Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi...

65
PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KOMPARATIF FIQIH KLASIK DAN UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 ) Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam Oleh ABDUR RAHMAN SAPUTRA 104044101383 Di Bawah Bimbingan DR. KHA. Juaini Syukri, Lcs., MA. NIP : 150256969 PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

Transcript of Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi...

Page 1: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI KOMPARATIF FIQIH KLASIK DAN UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 )

Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syari’ah Dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Mencapai Gelar

Sarjana Hukum Islam

Oleh

ABDUR RAHMAN SAPUTRA 104044101383

Di Bawah Bimbingan

DR. KHA. Juaini Syukri, Lcs., MA. NIP : 150256969

PROGRAM STUDI AHWAL AL-SYAKHSHIYAH KONSENTRASI PERADILAN AGAMA FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 2: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi berjudul Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “(Studi Komparatif Fiqih Klasik Dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 )”. telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 8 September 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) pada Program Studi Ahwal Syakhsiyyah (Peradilan Agama). Jakarta, 17 September 2008

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum

Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. NIP. 150 210 422

PANITIA UJIAN

1. Ketua : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA. (.................................) NIP. 150 169 102 2. Sekretaris : Kamarusdiana, S.Ag., MH. (.................................) NIP. 150 285 972 3. Pembimbing : DR. KHA. Juaini Syukri, Lcs., MA. (……………………)

NIP : 150 256 969

4. Penguji I : Dr. A. Sudirman Abbas, MA.. (.................................) NIP. 150 294 051 5. Penguji II : Alimin, M.Ag. (...............................) NIP. 150 299 473

Page 3: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

KATA PENGANTAR

له الرحمن الرحيمبسم ال

Tiada kata yang paling indah selain memanjatkan puja kepada Allah Yang Maha

Kuasa dan Puji kepada Zat yang maha suci serta syukur kepada Allah Rabbul Ghafur.

Untuk mengukir rasa kebahagiaan, penulis mengucapkan Alhamdulillah atas seluruh

Karunia dan Nikmat yang penulis rasakan, sehingga hanya kepadanyalah segala

kelebihan terpulangkan.

Shalawat serta salam kepada junjungan Nabi kita Muhammad SAW yang telah

memberikan “Bayaan al-Tafsir” dalam menyikapi al-Qur’an dan “Bayyinah” antara

yang haq dan yang bathil dalam menjalankan kehidupan ini, semoga penjelasan-

penjelasan yang telah diberikan oleh beliau baik qauli, fi’li, dan taqriri dapat menjadi

landasan kita berdiri dalam segala aspek kehidupan.

Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulis mengakui bahwa penulisan

skripsi ini selesai tidak hanya jerih payah sendiri akan tetapi juga karena dukungan dan

andil segenap pihak. Oleh karena itu ucapan terima kasih pun penulis sampaikan kepada

pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini:

Page 4: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

1. Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM., selaku Dekan

Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta

2. Bapak Dr.H.A. Djuaini Syukri, LCS, MA. selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran selama membimbing penulis dalam

menyelesaikan skripsi.

3. Bapak Drs. H. A. Basiq Djalil, SH., MA., dan Bapak Kamarusdiana, S.Ag., M.

Hum., selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Al-Ahwal

Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Segenap bapak dan ibu dosen atau staff pengajar pada lingkungan jurusan Al-

Ahwal Syakhshiyyah Fakultas Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuannya kepada

penulis selama duduk di bangku kuliah.

5. Segenap jajaran staff dan karyawan akademik Fakultas Syari’ah dan Hukum, serta

Kepala Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarata, Kepala Perpustakaan Iman Jama’ yang telah banyak membantu dalam

pengadaan referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

6. Teman-Teman seperjuangan Konsentrasi Peradilan Agama Fakultas Syari’ah dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta angkatan 2004 dan

Sahabat karibku yang telah melewati hari-hari baik suka maupun duka dan

kawan-kawan terdekat yang selalu menemaniku selama masa perkuliahan dan

memberikan motivasi. dan kawan-kawan lainnya yang penulis tidak dapat

sebutkan satu persatu. Mudah-mudahan jalinan persahabatan kita tak terhenti

sampai disini dan bisa terjalin sampai kapan pun dan dimana pun kita berada.

Thanks ya buat semuanya.

Page 5: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Semoga amal baik mereka dibalas oleh Allah SWT dengan balasan yang berlipat

ganda...

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat, bagi penulis khususnya

dan bagi pembaca pada umumnya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa penulis

harapkan untuk kesempurnaan skripsi ini.

Jakarta, 18 Juli 2008

Penulis

Page 6: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………..... i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………....... iv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………… 1

A. Latar Belakang Masalah ………………………………………… 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………… 5

C. Manfaat dan Tujuan Penulisan ………………………………….. 6

D. Teknik dan Metodologi Penelitian ………………………………. 6

E. Sistematika Pembahasan ………………………………………… 8

BAB II ALASAN DAN AKIBAT PENCEGAHAN PERKAWINAN ……… 10

A. Pengertian Tentang Perkawinan …………………………………. 14

B. Pengertian Pencegahan Perkawinan ……………………………... 21

C. Alasan Pencegahan Perkawinan …………………………………. 23

D. Akibat Pencegahan Perkawinan …………………………………. 28

Page 7: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

BAB III PENGERTIAN PENCEGAHAN PERKAWINAN ………………. 30

A. Pencegahan Perkawinan Menurut Fiqih Klasik ………………….. 32

B. Pencegahan Perkawinan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan ……………………………………………… 43

C. Pencegahan Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam …….. 46

BAB IV ANALISIS PENCEGAHAN PERKAWINAN MENURUT FIQIH

KLASIK DAN UNDANG-UNDANG NO.1 TAHUN 1974 TENTANG

PERKAWINAN …………………………………………………….... 49

A. Perbedaan Pencegahan Perkawinan Antara Fiqih Klasik Dan Undang-

Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ………………….. 49

B. Persamaan Pencegahan Perkawinan Antara Fiqih Klasik Dan Undang-

Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan ………………… 51

C. Analisis Penulis …………………………………………………. 53

BAB V PENUTUP …………………………………………………………. 58

A. Kesimpulan …………………………………………………….. 58

B. Saran …………………………………………………………… 59

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………… 60

Page 8: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkawinan dalam islam tidaklah semata-mata sebagai hubungan atau kontrak

keperdataan biasa, akan tetapi ia mempunyai nilai ibadah. Maka, amatlah penting jika

kompilasi menegaskannya sebagai akad yang sangat kuat (mitsaqan goliidhan) untuk

mentaati perintah Allah, dan melaksanakannya merupakan ibadah.1

Perkawinan merupakan salah satu perintah agama kepada yang mampu untuk segera

melaksanakannya. Karena dengan perkawinan, dapat mengurangi maksiat penglihatan,

memelihara diri dari perbuatan zina. Oleh karena itu, bagi mereka yang berkeinginan

untuk menikah, sementara perbekalan untuk memasuki perkawinan belum siap, maka

dianjurkan untuk berpuasa karena dengan berpuasa dapat menahan diri dari hawa nafsu.

Perkawinan merupakan wadah penyaluran kebutuhan biologis manusia yang wajar.

oleh karena itulah, perkawinan yang sarat nilai dan bertujuan untuk mewujudkan

kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah, perlu diatur dengan

syarat dan rukun tertentu, agar tujuan disyari’atkannya perkawinan bisa tercapai.

Setiap mahluk hidup yang berada di atas bumi ini semuanya menginginkan bahagia

dan berusaha agar kebahagiaan ini langgeng dinikmati, salah satu jalan untuk mencapai

1 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2000), h. 14

Page 9: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

bahagia adalah dengan jalan perkawinan.2 Dalam ajaran islam, perkawinan merupakan

perjumpaan dua insan manusia yang berlawanan jenis, karena itu dalam perjalanan

manusia beragama peristiwa yakni perkawinan dianggap memiliki nilai sakralitas paling

tinggi.3

Perkawinan dibolehkan dan bahkan dianjurkan oleh Rasulallah SAW kepada umat

manusia sesuai dengan tabiat alam yang mana antara golongan pria dan golongan wanita

itu saling membutuhkan untuk mengadakan ikatan lahir batin sebagai suami-isteri yang

sah dalam hukum agama dan Undang-Undang Negara yang berlaku. Adapun salah satu

hikmah perkawinan berdasarkan ajaran Islam adalah memelihara manusia (pemuda) dari

pada pekerjaan maksiat yang membahayakan diri, harta dan pikiran.4

Hukum perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan yang disahkan Presiden Republik Indonesia. yang didalamnya

menjelaskan tentang mutlak adanya Undang-Undang Perkawinan, aneka ragam hukum

perkawinan di Indonesia, Undang-Undang Perkawinan mewujudkan prinsip-prinsip yang

terkandung dalam pancasila dan Undang-Undang dasar 1945, asas-asas perkawinan dan

jaminan kepastian hukum.

Dengan lahirnya Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan

Peraturan Pemerintah No.9 Tahun 1975 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang

No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, antara lain mengatur tentang rukun dan syarat-

syarat perkawinan, maka terciptalah kepastian hukum dalam urusan perkawinan pada

khususnya, dan pada masalah keluarga pada umumnya.

2 Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1989), h.1 3 Ashad Kusuma Djaya, Rekayasa sosial lewat malam pertama (pesan-pesan Rasulallah SAW

menuju pernikahan barokah, (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2001), h.15. 4 Amir Taat Nasution, Rahasia Perkawinan Dalam Islam, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1994),

h.30-31

Page 10: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Sesuai dengan pasal 1 Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang

menyatakan bahwa “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang

bahagia kekal dan abadi.” Dan dalam instruksi Presiden No.1 Tahun 1974 Tentang

Kompilasi Hukum Islam juga ditegaskan dalam pasal 2 yaitu “perkawinan menurut

hukum islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau miitsaqan ghalidhan

untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah.”5

Maka diharapkan suatu perkawinan dapat berlangsung langgeng dan bahagia dalam

perjalanannya. Roda kehidupan terus berputar dan terkadang tanpa disadari bahwa

perkawinan yang baru atau yang sedang dijalani cacat hukum, entah karena tidak

terpenuhinya syarat yang telah ditentukan oleh Undang-undang atau memang adanya

para pihak atau oknum yang dengan sengaja melanggar ketentuan tersebut. Sama halnya

dengan pembatalan perkawinan, pencegahan perkawinanpun diarahkan kepada kepastian

hukum dan ketertiban umum dengan jalan campur tangan penguasa, yakni Pengadilan

Agama. Dengan demikian, dicegahnya suatu perkawinan baru sah dan mengikat harus

berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap.

Kemungkinan-kemungkinan itu terjadi lebih disebabkan tidak dipahaminya syari’ah

islam itu sendiri dengan baik dan masih awamnya masyarakat terhadap tata cara

perkawinan. Jadi, jangankan memahami Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, hukum-hukum perkawinan dalam kitab

fiqihpun masih banyak umat islam yang tidak memahaminya sehingga mengakibatkan

5 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2000), h. 14

Page 11: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

terjadinya perkawinan yang terlarang. Lebih ironis lagi adalah perkawinan itu terjadi

dibawah tangan, tanpa melibatkan pejabat berwenang yang sebenarnya jika pejabat

berwenang dilibatkan, maka perkawinan terlarang tersebut tidak akan terjadi.

Menurut Quraish Shihab hampir mustahil ada isteri yang mengijinkan suaminya

berpoligami,6 maka tak heran jika para wanita banyak yang mencegah perkawinan

suaminya yang kedua dengan mengajukan gugatan kepengadilan agama lantaran tidak

meminta izin terlebih dahulu kepada mereka (para isteri). Fenomena di atas memang

marak dilakukan oleh para wanita yang mencegah perkawinan suaminya yang kedua di

Pengadilan Agama. Terlebih lagi kitab fiqih klasikpun tidak membahas tentang

pencegahan perkawinan, namun yang ada di Indonesia yaitu Undang-Undang Perkawinan

dan Kompilasi Hukum Islam membahas tentang pencegahan perkawinan tersebut, yang

mana keduanya merupakan rujukan utama bagi para hakim dalam memutuskan perkara-

perkara di Pengadilan Agama, Sebenarnya bagaimana konsep hukum islam (dimensi

Kompilasi Hukum Islam) dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

mengupas masalah pencegahan perkawinan ini ? dan apa yang membedakan antara

tinjauan fiqih klasik dan Undang-Undang perkawinan mengenai pencegahan perkawinan

?

Atas permasalahan tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji, menelaah

dan menganalisis perbandingan antara tinjauan fiqih klasik dan Undang-Undang

Perkawinan mengenai pencegahan perkawinan. Semuanya itu penulis tuangkan dalam

sebuah skripsi dengan tema “Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam. (Analisis

perbandingan antara fiqih klasik dan Undang-Undang No.1 tahun 1974 )”.

6 Khoiruddin Nasution, “Perbedaan Sekitar Status Poligami: Ditinjau dari Perspektif Syari’ah

Islam”, Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol.1 No.1 (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 2002), h. 65

Page 12: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

B. Batasan dan Rumusan Masalah

Penulis membatasi ruang lingkup penulisan skripsi ini hanya pada masalah

pencegahan perkawinan menurut fiqih klasik dan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

Tentang Perkawinan

Karena luasnya struktur fiqih klasik yang mencakup berbagai macam dimensi, maka

penulis membatasi fiqih klasik disini hanya pada dimensi pendapat dari para ulama

mazhab, khususnya mengenai masalah pencegahan perkawinan.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut :

1 Konsep Pencegahan Perkawinan Menurut Fiqh Klasik & Alasannya

2 Konsep Pencegahan Perkawinan Menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 &

Alasannya

3 Persamaan Dan Perbedaan Pencegahan Perkawinan Menurut Fiqh Klasik Dan

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974

C. Tujuan Penulisan

Tujuan yang sangat penulis harapkan dalam penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui konsep pencegahan perkawinan menurut fiqh klasik &

alasannya

2. Untuk mengetahui konsep pencegahan perkawinan menurut Undang-Undang

No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan alasannya

Page 13: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

3. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan antara fiqih klasik dengan

Undang-Undang Perkawinan dan Kompilsi Hukum Islam.

D. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

1. Metode Penelitian

Dalam penulisan skaripsi ini, ada empat aspek metodelogi penelitian yang akan

digunakan yaitu:

a. Metode Pembahasan

Adapun metode pembahasan yang diterapkan dalam penelitian skripsi ini adalah

deskriptif analisis dan komparatif. Metode pembahasan deskriptif perlu digunakan

untuk memaparkan masalah pencegahan perkawinan, sedangkan metode

pembahasan komparatif digunakan untuk membandingkan antara pencegahan

perkawinan menurut fiqih klasik dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

b. Jenis Data

Dalam penulisan ini, penulis menggunakan jenis data berupa data primer dan

sekunder, dan dari kedua data sekunder tersebut. Penulis berusaha

menginterpretasikandengan baik. Adapun sumber primer yang digunakan oleh

penulis dalam tulisan ini adalah buku-buku, dan kitab undang-undang No.1 tahun

1974 tentang perkawinan. Kemudian sumber data sekunder adalah majalah,internet

dan artikel yang ada kaitannya dengan pencegahan perkawinan.

c. Teknik Pengumpulan Data

Page 14: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Teknik yang digunakan adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu

mengumpulkan data dari berbagai literatur yang relevan dengan pokok masalah

yang di jadikan sumber penulisan karya tulis ini.

d. Metode Analisa Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah, dianalisis dan diinterpretasikan untuk

menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Analisa data dilakukan dengan

metode induktif kemudian menginterpretasikan dengan bahasa penulis sendiri.

2. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan

Skripsi , Tesis dan Disertasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta”.

E. Sistematika Pembahasan

Skripsi ini dibagi ke dalam empat bab, masing-masing bab terdiri dari beberapa sub

bab, yaitu:

BAB I : Mengenai Pendahuluan, yang terdiri dari; Latar Belakang Masalah, Batasan

dan Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Metode Penelitian, Dan

Sistematika Pembahasan

BAB II : Alasan Dan Akibat Pencegahan Perkawinan, yang terdiri dari : Tinjauan

Umum Tentang Perkawinan, Pengertian Pencegahan Perkawinan Alasan

Dan Akibat Pencegahan Perkawinan.

BAB III : Pengertian Pencegahan Perkawinan, yang terdiri dari : Pengertian

Pencegahan Perkawinan Menurut Fiqih Klasik, Pencegahan

Page 15: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam, Pencegahan

Perkawinan Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan.

BAB IV : Analisa Pencegahan Perkawinan Menurut Fiqih

Klasik Dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

BAB V : Penutup, yang terdiri dari : Kesimpulan dan Saran

Page 16: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

BAB II

ALASAN DAN AKIBAT PENCEGAHAN PERKAWINAN

Sebelum memulai uraian tentang pencegahan perkawinan menurut fiqih klasik,

penulis merasa perlu menggambarkan terlebih dahulu tentang Kerakteristik Hukum

Islam, dimana hukum Islam itu sendiri tidak terlepas dari kerakteristiknya.

Hukum Islam memiliki suatu sistem yang justru menimbulkan dorongan untuk

dipelajari oleh para cendikia hukum Islam di seluruh dunia. Karena dari sistem hukum

Islam itu terlihat perkembangannya yang sangat pesat di bidang sistem-sistem hukum

lainnya.7

Sejak ratusan tahun yang lalu di kalangan umat islam di seluruh dunia termasuk

Indonesia, mengalami ketidakjelasan persepsi tentang syari’ah, fiqih dan hukum islam

kekacauan persepsi ini meliputi arti dan ruang lingkup pengertian syari’ah islam yang

kadang-kadang diartikan sama dengan fiqih.

Fatwa-fatwa tentang masalah islam di Indonesia kebanyakan diambil dari kitab-kitab

yang dikarang oleh para sarjana hukum islam tempo dulu, tiap-tiap karangan diwarnai

dengan pendapat dan pendirian masing-masing pengarangnya dan sangat tergantung

kepada orang yang meminta fatwa tersebut kepada pengarang kitab tersebut. Akibat hal

7 R. Abdul Djamil, Hukum Islam (Asas-Asas,Hukum Islam I, Hukum Islam II ,) (Bandung, Mandar

Maju), 1992. h, 64.

Page 17: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

demikian, timbul masalah khilafah karena antara satu ulama dengan ulama lain

mempunyai persepsi yang berbeda dalam menilai suatu masalah hukum.

Menurut Abu al-Hasan Ahmad Faris secara sistematis kata fiqih bermakna

mengetahui sesuatu dan memahaminya secara baik dan mendalam. Sedangkan menurut

pengertian istilah, Muhammad Abu Zahrah mengemukakan bahwa yang dimaksud

dengan fiqih adalah mengetahui hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang dikaji

dari dalil-dalilnya yang terinci. Dari dua definisi ini ada dua objek kajian fiqih, yaitu

hukum-hukum syara’ yang bersifat amaliah yang dikaji dari dalil-dalilnya yang terinci

dari al-Qur’an dan sunnah yang menunjuk suatu kejadian tertentu, atau menjadi rujukan

lagi kejadian-kejadian tertentu, seperti riba haram hukumnya karena telah ditetapkan

dalam surat Al-Baqarah (2):279. bahwa pengetahuan mengenai hukum syara’ itu di

dasarkan kepada dalil tafsili, dan fiqih itu digali dan di temukan melalui penalaran

mujtahid.8

Adapun hakekat dari fiqih itu adalah pertama, fiqih adalah ilmu yang menerangkan

hukum syara’ dari setiap pekerjaan mukallaf, baik yang wajib, haram, makruh, mandub,

dan mubah: kedua, objek kajian fiqih adalah hal-hal yang bersifat amaliah, sedangkan

hal-hal yang bukan bersifat amaliah seperti masalah akidah tidak termasuk dalam kajian

fiqih: ketiga, pengetahuan hukum syariah itu di dasarkan kepada dalil tafsili; keempat,

fiqih itu digali dan ditemukan melalui penalaran (nazhar) dan ta’amul yang diistinbatkan

dari ijtihad; kelima, fiqih sebagai ilmu merupakan seperangkat cara kerja sebagai bentuk

praktis dari cara berfikir, terutama cara berfikir taksonomis dan cara berfikir logis untuk

memahami kandungan ayat dan hadis hukum; keenam, pada hakekatnya fiqih merupakan

8 Abdul Manan Reformasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h.

44

Page 18: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

seperangkat norma yang mengatur hubungan antara manusia dengan manusia dalam

kehidupan bermasyarakat.9

Salah satu dimensi hukum Islam yang paling dikenal dalam masyarakat, baik umat

Islam maupun komunitas ilmiah, adalah fiqih, yang merupakan produk penalaran fuqaha

yang dideduksi dari sumber (ayat al-Qur’an dan teks hadis) yang otentik.10 Produk

pemikiran mereka di dokumentasikan dalam berbagai kitab fiqih, yang tersusun secara

tematik dan mencakup berbagai bidang kehidupan, mulai dari tharah sampai jihad. Ia

dapat diidentifikasi sebagai kumpulan hukum (‘Abd al-Wahab Khallaf, 1972: 11) yang

bersifat praktis (amaliah atau terapan). Sementara itu, menurut Al-‘Asymawi (1993:119),

fiqih memiliki beberapa karakteristik.pertama, selalu disajikan sebagai suatu yang unik,

yang tidak dapat dibandingkat dengan kebudayaan-kebudayaan lain. Tetapi sebetulnya

fiqih sangat dipengaruhi oleh hukum dan yurusprudensi Romawi-Bizantium. Kedua,

mula-mula fiqih berkembang secara kasuistis, tanpa rencana dan system, karena itu tidak

mempunyai teori tentang hukum, politik atau ekonomi selain yang dikembangkan oleh

ilmu imam syafi’i. ketiga, fiqih kurang memberikan kepada fuqaha karena situasi-situasi

politik sepanjang sejarah islam. Keempat, ada kekurangan indepedensi ijtihad,

disebabkan oleh banyak faktor luar. Keadaan ini memaksa fuqaha untuk tidak mencari

pendapat baru, tetapi mencari hilah. Kelima pembaruan hanya terbatas pada pemilihan

terhadap pendapat-pendapat dalam berbagai macam mazhab.

Jadi, fiqih adalah tidak sekedar ilmu tentang hukum syariah yang diperoleh dari

proses istidlah, tetapi hukum-hukum itu seringkali disebut fiqih. Saat ini teknologi fiqih

9 Ibid, h. 45 10 Cik Hasan Bisri, Pilar-Pilar Hukum Islam dan Pranata Sosial, (Jakarta:PT. Raja Grafindo

Persada, 2004), h. 46

Page 19: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

tidak lagi dimaksudkan sebagai seperangkat ilmu tentang hukum, melainkan hukum –

hukum fiqih itu sendiri disebut fiqih.11

Berkaitan dengan konsep pencegahan perkawinan, hukum Islam dimaksud meliputi

pada fiqih resmi yang berbahasa Indonesia yang telah di formalkan dan dikondifikasi

dalam sebuah Kompilasi Hukum Islam atas Intruksi Peresiden No. 1 Th. 1991.

Kompilasi Hukum Islam adalah kumpulan atau himpunan kaidah-kaidah hukum

islam yang disusun secara sistematis dan menjadi rukun formal bagi hakim pengadilan

agama dalam menstandarkan hukum materiil dilingkungan pengadilan agama yang

mudah-mudahan dapat; 1) memenuhi asas manfaat dan keadilan berimbang yang terdapat

dalam hukum islam, 2) mengatasi berbagai masalah khilafiyah (perbedaan pendapat )

untuk menjamin kepastian hukum,dan 3) mampu menjadi bahan buku dan berperan aktif

dalam pembinaan hukum nasional.12

A. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan

Kata “kawin” atau “nikah “berarti perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk

bersuami-isteri (dengan resmi), jadi perkawinan atau pernikahan ialah hal (perbuatan)

nikah. perkawinan dalam bahasa arab disebut dengan al-nikah yang bermakna al-dammu

wa-al jam’u, atau ‘ibarat ‘an al-wath’al-‘aqd yang bermakna bersetubuh, berkumpul dan

akad.13 Menurut Kompilasi Hukum Islam, seperti yang terdapat pada pasal 2 dinyatakan

bahwa perkawinan dalam hukum islam adalah “perkawinan menurut hukum islam adalah

11 Abdul Manan, Reformasi Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2006), h.

48 12 Muhamad Daud Ali, Hukum Islam, ( Jakarta:PTRaja grafindo persada, 2004 ), cet. Ke-9, 13 Amiur nurudin,dan azhari akmal tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (studi kritis

perkembangan hukum islam dari fiqih,UU NO.1/1974 sampai KHI), (Jakarta: kencana,2004),cet.ke-1, h.38

Page 20: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

pernikahan,yaitu akad yang sangat atau mitsaqan ghalidzan untuk menaati perintah allah

dan melaksanakanya merupakan ibadah.”14

Setiap perkawinan tidak hanya didasarkan kepada kebutuhan biologis antara pria dan

wanita yang diakui sah, melainkan sebagai pelaksana proses kodrat hidup manusia.

Demikian juga dalam hokum perkawinan islam mengandung unsure-unsur pokok yang

bersifat kejiwaan dan kerohanian meliputi kehidupan lahir batin, kemanusiaan dan

kebenaran. Selain itu perkawinan juga berdasarkan relegius, artinya aspek-aspek

keagamaan menjadi dasar pokok kehidupan rumah tangga dengan melaksanakan

keimanan dan ketakwaan kepada Allah. Sedangkan dasar-dasar pengertian perkawinan

itu berpokok pangkal kepada tiga keutuhan yang perlu dimiliki oleh seseorang sebelum

melaksanakannya, yaitu : iman, islam, ikhlas.15

Adapun dalam undang-undang No.1 Tahun 1974 seperti yang termuat dalam pasal 1

bahwa “perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita

sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga yang bahagia dan

kekal bedasarkan tuhan Yang Maha Esa).”16

Pencantuman ketuhanan Yang Maha Esa adalah karena Negara Indonesia

berdasarkan kepada pancasila yang sila pertamanya adalah ketuhanman Yang Maha Esa,

dan sampai disini tegas dinyatakan bahwa perkawinan mempunyai hubungan yang erat

sekali dengan agama, kerohanian sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur

lahir/jasmani tetapi juga memiliki unsur batin/rohani

14 Departemen agama, Kompilasi Hukum Islam Departemen Agama Republic Indonesia, 2000),h.14 15 R. Abdul Djamil, Hukum Islam (Asas-Asas,Hukum Islam I, Hukum Islam II ,) (Bandung, Mandar

Maju), 1992. h, 72 16 Departemen agama, Himpunan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan Agama,

(direktorat Pembina badan peradilan agama islam direktora jendral pembinaan kelembaagaan agama islam, 2000), h.131

Page 21: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Hukum melakukan perkawinan variatif; wajib (bagi orang yang mempunyai

penghasilan cukup dan ia takut terjatuh dalam lembah kejahatan), sunnah (bagi orang

yang ingin kawin serta cukup belanjanya), jaiz (ini adalah hukum asalnya, dengan

demikian, seseorang boleh kawin dan boleh tidak kawin atau tidak di hukum pula orang

yang tidak kawin ), makruh (bagi orang yang tidak mampu memberi nafkah) haram (bagi

orang yang berniat akan menyakiti perempuan yang di nikahinya).17

Ada dua tujuan perkawinan menurut imam Ghazali dalam ihya’ulumuddinnya yaitu

memenuhi nalurinya dan memenuhi petunjuk agama, sehigga dua tujuan tersebut dapat di

kembangkan menjadi lima:

1. mendapatkan dan melangsungkan perkawinan 2. memenuhi hajat manusia untuk menyalurkan syahwatnya dan menumpahkan

kasih sayangnya 3. memenuhi panggilan agama, memelihara diri, kejahatan dan kerusakan 4. menumbuhkan kesungguhan untuk bertanggung jawab menerima hak serta

kewajiban, juga bersengguh-sungguh memperoleh harta kekayaan yang halal dan 5. membangun rumah tangga untuk masyarakat yang tentram atas dasar cinta dan

kasih sayang.18 Kompilasi Hukum Islam pasal 4 menyatakan bahwa perkawinan sah, apabila

dilakukan menurut hukum islam. hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang No.1 1974

yang menganggap perkawinan sah menurut pasal 2 ayat 1 bila dilakukan menurut hukum

masing-masing agamanya dan kepercayaan itu.

Walaupun Undang-Undang No.1 Th. 1974 Tentang Perkawinan menganut azas

monogami sebagaimana tercantum dalam pasal 3 ayat 1 namun hal tersebut di tempatkan

pada status darurat yang menyebabkan seseorang suami dapat beristeri lebih dari seorang

17 Rahmat Taufiq Hidayat,almank alam islami: sumber rujukan keluarga muslim baru,

(Jakarta:PT.dinia Pustaka jaya, 2000), cet. Ke-1, h. 314 18 Abdul rahman ghajaly,fiqh munakahat, (bogor:kencana, 2003), cet.ke-1, h.23

Page 22: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

dengan meminta izin ke pengadilan dan dikehendaki oleh pihak-pihak yang

berkepentingan sebagai mana terdapat dalam pasal 4 ayat 2.

Izin beristeri lebih dari seorang dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 diberikan

dengan alasan sebagai mana terdapat dalam pasal 4 ayat 2 dan senada dengan Kompilasi

Hukum Islam pasal 57 yang menyatakan:

a. Isteri tidak dapat menjalankan kewajibanya sebagai isteri;

b. Isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan;

c. Isteri tidak dapat melahirkan keturunan.19

Kemudian syarat yang di tentukan dalam Undang-Undang No.1 Th. 1974 untuk

mendapatkan ijin pengadilan agama bagi suami yang akan berpoligami selain syarat

utama (adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak), untuk memperoleh izin pengadilan

agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 undang-undang

tersebut yaitu:

a. Adanya persetujuan isteri atau isteri-isteri

b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isteri-isteri

dan anak-anak mereka

c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-

anak mereka

Dalam hal isteri atau isteri-isteri tidak mau memberikan persetujuan, sedangkan

permohonan izin untuk beristeri lebih dari satu orang telah berdasarkan alasan-alasan

19 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2000), h. 14

Page 23: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

yang dipersyaratkan. Maka pengadilan agama dapat menetapkan tentang pemberian izin

setelah memeriksa dan mendengar isteri yang bersangkutan di pengadilan. Pengadilan

agama dan terhadap penetapan ini isteri atau suami dapat mengajukan banding atau

kasasi.20

Syarat-syarat perkawinan yang dijelaskan oleh Undang-Undang No. 1 Th. 1974 pada

pasal 6 adalah hal-hal yang harus dipenuhi jika akan melangsungkan sebuah perkawinan,

yaitu:

1 Adanya persetujuan dari kedua belah pihak

2 Untuk yang berumur 21 tahun, harus mendapat izin dari orang tua atau jika salah

satu dari kedua orang tua telah meninggal atau tidak mampu menyatakan

kehendaknya, maka izin dapat di peroleh dari orang tua yang masih hidup atau

orang tua yang mampu meyampaikan kehendaknya.

3 Bila orang tua telah meninggal atau tidak dapat menyampaikan kehendaknya,

maka izin di peroleh dari wali, orang yang memelihara atau keluarga yang

mempunyai hubungan darah dalam garis keturunan ke atas.

Sedangkan menurut Kompilasi Hukum Islam pasal 14 menyatakan bahwa rukun dan

syarat dalam suatu perkawinan harus ada calon isteri, suami, wali nikah, dua orang saksi,

ijab dan Kabul.

Dalam pasal 7 ayat 1 Undang-Undang No.1 Th.1974 dan pasal 15 ayat 2 Kompilasi

Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah menycapai

umur 19 tahun dan wanita sudah mencapai 16 tahun, namun demikian dalam hal terjadi

penyimpangan dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang di

20 Departemen agama, tanyajawab saputar kepenghuluan, (Jakarta:direktorat jendral bibingan

masyarakat islam dan penyelenggaraan haji,2003), h. 25

Page 24: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

tunjuk oleh kedua orang tua pihak pria atau pihak wanita sebagaimana yang ditegaskan

oleh ayat 2 dalam pasal 7 Undang-Undang perkawinan tersebut.

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 mengatur perkawinan terlarang dalam pasal 8

senada dengan Kompilasi Hukum Islam dalam pasal 39 yang mana melarang perkawinan

antara dua orang yang berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah atau ke

atas, menyamping (antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara

seorang dengan saudara neneknya), semenda (mertua, anak tiri, menantu, dan ibu/bapak

tiri), sesusuan (orang tua sesusuan, anak sesusuan, saudara sesusuan, dan bibi/paman

sesusuan), berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari

isteri dalam hal seorang suami beristeri lebih dari seorang, mempunyai hubungan yang

oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku.

Selain dari hal tersebut di atas terdapat pula perkawinan terlarang lainnya seperti

wanita dalam masa iddah dengan pria lain dan wanita yang tidak beragama islam (pasal

40 KHI) dan larangan terhadap isteri-isteri yang di talak raj’I, tetapi masih dalam masa

iddah (pasal 41 ayat 2 Kompilasi Hukum Islam dan pasal 10 Undang-Undang No.1 tahun

1974).

Demikian juga seseorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain tidak

dapat kawin lagi sebagaimana termaktub dalam pasal 9 Undang-Undang perkawinan,

kecuali dalam hal yang tersebut dalam pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 Undang-Undang ini, dan

pada pasal 11-nya bagi seorang wanita yang putus perkawinannya berlaku jangka waktu

tunggu yang apabila perkawinan terlarang tersebut tetap dilangsungkan maka perkawinan

itu batal.

Page 25: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Kewajiban untuk mencatat perkawinan diatur dalam pasal 2 ayat 2 yang menyatakan

bahwa “tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang

berlaku” dan kompilasi hukum islam pasal 5 yang menyatakan “1). Agar terjamin

ketertiban perkawinan bagi masyarakat islam, setiap perkawinan harus dicatat. 2).

Pencatat perkawinan tersebut pada pasal (1) dilakukan oleh pegawai pencatat nikah

sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang No.22 jo. Undang-Undang Nomor 32

tahun 1954.”

Realitas yang berkembang dalam masyarakat yang modern ini ternyata masih ada

sebagian masyarakat kita yang melakukan perkawinan di bawah tangan, karena

pentingnya catat mencatat dalam sebuah perkawinan yang diatur oleh Negara, maka

terdapat dua pandangan pada fenomena tersebut.

Pandangan pertama menyatakan bahwa pencatatan perkawinan tidaklah menjadi

syarat sah sebuah perkawinan dan hanya merupakan persyaratan administratif sebagai

bukti telah terjadinya sebuah perkawinan, dan pandangan yang kedua, menyatakan bahwa

pencatatan perkawinan tetap menjadi syarat sah tambahan sebuah perkawinan.21

Menurut penulis kendatipun pencatatan perkawinan hanya bersifat administratif, tetap

harus dianggap penting karena melalui pencatatan perkawinan yang dilaksanakan di

depan pegawai pencatat tersebut akan diterbitkan buku kutipan akta nikah yang akan

menjadi bukti otentik tentang telah dilangsungkannya; sebuah perkawinan yang sah.

B. Pengertian Pencegahan Perkawinan

21 Hartono Mardjono, Menegakan Syari’at Islam Dalam Konteks Keindonesiaan, (Bandung: Mizan,

1997), h. 97.

Page 26: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Pada dasarnya yang di maksud dengan pencegahan perkawinan adalah usaha yang

menyebabkan tidak berlangsungnya perkawinan. Berbeda dengan pembatalan

perkawinan, pencegahan itu berlaku sebelum terjadinya perkawinan. Sedangkan

pembatalan perkawinan adalah usaha untuk tidak dilanjutkan hubungan perkawinan

setelah sebelumnya perkawinan itu telah terjadi secara sah.22

Pencegahan perkawinan adalah menghindari suatu perkawinan berdasarkan larangan

hukum islam yang di undangkan. Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon

suami atau calon isteri yang akan melangsungkan perkawinan berdasarkan hukum islam

yang termuat dalam pasal 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974, yaitu perkawinan

dapat dicegah, apabila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat melangsungkan

perkawinan. Demikian juga yang terungkap dalam pasal 60 Kompilasi Hukum Islam.

Pencegahan dimaksud adalah

(1). Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang

dilarang hukum islam dan peraturan perundang-undangan;

(2). Pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon suami atau calon isteri yang

akan melangsungkan perkawinan menurut hukum islam dan peraturan perundang-

undangan.

Ada dua syarat penting yang apabila tidak dipenuhi, perkawinan dapat dicegah.23

Pertama, syarat materiil adalah syarat yang berkaitan dengan pencatatan perkawinan, akta

nikah, dan larangan perkawinan seperti yang sudah diuraikan. dan kedua syarat

administratif adalah syarat perkawinan yang melekat pada setiap rukun perkawinan, yang

22 Amir Syarifuddin, Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta:

PT.Kencana,2006), cet,1, h, 150 23 Zainuddin Ali, Perdata Hukum Islam Di Indonesia,PT, Sinar Grafika, Cet,1, 2006, h, 33

Page 27: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

meliputi calon mempelai laki-laki dan calon mempelai wanita, saksi, wali, dan

pelaksanaan akad nikahnya, juga harus diperhatikan. Selain itu, pasal 3 PP Nomor 9

Tahun 1975 menentukan :

(1). Setiap orang yang akan melangsungkan perkawinan memberitahukan

kehendaknya itu kepada pegawai pencatat di tempat perkawinan akan

dilangsungkan.

(2). Pemberitahuan tersebut dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 10

(sepuluh) hari kerja sebelum perkawinan dilangsungkan

(3). Pengecualian terhadap waktu tersebut dalam ayat (2) disebut sesuatu alasan

yang penting. Diberikan oleh camat atas nama bupati kepala daerah.

Selain itu dapat juga dilihat pada pasal 4,5,6,7,8, dan 9 PP Nomor 9 Tahun 1975.

sebagai contoh pasal 8 menyatakan bahwa setelah dipenuhinya tata cara dan syarat-syarat

pemberitahuan serta tiada sesuata halangan perkawinan, pegawai pencatat

menyelenggarakan pengumuman tentang pemberitahuan kehendak melangsungkan

perkawinan dengan cara menempelkan surat pengumuman menurut formulir yang sudah

di tentukan dan mudah dibaca oleh umum.24

Berdasarkan uraian dimaksud, menunjukan bahwa apabila ada pihak-pihak yang

merasa keberatan dapat melangsungkan pencegahan, agar tidak terjadi perkawinan yang

dilangsungkan bertentangan dengan hukum islam dan perundang-undangan yang berlaku.

Namun demikian, menurut garis hukum yang tertuang dalam pasal 61 KHI, “tidak sekufu

tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan. Kecuali tidak sekufu karena

24 Ibid, h, 34

Page 28: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

perbedaan agama atau ikhtilafu al-din”.25 Upaya pencegahan perkawinan tidak

menimbulkan kerancuan sehingga baik Undang-Undang perkawinan maupun Kompilasi

Hukum Islam mengatur siapa-siapa yang berhak untuk mengajukan mencegahan

perkawinan yang dimaksud.

C. Alasan Pencegahan Perkawinan

Islam mensyariatkan dan menggalakan perkawinan. Walaupun begitu, islam

mengharamkan perkawinan dengan beberapa golongan perempuan.

Pengharaman itu dilakukan karena beberapa sebab. Antaranya sebagai suatu

penghormatan dan penghargaan kepada perempuan tersebut seperti mengawini ibu

kandung sendiri.

Antaranya karena fitrah semua manusia tidak menginginkan perkara tersebut seperti

mengawini anak perempuan dan adik perempuan sendiri.

Karena perkawinan itu menjaga kehormatan tidak dapat dicapai dengan sempurna apabila

mengawini kaum kerabat, seperti mengawini saudara atau cucu perempuan. Dan karena

perkawinan itu adalah untuk menyusun dan membina hubungan kekeluargaan, oleh

karena itu diharamkan mengawini dengan anak-anak perempuan dan cucu-cucu

perempuan sesususan.

25 Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, (Direktorat Pembinaan Badan Peradilan Agama

Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama Republik Indonesia, 2000), h. 14

Page 29: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Dengan sebab tujuan tersebut. Islam mengharamkan perkawinan sebagian golongan

permpuandengan sebagian golongan laki-laki. Berikut adalah keterangan kepada

keharaman tersebut.26

Hal-hal yang menyebabkan haramnya menikahi perempuan ada tiga, yaitu :

1. Sebab Keturunan

2. Sebab Sepersusuan

3. Sebab Pernikahan

jumlah wanita yang haram dinikahi adalah empat belas golongan. Tujuh diantaranya dari

sebab keturunan, dua golongan dari sebab sepersusuan, dan lima golongan dari sebab

pernikahan, semua ini disebut muhram.

A. Dari Sebab Keturunan

1. Ibu dan jalurnya ke atas (nenek perempuan dan seterusnya)

2. Anak perempuan dan keturunannya dari garis ke bawah (cucu, dan seterusnya)

3. Saudara perempuan seibu sebapak

4. Bibi (saudara perempuan ibu)

5. Saudara perempuan dari bapak

6. Anak perempuan dari saudara laki-laki

7. Anak perempuan dari saudara perempuan

26 Mustofo Al-Khin, kitab fikih mazhab safi’ie. Undang-undang kekeluargaan, nikah,talak nafkah,

penjagaan anak-anak, penyusuan,menentukan keturunan, dan anak buangan. (kuala Lumpur : PT. Prospecta Printers SDN BHD, 2005), Hal. 744

Page 30: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Firman Allah SWT :

حرمت عليكم أمهاتكم وبناتكم وأخواتكم وعماتكم وخالتكم وبنات االخ . .وبنات االخت

Artinya. “Diharamkan atas ibumu, anak perempuan, saudara perempuanmu, saudara perempuan dari bapak, saudara perempuan dari ibu, anak perempuan saudara laki-laki, dan anak perempuan dari saudara perempun”(Q.S. An-Nisa :23)

B. Dari Sebab Sepersusuan

1.Ibu yang menyusi (ibu susuan)

2.Saudara sesusuan (saudara susuan)

Firman Allah SWT :

.وأمهاتكم الالتى أرضعنكم وأخواتكم من الرضاعة

Artinya. “dan diharamkan juga atasmu menikahi ibu yang menyusuimu dan saudaramu yang sesusuan”(Q.S. An-Nisa : 23)

C. Dari Sebab Pernikahan (Musaharah) :

1. Ibu dari isteri

Page 31: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

2. Anak tiri bila terjadi dukhul dengan ibunya

3. Saudara perempuan dari isteri, kecuali bila telah cerai

4. Isteri dari anak laki-laki sekandung

5. Isteri dari bapak (ibu tiri)27

Firman Allah SWT :

تى دخلتم بهن نسائكم وربائبكم الالتى فى حجورآم من نسائكم الال وأمهاتفإن لم تكونوا دخلتم بهن فالجناح عليكم و حالئل أبنائكم الذين من أصالبكم

.يماإن اهللا آان غفورا رح, وأن تجمعوا بين االختين اال ماقدسلف

Artinya : “ dan diharamkan juga atasmu menikahi ibu isterimu (mertuamu) dan anak isterimu yang ada di dalam penguasaanmu karena pernikahan dengan isteri-isteri yang telah kamu dukhul dengan mereka, jika kamu telah dukhul dengan mereka, tidaklah dosa atasmu (menikahinya) dan isteri-isteri anakmu (menantumu), begitu juga (haram hukumnya), bila kamu kumpulakan dua saudara perempuan, kecuali yang telah terdahulu bahwasannya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.” (Q.S. An-Nisa : 23)

Dan mengenai alasan perkawinan dapat dicegah, secara limitatif sudah diatur dalam

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan pasal 13, dan dalam

Kompilasi Hukum Islam pasal 60.

27 Ibnu Mas’ud, fikih mazhab syafi’I, edisi lengkap. Muamalat, munakahat, jinayat. ( Bandung : CV. Pustaka Setia Bandung, 1999), hal. 293.

Page 32: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Dari pasal-pasal yang tersebut di atas dapat penulis simpulkan bahwa pada dasarnya

suatu perkawinan dapat dicegah, apabila : pertama. Para pihak tidak memenuhi syarat-

syarat untuk melangsungkan perkawinan, baik itu syarat-syarat materiil ataupun syarat-

syarat administratif. Seperti yang dimuat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974.

bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang: a). berhubungan darah dalam

garis keturunan lurus ke bawah maupun ke atas. b). berhubungan darah dalam

garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang

tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. c). berhubungan semenda, yaitu

mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri. d). berhubungan susuan, yaitu orang tua

susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan. e). berhubungan saudara

dengan isteri atau sebagai bibi atau kemenakan dari isteri dalam hal seorang suami

beristeri lebih dari seorang. f). mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau

peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.

D. Akibat Pencegahan Perkawinan

Berbicra tentang “akibat” berarti dengan sendirinya adanya sebab, dan membicarakan

pencegahan perkawinan berarti bahwa perkawinan itu belum dilakukan atau belum

terjadinya suatu perkawinan. Berbeda halnya dengan pembatalan perkawinan yang mana

perkawinan itu sebelumnya telah berlangsung dan bisa jadi buah dari akibat

perkawinannya itu telah menghasilkan anak, kemudian permasalahan yang timbul

diantaranya adalah seputar masalah seksual, apakah perbuatan itu dianggap zina atau

tidak ? dan jika menghasilkan anak, bagaimana status anak tersebut (dianggap anak zina

atau bukan) kemudian tentang kaitannya dengan hak mewarisi. Dari beberapa

Page 33: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

permasalahan akibat pembatalan perkawinan itu sama sekali tidak ditemukan dalam

permasalahan pencegahan perkawinan, dengan tidak ditemukannya akibat dari

pencegahan perkawinan ini, disebabkan karena perkawinan tersebut belum terjadi. jadi

dalam hal ini penulis mengambil sebuah kesimpulan bahwa tidak ada akibat yang

ditimbulkan dari pencegahan perkawinan tersebut.

Page 34: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

BAB III

PENGERTIAN PENCEGAHAN PERKAWINAN

Konseptualisasi fikih yang telah mendarah daging dalam diri identitas khazanah

keislaman, kini telah mengalami proses seleksi alam. Dengan lahirlnya problematika

fikih yang kian kompleks, eksistensinya pun digugat kembali. Fikih sudah tidak masanya

menjadi barang sakral yang harus terus dikultuskan dan ditakuti. Tapi, realita

kontemporer menuntut kehadiran fiqih harus lebih simple, elastis dan

tidak mengandung intimidasi. Artinya; penampakan fikih bukanlah benang ruwet dengan

konsep yang bertele-tele, apalagi membelenggu atau bahkan menakuti para penggunanya.

Tapi, kelahiran fiqih bernuansa kontemporer seharusnya selaras dengan nilai-nilai

humanis, pluralis, esensilais, dan berbanding lurus dengan waktu tanpa harus kehilangan

identitasnya.

Di sisi lain, cita-cita suci Mazhab empat sebagai founding father disiplin ilmu fikih

yang berdasar atas istinbath, bukan atas otak-atik rekayasa pemikiran dapat

direaktualisasikan. Sebutlah lebah, mazhab empat adalah sosok yang mensarikan bunga

yang berupa teks menjadi madu-madu yang manis. Artinya; mereka mengkonsep fikih

yang bersifat vertikal merupakan rumusan nilai-nilai yang kekal, namun rumusan

horizontal merupakan norma-norma yang bersifat variabel dan selalu berubah atau lebih

akrab dengan istilah mutaghayyirat.

Dengan kata lain, formulasi fikih dan mengkontekstualisasikan teks tanpa mengobrak-

Page 35: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

abrik substansi atau prinsip dasar keberfikihan. Walaupun konsep keberfikihan dalam

pandangan sebagaian kalangan masih bersifat abu-abu atau yang lebih ekstrim harus

hitam di atas putih, padahal sebenarnya konsep tersebut bersifat tidak baku di satu sisi,

namu baku di sisi lain

Sinkronisasi antara cita-cita fikih ala mazhab empat dan realita reformulasi fikih

kontemporer selayaknya perlu mendapat perhatian lebih . Sebab, jika fikih tidak lagi

akrab terhadap tantangan, niscaya dia kan segera dikucillkan atau bahkan tergilas oleh

seleksi alam. Memang, fiqih hanya sebatas sarana, namun ketika dia terlalu over acting

atau lenyap begitu saja, niscaya kita pun malah kelabakan memproduksi sarana baru

untuk menentukan sebuah produk-produk hukum islam

Tak heran, bila kemudian muncul gagasan fikih lintas agama. Dalam pandangan

penulis gagasan tersebut tak jauh dari fenomena di atas. Satu sisi, para penggagas

tersebut tidak lagi membutuhkan fiqih. Namun di sisi lain mereka masih memerlukannya

sebagai batu loncatan menuju sebuah cita-cita; kedamaian di muka bumi ( rahmatan lil

alamin). Walaupun terlihat naif, jika fikih harus dipaksa untuk melompati garis-garis

demarkasi agama. Atau bila gagasan tersebut masih berada dalam kubangan rambu-

rambu agama dan hanya berorientasi untuk mendamaikan antar agama berarti gagasan

tersebut tak ubahnya dengan fikih klasik yang telah menyejarah, namun kian mengalami

penyempitan dan stagnasi. Karena ide passing over alias melintasi batas agama

merupakan sebuah gagasan yang positif di satu sisi; karena dapat memperbaharui image

sebuah agama melalui sentuhan esensi atau hakekatnya. Namun juga memiliki akibat

negatif yaitu merapuhkan bangunan sebuah agama dan mengaburkan identitasnya. Oleh

sebab itu, bila memang fikih lintas agama merupakan sebuah solusi atas kemandegan

Page 36: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

fikih; berarti konsepnya pun harus matang dan tidak hanya mengulang-ulang

problematika lama yang tentunya malah mengusik ketentraman para pengguna fikih.

Atau bila usaha tersebut merupakan gerakan rekonstruksi atau bahkan dekonstruksi

bangunan fikih sekalipun, maka kematangannya pun harus ditekankan. Sebab bila

gagasan tersebut hanya merupakan euforia sesaat, dikhawatirkan akan melahirkan

problematika baru yang akan membingungkan umat beragama dan menghilangkan

eksistensi ciri khas fiqih yang notabene hanya dimiliki oleh umat islam.28

A. Pencegahan Perkawinan Menurut Fiqih Klasik

Fiqih islam tidak mengenal adanya pencegahan dalam perkawinan. Akibatnya tidak

ditemukan kosa kata pencegahan dalam fiqih islam. Berbeda dengan pembatalan, istilah

ini telah dikenal dalam fiqih islam dan kata batal itu sendiri berasal dari bahasa arab.

Didalam fiqih sebenarnya dikenal dua istilah yang berbeda kendati hukumnya sama

yaitu nikah al- fasid dan nikah al-batil. Al-Jaziry menyatakan bahwa nikah fasid adalah

nikah yang tidak memenuhi salah satu syarat dari syarat-syaratnya, sedangkan nikah batil

ialah apabila tidak terpenuhinya rukun. Hukum nikah al-fasid dan batil adalah sama-sama

tidak sah.29

Dalam terminologi Undang-Undang perkawinan nikah al-fasid dan al-batil dapat

digunakan untuk pembatalan dan bukan pada pencegahan. Bedanya pencegahan itu lebih

tepat digunakan sebelum perkawinan berlangsung sedangkan pembatalan mengesankan

perkawinan telah berlangsung dan di temukan adanya pelanggaran terhadap ketentuan-

28 http:// husniya.blogspot.com/2007/02/refleksi-keruwetan-fikih klasik.html

29 Amiur Nurudin,Dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (studi kritis

perkembangan hukum islam dari fiqih,UU NO.1/1974 sampaiKHI), (Jakarta: kencana, 2004), cet.ke-1, h.98

Page 37: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

ketentuan baik syarat ataupun rukun serta perundang-undangan. Baik pencegahan dan

pembatalan tetap saja berakibat tidak sahnya sebuah perkawinan.

Jika dianalisis diaturnya masalah pencegahan dan pembatalan dalam Undang-Undang

perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, merupakan sebuah upaya efektif untuk

menghindarkan terjadinya perkawinan yang terlarang karena melanggar syarat-syarat

yang telah ditentukan oleh agama.

Wajarlah jika Cristian Kohler menyatakan bahwa undang-undang Indonesia yang

baru itu memberikan bagi mereka yang dapat menuntut pencegahan perkawinan suatu

peluang yang besar; mencakup semua orang yang berkepentingan.

Ada kesan, tidak dikenalnya institusi pencegahan dalam fiqih islam itu disebabkan

karena kecilnya kemungkinan terjadinya pelanggaran terhadap larangan perkawinan.

Kuatnya posisi saksi (ingatan yang kuat- dabit sadran) dan tradisi walimah al-‘urusy

tanpa disadari merupakan kontrol yang baik dari masyarakat terhadap kedua mempelai.30

Jika pada diri kedua mempelai diketahui terdapat larangan-larangan perkawinan maka

masyarakat segera mengetahuinya.

Seiring dengan perkembangan global seperti yang kita saksikan sekarang ini, maka

terjadinya pelanggaran terhadap larangan perkawinan sangat mungkin terjadi. Untuk

itulah pasal-pasal pencegahan perkawinan merupakan strategi jitu, meminjam ungkapan

Kohler untuk menghindarkan perkawinan yang terlarang.

Secara sederhana pencegahan dapat diartikan dengan perbuatan menghalang-halangi,

merintangi, menahan, tidak menurutkan sehingga perkawinan tidak berlangsung.

Pencegahan perkawinan dilakukan semata-mata karena dipenuhinya syarat-syarat

30 Ibid, h.99

Page 38: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

perkawinan tersebut.31 Akibatnya bisa saja perkawinan itu akan tertunda pelaksanaannya

atau tidak terjadi sama sekali.

Ada sebuah kritikan yang menarik dari Hilman Hadikusuma yang menyatakan,

hukum perkawinan nasional memakai tiga istilah yang sebetulnya kurang dikenal atau

tidak biasa dipakai oleh masyarakat pribumi yaitu, istilah, “pencegahan perkawinan”,

penolakan perkawinan”, dan “pembatalan perkawinan”. Pencegahan perkawinan dapat

dilakukan oleh pihak keluarga atau yang mengurus calon mempelai atau juga pejabat

apabila persyaratan perkawinan tidak terpenuhi. Penolakan perkawinan dapat dilakukan

oleh pegawai pencatat perkawinan apabila ada larangan terhadap perkawinan, dan

batalnya perkawinan dapat dilakukan oleh keluarga atau oleh pejabat jika perkawinannya

itu tidak memenuhi persyaratan. Dengan digunakannya ketiga istilah tersebut tampak

bahwa Undang-Undang No.1/1974 dipengaruhi oleh KUH Perdata (BW) yang

sebelumnya tidak berlaku bagi masyarakat hukum adat terutama yang beragama islam.32

Terlepas dari persoalan pengaruh memengaruhi, baik pencegahan, pembatalan dan

penolakan, semuanya bermuara untuk menghindarkan perkawinan yang terlarang. Muara

yang dituju adalah dalam rangka mewujudkan kemaslahatan bagi semua pihak.

Kitab-kitab fiqih tidak membicarakan pencegahan perkawinan itu secara khusus

dalam bahasan tertentu. Meskipun demikian, usaha-usaha untuk tidak terjadinya

perkawinan terdapat dalam fiqih dan di bicarakan secara sporadis dalam bahasa terpisah

pisah.33

31 Martiman Prodjohamidjodjo, Hukum Perkawinan Di Indonesia, (Jakarta: Indonesia Legal Center

Publishing, 2002), h. 19. 32 Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut Perundangan, Hukum Adat, hukum

Agama, (Bandung:Mandar Maju,1990), h.71. 33 Amir Syarifuddin, Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta:

PT.Kencana,2006), cet,1, h. 150

Page 39: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Pada dasarnya perkawinan dapat dilangsungkan bila sudah ada sebab-sebab, rukun,

dan syaratnya serta sudah tidak ada lagi hal-hal yang menghalangi terjadinya perkawinan

itu. Pihak-pihak yang akan melangsungkan perkawinan itu sudah mengevaluasi sendiri

segala persyaratan kelangsungan perkawinan itu. Sebaliknya, bila pihak-pihak yang

melihat adanya syarat-syarat yang belum terpenuhi akan bertindak sendiri untuk tidak

melangsungkan perkawinan itu. Umpamanya, saksi tidak akan mau menyaksikan suatu

perkawinan bila ia yakin bahwa laki-laki dan perempuan terlarang untuk melangsungkan

perkawinan. Begitu pula wali tidak akan melaksanakan perkawinan jika calon

menantunya itu tidak seagama dengan anaknya.

Seorang perempuan yang sudah dicerai oleh suaminya dan masih berada dalam masa

iddah harus menolak dilaksanakannya perkawinan bila ia meyakini bahwa dia masih

berada dalam masa iddah; begitu pula wali yang masih berada dalam ihram dapat

menolak melangsungkan perkawinan dengan penjelasan bahwa ia masih berada dalam

ihram, karena bebasnya dari ihram itu menjadi salah satu syarat bagi wali yang akan

menikahkan anak perempuannya.

Pencegahan perkawinan dalam kitab-kitab fiqih biasa disebut إعتراض yang berarti

intervensi atau penolakan atau pencegahan. Hal tersebut biasanya berkenaan dengan

masalah kafaah dan mahar. Kafaah dan mahar merupakan harga diri dalam suatu

keluarga. Pihak keluarga perempuan merasa harga dirinya jatuh bila anak perempuannya

kawin dengan laki-laki yang tidak se-kufu atau setatus sosialnya lebih rendah. Demikian

pula mahar yang diterima seorang anak perempuan lebih rendah dari apa yang diterima

oleh anggota keluarganya yang lain akan merasa harga dirinya jatuh. Untuk menjaga

Page 40: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

gengsi atau harga diri itu dia akan mengajukan keberatan untuk melangsungkan

perkawinan. Tindakan seperti ini disebut 34. إعتراض

Anak perempuan dan para walinya mempunyai hak yang sama dalam hal kafaah atau

mahar itu. Ulama yang membolehkan perempuan dewasa mengawinkan dirinya sendiri

seperti di kalangan ulama hanafiah dan syi’ah, bila si anak perempuan mengawinkan

dirinya dengan laki-laki yang tak se-kufu dengannya, wali yang juga memiliki hak atas

kafaah berhak mengajukan pencegahan perkawinan. Demikian juga bila anak perempuan

itu mengawinkan dirinya dengan mahar yang kurang dari mahar mitsl, wali dapat meng-

I’tiradh.

Maksud kafa’ah dalam perkawian adalah persesuaian keadaan antara sisuami dengan

perempuannya, sama kedudukannya. Suami seimbang kedudukannya dengan isterinya di

masyarakat, sama baik akhlaqnya dan kekayaannya. Persamaan kedudukan suami dan

isteri akan membawa kearah rumah tangga yang sejahtera, terhindar dari ketidak

beruntungan. Demikian gambaran yang diberikan oleh kebanyakan ahli fiqih tentang

kafa’ah.

Lantas bagaimana hukum kafa’ah ini menurut islam ? bagaimanakah perakteknya ?

sebenarnya, soal kafa’ah bukanlah dari syari’at islam, artinya islam tidak menetapkan

bahwa seorang laki-laki hanya boleh kawin dengan perempuan yang sama

kedudukannya, seorang miskin tidak boleh kawin dengan orang kaya, orang arab tidak

boleh kawin dengan orang indonesia, islam tidak mengajarkan hal demikian.

Islam adalah agama fitrah, yang condong kepada kebenaran, islam tidak membuat

aturan tentang kafa’ah tetapi manusialah yang menetapkannya, karena itulah mereka

berbeda pendapat tentang hukum kafa’ah dan pelaksanaannya.

34 Ibid, h.151.

Page 41: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Ibnu Hazm pemuka mazhab Zahiriyah, yang dikenal sebagai mujtahid tidak

mengakui adanya kafa’ah dalam perkawinan. Ia berkata setiap muslim selama tidak

melakukan zina boleh kawin dengan perempuan muslimah, siapapun orangnya asal

bukan perempuan zina.35

Semua orang islam adalah saudara. Tidaklah haram perkawinan seorang budak hitam

dari Ethiopia dengan perempuan keturunan khalifah hasyimi. Seorang muslim yang

kelewat fisik, asal tidak berzina adalah sekufu bagi muslimah yang fasik asalkan

perempuan itu tidak berzina, beralasan dari firman Allah :

نماالمؤمنون إخوةإ

Artinya :

“ Sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara ”. (49 Al-Hujarat :10)

Ada beberapa pendapat dari ulama di kalangan mazhab fiqih mengenai cakupan

kafa’ah. Ulama Hanafiah misalnya mengatakan bahwa kafaah itu meliputi : keturunan

(an-nasab) dalam kaitan ini terutama arab atau non arab, al-islam, propesi (al-hirfah),

merdeka (al-huriyyah), agama / kepercayaan (ad-diyanah).36

Sedangkan menurut mazhab malikiyah menghubungkan kafa’ah hanya dengan satu

hal saja yang paling mendasar yakni beragama, dalam artian muslim yang tidak fasik dan

sehat fisiknya dalam pengertian sehat dari cacat fisik seperti belang, gila dan lain-lain.

35 Sa’id Thalib Al-Hamdani,Risalah Nikah, (Jakarta: PT. Pustaka Amani, 1989), cet,3, hal. 98. 36 M.Amin Suma, Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

2004), h. 83

Page 42: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Sedangkan harta, nasab dan setatus kemerdekaan itu merupakan kafa’ah yang tidak

menjadi persyaratan utama bagi suatu akad pernikahan.

Dan bagi Ulama Syafi’iyah, kafa’ah meliputi empat hal, yakni nasab, addin, merdeka

dan setatus sosial terutama pekerjaan (ekonomi). Adapun menurut mazhab Hanabilah,

kafa’ah meliputi lima hal. Yaitu: agama (ad-diynah) dalam konteksnya yang sangat luas,

status sosial terutama profesi (as-shina’ah), kemampuan finansial terutama dihubungkan

dengan hal-hal yang wajib dibayar seperti mas kawin (mahar) dan uang belanja (biaya

hidup, nafkah), merdeka (al-huriyyah), nasab dalam kaitan ini antara arab dan non arab

(‘ajam).37

Dalam hal pemilihan jodoh, atau ikhtiyar az-zaujah, nabi menetapkan empat hal

utama yang berkaitan dengan soal kafa’ah yang layak dipertimbangkan oleh calon suami

terhadap calon isterinya; dan sebaliknya, oleh calon isteri kepada calon suaminya.

Keempat hal kafa’ah yang dimaksudkan ialah: harta (al-amal), keturunan (nasab),

kecantikan (kegantengan) dan agama calon isteri (suami).

Keempat hal ini terasa penting keberadaannya dalam kehidupan sebuah rumah

tangga, dan umum terjadi di tengah-tengan masyarakat yang dalam memilih calon suami

atau calon isteri kebanyakan sangat mendambakan calon yang memiliki hal-hal tersebut.

Yakni, calon suami (isteri) yang berharta (kaya), berasal dari keturunan (lingkungan

keluarga) baik-baik, terhormat atau terpandang, ganteng (cantik) sehingga sedap

dipandang mata dan penampilannya mendambakan; serta berperilaku baik atau dalam

istilah hadist dikenal dengan istilah taat beragama. Hany saja, yang disebutkan terakhir

ini (agama) boleh jadi banyak orang yang mengabaikan urgensinya dalam hal pemilihan

jodoh. Padahal, bagaimanapun ini akan turut menentukan baik buruknya suatu kehidupan

37 Ibid, h. 84.

Page 43: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

rumah tangga. Itulah sebabnya mengapa nabi menggarisbawahi urgensi dari

keberagamaan sang calon suami (isteri) meskipun ditempatkan pada urutan yang paling

akhir.38

Kafa’ah dalam perkawinan itu diperlakukan bagi laki-laki bukan bagi perempuan.39

artinya orang laki-lakilah yang disyaratkan harus sekufu dengan perempuan yang akan

dikawininya, setingkat dengan siperempuan dan siperempuan tidak disyaratkan harus

sepadan dengan laki-lakinya, beralasan dengan sebuah hadist Rasulallah S.A.W.: yang

Artinya: (“ barang siapa mempunyai budak perempuan, kemudian didiknya dengan baik,

diperlakukan dengan baik, kemudian dimerdekakan lalu dikawinkan maka ia akan

mendapat pahala dua kali lipat ” ).

Kebanyakan ulama berpendapat bahwa kafa’ah adalah hak wanita dan walinya. Wali

tidak mengawinkanperempuan dengan orang yang tidak sekufu kecuali apabila yang

bersangkutan itu ridho.40 Demikian pula para wali lainnya, karena perkawinan yang tidak

sekufu akan membuat malu semua walinya, maka siperempuan tidak boleh dikawinkan

kecuali dengan persetujuan para wali. Apabila perempuan dan walinya sudah ridho maka

perkawinannya boleh dilaksanakan, sebab pencegahan perkawinan adalah hak wali,

apabila mereka telah setuju maka hilanglah halangan untuk kawin.

Dan seandainya seorang wanita menikah dengan laki-laki yang tidak sekufu, dan tanpa

keridhoan dari para walinya, maka perkawinannya itu batal. Dan menurut sebagian para

sahabat bahwasanya: 1.pernikahan itu batal karena tidak adanya ridho dari para walinya.

38 Ibid, h. 85 39 Sa’id Thalib Al-Hamdani,Risalah Nikah, (Jakarta: PT. Pustaka Amani, 1989), cet, 3, hal.104. 40 Ibnu Abidin, Hasyiyah Raddul Muhtar, Juz. 3. hal. 84,85

Page 44: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Dan yang ke-2. pernikahan itu sah akan tetapi ada kekurangan, karena ia menikah dengan

yang tidak sekufu.41

Asy-syafi’i berpendapat bahwa mencegah perkawinan adalah hak para wali di saat

perkawinan, Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya menyatakan bahwa pencegahan

itu adalah hak para wali, aqrab maupun ab’ad. Apabila mereka tidak suka maka wali

berhak mengajukan fasakh.42

Sebaliknya dikalangan ulama yang mengharuskan perkawinan itu dilakukan oleh wali

dan anak yang akan kawin harus dimintai persetujuannya, bila wali akan

mengawinkannya dengan laki-laki yang tidak se-kufu dengannya, si perempuan boleh

keberatan atau tidak memberi izin untuk melaksanakan perkawinan. Demikian pula bila

ia akan dikawinkan dengan mahar yang kadarnya dibawah mahar mitsl dan ia tidak mau,

maka perempuan yang akan dikawinkan itu dapat mengajukan keberatannya. Yang

demikian disebut pencegahan. Bila kedua pihak yang sama berhak itu tidak sepakat,

seperti yang satu mengatakan telah memenuhi kriteria kafaah sedangkan yang lain

mengatakan belum, mesti diselesaikan pihak ketiga dalam hal ini adalah hakim di

pengadilan.43

Kafa’ah dinilai pada waktu terjadinya akad nikah, apabila keadaannya berubah

sesudah terjadinya akad maka tidak mempengaruhi akad, karena syarat akad diteliti pada

waktu akad.

41 Syairozi, Abu ishaq ibrahim ibn ali ibn yusuf al fairuz, asy muhadzidzib fi fiqh al imam asy

syafi’I, (bairut : dar al fikr, ) hal. 38-39. 42 Ibid,hal,105. 43 Amir Syarifuddin, Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta:

PT.Kencana,2006), cet,1, h. 152

Page 45: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

I’tirad juga dapat dilakukan oleh wali yang urutan kekerabatannya lebih dekat bila

calon mempelai perempuan akan dikawinkan oleh yang urut kekerabatannya lebih jauh,

karena dalam ketentuan urutan wali menurut pendapat kebanyakan ulama wali yang lebih

jauh tidak dapat menjadi wali selama lebih dekat masih ada dan memenuhi persyaratan

untuk menjadi wali.

Dalam pandangan ulama fiqih urusan perkawinan itu adalah urusan peribadi atau

keluarga dan orang luar tidak terdapat didalamnya, kecuali kalau dilibatkan. Dalam syarh

minhaj karangan Al-Nawawiy disebutkan bahwa bila seseorang dimintai pandangan dan

pendapatnya tentang seseorang laki-laki yang melamar anaknya ia harus menyebutkan

segi-segi negatif dari calon menantunya itu secara objektif. Dalam tidak dimintai

pendapat seseorang hanya dapat menyampaikan fakta yang dapat dipertanggung

jawabkan tentang dipenuhi atau tidaknya syarat perkawinan.

Contoh dalam hal yang di sebutkan di atas umpamanya seseorang yang meyakini

pasangan yang akan kawin itu adalah saudara sesusuan, ia dapat menyampaikan sebelum

terjadinya perkawinan, namun secara langsung ia tidak dapat mencegah terjadinya

perkawinan. Demikian pula bila seseorang yang hadir dalam acara perkawinan bila

melihat atau mendengar ucapan akad menyalahi syarat yang ditentukan, ia dapat

menyampaikan tidak sahnya akad tersebut, namun tidak dapat mencegah berlangsungnya

perkawinan. Pihak luar keluarga tidak berhak mencegah berlangsunngnya perkawinan.

Yang dapat dilakukan hanyalah pandangan atau nasihat dalam rangka amar ma’ruf dan

nahi munkar meskipun membawa akibat tidak dapatnya perkawinan itu dilaksanakan. 44

B. Pencegahan Perkawinan Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974.

44 Ibid, h. 153

Page 46: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Pencegahan perkawinan di atur dalam UU No.1/1974 dalam pasal 13 yang bunyinya :

Perkawinan dapat dicegah, apa bila ada pihak yang tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan peerkawinan.

Tidak memenuhi persyaratan seperti yang di maksud di dalam ayat di atas mengacu

dalam dua hal ; syarat administratif dan syarat materiil.45 Syarat, administratif

berhubunan dengan administrasi perkawinan sebagaimna yang telah di jelaskan pada

bagian yang membahas tata cara perkawinan yang akan di bahas pada bagian lain.

Perkawinan dapat di cegah bila salah seorang atau kedua calon pengantin masih

terikat dalam perkawinan dengan orang lain (pencegahan ini tidak termasuk bagi suami

yang telah mendapatkan dispensasi dari pengadilan untuk berpoligami) dan seorang

bekas istri yang masih dalam keadaan berlaku waktu tunggu (iddah) baginya, begitu juga

dengan mereka yang belum mencapai umur 19 tahun bagi peria dan 16 tahun bagi wanita

dapat di cegah untuk melangsungkan perkawinan kecualai telah mendapat dispensasi dari

pengadilan.

Adapun mekanisme yang di tempuh bagi pihak-pihak yang akan melakukan

pencegahan adalah dengan cara mengajukan pencegahan perkawinan ke pengadilan

agama dalam daerah hukum dimana perkawinan itu di langsungkan dan

memberitahukannya kepada pegawai pencatat nikah. Pencegahan perkawinan dapat di

cabut dengan menarik kembali permohonan pencegahan yang telah di masukan ke

pengadilan Agama oleh yang mencegah atau dengan putusan pengadilan agama, selama

pencegahan belum di cabut maka perkawinan tidak dapat di langsungkan, kecuali ada

45 Ahmad rafiq, Hukum Islam Di Indonesia ,(Jakarta :rajawali pers,1998),

Page 47: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

putusan pengadilan Agama yang memberikan dispensasi kepada para pihak yang akan

melangsungkan perkawinan.46

Di samping itu undang-undang perkawinan juga mengenal pencegahan perkawinan

secara otomatis yang di lakukan oleh pegawai mencatat perkawinan meskipun tidak ada

pihak yang melakukan pencegahan perkawinan (pasal 20). Pencegahan otomatis ini dapat

di lakukan apabila pegawai pencatat perkawinan dalam menjalankkan tugasnya

mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam pasa l7 ayat 1, pasal 8, pasal 9,

pasal 10, dan pasal 12 undang-undang perkawinan.47

Berkenaan dengan orang-orang yang dapat melakukan pencegahan di muat dalam pasal

14 Undang-Undang Perkawinan yang berbunyi:

1. Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis ke turunan

lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wakai nikah, wali pengampu dari salah

seorang calon mempelai dan pihak-pihak berkepentingan.

2. Mereka yang tersebut pada ayat (1) pasal ini berhak juga berlangsung perkawinan

apabila salah seorang calon mempelai berada di bawah pengampunan, sehingga

dengan perkawinan tersebut nyata-nyata mengakibatkan kesengsaraan bagi calon

mempelai yang lainnya, yang mempunyai hubungan dengan orang-orang seperti

tersebut dalam ayat (1) pasal ini.

Selanjutnya pasal 15 menyatakan:

“Barangsiapa karna perkawinan dirinya masih terikat dengan salah satu dari kedua belah pihak dan atas dasarnya perkawinan, dapat mencegah perkawinan yang baru, dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 3 ayat 2 dan pasal 4 undang-undang ini.”

46 Amiur Nurudin,Dan Azhari Akmal Tarigan, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (studi kritis

perkembangan hukum islam dari fiqih,UU NO.1/1974 sampaiKHI), (Jakarta: kencana,2004),cet.ke-1, h.102 47 Gatot soppramono, Segi-Segi hukum hubungan Luar Nikah. (Jakarta:djambatan, 1998), h.33-34

Page 48: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Undang-undang perkawinan seperti yang dapat dalam pasal 16 ayat 1 dan 2, juga

memberi wewenang kepada pejabat untuk melakukan pencegahan perkawinan. mengenai

pejabat yang berwewenang di atur dalam peraturan perundang-undangan.

Sebaliknya pejabat yang berwenang dilarangnya membantu melangsungkan

perkawinan bila ia mengetahui terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang tersebut.

dalam pasal 20 Undang-Undang No. 1/1974 dinyatakan dengan tegas:

“Pegawai pencatat perkawinan tidak di perbolehkan melangsungkan atau membantu

melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya pelanggaran dari ketentuan dalam

pasal 7 ayat 1, pasal 9, pasal 10 dan pasal 12 undang-undang ini meskipun tidak ada

pencegahan perkawinan.”

C. Pencegahan Perkawinan Menurut Kompilasi Hukum Islam

Berkenaan dengan pencegahan ini, agaknya Kompilasi Hukum Islam mengikut

rumusan-rumusan Undang-Undang Perkawinan walaupun dalam bagiannya ada beberapa

penambahan dan modifikasi. Secara aksplisit Kompilasi Hukum Islam menyatakan

perkawinan dapat dicegah jika terdapat syarat-syarat yang tidak terpenuhi, baik yang

berkenaan dengan syarat administratif ataupun syarat materiil. Tujuannya adalah untuk

menghindari perkawinan yang terlarang. Lebih jelasnya dapat dilihat di bawah ini:

Pasal 60

(1) Pencegahan perkawinan bertujuan untuk menghindari suatu perkawinan yang di

larang hukum Islam dan peraturan perundang-undangan.

Page 49: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

(2) Pencegahan perkawinan dapat di lakukan bila calon suami atau calon istri yang

akan melangsungkan perkawinan tidak mengetahui syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam peraturan perundang-undang.

Selanjutnya menarik untuk mencermati adalah Kompilasi Hukum Islam memandang

perlu untuk menjelaskan masalah sekufu yang tidak dapat di jadikan alasan pencegahan

seperti yang terdapat pada pasal 61 berikut ini:

Pasal 61

Tidak sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak

sekufu karna perbedaan agama atau ikhtilafu al-din.

Pasal 62

(1) Yang dapat mencegah perkawinan ialah para keluarga dalam garis keturunan

lurus ke atas dan ke bawah, saudara, wali nikah, wali pengampu dari salah

seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang bersangkutan.

(2) Ayah kandung yang tidak pernah melaksanakan fungsinya sebagai kepala

keluarga tidak gugur hak kewalianya untuk mencegah perkawinan yang akan di

lakukan oleh wali nikah yang lain.

Pasal 63

Pencegahan perkawinan dapat di lakukan oleh suami atau istri yang masih terikat dalam

perkawinan dengan salah seorang calon istri atau calon suami yang akan melangsungkan

pekawinan.

Page 50: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Pasal 64

Pejabat yang di tunjuk untuk mengawasi perkawinan berkewajiban mencegah

perkawinan bila rukun dan syarat perkawinan tidak dipenuhi.dari pasal-pasal pencegahan

di atas, sebenarnya ada beberapa hal penting untuk di catat pertama, di aturnya masalah

pencegahan ini di dalam Kompilasi Hukum Islam adalah untuk menghindari perkawinan

yang terlarang.kedua, sebab pencegahan dapat dilakukan adalah ketika tidak terpenuhi

syarat-syarat bagi kedua mempelai untuk melangsungkan perkawinan. Ketiga, tidak

sekufu tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan pencegahan adalah para kaluarga,

wali, pengampu dan pihak-pihak yang berkepentingan.

BAB IV

Page 51: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

ANALISIS PERBANDINGAN TENTANG PENCEGAHAN

PERKAWINAN ANTARA FIQIH KLASIK DENGAN UNDANG-NDANG NO.1

TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab terdahulu, jelaslah bahwa antara ketentuan

fiqih klasik dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan serta Kompilasi

Hukum Islam, mempunyai ketentuan-ketentuan yang sama di beberapa sisi dan

perbedaan dilain sisi. Berikut penulis akan menyampaikan persamaan dan perbedaan

antara fiqih klasik dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam.

A. Perbedaan tentang pencegahan perkawinan antara fiqih klasik dan Undang-Undang No.1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Di dalam pandangan para ulama fiqih klasik pencegahan perkawinan dapat dilakukan

apabila si calon suami tidak sekufu dengan calon isterinya, karena menurut fiqih klasik

tidak sekufu bisa menjadi alasan untuk mencegah suatu perkawinan.48 Dan sebagaimana

yang telah dijelaskan di bab sebelumnya bahwa kafa’ah dalam perkawinan hanya

diperlakukan bagi laki-laki bukan bagi perempuan, artinya calon suamilah yang

diharuskan sekufu dengan calon isterinya, dijelaskan juga dalam pandangan para ulama

mazhab bahwa kufu itu haknya para isteri atau para wali.49 Maka wali tidak boleh

mengawinkan seorang wanita dengan laki-laki yang tidak sekufu. Kecuali jika ada

48 Amir Syarifuddin, Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, (Jakarta:

PT.Kencana,2006),cet,1, h. 151 49 Sa’id Thalib Al-Hamdani,Risalah Nikah, (Jakarta: PT. Pustaka Amani, 1989), cet, 3, hal.105

Page 52: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

persetujuan dari perempuan yang akan dinikahi begitu juga dengan para wali yang

lainnya. Maka hal yang demikian bolehlah perkawinan itu dilaksanakan.

Sedangkan didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974, tidak ditemukan satu

pasalpun yang menyatakan bahwa tidak sekufu bisa mencegah suatu perkawinan, disini

jelas telah terjadi sebuah perbedaan antara fiqih klasik dengan Undang-Undang No.1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan dalam hal pencegahan perkawinan, disatu sisi menurut

pandangan ulama fiqih klasik bahwasannya tidak sekufu itu bisa dijadikan sebuah alasan

untuk tidak dilaksanakannya suatu perkawinan atau perkawinan itu bisa dicegah, dan

disisi lain didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak ditemukan masalah sekufu

atau tidak sekufu dalam hal pencegahan perkawinan. Jadi yang membedakan antara

keduanya adalah dalam masalah sekufu.

Lain halnya dengan Kompilasi Hukum Islam, yang mana didalam pasal 61 Tentang

Pencegahan Perkawinan, disana dijelaskan bahwa tidak sekufu tidak dapat dijadikan

suatu alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu karena Ikhtilaafu Al Dien.

Dalam hal ini Kompilasi Hukum Islam juga berbeda dengan fiqih klasik dalam hal

pencegahan perkawinan.

B. Persamaan tentang pencegahan perkawinan antara fiqih klasik dan Undang-Undang No.1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Berbicara masalah persamaan mengenai masalah pencegahan perkawinan antara

fiqih klasik dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Disini jelas

Page 53: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

tidak terjadinya sebuah persamaan, dikarenakan diantara keduanya telah berbeda dalam

mensyaratkan dan mendefinisikan masalah pencegahan perkawinan. Dan hal-hal lainnya

yang berkenaan dengan masalah pencegahan perkawinan tersebut.

Akan tetapi persamaan itu terjadi antara Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang

Perkawinan dengan Kompilasi Hukum Islam mengenai masalah pencegahan perkawinan

tersebut.

Keduanya mensyaratkan bahwa pencegahan perkawinan dapat dilakukan bila calon

suami atau isteri yang akan melangsungkan perkawinan tidak memenuhi syarat-syarat

untuk melangsungkan perkawinan menurut hukum Islam dan Undang-Undang. Tidak

terpenuhinya persyaratan yang dimaksud dalam ayat di atas mengacu kepada dua hal;

yaitu syarat administratif dan syarat materiil. Sebagaimana kedua persyaratan tersebut

telah dijelaskan pada bab sebelumnya.

Keduanya sama-sama menyatakan bahwa yang dapat mencegah perkawinan ialah

para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali

pengampu dari salah seorang calon mempelai dari pihak-pihak yang bersangkutan. Dan

keduanya juga menyebutkan bahwa pencegahan perkawinan dapat dilakukan oleh suami

atau isteri yang masih terikat dalam perkawinan dengan salah seorang calon isteri atau

calon suami yang akan melangsungkan perkawinan.

Keduanya juga menyebutkan bahwa pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi

perkawinan berkewajiban mencegah perkawinan bila rukun dan syarat perkawinan tidak

dipenuhi, dan dipasal lain keduanya juga menyebutkan pencegahan perkawinan diajukan

kepada pengadilan agama dalam daerah hukum dimana perkawinan akan dilangsungkan

dengan memberitahukan juga kepada pegawai pencatat nikah; dan kepada calon-calon

Page 54: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

mempelai diberitahukan mengenai permohonan pencegahan perkawinan oleh pegawai

pencatat nikah.

Didalam pasal lainnya keduanya menyatakan bahwa perkawinan dapat dilangsungkan

apabila pencegahan belum dicabut, dan pencegahan perkawinan dapat dicabut dengan

menarik kembali permohonan pencegahan pada pengadilan agama oleh yang mencegah

atau dengan putusan pengadilan agama, serta pegawai pencatat nikah tidak diperbolehkan

melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya

pelanggaran dari ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang No.1

Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.

Dan didalam Undang-undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan tepatnya pada

pasal 21 ayat (1),(2),(3),(4), dan ayat (5), serta dalam Kompilasi Hukum Islam pasal 69

ayat (1),(2),(3),(4), dan ayat (5), keduanya sama-sama menyebutkan apabila pegawai

pencatat nikah berpendapat bahwa terhadap perkawinan tersebut ada larangan menurut

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 maka ia akan menolak melangsungkan perkawian,

dan dalam hal penolakan maka permintaan salah satu pihak yang ingin melangsungkan

perkawinan oleh pegawai pencatat nikah akan diberi suatu keterangan tertulis dari

penolakan tersebut disertai dengan alasan-alasan penolakannya; serta para pihak yang

perkawinannya ditolak berhak mengajukan permohonan kepada pengadilan agama dalam

wilayah mana pegawai pencat nikah yang mengadakan penolakan berkedudukan untuk

memberikan keputusan dengan menyerahkan penolakan tersebut diatas, dan disebutkan

juga bahwa pengadilan agama akan memeriksa perkaranya dengan acara singkat dan

akan memberikan ketetapan, apakah ia akan menguatkan penolakan tersebut ataukah

memerintahkan agar supaya perkawinan dilangsungkan; dan ketetapan ini hilang

Page 55: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

kekuatannya, jika rintangan-rintangan yang mengakibatkan penolakan tersebut hilang dan

para pihak yang ingin kawin dapat mengulangi pemberitahuan tentang maksud mereka.

C. Analisis

Pencegahan perkawinan adalah menghindari suatu perkawinan berdasarkan larangan

hukum Islam yang diundangkan, dalam arti yang lebih luas lagi dapat dikatakan bahwa

perkawinan yang akan dilakukan itu belum dilaksanakan.

Dalam penelitian ini, penulis telah membandingkan antara pencegahan perkawinan

menurut fiqih klasik dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya antara pencegahan perkawinan menurut fiqih

klasik dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Memiliki perbedaan

yang sangat penting, di satu sisi menurut fiqih klasik bahwa pencegahan perkawinan

dapat dilakukan apabila calon suami tidak sekufu dengan calon isteri yang akan

dinikahinya, maka atas dasar tidak sekufunya si calon suami, menurut fiqih klasik hal

yang demikian itu dapat mencegah perkawinan tersebut, dan dijelaskan juga dalam fiqih

klasik bahwa yang dapat mencegah perkawinan itu adalah haknya siperempuan dan

walinya, jika si perempuan ingin dikawinkan oleh walinya kepada laki-laki yang tidak

sekufu dengannya, maka seperempuan itu dapat menolaknya atau mencegahnya agar

tidak terjadi perkawinan tersebut, dan jika siperempuan itu sendiri yang ingin menikah

dengan laki-laki yang tidak sekufu dengannya, maka walilah yang berhak untuk

mencegahnya, jika keduanya antara wali dan perempuan yang akan dinikahi telah setuju

kepada calon suaminya nanti itu, walaupun calon suaminya itu tidak sekufu dengannya,

Page 56: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

maka atas dasar persetujuan dan kerelaan dari keduanya maka perkawinan itu dapat

dilaksanakan.

Lain halnya dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974, yang mana hal yang telah

dijelaskan dalam fiqih klasik tidak terdapat dalam Undang-Undang tersebut, dalam artian

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tidak mengatur masalah sekufu. Jadi jelas perbedaan

yang ada diantara keduanya. Menurut fiqih klasik pencegahan dapat dilakukan apabila

calon suami tidak sekufu dengan calon isterinya, dan didalam Undang-Undang hal yang

demikian itu tidak diatur.

Dan setelah membicarakan mengenai masalah pebedaan yang terjadi antara fiqih

klasik dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, maka penulis

disini juga akan mencari persamaan yang terjadi diantara keduanya.mengenai masalah

pencegahan perkawinan antara fiqih klasik dan Undang-Undang No.1 tahun 1974 tidak

memiliki persamaan yang releven dari keduanya, sehingga penulis disini menyimpulkan

bahwa tidak ada persamaan diantara fiqih klasik dan Undang-Undang No.1 Tahun 1974

tentang perkawinan mengenai masalah pencegahan perkawinan.

Akan tetapi persamaan itu terjadi antara Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang

perkawinan dengan Kompilasi Hukum Islam mengenai masalah pencegahan perkawinan,

sebagaimana yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa pencegahan perkawinan

menurut Undang-undang Tahun 1974 tentang perkawinan dengan kompilasi hukum islam

memiliki beberapa persamaan didalam pasal-pasalnya yang mana diantara perbedaan-

perbedaan itu adalah; kedeuanya menyatakan bahwa pencegahan perkawinan bertujuan

untuk menghindari suatu perkawinan yang dilarang hukum islam dan peraturan

perundang-undangan, hal ini menggambarkan bahwa kedua hukum tersebut

Page 57: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

menginginkan bahwa pencegahan perkawinan itu tujuannya agar para calon suami dan

calon isteri yang akan menikah itu harus memenuhi segala persyaratan-persyaratan yang

berlaku untuk melangsungkan sebuah perkawinan, agar tidak terjadi sebuah perkawinan

yang dilarang baik itu menurut hukum islam ataupun menurut Undang-Undang. Karena

apabila para pihak yang akan melangsungkan perkawinan tidak memenuhi persyaratan

yang berlaku, maka perkawinan itu akan di cegah atau dibatalkan. Oleh karena itu

Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam

mensyaratkan agar para pihak memenuhi persyaratan-persyaratan untuk melangsungkan

perkawinan.

Selain itu keduanya juga menyatakan bahwa yang dapat mencegah perkawinan ialah

para keluarga dalam garis keturunan lurus keatas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali

pengampu dari salah seorang calon mempelai dan pihak-pihak yang bersangkutan; hal ini

karena keduanya menganggap bahwa pencegahan perkawinan hanya dapat dicegah oleh

para pihak yang telah ditentukan oleh kedua Undang-Undang ini, karena selain para

pihak yang telah disebutkan diatas, maka tidak boleh atau tidak berhak untuk mencegah

sebuah perkawinan.

Keduanya juga menganggap bahwa pencegahan perkawina juga boleh dilakukan oleh

suami atau isteri yang masih terikat dalam perkawinan dengan salah seorang calon isteri

atau calon suami yang akan melangsungkan perkawinan; ini artinya baik para isteri jika

mengetahui suaminya ingin menikah lagi sedangkan suaminya itu masih terikat

perkawinan dengannya, maka ia berhak untuk mencegah perkawinan suaminya yang

keduan itu, begitu juga sebaliknya.

Page 58: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Dan keduanya juga menegaskan bahwa pejabat yang ditunjuk untuk mengawasi

perkawinan berkewajiban untuk mencegah perkawinan bila rukun dan syarat perkawinan

tidak dipenuhi; itu artinya pejabat yang ditunjuk tersebut tidak akan melangsungkan

perkawinan bila tidak terpenuhinya rukun dan persyaratan perkawinan.

Dan didalam pasal yang lain keduanya juga menyatakan bahwa pencegahan

perkawinan diajukan kepada pengadilan agama dalam daerah hukum dimana perkawinan

akan dilangsungkan dengan memberi tahukan juga kepada pegawai pencatat nikah; dan

juga kpada calon-calon mempelai diberitahukan mengenai permohonan pencegahan

perkawinan oleh pegawai pencatat nikah, hal ini dimaksudkan bahwa perkara pencegahan

perkawinan dapat diajukan didaerah dimana perkawinan tersebut akan dilaksanakan dan

bukan diluar daerah pengadilan yang berwenang untuk menangani perkara tersebut, dan

kepada calon yang akan melangsungkan perkawinan akan diberitahu oleh pegawai

pencatat nikah akan hal pencegahan tersebut, gar tujuannya para pihak yang bersangkutan

itu mengetahuinya.

Dan keduanya sama-sama menyatakan bahwa perkawinan tidak dapat dilangsungkan

apabila pencegahan belum dicabut, dan pencegahan perkawinan dengan menarik kembali

permohonan pencegahan pada pengadilan agama oleh yang mencegah atau dengan

putusan pengadilan agama, hal ini dimaksudkan bahwa perkawinan tidak akan bisa

dilaksanakan apabila pencegahan atas perkawinan itu belum dicabut, dan pencegahan itu

dapat dicabut dengan cara menarik kembali permohonan pencegahan pada pengadilan

oleh orang yang mencegah dan atau oleh putusan pengadilan agama.

Dan kemudian didalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan

Kompilasi Hukum Islam dijelaskan bahwa pegawai pencatat nikah tidak diperbolehkan

Page 59: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

melangsungkan atau membantu melangsungkan perkawinan bila ia mengetahui adanya

pelanggaran, disini jelas bahwa pegawai pencatat nikah dilarang untuk melaksanakan dan

membantu untuk melangsungkan perkawinan jika ia tahu adanya pelanggaran dari

perkawinan tersebut.

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pencegahan perkawinan dilihat dari perspektif fiqih klasik adalah perkawinan yang

dapat dicegah apabila calon suami tidak sekufu dengan calon isterinya, sedangkan

menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi

Hukum Islam keduanya mempunyai definisi yang sama yaitu pencegahan dapat

dilakukan apabila calon suami atau calon isteri tidak memenuhi syarat-syarat untuk

melangsungkan perkawinan baik menurut hukum islam maupun menurut Undang-

Undang.

2.Fiqih klasik secara eksplisit mengartikan pencegahan perkawinan yaitu, perkawinan

dicegah hanya karena pada permasalahan kafa’ah, dan mengenai masalah kafa’ah ini

telah penulis jelaskan pandangan para ulama mazhab pada bab sebelumnya sedangkan

dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompiasi Hukum

Islam menjelaskan bahwa perkawinan dapat dicegah hanya jika persyaratan-persyaratan

Page 60: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

yang telah ditentukan itu tidak dipenuhi oleh para pihak yang ingin melangsungkan

perkawinan.

3. Ada beberapa alasan yang dapat diajukan untuk mencegah suatu perkawinan adalah;

Para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan, baik tiu

syarat-syarat materiil ataupun syarat-syarat administratif. Seperti yang dimuat dalam

Undang-Undang No.1 Tahun 1974. bahwa perkawinan dilarang antara dua orang yang:

a). Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah maupun keatas. b).

Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping, yaitu antara saudara, antara

seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya. c).

Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dan ibu/bapak tiri. d).

Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan

bibi/paman susuan. e). Berhubungan saudara dengan isteri atau sebagai bibi atau

kemenakan dari isteri dalam halseorang suami beristeri lebih dari seorang. F).

mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang

kawin.

B. Saran-saran

1. Sebagai warga negara indonesia, maka bagi para calon suami atau calon isteri

hendaknya mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku, seperti memenuhi segala

persyaratan-persyaratan untuk melangsungkan sebuah perkawinan.

2. Para pegawai pencatat perkawinan kantor urusan agama mestinya berhati-hati dalam

melakukan penelitian, apakah syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan

Page 61: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

seseorang telah terpenuhi dan tidak terdapat halangan. Baik menurut hukum

munakahat atau Undang-undang yang berlaku.

3. Kepada para birokrat pemerintahan termasuk lurah untuk menindak tegas pegawainya

yang membantu seseorang melakukan penipuan identitas.

4. Hendaknya kantor urusan agama, kelurahan dan pengadilan agama mengadakan

penyuluhan terpadu tentang pencegahan perkawinan

Page 62: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zainuddin. Perdata Hukum Islam Di Indonesia,PT, Sinar Grafika, 2006

Al-Hamdani, Sa’id Thalib. Risalah Nikah, Jakarta: PT. Pustaka Amani, 1989

Djalil, basiq. Pernikahan Lintas Agama Dalam Perspektif Fiqh Dan Kompilasi Hukum

islam, Jakarta: qolbun salim,2005.

Departemen Agama, Kompilasi Hukum Islam, Direktorat Pembinaan Badan Peradilan

Agama Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen

Agama Republik Indonesia, 2000

Djaya, Ashad Kusuma. Rekayasa Sosial Lewat Malam Pertama Pesan-Pesan Rasulallah

Saw Menuju Pernikahan Barokah, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2001.

Djamil, R. Abdul. Hukum Islam, Asas-Asas,Hukum Islam I, Hukum Islam II, Bandung,

Mandar Maju,1992.

Departemen agama, Himpunan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan Peradilan

Agama, Direktorat Pembina badan peradilan agama islam direktora Jendral

Pembinaan Kelembaagaan Agama Islam, 2000,

Daud Ali, Muhamad. Hukum Islam, Jakarta:PTRaja grafindo persada, 2004.

Departemen agama, Tanyajawab Saputar Kepenghuluan, Jakarta:direktorat jendral

bibingan masyarakat islam dan penyelenggaraan haji, 2003

Firdaweri, Hukum Islam Tentang Fasakh Perkawinan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1989

Page 63: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Ghajaly. Abdul rahman. Fiqh Munakahat, bogor: kencana, 2003

Hadikusuma, Hilman. Hukum Perkawinan Indonesia: Menurut Perundangan, Hukum

Adat, hukum Agama, Bandung:Mandar Maju,1990

Hasan Bisri, Cik. Pilar-Pilar Hukum Islam dan Pranata Sosial, Jakarta:PT. Raja

Grafindo Persada, 2004.

Mardjono, Hartono. Menegakan Syari’at Islam Dalam Konteks Keindonesiaan, Bandung:

Mizan, 1997

Manan, Abdul. Reformasi Hukum Islam Di Indonesia, (Jakarta, PT. Raja Grafindo

Persada, 2006.

Nasution, Khoiruddin. “Perbedaan Sekitar Status Poligami: Ditinjau dari Perspektif

Syari’ah Islam”, Musawa Jurnal Studi Gender dan Islam Vol.1 No.1 Yogyakarta:

IAIN Sunan Kalijaga Press, 2002.

Nurudin,Amiur. dan Akmal Tarigan, Azhari. Hukum Perdata Islam Di Indonesia Studi

Kritis Perkembangan Hukum Islam Dari Fiqih,Uu No.1/1974 Sampai KHI, Jakarta:

kencana,2004

Al-Khin Mustofo, kitab fikih mazhab syafi’I, Kuala Lumpur, Prospecta Printers, 2005.

Prodjohamidjodjo, Martiman. Hukum Perkawinan Di Indonesia, Jakarta: Indonesia Legal

Center Publishing, 2002

Rahmat, Hidayat. Almank Alam Islami: sumber rujukan keluarga muslim baru,

Jakarta:PT.dinia Pustaka jaya, 2000

Refleksi-Keruwetan-fikih klasik, artikel diakses pada 16 Juli 2008 dari

http:// husniya.blogspot.com/2007/02/refleksi-keruwetan-fikih

klasik.html.

Rafiq, Ahmad. Hukum Islam Di Indonesia , Jakarta :rajawali pers,1998

Page 64: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI

Syarifuddin, Amir. Antara Fiqih Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan, Jakarta:

PT.Kencana,2006

Suma, M.Amin. Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo

Persada, 2004

Soppramono, Gatot. Segi-Segi hukum hubungan Luar Nikah. Jakarta: djambatan, 1998

Taat Nasution, Amir. Rahasia Perkawinan Dalam Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya,

1994.

Mas’ud Ibnu, fikih mazhab syafi’I, Bandung : CV. Pustaka Setia Bandung, 1999

Page 65: Pencegahan Perkawinan Perspektif Hukum Islam “ Studi ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/9025/1/ABDUR... · PENCEGAHAN PERKAWINAN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (STUDI