PENDAHULUAN - · PDF filePenelitian ini bertujuan untuk melakukan kloning gen chaperonin 60.1...

10
1 PENDAHULUAN Mycobacterium tuberculosis merupakan salah satu bakteri patogen intrasel, menimbulkan penyakit tuberkulosis (TB). Sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini dan bertanggung jawab atas 8 hingga 12 juta kasus tuberkulosis aktif juga 3 juta kematian setiap tahunnya (Schluger, 1998). Di Indonesia pada tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus TB baru dengan kematian karena TB sekitar 140.000 kasus. Penderita TB diperkirakan akan meningkat dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia (Depkes, 2002). Vaksin TB saat ini adalah vaksin BCG, mengandung M. bovis bacillus Calmette-Guérin yang telah dilemahkan. Vaksin ini telah digunakan selama lebih dari 70 tahun dan sampai saat ini masih belum ditemukan vaksin baru untuk melawan tuberkulosis. Banyak penelitian membuktikan bahwa vaksin BCG belum berhasil mengendalikan epidemi TB. Hasil studi meta-analisis menunjukkan bahwa efektivitas vaksin BCG sangat bervariasi, sekitar 0 80 %. Penelitian lain menyatakan bahwa vaksin BCG ternyata hanya efektif untuk mencegah TB meningeal pada anak-anak sedangkan untuk mencegah TB paru pada orang dewasa sangat kecil dan tingkat keefektifan tidak konsisten (Fine, 1995). Infeksi M. tuberculosis dapat dideteksi dengan uji tuberkulin. Prinsip uji tuberkulin adalah timbulnya hipersensitivitas pada seseorang yang terinfeksi M. tuberculosis terhadap komponen tuberkulin dari bakteri tersebut yaitu turunan protein yang dimurnikan ( purified protein derivative/PPD). Uji tersebut dilakukan dengan menyuntikan PPD secara intrakutan. Hasil dapat dilihat 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengamati ada atau tidaknya indurasi pada kulit dan mengukur diameter indurasi. Uji tuberkulin mempunyai kelemahan yaitu reaksi positif palsu. Reaksi positif palsu dapat terjadi karena reaksi silang antara antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi BCG dengan PPD (Joklik, 1992).

Transcript of PENDAHULUAN - · PDF filePenelitian ini bertujuan untuk melakukan kloning gen chaperonin 60.1...

1

PENDAHULUAN

Mycobacterium tuberculosis merupakan salah satu bakteri patogen intrasel, menimbulkan

penyakit tuberkulosis (TB). Sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi oleh bakteri ini

dan bertanggung jawab atas 8 hingga 12 juta kasus tuberkulosis aktif juga 3 juta kematian

setiap tahunnya (Schluger, 1998). Di Indonesia pada tahun 1995, hasil Survei Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian

nomor tiga setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua

kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Pada tahun 1999, WHO

memperkirakan setiap tahunnya terjadi 583.000 kasus TB baru dengan kematian karena TB

sekitar 140.000 kasus. Penderita TB diperkirakan akan meningkat dengan munculnya

epidemi HIV/AIDS di dunia (Depkes, 2002).

Vaksin TB saat ini adalah vaksin BCG, mengandung M. bovis bacillus Calmette-Guérin

yang telah dilemahkan. Vaksin ini telah digunakan selama lebih dari 70 tahun dan sampai

saat ini masih belum ditemukan vaksin baru untuk melawan tuberkulosis. Banyak

penelitian membuktikan bahwa vaksin BCG belum berhasil mengendalikan epidemi TB.

Hasil studi meta-analisis menunjukkan bahwa efektivitas vaksin BCG sangat bervariasi,

sekitar 0 – 80 %. Penelitian lain menyatakan bahwa vaksin BCG ternyata hanya efektif

untuk mencegah TB meningeal pada anak-anak sedangkan untuk mencegah TB paru pada

orang dewasa sangat kecil dan tingkat keefektifan tidak konsisten (Fine, 1995).

Infeksi M. tuberculosis dapat dideteksi dengan uji tuberkulin. Prinsip uji tuberkulin adalah

timbulnya hipersensitivitas pada seseorang yang terinfeksi M. tuberculosis terhadap

komponen tuberkulin dari bakteri tersebut yaitu turunan protein yang dimurnikan (purified

protein derivative/PPD). Uji tersebut dilakukan dengan menyuntikan PPD secara

intrakutan. Hasil dapat dilihat 48-72 jam setelah penyuntikan dengan mengamati ada atau

tidaknya indurasi pada kulit dan mengukur diameter indurasi. Uji tuberkulin mempunyai

kelemahan yaitu reaksi positif palsu. Reaksi positif palsu dapat terjadi karena reaksi silang

antara antibodi yang dihasilkan oleh vaksinasi BCG dengan PPD (Joklik, 1992).

2

Karena hal ini diperlukan vaksin baru untuk mencegah infeksi tuberkulosis dan kit

imunodiagnostik untuk mendeteksi secara akurat infeksi M. tuberculosis. Oleh karena itu

penyeleksian antigen yang spesifik dan imunogenik harus dilakukan. Sejumlah antigen dari

M. tuberculosis telah diidentifiksi dan dikarakterisasi dengan berbagai cara diantaranya

menggunakan antibodi poliklonal kelinci atau antibodi monoklonal hasil hibridoma dari

mencit yang diimunisasi. Imunogenitas pada hewan dapat saja tidak menunjukkan

relevansi terhadap respon imun manusia. Oleh karena itu, penelitian untuk mencari

kandidat antigen lebih baik dilakukan dengan menguji secara langsung protein M.

tuberculosis dengan serum pasien positif tuberkulosis menggunakan teknik imunoblot dari

ekstrak atau filtrat kultur M. tuberculosis (Lim, 2000).

Penelitian terdahulu menggunakan teknik imunoblot dari filtrat kultur M. tuberculosis

dengan serum dari individu dengan tuberkulosis aktif berhasil mengidentifikasi antigen

chaperonin 60, protein homolog protease atau peptidase, M. bovis asill koenzim A, asam

mikoseroat sintase, antigen PE-PGRS berukuran 14 dan 19 kilo dalton (Lim, 2000) serta

penelitian sebelumnya yang diarahkan pada pencarian antigen M. tuberculosis yang reaktif

terhadap serum penderita tuberkulosis di Makassar dan penentuan protein antigen tersebut

berhasil mengidentifikasi protein adenosilhomosisteinase, MTGROEOP NID, dan

chaperonin 2 60 kDa (Artri, 2005).

Chaperonin 60 (Cpn 60), juga dikenal dengan heat shock protein 60 (Hsp60) adalah salah

satu dari protein pengantar yang berada pada setiap organisme. Secara lebih spesifik

protein ini berfungsi untuk mencegah kesalahan pelipatan protein, mendorong pelipatan

kembali protein dan memperbaiki polipeptida yang tidak melipat dengan benar ketika

berada dalam kondisi tidak lazim, seperti suhu yang terlalu tinggi atau rendah, kekurangan

oksigen, kekurangan nutrisi, fagositosis, dan lain-lain. Cpn 60 bakteri merupakan

imunogen kuat dan modulator sistem imunitas, salah satu alasan adalah karena kemampuan

protein ini untuk mengaktivasi sistem imun dapatan dan alami karena kemampuannya

untuk beraksi seperti sinyal intersel.

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan kloning gen chaperonin 60.1 M. tuberculosis

yang dapat dilanjutkan untuk membuat vaksin tuberkulosis baru dengan memproduksi

protein tersebut pada skala besar kemudian dipurifikasi dan diuji sifat proteksi serta sifat

3

imunogeniknya terhadap infeksi M. tuberculosis pada hewan percobaan untuk melihat

kelayakannya sebagai kandidat vaksin. Antigen ini juga dapat dikembangkan sebagai

komponen imunodiagnostik yang lebih akurat untuk membedakan infeksi M. tuberculosis

dengan vaksinasi menggunakan M. bovis galur BCG (Mattow, 2003).

4

BAB 1

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Mycobacterium tuberculosis

M. tuberculosis adalah bakteri yang menyebabkan tuberkulosis pada manusia, pertama kali

ditemukan oleh Robert Koch pada 24 Maret 1882.

1.1.1 Karakteristik

M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk batang, bersifat tidak bergerak, dengan panjang 2-

4 μm dan lebar 0,2-0,5 μm. M. tuberculosis bersifat aerob obligat. Oleh karena itu pada

kasus tuberkulosis, M. tuberculosis selalu ditemukan pada lobus bagian atas paru-paru.

Selain itu, bakteri ini bersifat parasit intraselular fakultatif, terutama pada makrofag dan

memiliki waktu regenerasi yang lambat, 15-20 jam. Berdasarkan pewarnaan Gram, M.

tuberculosis sulit diklasifikasikan ke dalam Gram positif atau Gram negatif, hal tersebut

disebabkan karena M. tuberculosis tidak memberikan karakteristik kimia dari keduanya.

Jika pewarnaan Gram dilakukan, akan dihasilkan warna merah yang sangat lemah dan

tidak merata atau sama sekali tidak memberikan warna. Pewarnaan harus dilakukan dengan

metoda Ziehl-Neilsen, M. tuberculosis akan terlihat berbentuk batang berwarna merah

(Todar, 2005).

Struktur dinding sel M. tuberculosis bersifat unik dan berbeda diantara prokariot lainnya

dan merupakan faktor penentu virulensinya. Dinding selnya memiliki peptidoglikan tapi

lebih dari 60% komponen dinding selnya adalah lipid. Fraksi lipid dinding sel M.

tuberculosis terdiri dari 3 komponen yaitu asam mikolat, cord factor dan wax-D. Asam

mikolat merupakan molekul hidrofob kuat yang membentuk lapisan lipid mengelilingi

organisme dan berperan dalam permeabilitas permukaan sel. Asam ini juga berfungsi

mempertahankan mikobakterium dari serangan protein kation, lisozim, dan radikal oksigen

dalam granul fagosit serta melindungi mikobakterium ekstrasel dari dekomposisi oleh

komplemen dalam serum. Cord factor ini bersifat toksik terhadap sel mamalia dan

merupakan inhibitor migrasi leukosit polimorfonuklear (Polymorphonuclear Leukocyte,

PMNL). Cord factor umumnya dihasilkan oleh galur M. tuberculosis yang virulen.

Konsentrasi lipid yang tinggi pada dinding sel ini menyebabkan M. tuberculosis bersifat

5

impermeabel terhadap pewarnaan, resisten terhadap kebanyakan antibiotik, tidak bisa

dibunuh menggunakan senyawa asam atau basa, resisten terhadap lisis osmotik , oksidasi

dan dapat bertahan dari makrofag (Todar, 2005).

1.1.2 Faktor dan Mekanisme Virulensi

Pada tahun 1998, penentuan urutan genom lengkap Mycobacterium tuberculosis (galur

H37Rv) telah selesai dilakukan. Baru-baru ini sebagian besar gen pada genom tersebut

telah diketahui fungsinya. Dari hasil penemuan tersebut diketahui bahwa M. tuberculosis

tidak memiliki faktor virulensi seperti bakteri pada umumnya yaitu toksin, kapsul atau

fimbria. Sebagian dari struktur dan sistem fisiologis M. tuberculosis telah diketahui

berkontribusi terhadap virulensi.

Faktor virulensi tersebut diantaranya adalah M. tuberculosis tumbuh secara intrasel dalam

sel fagosit terutama makrofag, di dalam makrofag setelah difagositosis M. tuberculosis

dapat menghambat proses fusi fagosom-lisosom sehingga tidak dapat dicerna. Faktor

virulensi lainnya adalah M. tuberculosis dapat menginterferesi efek toksik dari zat antara

oksigen reaktif yang dihasilkan dari proses fagositosis, M. tuberculosis juga memiliki

komplek antigen 85 yang berperan dalam melindungi bakteri dari sistem imun dan

memfasilitasi terbentuknya tuberkuli. Selain itu, M. tuberculosis memiliki waktu

regenerasi yang lambat sehingga sistem imun tidak dapat mengenali bakteri atau

mengeliminasinya (Todar, 2005).

1.2 Tuberkulosis

Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh M. tuberculosis.

Pada umumnya M. tuberculosis menyerang paru-paru (TB paru) tapi dapat juga menyerang

jaringan di luar paru-paru (ekstraparu) yaitu sistem saraf pusat, sistem limfatik, sistem

genitourinari, tulang sendi dan peritoneum.

Ketika seseorang terinfeksi TB, dapat berkembang menjadi TB aktif. Perkembangan

infeksi M. tuberculosis menjadi tuberkulosis aktif dalam inang dapat dibagi dalam 5 tahap.

Tahap pertama, droplet nuclei terhirup oleh manusia dimana satu droplet nuclei

mengandung tidak lebih dari 3 basil bakteri. Droplet nuclei dapat dihasilkan selama

6

berbicara, batuk dan bersin. Satu kali batuk, berbicara selama 5 menit dan menyanyi

selama 1 menit dapat menyebarkan 3000 droplet nuclei, sedangkan bersin dapat

menyebarkan droplet nuclei sejauh 3 meter (Todar, 2005)

Tahap kedua dimulai 7-21 hari setelah terinfeksi, M. tuberculosis memperbanyak diri

dalam makrofag yang tidak aktif, sampai makrofag tersebut pecah. Kemudian makrofag

lain yang aktif mulai muncul dari sistem darah tepi dan memfagositosis M. tuberculosis,

tetapi akhirnya makrofag ini juga kembali tidak aktif sehingga tidak dapat memusnahkan

M. tuberculosis (Todar, 2005)

Pada tahap ketiga terbentuk respon imun selular. Limfosit khususnya sel T, mengenali

antigen dengan bantuan molekul Major Histocompability Complex (MHC) selanjutnya

akan terjadi aktivasi sel T dan pembebasan sitokin yaitu interferon gamma (IFN γ).

Pembebasan IFN γ akan mengaktifasi makrofag dan makrofag yang teraktivasi inilah yang

mampu memusnahkan M. tuberculosis. Pada tahap ketiga ini juga terbentuk tuberkuli dan

M. tuberculosis tidak dapat memperbanyak diri dalam keadaan tuberkuli, karena pH sangat

rendah dan jumlah oksigen terbatas. M. tuberculosis dapat tahan dalam keadaan tuberkuli

selama periode waktu tertentu (Todar, 2005).

Pada tahap keempat terjadi pertumbuhan tuberkuli. Walaupun banyak terdapat makrofag

aktif disekitar tuberkuli, juga banyak terdapat makrofag yang tidak atau kurang aktif. M.

tuberculosis menggunakan makrofag tidak atau kurang aktif ini untuk bereplikasi sehingga

tuberkuli dapat tumbuh dan menyerang bronkhus menyebabkan infeksi M. tuberculosis

dapat menyebar ke bagian lain paru-paru. Tuberkuli juga dapat menyerang arteri atau

pembuluh darah lainnya dan menyebabkan tuberkulosis ekstraparu (Todar, 2005).

Pada tahap kelima, caseous centers tuberkuli mencair dengan alasan yang tidak diketahui.

Cairan ini sangat mendukung pertumbuhan M. tuberculosis dan M. tuberculosis mulai

memperbanyak diri secara ekstrasel dengan cepat. Jumlah M. tuberculosis yang banyak

akan menyebabkan lapisan jaringan terdekat dengan bronkhi mengalami nekrosis dan

rusak, menimbulkan rongga dan menyebabkan M. tuberculosis dapat menyebar ke udara

dan bagian lain paru-paru (Todar, 2005).

7

1.3 Perkembangan Vaksin Tuberkulosis

Vaksin BCG ditemukan oleh Calmette dan Guerin pada tahun 1908, mereka mengisolasi

Mycobacterium bovis dari sapi yang mengidap tuberkulosis. M. bovis ini diremajakan

setiap tiga minggu dalam media kentang, sapi atau empedu yang mengandung gliserin.

Setelah 13 tahun dan 230 kali proses subkultur, galur ini menunjukkan virulensi yang

menurun (Orme, 2001). Galur bakteri yang berubah tersebut kemudian dinamakan BCG

dan diberikan kepada manusia pertama kali pada tahun 1921. Vaksin BCG yang digunakan

di Indonesia merupakan vaksin bentuk beku kering yang mengandung M. bovis hidup

yang sudah dilemahkan dan merupakan galur Paris No. 1173-P2. * )

Penelitian oleh Behr yang membandingkan genetik antara tiga belas galur M. bovis BCG

dan delapan galur M. bovis virulen yang berbeda terhadap M. tuberculosis menunjukkan

keberadaan 16 daerah terdelesi pada M. bovis BCG. Daerah terdelesi pada M. bovis BCG

menyebabkan proteksi dari vaksinasi BCG bervariasi. Sembilan daerah terdelesi dari

semua galur BCG, satu daerah hilang pada semua galur BCG, empat hilang hanya pada

beberapa galur BCG, dua hilang dari galur BCG dan beberapa M. bovis virulen (Behr,

1999).

Saat ini penelitian untuk mencari antigen dan epitop M. tuberculosis sebagai kandidat

vaksin dan kit diagnostik yang spesifik terhadap TB telah mencapai identifikasi dan

karakterisasi banyak antigen M. tuberculosis termasuk heat shock protein (hsp) dan antigen

yang diekspresikan awal pada filtrat kultur (culture filtrate, CF) dari M. tuberculosis.

Beberapa antigen menunjukkan hasil menjanjikan sebagai kandidat vaksin baru,

diantaranya hsp 60, Ag85, ESAT-6 dan sebagai reagen imunodiagnostik spesifik antara

lain ESAT-6 dan CFP-10. Selain itu penelitian pada tikus dengan TB, vaksinasi dengan

DNA pengkode hsp60 menunjukkan efek imunoterapeutik dan membantu dalam eradikasi

M. tuberculosis yang persisten ( Abu Salim.M, 2002).

Dalam pengembangan vaksin tuberkulosis beberapa pendekatan berbeda dilakukan, yaitu

berdasarkan identifikasi dan evaluasi antigen sub unit dari tuberkuli basilus dan pendekatan

lain berdasarkan pengembangan galur BCG mutan atau auksotrof atau mikobakteria lain

*) http://www.biofarma.co.id/ind/product.html, 9 Juni 2007

8

dengan tujuan untuk membentuk infeksi dalam tubuh inang yang cepat dan dibatasi tapi

masih dapat menginduksi respon imun protektif.

Pendekatan lain dilakukan dengan cara penggunaan DNA sebagai vaksin, gen pengkode

antigen spesifik mikobakteria di sisipkan ke dalam plasmid yang selanjutnya diberikan ke

dalam sel otot tubuh inang. Setelah itu oleh inang akan ditranslasikan menjadi protein yang

dapat menginduksi antibodi dan respon sel T. Beberapa produk vaksin baru sekarang

sedang memasuki fase 1 uji klinis pada manusia, dapat dilihat di tabel 1.1.

Terdapat vaksin M. bovis galur BCG rekombinan yang mengekspresikan dan menghasilkan

antigen 30 kilo Dalton (rBCG30). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terbukti

bahwa hewan yang telah diimunisasi rBCG30 kemudian ditantang dengan M. tuberculosis

yang virulen memiliki perlindungan yang lebih lama terhadap infeksi dibandingkan hewan

yang diimunisasi M. bovis galur BCG (Horwitz dkk., 2003).

Tabel 1.1 Vaksin Baru Untuk Tuberkulosis : Status Penelitian dan Pengembangannya,

IVR, WHO, Februari 2006

Tipe Vaksin Tahap Perkembangan

BCG yang dimodifikasi

BCG30 (Ag85B)

BCG::RD1

BCG:Δure C-Hly

Fase I

Praklinis

Memasuki Fase I

M. tuberculosis Pho P mutant hidup yang dilemahkan Praklinis

Galur mc2 6020 / 6030 hidup yang dilemahkan Memasuki Fase I

Vaksin hidup rekombinan MVA-Ag85A Fase I selesai

Vaksin hidup rekombinan Ad-Ag85A Praklinis

Vaksin protein sub unit Mtb32 / Mtb39 Fase I

Vaksin protein sub unit ESAT-6 / Ag85B Persiapan menuju Fase I

Vaksin protein sub unit Mtb72F in AS02A Fase I

Vaksin dengan multi-epitop, asam mikolat Praklinis

9

1.4 Chaperonin 60

Chaperonin 60 (Cpn 60), juga dikenal dengan heat shock protein 60 (Hsp60), adalah salah

satu protein pengantar yang berada pada setiap organisme. Cpn 60 dihasilkan berlebih

ketika berada dalam kondisi tidak lazim seperti suhu terlalu tinggi atau rendah, kekurangan

oksigen, kekurangan nutrisi dan fagositosis. Ketika memasuki inang, mikroorganisme

patogen dihadapkan dengan beberapa perubahan tidak lazim, diantaranya perubahan suhu,

pH dan pO2. Selain itu, patogen juga harus menghadapi berbagai mekanisme pertahanan

tubuh inang seperti fagositosis. Setelah difagositosis oleh makrofag, M.tuberculosis akan

terpapar oksigen dan nitrogen reaktif, enzim lisosom, dan penurunan jumlah Fe2+

. Untuk

melindungi dirinya dari system pertahanan inang, patogen mengaktifkan berbagai

mekanisme pertahanan salah satunya adalah dengan sintesis hsp. (Zugel,1999).

Chaperonin 60 dapat ditemukan pada permukaan sel prokariot dan eukariot bahkan dapat

dibebaskan keluar sel. Chaperonin yang disekresikan dapat berinteraksi dengan berbagai

tipe sel termasuk leukosit, sel endotel pembuluh darah dan berfungsi sebagai kunci aktivasi

kegiatan sel seperti sintesis sitokin (Ranford , 2000). Cpn 60 dapat mengaktivasi monosit,

makrofag dan sel endotel pembuluh darah. Protein ini dapat menstimulasi monosit pada

manusia untuk mensekresikan sitokin proinflamasi. Chaperonin 60 ini dapat meningkat

kadarnya 1 – 10% atau lebih pada kondisi tidak lazim seperti pada kondisi selama infeksi.

Diduga bahwa chaperonin 60 berperan penting dalam virulensi bakteri (Tormay, 2005). M.

tuberculosis mengekspresi 2 jenis chaperonin 60 kDa yaitu chaperonin 60.1 dan

chaperonin 60.2 (Kong, 1993). Chaperonin 60.1 memiliki kemampuan 100 kali lebih

efektif dalam menstimulasi sel monosit manusia untuk mensekresi sitokin (Lewthwaite,

2001).

Cpn 60 telah terbukti sebagai target imunodominan dalam respon imun humoral dan sel T

pada mencit dan manusia. Antibodi spesifik hsp 60 dideteksi pada pasien dengan

tuberculosis dan lepra, juga pada mencit yang diinfeksi oleh M. tuberculosis. Selain itu, sel

T CD4+ yang spesifik terhadap hsp 60 mikobakterial ditemukan pada pasien dengan lepra

atau orang yang telah di vaksinasi dengan M. bovis galur BCG. Sekitar 20% dari seluruh

mencit yang diimunisasi dengan M. tuberculosis mati memiliki sel T CD4+ reaktif

terhadap mikobakterium yang spesifik terhadap hsp 60. Penelitian ini menunjukkan bahwa

adanya peran perlindungan sel T spesifik hsp 60 terhadap infeksi mikobakterial.

10

Pada umumnya organisme prokariot hanya mengkode satu protein chaperonin 60. Akan

tetapi M. tuberculosis adalah salah satu dari beberapa organisme prokariot yang mengkode

dua jenis protein chaperonin 60 yaitu chaperonin 60.1 (Cpn 60.1) dan chaperonin 60.2

(Cpn 60.2) (Kong, 1993). Kedua jenis chaperonin 60 M. tuberculosis ini memiliki 70%

kesamaan dalam urutan asam amino, bersifat sangat antigenik dan dapat menginduksi

sitokin. Hasil analisis kedua jenis protein rekombinan ini menunjukkan bahwa keduanya

memiliki kemampuan menginduksi sel monosit manusia untuk mensintesis sitokin

proinflamatori seperti Interleukin-1-Beta (IL-1β), IL-6, IL-8, IL-12, Tumor Necrosis

Factor Alpha (TNFα), dan sitokin antiinflamatori yaitu IL-10.

Hasil penelitian Lewthwaite menyatakan bahwa chaperonin 60.1 bersifat 10-100 kali lebih

kuat dan efektif dibandingkan chaperonin 60.2 dalam menginduksi sintesis sitokin dari sel

monosit manusia. Protein chaperonin 60.2 tidak dipengaruhi aktivitasnya dengan

keberadaan antibodi CD14 dalam mengaktivasi sel mononuklear darah tepi manusia,

sementara aktivitas biologi chaperonin 60.1 sebagian dihambat dengan keberadaan

antibodi CD14. Alasan perbedaan aktivitas biologi diduga karena perbedaan antara urutan

asam amino ke 195-219 antara chaperonin 60.1 dan chaperonin 60.2 dimana urutan asam

amino ke 195-219 pada chaperonin 60.1 bersifat aktif sedangkan chaperonin 60.2 tidak

aktif untuk menginduksi sitokin. Analisis struktur kristal urutan asam amino ke 195-219

membentuk struktur α helix yang memanjang ke arah ujung karboksi. Pada chaperonin

60.2 terdapat prolin yang memotong ikatan hidrogen pada struktur yang menyebabkan

asam amino pada urutan ke 195-219 bersifat tidak aktif dalam menginduksi sitokin

(Lewthwaite, 2001).