PENDAHULUAN

28
STEREOTIPE PEREMPUAN DALAM IKLAN DI TELEVISI (Analisis Semiotik Iklan Neo Hormoviton, Hand and Body Marina dan Sabun Mandi Lux) Oleh : Prambudy Hari Widyastanto

description

STEREOTIPE PEREMPUAN DALAM IKLAN DI TELEVISI ( Analisis Semiotik Iklan Neo Hormoviton , Hand and Body Marina dan Sabun Mandi Lux ) Oleh : Prambudy Hari Widyastanto. PENDAHULUAN. A. LATAR BELAKANG - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of PENDAHULUAN

Page 1: PENDAHULUAN

STEREOTIPE PEREMPUAN DALAM IKLAN DI TELEVISI

(Analisis Semiotik Iklan Neo Hormoviton, Hand

and Body Marina dan Sabun Mandi Lux)

Oleh :

Prambudy Hari Widyastanto

Page 2: PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Melalui citra-citra atau image-image yang diciptakannya, iklan diharapkan mampu

mengubah perilaku seseorang, menciptakan permintaan konsumen dan juga

mampu membujuk orang agar berpartisipasi dalam kegiatan konsumsi, yang

pada akhirnya mereproduksi masyarakat konsumen (Ratna Noviani, 2002 :

14).

Salah satu simbol yang sering digunakan oleh media massa dalam menampilkan

bentuk visual pada masyarakat adalah sosok kaum perempuan untuk mengikat

daya tarik kepada para publik penonton. Sehingga menjadikan perempuan

dalam media massa hanya sebagai stereotipe yang identik hanya pada tubuh

dan seksualitas semata.

Page 3: PENDAHULUAN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang diangkat dalam

penelitian ini adalah :

Bagaimana makna stereotipe perempuan yang ditampilkan dalam teks iklan Neo

Hormoviton versi “makan malam”, Hand and Body Marina versi”festival film

hitam dan putih” dan Sabun Mandi Lux versi “play with beauty”?

 

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna stereotipe perempuan

yang ditampilkan dalam teks iklan Neo Hormoviton versi “makan malam”, Hand

and Body Marina versi “festival film hitam dan putih” dan sabun Lux versi “play

with beauty”.

Page 4: PENDAHULUAN

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Akademis :

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi tambahan bagi

penelitian selanjutnya sehingga mampu memberikan hasil yang lebih

berkualitas tentang stereotipe perempuan dalam teks iklan televisi

karena peneliti sadar bahwa masih banyak kekurangan dalam

penelitian ini.

2. Manfaat Kritik Sosial

Penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi masyarakat tentang

kesadaran akan kesetaraan gender. Dengan sadarnya masyarakat

tentang kesetaraan gender maka kasus-kasus pengeksploitasian

perempuan di Indonesia bisa diminimalisir

Page 5: PENDAHULUAN

E. Tinjauan Pustaka

E.1. Perempuan dalam Media Massa

McQuail mengatakan tentang peran mediasi (penengah/ penghubung)

media massa, yakni penghubung antara realitas sosial yang obyektif

dengan pengalaman pribadi (Denis Mc Quail, 1993).

Dalam kerangka inilah bisa dipahami bahwa stereotipikasi dan segresi

perempuan di media adalah faktual dan tetap aktual. Identik dengan fakta

bahwa “perempuan haruslah muda dan cantik dalam penampilan”. Hal ini

menunjukkan bahwa isi media dengan streotipe dan “menyerang”

kelompok yang dianggap minoritas (McQuail, 1996 : 38).

Page 6: PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

G.1. Tipe Penelitian

G.2. Dasar Penelitian

G.3. Ruang Lingkup Penelitian

G.4. Unit Analisis

G.5. Teknik Pengumpulan Data

  G.6. Teknik Analisis Data

Page 7: PENDAHULUAN

SAJIAN DAN ANALISIS DATADari ketiga iklan tersebut di atas stereotipe yang melekat pada perempuan setidaknya

dapat digambarkan sebagai berikut:

• D.1 Perempuan Harus Cantik• Dari jaman dahulu kala perempuan memang sudah ditakdirkan harus cantik, karena

dengan kecantikannya itu perempuan akan dapat memikat pria. Hal inilah yang menarik dunia periklanan yang membutuhkan sosok perempuan sebagai model iklan. Dalam iklan seolah-olah keindahan tubuh seorang perempuan adalah segala-galanya dan merupakan suatu keharusan bahwa seorang perempuan harus memiliki tubuh yang ideal

• D.2 Perempuan Dijadikan Eksploitasi Seks• Dalam kenyataannya kehidupan seks perempuan sebenarnya ‘terjajah’ Perempuan

ebih tampil sebagai objek seks, pemuas seks dan korban dari pelbagai pelecehan seksual, seperti; perkosaan, dan hubungan seksual pranikah. Hal ini mendorong intensitas masalah-masalah seksual yang berdampak pada seks yang tak aman (unprotected sex), penyebaran penyakit kelamin, dan kehamilan yang tidak dikehendaki. Masalah yang disebut terakhir ini akan menimbulkan masalahmasalah lain, seperti: aborsi dan praktek hubungan seks pranikah.

Page 8: PENDAHULUAN

Telaah Hasil Penelitian

• Analisis Semiotika

Analisis semiotika merupakan salah satu metode yang digunakan dalm

penelitian kualitatif. Metodologi yang digunakan dalam analisis

semiotika adalah interpretatif.

Semiotika adalah sebuah ilmu yang mengkaji makna-makna dari tanda.

Semiotika dikemukan oleh seorang filsuf berkebangsaan Amerika,

Charles Sanders Pierce melalui filsafat pragmatismenya.

Page 9: PENDAHULUAN

• Dalam website Wikipedia, mendefinisikan semiotika sebagai

teori filsafat umum yang berkenaan dengan produksi tanda-

tanda dan simbol-simbol sebagai bagian dari sistem kode

yang digunakan untuk mengomunikasikan informasi.

• Semiotik meliputi tanda-tanda visual dan verbal serta tactile

dan olfactory (semua tanda atau sinyal yang bisa diakses dan

bisa diterima oleh seluruh indera yang kita miliki), ketika

tanda-tanda tersebut membentuk sistem kode yang secara

sistematis menyampaikan informasi atau pesan secara

tertulis di setiap kegiatan dan perilaku manusia.

Page 10: PENDAHULUAN

Dalam semiotika sosial, ada tiga unsur yang menjadi pusat perhatian penafsiran teks

secara kontekstual, yaitu (Sudibyo, Hamd, Qodari, 2000:23) :

• Medan Wacana (field of discourse): menunjuk pada hal yang terjadi : apa yang

dijadikan wacana oleh pelaku mengenai sesuatu yang sedang terjadi dilapangan

peristiwa.

• Pelibat wacana (tenor of discourse): menunjuk pada orang-orang yang

dicantumkan dalam teks (berita); sifat orang-orang itu, kedudukan dan peran

mereka.

• Sarana Wacana (mode of discourse) menunjuk pada bagian yang diperankan oleh

bahasa, bagaimana komunikator (media massa) menggunakan gaya bahasa untuk

menggambarkan medan (situasi) dan pelibat orang-orang yang dikutif); apakah

menggunakan bahasa yang diperhalus atau hiperbolik, eufemistik atau vulgar.

Page 11: PENDAHULUAN

Stereotipe Perempuan

• Secara umum stereotipe adalah pelabelan atau penanda

terhadap suatu kelompok tertentu (Fakih, 1996 : 16),

• Stereotipe selalu merugikan dan menimbulkan

ketidakadilan. Salah satu jenis stereotipe itu adalah yang

bersumber dari pandangan gender.

• Banyak sekali ketidakadilan terhadap jenis kelamin

tertentu, umumnya perempuan yang bersumber dari

penandaan (stereotipe) yang dilekatkan pada mereka.

Page 12: PENDAHULUAN

ANALISA

• Dalam penelitian ini peneliti menemukan stereotipe yang dimunculkan

produk iklan terhadap perempuan. Dimana peran perempuan dalam

iklan semata-mata dilihat dari sisi estetikanya saja. Perempuan dalam

iklan tampil sebagai sesuatu yang indah dan memiliki daya tarik

seksualitas.

• Peneliti menemukan bahwa iklan memunculkan sebuah persepsi

umum di tengah masyarakat bahwa seorang perempuan cantik adalah

perempuan yang cantik dengan kulit dan tubuh yang bagus. Hal ini

memunculkan sebuah tipe perempuan yang universal. Sehingga untuk

menjadi seorang perempuan

Page 13: PENDAHULUAN

Iklan Televisi

• Spriegel dalam Liliweri (1992:17) mendefinisikan iklan adalah

penyampaian informasi barang atau gagasan yang menggunakan media non

personal yang dibayar.

• Definisi iklan televisi sesuai konsep penelitian ini, iklan dipandang sebagai

sebuah proyeksi produk barang, jasa, dan ide atau gagasan yang

disampaikan melalui media televisi dengan tujuan (secara umum)

menginformasikan dan mempromosikan suatu pesan, gagasan, pikiran,

produk barang, atau jasanya itu kepada khalayak.

• Sebuah iklan televisi biasanya mengandung makna verbal dan nonverbal.

Dalam iklan televisi kita bisa menyaksikan perpaduan gambar/objek dan

audio yang keduanya mampu memunculkan sebuah pesan yang ingin

disampaikan kepada konsumen untuk menarik minat konsumen terhadap

produk tertentu.

Page 14: PENDAHULUAN

Mengindonesia di Australia: Perubahan dan Kesinambungan

Identitas EtnikOleh : Prof. Dr. Deddy Mulyana

Page 15: PENDAHULUAN

Pendahuluan

• Masalah penelitian ini adalah sejauh mana perubahan (transformasi) identitas etnik 25 orang Indonesia di Melbourne, Australia, berdasarkan persepsi mereka sendiri sejak mereka datang ke negara tersebut. Perubahan kesadaran inilah yang akan ditelaah dalam makalah ini. Kesadaran itu berarti hubungan diri yang mengamati, mengetahui dan berefleksi dan dunia social di sekelilingnya; ia adalah pemahaman manusia atas pengalamannya.

Page 16: PENDAHULUAN

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan multiplisitas identitas etnik diantara orang-orang Indonesia di wilayah metropolitan Melbourne, Australia. Penelitian ini menjelaskan bagaimana kategori-kategori etnik orang Indonesia sebagaimana yang dipersepsi oleh oerang-orang Indonesia sendiri dan kemudian penelitian ini akan menjelaskan bagaimana subjek penelitian aktif mengkronstuksi identitas etnik mereka dalam penyesuaian antarbudaya mereka di negeri baru.

Page 17: PENDAHULUAN

Tinjauan Pustaka

Perspektif yang digunakan dalam penelitian ini mencakup gagasan George Herbert Mead (1934), Erving Goffman (1959), dan Fredrik Barth (1969). Sementara sebagian gagasan Mead telah dielaborasi oleh Goffman, sementara gagasan Goffman sendiri telah dikembangkan oleh Barth. Maka pendekatan Barth terhadap identitas etnik sebenarnya didasari oleh konsep dan arahan untuk penelitian social yang dikembangkan oleh interaksionisme simbolis.

Page 18: PENDAHULUAN

Teori / Pendekatan

• Penelitian ini menggunakan kerangka konseptual interaksionis simbolik untuk mengkaji pengalaman hidup para responden. Perspektif interaksi simbolik berusaha memahami perilaku manusia dari sudut pandang subjek yang diteliti.

• Pengendapan nilai-nilai etnik ini menyediakan suatu kerangka rujukan bagi individu untuk menata diri dalam suatu lingkungan social. Dengan kata lain, kerangka rujukan ini digunakan individu sebagai pedoman untuk menafsirkan situasi apapun yang mereka hadapi. Dalam kaitan ini, adalah mungkin bahwa individu mengalami transformasi identitas etnik.

Page 19: PENDAHULUAN

Metode dan Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dengan mewawancarai secara mendalam dan mengamati 25 responden dari generasi pertama Indonesia (lahir di Indonesia) yang dipilih melalui quota sampling. Wawancara dan poengamatan itu berlangsung lebih dari dua tahun (1992-1995). Mereka telah tinggal lebih dari lima tahun di Australia, sebagian besar pria, sebagian besar Muslim, sebagian besar termasuk kelas pekerja dan sebagian besar mengikatkan diri kepada kelompok-kelompok yang berbeda pula di Melbourne. Dalam kaitan ini, identitas etnik responden, baik pada saat pertama kali mereka datang ke Australia dan pada saat belakangan berada di Australia, akan dikategorikan ke dalam model-model berdasarkan kemiripan-kemiripan dan regularitas dalam citra diri mereka sendiri dan perspektif mereka tentang pengalaman hidup, tipe kelompok rujukan (orang-orang yang dianggap penting), pola perilaku dan motifnya.

Page 20: PENDAHULUAN

Analisis Model Identitas Etnik

Orientasi Waktu Kesetiaan Dasar Significant Others

Religious Terutama masa depan

Agama (Islam) Muslim

Moderat Masa kini, masa lalu & masa depan

Negara asal, budaya

dan agama

Orang Indonesia

Cosmopolitan Terutama masa depan

Kemanusiaan

universal

Orang Indonesia

& orang Australia

Nasionalis Terutama masa lalu & masa kini

Negara Indonesia Orang Indonesia

Page 21: PENDAHULUAN

Analisis Etnik Religius

Terdapat sebelas orang yang menjadi responden model ini. Mereka umumnya kelas pekerja, berusia 30-40 tahunan.

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa transformasi identitas etnik yang mereka alami adalah :

• Etnik moderat yang menjadi etnik religious.Kebanyakan etnik religious pertama kali tiba di Australia sebagai etnik moderat, umumnya pada usia 20 tahunan. Contohnya Imran, ketika pertama kali datang, dia merasa tidak menemukan Muslim dan mesjid. Dia jadi sering meninggalkan sholat. “saya terbawa arus.” Ungkapnya.

Hanya setelah mereka mengalami apa yang disebut Kelsen suatu “keadaan liminal” yang ditandai dengan ketidakpastian tentang makna hidup dan diri (1981:204) dan bergaul dengan orang-orang religious, mereka mulai menjalani hidup yang lebih shaleh. Dengan kata-kata William James, gagasan-gagasan keagamaan yang tadinya menempati pinggiran dalam kesadarannya, sekarang mengambil tempatnya yang penting dan bahwa cita-cita keagamaan merupakan pusat energinya.”

• Etnik religious yang semakin religious

• Etnik nasionalis yang menjadi etnik religious.

Page 22: PENDAHULUAN

Para responden adalah orang-orang marjinal diantara warga Australia di Melbourne dan merasa terisolasi di Australia. Mereka menentang hampir semua nilai dan perilaku Australia serta seminimal mungkin bergaul dengan orang-orang Australia. Maka, mereka sangat berhati-hati dalam memilih dan menerima aspek budaya Australia.

Para responden masih punya keterikatan pada negeri asal mereka, tetapi tak jadi soal bagi mereka dimanapun mereka tinggal sepanjang mereka bisa mempraktikkan agama mereka dan punya kepuasan spiritual.

Etnik religious adalah orang-orang yang punya orientasi ke masa depan, yang komitmen tertingginya mereka berikan pada agama.

Page 23: PENDAHULUAN

Analisis

Etnik Moderat

Mereka melaksanakan sholat, tetapi tidak setaat etnik religious, meskipun mereka punya kesetiaan pada agama mereka. Seperti juga etnik religious, mereka melihat diri mereka berbeda dalam banyak hal dengan orang-orang Australia. Identitas Indonesia mereka secara tetap disokong oleh komunitas Indonesia dan oleh teman-teman Indonesia. Apa yang mereka alami pada hakikatnya buka perubahan identitas, tetapi kesinambungan identitas.

Meskipun mereka mengalami perubahan ketika sampai di Australia, namun perubahan itu terjadi kurang berarti, namun karena terus menerus dan kumulatif dalam waktu yang lama, perubahan akhirnya cukup besar juga.

Etnik moderat ditandai dengan identifikasi mereka yang kuat dengan budaya Indonesia. Mereka mempersepsi dan menilai kedisinian dan kekinian menurut manfaatnya yang segera. Tujuan-tujuan jangka panjang dan utama mereka tidak sepenuhnya merupakan bagian dari kesadaran keseharian mereka. Mereka sibuk mengurusi detil-detil kerja dan permainan sehari-hari dan hanya sesekali mengingat masa depan yang jauh.

Etnik nasionalis yang menjadi etnik moderat Etnik moderat yang tetap moderat

Pola perubahan identitas etnik mereka adalah:

Tujuh responden berada dalam kelompok ini

Page 24: PENDAHULUAN

Analisis Etnik Kosmopolitan

Meskipun begitu, mereka masih terikat dengan budaya Indonesia, bergaul dengan orang-orang Indonesia, namun mereka juga bergaul luas dengan orang-orang Australia tanpa kehilangan identitas etnik mereka. Para responden biasanya tidak seketat etnik religious dalam melaksanakan kewajiban agama mereka. Mereka menganggap persoalan agama adalah masalah privasi. Bagi mereka, nilai esensialnya lebih penting daripada nilai ritualnya.

Mereka adalah orang-orang yang terlibat dalam suatu intercultural eclecticism, yaitu suatu strategi penyesuaian diri yang sangat kuat dan luwes tanpa merasa mengalami kehilangan identitas budaya. Mereka secara kuat menunjukkan keinginan untuk mempelajari nilai-nilai Australia yang positif dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Etnik cosmopolitan adalah orang-orang yang berpandangan bahwa mereka punya kesamaan nilai dengan kelompok-kelompok etnik dan ras lainnya. Mereka telah mengalami perkembangan diri penuh yang ditandai dengan international mindedness, punya identitas kemanusiaan yang lebih luas dan lebih inklusif, serta intercultural person.

Etnik moderat yang menjado etnik cosmopolitan Etnik nasionalis yang menjadi etnik cosmopolitan

Pola perubahan identitas etnik mereka adalah sebagai berikut:

Lima responden termasuk ke dalam kelompok ini. Pada dasarnya etnik cosmopolitan mempunyai status social lebih tinggi, berpendidikan lebih tinggi dan tinggal lebih lama di Australia daripada kelompok-kelompok sebelumnya.

Page 25: PENDAHULUAN

Analisis

Etnik nasionalis

Ivan dan Ridwan tidak melaksanakan ritual keagamaan mereka secara ketat. Mereka juga tidak menyokong pengelompokan kedaerahan. Kawan-kawan dekat Ivan dan Ridwan masing-masing terbatas pada orang-orang Indonesia, terlepas dari latar belakang agama atau daerah. Ivan dan Ridwan aktif mempromosikan budaya Indonesia, mempertahankan Indonesia bila dikritik dan bahkan mengkritik orang-orang yang mengkritik Indonesia.

Saya telah merasa nasionalis sejak saya sekolah di MULO. Saya ingat tahun 1938 kami mengadakan upacara untuk memperingati Kartini. Kami menyanyikan lagu Raden Ajeng Kartini dan menaikkan bendera merah putih (Ridwan).

Ivan dan Ridwan -keduanya termasuk dalam generasi lebih tua- mewakili kelompok ini. Sejak mereka tiba di Australia mereka tetap bersikap nasionalis. Model ini tampaknya hanya berlaku bagi generasi tertentu : mereka yang secara langsung mengalami perjuangan untuk merebut kemerdekaan dan kelangsungan hidup Republik Indonesia.

Page 26: PENDAHULUAN

=Telaah Hasil Penelitian= • Pada riset diatas, peneliti menggunakan teori Interaksi Simbolik. Perspektif

interaksi simbolik berada dibawah payung perspektif fenomenologis atau perspektif interpretative. Menurut Maurice Natanson, istilah fenomenologis merujuk pada semua pandangan ilmu social yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai focus untuk memahami tindakan social.

• Mead berpendapat bahwa inti dari teori interaksi simbolik adalah teori tentang “diri”, yaitu suatu proses yang berasal dari interaksi social individu dengan orang lain. Pengelompokan subjek penelitian oleh peneliti tersebut didasarkan pada hasil penafsiran subjek terhadap dirinya ketika pertama kali ia sampai di Australia hingga saat ini. Berdasarkan kesadaran dan pengalamannya, individu mencoba mendefenisikan lingkungan social yang mereka masuki, kemudian merencanakan apa yang akan mereka lakukan. Makna tentang lingkungannya bisa saja berubah lewat interpretasi individu ketika situasi yang ditemukan dalam interaksi social juga berubah.

Page 27: PENDAHULUAN

Secara ringkas, interaksionisme simbolik didasarkan pada premis-premis berikut:

• Pertama, individu merespons suatu situasi simbolik. Ketika mereka menghadapi suatu situasi, respon mereka bergantung pada bagaimana mereka mendefenisikan situasi yang dihadapi dalam interaksi social. Jadi, individu yang dipandang aktif dalam menentukan lingkungan sendiri.

• Kedua, makna adalah produk interaksi social, karena itu makna tidak melekat pada objek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa. Individu membayangkan atau merencanakan apa yang akan mereka lakukan.

• Ketiga, makna yang diinterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi social. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya sendiri.

Page 28: PENDAHULUAN

Berdasarkan tiga hal diatas, orang-orang Indonesia yang baru memasuki suatu daerah baru seperti halnya Australia, mencoba menginterpretasikan lingkungan sosial berdasarkan pemahamannya. Setelah mereka mendapatkan makna dari situasi yang dihadapinya, mereka merencanakan apa yang akan dilakukannya. Namun, sejalan dengan proses hidup, makna yang telah ada tadi bisa saja berubah. Seperti pola perubahan identitas etnik yang terjadi pada beberapa responden, ada yang pada mulanya beridentitas etnik moderat lalu berubah menjadi etnik religious. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh significant others atau orang-orang yang berpengaruh pada diri individu tersebut disamping kesadaran dan pengalamannya.

Penelitian ini menjelaskan pada kita bahwa perpindahan orang-orang Indonesia ke daerah lain tidak membuat mereka mengubah identitasnya menjadi “ke-Australiaan” melainkan berupa penyesuaian diri terhadap lingkungan baru dan berbeda dari lingkungan sebelumnya.