepat.5,7

5. Pemeriksaan Roentgenografi

Foto rontgen toraks proyeksi posterior-anterior merupakan dasar diagnosis

utama pneumonia. Tetapi tidak rutin dilakukan pada pneumonia ringan, hanya

direkomendasikan pada pneumonia berat yang dirawat dan timbul gejala klinis

berupa takipneu, batuk, ronki, dan peningkatan suara pernafasan. Kelainan foto

rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan dengan gambaran

klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis

pneumonia hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa

tambahan posisi lateral pada foto rontgen toraks tidak meningkatkan

sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.5,7,11

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

1. Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan

bronkovaskular, peribronchial cuffing dan overaeriation. Bila berat

terjadi pachy consolidation karena atelektasis.

2. Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram.

Konsolidasi dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia

lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup besar,

berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi

tumor paru disebut sebagai round pneumonia.

Page 10: PENDAHULUAN pneumoni

3. Bronkopneumoni ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua

paru berupa bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah

perifer paru disertai dengan peningkatan corakan peribronkial.5

DIAGNOSIS

Diagnosis etiologik berdasarkan pemeriksaan mikrobiologis dan/atau

serologis merupakan dasar terapi yang optimal. Akan tetapi, penemuan bakteri

penyebab tidak selalu mudah karena memerlukan laboratorium penunjang yang

memadai. Tidak ada gejala distress pernafasan, takipneu, batuk, ronki, dan

peningkatan suara pernafasan dapat menyingkirkan dugaan pneumonia.

Terdapatnya retraksi epigastrik, interkostal, dan suprasternal merupakan indikasi

tingkat keparahan. Pada bronkopneumoni, bercakbercak infiltrat didapati pada

satu atau beberapa lobus. Foto rontgen dapat juga menunjukkan adanya

komplikasi seperti pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumotoraks atau

perikarditis. Gambaran ke arah sel polimorfonuklear juga dapat dijumpai. Pada

bayi-bayi kecil jumlah leukosit dapat berada dalam batas yang normal. Kadar

hemoglobin biasanya normal atau sedikit menurun.5,7

Tingginya angka morbiditas dan mortalitas pneumonia pada balita, upaya

penanggulangannya WHO mengembangkan pedoman diagnosis dan tatalaksana

yang sederhana. Tujuannya ialah menyederhanakan kriteria diagnosis berdasarkan

gejala klinis yang dapat dideteksi, menetapkan klasifikasi penyakit, dan

menentukan penatalaksanaan. Tanda bahaya pada anak berusia 2 bulan-5 tahun

adalah tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun, stridor, mengi, demam,

atau menggigil. 5

Klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman tersebut. 7

1. Bayi dan anak berusia 2 bulan – 5 tahun :

a. Pneumonia berat

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun ≥

40 x/menit

- Adanya retraksi

- Sianosis

Page 11: PENDAHULUAN pneumoni

- Anak tidak mau minum

- Tingkat kesadaran yang menurun dan merintih (pada bayi)

- Anak harus dirawat dan di terapi dengan antibiotik

b. Pneumonia

- Frekuensi pernafasan pada anak umur 2-12 bulan ≥ 50 x/menit, Usia 1-5 tahun ≥

40 x/menit

- Adanya retraksi

- Anak perlu di rawat dan berikan terapi antibiotik

Pada bayi berusia dibawah 2 bulan, perjalanan penyakit lebih bervariasi.

Klasifikasi pneumonia pada kelompok usia ini adalah sebagai berikut : 7

1. Pneumonia

- Bila ada nafas cepat ≥ 60 x/menit atau sesak nafas

- Harus dirawat dan diberikan antibiotik

2. Bukan pneumonia

- Tidak ada nafas cepat atau sesak nafas

- Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatik

PENATALAKSANAAN

A. Penatalaksanaan antibiotika : 6,11

1). Pemberian antibiotika berdasarkan derajat penyakit

a. Pneumonia ringan

- Amoksisilin 25 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sehari selama 3 hari. Di

wilayah resistensi penisilin yang tinggi dosis dapat dinaikan sampai 80-90

mg/kgBB.

- Kotrimoksazol (trimetoprim 4 mg/kgBB – sulfametoksazol 20mg/kgBB)

dibagi dalam 2 dosis sehari selama 5 hari.

b. Pneumonia berat

- Kloramfenikol 25 mg/kgBB setiap 8 jam- Seftriakson 50 mg/kgBB i.v setiap

12 jam.

Page 12: PENDAHULUAN pneumoni

- Ampisilin 50 mg/kgBB i.m sehari empat kali, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB

sehari sekali

- Benzilpenisilin 50.000 U/kgBB setiap 6 jam, dan gentamisin 7,5 mg/kgBB

sehari sekali.

- Pemberian antibiotik diberikan selama 10 hari pada pneumonia tanpa

komplikasi, sampai saat ini tidak ada studi kontrol mengenai lama terapi

antibiotik yang optimal.

2). Pemberian antibiotik berdasarkan umur : 6,11

a. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :

- ampicillin + aminoglikosid

- amoksisillin-asam klavulanat

- amoksisillin + aminoglikosid

- sefalosporin generasi ke-3

b. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)

- beta laktam amoksisillin

- amoksisillin-amoksisillin klavulanat

- golongan sefalosporin

- kotrimoksazol

- makrolid (eritromisin)

c. Anak usia sekolah (> 5 thn)

- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)

- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)

B. Penatalaksaan suportif

- Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit sampai sesak nafas hilang atau PaO2

pada analisis

gas darah ≥ 60 torr

- Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.

- Asidosis diatasi dengan pemberian bikarbonat intravena dengan dosis awal 0,5

x 0,3 x defisit basa x BB (kg). Selanjutnya periksa ulang analisis gas darah

setiap 4-6 jam. Bila analisis gas darah tidak bisa dilakukan maka dosis awal

bikarbonat 0,5 x 2-3 mEq x BB (kg).

Page 13: PENDAHULUAN pneumoni

- Obat penurun panas dan pereda batuk sebaiknya tidak diberikan pada 72 jam

pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal. Obat

penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi, takikardi,

atau penderita kelainan jantung.6,11

PROGNOSIS

Dengan pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat, mortalitas dapat

diturunkan sampai kurang dari 1 %. Anak dalam keadaan malnutrisi energi

protein dan yang datang terlambat menunjukan mortalitas yang lebih tinggi. 11