PENATAAN ATURAN HIPOTIK KAPAL SETELAH …

19
286 PENATAAN ATURAN HIPOTIK KAPAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2008 TENTANG PELAYARAN * Oleh: Aktieva Tri Tjitrawati ** ABSTRAK Dirumuskannya ketentuan mengenai hipotik kapal dalam UU Pelayaran Tahun 2008 dan keikutsertaan Indonesia dalam International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993 belum mampu mengisi kekosongan hukum yang dibutuhkan oleh para pelaku dalam aktivitas bisnis pelayaran, sementara di sisi lain, lembaga keuangan dan perbankan membutuhkan landasan hukum yang memadai untuk meningkatkan kepercayaan mereka akan pengembalian dana pengadaan kapal. Diperlukan penataan aturan-aturan di bidang hipotik kapal, terutama memisahkan aturan tersebut dari undang-undang pelayaran, untuk meningkatkan kepercayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendanai sektor ini. Kata kunci: hipotik kapal, penataan aturan, pendanaan. PENDAHULUAN Diratifikasinya International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993 1 oleh Pemerintah Indonesia melalui Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2005 2 serta tingginya dorongan masyarakat pelayaran untuk memperbaiki ketertinggalan hukum nasional mengenai masalah hipotek kapal, menyebabkan dilakukannya beberapa perubahan mengenai masalah ini dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 3 Melalui ratifikasi konvensi dan perubahan aturan tersebut, diharapkan lembaga keuangan asing dan perbankan bersedia membantu pelayaran nasional dalam mengembangkan armada kapal berbendera Indonesia. * Makalah ini disusun berdasarkan hasil laporan penelitian penulis yang dibiayai oleh SP3 Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2010. ** Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, email: [email protected]. 1 ditandatangani di Jenewa, Swiss, pada tanggal 6 Mei 1993 sebagai hasil konferensi Diplomatik Internasional yang diselenggarakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa/Konvensi ini dimaksudkan agar terpenuhinya kebutuhan untuk meningkatkan kondisi pembiayaan bagi kapal-kapal dan perkembangan armada pelayaran nasional. 2 Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 58 3 Dimuat dalam Lembaran Negara Nomor 64 Tahun 2008. Selanjutnya disebut dengan UU Pelayaran Tahun 2008

Transcript of PENATAAN ATURAN HIPOTIK KAPAL SETELAH …

286

PENATAAN ATURAN HIPOTIK KAPAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN

2008 TENTANG PELAYARAN*

Oleh:Aktieva Tri Tjitrawati**

ABSTRAK

Dirumuskannya ketentuan mengenai hipotik kapal dalam UU Pelayaran Tahun 2008 dan keikutsertaan Indonesia dalam International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993 belum mampu mengisi kekosongan hukum yang dibutuhkan oleh para pelaku dalam aktivitas bisnis pelayaran, sementara di sisi lain, lembaga keuangan dan perbankan membutuhkan landasan hukum yang memadai untuk meningkatkan kepercayaan mereka akan pengembalian dana pengadaan kapal. Diperlukan penataan aturan-aturan di bidang hipotik kapal, terutama memisahkan aturan tersebut dari undang-undang pelayaran, untuk meningkatkan kepercayaan lembaga keuangan dan perbankan dalam mendanai sektor ini.

Katakunci:hipotikkapal,penataanaturan,pendanaan.

PENDAHULUAN

Dira t i f i kas inya In t e rna t iona l Convention on Maritime Liens and Mortgages 19931 olehPemerintahIndonesiamelalui Peraturan Presiden Nomor 44Tahun 20052 serta tingginya doronganmasyarakat pelayaran untuk memperbaikiketertinggalan hukum nasional mengenai

masalah hipotek kapal, menyebabkandilakukannyabeberapaperubahanmengenaimasalahinidalamUndang-undangNomor17Tahun2008tentangPelayaran.3Melaluiratifikasi konvensi dan perubahan aturan tersebut, diharapkan lembaga keuanganasing dan perbankan bersedia membantupelayarannasionaldalammengembangkanarmadakapalberbenderaIndonesia.

* MakalahinidisusunberdasarkanhasillaporanpenelitianpenulisyangdibiayaiolehSP3FakultasHukumUniversitasAirlangga2010.

** DosenFakultasHukumUniversitasAirlangga,email:[email protected] ditandatanganidiJenewa,Swiss,padatanggal6Mei1993sebagaihasilkonferensiDiplomatikInternasional

yangdiselenggarakanolehPerserikatanBangsa-Bangsa/Konvensiinidimaksudkanagarterpenuhinyakebutuhanuntukmeningkatkankondisipembiayaanbagikapal-kapaldanperkembanganarmadapelayarannasional.

2LembaranNegaraRepublikIndonesiaTahun2005Nomor583DimuatdalamLembaranNegaraNomor64Tahun2008.SelanjutnyadisebutdenganUUPelayaranTahun

2008

287Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

Kelemahanpendanaansektorpelayarannasionalmerupakandampakdarimasalahstruktural dan sistematis di bidang finansial, antara lain:4 (a) keterbatasan lingkup danskala sumber dana; (b) bunga pinjamantinggiuntuk jangkawaktupinjamanyangsangat singkat karena hanya dibatasilima tahun; (c) tidak dimungkinkannyakapal digunakan sebagai kolateral; (d)tidak tersedianya kemudahan kredit bagipelayaranrakyat;(e)kebijakanPemerintahseringkalitidakmendukungpengembanganbidangpelayaran;serta(f)rumitnyaprosedurpeminjaman. Lembaga keuangan danperbankanselalumengharapkanterjaminnyakepastian dan keamanan pinjaman yangdiberikan. Bisnis pelayaran merupakanbisnis yang beresiko tinggi, sehinggasebagian besar lembaga keuangan danperbankanengganmenanamkanmodalnyadisektorini.KetentuanmengenaipiutangyangdidahulukansebagaimanayangdiaturdalamPasal316KUHD5danmasihdiberlakukansampai berlakunya UU Pelayaran 2008,semakin menambah keengganan lembagakeuangan untuk meminjamkan modalkepadaperusahaanpelayaran.Ketentuaninimenunjukkanbahwa,dibandingkandenganpemegang hipotek atas kapal, kreditur-

kreditur lainnya mempunyai jumlah danjenispriviledgelebihbanyakdibandingkanpemeganghakatashipotekkapal.Dengankondisi demikian sulit mengharapkanperkembanganbisnismaritimdiIndonesiadikarenakanadanyakeengganandaripihakperbankanuntukmenerimahakhipotekataskapalsebagaijaminan.Halinimenyebabkansemakin terpuruknya armada nasionalkita.6

Perubahan terhadap ketentuanmengenai hipotek yang dilakukan olehUUPelayaran2008tentunyadimaksudkanuntuk menyesuaikan dengan tuntutan-tuntutankebutuhanbisnispelayaransaatini,olehkarenanyadenganmenggunakantolakukurUUPelayaran2008,harusdilakukanrestrukturisasi secara signifikan terhadap aturan-aturan mengenai hipotek kapal.Kekacauan yuridis aturan hipotik kapalterjadi setelah UU PelayaranTahun 1992menderogasi dan mencabut aturan-aturanhukum pelayaran produk kolonial yangtelahdiberlakukansampaidikeluarkannyaUndang-undang tersebut.7 Pencabutantersebutsebenarnyadiikutidengankehendakuntukmelakukanpenggantiandengancaramemuat ketentuan akan adanya peraturanpelaksanapadapasal-pasalyangberkaitan,

4 JICA,Transportasi Maritim Indonesia, 2007, hal. 15.5Pasalinimenyatakanpiutang-piutangyangdidahulukanataskapaladalah:

I. Beaya-beayalelangeksekusi;II. Piutang-piutang yagn lahir dari perjanjian perburuhan dengan nakhoda dan awak kapal selama

bekerjadikapal;III. Upah tolongpandu laut,upahpelabuhandanbeaayua-beaya lainnyayangberhubungandengan

pelayaran;IV. Piutangkarenatubrukankapal.

6JICA,loc.cit.7diantaranyaadalah:

1. IndischeScheepvaartswet,StaatsbladTahun1936Nomor700;2. LoodsdienstOrdonnantie,StaatsbladTahun1927Nomor62;3. ScheepmeetingsOrdonnantie,StaatsbladTahun1927Nomor210;4. BinnenscheepenOrdonnantie,StaatsbladTahun1927Nomor289;5. ZeebrievenenScheepspassenOrdonnantie,StaatsbladTahun1935Nomor492;6. ScheepenOrdonnantie,StaatsbladTahun1935Nomor66;dan7. BakengeldOrdonnantie,StaatsbladTahun1935Nomor468.

288 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

namun sayangnya hingga UU Pelayaran1992 diganti dengan UU Pelayaran 2008hanya satu peraturan pelaksana yangberhasildisusun,yaituPeraturanPemerintahNomor51Tahun2002tentangPerkapalan.Sesuai dengan asas derogasi, dimuatnyaketentuan mengenai hipotek dalam UUPelayaran Tahun 1992 dapat dikatakanmenderogasi ketentuan-ketentuan tentanghipotekbaikdalamKitabUndang-undangHukum Dagang (KUHD) maupun dalamKitab Undang-undang Hukum Perdata(KUHPerdata).

Derogasiperaturanyangtidakdiikutidengan pembentukan peraturan penggantiitu akhirnya menimbulkan kekosonganhukum, oleh karenanya PP PerkapalanTahun 2002 memberlakukan kembaliaturan-aturan mengenai hipotek dalamKUHDdanKUHPerdatayangdirasalebihkomprehensifdibandingkandenganaturan-aturandalamUUPelayaran1992maupunPP Perkapalan 2002 sendiri. Menyadarikekurangantersebut,dalamPasal33Ayat5 PP Perkapalan 2002 dinyatakan bahwaketentuan-ketentuan hipotek yang diaturdi dalam KUH Perdata dan KUHD tetapberlaku bagi pembebanan hipotek ataskapal.Aturan-aturantersebutmenunjukkanadanyakekacauan logikayuridis dimanaaturan yang mempunyai kedudukan lebihrendah(PPtentangPelayaranTahun2002)memberlakukan kembali ketentuan yangkedudukannya lebih tinggi (KUHPerdatadanKUHD)setelahsecaradinyatakanakandigantisebagaimanadisebutkandalamPasal49Ayat2UUPelayaran1992.8

Letak kesalahan awal memang padaketentuan Pasal 49Ayat 2 tersebut yangseharusnya memuat ketentuan umumbahwa hipotek atas kapal dilaksanakansesuaidenganperaturanperundanganyang

berlaku. Berdasarkan rumusan ini makaketentuan-ketentuan Pasal 1179 sampaiPasal 1220 KUH Perdata Bagian Keduayang secara luas mengatur pendaftaranhipotekdantatacarapendaftarannya,sertaketentuan-ketentuanKUHDdanordonansi-ordonansinyayangmengaturpemasanganhipotek dan hak-hak kebendaan lainnyaataskapallautmasihdapatdiberlakukan.9Namunmemberlakukanketentuan-ketentuantersebut bukan tanpa masalah, mengingatlemahnya posisi pemegang hipotek kapalketikaterjadipenjualanatasobjekhipotek,dengankatalain,pemberlakuanKUHDdanKUHPerdatauntukmemenuhikekosonganhukum tersebut menjadi kontraproduktifkarenamenyebabkanlembagakeuangandanperbankan enggan membiayai pengadaankapal.

Persoalan lain berkaitan denganhipotek kapal adalah sulitnya melakukaneksekusi jaminan hipotek kapal. HIRtidak mengatur secara khusus prosedureksekusi hipotek kapal, namun secaramutatis mutandis ketentuan mengenaieksekusi hipotek tanah dapat diterapkanpada hipotek kapal. Ketidakjelasan hakpemegang hak hipotek atas kapal untuksecara cepat dapat mendapatkan haknyaataskapalmenyebabkanperbankansemakinengganmenerimahipotekataskapalsebagaijaminan.

Atas preposisi tersebut, maka akanlahirpermasalahan-permasalahanberkenaandengan pemberlakuan UU Pelayaran2008 dan keikutsertaan Indonesia dalamInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993,yaitu:pertama,apakah kedua aturan ini dapat mengisikekosongan hukum mengenai hipotekkapal akibat derogasi yang dilakukanoleh UU Pelayaran 1992?; kedua apakah

8M.HusseynUmar,Hukum Maritim dan Masalah-masalah Pelayaran di Indonesia,Buku2,PustakaSinarHarapan,Jakarta,2001,hal.176.

9Ibid.

289Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

aturan-aturanmengenaihipotekdalamUUPelayaran 2008 telah kompatibel denganInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993?; dan ketiga,bagaimana tatanan hukum mengenaihipotekkapalyangmampumeningkatkankepercayaan lembaga keuangan danperbankanuntukmendanaipengadaankapalnasional?Makalahinidimaksudkanuntukmenjawab permasalahan-permasalahantersebutdenganmenggunakanpendekatanstatutorydankonseptual.

ARAH PENGEMBANGAN PENGATURAN HIPOTIK KAPAL

Pertumbuhanbisnispelayaran,sedikitbanyak, dipengaruhi oleh pengaturanhipotek atas kapal, berkenaan denganfaktor pembiayaan dalam sektor ini.Keterpengaruhan tersebut menyebabkanpengembangan hukum hipotik kapalsebagaimana halnya dengan hukummaritim perdata nasional lainnya, harusditempatkandalamkerangkapembangunanekonominasionalsecaramakrodandalamrangkamenujumodernisasihukumbisnis.Mengikuti upaya penyeragaman dalamhukum maritim privat internasionalmengenai “maritime lien” terutamaberkaitan dengan pemilihan jenis hakutamayangdidahulukanlebihdarihipotek,menjadikeharusanberkaitandenganupayauntukmeningkatkanpendanaanbagiduniapelayaranyangberasaldariinvestorasing.Upayainiharusdiikutidenganpenyelarasanhukum nasional dengan prinsip-prinsiphipotek atas kapal modern yang berlakuumumdiduniapelayaraninternasionalyangdiarahkanuntukmemberikanperlindunganhukumsecaraberkeadilandanberkepastian

bagipemeganghipotek,dengandidukungsistem pendaftaran hipotek yang efisien.

Hipotek kapal merupakan salah satucarapemilikkapalmenambahkemampuanfinansialnya, di mana pemilik kapal sebagai mortgagor meminjamsejumlahuangkepadaseseorangataulembagakeuangansebagaimortageedenganjaminankapalnya.Kapaltersebuttetapdalampenguasaansipemilikkapaluntukdiusahakanuntukmendapatkankeuntungan. Mengingat bahwa bendajaminantetapdalampenguasaanmortagor,makalahirkewajibanbaginyauntuktidakmenyebabkankerugianbagimortageeatashaknya terhadap jaminan tersebut. Sifatkapal sebagai benda yang bisa dipindah-pindahkan,bahkansampaimelintasibataswilayah Negara, menyebabkan adanyamekanismekhususbagiperlindunganbagimortageedalamsystempendaftaranhipotekkapal.10Sesuaidenganasasproporsionalitasyang dikenal dalam perjanjian-perjanjianperdata,makaseharusnyabagimortgagordan mortagee diberikan hak-hak dankewajiban-kewajibanyangseimbang.Secaraumumhak-hakmortgagorberkaitandenganhaknyasebagaipemilikkapalsampaipadasaatmortgagee mengambilalihhaknyaataskapal karena kegagalan mortgagor untukmembayar.SebagaimanayangdinyatakanLord Mansfield: “In general, till the mortgagee takes possession, the mortgagor is owner to all the world; he bears the expenses and he is to reap the profit”.11Ataskepemilikantersebut,mortagorjugaberhakuntukmenjualkapalyangdihipotekkan.Disisilain,mortageeberhakataspembayaranpinjaman dari mortgagor termasuk atasbungayangdijanjikan.12Jikatermuatdalamperjanjian hipotek, maka mortagee dapat

10Hill,Christopher,Maritime Law, 6th ed., LLP, London, 2003, hal. 25.11 Ibid., hal. 33.12 MengingatbahwasebagianbesaraktivitaspelayarandilakukansecaralintasbatasNegara,makauntuk

melindungikepentinganmortageeyangberadadalamyurisdiksiyangberbedadenganmortgagordibentuklahInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993.

290 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

menguasaihipotekataskapalsampaisaattertentusejakmortgagorgagalmelakukanpembayaran hutangnya. Mortagee jugaberhakuntukmelakukanintervensibahkanmelakukanpenguasaanatasobjekhipotekjika mortgagor melakukan tindakan yangmenyebabkankerusakanataumenurunnyanilaiobjekhipotek.13

Perlindunganhukumbagipihak-pihakdalam perjanjian hipotek tentunya tidakcukup hanya menyangkut aspek-aspekadministratifdanhak-hakdidahulukansaja,sebagaimana yang termuat di dalam UUPelayaran2008.Hak-hakmortgagoruntukmenjual kapal atau hak untuk menebusobjek hipotek ketika masa penebusanberakhir,misalnya,jugaperludiatursecarategas dalam peraturan perundangan demitercapainya kepastian hukum para pihakdan menghindari terjadinya konflik. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa masihdiperlukanpenataanaturan-aturanmengenaihipotek atas kapal yang lebih baik yangmampumemberikanperlindunganhukumbagipihak-pihakterkait.

Keikutsertaan Indonesia dalamInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993 masih akanmenimbulkan permasalahan apabila tidakdilengkapi dengan ketersediaan peraturanperundangandalamhukumnasionalsebagaiketentuanimplementatifnya.Sebagaicontohadalah mengenai pengalihan hak ataskapallautIndonesiayangdibebanihipotekditahan di luar negeri atau apabila kapalasingyangdibebanihipotekdiluarnegerioleh pengadilan Indonesia kepada suatubadanhukumIndonesiaatauperseorangan.Hal ini akan menimbulkan permasalahandalam regtistrasi kapal, terutama apabilanegaratempatpendaftarankapalataunegara

tempat kapal tersebut dihipotekkan tidakbersediamelakukanpenghapusandaridaftarregistrasi.

Penyelarasan juga harus dilakukansebagai konsekuensi Indonesia menjadipesertaKonvensiataskewajiban-kewajibanyangharusdilaksanakanberkenaandenganperubahanhakataukepemilikanwarganyaatassuatukapaldan/atauperubahanbenderakapal. Kovensi melarang pemilik kapaluntukmendaftarkankembalikapalnyajikabelum semua hipotek atas kapal tersebutdihapusdaridaftar(hipotek)kapalkecualijikaadakesepakatandariseluruhpemeganghipotekataskapal.Namunjikadidasarkanpada hukum nasional negara pendaftarbahwapendaftarankembaliitumerupakankewajiban yang harus dilaksanakan olehpemilik kapal, maka pendaftaran tersebutharus ditunda lebih dahulu sembarimemberikan informasi mengenai hal inikepadapemeganghipotekataskapalsehinggamerekadapatmengambillangkah-langkahseperlunyauntukmelindungihak-hakdankepentingan-kepentingan mereka. Jikatelahdiberikan informasi secaramemadaipemegang hipotek tidak memberikankesepakatannya, maka pendaftaran kapalditunda pemberlakuannya sampai jangkawaktu secukupnya namun tidak bolehlebihdaritigabulansetelahpemberitahuanitu. 14 Jika pemilik kapal tidak dapatmembayarhutangnyadanadaperintaholehpihak berwenang di suatu negara pesertaInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages1993untukmenjualpaksa kapal tersebut, maka hal ini wajibdiinformasikan kepada pejabat pendaftardi negara pendaftaran kapal, pemeganghipotekataskapalyang telahdidaftarkan,danpemilikkapal.15Kapalyangdiatasnya

13O’Connor,JohnG.,International Maritime Convention, Course Book, Faculty of Law, MacGill University, Canada, 2010, hal. 45.

14 International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993, Pasal 3 Ayat 1.15 Ibid, Pasal 11.

291Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

dibebani hipotek oleh pemegang hipotekasing, dapat mengubah bendera kapaluntuksementarasesuaidengankebangsaanpemeganghipotektersebutjikaperubahanini dimungkinkan oleh aturan hukumnasional negara yang bersangkutan danaturantersebutmemangmengandungpasal-pasal yang dimaksudkan untuk mengakuipendaftaranhakhipotekataskapal.Negarapendaftar(hipotekataskapal)menentukandalamdaftarnegaramanasajayangdapatmenggunakanbenderanyauntuksementara,demikian pula pejabat yang berwenangdinegarapendaftarharusmembuatdaftarkapalyangtelahberubahbenderakapalnyauntuksementara.Perubahanbenderakapalituharusdenganpersetujuantertulissemuapemeganghipotek.Hal-halyangberkaitandengan pelaksanaan kewajiban sebagaipeserta Konvensi tersebut sampai saatini belum diatur di dalam UU Pelayaran2008.16

KEBUTUHAN PENDANAAN DI SEKTOR PERKAPALAN

Aruspengangkutanbarangantarpulaudanperdagangan luar negeri di Indonesiadiperkirakan sebesar 700 juta ton pertahun,baikdarisektorperikanan,pertanian,pertambangan, maupun hasil industri.Sampai saat ini mayoritas pengangkutanbarang tersebut dilakukan oleh armadaasing.17 Di sektor migas misalnya, hanya20 persen pengangkutannya dilakukanoleh kapal nasional. Kelemahan utamaketidakmampuan armada nasional dalammenyelenggarakan pengangkutan adalah

karenaketidak-tersediaankapaluntukjeniskomoditastertentuyangdiangkut.18

Ketersediaan kapal bergantung padapendanaannya.Tanpadukunganpendanaanyangkuatpemberdayaanindustripelayaransebagaimana yang diamanatkan dalamInstruksiPresidenNomor5Tahun200519tidak akan terlaksana. Sekalipun dalamINPREStersebutditegaskanamanatkepadaperbankannasionaldanlembagakeuanganbukan bank untuk berperan aktif dandilengkapidenganskemapendanaanyangterinci, namunhal inibelummemberikankeyakinan bagi lembaga keuangan untukmenyediakan dana di sektor pelayaran.Tanpatersedianyasuatuperangkathukumyangmenjaminkeamananpinjamanmerekalembaga keuangan tidak akan bersediamemberikanpinjamanmengingattingginyahargakapalyangdisertaidengantingginyarisikodibidangjasaini.

Kepastian hak atas kapal tersebutsangaturgenmengingatlevelbiayakapitalperbankandiIndonesiasangattinggikarenatingkatsukubungapinjamanberadapadakisaran 13%-14% per tahun. Tingginyabeayakapitalinimemperlemahdayasaingdan produktivitas pelayaran, galangankapal,danusahakepelabuhanannasional,mengingat kompetitor penyelenggarajasa pelayaran di Cina, Korea, Jepang,Malaysia, dan Singapura memberikaninsentif perbankan kepada sektor jasapelayarandenganmengenakansukubungakurangdari5%sehinggabiayaproduksidannilaitawarjasapelayarandiNegara-negaratersebut sangat efisien.20

16 DiluarpengaturanyangadadidalamUUPelayaran2008,secaraumummengenaihipotekdiIndonesiadiaturdidalamPasal1179sampaidengan1220KUHPerdata,dankhususmengenaihipotekkapaldiaturdidalamPasal314sampaidengan315eKUHD.

17“PengaruhKinerjaEkonomiMakroekonomiDalamdanLuarNegeriterhadapPenanamanModalAsingdi Indonesia”, tanpa nama, dalam http://journal.ui.ac.id/upload/pdf. Diakses pada 12 Desember 2010, pukul09.00.

18DepartemenPerhubungan,Informasi Transportasi Indonesia 2007, hal. 36.19 Selanjutnya disebut INPRES no. 5 Tahun 2005.20 JICA, op.cit., hal. 15.

292 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

Mengejarketertinggalandalamsektorpelayaraninimembutuhkansuatulangkahluar biasa untuk menggalang kekuatandari berbagai unsur untuk disatupadukandalam satu langkah yang terfokus padatujuan pembangunan industri pelayaran.Pemerintah harus memberikan insentif-insentif untuk menstimulasi, baik bagilembaga keuangan maupun pelaku jasapelayaranagarsektorinibertumbuhsecarasimultan.

Pengadaankapalmembutuhkanbiayayang luar biasa besar, oleh karenanyasindikasipembiayaanolehperbankanperludilakukan. Pemerintah dapat melakukanlangkah awal dengan mengatur sindikasibank-bankyangmodalnyasebagianbesardimilikiolehNegarauntukmenjadipionirdalam upaya peningkatan kemampuanpendanaandibidangpelayaranini.Langkahini pun membutuhkan suatu kerangkahukumpendanaandalambidangpelayaranumumnyadankhususnyadalambidanghakjaminanataskapal.

STATUS PENGATURAN HIPOTEK KAPAL SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG PELAYARAN TAHUN 2008

DarirumusanketentuanpenutupyangtermuatdalamPasal353danPasal354UUPelayaran 2008, terlihat bahwa sekalipunmencabutUUPelayaran1992,namunUUPelayaran 2008 masih memberlakukanketentuan-ketentuan pelaksana dari UUPelayaran1992sepanjangtidakbertentangandenganUUPelayaran2008.PPPerkapalan2002 sebagai peraturan pelaksana dariUUPelayaran1992di dalamnyamemuatberbagai ketentuan mengenai perkapalantermasuk ketentuan-ketentuan mengenaihipotek. Sebagian ketentuan dalam PPPerkapalan diadopsi sebagai ketentuandalamUUPelayaran2008,sepertiketentuanmengenaipendaftarankapaldankebangsaan

sertabeberapaketentuanmenganihipotek,termasukmengenaipemberlakuankembaliKUHPerdatadanKUHDaganguntukmengisikekosonganhukumberkaitandenganhipotekkapal. Pemuatan ketentuan yang masihmemberlakukanketentuan-ketentuandalamPPPerkapalantersebutmasihmenyisakanpermasalahankeberlakuanKUHPerdatadanKUHDagangdalammasalahhipotekkapal,olehkarenanyahaliniperlukitakajidenganmenggunakanilmuperundang-undangan.

Ketentuan Pasal 33 PP Perkapalan2002 merupakan ketentuan pelaksanadariketentuanPasal49(2)UUPelayaran1992yangmenegaskanbahwaketentuan-ketentuan mengenai hipotek kapal akandiatur lebih lanjut dalam suatu peraturanpemerintah.Sekalipunmencabutketentuan-ketentuanmengenaihipotekyangberlakusebelumnya, UU Pelayaran 1992 hanyamemuatsatupasalsajamengenaihipotek,yaitudalamPasal49.Pasal49ayat1hanyamemuat ketentuan bahwa hanya kapalyang telah didaftar yang dapat dibebaniolehhipotek.Sebagaiperaturanpelaksana,makaPasal33PPPerkapalan2002dibentukuntukmenjalankanketentuanPasal49UUPelayaran1992,seharusnyamaterimuatanyangadadidalamPasal33PPPerkapalan2002 adalah keseluruhan materi muatanyang dilimpahkan oleh Pasal 49 UUPelayaran 1992 kepadanya. Dari keenampasal yang termuat di dalam Pasal 33 PPPerkapalan 2002, empat pasal mengaturmasalah teknis pembebanan hipotek,satupasal tentangpengaturan lebih lanjutmasalahpembebananhipotekkapaldalamsuatuperaturanmenteridansatuketentuanyang memuat pemberlakuan kembali BWdan KUHD berkaitan dengan masalahhipotek.

MerujukpadateoriKelsenmengenaihierakhi norma hukum, dikatakannyabahwa norma hukum berjenjang-jenjangdan berlapis-lapis dalam suatu hirarkhitatasusunan,dimanasuatunormaberlaku,

293Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

bersumberdanberdasarpadanormayanglebih tinggi, dan norma tersebut menjadidasar dan sumber bagi norma yang dibawahnya. Oleh karena itu, keberlakuansuatunormahukummenjadirelatifkarenaia bergantung pada keberadaan norma diatasnya. Didasarkan pada teori ini dapatdikatakan bahwa pemberlakuan BW danKUHD melalui Pasal 33 PP Perkapalan2002 tersebut tidak mempunyai landasankeberlakuan (validitas) normatif, karenatidak mungkin suatu norma yang lebihrendahmemberlakukankembalinormayangtelahdicabutolehnormayanglebihtinggi,terlebih lagi norma yang diberlakukankembaliadalahnormayangsecarahirarkhislebihtinggi.21

Walaupunterjadikekosonganhukumsetelah tidak diberlakukannya ketentuan-ketentuan mengenai hipotek kapal dalamBWdanKUHDolehUUPelayaran1992,namun dalam praktek masyarakat masihtetap menggunakan BW dan KUHDsebagai dasar hukum dalam kontrak-kontrakhipotekkapal.Olehkarenanyadapatdikatakan bahwa pencabutan ketentuanhipotek kapal dalam BW dan KUHDtersebut tidak mempunyai daya laku dimasyarakat sehingga tidak mempunyaikeberlakuan secara factual.22 Karenanyadapatdikatakanbahwanormapencabutantersebut mempunyai keberlakuan secaranormatif karena dibentuk oleh lembagayang berwenang dan berdasarkan normayang lebih tinggi, namun hal ini tidakmempunyai daya guna dan tidak bekerjasecara efektif, atau menggunakan istilah

yang digunakan oleh Hart, ketentuan initidak mempunyai efficacy. PemberlakuankembaliBWdanKUHDolehPPPerkapalan2002yangsecarayuridistidakmempunyaikeberlakuansecaraformaltersebut,hanyamerupakan penegasan atas berlakunyasuatu aturan hukum secara efektif dalammasyarakat. Oleh karenanya, jika UUPelayaran2008masihtetapmemberlakukanketentuan mengenai hipotek kapal dalamPP Perkapalan 2002, menurut pendapatpenulistermasukjugaketentuanmengenaipemberlakuan BW dan KUHD yang adadi dalamnya. Pemberlakuan ini tentunyamengecualikan ketentuan-ketentuan yangbertentangan dengan ketentuan mengenaihipotek yang diatur sendiri oleh UUPelayaran 2008, misalnya mengenai hakdidahulukan.

Diaturnya beberapa ketentuanmengenai hipotek dalam UU Pelayaran2008menyisakanpermasalahanmengenaikedudukandanhubunganantaraketentuanmengenai hipotek dalam BW dan KUHDdenganketentuanmengenaihipotekkapaldalam UU Pelayaran 2008. Ketentuanmengenai hipotek kapal yang ada dalamKUHD merupakan lex specialis dariketentuanmengenaihipotekyangadadalamBWyangmengatursecaraumummengenaihipotek.23Ketentuan-ketentuandalamBWmengaturtentang:a. Ketentuan-ketentuanumum;24

b. pendaftaran hipotek dan bentukpendaftaran;25

c. pencoretanpendaftaran;26

d. Akibat Hipotek terhadap pihak ketigayang mengusai barang yang dibebanihipotek;27

21MariaFarida,Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1998, hal. 9.

22 Brugging, Arief Sidharta (terj.), Refleksi tentang Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung 1999, hal. 149.23 Diatur dalam Pasal 1162 S.D 1232 BW24 Pasal ps 1162 s.d 1178 BW25 Pasal 1179 s.d Ps 1194 BW26 Ps. 1195 s.d 1197 BW27Ps1198s.d1208BW

294 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

e. hapusnyahipotek;28danf. Pegawai-pegawai yang ditugaskan

menyimpan hipotek, tanggung jawabmerekadanhaldiketahuinyadaftarolehmasyarakat.29

KUHD mengatur tentang HipotekdalamPasal314dan315asampaie.Dalamketentuantersebut,hipotekdapatdibebankanpada kapal-kapal yang dibukukan dalamregister kapal dan kapal-kapal dalampembuatan.AdapunbunyidariPasal314ayat3KitabUndang-UndangHukumDaganginiadalah:“Ataskapal-kapalyangdibukukandalam register kapal, kapal-kapal dalampembukuan, dan andil-andil dalam kapal-kapal dan kapal-kapal dalam pembuatanitu dapat diletakkan hipotek.” Penegasanbahwakapalyangdapatdihipotekkanadalahkapalyangterdaftarsajadimaksudkanuntukmembedakanantarahukum jaminanyangberlaku bagi kapal sebagai benda tetapdan kapal sebagai benda bergerak. Kapalterdaftarberstatussebagaibendatetapyangatasnyadapatdiletakkanhipotek,sementarakapal tidak terdaftar dimasukkan sebagaibenda tidak terdaftar yang atasnya dapatdiletakkan jaminan gadai atau fidusia. Hal ini bersuaiandenganketentuanPasal 510KitabUndang-UndangHukumPerdatayangberbunyi: “Kapal-kapal, perahu-perahu,perahu tambang, gilingan-gilingan dantempat-tempat pemandian yang dipasangdi perahu atau yang berdiri, terlepas daribenda-bendasejenis itumerupakanbendabergerak.” Pengecualian bagi kapal-kapalyang terdaftar, statusnya bukanlah bendabergerak,karenamenurutketentuanpasal

314ayat1KitabUndang-UndangHukumDagang, kapal-kapal yang didaftarkandalam register kapal adalah kapal yangmemiliki bobot isi kotor minimal 20 m³.Sesuai dengan asas pelekatan (accesie)yang termasuk dalam jaminan hipotekadalahkapal termasuk dengan segala alatperlengkapannya karena merupakan satukesatuan dengan benda pokoknya (asasaccesie/perlekatan),sebagaicontoh:sekoci,rantai,jangkar.

UUPelayaran2008mengaturhipotekkapal dari Pasal 60 sampai dengan Pasal64.BerbedadenganketentuandalamPasal314ayat3KUHD,Pasal60UUPelayaran2008membatasiwilayahpengaturanhanyapadakapalterdaftarsaja,tidakmemasukkankapal dalam pembukuan dan saham-sahamdalampembangunankapalsebagaiobjek pengaturan. Ketentuan ini akanmenimbulkan permasalahan karena UUPelayaran2008telahmelakukanperubahanmengenai hak didahulukan dalam hutangpelayaran (maritime lien), sehingga urut-urutannyasebagaiberikut:30

I. untukpembayaranupahdanpembayaranlainnya kepada Nakhoda,Anak BuahKapal, dan awak pelengkap lainnyadari kapal dalam hubungan denganpenugasan mereka di kapal, termasukbiayarepatriasidankontribusiasuransisosialyangharusdibiayai;

II. untukmembayaruangdukaataskematianatau membayar biaya pengobatan atasluka-luka badan, baik yang terjadi didaratmaupundilautyangberhubunganlangsung dengan pengoperasiankapal;31

28Ps.1209s.d1220BW29Ps.1221s.dPs.1232BW30Pasal65(2)UUPelayaran2008.31KetentuanPasal65(3)UUPelayaran2008mengecualikanpembayarangantirugiyangdidahulukanini

apabila: (a)kerusakanyangtimbuldariangkutanminyakataubahanberbahayadanberacunlainnyamelaluilaut;dan(b)bahanradioaktifataukombinasiantarabahanradioaktifdenganbahanberacun,eksplosifataubahanberbahayadaribahanbakarnuklir,produk,atausampahradioaktif.

295Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

III.untuk pembayaran biaya salvage ataskapal;

IV.untukbiayapelabuhandanalur-pelayaranlainnyasertabiayapemanduan;dan

V. untuk membayar kerugian yangditimbulkan oleh kerugian fisik ataukerusakan yang disebabkan olehpengoperasiankapalselaindarikerugianatau kerusakan terhadap muatan, petikemas,danbarangbawaanpenumpangyangdiangkutdikapal.32

Jika hipotek dikenakan atas sahamdalam pembangunan kapal, akan terjadiperbedaan persepsi mengenai ketentuanmaritime lienmanayangakanditerapkan,dalamKUHDataukahdalamUUPelayaran2008.

KetentuanmengenaihipotekdalamUUPelayaran2008hanyalahsebagaiankecildaripengaturanbidangpelayaranyangtermuatdi dalamnya. Undang-undang ini, sepertihalnyadenganUndang-undangPenerbangan2009, mencampur-adukkan aspek publicpengaturan di bidang pelayaran denganaspe-aspek keperdataannya. Perubahanketentuan seperti kekuatan esekutorialgrosseaktahipotekdanmaritime liendalamUUPelayaran2008seakanhanyamerupakanjawabansementaraatastuntutankebutuhanmasyarakat pelaku bisnis pelayaran akanhukummaritimeyangmodern.Walaupunterdapat perubahan signifikan, namunperubahaninitidakdidukungolehperangkatketentuan lain yang mengakomodasikebutuhan bisnis modern, seperti hukumacarayangmengaturpelaksanaaneksekusihipotek yang masih menggunakan HIR.Mencampurkan ketentuan yang bersifatprivat dalam suatu tatanan yang sifatnyapublictersebutmenyebabkanketerbatasanlingkuppengaturan,olehkarenanyadapat

dikatakan bahwa ketentuan mengenaihipotek dalam UU Pelayaran 2008 hanyamerupakan lex specialis dari ketentuanhipotekyangadadidalamBWdanKUHD.Mengingat bahwa beberapa ketentuanmengenaihipotekdalamUUPelayaran2008mengubah ketentuan yang telah berlakusebelumnya, maka dalam hal demikianberlaku juga asas superioritas lex priori derogat legi posteriori.

KOMPATIBILITAS KETENTUAN HIPOTEK DALAM UU PELAYARAN 2008 DENGAN InTErnaTIOnal COnvEnTIOn On MarITIME lIEns and MOrTgagEs 1993

Karakter International Convention on Maritime liens and Mortgages 1993 sebagai Hukum Maritim Perdata Internasional

Sesuai dengan prinsip pacta sund servanda yang telah diterima sebagaiprinsip hukum umum dalam hukuminternasional, maka setiap negara yangmenyatakan menundukkan diri (consent to be bound) terhadap suatu perjanjianinternasional wajib untuk melaksanakanketentuan-ketentuanyangtermuatdidalamperjanjiantersebut.33DemikianpulaketikaPemerintah melakukan aksesi terhadapInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993 melalui PeraturanPresiden Republik Indonesia Nomor 44Tahun2005,makaketentuandalamKonvensiharus ditransformasikan ke dalam hukumnasionalagardapatdiimplementasikan.

Mengingat karakter International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993yangmengaturhubungankeperdataaandiantara pihak-pihak yang berada dalam

32Ibid.33Aust,Anthony, Modern Treaty Law and Practice”, Cambridge University Press, Cambridge, 2000,

hal. 75.

296 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

duayurisdiksinegarayangberbeda,makakonvensi ini dapat dikategorikan sebagaihukum maritime perdata internasional.Padaumumnya,kasus-kasusdalambidangkemaritimanlahirdarisituasidankonteksyangmirip,olehkarenanyahukummaritimeyangdibuatharusdiarahkansebagaiupayapencegahanterjadinyaatausebagaisaranapenyelesai sengketa bagi para pelaku dibidangkemaritimantanpamempersoalkanperbedaan kebangsaan, domisili, hukumyang berlaku bagi kapal, pemilik kapal,pencarter, penumpang atau nakodanya.Mengingat pula bahwa kapal seringkalimelakukan pelintasan antar yurisdiksi,mudahmelakukanperubahankebangsaan,mengibarkanduaataulebihbenderakapaldan atau dimiliki dan dioperasikan olehperusahaan-perusahaan yang berasal dariNegara yang berbeda. Dengan karakterdemikian maka hukum maritime nasionalseringkalibersinggunganbahkanditerapkandalam level hukum internasional ketikasebagianbesarpelayarandilakukansecaralintas batas Negara.34 Oleh karenanya,demi mencapai efisiensi dalam pelaksanaan hukum kemaritiman diperlukan adanyaharmonisasihukumdalambidangtertentu,termasuk diantaranya adalah masalahhipotek.

Jika dilihat dari ketentuan Pasal 2International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993yangberbunyi:

The ranking of registered mortgages,“hypotheques” or charges as betweenthemselves and, without prejudice to theprovisionsofthistheconvention,theireffectinregardtothirdpartiesshallbedeterminedby the law of the state of registration;however,withoutprejudicetotheprovisionsofthisConvention,allmattersrelatingtotheprocedureofenforcementshallberegulatedby the law of the state where enforcementtakesplace.

terlihat bahwa International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993menerapkan penyeragaman relatif ataupengurangan hambatan perdaganganinternasional,halinilebihmudahditerapkandaripada penyeragaman mutlak. Tidakdiwajibkannyanegara-negaraanggotauntukmelakukan penyeragaman mutlak dapatdilihatdalamPasal15Konvensi tersebut:“Nothing in this Convention shall affect the application of any international Covention providing for limitation of liability or of national legislation giving Effect thereto.”

D e n g a n r u m u s a n s e p e r t i i n iInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993memilihuntuklebih menggunakan cara mengurangiperbedaan-perbedaan dan menghapuskanketidak-pastian dalam melakukan upayapenyeragaman,sebabpenerapankewajibanuntuk melakukan penyeragaman secaramutlak akan menghadapi tantangan kerasdarihukumnasionalnegara-negarapeserta.Dengan cara demikian dapat dikurangihambatan-hambatan dalam perdaganganinternasional tanpa harus berhadapandenganhukumnasionalnegarapeserta.Iniakanmenjadilangkahtransisikearahhukumperdatainternasionalyangseragam.

Transformasi Ketentuan dalam International Convention on Maritime liens and Mortgages 1993 ke dalam Hukum Nasional

International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993K e r a g a m a nhukumyangberlakudalampiutangmaritimdanmortgage kapal menyebabkan inefisiensi dalam prosedur penenegakan hak ataupenyelesaiansengketadiantaraparapelakukegiatan kemaritiman dari Negara yangberbeda. Perbedaan-perbedaan yang ada

34Tetley,UniformityofInternationalPrivateMaritimeLaw-ThePros,ConsandAlternativestoInternationalConventions- HowtoAdoptanInternationalConvention, Tul.Mar.L.J.,34,2000,hal.779.

297Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

juga menyebabkan ketidakpastian dantidak terukurnya hasil suatu perbuatanhukum yang dilakukan oleh salah satupihak dalam hubungan kemaritiman, olehkarenanya individu atau korporasi yangmenjadi objek pengaturan perlu diberihak untuk memahami secara jelas aturanhukum yang diterapkan padanya. Disinilah arti penting harmonisasi hukum,sebab penyeragaman akan memudahkanpenerapan ketentuan-ketentuan hukumyangdidalamnyaterkandungunsur-unsurasing. Penggunaan aturan hukum yangseragamakanmencegahterjadinyamasalah-masalahyanglahirdaripenerapanhukumperdata internasional mengenai pilihanhukum, pilihan yurisdiksi dan pengakuanatas putusan pengadilan asing.Akan adaperlakuan yang sama bagi mereka yangmelakukansuatutindakanhukumtertentu,baikdiawarganegaraataukahorangasing.Keadilandanketertibanmerupakanprinsiputamadalamhukumperdatainternasional,olehkarenanyadiperlukanadanyaadanyainstrumen hukum internasional yangmengatur mengenai piutang maritim danmortgagekapal

Berkenaan dengan harmonisasiketentuan hipotek, faktor yang palingpenting adalah pengakuan bahwa adanyakesamaanmaknadarihipotek(hypoteques),mortgage danpiutangyangdapatdidaftarkan(registriable charge).Pengakuaninipentinguntuk menghindari kesalahpahaman ataspenggunaanistilahyangberbedayanglahirdariperbedaan systemhukumyangdianutdanakanmenentukanpemberlakuanhipotekataskapalolehNegara-negarapeserta.

Sekalipunmerupakansystempengaturanhipotek dalam level internasional, namunKonvensi tetap memberikan kewenangankepada Negara-negara peserta untukmenentukan sendiri cara pendaftaran dan

persyaratan-persyaratan yang diperlukansesuai dengan peraturan perundanganNegaratempatpendaftaran.Konvensihanyamenentukan bahwa system pendaftarantersebut harus bersifat terbuka, mudahdiaksesolehpublicdanadanyakemudahandari pihak yang berkepentingan untukmendapatkan rincian pendaftaran dansalinan instrumenpendaftaranhipotekdaripejabatyangbersangkutan.Konvensi jugamensyaratkansuatustandarminimummateriyangharus termuatdalamdaftar registrasidan perlengkapan dokumen hipotek yangadadisuatuNegara,yaitusedikitnyaharusmemuat:35(a) nama dan alamat seseorang yang

bertanggungjawabatashipotekyangdibebankanatauketeranganmengenaipemindahtanganan hal tersebut padapihaklain;

(b) jumlah maksimum besarnya jaminanapabilahaltersebutdipersyaratkanolehperaturan perundang-undangan darinegaratempatpendaftaranataujumlahyangtelahditetapkandalaminstrumenpenetapanhipotek;

(c) tanggal dan rincian lainnya sesuaidenganperaturanperundang-undangannegaratempatpendaftaran,;serta

(d) mengenai penjenjangan dan hakdidahulukandalamhipotek.Sebenarnya mengenai penjenjangan

sertaakibat-akibatnyaterhadappihakketiga,Konvensi menyerahkan pengaturannyakepada hukum nasional Negara tempatkapal didaftarkan, sementara prosedurpelaksanaannyadiaturolehhukumNegaratempatdihipotekditerapkan.Namundisisilain,Konvensimengaturmengenaipiutangmaritime(maritime lien)yangdibebankanataskapaldanpenjenjangannya.Konvensimentukan apa yang dianggap sebagaipiutangmaritime,yaitu:36

35Pasal1International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993.

298 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

(a) gugatanuntukpembayaranupahdanpembayaranlainnyakepadanakhoda,awakkapaldanawakpelangkaplainnyadari kapal dalam hubungan denganpenugasanmerekadikapal,termasukbiayarepatriasidankontribusiasuransisosialyangharusdibiayai;

(b) gugatan terhadap kematian atauluka-luka badan, baik yang terjadidi darat atau di laut, yang langsungberhubungan dengan pengoperasiankapal;

(c) gugatan terhadap pembayaran biayasalvageataskapal;

(d) gugatan terhadap biaya pelabuhan,kanaldanalurpelayaranlainnyasertabiayapemanduan;

(e) gugatanyangdidasarkanpadakerugianakibat dari kerugian fisik atau kerusakan yangtimbuldaripengoperasiankapalselain dari kerugian atau kerusakanterhadap muatan, peti kemas danbarang bawaan penumpang yangdiangkutdikapal.

Piutangmaritimyangberkaitandengankematian atau luka-luka yang dialamioleh awak kapal dan kerugian fisik dankerusakanakibatpengoperasiankapaltidakdapatdibebankanataskapalapabilagugatantersebut timbul atau sebagai akibat darikerusakan sehubungan dengan angkutanminyakataubahanberbahayadanberacunlainnya melalui laut. Hal yang sama jugadikenakan terhadap kerugian yang terjadiakibatbahan-bahanradioaktifataukombinasiantara bahan radioaktif dengan bahanberacun,eksplosifataubahanberbahayadaribahanbakarnukliratauprodukatausampahradioaktif.Pengaturaninidimaksudkanuntukmenghindari pemberian ganti rugi ganda

atas peristiwa yang sama, mengingat ataskerugianyangterjadiakibatperistiwatersebutdibayarkankepadapenggugatberdasarkankonvensi-konvensiinternasionalatauhukumnasionalyangmengaturmengenaitanggunggugatdan asuransiwajibuntukmenjamingugatan.

Penggunaan istilah maritime lien inilebih cenderung menggunakan konsephukumanglo-saxonyangdidasarkanpadaaction in rem. Dengan dasar ini makayang dianggap sebagai tergugat adalahkapal yang bersangkutan, bukan orangatau badan hukum yang memiliki ataumengoperasikan kapal tersebut. Dengankonsepdemikianmakaterhadapkapaldapatdilakukanpenahanan(arrest),karenakapaldianggapbertanggunggugattidaksajauntukkesalahan pemilik namun juga kesalahanpihak-pihakyangmempunyaicukupnexusdengan kapal. Maritime lien karenanyamerupakan jaminan yang dilekatkan ataskapalyangdiberikankepadapihak laindiluarpemilik,pencarteratauoperatorkapal.37DituangkannyaketentuanmengenaipiutangpelayaranyangdidahulukandapalPasal65UUPelayaran2008terlihatmerupakancarauntukmengadopsikonsepmaritime lienkedalamhukumnasionaldenganpertimbangankepraktisan dan lebih melindungi pihak-pihakyangbukanpemilik ,pencarter atauoperatorkapal.Sekalipunkonsepiniberdasarpada system hukum anglo-saxon, namunsebenarnyamaritime linemerupakanadopsidarikonsepmaritime privilegesyangdikenaldalamsystemcivil law.38TerlihatpuladarirumusanketentuanmengenaihipotikyangadadalamUUPelayaran2008bahwaUndang-undang tersebut sekedar menerjemahkanketentuan dalam Konvensi sebagai carauntukmenyesuaikanaturanhukumnasional

36Pasal4InternationalConventiononMaritimeLiensandMortgages1993.37 Husseyn Umar, op.cit., hal. 57.38 Tatley, “Maritiem Lien in the Conflict of Law”, dalam Nafziger&Simeonides, Law and Justice in Multistate

World: Eassy of Honor to T von Mehren, TransnationalPublisher,NewYork,202,hal.442.

299Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

denganKonvensiyangsudahdiikuti.Namunyangperludipertanyakanadalahbagaimanakesiapan pranata hukum nasional untukmengimplementasikanketentuan-ketentuanyangadadalamKonvensi.

S e k a l i p u n K o n v e n s i t e l a hmenghindarkan diri dari persoalan yanglahir dari system hukum yang melandasisuatu konsep pengaturan, namun tidakbisadihindari bahwadalampenerapannyaseringkali harusberhadapandengan friksiyang lahirdariperbedaankonsep tersebut,misalnyamengenai retensi terhadapkargoyangdikenaldalamKonvensinamunhalinidilarangmerurutPasal493KUHD.Hukumacara perdata di Indonesia yang masihmenggunakanHIR jugamenjadipersoalantersendirikarenadalamHIRkonsepaction in remtidakdikenal.

Persoalanlainyangbelummendapatkanpengaturanyangmemadaiadalahmengenaiperubahan pemilikan atau pendaftaran,penjualanpaksa,danefekpenjualanpaksa.Konvensi menentukan bahwa NegaraPeserta dapat menolak untuk melakukanderegistrasi kapal kecuali apabila semuahipotek dihapuskan terlebih dahulu atausetelah memperoleh persetujuan tertulisdariparapemeganghakatashipotek.Akantetapi apabiladeregistrasikapaldaridaftarmerupakanderegistrasiwajibsesuaidenganketentuan hukum Negara Peserta makapemeganghakatashipotekharusdiberitahumengenaimasalahderegistrasitersebutgunamemberikesempatankepadapemeganghaktersebut untuk mengambil tindakan yangtepat untuk melindungi kepentingannya.Deregistrasi tidakbolehdilakukankurangdari tiga bulan setelah disampaikannyapemberitahuandemikiankepadapemeganghak tersebut. Mengenai penjualan paksaKonvensi menentukan bahwa SebelumkapaldijualpaksadiNegaraPeserta,pejabatyangberwenangdiNegaraPesertatersebutharus memastikan bahwa pemberitahuan

berdasarkan Pasal ini telah disampaikankepada:(a) otoritas yang bertanggung jawab

dalam mendaftar kapal di Negarapendaftaran;

(b) semua pemegang mortgage, hipotekatau tagihan yang sah yang belumditerbitkankepadapemegang;

(c) semua pemegang mortgage, hipotekatautagihanyangsahyangditerbitkankepada si pemegang hak dan semuapemegang hak piutang maritim,dengan ketentuan bahwa pejabatyangberwenanguntukmelaksanakanpenjualan paksa telah menerimapemberitahuantentangmasing-masinggugatantersebut;

(d) pemilik kapal yang secara sah telahterdaftar.

Di dalam peristiwa penjualan paksakapaldidalamsuatuNegaraPeserta,semuamortgage, hipotek atau piutang, kecualisemua yang ditanggung oleh pembelidengan persetujuan pemilik dan semuapiutang maritime dan beban hipotek lainapasajayangwajar,harusberhentiuntukdisertakan pada kapal, dengan ketentuanbahwapadawaktupenjualan,kapalsedangberada di wilayah yuridiksi suatu pesertadanpenjualantelahdilakukansesuaidenganhukumNegaratersebut.

Dariketentuan tersebut terlihatbahwasekalipunKonvensimenyerahkanpenataanketentuan hipotik kapal kepada hukumnasional Negara peserta sendiri, namunKonvensimenegaskankewajibanNegarapihakuntukmemberikan jaminanbahwaNegarapesertamelindungihak-hakpemberihipotikasingyangmeletakkanhakataskapalyangberadadiwilayahyurisdiksiatauberbenderaNegarapeserta.Faktor inilahyangmenurutpenulis masih belum cukup diakomodasiolehUUPelayaran2008yangbelummemuatpengaturanmengenaipelaksanaanhipotikataskapalasingdiIndonesia.

300 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

TATANAN HUKUM HIPOTEK KAPAL YANG AKOMODATIF TERHADAP KEBUTUHAN PENINGKATAN KEPERCAYAAN LEMBAGA KEUANGAN DAN PERBANKAN

Lembaga hipotek merupakan saranabagi pemilik kapal untuk meningkatkankapasitas usahanya dengan menggunakankapal sebagai jaminan atas peminjamandanayangdiperlukanuntukmeningkatkanusaha tersebut. Jika peminjam mampumeyakinkanpemilikmodalbahwadanayangdipinjamkankepadapemilikkapaltersebuttidakakanberesiko.Pemilikmodalharusmemilikikeyakinan(credo)bahwaaktivitasyang dibiayai tersebut dapat mencukupiuntuk pengembalian pembiayaan yangtelah diberikan termasuk bunganya. Jikasimbiosismutualismainidapatberlangsungdenganbaik,makahubunganiniyangterjadiadalahhubunganyangsalingmengutungkankeduabelahpihak.

Di Indonesia, selama ini, faktorketidakpercayaan lembaga keuangan danperbankan atas keamanan dana yangakan ditanamkanlah yang menyebabkankeengganan untuk membeayai sektorpelayaran. Hal ini diperburuk denganbesarnya dana yang diperlukan yangdihadapkandengantingginyadalamresikoaktivitas di bidang pelayaran. Dari segihukum, kesulitan melakukan eksekusiatas jaminanhipotikapabiladebitur tidakdapat melaksanakan kewajibannya, jugamenyebabkan semakin enggannya sektorperbankan meminjamkan uangnya disektorpelayaran.Olehkarenanya,dengandilandasiolehasasproporsionalitas,perludilakukan penataan atas aturan-aturanhipotikkapalmelaluipembentukanundang-undang mengenai hipotik kapal yangterpisah dari undang-undang pelayaranagarhak-hakdankewajiban-kewajibanparapihak dalam hubungan ini dapat termuat

secaraseimbangdandapatmencapaitujuanpembentukan aturan hukum dimaksud.Pembentukan undang-undang ini akanmembuka kesempatan untuk melakukanpengaturansecarakomprehensifhubungan-hubungan diantara para pihak dalamperjan jian hipotik. Undang-undang barujuga memungkinkan perubahan terhadapketentuan-ketentuan yang ada dalamBW dan KUHD yang telah ketinggalanzamandantidaksesuaidengankebutuhanpelaku bisnis pelayaran saat ini yuangmembutuhkan kecepatan untuk bertindakyang dilandasi oleh ketentuan-ketentuanhukum yang menjamin opportunity parapihak dalam hubungan bisnis tersebut.Undang-undang baru juga memberikanruanguntukmenyesuaikanhukumnasionaldengan aturan-aturan yang berlaku dalamhukuminternasional.

Dibawahiniakandiuraikanbeberapahal yang masih menjadi permasalahandalam pengaturan hipotik dan wacanapenataannya.

Mengenai Eksekusi Objek Hipotik

UU Pelayaran 2008 menyatakanbahwa Setiap akta hipotek diterbitkansatuGrosseAkta Hipotek yang diberikankepada penerima hipotek. GrosseAktaHipotek tersebut mempunyai kekuataneksekutorial yang sama dengan putusanpengadilanyangtelahmemperolehkekuatanhukum yang tetap. Dengan memberikankekuataneksekutorial tersebutseharusnyatidak terlalu sulit bagi lembaga keuanganuntuk melaksanakan eksekusi. Pemeganghipotik cukup meminta bantuan kepadapangadilan negeri untuk melaksanakaneksekusi atas objek hipotik.Yang masihperlu diatur adalah mengenai hak untukmenjualataskuasasendiribagipemeganghipotikapabiladebituringkarjanji,apakahkeduabelahpihakdapatmengatursendirihaliniatautidak.Hukumperlumemberikan

301Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

ruangbagiparapihakuntukmemperjanjikanhalinididalamperjanjianhipotik.Namunyangperludiperhatikanadalahpenegasanbahwa pemegang hipotik tidak dapatberkedudukansebagaipemilikkapaldenganhak-hakkepemilikanyangmelekatpadanya.Penguasaanpemeganghipotikharusdalambatas-batasmelindungipiutangyangtelahdiberikankepadapemilikkapal.39

Hukum juga harus memberikankemudahan bagi pemegang hipotik untukmengambilalihdanmenjualkapalsebagaiobjekjaminan,mengingatbahwasemakinlama barang jaminan dalam penguasaanpemegang jaminan maka semakin besarbeaya pemeliharaannya. Oleh karenanyaperlu dipert imbangkan pula untukmemberikan kesempatan bagi pemeganghipotik untuk melakukan penjualankapal di bawah tangan tanpa melaluiproses pelelangan umum melalui pejabatpelelanganyangmembutuhkanwaktudanbeayayangbesar.Disampingituperlujugadipertimbangkan lebih dipersingkatnyaprosedur permohonan eksekusi objekhipotik. Lamanya waktu permohonan iniakansemakinmerendahkanminatlembagakeuangandanbankuntukmaumemberikandanadisektorpelayaran.

Mengenai Eksekusi Kapal Laut yang Berada di Luar Yurisdiksi Nasional

Sekalipun Indonesia telah menjadipihak dalam International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993,namunsampaisaatinibelumadapengaturantentangeksekusi terhadap kapal yang terdaftar diIndonesiayangberadadiluarIndonesiadansebaliknya terhadap kapal yang terdaftardiNegaraasingyangberadadiIndonesia.

HIR hanya mengatur penyitaan bendayangberadadidalamyurisdiksinasional,sementarakapaladalahbendayangmampubergerak melintasi yurisdiksi beberapaNegara. Untuk melindungi kepentinganpemeganghipotikyangtelahmengeluarkandana,perludiperjelasproseduryangharusditempuh jika objek hipotik berada diluar wilayah Negara. Pemegang hipotiksebenarnyadapatmengajukanpermohonankepada pengadilan tempat kapal tersebutberada, namun hal ini akan memakanwaktudanbeayayang tidaksedikit.Olehkarenanya harus diberikan kesempatanbagi pemegang hipotik untuk memintapengadilan agar memerintahkan debiturmengembalikankapal ke Indonesiauntukdilakukan eksekusi atasnya. KetentuanPasal315KUHDbahwakapalyangtelahdihipotikkan di Indonesia yang akandieksekusidiluarwilayahIndonesiatidakdibebaskanhipotikyangtelahdibebankandiIndonesiajugamembutuhkanpengaturanlebih lanjut mengenai cara pemeganghipotikmempertahankanhaknyaataskapalyangdilelangdiluarnegeritersebut.40

Mengenai Akibat Hukum atas Musnahnya Kapal yang Menjadi Objek Hipotik

Tersirat dari ketentuan dalam BWbahwa musnahnya objek hipotik tidakmenjadi alasan bagi hapusnya hipotik,oleh karenanya dapat disimpulkan pulabahwa musnahnya kapal sebagai objekperjanjianhipotikkapaltidakmenyebabkanhapusnyahipotekkapal.Denganrumusandemikianmasihmenyisakanketidakjelasanmengenai akibat hukum dari musnahnyakapal sebagai objek perjanjian hipotik.

39Bandingkanhal inidenganketentuanPasal50 IndianMerchantShippingActdanPasal29SingaporeMerchantShippingAct.

40RamlanGinting,“TinjauanterhadapRUUtentangHipotikKapal”,dalamBuletinHukumPerbankandanKebanksentralan,Vol.6,No.2,Agustus2008,hal.28.

302 Yuridika Vol. 25 No. 3, September–Desember 2010: 286–303

Oleh karenanya perlu diperjelas, karenaseharusnya musnahnya objek perjanjianmerupakansalahsatualasanbagihapusnyaperjanjian, sehingga musnahnya kapalsebagai objek hipotik seharusnya dapatdigunakan sebagai sebab dari hapusnyahipotik.Akibathukumdarihapusnyahipotikadalahhilangnyahak-hakdankewajiban-kewajiban para pihak yang timbul dariperjanjianhipotek,namunhapusnyahipotikseharusnyatidakmenghapuskanperjanjianpokoknya, yaitu perjanjian pembiayaanantaradebiturdankreditur.41

Dalamrangkamelindungikepentingankreditur, seharusnya pembayaran gantikerugianatashilangataumusnahnyakapalyang akan diterima oleh debitur dapatmenjadijaminanpelunasandebiturkepadadebitur.Olehkarenanyadalampengaturanhipotikseharusnyadimuatketentuanbahwakreditur dapat mewajibkan debitur untukmengasuransikan kapal yang menjadiobjek hipotik. Kepada pemegang hipotikjugaharusdiberikanhakuntukmelakukanpengawasanterhadappemilikkapalapakahpemilikkapalmelakukantindakan-tindakanyang dapat merugikan kepentingannyasebagai kreditur. Oleh karenanya kepadapemeganghipotikseharusnyadiberikanhakuntukmelaksanakaneksekusiterhadapobjekhipotik sebelum jatuh tempo jika debituratauorangyangmenguasaijaminansecarasubstansialdidugamelakukantindakanataukelalaianyangmenyebabkanberkurangnyanilai objek hipotik secara signifikan.

Pemberian hak untuk melakukaneksekusisebelumjatuhtempotersebutharusdibatasi dengan penetapan kondisi kapalyang dianggap berkurang nilainya secarasignifikan yang memungkinkan pelaksanaan hak tersebut. Hal ini dimaksudkan untukmenghindariperselisihanyangtimbuldariperbedaan interpretasi antara pemegang

hipotik dan kreditur berkaitan denganpenurunannilaiobjekperjanjian.

PENUTUP

Kesimpulan:

a. Dirumuskannya ketentuan mengenaihipotik kapal dalam UU PelayaranTahun 2008 belum mampu mengisikekosongan hukum yang dibutuhkanolehparapelakudalamaktivitasbisnispelayaran. Pemberlakuan kembaliketentuanmengenaihipotikdalamBWdan KUHD melalui PP Perkapalan2002selaintidaksesuaidengankaidahperundang-undangan juga masihbelum mampu menjadi sarana hukumyang memadai untuk mengantisipasiperkembanganbisnispelayaran.

b. Sekalipun telahmengadopsiketentuanmengenai martime lien di dalamnya,masih banyak ketentuan yang ada didalam International Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993yangbelumdimuatdi dalamUUPelayaran2008. Ketiadaan ketentuan tersebutmenyebabkanmasihharusdigunakannyaberbagai ketentuan mengenai hipotikdalamBWdanKUHD,termasukhukumacaranya dalam HIR, sekalipun tidaksesuaidenganperkembanganzaman.

c. lembaga keuangan dan perbankanmembutuhkan landasan hukumyang memadai untuk meningkatkankepercayaanmerekaakanpengembaliandanapengadaankapal.Perangkathukumyang ada masih belum cukup untukmemberikanjaminanakankemudahaneksekusiobjekhipotik,kejelasanakibathukumatasmusnahnyaobjekperjanjianhipotikdaneksekusiterhadapkapalyangberadadiluaryurisdiksiIndonesia.

41Ibid.,hal.29.

303Penataan Aturan Hipotik Kapal: (Aktieva Tri Tjitrawati)

Rekomendasi:

a. Pembentukanundang-undangmengenaihipotikkapalyangterpisahdariundang-undangpelayaranharussegeradilakukanuntuk meningkatkan kepercayaanlembagakeuangandanperbankanagarmaumendanaisektorpelayaran;

b Pembentukanundang-undangmengenaihipotikkapalhendaknyamenyesuaikandengan ketentuan yang ada dalamInternational Convention on Maritime Liens and Mortgages 1993, sekalipunKonvensisendirimembukapeluangbagihukumnasionaluntukmengatursesuaidengan kepentingan nasional tiap-tiapNegara;

c Menyusun undang-undang hipotikkapal harus didasarkan pada asasproporsionalitasyangmelindungihak-hakdankewajiban-kewajibanparapihakdi dalamnya. Diperlukan penentuanazas yang digunakan sebagai dasarpenyusunanaturan-aturanhipotikkapalsehingga terdapat kesatuan nafas dariketentuan tersebut untuk menghindarikekacauanlandasanyuridisantarasatuaturandenganaturanyanglain.

DAFTAR BACAAN

Buku: Brugging,AriefSidharta(terj.),Refleksi tentang

Hukum, CitraAditya Bakti, Bandung1999.

M.HusseynUmar,HukumMaritimdanMasalah-masalahPelayarandi Indonesia,Buku2,PustakaSinarHarapan,Jakarta,2001.

Nafziger&Simeonides, Law and Justice in Multistate World: Eassy of Honor to T von Mehren, Transnational Publisher, NewYork,2002.

Hill,Christopher,Maritime Law, 6th ed.,LLP,London,2003

O’Connor, John G., International Maritime Convention,CourseBook,FacultyofLaw,

MacGillUniversity,Canada,2010.MariaFarida,Ilmu Perundang-undangan Dasar-

dasar dan Pembentukannya, Kanisius, Yogyakarta, 1998.

Sumber lain:DiMatteo, LarryA., Lucien Dhooge, et.al.,

“The Interpretive Turn in International Sales Law: An Analysis of Fifteen Years of CISG”, dalam Northwestern Journal of International Law and Business, No. 34, 2004.

Ramlan Ginting, “Tinjauan terhadap RUU tentang Hipotik Kapal”, dalam Buletin Hukum Perbankan dan Kebanksentralan, Vol. 6, No. 2, Agustus 2008

Te t l e y, U n i f o r m i t y o f I n t e r n a t i o n a lP r i v a t e M a r i t i m e L a w - The Pros , Cons and Alternat ivest o I n t e r n a t i o n a l C o n v e n t i o n s - HowtoAdoptanInternationalConvention, Tulane Maritime Law Journal, No. 34,2000.

The New International Webster’s Comprehensive Dictionary of the English Language,TridentPressInternational,Florida,2003.

YosephR.Nolan(ed),Black’s Law Dictionary, 6th Ed, West Publishing, St. Paul Minn., 1990.

Sumber Hukum:Undang-undangNomor17Tahun2008tentang

PelayaranUndang-undangNomor21Tahun1992tentang

PelayaranKitabUndang-undangHukumPerdata(BW)KitabUndang-undangHukumDagangPeraturanPresidenNomor44Tahun2005InstruksiPresidenNomor5Tahun2005InternationalConventiononMaritimeLiensand

Mortgages1993.IndianMerchantShippingAct.SingaporeMerchantShippingAct.