Pemimpin nonmuslim haram

13

Click here to load reader

Transcript of Pemimpin nonmuslim haram

Page 1: Pemimpin nonmuslim haram

PEMIMPIN NONMUSLIM HARAM?*

Akhmad Sahal

Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada

Benarkah memilih pemimpin non muslim haram? Setidaknya begitulah pendapat sebagian kalangan

Islam seperti yang mengemuka dalam kisruh isu SARA di pemilukada DKI akhir-akhir ini. Dalil Al-

Qur’an yang mereka pakai di antaranya adalah surah Ali Imran 28 dan Al Ma’idah 51 . Dalam

terjemahan Indonesia, ayat terakhir berbunyi : “Hai Orang-orang yang beriman, janganlah kamu

mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka

adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barang siapa di antara kamu mengambil mereka

menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Allah

tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.”

Kata “pemimpin-pemimpin” pada ayat di atas adalah terjemahan dari kata auliya’. Pertanyaannya,

tepatkah terjemahan tersebut? Coba kita telusuri terjemahan ayat ini dalam bahasa Inggris. Yusuf

Ali dalam The Meaning of the Holy Qur’an menerjemahkan auliya’ dengan friends and protectors

(teman dan pelindung). Muhammad Asad dalam The Message of the Qur’an dan M.A.S Abdel

Haleem dalam The Qur’an sama-sama menerjemahkannya dengan allies (sekutu). Bagaimana

dengan penerjemah Inggris yang lain? Muhammad Marmaduke Pickthal dalam The Glorious Qur’an

mengalihbahaskan kata auliya’ menjadi friends. Begitu juga N.J. Dawood dalam The Koran dan MH.

Shakir dalam The Qur’an. Sedangkan berdasar The Qur’an terjemahan T.B. Irving, auliya’ diartikan

sebagai sponsors.

Walhasil, tak satupun terjemahan Inggris yang saya sebutkan tadi mengartikan auliya’ sebagai

“pemimpin.” Dan secara bahasa Arab, versi terjemahan Inggris ini agaknya lebih akurat. Perlu

diingat, kata auliya’, bentuk plural dari waliy, bertaut erat dengan konsep wala’ atau muwalah yang

mengandung dua arti: satu, pertemanan dan aliansi; kedua proteksi atau patronase (dalam

kerangka relasi patron-klien).

Karena itulah agak mengherankan ketika dalam terjemahan Indonesia pengertian auliya’

disempitkan, kalau bukan didistorsikan, menjadi “pemimpin”, yang maknanya mengarah pada

pemimpin politik. Bisa jadi karena kata tersebut dianggap berasal dari akar kata wilayah, yang

memang artinya kepemimpinan atau pemerintahan.

Selintas masuk akal. Tapi kalau kita perhatikan lebih teliti, akan kelihatan bahwa anggapan ini tidak

tepat. Mengapa? Kalau memang kata auliya’ bertolak dari kata wilayah, mestinya kata itu disertai

dengan preposisi ‘ala. Dengan begitu, kalau QS 5:51 berbunyi ba’dhuhum auliya’ ‘ala ba’dh, auliya’

pada ayat tersebut bermakna pemimpin.Tapi ternyata redaksi ayat tersebut berbunyi ba’dhuhum

auliya’u ba’dh, tanpa kata ‘ala setelah auliya’. Jadi tidak pas kalau akar katanya wilayah. Yang tepat,

Page 2: Pemimpin nonmuslim haram

seperti sudah saya sebut di atas, adalah wala.’ Singkat kata, penerjemahan auliya’ sebagai

pemimpin terbukti tak berdasar.

Lantas bagaimana kita mesti memahami ayat wala’ seperti QS 5:51 dan QS 3:28 yang secara

harfiah melarang kaum mu’min untuk menjalin pertemanan dan aliansi dengan kaum non muslim,

apalagi minta perlindungan dari mereka? Apakah ini larangan yang berlaku mutlak atau situasional? 

Memahami ayat tersebut secara leterlek dan berlaku mutlak di manapun dan kapanpun akan sangat

bermasalah. Ada tiga alasan.

Pertama, makna harfiah ayat itu bertentangan dengan ayat lain yang justru menyatakan

kebalikannya. Misalnya ayat yang menghalalkan laki-laki muslim menikah dengan perempuan

Yahudi atau Kristen. Dalam ayat yang sama juga ditegaskan bolehnya kaum muslim untuk

memakan makanan mereka, dan sebaliknya (Q 5:5) Selain itu, ada juga ayat lain yang menegaskan

bahwa Allah tidak melarang umat Islam untuk “berbuat baik dan berlaku adil” terhadap pemeluk

agama lain yang tidak memerangi mereka dan mengusir dari tanah kelahiran mereka (QS: 8).

Kedua, Nabi sendiri pernah menjalin aliansi dan meminta perlindungan dari kalangan non Muslim.

Kita ingat cerita hijrah para Sahabat ke Abessina (Habasyah) yang saat itu diperintah oleh seorang

raja Kristen. Kisah ini menunjukkan bahwa Nabi pernah meminta perlindungan kepada non muslim.

Ketika di Madinah, Rasulullah memelopori pakta aliansi dengan komunitas Yahudi kota itu dalam

bentuk Piagam Madinah. Bahkan pada level personal, Nabi bermertuakan orang Yahudi, yakni dari

istrinya Sofiah binti Huyai.

Ketiga, kalau QS 3:28 dan QS 5:51 dipahami secara harfiah dan mutlak, lalu bagaimana dengan

pendirian Republik Indonesia yang dalam arti tertentu merupakan hasil kerjasama antara kaum

muslim dengan pemeluk agama lain? Kasus lain: bagaimana dengan keterlibatan negara-negara

Islam di PBB yang nota bene terdiri dari banyak negara non muslim sedunia? Bagaimana pula

dengan Saudi Arabia, negara yang tak mungkin berdiri tanpa sokongan dari imperialisme Inggris

untuk menghancurkan Khilafah Utsmaniyah pada awal abad 20? Sampai sekarang pun kita tahu

Saudi mendapat perlindungan dari Amerika Serikat. Bukankah semua itu termasuk dalam kategori

menjadikan non muslim sebagai auliya’? Berarti haram? Oh alangkah absurdnya jalan pikiran

semacam ini!

Karena itulah ayat tersebut mesti ditafsirkan secara kontekstual. Penerapannya pun tak bisa

sembarangan. Di sini ada baiknya saya mengutip Rashid Rida. Menurutnya, ayat-ayat pengharaman

aliansi dengan, dan minta proteksi dari non muslim sejatinya hanyalah berlaku untuk non muslim

yang nyata-nyata memerangi kaum muslim. Aliansi yang dilarang juga yang nyata-nyata merugikan

kepentingan umat Islam ( Tafsir Al Manar, Vol.3, 277).

Page 3: Pemimpin nonmuslim haram

Pandangan Rida ini juga sejalan dengan pendapat Fahmi Huwaydi, pemikir Islam kontemporer dari

Mesir. Dalam karyanya Muwathinun La Dimmiyyun (Warga Negara, Bukan Dzimmi) Huwaydi

menyatakan bahwa Islam sejatinya tidak melarang umatnya untuk membangun solidaritas

kebangsaan yang berprinsip kesetaraan dengan non muslim, khususnya Kristen Koptik di Mesir.

Ayat wala’/muwalah, di mata Huwaydi, mestinya tidak dilihat sebagai larangan terhadap solidaritas

semacam itu. Ayat 5: 51, misalnya, sebenarnya diarahkan kepada kaum munafiq yang ternyata

membantu pihak non muslim yang kala itu berperang dengan umat Islam.

Dengan kata lain, dalam pandangan Rashid Rida dan Fahmi Huwaydi, QS 3:28 dan QS 5:51 tidak

berlaku secara mutlak, melainkan situasional. Artinya, larangan menempatkan non muslim sebagai

sekutu atau protektor hanya berlaku manakala pihak non muslimnya jelas-jelas memerangi umat

Islam. Adapun jika mereka tidak seperti itu, maka berarti larangan tadi otomatis tidak berlaku. 

Menarik untuk dicatat, argumen Rida dan Huwaydi ini sebenarnya bisa dipakai juga untuk

membantah klaim sejumlah kalangan Islam yang bergeming untuk memaknai kata auliya’ dalam QS

3:28 dan 5:51 dengan bersandar pada terjemahan Indonesia yang saya kutip di awal tulisan, yakni

sebagai “pemimpin.” Dengan demikian, mereka tetap ngotot untuk mengharamkan memilih

pemimpin non-muslim. Terhadap mereka kita bisa katakan bahwa ayat tersebut tidaklah berlaku

mutlak melainkan situasional. Artinya, larangan menjadikan non-muslim sebagai pemimpin berlaku

manakala si non muslim tersebut nyata-nyata memerangi umat Islam. Di luar itu, larangan tersebut

tidak berlaku.

Tapi lepas dari itu, kalaupun auliya’ tetap diartikan sebagai “pemimpin,” penerapan QS 3:28 dan

5:51 untuk konteks Indonesia modern juga salah sasaran. Perlu diingat, negara kita berbentuk

republik yang menerapkan demokrasi langsung, sesuatu yang sama seklai tidak dikenal dalam

sistem politik Islam klasik. Dalam sistem politik Islam klasik yang lazimnya berbentuk kerajaan,

otoritas kepemimpinan yang dipegang khaliafah didasarkan pada legitimasi kuasa dari Tuhan,

bukan dari rakyat. Pemimpin dianggap sebagai pemegang kedaulatan tertinggi, dengan kekuasan

yang absolut. Tidak ada yang namanya pembagian kekuasaan ala Trias Politica sehingga sang

pemimpin memegang kekuasaan tertinggi dalam ranah legislatif, eksekutif, dan yudikatif sekaligus.

Dengan kata lain, kepemimpinan dengan model “Daulat Tuanku.”

Ini secara diametral berbeda dengan sistem republik yang menganut asas kepemimpinan bersendi

“Daulat Rakyat.” Di sini pemimpin bukanlah pemegang kedaulatan tertinggi, karena legitimasinya

justru berasal dari rakyat yang memberinya mandat melalui pemilu. Kekuasaannya tidak tak

terbatas, karena ia bekerja dalam sistem demokrasi yang menerapkan pembagian kekuasaan.

Dalam sistem semacam ini, presiden atau gubernur hanyalah pemegang kuasa eksekutif saja alias

“hanya” pelaksana. Sebagai pemimpin, ia hanya berkuasa sepertiga.

Page 4: Pemimpin nonmuslim haram

Dengan demikian, kalau memang pemimpin non-muslim hukumnya haram, mestinya penerapannya

untuk konteks negara kita bukan hanya berlaku untuk lembaga eksekutif saja, melainkan juga

legislatif dan yudikatif. Ini karena kepemimpinan dalam sistem republik modern bukanlah bersifat

personal melaiankan kolektif dan sistemik. Tapi kalau itu dilakukan, maka sejatinya yang

diharamkan bukan hanya memilih pemimpin non muslim, melainkan juga bisa mengarah pada

pengharaman terhadap republik kita.

Hal lain, kalau memang dipimpin oleh non Muslim hukumnya haram, bagaimana dengan umat Islam

yang menjadi warga negara di India, Amerika atau Eropa? Apakah mereka semuanya berdosa

hanya karena jadi warga negara di negara-negara yang dipimpin oleh non muslim? Apakah para

pemain bola seperti Zinedine Zidane, Mesut Oziel, Sami Khedira, Samir Nasri, Ibrahim Afellay, yang

semuanya dipimpin oleh presiden atau perdana menteri non muslim, harus hijrah ke negara orang

tuanya masing-masing di Timur Tengah?

Dengan paparan di atas, saya ingin menunjukkan bahwa wacana pengharaman pemimpin non-

muslim bukan hanya berbahaya karena membawa kita berkubang dalam isu SARA yang berpotensi

memecah belah Indonesia. Yang tak kalah problematis, wacana tersebut ternyata tidak punya

pijakan yang kokoh dari kacamata Islam itu sendiri, karena pedomannya adalah terjemahan ayat

secara tidak akurat, penafsiran yang sempit, dan penerapan yang salah alamat.

*Dimuat di Majalah TEMPO, Edisi 16 Agustus 2012

Page 5: Pemimpin nonmuslim haram

Inilah Dalil-Dalil Mengharamkan Umat Islam Memilih Pemimpin KafirJAKARTA (VoA-Islam) - Menjadikan orang kafir sebagai pemimpin bagi umat Islam

berarti menentang Allah SWT dan Rasulullah SAW serta Ijma' Ulama. Memilih orang

kafir sebagai pemimpin umat Islam berarti memberi peluang kepada orang kafir untuk

"mengerjai" umat Islam dengan kekuasaan dan kewenangannya.

Berikut ini adalah sejumlah Dalil Qur'ani beserta Terjemah Qur'an Surat (TQS) yang

menjadi dasar untuk bersikap dalam memilih pemimpin :

1.  Al-Qur'an melarang menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin

QS. 3. Aali 'Imraan : 28.

"Janganlah orang-orang mukmin mengambil orang-orang kafir menjadi WALI

(PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Barang siapa

berbuat demikian, niscaya lepaslah ia dari pertolongan Allah, kecuali karena (siasat)

memelihara  diri dari sesuatu yang ditakuti dari mereka. Dan Allah memperingatkan

kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan hanya kepada Allah kembali(mu)."

 QS. 4. An-Nisaa' : 144.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang kafir menjadi

WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) dengan meninggalkan orang-orang mukmin.

Inginkah kamu mengadakan alasan yang nyata bagi Allah (untuk menyiksamu) ?"

 QS. 5. Al-Maa-idah : 57.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil jadi PEMIMPINMU, orang-

orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan, (yaitu) di antara

Page 6: Pemimpin nonmuslim haram

orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu, dan orang-orang yang kafir (orang-

orang musyrik). Dan bertakwalah kepada Allah jika kamu betul-betul orang-orang yang

beriman."

2.  Al-Qur'an melarang menjadikan orang kafir sebagai Pemimpin walau Kerabat

sendiri :

QS. 9. At-Taubah : 23.

"Hai orang-orang beriman, janganlah kamu jadikan BAPAK-BAPAK dan SAUDARA-

SAUDARAMU menjadi WALI (PEMIMPIN / PELINDUNG) jika mereka lebih

mengutamakan kekafiran atas keimanan, dan siapa di antara kamu yang menjadikan

mereka wali, maka mereka itulah orang-orang yang zalim."

QS. 58. Al-Mujaadilah : 22.

"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling 

berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekali pun

orang-orang itu BAPAK-BAPAK, atau ANAK-ANAK atau SAUDARA-SAUDARA atau

pun KELUARGA mereka. Mereka itulah orang-orang yang telah menanamkan

keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang

datang daripada- Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di

bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan

mereka pun merasa  puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan

Allah. Ketahuilah, bahwa  sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang

beruntung."

3. Al-Qur'an melarang menjadikan orang kafir sebagai teman setia

QS. 3. Aali 'Imraan : 118.

Page 7: Pemimpin nonmuslim haram

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi TEMAN 

KEPERCAYAANMU orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-

hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang

menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang 

disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami

terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya."

QS. 9. At-Taubah : 16.

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan sedang Allah belum mengetahui

(dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad di antara kamu dan tidak mengambil

menjadi TEMAN SETIA selain Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman ? Dan

Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan."

4. Al-Qur'an melarang saling tolong dengan kafir yang akan merugikan umat

Islam

QS. 28. Al-Qashash : 86.

"Dan kamu tidak pernah mengharap agar Al-Quran diturunkan kepadamu, tetapi ia

(diturunkan) karena suatu rahmat yang besar dari Tuhanmu, sebab itu janganlah sekali-

kali kamu menjadi PENOLONG bagi orang-orang kafir."

QS. 60. Al-Mumtahanah : 13.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jadikan PENOLONGMU kaum yang

dimurkai Allah. Sesungguhnya mereka telah putus asa terhadap negeri akhirat

sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada dalam kubur berputus asa."

5. Al-Qur'an melarang mentaati orang kafir untuk menguasai muslim

QS. 3. Aali 'Imraan : 149-150.

Page 8: Pemimpin nonmuslim haram

"Hai orang-orang yang beriman, jika kamu MENTAATI orang-orang yang KAFIR itu,

niscaya mereka mengembalikan kamu ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah

kamu orang-orang yang rugi. Tetapi (ikutilah Allah), Allah lah Pelindungmu, dan Dialah

sebaik-baik Penolong."

6. Al-Qur'an melarang beri peluang kepada orang kafir sehingga menguasai

muslim

QS. 4. An-Nisaa' : 141.

"...... dan Allah sekali-kali tidak akan MEMBERI JALAN kepada orang-orang kafir untuk

memusnahkan orang-orang yang beriman."

7. Al-Qur'an memvonis munafiq kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai

pemimpin

QS. 4. An-Nisaa' : 138-139.

"Kabarkanlah kepada orang-orang MUNAFIQ bahwa mereka akan mendapat siksaan 

yang pedih. (yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-

teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari

kekuatan di sisi orang kafir itu ? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan

Allah."

8. Al-Qur'an memvonis ZALIM kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai

pemimpin

QS. 5. Al-Maa-idah : 51.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan

Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi

sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka menjadi

Page 9: Pemimpin nonmuslim haram

pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. Sesungguhnya

Allah tidak  memberi petunjuk kepada orang-orang yang ZALIM."

9. Al-Qur'an memvonis fasiq kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai

pemimpin

QS. 5. Al-Maa-idah : 80-81.

"Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang

kafir (musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri

mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.

Sekiranya mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi dan kepada apa yang

diturunkan kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang

musyrikin itu menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-

orang yang FASIQ."

10. Al-Qur'an memvonis sesat kepada muslim yang menjadikan kafir sebagai

pemimpin

QS. 60. Al-Mumtahanah : 1.

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu

menjadi teman-teman setia yang kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita

Muhammad), karena rasa kasih sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar

kepada kebenaran yang datang kepadamu, mereka mengusir Rasul dan (mengusir)

kamu       karena kamu beriman kepada Allah, Tuhanmu. Jika kamu benar-benar keluar

untuk berjihad di jalan-Ku dan mencari keridhaan-Ku (janganlah kamu berbuat

demikian). Kamu memberitahukan secara rahasia (berita-berita Muhammad) kepada

mereka, karena rasa kasih sayang. Aku lebih mengetahui apa yang kamu sembunyikan

Page 10: Pemimpin nonmuslim haram

dan apa yang kamu  nyatakan. Dan barangsiapa di antara kamu yang melakukannya,

maka sesungguhnya dia telah TERSESAT dari jalan yang lurus."

11. Al-Qur'an mengancam azab bagi yang jadikan kafir sbg Pemimpin / Teman

Setia

 QS. 58.  Al-Mujaadilah : 14-15.

"Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang menjadikan suatu kaum yang dimurkai

Allah sebagai teman ? Orang-orang itu bukan dari golongan kamu dan bukan (pula)

dari golongan mereka. Dan mereka bersumpah untuk menguatkan kebohongan,

sedang mereka mengetahui. Allah telah menyediakan bagi mereka AZAB yang sangat 

keras, sesungguhnya amat buruklah apa yang telah mereka kerjakan."

12. Al-Qur'an mengajarkan doa agar muslim tidak menjadi sasaran fitnah orang

kafir

 QS. 60. Al-Mumtahanah : 5.

"Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (SASARAN) FITNAH bagi orang-

orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha

Perkasa lagi Maha Bijaksana.

- See more at: http://www.voa-islam.com/read/indonesiana/2013/10/03/20572/inilah-

dalildalil-mengharamkan-umat-islam-memilih-pemimpin-kafir/#sthash.Kdavrvlm.dpuf