Pemodelan Ruang Keadaan
description
Transcript of Pemodelan Ruang Keadaan
1
I.DAFTAR ISI
I. DAFTAR ISI .................................................................................. 1
II. URAIAN MATERI
2.1 Pendahuluan .............................................................................. 2
2.2 Penyajian Ruang Keadaan Dari System .................................... 3
2.3 Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan ............ 17
2.4 Matriks Alih ............................................................................. 27
2.5 Sistem Linier Parameter βBerubah .......................................... 29
III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI ................................ 34
IV. REFERENSI ................................................................................. 36
V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN ................................. 37
2
II. URAIAN MATERI
2.1 PENDAHULUAN
Keterbatasan teori control konvensionl. Pada teori konvensional yang
dianggap penting hanyalah sinyal- sinyal masukan, keluaran dan sinyal kesalahan,
analisis dan desain control dilakukan dengan menggunakan fungsi alih , bersama-
sama dengan teknik grafis seperti diagram tempat kedudukan akar dan diagram
nyquist. Karakteristik yang unik dari teori control konvensional adalah bahwa
karakteristik tersebut ditentukan oelh hubungan antara masukan dan keluaran sistem,
fungsi alih.
Kelemahan pokok dari teori konvensioanal aadalh bahwa , pada
umumnya. Teori ini hanya dapat diterapkan pada sistem linier parameter konstan
(time invariant). Teori ini tidak dapat diterapkan untuk sistem parameter berubah
(time varying). Untuk memudahkan para insinyur mulai mengembangkan control
modern dengan salah satu cara yaitu analisis ruang keadaan sistem control sebelum
kita mempelajari lebih lanjut maka kita harus mendefinisikan arti kata keadaan,
variable keadaan, vector keadaan dan ruang keadaan.
Keadaan. Keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari
variable yang disebut variable keadaan sedemikian rupa sehingga dengan mengetahui
variable- variable ini pada π‘ = π‘0, bersama-sama dengan masukan untuk π‘ β₯ π‘0, kita
dapat menentukan secara lengkap perilaku sistem untuk setiap waktu untuk π‘ β₯ π‘0.
Jadi, keadaan suatu sistem dinamik pada saat t secara unik ditentukan oleh
keadaan tersebut pada = π‘0 dan masukan untuk π‘ β₯ π‘0 dan tidak bergantung pada
keadaan dan masukan sebelum π‘0. Perhatikan bahwa dalam membahas sistem linier
parameter konstan, biasannya kita pilih waktu acuan t0 sama dengan nol
Variabel keadaan. Variable keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan
terkecil dari variable variable yang menentukan keadaan sistem dinamik. Jika paling
tidak diperlukan n variable π₯1(π‘), β¦, π₯π(π‘) untuk melukiskan secara lengkap
perilaku sistem dinamik (sedemikian rupa sehingga setelah diberikan masukan untuk
π‘ β₯ π‘0 dan syarat awal pada π‘ = π‘0 maka keadaan sistem yang akan datang telah
ditentukan secara lengkap), maka n variable π₯1(π‘), π₯2(π‘) β¦., π₯π(π‘) tersebut
merupakan suatu himpunan variable keadaan. Perhatikan bahwa variable keadaan
3
tidak perlu merupakan besaran yang secara fisis dapat diukur. Meskipun demikian
secara praktis sebaiknya dipilih variable keadaan dengan pembobotan yang sesuai.
Vector keadaan. Jika diperlukan n variable keadaan untuk menggambarkan
secara lengkap perilaku sistem yang diberikan maka n variable keadaan ini dapat
dianggap sebagai n komponen suatu vector x(t). vector semacam ini disebut vector
keadaan. Jadi vector keadaan suatu vector yang menentukan secara unik keadaan
sistem x(t) untuk setiap π‘ β₯ π‘0 setelah ditetapkan masukan u(t) untuk π‘ β₯ π‘0.
Ruang keadaan ruang n dimensi yang sumbu koordinatnya terdiri dari sumbu
π₯1, sumbu π₯1, β¦ , sumbu π₯π disebut ruang keadaan. setiap keadaan dapat dinyatakan
dengan suatu titik pada ruang keadaan.
2.2 PENYAJIAN RUANG KEADAAN DARI SYSTEM
System dinamika yang terdiri dari sejumlah terhingga elemen terkumpul (lumped
element) dapat digambarkan dengan persamaan diferensial ordiner dengan waktu
sebagai variable bebas. Dengan menggunakan notasi matriks vector, persamaan
diferensial ore ke-n dapat dinyatakan dengan suatu persamaan differensial matriks
vector orde pertama. Jika n elemen vector tersebut merupakan himpunan variable
keadaan, maka persamaan diferensial matriks vector tersebut disebut persamaan
keadaan. Pada pasal ini kita akan membahas metoda-metoda untuk mencari penyajian
ruang keadaan dari system kontinyu.
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke n yang dinyatakan oleh persamaan
diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk turunan. Tinjau
system orde ke n berikut:
π¦(π)
+ π1 π¦(πβ1)
+ β―+ ππβ1οΏ½οΏ½ + πππ¦ = π’ (1-1)
Dengan mengingat bahwa, π¦(0), οΏ½οΏ½(0), . . ., π¦ (0)(πβ1)
, bersama-sama dengan masukan
π’(π‘) untuk π‘ β₯ 0 , menentukan secara lengkap perilaku yang akan dating dari system,
maka kita dapat memilih π¦(π‘), οΏ½οΏ½(π‘), . . ., π¦ (π‘)(πβ1)
sebagai himpunan π variable
keadaan. (Secara matematis, pemilihan variable keadaan semacam itu adalah cukup
mudah. Akan tetapi secara praktis, karena ketidaktelitian bentuk turunan orde tinggi
4
yang disebabkan oleh pengaruh desing (noise) inheren pada setiap kondisi praktisi,
maka pemilihan variabel keadaan semacam itu tidak diinginkan).
Marilah kita definisikan
π1 = π¦
π1 = οΏ½οΏ½
. . .
ππ = π¦(πβ1)
Selanjutnya persamaan (1 β 1) dapat ditulis sebagai
οΏ½οΏ½1 = π₯2
οΏ½οΏ½2 = π₯3
. . .
οΏ½οΏ½πβ1 = ππ
οΏ½οΏ½π = βπΌππ₯1 β . . . β πΌ1π₯π + π
atau
οΏ½οΏ½ = ππ + ππ (1-2)
dimana
π = [
π₯1
π₯2...π₯π
] , π΄ =
[
0 0 0 β¦ 0 0 0 0 β¦ 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 β¦ 0
βππ βππβ1 βππβ2 β¦ βπ1 ]
, B=
[ 0 0 ...1 ]
Persamaan keluaran menjadi
π¦ = [1 0 β― 0] [
π₯1
π₯2...π₯π
]
atau
π¦ = πͺπ (1-3)
dimana
5
πΆ = [1 0 β― 0]
Persamaan diferensial orde pertama, persamaan (1-2), adalah persamaan keadaan, dan
persamaan aljabar, Persamaan (1-3), adalah persamaan keluaran.
Contoh 1-2. Tinjau system yang didefinisikan oleh
π¦+ 6οΏ½οΏ½ + 11οΏ½οΏ½ + 6y =6u (1-4)
Dimana π¦ adalah keluaran dan π’ adalah masukan sitem. Carilah penyajian ruang
keadaan dari system.
Marilah kita pilih variabel keadaan sebagai berikut
π1 = π¦
π2 = οΏ½οΏ½
π3 = οΏ½οΏ½
Selanjutnya kita peroleh
οΏ½οΏ½1 = π2
οΏ½οΏ½2 = π3
οΏ½οΏ½3 = β6π₯1 β 11π₯3 + 6π’
Persamaan terakhir dari tiga persamaan inidiperoleh dengan menyelesaikan
persamaan diferensial asal untuk turunan yang tertinggi π¦ dan kemudian
mensubtitusikan π¦ = π₯1, οΏ½οΏ½ = π₯2, οΏ½οΏ½ = π₯3 ke dalam persamaan yang diperoleh.
Dengan menggunakan notasi matriks-vektor, tiga persamaan diferensial orde pertama
ini dapat digabung menjadi satu sebagai berikut:
[οΏ½οΏ½1
οΏ½οΏ½2
οΏ½οΏ½3 ] = [
00
10
β6 β11
01
β6] [
π₯1
π₯2
π₯3 ] + [
006] [π’] (1-5)
Persamaan keluaran dinyatakan oleh
π¦ = [1 0 0] [
π₯1
π₯2
π₯3 ] (1-6)
Persamaan (1-5) dan (1-6) dapat ditulis dalam bentuk standart sebagai berikut:
οΏ½οΏ½ = ππ + ππ (1-7)
π¦ = πͺπ (1-8)
dimana
6
π΄ = [00
10
β6 β11
01
β6] , π΅ = [
006] , πΆ = [1 0 0]
Gambar 1-2 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan keadaan
dan persamaan keluaran di atas. Perhatikan bahwa fungsi alih dari blok-blok umpan
balik tersebut identik dengan negatif koefisien persamaan diferensial asal, persamaan
(1-4).
Ketidak-unikan himpunan variabel keadaan. Telah dinyatakan bahwa himpunan
variabel keadaan untuk suatu system adalah tidak unik. Missal bahwa π₯1, π₯2, β¦ , π₯π
adalah suatu himpunan variabel keadaan. Selanjutnya sebagai himpunan variabel
keadaan yang lain kita dapat menggunakan setiap himpunan fungsi
οΏ½οΏ½1 = π₯1(π₯1, π₯2, . . . , π₯π)
οΏ½οΏ½2 = π₯1(π₯1, π₯2, . . . , π₯π)
οΏ½οΏ½3 = π₯1(π₯1, π₯2, . . . , π₯π)
Dengan syarat bahwa, untuk setiap himpunan harga οΏ½οΏ½1, οΏ½οΏ½2, . . . οΏ½οΏ½π, terdapat suatu
himpunan harga π₯1, π₯2, . . . , π₯π yang unik dan sebaliknya. Jadi, jika π₯ merupakan
suatu vektor keadaan, maka οΏ½οΏ½ yang memenuhi hubungan
οΏ½οΏ½ = ππ±
Juga merupakan suatu vektor keadaan, dengan syarat bahwa matriks P non-singuler.
Vektor-vektor keadaan yang berbeda membawa informasi yang sama mengenai
perilaku system.
7
Gambar 1.2. penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh
persamaan 1-7 dan 1-8
βEigenvalueβ dari matriks A n x n βEigenvalueβ dari matriks A n x n adalah
akar persamaan karakteristik
|ππΌ β π΄| = 0
βEigenvalueβ sering disebut akar karakteristik.
Sebagai contoh, tinjau matriks A berikut:
π΄ = [00
10
β6 β11
01
β6]
Persamaan karakteristik adalah
|ππΌ β π΄| = [π0
β1π
6 11
0β1
π + 6]
= π3 + 6π2 + 11π + 6
= (Ξ» + 1)(Ξ» + 2)(Ξ» + 3) = 0
βEigenvauleβ dari A adalah akar persamaan karakteristik tersebut, atau -1,-2 dan -3
Contoh 1-3. Tinjauan system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2. Kita
akan menunjukkan bahwa persamaan (1-5) bukan satu-satunya persamaan keadaan
system ini. Missal kita didefinisikan suatu himpunan variabel keadaan baru π§1, π§2 dan
π§3 dengan transformasi
[
π₯1
π₯2
π₯3 ] = [
1β1
1β2
1 4
1β39
] [
π§1
π§2
π§3 ]
Atau
π = ππ§ (1-9)
Dimana
π = [1
β11
β21 4
1
β39
] (1-10)
8
Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-9) ke dalam persamaan (1-7), kita
peroleh
π·οΏ½οΏ½ = π¨π·π + π©π
Jika kedua arus persamaan yang terakhir ini dikalikan didepan dengan π·βπ maka kita
peroleh
π = π·βππ¨π·π + π·βππ©π (1-11)
Atau
[π§1
π§2
π§3 ] = [
3β3
2,5β4
1 1,5
0,5β10,5
] [00
10
β6 β11
01
β6] [
1β1
1β2
1 4
1β39
] [
π§1
π§2
π§3 ]+
[3
β32,5β4
1 1,5
0,5β10,5
] [006
] [π]
Setelah disederhanakan, kita peroleh
[π§1
π§2
π§3 ] = [
β10
0β2
0 0
00
β3] [
π§1
π§2
π§3 ] + [
3β63
] [π’] (1-12)
Persamaan (1-22) juga merupakan persamaan keadaan system yang sama, yang
didefinisikan oleh persamaan (1-5).
Persamaan keluaran, yakni persamaan (1-8), dimodifikasi menjadi
π¦ = πͺπ·π
atau
π¦ = [1 0 0] [1
β11
β21 4
1
β39
] [
π§1
π§2
π§3 ] (1-13)
= [1 0 0] [
π§1
π§2
π§3 ]
Perhatikan bahwa matriks transformasi P, yang didefinisikan oleh persamaan
(1-10), memodifikasi matriks koefisien dari z menjadi matriks diagonal. Secara jelas
terlihat dari persamaan (1-12) bahwa tiga persamaan keadaan yang terpisah diatas
tidak saling berkaitan lagi. Perhatikan juga bahwa elemen diagonal dari matriks P-
1AP pada persamaan (1-11) adalah identik dengan tiga βeigenvalueβ dari A. sangat
penting untuk diingat bahwa βeigenvalueβ dari A dan βeigenvalueβ dari P-1AP adalah
identik. Berikut ini kita akan membuktikannya untuk suatu kasus umum.
9
Invariansi βeigenvalueβ. Untuk membuktikan invariansi βeigenvalueβ pada
suatu transformasi linier, kita harus menunjukkan bahwa polynomial karakteristik |Ξ»I
β P-1AP| adalah identic.
Karena determinan dari suatu hasil kali adalah sama dengan hasil perkalian
determinan-determinannya, maka kita peroleh
| Ξ»I β P-1AP | = | Ξ»P-1P β P-1AP |
= | P-1 (Ξ»I β A) P|
= | P-1 || Ξ»I β A || P|
= | P-1 || P || Ξ»I β A |
Dengan mengingat bahwa hasil kali determinan | P-1 | dan | P | sama dengan
determinan hasil kali |P-1P |, maka kita peroleh
| Ξ»I β P-1AP | = |P-1P | | Ξ»I β A |
= | Ξ»I β A |
Jadi telah kita buktikan bahwa βeigenvalueβ dari A tidak berubah dengan adanya
transformasi linier.
Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n
dengan βeigenvalue-eigenvalueβ yang berbeda dinyatakan oleh
A =
[
0 0 0 β¦ 0 0 0 0 β¦ 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 β¦ 0
βππ βππβ1 βππβ2 β¦ βπ1 ]
Maka transformasi x = Pz di mana
P =
[
1 1 β¦ 1 π1 π2 β¦ ππ
π12 π1
2 β¦ ππ2
. . . . . . . . β¦ .
π1πβ1 π2
πβ1 β¦ πππβ1 ]
π1, π2, . . ., ππ = n βeigenvalueβ dari A yang berbeda akan mentrasformasikan
πβ1 AP menjadi matriks diagonal, atau
10
πβ1 AP =
[ π1
π2
.
0
0 .
.
ππ]
Jika matriks A yang didefinisikan oleh persamaan (14-14) melibatkan
βeigenvalueβ jamak, maka diagonalisasi tersebut tidak mungkin diperoleh. Sebagai
contoh, jika matriks
A 3 x 3 di mana
A = [0 1 00 0 1
βπ3 βπ2 βπ1
]
Mempunyai βeigenvalueβ π1, π2, π3, maka transformasi x=Sz di mana
A = [
1 0 1π1 1 π2
π12 2π1 π3
2]
Akan menghasilkan
π β1AS = [
π1 1 00 π1 00 0 π3
]
Bentuk semacam itu di sebut bentuk perumusan Jordan.
Contoh 1-4. Tinjau system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2 dan
1-3, yakni
π¦+ 6οΏ½οΏ½ + 11οΏ½οΏ½ + 6y =6u (1-15)
Kita akan menunjukkan bahwa penyajian ruang keadaan seperti yang dinyatakan oleh
persamaan (1-12) dan persamaan (1-13) juga dapat diperoleh dengan menggunakan
teknik uraian pecahan parsial.
Marilah kita tulis kembali persamaan (1-15) dalam bentuk fungsi alih:
π(π)
πΌ(π) =
6
ππ + πππ + πππ +π =
π
(π+π)(π+π)(π+π)
π(π)
πΌ(π) =
π
(π+π) +
π
(π+π) +
π
(π+π)
Oleh karena itu
11
π(π) = π
(π+π) U(s)+
βπ
(π+π) U(s)+
π
(π+π) U(s) (1-16)
Marilah kita definisikan
ππ(π) = π
(π+π) U(s) (1-17)
ππ(π) = βπ
(π+π) U(s) (1-18)
ππ(π) = π
(π+π) U(s) (1-19)
Dengan membalik transormasi laplace dari persamaan (1-17), (1-18), dan (1-19), kita
peroleh
οΏ½οΏ½1 = βπ1 + 3π’
οΏ½οΏ½2 = β2π2 β 6π’
οΏ½οΏ½3 = β3π3 + 3π’
Karena persamaan (1-16) dapat ditulis sebagai
Y(s) = X1(s) + X2(s) + X3(s)
Maka kita peroleh
π¦ = π₯1 + π₯2 + π₯3
dalam bentuk notasi matriks vektor, kita peroleh
[
π§1
π§2
π§3 ] = [
β10
0β2
0 0
00
β3] [
π₯1
π₯2
π₯3 ] + [
3β63
] [π] (1-20)
y = [1 1 1] [
π₯1
π₯2
π₯3 ] (1-21)
Persamaan (1-20) dan (1-21) masing-masing adalah identic dengan persamaan (1-12)
dan (1-13).
Gambar 1-3 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan (1-20) dan
(1-21). Perhatikan bahwa fungsi alih dalam blok-blok umpan balik adalah identic
dengan βeigenvalueβ dari system. Perhatikan juga bahwa residu dari pole-pole fungsi
alih, atau koefisien pada uraian pecahan parsial π(π ) π(π )β , tampak pada blok-blok
umpan maju.
12
Gambar 1.3 Penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh persamaan
(1-20) dan (1-21)
Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak. Tinjau system multi masukan
multi keluaran yang ditunjukkan pada gambar 1-4. Pada system ini, π₯1, π₯2, . . . , π₯π
menyatakan variabel masukan; variabel keadaan; π’1, π’2, . . . , π’π menyatakan variabel
masukan; dan π¦1, π¦2, . . . , π¦π adalah variabel keluaran. Dari gambar 1-4, kita peroleh
persamaan system sebagai berikut:
οΏ½οΏ½1 = π11 (π‘)π₯1 + π12 (π‘)π₯2+ . . . + π1π (π‘)π₯π + π11 (π‘)π’1 + π12 (π‘)π’2+ . . . + π1π(π‘)π’π
οΏ½οΏ½2 = π21 (π‘)π₯1 + π22 (π‘)π₯2+ . . . + π2π (π‘)π₯π + π21 (π‘)π’1 + π22 (π‘)π’2+ . . . + π2π(π‘)π’π
β―
οΏ½οΏ½3 = ππ1 (π‘)π₯1 + ππ2 (π‘)π₯2+ . . . + πππ (π‘)π₯π + ππ1 (π‘)π’1 + ππ2 (π‘)π’2+ . . .+ πππ(π‘)π’π
13
Gambar 14-4. System multi masukan-multi keluaran.
Dimana a(t) dan b(t) adalah konstan atau fungsi dari t. Dalam bentuk notasi matriks
vektor, n persamaan ini dapat ditulis secara kompak sebagai
οΏ½οΏ½ = π¨(π) + π©(π)π (1-22)
Dimana
π = [
π₯1
π₯2...π₯π
] = vektor keadaan
π’ = [
π’1
π’2...π’π
] = vektor masukan (atau control)
π΄(π‘) =
[ π11(π‘) π12(π‘) β¦ π1π (π‘)
π21(π‘) π22(π‘) β¦ π2π (π‘) . . .
. . . . . . . . .
ππ1 (π‘) ππ2 (π‘) β¦ πππ (π‘) ]
π΅(π‘) =
[ π11(π‘) π12(π‘) β¦ π1π (π‘)
π21(π‘) π22(π‘) β¦ π2π (π‘) . . .
. . . . . . . . .
ππ1 (π‘) ππ2 (π‘) β¦ πππ (π‘) ]
Persamaan (1-22) adalah persamaan keadaan dari system. [Perhatikan bahwa suatu
persamaan diferensial matriks vektor seperti persamaan (1-22) (atau n persamaan
14
defernsial orde pertama ekivalen) yang menggambarkan dinamika suatu system,
merupakan persamaan keadaan jika dan hanya jika himpunan variabel bebas pada
persamaan deferensial matriks vektor tersebut memenuhi definisi variabel keadaan].
Untuk sinyal keluaran kita peroleh
π¦1 = π11 (π‘)π₯1 + π12 (π‘)π₯2+ . . . + π1π (π‘)π₯π + π11 (π‘)π’1 + π12 (π‘)π’2+ . . . + π1π(π‘)π’π
π¦2 = π21 (π‘)π₯1 + π22 (π‘)π₯2+ . . . + π2π (π‘)π₯π + π21 (π‘)π’1 + π22 (π‘)π’2+ . . . + π2π(π‘)π’π
. . .
π¦3 = ππ1 (π‘)π₯1 + ππ2 (π‘)π₯2+ . . . + πππ (π‘)π₯π + ππ1 (π‘)π’1 + ππ2 (π‘)π’2+ . . . + πππ(π‘)π’π
Dalam bentuk notasi matriks-vektor, m persamaan ini dapat ditulis sebagai
Y= A(t) + B(t)u (1-22)
Dimana
π¦ = [
π¦1
π¦2...π¦π
] = vektor keadaan
πΆ(π‘) =
[ π11(π‘) π12(π‘) β¦ π1π (π‘)
π21(π‘) π22(π‘) β¦ π2π (π‘) . . .
. . . . . . . . .
ππ1 (π‘) ππ2 (π‘) β¦ πππ (π‘) ]
π·(π‘) =
[ π11(π‘) π12(π‘) β¦ π1π (π‘)
π21(π‘) π22(π‘) β¦ π2π (π‘) . . .
. . . . . . . . .
ππ1 (π‘) ππ2 (π‘) β¦ πππ (π‘) ]
Persamaan (1-23) adalah persamaan keluaran dari system. Matriks-matriks A(t), B(t),
C(t), dan D(t) mencirikan dinamika system secara lengkap.
Penyajian diagram blok dan penyajian grafik aliran sinyal dari system yang
didefinisikan oleh persamaan (1-22) dan (1-23), masing-masing ditunjukkan pada
gambar 1-5 (a) dan (b). untuk menunjukkan besarnya vektor, kita gunakan anak
panah ganda pada diagram tersebut.
Penyajian ruang keadaan dari system orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak yang melibatkan bentuk
15
turunan. Jika persaan diferensial system melibatkan turunan dari fungsi penggerak,
seperti
π¦(π)
+ π1 π¦(πβ1)
+ β―+ ππβ1οΏ½οΏ½ + πππ¦ = π0 π’(π)
+ π1 π’(πβ1)
+ β―+ ππβ1οΏ½οΏ½ + πππ’ (1-24)
Maka himpunan n variabel y, οΏ½οΏ½, οΏ½οΏ½, β¦, π¦(π+1)
tidak memenuhi persyaratan sebagai
himpunan variabel keadaan, sehingga metoda langsung yang diterapkan diatas, tidak
dapat digunakan. Ini disebabkan karena n persamaan diferensial orde pertama
(a)
(b)
Gambar 1-5. (a) Penyajian diagram blok dari sistem yang didefinisikan oleh
persamaan (1-22) dan (1-23); (b) penyajian grafik aliran sinyal dari sistem pada
gambar 1-5 (a).
οΏ½οΏ½1 = π₯2
οΏ½οΏ½2 = π₯3
. . .
16
οΏ½οΏ½πβ1 = ππ
οΏ½οΏ½π = βπΌππ₯1 βπΌπβ1π₯2 β . . . β πΌ1π₯π + π0 π’(π) + π1 π’πβ1 + . . . + πππ’
Dimana π₯1 = π¦ tidak menghasilkan jawab yang unik.
Persoalan utama dalam mendefinisikan variabel keadaan untuk kasus ini
terletak pada bentuk turunan pada ruas kanan n persamaan diatas yang terakhir.
Variabel-variabel keadaan tersebut harus sedemikian rupa sehingga mengeliminasi
turunan-turunan u pada persamaan keadaan.
Merupakan suatu kenyataan yang dikenal dengan baik dalam teori control
modern bahwa jika kita definisikan n variabel berikut sebagai himpunan n variabel
keadaan
π₯1 = π¦ β π½0π’
π₯2 = οΏ½οΏ½ β π½0οΏ½οΏ½ β π½1π’ = οΏ½οΏ½1 β π½1π’
π₯3 = οΏ½οΏ½ β π½0οΏ½οΏ½ β π½1οΏ½οΏ½ β π½2π’ = οΏ½οΏ½2 β π½2π’ (1-25)
β―
π₯π = π¦(πβ1)
β π½0π’(πβ1)
β π½1π’(πβ2)
β β―β π½πβ2οΏ½οΏ½ β π½πβ1π’ = οΏ½οΏ½πβ1 β π½πβ1π’
Dimana π½0, π½1, π½2, β¦, π½π ditentukan dari
π½0 = π0
π½1 = π1 β π1π½0
π½2 = π2 β π1π½1 β π2π½0 (1-26)
π½3 = π3 β π1π½2 β π2π½1 β π3π½0
β―
π½π = ππ β π1π½πβ1 β β―β ππβ1π½1 β πππ½0
Maka jawab persamaan keadaan tersebut dijamin ada dan unik. (Perhatikan bahwa ini
bukan merupakan satu-satunya pilihan dari himpunan variabel keadaan). Dengan
memilih variabel keadaan seperti diatas, kita peroleh persamaan keadaan dan
persamaan keluaran dari system yang dinyatakan oleh persamaan (1-24), sebagai
berikut:
[
οΏ½οΏ½1
οΏ½οΏ½2
.
.
.οΏ½οΏ½πβ1
οΏ½οΏ½π ]
=
[
0 1 0 β¦ 0 0 0 1 β¦ 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 β¦ 1
βππ βππβ1 βππβ2 β¦ βπ1 ]
[
π₯1
π₯2
.
.
.π₯πβ1
π₯π ]
+
[
π½1
π½2
.
.
.π½πβ1
π½π ]
[π’]
17
y= [1 0 β― 0] [
π₯1
π₯2...π₯π
] + π½0π’
οΏ½οΏ½ = Ax + Bu
y = Cx + Du
x =
[
οΏ½οΏ½1
οΏ½οΏ½2
.
.
.οΏ½οΏ½πβ1
οΏ½οΏ½π ]
, A =
[
0 1 0 β¦ 0 0 0 1 β¦ 0 . . . .
. . . . . . . . 0 0 0 β¦ 1
βππ βππβ1 βππβ2 β¦ βπ1 ]
B =
[
π½1
π½2
.
.
.π½πβ1
π½π ]
, C = [1 0 . . . 0], D = π½1 = π0
Syarat awal x(0) dapat di tentukan dari persamaan (1-25)
Pada penyajian ruang-keadaan ini, pada dasarnya matriks A sama seperti pada
system yang dinyatakan oleh persamaan (1-1). Turunan pada ruas kanan persamaan
(1 β 24) hanya mempengaruhi elemen matriks B.
Perhatikan bahwa penyajian keadaan ruang keadaan untuk fungsi alih berikut
π(π )
π(π )=
πππ π + π1π
πβ1 + β―+ ππβ1π + ππ
π π + π1π πβ1 + β―+ ππβ1π + ππ
Juga diberikan oleh persamaan (1-27) dan (1-28)
2.3 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN PARAMETER KONSTAN
Pada pasal ini kita akan mencari jawab umum persamaan keadaan linier
parameter konstan. Pertamakali kita akan meninjau kasus homogen kemudian baru
meninjau kasus non homogeny.
Jawab persamaan keadaan homogeny. Sebelum kita menyelesaikan
persamaan diferensial matriks vektor, marilah kita kaji ulang jawab persamaan
diferensial scalar
18
οΏ½οΏ½ = ππ₯ (1-29)
Dalam menyelesaikan persamaan ini, kita dapat memisalkan suatu jawab x(t) yang
mempunyai bentuk
π₯(π‘) = π0 + π1π‘ + π2π‘2 + β―+ πππ‘
π + β― (1-30)
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-29), kita
peroleh
π1 + 2π2π‘ + 3π3π‘2 + β―+ ππππ‘
πβ1 + β― = π(π0 + π1π‘ + π2π‘2 + β―+ πππ‘
π + β―)
(1-31)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-31)
harus berlaku untuk setiap t. Selanjutnya, dengan menyamakan koefisien-koefisien
dari suku-suku engan pangkat t yang sama, kita perolah
π1 = ππ0
π2 =1
2ππ1 =
1
2π2π0
π3 =1
3ππ2 =
1
3 Γ 2π3π0
β―
ππ =1
π!πππ0
Harga π0 diperoleh dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-30), atau
π₯(0) = π0
Oleh karena itu jawab x(t) dapat ditulis sebagai
π₯(π‘) = (1 + ππ‘ +1
2!π2π‘2 + β―+
1
π!πππ‘π + β―) Γ (0)
= πππ‘π₯(0)
Sekarang kita akan menyelesaikan persamaan diferensial matriks vektor
π₯ = π΄π₯ (1-32)
Dimana
x = vektor n dimensi
A = matriks konstan n Γ n
Berdasarkan analogi dengan kasus scalar, kita anggap bahwa jawab tersebut
berbentuk deret pangkat vektor dalam t, atau
π₯(π‘) = π0 + π1π‘ + π2π‘2 + β―+ πππ‘
π (1-33)
19
Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-32), kita
peroleh
π1 + 2π2π‘ + 3π3π‘2 + β―+ ππππ‘
πβ1 + β― = π΄(π0 + π1π‘ + π2π‘2 + β―+ πππ‘
π + β―)
(1-34)
Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-34)
harus berlaku untuk semua t. Selanjutnya dengan menyamakan koefisien-koefiien
dari suku-suku dengan pangkat t yang sama, kita peroleh
π1 = π΄π0
π2 =1
2π΄π1 =
1
2π΄2π0
π3 =1
3π΄π2 =
1
3 Γ 2π΄3π0
β―
ππ =1
π!π΄ππ0
Dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-33), kita peroleh
π₯(0) = π0
Jadi jawab x(t) dapat ditulis sebagai
π₯(π‘) = (πΌ + π΄π‘ +1
2!π΄2π‘2 + β―+
1
π!π΄ππ‘π + β―) Γ (0)
Ekspresi didalam kurung pada ruas kanan persamaan yang terakhir ini adalah matriks
n Γ n. karena keserupaannya dengan deret pangkat tak terhingga pada eksponensial
scalar, maka kita menyebutnya eksponensial matriks dan menulis
πΌ + π΄π‘ +1
2!π΄2π‘2 + β―+
1
π!π΄ππ‘π + β― = πππ‘
Dalam bentuk eksponensial matriks, jawab persamaan (14-32) dapat ditulis sebagai
π₯(π‘) = ππ΄π‘π₯(0) (1-35)
Karena eksponenssial matriks sangat penting dalam analisis ruang keadaan
system linier, maka selanjutnya kita akan menguji sifat-sifat eksponensial matriks.
Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari
suatu matriks An Γ n
ππ΄π‘ = βπ΄ππ‘π
π!
β
π=0
20
Adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga. (oleh karena itu
perhitungan computer untuk menghitung elemen-elemen ππ΄π‘dengan cara uraian deret
secara mudah dapat dilakukan).
Karena kekonvergenan deret tek terhingga βπ΄ππ‘π
π!
βπ=0 , maka deret tersebut
didiferensialkan suku demi suku agar diperoleh
π
ππ‘ππ΄π‘ = π΄ + π΄2π‘ +
π΄2π‘2
2!+ β―+
π΄ππ‘πβ1
(π β 1)!+ β―
= π΄ [πΌ + π΄π‘ +π΄2π‘2
2!+ β―+
π΄ππ‘πβ1
(πβ1)!+ β―] = π΄ππ΄π‘
= [πΌ + π΄π‘ +π΄2π‘2
2!+ β―+
π΄ππ‘πβ1
(πβ1)!+ β―]π΄ = ππ΄π‘π΄
Eksponensial matriks tersebut mempunyai sifat bahwa
ππ΄(π‘+π ) = ππ΄π‘ππ΄π
Ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
ππ΄π‘ππ΄π = ( βπ΄ππ‘π
π!
β
π=0
)( βπ΄ππ π
π!
β
π=0
)
= β π΄π
β
π=0
( βπ‘ππ πβ1
π! (π β 1)!
β
π=0
)
= β π΄π
β
π=0
( β(π‘ + π )π
π!
β
π=0
)
= ππ΄(π‘+π )
Khususnya, jika s = -t, maka
ππ΄π‘πβπ΄π‘ = πβπ΄π‘ππ΄π‘ = ππ΄(π‘βπ‘) =I
Jadi kebalikan dari ππ΄π‘ adalah πβπ΄π‘. Karena kebalikan dari ππ΄π‘ selalu ada, maka ππ΄π‘
adalah matriks non-singuler.
Sangat penting untuk diingat bahwa
π(π΄+π΅)π‘ = ππ΄π‘ππ΅π‘ jika AB = BA
π(π΄+π΅)π‘ β ππ΄π‘ππ΅π‘ jika AB β BA
Untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
π(π΄+π΅)π‘ = πΌ + (π΄ + π΅)π‘ +(π΄+π΅)2
2!π‘2 +
(π΄+π΅)2
3!π‘3 +. . .
ππ΄π‘πβπ΄π‘ = (I + At + Bt) (I + Bt + π΅2π‘2
2!+
π΅3π‘3
3!+ β― )
21
= I + (A +B)t + π΄2π‘2
2! + (A +B)π‘2 +
π΅2π‘2
2! +
π΄3π‘3
3! +
π΄3π΅π‘3
2! +
π΄π΅3π‘3
2! +
π΅3π‘3
3!+ β―
Oleh karenanya
π(π΄+π΅)π‘ β ππ΄π‘πβπ΄π‘ = π΅π΄βπ΄π΅
2!π‘2 +
π΄π΅2+π΄π΅π΄+ π΅2π΄+π΅π΄π΅β2π΄2π΅β2π΄π΅2
2!+ β―
Selisih antara π(π΄+π΅)π‘ dan ππ΄π‘πβπ΄π‘ akan nol jika A dan B komut.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.
Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar
οΏ½οΏ½ = ππ₯ (1 -36)
Transformasi laplace dari persamaan (1-36)
sX(s) β x(0) =aX(s) (1-37)
di mana X(s) = L [s]. Dengan menyelesaikan persamaan (1-37) untuk X(s), diperoleh
X(s) = π₯(0)
π βπ = (π β π)β1 x(0)
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini memberikan jawab
x(t) = πππ‘π₯(0)
Pendekatan jawab persamaan diferensial saklar homogen di atas dapat di perlukan
untuk persamaan keadaan homogen.
οΏ½οΏ½ = Ax(t) (1-38)
Transformasi laplace kedua ruas persamaan (1-38) adalah
sX(s) β x(0) =AX(s)
di mana X(s) = L[x]. selanjutnya
(sI β A)X(s) = x(0)
Jadi kedua ruas persamaan terakhir ini dikalikan di depan dengan (sI β A)β1 , maka
kita peroleh
X(s) = (sI β A)β1π₯(0)
Dengan membalik transformasi laplace dari X(s) akan diperoleh jawab x(t). jadi
X(t) = πΏβ1 [(π I β A)β1]π₯(0) (1-39)
Perhatikan bahwa
(sI β A)β1 = I
π +
π΄
π2+
π΄2
π3+ β―
Oleh karena itu, transformasi laplace balik dari (sI β A)β1 adalah
22
πΏβ1[(sI β A)β1] = I + At + π΄2π‘2
2!+
π΄3π‘3
3!+ β― = ππ΄π‘ (1-40)
(Transformasi laplace balik dari suatu matriks adalah matriks yang terdiri dari
transformasi laplace balik dari semua elemennya). Dari persamaan (1-39) dan
persamaan (1-40), kita peroleh jawab dari persamaan (1 -38) sebagai
x(t) = πππ‘π₯(0)
Pentingnya persamaan (1-40) terletak pada kenyataan bahwa persamaan tersebut
memberikan suatu cara yang mudah untuk mencari jawab tertutup dalam bentuk
ponensial matriks.
Matriks transisi keadaan. Kita dapat menulis jawab persamaan
οΏ½οΏ½ = π΄π₯ (1 -41)
Sebagai
x(t) = ΙΈ(π‘)π₯(0) (1 -42)
di mana ΙΈ(π‘) adalah matriks n x n dan merupakan jawab unik dari
ΙΈ(t) = A ΙΈ(π‘), ΙΈ(0) = 1
Untuk memeriksanya, perhatikan bahwa
x(0) = ΙΈ(0)π₯(0) = Iπ₯(0)
dan
οΏ½οΏ½(t) = ΙΈ(t)x(0) = Ax(t)
Jadi jelas bahwa persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) dari
persamaan (1-35), (1-39) dan (1-42), kita peroleh
ΙΈ(0) = ππ΄π‘ = πΏβ1 [(π I β A)β1]
perhatikan bahwa
ΙΈβ1(π‘) = ππ΄π‘ = ΙΈ(βπ‘)
Dari persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) hanyalah merupakan
transformasi syarat awal. Oleh karena itu, matriks unik ΙΈ(π‘) disebut matriks transisi
keadaan. Matriks transisi keadaan mengandung semua informasi mengenai gerak
bebas system yang di definisikan oleh persamaan (1-41).
Jika β eigenvalueβ π1, π2, β― , ππ dari matriks A berbeda, maka ΙΈ(π‘) akan
mengandung n eksponensial
ππ1π‘, ππ2π‘, β― , ππππ‘
23
Khususnya, jika matriks A merupakan matriks diagonal, maka
ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘ =
[ ππ1π‘
ππ1π‘
.
0
0 .
.
ππ1π‘]
(A : Diagonal)
jika ada βeigenvalueβ rangkap, missal,jika βeigenvalueβ dari A adalah
π1, π2,π3,π4, β― , ππ
Maka ΙΈ(π‘) di samping akan mengandung suku ππ1π‘, ππ2π‘, ππ3π‘ , β― , ππππ‘ juga
mengandung suku π‘ππ1π‘ dan π‘2ππ1π‘
Sifat β sifat matriks transisi keadaan, sekarang kita akan meringkas sifat-sifat penting
dari matriks transisi keadaan ΙΈ(π‘). untuk system parameter konstan
οΏ½οΏ½ = π΄π₯
Sehingga diperoleh
ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘
maka
1. ΙΈ(0) = ππ΄0 = I
2. ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘ = [ΙΈ(βπ‘)]β1 atau [ΙΈ(βπ‘)]β1 = ΙΈ(βπ‘)
3. ΙΈ(π‘1 + π‘2) = ππ΄(π‘1+π‘2) = ππ΄π‘1 ππ΄π‘2 = ΙΈ(π‘1)ΙΈ(π‘2) ΙΈ(π‘2)ΙΈ(π‘1)
4. [ΙΈ(π‘)]π = ΙΈ(ππ‘)
5. ΙΈ(π‘2 β π‘1) ΙΈ(π‘1 β π‘0) = ΙΈ(π‘2 β π‘0) = ΙΈ(π‘1 β π‘0)ΙΈ(π‘2 β π‘1)
contoh 14-6. Carilah matriks transisi keadaan dari system berikut:
[οΏ½οΏ½1
οΏ½οΏ½2] = [
0 1β2 β3
] [π₯1
π₯2]
Cari juga kebalikan dari matriks transisi keadaan ΙΈβ1(π‘)
Untuk system ini,
A = [0 1
β2 β3]
Matriks transisi keadaan ΙΈ(π‘) dinyatakan oleh
ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘ = πΏβ1 [(π I β A)β1]
karena
sI β A = [π 00 π
] β [0 1
β2 β3] = [
π β12 π + 3
]
24
kebalikan dari (sI βA) di berikan oleh
(sI β A) β1 = I
(π +1)(π +2) [π + 3 β1β2 π
]
= [
s+3
(π +1)(π +2)
I
(π +1)(π +2)
β2
(π +1)(π +2)
s
(π +1)(π +2) ]
Oleh karena itu
ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘ = πΏβ1 [(π I β A)β1]
= [ 2πβπ‘ β πβ2π‘ πβπ‘ β πβ2π‘
β2πβπ‘ + 2πβ2π‘ πβπ‘ + 2πβ2π‘]
Dengan mengingat bahwa ΙΈβ1(π‘) = ΙΈ(βπ‘), maka di peroleh kebalikan matriks
transisi-keadaan tersebut sebagai berikut:
ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘ = [ 2πβπ‘ β πβ2π‘ πβπ‘ β πβ2π‘
β2πβπ‘ + 2πβ2π‘ πβπ‘ + 2πβ2π‘]
jawab persamaan keadaan non-homogen. Kita akan mulai meninjau kasus saklar
οΏ½οΏ½ = ππ₯ + ππ’ (1 -43)
Persamaan (1-43) dapat kita tulis kembali sebagai berikut
οΏ½οΏ½ β ππ₯ = ππ’
Dengan mengalikan kedua ruas persamaan ini dengan πβππ‘,kita peroleh
πβππ‘[οΏ½οΏ½(π‘) β ππ₯(π‘)] = π
ππ‘[πβππ‘π₯(π‘)] = πβππ‘ππ’(π‘)
Dengan mengintegrasi persamaan ini antara 0 dan t, kita peroleh
πβππ‘π₯(π‘) = π₯(0) + β« πβππ‘ππ’(π)πππ‘
0
Atau
π₯(π‘) = πβππ‘π₯(0) + πππ‘ β« πβππ‘ππ’(π)πππ‘
0
Suku pertama pada ruas kanan adalah respon terhadap syarat awal sedangkan suku
keduanya adalah respon terhadap masukan u(t).
Sekarang marilah kita tinjau persamaan keaaan non-homogen yang I nyatakan
oleh
οΏ½οΏ½ = π΄π₯ + π΅π’ (1 -44)
25
Dimana
x = vektor n dimensi
u = vektor r dimensi
A = matriks konstan n x n
B = matriks konstan n x r
Dengan menulis persamaan (1-44) sebagai
οΏ½οΏ½(π‘) β π΄π₯ = π΅π’(π‘)
Dan dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan ini dengan πβπ΄π‘, kita peroleh
πβπ΄π‘[οΏ½οΏ½(π‘) β π΄π₯(π‘)] = π
ππ‘πβπ΄π‘π₯(π‘)] =πβπ΄π‘π΅π’(π‘)
Dengan mengintegrasi persamaan diatas antara 0 dan t, kita peroleh
ππ΄π‘π₯(π‘) = π₯(0) + β« πβππ‘ππ’(π)πππ‘
0
atau
π₯(π‘) = ππ΄π‘π₯(0) + β« ππ΄(π‘β π )ππ’(π)πππ‘
0 (1-45)
Persamaan (14-45) juga dapat di tulis sebagai
π₯(π‘) = ΙΈ(π‘)π₯(0) + β« ΙΈ(π‘ β π )ππ’(π)πππ‘
0 (1-46)
dimana
ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘
Persamaan (1-45) atau adalah persamaan (1-44). Jelaslah bahwa jawab x(t)
merupakan jumlah dari suku yang terdiri dari transisi keadaan awal dan suku yang
ditimbukan oleh vektor masukan.
Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non
homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen.
οΏ½οΏ½ = π΄π₯ + π΅π’
juga dapat diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace. Transformasi laplace
dari persamaan (1-44) adalah
π π(π ) β π₯(0) = π΄π(π ) + π΅π(π )
Atau
(π πΌ β π΄)π(π ) = π₯(0) + π΅π(π )
Dengan mengalikan didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan (π πΌ β π΄)β1,
kita peroleh
26
π(π ) = (π πΌ β π΄)β1π₯(0) + (π πΌ β π΄)β1π΅π(π )
Dengan menggunakan hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (1-40), kita
peroleh
π(π ) = πΏ[ππ΄π‘]π₯(0) + πΏ[ππ΄π‘]π΅π(π )
Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini dapat diperoleh dengan
menggunakan integral konvolussebagai berikut:
π₯(π‘) = ππ΄π‘π₯(0) + β« ππ΄(π‘βπ)π΅π’(π)π‘
0
Jawab dalam bentuk x(π‘0). Sejauh ini kita anggap bahwa waktu awalnya adalah nol.
Akan tetapi jika waktu awal dinyatakan dengan π‘0, bukan lagi 0, maka jawab
persamaan (14-44) harus dimodifikasi menjadi
π₯(π‘) = ππ΄(π‘βπ‘0)π₯(π‘0) + β« ππ΄(π‘βπ)π΅π’(π)π‘
π‘0
ππ
Contoh 1-7. Carilah respon waktu system berikut:
[οΏ½οΏ½1
οΏ½οΏ½2] = [
0 1β2 β3
] [π₯1
π₯2] + [
01] [π’]
Dimana u(t) adalah fungsi tangga satuan yang terjadi pada t = 0, atau
π’(π‘) = 1(π‘)
Untuk system ini
π΄ = [ 0 1β2 β3
], π΅ = [01]
Matriks transisi keadaan ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘ telah diperoleh pada contoh 1-6 sebagai
ΙΈ(π‘) = ππ΄π‘ = [ 2πβπ‘ β πβ2π‘ πβπ‘ β πβ2π‘
β2πβπ‘ + 2πβ2π‘ πβπ‘ + 2πβ2π‘]
Selanjutnya, respon terhadap masukan tangga satuan diperoleh sebagai berikut:
π₯(π‘) = ππ΄π‘π₯(0) + β« [ 2πβπ‘ β πβ2π‘ πβπ‘ β πβ2π‘
β2πβπ‘ + 2πβ2π‘ πβπ‘ + 2πβ2π‘] [01]
π‘
0
[1]ππ
Atau
[π₯1(π‘)π₯2(π‘)
] = [ 2πβπ‘ β πβ2π‘ πβπ‘ β πβ2π‘
β2πβπ‘ + 2πβ2π‘ πβπ‘ + 2πβ2π‘] [
π₯1(0)π₯2(0)
] + [1
2β πβπ‘ +
1
2πβ2π‘
πβπ‘ β πβ2π‘
]
Jika syarat awalnya adalah nol, atau x(0) = 0, maka x(t) dapat disederhanakan
menjadi
27
[π₯1(π‘)π₯2(π‘)
] = [1
2β πβπ‘ +
1
2πβ2π‘
πβπ‘ β πβ2π‘
]
2.4 MATRIKS ALIH
Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama
kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran.
Marilah kita tinjau sistem dengan Fungsi berikut: π(π )
π(π ) G(s)
Dan kita tahu bahwa persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai
berikut
οΏ½οΏ½ Ax + Bu
y = Cx + Du
di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah keluaran. TF dari
persamaan ruang keadaan diatas adalah
sX(s)-x(0)= AX(s)+BU(s)
Y(s)=CX(s)+ DU(s)
Karena sebelum fungsi alih telah di definisikan sebagai perbandingan transformasi
laplace dari keluaran dan transformasi laplace dari masukan dengan syarat awal nol,
maka kita anggap bahwa x(0) pada persamaan Y(s)=CX(s)+ DU(s) adalah nol
Dengan mensubsitusikan X(s)= (sI-A)-1BU(s) ke dalam persamaan Y(s)=CX(s)+
DU(s) maka diproleh
Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s)
Dengan membandingkan persamaan Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s) dengan persamaan
π(π )
π(π ) G(s) ,kita lihat bahwa G(s)=C ( sI β A)-1B +D
Ini merupakan fungsi alih dalam bentuk A, B, C, dan D, perhatikan bahwa ruas kanan
persamaan G(s)=C (sI β A)-1B +D melibatkan (sI β A)-1. Oleh karena itu G(s) dapat
ditulis sebagai
G(s)=πΈ(π)
|ππ°βπ¨|
Dimana Q(s) adalah polinomial dalam. Oleh karena (sI β A) sama dengan polinomial
karakteristik dari G(s) dengan kata lain A identik dengan pole βpole dari G(s)
28
Contoh. Carilah fungsi alih dari sistem yang diperoleh persamaan keadaan dan
keluaran berikut:
οΏ½οΏ½=-5X1-X2+2U
οΏ½οΏ½2=3X1-X2+5U
y= X1+2X2
Dalam bentuk matriks-vector, dapat kita tulis
[π₯1
π₯2]=[
β5 β13 β1
] [π₯1
π₯2]+[
25][u]
y= [1 2] [π₯1
π₯2]
Selanjutnya fungsi alih sistem tersebut adalah
G(s)= C(sI β A)-1B
=[1 2] [π + 5 1β3 π + 1
] -1 [25]
=[1 2][
π +1
(π +2)(π +4)
β1
(π +2)(π +4)
3
(π +2)+(π +4)
π +5
(π +2)+(π +4)
] [2 5]
=12π +59
(π +2)(π +4)
Matriks alih matriks alih G(s) merealisasikan keluaran Y(s) dengan masukan U(s)
atau
Y(s)= G(s)U(s)
Sedangkan untuk matriks alih multi masukan βmulti keluaran sebagai berikut
G(s)=c(Si-A)-1 B+D
Matriks alih sisitem lup tertutup. Tinjau sistem yang mempunyai multi masukan-
multi keluran matriks alih umpan majunya adalah Go(s),sedangkan umpan baliknya
H(s),matriks alih antara vector sinyal umpan balik B(s) dan vector kesalahan
E(s).mempunyai persamaan:
B(s)=H(s)Y(s)
=H(s)Go(s)E(s)
29
U(s) E(s) Y(s)
B(s)
Maka kita peroleh bahwa matriks alih antara B(s) dan E(s) adalah H(s)Go(s).Jadi
matriks alih elemen-elemen yang terhubung seri merupakan hasil perkalian dari
matriks alih masing β masing elemennya.
Matriks alih sistem lup tertutup diperoleh sebagai berikut :
Y(s)= Go(s)[U(s)-B(s)
= Go(s)[U(s-H(s)Y(s)
Maka kita peroleh
[I +Go(s)H(s)Y(s)=Go(s)U(s)
Perkalian didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan [I+Go(s)H(s)]-1,
menghasilkan
Y(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)U(s)
Matriks alih lup tertutup G(s) dinyatakan oleh
G(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)
2.5 SISTEM LINIER PARAMETER βBERUBAH
Suatu keunggulan pendekatan ruang keadaan pada analisis sistem control
adalah dapat diperluasnya pendekatan ini untuk menyelesaikan sistem parameter
berubah.
Pada sistem linier parameter berubah dengan mengubah matriks transisi (t)
menjadi (t,t0).(Untuk sistem parameter berubah ,matriks transisi bergantung baik
pada t maupun t0 dan tidak bergantung pada selisih t-t0 .jadi kita tidak selalu dapat
menyetel waktu awal sama dengan nol.tentu saja ada beberapa kasu t0 sama dengan
nol).Meskipun demikian matriks transisi dari sistenm parameter berubah pada
umumnya tidak dapat dinyatakan sebagai eksponensial matriks.
Contoh: οΏ½οΏ½ =a(t)x
Jawab persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut
+ Go(s)
H(s)
30
X(t)=eβ« π()ππ‘
π‘π X(t0)
Dan fungsi transisi keadaannya dinyatakan oleh
(t,t0 )=exp [ β« π()ππ‘
π‘0 ]
Akan tetapi, tidak berlaku hasil yang sama untuk persamaan diferensial matriks-
vektor. Contohnya
οΏ½οΏ½ =A(t)x
Dimana
X(t)=vector n dimensi
A(t)= matriks n x n yang elemennya merupakan fungsi t yang kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Dan untuk menyelesaikan persamaan diatas menggunakan persamaan
X(t)=(t,t0) x (t0)
Dimana (t,t0) adalah matriks non singular n x n yang memenuhi persamaan
diferensial matriks berikut
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I
Kenyataan bahwa persamaan X(t)=(t,t0) x (t0) merupakan jawab persamaan
(t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I dapat diperiksa secara mudah karena
X(t0)= (t,t0) x (t0)=IX(t0)
Dan οΏ½οΏ½(t0)=π
π π [(t,t0) x (t0)]
= (t,t0) x (t0)
= A(t) (t,t0) x (t0)
= A(t) X (t)
Kita lihat bahwa jawab persamaan οΏ½οΏ½ =a(t)x hanyalah merupakan transformasi
keadaan awal. Matriks (t,t0) meruapakan matriks transisi keadaan dari sistem
parameter berubah yang dinyatakan oleh persamaan οΏ½οΏ½=a(t)x
Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk
diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu
eksponensial matriks jika A(t) dan β« π¨(π
ππ)π komut. Jadi
(t,t0)=expβ« π¨(π
ππ)π ] ( jika dan hanya jika A(t) dan β« π¨(
π
ππ)π komut )
31
Perhatikan bahwa jika A(t) merupakan matriks konstan atau matriks diagonal maka
A(t) dan β« π¨(π
ππ)π komut, jika β« π¨(
π
ππ)π tidak komut maka ada satu cara yang
sederhana untuk menghitung matriks transisi keadaan , untuk menghitung t,t0)
secara numeric kita dapat menggunakan uraian deret berikut untuk (t,t0) :
(t,t0)=I + β« π¨(π
ππ)π + β« π¨(
π
πππ) [β« π¨(
π
πππ)]d1 +β¦
Pada umumnya , ini tidak berlaku akan memberikan (t,t0) dalam suatu bentuk
tertutup
Contoh : carilah (t,t0) untuk sistem parameter berubah
[π₯1
π₯2]=[
0 10 π‘
] [π₯1
π₯2]
Untuk menghitung (t,0) , marilah kita gunakan persamaan
(t,t0)=I + β« π¨(π
ππ)π + β« π¨(
π
πππ) [β« π¨(
π
πππ)]d1 +β¦
Maka
β« π¨()π π
π =β« [
π ππ
]π
π d =[
π π
πππ
π
]
β« [π ππ π
]π
π {β« [
π ππ π
]π
π π π} d1=β« [
π ππ π
]π
π[π π
πππ
π
] d1 = [π
ππ
π
πππ
π
]
maka kita peroleh
(t,0) =[π ππ π
] + [π π
πππ
π
] +[π
π
π
π
πππ
π
] +β¦
Sifat β sifat matriks tansisi keadaan (t,t0). Berikut ini kita akan membuat daftar
sifat- sifat matriks transisi keadaan (t,t0)
1. (t2,t1) (t1,t0)= (t2,t0)
Untuk membuktikannnya, perhatikan bahwa
X(t1) =(t1,t0) x (t0)
X(t2)= (t2,t0) x (t0)
Juga
X(t2)= (t2,t1) x (t1)
Oleh karena itu
X(t2)= (t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0) x (t0)
32
Sehingga
(t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0)
(t1,t0)= -1 (t0,t1)
untuk membuktikannya, perhatikan bahwa
(t1,t0)= -1 (t2 ,t1) (t2,t0)
Jika kita masukan t2=t0 ke dalam persamaan terakhir ini, maka
(t1,t0)= -1(t0,t1) (t0,t0)= -1(t0,t1)
Jawab persamaan keadaan linier parameter berubah.tinjau persamaan berikut :
Contoh : οΏ½οΏ½ = A(t)x + B (t)u
Dimana :
X : vector n dimensi
U : vector r dimensi
A(t): matriks n x n
B(t): matriks n x r
Elemen β elemen dari A(t) dan B(t) dianggap sebagai fungsi kontinyu sepotong-
sepotong pada selang t0tt1
Untuk menjawabnya misal:
x(t) = ( t,t0) (t)
dimana ( t,t0) matriks unik yang memenuhi persamaan berikut :
( t,t0)= A(t) ( t,t0) , (t0,t0)= I
Selanjutnya
οΏ½οΏ½(t)= π
ππ‘[(t,t0)(t)
=( t,t0) (t) + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0) (t) + + (t,t0) (t)
= A(t) ( t,t0)(t) + B(t) u(t)
Oleh karena
(t,t0)(t) = B(t) u(t)
Atau
(t) = -1(t,t0)B(t) u(t)
Dengan demikian ,
(t)= (t0) + β« βππ
ππ(,t0)B() U() d
33
Karena (t0)= -1(t0,t0) x (t0) = X(t0)
Maka jawab persamaan οΏ½οΏ½ = A(t)x + B (t)u diperoleh sebagai
x(t) = (t,t0) x (t0) + (t,t0)β« β1π‘
π‘0(,t0)B() U() d
=(t,t0) x (t0) +β« β1π‘
π‘0(t,)B() U() d
Unuk menghitung ruas kanan persamaan =(t,t0) x (t0) +β« β1π‘
π‘0(t,)B() U() d
dalam kasus- kasus praktis diperlukan computer digital
34
III. RANGKUMAN DARI URAIAN MATERI
Penyajian Ruang Keadaan Dari System dari system orde ke n yang dinyatakan
oleh persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk
turunan. Tinjau system orde ke n berikut:
π¦(π)
+ π1 π¦(πβ1)
+ β―+ ππβ1οΏ½οΏ½ + πππ¦ = π’
βEigenvalueβ dari matriks A n x n βEigenvalueβ dari matriks A n x n adalah
akar persamaan karakteristik
| Ξ»I β A| = 0
Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n
dengan βeigenvalue-eigenvalueβ yang berbeda dinyatakan oleh
A =
[
0 0 0 β¦ 0 0 0 0 β¦ 0
. . . . . . . . . . . . 0 0 0 β¦ 0
β ππ β ππβ1 βππβ2 β¦ βπ1 ]
Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh
persamaan diferensial linier dengan r fungsi penggerak, persamaannya adalah:
οΏ½οΏ½π = ππ1 (π‘)π₯1 + ππ2 (π‘)π₯2 + . . . + πππ (π‘)π₯π + ππ1 (π‘)π’1 + ππ2 (π‘)π’2
+ . . . + πππ(π‘)π’π Penyelesaian Persamaan Keadaan Parameter Konstan Persamaan diferensial
matriks vektor π₯ = π΄π₯
Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari
suatu matriks An Γ n adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhinggaππ΄π‘ =
βπ΄ππ‘π
π!
βπ=0
Matriks unik ΙΈ(π‘) disebut matriks transisi keadaan. Matriks transisi keadaan
mengandung semua informasi mengenai gerak bebas system yang di definisikan oleh
persamaan οΏ½οΏ½ = π΄π₯
Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogen persamaan keadaan.
Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar οΏ½οΏ½ = ππ₯
Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non
homogen. Jawab persamaan keadaan non homogen. οΏ½οΏ½ = π΄π₯ + π΅π’ juga dapat
diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace.
Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama
kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran π(π )
π(π ) G(s).
Persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai berikut οΏ½οΏ½ Ax + Bu dan y
= Cx + Du. Di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah
keluaran.
35
Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk
diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu
eksponensial matriks jika A(t) dan β« π¨(π
ππ)π komut.
36
IV. REFERENSI
Ogata, Katsuhiko.(1985). Teknik Kontrol Automatik (Sistem Pengaturan) Jilid 2.
Erlangga. Jakarta.
37
V. LATIHAN SOAL DAN PENYELESAIAN
1. Tinjaun system control yang di tunjukkan pada gambar 1-6. Fungsi alih lup
tersebut adalah
π(π )
π(π )=
160 (π + 4)
π 3 + 18π 2 + 192π + 640
Persamaan diferensial untuk fungsi alih tersebut adalah
π¦ + 18 οΏ½οΏ½ + 192 οΏ½οΏ½ + 640 π¦ = 160 οΏ½οΏ½ + 640 π’
Carilah penyajian ruang keadaan dari system tersebut
Berdasarkan pada persamaan (1-25), marilah kita definisikan
π₯1 = π¦ β π½0π’
π₯2 = οΏ½οΏ½ β π½0οΏ½οΏ½ β π½1π’ = οΏ½οΏ½1 β π½1π’
π₯3 = οΏ½οΏ½ β π½0οΏ½οΏ½ β π½1οΏ½οΏ½ β π½2π’ = οΏ½οΏ½2 β π½2π’
Dimana π½0, π½1, dan π½2 ditentukan dari persamaan (1-26) sebagai berikut:
π½0 = π0 = 0
π½1 = π1 β π1π½0 = 0
π½2 = π2 β π1π½1 β π2π½0 = 160
π½3 = π3 β π1π½2 β π2π½1 β π3π½0 = β2240
Selanjutnya persamaan keadaan system menjadi
[π₯1
π₯2
π₯3 ] = [
00
10
β640 β192
01
β18] [
π₯π₯2
π₯3 ] + [
0β160
β2240 ] [π’]
Persamaan keluarannya menjadi
y= [1 0 0] [
π₯1
π₯2
π₯3 ]
38
2.
Persamaan differensial:
βπΉ = π Γ π
βππ£ β ππ¦ + π₯ = π Γ π
π₯ = π π2π¦
ππ‘+ π
ππ¦
ππ‘+ ππ¦
π₯ = ποΏ½οΏ½ + ποΏ½οΏ½ + ππ¦
π₯
π= οΏ½οΏ½ +
π
ποΏ½οΏ½ +
π
ππ¦
Metode reduksi:
π₯1 = π¦ οΏ½οΏ½1 = π₯2
π₯2 = οΏ½οΏ½ οΏ½οΏ½2 = οΏ½οΏ½
Persamaan differensial reduksi: π₯
π= οΏ½οΏ½ +
π
ποΏ½οΏ½ +
π
ππ¦
π₯
π= οΏ½οΏ½2 +
π
ππ₯2 +
π
ππ₯1
οΏ½οΏ½2 =π₯
πβ
π
ππ₯2 β
π
ππ₯1
Matriks:
[οΏ½οΏ½1
οΏ½οΏ½2] = [
0 1
βπ
πβ
π
π
] [π₯1
π₯2] + [
01
π
] [π₯]
[π¦] = [1 0] [π₯1
π₯2] + [0][π₯]