Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

17
1 Pendahuluan Halitosis merupakan kondisi yang umum dijumpai dalam masyarakat, dan perawatan ke dokter atau dokter gigi kerap dilakukan setelah timbul masalah sosial. Faktor lokal yang berperan dalam timbulnya halitosis adalah adanya penyakit gingiva dan periodontal. Kejadian halitosis mempunyai proporsi yang sama pada pria dan wanita, namun wanita lebih cenderung mencari bantuan profesional dibandingkan dengan pria. Miyazaki menemukan bahwa ada korelasi antara usia dan malodor oral, yaitu semakin tua seseorang, intensitas malodornya semakin kuat. Di Amerika Serikat, Loesche dkk menemukan bahwa 43% orang berusia di atas 60 memiliki masalah bau nafas. Di Turki, insidensi bau mulut berkisar di sekitar 28% .Bornstein dkk menemukan kejadian yang sama di kota Swiss. Hasil ini menunjukkan bahwa malodor oral ini disebabkan oleh tongue coating di generasi muda, sedangkan pada kelompok yang lebih tua, malodor oral disebabkan oleh periodontitis dengan tongue coating. Metode terapi halitosis biasanya bertujuan untuk menghilangkan faktor lokal tersebut, dapat berupa mekanis (penyikatan gigi dan lidah), kimiawi (permen karet, obat kumur) dan kontrol diet. Saat ini sedang dikembangkan metode alternatif untuk menangani halitosis dengan pengobatan Ayurveda yang telah diajarkan sejak bertahun-

description

preventive dentistry

Transcript of Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

Page 1: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

1

Pendahuluan

Halitosis merupakan kondisi yang umum dijumpai dalam masyarakat, dan

perawatan ke dokter atau dokter gigi kerap dilakukan setelah timbul masalah sosial.

Faktor lokal yang berperan dalam timbulnya halitosis adalah adanya penyakit gingiva

dan periodontal. Kejadian halitosis mempunyai proporsi yang sama pada pria dan

wanita, namun wanita lebih cenderung mencari bantuan profesional dibandingkan

dengan pria. Miyazaki menemukan bahwa ada korelasi antara usia dan malodor oral,

yaitu semakin tua seseorang, intensitas malodornya semakin kuat. Di Amerika

Serikat, Loesche dkk menemukan bahwa 43% orang berusia di atas 60 memiliki

masalah bau nafas. Di Turki, insidensi bau mulut berkisar di sekitar 28% .Bornstein

dkk menemukan kejadian yang sama di kota Swiss. Hasil ini menunjukkan

bahwa malodor oral ini disebabkan oleh tongue coating di generasi muda, sedangkan

pada kelompok yang lebih tua, malodor oral disebabkan oleh periodontitis dengan

tongue coating. Metode terapi halitosis biasanya bertujuan untuk menghilangkan

faktor lokal tersebut, dapat berupa mekanis (penyikatan gigi dan lidah), kimiawi

(permen karet, obat kumur) dan kontrol diet. Saat ini sedang dikembangkan metode

alternatif untuk menangani halitosis dengan pengobatan Ayurveda yang telah

diajarkan sejak bertahun-tahun yaitu terapi oil pulling. Terapi oil pulling adalah suatu

prosedur berkumur dengan minyak. Berkumur dengan minyak dipercayai dapat

menarik semua mukus, bakteri dan toksin dari tubuh melalui saliva. Minyak ini

memiliki efek pembersihan dan penyembuhan yang tidak hanya pada mulut dan

sinus, tapi pada seluruh tubuh

1. Halitosis

1.1. Etiologi dan Patogenesis Halitosis

Halitosis didefinisikan sebagai bau tidak enak yang keluar dari rongga mulut,

tanpa melihat sumber bahan odorus dalam nafas baik dari oral maupun non-oral.

Klasifikasi halitosis dibagi menjadi genuine halitosis, pseudo halitosis dan

halitofobia. Berdasarkan penyebabnya, halitosis dapat dikelompokkan menjadi

intraoral atau faktor lokal dan ekstraoral atau faktor sistemik. Dalam rongga mulut,

Page 2: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

2

bau mulut biasanya disebabkan karena kebersihan mulut yang buruk, gingivitis,

periodontitis, soket gigi yang terinfeksi, sisa darah post bedah, debri yang melekat

pada bahan alat gigi, ulser mulut, serostomia dan tongue coating. Secara normal,

rongga mulut merupakan tempat hidup yang baik bagi banyak spesies baik bakteri,

jamur, maupun virus, namun pada pasien halitosis intraoral, lebih banyak ditemukan

variasi bakteri dari kokobasilus batang gram negatif dan batang gram positif.

Walaupun tidak ditemukan hubungan yang pasti antara genus bakteri dengan

halitosis, namun dengan adanya peningkatan diversitas spesies dalam subyek halitosis

menunjukkan bahwa interaksi dari beberapa spesies yang justru menimbulkan

halitosis. Kebanyakan komponen odor berasal dari dekomposisi protein diman

terdapat sepuluh komponen organik volatil pada pasien halitosis oral berurutan dari

yang terbesar sampai terkecil adalah methylbenzene, 2,2-dimethyldecane, 2,2,3,3-

tetramethylbutane, 2-propanone, 3-methyl-5-propylnonane, methylcyclohexane, 3-

methylhexane, 2-methyl-1-propene, etanol dan methylcyclopentane. Bahan odor oral

yang dihasilkan oleh mikroorganisme antara lain komponen sulfur volatil (terutama

metal merkaptan [CH3SH], hidrogen sulfida [H2S] dan dimetil sulfida [CH3SCH3]),

poliamin (putresin dan kadaverin) dan asam lemak rantai pendek (asam butirat, asam

valerat dan asam propionik). Komponen sulfur volatile menempati 90% dari total

udara dalam rongga mulut. Dalam penelitian yang menganalisis hubungan bakteri

penghasil odor dan jenis odor, ditemukan bahwa Prevotella intermedia, Prevotella

nigrescens dan Treponema denticola berkorelasi dengan kadar hidrogen sulfida;

Porphyromonas gingivalis, P. intermedia, dan Tannerella forsythensis berkorelasi

dengan kadar metil merkaptan (Tabel 1). Selanjutnya, metil merkaptan merupakan

penyebab utama halitosis dibandingkan hidrogen sulfida dan dimetilsulfida, dimana

metil merkaptan dan hidrogen sulfida berasal dari intraoral, sedangkan dimetilsulfida

diduga berasal dari ekstraoral.

Page 3: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

3

Tabel 1. Jenis bakteri yang menghasilkan komponen sulfur volatil intraoral dari

intraoral, seperti hidrogen sulfida dan metil merkaptan.

Bakteri Komponen sulfur volatil

P. intermedia

P. nigrescens

T. denticola

Hidrogen sulfida

P. gingivalis

P. intermedia

T. forsythensis

Metil merkaptan

Penyebab ekstraoral dari halitosis antara lain sinusitis kronik, faringitis,

laringitis, tonsilitis dan tonsiloliths. Selain itu, penggunaan obat-obatan seperti kloral

hidrat, isorbid dinitrat, dimetil sulfoksida, dilsulfiram, bahan sitotoksik, paraldehid,

dan triamteren serta penyakit sistemik seperti diabetes melitus, penyakit pada sistem

respiratorius atau gastrointestinal, gagal organ hepar atau renal, dan gangguan

metabolik trimetilamin juga berperan dalam timbulnya halitosis.

Pada halitosis ekstraoral, 90% substansi penyebab dalam saluran

gastrointestinal adalah asam lemak (asam asetat, asam propionik dan asam butirat),

6,5% amoniak dan sisanya adalah komponen sulfur (hidrogen sulfida, dan metal

merkaptan) dan komponen nitrogen (indol, skatol, piridin, pirol, amonia,

trimetilamin).

1.2. Diagnosis

Secara umum, diagnosis halitosis dapat dilakukan dengan identifikasi kadar

bahan volatil yang dihasilkan dan identifikasi mikroba penyebab halitosis.

Penggunaan halimeter yang berfungsi mengukur kadar sulfida volatil, tes BANA (N-

benzoyl-DL-arginine-2-naphthylamide) yang mengukur kadar sulfide sulkus gingiva,

kromatografi gas, pengukuran dengan organoleptik, electronic nose, pemeriksaan

Page 4: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

4

kadar salivary β-galactosidase, metoda ninhydrine (kadar amin saliva), inkubasi

saliva, cysteine challenge testing merupakan beberapa cara identifikasi kadar bahan

volatil penyebab halitosis. Cara identifikasi mikroba penyebab antara lain dilakukan

dengan hibridisasi DNA dan real time PCR yang spesifik untuk bakteri tertentu.

Tehnik kultur mikroba penyebab halitosis, sepertinya tidak dapat digunakan karena

sekitar 50% mikrobiota oral tersebut tidak dapat dikultur.

Tabel 2. Metode diagnosis halitosis dikelompokkan menjadi identifikasi bahan

volatil dan identifikasi mikroba.

Identifikasi

bahan volatil

Halimeter

Tes BANA (N-benzoyl-DL-arginine-2-

naphthylamide)

Kromatografi gas

Pengukuran dengan organoleptik

Electronic nose

Pemeriksaan kadar salivary β-

Galactosidase

Metoda ninhydrine

Inkubasi saliva

Cysteine challenge testing

Identifikasi

mikroba

Hibridisasi DNA

Real time PCR

Kultur

1.3. Terapi

Page 5: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

5

Untuk mengatasi halitosis intraoral, dapat dilakukan kontrol terhadap

kebersihan mulut, kesehatan jaringan lunak dan keras mulut faktor-faktor pendukung

timbulnya halitosis, penggunaan bakteri lain untuk menekan bakteri anaerob gram

negatif, dan terapi antimikrobial. Upaya menghilangkan faktor lokal dapat dilakukan

secara 1) mekanis dengan cara penyikatan lidah dan gigi, dan 2) kimiawi melalui

penggunaan obat kumur, pasta gigi, permen karet; dan sistemik kontrol diet dan terapi

biologis dengan menggunakan probiotik. Pembersihan gigi dan mulut secara mekanis

bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba patogen dari biofilm dan tongue

coating, sehingga pembentukkan karies dihambat, kadar halitosis menjadi rendah dan

risiko penyakit sistemik dapat berkurang. Secara kimiawi, penggunaan obat kumur

klorheksidin diglukonat juga memberikan hasil yang baik terhadap timbulnya

halitosis. Bahan lain yang juga dapat memperbaiki kondisi halitosis antara lain zinc

chloride dan sodium chloride, TCF (triclosan, copolimer dan NaF), oxygen release

device, oxohalogen oxidant (campuran chlorite anion dan chlorine dioxide) serta

minyak esensial. Kombinasi terapi mekanik dan kimiawi ternyata dapat memperbaiki

kondisi halitosis oral, ditandai dengan penurunan kadar komponen sulfur volatil dan

organoleptik. Contohnya, pada pasien dengan gigi tiruan, penyikatan gigi tiruan saja

ternyata tidak dapat mengurangi halitosis, tetapi penyikatan gigi yang disertai

perendaman gigi tiruan dalam larutan antiseptik, ternyata jauh lebih efektif. Dahulu

permen karet sering digunakan untuk menghilangkan bau mulut, tetapi ternyata

permen karet tidak bergula justru akan meningkatkan kadar metil merkaptan. Rasa

mint dalam permen, tidak menurunkan konsentrasi metil merkaptan, tetapi hanya

menutupi malodor oral saja. Modifikasi faktor pendukung timbulnya halitosis, dapat

dilakukan dengan mengurangi diet protein. Adanya keseimbangan diet protein dan

karbohidrat akan mengurangi pembentukan bahan odor. Daging yang masih berdarah,

daging ikan, susu fermentasi, dapat meningkatkan metabolisme protein sehingga

bahan odor yang terbentuk akan meningkat pula. Makanan yang banyak mengandung

mineral sulfat, juga dapat menimbulkan halitosis. Berdasarkan penelitian, jika

makanan yang banyak mengandung bahan odor dianginkan pada udara kering maka

Page 6: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

6

akan mengurangi jumlah mikroorganisme anaerob yang ada didalamnya. Dewasa ini,

suatu

2. Terapi Oil Pulling

Terapi oil pulling dalam pengobatan alternatif, adalah prosedur yang

melibatkan berkumur minyak di mulut untuk manfaat kesehatan mulut dan sistemik.

Terapi oil pulling telah digunakan secara ekstensif sebagai obat tradisional di India

selama bertahun-tahun untuk mencegah kerusakan, bau tidak sedap dari mulut, gusi

berdarah, kekeringan tenggorokan, bibir pecah-pecah dan untuk memperkuat gigi,

gusi, dan rahang. Terapi ini bukanlah suatu konsep baru dan telah disebutkan dalam

teks Ayurveda Charaka Samhita mana disebut sebagai Kavala Gandoosha/Kavala

Graha. Konsep terapi oil pulling telah diperkenalkan oleh Dr F. Karach pada 1990-an

di Rusia. Hal ini dikatakan dapat menyembuhkan sekitar 30 penyakit sistemik mulai

dari sakit kepala, migrain diabetes dan asma.

2. 1. Mekanisme Kerja Terapi Oil Pulling

Sebagian besar mikroorganisma yang menghuni mulut terdiri atas sel tunggal.

Sel-sel ini diselaputi dengan membran lipid atau lemak. Apabila minyak (lemak) dan

air dicampur bersama-sama, mereka akan terpisah dan tidak akan bercampur. Tapi

apabila dua minyak dicampur bersama-sama, mereka akan bergabung serta tertarik

satu sama lain. Ini adalah rahasia untuk oil pulling. Bila minyak dimasukkan ke

dalam mulut dan mulai dikumur sekitar gigi dan gusi, lemak membran dari

mikroorganisma akan tertarik padanya dan mikroba seolah-olah sedang ditarik ke

magnet yang kuat. Bakteri tersembunyi di bawah celah dalam gingiva dan dalam

pori-pori dan tubulus dalam gigi tersedot keluar dari tempat persembunyian mereka

dan terkumpul dalam larutan kumur. Semakin lama minyak dikumur, semakin banyak

mikroba yang ditarik bebas. Setelah 20 menit larutan kumur berisi dengan bakteri,

virus, dan organisma lain.

Page 7: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

7

3. Laporan Penelitian

Pilot studi yang dilakukan oleh Asokan dan kawan-kawan di Departemen

Periodonsia, Meenakshi Ammal Dental College, Chennai. dengan tujuan sebagai

berikut:

1) Untuk mengevaluasi efek terapi oil pulling dengan minyak wijen terhadap

halitosis dan mikroorganisme penyebab halitosis pada remaja.

2) Untuk membandingkan efektivitas terapi oil pulling dan penggunaan obat

kumur klorheksidin pada halitosis.

Izin komisi etik diperoleh untuk melaksanakan pekerjaan penelitian.

Persetujuan tertulis diperoleh dari semua peserta dan orang tua mereka. 60 remaja

berusia 17-19 tahun diperiksa dan dinilai dengan kuesioner pribadi dan hanya 20

remaja yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi dipilih untuk studi ini. Tujuh hari

sebelum periode eksperimental parameter klinis berikut dinilai: Indeks Modifikasi

gingiva (MGI), indeks plak, dan kedalaman probing. Pengukuran ini dilakukan untuk

memastikan bahwa peserta sesuai dengan kriteria seleksi dan tidak memiliki penyakit

periodontal. Skelling dilakukan untuk semua peserta. 20 peserta yang dipilih dibagi

secara random atas 2 kelompok yaitu Kelompok I (melakukan terapi oil pulling) dan

kelompok II (kelompok kontrol-berkumur klorheksidin) dengan 10 orang peserta

pada masing-masing kelompok. Setelah tahap pra-eksperimental, para peserta

dijadwalkan untuk melakukan analisis napas, sesuai dengan kriteria sebagai berikut:

malam sebelum penilaian para peserta diminta untuk tidak mengkonsumsi makanan

pedas, bawang putih atau bawang merah atau minuman beralkohol dan penyikatan

gigi yang terakhir harus dilakukan sebelum jam 12:00pm. Pada pagi hari, peserta

harus berpuasa, tidak melakukan apapun jenis tindakan kebersihan mulut, dan tidak

harus menggunakan kosmetik/parfum yang mengeluarkan bau. Parameter berikut

dinilai pada hari 0 dan hari 14 periode eksperimen pada setiap peserta: MGI, indeks

plak, penilaian napas organoleptik (ORG1), Self-assessment of breath (ORG2) oleh

peserta sendiri, uji BANA dari sampel lapisan lidah. Kelompok I diinstruksikan untuk

melakukan terapi oil pulling dengan minyak wijen selama 10-15 menit setiap hari di

Page 8: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

8

pagi hari sebelum menyikat gigi. Kelompok kontrol diberi obat kumur klorheksidin

0,2% selama 1 menit setiap hari selama 14 hari. Peserta dari kedua kelompok

diizinkan untuk menyikat gigi sekali sehari.

Nilai pre dan post indeks plak, indeks gingival, ORG1, ORG2 dan uji BANA

diantara kelompok sama diuji dengan uji Wilcoxon dan chi-square test. Perbandingan

nilai pre dan post diantara kelompok I dan kelompok II dilakukan dengan uji Mann-

Whitney dan chi-square test. Dari hasil yang diperoleh, perbandingan nilai pre dan

post indeks plak dan indeks gingival (MGI) menunjukkan perbedaan yang signifikan

(p=0,005 dan 0,007) pada kelompok I dan kelompok II. Terdapat penurunan yang

jelas pada skor ORG1, ORG2 dan skor uji BANA pada kedua kelompok I dan II.

Dengan penelitian ini dapat disimpulkan bahwa terapi oil pulling adalah seefektif

obat kumur klorheksidin terhadap halitosis dan organisma yang berhubungan dengan

halitosis.

Pembahasan

Halitosis sebagian besar berasal dari senyawa sulfida yang mudah menguap

(volatile sulfide compounds , VSCs), terutama hidrogen sulfida, metil merkaptan, dan

dimetil sulfida yang pertama kali ditemukan oleh Tonzetich. Kehadiran diamina,

indol, skatole, butirat asam propionat di dalam udara mulut juga dapat menyebabkan

bau nafas yang tidak menyenangkan. Kebanyakan penyebab bau nafas merupakan

hasil dari degradasi proteolitik peptida yang terdapat dalam saliva, shed epithelium,

sisa-sisa makanan dan plak yang disebabkan oleh mikroorganisme oral. Bakteri

anaerob gram negatif memiliki aktivitas proteolitik dan hampir semua bakteri yang

berhubungan dengan gingivitis dan periodontitis merupakan bakteri gram negatif dan

berperan untuk menghasilkan VSCs.

Pemeriksaan sendiri, uji organoleptik, monitor sulfida, gas chromatography

electronic nose, diamond probes, dark field microscopy, dan uji inkubasi saliva

merupakan cara-cara untuk mengidentifikasi bau nafas yang tidak menyenangkan.

Pengukuran dengan monitor sulfida (Halimeter) atau gas kromatografi (Oral

Chroma) adalah sangat mahal, sedangkan pengukuran dengan Tanita Breath Alert

Page 9: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

9

Monitors lebih murah tetapi metode ini tidak reliable, dengan ini penilaian

organoleptik dilakukan dalam penelitian ini. Pemeriksaan sendiri dilakukan untuk

melibatkan peserta atau subjek penelitian secara aktif dan untuk mendapatkan respon

subjektif dari mereka pada akhir penelitian.

Mukosa pada dorsum lidah menunjukkan topografi yang tidak teratur

sehingga ideal untuk adhesi dan pertumbuhan bakteri yang terlindung dari tindakan

pembersihan oleh saliva. Akumulasi sisa-sisa makanan bercampur dengan exfoliated

cells dan bakteri menyebabkan terbentuknya satu lapisan coating pada dorsum lidah.

Sampel diambil dari dorsum lidah (sumber bau nafas yang tidak menyenangkan) dan

ditempatkan pada BANA test strip dalam penelitian ini.

Uji BANA merupakan uji yang sangat sensitif, murah dan mudah untuk

menilai mikroorganisme yang menyebabkan bau nafas. Uji BANA merupakan

modifikasi dari uji hidrolisis BANA yang dikembangkan oleh Dr. Walter Loesche

dan teman sekerjanya di University of Michigan School of Dentistry. Uji ini

menemukan enzim di tiga bakteri anaerob yaitu Treponema denticola,

Porphyromonas gingivalis, dan Bacteroides forsythus sangat berhubungan dengan

bau nafas. Dari sekitar 60 spesies plak subgingiva, hanya tiga bakteri ini memiliki

enzim yang mampu menghidrolisis peptida sintetik benzoil-dl-arginin-naphthylamide

(BANA) yang terdapat pada uji BANA. Tiga bakteri tersebut menghidrolisis enzim

BANA dan memproduksi B-naphthylamide yang kemudiannya bereaksi dengan

pewarna imbedded diazo untuk menghasilkan warna biru permanen yang

menunjukkan hasil positif. Hasil negatif menunjukkan organisme terdapat pada

sampel tetapi di bawah ambang batas deteksi (kira-kira di bawah 1000-5000 CFU).

Studi individu dengan halitosis menunjukkan sampel dari lapisan coating pada lidah

memberikan hasil positif pada uji BANA. Individu dengan lapisan coating pada lidah

mempunyai nilai uji organoleptik yang tinggi juga mempunyai hasil BANA yang

lebih positif.

Klorheksidin merupakan agen antiplak dan antigingivitis yang paling efektif.

Apabila berkumur dengan klorheksidin, tingkat VSC dan skor ORG dapat

dikurangkan karena efek antibakteri yang kuat. Rosenberg dkk menunjukkan bahwa

Page 10: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

10

terapi dengan 0,2% klorheksidin dapat mengurangkan nilai VSC sebesar 43% dan

skor ORG lebih dari 50%. De Boever dan Loesche melaporkan bahwa berkumur

dengan klorheksidin 0,12%, dengan kombinasi menyikat gigi dan lidah selama 1

minggu dapat mengurangi tingkat VSC, bau mulut dan bau lidah secara signifikan,

yaitu 73%, 69%, dan 78% masing-masing. Halitosis pada pagi hari dapat berkurang

sehingga 90%. Oleh karena itu, klorheksidin digunakan sebagai kontrol positif dalam

uji klinis.

Dalam peneltian ini, terapi oil pulling menunjukkan efek seperti klorheksidin

terhadap halitosis dan organisme yang berhubungan dengan halitosis. Minyak wijen

memiliki beberapa keuntungan dibandingkan klorheksidin: tidak ada pewarnaan,

tidak berlama-lama setelah rasa, dan tidak bersifat alergi serta sudah tersedia dalam

rumah tangga. Terapi oil pulling tidak memiliki kelemahan kecuali waktu

prosedurnya panjang dibandingkan dengan klorheksidin.

Walaupun terapi oil pulling tidak dapat digunakan sebagai pengobatan

tambahan sekarang, namun terapi ini dapat dijadikan sebagai terapi pencegahan di

rumah tangga terutama di negara-negara berkembang seperti India. Penelitian lebih

lanjut dengan sampel yang lebih besar, periode waktu yang berbeda-beda, dan follow-

up untuk jangka waktu yang lama harus dilakukan untuk mengkaji keberhasilan

terapi oil pulling dalam pencegahan halitosis. Mekanisme terapi oil pulling masih

belum jelas dan penelitian di bidang ini sedang dilakukan. Studi lebih lanjut dengan

minyak wijen dapat membuka pintu baru untuk penelitian berhubungan perawatan

kesehatan mulut.

Page 11: Penatalaksanaan Halitosis Dengan Terapi Oil Pulling

11

Daftar Pustaka

1. Asokan S, Saravana Kumar R, Emmadi P, Raghuraman R, Sivakumar N.Effect of

oil pulling on halitosis and microorganisms causing halitosis: A randomized

controlled pilot trial. J Indian Soc Pedod Prevent Dent 2011.2(29)

2. Bollen MLC, Beikler T. Halitosis: the multidisciplinary approach. Int Jour of Oral

Science (2012), 55-63

3. Yaegaki K, Coil MJ. Examination, Classification and treatment of halitosis;

Clinical perspectives. Jour of the Canadian Den Assoc 200. 5(66)

4. Fife B. Dental health with oil swishing:evidence that oil pulling eradicates

harmful bacteria. Well Being J 2008; Nov/Dec

5. Fife L.Life Without Sweets.Oil Pulling 101. http://lifewithoutsweets.blogspot.

com/p/oil-pulling-101.html