Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

24
semangat | Artikel Pencemaran Air Laut Copyright ka2riena [email protected] http://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/ Artikel Pencemaran Air Laut KARYA ILMIAH UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE BERDASARKAN PENDEKATAN MASYARAKAT Disusun Oleh Meika Rizka page 1 / 24

Transcript of Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

Page 1: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Artikel Pencemaran Air Laut

KARYA ILMIAH

UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE

BERDASARKAN PENDEKATAN MASYARAKAT

Disusun Oleh

Meika Rizka

page 1 / 24

Page 2: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

JURUSAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BENGKULU

2010

UPAYA PELESTARIAN HUTAN MANGROVE BERDASARKAN

PENDEKATAN MASYARAKAT

1. I. PENDAHULUAN

Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayahkepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000km. Wilayah pantai dan pesisir memiliki arti yang strategis karena merupakanwilayah interaksi/peralihan (interface) antara ekosistem darat dan laut yangmemiliki sifat dan ciri yang unik, dan mengandung produksi biologi cukup besarserta jasa lingkungan lainnya. Kekayaan sumber daya yang dimiliki wilayahtersebut menimbulkan daya tarik bagi berbagai pihak untuk memanfaatkan secaralangsung atau untuk meregulasi pemanfaatannya karena secara sektoralmemberikan sumbangan yang besar dalam kegiatan ekonomi misalnyapertambangan, perikanan, kehutanan, industri, pariwisata dan lain-lain.

page 2 / 24

Page 3: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Wilayah  pesisir merupakan ekosistem transisi yang dipengaruhi daratan danlautan, yang  mencakup beberapa ekosistem, salah satunya adalah ekosistemhutan mangrove. Hutan mangrove merupakan ekosistem utama pendukungkehidupan penting di wilayah pesisir dan kelautan. Selain mempunyai fungsiekologis sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan danasuhan (nursery ground) berbagai macam biota, penahan abrasi pantai, amukanangin taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah interusi air laut, hutanmangrove juga  mempunyai fungsi ekonomis yang tinggi seperti sebagai penyediakayu, obat-obatan, alat dan teknik penangkapan ikan.

Hutan mangrove sebagai salah satu ekosistem wilayah pesisir dan lautan yangsangat potensial bagi kesejahteraan masyarakat baik dari segi ekonomi, sosial danlingkungan hidup, namun sudah semakin kritis ketersediaannya. Di beberapadaerah wilayah pesisir di Indonesia sudah terlihat adanya degradasi dari hutanmangrove akibat penebangan hutan mangrove yang melampaui bataskelestariannya. Hutan mangrove telah dirubah menjadi berbagai kegiatanpembangunan seperti perluasan areal pertanian, pengembangan budidayapertambakan, pembangunan dermaga dan lain sebagainya. Hal seperti ini terutamaterdapat di Aceh, Sumatera, Riau, pantai utara Jawa, Sulawesi Selatan, Bali, danKalimantan Timur. Kegiatan pembangunan tidak perlu merusak ekosistem pantaidan hutan  mangrovenya, asalkan mengikuti penataan yang rasional, yaitu denganmemperhatikan segi-segi fungsi ekosistem pesisir dan lautan dengan menatasempadan pantai dan jalur hijau dan mengkonservasi jalur hijau hutan mangroveuntuk perlindungan pantai, pelestarian siklus hidup biota perairan pantai (ikan danudang, kerang, penyu), terumbu karang, rumput laut, serta mencegah intrusi airlaut. Salah satunya model pendekatan pengelolaan sumberdaya alam termasukdidalamnya adalah sumberdaya hutan mangrove adalah pendekatan pengelolaanyang berbasis masyarakat.  Selama ini, kebijakan pengelolaan sumberdaya alamdikontrol kuat oleh negara yang pengelolaannya selalu didelegasikan kepadapengusaha besar, jarang kepada rakyat kecil. Pemerintah sepertinya kurangpercayabahwa rakyat mampu mengelola sumberdaya alam yang ada di lingkungannya(Sallatang dalam Golar, 2002).    Berdasarkan hal di atas, maka makalah inimencoba menguraikan bagaimana pemulihan mangrove berdasarkan pendekatankepada masyarakat yang berada di kawasan ekosistem mengrove.

II.  TINJAUAN MENGENAI EKOSISTEM MANGROVE

1. Definisi Mangrove

page 3 / 24

Page 4: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu tumbuhan(Odum. 1983). Di Suriname, kata mangro pada mulanya merupakan kata yangumum dipakai untuk jenis Rhizophora mangle (Karsten 1890 dalam Chapman1976). Di Portugal, kata mangue digunakan untuk menunjukkan suatu individupohon dan kata mangal untuk komunitas pohon tersebut. Di Perancis, padananyang digunakan untuk mangrove adalah kata menglier. MacNae (1968)menggunakan kata mangrove untuk individu tumbuhan dan mangal untukkomunitasnya. Di lain pihak, Tomlinson (1986) dalam Wightman (1989)menggunakan kata mangrove baik untuk tumbuhan maupun komunitasnya, dan Davis (1940) dalam Walsh (1974) menyebutkan bahwa kata mangrove merupakanistilah umum untuk pohon yang hidup di daerah yang berlumpur, basah dan terletak di perairan pasang surut daerah tropis. Meskipun terdapat perbedaandalam penggunaan kata, Mepham dan Mepham (1985)dalam Wightman (1989)menyatakan bahwa pada umumnya tidak perlu dikacaukan dalam penggunaankontekstual dari kata-kata tersebut.

Beberapa ahli mengemukakan definisi hutan mangrove, seperti Soerianegara danIndrawan (1982) menyatakan bahwa hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh didaerah pantai, biasanya terdapat di daerah teluk dan di muara sungai yangdicirikan oleh: (1) tidak terpengaruh iklim; (2) dipengaruhi pasang surut; (3) tanahtergenang air laut; (4) tanah rendah pantai; (5) hutan tidak mempunyai strukturtajuk; (6) jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri atas api-api (Avicenia Sp), pedada (Sonneratia), bakau (Rhizophora Sp), lacang (Bruguiera Sp), nyirih (Xylocarpus Sp),nipah (Nypa Sp) dan lain-lain.

Kusmana (2002),  mengemukakan bahwa mangrove adalah suatu komunitastumbuhan atau suatu individu jenis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebutdi daerah pasang  surut. Hutan mangrove adalah tipe hutan yang secara alamidipengaruhi oleh pasang surut air laut, tergenang pada saat pasang naik dan bebasdari genangan pada saat pasang rendah. Ekosistem mangrove adalah suatu sistemyang terdiri atas lingkungan biotik dan abiotik yang saling berinteraksi di dalamsuatu habitat mangrove.Menurut Steenis (1978), yang dimaksud dengan“mangrove” adalah  vegetasi hutan yang tumbuh di antara garis pasang surut.

Nybakken (1988), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yangdigunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasioleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyaikemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin.  Hutan mangrove disebut juga “Coastal Woodland” (hutan pantai) atau “Tidal Forest” (hutan surut)/hutan bakau,yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah

page 4 / 24

Page 5: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

tropika (Saenger,1983)

2. Fungsi dan Manfaat Hutan mangrove

Saenger (1983); Salim (1986); dan Naamin (1990) menyatakan bahwa fungsiekosistem mangrove mencakup: fungsi fisik; menjaga garis pantai agar tetap stabil,melindungi pantai dari erosi laut (abrasi) dan intrusi air laut;  dan mengolah bahanlimbah.  Fungsi biologis ; tempat pembenihan ikan, udang, tempat pemijahanbeberapa biota air; tempat bersarangnya burung; habitat alami  bagi berbagai jenisbiota. Fungsi ekonomi sebagai sumber bahan bakar (arang  kayu bakar),pertambakan, tempat pembuatan garam, dan bahan bangunan.  Ekosistemmangrove, baik secara sendiri maupun secara bersama dengan ekosistem padanglamun dan terumbu karang berperan penting dalam stabilisasi suatu ekosistempesisir, baik secara fisik maupun secara biologis, disamping itu,  ekosistemmangrove merupakan sumber plasma nutfah yang cukup tinggi (misal,  mangrovedi Indonesia terdiri atas 157 jenis tumbuhan tingkat tinggi dan rendah,  118 jenisfauna laut dan berbagai jenis fauna darat (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrovejuga merupakan perlindungan pantai secara alami  untuk mengurangi resikoterhadap bahaya tsunami. Hasil penelitian yang dilakukan  di Teluk Grajagan,Banyuwangi, Jawa Timur, menunjukkan bahwa dengan adanya ekosistem mangrovetelah terjadi reduksi tinggi gelombang sebesar 0,7340, dan perubahan energigelombang sebesar (E) = 19635.26 joule (Pratikto dkk., 2002).         Karena karakterpohon mangrove yang khas, ekosistem mangrove berfungsi sebagai peredamgelombang dan badai, pelindung abrasi, penahan lumpur, dan  perangkapsedimen.  Disamping itu, ekosistem mangrove juga merupakan  penghasil detritusdan merupakan daerah asuhan (nursery ground), daerah untuk mencari makan (feeding ground), serta daerah pemijahan (spawning ground) bagi berbagai jenisikan, udang, dan biota laut lainnya.  Juga sebagai pemasok larva ikan, udang, dansebagai tempat pariwisata. Menurut Hardjosento (1981) dalam Saenger (1983),hasil dari hutan mangrove dapat berupa kayu, bahan bangunan, chip, kayu bakar,arang kulit kayu yang menghasilkan    tanin (zat penyamak) dan lain-lain. Selanjutnya Saenger, (1983) juga merinci hasil-hasil produk dari ekosistem hutanmangrove berupa :

a. Bahan bakar;  kayu bakar, arang dan alkohol.

b. Bahan bangunan; balok perancah, bangunan, jembatan, balok rel kereta api,

page 5 / 24

Page 6: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

pembuatan kapal, tonggak dan atap rumah. Tikar bahkan pagar pun menggunakanjenis yang berasal dari hutan mangrove.

c. Makanan; obat-obatan dan minuman, gula alkohol, asam cuka, obat- obatan.

d. Perikanan; tiang-tiang untuk perangkap ikan, pelampung jaring, pengeringanikan, bahan penyamak jaring dan lantai.

e.  Pertanian, makanan ternak, pupuk dsb.

f.  Produksi kertas; berbagai macam kertas

Hutan mangrove merupakan sumber daya alam daerah tropis yang  mempunyaimanfaat ganda baik dari aspek sosial ekonomi maupun ekologi. Besarnya perananekosistem hutan mangrove bagi kehidupan dapat diketahui dari banyaknya jenishewan baik yang hidup di perairan, di atas lahan maupun di tajuk- tajuk pohonmangrove atau manusia yang bergantung pada hutan mangrove tersebut (Naamin,1991).  Manfaat ekonomis diantaranya terdiri atas hasil berupa  kayu (kayu bakar,arang, kayu konstruksi) dan hasil bukan kayu (hasil hutan ikutan dan pariwisata). Manfaat ekologis, yang terdiri atas berbagai fungsi lindungan baik bagi lingkunganekosistem daratan dan lautan maupun habitat berbagai jenis fauna, diantaranya :

• Sebagai proteksi dari abrasi/erosi, gelombang atau angin kencang

• Pengendali intrusi air laut

• Habitat berbagai jenis fauna

page 6 / 24

Page 7: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

• Sebagai tempat mencari makan, memijah dan berkembang biak berbagai

jenis ikan dan udang

• Pembangun lahan melalui proses sedimentasi

• Pengontrol penyakit malaria

• Memelihara kualitas air (meredukasi polutan, pencemar air)

• Penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif tinggi disbanding tipe hutan lain.

Lebih lanjut Dinas Perikanan Provinsi Jawa Timur (1994), menyatakan  bahwaekosistem hutan mangrove mempunyai peranan dan fungsi penting yang dapatmendukung kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung,  adalah sebagai berikut

1. Fungsi ekologis ekosistem hutan mangrove menjamin terpeliharanya:

a.  Lingkungan fisik, yaitu perlindungan pantai terhadap pengikisan oleh ombak danangin, pengendapan sedimen, pencegahan dan pengendalian  intrusi air laut kewilayah daratan serta pengendalian dampak pencemaran air laut.

b.  Lingkungan biota, yaitu sebagai tempat berkembang biak dan berlindung  biotaperairan seperti ikan, udang, moluska dan berbagai jenis reptil serta jenis-jenisburung serta mamalia. c. Lingkungan hidup daerah di sekitar lokasi (khususnyaiklim makro).

page 7 / 24

Page 8: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

2. Fungsi Sosial  dan ekonomis, yaitu sebagai:

a. Sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan dan

hasil hutan ikutannya.

b. Tempat rekreasi atau wisata alam.

c. Obyek pendidikan, latihan dan pengembangan ilmu pengetahuan.

Secara garis besar ekosistem hutan mangrove mempunyai dua fungsi utama, yaitu fungsi ekologis dan fungsi sosial ekonomi Dahuri (2004).

Fungsi ekologis ekosistem hutan adalah sebagai berikut :

1. Dalam ekosistem hutan  mangrove terjadi mekanisme hubungan antaraekosistem mangrove dengan jenis-jenis ekosistem lainnya seperti padanglamun dan terumbu karang.

2. Dengan sistem perakaran yang  kokoh ekosistem hutan mangrove mempunyai kemampuan meredam gelombang, menahan lumpur dan melindungi pantaidari abrasi, gelombang pasang dan taufan.

3. Sebagai pengendalian banjir, hutan  mangrove yang banyak tumbuh di daerahestuaria juga dapat berfungsi untuk mengurangi bencana banjir.

4. Hutan mangrove dapat berfungsi sebagai penyerap bahan pencemar (environmental service), khususnya bahan-bahan organic.

5. Sebagai penghasil bahan organik yang merupakan mata rantai utama dalamjaring-jaring makanan di ekosistem pesisir, serasah mangrove yang gugur dan jatuh ke dalam air akan menjadi substrat yang baik bagi bakteri dan sekaligusberfungsi membantu proses pembentukan daun-daun tersebut menjadidetritus.  Selanjutnya detritus menjadi bahan makanan bagi hewan pemakanseperti :  cacing, udang-udang kecil dan akhirnya hewan-hewan ini akanmenjadi makanan larva ikan, udang, kepiting dan hewan lainnya.

6. Merupakan daerah asuhan (nursery ground) hewan-hewan muda (juvenile

page 8 / 24

Page 9: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

stage) yang akan bertumbuh kembang menjadi hewan-hewan dewasa danjuga merupakan daerah pemijahan (spawning ground) beberapa perairanseperti udang, ikan dan kerang-kerangan.

3.  Kondisi Mangrove di Indonesia

Luas ekosistem mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di AsiaTenggara, atau sekitar 27% dari luas mangrove di dunia. Kekhasan ekosistemmangrove Indonesia adalah memiliki keragaman jenis yang tertinggi di dunia.Sebaran mangrove di Indonesia terutama di wilayah pesisir Sumatera,  Kalimantandan Papua. Luas penyebaran mangrove terus mengalami penurunan dari 4,25 jutahektar pada tahun 1982 menjadi sekitar 3,24 juta hektar pada tahun 1987, dantersisa seluas 2,50 juta hektar pada tahun 1993. Kecenderungan penurunantersebut mengindikasikan bahwa terjadi degradasi hutan mangrove  yang cukupnyata, yaitu sekitar 200 ribu hektar/tahun. Hal tersebut disebabkan  oleh kegiatankonversi menjadi lahan tambak, penebangan liar dan sebagainya  (Dahuri, 2002).Indonesia memiliki vegetasi hutan mangrove yang keragaman jenis yang  tinggi. Jumlah jenis yang tercatat mencapai 202 jenis yang terdiri dari 89 jenis pohon, 5jenis palem, 19 jenis liana, 44 jenis epifit, dan 1 jenis sikas.  Terdapat sekitar 47jenis vegetasi yang spesifik hutan mangrove.  Dalam hutan mangrove,  paling tidakterdapat salah satu jenis tumbuhan mangrove sejati, yang termasuk  ke dalamempat famili: Rhizoporaceae (Rhizophora, Bruguiera, dan Ceriops),Sonneratiaceae      (Sonneratia),            Avicenniaceae (Avicennia),      dan      Meliaceae  (Xylocarpus).  Pohon mangrove sanggup beradaptasi terhadap kadaroksigen yang rendah, terhadap salinitas yang tinggi, serta terhadap tanah yangkurang stabil dan pasang surut (Kusmana, 2002). Ekosistem mangrove terdiri darihutan atau vegetasi mangrove  yang  merupakan komunitas pantai tropis.  Secaraumum, karakteristik habitat hutan  mangrove tumbuh pada daerah intertidal yangjenis tanahnya berlumpur,  berlempung, dan/atau berpasir.  Daerah habitatmangrove tergenang air laut secara berkala, setiap hari, atau pada saat pasangpurnama.  Frekuensi genangan menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove. Hutan mangrove menerima  pasokan air tawar yang cukup dari darat sertaterlindung dari gelombang besar  dan arus pasang surut yang kuat.  Habitat hutanmangrove memiliki air bersalinitas  payau (2-22 bagian per mil) hingga asin(mencapai 38 bagian permil).  Hutan  mangrove banyak ditemukan di pantai-pantaiteluk yang dangkal, estuaria, dan  daerah pantai yang terlindung.

III. PENYEBAB RUSAKNYA EKOSISTEM MANGROVE

page 9 / 24

Page 10: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Seperti kita ketahui, hutan mangrove merupakan tipe ekosistem peralihan  daratdan laut yang mempunyai multi fungsi, yaitu selain sebagai sumberdaya  potensialbagi kesejahteraan masyarakat dari segi ekonomi, sosial juga  merupakanpelindung pantai dari hempasan ombak. Oleh karena itu dalam usaha pengembangan ekonomi kawasan mangrove seperti pembangkit tenaga listrik, lokasi rekreasi, pemukiman dan sarana perhubungan serta pengembanganpertanian pangan, perkebunan,     perikanan dan   kehutanan harusmempertimbangkan daya dukung lingkungan dan kelestarian sumber daya  wilayahpesisir. Pertumbuhan penduduk yang pesat menyebabkan tuntutan untukmendayagunakan sumberdaya mangrove terus meningkat.  Secara garis besar  adadua faktor penyebab kerusakan hutan mangrove, yaitu :

1. Faktor manusia

yang merupakan faktor dominan penyebab kerusakan hutan mangrove dalam halpemanfaatan lahan yang berlebihan.

1. Faktor alam, seperti : banjir, kekeringan dan hama penyakit, yang merupakanfaktor penyebab yang relatif kecil (Tirtakusumah, 1994).

Faktor-faktor yang mendorong aktivitas manusia untuk memanfaatkan hutanmangrove dalam rangka mencukupi kebutuhannya sehingga berakibat rusaknyahutan (Perum Perhutani 1994), antara lain : a. Keinginan untuk membuatpertambakan dengan lahan yang terbuka dengan  harapan ekonomis danmenguntungkan, karena mudah dan murah. b. Kebutuhan kayu bakar yang sangatmendesak untuk rumah tangga, karena  tidak ada pohon lain di sekitarnya yangbisa ditebang.   c. Rendahnya pengetahuan masyarakat akan berbagai fungsi hutanmangrove. d. Adanya kesenjangan sosial antara petani tambak tradisional denganpengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan yang sudahtidak rasional. Tekanan pada ekosistem mangrove yang berasal dari dalam,disebabkan  karena pertumbuhan penduduk dan yang dari luar sistem karenareklamasi lahan dan eksploitasi mangrove yang makin meningkat telahmenyebabkan perusakan menyeluruh atau sampai tingkat-tingkat kerusakan yangberbeda-beda.  Dibeberapa tempat ekosistem mangrove telah diubah sama sekalimenjadi ekosistem lain. Terdapat ancaman yang semakin besar terhadap daerahmangrove yang belum diganggu dan terjadi degradasi lebih lanjut dari daerah  yangmengalami tekanan baik oleh sebab alami maupun oleh perbuatan manusia (UNDP/UNESCO 1984).

page 10 / 24

Page 11: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Menurut Soesanto dan Sudomo (1994) Kerusakan ekosistem mangrove  dapatdisebabkan oleh berbagai hal, antara lain :

1. Kurang dipahaminya kegunaan ekosistem mangrove.

2. Tekanan ekonomi masyarakat miskin yang bertempat tinggal dekat

atau sebagai bagian dari ekosistem mangrove.

3. Karena pertimbangan ekonomi lebih dominan daripada pertimbangan

lingkungan hidup.

Menurut Sugandhy (1994) beberapa permasalahan yang terdapat di kawasan hutanmangrove yang berkaitan dengan upaya kelestarian fungsinya adalah :

1. Pemanfaatan Ganda Yang Tidak Terkendali Pemanfaatan ganda antar berbagaisektor dan Penggunaan sumberdaya yang berlebihan telah menyebabkan terjadipengikisan pantai oleh air laut. Sesuai dengan fungsi hutan mangrove sebagaipenahan ombak. Di beberapa daerah kawasan pantai hutan mangrove sudahbanyak yang hilang sehingga lahan pantai terkikis oleh ombak. Di wilayah TelukJakarta pemanfaatan yang ada sekarang saling berkompetisi, seperti perluasanareal pelabuhan, industri, transportasi laut, permukiman dan kehutanan.  Demikianjuga di Bali, khususnya di kawasan hutan mangrove Suwung,  pembangunanlandasan udara Ngurah Rai Bali menyebabkan pantai Kuta  terabrasi. Pemanfaatandemikian yang kurang menguntungkan ditinjau dari  aspek keseimbanganlingkungan, karena dapat menyebabkan kerusakan  dan pencemaran lingkunganwilayah pesisir.  Disamping itu, pengelolaan hutan mangrove belum berkembang,baik dalam hal silvikultur, sumberdaya manusia, kelembagaan, perencanaan,pelaksanaan maupun pengawasannya. Akibatnya banyak terjadi perusakan hutanmangrove  seperti penebangan yang tidak terkendali, sehingga pemanfaatannya melampaui kemampuan sumberdaya alam untuk meregenerasi.

page 11 / 24

Page 12: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

2. Permasalahan Tanah Timbul Akibat Sedimentasi Yang Berkelanjutan

Di daerah muara sungai banyak dijumpai tanah timbul karena endapan lumpuryang terus-menerus terbawa dari daerah hulu sungai.  Permasalahan utama yangmuncul adalah tentang status tanah timbul tersebut. Karena lokasinya umumnyaberdekatan dengan lahan  kehutanan, maka sering terjadi status penguasaannyalangsung menjadi kawasan hutan, walaupun oleh masyarakat setempatdimanfaatkan untuk  kepentingan mereka, tanpa mengindahkan status tanahnya.Hal ini sering menimbulkan konflik penguasaan. Contoh : kasus kawasan di SegaraAnakan, dan kawasan Pantura Jawa,  kawasan Sulawesi Selatan dan lain-lain.

3. Konversi Hutan Mangrove,

Hampir semua bentuk pemanfaatan lahan di wilayah pesisir berasal dari konversihutan mangrove. Hutan mangrove sepanjang pantai utara Jawa, Bali Selatan danSulawesi Selatan bagian barat telah dikonversi menjadi kawasan permukiman,tambak, kawasan industri, pelabuhan, lading garam dan lain-lain. Kebanyakankonversi hutan mangrove menjadi bentuk pemanfaatan lain belum banyak ditataberdasarkan kemampuan dan peruntukan pembangunan, sehinggamenimbulkan            kondisi yang    kurang menguntungkan dilihat dari manfaatregional dan nasional. Oleh karena itu pemanfaatan hutan mangrove yang tersisaatau upaya rehabilitasinya  harus sesuai dengan potensi dan rencana pemanfaatanyang lainnya  dengan mempertimbangkan kelestarian ekosistem, manfaat ekonomidan penguasaan teknologi.

4. Permasalahan Sosial Ekonomi

Meningkatkannya pertumbuhan penduduk dan laju pembangunan di  wilayahpesisir, khususnya Jawa, Bali, Sulawesi dan Lampung menyebabkan     timbulnya          ketidak seimbangan      antara permintaan kebutuhan hidup,kesempatan dengan persediaan sumber daya alam  pesisir yang ada . Upayapengembangan pertanian intensif           (coastal agriculture), dan kegiatan sertakesempatan yang berorientasi kelautan  masih terbatas dikembangkan. Di pantaiutara Jawa, hampir semua hutan mangrove telah habis dirombak menjadi kawasanpemukiman, perhotelan, tambak dan sawah yang berorientasi kepada ekosistemdaratan. Pemanfaatan sumber daya alam wilayah pesisir mestinya tidak hanya

page 12 / 24

Page 13: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

terbatas pada hutan mangrove atau  tambak saja tapi juga eksploitasi terumbukarang yang telah melampaui batas, sehingga sulit dapat pulih kembali. Hal initerjadi di Bali Selatan, pantai utara Jawa Tengah.

5. Permasalahan Kelembagaan dan Pengaturan Hukum Kawasan Pesisir dan Lautan

Sering terjadi tumpang tindih, konflik dan ketidakjelasan kewenangan antarainstansi sektoral pusat dan daerah. Hal tersebut menyebabkan simpang siurtanggung jawab dan prosedur perizinan untuk kegiatan  pembangunan pesisir danlautan. Contahnya seperti pembukaan lahan di kawasan pesisir, usaha penggalianpasir laut, reklamasi, penangkapan  ikan dan pengambilan terumbu karang danlain-lain. Akibat tersebut menyebabkan terus meningkatnya perusakan ekosistemkawasan pesisir  dan lautan khususnya kawasan hutan mangrove.

6. Permasalahan Informasi Kawasan Pesisir Keberadaan data dan informasi sertailmu pengetahuan teknologi yang  berkaitan dengan tipologi ekosisitem pesisirKeanekaragaman hayati,  lingkungan sosial budaya, peluang ekonomi dan peranserta keluarga, sumber daya hutan mangrove masih terbatas sehingga belum dapat mendukung penataan ruang kawasan pesisir, pembinaan dalam pemanfaatansecara lestari, perlindungan kawasan serta rehabilitasinya.

IV.  UPAYA PELESTARIAN EKOSISTEM MANGROVE

Ekosistem mangrove yang rusak dapat dipulihkan dengan cara restorasi/rehabilitasi.  Restorasi dipahami sebagai usaha mengembalikan kondisi lingkungan kepada kondisi semula secara alami. Campur tangan manusiadiusahakan sekecil mungkin terutama dalam memaksakan keinginan untukmenumbuhkan jenis mangrove tertentu menurut yang dipahami/diingini manusia.Dengan demikian, usaha restorasi semestinya mengandung makna memberi jalan/peluang kepada alam untuk mengatur/memulihkan dirinya sendiri. Kitamanusia pelaku mencoba membuka jalan dan peluang serta mempercepat prosespemulihan terutama karena dalam beberapa kondisi, kegiatan restorasi secara fisikakan lebih murah dibanding kita memaksakan usaha penanaman mangrove  secaralangsung. Restorasi perlu dipertimbangkan ketika suatu sistem telah berubahdalam  tingkat tertentu sehingga tidak dapat lagi memperbaiki ataumemperbaharui diri  secara alami. Dalam kondisi seperti ini, ekositem homeastatis

page 13 / 24

Page 14: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

telah berhenti secara permanen dan proses normal untuk suksesi tahap kedua atauperbaikan secara alami setelah kerusakan terhambat oleh berbagai sebab. Secaraumum, semua habitat bakau dapat memperbaiki kondisinya secara  alami dalamwaktu 15 - 20 tahun jika: (1) kondisi normal hidrologi tidak terganggu, dan (2)ketersediaan biji dan bibit serta jaraknya tidak terganggu atau terhalangi.  Jikakondisi hidrologi adalah normal atau mendekati normal tetapi biji bakau tidak dapatmendekati daerah restorasi, maka dapat direstorasi dengan cara  penanaman. Olehkarena itu habitat bakau dapat diperbaiki tanpa penanaman,  maka rencanarestorasi harus terlebih dahulu melihat potensi aliran air laut yang  terhalangi atautekanan-tekanan lain yang mungkin menghambat perkembangan  bakau (Kusmana,2005). Dahuri dkk (1996) menyatakan, terdapat tiga parameter lingkungan yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove, yaitu: (1) suplai airtawar dan salinitas, dimana ketersediaan air tawar dan konsentrasi kadar garam(salinitas) mengendalikan   efisiensi metabolik dari ekosistem hutan mangrove. Ketersediaan air tawar tergantung pada (a) frekuensi dan volume air dari systemsungai dan irigasi dari darat, (b) frekuensi dan volume air pertukaran pasang  surut,dan (c) tingkat evaporasi ke atmosfer. (2) Pasokan nutrien: pasokan nutrient bagiekosistem mangrove ditentukan oleh berbagai proses yang saling terkait,  meliputiinput dari ion-ion mineral an-organik dan bahan organik serta  pendaurulangannutrien. Secara internal melalui jaringan-jaringan makanan berbasis detritus (detrital food web).

V. SILVOFISHERY SEBAGAI SALAH SATU BENTUK PELESTARIAN MANGROVEBERBASIS MASYARAKAT

Pendekatan teknis yang dilakukan dalam kegiatan Perhutanan Sosial adalah dengansistem silvofishery (Perum Perhutani,1993). Sistem ini merupakan  salah satualternatif pemecahan masalah yang cukup efektif dan ekonomis.  Aspekkeuntungan yang diperoleh dengan model          silvofishery ini antara lain dapatmeningkatkan lapangan kerja (aspek sosial), dapat mengatasi masalah pangan  danenergi (aspek ekonomi) serta kestabilan iklim mikro dan konservasi tanah (aspekekologi).Pola ini dipandang sebagai pola pendekatan teknis yang dianggap cukupbaik, karena selain petani dapat memanfaatkan lahan untuk kegiatan pemeliharaanikan, pihak Perum Perhutani secara tidak langsung menjalin  hubungan kerja samayang saling menguntungkan. Pola     silvofishery yang digunakan adalah polakomplangan (Gambar 1) dan empang parit (Gambar 2) (Perum Perhutani, 1994;Sumarhani, 1994; Amir, dkk, 1994).  Perhutanan Sosial yang dilakukan oleh PerumPerhutani merupakan program pembangunan,  pemeliharaan dan pengamananhutan dengan cara mengikutsertakan masyarakat dalam pengelolaan hutan.Program ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi- fungsi hutan secara optimal,meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan  sekaligus perbaikan lingkungan dankelestariannya yang pelaksanaannya terbatas dikawasan hutan. Berdasarkan

page 14 / 24

Page 15: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

pengertian tersebut diharapkan Perhutanan Sosial dapat  memecahkanpermasalahan yang berkaitan dengan tekanan sosial budaya penduduk di sekitarhutan yang berakibat turunnya produktivitas lahan dan fungsihutan maupunkualitas lingkungan biofisik di sekitarnya.

Surat Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 60.2/Kpts/DIR/1988 merupakanPedoman Pelaksanaan  Perhutanan Sosial. Penggarap empang dianggap sebagaimitra sejajar dalam pembangunan hutan atas dasar saling menguntungkan.Perhutanan Sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan pola agroforestry. Agroforestry merupakan suatu alternatif yang cukup efektif dalam upaya untuk menyatukan kepentingan antara kehutanan dengan masyarakat sekitar hutan, khususnya Kelompok Tani Hutan sehingga terjalin hubungan mitra pembangunan yang harmonis yang saling menguntungkan.  Dalam system agroforestry, penggunaan lahan pada dasarnya dititikberatkan pada salah satu usaha tanaman pangan, peternakan atau kehutanan (Setiawan 1991). Jika tanaman kehutanan dikombinasikan dengan pertambakan ikan atau udang disebut silvofishery. Tujuan kegiatan Perhutanan Sosial di hutan mangrove ini sama halnya dengan di kawasan hutan produksi, yaitu : untuk meningkatkan kesejahteraanmasyarakat sekitar hutan dan memelihara ekosistem hutan mangrove. Hal inidilakukan dengan dua macam pendekatan, yaitu pendekatan teknis dan non teknis.

Gambar 1.  Pola Komplangan

1. Pendekatan Teknis

Keterangan :

a.    pintu air 2 buah (pintu masuk dan keluar)

b.    tanggul pemisah

c.     areal bertegakan hutan dengan pasang surut bebas

page 15 / 24

Page 16: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

d.  empang pemeliharaan ikan

Keuntungan

-  cahaya matahari yang menyinarinya cukup baik

-  dapat diterapkan budidaya semi intensif

-  perkembangan hutan dan ikan tidak saling menghambat

Hambatan :

-   membutuhkan biaya investasi untuk pembuatan empang

Gambar  2 Pola empang parit

Keterangan :

a.  pintu air untuk pemeliharaan ikan

b.  saluran air pasang surut bebas untuk hutan

c.  empang tempat pemeliharaan ikan lebar maksimum 5 meter

page 16 / 24

Page 17: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

d.  areal tegakan hutan dengan pasang surut bebas

e.  tanggul

Keuntungan :

-     cahaya matahari yang menyinari cukup baik

-     biaya penyempurnaan empang parit dapat dilaksanakan secara bertahap setiappemeliharaan

Hambatan :

-  pemeliharaan ikan kurang terintegrasi

-  lebar parit terbatas sehingga cahaya matahari yang menyinari tidak cukup

banyak

2. Pendekatan Non Teknis

Dalam melaksanakan pendekatan non teknis ini perlu dibentuk suatu organisasipenggarap kawasan hutan ialah “Kelompok Tani Hutan” (KTH), dimana  para petanipenggarap membangun hutan mangrove bersama-sama dengan kelompoknya danmembentuk program kerja yang akan di laksanakannya. Untuk  kelancaranpelaksanaan tugas, perlu adanya pembentukan organisasi dan  tanggung jawab

page 17 / 24

Page 18: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

masing-masing seksi dari kelompok tani hutan. KTH ini perlu pula dilengkapidengan koperasi sebagai wadah penyediaan sarana produksi pertanian atau saranapengolahan hasil. Untuk mempermudah pembinaan petani empang parit, parapetani dikelompokkan dalam wadah Kelompok Tani Hutan (KTH) dan diberikan penyuluhan secara intensif. Tugas dari Kelompok Tani Hutan (KTH) antara lain :

1. Melaksanakan tanaman hutan disetiap lokasi garapan masing-masing.2. Ikut menerbitkan pemukiman/perambah dalam kawasan hutan mangrove3. Gotong royong memperbaiki saluran air yang dangkal untuk memperlancar

pasang surut air laut dan aliran sungai4. Secara rutin mengadakan pertemuan untuk membahas permasalahan yang

dihadapi, diantaranya cara budidaya ikan, udang, kepiting dikawasan hutanmangrove.

5. Disamping itu melakukan usaha koperasi simpan pinjam, pelayanan

saprodi, pemasaran hasil ikan dan pengembangan pengolahan ikan.

Produksi ikan dari silvofishery seluruhnya menjadi hak penggarap

anggota KTH.

VI. PENDEKATAN BUTTOM UP DALAM RANGKA PELESTARIAN HUTANMANGROVE

Usaha pemulihan ekosistem mangrove di beberapa daerah, baik di pulau Jawa,Sumatera, Sulawesi, maupun Irian Jaya telah sering kita lihat. Upaya ini  biasanyaberupa proyek yang berasal dari Departemen Kehutanan ataupun dari  Pemerintahdaerah setempat. Namun hasil yang diperoleh relatif tidak sesuai dengan biaya dantenaga yang dikeluarkan oleh pemerintah. Padahal dalam pelaksanaannya tersediabiaya yang cukup besar, tersedia tenaga ahli, tersedia  bibit yang cukup,pengawasan cukup memadai, dan berbagai fasilitas penunjang yang lainnya.Mengapa hasilnya kurang memuaskan? Salah satu penyebabnya adalah kurangnyaperan        serta masyarakat dalam ikut terlibat upaya pengembangan wilayah,khususnya rehabilitasi hutan mangrove; dan masyarakat masih cenderung dijadikanobyek, bukan subyek dalam upaya pembangunan (Subing, 1995).

page 18 / 24

Page 19: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Dalam pelaksanaan pemulihan ekosistem mangrove yang telah terjadi dalambeberapa tahun belakangan ini dilakukan atas perintah dari atas. Seperti suatukebiasaan dalam suatu proyek apapun yang namanya  rencana itu  senantiasadatangnya dari atas; sedangkan bawahan (masyarakat) sebagai ujung  tombakpelaksana proyek hanya sekedar melaksanakan perintah atau dengan  istilahpopuler dengan pendekatan top-down (Gambar 3). Pelaksanaan proyek semacamini tentu saja kurang memberdayakan potensi masyarakat, padahal idealnyamasyarakat tersebutlah yang harus berperan aktif dalam upaya pemulihanekosistem mangrove tersebut, sedangkan pemerintah hanyalah sebagai penyediadana, pengontrol, dan fasilitator berbagai kegiatan yang terkait. Akibatnya setelahselesai proyek tersebut, yaitu saat dana telah habis tentu saja  pelaksana proyektersebut juga merasa sudah habis pula tanggung jawabnya.

Di  sisi lain masyarakat tidak merasa ikut memiliki (sense of belonging tidaktumbuh) hutan mangrove tersebut. Begitu pula, seandainya hutan mangrovetersebut telah menjadi besar, maka masyarakat merasa sudah tidak ada lagi yang mengawasinya, sehingga mereka dapat mengambil atau memotong hutan mangrove tersebut secara bebas. Masyarakat beranggapan bahwa hutan mangrove tersebut adalah milik pemerintah dan bukan milik mereka, sehingga jika masyarakat membutuhkan mereka tinggal mengambil tanpa merasa diawasi olehpemerintah atau pelaksana proyek. Begitulah pengertian yang ada pada benakmasyarakat pesisir yang dekat dengan hutan mangrove yang telah mereka rehabilitasi (Savitri dan Khazali, 1999). Seyogyanya upaya pemulihan ekosistemmangrove adalah atas biaya  pemerintah, sedangkan perencanaan, pelaksanaan,evaluasi keberhasilan dan pemanfaatannya secara berkelanjutan    semuanyadipercayakan kepada masyarakat.

Dalam pelaksanaannya kegiatan tersebut dapat juga melibatkan Lembaga SwadayaMasyarakat (LSM) bersama perangkat desa, pemimpin umat, dan lain-lain.Masyarakat pesisir secara keseluruhan perlu mendapat pengertian bahwa hutanmangrove yang akan mereka rehabilitasi akan menjadi milik masyarakat dan untukmasyarakat, khususnya yang berada di daerah pesisir.  Dengan demikian semuaproses rehabilitasi atau reboisasi hutan mangrove yang  dimulai dari prosespenanaman, perawatan, penyulaman tersebut dilakukan oleh  masyarakat. Melaluimekanisme ini, masyarakat tidak merasa dianggap sebagai “kuli”, melainkan ikutmemiliki hutan mangrove tersebut, karena mereka merasa  ikut merencanakanpenanaman dan lain-lain.

Masyarakat merasa mempunyai  andil dalam upaya rehabilitasi hutan mangrovetersebut, sehingga status mereka akan berubah, yaitu bukan sebagai kuli lagi

page 19 / 24

Page 20: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

melainkan ikut memilikinya. Dari sini akan tergambar andaikata ada sekelompokorang yang bukan  anggota masyarakat yang ikut menaman hutan mangrovetersebut ingin  memotong sebatang tumbuhan mangrove saja, maka mereka tentuakan ramai- ramai mencegah atau mengingatkan bahwa mereka menebang pohontanpa ijin. Ini merupakan salah satu contoh kasus kecil dalam perusakan hutanmangrove yang telah dihijaukan, kemudian dirusak oleh anggota masyarakatlainnya yang  bukan anggota kelompoknya. Pelaksanaan rehabilitasi hutanmangrove dengan penekanan pada pemberdayaan masyarakat setempat ini biasadikenal dengan  istilah pendekatan bottom- up (Gambar 4).

Pemerintah Pemerintah

Kabupaten

Masyarakat

Perangkat Desa

Gambar 4.   Pendekatan Buttom-up

Menurut Sudarmadji (2001) Hasil dari kegiatan dengan pendekatan bottom up ini

akan menjadikan masyarakat enggan untuk merusak hutan mangrove yang  telah

mereka tanam, sekalipun tidak ada yang mengawasinya; karena masyarakat  sadar

bahwa kayu yang mereka potong tersebut sebenarnya adalah milik mereka

page 20 / 24

Page 21: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

 bersama.  Tugas pemerintah hanyalah memberikan pengarahan secara umum

 dalam pemanfaatan hutan mangrove secara berkelanjutan, sebab tanpa arahan

yang jelas nantinya akan terjadi konflik kepentingan dalam pengelolaan dalam

 jangka panjang. Dari sini nampak bahwa pendekatan bottom up relatif lebih baik

jika dibandingkan dengan pendekatan top down dalam pelaksanan pemulihan

ekosistem, selain  itu “pemerintah atau pemilik  modal” tidak terlalu berat

melakukannya, karena masyarakat dapat berlaku aktif pada proses pelaksanaan

 pemulihan tersebut, dan pada  masyarakat pesisir akan timbul rasa ikut memiliki

terhadap hutan mangrove yang telah berhasil mereka hijaukan. Dengan demikian

 pelaksanaan suatu proyek dengan pendekatan bottom up atau menumbuhkan

 adanya partisipasi dari anggota masyarakat ini juga sekaligus merupakan proses

 pendidikan pada masyarakat secara tidak langsung (Savitri dan Khazali, 1999).

DAFTAR PUSTAKA

Bengen, D.G. 2001. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut.

Pusat Kajian Bengkulu Utara, Bengkulu. 2004. Jakarta.

page 21 / 24

Page 22: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah

Pesisir dan Laut Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta.

Dahuri, R.  2002.  Integrasi Kebijakan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil. Makalah disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengelolaan 

Ekosistem mangrove di Jakarta, 6-7 Agustus 2002

Golar, 2002. Presfektif Pengolahan Hutan Berbasis masyarakat: Antara Harapan

dan Kenyataa. Ekspose Hasil-Hasil Penelitian Kolaboratif. Dinas Kehutanan Propinsi

Sulawesi Tengah. Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Kusmana, C.  2005.  Rencana Rehabilitasi Hutan Mangrove dan Hutan Pantai  Pasca

Tsunami di NAD dan Nias.  Makalah dalam Lokakarya Hutan mangrove Pasca

sunami, Medan, April 2005

page 22 / 24

Page 23: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

Barlowe, R. 1978. Land Resource Economics. The Economics of Real Estate. 3rd ed.

Printice-Hall, Inc. NJ.

Departemen Kehutanan. 2001. Eksekutif. Data Strategis Kehutanan. Badan

Planologi

Kehutanan. Jakarta.

Dixon, J.A., K.W. Easter. 1986. Economic Analysis at the Watershed Level. In. K.W.

Easter, J.A. Dixon, and M.M. Hufschmidt. Watershed Resources  Management.

page 23 / 24

Page 24: Semangat-Artikel Pence Mar An Air Laut

semangat | Artikel Pencemaran Air LautCopyright ka2riena [email protected]://ka2riena.student.umm.ac.id/2010/08/25/artikel-pencemaran-air-laut/

An Integrated Framework with Studies from Asia and the Pasific. Studies in

Water Policy and Mngt, No. 10. Westview Press and Lond.

Fletcher, J.R., R.G. Gibb. 1992. Land Resource Survey Kandbook for Soil

Conservation Planning in Indonesia. Alih Bahasa.

Paimin, E. Savitri, S. Hartati. Pedoman Survai Sumberdaya Lahan Untuk

Perencanaan Konservasi Tanah di Indonesia. Cet. Ke-3. Project Report No 2. Sci.

Report No.11. MOF-DENGANRLR and DSIR. Hudson, N. 1971.  Soil Conservation. BT

Basford Ltd.

Shaxson, F. 1999. New Consept and Approach to Land Management in the Tropics

with Emphasis on Steeplands. FAO Soil Bul. 75. FAOUN. Rome.

page 24 / 24