Pence Gahan
-
Upload
desifebriyani -
Category
Documents
-
view
29 -
download
0
Transcript of Pence Gahan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga
bagian tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis
media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif
(Djaafar, dkk, 2007).
Otitis media supuratif kronis (OMSK) adalah keluarnya cairan dari
telinga tengah secara persisten melalui perforasi membran timpani (Reyes-
Quintos, dkk, 2007).
Survei prevalensi di seluruh dunia, yang walaupun masih bervariasi
dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi,
menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan
telinga berair, 60% diantaranya (39-200 juta) menderita kurang pendengaran
yang signifikan. WHO mengklasifikasikan prevalensi beberapa tingkatan:
sangat tinggi (>4%), tinggi (2-4%), rendah (1-2%), sangat rendah (<1%).
Negara dengan OMSK berprevalensisangat tinggi termasuk Tanzania, India,
Kepulauan Solomon, dan Aborgin Australia. Negara dengan OMSK
berprevalensi tinggi termasuk Nigeria, Angola, Mozambique, Korea, Thailand,
Filipina, Malaysia, Eskimo, Finland, American Indians, dan Indonesia (WHO,
2004). Kejadian OMSK di Nepal adalah sebesar 13,2%, dengan penurunan
pendengaran sebanyak 12,47%, pada anak-anak lebih tinggi dibanding orang
dewasa, terutama dari golongan sosial ekonomi rendah (Maharjan, dkk, 2006).
Diagnosis OMSK ditegakkan dengan cara anamnesis, pemeriksaan
otoskopi, pemeriksaan audiologi, dan pemeriksaan radiologi. Untuk OMSK
tipe bahaya, harus dilakukan pemeriksaan histopatologi sebagai standar untuk
diagnosis. Pasien yang datang ke poliklinik THT seringkali sudah terlambat
dan mengalami komplikasi karena belum ada penanda deteksi dini.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah penulis ingin mengetahui
“bagaimana pencegahan primer, sekunder, dan tersier pada Otitis Media
Surpuratif Akut?”
C. Tujuan
Tujuan dari makalah ini untuk mengetahui pencegahan primer,
sekunder, dan tersier Otitis Media Surpuratif Akut.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pencegahan Primer
Pencegahan tingkat pertama merupakan upaya untuk mempertahankan
orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat agar tidak
sakit. Pencegahan primer OMSK dapat dilakukan dengan cara mencegah
terjadinya pencetus OMSK yaitu infeksi saluran pernapasan atas dengan
meningkatkan daya tahan tubuh dengan mengkonsumsi makanan yang
bergizi, meningkatkan hygiene perorangan dan sanitasi lingkungan, rajin
berolahraga, tidak membersihkan telinga dengan benda yang berujung keras,
serta tidak terlalu lama berada dalam air ketika berenang jika tidak
menggunakan pelindung telinga.
Cara pencegahan primer pada otitis yaitu:
a. Pencegahan ISPA pada bayi dan anak-anak.
Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA
pada anak antara lain memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua
tentang kebersihan, sanitasi, penyakit ISPA dan pencegahannya meliputi:
1) Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya
dengan cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung
cukup gizi.
2) Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan
tubuh terhadap penyakit baik.
Salah satu upaya yang dapat menurunkan resiko terkena ISPA pada
balita adalah dengan pemberian immunisasi lengkap. Immunisasi
adalah upaya pemberian antigen yang bertujuan untuk mengaktivasi
kekebalan di dalam tubuh anak atau bayi sehingga terhindar dari
penyakit atau penyakit berat yang mungkin timbul. Pemberian
immunisasi merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi
angka kejadian ISPA (Trapsilowati, 1999), pemberian immunisasi
campak yang efektif dapat mencegah 11 % kematian balita akibat
pneumonia dan dengan immunisasi DPT 6 % kematian akibat
pneumonia dapat dicegah.
3) Mengkonsumsi makanan yang bergizi
4) Kondisi lingkungan yang bersih dan sehat
Rumah dengan ventilasi yang sempurna, sirkulasi udara lancar dan tanpa asap
tungku di dalam rumah yang dapat mengganggu pernapasan. Infeksi saluran
nafas akut menyebar melalui batuk dan air liur, oleh karena itu anak-anak
sebaiknya tidak dibiarkan bersama dengan orang yang sedang menderita
batuk pilek (Biddulph dan Stace, 1999). Selain itu keadaan rumah juga sangat
mempengaruhi kajiadan ISPA. Keadaan ventilasi rumah sangat berkaitan
dnegan kejadian ISPA. Fungsi ventilasi adalah untuk menjaga agar aliran
udara di dalam rumah tetap segar, sehingga keseimbangan oksigen yang
diperlukan tetap terjaga. Kurangnya ventilasi menyebabkan kurangnya
oksigen dan meningkatnya kadar karbondioksida di dalam rumah yang
bersifat racun bagi penghuninya, karena akan menghambat afinitas oksigen
terhadap hemoglobin darah. Selain itu ventilasi yang buruk menyebabkan
aliran udara tidak lancar, sehingga bakteri patogen sulit untuk keluar karena
tidak ada aliran udara yang cukup untuk membawa bakteri keluar rumah.
Selain itu resiko ISPA juga akan meningkat bila di rumah ada sumber
pencemaran udara misalnya ada orang dewasa yang merokok atau keluarga
memasak menggunakan asap, karena asap rokok dan debu dapat
menyebabakan iritasi mukosa saluran pernafasan sehingga merusak sistem
mekanisme pertahanan di saluran pernafasan, akibatnya bakteri mudah masuk
ke dalam saluran nafas dan anak akan mudah terkena ISPA berulang
(Achmadi, 1993 dalam Handayani, 1996).
5) Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satu cara adalah
memakai penutup hidung dan mulut bila kontak langsung dengan anggota
keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ISPA.
6) Pemberian vitamin A dan ASI pada bayi
ASI merupakan sumber kalori dan protein yang sangat penting bagi anak
khususnya anak dibawah usia 1 tahun serta melindungi bayi terhadap infeksi
karena ASI mengandung antibodi yang penting dalam meningkatkan
kekebalan tubuh. Bayi yang diberi susu botol atau susu formula rata-rata
mengalami dua kali lebih banyak serangan pneumonia dibanding bayi yang
mendapatkan ASI. Penelitian di Kanada membuktikan bahwa ASI
melindungi bayi terhadap infeksi saluran nafas dalam 6 bulan pertama
kehidupan. Nilai gizi ASI yang lebih tinggi dan adanya antibodi, sel-sel
leukosit serta enzim dan hormone melindungi bayi terhadap berbagai infeksi.
b. Pemberian ASI minimal selama 6 bulan.
Air susu ibu menyediakan antibodi-antibodi yang membantu membuat
anak-anak kurang peka terhadap infeksi-infeksi, termasuk infeksi-infeksi
telinga. Pemberian ASI sampai 2 tahun dapat menurunkan angka kematian
anak akibat berbagai penyakit infeksi, diantaranya penyakit diare dan infeksi
saluran pernafasan akut. Berbagai fakor perlindungan ditemukan di dalam
ASI, termasuk IgA (Iminoglobulin A) sekretori (sIgA). Saat menyusui, IgA
sekretori akan berpengaruh terhadap paparan mikroorganisme pada saluran
cerna bayi dan membatasi masuknya bakteri ke dalam aliran darah melalui
mukosa (dinding) saluran cerna.
Berbagai penelitian juga melaporkan bahwa ASI dapat mengurangi
kejadian dan beratnya penyakit diare, infeksi saluran nafas, radang telinga
tengah (otitis media), radang selaput otak (meningitis), infeksi saluran kemih,
dan infeksi radang usus halus dan usus besar yang terjadi karena jaringan
kekurangan oksigen atau pada terapi antibiotik (Necrotizing Enterocolitis).
Air Susu Ibu memberikan perlindungan kepada bayi melalui beberapa
mekanisme, antara lain memperbaiki pertumbuhan mikroorganisme non
patogen (tidak berbahaya), mengurangi pertumbuhan mikroorganisme
patogen saluran cerna, merangsang perkembangan barier (pembatas) mukosa
saluran cerna dan salurannafas, faktor spesifik (IgA sekretori, zat kekebalan),
mengurangi reaksiinflamasi (peradangan) dan sebagai imunomodulator
(perangsang kekebalan). Itulah sebabnya bayi yang diberi ASI manusia lebih
tahan penyakit dari pada bayi yang diberi ASI hewan.
c. Penghindaran pemberian susu di botol saat anak berbaring.
Sewaktu menyusu dengan botol, pegang anak-anak pada posisi duduk
yang tegak. Tiduran waktu minum mempromosikan infeksi karena cairan
dapat berjalan naik ke tabung-tabung eustachio (eustachian tubes),
meningkatkan risiko infeksi.
d. Penghindaran pajanan terhadap asap rokok.
Paparan asap rokok pada anak dapat menimbulkan gangguan pernafasan
terutama memperberat timbulnya infeksi saluran pernafasan akut dan
gangguan fungsi paruparu. Asap dari pembakaran sampah juga dapat
meningkatkan resiko terjadinya ISPA. Pembakaran minyak tanah, kayu
bakar dan asap kendaraan bermotor disamping akan menghasilkan zat
pollutan dalam bentuk debu (partikel) juga menghasilkan zat pencemar
kimia berupa karbondioksida, karbonmonoksida, oksida sulfur, oksida
nitrogen dan hydrocarbon yang berbahaya bagi kesehatan karena zat-zat
tersebut menyebabkan reaksi peradangan pada saluran pernafasan dan
bisa menyebabkan produksi lendir meningkat yang dapat menurunkan
mekanisme pertahanan di saluran pernafasan.
e. Berenang kemungkinan besar tidak meningkatkan risiko OMA.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya untuk membantu orang yang telah
sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindarkan
komplikasi, dan mengurangi ketidakmampuan.
Pencegahan ini dapat dilakukan dengan :
a. Diagnosis
1) Anamnesis
Melalui anamnesa dapat diketahui tentang awal mula penyakit, riwayat
penyakit terdahulu, faktor risiko, gejala klinis serta hal-hal lainnya
yang mengarah ke diagnosis yang mungkin terjadi. Penyakit telinga
kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita seringkali
datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair. Pada tipe tubotimpani
sekretnya lebih banyak dan seperti benang, tidak berbau bususk, dan
intermiten. Sedangkan pada tipe atikoantral sekretnya lebih sedikit,
berbau busuk, kadangkala disertaipembentukan jaringan granulasi atau
polip, dan sekret yang keluar dapat bercampur darah. Ada kalanya
penderita datang dengan keluhan kurang pendengaran atau telinga
keluar darah.
Anamnesis yang lengkap sangat membantu menegakkan diagnosis
OMSK. Biasanya penderita datang dengan riwayat otore menetap atau
berulang lebih dari dua bulan. Penurunan pendengaran juga merupakan
keluhan yang paling sering. Terkadang penderita juga mengeluh
adanya vertigo dan nyeri bila terjadi komplikasi
2) Pemeriksaan otoskopi
Pada pemeriksaan otoskopi dapat dibedakan jenis OMSK berdasarkan
perforasi pada membran timpani, yang terdiri dari perforasi sentral,
marginal dan atik. Gambaran yang terlihat dengan otoskopi pada
perforasi sentral adalah tampak perforasi yang letaknya sentral pada
pars tensa, dapat berbentuk bundar, oval, bentuk ginjal atau hati.
Perforasinya dapat subtotal atau total, masih terlihat pinggir membran
timpani (annulus timpanikus), melalui perforasi tampak mukosa kavum
timpani bewarna pucat, bila ada eksaserbasi akut maka warna mukosa
menjadi merah dan jarang terdapat granulasi atau polip. Gambaran
otoskopi pada perforasi marginal adalah tampak perforasi yang
letaknya marginal, pada pars tensa belakang atas biasanya besar, atau
pada pars flaksida muka atau belakang (kecil), prosesnya bukan hanya
pada mukosa kavum timpani dan tulang-tulang pendengaran ikut
rusak, sering terdapat granulasi atau polip, annulus timpanikus tidak
terlihat lagi dan terlihat gambaran nekrosis tulang. Sedangkan
gambaran pada perforasi atik adalah perforasi yang letaknya di pars
flaksida (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz, 2006).
3) Pemeriksaan audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli
konduktif, tetapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensorineural, beratnya
ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan
dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah (Mills, 1997; Telian,
2002; Kenna dan Latz , 2006).
Pemeriksaan audiometri penting untuk menilai hantaran tulang dan
udara serta untuk mengevaluasi tingkat penurunan pendengaran. Melalui
audiogram dapat dilihat jenis ketulian dan derajat ketulian. Berdasarkan ISO
(International Standard Organization ) derajat ketulian dibagi atas : 0-25 dB
(normal) , 26-40 dB (tuli ringan), 41-60 dB (tuli sedang), 61-90 dB (tuli
berat), > 91 dB (sangat berat).
4) Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis
nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan
audiometri. Pemeriksaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang
tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan
mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah
atik memberi kesan kolesteatom (Mills, 1997; Telian, 2002; Kenna dan Latz,
2006).
Pemeriksaan radiologi untuk melihat tingkat perkembangan
pneumatisasi mastoid, menggambarkan perluasan penyakit dan tulang-tulang
pendengaran. Foto polos untuk menunjukkan adanya gambaran kolesteatoma
sedangkan CT - Scan lebih efektif untuk menunjukkan anatomi tulang
temporal dan kolesteatoma.
5) Pemeriksaan Bakteriologi
Walaupun perkembangan dari OMSK merupakan kelanjuan dari
mulainya infeksi akut, bakteri yang ditemukan pada sekret yang kronis
berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri
yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus aureus, dan Proteus sp.
Sedangkan bakteri pada otitis media supuratif akut adalah
Streptococcus pneumonie dan H. influenza. Infeksi telinga biasanya masuk
melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus paranasal, adenoid, atau faring.
Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus atau H.
influenza. Akan tetapi, pada OMSK keadaan ini agak berbeda karena adanya
perforasi membran timpani maka infeksi lebih sering berasal dari luar yang
masuk melalui perforasi tadi.
b. Pengobatan
Prinsip pengobatan tergantung dari jenis penyakit dan luasnya infeksi, dimana
pengobatan dapat dibagi atas :
1. Konservatif
2. Operasi
a) OMSK BENIGNA FASE TENANG
Keadaan ini tidak memerlukan pengobatan, dan pasien diberikan informasi
dan edukasi untuk tidak mengorek telinga, air jangan masuk ke telinga
sewaktu mandi, dilarang berenang dan segera berobat bila menderita
infeksi saluran nafas atas. Bila fasilitas memungkinkan sebaiknya
dilakukan operasi rekonstruksi (miringoplasti, timpanoplasti) untuk
mencegah infeksi berulang serta gangguan pendengaran.
b) OMSK BENIGNA AKTIF
Prinsip pengobatan OMSK adalah:
Prinsip pengobatan OMSK adalah :
1) Membersihkan liang telinga dan kavum timpani (toilet telinga)
Tujuan toilet telinga adalah membuat lingkungan yang tidak sesuai
untuk perkembangan mikroorganisme, karena sekret telinga merupakan
media yang baik bagi perkembangan mikroorganisme.
Cara pembersihan liang telinga (toilet telinga):
a. Toilet telinga secara kering (dry mopping).
Telinga dibersihkan dengan kapas lidi steril, setelah dibersihkan
dapat di beri antibiotik berbentuk serbuk. Cara ini sebaiknya
dilakukan di klinik atau dapat juga dilakukan oleh anggota keluarga.
Pembersihan liang telinga dapat dilakukan setiap hari sampai telinga
kering.
b. Toilet telinga secara basah (syringing).
Telinga disemprot dengan cairan untuk membuang debris dan nanah,
kemudian dibersihkan dengan kapas lidi steril dan diberi serbuk
antibiotik. Meskipun cara ini sangat efektif untuk membersihkan telinga
tengah, tetapi dapat mengakibatkan penyebaran infeksi ke bagian lain
dan ke mastoid. Pemberian serbuk antibiotik dalam jangka panjang dapat
menimbulkan reaksi sensitifitas pada kulit. Dalam hal ini dapat diganti
dengan serbuk antiseptik, misalnya asam boric dengan iodine.
c. Toilet telinga dengan pengisapan ( suction toilet)
Pembersihan dengan suction pada nanah dengan bantuan
mikroskopis operasi adalah metode yang paling populer saat ini. Setelah
itu dilakukan pengangkatan mukosa yang berproliferasi dan polipoid
sehingga sumber infeksi dapat dihilangkan. Akibatnya terjadi drainase
yang baik dan resorbsi mukosa. Pada orang dewasa yang kooperatif cara
ini dilakukan tanpa anastesi tetapi pada anak-anak diperlukan anestesi.
Pencucian telinga dengan H2O2 3% akan mencapai sasarannya bila
dilakukan dengan “displacement methode” seperti yang dianjurkan oleh
Mawson dan Ludmann.
2) Pemberian antibiotika
a. Pemberian antibiotik topikal
Terdapat perbedaan pendapat mengenai manfaat penggunaan antibiotika
topikal untuk OMSK. Pemberian antibiotik secara topikal pada telinga
dengan secret yang banyak tanpa dibersihkan dulu, adalah tidak efektif.
Bila sekret berkurang/tidak progresif lagi diberikan obat tetes yang
mengandung antibiotik dan kortikosteroid. Dianjurkan irigasi dengan
garam faal agar lingkungan bersifat asam dan merupakan media yang
buruk untuk tumbuhnya kuman. Selain itu dikatakan bahwa tempat
infeksi pada OMSK sulit dicapai oleh antibiotika topikal. Djaafar dan
Gitowirjono menggunakan antibiotik topikal sesudah irigasi sekret profus
dengan hasil cukup memuaskan, kecuali kasus dengan jaringan patologis
yang menetap pada telinga tengah dan kavum mastoid. Mengingat
pemberian obat topikal dimaksudkan agar masuk sampai telinga tengah,
maka tidak dianjurkan antibiotik yang ototoksik misalnya neomisin dan
lamanya tidak lebih dari 1 minggu. Cara pemilihan antibiotik yang paling
baik adalah dengan berdasarkan kultur kuman penyebab dan uji
resistensi. Obat-obatan topikal dapat berupa bubuk atau tetes telinga yang
biasanya dipakai setelah telinga dibersihkan dahulu.
Pengobatan antibiotika topikal dapat digunakan secara luas untuk OMSK
aktif, dikombinasi dengan pembersihan telinga, baik pada anak maupun
dewasa.
1. Polimiksin B atau polimiksin E
Obat ini bersifat bakterisid terhadap kuman gram negatif.
2. Neomisin
Obat bakterisid pada kuman gram positif dan negatif. Toksik terhadap
ginjal dan telinga.
3. Kloramfenikol
Obat ini bersifat bakterisid terhadap basil gram positif dan negatif
kecuali Pseudomonas aeruginosa.
b. Pemberian antibiotik sistemik
Pemilihan antibiotika sistemik untuk OMSK juga sebaiknya
berdasarkan kultur kuman penyebab. Pemberian antibiotika tidak lebih dari 1
minggu dan harus disertai pembersihan sekret profus. Bila terjadi kegagalan
pengobatan , perlu diperhatikan faktor penyebab kegagalan yang ada pada
penderita tersebut. Dalam penggunaan antimikroba, perlu diketahui daya
bunuh antimikroba terhadap masing- masing jenis kuman penyebab, kadar
hambat minimal terhadap masing-masing kuman penyebab, daya penetrasi
antimikroba di masing-masing jaringan tubuh dan toksisitas obat terhadap
kondisi tubuh. Berdasarkan konsentrasi obat dan daya bunuh terhadap
mikroba, antimikroba dapat dibagi menjadi 2 golongan.
Golongan pertama antimikroba dengan daya bunuh yang tergantung
kadarnya. Makin tinggi kadar obat, makin banyak kuman terbunuh, misalnya
golongan aminoglikosida dan kuinolon.
Golongan kedua adalah antimikroba yang pada konsentrasi tertentu
daya bunuhnya paling baik. Peninggian dosis tidak menambah daya bunuh
antimikroba golongan ini, misalnya golongan beta laktam.
Terapi antibiotik sistemik yang dianjurkan pada Otitis media kronik
adalah.
1) Antibiotika golongan kuinolon ( siprofloksasin dan ofloksasin)
mempunyai aktifitas anti pseudomonas dan dapat diberikan peroral. Tetapi
tidak dianjurkan diberikan untuk anak dengan umur dibawah 16 tahun.
2) Golongan sefalosforin generasi III (sefotaksim, seftazidim dan seftriakson)
juga aktif terhadap pseudomonas, tetapi harus diberikan secara parenteral.
Terapi ini sangat baik untuk OMA sedangkan untuk OMSK belum pasti
cukup, meskipun dapat mengatasi OMSK.
3) Metronidazol mempunyai efek bakterisid untuk kuman anaerob.
Metronidazol dapat diberikan pada OMSK aktif, dosis 400 mg per 8 jam
selama 2 minggu atau 200 mg per 8 jam selama 2-4 minggu.
c) OMSK MALIGNA
Pengobatan untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif
dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum
dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses
sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi.
Tujuan operasi adalah menghentikan infeksi secara permanen, memperbaiki
membran timpani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau
kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran.
Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan
pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara
lain:
1) Mastoidektomi sederhana ( simple mastoidectomy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK tipe aman yang dengan pengobatan
tidak sembuh, Operasi ini dilakukan dengan pembersihan di ruang
mastoid dari jaringan patologik agar infeksi menjadi tenang dan telinga
tidak berair lagi. Pada operasi ini fungsi pendengaran tidak diperbaiki.
2) Mastoidektomi radikal
Dilakukan pada OMSK tipe bahaya dengan infeksi atau kolesteatom yang
sudah meluas. Tujuan operasi ini adalah membuang semua jaringan
patologik dan mencegah komplikasi ke intrakranial. Kerugian operasi ini
adalah pasien tidak diperbolehkan berenang seumur hidup.
3) Mastoidektomi radikal dengan modifikasi
Operasi ini dilakukan pada OMSK dengan kolesteatom di daerah atik,
tetapi belum merusak kavum timpani. Tujuan operasi ini adalah untuk
membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4) Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis timpanoplasti yang paling ringan,
rekonstruksi hanya di lakukan di membran timpani. Tujuan operasi ini
adalah untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK
tipe aman dengan perforasi yang menetap. Operasi ini dilakukan pada
OMSK tipe aman yang sudah tenag dengan ketulian ringan yang hanya
disebabkan oleh peforasi membran timpani.
5) Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK tipe aman dengan kerusakan yang
lebih berat atau OMSK tipe aman yang tidak bisa ditenangkan dengan
terapi medikamentosa. Tujuan operasi ini adalah untuk menyembuhkan
penyakit dan memperbaiki pendengaran.
6) Pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty)
Operasi ini dikerjakan pada kasus OMSK tipe bahaya atau OMSK tipe
aman dengan jaringan granulasi yang luas. Tujuan operasi ini untuk
menyembuhkan panyakit serta memperbaiki pendengaran tanpa
melakukan teknik mastoidektomi radikal.
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi pada penderita OMSK yaitu dapat dilakukan dengan
menggunakan Alat Bantu Dengar (ABD) yang merupakan suatu perangkat
elektronik yang berguna untuk memperkeras suara yang masuk ke dalam
telinga, sehingga penderita OMSK dapat mendengar lebih jelas suara yang
ada disekitarnya
BAB III
PENUTUP
Otitis Media Supuratif Kronik (OMSK) atau yang biasa disebut “congek”
adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada
gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari
telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul.
Otitis media supuratif kronik dapat terbagi atas: tipe tubotimpani dan tipe
atikoantral dimana tipe ati koantral merupakan tipe paling ganas karena terdapat
kolesteatom yang bersifat destruksi.
Penatalaksanaan OMSK dapat terbagi atas pengobatan konservatif dan
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.scribd.com/doc/199135695/Pencegahan-ISPA-docxhttp://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25640/4/Chapter%20II.pdfhttp://content.ebscohost.com/pdf29_30/pdf/2013/YXP/01Aug13/90383349.pdf?
T=P&P=AN&K=2012307431&S=R&D=rzh&EbscoContent=dGJyMNLe80Sep644v%2BbwOLCmr0yepq9Srqq4SrGWxWXS&ContentCustomer=dGJyMPGoslCxqK5MuePfgeyx44Dt6fIA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27175/4/Chapter%20II.pdfhttp://id.scribd.com/doc/97647811/omsk-fix