PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

3
PENDAHULUAN Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari prses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap inteklektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Intelegensia (IQ= Intellignce Quotient) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosia atau kerja. TIngkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat. Menurut Association American of Mental Retardation (AAMR), retardasi mental mengacu pada fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata, didefinisikan sebagai nilai IQ < 70-75, terdapat bersamaan dengan keterbatasan yang berkaitan dengan dua atau lebih area keterampilan adaptif yang dapat diterapkan: komunikasi, merawat diri, keterampilan social, kemampuan bermasyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, istirahat, dan bekerja (Karrie, 2010). EPIDEMIOLOGI Selama 50 tahun terakhir prevalensi dan kejadian retardasi mental telah dipengaruhi oleh perubahan dalam definisi retardasi mental, perbaikan dalam perawatan medis dan teknologi, sikap

description

ff

Transcript of PENDAHULUAN EPIDEMIOLOGI

PENDAHULUAN

Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari prses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap inteklektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya. Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Intelegensia (IQ= Intellignce Quotient) bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat dipakai untuk menentukan berat ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosia atau kerja. TIngkatannya mulai dari taraf ringan, sedang sampai berat, dan sangat berat.Menurut Association American of Mental Retardation (AAMR), retardasi mental mengacu pada fungsi intelektual yang secara signifikan berada di bawah rata-rata, didefinisikan sebagai nilai IQ < 70-75, terdapat bersamaan dengan keterbatasan yang berkaitan dengan dua atau lebih area keterampilan adaptif yang dapat diterapkan: komunikasi, merawat diri, keterampilan social, kemampuan bermasyarakat, pengarahan diri, kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, istirahat, dan bekerja (Karrie, 2010).

EPIDEMIOLOGI

Selama 50 tahun terakhir prevalensi dan kejadian retardasi mental telah dipengaruhi oleh perubahan dalam definisi retardasi mental, perbaikan dalam perawatan medis dan teknologi, sikap masyarakat tentang penerimaan dan pengobatan individu dengan ketebelakangan mental, dan perluasan pendidikan layanan untuk anak-anak cacat dari lahir sampai usia 21. Pendekatan teoritis untuk memperkirakan jumlah individu yang IQ jatuh di bawah nilai kriteria yang ditetapkan. Misalnya, 2,3% dari penduduk Amerika Serikat memiliki skor IQ di bawah 70, dan 5,5% memiliki nilai IQ di bawah 75.

Diperkirakan bahwa sekitar 89% dari anak-anak ini memiliki keterbelakangan mental ringan, 7% memiliki keterbelakangan mental moderat, dan 4% memiliki berat keterbelakangan mental yang mendalam, prevalensi retardasi mental tampaknya meningkat dengan usia sampai sekitar usia 20, dengan signifikan lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan (Armatas, 2009)

Karrie A. Shogren and H. Rud Turnbull (2010) Public Policy and Outcomes for Persons With Intellectual Disability: Extending and Expanding the Public Policy Framework of AAIDD's 11th Edition ofIntellectual Disability:Definition,Classification,and Systems of Support. Intellectual and Developmental Disabilities: October 2010, Vol. 48, No. 5, pp. 375-386.Armatas, V. (2009). Mental retardation: definitions, etiology, epidemiology and diagnosis. Journal of Sport and Health Research. 1(2):112-122.