PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Yang terutama menyerang parenkim paru. 2.2. Etiologi Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).Sumber penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka

Transcript of PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Page 1: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mikobakterium tuberkulosa. Yang terutama menyerang parenkim paru.

2.2. Etiologi

Penyakit Tb paru adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri.

Mycobakterium tuberkulosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan

asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA).Sumber

penularan adalah penderita tuberkulosis BTA positif pada waktu batuk atau

bersin. Penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan

dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu

kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

ke dalam saluran pernafasan.Setelah kuman tuberkulosis masuk ke dalam tubuh

manusia melalui pernafasan, kuman tuberkulosis tersebut dapat menyebar dari

paru kebagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, saluran nafas, atau

penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari

seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari

parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman),

maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Seseorang terinfeksi tuberculosis

ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut.

2.3. Klasifikasi

Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan :

1. Letak anatomi penyakit

a. Tuberculosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.

b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru

seperti pleura, kelenjar getah bening ( termasuk mediastinum / hilus),

abdomen, traktus genitourinarius,kulit,sendi, tulang dan selaput otak.

2. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak dan bakteriologi

Page 2: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

a. Tuberculosis paru BTA (+)

a) Sekurang kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil

BTA (+)

b) Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA (+)

dan kelainan radiologic menunjukkan gambaran tuberkolosis aktif

c) Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA (+)

dan biakan (+)

b. Tuberculosis paru BTA (-)

a) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA (-), gambaran

klinik dan kelainan radiologic menunjukkan tuberculosis aktif serta

tidak respon dengan pemberian antibiotic spectrum luas

b) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negative dan

biakan M. tuberculosis (+)

3. Berdasarkan tipe penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya ,

ada beberapa tipe penderita yaitu :

a. Kasus baru

Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari 1 bulan.

b. Kasus kambuh ( relaps)

Adalah penderita tuberculosis yang sebelumnya pernha mendapat

pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh dan pengobatan

lengkap, kmeudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan

dahak BTA positif atau biakan positif.

Bila hanya menunjukkan perubahan pada gambaran radiologic

sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus dipikirkan beberapa

kemungkinan :

1. Infeksi sekunder

2. Infeksi jamur

3. TB paru kambuh

Page 3: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

c. Kasus pindahan

Adalah penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu

kabupaten dan kemudianpindah berobat ke kabupaten lain. Penderita

pindahan trsebut harus membawa surat rujukan/ pindah.

d. Kasus lalai berobat

Adalah penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan dan

berhenti 2 minggu atau lebih. Kemudian datang kembali berobat.

Umumnya penderita tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA positif.

e. Kasus gagal

1. Penderita BTA (+) yang masih tetap (+) atau kembali menjadi

positif pada akhir bulan ke 5 ( satu bulan sebelum akhir

pengobatan )

2. Penderita dengan hasil BTA negative gambaran radiologic positif

menjadi BTA positif pada akhir bulan ke 2 pengobatan dan atau

gambaran radiologic ulang hasilnya perburukan.

f. Kasus kronik

Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah

selesei pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

g. Kasus bekas TB

a) Hasil pemeriksaan dahak mikroskopis ( biakan jika ada fasilitas )

negative dan gambaran radiologic paru menunjukkan lesi TB

inaktif, terlebih gambaran radiologic serial menunjukkan gambaran

yang menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih

mendukung.

b) Pada kasus dengan gambaran radiologic meragukan lesi TB aktif,

namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata

tidak ada perubahan gambaran radiologic.

2.4. Patogenesis

1. Tuberkulosis Primer

Penularan TB Paru terjadi karena kuman dibatukkan menjadi droplet

nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap di udara bebas

Page 4: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

selama 1 sampai 2 jam, tergantung  pada ada tidaknya sinar ultraviolet,

ventilasi yang buruk dan kelembapan. Dalam suasana gelap dan lembab

kuman bisa bertahan sampai berhari-hari bahkan berbulan-bulan. Bila partikel

ini terhisap oleh orang sehat dia akan menempel pada saluran pernapasan atau

jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel <5 mm.

Kuman akan dihadapi pertama kali oleh netorfil, kemudian oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari

percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya. (Zulkifli

Amin dan Asril Bahar,2009)

Bila kuman menetap di jaringan paru berkembang biak dalam sitoplasma

makrofag. Disini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang

berserang di jaringan  paruakan berbentuk sarang tuberculosis pneumonia dan

disebut sarang primer atau efek primer atau sarang Ghon. Sarang primer ini

dapat terjadi disetiap bagian jaringan paru bila menjalar ke  pleura maka

terjadilah efusi pleura.Kuman dapat juga masuk melalui saluran

gastrointestinal  jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati

regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh

organ seperti paru, otak, ginjal dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis

maka akan menjalar ke seluruh bagian paru yang menjadi TB millier. (Zulkifli

Amin dan Asril Bahar,2009)

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju

hilus (limfangitis local ) dan juga diikuti pembesaran kelnjar getah bening

hilus (limfadenitis regional).

Sarang primer limfangitis local + limfadenitis regional = complex primer

(ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Complex primer ini

selanjutnya menjadi :

a. Sembuh sama sekali tanpa menimbulkan cacat. Ini yang banyak terjadi

b. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotic

atau klasifikasi di hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang

luasnya >5mm dan kurang lebih 10% diantaranya terjadi reaktivasi lagi

karena kuman yang dormant

Page 5: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

c. Berkomplikasi dan menyebar secara :

- Perkontinuitatum yakni menyebar kesekitarnya

- Bronkogen yakni menyebar ke paru yang bersangkutan sebelahnya,

kuman dapat juga tertelan dan menyebar ke usus

- Limfogen yakni ke organ tubuh lainnya

- Hematogen, ke organ tubuh lainnya. (Zulkifli Amin dan Asril

Bahar,2009)

2. Tuberkulosis Sekunder

Kuman yang dormant pada TB primer akan muncul bertahun-tahun

kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa. TB sekunder

terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alcohol, penyakit maligna,

diabetes, AIDS, gagal ginjal.TB sekunder dimulai dengan sarang dini yang

berlokasi di region atas paru (bagian apical-posterior lobus superior atau

inferior).Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus

hiller paru-paru. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

Sarang ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari

sel histiosit dan sel datia langhans dikelilingi oleh sel limfosit dan bergbagi

jaringan ikat. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009)

TB sekunder juga dapat berasal dari infeksi oksogen dari usia umur muda

menjadi TB usia tua tergantung dari jumlah kuman, virulensinya dan imunitas

pasien. Sarang dini ini dapat menjadi :  

a. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat

Sarang yang mula-mula meluas tetapi segera sembuh dengan

serbukan jaringan fibrosis. Ada yang membungkus diri menjadi keras dan

menjadi perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma

berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian

tengahnya mengalami nekrosis, menjadi lembek membentuk jaringan

keju. Bila jaringan keju di batukkan keluar akan terjadilah kavitas. Kavitas

ini mula-mula berdinding tipis, lama-lama dinidngnya menebal karena

infiltrasi jaringan fibroblast dalam jumlah besar sehingga menjadi kavitas

kronik. Terjadinya perkejuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein

Page 6: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi makrofag dan poses

berlebihan sitokin dengan TNFnya. Bentuk  perkejuan lain yang jarang

adalah cryptic disseminate TB yang terjadi pada imunodefisiensi dan usia

lanjut. (Zulkifli Amin dan Asril Bahar,2009) Di sini lesi sangat kecil tetapi

berisi bakteri sangat banyak. Kavitas dapat :

b. Meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru.

Bila isi kavitas ini masuk dalam peredaran darah arteri maka akan

terjadi TB millier. Dapat juga masuk ke patu sebelahnya atau tertelan

masuk lambung dan selanjutnya ke usus jadi TB usus. Bisa  juga terjadi

TB endobronkial   atau TB endotrakeal atau empiema bila rupture terjadi

sampi pleura Memadat dan membungkus diri sehingga terjadi

tuberkuloma.Tuberkuloma ini dapat mengapur dan menyembuh atau dapat

aktif lagi menjadi cair dan jadi kavitas lagi. Komplikasi kronik kavitas

adalah kolonisasi oleh fungus seperti aspergillus dan kemudian menjadi

mycetoma disebut open healed cavity. Dapat juga menyembuh dengan

membungkus diri menjadi kecil.Kadang-kadang berakhir sebagai kavitas

yang terbungkus, menciut dan membentuk seperti  bintang disebut  stellate

shaped . (Zulkifli Amin dan Asril Bahar, 2009)

2.5. Diagnosis

Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan

fisik, pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Gejala Klinis

Gejala klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu gejala respiratori dan

gejala sistemik

1. Gejala respiratori:

a. Batuk lebih dari 2 minggu

b. Batuk darah

c. Sesak nafas

d. Nyeri dada

Page 7: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Gejala respiratori ini sangat bervariasi dari mulai tidak ada gejala sampai

gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Geala tuberculosis ekstra

paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadeniting

tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri drai

kelenjar getah bening, pada tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis

sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak nafas dan

kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2. Gejala sistemik

a. Demam

b. Malaise, keringat malam, anoreksia dan berat badan menurun

Gejala klinis yang tampak tergantung dari tipe infeksinya. Pada tipe infeksi

yang primer dapat tanpa gejala dan sembuh sendiri atau dapat berupa gejala

neumonia, yakni batuk dan panas ringan. Gejala tuberkulosis primer dapat juga

terdapat dalam bentuk pleuritis dengan efusi pleura atau dalam bentuk yang lebih

berat lagi, yakni berupa nyeri pleura dan sesak napas. Tanpa pengobatan tipe

infeksi primer dapat menyembuh dengan sendirinya, hanya saja tingkat

kesembuhannya berkisar sekita 50 %. (Rab Tabrani 2010)

Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik kelainan yang dijumpai tergantung dari organ yang

terlibat. Pada TB paru kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur

paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (sulit sekali)

menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak pada lobus superior

terutama pada daerah apeks dan segmen posterior (S1S2), serta daerah apeks

lobus inferior (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain:

1. Pasien tampak pucat, lemah dan kurus

2. Pada palpasi stem fremitus mengeras antara kanan dan kiri tidak sama

3. Pada perkusi ditemukan redup dan hipersonor

4. Pada auskultasi suara nafas bronchial, omforik suara nafas melemah, ronki

basah

Page 8: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Pada pleuritis TB kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya

cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan redup atau pekak. Pada

auskultasi suara nafas melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat

cairan.

Pada limfadenitis TB terlihat pembesaran kelenjar getah bening tersering

didaerah leher kadang-kadang ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi

cold abscess.

Pemeriksaan Bakteriologi

1. Bahan pemeriksaan

Dahak, cairan pleura, liquor serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,

kurasan bronko alveolar, urin, feses, dan jaringan biopsy.

2. Cara pengambilan bahan

Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau dengan

cara:

a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan)

b. Dahak pagi (keesokan harinya)

c. Sewaktu / spot (pada saat mengantarkan dahak pagi)

Menurut rekomendasi WHO interpretasi pemeriksaan mikroscopis dibaca

dalam skala internasional union against tuberculosis and lung disiase

(IUATLD)

a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negative

b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman

yang ditemukan

c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut +1

d. Dotemukan 1-0 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +2

e. Ditemukan lebih 10 BTA dakam 1 lapang pandang disebut +3

3. Pemeriksaan biakan kuman

Pemeriksaan identifikasi M. tuberculosi dengan cara:

a. Biakan:

Egg base media: Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh

Page 9: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Agar base media: middle brook

Mycobacteria growth indicator tube test (MGITT)

BACTEC

b. Uji molecular:

PCR- Based Metods of IS6110 genotyping

Spoligotyping

Restriction fragment length polymorophism (RFLP)

MIRU/VNTR Analysis

PGRS RFLP

Genomic delition Analysis

Identifikasi M.tuberculosis dan uji kepekaan:

Hain tes (uji kepekaa untuk R dan H)

Molecular beacon tersing (uji kepekaan untuk R)

Gene X-pert (uji kepekaan untuk R)

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan standear adalah foto thoraks PA.

Gambaran radiologi yang dicurigai sebagi lesi TB aktif adalah

a. Bayangan berawan atau segmen nodular di segmen apical dan posterior

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

b. Kavitas, terutama lebih dari 1, dikelilingi oleh baynagn opak berawan atau

nodular

c. Bayangan bercak milier

d. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran yang dicurigai lesi TB inaktif

a. Fibrotic

b. Kalsifikasi

c. Schuarte atat penebalan pleura

Page 10: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Luluh paru atau distroyet lung

a. Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang

berat atau disebut luluh paru.

b. Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis. Atau

multikapitas dan fibrosis parenkim paru

Pemeriksaan Penunjang

1. Analisis cairan pleura

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

3. Pemeriksaan darah (LED sering meningkat pada proses aktif tetapi laju

endap darah yang normal tidak menyingkirkan TB.

2.6. Penatalaksanaan

Pengobatan tuberculosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3

bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari

paduna obat utama dan tambahan.

1) Obat Anti Tuberculosis ( OAT )

a. Jenis obat utama ( lini 1) yang digunakan adalah :

1. Rifampisin

2. INH

3. Pirazinamid

4. Streptomisin

5. Etambutol

b. Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) kombinasi dosis tetap

ini terdiri dari :

1. Empat obat antituberkulosis dalam 1 tablet yaitu : rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg.

2. Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150

mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg.

c. Jenis obat tambahan lainnya ( lini 2 )

Page 11: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

1. Kanamisin

2. Kuinolon

3. Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin + asam

klavulanat

4. Derivate rifampisin dan INH

Dosis OAT

1. Rifampisin 10 mg/kgBB, maksimal 600 mg 2-3x/minggu

a. BB > 60 KG : 600 mg

b. BB 40-60 : 450 mg

c. BB < 40 kg : 300 mg

d. Dosis intermitten 600 mg/kali

2. INH 5 mg/kg BB, maksimal 300 mg, 10 mg/kg BB 3x seminggu, 15

mg/kg BB 2 x seminggu atau 300 mg/hari untuk dewasa , intermitten : 600

mg/hari

3. Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kgBB, 35 mg/kg BB 3x seminggu.

50 mg/kg BB 2x seminggu atau :

a. BB >60 kg : 1500 mg

b. BB 40-60 kg : 1000 mg

c. BB <40 kg : 750 mg

4. Etambutol : fase intensif 20 mg/kg BB , fase lanjutan 15 mg/ kg BB, 30

mg/kgBB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2x seminggu atau :

a. BB >60 kg : 1500 mg

b. BB 40-60 kg : 1000 mg

c. BB < 40 kg : 750 mg

d. Dosis intermitten 40 mg/ kgBB/kali

5. Streptomisin : 15 mg/kgBB/kali

a. BB >60 kg : 1000 mg

b. BB 40-60 kg : 750 mg

c. BB < 40 KG : sesuai BB

6. Kombinasi dosis tetap

Page 12: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Rekomendasi WHO 1999 untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya

minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan

dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang

selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan.

2) Paduan OAT

Pengobatan tuberculosis dibagi menjadi :

a. TB paru ( kasus baru), BTA (+) Atau lesi luas

Paduan obat yang diberikan : 2RHZE/4RH

Alternative : 2 RHZE/4R3H3/ 2 RHZE/6HE

Paduan ini dianjurkan untuk

1. TB paru BTA (+) kasus baru

2. TB paru BTA (-) dengan gambaran radiologic lesi luas

3. Tb diluar paru kasus berat

Pengobatan fase lanjutan, bila diperlukan dapat diberikan selama 7 bulan,

denganpaduan 2RHZE /7RH dan alternative 2RHZE/7R3H3 seperti pada

keadaan

1. TB dengan lesi luas

2. Disertai penyakit komorbid ( DM, pemakai oabat imunosupresi/

kortikosteroid

3. Tb kasus berat ( milier )

b. TB paru ( kasus baru) BTA (-)

Paduan obat yang diberikan : 2RHZ/4RH

Alternative : 2 RHZ/4R3H3/6 RHE

Paduan ini dianjurkan untuk :

1. TB paru BTA negative dengan gambaran radiologic lesi minimal

2. TB di luar paru kasus ringan

c. TB paru kasus kambuh

Page 13: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Pada TB kasus kambuh minimal menggunakan 4 macam OAT

pada fase intensif selama 3 bulan ( bila ada hasil uji resistensi dapat

diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 6

bulan atau lebih lama dari pengobatan sebelumnya, sehingga paduan obat

yang diberikan : 3RHZE/6 RH

Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternative

diberikan paduan obat : 2RHZES/1RHZE/5R3H3E3

d. TB paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi, dengan

minimal menggunakan 4-5 OAT dengan minimal 2 OAT yang masih

sensitive. Dengan lama pengobatan minimal 1-2 tahun . menunggu hasil

uji resistensi dapat diberikan dahulu 2 RHZES , untuk kemudian

dilanjutkan sesuai uji resistensi.

1. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternative

diberikan paduan obat : 2RHZES/1 RHZES/5H3R3E3

e. TB paru kasus lalai berobat

Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan

kembali sesuai dengan criteria sebagai berikut :

1. Penderita yang menghentikan pengobatannya <2 minggu, pengobatan

OAT dilanjutkan sesuai jadwal

2. Penderita menghentikan pengobatannya >2 minggu

a) Berobat > 4 bulan , BTA negative dan klinik, radiologic negative,

pengobatan OAT STOP.

b) Berobat >4 bulan, BTA positif : pengobatan di mulai dari awal

dengan panduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu

pengobatan yang lebih lama.

c) Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal

dengan panduan obat yang sama.

Page 14: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

d) Berobat < 4 bulan, berhenti berobat > 1 bulan, BTA negative, akan

tetapi klinik dan atau radiologic positif: penhgobatan dimulai dari

awal dengan paduan obat yang sama

e) Berobat < 4 bulan, BTA negative, berhenti berobat 2-4 minggu

pengobatan diteruskan kembali sesuai jadwal.

f. TB paru kasus kronik

a) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji

resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi,

sesuaikan dengan hasil uji resistensi ( minimal terdapat 2 macam

OAT yang masih sensitive dengan H tetap diberikan walaupun

resisten) di tambah dengan obat lain seperti kuinolon, betalaktam,

makrolid.

b) Kasus TB kronik perlu di rujuk ke ahli paru.

Tabel 2.1. Ringkasan Paduan Obat

Kategori Kasus Paduan

Dianjurkan

Bila

streptomisin

alergi,dapat

diganti

kanamisin

I a. TB paru BTA +,BTA

_, lesi luas

b. TB di luar paru kasus

berat

2RHZE/4RH atau

2RHZE/6RH atau

2RHZE/4R3H3

II a. Kambuh

b. Gagal pengobatan

3RHZE/6RH

2RHZES lalu

sesuai hasil uji

resistensi atau

2RHZES/

1RHZE/

5R3H3E3

II a. TB paru lalai berobat Sesuai lama

pengobatan

Page 15: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

sebelumnya, lama

berhenti minum

obat dan keadaan

klinik,

bakteriologik dan

radiologic saat ini

atau

2RHZES/

1RHZE/

5R3H3E3

III a. TB paru BTA

negatiflesi minimal

b. TB di luar paru kasus

ringan

2RHZ/4RH atau

6RHE atau

2RHZ/

4R3H3

IV a. Kronik Sesuai uji

resistensi atau H

seumur hidup

IV MDR TB Sesuai uji

resistensi +

kuinolon atau H

seumur hidup

Obat yang digunakan dalam program nasional TB

3) Efek Samping OAT

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping

ringandan dapat diatasi dengan obat simptomatik maka pemberian OAT dapat

dilanjutkan

a) Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda tanda keracunan pada syaraf

tepi , kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat

dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau

Page 16: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

dengan vitamin B kompleks. Efek samping berat dapat berupa hepatitis

yang dapat tmbul pada >0,5% penderita. Bila terjadi hepatitis imbas obat

atau ikterik. Hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB

pada keaadaan khusus.

b) Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan

pengobatan simptomatik ialah :

a. Sindrom flu berupa demam, menggigil, dan nyeri tulang

b. Sindrom perut, sakit peut, mual tidak nafsu makan muntah kadang

kadang diare

c. Sindrom kulit, gatal gatal kemerahan.

Efek samping yang berat tapi jarang terjadi ialah :

a. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT di

stop dulu dan sesuia pedoman TB pada keadaan khusus.

b. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal, bila

hal ini terjadi rifampisin harus segera dihentikan, dan jangan

diberikan lagi bila gejala menghilang.

c. Sindrom respirasi , sesak nafas

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni,

keringat, air mata, air liur.

c) Pirazinamid

Efek smaping utama ialah hepatitis imbas obat. Nyeri sendi juga dapat

terjadi ( beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan

gout arthritis, hal ini kemungkinan disebebkan berkurangnya ekskresi dan

penimbunan asam urat , kadang-kadang terjadi reaksi demam,

mual,kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

d) Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa

berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau.

Namun tergantung pada dosis yang dipakai pada keracunan okuler. Terjadi

bila dosis 15-25 mg/kgBB perhari atau 30 mg/kgBB yang diberikan 3 kali

Page 17: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa

minggu setelah obat dihentikan.

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan

dengan keseimbangan dan pendengaran. Resiko tersebut akan meningkat

pad penderita dengan gangguan fungsi eksresi ginjal. Gejala efek samping

yang terlihat adalah telinga berdenging ( tinnitus)pusing dan kehilangan

keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan

atau dikurangi dosis 0,25 gr. Streptomisin dapat menembus barier plasenta

sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak

syaraf pendengaran janin.

Tabel 2.2 Efek samping ringan dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan

Tidak nafsu makan,

mual, sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam

sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin/

allupurinol

Kesemutans/d rasa

terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6

(piridoksin) 100 mg /

hari

Warna kemerahan

pada iar seni

Rifampisin Beri penjelasan tidak

perlu diberi apa-apa

Tabel 2.3 Efek samping berat dari OAT

Efek samping Penyebab Penanganan

Gatal dan kemerahan pada

kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin &

dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisis

Page 18: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

dihentikan

Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin

dihentikan

Ikterik Hanpir semua OAT Hentikan semua OAT

sampai ikterik

menghilang

Bingung dan muntah muntah Hampir semua obat Hentikan semua OAT

& lakukan uji fungsi

hati

Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan

Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan

4) Pengobatan Suportif / Simptomatik

Pengobatan yang diberikan kepada penderita TB perlu diperhatikan

keadaan klinisnya. Bila kadaaan klinis baik dan tidak ada indikasi rawat

dapat rawat jalan. Selain OAT kadang perlu pengobatan tambahan atau

suportif/ simptomatik untuk meningkatkan daya tahan tubuh atau

mengatasi gejala.

a. Penderita rawat jalan

1. Makan makanan yang bergizi , bila dianggap perlu diberikan

vitamin tambahan.

2. Bila demam berikan obat penurun panan

3. Bila perlu berikan obat untuk mengatasi gejala batuk.

b. Penderita rawat inap

Indikasi rawat inap TB paru disertai keadaan/komplikasi sbb:

1. Batuk darah ( profus)

2. keadaan umum memburuk

3. pneumotoraks

4. empiema

Page 19: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

5. efusi pleura massif

6. sesak nafas berat

5) Terapi Pembedahan

Indikasi mutlak

a. Semua penderita yang telah mendapat OAT adekuat tetapi dahak

tetap positif.

b. Penderita batuk darah yang massif tidak dapat diatasi dengan cara

konservatif

c. Penderita dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat

diatasi secara konservatif.

Indikasi relative

a. Penderita dengan dahak negative dengan batuk darah berulang

b. Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan

c. Sisa kaviti yang menetap

Tindakan invasive ( selain pembedahan )

a. Bronkoskopi

b. Punksi pleura

c. Pemasangan WSD ( water sealeddrainage )

Criteria sembuh

a. BTA mikroskopis negative dua kali ( pada akhir fase intensif dan akhir

pengobatan) dan telah mendapat pengobatan yang adekuat.

b. Pada foto toraks, gambaran radiologic serial tetap sama/perbaikan

c. Bila ada fasiliti biakan, maka criteria ditambah biakan negative

6) Evaluasi Pengobatan

Meliputi :

a. Evaluasi Klinik

1. Penderita dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama

pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan

2. Evaluasi : resspon pengobatan dan tidak adanya efek samping obat

serta komplikasi penyakit

3. Evaluasi klinik meliputi keluhan, berat badan, pemeriksaan fisik.

Page 20: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

b. Evaluasi bakteriologik ( 0-2-6/9)

1. Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

2. Pemeriksaan dan evaluasi pemeriksaan mikroskopis ( sebelum

pengobatan dimulai , setelah 2 bulan pengobatan setelah fase intensif,

pada akhir pengobatan)

3. Bila ada fasiliti biakan : pemeriksaan biakan (0-2-6/9)

c. Evaluasi radiologic (0-2-6/9)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada :

1. Sebelum pengobatan

2. Setelah 2 bulan pengobatan

3. Pada akhir pengobatan

2.6 Komplikasi

Pada pasien TB dapat terjadi beberapa komplikasi, baik sebelum

pengobatan atau dalam masa pengobatan mauapun setelah selesai

pengobatan. Beberapa komplikasi yang mungkin timbul adalah

1. Batuk darah

2. Pneumotoraks

3. Gagal nafas

4. Gagal jantung

Page 21: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

BAB III

Pengobata TB pada keadaan khusus

1. TB milier

a. Rawat inap

b. Panduan obat : 2RHZE / 4 RH

c. Pada keadaan khusus (sakit berat), tergantung keadaan klinik, radiologik dan evaluasi pengobatan, maka pengobatan lanjutan dapat diperpanjang sampai dengan 7 blan 2RHZE / 7 RH

d. Pemberian kortiosteroid tidak rutin, hanya diberikan pada keadaan

- Tanda / gejala meningitis

- Sesak napas

- Tanda / gejala toksik

- Demam tinggi

e. Kortikosteroid : prednison 30 – 40 mg/hari, dosis diturunkan 5 – 10 mg setiap 5 – 7 hari, lama pemberian 4 – 6 minggu.

2. PLEURITIS EKSUDATIVA TB (EFUSI PLEURA TB)

Panduan obat : 2 RHZE / 4 RH

a. Evakuasi cairan, dikeluarkan seoptimal mungkin, sesuai keadaan penderita dan berikan kortikosteroid

b. Dosis steroid : prednison 30 – 40 mg/hari, diturunkan 5 – 10 mg setiap 5 – 7 hari, pemberian selama 3 – 4 minggu

c. Hati-hati pemberian kortikosteroid pada TB dengan lesi luas dan DM. Ulangan evakuasi cairan bila diperlukan

3. TB DILUAR PARU

Panduan obat : 2 RHZE / 10 RH

Prinsip pengobatan sama dengan TB parru menurut ATS, misalnya pengobatan untuk TB tulang, TB sendi ddan TB kelenjar, meningitis pada bayi dan anak lama pengobatan 12 bulan. Pada TB diluar paru lebih sering dilakukan tindakan bedah. Tindakan bedah dilakukan untuk :

Mendapatkan bahan atau spesimen untuk pemeriksaan (diagnosis)

Page 22: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

Pengobatan : 1. Perikarditis kontruktiva

2. Kompresi medulla spinalis pada penyakit Pott’s

Pemberian kortikosteroid diperuntukkan pada perikarditid TB untuk mencegah konstriksi jantung, dan pada mengitis TB untuk menurunkan gejala sisa neurologik.

4. TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS (DM)

a. Panduan obat : 2 RHZ (E-S) / 4 RH dengan regulasi baik / gula darah terkontrol

b. Bila gula darah tidak terkontrol, fase lanjutan 7 bulan : 2 RHZ (E-S) / 7 RH

c. DM harus dikontrol

d. Hati-hati dengan penggunaan etambutol, karena efek samping etambutol ke mata ; sedangkan penderita DM sering mengalami komplikasi kelainan pada mata

e. Perlu diperhatikan penggunaan rifampisin akan mengurangi efektiviti obat oral anti diabetes (sulfonil urea), sehingga dosisnya perlu ditingkatkan

f. Perlu kontrol / pengawasan sesudah pengobatan selesai, untuk mengontrol / mendeteksi dini bila terjadi kekambuhan

TB PARU DENGAN HIV / AIDS

a. Panduan obat yang diberikan berdasarkan rekomendasi ATS yaitu : 2 RHZE / RH diberikan sampai 6-9 bulan setelah konversi dahak

b. Menurut WHO panduan obat dan lama pengobatan sama dengan TB paru tanpa HIV / AIDS

c. Jangan berikan Thiacetazon karena dapat menimbulkan toksik yang hebat pada kulit

d. Obat suntik sebisa mungkin dihindari kecuali jika sterilisasinya terjamin

e. Jangan melakukan desensisasi OAT pada penderita HIV / AIDS (misal : INH, Rifampisin) karena mengakibatkan toksik yang serius pada hati

f. INH diberikan terus menerus seumur hidup

g. Bila terjadi MDR, pengobatan sesuai uji resistensi

TB PARU PADA KEHAMILAN DAN MENYUSUI

Page 23: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

a. Tidak ada indikasi pengguguran pada penderita TB dengan kehamilan

b. OAT dapat tetap diberikan kecuali streptomisin karena efek samping Streptomisin pada pendengaran gangguan janin

c. Di Amerika OAT tetap diberikan kecuali streptomisin dan pirazinamid untuk wanita hamil

d. Pada penderita TB dengan menyusui, OAT & ASI tetap dapat diberikan, walau pun beberapa OAT dapat masuk kedalam ASI, akan tetapi konsentrasinya kecil dan tidak menyebabkan toksik pada bayi

e. Wanita yang menyusui yang mendapat pengobatan OAT dan bayinya juga mendapat pengobatan OAT dianjurkan tidak menyusui bayinya, agar bayi tidak mendapat dosis berlebihan

f. Pada wanita usia produktif yang mendapat pengobatan TB dengan Rimfapisin dianjurkan untuk tidak menggunakan kontrasepsi hormonal, karena dapat terjadi interaksi obat yang menyebabkan efektiviti obat kontrasepsi hormonal berkurang.

TB PARU dan GAGAL GINJAL

a. Jangan menggunakan OAT Streptomisin, Kanamisin dan Capreomisin

b. Sebaiknya hindari penggunaan Etambutol karena waktu paruhnya memanjang dan terjadi akumulasi Etambutol. Dalam keadaan sangan diperlukan, Etambutol dapat diberikan dengan pengawasan kreatinin

c. Sedapat mungkin dosis disesuaikan dengan faal ginjal (CCT, Ureum, kreatinin)

d. Rujuk ke ahli paru

TB PARU DENGAN KELAINAN HATI

a. Bila ada kecurigaan gangguan fungsi hati, dianjurkan pemeriksaan faal hati sebelum pengobatan

b. Pada kelainan hati Pirazinamid tidak boleh digunakan

c. Panduan obat yang dianjurkan / rekomendasi WHO : 2 SHRE / 6 RH atau 2 SHE / 10 HE

d. Pada penderita hepatitis akut dan atau klinik ikterik, sebaiknya OAT ditunda sampai hepatitis akutnya mengalami penyembuhan. Pada keadaan sangat diperlukan dapat diberikan S dan E maksimal

Page 24: PENATALAKSANAAN TUBERKULOSIS.doc

3 bulan sampai hepatitisnya menyembuh dan dilanjutkan dengan 6 RH

e. Sebaiknya dirujuk ke ahli paru

HEPATITIS IMBAS OBAT

a. Dikenal sebagai kelainan hati akibat penggunaan obat-obat hepatotoksik

b. Pentalaksanaan :

- Bila klinik (+) (ikterik [+], gejala mual, muntah [+]) maka OAT stop

- Bila klinis (-), labolatorium mengalami kelainan :

Bilirubin > 2 maka OAT stop

SGOT< SGPT ≥ 5 kali : OAT stop

SGOT, SGPT ≥ 3 kali, gejala (+) : OAT stop

SGOT, SGPT ≥ 3 kali, gejala (-) maka teruskan pengobatan dengan pengawasan

Panduan OAT yang Dianjurkan :

a. Stop OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)

b. Setelah itu, monitor klinik dan labolatorium, bila klinis dan labolatorium normal kembali (billirubin, SGOT, SGPT), maka tambahkan H (INH) disensitisasi sampai dengan dosis penuh (300 mg). Selama itu perhatikan klinis dan periksa labolatorium saat INH dosis penuh (sesuai berat badan). Sehingga panduan obat menjadi RHES

c. Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi