PENATAAN ULANG KATEGORISASI HADÎTS MUDRÂJ DALAM...
Transcript of PENATAAN ULANG KATEGORISASI HADÎTS MUDRÂJ DALAM...
PENATAAN ULANG KATEGORISASI
HADÎTS MUDRÂJ DALAM HADÎTS DHÂ’ÎF
Tesis
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (MA)
Dalam Bidang Ilmu Agama Islam
Disusun oleh:
Arif Hendra Erizal
NIM. 213410533
JURUSAN ULUMUL QUR’AN DAN ULUMUL HADITS
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN (IIQ)
JAKARTA
2015
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Tesis dengan judul “Penataan Ulang Kategorisasi Hadîts Mudrâj
Dalam Hadîts Dha’îf” yang disusun oleh Arif Hendra Erizal dengan Nomor
Induk Mahasiswa 213410533 telah melalui proses bimbingan telah
memenuhi syarat ilmiah untuk diajukan di siding munaqasyah.
Pembimbing I,
Dr. Sahabuddin, MA
Tanggal:
Pembimbing II,
Dr. Ahmad Fudhaili, MA
Tanggal:
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis dengan judul “Penataan Ulang Kategorisasi Hadîts Mudrâj
Dalam Hadîts Dha’îf” oleh Arif Hendra Erizal dengan NIM 213410533 telah
diujikan di sidang Munaqasyah Program Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur‟an
(IIQ) Jakarta pada 24 Agustus 2015. Tesis tersebut telah diterima sebagai
salah satu syarat memperoleh gelar Megister Agama (MA) dalam bidang
Ilmu Agama Islam.
Dr. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA. (………………………)
Ketua Sidang
Prof. Dr. H. Said Agil Husen Al-Munawwar, MA. (……………….…….)
Penguji I
Dr. H. Asep Saepuddin Jahar, MA (………………………)
Penguji II
Dr. H. Sahabuddin, MA (…………………..…..)
Pembimbing I
Dr. H. Ahmad Fudhaili, MA. (…………………..…..)
Pembimbing II
Dr. H. Ahmad Fudhaili, MA. (………………………)
Sekertaris
iv
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Arif Hendra Erizal
NIM : 213410533
Tempat/Tanggal Lahir : Barulak, 12 Februari, 1987
Menyatakan bahwa tesis dengan judul “Penataan Ulang Kategorisasi Hadîts
Mudrâj Dalam Hadîts Dha’îf” adalah benar-benar asli karya saya kecuali
kutipan-kutipan yang sudah disebutkan. Kesalahan dan kekurangan di dalam
karya ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Jakarta, 15 Agustus 2015
Arih Hendra Erizal
v
MOTTO
MAN JADDA WAJADA Siapa yang bersungguh-sungguh, akan mendapatkan kesuksesan…
KHAIRUNNÂS ANFA’HUM LINNÂS Manusia terbaik adalah, orang yang bisa memberikan nilai positif dan
memberikan manfaat bagi orang lain….
vi
Ku persembahkan Tesis ini untuk:
Ama &
Apa
Cintamu yang tak ber ujung,
Kasih sayangmu yang tak pernah habis,
Doamu yang tak pernah putus,
Usahamu yang tak pernah letih,
Ku persembahkan perhargaan terbesar untuk namamu, Zamrial & Eliati
vii
Kata Pengantar
Puja dan puji syukur senantiasa saya panjatkan ke hadirat Allah Swt,
dengan pertolongan-Nya-lah saya bisa sampai ke tahap ini. Dia-lah yang
memberikan pertolongan dengan menggerakkan hati dan keinginan ini untuk
menyelesaikan upaya penelitian tesis dengan judul “Penataan Ulang
Kategorisasi Hadîts Mudrâj Dalam Hadîts Dha’îf”. Shalawat dan salam
semoga selalu tercurahkan kepada junjungan dan suri tauladan kita Nabi
besar Muhammad saw.
Selesainya tesis ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, baik berupa
bantuan materil maupun non materil, baik secara lansung maupun secara
tidak langsung. Oleh karena itu, perlu kiranya saya hanturkan ucapan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. Huzaemah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut Ilmu
al-Qur‟an.
2. Dr. KH. Ahmad Fudhaili, MA selaku Direktur Program Pascasarjana
Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta.
3. Dr. H. Sahabuddin, MA selaku pembimbing I dan Dr. H. Ahmad
Fudhaili, MA selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu
untuk memberikan bimbingan, arahan dan inspirasi hingga sampai bisa
ke tahap penyelesaian ini.
4. Seluruh dosen Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta terutama dosen
jurusan „Ulum Al-Qur‟an dan „Ulum al-Hadits yang telah memberi
banyak ilmu dan wawasan selama masa studi beserta staf karyawan
yang telah membantu kelancaran proses studi.
5. Seluruh pimpinan perpustakaan Institut Ilmu al-Qur‟an dan UIN Syarif
Hidayatullah karena dengan penyediaan buku-buku di sanalah, penulis
termudahkan dalam proses penelitian ini.
6. Bapak dan Ibuku yang selalu memberikan bantuan yang sungguh tak
terhingga baik secara materiil maupun non materiil.
viii
7. Terkhusus untuk uda Dedi Alfian dan etek Winda Sasmita, SS. yang
senantiasa memberikan bantuan luar biasa, baik secara materil ataupun
juga non materil. Terima kasih banyak atas perhatian dan dukungannya
selama ini.
8. Tak kalah pentingnya buat, adinda Rafiqa Syafly, S.psi. Yang selalu
memotivasi dan membantuku selama tahap penulisan sampai selesainya
penelitian tesis ini. Terima kasih atas perhatian dan motivasinya dinda.
9. Kepada seluruh teman-teman seangkatan seperjuangan pascasarjana
IIQ dan terkhusus untuk saudara Rifian panigoro, teman seperjuangan
dalam menyusun tesis ini, juga memiliki pembing yang sama, banyak
halang rintangan, suka duka yang kita tempuh bersama-sama dalam
menulis tesis ini. Begitu juga mas Riqza, dan buk Khodijah yang selalu
jadi teman semangat dan teman sharing dalam proses penyusunan tesis
ini.
Jakarta, 15 Agustus 2015
Penulis
ix
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi adalah penyalinan dengan penggantian huruf dari abjad
yang satu ke abjad yang lain. Dalam penulisan di IIQ (Institut Ilmu al-
Qur’an), transliterasi Arab-Latin mengacu pada pedoman berikut ini:
1. Konsonan
Huruf Arab Huruf Latin
A أ
B ب
T ت
Ts ث
J ج
H ح
Kh خ
D د
Dz ذ
R ر
Z ز
S س
Sy ش
Sh ص
Dh ض
Huruf Arab Huruf Latin
Th ط
Zh ظ
‘ ع
Gh غ
F ف
Q ق
K ك
l ل
m م
n ن
w و
h ه
’ ء
Y ي
2. Vokal
Vokal Tunggal
Fath}ah} : a
Kasrah} : i
Dhammah} : u
Vokal Panjang
{a : أ
{i : ي
{u : و
Vokal Rangkap
....يْ : ai
....وْ : au
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti al-Qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-Qamariyyah ditransliterasikan
sesuai dengan bunyinya, yaitu huruf l (el) diganti dengan huruf yang
sama dengan huruf yang langsung mengikuti kata sandang itu.
xi
Contoh:
: al-Baqarah
: al-Madînah
b. Kata sandang yang diikuti al-syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh al-syamsiyah ditransliterasikan
sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai dengan
bunyinya.
Contoh:
: ar-rajul
: asy-syamsu
ة : as-Sayyidah
: ad-Dârimî
xi
DAFTAR ISI
BAB 1 : PENDAHULUAN.................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah..........................................................................1
B. Permasalahan.............................................................................................7
Identifikasi Masalah............................................................................7
Pembatasan Masalah...........................................................................8
Perumusan Masalah.............................................................................9
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan..........................................................9
D. Tujuan Penelitian......................................................................................10
E. Signifikansi Penelitian..............................................................................10
F. Metode Penelitian......................................................................................11
G. Sistematika Penulisan...............................................................................12
BAB 11 : KONSEP PENENTUAN HADÎTS DHA’ÎF.....................................14
A. Pengertian Hadîts Dha’îf............................................................................
1. Pengertian Hadîts Dha’îf.............................................................................14
Secara Etimologi.....................................................................................14
Secara Terminologi.................................................................................15
B. Macam-Macam Hadîts Dha’îf ................................................................17
Pertama : Keterputusan Dalam Sanad Hadîts: ...........................................19
Hadîts Munqhati’................................................................................19
Hadîts Mu’dhal, ...............................................................................20
Hadîts Mu’allaq..................................................................................26
Hadîts Mudallas..................................................................................28
Kedua: Disebabkan Cacat Pada Salah Satu Perawi
a. Disebabkan Cacat Keadilan Perawi;
Hadîts Matrûk.....................................................................................36
Hadîtst Majhûl....................................................................................38
Hadîts Mubham..................................................................................40
HALAMAN JUDUL ........................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING……........................................... ii
SURAT PENGESAHAN................................................................. iii
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIASSI........................... iv
MOTTO ............................................................................................ v
PERSEMBAHAN ............................................................................ vi
KATA PENGANTAR...................................................................... vii
PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................... x
DAFTAR ISI ..................................................................................... xi
ABSTAKSI ..................................................................................... xv
xii
b. Disebabkan Cacat Kedhabitan Perawi
Hadîts Munkar....................................................................................40
Hadîts Mu’allal...................................................................................42
Hadîts Mutltharrib..............................................................................44
Hadîts Maqlûb....................................................................................51
Hadîts Mushahhaf dan Muharraf........................................................52
Hadîts as-Syâdz...................................................................................52
Hadîts Mudrâj............................................................................
c. Tingkatan Hadîts Dha’îf.........................................................................54
d. Faktor Penyebab Terangkatnya Derajat Hadîts Dha’îf........................54
e. Hukum Mengamalkan Hadîts Dha’îf.....................................................55
f. Periwayatan Hadîts Dha’îf......................................................................58
g. Peningkatan Kualitas Hadîts Dha’îf.......................................................59
BAB 111 : PENATAAN ULANG KATEGORISASI HADÎTS MUDRÂJ
DALAM HADÎTS DHA’ÎF......................................................................................63
A. Hadîts Mudrâj.................................................................................
1. Pengertian Hadîts Mudrâj.........................................................................63
Secara Etimologi.......................................................................................63
Secara Terminologi...................................................................................64
2. Sejarah Dan Histori Hadîts Mudrâj Serta Perkembangannya...................64
3. Sebab-Sebab Munculnya Hadîts Mudrâj……………………..................68
4. Hukum Hadîts Mudrâj Apakah Shahîh, Hasan,Dha’îf.............................72
Tempat-tempat terjadinya Idrâj.............................................................72
Pendorong Terjadinya Idrâj...................................................................73
5. Derajat Hadîts Mudrâj...............................................................................73
6. Pentingya mengetahui Hadîts Mudrâj.......................................................75
7. Hadîts Mudrâj dan pengaruhnya terhadap perbedaan ahli
Fuqâhâ’..................................................................................................75
B. Karya- Karya Ulama Tentang Hadîts Mudrâj............................................78
1. Ahmad bin Ali al-Khatîb al-Baghdâdî dalam kitabnya “ al-Fashl lil washl
al-Mudrâj Fi an-Naql ”.............................................................................78
Terjemahan Pengarang Kitab....................................................................78
Perjalanan Kehidupan Dalam Menapaki Keilmuan...............................79
Diantara Para Guru al-Khatîb................................................................82
Diantara Para Murid Al-Khatîb Yang Terkenal.....................................84
Kapasitas Keilmuannya Serta Pujian Ulama Terhadap Al-Baghdâdî....85
Peninggalan al-Khatîb al-Baghdâdî Dari Segi Keilmuan........................87
2. Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya “ Taqrîb al-Minhaj Bitartîb al-
Mudrâj”....................................................................................................88
xiii
Nama Lengkap, Kelahiran, Serta Perkembangan Ibnu Hajar................89
Diantara Guru Ibnu Hajar.....................................................................90
Perjalanan Ibnu Hajar Dalam Menuntut Ilmu.........................................91
Aktifitas Ibnu Hajar................................................................................91
Diantara Karya Ibnu Hajar.....................................................................92
Wafatnya................................................................................................92
3. al-Hafizh al-Sayûthi dalam kitabnya “ al-Madraj ilal Mudrâj li al-
Assuyuti”....................................................................................................92
Sejarah Singkat Imam Sayûthi ..................................................................93
Latar Belakang Pengembangan Ilmu Pengetahuan Bagi Imam Suyûthi....95
Wawasan Keilmuan Imam Suyûthi.........................................................96
BAB 1V : PENYELESAIAN HADÎTS MUDRÂJ..................................
A. Pembagian Hadîts Mudrâj. .............................................................................97
1. Mudrâj Yang Terdapat Pada Matan Hadîts. ...................................................97
2. Mudrâj Yang Terdapat Pada Sanad Hadîts.....................................................97
B. Cara Mengetahui Hadîts Mudrâj....................................................................101
C. Hukum Melakukan Idrâj Kedalam Hadîts...................................................102
D. Diantara Hadîts-Hadîts Mudrâj Yang Terdapat Dalam Kitab Sahih
Bukhârî...........................................................................................................103
E. Diantara Hadîts Mudrâj Yang Tidak Sahih...................................................160
F. Reposisi Hadîts Mudrâj...............................................................................165
G. Penawaran Penulis Dalam Reposisi Ulangan Hadîts Mudrâj......................166
BAB V: KESIMPULAN......................................................................... A. Kesimpulan...............................................................................................................169
B. Saran ........................................................................................................................171
xv
Abstarak
Penambahan kalimat dari bentuk aslinya dalam satu redaksi yang
bersifat informatif guna memberikan penegasan atau keterangan agar mudah
dipahami adalah suatu hal yang wajar, supaya informasi yang disampaikan
dapat dipahami dengan benar oleh orang yang menerima informasi, selama
penambahan kalimat atau kata tersebut tidak merubah esensi informasi.
Pada hakekatnya hadîts mudrâj adalah adanya penyusupan kata atau
kalimat pada hadits yang sebenarnya bukan bagian dari hadits, baik pada
matan ataupun sanad, tanpa adanya penjelasan tentang penambahan kalimat
atau kata tersebut. Penyusupan kata atau kalimat dalam hadits biasanya
dinilai negatif, oleh karena itu hadîts mudrâj, termasuk kategori hadîts dha’îf
(lemah). Penilaian negatif (hadîts dha’îf), pada hadîts mudrâj adalah dari sisi
kredibilitas/kejujuran seorang perawi (‘adalah-nya) atau dari sisi
intejensi/daya ingat (tsiqah), bukan pada keterputusan periwayat (sanad)
hadits. Sebenarnya tidak seluruh penyusupan dalam hadits adalah jelek. Pada
kenyataannya terdapat hadits-hadits yang terindikasikan terjadi penyusupan
dalam matan ataupun sanad yang mempunyai status shahih, akhirnya
menimbulkan pertanyaan apakah status hadits tersebut harus direfisi ataukah
ke-hujjah-an (hukum) menggunakan hadîts mudrâj yang harus dikaji ulang.
Jenis penelitian ini termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif terbagi menjadi dua bagian yaitu penelitian lapangan dan penelitian
kepustakaan (library research). Karena fokus penelitian adalah tentang
hadîts mudrâj maka penelitian ini berbentuk penelitian kepustakaan. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Metode
“deskripsi” digunakan untuk menguraikan hadits yang tergolong kedalam
hadîts mudrâj dalam kitab shahih bukhari dan muslim secara apa adanya.
Adapun metode “analisis” digunakan untuk memberikan komentar terhadap
hadits-hadits yang terindikasi dengan mudrâj
Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam mengolah data, yaitu:
Pertama, menjelaskan tentang pengertian dan sejarah terjadinya hadîts
mudrâj serta semua aspek yang berhungunagn dengan hadîts mudrâj, baik
dari sebab-sebab terjadinya, hukumnya, tempat-tempat terjadinya, serta
pendorong terjadinya hadîts mudrâj. Kedua, menjelaskan derajat hadîts
mudrâj, pentingya mengetahui hadîts mudrâj, serta menjelaskan hadîts
mudrâj dan pengaruhnya terhadap ahli Fuqâhâ.’ Ketiga, penulis
menghadirkan diantara karya- karya ulama tentang hadîts mudrâj. Keempat,
memetakan pembagian hadîts mudrâj, setelahnya menjelaskan cara
mengetahui hadîts mudrâj serta hukum hadits mudraj. Kelima, menyebutkan
diantara hadits-hadits mudrâj yang terdapat dalam kitab Shahîh Bukhârî.
Keenam, memaparkan diantara diantara hadîts mudrâj yang tidak shahih.
Ketujuh, penulis mencoba memberikan solusi serta penawaran ulang untuk
mereposisi posisi hadîts mudrâj.
1
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kajian terhadap Hadits Nabi Saw, baik secara historis maupun
dokumenter, telah ada semenjak awal Islam.1 Tradisi mentransformasikan
informasi tentang semua hal yang dikatakan dan/atau dilakukan Nabi, baik
itu berhubungan dengan masyarakat umum ataupun khusus dengan hal-hal
pribadai Nabi, sudah ada semenjak dulu. Nabi menjadi sentral perhatian
dalam konstalasi sebagai pemimpin, teladan, dan pembawa syariat Allah
yang mayoritas semua perkataan dan prilakunya bermuatan hukum,2 kecuali
sebagian kecil yang terkait dengan hubungan duniawi semata.
Para sahabat sangat apresiatif terhadap segala hal yang berasal dari
Nabi, ini menunjukkan segala ajaran yang berasal dari beliau sangat berarti.
Hal ini terlihat dari kerajinan mereka menghadiri majlis-majlis Nabi,
ditengah kesibukan memenuhi kebutahan hidup, bahkan beberapa orang
diantara mereka tinggal bersamanya3. Tidak jarang terjadi diskusi untuk
mencerna dan memahami lebih dalam setelah mereka menerima hadits.4
Suatu kondisi yang sangat kondusif dimana meraka bisa secara langsung
mendengar sabda dan menyaksikan tindak tanduk Nabi, karena beliau berada
bersama, bergaul, dan bermuamalah bersama mereka,5 sehingga bila terjadi
kesalahan dalam penukilan, kekeliruan pengucapan, atau kekurang-pahaman
terhadap teks hadits, dapat dirujuk kepada Nabi Saw.
Umat Islam telah memberikan perhatian lebih terhadap hadits Nabi
Saw semenjak awal perkembangan Islam itu sendiri. Perhatian itu di
wujudkan di antaranya dalam bentuk, penerimaan hadits Rasullah Saw. dan
1 Fazhlur Rahmân, The Living Sunnat and al-Sunnat Wa al-Jama‟at, dalam P.K
Hoya (ed), Hadîts and Sunnah: Ideal and Realities ( Kuala Lumpur: Islamaic Book Trust,
1996 M.), h. 150 2 Muhammad „Ajjaj al-Khatîb, Al-sunnah Qabla ad-Tadwîn ( Beirut: Dâr al-Fikr,
1971 M.) h, 15-16 3 Rasulluah Saw. tidak membangun madrasah atau akademi untuk memberikan
pelajaran kepada sahabat. Akan tetapi pelajaran itu diadakan dimana saja dan disetiap waktu
Nabi saw. merasa perlu untuk menyampaikannya. Maka itulah majlis ilmiyah Nabi, kadang-
kadang beliau memberikan pelajaran waktu memimpin tentara, kadang-kadang dalam
perjalanan, kadang-kadang berada dalam rumah, lain waktu juga berada di mesjid. Nabi
saw. bertindak sebagai seorang guru, imam dan Khatîb yang memberikan khutbah serta
pelajaran. Dan kadang-kadang beliau bisa berhenti untuk ditanyakan sesuatu tentang
pelajaran. Ringkasnya, semua waktu dan keadaan nabi adalah majlis ilmiyah. Lihat : Hasbîy
Ash Shiddieqîy, Sejarah Perkembangan Hadits, ( Jakarta: PT Bulan Bintang, 1998) cet 1,
hlm 5 4 Muhammad „Ajjaj al-Khatîb, As-sunnah qabla ad-Tadwîn, h. 57-59
5 Musthafâ as-Shibâ‟î, Al-Sunnah Wa Makânatuha Fî at-Tasyrî‟ al-Islâmi (Beirut;
al-Maktab al-Islâmî, 1985 M.), h. 56
2
penyampaiannya kepada orang lain.6 Ada juga beberapa sahabat Nabi Saw.
mencatat hadits yang didengarnya langsung dari Nabi Saw.7 Walaupun
penulisan hadits sudah dimulai dari zaman Nabi Saw, pada umumnya hadits
belum ditulis dimasa itu, dan salah satu jalan utama dalam pelestarian hadits
adalah lewat hafalan.8
Penyebaran dan pemeliharaan hadits secara lisan, disamping tulisan
berlangsung cukup lama melalui beberapa generasi hingga usaha
penghimpunan hadits di pandang selesai.9 Penyebaran dan pemeliharaan
yang melibatkan sejumlah periwayat ( râwî ) secara berantai disebut Isnâd 10
.
Isnâd merupakan mata rantai dalam sebuah hadits, karenanya sumber
informasi dari Rasulullah saw. dapat kita warisi. Isnâd juga merupakan
penjaga dalam keontetikan hadits, Syaikh Islam Ibnu Taimiyah (w.728 H)
mengatakan : “ Isnâd termasuk sebagian kekhususan umat ini, Isnâd juga
termasuk perkara khusus dalam agama Islam yang kemudian menjadi
perkara yang khusus dari pada ahli hadits”11
. Senada dengan ini Muhammad
bin Sîrîn ( w 110 H ) mengungkapkan: “Sesungguhnya ilmu itu adalah
6 Muhammad Syuhûdi Ismâ‟îl, Kaedah Kesahihan Sanad Hadîts. Cet 1. ( Jakarta :
Bulan bintang, 1988) h 33. 7 Maulana Muhammad Ali, The Religion of Islam. (U.A.R : National Publication
and Printing House, t. th), p 61-62 8 Maulana Muhammad Ali, The Religionof Islam, p 62.
9 Penghimpunan yang dimaksud disini adalah penghimpunan secara resmi yang
dimulai pada masa „Umar bin Abd Al- Azîz (99-101 H) Lihat Maulana Muhammad Ali,
The Religionof Islam, h. 71-73. Ada dua alasan yang urgen dalam membelatar belakangi
seorang khalifah melakukan penghimpunan, yaitu : 1) karena situasi dan kondisi pada
waktu itu sudah sangat mendesak, dan 2) sebagai seorang khalifah dia memiliki otoritas
dalam pemerintahan pada masa Banî Umayyah. Disebut mendesak karena saat itu
kekuasaan Islam telah meluas hingga keluar Jazirah Arab, disamping para sahabat
penghafal dan mempunyai catatan pribadi tentang hadits ketika itu –sebagian besarnya -
telah meninggal dunia karena faktor usia semakian menua, dan banyaknya insiden
peperangan di kawasan-kawasan Islam. Disebut memiliki otoritas tertinggi sebagai seorang
Khalifah, dia bisa memerintahkan kepada bawahannya (Gubernur) untuk melakasankan
tugas resmi dalam mengumpulkan dan mengkodifikasi hadits. Abu Bakar Muhammad bin
„Amr bin Hazm (w 117H) seorang gubernur Madinah ketika itu mendapatkan tugas mulia
dalam pengumpulan dan kodifikasi hadits dari Khalifah Umar bin Abdu al- Azîz untuk
melaksanakannya sebaik mungkin. 10
Istilah Isnâd sama dengan sanad. Lihat misalnya Badran Abu al A‟inain Badran,
Al-Hadîts al-Nabawî as-Syarîf, Târikhuh wa Musthalâhuh, ( Iskan Dâr iyyat : Muassasat
Syahâb al- Jam‟iat, 1983 ) h 10. Sanad dalam ilmu hadits sering disebut „ jalan‟ yang
menyampaikan atau rangkaian Râwî yang sampai pada materi hadits. Lihat „Umar Hasyîm,
Qawâ‟id Ushûl al-Hadîts. ( Beirut : Dâr al-Fikr, t th) s. 21-22. 11
Ahmad bin „Abd al-Halîm / ibn taimiyah, Manhaj Al-Sunnah al-Nabawiyah,
(tahqiq) Muhammad Rasyasyi Salim. Juz 1v. Cet. 1( T. tp : T tk, 1406 H/ 1986 M), s 11.
3
agama, maka perhatikanlah dari siapa kamu mengambil agamamu”12
.
Senada dengan ini Abdullah Ibn Mubârak juga mengatakan : “ Sanad hadits
merupakan bagian dari agama, seandainya sanad hadits tidak ada, maka
siapapun akan bebas menyatakan apa yang di kehendakinya”13
.
Sebagai penjelas, pengalaman, pernyataan, taqrîr14
dan hal ihwal nabi
Muhammad saw. merupakan sumber ajaran islam yang sudah terpilah-pilah15
sekarang ini, rentang waktu yang cukup panjang telah dilewati oleh hadits
hingga di kodifikasikan di masa Umar bin Abdu al-Azîz (99-101H) dalam
rentang waktu itu. Ada beberapa fenomenal atau kejadian yang
mempengaruhi secara internal maupun eksternal terhadap proses periwayatan
hadits.
Periwayatan hadits melalui makna yang merupakan sebagai akibat
dari periwayatan hadits secara umum -pada saat itu- melalui lisan ketimbang
tulisan sembari adanya riwayat kontraduktif boleh tidaknya hadits tersebut
ditulis, yang merupakan faktor internal dalam mempengaruhi proses
periwayatan hadits.
Peristiwa terjadinya pertentangan politik antara kelompok „Ali bin
Abî Thâlib dan Mu‟awiyah yang disinyalir menjadi faktor eksternal, bukan
saja menjadi „ embrio‟ lahirnya pemalsuan hadits, tapi juga menjadi pelopor
ilmu kritik sanad, khususnya kritik rijal. Kondisi ini mendorong kritikus
hadits dan ulama setalahnya sangat selektif dalam menerima informasi dan
berita periwayatan hadits.16
Sangat lazim dalam kajian hadits bahwa objek atau aktivitas kritik
hadits adalah sanad dan matan. Kritik sanad , yang dalam literature hadits
digunakan istilah Naqd as- Sanad atau naqd khârijî ( kritik luar ), yaitu kritik
yang meneliti elemen luar materi hadits berupa rangkain urutan para
periwayat yang menyampaikan hadits dari awal hingga penghujung râwî.
Sedang kritik matan, yang dalam literatur hadits digunakan istilah Naqd al-
12
Abu Husein Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qusyairî al-Naisâbûrî, Shahîh
Muslim, (tahqiq) Muhammad Fuad „Abd al-Bâqi‟. Juz 1. (Beirut : Dâr Ihya at- Turâts al-
Arabi, 1404 H). s 14. 13
Muhammad at-Thahân, Taisîr Musthalâh al-Hadîts. (T. tk: T.tp. 1991). s 125 14
Pengajaran hadits oleh Nabi saw. menggunakan beberapa metode yang bisa
dibagi kedalam tiga macam: Lisan, tulisan dan peragaan praktis. Metode lisan, ialah nabi
sebagai guru bagi para sahabat. Untuk memudahkan hafalan beliau mengulangi hal-hal
yang penting sampai tiga kali. Metode tulisan terlihat Dari beberapa surat Rasul kepada
penguasa, kepala suku dan gubernur muslim dapat dimasukan kedalam kategori ini. Metode
praktis terlihat Dari peragaan praktek Nabi dalam metode ibadah seperti wudu‟, solat, haji
dan lain-lain. Lihat: M.m Azami , Memahami Ilmu Hadîts ( Jakarta: Lentera Basritama,
2003) hlm 33-35 15
Ibnu Shalâh, Muqaddimah Ibn as- Shalâh Fî „Ulûmi al- Hadîts. ( Beirut : Dâr
al-Kutub al-Ilmiyah, 1409 H / 1989 M) s . 7.
4
Matn atau Naqd al-Dâkhili ( kritik dalam ), yaitu kritik pada elemen dalam
atau materi hadits.17
Sanad merupakan pemberi legitimasi atas keberadaan matan hadits
selaku bagian integral (kesatuan) dari substansi hadits. Sanad berfungsi
sebagai pengawal matan sekaligus sebagai bukti data historis tentang proses
transmisi hadits bagi Mudawwan al- Hadîts. Dalam tradisi penyajian, matan
berbentuk narasi verbal tentang sesuatu yang datang dari atau disandarkan
kepada Rasulullah saw. ( Marfû‟), atau kepada sahabat ( Mauqûf ), atau
tabi‟in (maqthû‟). Struktur kalimat matan hadits cendrung beragam. Lafazh-
lafazh hadits memainkan instrumen periwayatan.18
Penambahan kalimat dari bentuk aslinya dalam satu redaksi yang
bersifat informatif guna memberikan penegasan atau keterangan agar mudah
dipahami adalah suatu hal yang wajar, supaya informasi yang disampaikan
dapat dipahami dengan benar oleh orang yang menerima informasi, selama
penambahan kalimat atau kata tersebut tidak merubah esensi informasi.
Kenyataan ini akan sangat berbeda dan mempunyai konsekuwensi hukum
apabila penambahan tersebut terjadi pada hadits Nabi Saw. Penambahan kata
atau kalimat dalam hadits Nabi Saw. disebut dengan mudrâj. Pada
hakekatnya hadîts mudrâj adalah adanya penyusupan kata atau kalimat pada
hadits yang sebenarnya bukan bagian dari hadits, baik pada matan ataupun
pada sanad, tanpa adanya penjelasan tentang penambahan kalimat atau kata
tersebut.
Penyusupan kata atau kalimat dalam hadits biasanya dinilai negatif,
oleh karena itu hadtis mudrâj19
termasuk kategori hadits Dha‟îf (lemah),
17
Jurnal Ilmu Agama Islam, “Khazanah”, dalam artikel berjudul Al-Naqd Sebagai
Metode Pengembangan Studi Hadîts. Vol 3, no 9, Januari-Juni h. 46. 18
Jurnal Ilmu Agama Islam, “Khazanah”, dalam artikel berjudul Al-Naqd Sebagai
Metode Pengembangan Studi Hadîts. h. 46 19
Secara etimologi Mudrâj memiliki beberapa arti, diantaranya: a). ادرج الشيئ فى الشي
Ini artinya, memasukan sesuatu kepada sesuatu. Kalimat ini juga terambilkan Dari dasar
kata “ Addraja, Yudriju, idrâjan”. Yang berarti memasukkan sesuatu. Lihat : Wazârah al-
Tarbiyah wa al-Ta‟lîm, Mu‟jam al-Washîth, ( Mesir : an-Nasyîr Gairu Mutawatir, 1994) h
224.
Secara etimologi kata mudrâj berasal dari bahasa Arab. Kata-kata ini terambil Dari
, maka isim maf‟ul nya .
Ini artinya, memasukan sesuatu kepada sesuatu. Kalimat ini juga ادرج الشيئ فى الشيئ
terambilkan Dari dasar kata “ Addraja, Yudriju, idrâjan”. Yang berarti memasukkan
sesuatu.
Artinya, secara etimologi kata-kata ini menunjukkan makna memasukan sesuatu
kepada yang lain, ini masih bersifat umum, memungkinkan apa saja yang dimasukan. Lihat
5
bahkan tingkat kelemahannya ada yang sampai pada tingkatan maudhû‟
(palsu). Penilaian negatif (hadîts dha‟îf)20
pada hadits mudrâj adalah dari sisi
kredibilitas/kejujuran seorang perawi („adalah-nya) atau dari sisi
intejensi/daya ingat (dhabth) bukan pada keterputusan periwayat (sanad)
hadits. Sebenarnya tidak seluruh penyusupan dalam hadits adalah jelek.
Bahkan terkadang penyusupan dapat memudahkan pemahaman, sehingga
pesan dari sumber informasi (Nabi Saw.) tersampaikan. Permasalahannya
adalah karena penyusupan ini dilakukan terhadap informasi/berita yang
disandarkan kepada orang yang mempunyai kedudukan yang sangat tinggi
(Nabi Saw.), dan mempunyai otoritas untuk menjelaskan bahkan membuat
hukum yang tidak terdapat dalam al-Qur‟an. Penyusupan akan
mengakibatkan bercampurnya antara sabda Rasulullah Saw. dengan
: Al-Khatîb al-Baghdâdî, al-Fashl wal washl al-Mudrâj Li an-Naql ( Dâr al-Jauzhi, 1997 )
hal 66
Secara termininolagi ada beberapa pendapat kalangan ulama, diantaranya:
a) Mudrâj adalah, “ Sesuatu yang masuk ( tercampur ) kedalam hadits Rasul
sebagian dari perkataan perawi hadits.” Lihat : Al-Khatîb al-Baghdâdî, al-Fashl wal washl
al-Mudrâj Li an-Naql ( Dâr al-Jauzhî, 1997 ), hal : 86
b) Mudrâj adalah, “ beberapa lafazh sebagian para râwî berhubungan (muttasil)
dengan Rasul, seolah-olah lafazh itu berasalal Dari Rasul, tapi setelah diperiksa ada dalil
yang menunjukan, bahwa itu adalah kata-kata râwî tersebut”. Lihat : Al-Zahabî, Al-
Mauqizhah, ( Beirut, Lebanon, Dâr al-Basyâir al-Islâmiyah, 1405 H ) h 53. Pengertian
hadîts Mudrâj disini lebih kepada Mudraj Matan. Lihat : Al-Khatîb al-Baghdâdî, al-Fashl
wal washl al-Mudrâj Li an-Naql hal 66.
Hal ini sangat terlihat Dari defenisi yang ada, semua menekan kan kepada
tambahana yang hanya ada pada matan saja. Oleh karenanya defenisi ini tidak jâmi‟ mâni‟.
Pemakalah pribadai lebih cenderung dengan defenisi yang di bawah ini
Hadîts Mudrâj secara terminologi ialah: “ Suatu kalimat atau tambahan pada sanad
dan matan, tambahan itu bukan bagian dari pada matan dan sanad tersebut”. Lihat :
Muhammad bin Mathar al-Zuhrî (ed), al-Fashl wal washl al-Mudrâj Li an-Naql, ( Saudi
Arabiyah: Dâr Al-Hijrah, 1997 ) hal. 8. 20
Dha‟if karena kecacatan (tha‟n) yang ada pada diri râwî. Kecacatan ini memiliki
dampak dalam periwatan hadits. Dari sinilah kemudian lahir beberapa hadits dha‟if. Dalam
kesempatan ini penulis hanya mencantumkan beberapa hadits dhaif yang sering terjadi
dalam kitab hadits disebebabkan Cacat pada diri râwî, diantaramya:
1. Hadîts maudhû‟
2. Hadîts matrûk
3. Hadîts munkar
4. Hadîts maqlûb
5. Hadîts mudhtharib
6. Hadîts mudrâj
7. Hadîts musyahhaf
Hadîts mubham. Lihat : Zuhdi Rifa‟i, (ed) Mod Khudlori, Mengenal Ilmu Hadit, (
Indonesia : Penerbit al-Ghuraba, 2009) , cet 1, hlm 221-260
6
perkataan manusia biasa. Percampuran inilah inti permasalahan dalam sebuah
informasi. Sekalipun hadits Nabi bukanlah sabda suci atau kitab suci, seperti
al-Qur‟an, tidak berarti seseorang dapat dengan mudah melakukan
penambahan atau pengurangan dalam redaksi (matan) ataupun rangkaian
periwayat (sanad) hadits.
Kedudukan hadits yang menempati posisi kedua setelah al-Quran
(Q.S. al-Nisa‟/4: 59) dalam penetapan hukum Islam mengharuskan adanya
seleksi ketat terhadap informasi hadits 21
.
Bias permasalahan bukan hanya terbatas pada hukum penyusupan
dalam hadits, akan tetapi pada permaslahan periwayatan hadits dengan
21
Hadits merupakan sumber rujukan hukum Islam setelah al-Qur‟an, keduanya
tidak bisa dipisahkan . keduanya bagaikan dua sisi mata uang . oleh sebab itu, ketika
menggali al-Qur‟an maka harus dilanjutkakn dengan mengkaji hadits, demikian juga
sebaliknya. Ketika umat Islam mengkaji hadits, pada saat yang sama merujuk kepada al-
Qur‟an. Dalil kehujahan hadits diantaranya adalah:
a. Dalil al-Qur‟an : ali imran (32)
“Katakanlah: "Ta'atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, Maka
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir".
Dalam logika Ushûl Fiqh dikatakan, bahwa maksud dari perintah ( amr )
menunjukan kepada hukum wajib ( al-ashlu Fî -al-Amri Li al-Wujûb). Sehingga secara
tidak langsung ayat ini menunjukkan bahwa umat Islam wajib mengikuti hukum Allah dan
wajib pula mengikuti ajaran yang datang dari Rasulullah saw.. ajaran yang datang dari
Allah ini bisa kita baca dalam al-Qur‟an, sedangkan ajaran yang datang dari Rasulullah
Saw. ini tertuang dalam hadits. Dengan demikian kita wajib mengikuti ajaran yang datang
Dari al-Qur‟an dan Hadits.
b. Hadits Rasullah saw.
Selain al-Quran, hadits juga menerangkan bahwa hadits itu sendiri juga
merukapakan hujjah. Diantaranya adalah sabda Rasul yang berarti “ aku tinggalkan padamu
dua perkara, kalian tidak akan tersesat selama berpegang teguh kepada keduanya, yaitu al-
Qur‟an dan Sunnah ku “
c. Kesepakatan ulama ( Ijmâ‟)
Semua umat Islam sepakat untuk menjadikan hadits sebagai sebuah rujukan hukum
dalam beramal setelah al-Qur‟an. Kesepakatan ini telah terjadi semenjak Rasulullah Saw.
hidup sampai generasi sesudahnya seperti khulafah al-Râsyidîn, Tâbi‟în, Tâbi‟ Tâbi‟în,
Atba‟ Tâbi‟ Tâbi‟în, bahkan mereka bukan hanya meyakini dan mengamalkan isi
kandunganya saja, banyak diantara mereka yang menghafal, membukukan dan menyebar
luaskanya. Lihat : Zuhdi Rifa‟i, (ed) Mod Khudlori, Mengenal Ilmu Hadits, ( Indonesia :
Penerbit al-Ghuraba, 2009) , cet 1, hlm 31-36. lihat juga : Utang Ranuwijaya, Ilmu Hadits,
( Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998) hlm 23.
7
makna (arti). Seorang periwayat tidak mengetahui atau tidak hafal redaksi
yang diucapkan oleh Rasulullah Saw., akan tetapi periwayat memahami
kandungan dari maksud yang disabdakan Rasulullah saw., kemudian dia
menyampaikan informasi tersebut dengan redaksi yang dirangkainya sendiri,
bukankah ini lebih berbahaya dibandingkan dengan penyusupan kata atau
kalimat, selama tidak ada indikasi dengan sengaja melakukannya untuk
tujuan yang negatif, seperti sengaja membuat kepalsuan untuk kepentingan
pribadi ataupun kelompok?. Akan tetapi tidak ada hadits yang dinilai lemah
(dha‟îf) hanya dikarenakan periwayatan dengan makna, kecuali ada
pertimbangan lain dalam periwayatan tersebut, baik isi hadits atuapun matan
hadits.
Pada kenyataannya terdapat hadits-hadits yang terindikasikan terjadi
penyusupan dalam matan ataupun sanad yang mempunyai status shahih,
akhirnya menimbulkan pertanyaan apakah status hadits tersebut harus direfisi
ataukah ke-hujjah-an (hukum) menggunakan hadis mudrâj yang harus dikaji
ulang?. Pertanyaan selanjutnya mengapa terjadi penyusupan dalam hadits?,
Apa motivasi pelaku penyusupan tersebut dan apa konsekuwensi terhadap
status hadits?. Oleh karena itu diperlukan adanya pemetaan terhadap hadits-
hadits yang terindikasikan terdapat penyusupan kata atau kalimat (mudrâj),
tidak menghukumkan lemah (Dha‟îf) secara general terhadap seluruh hadits -
hadits yang mudrâj.
Inilah latar belakang sekaligus tujuan dalam penulisan tesis ini, yaitu
mengumpulkan hadits - hadits yang terindikasikan terdapat penyusupan kata
atau kalimat, memetakan hukum masing-masing, serta konsekwensi logis
yang ditimbulkan akibat menyusupan tersebut.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Bertolak belakang dari penelitian yang dikembangkan sebelumnya,
maka permasalahan-permasalahn pokok yang di identifikasi adalah sebagai
berikuit:
a. Penggunaan lafal-lafal atau tambahan apa saja dalam sebuah hadits
yang menunjukan bahwa hadits tersebut terimplikasi kedalam hadits
mudrâj.
b. Para râwî yang terinplikasi melakukan iddrâj dalam hadits, serta
pandangan ulama terhadap mereka.
c. Kemana sajakah masuknya mudrâj dalam hadits. Apakah hanya
masuk kedalam matn, atau bahkan juga masuk kedalam sanad hadits.
Lalu bagaimana kaitannya dengan beberapa jalur hadits yang
diriwiyatkan dengan beberapa jalur yang berbeda pada setiap
tingkatan atau ada tambahan râwî bahkan berbeda dengan râwî yang
lain?
8
d. Dengan penjustifikasian mudrâj, semua tambahan yang terdapat
dalam hadits ( sanad ataupun matn), lalu bagaimana dengan beberapa
hadits yang terdapat dalam berbagai kitab hadits shahih yang
terindikasi adanya mudrâj. e. Bagaimana dengan sikap sebagian para muhadditsin yang memuat
sebagian hadîts mudrâj dalam karangan ( kitab ) mereka? Bahkan itu
merupakan kitab shahih.
f. Mengapa terjadi penyusupan dalam hadits? Apa motivasi pelaku
penyusupan tersebut, dan apa konsekuwensi terhadap status hadits?.
Oleh karena itu diperlukan adanya pemetaan terhadap hadits-hadits
yang terindikasikan terdapat penyusupan kata atau kalimat (mudrâj),
tidak menghukumkan lemah (Dha‟îf) secara general terhadap seluruh
hadits-hadits yang mudrâj.
2. Pembatasan Masalah
Terlalu banyaknya pembahasan tentang masalah hadîts dha‟îf,
membuat peneliti perlu menentukan pembatasan masalah yang ingin untuk
dijawab, peneliti hanya mengkaji sekitar hadîts mudrâj, penyusupan yang
terdapat dalam hadits, baik pada matan maupun sanad yang disebut mudrâj.
Lebih spesisik lagi, peneliti hanya melakukan kajian ulang tentang hadîts
mudrâj yang terdapat dalam kitab shahîh, khusus yang dimuat dalam kitab
al-Fashl wal Washl al-Mudrâj Li an-Naql karangan Imam al-Baghdâdî.
Praktek penyusupan (penambahan) dalam hadits adalah haram,
bahkan pelakunya terindikasi berdusta. Dengan demikian, seluruh hadîts
mudrâj dinilai lemah (Dha‟îf), karena adanya periwayat hadits yang ter-jarh
(dinilai negatif). Pada kenyataannya ada hadits-hadits yang terdapat dalam
kitab Shahih al-Bukhârî atau Shahih Muslim yang dianggap mudrâj. Lalu
bagaimana dengan Imam-imam besar yang terpecaya (tsiqqah) dalam hadits
pernah melakukan mudrâj, seperti Imam Az-Zuhrî ?
Penulis juga ingin menjelaskan keberadaaan mudrâj, serta
inplikasinya dalam hadits. apakah terdapat dalam sanad, atau matn?
Kasus Mudrâj dalam hadits bukan hanya penambahan pada redaksi
(matn) hadits, akan tetapi dapat juga terjadi karena kesalahan periwayat
hadits dalam rangkaian sanad. Karena menurut imam Nawawî termasuk jenis
mudrâj apabila seorang periwayat hadits mempunyai dua hadits yang berbeda
sanad dan matannya, kemudian dia meriwayatkan salah satu hadits tersebut
dengan sanad berbeda (terbalik). 22
22
Ibn Syarf al-Nawâwî, Al-Taqrîb wa al-Taisîr li Ma‟rifah Sunan al-Basyîr, h. 6
9
3. Perumusan Masalah
Agar peneltian ini sangat terfokus, maka permasalahanya dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana hukumnya ber-hujjah dengan hadîts mudrâj?
2. Mengapa hadîts mudrâj tergolong kepada hadîts dha‟if?. Padahal
ulama besar sekaliber Imam Az-Zuhrî sebagai orang yang sangat
terpecaya (tsiqah) dalam hadits pernah melakukan idrâj?
3. Bagaimana dengan hadits-hadits yang terindikasi adanya penyusupan
dalam matan ataupun sanad yang mempunyai status shahîh, bahkan
juga terdapat dalam kitab shahîh?. Akhirnya menimbulkan
pertanyaan apakah status hadits tersebut harus direfisi ataukah ke-
hujjah-an (hukum) menggunakan hadîts mudrâj yang harus dikaji
ulang?
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan Sebenarnya literatur-literatur yang menyajikan diskursus tentang
hadîts mudrâj belum kami temukan secara spesifik. Lain halnya dengan
hadîts dha‟îf secara general, ada beberapa karya ilmiyah yang membahasnya.
Oleh karna belum adanya karya ilmiyah secara specifik yang membahas
tentang; Penataan Ulang Kategorisasi Hadîts Mudrâj Kedalam Hadîts Dha‟îf,
penulis ingin untuk mengangkatnya sebagai karya ilmiyah pertama. Apalagi
dengan penyajian secara komparatif.
Ada beberapa karangan ulama dan karya ilmiyah yang membahas
hadîts mudrâj secara global, diantaranya adalah:
1) “Al-Fash Li-Alwash al-Mudrâj fi al-Naql Dirasatan Wa
Tahqiqan” karya ilmiyah ini merupakah hasil tulis ulang naskah
dengan melakukan koreksian serta penelitian dengan seksama
(tahkik), karya ilmiyah ini merupakan disertasi untuk mengambil
gelar Doktoral yang di ajukan kepada Universitas Baghdad dalam
konsentrasi ilmu agama Islam spesifik bidang hadits yang
diajukan oleh : Abdu as-Sami‟ Muhammad al-Anîs. Karya
Ilmiyah ini diterbitkan oleh Dar ibn al-Jauziyyah, Lebanaon.
2) “Metode Peningkatan Kualitas Hadîts Dha‟if kajian terhadap
hadîts; Mursal, Mu‟dal, Mudallas dan Mubham” tesis ini ditulis
oleh Syamsu Syauqani untuk persyaratan untuk meraih gelar
master di UIN Syarif Hidayayatullah Jakarta pada tahun 2003.
3) “Hadîts Palsu” karya ilmiyah ini merupakan hasil pemikiran yang
ditulis oleh Abdul Chaliq Muchtar dalam sebuah jurnal Al-Jamiah
No. 52 Th. 1993.
4) “Mafhumu al-Hadîts al-Gharîb fi Sunan ad-Darâquthnî:
Dirasatan Istiqrâriyyatan Nuqdiyyatan” karya ilmiyah ini ditulis
10
oleh Ammar Jâsim, dalam sebuah jurnal, Al-Jâmi‟ah, vol. 44,
No.2, 2006 M/1427 H. karya ilmiyyah ini ditulis disebuah
universitas yang bernama Al-Moushul yang berada di Iraq.
Karena itu menurut peneliti, hingga sejauh ini belum ada penelitian
yang mencoba meneliti tentang hadîts mudrâj secara inplisit. Oleh sebab itu
penulis merasa perlu mengangkat sebuah karya ilmiyah yang berhubungan
dengan hadîts mudrâj, lebih spesifik lagi tentang “Penataan Ulang
Kategorisasi Hadîts Mudrâj Kedalam Hadîts Dha‟îf”.
D. Tujuan Penelitian
Tujauan yang ingin dicapai oleh peneliti melalui penelitian ini adalah
sebagai berikut:
a). Untuk mengetahui hadits-hadits yang mengandung idrâj, apakah
tambahan itu terdapat pada matn hadits, atau di sanad hadits
b). Setelah mengetahui penambahan (idrâj) dalam Hadits tersebut,
penulis ingin untuk merekontruksi ulang pososi hadîts mudrâj tersebut dalam
hadîts dha‟îf. Apakah benar hadits itu tergolong dha‟îf atau bahkan dia bukan
hadîts dha‟îf
c). Penulis juga ingin mengkaji lebih dalam, setelah mengetahui
hadîts mudrâj apakah ada pengaruhnya kedalam hukum disebabkan oleh
masuknya tambahan tersebut (idrâj) ini
E. Signifikansi / Manfaat Penelitian
Lazimnya setiap penelitian yang dilakukan memberikan kemanfaatan.
Penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi tentang kajian-
kajian hadits, lebih spesifik lagi hadîts mudrâj, khususnya pada tambahan-
tambahan yang terdapat dalam hadits. Apakah semua itu termasuk dha‟îf atau
bukan dha‟îf. Setelah mengetahuinnya, penulis ingin untuk merekontruksi
ulang hadîts mudrâj tersebut.
Lebih luas lagi dalam kerangka penelitian ini, diharapkan bisa
memberikan perhatian akademis untuk lebih radik ( mendalam ) lagi dalam
persoalan hadîts mudrâj, khususnya tentang mereposisi hadîts mudrâj –
dalam hal ini – apakah semua tambahan dalam hadits itu merupakan sebab
lemahnya hadits? Karna ada sebagian ulama besar seperti imam Bukhârî juga
melakukan idrâj tambahan dalam haditsnya, baik terlepas dari sanad ataupun
matan hadîts. Atau apakah orang yang melakukan penambahan dalam hadits
tersebut yang menyebabkan lemahnya hadits tersebut, disebabkan ada
beberapa kekurangan dan sebagainya dalam diri râwî (tha‟n).
11
F. Metodologi Penelitian
1. Sumber Data
Penelitian ini lebih diarahkan kepada studi analisis tentang hadits
yang terindikasi mudrâj (adanya penyuspan) serta mereposisi ulang
hukumnya dalam hadîts dha‟îf Karena itu, kajian ini merupakan kajian
literatur.23
Jika demikian kajiannya maka buku-buku dan kitab-kitab ilmu
hadits, kitab hadits, juga kitab-kitab sejarah yang merupakan bahan kajian
terbanyak, akan dijadikan referensi utama dalam penelitian ini.
Adapun bahan perpustakaan penilitian ini di ambil dan dikumpulkan
dari berbagai sumber atau tulisan ulama yang tidak terbatas pada
mutaqaddimîn, tapi juga muta‟akhirîn dan karya ulama kontemporer jika ada
yang diperlukan. Hal inilah yang dimaksud agar sumber data yang ada dapat
sebanyak mungkin. Dengan tujuan untuk dijadikan bahan komparatif dimana
dua sumber ( sumber primer ) akan dibandingkan dengan tanpa melupakan
sumber yang lain ( sumber skunder ). Hal ini dimaksudkan untuk menguji ke
absahan suatu fakta melalui berbagai tulisan atau pendapat yang dipaparkan
secara tertulis oleh para ahli, maka secara teori pemahaman akan di ambil
berdasarkan identifikasi pengarang.
Untuk mendapatkan tingkat pemahaman dari berbagai informasi yang
ada, maka langkah-langkah penetrasi perlu dilakukan lebih cepat dan terpadu
secara sistematis., yaitu dengan cara mengelompokan beberapa informasi
kedalam kelompok data, berdasarkan kesamaan atau adanya kemiripan yang
kemudian dibandingkan antara satu dengan yang lainnya. Sehingga, pada
akhirnya seluruh bahan ( data kepustakaan ) yang digunakan bisa dijadikan
sebagai pegangan dalam tulisan ini, yang terseleksi sebelumnya, agar
memudahkan penggunaanya sebagai bahan rujukan. Juga menggunakan
metode deskriptif,24
sehingga faktor sejarah yang diuraikan tidak saja dalam
bentuk deskriptif, tapi juga naratif.
Hal ini bertujuan, agar kita dapat memetakan hadîts mudrâj,
mereposisi ulang hukumnya, sehingga kita tidak men-generalkan hadîts
mudrâj semuanya hadîts dha‟îf. Dengan demikian kita bisa menfilter semua
hadits yang terindikasi mudrâj, dan memetakannya ke ranah hadîts shahîh,
23
Kajian Literatur disebut juga kajian teori, studi literatur atau studi pustaka, atau
juga stusi kepustakaan. Kajian ini menggunakan landasan-landasan berpikir yang
mendukung penyelesaian masalah dari penelitian yang bersangkutan. Lihat, M Subana &
Sudrajat, Dasar-Dasar Ilmu Peneltian Ilmiyah ( Bandung : Pustaka Setia, 2001), h 77. Lihat
juga Dudung Abdurrahmân, Metode Penelitian Sejarah, cet 11. ( Jakarta : Logos, 1999 ), h
67 24
Penelitian deskriptif yang dimaksud adalah untuk mengangkat fakta, keadaan,
variable dan berbagai fenomena yang terjadi ketika penelitian / praktek-praktek berlangsung
dan menyajikan apa adanya. . Lihat, M Subana & Sudrajat, Dasar-Dasar Ilmu Peneltian
Ilmiyah, h. 26 ; Lihat juga Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian. Cet. 13 ( Jakarta :
PT. Raja GraFî ndi Persada, 2002), h 19.
12
hasan, dha‟îf, ataupun mungkar. Ini bertujuan agar hukum yang berasal dari
hadits ini bisa dijadikan hujjah dalam ilmu fiqh dan ilmu lainnya.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memfokuskan pembahasan atau kajian, maka penelitian ini
terlihat dari enam bab dalam sistematika penulisannya sebagai berikut :
Bab Pertama : Pendahualan yang meliputi latar belakang masalah,
permasalahan yang mencakup identifikasi masalah, pembatasan masalah dan
perumusan masalah, penelitian terdahulu yang relevan, tujuan penelitian,
signifikansi / manfaat penelitiaan , metodologi penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab Kedua : pembahasan sekilas tentang hadîts dha‟îf, yang
mencakup dua bagian besar. Bagian Pertama, berisi tentang hadîts dha‟îf,
yang meliputi pengertian hadîts dha‟if, sejarah terjadinya hadîts dha‟îf, kitab-
kitab yang membahas tentang hadîts dha‟îf. Bagian Kedua, berisi tentang
macam-macam hadîts dhoif dan karya-karya ulama tentang macam hadîts
dha‟îf.
Bab Ketiga : Pembahasan tinjauan tentang hadîts mudrâj yang
mencakup lima bagian besar. Bagian Pertama, berisi tentang pengertian
hadîts mudrâj yang meliputi defenisi secara bahasa ( al-lughat ) dan defenisi
secara istilah ( ishthilâhi). Bagian Kedua, berisi tentang sejarah dan
perkembangan hadîts mudrâj. Bagian Ketiga, berisi tentang metode dalam
menyelesaikan mudrâj yang terdapat dalam hadits. Bagian Keempat, berisi
tentang tokoh-tokoh yang sering melakukan mudrâj dalam hadits dan karya-
karya ulama tentang hadîts mudrâj mengingat kajiannya dihasilkan dari
tinjauan literature atau bahan-bahan yang bersifat kepustakaan, maka dalam
penelitian ini akan menggunakan paradigma kualitatif25
atau pendekatan
kualitatif. Hal ini agar, tujuan yang akan dicapai terhadap penelitian yang
dimaksud –oleh peneliti– dapat mengikuti pertanyaan penelitian ( research
question ) dan dapat dicapai pada penciptaan gambaran yang holistic (
menyeluruh ), lengkap yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan
pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar
alamiyah.26
25
Paradigma Kualitatif pada umumnya adalah sebuah proses investigasi dimana
peneliti secara bertahap berusaha memahami fenomena social dengan membedakan,
membandingkan, meniru, mengkatalogkan, dan mengelompokan obyek studi. Lihat John W
Creswell, Reserch Design Qualitative & Quantitative (ter). Cet 11. ( Jakarta : KIK Pres,
2003), h 1. 26
Lihat John W Creswell, Reserch Design Qualitative & Quantitative, h 1-7
13
Bab Keempat
Pembahasan tentang implikasi keberadaan hadîts mudrâj meliputi
beberapa pembagian. Bagian Pertama, cara mengetahui hadîts mudrâj.
Bagian Kedua, pembagian hadîts mudrâj, berisi tentang mudrâj yang terpada
pada sanad hadits. Berisi juga tentang mudrâj yang terdapat pada matn
hadits. Bagian Ketiga, berisi tentang status hadîts mudrâj, apakah shahih,
hasan, dhoif. Bagian Keempat, diantara hadîts mudrâj yang terdapat dalam
kitab shahih. Bagian Kelima diantara hadîts mudrâj yang tidak shahih.
Bab Kelima : Pembahasan tentang penutup yang merupakan bab
terakhir dan berisi tentang kesimpulan dan saran-saran jika diperlukan yang
kemudian diiringi daftar pustaka.
171
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Boleh hukumnya ber-hujjah dengan hadîts mudrâj dengan syarat,
illat yang terdapat didalamnya tidak keji. Maka status hadits ketika itu
shahîh atau hasan. Ketika hadîts mudrâj tersebat didalamnya terdapat
illat yang keji maka haditsnya akan di hukum dha‟îf atau maudhû‟,
ketika statusnya sampai kepada maudhu‟ secara pasti tidak boleh
beramal dengan hadits ini. Dasar historis pada masa awal perumusan
ilmu hadits, kita milihat Imam an-Naisâbûrî menjadikan hadîts
mudrâj bagian tersendiri dalam ilmu hadits, lalu beliau berkata dalam
kitabnya, Ma‟rifah „Ulûm al-Hadîts “Bagian yang ketiga belas dari
ilmu hadits adalah mengetahuih al-mudrâj (tambahan) pada hadits
Rasulullah Saw. dari pada pernyataan sahabat dan memisahkan kata
orang lain dari sabda Rasul.” Kemudian kita jumpai juga Khatîb al-
Bagdâdî mengarang sebuah kitab luar biasa, berhubungan dengan
hadîts mudrâj yang merupakan salah satu bagian dari ilmu hadîts.
Ibnu al-Shalâh juga mengarang setelahnya sebuah kitab fenomenal,
beliau juga menjadikan mudrâj ilmu tersendiri dalam ilmu hadits
sambil berkata, “Macam yang kedua puluh dari ilmu hadits adalah
mengetahui mudrâj dalam hadits”
Imam al-Husain bin „Abdillâh at-Thîbî (W 743) menulis
sebuah kitab berjudul, “al-Khulâshah Fî Usûl al-Hadîts”, kitab ini
berbicara tentang hadîts mudrâj lalu menjadikannya bagian hadits
yang berkolaborasi antara hadits shahîh, hasan dan dha‟îf. Beliau
mengatakan, “ Dari sini kita melihat keragaman terhadap ibarat yang
memiliki makna bermacam-macam, diantaranya mudrâj yang
keberadaaanya bisa terdapat dalam hadits shahîh, hasan dan dha‟îf,
dan diantaranya hadîts mudrâj yang khusus dalam hadîts dha‟îf.
Jumlah hadits yang berserikat dalam hadîts sahih, hasan dan dhaif
adalah delapan belas macam, satu macam diantaranya adalah hadîts
mudrâj.
2. Hadîts mudrâj dihukum dha‟if bagi sebagian kalangan ulama karena
terdapat tambahan dari redaksi hadits aslinya. Mereka berargumen,
tambahan itu mencerminkan ketidak amanahan dalam transformasi
hadits. Terjadi perbedaan pendapat dikalangan para ulama hadits
dalam menetapkan kan status idrâj atau tidaknya sebuah hadits.
Faktor pendorangnya adalah masalah ijtihâdiyyah, kecendrungan
berpendapat mempengaruhi statusnya. Jika idrâj masuk kedalam
hadits, maka hukum hadits adalah dha‟îf baginya, lain hal jika tidak
tetapnyanya idrâj dalam sebuah hadits, maka posisi hadits ketika itu
172
adalah muttasil, ada kalanya shahîh ataupun hasan. Dapat
disimpulkan, ketika idrâj itu muncul dari arah yakin, maka dia adalah
dha‟îf secara sepakat (aklamasi), ketika tetap secara yakin, maka
hadits itu adalah muttasil, statusnya adakalanya shahîh atau hasan.
Ketika kuat sangkaan bahwa hadits itu terindikasi mudrâj, maka
ketetapannya dengan cara sangkaan membawa kepada perbedaan
pendapat, sehingga kita tidak bisa memastikaan keberadaan hadits
terebut adalah dha‟îf, statusnya selalu tetap diantara shahîh, hasan
dan dha‟îf. Perlu diingat, bahwa hadîts mudrâj, pasti terindikasi
adanya idrâj (penambahan) disana.
Banyak diantara ulama besar yang kredibel dan dipercaya
dalam masalah hadits melakukan idrâj, seperti imam az-Zuhri, namun
hal demikian tidak menjadikan status hadits tersebut lemah dan
bermasalah, karena semua idrâj dilakukan imam Zuhri dalam kitab
shahih, dengan alasan logis dan dapat diterima. Beliau melakukannya
bertuajuan untuk memberikan penafsiran terhadap makna hadits ,
sehingga menghasilkan pengetahuan bagi generasi setalahnya.
Kadang juga menjelaskan hukum syar‟i dan menjelaskan maksud
hadits yang dianggap rumit.
Hadits mudrâj masuk kategori dha‟if ketika di dalamnya terdapat illat
yang keji. Keberadaan sebua Illat dapat merusak tatanan hadits, baik
deri segi matan ataupun sanad. Termasuk kategori dha‟if juga, ketika
ada kasus pemudrajan, tidak ada upaya penjelasan atau pemisahan
kalimat tersebut dari hadits Rasululullah Saw., sehingga
mengakibatkan hadits terkontaminasi dengan kalimat mudrjat
tersebut.
3. Penulis sangat setuju ketika ada sebuah hadîts mudrâj, tidak langsung
dijustifikasi kedalam hadîts dha‟îf , namun diteliti lebih dalam, siapa
pelaku pe-mudraj-an dalam hadits tersebut, apa motif dibalik itu
semua. Dalam hal ini lebih kepada kajian Rijal al-Hadits, seandainya
rijal al-hadits merupakan orang terpercaya, jujur, tingkat
intekgritasnya tinggi, maka idrâj yang terjadi disini tergolong hadîts
shahîh, sebaliknya pelaku idraj adalah para râwî bermasalah, sering
pelupa, atau tingkat integritas dan kejujurannya kurang maka hadits
ini tergolong kepada hadîts dha‟îf . Karena kajian tentang rijal al-
hadits lebih kepada ke adalah-anya (kepercayaan), seandainya
seorang perawi bermasalah dengan ke adalah-nya, tentu semua hadits
yang diriwayatkannya juga bermasalah, karena terdapat cacat dalam
diri perawi tersebut. Tetapi seandainya seorang rawi merupakan orang
173
jujur, dipercaya dan integritasnya tinggi, tentu idraj ketika itu
tergolong kedalam hadîts shahîh.
Banyak diantara perawi hadits dalam kitab shahih –khususnya
al-Bukhârî dan Muslim- tingkat ke-tsiqah-an mereka sangat luar biasa
tingginya, mereka sangat dikenal keadilannya, sangat kuat
hafalannya, serta sangat banyak meriwayatkan hadits, melakukan
idrâj (tambahan) dalam hadits. Tentu idrâj yang dilakukan dengan
tujuan tertentu, sesuai dengan kaedah yang berlaku, untuk
menjelaskan hokum syaria‟at, menjelaskan makna hadits atau sebagai
penjelas dan sebagainya. Mereka juga menjelaskan dan memisahkan
tambahan tersebut adalah mudrâj dalam hadits Rasulullah Saw.
Dalam hal ini penulis memberikan solusi dan penawaran,
bahwa kategorisasi hadîts mudrâj tidak hanya bagian dari hadîts
dha‟îf saja, namun hadîts mudrâj juga bisa musytarak ( tergabung )
kedalam hadîts dha‟îf dan hadîts shahîh. Penulis sangat setuju dengan
pendapat sebagian ulama, khusus dalam term ini, bisa
dikategorisasikan kedalam hadîts dha‟îf dan hadîts shahîh. Penulis
mendukung sebagian ulama seperti Mahmûd at-Thahân, al-Qâsimîy
dan ulama lain yang berpendapat, bahwa hadits mudraj terdapat pada
hadîts dha‟îf dan hadîts shahîh.
Oleh karena alasan ini, penulis sangat yakin dalam kajian
thesis ini, memberikan warna dan penawan baru tentang posisi hadits
mudraj. Penulis ingin memberikan pandangan lain, yaitu adanya
upaya dalam mereposisi ulang kategorisasi hadîts mudrâj dalam
hadits dha‟îf. Setelah semua terpetakan tentu ada standar yang jelas
ketika berhujjah dengan hadîts mudrâj.
1. Saran
a. Perlu disadari, bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari harapan
untuk bisa memberikan kontribusi langsung dan maksimal
terhadap ilmu hadits . Di samping itu, masih banyak celah yang
dapat dilakukan oleh peneliti selanjutnya mengingat penelitian ini
hanya dibatasi dengan kajian reposisi hadits Mudraj saja,
sedangkan macam-macam hadîts dha‟îf lainnya belum tersentuh
dalam penelitian ini. Tema-tema perumpamaan yang diangkat
dalam penelitian ini juga bisa jadi penelitian tersendiri yang
menarik manakala dibandingkan dengan disiplin ilmu hadits
lainnya. Oleh sebab itu, kajian-kajian berikutnya diharapkan dapat
menambah kekurangan-kekurangan ini.
b. Penulis juga berharap kepada setiap civitas akademi, lebih
spesifik lagi dalam bidang hadits, agar melanjutkan karya-karya
ilmiyah serta penemuah baru, tentang reposisi ulang hadits dhaif
174
lainnya, tidak tertutup kemungkinan, hal yang sama seperti hadits
mudraj, juga terdapat dalam hadits dhaif lainnya, semisal hadits
mursal, maqlub dan macam hadits dhaif lainnya
c. Kedapannya agar pihak kampus menyediakan jurusan akademik
yang spesifik dalam bidang hadits dan ilmuanya, tidak lagi
tergabung dalam jurusan Qur‟an dan Hadits, agar lebih fokus dan
spesifik serta menciptakan pakar yang ahli dibidang keilmuan
masing-masing.
175
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, cet 11. Jakarta : Logos,
1999.
Ahmad bin „Abd al-Hâlim / ibn taimiyah, Manhaj Al-Sunnah al-Nabawiyah,
tahqiq Muhammad Rasyasyi Sâlim . Juz 1v. Cet. 1T. tp : T tk, 1406
H/ 1986 M.
Al-„Adhîm,„Muhammad Syams al-Haq, Aun al-Ma‟bûd Syarh Sunan Abî
Dâwud, Beirut: Dâr al-kutub al-Ilmiyah, 1415 H
Al-„Ala‟î, Shalâhuddîn Abi Sa‟ad Khalîl bin Kîkaldî. Jami‟ at-Tashîl Fî
Ahkâm al-Marâsil,. Beirut: Maktabbah an-Nahdhah al-„Arabiyah,
1986.
Al-„Asqalânî, Ahmad bin „Ali bin Hajar. Nuzhah an-Nazhar Syarh Nukhbah
al-Fikr Fî Musthalah Ahl al-Atsar. Damaskus: Matba‟ah as-
Shahâbah, 2000.
----------------------, Syarh Nughbah al-Fikr Fî Musthalah Ahl-Atsar,
----------------------, An-Nukat „Ala Kitab Ibn Shalâh. Madînah: al-Majlis al-
„Ilmi, tt
-----------------------, An-Nukat „Ala Kitâb Ibn Shalâh. Madinah: Jami‟u al
Huquq Qal Wal Mahfuzha, 1984.
----------------------, Ta‟rîf ahl at-Taqdis bi Marâtib al-Maushufîna bi at-
Tadlîs. Beirut: Dâr el-Kutub al-„Ilmiah, 1984.
----------------------, Taqrîb at-Tahzîb. Beirut: Dâr el-Fikr, tth.
Al-‟Ala, Muhammad ‟Abd al-Rahmân ibn ‟Abd al-Rahîm al-Mubarakfûrî
Abû Tuhfah al-Ahwadzi bi Syarh Jâmi‟ al-Tirmidzi, Bairut: Dâr al-
Kutub al-‟Ilmiyah
Al-Baghdâdî, Al-Khatîb, al-Fashl wal washl al-Mudrâj lin naql. Dar al-
Jauzhi, 1997.
----------------------, al-Kifâyah Fî i „Ilmi ar-Riwâyah. Madînah: al-Maktabah
al-Ilmiyah. dalam CD ROM Maktabah al-Syamilah
-----------------------, al-Jâmi‟ Li al-Akhlâq ar-Râwîi wa Adâb as-Sâmî‟.
Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1981.
-----------------------, (ed) Dr, Nuruddîn „Itr. ar-Rihlah Fî Thalâb al-Hadîts.
Beirut: Dâr el-Kutub al-„Ilmiyah, tth.
-----------------------, al-Fashl wa al-Washl al-Mudrâj li an-Naql. Dâr al-
Jauzhi, 1997.
176
Al-Baghdâdî Abu Bakar Mu‟iddîn Muhammad bin Abdu al-Ghanîy bin Abi
Bakar bin Syujâ‟, Ibnu Nuqthah al-Hanbali (W 269 H), Ikmâlu al-
Ikmâl
Al-Bastî, Muhammad bin Hibbân. at-Tsiqât. Beirut: Dâr al-Fikr, 1981.
Al-Bânî, Sifat Salat an-Nabîy. Baghdad, Maktabah Marwah, 1990. cet ke-
15
Al-Bushîrî, Ahmad ibn Abi Bakr ibn Ismâ‟îl Ittihâf al-Khairah al-Mahrah bi
Zawâid al-Masânid al-„Asyarah
Ad-Dzahabî, Syamsyuddîn Muhammad bin Ahmad bin Utsmân (ed) Umar
Abdu as-Salâm Tadmirîy, Târekh al-Islâm wa Wafayât al-Masyâhîr
wa al-„Alam. Beirut: Dâr el-Kutub al-„Arabiy , 1987M/1407H.
---------------------- Dual al-Islâm. Beirut: Dâr el-Kutub al-„Ilmiyah, 1987 M/
1408 h.
Ad-Dimsyîqî, Abî Fidâ‟ Ismâ‟îl bin Katsîr al-Quraisîy, (ed) Mâhir Yâsin al-
Fahl. Ikhtishâr „Ulûmu al-Hadîts. Saudi : Dâr el- Maiman Li an-
Nasr wa at-Tauzi‟, 1431 H.
Al-Haj, Dr „Abdu al-Karîm Muhammad Suâlât al-Khatîb al-Baghdâdî Li al-
Imam al-Azhari Fî Kiitâbi Târekh Baghdad ; dirasatan Nuqdiyatan
jurnal.... hlm 10
Al-Hanbali, Abi Bakar Muhammad Ibn „Abdi al-Ghâni al-Baghdâdî Ibnu
Nuqthah (ed) Kamâl Yûsuf al-Hut, At-Taqyîd Li Ma‟rifati Ruwâh as-
Sunan wa al-Masânid. Beirut: Dâr el-Kutub al-„Ilmiyah, 1408
H./1987M. cet ke-1.
Al-Irâqi, Zainuddîn „Abdirrahîm bin al-Husein. at-Taqyîd wa al-„Idhah
Syarh Muqaddimah Ibn as-Shalâh. Beirut: Dâr el Kutub, ttp.
----------------------, Fath al- Mughîs Bi Syarh Al-Fî yyah al-Hadîts. Cairo:
1355H/1937.
Al-Jâdî‟, Abdullâh Ibn Yûsuf. Tahrir Ulûmil Hadîts. Beirut: muassatur
Riyan, 2003.
-----------------------,Tahrir Ulûmil Hadîts, Jilid 2, ( Beirut: Muassatur Riyan,
2003), hlm 1034
Al-Jâwisîy, Sa‟ad Sa‟ad. as-Sunnah al-Musyarrafah wa „Ulûm al-Hadîts.
Cairo: Dâr at-Thabâ‟ah al-Muhammadiyah, 1994.
Al-Jawziyyah, Syamsuddîn Ibn Abdi al-Rahmân al-Syakhâwî Ibn al-Qayyîm
(ed) Muhammad Mahyiddîn Abdu al-Hamîd. I‟lâm al-Muwaqqi‟în
„An Rab al-„Alamin. Mesir: Mathba‟ah as-Sa‟âdah, 1373H/1955H.
177
Al-Jawabî, Thahir. Juhûd al-Muhadditsîn Fî Naqdi Matn al-Hadîts an-
Nabawy asy-Syarîf. Beirut: Dâr el-Fikr, tth.
Al-Jurjânî, Syârif. Mukhtasar Fî „Ulûm al-Hadîts (Mauqî‟ul Waraq). dalam
al-Maktabah as-Syamilah,
Al-Khatîb, Muhammad „Ajâj Usûlu al-Hadîts „Ulûmuhu wa Musthalâhuhu.
Dâr al-Fikr, 1989.
------------------------, „Ushûlu al-Hadîts. Pokok-Pokok Ilmu Hadîts. Jakarta:
Gaya Media Pratama, 1998.
------------------------, al-sunnah qabl ad-Tadwîn, Beirut: Dar al-Fikr, 1971 M.
Al-Manawî. Abd ar-Ra‟ûf Al-Yawâqit wa al-Durar Fî Syarh Nukhbah Ibn
Hajar. Riyadh: Maktabah al-Rusyd, 1999
Al-Muqrîzî, Taqiyuddîn Ahmad bin Ali (W 845 H). (ed) Muhammad
Musthafâ Ziyâdah. as-Sulûk Li Ma‟rifati Daulah al-Mulûk. Cairo:
Lajnah at- Ta‟lîf wa at-Tarjumah, 1957.
Al-Mizî, Jamâluddîn Abu al-Hajjaj Yûsuf. Tahdzîb al-Kamâl Fî Asmâ‟i ar-
Rijâl. Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1992.
An-Nawâwî, Muhyiddîn bin Syaraf (ed) Muhammad „Ustmân al-Khasyat. Al-
Taqrîb wa at-Taisîr Li Ma‟rifâti Sunani al-Basyîr an-Nadîr Fî i Usûl
al-Hadîts. Beirut: Dâr al-Kitab al- „Arabi, 1985.
----------------------, Imam. al-Majmu‟. Cairo: Tab‟ah al-Qahirah, tth.
-----------------------, At-Taqrîb Wat at-Taisîr Li Ma‟rifa as-Sunan al- Basyîr
an-Nadzîr Fî Ushûl al-Hadîts. dalam maktabah as-Syamilah.
-----------------------, (ed) Syarif Hade Mansyah. Dasar-Dasar Ilmu Hadîts.
Jakarta: Pustaka Fîrdaus, 2009.
----------------------, Irsyâdhu at-Thullâb al-Haqâ‟iq ila
Al-Qasimi. Qawaid al-Tahdîts Min Funûn Musthalah al-Hadîts. Beirut: Dâr
al-Nafâ‟is, 1993.
Al-Qha-thân, Mannâ‟ Khalîl. Mabâhaîs Fî „Ulûmi al-Hadîts. Cairo:
Maktabah Wahbah, 1992.
Al-Qazwînîy, Abu „Abdillâh Muhammad bin Yazîd. Sunan Ibnu Mâjah.
Beirut: Dâr el-Kutub al-„Ilmiyah, 2002.
As-Sayûthî, Jalâluddîn, tahqîq Abdul Wahâb Abdul Lathif. Tadrîbur Râwî.
Mesir: Maktabah al-Qâhirah, 1379 H/1959M.
-----------------------, Tadrîbu ar-Râwî Fî Syarh at-Taqrîb an-Nawâwî. dalam
maktabah as-Syamilah.
178
-----------------------, Tadrîbu ar- Râwî. Riyâd: al-Maktabah ar-Rayyân al-
Hadîtsah. Dalam CD ROM al-Maktabah as-Syamilah
As-Syâfi‟î, Muhammad bin Idrîs (ed) Ahmad Muhammad Syâkir, Al-
Risâlah. Mesir:al-Baby al-Halabîy, 1358H/1940M.
As-Shan‟ânî, Muhammad bin Ismâ‟îl. Taudhîh al-Afkâr Li Ma‟ânî Tanqîh al-
Azhar. Beirut: Dâr el-Fikr, tth.
As-Syakhâwî, Muhammad bin Abdi ar-Rahmân Fathu al- Mughîs Bi Syarh
Alfiyah al-Hadîts Li al-„Irâqî. Beirut: Dâr el-Kutub al-„Ilmiyah,
1989.
As-Shâlih, Subhî. „Ulûm al-Hadîts wa Musthalâhuhu; A‟râd wa ad-Dirâsah.
Beirut: Dâr al-„Ilmi Li al-Malâyin, 1977.
At-Tirmîdzî , Abû Isa Muhammad bin Isa Surah. Sunan at-Tirmîdzî. Beirut:
Dâr el-Fikr, 2001
Ali, Maulana Muhammad, The Religionof Islam. U.A.R : National
Publication and Printing House, t. th.
An- Naisâbûrî, Abu Husein Muslim bin Hajjâj bin Muslim al-Qusyairî,
Shahîh Muslim, tahqiq Muhammad Fuad „Abd al-Bâqî. Juz 1. Beirut
: Dar Ihya al- Turats al-Arabî, 1404 H.
An-Naisâbûrî, Abdillâh Muhammad bin „Abdillâh Al-Hâkim. Ma‟rifah
„Ulûm al-Hadîts. Madinah: Maktabah al-„Ilmiyah 1977.
Al-Shiba‟i, Musthafa, Al-sunnah Wamakanatuha fi al-Tasyrî‟ al-Islami.
Beirut; al-Maktab al-Islami, 1985 M.
As-Sayûthî Abd ar-Rahmân bin Kamâl Jalâluddîn (W 911 H.). ( ed ) Dr,
Fîlib Hiti. Nazmu al-„Aqyan Fî A‟yâni al-A‟yan. Beirut: al-Maktabah
al-„Ilmiyah, 1927.
------------------------, Syarh al- Sayûthî li Sunan al-Nasâ‟î, Halb: Maktabah
al-Mathbu‟at al-Islamiyah: 1986
Al-Shan‟âni, Muhammad ibn Ismâ‟îl (w.1182 H.), Subul al-Salâm, Bab al-
Masâjid, Maktabah Musthafâ al-Babi,1960
-----------------------, Tadrîbu ar-Râwî. Beirut: Dar al-Ma‟rifah, 1973), cet ke-
2, juz 2,
Al- Walawî, Muhammad bin Ali bin Adam bin Musa al-Atsyubî Syarh Sunan
an-Nasai‟ ; Dzakiratu al-„Uqba Fi Syar al-Mujtaba, ( Dar- el-Mi‟raj
ad-Dauliyah Linnasyar, 1996) bab Kaifa al-Masah Ala al-Amamah,
juz 3, h 11
179
As-Sijistânî Al-Hafidz Abi Dâud Sulaimân bin al-Asy‟ats al-Azdî (w 275 H),
(tahqiq) Syu‟aib al-Arnaut dan Muhammad Kâmil Qar‟u Balilî,
As-Shiddîeqî, Hasbî. Pokok-Pokok Ilmu Dirayah Hadîts. Jakarta:Bulan
Bintang, 1981.
--------------------------, Sejarah Perkembangan Hadîts, Jakarta: PT Bulan
Bintang, 1998, cet 1.
As-Shafdî, Shalâhuddîn Khalîl Aibak (ed) Ahmad al-Arnauth, Al-Wâfî Bi al-
Wâfiyât. Lebanon: Dâr as-Tsaqafah, tth.
As-Syâfî ‟i, Syamsuddîn Abî al-Khair Muhammad bin Abdi ar-Rahmân al-
Syakhâwî. Fathu al- Mughîs. Riyadh : Dâr el-Minhaj, 1426H .
As-Sayûthî, Jalâluddîn abdu al-Rahmân bin Abî Bakr. Tadrîbu ar-Râwî.
Beirut : Dâr el-Kutub al-„Alamiyah, 1998.
As-Sam‟ânî, Abi Sa‟îd „Abdu al-Karîm bin Muhammad bin Manshûr at-
Tamîmî (W 562 H). (ed) Abdullah Umar al-Bârûdî. Al-Ansâb. Beirut:
Dâr el –Fikr, 1998. cet ke-1
As-Syakhâwî, Syamsuddîn Muhammad bin Abdu ar-Rahmân, (W 902 H),
Ad-Dhu‟u al-Lâmi‟ Fî A‟yân Al-Qurûn at-Tâsi‟. Beirut: Dâr
Maktabah al-Hayah, tth.
As-Syâfî ‟i, Syamsuddîn Abi al-Khair Muhammad bin Abdi ar-Rahmân as-
Syakhâwî (tahqiq) Ali Husein, Fathu al- Mughîs. India: Matba‟ah al-
SalaFî yah, 1407 H. cet ke-1
As-Syâfî‟i, Badru ad-Dîn Abi Abdillâh Muhammad bin Jamâluddîn
„Abdallâh bin Bahadir az-Zarkasyî. Nuqat „Ala Muqaddimah Ibnu
Shalâh. Riyadh : Adwau al-Salaf, 1998.
At-Thahân, DR. Mahmûd, Al-Hafîdz al- Khatîb al-Baghdâdî wa Atsaruhu
Fî „Ulûm al-Hadîts. Beirut: Dâr al-Qur‟an al-Karim, 1401 H. Cet ke-
1.
----------------------, Taisir Musthalah al-Hadîts. T. tk: T.tp. 1991.
Az-Zahabî, Imam. (ed) beberapa orang professor, Siyar A‟lâm an-Nubalâ‟.
Beirut: Muassasah al-Risâlah, 1406 H. cet ke-4
----------------------, Al-Mauqizhah, Beirut, Lebanon, dar al-Basyair al-
Islamiyah, 1405
----------------------, Tazkirah al-Huffâdz. Beirut: Dâr Ihya‟ at-Turâts al-
„Arabiy, tth.
180
----------------------, (ed) beberapa orang professor, Siyar „A‟lâm an-Nubalâ‟.
Beirut: Muassasah ar-Risâlah, 1406 H.
----------------------, Al-Mauqizhah. Beirut, Lebanon: Dâr al-Basyâir al-
Islamiyah, 1405.
Az-Zuhrî, Muhammad bin mathar (ed), al-Fashl wa al-Washl al-Mudrâj li
an-Naql. Saudi Arabiyah: Dâr Al-Hijrah, 1997.
Al-Ta‟lim, Wazarah al-Tarbiyah wa, Mu‟jam al-Washîth, Mesir : an-Nasyir
Gairu Mutawatir, 1994..
A zami, M.m , Memahami Ilmu Hadîts. Jakarta: Lentera Basritama, 2003.
Al- Syakhâwî, Fath al –Mughîs,
Al-Qath-than, Manna‟ Khalîl. Mabâhis Fî Ulûmi al-Hadîts. Cairo: Maktabah
Wahbah, 1992.
Badran, Badran Abu al A‟inain, Al-Hadîts al-Nabawî as-Syarîf, Târikhuh wa
Musthalâhuh, Iskandariyyat : Muassasât Syahab al- Jam‟iât, 1983.
Bazmûl, Ahmad bin „Umar bin Sâlim. al-Muqtarîb Fî Bayânî al Mudltharîb.
ttp, tth.
Bustamin, Dasar-Dasar Ilmu Hadîts. Jakarta: Ushûl Pres Fakultas
Ushûluddîn UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Darwis, Dr Adil Muhammad Muhammad. Zâd ad-Du‟âd. Cairo: Al-Markaz
Al-„Âlamî Li Al-Komputer, 1997.
----------------------, Nazharât Fî as-Sunnah wa „Ulûm al-Hadîts. Jakarta:
tpn, 1998.
Fî Thalab al-Hadîts. Beirut : Dâr el-Kutub al-„Alamiyah, 1975.
Hasyîm, „Umar, Qawâ‟id Ushûl al-Hadîts. Beirut : Dar al-Fikr, t th.
Hasan Ibrâhîm Hasan. Târikh al-Islâmî as-Siyâsî. Cairo: Maktabah an-
Nahdhah al-Masyriyah, 1964. cet ke-7 .
Ibnu Hajar, Syihâbuddîn Ahmad bin Ali (W 852 H). ad- Dararu al-Kâminah
Fî A‟yâni al-Mi‟ah ats-Tsâminah. Hai Dâr Abad ad-Dukan : Majlis
Dâirah al-Ma‟ârif al-Utsmâniyyah , 1976M/1369 H. cet ke 2.
----------------------, (ed) Ali Muhammad al-Bajawî, Tabshîru al-Muntabih bi
Tahrîr al-Mustabih. Cairo: ad- Dâr al-Mashriyyah Li at-Ta‟lîf wa at-
Tarjumah, 1967.
----------------------, (ed) Hasan Habsyi. Anbau al-Ghamar Bi Abnâ‟i al-„Umr
Fî at-Târikh. Cairo: al-Majlis al-„Ala Li Syu‟ûni al-Islâmiyah, 1969.
181
Ibn Muhammad, Abu al-Hasan „Ubaidillah (w. 14141 H.), Murâ‟ah al-
Mafâtih Syarh Misykah al-Mashâbih. Bunaeres: Dâr al-Buhuts al-
„Ilmiyah, 1984.
Ibnu al-Arâbî, Abu Bakr Muhammad bin Abdullâh Ahkâmu al-Qur‟an, juz 1.
Beirut: Dâr el-Fikr, tth.
Ibn al-Jauzî, Al-Muntazhîm Fî Târekh al-Mamlûk wa al-Umâm. Baghdad: ad-
Dâr al-Wathâniyah, 1990.
Ibn Mâkûlâ, Abu Nashar Ali bin Hibbatullâh bin Ja‟far bin Ali (ed) Sayid
Kasrâwî Hasan. Tahdzîb Mustamir al-Auhâm „Ala Dzawi al-Ma‟rifah
wa Uli al-Afhâm. Beirut: Dâr el-Kutub al-„Ilmiyah, 1410 H. cet ke-9.
Ibnu Asâkir, Abî al-Qâsim Ali bin al-Hasan bin Hibbatullâh bin Abdullâh
as-Syâfî‟î (W.571 H.), (ed) Muhibbuddîn Abî Sa‟ad Umar bin
Gharamah al-
Ibnu as-Shalâh, Taqiyuddîn Abu Amr Utsmân Ibn Abdi ar-Rahmân as-
Syîrâzî. Muqaddimah Ibnu al- Shalâh Fî „Ulûmi al- Hadîts. Mesir:
1326H.
-----------------------, Muqaddimah Ibn as-Shalâh. Beirut: Dâr el-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1989.
-----------------------, Muqaddimah Ibn Shalâh wa Mahâsin al-Isthilâh. Dâr ul
Ma‟ârif, tth.
-----------------------, Muqadimah Ibnu Shalâh, (tahqiq) Abdu al-Lathîf al-
Hamîm dan Mahir Yasin al-Fahl, (Beirut: Dar el-Kutub al-Ilmiyah,
2002), bab ma‟rifat al-mutharib mina al-Hadits, juz 1, h 192
Ibn Jamâ‟ah, Abû Abdillâh Badruddîn Muhammad bin Ibrâhîm. al-Manhal
ar-Râwî Fî Mukhtashar „Ulûm al-Hadîts an-Nabawî. Beirut: Dâr el-
Kutub al-„Ilmiyah, 1990.
------------------------, al-Manhal ar-Râwî Fî Mukhtashar Ulûmi al-Hadîts.
Damaskus: Dâr al-Fikr.
Ibn Sayidah, “al-Muhkam al-Muhîth al-A‟dzam” dalam CD ROM al-
Maktabah as-Syamilah.
Ibn Ismâ‟îl, Abil Hasan Musthafâ , al- Jauhar as-Sulaimâniyah Syarh al-
Manzhûmah al-Baiqqûniyah. Riyadh: Dâr al-Kayyân, 2006
Imam Muslim, Shahîh Muslim. Cairo: Dar al-Hadits, 2004
182
Ibn Ya‟kûb, Nâbil Ibn Mansyûr. Musthalah al-Hadîts dalam al-Jad Wal
Jâmi‟ah Fî „Ulûm al-Nâfî ‟ah. Kuwait: Dâr ad-Da‟wah, tth.
Ibn Manzhûr, Jamâluddîn Muhammad bin Makram al-Anshârî. Lisân al-
„Arab. Cairo: ad- Dâr al-Mishriyah Li at-Ta‟lîf wa at-Tarjamah, tth.
Ibn Mâjah, Muhammad bin Yazîd al-Qazwainî Abû Abdullâh, (ed)
Muhammad Fuad Abdu al-Bâqî, Sunan ibn Mâjah. Cairo, Dar Ihyâ‟
al-Kutub al-„Arabiyah Faishal Isa al-Bâbî al-Halabî, tth.
Ibn Hanbal, Ahmad, Musnad Ahmad ibn Hanbal. Beirut: Dar el-Kutub al-
Ilmiyah, 2001
Ibrahim Mushthafa, dkk, Al Mu'jam Al Washîth, hlm 293
„Itr, Nuruddîn. Manhaj an-Naqat Fî „Ulûm al-Hadîts. Damaskus: Dâr el-
Fikr, 1997.
Ismâ‟îl, Muhammad Syuhûdil, Kaedah Kesahihan Sanad Hadîts. Cet 1.
Jakarta : Bulan bintang, 1988.
Islam, Jurnal Ilmu Agama, “Khazanah”, dalam artikel berjudul An-Naqd
Sebagai Metode Pengembangan Studi Hadîts. Vol 3, no 9, Januari-
Juni.
Ibn al-Katsîr. Al-Bidâyah wa an-Nihâyah. Beirut : Maktabah al-Ma‟ârif, tth.
Ibnu as-Syairafî, Ali bin Daud bin Ibrâhîm Nuruddîn al-Jauharî (W 900 H.)
(ed) Hasan Habsyî. Nuzhatu an-Nufûs wa al-Abdân Fî Tawârikh az-
Zamân. Cairo: Dâr al-Kutub, 1970.
Jamâluddîn Abu al-Mahâsin Ibn Taghrî al-Bardî (W 874 H). an-Nujûm az-
Zahîrah Fî Mulûki al-Misr wa al-Qâhirah. Cairo: Muassasah al-
Masriyah al-„Ammah Li at-Ta‟lîf wa at-Tarjumah wa at-Thabâ‟ah wa
an-Nasr , 1972.
John W Creswell, Reserch Design Qualitative & Quantitative. Cet 11.
Jakarta : KIK Pres, 2003.
Khon, Abdul Majid. „Ulûmul Hadîts. Jakarta: Imprint Bumi Aksara, 2013.
Manzhûr Ibnu. Lisân al-„Arab. Beirut: Dâr as-Shâdir, tth
Manhaj Imam al-Bukhârî dalam CD ROM Maktabah al-Syamilah
Manâwîy, Muhammad Abdu ar-Raûf al- Faidhu al-Qâdîr Syarh jamî‟u as-
Shagîr. Beirut: Dar al-Ma‟rifah Li at-Tabâ‟ah wa an-Nasr, 1973.
Ma‟rifâti SunânI Kheir al-Khalâ‟iq. Beirut: Dâr al-Yamamah, tth.
Muhammad „Ajjâj al-Khatîb. Usûlu al-Hadîts „Ulûmuhu wa Musthalâhuhu.
Beirut: Dâr al- Fikr, 1989.
183
Muhammad Rawas Qal‟ah Ji, Mu‟jam Lughah al-Fuqahâ‟.
Majalah As-Sunnah, edisi 5, tahun IX, 1426 H/2005 M
Ranuwijaya, Utang. Ilmu Hadîts. Jakarta: Gaya Media Utama, 1996.
Rifa‟i, Zuhdi. Mengenal Ilmu Hadîts. Menjaga Kemurnian Hadîts Dengan
Mengkaji Ilmu Hadîts. Jakarta: al-Ghuraba, 2009.
Rahman, Fazhlur, The Living Sunnat and al-Sunnat wa al-jamaat, dalam P.K
Hoya (ed),Hadîts and Sunnah: Ideal and Realities, Kuala Lumpur:
Islamaic Book Trust, 1996 M.
Ranuwijaya, Utang, Ilmu Hadîts. Jakarta: Gaya Media Pratama, 1998.
Rifa‟i, Zuhdi, (ed) Mod Khudlori, Mengenal Ilmu Hadîts, Indonesia :
Penerbit al-Ghuraba, 2009. cet 1.
Shalâh, Ibnu, Muqaddimah Ibn al- Shalâh fi „Ulûmi al- Hadîts. Beirut : Dar
al Kutub al-Ilmiyah, 1409 H / 1989 M.
Subana, M & Sudrajat, Dasar-Dasar Ilmu Peneltian Ilmiyah. Bandung :
Pustaka Setia, 2001.
Suryabrata, Metodologi Penelitian. Cet. 13 Jakarta : PT. Raja Grafindi
Persada, 2002.
Syâkir, Ahmad Muhammad. al-Ba‟îts al-Hatsîs Syarh Ikhtisâr „Ulûm Hadîts
Li al-Hafîdz Ibn Katsîr. Cairo: Muhammad Ali Shahîh Wa Aulâdihi,
1370H/1951M.
Syâkir, Ahmad Muhammad. al-Baits al-Hatsîs Fî Ikhtishâr „Ulûm al-Hadîts.
Beirut: Dâr el-Fikr, ttp.
Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar el-Kutub al-„Ilmiyah, tth) Bab : al-Khath Idzâ
Lam Yajid „Asha, juz 1, hadits no 689, h 183,
Thahân, Mahmûd. Taisîr Musthalah al-Hadîts. Beirut: Maktabah al-Ma‟ârif,
1995
-----------------------, Taisîr Musthalah al-Hadîts. Beirut: arul Fî kr, tth.
Tadrîbu ar-Râwîy. Mesir: Musthafâ al-Baby al-Halabiy, 1352H/1934M.
„Unaizân, Prof. Dr. Fathîmah Zabâr “al-Khutûth Fî Kitâbi ad- Dârar al-
Kâminah Li Ibni Hajar al-‟Asqalânî”. Dalam Jurnal universitas
Baghdad, hlm 80
„Umarî. Târekh Madînah Damsyik wa Dzikru Fadhliha wa Tasmiyatu Man
Hallahâ min al-Amtsâl. Beirut: Dâr el-Fikr, 1995 M/ 1419 H.
184
Wa at-Ta‟lîm, Al-Wazârah at-Tarbiyah. Mu‟jam al-Washîth. Mesir : an-
Nasyîr Gairu Mutawatir, 1994.
Zuhri, Muhammad. Hadîts Nabi: Tela‟ah Historis dan Metodologis.
Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1997.
185
CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap : Arif Hendra Erizal
Tampat, Tanggal Lahir : Barulak, 12 Februari 1987
Jurusan/Fakultas :Ulumul Qur‟an dan Ulumul Hadits/
Ushuluddin
No. Hp : 081296017484 / 081293381293
Email : [email protected]
Motto : Man Jadda Wajada.....Khairunnâs anfa‟âhum
Linnâs
Alamat : kemanggisan Ilir 1, no 31, kel. Kemanggisan,
kec. Palmerah, Jakarta Barat
Nama Orang tua
Nama Ayah : Zamrial
Nama Ibu : Eliati
Riwayat Pendidikan :
1. TK Keris Sakti, Kab, Tanah Datar, Sumatra Barat TA. 1993-1994
2. MTS Mti Candung, bukitinggi, Sumatra Barat TA. 1999-2003
3. MAS Mti Candung, bukitinggi, Sumatra Barat TA. 2003-2006
4. Fakultas Tologi Islam, jurusan Hadits, al-Azhar Cairo University
2006-2010
5. Pascasarjana Institut Ilmu al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, TA 2013-2015
Pengalaman Organisasi :
1. Ketua SD.
2. Ketua Umum OSIS MTI Candung 2004-2005.
3. Pengurus Kesepakatan Mahasiswa Minang (KMM) mesir , bidan
Pendidikan 2006- 2007.
4. Koordinator Pendidikan Kesepakatan Mahasiswa Minang ( KMM)
Mesir 2007-2008.
5. Ketua Umum Training TERPADU, Kerjasama KBRI Cairo, DPP-
PPMI, WIHDAH –PPMI dan 16 organisasi kekeluargaan 2007-2008.
6. Kader Studi Informasi Alam Islami (SINAI) 2007-2008.
7. Kru Studi Informasi Alam Islami (SINAI) 2008-2009 .
8. Pengurus Kru Studi Informasi Alam Islami (SINAI) 2009 – sekarang.
9. Ketua1 Senat Mahasiswa Ushuluddin 2007-2008.
10. Pengurus Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia(ICMI) Cairo 2008
– 2010 .
11. Pengurus Persatuan Pelajar dan Mahasiswa Indonesia (PPMI) Cairo,
Koordinator bidang Mentri Luar negri 2009-2010.
186
PRESTASI
Juara1 MTQ Tingkat Kabupaten Agam, Sumatra Barat 2003
Juara1 Pidato tk anak-anak
Juara1 Azan tk anak-anak
Juara1 MSQ Tingkat kabupaten Agam, Sumatra Barat 2003
Juara1 Debat agama di lubuk basung, Agam 2005
Juara1 baca kitab standard ( gundul) Kab, Agam 2005
Juara1 baca kitab standard ( gundul ) prov. Sumatra Barat 2006
Utusan Sumatra Barat untuk lomba kitab standard tingkat Nasiaonal
yang ke-2 di Lirboyo, Kediri, JawaTimur 2006
Juara1 pertandingan sepak bola (Sumatra A) antar pulau se Indonesia,
kerjasama KBRI Cairo dengan kekeluargaan dalam acara
memperingati 17 Agustus 2007
Juara1 Sepak bola SUMATRA CUP 2009, Minang Saiyo Fc.
Juara 2 sepak bola SUMATRA CUP 2010. Minang Saiyo Fc.
Juara 2 sepak bola SUMATRA CUP 2012 Minang Saiyo Fc