Pemodelan Ruang Keadaaan

download Pemodelan Ruang Keadaaan

of 44

description

Teknik Autmatik

Transcript of Pemodelan Ruang Keadaaan

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 PENDAHULUAN

    Keterbatasan teori control konvensionl. Pada teori konvensional yang dianggap

    penting hanyalah sinyal- sinyal masukan, keluaran dan sinyal kesalahan, analisis dan

    desain control dilakukan dengan menggunakan fungsi alih, bersama- sama dengan

    teknik grafis seperti diagram tempat kedudukan akar dan diagram nyquist.

    Karakteristik yang unik dari teori control konvensional adalah bahwa karakteristik

    tersebut ditentukan oelh hubungan antara masukan dan keluaran sistem, fungsi alih.

    Kelemahan pokok dari teori konvensioanal aadalh bahwa, pada umumnya. Teori

    ini hanya dapat diterapkan pada sistem linier parameter konstan (time invariant).

    Teori ini tidak dapat diterapkan untuk sistem parameter berubah (time varying).

    Untuk memudahkan para insinyur mulai mengembangkan control modern dengan

    salah satu cara yaitu analisis ruang keadaan sistem control sebelum kita mempelajari

    lebih lanjut maka kita harus mendefinisikan arti kata keadaan, variable keadaan,

    vector keadaan dan ruang keadaan.

    Keadaan. Keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan terkecil dari variable

    yang disebut variable keadaan sedemikian rupa sehingga dengan mengetahui

    variable- variable ini pada = 0, bersama-sama dengan masukan untuk 0, kita

    dapat menentukan secara lengkap perilaku sistem untuk setiap waktu untuk 0. Jadi, keadaan suatu sistem dinamik pada saat t secara unik ditentukan oleh

    keadaan tersebut pada = 0 dan masukan untuk 0 dan tidak bergantung pada

    keadaan dan masukan sebelum 0. Perhatikan bahwa dalam membahas sistem linier

    parameter konstan, biasannya kita pilih waktu acuan t0 sama dengan nol

    Variabel keadaan. Variable keadaan suatu sistem dinamik adalah himpunan

    terkecil dari variable variable yang menentukan keadaan sistem dinamik. Jika paling

    tidak diperlukan n variable 1(), , () untuk melukiskan secara lengkap

    perilaku sistem dinamik (sedemikian rupa sehingga setelah diberikan masukan untuk

    0 dan syarat awal pada = 0 maka keadaan sistem yang akan datang telah

    ditentukan secara lengkap), maka n variable 1(), 2() ., () tersebut

    merupakan suatu himpunan variable keadaan. Perhatikan bahwa variable keadaan

    tidak perlu merupakan besaran yang secara fisis dapat diukur. Meskipun demikian

    secara praktis sebaiknya dipilih variable keadaan dengan pembobotan yang sesuai.

    Vector keadaan. Jika diperlukan n variable keadaan untuk menggambarkan

    secara lengkap perilaku sistem yang diberikan maka n variable keadaan ini dapat

    dianggap sebagai n komponen suatu vector x(t). vector semacam ini disebut vector

    keadaan. Jadi vector keadaan suatu vector yang menentukan secara unik keadaan

    sistem x(t) untuk setiap 0 setelah ditetapkan masukan u(t) untuk 0.

  • 2

    Ruang keadaan ruang n dimensi yang sumbu koordinatnya terdiri dari sumbu 1,

    sumbu 1, , sumbu disebut ruang keadaan. setiap keadaan dapat dinyatakan

    dengan suatu titik pada ruang keadaan.

    BAB II

    URAIAN MATERI

    2.1 PENYAJIAN RUANG KEADAAN DARI SYSTEM

    System dinamika yang terdiri dari sejumlah terhingga elemen terkumpul (lumped

    element) dapat digambarkan dengan persamaan diferensial ordiner dengan waktu

    sebagai variable bebas. Dengan menggunakan notasi matriks vector, persamaan

    diferensial ore ke-n dapat dinyatakan dengan suatu persamaan differensial matriks

    vector orde pertama. Jika n elemen vector tersebut merupakan himpunan variable

    keadaan, maka persamaan diferensial matriks vector tersebut disebut persamaan

    keadaan. Pada pasal ini kita akan membahas metoda-metoda untuk mencari penyajian

    ruang keadaan dari system kontinyu.

    Penyajian ruang keadaan dari system orde ke n yang dinyatakan oleh persamaan

    diferensial linier dengan fungsi penggerak tidak melibatkan bentuk turunan. Tinjau

    system orde ke n berikut:

    () + 1

    (1) + + 1 + = (1-1)

    Dengan mengingat bahwa, (0), (0), . . ., (0)(1)

    , bersama-sama dengan masukan

    () untuk 0 , menentukan secara lengkap perilaku yang akan dating dari system,

    maka kita dapat memilih (), (), . . ., ()(1)

    sebagai himpunan variable keadaan.

    (Secara matematis, pemilihan variable keadaan semacam itu adalah cukup mudah.

    Akan tetapi secara praktis, karena ketidaktelitian bentuk turunan orde tinggi yang

    disebabkan oleh pengaruh desing(noise) inheren pada setiap kondisi praktisi, maka

    pemilihan variabel keadaan semacam itu tidak diinginkan).

    Marilah kita definisikan

    1 =

  • 3

    1 =

    . . .

    = (1)

    Selanjutnya persamaan (1 1) dapat ditulis sebagai

    1 = 2

    2 = 3

    . . .

    1 =

    = 1 . . . 1 +

    atau

    = + (1-2)

    dimana

    = [

    12...

    ] , =

    [

    0 0 0 0 0 0 0 0 . . . .

    . . . . . . . . 0 0 0 0

    1 2 1 ]

    , B=

    [ 0 0 ...1 ]

    Persamaan keluaran menjadi

    = [1 0 0] [

    12...

    ]

    atau

    = (1-3)

    dimana

    = [1 0 0]

    Persamaan diferensial orde pertama, persamaan (1-2), adalah persamaan

    keadaan, dan persamaan aljabar, Persamaan (1-3), adalah persamaan keluaran.

    Contoh 1-2. Tinjau system yang didefinisikan oleh

    + 6 + 11 + 6y =6u (1-4)

  • 4

    Dimana adalah keluaran dan adalah masukan sitem. Carilah penyajian ruang

    keadaan dari system.

    Marilah kita pilih variabel keadaan sebagai berikut

    1 =

    2 =

    3 =

    Selanjutnya kita peroleh

    1 = 2

    2 = 3

    3 = 61 113 + 6

    Persamaan terakhir dari tiga persamaan inidiperoleh dengan menyelesaikan persamaan

    diferensial asal untuk turunan yang tertinggi dan kemudian mensubtitusikan

    = 1, = 2, = 3 ke dalam persamaan yang diperoleh. Dengan menggunakan

    notasi matriks-vektor, tiga persamaan diferensial orde pertama ini dapat digabung

    menjadi satu sebagai berikut:

    [123

    ] = [00

    10

    6 11

    01

    6] [

    123

    ] + [006] [] (1-5)

    Persamaan keluaran dinyatakan oleh

    = [1 0 0] [

    123

    ] (1-6)

    Persamaan (14-5) dan (14-6) dapat ditulis dalam bentuk standart sebagai berikut:

    = + (1-7)

    = (1-8)

    dimana

    = [00

    10

    6 11

    01

    6] , = [

    006] , = [1 0 0]

    Gambar 1-2 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan keadaan dan

    persamaan keluaran di atas. Perhatikan bahwa fungsi alih dari blok-blok umpan balik

    tersebut identik dengan negatif koefisien persamaan diferensial asal, persamaan (1-4).

  • 5

    Ketidak-unikan himpunan variabel keadaan. Telah dinyatakan bahwa himpunan

    variabel keadaan untuk suatu system adalah tidak unik. Missal bahwa 1, 2, ,

    adalah suatu himpunan variabel keadaan. Selanjutnya sebagai himpunan variabel

    keadaan yang lain kita dapat menggunakan setiap himpunan fungsi

    1 = 1(1, 2, . . . , )

    2 = 1(1, 2, . . . , )

    3 = 1(1, 2, . . . , )

    Dengan syarat bahwa, untuk setiap himpunan harga 1, 2, . . . , terdapat suatu

    himpunan harga 1, 2, . . . , yang unik dan sebaliknya. Jadi, jika merupakan suatu

    vektor keadaan, maka yang memenuhi hubungan

    =

    Juga merupakan suatu vektor keadaan, dengan syarat bahwa matriks P non-singuler.

    Vektor-vektor keadaan yang berbeda membawa informasi yang sama mengenai

    perilaku system.

    Gambar 1.2. penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh

    persamaan 1-7 dan 1-8

    Eigenvalue dari matriks A n x n Eigenvalue dari matriks A n x n adalah

    akar persamaan karakteristik

    | | = 0

    Eigenvalue sering disebut akar karakteristik.

    Sebagai contoh, tinjau matriks A berikut:

  • 6

    = [00

    10

    6 11

    01

    6]

    Persamaan karakteristik adalah

    | | = [0

    1

    6 11

    01

    + 6]

    = 3 + 62 + 11 + 6

    = ( + 1)( + 2)( + 3) = 0

    Eigenvaule dari A adalah akar persamaan karakteristik tersebut, atau -1,-2 dan -3

    Contoh 1-3. Tinjauan system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2. Kita

    akan menunjukkan bahwa persamaan (1-5) bukan satu-satunya persamaan keadaan

    system ini. Missal kita didefinisikan suatu himpunan variabel keadaan baru 1, 2 dan

    3 dengan transformasi

    [

    123

    ] = [1

    11

    21 4

    1

    39

    ] [

    123

    ]

    Atau

    = (1-9)

    Dimana

    = [1

    11

    21 4

    1

    39

    ] (1-10)

    Selanjutnya dengan mensubtitusikan persamaan (1-9) ke dalam persamaan (1-7), kita

    peroleh

    = +

    Jika kedua arus persamaan yang terakhir ini dikalikan didepan dengan maka kita

    peroleh

    = + (1-11)

    Atau

    [123

    ] = [3

    32,54

    1 1,5

    0,510,5

    ] [00

    10

    6 11

    01

    6] [

    11

    12

    1 4

    139

    ] [

    123

    ]+

  • 7

    [3

    32,54

    1 1,5

    0,510,5

    ] [006

    ] []

    Setelah disederhanakan, kita peroleh

    [123

    ] = [10

    02

    0 0

    00

    3] [

    123

    ] + [3

    63

    ] [] (1-12)

    Persamaan (1-22) juga merupakan persamaan keadaan system yang sama, yang

    didefinisikan oleh persamaan (1-5).

    Persamaan keluaran, yakni persamaan (1-8), dimodifikasi menjadi

    =

    atau

    = [1 0 0] [1

    11

    21 4

    1

    39

    ] [

    123

    ] (1-13)

    = [1 0 0] [

    123

    ]

    Perhatikan bahwa matriks transformasi P, yang didefinisikan oleh persamaan

    (1-10), memodifikasi matriks koefisien dari z menjadi matriks diagonal. Secara jelas

    terlihat dari persamaan (1-12) bahwa tiga persamaan keadaan yang terpisah diatas tidak

    saling berkaitan lagi. Perhatikan juga bahwa elemen diagonal dari matriks P-1AP pada

    persamaan (1-11) adalah identik dengan tiga eigenvalue dari A. sangat penting untuk

    diingat bahwa eigenvalue dari A dan eigenvalue dari P-1AP adalah identik. Berikut

    ini kita akan membuktikannya untuk suatu kasus umum.

    Invariansi eigenvalue. Untuk membuktikan invariansi eigenvalue pada

    suatu transformasi linier, kita harus menunjukkan bahwa polynomial karakteristik |I

    P-1AP| adalah identic.

    Karena determinan dari suatu hasil kali adalah sama dengan hasil perkalian

    determinan-determinannya, maka kita peroleh

    | I P-1AP | = | P-1P P-1AP |

    = | P-1 (I A) P|

    = | P-1 || I A || P|

    = | P-1 || P || I A |

  • 8

    Dengan mengingat bahwa hasil kali determinan | P-1 | dan | P | sama dengan determinan

    hasil kali |P-1P |, maka kita peroleh

    | I P-1AP | = |P-1P | | I A |

    = | I A |

    Jadi telah kita buktikan bahwa eigenvalue dari A tidak berubah dengan adanya

    transformasi linier.

    Diagonalisasi matriks n x n. Perhatikan bahwa jika sutu matriks An x n dengan

    eigenvalue-eigenvalue yang berbeda dinyatakan oleh

    A =

    [

    0 0 0 0 0 0 0 0 . . . .

    . . . . . . . . 0 0 0 0

    1 2 1 ]

    Maka transformasi x = Pz di mana

    P =

    [

    1 1 1 1 2

    12 1

    2 2

    . . . . . . . . .

    11 2

    1 1 ]

    1, 2, . . ., = n eigenvalue dari A yang berbeda akan mentrasformasikan

    1 AP menjadi matriks diagonal, atau

    1 AP =

    [ 1

    2

    .

    0

    0 .

    .

    ]

    Jika matriks A yang didefinisikan oleh persamaan (14-14) melibatkan

    eigenvalue jamak, maka diagonalisasi tersebut tidak mungkin diperoleh. Sebagai

    contoh, jika matriks

    A 3 x 3 di mana

    A = [0 1 00 0 1

    3 2 1

    ]

    Mempunyai eigenvalue 1, 2, 3, maka transformasi x=Sz di mana

  • 9

    A = [

    1 0 11 1 21

    2 21 32]

    Akan menghasilkan

    1AS = [1 1 00 1 00 0 3

    ]

    Bentuk semacam itu di sebut bentuk perumusan Jordan.

    Contoh 1-4. Tinjau system yang sama seperti yang dibahas pada contoh 1-2 dan

    1-3, yakni

    + 6 + 11 + 6y =6u (1-15)

    Kita akan menunjukkan bahwa penyajian ruang keadaan seperti yang dinyatakan oleh

    persamaan (1-12) dan persamaan (1-13) juga dapat diperoleh dengan menggunakan

    teknik uraian pecahan parsial.

    Marilah kita tulis kembali persamaan (1-15) dalam bentuk fungsi alih:

    ()

    () =

    6

    + + + =

    (+)(+)(+)

    ()

    () =

    (+) +

    (+) +

    (+)

    Oleh karena itu

    () =

    (+) U(s)+

    (+) U(s)+

    (+) U(s) (1-16)

    Marilah kita definisikan

    () =

    (+) U(s) (1-17)

    () =

    (+) U(s) (1-18)

    () =

    (+) U(s) (1-19)

    Dengan membalik transormasi laplace dari persamaan (1-17), (1-18), dan (1-19), kita

    peroleh

    1 = 1 + 3

    2 = 22 6

    3 = 33 + 3

    Karena persamaan (1-16) dapat ditulis sebagai

    Y(s) = X1(s) + X2(s) + X3(s)

  • 10

    Maka kita peroleh

    = 1 + 2 + 3

    dalam bentuk notasi matriks vektor, kita peroleh

    [123

    ] = [10

    02

    0 0

    00

    3] [

    123

    ] + [3

    63

    ] [] (1-20)

    y = [1 1 1] [

    123

    ] (1-21)

    Persamaan (1-20) dan (1-21) masing-masing adalah identic dengan persamaan (1-12)

    dan (1-13).

    Gambar 1-3 menunjukkan penyajian diagram blok dari persamaan (1-20) dan

    (1-21). Perhatikan bahwa fungsi alih dalam blok-blok umpan balik adalah identic

    dengan eigenvalue dari system. Perhatikan juga bahwa residu dari pole-pole fungsi

    alih, atau koefisien pada uraian pecahan parsial () () , tampak pada blok-blok

    umpan maju.

  • 11

    Gambar 1.3 Penyajian diagram blok dari system yang dinyatakan oleh persamaan

    (1-20) dan (1-21)

    Penyajian ruang-keadaan dari sitem orde ke-n yang dinyatakan oleh persamaan

    diferensial linier dengan r fungsi penggerak. Tinjau system multi masukan multi

    keluaran yang ditunjukkan pada gambar 1-4. Pada system ini, 1, 2, . . . ,

    menyatakan variabel masukan; variabel keadaan; 1, 2, . . . , menyatakan variabel

    masukan; dan 1, 2, . . . , adalah variabel keluaran. Dari gambar 1-4, kita peroleh

    persamaan system sebagai berikut:

    1 = 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1 () + 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1()

    2 = 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2 () + 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2()

    . . . 3 = 1 ()1 + 2 ()2+ . . . + () + 1 ()1 +

    2 ()2+ . . . + ()

  • 12

    Gambar 14-4. System multi masukan-multi keluaran.

    Dimana a(t) dan b(t) adalah konstan atau fungsi dari t. Dalam bentuk notasi matriks

    vektor, n persamaan ini dapat ditulis secara kompak sebagai

    = () + () (1-22)

    Dimana

    = [

    12...

    ] = vektor keadaan

    = [

    12...

    ] = vektor masukan (atau control)

    () =

    [ 11() 12() 1 ()

    21() 22() 2 () . . .

    . . . . . . . . .

    1 () 2 () () ]

    () =

    [ 11() 12() 1 ()

    21() 22() 2 () . . .

    . . . . . . . . .

    1 () 2 () () ]

    Persamaan (1-22) adalah persamaan keadaan dari system. [Perhatikan bahwa suatu

    persamaan diferensial matriks vektor seperti persamaan (1-22) (atau n persamaan

  • 13

    defernsial orde pertama ekivalen) yang menggambarkan dinamika suatu system,

    merupakan persamaan keadaan jika dan hanya jika himpunan variabel bebas pada

    persamaan deferensial matriks vektor tersebut memenuhi definisi variabel keadaan].

    Untuk sinyal keluaran kita peroleh

    1 = 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1 () + 11 ()1 + 12 ()2+ . . . + 1()

    2 = 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2 () + 21 ()1 + 22 ()2+ . . . + 2()

    . . .

    3 = 1 ()1 + 2 ()2+ . . . + () + 1 ()1 + 2 ()2+ . . . + ()

    Dalam bentuk notasi matriks-vektor, m persamaan ini dapat ditulis sebagai

    Y= A(t) + B(t)u (1-22)

    Dimana

    = [

    12...

    ] = vektor keadaan

    () =

    [ 11() 12() 1 ()

    21() 22() 2 () . . .

    . . . . . . . . .

    1 () 2 () () ]

    () =

    [ 11() 12() 1 ()

    21() 22() 2 () . . .

    . . . . . . . . .

    1 () 2 () () ]

    Persamaan (1-23) adalah persamaan keluaran dari system. Matriks-matriks A(t), B(t),

    C(t), dan D(t) mencirikan dinamika system secara lengkap.

    Penyajian diagram blok dan penyajian grafik aliran sinyal dari system yang

    didefinisikan oleh persamaan (1-22) dan (1-23), masing-masing ditunjukkan pada

    gambar 1-5 (a) dan (b). untuk menunjukkan besarnya vektor, kita gunakan anak panah

    ganda pada diagram tersebut.

  • 14

    Penyajian ruang keadaan dari system orde ke-n yang dinyatakan oleh

    persamaan diferensial linier dengan fungsi penggerak yang melibatkan bentuk turunan.

    Jika persaan diferensial system melibatkan turunan dari fungsi penggerak, seperti

    () + 1

    (1) + + 1 + = 0 () + 1

    (1) + + 1 + (1-24)

    Maka himpunan n variabel y, , , , y tidak memenuhi persyaratan sebagai himpunan

    variabel keadaan, sehingga metoda langsung yang diterapkan diatas, tidak dapat

    digunakan. Ini disebabkan karena n persamaan diferensial orde pertama

    (a)

    (b)

    Gambar 1-5. (a) Penyajian diagram blok dari sistem yang didefinisikan oleh persamaan

    (1-22) dan (1-23); (b) penyajian grafik aliran sinyal dari sistem pada gambar 1-5 (a).

    1 = 2

    2 = 3

    . . .

  • 15

    1 =

    = 1 12 . . . 1 + 0 () + 1

    1 + . . . +

    Dimana 1 = tidak menghasilkan jawab yang unik.

    Persoalan utama dalam mendefinisikan variabel keadaan untuk kasus ini

    terletak pada bentuk turunan pada ruas kanan n persamaan diatas yang terakhir.

    Variabel-variabel keadaan tersebut harus sedemikian rupa sehingga mengeliminasi

    turunan-turunan u pada persamaan keadaan.

    Merupakan suatu kenyataan yang dikenal dengan baik dalam teori control

    modern bahwa jika kita definisikan n variabel berikut sebagai himpunan n variabel

    keadaan

    1 = 0

    2 = 0 1 = 1 1

    3 = 0 1 2 = 2 2 (1-25)

    = (1) 0

    (1) 1(2) 2 1 = 1 1

    Dimana 0, 1, 2, , ditentukan dari

    0 = 0

    1 = 1 10

    2 = 2 11 20 (1-26)

    3 = 3 12 21 30

    = 11 11 0

    Maka jawab persamaan keadaan tersebut dijamin ada dan unik. (Perhatikan bahwa ini

    bukan merupakan satu-satunya pilihan dari himpunan variabel keadaan). Dengan

    memilih variabel keadaan seperti diatas, kita peroleh persamaan keadaan dan

    persamaan keluaran dari system yang dinyatakan oleh persamaan (1-24), sebagai

    berikut:

    [

    12...

    1 ]

    =

    [

    0 1 0 0 0 0 1 0 . . . .

    . . . . . . . . 0 0 0 1

    1 2 1 ]

    [

    12...

    1 ]

    +

    [

    12...

    1 ]

    []

  • 16

    y= [1 0 0] [

    12...

    ] + 0

    = Ax + Bu

    y = Cx + Du

    x =

    [

    12...

    1 ]

    , A =

    [

    0 1 0 0 0 0 1 0 . . . .

    . . . . . . . . 0 0 0 1

    1 2 1 ]

    B =

    [

    12...

    1 ]

    , C = [1 0 . . . 0], D = 1 = 0

    Syarat awal x(0) dapat di tentukan dari persamaan (1-25)

    Pada penyajian ruang-keadaan ini, pada dasarnya matriks A sama seperti pada

    system yang dinyatakan oleh persamaan (1-1). Turunan pada ruas kanan persamaan (1

    24) hanya mempengaruhi elemen matriks B.

    Perhatikan bahwa penyajian keadaan ruang keadaan untuk fungsi alih berikut

    ()

    ()=

    + 1

    1 + + 1 +

    + 11 + + 1 +

    Juga diberikan oleh persamaan (1-27) dan (1-28)

    Contoh 1-5. Tinjaun system control yang di tunjukkan pada gambar 1-6. Fungsi alih

    lup tersebut adalah

    ()

    ()=

    160 ( + 4)

    3 + 182 + 192 + 640

  • 17

    Gambar 1-6. System control

    Persamaan diferensial untuk fungsi alih tersebut adalah

    + 18 + 192 + 640 = 160 + 640

    Carilah penyajian ruang keadaan dari system tersebut

    Berdasarkan pada persamaan (1-25), marilah kita definisikan

    1 = 0

    2 = 0 1 = 1 1

    3 = 0 1 2 = 2 2

    Dimana 0, 1, dan 2 ditentukan dari persamaan (1-26) sebagai berikut:

    0 = 0 = 0

    1 = 1 10 = 0

    2 = 2 11 20 = 160

    3 = 3 12 21 30 = 2240

    Selanjutnya persamaan keadaan system menjadi

    [123

    ] = [00

    10

    640 192

    01

    18] [

    23

    ] + [0

    1602240

    ] []

    Persamaan keluarannya menjadi

    y= [1 0 0] [

    123

    ]

    2.2 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN PARAMETER KONSTAN

    Pada pasal ini kita akan mencari jawab umum persamaan keadaan linier

    parameter konstan. Pertamakali kita akan meninjau kasus homogen kemudian baru

    meninjau kasus non homogeny.

    Jawab persamaan keadaan homogeny. Sebelum kita menyelesaikan persamaan

    diferensial matriks vektor, marilah kita kaji ulang jawab persamaan diferensial scalar

    = (1-29)

  • 18

    Dalam menyelesaikan persamaan ini, kita dapat memisalkan suatu jawab x(t) yang

    mempunyai bentuk

    () = 0 + 1 + 22 + +

    + (1-30)

    Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-29), kita

    peroleh

    1 + 22 + 332 + +

    1 + = (0 + 1 + 22 + +

    + )

    (14-31)

    Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-31)

    harus berlaku untuk setiap t. Selanjutnya, dengan menyamakan koefisien-koefisien dari

    suku-suku engan pangkat t yang sama, kita perolah

    1 = 0

    2 =1

    21 =

    1

    220

    3 =1

    32 =

    1

    3 230

    =1

    !0

    Harga 0 diperoleh dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-30), atau

    (0) = 0

    Oleh karena itu jawab x(t) dapat ditulis sebagai

    () = (1 + +1

    2!22 + +

    1

    ! + ) (0)

    = (0)

    Sekarang kita akan menyelesaikan persamaan diferensial matriks vektor

    = (1-32)

    Dimana

    x = vektor n dimensi

    A = matriks konstan n n

    Berdasarkan analogi dengan kasus scalar, kita anggap bahwa jawab tersebut berbentuk

    deret pangkat vektor dalam t, atau

    () = 0 + 1 + 22 + +

    (1-33)

  • 19

    Dengan mensubstitusikan jawab permisalan ini ke dalam persamaan (1-32), kita

    peroleh

    1 + 22 + 332 + +

    1 + = (0 + 1 + 22 + +

    + )

    (1-34)

    Jika jawab permisalan merupakan jawab yang sebenarnya, maka persamaan (1-34)

    harus berlaku untuk semua t. Selanjutnya dengan menyamakan koefisien-koefiien dari

    suku-suku dengan pangkat t yang sama, kita peroleh

    1 = 0

    2 =1

    21 =

    1

    220

    3 =1

    32 =

    1

    3 230

    =1

    !0

    Dengan mensubstitusikan t = 0 ke dalam persamaan (1-33), kita peroleh

    (0) = 0

    Jadi jawab x(t) dapat ditulis sebagai

    () = ( + +1

    2!22 + +

    1

    ! + ) (0)

    Ekspresi didalam kurung pada ruas kanan persamaan yang terakhir ini adalah matriks

    n n. karena keserupaannya dengan deret pangkat tak terhingga pada eksponensial

    scalar, maka kita menyebutnya eksponensial matriks dan menulis

    + +1

    2!22 + +

    1

    ! + =

    Dalam bentuk eksponensial matriks, jawab persamaan (14-32) dapat ditulis sebagai

    () = (0) (1-35)

    Karena eksponenssial matriks sangat penting dalam analisis ruang keadaan

    system linier, maka selanjutnya kita akan menguji sifat-sifat eksponensial matriks.

    Eksponensial matriks. Dapat dibuktikan bahwa eksponensial matriks dari suatu

    matriks An n

    =

    !

    =0

  • 20

    Adalah konvergen mutlak untuk semua harga t terhingga. (oleh karena itu perhitungan

    computer untuk menghitung elemen-elemen dengan cara uraian deret secara mudah

    dapat dilakukan).

    Karena kekonvergenan deret tek terhingga

    !=0 , maka deret tersebut

    didiferensialkan suku demi suku agar diperoleh

    = + 2 +

    22

    2!+ +

    1

    ( 1)!+

    = [ + +22

    2!+ +

    1

    (1)!+ ] =

    = [ + +22

    2!+ +

    1

    (1)!+ ] =

    Eksponensial matriks tersebut mempunyai sifat bahwa

    (+) =

    Ini dapat dibuktikan sebagai berikut:

    = (

    !

    =0

    )(

    !

    =0

    )

    =

    =0

    ( 1

    ! ( 1)!

    =0

    )

    =

    =0

    ( ( + )

    !

    =0

    )

    = (+)

    Khususnya, jika s = -t, maka

    = = () =I

    Jadi kebalikan dari adalah . Karena kebalikan dari selalu ada, maka

    adalah matriks non-singuler.

    Sangat penting untuk diingat bahwa

    (+) = jika AB = BA

    (+) jika AB BA

    Untuk membuktikannya, perhatikan bahwa

    (+) = + ( + ) +(+)2

    2!2 +

    (+)2

    3!3 +. . .

    = (I + At + Bt) (I + Bt + 22

    2!+

    33

    3!+ )

  • 21

    = I + (A +B)t + 22

    2! + (A +B)2 +

    22

    2! +

    33

    3! +

    33

    2! +

    33

    2! +

    33

    3!+

    Oleh karenanya

    (+) = 2!

    2 + 2++ 2+2222

    2!+

    Selisih antara (+) dan akan nol jika A dan B komut.

    Pendekatan transformasi laplace pada jawab homogeny persamaan keadaan.

    Pertama kali marilah kita tinjau kasus saklar

    = (1 -36)

    Transformasi laplace dari persamaan (1-36)

    sX(s) x(0) =aX(s) (1-37)

    di mana X(s) = L [s]. Dengan menyelesaikan persamaan (1-37) untuk X(s), diperoleh

    X(s) = (0)

    = ( )1 x(0)

    Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini memberikan jawab

    x(t) = (0)

    Pendekatan jawab persamaan diferensial saklar homogen di atas dapat di perlukan

    untuk persamaan keadaan homogen.

    = Ax(t) (1-38)

    Transformasi laplace kedua ruas persamaan (1-38) adalah

    sX(s) x(0) =AX(s)

    di mana X(s) = L[x]. selanjutnya

    (sI A)X(s) = x(0)

    Jadi kedua ruas persamaan terakhir ini dikalikan di depan dengan (sI A)1 , maka

    kita peroleh

    X(s) = (sI A)1(0)

    Dengan membalik transformasi laplace dari X(s) akan diperoleh jawab x(t). jadi

    X(t) = 1 [(I A)1](0) (1-39)

    Perhatikan bahwa

    (sI A)1 = I

    +

    2+

    2

    3+

    Oleh karena itu, transformasi laplace balik dari (sI A)1 adalah

  • 22

    1[(sI A)1] = I + At + 22

    2!+

    33

    3!+ = (1-40)

    (Transformasi laplace balik dari suatu matriks adalah matriks yang terdiri dari

    transformasi laplace balik dari semua elemennya). Dari persamaan (1-39) dan

    persamaan (1-40), kita peroleh jawab dari persamaan (1 -38) sebagai

    x(t) = (0)

    Pentingnya persamaan (1-40) terletak pada kenyataan bahwa persamaan tersebut

    memberikan suatu cara yang mudah untuk mencari jawab tertutup dalam bentuk

    ponensial matriks.

    Matriks transisi keadaan. Kita dapat menulis jawab persamaan

    = (1 -41)

    Sebagai

    x(t) = ()(0) (1 -42)

    di mana () adalah matriks n x n dan merupakan jawab unik dari

    (t) = A (), (0) = 1

    Untuk memeriksanya, perhatikan bahwa

    x(0) = (0)(0) = I(0)

    dan

    (t) = (t)x(0) = Ax(t)

    Jadi jelas bahwa persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) dari

    persamaan (1-35), (1-39) dan (1-42), kita peroleh

    (0) = = 1 [(I A)1]

    perhatikan bahwa

    1() = = ()

    Dari persamaan (1-42), kita lihat bahwa jawab persamaan (1-41) hanyalah merupakan

    transformasi syarat awal. Oleh karena itu, matriks unik () disebut matriks transisi

    keadaan. Matriks transisi keadaan mengandung semua informasi mengenai gerak

    bebas system yang di definisikan oleh persamaan (1-41).

    Jika eigenvalue 1, 2, , dari matriks A berbeda, maka () akan

    mengandung n eksponensial

    1, 2, ,

  • 23

    Khususnya, jika matriks A merupakan matriks diagonal, maka

    () = =

    [ 1

    1

    .

    0

    0 .

    .

    1]

    (A : Diagonal)

    jika ada eigenvalue rangkap, missal,jika eigenvalue dari A adalah

    1, 2,3,4, ,

    Maka () di samping akan mengandung suku 1, 2, 3 , , juga

    mengandung suku 1 dan 21

    Sifat sifat matriks transisi keadaan, sekarang kita akan meringkas sifat-sifat penting

    dari matriks transisi keadaan (). untuk system parameter konstan

    =

    Sehingga diperoleh

    () =

    maka

    1. (0) = 0 = I

    2. () = = [()]1 atau [()]1 = ()

    3. (1 + 2) = (1+2) = 1 2 = (1)(2) (2)(1)

    4. [()] = ()

    5. (2 1) (1 0) = (2 0) = (1 0)(2 1)

    contoh 14-6. Carilah matriks transisi keadaan dari system berikut:

    [12

    ] = [0 1

    2 3] [

    12

    ]

    Cari juga kebalikan dari matriks transisi keadaan 1()

    Untuk system ini,

    A = [0 1

    2 3]

    Matriks transisi keadaan () dinyatakan oleh

    () = = 1 [(I A)1]

    karena

    sI A = [ 00

    ] [0 1

    2 3] = [

    12 + 3

    ]

  • 24

    kebalikan dari (sI A) di berikan oleh

    (sI A) 1 = I

    (+1)(+2) [ + 3 12

    ]

    = [

    s+3

    (+1)(+2)

    I

    (+1)(+2)

    2

    (+1)(+2)

    s

    (+1)(+2) ]

    Oleh karena itu

    () = = 1 [(I A)1]

    = [ 2 2 2

    2 + 22 + 22]

    Dengan mengingat bahwa 1() = (), maka di peroleh kebalikan matriks

    transisi-keadaan tersebut sebagai berikut:

    () = = [ 2 2 2

    2 + 22 + 22]

    jawab persamaan keadaan non-homogen. Kita akan mulai meninjau kasus saklar

    = + (1 -43)

    Persamaan (1-43) dapat kita tulis kembali sebagai berikut

    =

    Dengan mengalikan kedua ruas persamaan ini dengan ,kita peroleh

    [() ()] =

    [()] = ()

    Dengan mengintegrasi persamaan ini antara 0 dan t, kita peroleh

    () = (0) + ()

    0

    Atau

    () = (0) + ()

    0

    Suku pertama pada ruas kanan adalah respon terhadap syarat awal sedangkan suku

    keduanya adalah respon terhadap masukan u(t).

    Sekarang marilah kita tinjau persamaan keaaan non-homogen yang I nyatakan

    oleh

    = + (1 -44)

  • 25

    Dimana

    x = vektor n dimensi

    u = vektor r dimensi

    A = matriks konstan n x n

    B = matriks konstan n x r

    Dengan menulis persamaan (1-44) sebagai

    () = ()

    Dan dengan mengalikan di depan kedua ruas persamaan ini dengan , kita peroleh

    [() ()] =

    ()] =()

    Dengan mengintegrasi persamaan diatas antara 0 dan t, kita peroleh

    () = (0) + ()

    0

    atau

    () = (0) + ( )()

    0 (1-45)

    Persamaan (14-45) juga dapat di tulis sebagai

    () = ()(0) + ( )()

    0 (1-46)

    dimana

    () =

    Persamaan (1-45) atau adalah persamaan (1-44). Jelaslah bahwa jawab x(t) merupakan

    jumlah dari suku yang terdiri dari transisi keadaan awal dan suku yang ditimbukan oleh

    vektor masukan.

    Pendekatan transformasi laplace pada jawab persamaan keadaan non homogen.

    Jawab persamaan keadaan non homogen.

    = +

    juga dapat diperoleh dengan pendekatan transformasi laplace. Transformasi laplace

    dari persamaan (1-44) adalah

    () (0) = () + ()

    Atau

    ( )() = (0) + ()

  • 26

    Dengan mengalikan didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan ( )1, kita

    peroleh

    () = ( )1(0) + ( )1()

    Dengan menggunakan hubungan yang dinyatakan oleh persamaan (1-40), kita peroleh

    () = [](0) + []()

    Transformasi laplace balik dari persamaan terakhir ini dapat diperoleh dengan

    menggunakan integral konvolussebagai berikut:

    () = (0) + ()()

    0

    Jawab dalam bentuk x(0). Sejauh ini kita anggap bahwa waktu awalnya adalah nol.

    Akan tetapi jika waktu awal dinyatakan dengan 0, bukan lagi 0, maka jawab

    persamaan (14-44) harus dimodifikasi menjadi

    () = (0)(0) + ()()

    0

    Contoh 14-7. Carilah respon waktu system berikut:

    [12

    ] = [0 1

    2 3] [

    12

    ] + [01] []

    Dimana u(t) adalah fungsi tangga satuan yang terjadi pada t = 0, atau

    () = 1()

    Untuk system ini

    = [ 0 12 3

    ], = [01]

    Matriks transisi keadaan () = telah diperoleh pada contoh 1-6 sebagai

    () = = [ 2 2 2

    2 + 22 + 22]

    Selanjutnya, respon terhadap masukan tangga satuan diperoleh sebagai berikut:

    () = (0) + [ 2 2 2

    2 + 22 + 22] [0

    1]

    0

    [1]

    Atau

    [1()2()

    ] = [ 2 2 2

    2 + 22 + 22] [

    1(0)2(0)

    ] + [1

    2 +

    1

    22

    2]

  • 27

    Jika syarat awalnya adalah nol, atau x(0) = 0, maka x(t) dapat

    disederhanakan menjadi

    [1()2()

    ] = [1

    2 +

    1

    22

    2]

    2.3 MATRIKS ALIH

    Konsep matriks alih merupakan perluasan konsep fungsi alih,maka pertama

    kali kita akan mencari fungsi alih dari sistem satu masukan satu keluaran.

    Marilah kita tinjau sistem dengan Fungsi berikut: ()

    () G(s)

    Dan kita tahu bahwa persamaan ruang keadan dari sistem ini dinyatakan sebagai

    berikut

    Ax + Bu

    y = Cx + Du

    di mana x adalah vector keadaan, u adalah masukan, dan y adalah keluaran. TF dari

    persamaan ruang keadaan diatas adalah

    sX(s)-x(0)= AX(s)+BU(s)

    Y(s)=CX(s)+ DU(s)

    Karena sebelum fungsi alih telah di definisikan sebagai perbandingan transformasi

    laplace dari keluaran dan transformasi laplace dari masukan dengan syarat awal nol,

    maka kita anggap bahwa x(0) pada persamaan Y(s)=CX(s)+ DU(s) adalah nol

    Dengan mensubsitusikan X(s)= (sI-A)-1BU(s) ke dalam persamaan Y(s)=CX(s)+

    DU(s) maka diproleh

    Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s)

    Dengan membandingkan persamaan Y(s)={C (sI-A)-1B +D}U(s) dengan persamaan

    ()

    () G(s) ,kita lihat bahwa G(s)=C ( sI A)-1B +D

    Ini merupakan fungsi alih dalam bentuk A, B, C, dan D, perhatikan bahwa ruas kanan

    persamaan G(s)=C (sI A)-1B +D melibatkan (sI A)-1. Oleh karena itu G(s) dapat

    ditulis sebagai

    G(s)=()

    ||

  • 28

    Dimana Q(s) adalah polinomial dalam. Oleh karena (sI A) sama dengan polinomial

    karakteristik dari G(s) dengan kata lain A identik dengan pole pole dari G(s)

    Contoh. Carilah fungsi alih dari sistem yang diperoleh persamaan keadaan dan

    keluaran berikut:

    =-5X1-X2+2U

    2=3X1-X2+5U

    y= X1+2X2

    Dalam bentuk matriks-vector, dapat kita tulis

    [12

    ]=[5 13 1

    ] [12

    ]+[25][u]

    y= [1 2] [12

    ]

    Selanjutnya fungsi alih sistem tersebut adalah

    G(s)= C(sI A)-1B

    = [1 2] [ + 5 13 + 1

    ] -1 [25]

    = [1 2][

    +1

    (+2)(+4)

    1

    (+2)(+4)

    3

    (+2)+(+4)

    +5

    (+2)+(+4)

    ] [2 5]

    = 12+59

    (+2)(+4)

    Matriks alih matriks alih G(s) merealisasikan keluaran Y(s) dengan masukan U(s)

    atau

    Y(s)= G(s)U(s)

    Sedangkan untuk matriks alih multi masukan multi keluaran sebagai berikut

    G(s)=c(Si-A)-1 B+D

    Matriks alih sisitem lup tertutup. Tinjau sistem yang mempunyai multi masukan-

    multi keluran matriks alih umpan majunya adalah Go(s),sedangkan umpan baliknya

    H(s),matriks alih antara vector sinyal umpan balik B(s) dan vector kesalahan

    E(s).mempunyai persamaan:

    B(s)=H(s)Y(s)

    =H(s)Go(s)E(s)

  • 29

    U(s) E(s) Y(s)

    B(s)

    Maka kita peroleh bahwa matriks alih antara B(s) dan E(s) adalah H(s)Go(s).Jadi

    matriks alih elemen-elemen yang terhubung seri merupakan hasil perkalian dari

    matriks alih masing masing elemennya.

    Matriks alih sistem lup tertutup diperoleh sebagai berikut :

    Y(s)= Go(s)[U(s)-B(s)

    = Go(s)[U(s-H(s)Y(s)

    Maka kita peroleh

    [I +Go(s)H(s)Y(s)=Go(s)U(s)

    Perkalian didepan kedua ruas persamaan terakhir ini dengan [I+Go(s)H(s)]-1,

    menghasilkan

    Y(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)U(s)

    Matriks alih lup tertutup G(s) dinyatakan oleh

    G(s)=[I+Go(s)H(s)]-1Go(s)

    2.4 SISTEM LINIER PARAMETER BERUBAH

    Suatu keunggulan pendekatan ruang keadaan pada analisis sistem control

    adalah dapat diperluasnya pendekatan ini untuk menyelesaikan sistem parameter

    berubah.

    Pada sistem linier parameter berubah dengan mengubah matriks transisi (t)

    menjadi (t,t0).(Untuk sistem parameter berubah ,matriks transisi bergantung baik

    pada t maupun t0 dan tidak bergantung pada selisih t-t0 .jadi kita tidak selalu dapat

    menyetel waktu awal sama dengan nol.tentu saja ada beberapa kasu t0 sama dengan

    nol).Meskipun demikian matriks transisi dari sistenm parameter berubah pada

    umumnya tidak dapat dinyatakan sebagai eksponensial matriks.

    Contoh: =a(t)x

    Jawab persamaan dapat dinyatakan sebagai berikut

    + Go(s)

    H(s)

  • 30

    X(t)=e ()

    X(t0)

    Dan fungsi transisi keadaannya dinyatakan oleh

    (t,t0 )=exp [ ()

    0 ]

    Akan tetapi, tidak berlaku hasil yang sama untuk persamaan diferensial matriks-

    vektor. Contohnya

    =A(t)x

    Dimana

    X(t)=vector n dimensi

    A(t)= matriks n x n yang elemennya merupakan fungsi t yang kontinyu sepotong-

    sepotong pada selang t0tt1

    Dan untuk menyelesaikan persamaan diatas menggunakan persamaan

    X(t)=(t,t0) x (t0)

    Dimana (t,t0) adalah matriks non singular n x n yang memenuhi persamaan

    diferensial matriks berikut

    (t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I

    Kenyataan bahwa persamaan X(t)=(t,t0) x (t0) merupakan jawab persamaan

    (t,t0)=A(t)(t,t0), (t ,t0)=I dapat diperiksa secara mudah karena

    X(t0)= (t,t0) x (t0)=IX(t0)

    Dan (t0)=

    [(t,t0) x (t0)]

    = (t,t0) x (t0)

    = A(t) (t,t0) x (t0)

    = A(t) X (t)

    Kita lihat bahwa jawab persamaan =a(t)x hanyalah merupakan transformasi

    keadaan awal. Matriks (t,t0) meruapakan matriks transisi keadaan dari sistem

    parameter berubah yang dinyatakan oleh persamaan =a(t)x

    Matriks transisi keadaan untuk kasus parameter berubah. Penting untuk

    diperhatikan bahwa matriks transisi keadaan (t,t0) dapat dinyatakan dengan suatu

    eksponensial matriks jika A(t) dan (

    ) komut. Jadi

    (t,t0)=exp (

    ) ] ( jika dan hanya jika A(t) dan (

    ) komut )

  • 31

    Perhatikan bahwa jika A(t) merupakan matriks konstan atau matriks diagonal maka

    A(t) dan (

    ) komut, jika (

    ) tidak komut maka ada satu cara yang

    sederhana untuk menghitung matriks transisi keadaan , untuk menghitung t,t0)

    secara numeric kita dapat menggunakan uraian deret berikut untuk (t,t0) :

    (t,t0)=I + (

    ) + (

    ) [ (

    )]d1 +

    Pada umumnya , ini tidak berlaku akan memberikan (t,t0) dalam suatu bentuk

    tertutup

    Contoh : carilah (t,t0) untuk sistem parameter berubah

    [12

    ]=[0 10

    ] [12

    ]

    Untuk menghitung (t,0) , marilah kita gunakan persamaan

    (t,t0)=I + (

    ) + (

    ) [ (

    )]d1 +

    Maka

    ()

    = [

    ]

    d =[

    ]

    [

    ]

    { [

    ]

    } d1= [

    ]

    [

    ] d1 = [

    ]

    maka kita peroleh

    (t,0) =[

    ] + [

    ] +[

    ] +

    Sifat sifat matriks tansisi keadaan (t,t0). Berikut ini kita akan membuat daftar

    sifat- sifat matriks transisi keadaan (t,t0)

    1. (t2,t1) (t1,t0)= (t2,t0)

    Untuk membuktikannnya, perhatikan bahwa

    X(t1) =(t1,t0) x (t0)

    X(t2)= (t2,t0) x (t0)

    Juga

    X(t2)= (t2,t1) x (t1)

    Oleh karena itu

    X(t2)= (t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0) x (t0)

  • 32

    Sehingga

    (t2,t1) (t1,t0) x (t0) = (t2,t0)

    (t1,t0)= -1 (t0,t1)

    untuk membuktikannya, perhatikan bahwa

    (t1,t0)= -1 (t2 ,t1) (t2,t0)

    Jika kita masukan t2=t0 ke dalam persamaan terakhir ini, maka

    (t1,t0)= -1(t0,t1) (t0,t0)= -1(t0,t1)

    Jawab persamaan keadaan linier parameter berubah.tinjau persamaan berikut :

    Contoh : = A(t)x + B (t)u

    Dimana :

    X : vector n dimensi

    U : vector r dimensi

    A(t): matriks n x n

    B(t): matriks n x r

    Elemen elemen dari A(t) dan B(t) dianggap sebagai fungsi kontinyu sepotong-

    sepotong pada selang t0tt1

    Untuk menjawabnya misal:

    x(t) = ( t,t0) (t)

    dimana ( t,t0) matriks unik yang memenuhi persamaan berikut :

    ( t,t0)= A(t) ( t,t0) , (t0,t0)= I

    Selanjutnya

    (t)=

    [(t,t0)(t)

    =( t,t0) (t) + (t,t0) (t)

    = A(t) ( t,t0) (t) + + (t,t0) (t)

    = A(t) ( t,t0)(t) + B(t) u(t)

    Oleh karena

    (t,t0)(t) = B(t) u(t)

    Atau

    (t) = -1(t,t0)B(t) u(t)

    Dengan demikian ,

    (t)= (t0) +

    (,t0)B() U() d

  • 33

    Karena (t0)= -1(t0,t0) x (t0) = X(t0)

    Maka jawab persamaan = A(t)x + B (t)u diperoleh sebagai

    x(t) = (t,t0) x (t0) + (t,t0) 1

    0(,t0)B() U() d

    =(t,t0) x (t0) + 1

    0(t,)B() U() d

    Unuk menghitung ruas kanan persamaan =(t,t0) x (t0) + 1

    0(t,)B() U() d

    dalam kasus- kasus praktis diperlukan computer digital

    2.5 PENYAJIAN RUANG-KEADAAN DARI SISTEM WAKTU-DISKRIT

    Pendekatan ruang keadaan pada analisis system dinamik dapat diperluas

    untuk kasus waktu diskrit bentuk diskrit hamper sama dengn bentuk kontinyunya.

    Bentuk penyajian paling umum ddari system waktu diskrit:

    ( + 1) = ()() + ()() (1-65)

    = ()() + ()() (1-66)

    dimana: () vector keadaan, () vector masukan, dan () vector keluaran,

    masing-masing ditentukan pada = , = 0,1,2,3. . ., dan T periode cacah.

    [Perhatikan jika tidak ada penjelasan lain kita akan menggunakan notasi ()

    menunjukan (). Jadi, () menunjukkan vector () pada = . Dengan cara

    yang sama kita gunkan notasi yang lebih sederhana

    (), (), (),(), (), ()]. Persamaan (1-65) dan (1-66) merupakan

    kasus parameter berubah. Gambar 1-10 menunjukkan diagram blok dari system

    waktu-diskrit yang dinyatakan pleh Persamaan (1-65) dan (1-66). Elemen tunda-

    satuan mempunyai waktu tunda T detik.

    Jika system linear waktu-diskrit tersebut arameternya konstan, maka

    Persamaan (1-65) dan (1-66) dimodifikasi menjadi

    ( + 1) = () + () (1-67)

    () = () + () (1-68)

  • 34

    Gambar 1-10. Penyajian diagram-blok dari system waktu diskrit yang dinyatakan

    oleh persamaan (1-65) dan (1-66).

    Pada hal ini kita akan membahas persamaan (1-67) dan (1-68).

    Penyajian ruang keaadan dari perrsamaan differensial scalar parameter

    konstan dengan fungsi penggerak bu(k). Persamaannya sebagai berikut:

    ( + ) + 1( + 1) + 2( + 2) + + 1( + 1) + () =

    () (1-69)

    dimana: menyatakan saat pencacahan ke ,

    () keluaran system pada saat [encacahan ke

    () masukan pada saat pencacahan ke .

    1() = ()

    1( + 1) = 2()

    2( + 1) = 3()

    . . .

    1( + 1) = ()

    ( + 1) = 1() 21() 1() + ()

    Selanjutnya Persamaan (14-69) dapat ditulis dalam bentuk berikut :

    [

    1( + 1)

    2( + 1)

    1( + 1)

    ( + 1) ]

    =

    [

    0 1 0 000

    00

    00

    01

    1 1 1]

    [

    1()2()

    1()() ]

    +

    [ 000]

    [u(k)]

  • 35

    () = [1 0 0] [

    1()2()

    ()

    ]

    atau

    ( + 1) = () + ()

    () = ()

    dimana

    () =

    [

    1()

    2()

    1()

    () ]

    , =

    [

    0 1 0 000

    00

    00

    01

    1 1 1]

    , =

    [ 000]

    = [1 0 0 0]

    Penyajian ruang keadaaan dari persamaan diferensi scalar dengan fungsi

    penggerak meliputi (), ( + 1),. . . , ( + ).Tinjau persamaan differensi

    berikut ini:

    ( + ) + 1( + 1) + 2( + 2) + + 1( + 1) +

    2() = 0( + ) + 1( + 1) + 2( + ) + + 1( + ) +

    () (1-70)

    dimana k menyatakan saat pecahaan ke , () adalah keluaran system pada saat

    pecacahan ke , dan () adalah masukan pada saaat pencacahan ke .

    seperti halnya system persamaan differensial scalar yang dinyatakan oleh

    persamaan (1-24), marilah kita definisikan variable keadaan berikut :

    1() = () 0()

    2() = 1( + 1) 1()

    3() = 2( + 1) 2()

    () = 1( + 1) 1()

    di mana 0, 1, 2, ,

    0 = 0

    1 = 1 10

    2 = 2 11 10

  • 36

    = 11 11 0

    Dengan pemilihan variable keaadaan ini, kita peroleh persamaan keadaaan waktu-

    diskrit dan persamaan keluaran dari Persamaan (14-70):

    [

    1( + 1)

    2( + 1)

    1( + 1)

    ( + 1) ]

    =

    [

    0 1 0 000

    00

    00

    01

    1 1 1]

    [

    1()

    2()

    1()

    () ]

    +

    [

    12

    1 ]

    [()]

    () = [1 0 0] [

    1()

    2()

    ()

    ] + 0()

    atau

    ( + 1) = () + ()

    () = () + ()

    dimana

    () =

    [

    1()

    2()

    1()

    () ]

    , =

    [

    0 1 0 000

    00

    00

    01

    1 1 1]

    , =

    [ 000]

    = [1 0 0 0], = 0 = 0

    Syarat awal dari 1(0), 1(0), , (0)

    1(0) = (0) 0(0)

    2(0) = (1) 0(1) 1(0)

    3(0) = (2) 0(2) 1(1) 2(0)

    . . .

    (0) = ( 1) 0( 1) 1( 2) 2(1) 1(0)

    Contoh

    1. Carilah penyajian ruang keaadaan dari system yang dinyatakan oleh

    ( + 2) + ( + 1) + 0.16() = ( + 1) + 2()

    Dengan mendefinisikan variable keadaan berikut,

    1() = ()

    2() = 1( + 1) ()

  • 37

    Persamaan differensial tersebut dapat diubah ke bentuk ruang keaadaan

    standar:

    1( + 1) = 2() ()

    2( + 1) = 0.161() 2() + ()

    () = 1()

    Selanjutnhya,

    [1( + 1)

    2( + 1)] = [

    0 10.16 1

    ] [1()

    2()] + [

    11] [()]

    () = [1 0] [1()

    2()]

    Syarat awalnya diberikan oleh

    [1(0)

    2(0)] = [

    (0)(1) (0)

    ]

    2.6 PENYELESAIAN PERSAMAAN KEADAAN WAKTU-DISKRIT

    Pada hal ini, kita yang kita baha pertama yaitu membahas jawab pertanyaan keadaan

    waktu diskrit:

    ( + 1) = () + () (1-71)

    dengan menggunakan prosedur rekursi dan kemudia menggunakan metode

    transformasi . selanjutnya kita akan membahas diskritasi persamaan keadaan

    kontinyu:

    = + (1-72)

    Jadi, kita akan menurunkan persamaan keadaan waktu-diskrit seperti yang dinyatakan

    oleh persamaan (1-71) dan persaan keaadan kontinyu, Persamaan (1-72).

    Jadi persamaan differensi. Pada umunya persamaan differensi lebih mudah

    diselesaikan daripada persamaan differensialnya, karena persamaan differensial dapat

    diselesaikan hanya dengan prosedur rekursi.

    Sebagai contoh, tinjau persamaan differensi berikut:

    ( + 1) + 0.2() = 2()

    dimana (0) = 0 dan () = 1untuk = 0,1,2, . . .. Jawab (1) dapat diperoleh

    dengan rekursi

    (1) = 0.2(0) + 2(0) = 2

  • 38

    Dengan cara yang sama

    (2) = 0.2(1) + 2(1) = 1.6

    (3) = 0.2(2) + 2(2) = 1.68

    (4) = 0.2(3) + 2(3) = 1.664

    [Perhatikan bahwa dalam metode ini ( + 1) tidak dapat dihitung jika () tidak

    diketahui]. Prosedur ini cukup sederhana dan mudah dalam komputasi digital.

    Jawab persamaan keadaan waktu diskrit. Prosedur perhitungan jawab

    persamaan diferensi scalar dengan rekursi di atas dapat diterapkan pada persamaan

    differensi matriks-vektor, atau persamaan keadaan waktu diskrit.

    Tinjau persamaan keadaan dan persamaan keluaran berikut:

    ( + 1) = () + () (1-73)

    () = () + () (1-74)

    Jawab Persamaan (1-73) untuk setiap > 0 dapat diperoleh secara langsung dengan

    rekursi sebagai berikut:

    (1) = (0) + (0)

    (2) = (1) + (1) = 2(0) + (0) + (1)

    (3) = (2) + (2) = 3(0) + 2(0) + (1) + (2)

    Dengan mengulang prosedur ini, kita peroleh

    () = (0) + 11()1=0 ( = 1,2,3, . . . ) (1-75)

    Jelas bahwa () terdiri dari dua bagian, satu menyatakan kontribusi dari syarat awal

    (0), dan yang lain adalah kontribusi dari masukan (), = 0,1,2,. . . , 1.

    Dari Perssamaan (1-75) kita dapat lihat matriks transisi-keadaan dari system

    yang dinyatakan oleh Persamaan (1-73) adalah

    () = (1-76)

    Matriks tersebut merupakan matriks unik yang memenuhi

    ( + 1) = (), (0) =

    Dalam bentuk matriks transisi keadaan (), Persamaan (1-77) dapat ditulis

    () = ()(0) + ( 1)()1=0 (1-77)

    = ()(0) + ()( 1)1=0 (1-78)

    Dengan mensubsitusikan Persamaan (1-77) [atau Persamaan (1-78)] ke dalam

    Persamaan (1-74), maka persamaan keluaran dapat ditulis

  • 39

    () = ()(0) + ( 1)() + ()

    1

    =0

    = C()(0) + ()( 1)

    1

    =0

    + ()

    Pendekatan transformasi pada jawab persamaan keadaan waktu-diskrit.

    Selanjutnya kita akan membahas persamaan keadaan waktu-diskritdengan

    menggunakan metode transformasi . Tinjau system waktu-diskrit yang dinyatakan

    oleh Persamaan (1-73) yang ditulis kembali sebagai

    ( = 1) = () + () (1-79)

    Dengan melakukan transformasi z pada kedua ruad Persamaan (1-79), kita peroleh

    () (0) = () + 9)

    di mana () = [()] dan () = [()]. Selanjutnya

    ( )() = (0) + () (1-80)

    Perkalian didepan kedua ruas Persamaan (1-80) dengan ( )1, mengahasilkan

    () = ( )1(0) + ( )1() (1-81)

    Dengan membalik transformasi z kedua ruas Persamaan (1-81), maka

    () = 1[( )1](0) + 1[( )1()] (1-82)

    Dengan membandingkan Persamaan (1-75) dan (1-82), kita peroleh

    = 1[( )1] (1-83)

    1() =

    1

    =0

    1[( )1()] (1 84)

    di mana = 1,2,3,. . . [Untuk Persamaan (1-83)]

    Persamaan (1-84) juga dapat diperoleh secara langsung. Dengan melakukan

    transformasi pada 1()1=0 di mana = 1,2,3,. . . ., kita peroleh

    [ 1()] = 1()1

    =0

    =0

    1

    =0

    = +

    =0

    1()1

    =0

    = +

    =1

    1()1

    =0

  • 40

    = +

    =1

    [1(0) + 2(1)

    + 3(2)+. . . ]

    = (1 + 2 + 23+. . . )

    x[(0) + (1)1 + (2)2+. . . ]

    = ( + 1 + 22+ . . . )1

    x[(0) + (1)1 + (2)2+. . . ]

    = ( + 1)11 ()

    =0

    = ( + )1()

    Akhirnya, perhatikan bahwa dari Persamaan (1-81) kita dpat melihatbahwa persamaan

    karakteristik system waktu-diskrit tersebut adalah

    | | = 0 (1-85)

    Berdasarkan pada pasal 1-6, kita tahu bahwa system waktu-diskrit stabil jika

    akarpersamaan karakteristik, Persamaan (1-85), terletak didalam lingkaran satuan

    dengan pusat di titik asal bidang .

    Contoh Soal 1-12. Carilah Matriks transisi-keadaan dari system waktu-diskrit berikut

    ini:

    ( + 1) = () + ()

    di mana

    = [0 1

    0.16 1] , = [

    11]

    selanjutnya, carilah () jika () = 1 untuk = 0,1,2,. . . Anggap bahwa syarat

    awal-nya dinyatakan oleh

    (0) = [1(0)2(0)

    ] = [1

    1]

    Dari Persamaan (1-76) dan (1-83), kita lihat bahwa matriks transisi-keadaan

    () adalah

    () = = 1[( )1]

    Oleh karena itu, pertama kali kita hitung ( )1

    ( )1 = [ 1

    0.16 + 1]1

  • 41

    =

    [

    + 1

    ( + 0.2)( + 0.8)

    1

    ( + 0.2)( + 0.8)0.16

    ( + 0.2)( + 0.8)

    ( + 0.2)( + 0.8)]

    =

    [

    43

    + 0.2+

    13

    + 0.8

    53

    + 0.2+

    53

    + 0.8

    0.83

    + 0.2+

    0.83

    + 0.8

    13

    + 0.2+

    43

    + 0.8]

    Jadi () diperoleh sebagi berikut

    () = = 1[( )1]

    = 1 [

    4

    3(

    + 0.2)

    1

    3(

    + 0.8)

    5

    3(

    + 0.2)

    5

    3(

    + 0.8)

    0.8

    3(

    + 0.2) +

    0.8

    3(

    + 0.8)

    1

    3(

    + 0.2) +

    4

    3(

    + 0.8)

    ]

    = [

    4

    3(0.2)

    1

    3(0.8)

    5

    3(0.2)

    5

    3(0.8)

    0.8

    3(0.2) +

    0.8

    3(0.8)

    1

    3(0.2) +

    4

    3(0.8)

    ]

    Selanjutnya, hitung (). Transformasi dan () dinyatakan oleh

    [()] = () = ( )1(0) + ( )1()

    = ( )1[(0) + ()]

    Karena

    () =

    1

    maka kita peroleh

    (0) + () = [

    ] + [

    1

    1

    ] =

    [

    2

    12 + 2

    1 ]

    Oleh karena itu

    () = ( )1[(0) + ()]

    =

    [

    (2 + 2)

    ( + 0.2)( + 0.8)( 1)

    (2 + 1.84)

    ( + 0.2)( + 0.8)( 1)]

  • 42

    =

    [

    176

    + 0.2+

    229

    + 0.8+

    2518

    13.46

    + 0.2+

    17.6

    9 + 0.8

    +

    718

    1]

    Jadi

    () = 1[()] =

    17

    6(0.2) +

    22

    9(0.8) +

    25

    183.4

    6(0.2) +

    17.6

    9(0.8) +

    7

    18

    Diskritisasi persamaan keadaan kontinyu. Jika kita ingin menghitung keadaan

    () dengan menggunakan computer digital, maka kita harus mengubah persamaan

    keadaan kontinyu menjadi persamaan keadaan waktu diskrit. Berikut ini kita akan

    membahas prosedur pengubahan tersebut. Kita anggap bahwa vector masukan ()

    hanya beruah pada setiap selang pencacahan yang tetap. (Operasi pencacahan yang

    dimaksudkan di sini adalah khayal. Kita akan menurunkan persamaan keadaan waktu

    diskrit yang menghasilkan harga-harga eksak pada = , = 0,1,2,. . . )

    Tinjau persamaan keadaan kontinyu

    = + (1-86)

    Berikut ini, untuk memperjelas analisis, kita akan menggunakan notasi dan

    ( + 1) bukan lagi dan + 1. Penyajian waktu-diskrit dari persamaan (1-86) akan

    mempunyai bentuk

    (( + 1)) = ()() + ()() (1-87)

    Perhatikan bahwa matriks G dan H bergantung pada periode cacah T.(Setelah periode

    cacah ditetapkan, maka G dan H merupakan matriks konstan).

    Untuk menentukan G(T) dan H(T), kita gunakan jawa Persamaan (1-86), atau

    () = (0) + ()

    0

    Kita anggap bahwa semua komponen () adalah konstan diseluruh selang antara

    dua saat pencacahan yang berturutan, atau () = () untuk periode cacah ke .

    Karena

    (( + 1)) = (+1)(0) + (+1) ()(+1)

    0 (1-88)

    dan

  • 43

    () = (0) + ()

    0 (1-89)

    dengan mengalikan Persamaan (1-89) dengan dan mengurangkannya dari

    Persamaan (1-88), kita peroleh

    (( + 1)) = () + (+1) ()(+1)

    = () + ()

    0

    = () + ()

    0 (1-90)

    di mana = . Jika kita definisikan

    () = (1-91)

    () = (

    0) (1-92)

    selanjutnya Persamaan (1-90) menjadi

    (( + 1)) = ()() + ()()

    yang sama dengan Persamaan (1-87). Jadi Persamaan (1-91) dan (14-92) memberikan

    matriks () dan matriks () yang diinginkan.

    Contoh 1-13.

    Carilah penyajian ruang-keadaan waktu-diskrit dari system kontinyu berikut:

    [12

    ] = [0 10 2

    ] [12

    ] + [01] []

    Persamaan waktu diskrit yang diinginkan akan mempunyai bentuk sebagai

    berikut :

    (( + 1)) = ()() + ()()

    Matriks G(T) dan matriks H(T) dapat diperoleh dari Persamaan (1-91) dan (1-92)

    sebagai

    () = = [11

    2(1 2)

    0 2]

    () = (

    0

    )

    = { [11

    2(1 2)

    0 2]

    0

    } [01]

  • 44

    =

    [ 1

    2(

    2 1

    2)

    1

    2(1 2) ]

    Jadi

    1(( + 1))

    2(( + 1))= [1

    1

    2(1 2)

    0 2] [

    1()2()

    ] +

    [ 1

    2(

    2 1

    2)

    1

    2(1 2) ]

    ()

    Jika, sebagai contoh, periode cacahnya 1 detik, atau = 1, maka persamaan keadaan

    waktu-diskrit menjadi :

    1( + 1)

    2( + 1)= [

    1 0.4320 0.135

    ] [1()2()

    ] + [0.2840.432

    ] [()]