PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

34
Kurangnya pasokan oksigen yang dibawa oleh darah ke otak dan organ vital lainnya merupakan penyebab kematian tercepat pada penderita gawat. Oleh sebab itu pencegahan kekurangan oksigen jaringan (hipoksia) yang meliputi pembebasan jalan napas yang terjaga bebas dan stabil, ventilasi yang adekuat, serta sirkulasi yang normal (tidak shock) menempati prioritas pertama dalam penanganan kegawatdaruratan. Sifat gangguan yang terjadi pada jalan napas bisa mendadak oleh karena sumbatan total, atau bisa juga perlahan oleh karena sumbatan parsial (dengan berbagai sebab). Sumbatan pada jalan napas dapat terjadi pada pasien tidak sadar atau pasien dengan kesadaran menurun atau korban kecelakaan yang mengalami trauma daerah wajah dan leher. Penanganan airway mendapat prioritas pertama karena jika tidak ditangani akan mengakibatkan kematian yang cepat, dan penanganan segera perlu dilakukan. Pembebasan jalan napas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa alat (manual) maupun dengan alat. Alat bantu pembebasan jalan napas yang digunakan ada berbagai macam disesuaikan dengan jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien yang pada intinya bertujuan mempertahankan jalan napas agar tetap bebas. Sumbatan Jalan Napas

description

primary survey trqumq

Transcript of PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Page 1: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Kurangnya pasokan oksigen yang dibawa oleh darah ke otak dan organ vital lainnya merupakan

penyebab kematian tercepat pada penderita gawat. Oleh sebab itu pencegahan kekurangan

oksigen jaringan (hipoksia) yang meliputi pembebasan jalan napas yang terjaga bebas dan stabil,

ventilasi yang adekuat, serta sirkulasi yang normal (tidak shock) menempati prioritas pertama

dalam penanganan kegawatdaruratan.

Sifat gangguan yang terjadi pada jalan napas bisa mendadak oleh karena sumbatan total,

atau bisa juga perlahan oleh karena sumbatan parsial (dengan berbagai sebab). Sumbatan

pada jalan napas dapat terjadi pada pasien tidak sadar atau pasien dengan kesadaran menurun

atau korban kecelakaan yang mengalami trauma daerah wajah dan leher.

Penanganan airway mendapat prioritas pertama karena jika tidak ditangani akan mengakibatkan

kematian yang cepat, dan penanganan segera perlu dilakukan. Pembebasan jalan napas dapat

dilakukan dengan dua cara yaitu tanpa alat (manual) maupun dengan alat.

Alat bantu pembebasan jalan napas yang digunakan ada berbagai macam disesuaikan dengan

jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien yang pada intinya bertujuan mempertahankan

jalan napas agar tetap bebas.

Sumbatan Jalan Napas

Ada beberapa keadaan di mana adanya sumbatan jalan napas harus diwaspadai, yaitu:

a. Trauma pada wajah

b. Fraktur ramus mandibula, terutama bilateral, dapat menyebabkan lidah jatuh ke belakang dan

gangguan jalan napas pada posisi terlentang.

c. Perlukaan daerah leher mungkin menyebabkan gangguan jalan napas karena

rusaknya laring atau trakea atau karena perdarahan dalam jaringan lunak yang

menekan jalan napas.

d. Adanya cairan berupa muntahan, darah, atau yang lain dapat menyebabkan aspirasi

e. Edema laring akut karena trauma, alergi, atau infeksi.

Pembebasan Jalan Napas

Pembebasan jalan napas adalah tindakan untuk menjamin pertukaran udara secara

normal dengan cara membuka jalan napas sehingga pasien tidak jatuh dalam kondisi

hipoksia dan atau hiperkarbia.

Prioritas utama dalam manajemen jalan napas adalah membebaskan jalan napas dan

Page 2: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

mempertahankan agar jalan napas tetap bebas untuk menjamin jalan masuknya udara ke

paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigen tubuh. Pengelolaan jalan

napas dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan alat dan tanpa alat (cara manual). Cara manual

dapat dilakukan di mana saja, dan kapan saja, walaupun hasil lebih baik bila menggunakan alat

namun pertolongan cara manual yang cepat dan tepat dapat menghindarkan resiko kematian atau

kecacatan permanen. Pada kasus trauma, pengelolaan jalan napas tanpa alat dilakukan dengan

tetap memperhatikan kontrol tulang leher.

Langkah yang harus dikerjakan untuk pengelolaan jalan napas yaitu:

1. Pasien diajak berbicara. Jika pasien dapat menjawab dengan jelas itu berarti jalan napasnya

bebas. Pasien yang tidak sadar berpotensi terjadi sumbatan jalan napas sehingga memerlukan

tindakan pembebasan jalan napas. Penyebab obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah

jatuhnya pangkal lidah ke belakang.

2. Berikan oksigen. Oksigen diberikan dengan sungkup muka (simple masker) atau masker

dengan reservoir (rebreathing/non rebreathing mask) atau nasal kateter atau nasal prong

walaupun belum sepenuhnya jalan napas dapat dikuasai dan dipertahankan bebas. Jika memang

dibutuhkan pemberian ventilasi bisa menggunakan jackson-reese atau BVM.

3. Nilai jalan napas. Sebelum melakukan tindakan untuk membebaskan jalan napas lanjut maka

yang harus dilakukan pertama kali yaitu memeriksa jalan napas sekaligus melakukan

pembebasan jalan napas secara manual apabila pasien tidak sadar atau kesadaran menurun berat

(coma). Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan, menilai jalan

napas sekaligus fungsi pernapasan:

L – Look (lihat) Lihat pengembangan dada, adakah retraksi sela iga otot-otot napas tambahan

lain, warna mukosa/kulit dan kesadaran. Lihat apakah korban mengalami kegelisahan (agitasi),

tidak dapat berbicara, penurunan kesadaran,sianosis (kulit biru dan keabu-abuan) yang

menunjukkan hipoksemia. Sianosis dapat dilihat pada kuku, lidah, telinga, dan bibir.

L – Listen (dengar). Dengar aliran udara pernapasan. Adanya suara napas tambahan adalah

tanda ada sumbatan parsial pada jalan napas. Suara mendengkur, berkumur, dan stridor mungkin

berhubungan dengan sumbatan parsial pada daerah faring sampai laring. Suara parau

(hoarseness, disfonia) menunjukkan sumbatan pada faring.

Page 3: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

F – Feel (rasakan). Rasakan ada tidaknya udara yang hembusan ekspirasi dari hidung dan

mulut. Hal ini dapat dengan cepat menentukan apakah ada sumbatan pada jalan napas. Rasakan

adanya aliran udara pernapasan dengan menggunakan pipi penolong.

4. Obstruksi jalan napas

Obstruksi jalan napas dibagi macam, obtruksi parsial dan obstruksi total.

a. Obstruksi partial dapat dinilai dari ada tidaknya suara napas tambahan yaitu:

Mendengkur (snoring), disebabkan oleh pangkal lidah yang jatuh ke posterior. Cara

mengatasinya dengan head tilt, chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring,

pemasangan pipa endotrakeal, pemasangan Masker Laring (Laryngeal Mask Airway).

Suara berkumur (gargling), penyebabnya adalah adanya cairan di daerah hipofaring. Cara

mengatasi: finger sweep, suction atau pengisapan.

Crowing Stridor, oleh karena sumbatan di plika vokalis, biasanya karena edema. Cara

mengatasi: cricotirotomi, trakeostomi.

b. Obstruksi total, dapat dinilai dari adanya pernapasan “see saw” pada menitmenit

pertama terjadinya obstruksi total, yaitu adanya paradoksal breathing antara dada dan perut. Dan

jika sudah lama akan terjadi henti napas yang ketika diberi napas buatan tidak ada

pengembangan dada. Menjaga stabilitas tulang leher, ini jika ada dugaan trauma leher, yang

ditandai dengan adanya trauma wajah/maksilo-facial, ada jejas di atas clavicula, trauma

dengan riwayat kejadian ngebut (high velocity trauma), trauma dengan deficit neurologis dan

multiple trauma.

Pembebasan Jalan Napas Tanpa Alat.

Pada pasien yang tidak sadar, lidah akan terjatuh ke posterior, yang jika didengarkan seperti

suara orang ngorok (snoring). Hal ini mengakibatkan tertutupnya trakea sebagai jalan napas.

Untuk penanganannya ada tiga cara yang lazim digunakan untuk membuka jalan napas,

yaitu head tilt, chin lift dan jaw thrust.

head-tilt (dorong kepala ke belakang).

chin-lift Maneuver (tindakan mengangkat dagu).

jaw-thrust Maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah ke atas).

Head Tilt

Dilakukan dengan cara meletakkan 1 telapak tangan pada dahi pasien, pelan-pelan

tengadahkan kepala pasien dengan mendorong dahi ke arah belakang sehingga kepala

Page 4: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

menjadi sedikit tengadah (slight Extention).

Chin Lift

Dilakukan dengan cara menggunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang tulang dagu

pasien, kemudian angkat dan dorong tulangnya ke depan. Jika korban anak-anak, gunakan hanya

jari telunjuk dan diletakkan di bawah dagu, jangan terlalu menengadahkan kepala.

Chin lift dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan. Tindakan ini sering

dilakukan bersamaan dengan tindakan head tilt. Tehnik ini bertujuan membuka jalan napas

secara maksimal.

Perhatian : Head Tilt dan Chin Lift sebaiknya tidak dilakukan pada pada pasien

dengan dugaan adanya patah tulang leher; dan sebagai gantinya bisa digunakan teknik

jaw thrust.

Jaw Thrust

Jika dengan head tilt dan chin lift pasien masih ngorok (jalan napas belum terbuka sempurna)

maka teknik jaw thrust ini harus dilakukan. Begitu juga pada dugaan patah tulang leher, yang

dilakukan adalah jaw thrust (tanpa menggerakkan leher). Walaupun tehnik ini menguras tenaga,

namun merupakan yang paling sesuai untuk pasien trauma dengan dugaan patah tulang leher.

Caranya adalah dengan mendorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah atas sehingga barisan

gigi bawah berada di depan barisan gigi atas. Tetap pertahankan mulut korban sedikit terbuka,

bisa dibantu dengan ibu jari.

Page 5: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Gambar 2.1 Manuver jaw thrust hanya dilakukan oleh orang terlatih

Pembebasan Jalan Napas Dengan Alat

Cara ini dilakukan bila pengelolaan tanpa alat yaitu secara manual tidak berhasil sempurna atau

pasien memerlukan bantuan untuk mempertahankan jalan napas dalam jangka waktu lama

bahkan ada indikasi pasien memerlukan definitive airway. Alat yang digunakan bermacam-

macam sesuai dengan jenis sumbatan dan tingkat kesadaran pasien yang intinya bertujuan

mempertahankan jalan napas agar tetap terbuka.

a. Oropharyngeal Tube (pipa orofaring)

Page 6: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Pipa orofaring digunakan untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka dan menahan pangkal

lidah agar tidak jatuh ke belakang yang dapat menutup jalan napas pada pasien tidak sadar. Yang

perlu diingat adalah bahwa pipa orofaring ini hanya boleh dipakai pada pasien yang tidak sadar

atau penurunan kesadaran yang berat (GCS ≤ 8).

Teknik Pemasangan Oropharyngeal Tube

Siapkan pipa orofaring yang tepat ukurannya. Bersihkan dan basahi agar licin. Ukuran yang tepat

dapat diperoleh dengan cara mencari pipa orofaring yang panjangnya sama dengan jarak dari

sudut bibir sampai ke tragus atau dari tengah bibir sampai ke angulus mandibula pasien.

Buka mulut pasien (chin lift atau gunakan ibu jari dan telunjuk). Arahkan lengkungan

menghadap ke langit-langit (ke palatum). Masuk separoh, putar 180º (sehingga lengkungan

mengarah ke arah lidah). Dorong pelan-pelan sampai posisi tepat. Pada anak-anak arah

lengkungan tidak perlu menghadap ke palatum tapi langsung menghadap bawah dan untuk

lidahnya ditekan dengan tongue spatle. Yakinkan lidah sudah tertopang pipa orofaring, lihat,

dengar, dan raba napasnya.

b. Nasopharyngeal Tube (pipa nasofaring)

Untuk pipa nasofaring kontra indikasi relatifnya adalah adanya fraktur basis crania yang ditandai

dengan adanya brill hematon, bloody rhinorea, bloody otorea, dan battle sign.

Teknik Pemasangan Nasopharyngeal Tube

1. Nilai lubang hidung, septum nasi, tentukan pilihan ukuran pipa.

Page 7: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

2. Ukuran pipa yang tepat dapat diperoleh dengan cara mencari pipa nasofaring yang panjangnya

sama dengan jarak dari ujung hidung sampai ke tragus dan diameternya sesuai dengan jari

kelingking tangan kanan pasien.

3. Pakai sarung tangan.

4. Beri jelly pada pipa dan kalau ada tetesi lubang hidung dengan obat tetes hidung atau larutan

vasokonstriktor (efedrin).

5. Hati-hati dengan kelengkungan tube yang menghadap ke arah depan, ujungnya diarahkan ke

arah telinga.

6. Masukkan pipa nasofaring ke lubang hidung dengan posisi ujung yang tajam menjauhi septum

nasi. Masukkan sekitar 2 cm.

7. Kemudian lihat arah lengkungan dari pipa nasofaring, jika sudah menghadap bawah maka

pipa nasofaring tinggal dimasukkan secara tegak lurus dengan dasar. Tapi jika arah lengkungan

pipa nasofaring menghadap atas maka putar pipa nasofaring tersebut 180º sehingga

lengkungannya menghadap ke bawah.

8. Kemudian dorong pelan-pelan hingga seluruhnya masuk, lalu pasang plester (kalau perlu).

Bila dengan pemasangan jalan napas buatan pipa orofaring atau pipa nasofaring ternyata masih

tetap ada obstruksi jalan napas, pernapasan belum juga baik atau karena indikasi cedera kepala

berat; maka dilakukan pemasangan definitive airway yaitu pipa endotrachea (ETT –

Endotracheal Tube). Pemasangan pipa endotrachea akan menjamin jalan napas tetap terbuka,

menghindari aspirasi dan memudahkan tindakan bantuan pernapasan.

c. Endotracheal Tube

Page 8: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Pipa Endotracheal berbagai ukuran

Intubasi endotrachea adalah gold standard untuk pembebasan jalan napas. Sehingga Intubasi

endotrachea disebut juga definitive airway. Intubasi endotrakhea adalah proses memasukkan pipa

endotrakheal ke dalam trakhea, bila dimasukkan melalui mulut disebut intubasi orotrakhea, bila

melalui hidung disebut intubasi nasotrakhea. Intubasi endotrakhea hanya boleh dilakukan oleh

tenaga kesehatan yang terlatih dan berpengalaman.

Peralatan Intubasi

1. Pipa oro/nasofaring.

2. Suction/alat pengisap.

3. Sumber Oksigen

4. Kanula dan masker oksigen.

5. BVM/Ambu bag, atau jackson reese.

6. Pipa endotrakheal sesuai ukuran dan stylet.

7. Pelumas (jelly).

8. Forcep magill.

9. Laringoscope (handle dan blade sesuai ukuran, selalu periksa baterai&lampu)

Page 9: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

10. Obat-obatan sedatif i.v.

11. Sarung tangan.

12. Plester dan gunting.

13. Bantal kecil tebal 10 cm (bila tersedia)

Teknik Intubasi

1. Sebelum intubasi berikan oksigen, sebaiknya gunakan bantal dan pastikan jalan napas terbuka

(hati-hati pada cedera leher).

2. Siapkan endotracheal tube (ETT), periksa balon (cuff), siapkan stylet, beri jelly.

3. Siapkan laringoskop (pasang blade pada handle), lampu harus menyala terang.

4. Pasang laringoskop dengan tangan kiri, masukkan ujung blade ke sisi kanan mulut pasien,

geser lidah pasien ke kiri.

5. Tekan tulang rawan krikoid (untuk mencegah aspirasi = Sellick Maneuver).

6. Lakukan traksi sesuai sumbu panjang laringoskop (hati-hati cedera gigi, gusi, bibir).

7. Lihat adanya pita suara. Bila perlu isap lendir/cairan lebih dahulu.

8. Masukkan ETT sampai batas masukny di pita suara.

9. Keluarkan stylet dan laringoskop secara hati-hati.

10. Kembangkan balon (cuff) ETT.

11. Pasang pipa orofaring.

12. Periksa posisi ETT apakah masuk dengan benar (auskultasi suara pernapasan atau udara yang

ditiupkan). Hubungkan dengan pipa oksigen.

13. Amankan posisi (fiksasi) ETT dengan plester

d. Laringeal Mask Airway (LMA)

Page 10: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

LMA adalah alat pembebasan jalan napas yang non-invasif yang dipasang di supraglotis. Secara

umum terdiri dari 3 bagian: airway tube, mask, dan Inflation line. LMA disebut juga sebagai

alternative airway, karena bagi tenaga yang belum berpengalaman melakukan intubasi

endotrachea maka LMA inilah yang menjadi alternatif pilihan yang paling baik untuk

membebaskan jalan napas.

Indikasi penggunaan LMA:

Keadaan di mana terjadi kesulitan menempatkan masker (BVM) secara tepat

Dipergunakan sebagai back up apabila terjadi kegagalan dalam intubasi endotracheal

Dapat dipergunakan sebagai “second-last-ditch airway“ apabila pilihan terakhir untuk secure airway adalah dengan pembedahan

Kontraindikasi pemasangan LMA:

Usia kehamilan lebih dari 14-16 minggu

Pasien dengan trauma masif atau multipel

Cedera dada masif

Trauma maksilofasial yang massif

Pasien dengan risiko aspirasi lebih besar dibandingkan keuntungan pemasangan LMA

Catatan : Tidak ada kontraindikasi yang bersifat absolut

Page 11: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Efek Samping Pemasangan LMA:

Nyeri tenggorokan

Rasa kering pada ternggorokan ataupun mukosa sekitarnya

Efek samping lebih banyak berhubungan dengan penempatan LMA yang tidak tepat

Peralatan yang diperlukan untuk pemasangan LMA:

LMA dengan ukuran yang sesuai

Syringe untuk mengembangkan cuff LMA

Water soluble lubricant

Perlengkapan ventilasi

Stetoskop

Tape

Persiapan untuk pemasangan LMA:

1. Pemilihan Ukuran sesuai dengan pasien

Ukuran yang direkomendasikan (disesuaikan dengan berat badan):

Size 1 : < 5 kg

Size 1.5 : 5 s.d 10 kg

Size 2 : 10 s.d 20 kg

Size 2.5 : 20 s.d 30 kg

Size 3 : 30 kg s.d Small adult

Size 4 : Adult/Dewasa

Size 5 : Large adult(dewasa besar)/poor seal with size 4

2. Pengecekan LMA

Sebelum digunakan, periksa dulu apakah ada kebocoran/tidak dengan cara mengembang kempiskan cuffnya

Page 12: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

3. Pemberian jelly (water soluble) pada bagian belakang Mask LMA

4. Ekstensikan kepala dan fleksikan daerah leher

Teknik Pemasangan LMA:

1. Pegang tube LMA, seperti memegang pena sedekat mungkin dengan bagian

akhir masker LMA.

2. Letakkan ujung LMA pada bagian dalam mulut pasien, di atas gigi (hard palate)

3. Dengan sedapat mungkin melihat secara langsung Tekan ujung masker ke arah atas menyusuri

hard palate

4. Dengan jari telunjuk, tetap susuri searah dengan palatum sampai masker LMA masuk faring.

Pastikan ujung LMA tetap kempes dan hindari mengenai lidah

5. Jaga leher tetap dalam posisi fleksi dan kepala eksntensi, Tekan masker kearah dinding faring

posterior dengan menggunakan jari telunjuk

6. Lanjutkan mendorong LMA dengan jari telunjuk, arahkan mask LMA ke bawah sesuai posisi

yang diharapkan

7. Pegang tube LMA dengan tangan yang lain, Tarik jari telunjuk dari faring

8. Secara gentle tangan yang lain menekan LMA ke bawah sampai benar-benar mask LMA

sudah masuk sepenuhnya.

9. Kembangkan masker LMA sesuai dengan udara sesuai volume yang direkomendasikan.

Berikut volume maksimal dari pengembangan cuff:

Size 1 : 4 ml

Size 1.5 : 7 ml

Size 2 : 10 ml

Size 2.5 : 14 ml

Size 3 : 20 ml

Page 13: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Size 4 : 30 ml

Size 5 : 40 ml

10. Jangan sampai masker LMA over-inflate

11. Jangan menyentuh tube LMA selama dikembangkan, kecuali posisinya tidak stabil.

12. Secara normal Masker LMA akan naik ke hipofaring saat dikembangkan berada pada posisi yang tepat.

13. Hubungkan LMA dengan BVM atau low pressure ventilator

14. Ventilasi pasien sambil mendengarkan suara napas simetris atau tidak, pastikan tidak ada suara udara masuk ke lambung

15. Masukkan bite block atau kasa gulung untuk mencegah oklusi tube karena tergigit pasien

16. Fiksasi LMA

e. Krikotiroidotomy

Untuk sumbatan yang terjadi karena masalah di laring/plica vocalis, maka dapat dilakukan krikotiroidotomy.

Ada 2 jenis krikotiroidotomy:

- Krikotiroidotomy dengan jarum (Needle Cricothyroidotomy).

- Krikotiroidotomy dengan pembedahan, dengan pisau (Surgical Cricothyroidotomy).

Cara ini dipilih pada kasus pemasangan pipa endotracheal tidak mungkin dilakukan, dipilih

tindakan krikotiroidotomy dengan jarum. Untuk petugas medis yang terlatih dan terampil dapat

melakukan krikotiroidotomy dengan pisau.

Krikotiroidotomy Dengan Jarum

Alat

1. Jarum infus ukuran besar, no 14

2. Sput 10 cc

3. Aquades/PZ

Page 14: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

4. Alkohol swab

5. Sumber Oksigen dan selang

Teknik

1. Cari titik tusuknya dengan cara: dari jakun (Thyroid Cartilage, Adam’s Apple) raba ke bawah

sampai ada cekungan yang disebut membrana cricothyroidea, inilah titik tusuknya. Di bawah

titik tusuk ini ada ring yang agak lebih besar dari ring tulang trakhea (Cricoid Cartilage).

2. Isi Spuit dengan Aquades/PZ

3. Desinfeksi daerah tusukan dengan alkohol swab

4. Tusuk di membrana cricothyroidea dengan arah ke bawah untuk menghindari

melukai pita suara. Menusuk sambil menaril piston dari spuit. Jika sudah keluar

gelembung berarti sudah masuk jalan napas.

5. Selanjutnya cabut jarum sisakan kanul infus yang di dalamnya.

6. Sambungkan kanul tersebut dengan selang oksigen untuk selanjutnya pasien diberi

oksigen aliran 10 lpm dengan sistem jet insuflasi (4:1).

7. Teknik ini hanya bertahan 10 menit karena jika terlalu lama akan terjadi

penumpukan karbondioksida.

8. Untuk itu tindakan ini perlu dilanjutkan dengan teknik Surgical Cricothyroidotomy, kemudian

disambungkan dengan selang yang lebih besar atau dipasang canul trakeostomi.

Kritotirotomi dengan Pisau (Surgical Crycothyrotomy)

Alat

Sarung tangan, pisau/skalpel no. 1, no. 20.

Obat anti septik/desinfektan.

Page 15: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Obat anestesi lokal.

Kasa.

Kanula trakheostomi no. 5 – 7.

Baju steril, masker.

Gunting.

Teknik

1. Jelaskan pada penderita bila pasien masih sadar (inform consent).

2. Pilih ukuran kanula trakheostomi yang sesuai.

3. Atur posisi pasien

a. Netral, pasang penyangga leher (collar splint) pada pasien dengan cedera leher.

b. Ekstensi pada kasus tanpa cedera leher.

4. Pakai baju, masker, kaca mata, sarung tangan.

5. Desinfeksi leher, tutup leher dengan kain steril berlubang.

6. Berikan anestesi lokal.

7. Tentukan letak membran krikoid.

Insisi pada membran 2 – 3 cm menembus sampai rongga trakhea dengan sudut 30 – 40 derajat ke

bawah untuk menghindari cedera pita suara.

8. Perlebar dengan pangkal scalpel putar tegak lurus atau pergunakan klem atau spekulum

(dilatator).

9. Pasang kanula trakheostomi/kembangkan balon (cuff).

10. Berikan ventilasi dengan 100% O2.

11. Cek segera patensi jalan napas.

Page 16: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

12. Pasang pita pengikat kanula.

13. Cek foto X-ray (bila fasilitas memungkinkan).

2.1.3 Membersihkan Jalan Napas

Untuk memeriksa jalan napas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik Cross Finger

yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang disilangkan dan menekan gigi atas dan

bawah. Bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut dilakukan

pembersihan manual dengan sapuan jari(finger sweep). Kegagalan membuka napas dengan cara

ini perlu dipikirkan hal lain yaitu adanya sumbatan jalan napas di daerah faring atau adanya henti

napas (apnea). Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui

mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan total pada jalan napas

dan dilakukan pijat jantung.

a. Membersihkan Jalan Napas karena Cairan

Membersihkan Jalan Napas Secara Manual (Finger Sweep)

Membersihkan jalan napas secara manual dapat dilakukan dengan sapuan jari (finger

sweep). Dilakukan bila jalan napas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga mulut

belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda asing lainnya sehingga

hembusan napas hilang (tersumbat).

Cara melakukannya :

Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian buka mulut

dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas (maneuver emaresi)

Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus dengan sarung

tangan/kassa/kain (jangan tisu atau kertas karena mudah hancur dan malah akan

memperburuk sumbatan jalan napas) untuk membersihkan rongga mulut dengan gerakan

Page 17: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

menyapu.

Membersihkan benda asing cair dalam jalan napas menggunakan alat pengisap

(suction)

Bila terdapat sumbatan jalan napas karena benda cair yang ditandai dengan

terdengar suara tambahan berupa “gargling”, maka harus dilakukan pengisapan

(suctioning). Digunakan alat pengisap yang lebih populer dengan nama “suction”

(pengisap/ manual portable, pengisap dengan sumber listrik). Masukkan kanula pengisap

tidak boleh lebih dari lima sampai sepuluh detik.

Teknik Suctioning

1. Pengisap dihubungkan dengan pipa kecil/ suction catheter (dapat digunakan

Naso Gastric Tube - NGT atau pipa lainnya) yang bersih.

2. Gunakan sarung tangan bila memungkinkan.

3. Buka mulut pasien kalau perlu tengadahkan kepala agar jalan napas terbuka.

4. Lakukan pengisapan (tidak boleh lebih dari 5 detik)

5. Cuci pipa pengisap dengan memasukkannya pada air bersih/ cairan infus untuk

membilas selang suction, ulangi lagi bila diperlukan.

b. Mengatasi Sumbatan Jalan Napas Karena Benda Padat (Sumbatan Total)

Dapat digunakan tehnik manual thrust

Abdominal thrust.

Chest thrust.

Back blow.

Page 18: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Back Blow dan Abdominal Thrust/Heimlich Maneuver pada Pasien Dewasa

Untuk penderita sadar dengan sumbatan jalan napas parsial/total karena benda padat

boleh dilakukan tindakan Back Blow dan abdominal thrust (pada pasien dewasa).

Bantu / tahan penderita tetap berdiri atau condong ke depan dengan merangkul dari

belakang.

PENATALAKSANAAN

Setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan, langkah selanjutnya yang terpenting adalah

melakukan observasi yang cermat. Oleh karena itu penderita sebaiknya dirawa di rumah sakit,

mengingat sifat fistula pneumotoraks dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks

terbuka menjadi tertutup ataupun ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak

apa-apa tiba-tiba menjadi gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan yang hebat.

Kalau kita mempunyai alat pneumotoraks, dengan mudah kita dapat menentukan jenis

pneumotoraks apakah terbuka, tertutup, atau ventil.

Apabila penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin lama makin

bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim dikerjakan ialah

pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak sekali sebelum WSD dapat

dipasang, kita harus segera menusukkan jarum ke dalam rongga pleura. Tindakan sederhana ini

akan dapat menolong dan menyelamatkan jiwa penderita. Bila alat-alat WSD tidak ada, dapat

kita gunakan infus set, dimana jarumnya ditusukkan ke dalam rongga pleura ditempat yang

paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan ujung selang infus yang lainnya dimasukkan ke dalam

botol yang berisi air.

Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (Kurang dari 20% paru yang kolaps) dapat dirawat

secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk mempercepat pengembangan pPneumotoraks

terbuka dapat dirawat secara konservatif dengan mengusahakan penutupan fistula dengan cara

memasukkan darah atau glukosa hipertonis kedalam rongga pleura sebagai pleurodesi. Ada juga

para ahli yang mengobati pneumotoraks terbuka dengan memasang WSD disertai penghisap

terus menerus.

WAKTU PENCABUTAN KAPAN WSD

Page 19: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

WSD dicabut apabila paru telah mengembang sempurna. Untuk mengetahui paru sudah

mengembang ialah dengan jalan penderita disuruh batukbatuk, apabila diselang WSD tidak

tampak lagi fluktuasi permukaan cairan, kemungkinan besar paru telah mengembang dan juga

disesuaikan dengan hasil pemeriksaan fisik. Untuk mengetahui secara pasti paru telah

mengembang dilakukan Rontgen foto toraks.

Setelah dipastikan bahwa paru telah mengembang sempurna, sebaiknya WSD jangan langsung

dicabut tapi diklem dulu selama 3 hari. Setelah 3 hari klem dibuka. Apabila paru masih tetap

mengembang dengan baik baru selang WSD dicabut. Selang WSD dicabut pada waktu penderita

Ekspirasi maksimal.

TEKNIK PEMASANGAN WSD

Tempat pemasangan drain sebaiknya ialah :

a. Linea aksilaris media pada sela iga 6 atau sela iga ke 7.

b. Linea media klavikularis pada sela iga ke dua.

Setelah dilakukan desinfeksi kulit, maka dilakukan anestesi setempat dengan cara infiltrasi pada

daerah kulit sampai pleura. Kemudian dibuat sayatan kulit sepanjang 2 cm sampai jaringan di

bawah kulit. Pleura parietalis ditembus dengan jarum pungsi yang pakai trokar dan mandrin.

Setelah tertem- bus, mandarin dicabut akan terasa keluar udara. Kemudian mandrin diganti

dengan kateter yang terlebih dahulu telah diberi lobang secukupnya pada ujungnya. Setelah

kateter masuk rongga pleura trokar dicabut dan pangkal kateter disambung dengan selang yang

dihubungkan dengan botol yang berisi air, di mana ujungnya terbenam ± 2 cm. Kateter diikat

dengan benang yang dijahitkan kepada kulit sambil menutuparu lebih baik dipasang WSD.

Page 20: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Tujuan utama penatalaksaan

pneumotoraks spontan adalah

evakuasi udara di dalam rongga

pleura, memfasilitasi

penyembuhan pleura dan

mencegah terjadinya rekurensi secara efektif.

Page 21: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Pilihan terapi meliputi, yaitu terapi oksigen, observasi, aspirasi sederhana dengan kateter vena,

pemasangan tube, pleurodesis, torakoskopi single port, VAST dan torakotomi. 11,13,14

Pemilihan penatalaksanaan tergantung pada :

- tipe pneumotoraks spontan primer atau sekunder

- luas pneumotoraks

- gejala klinis, terjadinya kebocoran udara yang menetap (persistent air leak)

- faktor risiko lain : jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll

Terapi oksigen

Suplemen oksigen akan mempercepat absorbsi udara di rongga toraks sebanyak 4 x

dibandingkan dengan tanpa suplementasi oksigen. 17

Oksigen akan mengurangi tekanan parsial nitrogen di dalam kapiler darah sekitar rongga pleura

dan akan meningkatkan gradien tekanan parsial nitrogen. Hal ini akan menyebabkan nitrogen ke

dalam kapiler pembuluh darah di sekitar rongga pleura dan diikuti oleh gas lain. Suplementasi

oksigen pada konsentrasi tinggi harus diberikan pada seluruh kasus pneumotoraks.

Observasi (tanpa tindakan invasif)

Bila hubungan antara alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara di dalam rongga pleura

akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan absorpsi antara berkisar 1,25 % dari volume

hemitoraks setiap 24 jam. 18

ACCP membagi klinispenderita atas penderita dalam kondisi stabil, jika :

- laju napas < 24 x/menit

- denyut jantung 60-120 x/menit

- tekanan darah normal

- saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan oksigen)

setelah observasi penderita dapa dipulangkan dan datang kembali ke rumah sakit bila terdapat

gejala klinik yang memberat. Observasi tidak dilakukan pada penderita denagan pekerjaan atau

kondisi yang mengandungresio tinggi terjadinya rekurensi.

Page 22: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Tindakan fisioterapi denagn pemberian penyinaran gelombang pendek pada pneumotoraks

spontan kurang dari 30 %, secara bemakna meningkatkan absorbsi udara dibandingkan dengan

hanya observasi saja. 19

Aspirasi sederhana dengan kateter vena

Aspirasi sederhana terutama direkomendasiksan pada terapi awal penderita PSP pertama, karena

memiliki tingkat keberhasilan lebih tinggi (70 %) dibandingkan bila dilakukan pada penderita

PSS. Prosedur ini memiliki keuntungan antara lain morbidity yang minimal dan dapat dilakukan

pada pasien rawat jalan sehingga penderita dapat bekerja kembali serta relatif mudah dan murah.

Kelemahan prosedur ini apabila gagal maka perlu dilakukan pemasngan tube thoracostomy dan

tidak mungkin mengurangi rekurensi.

Pemasangan WSD

Pemasangan WSD atau tube thoracostomy masih merupakan tindakan pertama sebelum

penderita diajukan untuk tindakan yang lebih invasif seperti torakoskopi atau torakotomi.

Pemasangan tube thoracostomy pada pneumotoraks teutama ditujukan pada penderita PSP yang

gagal dengan tindakan aspirasi dan penderita PSS, sebelum menjalani tindakan torakoskopi atau

torakotomi. Pada penderita PSP angka keberhasilan pemasangan tube thoracostomy lebih tinggi

dibandingkan dengan PSS.

Penggunaan suction pada sistem drinase tidak banyak memberikan keuntunagn dalam

mempercepat pengemabnagan paru, sehingga pada awal pemasangan biasanya dihubungkan

dengan katup satu arah atau dengan perangkat WSD tanpa suction, namun bila terjadi kebocoran

udara tube thoracostomy dihubungkan dengan suction.

Page 23: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

Komplikasi pemasangan tube thoracostomy:

- malposisi ke fisura interlobar, organ lain seperti esophagus, pembuluh darah sentral dan

jaringan subkutis

- pneomototaks berulang atau pembentukan cairan

- pneumotoraks kontralateral

- shok kardigenik karena kompresi ventrikel kanan

- kerusakan saraf seperti saraf interkostal, saraf diafragma

- edema paru reekspansi unilateral

- fistula bronkopleura

- perlengketan pleura dengan paru yang tidak mengembang

- perdarahan

- infeksi

Pleurodesis

Dilakukan terutama untuk mencegah rekurensi terutama penderita dengan risiko tinggi untuk

terjadinya rekurensi. Zat sklerosan yang ideal harus memenuhi beberapa kriteria :

- murah

- mudah didapat

- mudah dimanipulasi

Page 24: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

- mudah disterilisasi

- mudah dipakai (pada saat tindakan torakosentesis)

- aman

Bahan yang biasanya digunakan adalah tetrasiklin, minosklin, doksisklin, atau talk. Bahan

terbaik dalam mengurangi rekurensi adalah talk.

Torakoskopi

Tindakan torakoskopi untuk episode petama PSPmyang masih tertanagni denagn aspirasi masih

menjadi perdebatan, karena pada dasarnya sekitar 64 % PSP tidak terjadi rekurensi pada

pemasangan. Tindakan yang dilakukan adalah reseksi bula dan pleurodesis. Torakoskopi pada

PSS harus dilakukan bila paru tidak mengembang setelah 48-72 jam. Pada PSS komplikasi

VATS lebih tinggi dibandingkan pada PSP.

Torakotomi

Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal. Tindakan ini memiliki angka

rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 % bila dilakukan pleurektomi dan 2-5 % bila dilakukan

pleurodesis dengan abrasi mekanik.

KOMPLIKASI

1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema , hidropneumotoraks.

2. Gangguan hemodinamika.

Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang

sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak "output", sehingga dengan demikian dapat

menimbulkan syok kardiogenik.

3. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis4,5

DIAGNOSIS BANDING

1. Emfisema pulmonum

2. Kavitas raksasa

3. Kista paru

Page 25: PENATALAKSANAAN[1], primary survey, anestesiologi,terapi,intensif

4. Infarkjantung

5. Infark paru

6. Pleuritis

7. Abses paru dengan kavitas4,5