PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I...

98
PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I HADZAMI: STUDI ATAS BUKU TAUDLIHUL ADILLAH SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: SUFYAN ZULKARNAIN NIM: 1112044100019 PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2016 M

Transcript of PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I...

Page 1: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I HADZAMI:

STUDI ATAS BUKU TAUDLIHUL ADILLAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

SUFYAN ZULKARNAIN

NIM: 1112044100019

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438 H / 2016 M

Page 2: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

ii

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA KH. M SYAFI’

HADZAMI STUDI ATAS BUKU TAUDLIHUL ADILLAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Oleh :

SUFYAN ZULKARNAIN

NIM. 1112044100019

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2016 M/1437 H

Page 3: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul: “Pemikiran Tentang Hukum Keluarga KH. M Syafi’i

Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada

tanggal 19 Desember 2016, skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) pada Program Studi Hukum

Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah).

Page 4: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Sufyan Zulkarnain

NIM : 1112044100019

Fakultas : Syariah dan Hukum

Jurusan : Ahwal Syakhshiyyah

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya

cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia

menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 5: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

v

ABSTRAK

Sufyan Zulkarnain, NIM 1112044100019, Pemikiran Tentang Hukum

Keluarga K.H. M.Syafi’i Hadzami: Studi Atas Buku Taudlihul Adillah, Strata

Satu (SI), Jurusan Ahwal Syakhshiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1438 H/2016 M, 86

Halaman.

K.H. M. Syafi’i Hadzami adalah salah satu tokoh Betawi yang menjadi

panutan dan menjadi rujukan dalam hal fikih Islam, beliau juga menulis buku

untuk menjawab pertanyaan dari masyarakat (jamaah) yang mengikuti kajiannya.

Dalam menentukan hukum terutama dalam mengambil data dan keputusan

hukumnya beliau tidak asal asalan. Beliau tetap memakai rujukan Al-Qur’an dan

Hadist, dan dipengaruhi oleh para ulama-ulama sebelumnya. Penelitian ini

mengungkap: (1) bagaimana pemikiran K.H. M. Syafi’i Hadzami dalam hal

pernikahan beda agama dan pernikahan wanita hamil, (2) bagaimana metode

istimbath hukum K.H. M. Syafi’i Hadzami, dan (3) Madzhab dan ulama mana

yang lebih dijadikan rujukan K.H. M. Syafi’i Hadzami dalam menentukan hukum.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, dengan cara mengumpulkan

data-data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, kemudian di deskripsikan

sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap kenyataan atau realitas.

Pengumpulan data dilaukan dengan studi pustaka (library research), atau

dokumentasi terhadap buku-buku K.H. M. Syafi’i Hadzami dan tulisan orang lain

yang mengenai beliau. Yang menjadi sumber data utama dalam penelitian ini

adalah buku Taudlihul Adillah karya KH. M. Syafi’i Hadzami.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1) Pendapat KH. Syafi’i Hadzami

mengenai pernikah beda agama dengan tegas beliau menyatakan tidak sah

pernikahannya. Sedangkan mengenai pernikahan wanita hamil beliau berpendapat

bahwa wanita yang hamil karena zina, boleh dinikahkan baik kepada laki-laki

yang menyebabkan kandungannya, atau kepada orang lain. Dan sesudah anaknya

lahir, tidak harus dikawinkan lagi, karena sudah sah perkawinannya. (2) Dalam

ijtihad menentukan hukum Islam, KH Syafi’i Hadzami menggunakan metode

bayani. (3) Pengunaan madzhab Syafi’i sebagai dasar penentuan hukum tidak

terlepas dari pendidikan beliau sejak kecil dan tradisi masyarakat Jakarta yang

mengikuti madzhab Syafi’i, serta di Negara kita Indonesia mayoritas

menggunakan madzhab Syafi’i.

Kata kunci : Hukum Keluarga, K.H M. Syafi’i Hadzami, Taudlihul Adillah

Pembimbing : Dr. Hj. Mesraini SH, M.Ag

Daftar Pustaka : 1977 sampai 2012.

Page 6: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

vi

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الرحيم

Alhamdulillah segala puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT. Karena atas rahmat, inayah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi ini. Salawat dan salam semoga dilimpahkan selalu kepada Afdholu al-

Makhluqat Rasulullah SAW, pembawa rahmat bagi seluruh umat di dunia.

Setelah perjuangan yang begitu berat dan melelahkan sepenuhnya penulis

menyadari, bahwa suksesnya penulisan skripsi ini bukan semata-mata atas usaha

penulis pribadi. Namun adanya bantuan dan motiviasi yang konstruktif dari

berbagai pihak. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis merasa perlu untuk

menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak

Dr. Asep Saepudin Jahar, MA.

3. Ketua Program Studi Hukum Keluarga (Ahwal Syahsiyah) di Fakultas

Syari’ah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,

Dr.H. Abdul Halim, M.Ag dan sekretaris Program Studi, Arip Purkon,MA

yang telah banyak membekali ilmu yang amat bermanfaat bagi penulis.

4. Ibu Dr. Hj. Mesraini, SH, M.Ag Selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga, pikirannya disela-sela kesibukannya untuk

memberikan bimbingan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

Page 7: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

vii

5. Keluarga besar Yayasan Perguruan Islam Al-‘Asyirotusy-Syafi’iyyah yang

telah membantu pengadaan literature, khususnya kepada Ustadz Hariri.

6. Kepada seluruh Dosen dan Guru-Guruku yang telah banyak memberikan

saran dan masukan serta doa yang telah dipanjatkan, khususnya Ustadz

Mahsyar Zainudin, MA., Ustadz H. Shofar Mawardi, dan Ustadz

Syihabuddin.

7. Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H. Muhyiddin Hamdani, Ibunda Hj.

Sufiyati yang tidak henti-hentinya memberikan motivasi materil dan moril

yang sangat berharga serta doa restunya yang tiada henti-hentinya, sehingga

akhirnya penulis dapat juga menyelesaikan studi di Perguruan Tinggi.

8. Rekan- rekan mahasiswa, terima kasih atas kehadiran kalian yang mengisi

hari-hari bersama, khususnya para sahabat Ahmad Faiq, Rivaldi Fahlepi, M.

Martin, Lutfan Adli, Nanik Maulidah, Itmam Huda, Muhajir dan yang

lainnya. Jadikan persahabatan ini tetap abadi selamanya.

9. Semua orang yang pernah hadir dalam kehidupan penulis, khususnya saudari

Mega Lestari untuk memberikan motivasi, nasehat, petuah dan gambaran

hidup. Jazakumullah khairal jaza.

10. Pimpinan beserta seluruh staf Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dan Perpustakaan Iman Jama’ Lebak Bulus yang telah memberikan bantuan

dan pelayanan dalam upaya memenuhi kebutuhan yang berkenaan dengan

literatur untuk penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan semuanya semoga

amal baik kita semua diterima di sisi-Nya serta mendapat balasan yang setimpal

Page 8: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

viii

dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para

pembaca umumnya. Aminn..

Amin Yaa Rabbal ‘Alamin

Jakarta, 02 Desember 2016

Sufyan Zulkarnain

Page 9: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

ix

DAFTAR ISI

PENGESAHAN PEMBIMBING ........................................................................ ii

PERSETUJUAN PENGUJI.................................................................................iii

LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................................. v

KATA PENGANTAR ......................................................................................... vi

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ............................................................ 1

B. Identifikasi Masalah ................................................................. 6

C. Perumusan dan Pembatasan Masalah ........................................ 7

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8

E. Tinjauan Penelitian Terdahulu .................................................. 8

F. Metode Penelitian .................................................................... 10

G. Sistematika penelitian .............................................................. 11

BAB II PERNIKAHAN BEDA AGAMA DAN PERNIKAHAN

WANITA HAMIL MENURUT PENDAPAT FUQAHA

A. Pernikahan Beda Agama ......................................................... 14

B. Wanita Hamil di Luar Nikah ................................................... 23

BAB III BIOGRAFI KH. M. SYAFI’I HADZAMI DAN BUKU

TAUDLIHUL ADILLAH

A. Biografi KH. M. Syafi’i Hadzami ......................................... 32

B. Deskripsi Buku Taudlihul Adillah .......................................... 48

C. Materi Hukum Keluarga dalam Buku Taudlihul Adillah ........ 52

BAB IV ANALISIS PEMIKIRAN KH. MUHAMMAD SYAFI’I

HADZAMI DALAM BUKU TAUDLIHUL ADILLAH

A. Pemikiran KH. M. Syafi’i Hadzami ...................................... 57

B. Metode Istinbath Hukum KH. M. Syafi’i Hadzami ................ 69

C. Mazhab Yang Beliau Ikuti ...................................................... 75

Page 10: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

x

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................ 83

B. Saran-saran .............................................................................. 84

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 86

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam al-Quran Allah SWT dengan tegas menyatakan bahwa Islam yang

diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW. adalah agama dengan ajaran yang

sempurna.1 Kesempurnaan ini tampak dari sumber pokoknya yaitu al-Quran dan

Hadis Nabi yang memuat norma-norma dan nilai-nilai moral yang tinggi serta

aturan-aturan tentang segala aspek kehidupan manusia seperti aspek akidah,

akhlak, ibadah, muamalah atau kehidupan bermasyarakat.2 Islam, sebagai agama

yang sempurna, juga dilengkapi aspek moral dan hukum yang semata-mata untuk

kesejahteraan manusia itu dalam melaksanakan fungsinya sebagai khalifah fi al-

ardli.3 Berdasarkan sumber al-Quran dan Hadits tersebut maka muncullah ilmu

dan pedoman yang salah satunya adalah hukum Islam (Fiqh Islam).4

Hukum Islam tumbuh dan berkembang sejak masa Nabi Muhammad

SAW, kemudian melalui berbagai tahapan sejarah, muncul istilah fiqh sebagai

bagian dari disiplin kajian dan menjadi bagian dari hukum Islam.5

1 Hal ini sebagaimana yang tertera dalam surat al-Maidah (5)/3.

سلم دينااليوم أكملت لكن دينكن وأتممت عليكن نعمتي ورضيت لكن ال2 Ali Yafie, Menggagas Fiqh Sosial; Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi hingga

Ukhuwah, (Bandung; Mizan, 1995), h. 11. 3 Sebagai seorang khalifah, maka Allah memberikan isyarat untuk mengikuti petunjuk

Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah ayat 38 dan menegakkan kebenaran

dan tidak mengikuti hawa nafsu sebagaimana dalam surat Shad ayat 26. 4 Ulama sepakat mengenai sumber hukum Islam adalah al-Quran dan Sunnah. Sedangkan

sumber lainnya seperti ihsan, mashalahah mursalah dan lainnya menjadi perdebatan para ulama. 5 Fikih merupakan salah satu tradisi keilmuan yang berkembang di Islam. Tradisi yang

lain dalam Islam adalah Ilmu Kalam, Tasawuf, dan Filsafat. Untuk keterangan lebih lanjut ada

pada, Nurcholis Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Jakarta: Paramadina Mulya, 1992), h. 201

Page 12: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

2

Dengan menggunakan fiqh umat manusia dapat memahami serta

mengetahui hukum syariah Islam yang di antaranya hukum yang membahas

mengenai hukum keluarga.6

Salah seorang Ulama‟ kontemporer, yaitu Mustafa Ahmad al-Zarqa, telah

membagi fikih menjadi dua kelompok besar, yaitu „ibadah dan Mu‟amalah,

kemudian membaginya lebih rinci menjadi tujuh kelompok, dan salah satunya

adalah hukum keluarga “al-ahwal al-syakhsiyah”, yaitu hukum perkawinan

(nikah), perceraian (talak, khuluk dll.), nasab, nafkah, wasiat, dan waris.7

Sedangkan Abdul Wahhab Khallaf membagi hukum dalam al-Qur‟an

menjadi tiga bagian, yaitu, Akidah, Akhlak, dan Mu‟amalah. Mu‟amalah dibagi

lagi menjadi tujuh bagian dan salah satunya yaitu bidang Hukum Keluarga (al-

ahwal al-syakhsiyah). Menurut beliau Para ahli Fiqih kontemporer berbeda

pendapat mengenai pengertian hukum keluarga yaitu Abdul Wahhab Khollaf,

menjelaskan bahwa hukum keluarga “al-ahwal al-syakhsiyah” adalah hukum

yang mengatur kehidupan keluarga, yang dimulai dari awal pembentukan

keluarga. Adapun tujuannya adalah untuk mengatur hubungan suami, istri dan

anggota keluarga.8

Wahbah al-Zuhaili menjadikan bab tersendiri Hukum Keluarga Islam,

dengan menggunakan istilah “al-ahwal al-syakhsiyah”, sama dengan yang

digunakan Jawad Mughniyah. Dalam satu kitab al-Mughniyah membahas dua

6 Fikih hukum keluarga merupakan kajian fiqh yang baru berdasarkan terjemahan dari

hukum yang muncul dari Barat. 7 Mustafa Ahmad al-Zarqa, al-Fiqh al-Islam fi Thaubihi al-Jadid: al-Madkhal al-Fiqih

al-Amm (Beirut: Dar al Fikr, 2010.). h. 55-56. 8 Abd al-Wahhab Khallaf, „Ilm-Usul al-Fiqh, (Kairto: Maktabah al-DDa‟wah al-

Islamiyah, t.t.), h. 32

Page 13: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

3

bahasa pokok, yakni: al-Ibadat, dan al-Ahwal as-Syakhsiyah. Wahbah al-Zuhaili

berpendapat hukum keluarga adalah hukum tentang hubungan manusia dengan

keluarganya, yang dimulai dari perkawinan hingga berakhir pada suatu pembagian

warisan karena ada anggota keluarga yang meninggal dunia.9

Secara umum, cakupan dari Hukum Keluarga Jika kita mengacu pada

definisi Hukum Keluarga “al-ahwal al-syakhsiyah” dari Wahbah al-Zuhaili dan

Abdul Wahhab Khallaf, yaitu:

1. Hukum Keluarga (usrah) yang dimulai dari peminangan sampai

perpisahan, baik karena ada yang wafat maupun karena terjadi perceraian.

2. Hukum kekayaan keluarga (amwal); yang mencakup waris, wasiyat, wakaf

dan sejenisnya yang berkaitan dengan penerimaan dan atau pemberian.

3. Hukum Perwalian terhadap anak yang belum dewasa.

Pembahasan mengenai hukum keluarga ini adalah bagian integral dari

kajian fiqh Islam. Pembahasan mengenai hal ini juga menjadi perhatian para

tokoh agama di Indonesia, mulai dari para walisongo, Samsuddin al-Sumatrani,

Nurudin arraniri sampai pada tokoh ulama dewasa ini seperti KH. M Syafi‟i

Hadzami.

KH. M Syafi‟i Hadzami sebagai salah satu tokoh Betawi yang menjadi

panutan dan menjadi rujukan dalam hal fikih Islam, juga menulis buku yang

merupakan hasil dari pertanyaan dari masyarakat (jamaah) yang mengikuti

kajiannya.

9 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islam wa Adillatullatuhu, (Beirut: Dar al-Fikr,1989),

jilid 6., h. 12

Page 14: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

4

Dalam penulisan buku terutama dalam bidang fikih, K.H M. Syafi‟i

Hadzami tentunya juga tidak gegabah dalam menentukan sumber tulisannya.

Sebab, beliau sadar betul keberadaan masyarakat betawi dan beliau juga

dipengaruhi oleh ulama-ulama sebelumnya yang menjadi gurunya.

Buku karya beliau yang sampai saat ini masih menjadi rujukan adalah

Taudlihul Adillah. Buku ini merupakan kumpulan keputusan hukum fikih yang

terdiri atas 7 jilid. Dalam setiap jilidnya selalu terdiri atas ibadah, muamalah,

munakahat dan bidang-bidang lainnya, baik yang termasuk masalah klasik

ataupun kontemporer.

Berdasarkan data yang ada, peneliti menemukan masalah hukum keluarga

yang dibahas dalam buku tersebut berjumlah enam puluh empat (64) masalah

yang terdiri atas lima puluh tiga (53) masalah perkawinan, delapan (8) masalah

cerai, dan tiga (3) masalah waris. Bahasan-bahasan tersebut, menarik untuk

dipetakan mengenai sumber hukum, dasar pengambilan hukum serta

kecenderungan mazhab yang diikuti.

Salah satu materi yang dibahas dalam hukum keluarga adalah hukum

menceraikan istri yang sedang hamil, tetapi bukan kehendak suaminya, namun

atas kehendak istrinya. Dalam penetapan hukum tersebut, K.H. M Syafii Hadzami

memberikan keputusan bahwa hukumnya boleh (tidak apa) dan tidak berdosa

karenanya.10 Penetapan hukum boleh tersebut sebenarnya oleh K.H. M Syafii

Hadzami dimulai dari hukum makruh lantas membolehkan dengan adanya alasan

istri yang menyeleweng. Dasar penetapan hukumnya adalah hadits dan

10

K.H. M. Syafi‟I Hadzami, Taudlihul Adillah (100 Masalah Agama), (Kudus: Menara

Kudus, tt), jilid 3., h. 284

Page 15: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

5

pemaknaan hadits berdasarkan interpretasi Ibrahim al-Bajuri dalam kitab

Hasyiyah atas Fathul Qarib al-Mujib.

Berdasarkan data tersebut K.H. Syafi‟i Hadzami ternyata dalam

menjelaskan suatu hukum, penetapan hadits dan pemaknaan hadits bukan

berdasarkan para pensyarah hadits secara langsung akan tetapi dari fuqaha yang

menafsirkan hadits. Hal ini terjadi karena keberadaan kitab al-Bajuri lebih dekat

didengar oleh masyarakat Betawi saat itu dibandingkan dengan syarah hadits

lainnya seperti yang ditulis oleh Imam Ibn Hajjar.

Contoh bahasan lainnya adalah mengenai hukum menikah dengan ahl al-

Kitab.11 Menurut beliau pada saat ini sudah tidak ada ahl al-Kitab berdasarkan

hadits yang dinukil dari kitab al-Umm karya Imam Syafii.

اخبزنا عبد انمجيد عن ابن جزيج قال قال عطاء نيس نصاري انعزب بأهم كتاب

نتىراة والنجيم فاما من دخم فيهم إنما اهم انكتاب بنىا اسزائيم وانذين جاءتهم ا

.من انناس فهيسىا منهم 12

Berdasarkan kutipan pendapat di atas, ternyata K.H. M Syafi‟i Hadzami

lebih memilih pendapat fiqh yang klasik yaitu dari tokoh fiqh madzhab syafii

langsung.

Berdasarkan dua contoh di atas, terkesan bahwa K.H. M. Syafi‟i Hadzami

mempunyai pertimbangan sendiri dalam menentukan hukum terutama dalam

pengambilan data untuk keputusan hukumnya. Oleh karena itu, penulis tertarik

ingin mengetahui lebih banyak bagaimana isi pendapat beliau, terutama dalam

11

Bahasan ahl al-Kitab dibahas dalam bukunya jilid 6. Untuk keterangan lebih lanjut ada

pada K.H. M. Syafi‟I Hadzami, Taudlihul Adillah (100 Masalah Agama), (Kudus: Menara Kudus,

tt), jilid 6., h. 236 12

Muhammad Ibn Idris al-Syafi‟I, al- Umm, (Beirut: Dar al-Wafa‟, 2001), jilid 5., h. 7

Page 16: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

6

tema hukum keluarga? Apa dalil-dalil yang beliau pakai? Kemudian apabila

dibandingkan dengan pendapat fuqaha madzhab, pendapat KH. M. Syafi‟I

Hadzami ini lebih mengikuti ke madzhab siapa? Apa persamaan-persamaan

pendapat K.H. M Syafii Hadzami dengan madzhab yang beliau ikuti tersebut dan

apa pula perbedaannya? Kemudian apa kontribusi K.H. M Syafii Hadzami dalam

perkembangan hukum islam di Indonesia? Untuk menjawab keingintahuan

tersebut penulis akan melakukan penelitian skripsi dengan judul “Pemikiran

Tentang Hukum Keluarga K.H. M. Syafi’i Hadzami: Studi atas Buku

Taudlihul Adillah”.

B. Identifikasi Masalah

Kajian mengenai pemikiran tokoh lokal Betawi adalah kajian yang

menarik untuk dilakukan. Sebab, secara kuantitatif masih jarang sekali kajian

seperti ini. Dalam kajian ini K.H. M Syafii Hadzami merupakan salah satu tokoh

yang menulis kitab fatwa. Kitab ini merupakan jawaban dan penjelasan terhadap

pertanyaan-pertanyaan dari jamaahnya dan dikumpulkan menjadi satu tulisan.

Selanjutnya, berdasarkan latar belakang di atas, maka ada beberapa

identifikasi masalah yang dapat dijadikan penelitian, yaitu antara lain:

1. Bagaimana konsep pengambilan hukum K.H. Syafi‟i Hadzami mengenai

hukum Islam?

2. Bagaimana KH. Syafi‟i Hadzami memandang permasalahan fiqh yang

belum berkembang dan belum dibahas oleh Ulama sebelumnya?

Page 17: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

7

3. Apakah ada keterpengaruhan KH. Syafi‟i Hadzami terhadap pemikiran

para ulama sezamannya pada masa beliau masih hidup?

4. Bagaimana pandangan para ulama sezamannya dan para muridnya

terhadap keputusan hukum yang dipakai oleh K.H. Syafi‟i Hadzami?

5. Apakah K.H. Syafi‟i Hadzami juga menggunakan Fiqh lain selain dari

Madzhab Syafi‟i?

6. Bagaimana K.H. Syafii Hadzami mengaplikasikan metode pengambilan

atau penetapan hukum fiqh yang saat ini?

7. Adakah K.H. Syafii Hadzami mendapatkan perlawanan atau bantahan dari

ulama lainnya dalam menetapkan hukum fiqh?

C. Batasan dan Rumusan Masalah

Oleh karena buku Taudlihul Adillah pembahasan maka penulis

membatasinya hanya dalam hal hukum keluarga (al-Ahwal al-Syakhshiyah).

Kajian dalam hukum keluarga pun hanya dibatasi dalam beberapa tema saja,

yaitu tentang pernikahan beda agama, dan pernikahan wanita hamil diluar nikah.

Kajian dalam kedua tema tersebut dibatasi dalam aspek cara pengambilan dasar

hukum, serta kecenderungan ulama dan mazhab yang digunakan.

Permasalahan dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran K.H. M. Syafi‟i Hadzami dalam hal pernikahan

beda agama dan pernikahan wanita hamil?

2. Bagaimana metode istinbath hukum KH. M. Syafi‟I Hadzami?

Page 18: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

8

3. Madzhab dan ulama mana yang lebih dijadikan rujukan K.H. M Syafi‟i

Hadzami dalam menentukan hukum?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah pertama, untuk mengetahui

bagaimana pemikiran KH. Syafii Hadzami dalam hal pernikahan beda agama dan

pernikahan wanita hamil. Kedua, untuk mengetahui metode dan cara mengambil

hukum berdasarkan sumber hukum yang ada. Ketiga, untuk mengetahui

kecenderungan ulama yang dijadikan rujukan oleh K.H. Syafii Hadzami.

Sedangkan signifikansi penelitian ialah untuk melengkapi persyaratan

mencapai gelar Sarjana di bidang hukum keluarga. Selain itu, diharapkan hasil

dari penelitian ini dapat menjadi koleksi khazanah Islam yang bermanfaat dan

merupakan salah satu kontribusi dalam mengkaji tokoh Islam lokal Betawi.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Kajian mengenai pemikiran K.H. Syafii Hadzami masih sedikit sekali,

yaitu antara lain;

1) Ahmad Afandi, Pemikiran KH. Muhammad Syafi‟I Hadzami dalam

bidang Fiqh Ibadah (2010). Skripsi yang ditulis oleh mahasiswa fakulas

Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini membahas mengenai pendapat KH.

Muhammad Syafi‟I Hadzami dalam bidang Ibadah yang secara khusus

membahas mengenai posisi jenazah ketika dishalatkan. Berdasarkan

penelitian ini, diketahui bahwa KH. Muhammad Syafi‟I Hadzami

Page 19: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

9

berpendapat jika shalat mayit laki-laki maka posisi kepala mayit berada di

sebelah kiri Imam. Pendapat ini dikomentari oleh Sayyid Abdurahman

Assegaf yang menyatakan pendapat tersebut kurang tepat. Sebab, pendapat

tersebut menyalahi kebiasaan masyarakat pada umumnya.13

2) Taufik, Kajian Hukum Islam dalam Buku Taudlihul Adillah Karya K.H.

Muhammad Syafi‟i Hadzami, (2003). Penelitian ini berupa skripsi yang

ditulis untuk Program Pascsarjana Program Studi Kajian Timur Tengah

dan Islam Universitas Indonesia. Berdasarkan penelitiannya, peneliti tesis

ini menemukan beberapa hal yaitu: pertama, dalam menetapkan hukum,

KH Syafi‟i Hadzami menggunakan metode bayani, qiyasi dan Istishlahi.

Metode qiyasi digunakan untuk menyelesaikan masalah hukum bunga

bank, jual beli kredit, dan hukum al-kohol. Metode bayani digunakan

untuk menyelesaikan persoalan mengenai perkawinan antar pemeluk

agama. Sedangkan metode istishlahi digunakan untuk menyelesaikan

masalah keluarga berencana dan transfuse darah. Kedua, secara umum

dalam menyelesaikan persoalan kontemporer KH. Syafi‟i Hadzami lebih

cenderung atau sama dengan hasil Bahsul Masail NU. Hanya saja

terkadang lebih terperinci dan terkadang lebih ringkas dari Bahsul Masail

NU.14

Berdasarkan hal di atas, tidak ditemukan penelitian / skripsi yang

memetakkan K.H. M Syafii Hadzami dalam bidang al-Ahwal al-

13

Ahmad Afandi, “Pemikiran KH. Muhammad Syafi‟I Hadzami dalam bidang Fiqh

Ibadah “ Skripsi” (Jakarta: Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum, 2010), h. 48 14

Taufik,” Kajian Hukum Islam dalam Buku Taudlihul Adillah Karya K.H. Muhammad

Syafii Hadzami,” tesis (Jakarta: Perpustakaan UI Jakarta, 2003), h. 154

Page 20: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

10

Syakhshiyyah. Pemetaan ini penting untuk melihat aspek sosial dan

kecenderungan fikih yang digunakan oleh K.H. M Syafi‟i Hadzami

sehingga kita dapat mengetahui ciri dan model penetapan dalam hukum

fikih.

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif, yaitu

dengan cara mengumpulkan data yang berkaitan dengan masalah yang diteliti,

kemudian dideskripsikan sehingga dapat memberikan kejelasan terhadap

kenyataan atau realitas. Selain itu juga dengan analisis, yaitu dengan mengadakan

perincian terhadap masalah yang diteliti dengan jalan memilah-milah antara

pengertian yang satu dengan pengertian yang lain, untuk memperoleh kejelasan

masalah yang diteliti.

2. Jenis penelitian

Penelitian ini dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif dan dilakukan

melalui kajian kepustakaan (library research). Data-data yang diperlukan dicari

dari sumber-sumber kepustakaan (buku, majalah, artikel, dan lain-lain).

Sedangkan secara teknis penulisannya didasarkan pada buku pedoman penulisan

skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta (2012), dan penerjemahan Al-Quran menggunakan Al-

Qur‟an dan terjemahnya yang diterbitkan oleh Departemen Agama, tahun 2000.

Page 21: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

11

3. Sumber penelitian

Sumber penelitian dibagi menjadi sumber primer dan sumber sekunder.

Sumber primer adalah buku Taudlihul Adillah yang diterbitkan oleh „‟MENARA

KUDUS‟‟ tahun 1982 yang terdiri dari 7 jilid. Sedangkan sumber sekunder adalah

beberapa karya beliau lain seperti buku Qiyas adalah Hujjah Syar‟iyyah, Sullamu

al Arsy fi Qira‟at Warsyi, Mathmah al Rubi fi Ma‟rifah al Riba, Ujalah Fidyah

Sholat dan karya lainya. Selain itu, penulis juga akan berusaha merujuk ke kitab-

kitab yang dijadikan rujukan beliau untuk mencari kejelasan dalam penetapan

hukum keluarganya, diantaranya kitab al-Umm, Mirqat Shu‟ûd al- Tashdiq fi

Syarh Sullam al-Taufiq, Hasyiah al-Syarqawi, Hasyiatul Bajury, Mughni Muhtaj

ila Ma‟rifah Ma‟ani alfazh al-Minhaj, Ushul al-Fiqh al-Islami, al-Muhazzab, dll.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan melakukan

studi pustaka dokumen, mulai dari buku-buku K.H. M Syafi‟i Hadzami sampai

tulisan orang lain yang mengenai beliau.

Oleh karena penelitian ini penelitian kualitatif sehingga analisis datanya

menggunakan pendekatan logika induktif atau data yang ada pada buku-buku dan

bermuara pada kesimpulan-kesimpulan.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penulisan, maka skripsi ini direncanakan

dalam beberapa bab sebagai berikut:

Page 22: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

12

Bab pertama, pendahuluan dengan pokok bahasan latar belakang masalah,

batasan dan rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, metodologi

penelitian, kajian pustaka, sistematika pembahasan. Bab ini penting berkaitan

dengan alasan pemilihan judul skripsi yang berkaitan dengan permasalahan yang

akan diangkat.

Dalam bab ini juga dibahas mengenai batasan, metodologi penelitian serta

sistematika penulisan yang bertujuan untuk memperjelas dan mempermudah

penulis dalam membahas dan menulis. Hal ini dikarenakan batasan, metode

penelitian dan sistematikanya sudah jelas.

Bab kedua membahas mengenai pendapat para ulama fuqaha mengenai

hukum al-ahwal al-syakhsyiyyah khususnya didalam masalah pernikahan beda

agama dan pernikahan wanita hamil, Bab ini bertujuan untuk melihat aspek-aspek

yang berkaitan dengan penetapan hukum al-Ahwal al-Syakhshiyyah. Aspek-aspek

tersebut akan dijadikan sebagai landasan teori dalam mengkaji kitab yang ditulis

oleh K.H. M. Syafii Hadzami. Dengan begitu, maka penelitian ini mampu

menjelaskan posisi K.H. Syafii Hadzami dalam kajian disiplin hukum Islam baik

secara umum ataupun dalam sistem kenegaraan Indonesia.

Bab ketiga adalah cakupan al-Ahwal al-Syakhsyiyyah K.H. M. Syafi‟i

Hadzami yang berisi Biografi K.H. M. Syafi‟i Hadzami dan deskripsi buku

Taudlihul Adillah, Materi tentang pernikahan dalam buku Taudlihul Adillah,

Materi tentang perceraian dalam buku Taudlihul Adillah, Materi tentang hukum

waris dalam Taudlihul Adillah. Kajian ini bertujuan untuk memetakan materi-

materi yang dibahas oleh K.H. M. Syafi‟i Hadzami dalam kitabnya. Sebab dalam

Page 23: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

13

buku tersebut, materi-materinya tidak terdapat dalam satu jilid atau dalam satu

bab khusus. Namun, kajiannya berada terdapat hampir di seluruh kitab-kitabnya.

Bab keempat membahas mengenai studi materi hukum al-Ahwal al-

Syakhsyiyyah K.H. M Syafi‟i Hadzami. Pokok bahasannya adalah Studi dasar dan

sumber pengambilan hukum ahwal al-Syakhsyiyyah, bagaimana metode istinbath

hukumnya, dan studi aliran mazhab dalam pengambilan hukum ahwal al-

Syakhsyiyyah, Bahasan bab ini untuk menganalisa kerangka berfikir K.H. M.

Syafi‟i Hadzami berdasarkan beberapa teori yang sudah dibahas dalam bab dua.

Bahasan tersebut untuk melihat kecenderungan K.H. M. Syafi‟i Hadzami dalam

menentukan hukum.

Bab kelima, pada bab ini memuat kesimpulan dari perumusan masalah.

Serta dilengkapi dengan saran-saran yang disampaikan oleh penulis.

Page 24: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

14

BAB II

PERNIKAHAN BEDA AGAMA DAN PERNIKAHAN WANITA HAMIL

MENURUT PENDAPAT FUQAHA

A. Pernikahan Beda Agama

Pernikahan beda agama dalam pandangan Islam dibagi ke dalam dua

golongan, yang pertama pernikahan pria Muslim dengan wanita non Muslim dan

yang kedua yaitu pernikahan pria non Muslim dengan wanita Muslim. Hukum

pernikahan beda agama telah dinyatakan secara tegas dalam al-Qur‟an. Pemikiran

utama dalam masalah ini ada tiga pendapat, yaitu: pertama mengharamkan secara

mutlak pernikahan beda agama. Kedua, memperbolehkan dengan syarat tertentu.

Ketiga, membolehkan tanpa syarat. Ketiga pendapat ini merupakan hasil

interpretasi terhadap QS. Al-Ma‟idah (5):5, QS. Al-Baqarah (2):221, dan QS. Al-

Mumtahanah (60):10.

1. Pernikahan dengan perempuan yang bukan beragama samawi1

Seorang Muslim tidak boleh nikah dengan perempuan musyrik, yaitu

perempuan yang menyembah Allah swt bersama tuhan yang lain, seperti berhala,

bintang-bintang, api, atau binatang.

Hal yang sama adalah perempuan atheis atau materealis, yaitu orang yang

mempercayai materi sebagai tuhan, serta mengingkari keberadaan Allah. Dia juga

tidak mengakui berbagai agama samawi seperti Atheis, Eksistensial, al-

Baha‟iyyah, dan al-Qadiyaniyyah. Larangan ini berdasarkan firman Allah SWT,

1 Agama samawi adalah agama yang memiliki kitab yang diturunkan, serta memiliki nabi

dan rasul.

Page 25: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

15

/(221: 2)اىثقسج

Artinya : “Dan janganlah kamu menikahi perempuan musyrik sampai mereka

beriman. Sesungguhnya hamba sahaya perempuan yang mukmin lebih

baik dari pada perempuan musyrik, walaupun dia menarik hatimu.

Dan janganlah kamu menikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan

wanita-wanita mukmin) sebelum mereka beriman. Sesungguhnya

budak laki-laki yang mukmin lebih baik dari pada laki-laki yang

musyrik, walaupun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka

sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya

(perintah-perintahnya) kepada manusia supaya mereka mengambil

pelajaran”. (QS.Al-Baqarah:221)

Selain itu, dalil selanjutnya yang menegaskan ketidak bolehan perempuan muslim

bagi pria kafir dan sebaliknya, yaitu QS. Al-Mumtahanah:10

/(10: 60.)اىرذح

Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila perempuan mukmin

berhijrah padamu, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka.

Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; jika kamu telah

mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman, maka janganlah

kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir (suami-suami

mereka) mereka tidak halal bagi orang-orang kafir dan orang-orang

kafir itu tidak halal bagi mereka. Dan berikanlah kepada (suami)

mereka mahar yang telah mereka berikan. Dan tidak ada dosa

Page 26: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

16

bagimu menikahi mereka apabila kamu bayarkan kepada mereka

maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali

(pernikahan) dengan perempuan-perempuan kafir. Dan hendaklah

kamu meminta mahar yang telah kamu berikan. Dan (jika suami tetap

kafir) biarkan mereka meminta kembali mahar yang telah mereka

bayarkan (kepada mantan istrinya yang telah beriman). Demikianlah

hukum Allah yang ditetapkan-Nya diantara kamu. Dan Allah maha

mengetahui dan maha bijaksana”.

Madzhab Hanafi dan Syafi‟i serta madzhab yang lainnya memasukan

perempuan yang murtad ke dalam golongan perempuan musyrik, dimana tidak

ada seorang muslim atau kafir yang boleh menikahinya. Sebab, dia telah

meninggalkan agama Islam.2

Kesimpulannya, menurut kesepakatan fuqaha seorang muslim tidak boleh

menikahi orang yang tidak termasuk ahli kitab, seperti watsaniyyah, yaitu

perempuan yang menyembah berhala: Majusiyah, yaitu perempuan yang

menyembah api. Sebab, kelompok tidak mempunyai kitab yang dipegang pada

sekarang ini.

Penyebab bagi pengharaman menikahi perempuan musyrik dan

perempuan yang sepertinya adalah tidak adanya keharmonisan, ketenangan, dan

kerjasama antara suami isteri. Hal ini dikarenakan perbedaan akidah yang dapat

menumbuhkan rasa gelisah dan ketidak tenangan, dan perpecahan antara suami

istri. Akhirnya, kehidupan rumah tangga yang seharusnya berlandaskan rasa

sayang, kasih, dan cinta tidak menjadi tentaram, dan tidak dapat tercapai

tujuannya yang berupa ketenangan dan kestabilan.3

2 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 2012), jilid 7.,

h.157 3 Ali al-Jurjawi, Hikmat al-Tasyri‟ wa Falsaftuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), jilid 2., 45

Page 27: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

17

Selain itu, ketidakadaan rasa keimanan terhadap suatu agama membuat

seorang perempuan mudah untuk melakukan pengkhianatan rumah tangga,

kerusakan, dan keburukan.

2. Pernikahan wanita muslimah dengan laki-laki kafir

Ulama secara ijma‟ pernikahan perempuan muslimah dengan orang kafir

hukumnya haram. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT

ل ذنذا . شسمي ا ٱى (221: 2)اىثقسج/ درى يؤ

„‟Dan janganlah kamu menikahkan orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita

mukmin) sebelum mereka beriman.‟‟ (Al-Baqarah: 221)

Dan juga firman Allah SWT,

:(10)اىرذح

Artinya : “jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman,

maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada orang-orang kafir

(suami-suami mereka) mereka tidak halal bagi orang-orang kafir dan

orang-orang kafir itu tidak halal bagi mereka”. (Al-Mumtahanah: 10)

Larangan dalam pernikahan ini dikhawatirkan perempuan yang beriman

jatuh kedalam kekafiran. Sebab biasanya suami mengajak istrinya untuk memeluk

Page 28: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

18

agamanya. Biasanya perempuan mengikuti suami mereka karena terpengaruh

dengan perbuatan suaminya, dan mengikuti meraka dalam agama mereka.4

3. Pernikahan dengan ahli kitab

Para ulama sepakat bahwa mengenai pernikahan laki-laki muslim dengan

wanita Ahl al-Kitab diperbolehkan dalam syari‟at Islam. Pendapat ini mengacu

pada QS. Al-Maidah:5.

./(5:5)اىائدج

Artinya : “Pada hari ini di halalkan bagimu yang baik-baik. Makanan

(sembelihan) orang-orang yang diberi Al-Kitab itu halal bagimu, dan

makanan kamu halal pula bagi mereka. Dan dihalalkan mengawini

wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara wanita-wanita

yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara

orang-orang yang diberi Al-Kitab sebelum kamu, bila kamu telah

membayar maskawin mereka dengan maksud menikahinya, tidak

dengan maksud berzinah dan tidak pula menjadikannya gula-gula.

Barangsiapa yang kafir sesudah beriman, maka hapuslah amalannya

dan ia di hari akhirat dia termasuk orang-orang merugi”.

Selain itu, ada sahabat senior juga berpendapat membolehkannya. Mereka

antara lain adalah Umar, Usman, Thalhah, Hudzaifah, Salman, Jabir, dan sahabat-

sahabat lainnya.5 Semuanya menunjukkan atas dibolehkannya laki-laki muslim

menikahi perempuan ahli kitab. Bahkan diantara mereka ada yang

mempraktikkannya, seperti Shahabat Thalhah dan Shahabat Hudzaifah, sementara

4 Wahbah al-Zuhaili, Tafsir al-Munir, (Beirut: Dar al-Kutub, 2005), jilid 1, h. 180

5 KH. Ali Mustafa Yaqub, Nikah Beda Agama dalam Al-Quran dan Hadits, hal.28

Page 29: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

19

tidak ada satu pun sahabat nabi saw yang menentangnya. Dengan demikian,

dibolehkannya nikah ini sudah merupakan ijma‟ Shahabat. Dalam hal ini Ibnu al-

Mundzir mengatakan bahwa jika ada riwayat dari ulama salaf yang

mengharamkan pernikahan tersebut di atas maka riwayat itu dinilai tidak shahih.6

Menurut mazhab Hanafi dan menurut mazhab Maliki laki-laki muslim

makruh menikah dengan perempuan ahli kitab dan ahli dzimmah.7 Sedangkan

mazhab Hanbali berpendapat, perkawinannya dengan perempuan ahli kitab adalah

khilaf al Awla.8

Hal berdasarkan perintah Umar R.a berkata kepada orang-orang yang

kawin dengan perempuan ahli kitab, agar menceraikan mereka. Sedangkan

perempuan ahli harb (kafir yang memerangi umat Islam), menurut mazhab Hanafi

haram untuk dikawini, jika dia berada di darul harb (wilayah konflik); karena

mengawininya akan membuka pintu fitnah. Perkara ini makruh menurut mazhab

Syafi‟i. Juga menurut mazhab Maliki dalam salah satu pendapatnya. Sedangkan

menurut Madzhab Hambali perkawinan dengan perempuan ahli harb adalah

makruh.9

Imam al-Syafii dalam kitab al-Umm menyatakan bahwa menikahi ahl

kitab hukumnya halal tanpa ada pengecualian. Ia berkata

و ن اب ى ر اىن و ا س ائ س د اح ن و ذ ي 10اء ث ر س ا غيس ت ي د ذعاىى أ الل ل سي

6 Abu Muhammad Abdullah bin Ahmad bin Muhammad bin Qudamah, al-Mughni,

(Saudi Arabia, Dar Alam al-Kutub,1417H/1997M), Cet III, juz IX, hal.545 7 Menurut Ibn Rusyd secara umum nikah dengan ahli kitab disepakati hukumnya boleh

tanpa menjelaskan tingkatannya. Untuk keterangan lebih lanjut ada pada, Ahmad Ibn Rusyd,

Bidayah al-Mujtahid wa nihayah al-Muqtashid, (Beirut: Dar al-Fikr, 1990), jilid 2., h. 33 8 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami, h. 157

9 Wahbah Al-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, h.158

10 Muhammad Idris al-Syafi‟i, al-Umm (Beirut: Dar al-Kutub, 1980), jilid 5., h. 7.

Page 30: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

20

Menurut jumhur fuqaha mazhab Syafi‟i mengenai perkawinan dengan

perempuan Ahli kitab dibolehkan tanpa syarat. Akan tetapi, mazhab Syafi‟i ini

mengikat perkawinan dengan perempuan ahli kitab dengan satu ikatan. Mereka

berkata,11

خ ي ذ ى اىص ي ع ح ي ا ذ ر م ح ي ت س د س ن ذ ن ى ح ي ات ر م و ذ ذ Artinya : “Perempuan ahli kitab halal untuk dikawini. Akan tetapi makruh

mengawini perempuan ahli harb, begitu pula halnya perempuan ahli

dzimmah, menurut pendapat yang sahih."

Adapun yang dimaksud dengan perempuan ahli kitab adalah perempuan

Yahudi dan Nasrani. Bukan perempuan yang terus memegang kitab Zabur dan

yang lainnya, seperti lembaran Syiits, Idris, dan Ibrahim as.. Jika perempuan ahli

kitab adalah perempuan Israil, maka boleh menikah dengannya jika dia tidak

mengetahui nenek moyangnya yang pertama memeluk agama Yahudi setelah

terjadi penghapusannya dan penyelewengannya, atau merasa ragu kepadanya,

dengan kuatnya mereka pegang agama tersebut, apabila agama tersebut dalam

keadaan benar. Jika tidak, maka perempuan tersebut tidak halal untuknya, akibat

hilangnya keutamaan agama tersebut. Jika perempuan Ahli kitab tersebut adalah

orang Nasrani, maka dalam pendapat yang paling zahir, dia boleh dikawini oleh

seorang muslim jika dia mengetahui nenek moyangnya yang pertama memeluk

agama nasrani ini, sebelum terjadi penghapusan dan penyelewengannya karena

mereka berpegang teguh dengan agama tersebut manakala dalam keadaan benar.

Jika ternyata mereka masuk ke dalam agama nasrani setelah terjadi

11

Abu Zakariya al-Anshari, Mughni al-muhtaj: 2/187 Abu Ishaq al-Syirazi (tahqiq

Muhammad al-Zuhaili) , al-Muhadzab: (Damaskus: Dar al-Qalam, 1996), jilid 5 h. 151

Page 31: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

21

penyimpangan, maka dalam pendapat yang paling sahih dilarang. Jika mereka

pegang agama ini dengan tanpa terjadi penyelewengan, maka boleh dalam

pendapat yang paling zahir. Pendapat yang rajih adalah pendapat jumhur.

Berdasarkan keumuman dalil yang menunjukkan pembolehan kawin dengan

perempuan ahli kitab, tanpa terikat dengan sesuatu.

4. Menikah dengan perempuan Majusi

Mayoritas ulama fuqaha berkata,12 Majusi bukanlah ahli kitab berdasarkan

surat Al-An‟am: 156.

أ ا أصه ا إ ة ذقى ٱىنر إ ما ع دزاسر قثيا عيى طائفري

ف ىغ (156: 6)العا/.ييDalam ayat ini Allah Swt., memberitahukan bahwa ahli kitab terbagi

kepada dua golongan. Jika majusi adalah ahli kitab, berarti mereka terbagi

menjadi tiga golongan. Di samping itu, majusi tidak memiliki sedikitpun posisi

dari berbagai kitab Allah yang diturunkan kepada para nabi-Nya. Sesunguhnya

yang mereka baca adalah kitab Zaradasyt. Dia adalah seorang nabi palsu lagi

pendusta. Kalau demikian, mereka bukanlah ahli kitab. Dasarnya sesunguhnya

Umar menyebutkan majusi pada masalah mengambil jizyah dari mereka, dia

berkata, “Aku tidak tahu apakah yang aku lakukan pada perkara mereka?”

Abdurrahman bin Auf berkata kepadanya, “Aku bersaksi bahwa aku mendengar

Rasulullah bersabda,

.اب ر اىن و ا ح س ا ت س 13

12

Imam Al-Qurthubi, Ahkaamu al-Qur‟an, al-Jashshaash: jilid 2 h.327, Ibn Qudamah al-

Maqdisi al-Mughni: jilid 6, h.591, al-Badaa‟i: 2/271. 13

Wahbah Al-Zuhaili, Fiqih Islam Wa Adilatuhu, hal.151

Page 32: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

22

“Tetapkanlah untuk mereka sunah peraturan untuk ahli kitab”.

Hadist ini diriwayatkan oleh Imam Syafi‟i. Hadist ini merupakan dalil bahwa

mereka bukanlah ahli kitab.14

5. Perempuan as-Saamirah dan as-Shaaibah

As-Saamirah adalah sekte Yahudi. Sedangkan ash-Shaa‟ibah adalah sekte

Nasrani. Abu Hanifah dan mazhab Hambali berpendapat, sesungguhnya mereka

bagian dari ahli kitab. Orang muslim boleh menikah dengan para perempuan ash-

Shaa‟ibah karena ash-Shaa‟ibah adalah suatu kaum yang beriman dengan suatu

kitab. Mereka membaca kitab Zabur dan mereka tidak menyembah bintang-

bintang. Sedangkan kedua teman Abu Hanifah, yaitu Abu Yusuf dan Muhammad

bin Hasan asy-Syaibani berkata, tidak boleh menikah dengan mereka; karena ash-

Shaa‟ibah adalah suatu kaum yang menyembah bintang-bintang.

Menurut Mazhab Syafi‟i orang-orang yang berkata, jika as-Saamirah

berbeda dengan yahudi, dan ash-Shaa‟ibah berbeda dengan nasrani dalam pokok

ajaran agama mereka, maka perempuan penganut kedua sekte ini haram untuk

dinikahi. Jika tidak, maka tidak haram untuk dinikahi. Jika as-Saamirah sesuai

dengan Yahudi, dan ash-Shaa‟ibah sesuai dengan Nasrani, dalam dasar agama

mereka, maka halal untuk menikah perempuan penganut kedua sekte ini. Ini

adalah yang ditetapkan oleh al-Qudwari dalam al-Kitab, yang merupakan dalil

bagi Mazhab Hanafi. Dia berkata, “perempuan penganut sekte ash-Shaa‟ibah

14

Imam asy-Syaukani Nailul Authar :Jilid 8/ hal 56. Dan Sufyan meriwayatkan dari al-

Hasan bin Muhammad, dia berkata, Nabi saw. menulis kepada majusi yang melakukan hijrah

untuk mengajak mereka kepada Islam, dia berkata, “Jika kalian masuk Islam, kalian akan

mendapatkan apa yang kami dapatkan, dan kalian harus melaksanakan apa yang kami laksanakan.

Barangsiapa yang menolak, dia harus membayar jizyah. Sembelihan mereka tidak boleh disantap,

dan perempuan mereka tidak boleh dinikahi.”

Page 33: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

23

boleh dinikahi jika mereka beriman kepada seorang nabi, dan mereka membaca

suatu kitab, meskipun mereka menyembah bintang-bintang. Akan tetapi, tidak ada

kitab bagi mereka, maka tidak boleh menikahi mereka.”15

B. Wanita Hamil di Luar Nikah

Islam melindungi dan menghendaki agar umat muslim bersih dari

penyakit-penyakit masyarakat yang sangat berbahaya dan merusak seperti zina.

Oleh sebab itu Islam berusaha menghilangkan tempat- tempat tumbuh nya

kerusakan dan menutup celah-celah yang menuju pada kerusakan tersebut. Allah

Swt berfirman:

اي ٱىص شسمح ايح ل ينخ إل شايح أ ٱىص دس شسك أ ل ينذا إل شا

ىل عيى ذ ي ؤ (3: 24)اىز/ .ٱى

Artinya : “Laki-laki pezina tidak mengawini melainkan perempuan pezina, atau

perempuan musyrik dan perempuan pezina tidak dikawini melainkan

oleh laki-laki pezina atau lai-laki musyrik. Yang demikian diharamkan

atas orang-orang mukmin”. (QS. Al-Nur : 3)

Dalam kitab-kitab fikih ada dibicarakan tentang boleh atau tidaknya

seseorang menikah dalam keadaan hamil, apakah hamil yang sah karena ditinggal

suami, atau hamil akibat hubungan di luar nikah. Bila hamil di luar nikah, maka

akan terbilang dalam permasalahan zina. Tentang hukum menikahi wanita pezina

para ahli fiqh berbeda pendapat.

Mengenai hukum menikahi wanita yang sedang hamil karena zina, para

jumhur telah sepakat boleh dan sah menikahinya, seperti sahabat Ali bin Abi

15

M. Quraish Shihab Al-Lubaab: jilid 3, hal.7

Page 34: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

24

Thalib, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, dan para Tabi‟in serta Imam Mazhab. Akan tetapi

apabila sipezina bukan menikah dengan sesama pelakunya, para ulama berbeda

pendapat, diantaranya:

Menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi`i, mereka mengatakan

wanita hamil akibat zina boleh melangsungkan perkawinan dengan laki-laki yang

menghamilinya atau dengan laki-laki lain.

Menurut Imam Abu Hanifah: “Wanita hamil karena zina itu tidak ada

iddahnya, bahkan boleh mengawininya, tetapi tidak boleh melakukan hubungan

seks sehingga dia melahirkan kandungannya”.16 Menurutnya, wanita yang sedang

hamil dari zina boleh dan sah dinikahi oleh laki-laki lain yang tidak menzinainya,

tetapi hukumnya makruh. Hanya saja sebelum melahirkan, wanita tersebut tidak

boleh digauli oleh suaminya,17 sehingga bayi yang dalam kandungan itu lahir. Ini

didasarkan kepada sabda Nabi Saw:

و درى ذذيض ديضح ل غيسذاخ د و درى ذضع طا دا 18.ل ذ

Artinya : “Wanita hamil tidak boleh disetubuhi hingga dia melahirkan (bayinya).

Dan wanita yang sedang tidak hamil boleh digauli hingga ia

mengeluarkan darah haidl satu kali”. (HR. Al-Hakim)

Menurut Imam Syafi`i: “Hubungan suami istri karena zina itu tidak ada

iddahnya, wanita yang hamil karena zina itu boleh dikawini, dan boleh melakukan

16

Abdurrahman Al-Jusry, Al-Fiqh „Ala Mazahibul Arba‟ah, (Beirut: Darul Haya‟ al-

Turb al-Araby, 1969), h. 521 17

Wahbah Al-Zuhayliyy, Usul al-fiqh al-Islami, (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu‟asir, 1997),

h. 149 18

Muhammad bin Abdullah, al-Mustadrak „ala al-Shahiani, (Beirut: Dar al-Kutub al-

Ilmiah, 1990), juz ke-2, h. 212

Page 35: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

25

hubungan intim sekalipun dalam keadaan hamil.”19Menurutnya, wanita yang

sedang hamil dari zina boleh dan sah dinikahi pria lain yang tidak menzinainya,

serta sesudah akad nikah mereka boleh melakukan hubungan suami istri. Ini di

dasarkan pada sabda Nabi Saw:

اق تا ا سر فسج د ي ي ذ ىا اىصد ا .ىل عثد د اى اى

Artinya : “Bagi dia maskawinnya, karena kamu telah meminta kehalalannya

untuk menggaulinya sedang anak itu hamba bagimu”.

Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad bin Hanbal, mereka mengatakan

tidak boleh melangsungkan perkawinan antara wanita hamil karena zina dengan

laki-laki lain sampai dia melahirkan kandungannya.20 Mereka berpendapat sama

halnya dengan yang dikawini dalam bentuk zina atau syubhat atau kawin fasid,

maka dia harus mensucikan diri dalam waktu yang sama dengan iddah. Dengan

alasan sabda Nabi Muhammad. SAW

ي اى االل ت ؤ ي ئ س ل و ذ ي ل ى اثا ع ي يس غ ع ز ش اء ى ق س ي ا س خ ل ا

اى ث اىذ ي ئ س ل و ذ ي ل ى. الل ت ؤ ى ر اىسى د اج س عيى ا ع ق ي الخس ا اىي

)زا اتداد( ا. ئ س ث ر س ي

Artinya : “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari

akhirat menyiramkan airnya (sperma) kepada tanaman orang lain,

yakni wanita-wanita tawanan yang hamil, tidak halal bagi seorang

yang beriman kepada Allah dan hari akhirat mengumpuli wanita

tawanan perang sampai menghabiskan istibra‟nya (iddah) satu kali

haid.” (HR. Abu Daud)21

19

Abdurrahman Al-Jusry, Al-Fiqh „‟Ala Mazahibul Arba‟ah, (Beirut: Darul Haya‟ al-

Turb al-Araby, 1969), h. 543 20

Fathurrahman, Syari`ah: Jurnal Hukum dan Pemikiran, (Fakultas Syariah dan hukum,

Uin Jakarta,2006), h. 231 21

Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy‟ats bin Ishak, Sunan Abi Dawud (Semarang : CV asy-

Syifa‟), Jilid III, hal.69

Page 36: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

26

Mereka juga beralasan dengan sabda Nabi Saw

د ء ط ي ل .ح يض د ض ي ذ ى ذ ر د و د اخ ذ س ي غ ل ع ض ى ذ ر د و ا

Artinya : “Janganlah kamu menggauli wanita hamil sampai dia melahirkan dan

wanita yang tidak hamil sampai haid satu kali”.

Dengan dua hadits di atas, Imam Malik dan Imam Ahmad berkesimpulan

bahwa wanita hamil tidak boleh dikawini, karena dia perlu iddah. Mereka

memberlakukan secara umum, termasuk wanita hamil dari perkawinan yang sah,

juga wanita hamil dari akibat perbuatan zina. Bahkan menurut Imam Ahmad,

wanita hamil karena zina harus bertaubat, baru dapat melangsungkan perkawinan

dengan laki-laki yang mengawininya.22

Secara umum kita dapat memahami dan mengetahui bahwa pernikahan

yang disebutkan di atas dinilai sah oleh banyak ulama, walaupun memang ada

ulama yang menyatakan bahwa pernikahan itu tidak sah. Sahabat Nabi SAW Ibnu

Abbas ra. Berpendapat bahwa hubungan dua jenis kelamin yang tidak didahului

oleh pernikahan yang sah, lalu dilaksanakan sesudahnya pernikahan yang sah,

menjadikan hubungan tersebut awalnya haram dan akhirnya halal. Dengan kata

lain pernikahan orang yang telah berzina dengan seseorang perempuan, kemudian

menikahinya dengan sah, dapat diserupakan atau dianalogikan dengan seseorang

yang mencari buah dari kebun seseorang, kemudian dia membeli dengan sah

kebuntersebut bersama seluruh buahnya. Apa yang dicurinya (sebelum yang dibeli

itu) haram. Sedangkan yang dibelinya setelah pencuriannya itu adalah halal. Inilah

pendapat Imam Syafi‟i dan Abu Hanifah. Sedangkan pendapat Imam Malik

22

Wahbah Al-Zuhayli, Usul al-fiqh al-Islami (Beirut: Dar al-Fikr al-Mu‟asir, 1997),

hal.150

Page 37: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

27

menilai bahwa siapa yang berzina dengan seseorang kemudian dia menikahinya,

pernikahan tersebut tidaklah sah dan dengan demikian hubungan seks keduanya

adalah haram, sepanjang janin masih dikandung oleh perempuan yang dinikahinya

itu. Pernikahan baru sah bila akad nikah dilakukan setelah kelahiran anak.23

Dalam kitabnya Majmu‟ Syarah al-Muhazzab, Imam Nawawi

mengatakan:

ماد فسع : اذا شد اى لا, فا دا اء ماد دائلا ا يجة عييا اىعدج, س ساج ى

اىصا فينس نادا قثو يد د ا عقد اىناح عييا ىغيس اي دائلا جاش ىيص

و ضعا ىذ .24

Artinya : “Apabila seorang perempuan berzina, maka tidak wajib atasnya

ber‟iddah baik ia dalam keadaan tidak hamil maupun hamil. Karena

itu, jika ia dalam keadaan tidak hamil, maka boleh bagi sipezina dan

lainnya yang bukan menzinainya melakukan akad nikah atasnya dan

jika ia hamil karena zina, maka makruh menikahinya sebelum

melahirkan anaknya”.

Sayyid Sabiq dalam kitab fiqh al-sunnahnya mengatakan, bahwa boleh

menikahi wanita pezina dengan catatan mereka yang melakukan zina tersebut

harus bertaubat terlebih dahulu, karena Allah Swt menerima taubat dan

memasukan mereka kedalam hamba-hamba yang salih.25

Dalam masalah kawin hamil terdapat perselisihan pendapat para ulama

sebagai berikut:

23

Muhammad Quraish Shihab, Perempuan: dari Cinta Sampai Seks dari Nikah Mut‟ah

sampai Nikah Sunah dari Bias Lama Sampai Bias Baru, (Jakarta: Lentera hati, 2006) . Cet. Ke-3 ,

h. 229. 24

Muhyidin bin Syaraf al-Nawawi, al-Majmu‟ Syarah al-Muhazzab, (Beirut: Dar al-Fikr,

1994), Juz XV, h. 398 25

As-Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah, cet IV (Beirut: Dar al-Fikr, 1980), h.83

Page 38: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

28

a. Menurut Pendapat Mazhab Syafi’i

لدس لا ل ماد دا ا ش اىعقد عييا و يج ح ىر اىذ

Artinya: “Diperbolehkan berakad nikah dengan wanita pezina walaupun wanita

itu dalam keadaan hamil, bahwasannya tidak ada larangan hanya

karena kandungan ini”

Alasan yang dimaksudkan bahwa nikah artinya akad nikah, sehingga

orang-orang hamil tanpa akad nikah terlebih dahulu, tidak dapat disamakan

dengan orang-orang yang hamil karena hubungan suami istri, namun mereka tetap

berstatus sesuai dengan keadaan sebelum mereka melakukan perzinaan. Kalau

gadis maka tetap berstatus gadis, meskipun sudah tidak perawan lagi atau sudah

hamil, bila mereka sebelumnya hidup sebagai janda, maka tetap pula sebagai

janda.

Menurut madzhab Syafi‟i bahwa wanita hamil sebab zina boleh melakukan

perkawinan dengan laki-laki lain,26 beliau beralasan dengan firman Allah SWT :

فذي س غيس ذصي ىن أ ذثرغا تأ ىنزاء ذ ا أدو ىن ( 24: 4.)اىساء/

Artinya : “...... Dan dihalalkan oleh Allah bagimu selain wanita yangdemikian itu

(yaitu) mencari istri-istri dengan harta-hartamu untuk dikawini bukan

untuk berzina ...”.

Berdasarkan ayat di atas wanita pezina itu tidak termasuk ke dalam

golongan perempuan yang haram dinikahi, sebab itu ia boleh dinikahi, begitu juga

firman Allah SWT :

26

Abu Ishaq al-Syirazii, al-Muhadzab, Fi fiqh al-Imam as-Syafii, tahqiq Muhammad al-

Zuhaili (Damaskus: Dar al-Qalam, 1996) jilid 4, h. 147

Page 39: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

29

أنذا ى ن ٱلي يذي ٱىص إ ينا فقساء يغ ائن إ عثادم ٱلل

فضي ۦ ٱلل سع عيي (32: 24)اىز/ .

Artinya : “Dan kawinkanlah orcmg-orang yang sedirian diantara kamu, dan

orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu

yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika

mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya.

dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui”. (An-

Nuur:32)

Dalam ayat ini menunjukkan bahwa wanita pezina yang hamil termasuk

golongan wanita yang tidak bersuami.

b. Menurut Mazhab Hanafi

27 لذطا درى ذضع ي ي ع د .يصخ اىعق ىن ا

Artinya : “Sah hukumnya berakad nikah dengan pezina yang sedang hamil,

akan tetapi tidak boleh dicampurinya sehingga ia melahirkan.”

Wanita hamil boleh dinikahi oleh siapa pun, baik yang menikahinya itu

laki-laki yang menghamilinya maupun laki-laki yang bukan menghamilinya,

beliau beralasan sama dengan madzhab Syafi‟i, namun ada syarat yang beliau

kemukakan, yaitu seandainya yang mengawini wanita hamil itu laki-laki yang

bukan menghamilinya, maka boleh menikah namun tidak boleh mencampuri

wanita itu sebelum ia melahirkan

c. Menurut Madzbab Hambali

Perempuan pezina, baik ia hamil atau tidak, tidak boleh dikawini oleh laki-

laki yang mengetahui keadaannya itu, kecuali dengan dua syarat :

27

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, h. 229.

Page 40: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

30

1) Telah habis masa iddahnya, tiga kali haid. Namun jika ia hamil, maka

iddahnya habis dengan melahirkan anaknya, dan belum boleh

mengawininya sebelum habis masa iddahnya itu.

2) Telah taubat wanita itu dari perbuatan maksiatnya, dan jika ia belum

bertaubat, maka tidak boleh mengawininya.28

Apabila telah sempurna kedua syarat itu, yaitu telah habis masa iddahnya

dan telah bertaubat dari dosanya, maka halal mengawini wanita itu bagi laki-laki

yang menzinainya atau laki-laki lain.

d. Menurut Madzhab Maliki

29 و ي ي ش اىعقد ع ج ي ل .ا درى ذضع اىذ

Artinya : “Tidak boleh melaksanakan akad nikah (dengan wanita pezina yang

hamil) sehingga ia bersalin (melahirkan).”

Menurut madzhab Maliki wanita hamil karena zina itu tidak boleh dinikahi

oleh siapa pun, baik laki-laki yang menzinainya, maupun oleh laki-laki yang lain.

Golongan ini beralasan dengan keumuman ayat atau firman Allah SWT:

د ى أ اه ٱلد ي د أ يضع (4: 65)اىطلاق/ .أجي

Artinya : “Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah

sampai mereka melahirkan kandungannya.”

28

Abu Muhammad Abdullah ibn Qudamah al- Mughni (jedah ; Maktabah al-Sawadih,

2000), hal.309 29

Sayyid Sabiq, Fiqh al-Sunnah, h. 230.

Page 41: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

31

Dari ayat di atas dijelaskan bahwa wanita yang hamil baik karena hamil

zina atau karena hamil yang bukan zina, maka tidak boleh mengawini wanita

tersebut sampai ia melahirkan.

Dari segi lain kita melihat bahwa seorang istri hamil yang dicerai oleh

suaminya (fasakh) atau ditinggal mati oleh suaminya, si wanita itu tidak boleh

kawin sebelum melahirkan. Sesudah melahirkan dan sesudah menjalani nifas baru

diperbolehkan untuk kawin.

Page 42: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

32

BAB III

BIOGRAFI K.H M SYAFI’I HADZAMI DAN BUKU TAUDLIHUL

ADILLAH

A. Biografi K.H Muhammad Syafi’i Hadzami

KH. Muhammad Syafi‟i putra Betawi lahir pada tanggal 31 januari tahun

1931 Masehi atau bertepatan dengan tanggal 12 Ramadhan tahun 1349 Hijriyah,

di kawasan Rawa Belong, Jakarta Barat. Ayahnya bernama Muhammad Saleh

Raidi dan ibu nya bernama ibu Mini. Sedangkan ayahnya sendiri merupakan

betawi asli dan seorang karyawan di perusahaan minyak di Sumatera Selatan,

sedangkan ibunya merupakan seorang wanita kelahiran Citeureup Bogor, Jawa

Barat. 1

Di kemudian ia lebih di kenal dengan nama Syafi‟i Hadzami atau

lengkapnya KH. Muhammad Syafi‟i Hadzami. Nama atau gelar Hadzami2 adalah

pemberian julukan yang diberikan oleh guru-guru dan para Ulama karena

kedalaman ilmu yang beliau miliki dalam memahami serta menjelaskan masalah-

masalah yang tergolong rumit untuk dipahami dan Muallim Syafi‟i dengan mudah

menjelaskan masalah-masalah tersebut dengan berbagai sumber referensi yang

beliau miliki. Gelar tersebut disandangnya ketika ia masih berumur dibawah 30

tahun. Syafi‟i Hadzami merupakan anak pertama dari tujuh bersaudara, yaitu

diantranya Solehah, Safri, Sa‟diah, Suhairi, Sahlani, Saidi, dan Syafwani.

1 Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

(Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999),hal. 11 2 Hadzami adalah nama seorang wanita Arab Yaman yang hidup dimasa sebelum Islam

yang juga diberi gelar Zarqa al-Yammah. Ia sering dijadikan suatu contoh (perumpamaan) dalam

hal pandangan yang tajam dan informasi yang benar. Seorang penyair berkata : Apabila Hadzami

telah berkata, maka benarkanlah. Karena sesungguhnya perkataan yang benar itu adalah yang

dikatakan Hadzami. Ali Yahya, hal;83

Page 43: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

33

Semasa kecil Syafi‟i Hadzami tidak tinggal dengan orang tuanya,

melainkan beliau tinggal dengan kakeknya, Husin di Batu Tulis XIII (dulu disebut

gang lebar). Kepada kakeknya, ia belajar al-Qur‟an sampai khatam pada usia 9

tahun. Selain itu, ia juga belajar dasar-dasar ilmu alat, yaitu nahwu dan sharaf.3

Masa kecilnya selalu bersentuhan dengan persoalan-persoalan agama

sehingga membuat “dunia kecilnya” didominasi ilmu-ilmu agama. Pada masa

kecil, ia sering diajak kakeknya untuk mengaji dan menghadiri majelis dzikir Kyai

Abdul Fatah, pimpinan tarekat Idrisiah. Bahkan pada masa itu, ia pernah

mengalami fana‟ karena semata-mata hanya ingat kepada Allah. Dari gurunya ini,

ia pernah mendapat doa khusus dan di doakan kelak ia akan menjadi orang baik.

Selain kepada kakeknya, ia juga mengaji al-Qur‟an nahwu dan sharaf

kepada pak Sholihin selama kurang lebih dua tahun. Anehnya, selang beberapa

tahun berjalan, hubungan keduanya menjadi terbalik. Pak Sholihin justru menjadi

murid dan belajar kepada Syafi‟i Hadzami. Ia tidak menyangka bahwa Syafi‟i

Hadzami yang masih berusia belasan tahun telah memiliki ilmu yang dapat di

bilang lumayan.

Selain mengaji, Syafi‟i Hadzami juga pernah mengenyam pendidikan

formal di HEI (Holandshe Engels Institute), yaitu pendidikan setingkat sekolah

dasar dari tahun 1936 sampai tahun 1942. Di sekolah ini, ia mendapatkan

pelajaran Bahasa Belanda dan Bahasa Inggris, namun kata pengantar yang

3Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering, (Jakarta;

Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999),hal. 12

Page 44: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

34

digunakanya adalah Bahasa Belanda.4 Pada tahun 1942 masehi Syafi‟i Hadzami

berhasil lulus dari HEI, dan ia kemudian melanjutkan thalabul ilminya dengan

mengikuti kursus stenografi dan pembukuan.

Setelah itu, ia mengaji lagi selama bertahun tahun dengan cara mendatangi

guru gurunya untuk belajar kitab kuning. Atau dalam studi di Timur Tengah

dikenal dengan istilah al-kutub al-qadhimah, sebagai sandingan dari al-kutub al-

ashriyyah. Guru-guru yang di datanginya selama bertahun-tahun lebih dari

sepuluh orang. Sejak tahun 1935 (awal belajar dari kakeknya, Husein) sampai

dengan tahun 1976 (saat wafatnya habib Ali bin Husein al-Athas, Bungur) ia tak

pernah putus berguru kepada para ulama. Jadi, selama 41 tahun ia terus

mendatangi guru-gurunya untuk menimba ilmu. Mengenai kegiatan mengajinya

ini, ia mengatakan: Saya datang kerumah guru-guru hingga saya buat silsilahnya

itu. Semuanya dengan mengaji kitab kuning, saya datang dengan membawa kitab,

kemudian saya baca, dan setelah itu pulang. Jadi, saya mengaji dengan cara privat

pada guru-guru itu. Tidak banyak orang, kadang-kadang hanya saya sendiri atau

berdua.

Para ulama betawi memang jarang yang membuat asrama atau pondok

bagi murid-muridnya. Karena itu, berbeda dengan daerah-daerah lain di jawa dan

juga beberapa daerah diluar jawa, tradisi pesantren tidak begitu dikenal di Betawi.

Sistem yang berkembang di Betawi adalah sistem halaqah, dan model pendidikan

4 Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

(Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999),hal.20

Page 45: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

35

agama yang kemudian juga berkembang adalah model madrasah bukan

pesantren.5

Mengenai keberhasilan Syafi‟i Hadzami dalam belajar, KH. Bunyamin,

muridnya, mengatakan: „‟Mungkin terutama masalah kesungguhannya,

istiqomahnya melebihi dari yang lain‟‟. Ulama memang banyak, tetapi KH.M

Syafi‟i Hadzami hanya satu. Sekali lagi saya katakan, hanya satu ! sulit dicari

orang seperti beliau. Kealiman beliau tidak perlu disangsikan lagi, karena

pengetahuan beliau penuh dan meliputi bermacam-macam ilmu. Kelebihan lain

dari beliau adalah istiqamahnya. Beliau benar-benar seorang yang istiqomah dan

itu di akui oleh semua orang. Saya rasa istiqomahnya ini yang membuat ilmu

beliau bisa seperti itu. Beliau juga bersikap tawadhu‟ dan selalu menghormati

orang lain baik yang lebih tua atau yang lebih muda dari beliau.6

Selain ketekunan dan kesungguhan, faktor lain yang membuat Syafi‟i

Hadzami berhasil menjadi seorang kyai besar seperti sekarang ini, menurut Drs.H.

Marzuki, muridnya, adalah keridhoan dan tabarruk dari guru-gurunya. Dalam hal

ini ia mengatakan : „‟Barangkali kalau kita berfikir tradisional, tidak terlepas dari

tabarruk seorang syeikh kepada beliau. Jadi, katakanlah kalau kita lihat kyai dulu,

barangkali antara ilmu dengan masa belajar tidang begitu seimbang (balance).

Artinya, belajar yang tidak begitu lama tetapi ilmu yang begitu lama yang ia

dapat. tentunya ada futuh lain barangkali. Saya melihat secara tradisional saja.

Nampaknya bagi orang yang berfikiran modernis sekarang hal ini sudah terkikis‟‟.

5 Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

(Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999),hal.13-14 6 Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

(Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999),hal. 238

Page 46: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

36

Ketekunan Syafi‟i Hadzami ini dapat dilihat dari kegiatan mengajinya

dengan mendatangi guru-gurunya di berbagai tempat yang saling berjauhan.

Bahkan menurut Drs. KH. Saipuddin Amsir, muridnya, ketika dalam usia dibawah

20 tahun ia pernah berkonsentrasi total untuk menekuni kitab-kitab. Semua

beberapa tahun ia tinggakan semua kegiatan, dan ia melakukan „uzlah

(mengasingkan diri) di kamarnya hanya untuk mengurusi ilmu sampai-sampai ia

mengalami majdzub bil-‘ilmi. Dalam kondisi demikian, ia seolah-olah menjadi

lupa terhadap dirinya, sehingga memakai sendal terkadang terbalik, lupa

mengancingkan baju secara pas dan sebagainya. Wajarlah bila di masa-masa

mengajarnya kemudian, buah dari ketekunannya itu muncul kembali sesuatu yang

mengagumkan banyak orang, sehingga ia menjadi seorang ulama.7

Kebesaran Syafi‟i Hadzami sebagai seorang ulama, menurut Drs. KH.

Saipuddin Amsir, murid, dapat dilihat dari dua segi. Pertama, kualitas pribadinya

yang disaksikannya sendiri secara langsung. Dan kedua, pengakuan orang lain

terhadap kebesarannya.

Selain, itu Drs. KH. Saipuddin Amsir, juga menyebutkan pengakuan para

ulama terhadap Syafi‟i Hadzami. Diantara pengalaman yang diceritakannya

adalah ketika ia mengalami kesulitan dalam masalah fiqih yang berkaitan dengan

haji sewaktu ia berada di Mekkah. Ia lalu menanyakan kepada Kyai Damanhuri,

seorang ulama yang tinggal dan menuntut ilmu di Mekkah. Kemudian Kyai

Damanhuri mengatakan: „‟Ente kan anak jakarta, ente kenal Syafi‟i Hadzami dan

7Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering, (Jakarta;

Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999),hal.78

Page 47: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

37

ente muridnya sebagaimana yang ente katakan. Jangan tanya masalah itu sama

saya. Nanti kalau pulang, bawa masalah itu dan tanyakan pada Syafi‟i Hadzami”.8

Tak dapat disangkal bahwa para guru memainkan peran yang sangat

penting dalam mengantarkan murid-murid meraih cita-cita yang dikehendaki.

Memang guru bukanlah satu-satunya faktor penentu. akan tetapi bagaimanapun

juga, semakin berkualitasnya guru yang dimiliki seseorang, semakin besar juga

kemungkinannya untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang bermutu.

Muallim Syafi‟i Hadzami termasuk orang yang beruntung. Betapa tidak.

Guru-gurunya adalah para ulama terkemuka di zamannya yang benar-benar

menguasai bidang-bidang keilmuan secara khusus. Sebagian diantara mereka

bahkan sebelumnya selama puluhan tahun telah menimba ilmu di timur tengah

pada tokoh-tokoh ulama besar di masanya.

Mengenai para guru ini, muallim pernah mengatakan :

“Alhamdulillah, saya bersyukur kepada Allah karena mendapatkan para

gugu-guru spesialis yang benar-benar mahir di bidangnya. Tetapi itu bukan karena

saya memilih-milih. Itu kebetulan saja. Sebab sebelumnya saya tidak mengetahui

dan tidak bisa menilai karena ilmu saya masih terbatas. Setelah banyak belajar,

barulah saya mengetahui bahwa mereka orang-orang yang menguasai

bidangnya”.9

Guru-guru Muhammad Syafi‟i Hadzami yang dapat dicatat selama beliau

menuntut ilmu adalah ;

a. Kakek Husin, dan guru-guru di kampung sejak tahun 1935 sampai tahun

1944, mengaji Al- Qur‟an beserta tajwidnya. Dan kepada kakek Husin,

8 Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

(Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999),hal.82 9 Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

(Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999), hal.41

Page 48: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

38

Muhammad Syafii juga belajar dasar-dasar ilmu alat (Grammar) yaitu

nahwu dan shoraf.

b. Guru Saidan di kemayoran. Setelah mengaji kepada kakek Husin, ia

mengaji kepada guru saidan di kemayoran, kepadanya ia belajar ilmu

tajwid, ilmu nahwu dengan kitab pegangan Mulhatul-i’rab, dan ilmu fiqh

dengan pegangan kitab ats-Tsimarul-Yaniah yang merupakan syarah atas

kitab ar-Rhiyadhul Badi’ah. Guru Sa‟idan pula yang menyuruhnya belajar

kepada guru-guru yang lain, misalnya guru Ya‟kub Saidi (Kebon Sirih),

guru Kholid (Gondangdia), guru Abdul Majid (Pekojan), dan lain-lain.

Selain belajar guru agama Muhammad Syafi‟i juga belajar silat. Ia belajar

selama lima tahun (1948-1953). Guru Saidan wafat pada tanggal 20

januari 1976 dan dimakamkan di daerah Kranji, Bekasi.

c. Habib Ali bin Husein al-Athas. Ia belajar sejak tahun 1958-1976, kepada

nya ia belajar fiqh. Habib Ali bin Husein al-Athas dilahirkan di Huraidhah,

Hadramaut pada tanggal 1 muharam 1309 H (1889 M). Pada usia 6 tahun

ia belajar ilmu-ilmu keislaman pada sebuah Ma‟had di Hadramaut. Pada

tahun 1912 ia menunaikan ibadah haji dan kemudian menetap di Mekah

untuk menuntut ilmu selama 5 tahun. Pada tahun 1917 ia kembali ke

Huraidhah, hadramaut dan mengajar disana. 3 tahun kemudian ia tiba di

jakarta dan menetap di kota ini hingga akhir hayatnya. Habib Ali Bungur

selalu berusaha menyiarkan ilmu-ilmu agama islam dengan membuka

majelis taklim di rumahnya, selain mengajar di tempat-tempat lain.

Page 49: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

39

d. Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi, kepadanya Syafi‟i Hadzami

rajin mengikuti pengajian umum yang di asuh oleh Habib Ali bin

Abdurrahman al-Habsyi, setiap hari minggu pukul 08:00 wib Habib Ali

bin Abdurrahman al-Habsyi dilahirkan di Kwitang, jakarta pusat pada

tanggal 20 jumadil akhir 1286 H (1876 M), pada usia 10 tahun Habib Ali

bin Abdurrahman al-Habsyi dikirm ke Hadramaut untuk belajar kepada

beberapa ulama terkemuka di masa itu di antaranya Habib Ali bin

Muhammad al-Habsyi (Sewun), Habib Ahmad bin hasan al-Athas

(Huraidhah), Habib Abdurrahman bin Muhammad al-Masyhur (mufti

Hadramaut) dan sebagainya.

e. KH Mahmud Romli, kitab yang di pelajarinya Ihya Ulumuddin (tasauf)

dan Bujairimi (fiqh). Asal usul ulama kelahiran menteng yang sering

dipanggil guru Mahmud ini tidak terlalu jelas. Ia dikenal tidak bayak

bicara, sehingga sangat dikit sekali informasi yang diperoleh mengenai

kehidupanya dimasa kecil dan remajanya.

f. KH. Ya’kub Saidi, kepadanya Syafi‟i Hadzami benyak mempelajari ilmu

Ushuluddin dan Mantiq. Selama 5 tahun Syafi‟i Hadzami mengaji kepada

beliau, yaitu sejak tahun 1950-1955 M.

g. KH. Muhammad Ali Hanafiyah, kepadanya Syafi‟i Hadzami

mempelajari kitab Kafrawi, Mulhatul I’rab, dan Asymawi.

h. KH. Mukhtar Muhammad, kepadanya Syafi‟i Hadzami selama 5 tahun

yakni sejak tahun 1953 sampai tahun 1958 ia mempelajari kitab Kafrawi.

Page 50: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

40

i. KH. Muhammad Sholeh Mushonif, kepadanya Syafi‟i Hadzami mengaji

kitab Ushuluddin.

j. KH. Zahruddin Utsman, kepadanya Syafi‟i Hadzami tidak mengaji

kitab. Namun demikian. Muhammad Syafi‟i Hadzami tetap menganggap

sebagai guru karena ia mendapatkan ijazah dari KH. Zahruddin Utsman,

yaitu ijazah kitab al-Hikam.

k. Syeikh Yasin bin Isa al-Fadani, bila setiap ada kesempatan untuk

menunaikan ibadah haji, maka hal itu akan dimanfaatkannya untuk

menuntut ilmu pada ulama terkemuka di Mekkah guna menambah

wawasan. Darinya Syafi‟i Hadzami banyak mendapatkan ijazah.10

Dalam setiap perubahan zaman, diperlukan suatu usaha baru untuk

menafsirkan dan menyelaraskan agama dengan tuntutan zaman. Karena itu,

pembaharuan diyakini sebagai cara untuk menyesuaikan agama agar tidak

ketinggalan zaman. Inilah yang diyakini KH. M. Syafi‟i Hadzami, bahwa

pembaharuan sangat diperlukan oleh agama. Ini berarti ia tidak kaku dalam

menyikapi perubahan dan perkembangan yang terjadi. Ia tidak menjadikan

10

Al- Allamah al-Muhaddits asy-Syekh Abul –Faidh‟ Alamuddin Muhammad Yasin bin

Muhammad Isa al-Fadani dilahirkan di Mekkah pada tahun 1335H.

Syekh Yasin mengajar berbagai ilmu di Masjidil-Haram dan di Darul-„Ulum. Setiap

bulan Ramadhan ia membacakan kitab-kitab hadits Kutubus-sittah dan mengijazahkan kepada

mereka yang menghadirinya. Karya-karyanya terbilang banyak, lebih dari 60 buah, sebagian telah

dicetak dan sebagian lagi masih dalam bentuk naskah tulisan tangan. Diantara karya-karyanya

adalah :

1. Ad-Durr al-Mandhud fi Syarh Sunan Abi Daud, 20 jilid.

2. Fathul-‘ Allam Syarh Bulughil-Maram, 4 jilid.

3. Hasyiyah atas al-Asybah wa an-Naza’ir karya as-Suyuthi.

4. Nailul-Ma’mul, Hasyiyah ‘ala Lubbil-Ushul, dan sebagainya.

Syekh Yasin wafat pada malam jum‟at tanggal 28 Dzul-Hijjah 1410 H, dishalatkan

keesokan harinya setelah sholat jumat dan dimakamkan di pemakaman Ma‟la di Mekkah.

Page 51: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

41

pandangan hidupnya menjadi suatu sistem yang tertutup dan kemudian

memalingkan diri dari proses modernisasi.

Dalam menyikapi pembaharuan pemahaman ajaran-ajaran agama, KH. M.

Syafi‟i Hadzami bersikap cukup luwes dan tidak kaku. Dalam menghadapi

gagasan-gagasan baru, ia tidak mau langsung menolak atau menyetujuinya tanpa

menimbangnya terlebih dahulu dengan pedoman syari‟at. Jadi, pembaharuan

dalam memahami agama bukan sesuatu yang harus ditolak, asalkan tidak keluar

dari relnya dan ditangani oleh orang yang memiliki persyaratan- persyaratan

untuk itu. Pandangan ini didasarkan pada teks hadis Nabi SAW bahwa setiap

seratus tahun ada yang disebut mujaddid (pembaharuan). Dalam kehidupan

beragama ini ada mujaddid, yaitu orang-orang yang memperbaharui pandangan-

pandangan agama. Jadi, yang di perbaharui bukan agamanya, tetapi

pandangannya. Ibarat mata yang sudah tidak bisa memandang dengan jelas, bila

memakai kacamata, apa yang dipandang akan menjadi lebih jelas. Padahal, objek

pandangannya sama saja. Jadi, bukan objeknya yang dirubah, melainkan alat

untuk memandangnya yang perlu diperbaharui. Itulah tugas seoarang mujaddid.

Ada tujuh karya tulis beliau, yaitu:

a. Sullamul `Arsy fi Qira`at Warsy.

Risalah ini selesai disusunnya pada tanggal 24 Dzulqa`dah tahun 1376H

(1956M) pada saat ia berusia 25 tahun. Risalah setebal 40 halaman ini berisi

tentang kaidah-kaidah khusus pembacaan Al-Qur`an menurut Syeikh Warasy

yang terdiri atas satu mukadimah, sepuluh mathlab (pokok pembicaraan), dan satu

khatimah (penutup).

Page 52: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

42

b. Al-Hujajul Bayyinah.

Risalah ini dalam bahasa Indonesia memiliki arti argumentasi-argumentasi

yang jelas, yang selesai beliau tulis sekitar tahun 1960. Risalah ini mendapat

pujian dari gurunya, Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi. Bahkan dari gurunya

ini, ia mendapatkan rekomendasi (seperti kata pengantar) untuk bukunya ini.

c. Qiyas Adalah Hujjah Syar`iyyah.

Di dalam risalah ini dikemukakan dalil-dalil dari al-Qur`an, al-Hadits, dan

ijma` ulama yang menunjukkan bahwa qiyas merupakan salah satu dari hujjah

syari`ah. Risalah ini selesai disusun pada tanggal 13 Shafar 1389 H bertepatan

dengan tanggal 1 Mei 1969 M.

d. Taudlihul Adillah

Buku Taudhih Adillah diterbitkan pada tahun 1971, yaitu setahun setelah

tanya jawab di radio cendrawasih itu berjalan, jawaban-jawaban yang ia

sampaikan berikut dengan pertanyaan-pertanyaan yang dianjurkan oleh para

pendengar cendrawasih , diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Taudlihul

Adillah yang artinya Menjelaskan dalil-dalil, disertai dengan judul dalam bahasa

Indonesia seratus masalah agama.

e. Mathmah Ar-Ruba fi Ma`rifah Ar-Riba.

Di dalam risalah ini dibahas beberapa persoalan yang berkaitan dengan riba,

seperti hukum riba, benda-benda yang ribawi, jenis-jenis riba, bank simpan

pinjam, deposito, dan sebagainya. Risalah ini selesai ditulis pada tanggal 7

Muharram 1397H (1976M).

Page 53: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

43

f. Ujalah Fidyah Shalat.

Risalah yang ditulis pada tahun 1977 ini membahas khilaf tentang

membayarkan fidyah (mengeluarkan bahan makanan pokok) untuk seorang

muslim yang telah meninggal dunia yang di masa hidupnya pernah meninggalkan

beberapa waktu shalat fardhu. Risalah ini disusun karena adanya pertanyaan

tentang masalah tersebut yang diajukan oleh salah seorang jama`ah pengajiannya.

g. Qabliyah Jum`at.

Risalah ini membahas tentang sunnahnya sholat Qabliyyah Jum`at dan hal-

hal yang berkaitan dengannya. Di dalam risalah ini dikemukakan nash-nash al-

Qur`an, al-Hadits, dan pendapat para fuqaha (ahli fiqih).

h. Shalat Tarawih,

Risalah ini disusun untuk memberikan penjelasan shalat tarawih yang sering

menjadi persoalan di kalangan kaum muslimin. Di dalamnya dikemukakan dan

dijelaskan dalil-dalil dari hadits dan keterangan para ulama yang berkaitan dengan

shalat tarawih. Mulai dari pengertiannya, ikhtilaf tentang jumlah raka`atnya, cara

pelaksanaannya, dan lain-lain dibahas dalam risalah ini.

Selain mengajar dan menulis kitab-kitab KH. M Syafi‟i Hadzami juga

berkontribusi dalam bidang organisasi yang ada di Indonesia, diantaranya adalah

menjadi anggota kepengurusan MUI DKI dan NU.

Sejak kepengurusan MUI DKI yang pertama hingga sekarang (priode

1995-2000) Muallim Syafi‟i Hadzami selalu mendapat kepercayaan menduduki

berbagai jabatan. Pada priode pertama (1975-1980) ia menjadi salah satu anggota

Page 54: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

44

pengurus pada priode berikutnya, muallim Syafi‟i Hadzami diberi kepercayaan

untuk menduduki jabatan yang lebih tinggi, yaitu sebagai salah satu ketua.

Jabatan sebagai salah satu ketua kembali dipercayakan kepada Muallim

Syafi‟i Hadzami pada priode kepengurusan berikutnya, yaitu periode 1985-1990.

Ini menunjukan kepercayaan ulama dan umat terhadapnya.

Pada tahun 1990 beliau mendapatkan keperayaan yang lebih tinggi lagi

dalam kepengurusan MUI DKI. Kali ini beliau diberi amanah sebagai ketua

umumnya. Kepercayaan yang sama kembali diberikan kepada beliau pada tahun

1995. Kepercayaan ini merupakan cermin dari pengakuan para ulam di jakarta

atas keilmuan dan ketokohan beliau. Sebenarnya dengan kondisi kesehatan yang

agak menurun ditambah dengan kegiatan mengajar yang sangat banyak, Muallim

sudah ingin beristrirahat dari kegiatan keorganisasian. Tatapi dengan adanya

kepercayaan dan desakan para ulama serta perasaan tanggungjawab akan

kepentingan umat, Muallim akhirnya menerima amanah itu.

Selain di MUI DKI, Muallim pun terlibat dalam kegiatan NU. Hanya saja

sebagaimana di MUI DKI, beliau juga tak dapat seaktif orang lain. Begitupun,

beliau tetap memberikan perhatiannya kepada NU dan selalu mengikuti

perkembangannya. Bila memungkinkan beliau juga berusaha menghadiri acara-

acara penting yang diadakan oleh NU, misalnya rapat-rapat pleno, terutama bila

diadakan di Jakarta.

Pada mukhtamar NU ke 29 yang berlangsung tanggal 1 sampai 5

Desember 1994 di Pesantren Cipasung Tasikmalaya, Muallim ikut

menghadirinya. Dalam mukhtamar ini Muallim mendapatkan kepercayaan sebagai

Page 55: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

45

salah satu rois syuriah. Kepercayaan ini mencerminkan mengakuan para ulama

atas keilmuan dan ketokohan beliau. Di samping itu, juga merupakan

penghormatan kepada para ulama Betawi secara keseluruhan. Dalam sejarahnya

kepengurusan NU tingkat pusat memang lebih banyak diisi oleh tokoh-tokoh

ulama dari Jawa Timur atau Jawa Tengah. Tidak banyak ulama-ulama Betawi

yang menduduki jabatan-jabatan penting di PBNU.

Perjuangan KH. Muhammad Syafi‟i Hadzami dalam bidang pendidikan

a. Pendirian BMMT (Badan Musyawarah Majelis Taklim)

Pada tahun 1963 sewaktu Muallim Syafi‟i Hadzami baru mengajar pada

14 majlis taklim, terbentuklah lembaga yang bernama BMMT (Badan

Musyawarah Majelis Taklim) yang mengkoordinasikan majelis-majelis itu. Badan

ini dibentuk setelah memperhatikan kesungguhan dan ketekunan jamaah majelis-

majelis taklim dalam menuntut ilmu. Idenya datang dari muallim sendiri ketika

beliau baru berusia 32 tahun sebagai pengasuh majlis-majlis taklim tersebut.

Sedangkan pengorganisasiannya ditangani oleh H. Ali Dimung yang ketika itu

menjabat sebagai pimpinan DPRD DKI dan anggota MPRS-RI, dengan dibantu

sepenuhnya oleh A. Moedjib Thoha dan Abdullah Sholihin.

Dalam musyawarah yang diadakan pada tanggal 7 april 1963 bertempat

dikediaman saudara Abdullah Sholihin dan dipimpin langsung oleh Muallim

Syafi‟i Hadzami, dapat ditetapkan dan disahkan susunan pengurus BMMT yang

diberi nama Al-„Asyirotusy-Syafi‟iyah sekaligus mengukuhkan pimpinan-

pimpinah majelis taklim tersebut.

Page 56: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

46

b. Mendirikan pesantren

Dengan semakin berkembangnya kegiatan BMMT, maka untuk

melancarkan gerak dan usahanya di bidang sosial, pendidikan, pengajaran, dan

lain-lain. Pengurus BMMT Al-„Asyirotusy-Syafi‟iyah merasa sangat perlu untuk

meningkatkan organisasinya menjadi suatu badan hukum berbentuk yayasan .

Berlandaskan musyawarah mufakat segenap anggota majelis-majelis

taklim, maka pada tahun 1975 dengan akte Notaris M.S.Tadjoedin no. 288

tertanggal 30 juni 1975, lahirlah suatu yayasan yang bernama yayasan Al-

„Asyirotusy-Syafi‟iyah dengan ketua umumnya KH. Muhammad Syafi‟i

Hadzami.

Untuk mewujudkan cita-citanya di bidang sosial, Yayasan BMMT Al-

„Asyirotusy-Syafi‟iyah bertekad untuk lebih menggiatkan para anggota majelis

taklim dalam pembinaan mental (akhlak) Islam dengan bimbingan praktis ke arah

terjalinnya kerukunan hidup dan kegotongroyongan di segala bidang kehidupan

sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya.

Setelah yayasan terbentuk, selanjutnya diusahakan penyediaan sarana

fisik. Pada hari ahad tanggal 1 juni 1975 dalam suatu pertemuan antara pengurus

Yayasan BMMT dengan para anggota majelis taklim, Yayasan telah menerima

tanah untuk modal pembangunan kompleks pesantren. Tanah untuk membangun

gedung pesantren tersebut terletak di Kampung Dukuh, Kebayoran Lama.

Pertama, tanah seluas seribu meter persegi. Pemberi wakafnya adalah yang

beranama Haji Hafidz beserta keluarganya. Dalam usaha memperluas area

yayasan Al-„Asyirotusy-Syafi‟iyah, pengurus yayasan dapat membeli tanah seluas

Page 57: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

47

2.200 meter persegi. Dengan adanya penambahan tahan tersebut, maka luas

keseluruhan tanah Yayasan Al-„Asyirotusy-Syafi‟iyah menjadi 3.700 meter

persegi.

Pembangunan kompleks pesantren juga dilaksanakan atas bantuan

pemerintah, jadi Yayasan menerima bantuan pemerintah berupa bentuk bangunan,

bukan berupa uang. Pada tanggal 1977 dengan suatu ucapan peresmian dimulailah

pembangunan kompleks pesantren. Dalam kesempatan itu sambutan-sambutan

yang bersifat dukungan yang bersifat telah diberikan oleh Bapak Haji Urip

Widodo selaku Wakil Gubernur DKI, Bapak KH.Dr. Idham Chalid dan beberapa

ulama terkemuka warga jakarta.

Perguruan Al-„Asyirotusy-Syafi‟iyah menyelenggarakan pendidikan dari

tingkat TK hingga aliyah. Sementara itu, untuk program pesantren rencananya

akan menampung semabanyak 40 santri. Nama yang diberikan untuknya adalah

Ma’had al-Arba’in atau lengkapnya Ma’had al-Arba’in al-Islami as-Salafi as-

Sunni asy-Syafi’i. Pesantren yang akan dikembangkan ini adalah pesantren

diniyah, artinya pesantren tradisional yang hanya mempelajari ilmu-ilmu agama

dengan membaca kitab-kitab kuning. Sebagai kader-kader yang disiapkan untuk

menjadi ulama, mereka tentu harus mempelajari dan mendalami seluruh disiplin

ilmu agama.11

Setiap yang bernyawa pasti akan mati. Demikian pula dengan KH.

Muhammad Syafi‟i Hadzami juga pada akhirnya harus merasakan maut, karena

itulah satu satunya jalan untuk bisa bertemu dengan Allah SWT. Diceritakan

11

Ali Yahya, KH. Muhammad Syafi‟i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

(Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi‟iyah 1999), hal.135

Page 58: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

48

bahwasanya beliau wafat, Ba‟da mengajar di Masjid Ni‟matul Ittihad tepatnya

pada tanggal 07 Mei tahun 2006 masehi beliau merasakan nyeri di dada dan sesak

napasnya, hingga akhirnya KH. Muhammad Syafi‟i Hadzami dilarikan kerumah

sakit RSPP pertamina namun ditengah perjalanan Allah SWT memanggilnya

untuk kembali menghadap-Nya, dengan meninggalnya orang alim banyak

linangan air mata yang mengalir dari keluaga murid-murid serta orang-orang yang

mencintai beliau, ribuan orang berdatangan kerumah beliau untuk mensholati

bahkan menurut penuturan murid beliau yang mensholati jenazah Muallim Syafi‟i

Hadzami tak putus-putus dari pagi hingga malam hari.

B. Deskripsi Buku Taudlihul Adillah

Buku Taudlihul Adillah diterbitkan pada tahun 1971, yaitu setahun

setelah tanya jawab di radio cendrawasih itu berjalan, jawaban-jawaban yang ia

sampaikan berikut dengan pertanyaan-pertanyaan yang dianjurkan oleh para

pendengar cendrawasih , diterbitkan dalam bentuk buku dengan judul Taudlihul

Adillah yang artinya “Menjelaskan dalil-dalil”, disertai dengan judul dalam

bahasa indonesia seratus masalah agama.

Buku Taudlihul Adillah terdiri dari 7 jilid, sebagai berikut :

Buku Taudlihul Adillah Perihal Pembahasan Halaman buku

JILID 1

1. Bab Aqidah Islamiyah Hal 1-7

2. Bab Ushul/Akhlak Hal 11-39

3. Bab Thaharah/Bersuci Hal 39-55

4. Bab Bersuci dan shalat Hal 56-70

5. Bab Shalat/Shalat

Jum‟at/Tilawah Hal 72-127

Page 59: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

49

JILID 1

6. Bab Khutbah/Adzan Hal 132-144

7. Bab Batas aurat laki-

laki/perempuan Hal 145

8. Bab Puasa Hal 152-153

9. Bab Menyembelih hewan Hal 156-157

10. Bab Kematian Hal 158-165

11. Bab Doa/dzikir dan amal

shadaqah Hal 166-176

12. Bab Muamalah/munakahah Hal 180-207

13. Bab Bidang munakahah Hal 209-225

14. Susulan bab mu‟amalah Hal 227-229

Buku Taudlihul Adillah Perihal Pembahasan Halaman buku

JILID 2

1. Bab Aqidah Islamiyah Hal 1-28

2. Bab Ushul Akhlak Hal 30-81

3. Bab Bersuci (wudlu/mandi

junub) Hal 83-99

4. Bab Bersuci dan shalat Hal 102-110

5. Bab Shalat/Shalat

Jum‟at/Tilawah Hal 112-174

6. Bab Khutbah/Adzan Hal 178-181

7. Bab Zakat/puasa Hal 182-188

8. Bab Menyembelih hewan Hal 192-193

9. Bab Kematian/janaiz Hal 195-202

10. Bab Doa/dzikir Hal 203-214

11. Bab Muamalah/munakahah Hal 216-264

Buku Taudlihul Adillah Perihal Pembahasan Halaman buku

JILID 3

1. Bab Aqidah Islamiyah Hal 1-28

2. Bab Ushul Akhlak Hal 30-99

3. Bab Bersuci (wudlu/mandi

junub) Hal 101-118

4. Bab Bersuci dan shalat Hal 119-143

5. Bab Shalat/Shalat

Jum‟at/Tilawah Hal 147-193

6. Bab Khutbah Hal 195-196

7. Bab Zakat/puasa Hal 198-216

8. Bab Menyembelih hewan Hal 220-221

Page 60: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

50

JILID 3

9. Bab Kematian/janaiz Hal 223-240

10. Bab Doa/dzikir Hal 244-260

11. Bab Muamalah/munakahah Hal 261-285

Buku Taudlihul Adillah Perihal Pembahasan Halaman buku

JILID 4

1. Bab Aqidah Islamiyah Hal 1-35

2. Bab Ushul Akhlak Hal 40-104

3. Bab Bersuci (wudlu/mandi

junub) Hal 106-121

4. Bab Bersuci dan shalat Hal 124-158

5. Bab Shalat jum‟at/khutbah Hal 160-166

6. Bab Puasa/zakat/haji Hal 168-185

7. Bab

Qur‟ban/aqiqah/memotong

hewan

Hal 186-196

8. Bab Berdoa/dzikir/amal

sedekah Hal 198-210

9. Bab Muamalah/munakahah Hal 212-231

Buku Taudlihul Adillah Perihal Pembahasan Halaman buku

JILID 5

1. Bab Aqidah Islamiyah Hal 1-23

2. Bab Ushul Akhlak Hal 27-85

3. Bab Bersuci/wudlu/mandi

junub Hal 88-98

4. Bab Shalat/Shalat

Jum‟at/Tilawah Hal 99-150

5. Bab Adzan/khutbah Hal 155-159

6. Bab Puasa/zakat Hal 161-171

7. Bab

Qur‟ban/aqiqah/memotong

hewan

Hal 172-174

8. Bab Kematian/janaiz Hal 176-181

9. Bab Berdoa/dzikir/amal

sedekah Hal 183-190

10. Bab Muamalah/munakahah Hal 192-226

11. Bab Khitan Hal 227-228

12. Bab Membayar hutang Hal 230

Page 61: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

51

Buku Taudlihul Adillah Perihal Pembahasan Halaman

buku

JILID 6

1. Bab Aqidah Islamiyah Hal 1-46

2. Bab Ushul Akhlak Hal 49-164

3. Bab

Bersuci/wudlu/tayammum/jun

ub

Hal 165

4. Bab Bersuci dan shalat Hal 169-186

5. Bab Shalat/Shalat

Jum‟at/Tilawah Hal 189-211

6. Bab Khutbah/Adzan Hal 213-219

7. Bab Memotong hewan Hal 223

8. Bab Kematian/cara membayar

hutang kepada orang yang

sudah meninggal

Hal 225

9. Bab Muamalah/munakahah Hal 227-229

10. Bab Bidang munakahah Hal 231-246

11. Bab Kematian/cara membayar

hutang kepada orang yang

sudah meninggal

Hal 225

12. Bab Muamalah/munakahah Hal 227-229

13. Bab Bidang munakahah Hal 231-246

Buku Taudlihul Adillah Perihal Pembahasan Halaman

buku

JILID 7

1. Bab Aqidah Islamiyah Hal 1-68

2. Bab Ushul Akhlak Hal 73-131

3. Bab Bersuci dan shalat Hal 135-140

4. Bab Shalat/Shalat

Jum‟at/Tilawah Hal 143-188

5. Bab Khutbah/Adzan Hal 191-197

6. Bab Puasa Hal 201-210

7. Bab Memotong hewan Hal 213-221

8. Bab Kematian Hal 223-228

9. Bab Berdoa/dzikir/amal

sedekah Hal 231-237

10. Bab Muamalah/munakahah Hal 239-247

11. Bab Bidang munakahah Hal 251-263

Page 62: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

52

Buku Taudlihul Adillah telah terbit dalam tujuh jilid, yakni mulai dari jilid

ke-satu sampai jilid ke-tujuh. Dalam buku ini permasalah-permasalahan yang

ditanyakan para pendengar diklasifikasi kedalam beberapa kelompok . misalnya

aqidah, akhlak, adzan, khutbah, puasa, zakat, qurban, aqiqah, doa, muamalah,

munakahah dan sebagainya.

Dalam menjawab pertanyaan , biasanya KH. Muhammad Syafi‟i Hadzami

mulai menjawab dengan menjelaskan pengertian/ definisi/ batasan dari masalah

yang dibahas, baik pengertian menurut bahasa maupun menurut istilah. Setelah itu

ia akan mengemukakan ayat-ayat Al-Qur‟an, Hadits hadits Nabi dan pendapat-

pendapat para ulama yang ada dalam kitab-kitab yang mu’tamad (kitab-kitab yang

diakui dan dijadikan rujukan oleh para ulama). Dengan mengemukakan semua itu,

maka akan dapat dipahami bahwa pendapat-pendapat ulama yang terdapat pada

nash-nash kitab benar-benar ada dasarnya, bukan semata-mata pendapat mereka.

Semua dalil yang dikemukakan (termasuk nash-nash ulama) dituliskan

dalam bahasa aslinya, kemudia batu diikuti oleh terjemahnya. Sumber-sumber

rujukan nya disebutkan dengan jelas. Bila dikutip suatu hadits, ia selalu sebutkan

perawinya, bila yang di nukil nash-nash ulama, ia sebutkan juga kitab yang

memuat keterangan itu.

c. Materi Hukum Keluarga dalam Buku Taudlihul Adillah

Materi hukum keluarga yang terdapat dalam buku Taudlihul Adillah bisa

di klasifikasikan ke dalam beberapa kelompok, yaitu masalah pernikahan,

perceraian, dan waris.

Page 63: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

53

1. Materi Pernikahan dalam Buku Taudlihul Adillah

Di dalam materi pernikahan penulis menemukan berbagai macam

pembahasan masalah yang berbeda-beda dan ada pula pembahasan yang sama

tetapi dengan judul yang berbeda, diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Pernikahan beda agama

Masalah pernikahan beda agama, dibahas di dalam 5 buku. Tampak dalam

kelima buku tersebut pembahasannya kurang lebih sama, tetapi dengan judul yang

berbeda, yaitu :

1. Jilid I, hal 209, judul : Perkawinan pria muslim dengan wanita kristen;

2. Jilid II, hal 263, judul : Batal nikah sebab murtad;

3. Jilid III, hal 289, judul : Pernikahan wanita Islam dengan pria kafir;

4. Jilid VI, hal 214, judul : Perkawinan pria muslim dengan wanita kristen;

5. Jilid VII, hal 263, judul : Pernikahan wanita Islam dengan pria kafir

kemudian cerai dan menikah lagi dengan pria muslim.

b. Pernikahan perempuan yang sedang hamil karena zina.

Masalah pernikahan hamil, dibahas di dalam 5 buku. Tampak dalam

kelima buku tersebut pembahasannya kurang lebih sama, tetapi dengan judul yang

berbeda, yaitu :

1. Jilid I, hal 220, judul : Menikahi wanita yang sedang hamil;

2. Jilid IV, hal 222, judul : Pernikahan wanita hamil karena zina;

3. Jilid V, hal 197, judul : Pernikahan wanita hamil;

4. Jilid V, hal 218, judul : Hukum menikahi wanita yang ditinggal mati oleh

suaminya dan dalam keadaan hamil 3 bulan;

Page 64: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

54

5. Jilid VII, hal 251, judul : Menikahi wanita hamil karena zina.

c. Pernikahan banci

Pada masalah pernikahan banci dibahas didalam 2 buku saja, yaitu jilid I

hal 213 dengan judul sah kah pernikahan seorang banci buku, dan pada buku jilid

III hal 264 dengan judul bagaimana hukum perkawinan banci.

d. Masalah wali nikah.

Tentang permasalahan wali nikah dibahas didalam 2 buku, yaitu terdapat

pada buku jilid II hal 231 dengan judul wali pernikahan anak haram, buku jilid II

hal 240 dengan judul wanita yang tidak ada walinya, buku jilid V hal 214 sahkah

anak laki-laki dari saudara perempuan bapak menjadi wali.

e. Masalah poligami.

Permasalahan poligami hanya dibahas didalam satu buku saja. Yaitu

terdapat pada buku jilid IV hal 220, dan buku jilid IV hal 225.

f. Hak dan kewajiban suami istri.

Masalah hak dan kewajiban suami istri dibahas di dalam 7 buku, dengan

19 pembahasan. Tampak dalam kesembilan belas buku tersebut pembahasannya

kurang lebih sama, tetapi dengan judul yang berbeda, yaitu :

1. Jilid I, hal 216, judul : Bolehkah pernikahan turun/naik ranjang;

2. Jilid II, hal 232, judul : Suami ditinggal istri tanpa alasan;

3. Jilid II, hal 242, judul : Hukum istri yang membantah suami;

4. Jilid II, hal 243, judul : Hukum seorang istri yang menemui laki-laki lain

tanpa izin suami;

Page 65: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

55

5. Jilid II, hal 253, judul : Hukum menggauli istri yang keguguran sebelum

40 hari;

6. Jilid III, hal 267, judul : Hukum mas kawin yang kurang;

7. Jilid III, hal 276, judul : Suami membiarkan istri tidur seorang diri dalam

keadaan suci;

8. Jilid III, hal 280, judul : Hukum suami yang mengizinkan istri berzina;

9. Jilid IV, hal 219, judul : Hukum meninggalkan istri tua dan menikahi yang

muda;

10. Jilid IV, hal 227, judul : Karena impotent suami membiarkan istri berzina;

11. Jilid IV, hal 229, judul : Mentelantarkan nafkah anak dan istri;

12. Jilid IV, hal 231, judul : Istri suka maksiat apakah suami berdosa;

13. Jilid V, hal 202, judul : Hukum wanita mempunyai dua suami;

14. Jilid V, hal 211, judul : Istri membangkang suami karena dilarang

bersilaturahim kerumah saudara yang tidak disukai suaminya;

15. Jilid V, hal 213, judul : Hukum istri memberi uang kepada orang tuanya

tanpa seizin suami;

16. Jilid V, hal 204-205, judul : Seorang istri yang ditinggal suami tanpa di

beri nafkah;

17. Jilid VI, hal 231, judul : Hukum mengikuti (KB);

18. Jilid VII, hal 258, judul : Cara untuk sah menikah;

19. Jilid VII, hal 260, judul : Suami atau mertua yang lebih besar tanggung-

jawabnya.

Page 66: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

56

g. Materi Perceraian dalam Buku Taudlihul Adillah

Permasalahan perceraian dibahas oleh KH. Syafi‟i Hadzami di dalam 3

buku yang terdiri dari 5 judul, yaitu :

1. Jilid II, hal 262 dan hal 264, judul : Niat mentalak istri tetapi tidak

diucapkan;

2. Jilid III, hal 271, judul : Talak dengan mengatakan kepada istri „‟Pondok

Jodo, Panjang Baraya‟‟;

3. Jilid III, hal 282, judul : Menceraikan dalam keadaan hamil;

4. Jilid V, hal 220, judul : Talak tiga;

5. Permasalahan cerai gugat terdapat didalam buku jilid III, hal 272 dengan

judul istri mengatakan‟‟ceraikan aku‟‟.

h. Materi Hukum Waris dalam Buku Taudlihul Adillah

Pembahasan masalah hukum waris dalam buku Taudlihul Adillah

diuraikan oleh KH. Syafi‟i Hadzami hanya sebanyak 3 pembahasan, yaitu:

Pembagian harta waris terdapat didalam buku jilid VI hal 229, buku jilid VII hal

239, dan buku jilid VII hal 247.

Page 67: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

57

BAB IV

ANALISIS PEMIKIRAN KH. MUHAMMAD SYAFI’I HADZAMI

DALAM BUKU TAUDLIHUL ADILLAH

A. Pemikiran KH. Muhammad Syafi’i Hadzami

Pokok bahasan dalam kitab Taudlihul Adillah sebenarnya banyak

mencakup berbagai bidang kajian. Dalam kajian fikih keluarga yang konsentrasi

dalam tulisan ini juga terbagi menjadi beberapa judul. Namun untuk

mempermudah dan mempertajam dalam menganalisa maka penulis hanya akan

membahas beberapa hal saja.

1. Pernikahan Beda Agama

KH. Muhammad Syafi’i Hadzami membahas pernikahan beda agama

dalam 5 buku, pembahasan tersebut terkesan sama akan tetapi dituliskan dengan

judul yang berbeda-beda.1 KH. Syafi’i Hadzami menyatakan bahwa wanita

Kristen disamakan dengan ahli kitab, sebagaimana yang disebutkan dalam al-

Quran. Akan tetapi, KH. Syafi’i Hadzami memberikan suatu argumentasi

tersendiri mengenai ahli kitab ini. Argument tersebut dapat dijadikan rujukan

bahwa ahl kitab sebenarnya, sehingga tidak menjadi bias antara Kristen ahli kitab

dan Kristen bukan ahl kitab.

1 Hal terjadi sebagaimana yang telah dibahas dalam bab sebelumnya, bahwa buku ini

merupakan kumpulan ceramah. Justru keuntungannya maka kita akan mengetahui penambahan

data yang beliau sampaikan dalam ceramah tersebut. Berbeda dengan buku murni dan

perkembangan keilmiahannya tidak diketahui secara jelas.

Page 68: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

58

Menurut KH Syafi’i Hadzami, ahli kitab adalah perempuan Israiliyyah

yang meyakini kitab Taurat dan Injil yang asli, sedangkan orang-orang yang

masuk ke dalam agama Yahudi dan Nasrani yang bukan berasal dari Israiliyyah

(Bani Israil) tidaklah disebut ahl al-kitab.2

Pendapat ini, beliau sandarkan dari pendapat Imam Syafii dalam kitab al-

Umm. Redaksi dari kitab al-Umm adalah;

ع ع ي د اى ع ث ع ا ؽ ث ض ا ابر م و ا ت ب ؽ ع اى اؼ ص ف ىي اء ط ع ه ا :قاه ق ح ي ؽ خ ات

ا ؼ اىر ذ اء خ ي ػ اى و ئي ا ؽ ق ا ت اب ر ن اى و ا ا ا ج ي ف و خ ظ ا ا ف و ي د ال

ـاى ك ي ي ف ا . ا3

Artinya : ‟‟Telah memberitakan kepada kami oleh Abdul Majid dari Ibnu Juraij,

berkata ia : Telah berkata Atha‟: Bukanlah orang-orang Nashrani

dari para bangsa Arab itu tergolong ahli Kitab. Hanya saja ahli Kitab

itu adalah Bani Israil dan mereka yang kedatangan Taurat dan Injil.

Adapun orang yang masuk ke dalam agama mereka, bukanlah dari

pada ahli Kitab”.4

Berdasarkan keterangan Imam Syafii yang ada di dalam kitab al-Umm

tersebut, maka KH Syafii Hadzami menyatakan bahwa orang-orang non muslim

dari bangsa Indonesia dan bangsa-bangsa lain yang bukan Israiliyyah tidaklah

termasuk golongan ahl al-kitab, terlebih lagi kitab-kitab mereka sudah tidak asli

lagi sebagaimana yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Isa.

Sementara itu, dalam keterangan lain,5 beliau juga mengutip pendapat

yang terdapat dalam kitab al-Muhadzdzab karya al-Syirazi (392-476 H),

2 KH. Syafii Hadzami, Taudlihul adillah, (Kudus: Menara Kudus, 1982), jilid 1., h. 210

3 Muhammad Ibn Idris al-Syafi’I, al- Umm, (Beirut: Dar al-Wafa’, 2001), jilid 7., h. 7

4 Terjemah ini dikutip dari kitab Taudlihul Adillah. K.H. M Syafi’I Hadzami, Taudlihul

Adillah, jilid 1., h. 209 5 Keterangan ini berkaitan dengan pertanyaan dari Abdul Latief Kreo Cipadu, yang

menanyakan mengenai ahl kitab dan musyrik dalam surat al-Baqarah ayat 221 dan al-Maidah ayat

5 serta relasinya dengan masalah pernikahan. K.H. M Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid

6., h. 234.

Page 69: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

59

ع ت ع اؼ اى ص ظ اىي ي ظ ف و ض ظ ائ ؽ ؽ ز ن ر ي ا كي ى ي ؾ يد ل ي و اىر ث ع

ل ي ط ا ء ا ذ ع اؼ م ف و ت ط ي ظ ف ا ي ض ظ ل اىيي ي ل ت اء ا

ب ؽ اى ع اؼ ص ت عع م ا يو اىر ث ع اق ث و ي ض ظ ا ي ي ع ل في و ض ظ ي كي اى ت ش ذ ي ة ا اذ غ ؽ ت ي ل ت اء ا ط اء ل ائ ؽ ؽ ز ناذ و ي س ى ء

اىش ل ع ر ث اذ ذ ك ف لا ط ؽ ج اىط فاىف ؽ و ص ا ل ل ي 6.اىي

Artinya : “Dan mereka yang masuk ke dalam agama Yahudi dan Nashrani

sesudah tabdil ( perubahan ), tidaklah boleh bagi seorang muslim

menikahi perempuan-perempuan merdeka dari mereka itu, dan tidak

boleh mewathi hamba sahaya mereka dengan jalan permilikan,

karena mereka itu telah masuk dalam agama yang bathil. Maka

mereka itu seperti orang yang murtad dari kaum muslimin. Dan orang

yang masuk kedalam agama mereka, padahal tidak diketahui apakah

mereka masuk sebelum tabdil atau sesudahnya seperti nashrani-

nashrani arab, yaitulah:Tanukh, Banu Taghlib dan Bahraa‟, tidaklah

halal menikahi perwmpuan-perempuan mereka yang merdeka dan

tidak halal mewathi hamba-hamba sahaya mereka dengan jalan

permilikan, karena yang asal dalam perhubungan kelamin itu adalah

terlarang, maka tidaklah menjadi halal dalam keadaan Syak (ragu).7

Keterangan di atas oleh KH. Syafi’I Hadzami digaris bawahi mengenai

kata tabdil yang artinya: penukaran, penggantian, atau perubahan. Untuk

menguatkan maksud dari tabdil ini, beliau mengutip Kitab al Nadzm al

Musta‟dzab fi Syarhi Gharibil Muhadzdzab, sebagai berikut:

ؽ س اى ه ع ت ا ي ع خ ا ا ع )قىتععاىرثعيو( س اى ه ع ت لالا ز ا اؽ ز ه لا اى ع ت اا

اللي ص ي ث اى ح ف ص 8.الل ع ع د ى ؿ ا ؽ ي غ ي ع قي عيي

6 Abu Ishaq al-Syirazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi‟i, (tahqiq Muhammad al-

Zauhaili) (Damaskus: Dar al-Qalam, 1996), jilid 4., h. 152 7 K.H. M Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid 6., h. 235

8 Baththal Ibn Ahmad Ibn Sulaiman Ibn Baththal al-Rakbi, al-Nazhm al-Musta‟dzab fi

Tafsir Gharib Alfazh al-Muhadzdzab (Makkah al-Mukarramah: al-Maktabah al-Tijariyah,1991)

jilid 2., h. 135

Page 70: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

60

Artinya : “Katanya : تععاىرثدعيو , maknanya : bahwa mereka menjadikan sebagai

ganti yang halal akan yang haram dan mereka tukarkan sifat Nabi

SAW. tidak menurut apa yang diturunkan dari sisi Allah”.

Dalam aspek lain, secara historis, KH. Syafii Hadzami juga mengakui

bahwa ada beberapa sahabat yang menikah dengan wanita-wanita ahl al-kitab,

seperti Hudzaifah dengan wanita dari ahli Madyan. Mereka antara lain Utsman

ibn ‘Affan (577-656 M) yang menikah dengan Nailah binti Farafisyah al

Kalbiyah, wanita yang berasal dari Nashirah di Palestina, dan Jabir dan Saad bin

Abi Waqash (595-674 M). Namun, menurut KH, Syafii Hadzami perempuan-

perempuan tersebut memang benar-benar berasal dari ahl al-kitab seperti yang

dimaksudkan di atas.

Sedangkan mengenai pernikahan wanita muslim dengan laki-laki non

muslim, maka KH Syafi’i Hadzami menyatakan dengan tegas bahwa nikahnya

tidak sah.9 Untuk memperkuat pendapat tersebut, KH Syafi’i Hadzami mengutip

pendapat yang terdapat dalam Hasyiah al-Syarqawi, yang redaksinya sebagai

berikut:

ؽ اف ؽ ز ى ن ح ي ك و ل ذ س ذ ف اق ت ال حا ا ا ا د م .10جا

Artinya : “Dan tidak halal perempuan Islam, untuk laki-laki kafir. Sama ada

perempuan itu merdeka atau budak belian, dengan sepakat”. 11

9 Masalah ini dibahas ketika ada pertanyaan dari Wawang Usmiati dari Tomang. K.H. M

Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid 3., h.269 10

Abd Allah Ibn Hijazi Ibn Ibrahim al-Syarqawi, Hasyiah al-Syarqawi, (Beirut: Dar al-

Fikr, 1987), jilid 2, h. 241. 11

Terjemah ini dikutip dari kitab Taudlihul Adillah, lihat K.H. M Syafi’I Hadzami,

Taudlihul Adillah, jilid 3., h. 270

Page 71: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

61

KH. Syafii Hadzami juga melarang mengawini orang-orang musyrik: yaitu

mereka yang mempersekutukan Allah dalam persembahan, atau yang menyembah

selain Allah SWT. seperti yang menyembah ruh nenek moyang, menyembah

berhala, menyembah bulan, atau bintang-bintang, menyembah matahari, atau

menyembah api. Baik yang musyrik itu menjadi pengantin laki-laki ataupun

pengantin perempuan. Sedang mereka yang meninggalkan tuhan pun, termasuk

dalam i’tiqad yang musyrik.12

Di dalam buku Taudlihul Adillah permasalahan pernikahan beda agama

yang dibahas bukan hanya pasangan yang akan hendak menikah saja, akan tetapi

dibahas pula pasangan yang sudah menikah lalu diantara salah satu dari pasangan

tersebut murtad ( keluar dari islam).

Pernikahan sebagaimana diketahui harus dilakukan oleh pasangan yang

seagama. Dalam pernikahan juga ada bahasan mengenai talak. Dalam talak ini

bisa terjadi secara langsung dan ada juga yang terjadi secara tidak langsung. Salah

satu talak yang terjadi secara langsung adalah berkaitan dengan murtad dari salah

satu pasangan.

KH. Syafi’i Hadzami membahas mengenai hal ini berkaitan dengan

pertanyaan seseorang Tjetjep Hermawan dari Tanjung Priuk mengenai batalnya

nikah karena seseorang yang telah murtad dan relasinya dengan batalnya

pernikahan yang disebabkan oleh thalak atau cerai.13

12

K.H. M Syafi’i Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid 6., h. 235 13

K.H. M Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid 2., h. 263

Page 72: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

62

Menurut beliau laki-laki yang murtad maka secara otomatis pernikahannya

batal demi hukum. Pendapat ini beliau sandarkan dalam kitab Mirqât Su‟ûd al-

Tashdîq fi Syarh Sullam al-Tawfiq karya Imam Nawawi al-Bantani (1813-1897)14

sebagai berikut:

ق ل ا ى ا ع ع ي ى ا ع ع ت اػ م ه ض اىعو ث ق از ن ي ذ اص ت و ط ث ذ لا

15.ج ع ع اى ف

Artinya : “Dan batallah dengan sebab riddah itu puasanya, tayamumnya dan

nikahnya sebelum dukhul, dan demikian pula sesudah dukhul, jika

tidak ia kembali kepada islam di dalam masa iddahnya”. 16

KH. Syafii Hadzami juga menjelaskan penyebab rusaknya pernikahan

adalah thalaq. Thalaq itu artinya membuka atau menguraikan tali pengikat nikah.17

Selain thalaq sebagaimana diungkapkan oleh para ulama bahwa batalnya

pernikahan dapat terjadi karena fasakh yang salah satu penyebabnya adalah

riddah.

Dalam hal ini, KH. Syafii Hadzami menjelaskan mengenai perbedaan

antara thalaq dengan fasakh dalam hal hitungan thalaqnya. Thalaq tidak akan

14

Penyandaran ini sebenarnya karena penanya menanyakan langsung mengenai isi kitab

tersebut, maka beliau langsung mengutip isi kitab tersebut. K.H. M Syafi’I Hadzami, Taudlihul

Adillah, jilid 2., h. 263 15

Muhammad Nawawi al-Bantani, Mirqat Shu‟ûd al- Tashdiq fi Syarh Sullam al-Taufiq

(Jakarta: Dar al-Kutub al-Islami, 2013), h. 36 16

K.H. M Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah jilid 7., h 263 17

Pendapat ini dapat dilihat pula dalam pemikiran ulama sebelumnya seperti dalam kitab

al-Wajiz, Wahbah al-Zuhaili, al-Wajiz fi Fiqh al-Islami ( Beirut: Dar al-Fikr, 2006) jilid 3., h.125

Page 73: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

63

berkurang hitungannya ketika terjadi fasakh. Perempuan yang sudah ditalak tiga

kali tidak dapat menikah kembali sebelum memenuhi persyaratan, yaitu:

1. Habis iddah dari padanya.

2. Menikah kepada lain orang.

3. Didukhul oleh suami baru itu.

4. Dithalaq oleh suami baru itu.

5. Habis iddah dari suami baru itu.

Sedangkan dalam fasakh, maka kebatalannya itu tidak mengurangi

bilangan-bilangan thalaq yang dimiliki.18

Berdasarkan pendapat tersebut, KH. Syafi’I Hadzami membagi batalnya

pernikahan menjadi dua utama yaitu talak dan fasakh. Fasakh ini tidak merusak

status hak talak dari suami. Fasakh inilah yang kemudian dijadikan masalah

utama yaitu berkaitan dengan suami yang telah murtad. Artinya menurut KH.

Syafi’I Hadzami bagi pasangan yang murtad mengakibatkan perkawinan mereka

menjadi fasakh.

2. Pernikahan Wanita Hamil

Pada saat ini sudah sering terdengar ada orang yang menikah karena

hamil terlebih dahulu. Problema seperti ini sebenarnya sudah ada sejak lama dan

menjadi perdebatan di kalangan masyarakat.19

18

Hal ini sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama, bahwa thalaq jatuh sampai

tiga kali sedangkan fasakh jatuh hanya sekali dan tidak menikah kembali. Wahbah al-Zuhaili, al-

Wajiz fi Fiqh al-Islami, jilid 3., h.126 19

Masalah ini adalah pertanyaan dari Abu Chair Dukuh Pinggir II Jakarta, K.H. M

Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid 1., h.220

Page 74: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

64

Wanita yang sudah hamil menurut pandangan KH. Syafi’I Hadzami

kemungkinannya ada beberapa tipe yaitu wanita hamil itu masih punya suami,

wanita itu ditinggal mati oleh suaminya, wanita itu diceraikan oleh suaminya

wanita hamil itu belum pernah menikah.

Berkaitan dengan hukum pernikahan maka beliau membagi wanita hamil

tersebut dalam beberapa hal, yaitu:20

1. Wanita hamil itu masih punya suami, sudah barang tentu tidak sah akad

nikahnya dengan orang lain.

2. Wanita hamil itu ditinggal mati oleh suaminya, baru boleh sah dikawini

setelah ia melahirkan.

3. Wanita hamil itu diceraikan oleh suaminya, pun baru boleh sah dinikahi

setelah ia melahirkan.

Hal yang ketiga ini berdasarkan firman Allah swt. Dalam surat At-Thalaq

ayat 4, sebagai berikut :

ي أ ي أ خ اه ال ز خ ل أ ي ز ع .ض

Artinya : Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu

ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.

4. Wanita hamil itu belum menikah, atau karena berzina. Beliau mengutip kitab

dari Hasyiatul Bajury, juz ke II halaman 169, sebagai berikut :

ز ر ن ى .ر ص ل ا ي ع ع ض و ث اق ؤ ط اؾ خ اعاط ق از ن ر ص ااؾ لااا

20

K.H. Muhammad Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid 1., h. 220

Page 75: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

65

Artinya : “jika seorang laki-laki menikahi wanita yang tengah hamil karena

zina, pastilah sah nikah nya. Boleh mewathi‟nya sebelum

melahirkannya, atas qaul yang paling shahih”.

Namun begitu, beliau menyarankan untuk mengulangi akad nikahnya

setelah anaknya lahir. Hal ini untuk menghindari khilaf.21 Pemikiran mengenai hal

ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah yang berbunyi

ة ر س ك ف لا اى ط ج ؽ اى ط

Artinya : „‟Keluar dari perbedaan pendapat adalah disenangi‟‟

Khusus mengenai wanita yang hamil karena zina, maka orang yang

menikahinya adalah pelaku zina tersebut. Hal ini beliau sandarkan dalam surat

An-Nur ayat 3 sebagai berikut :

ا ي ٱىؿ ح شؽ م أ ا ي حا ؾ إ ل ن ر ي ا ي ح ل ٱىؿ ؽ ز شؽ ك أ ا ؾ إ ل ا ن س ي ل

ي ع ى ل غ ي ؤ ( 4)النور:.ٱى

Artinya : “Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang

berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina

tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki

musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang

mukmin”.

21

K.H. Muhammad Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid 1., h. 221

Page 76: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

66

Ayat ini kemudian oleh muallim Syafi’i Hadzami ditafsirkan dengan

merujuk pada tafsir Imam Ibnu Jarir Al Thabari juz ke 18 halaman 74 sebagai

berikut:

ع ثا زع عثعاللقاه:ا ث زع قاه:عيي ا ث ع ز دح ي دا د عيدي ع ـعث د ات د ع ) ى د ق :اا دديل إل اىؿ ن ر (قدداه:اىؿ ي دد حا ددؽ م ش أ ا ي ددحا ددا ددؾ إ ي ددؿ ي ل ح ي ددث اىق و ددأ ي ل

د أ ي ث ح ي ا ؿ ت .ح م ؽ ش دح ي دا اىؿ قداه: ؿ ت دل يإ دؿ ذ ل ح ي دث اىق و دأ د دي ث ا ا

(ح ي ث اىق و أ يؽ غ شؽك أ ثيح اىق و أ ي ؤ اى ي ع ى ل غ ؽ ز .ثقاه:)

Artinya : “Telah memberitakan kepada kami oleh Ali, katanya : Telah

meberitakan kepada kami oleh Abdullah, katanya: Telah

memberitakan kepada kami oleh Mu‟awiyah dari Ali dari Ibnu Abbas

ra. Firman Allah swt: Azzani la yankihu illa ziniyatan au musyrikatan,

katanya : Laki-laki jalang dari ahli qiblat, tidaklah ia berzina

melainkan dengan perempuan jalang yang sepertinya, atau

perempuan musrikah. Katanya: Dan wanita jalang dari ahli Qiblat

tidaklah ia berzina melainkan dengan laki-laki Musyrik dari pada

yang bukan ahli Qiblat, kemudian katanya: Dan diharamkan yang

demikian itu yakni berzina atas orang-orang yang beriman”.

Berdasarkan data di atas, maka muallim Syafii Hadzami memberikan suatu

pendapat bahwa La yankihu, artinya tidak melakukan zina, sebagaimana diketahui

bahwa wathi’ itu memang setengah dari pada makna nikah.

Selain itu, ayat ini memang hukum Allah yang melarang perjodohan laki-

laki yang afif terhadap wanita jalang dan sebaliknya, akan tetapi larangan ini

kemudian telah dinasakhkan, dihapus hukumnya dengan ayat ; Wa ankihul

ayamaa minkum, Hal ini sebagaimana diriwayatkan dari Sa’id ibn Musayyab :

Page 77: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

67

دددا ع ع ت ر ددداى ي دددح ال ؽ ي ددد ر ط ك س ن ا ا دددي اال دددا ددد دددف ه اق ددد ن دددي دددا ا

ي ك اى 22.ي

Artinya : “Mereka itu memandang ayat yang sesudahnya itu untuk

menasahkannya. Yaitulah : Waankihu ayamaa minkum.

Dikatakannya: maka mereka itupun daripada orang-orang

bujangan Muslimin”.

Pada kesempatan lain, beliau menyatakan bahwa wanita yang hamil

karena zina adalah kehamilan yang tidak di hormati syara’, sperma yang masuk ke

dalam rahimnya adalah ghairu muhtarom, (tidak dihormati). Oleh karena itu

adanya kehamilan itu sama halnya seperti tiada.

Sedangkan iddah hanyalah bagi air mani yang dihormati, walaupun karena

syubhat. Jadi wanita hamil i‟ddahnya melahirkan adalah kehamilan bagi

perempuan yang mempunyai iddah, yaitu suami atau yang mewathi’nya dengan

syubhat. Adapun wanita hamil karena zina tidak memiliki iddah. Oleh karena itu,

wanita tersebut tidak ada sesuatu yang menghalangi nikahnya. Shah dinikahkan,

dan boleh disetubuhi sebelum melahirkan.

Sedangkan wanita yang bersuami, yang ditalaq oleh suaminya atau

ditinggal mati oleh suaminya , jika ia hamil, maka ia tidak boleh nikah sebelum

selesai iddahnya, yaitu melahirkan. Jadi yang menghalangi pernikahan wanita ini,

bukan semata kehamilannya, tetapi iddahnya.

Untuk menguatkan pendapatnya dalam masalah ini, muallim Syafi’i

Hadzami merujuk ke dalam beberapa kitab, diantaranya sebagai berikut :

1. Kitab Mughni al-Muhtaaj karya Syeikh Muhammad al-Syarbini:

22

K.H. M Syafi’I Hadzami, Taudlihul Adillah, jilid IV., h. 225

Page 78: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

68

ث ي ؾ ااذ و ا اى س ء ط اذ ن ؾ ح ى ، :ي د ؽ ز ل 23.إغ

Artinya : “Perhatian. Boleh menikahi dan menyetubuhi wanita yang hamil dari

zina, karena tidak dihormati”.

2. Kitab al- Jamal „ala al Syarh Manhaj karya Syaikhul Islam Zakariyya Al

Anshory,:

ي اىؽ سع ص ي اىش ذ ؽ ش ج اؼ ث ع دو خ ى داىس اه ز د ي ى د و ج اىؿ ت د ق دس ى ن

دددز ددد دددا ي دددع و دددام دددؿ اى ق ا ددد ا ا ؽ ق دددا لا دددث ي دددز ز نا ح س ص دددا ع

اا ى ج اىؿ اؾطء خ 24.ح ث ش ا و س ي ف ث ث ك ات ر ت ق ع ع ع ث ي ز ا

Artinya : “Ibarat Syeikh Muhammad Aromly (dan Ibnu Hajar): Dan jika tidak

diketahui suatu kehamilan dan tidak diperoleh jalan untuk

menghubungkannya kepada seorang suami, ditanggungkanlah

keadaan kehamilan itu dari zina, sebagaimana keduanya telah

menukilkannya dan mengikrarkannya, yakni dipandang dari segi sah

mengawininya bersamannya (kehamilan tersebut) dan kebolehan

menyetubuhi suami baginya. Adapun dari segi tidak menyiksanya

(jilid dan taghrib) ditanggungkan atas keadaannya karena syubhat”.

3. Kitab al Anwar li A‟mal al-Abrar, bagi Syeikh Yusuf Al-Ardabili, sebagai

berikut :

ز ر ن ى 25. ع ض و ث ق ا ؤ ط ى ز نا ر ص ااىؿ لااا

23

Syams al-Din Muhammad Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj ila Ma‟rifah Ma‟ani

alfazh al-Minhaj, (Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1997), Jilid 3., h. 510 24

Zakariyya al-Anshari, al-Jamal Ala Syarh al-Manhaj, (Beirut: Dar Ihya al-Turats, tt. ).

Jilid 4., h. 457 25

Yusuf Ibn Ibrahim al-Ardabili, al- Anwar li A‟mal al-Abrar, (Kuwait: Dar al-Dhiya’,

2006), Juz II., h.209

Page 79: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

69

Artinya : “Jika menikah seorang kepada perempuan yang hamil karena zina,

sahlah perkawinannya, dan boleh bagi suami menyetubuhinya

sebelum melahirkan ia akan kandungannya”.

Dan, banyak lagi kitab-kitab Fiqih Sjafi’i yang mengutarakan masalah

yang sama maksudnya dengan ibarat-ibarat tersebut. Dengan memperhatikan

semua pendapat di atas, maka seseorang akan memahami firman Allah dalam

Surat Al-Talaaq ayat 4 :

. ي ز ع ض ي ا ي خ ا ه ا ز ال خ ل ا

Artinya : “Dan wanita-wanita yang hamil, iddah mereka adalah melahirkan

kandungan......”

Kata-kata Ajalahunna yang berarti iddah mereka, sudah jelas, bahwa yang

dimaksudkan adalah mereka yang ditinggal mati, atau cerai oleh suami mereka

dan tidak meliputi orang yang hamil tanpa suami atau karena berzina.

Kesimpulan dari seluruh keterangan tersebut bahwa wanita yang hamil

karena zina, boleh dinikahkan baik kepada laki-laki yang menyebabkan

kandungannya, atau kepada orang lain. Dan sesudah anaknya lahir, tidak harus

dikawinkan lagi, karena sudah sah perkawinannya. Hanya sunnah dikawinkan lagi

karena ihtiyaath. Keluar dari qaul mereka yang tidak mengesahkannya.

B. Metode Istinbath Hukum KH. Syafi’i Hadzami

Pengambilan keputusan atau penetapan hukum dalam literatur Ilmu Ushul

Fiqih mengacu pada istilah istinbath. Secara etimologi, istinbath terambil dari

Page 80: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

70

akar kata al-Nabth 26yang artinya adalah air yang keluar atau tampak pada saat

menggali sumur. Jadi, istinbath berarti mengeluarkan air dari dalam tanah (mata

air). Karena itu, secara umum istinbath digunakan dalam arti istikhraj.

Dengan demikian, dari pengertian secara bahasa ini kemudian dapat ditarik

pengertian istinbath secara istilah yang diartikan menurut al-Jurjani dengan

اا اىع اج ؽ ر ط ق 27حيس ؽ اىق ج ق اىػط ؽ ف ت ص ص اى

Artinya : "Mengeluarkan hukum-hukum dari nash-nash dengan ketajaman nalar

dan kemampuan yang optimal"

Penggalian terhadap suatu persoalan hukum dilakukan berdasarkan cara-

cara dan mekanisme yang telah dirumuskan oleh para ulama ushul. Oleh karena

itu, sebelum menentukan metode pengambilan keputusan hukum Syafi'i Hadzami,

terlebih dahulu akan diuraikan secara singkat metode dan mekanisme istinbath

hukum yang dibuat oleh para ulama ushul.28

1. Metode bayani

Metode bayani ini digunakan untuk menetapkan hukum berdasarkan nash-

nash al Qur’an dan hadis Nabi saw. Hal ini penting mengingat al-Qur’an dan

hadis adalah sumber utama hukum Islam, dan tugas penting seorang mujtahid

adalah bahwa ia dapat menguasai kandungan hukum yang terdapat dalam dua

sumber hukum tersebut. Oleh karena itu, diperlukan pemahaman mengenai ushlub

26

Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Krapyak: Pesantren al-Munawwir,

2000), h. 1476 27

Ali Ibn Muhammad al-Sayyid al-Syarif al-Jurjani, Mu‟jam al-Ta‟rifat (Kairo: Dar al-

Fadhilah, 2000), h.22

28

Hal ini menurut Ma’ruf al-Dawalibi sebagaimana yang diuraikan oleh Wahabah al-

Zuhaili, Ushul FIqh al-ISlami (Beirut: Dar al-Fikr, 1986), juz 2., h. 1040

Page 81: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

71

bahasa Arab dan penunjukan lafadz atas suatu arti. Dalam hal ini, para ulama

ushul telah membuat kaidah-kaidah kebahasaan atau semantik untuk memahami

redaksi hukum dari nash-nash syara'. Kaidah-kaidah kebahasaan tersebut

setidaknya dapat dikategorisasi dalam dua bagian besar, yaitu:

a. Penunjukan (dilalah) nash terhadap makna. Bagian ini mencakup

pembahasan tentang khas, ‘am, musytarak. hakikat, majaz, dan lain-lain

dilihat dari segi bahwa lafadz- lafadz tersebut dapat memberikan faedah

atas suatu makna.

b. Penunjukan (dilalah) nash terhadap hukum syara’ secara langsung. Bagian

ini mencakup pembahasan tentang lafadz- lafadz amr dan lafadz- lafadz

nahi dilihat dari segi bahwa lafadz- lafadz amr dapat memberikan faedah

wajib dan lafadz- lafadz nahi dapat memberikan fiaedah haram, sedangkan

wajib dan haram adalah hukum syara.29

2. Metode Qiyasi

Metode qiyasi digunakan untuk menetapkan suatu persoalan hukum yang

tidak terdapat penjelasan hukumnya secara pasti dalam nash al-Qur'an dan hadis

berdasarkan hukum yang telah ada dalam nash al- Qur'an dan hadis karena adanya

persamaan ‘illat.

Metode ini didasarkan pada anggapan bahwa ketentuan-ketentuan yang

diturunkan Allah swt. untuk mengatur kehidupan manusia mempunyai alasan

logis dan hikmah yang ingin dicapainya. Allah swt tidak menurunkan ketentuan

dan aturan tersebut secara sia-sia tanpa suatu tujuan. Secara umum, tujuan

29

Wahbah al-Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, jilid I, h.198

Page 82: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

72

tersebut adalah untuk tercapainya kemashlahatan manusia di dunia dan di akhirat.

Namun demikian, secara lebih khusus, setiap perintah dan larangan mempunyai

alasan logis dan tujuan masing-masing. Sebagian dari padanya disebutkan

langsung di dalam al-Qur'an atau hadis, sebagian lagi diisyaratkan saja., dan ada

pula yang harus direnungkan dan dipikirkan terlebih dahulu. Alasan logis inilah

yang kemudian dinamakan 'illat Dengan demikian, metode qiyasi ini adalah

metode penalaran yang berupaya menggunakan 'illat sebagai alatnya.

Dalam melakukan metode qiyasi ini, perlu dipenuhi beberapa unsur dan

persyaratan, yaitu: Pertama, ashl (maqis 'alaihi), yaitu masalah pokok yang

mempunyai ketentuan hukumnya secara jelas berdasarkan dalil nash atau ijma'.

Kedua, far‟un (maqis), yaitu masalah baru yang tidak ada ketentuan hukumnya

dalam nash atau ijma'. Ketiga, ‘illat, yaitu sifat atau alasan hukum yang

ditemukan dalam hukum 'ashl dan betul -betul ditemukan pada far’un. Keempat,

hukm al-ashl, yaitu hukum syara yang terdapat dalam nash pada ashl.30

3. Metode Istislahi

Metode istislahi ini digunakan untuk menetapkan suatu persoalan hukum

yang tidak terdapat dalam al-Qur’an dan hadis berdasarkan mashlahah. Metode

ini adalah perpanjangan atau kelanjutan dari metode qiyasi. Sebab, sama-sama

didasarkan pada anggapan bahwa Allah swt. menurunkan aturan dan ketentuan

untuk kemashlahatan manusia. Dalam menggunakan metode ini harus

diperhatikan tujuan-tujuan syari'at (maqashid al syari‟ah) yang ingin dicapai dan

30

Abd al-Wahhab al-Khallaf, Ilm Ushul Fiqh , (Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, 1996), h.58

Page 83: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

73

dipertahankan oleh syari'at yang meliputi aspek dharuriyah (primer), hajiyah

(sekunder), dan tahsiniyah (tersier).31

Pembagian dan pembedaan tiga kategori ini hanyalah berdasarkan bobot

dan prioritas kepentingannya. Syari'at menginginkan agar kebutuhan- kebutuhan

tersebut dapat terpenuhi dan seharusnya tidak ada pertentangan antara ketiga

kategori ini, karena yang lebih rendah diperlukan untuk menunjang yang lebih

tinggi. Namun demikian, dalam kenyataan sering muncul pertentangan antara

ketiga kategori ini karena adanya perbedaan pandangan manusia. Menghadapi hal

ini, maka kategori pertama harus lebih didahulukan dan dimenangkan dari

kategori yang kedua dan ketiga, begitu pula halnya antara kategori yang kedua

harus dimenangkan dari pada, kategori yang ketiga.

Melihat keputusan-keputusan hukum Syafi'i Hadzami dalam masalah -

masalah di atas dalam hubungannya dengan metode istinbath hukum Islam, maka

dapat diketahui bahwa Syafi’i Hadzami lebih banyak mengunakan metode bayani

dari pada menggunakan qiyasi atau istislahi. Namun demikian, dalam

mencantumkan dalil - dalil al-Qur’an dan hadis sebagai dalil penetapan hukum

dalam metode bayani, ia tidak memaparkan pendapat-pendapat para mufassir dan

muhaddis mengenai dalil yang ia sebutkan, seperti dalil tentang menikah dengan

wanita ahl al-kitab yang melahirkan pendapat pro dan kontra di kalangan ulama.

Beliau hanya mengutip pendapat ulama sesuai yang dibutuhkan tanpa

menjelaskan pendapat lain dalam kitab yang membahas ayat yang sama. Begitu

pula dalam pemaknaan Hadits beliau tidak menjelaskan mengenai asbab al-wurud

31

Wahbah al-Zuhaili, al-Wajiz fi Ushul al-Fiqh, (Damasykus: Dar al-Fikr, 1999), h. 91-

93

Page 84: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

74

hadits tersebut. Beliau hanya mengutip adanya hadits yang berkaitan dengan

masalah tersebut.

Dalam hal istislahi dan qiyasi beliau tidak menjelaskan suatu aspek hukum

berdasarkan nilai kemaslahatan ataupun menggunakan model qiyas dengan

menyatakan bahwa hukum yang ada dapat dilihat dari aspek qiyas yang

disamakan dalam hal ilatnya. Hal ini membuktikan bahwa menurut beliau semua

permasalahan sosial masyarakat sebenarnya sudah ada jawabannya dalam sumber

hukum Islam. Hanya saja sumber hukum tersebut salah satunya adalah pendapat

ulama yang ahli ijtihad.

Pada aspek lain, Syafi'i Hadzami, di akhir penyelesaian hukumnya selalu

mengambil justifikasi jawaban hukumnya dari pendapat-pendapat para ulama

yang tersebar dalam kitab-kitab karangan mereka. Hal ini dilakukannya untuk

memperkuat bahwa jawaban-jawaban hukumnya adalah identik dengan pendapat-

pendapat para ulama terdahulu sekaligus untuk membuktikan bahwa jawaban-

jawaban hukumnya mempunyai sumber referensi yang jelas. Oleh karena itu,

melihat mekanisme jawaban - jawaban hukum Syafi'i Hadzami tersebut, maka

dapat juga dikatakan bahwa metode pengambilan keputusan hukumnya adalah

menyandarkan diri pada pendapat-pendapat para ulama terdahulu dalam berbagai

kitab mereka yang berhaluan madzhab Imam Syafi'i, sekalipun dalam beberapa

masalah ia menggunakan logikanya sendiri yang didasarkan pada kaidah - kaidah

fiqhiyyah, ayat - ayat al-Qur’an dan hadis - hadis Nabi saw.

Dari jawaban-jawabannya, dapat dilihat bahwa Syafi'i Hadzami lebih

sering menyandarkan keputusan hukumnya pada ibarat-ibarat kitab yang disusun

Page 85: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

75

oleh para ulama dari pada ia menjawab dengan menggunakan analisa logikanya

sendiri. Ketika suatu kasus atau permasalahan ditemukan dalam ibarat suatu kitab

maka ia mencukupkan diri pada keterangan ibarat kitab tersebut, tanpa terlebih

dahulu ia menjelaskan atau menganalisa keputusan hukum tersebut: secara lebih

kritis dari berbagai sudut pandang.

Dengan demikian, kalau diamati metode istinbath hukum yang dilakukan

oleh Syafi'i Hadzami, dalam perbandingannya dengan metode istinbath hukum

yang dilakukan Bahsul Masail NU, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa

metode istinbath hukumnya adalah sama, yaitu merujuk pada keterangan-

keterangan dan pendapat-pendapat para ulama yang tertuang dalam kitab-kitab

karangan mereka.

Melihat kenyataan di atas dapat dipastikan bahwa dengan kuatnya

konsistensi Syafi'i Hadzami sebagai ulama NU, maka ia dapat disebut sebagai

golongan ulama. tradisionalis, sebagaimana dengan ulama-ulama NU yang

lainnya.

C. Mazhab Yang Beliau Ikuti

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dipastikan bahwa KH Syafii

Hadzami adalah pengikut mazhab Syafii, dan bukan pengikut Imam Syafii secara

murni. Jika dilihat dari beberapa sumber referensi yang dilihat dalam putusan

hukum mengenai keluarga ahwal Syakhshiyyah sebagaimana yang telah dibahas

di atas, maka dapat diketahui ada beberapa contoh sumber referensi yaitu antara

lain Zakaria al-Anshari, Imam al-Syafii sendiri, al-Thabari Yusuf Ibn Ibrahim al-

Ardabili, Abu Ishaq al-Syirazi, Abd Allah Ibn Hijazi Ibn Ibrahim al-Syarqawi,

Page 86: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

76

sampai pada Imam Nawawi al-Bantani. Para Imam tersebut dikutip berdasarkan

aspek yang melatarbelakangi secara langsung atau tidak langsung. Aspek yang

secara langsung misalnya ketika ada orang menanyakan suatu data yang ada

dalam kitab Sullam al-Taufiq dengan syarahnya yang ditulis oleh Imam Nawawi

Banten maka beliau mengutip ulang pendapat tersebut. Sementara aspek tidak

langsung adalah permasalahan yang diminta jawaban ada dalam kitab tersebut.

Selain itu, KH. Syafi’i Hadzami juga mengutip pendapat hanya yang berkaitan

dengan tidak melihat hukum lain dari ijtihad Ulama Syafiiyah lainnya.

Imam Syafii dengan madzhabnya berkembang dengan pesat di dunia

Islam. Perkembangan tersebut antara lain berada di Mesir yang perkembangannya

mencapai puncak dan jumlah pengikutnya terbanyak dibanding dengan madzhab

lainnya.32 Hal ini didukung oleh para penguasa yang berkuasa pada saat itu,dan

bahkan sampai pemimpin besar al-Azhar sebagian besar adalah bermazhab

Syafii.33 Madzhab ini juga berkembang sampai ke Yaman, Hijaz, Malibar (Hindia

Selatan), Sudan dan lain sebagainya termasuk Indonesia. Khusus perkembangan

madzhab Syafii di Indonesia dapat diketahui sejak awal berkembangnya Islam di

Indonesia. Ibn Bathuthah mencatat bahwa Sultan Malik al-Zhahir adalah

bermadzhab Syafii. Selain itu, pada perkembangan selanjutnya ada banyak sekali

32

Hal ini adalah menurut Ibn Khaldun, sedangkan menurut Muhammad Timur pertama

adalah Imam Syafii dan selanjutnya adalah Imam Malik. Untuk keterangan lebih lanjut ada pada,

Abd al-Rahman Ibn Khaldun, al-Muqaddimah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2006), 206 33

Ahmad Timur Basya, Nazhriyah Tarikhiyyah fi Huduts al-Madzahib al-Araba‟ah

(Beirut: Dar al-Qadir 1990), h. 73-74

Page 87: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

77

pelajar Indonesia yang belajar di daearah Hijaz yang mempelajari fiqh Madzhab

Syafii seperti Imam Nawawi al-Bantani dan Mahfudz al-Tirimsi.34

Bahkan jauh sebelum munculnya Ulama di atas yang mempengaruhi pola

madzhab, para wali penyebar Islam di Jawa juga dikenal dengan pengikut

madzhab Syafii, walaupun ada sebagian yang mengikuti madzhab Syi’ah

Zaidiyah. Indikasi mengikuti madzhab Syafii dapat dilihat dari Sunan Bonang

yang menulis kitab yang merupakan gubahan dari kitab Ihya Ulum al-Din karya

al-Ghazali. Sedangkan Sunan Gunung Jati sebenarnya adalah pengikut Syiah

Zaidiyah yang dalam bermazhab juga mendekati mazhabnya Imam Syafii.35

Oleh karena itu, wajar jika KH. Syafii Hadzami adalah pengikut murni

dari madzhab Syafii dengan menggunakan pendekatan madzhabnya. Sebab beliau

adalah besar dan belajar di kalangan ulama bermadzhab Syafii, baik Syafii dari

Hadramaut dan Hijaz ataupun memang Syafii yang sudah berkembang di

Indonesia sebelumnya.

Selanjutnya, Madzhab Syafii terbagi menjadi beberapa generasi yang satu

sama lain mempunyai putusan hukum yang mungkin saling menguatkan atau

berbeda atau bahkan ada hukum baru yang berkaitan dengan masalah masyarakat.

Dalam hal ini peneliti ingin melihat kecenderungan KH. Syafii Hadzami dalam

bermazhab tersebut. Ada beberapa teori yang menyatakan tentang pembagian

periodesasi dalam mazhab Syafi’i, dan ulama berbeda pendapat menganai hal

tersebut. Menurut Dr. Muhammad Ibrahim dalam bukunya al-Mazhab „inda

34

Biografi kedua tokoh tersebut dan hubungannya dengan madzhab Syafii dapat dilihat

dalam, Abdurahman Mas’ud, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi (Yogyakarta:

LKiS,2004), h. 95-dan seterusnya. 35

Widji Saksono, Mengislamkan Tanah Jawa: Tela‟ah Atas Metode Dakwah

Walisongo,(Bandung Mizan, 1998), h. 196

Page 88: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

78

Syafi‟iyah menyatakan bahwa perkembangan mazhab ini dibagi menjadi empat

periode. Menurut Dr Yusuf Umar al-Qawasi dalam bukunya al-Madhkal ila

mazhab Syafi‟i membagi periode mazhab ini menjadi enam periode.36

1. Periode Penciptaan Mazhab

Pada masa ini, mazhab ini baru dibuat oleh Imam Muhammad bin Idris bin

Syafi’ atau yang terkenal dengan sebutan Imam Syafi’i. Masa ini dibagi menjadi

dua periode, yaitu periode Baghdad dan periode Mesir. Mazhab Qodim adalah

istilah yang dipakai oleh ulama untuk menjelaskan kumpulan fatwa fikih dan

istinbath hukum dari imam Syafi’i ketika beliau berada di Baghdad. Pembentukan

Mazhab ini berawal ketika imam Syafi’i selesai melakukan pengembaraan

ilmunya dari Irak dan tanah Hijaz (Makkah, dan ketika di Madinah Beliau belajar

kepada imam Malik). Lalu beliau datang ke Baghdad dan berguru kepada

Muhammad ibn Hasan al-Syaibani, seorang murid terkemuka dari imam Hanafi.

Disini beliau banyak belajar mengenai penggunaan ra‟yu dalam ijtihad.

Imam Syafi’i berhasil menyatukan dan menggabungkan kedua metodologi

fikih, yaitu fikih Hijaz –yang mempunyai karakteristik penggunaan hadits-hadits

shohih dan amal ahli Madinah dalam berijtihad, tanpa adanya penggunaan ra‟yu-,

dan fikih Irak –yang mempunyai karakteristik pengoptimalan penggunaan ra‟yu

dalam berijtihad-. Hal ini adalah suatu hal yang luar biasa yang belum pernah

dilakukan oleh ulama fikih sebelumnya.

36

Akram Yusuf al-Qawasi, al-Madkhal ila Madzhab al-Imam al-Syafii, (Oman: Dar al-

Nafais, 2003), 296

Page 89: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

79

Dalam periode ini, beliau juga meletakkan batu pertama kodifikasi ilmu

Usul fikih dalam kitabnya Ar-Risalah yang selanjutnya akan dijadikan pijakan

oleh ulama sesudahnya untuk dasar-dasar metodologi ijtihad hukum.

Sedangkan Mazhab Jadid adalah madzhab yang beliau ijtihadkan ketika

di Mesir. Ada beberapa alasan yang mengharuskan imam Syafi’i meninggalkan

Baghdad dan singgah di negara Mesir, diantaranya:

1. Merebaknya imperialisme Prancis di Baghdad, ditambah lagi condongnya

ideologi Khalifah Ma’mun ar-Rasyid –Kholifah Abbasiyah- kepada

Mu’tazilah.

2. Ingin berguru kepada imam Laits ibn Sa’ad, yang mana beliau sanjung

sebagimana yang dikutip dari maqolahnya‘’Ia –imam Laits- lebih faqÎh

dari imam Malik, namun mengapa orang-orang tidak berguru

kepadanya?’’. Namun sayangnya beliau tidak sempat bertemu dan berguru

kepada imam Laits, dikarenakan Ia meninggal ketika imam Syafi’i baru

dalam perjalanan ke Mesir.

3. Memenuhi undangan Abbas ibn Abdillah al-Hasyimi untuk menyebarkan

ilmu dan Mazhabnya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa periode pertama ini adalah periode awal

penciptaan Mazhab ditangan imam Syafi’i, yang dibagi menjadi dua periode

mazhab, yaitu mazhab Qodim di Baghdad dan mazhab Jadid di Mesir. Periode

awal ini berlangsung sepanjang hidup beliau sampai beliau berpulang ke rahmat

ilahi dan dimakamkan di Mesir.

Page 90: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

80

2. Periode Pemindahan Mazhab.

Pemindahan mazhab adalah pemindahan ajaran mazhab sepeninggal imam

Syafi’i pada tahun 204 H, yang penyebarannya dilanjutkan oleh murid-muridnya

yang berguru langsung kepadanya. diantara murid-muridnya yang terkenal yaitu:

a) Abu Ya’kub Yusuf ibn Yahya al-Buthi (wafat tahun 231 H)

b) Abu Ibrahim Ismail ibn Yahya al-Muzani, (wafat tahun 264 H)

mempunyai kitab yang terkenal yaitu Mukhtashor al-muzani.

c) Ar-Robi’ ibn Sulaiman al-Marodi (wafat tahun 270 H)

Jadi, periode kedua ini yaitu periode pemindahan mazhab terjadi melalui

dua cara, yaitu melalui murid-murid imam Syafi’i, dan melalui kitab yang beliau

tulis.

3. Periode Kodifikasi Mazhab

Melihat banyaknya karangan kitab dalam mazhab Syafi’i mengharuskan

murid-muridnya untuk memproses dan mengkodifikasikan kitab-kitab tersebut

sehingga akan bisa dipelajari oleh generasi selanjutnya sebagai sebuah tradisi

keilmuan turats yang sangat berharga bagi perkembangan keilmuan islam,

khususnya dalam ranah fikih. Lalu memfilter dan menjauhkan mazhab dari

beberapa pemikiran fikih yang syadz –langka, tidak masyhur, dan menjelaskan

fatwa-fatwa fikih yang mu‟tamad –terjamin kebenarannya- di semua bab yang ada

dalam ilmu fikih. Sehingga kitab turots dalam mazhab Syafi’i yang kita pelajari

saat ini benar-benar dapat dipertanggung jawabkan keaslian kebenarannya, tanpa

ada keraguan sedikitpun.

Page 91: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

81

Periode ketiga ini digagas oleh dua ulama besar dan terkenal dalam fikih

mazhab Syafi’i, yaitu: imam Rofi’i dan imam Nawawi. Berikut ulasan singkat

mengenai kedua ulama tersebut.

4. Periode Peneguhan Eksistensi Mazhab

Periode ini adalah periode terakhir dalam mazhab Syafi’i. Dalam periode

ini eksistensi mazhab Syafi’i benar-benar dimunculkan sehingga orang-orang

mengenal mazhab Syafi’i. Periode ini dipelopori oleh dua ulama besar, yaitu

Imam al-Haitami dan Imam al-Romli.

Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kecenderungan

KH Syafii Hadzami dalam bermadzhab. KH. Syafii Hadzami dalam penetapan

hukum ini pernah mengutip pendapat Imam Syafii dalam kitab al Umm. Artinya

beliau sebenarnya juga melihat secara utuh pemikiran Imam al-Syafii dalam

madzhab Qadim. Pengambilan dari kitab al-Umm ini dikarenakan kitab-kitab fiqh

lainnya memang tidak ditemukan pada saat ini. Kitab tersebut adalah induk dari

segala kitab fiqh Syafii. Selain beliau juga mengutip dari kitab Mughni Muhtaj,

al-Muhadzdzab dan sampai pada kitab fath al-Qarib

Hal ini menunjukkan bahwa beliau dalam menentukan ulama madzhab Syafii

tidak memilah dan menentukan dari generasi mana, akan tetapi semua kitab yang

terjangkau dan bermazhab Syafii dijadikan landasan sumber penentukan

hukumnya. Beliau dalam menjelaskan hal itu di dasarkan pada sumber hukum

yang dicari dan tidak berdasarkan aspek tahun atau generasi pemikirannya.

Artinya, KH. Muhammad Syafii Hadzami tidaklah hanya merujuk dari satu kitab

Page 92: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

82

saja, akan tetapi berbagai macam rujukan yang sesuai dengan masalah yang

dibahas.

Page 93: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

83

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. K.H. M. Syafi’i Hadzami adalah tokoh asli dari kalangan masyarakat

Betawi yang mempunyai keilmuan dalam bidang fikih yang sangat

mumpuni. Pendapat KH. Syafi’i Hadzami mengenai pernikahan beda

agama dengan tegas beliau menyatakan tidak sah pernikahannya. Menurut

beliau, ahli kitab adalah perempuan Israiliyyah yang meyakini kitab Taurat

dan Injil yang asli, sedangkan orang-orang yang masuk ke dalam agama

Yahudi dan Nasrani yang bukan berasal dari Israiliyyah (Bani Israil)

tidaklah disebut ahl al-kitab. Berdasarkan keterangan Imam Syafii yang

ada di dalam kitab al-Umm tersebut, maka KH Syafi’i Hadzami

menyatakan bahwa orang-orang non muslim dari bangsa Indonesia dan

bangsa-bangsa lain yang bukan Israiliyyah tidaklah termasuk golongan ahl

al-kitab, terlebih lagi kitab-kitab mereka sudah tidak asli lagi sebagaimana

yang diturunkan kepada Nabi Musa dan Isa. Sedangkan mengenai

pernikahan wanita hamil KH. Syafi’i Hadzami berpendapat bahwa wanita

yang hamil karena zina, boleh dinikahkan baik kepada laki-laki yang

menyebabkan kandungannya, atau kepada orang lain. Dan sesudah

anaknya lahir, tidak harus dikawinkan lagi, karena sudah sah

perkawinannya. Hanya sunnah dikawinkan lagi karena ihtiyaath. Keluar

dari qaul mereka yang tidak mengesahkannya.

Page 94: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

84

2. Dalam ijtihad menentukan hukum Islam, KH Syafi’i Hadzami

menggunakan metode bayani. Artinya, dalam menentukan hukum Islam

beliau lebih banyak menggunakan penjelasan dari al-Quran dan Hadits

serta penjelasan para ulama.

3. KH. Syafi’i Hadzami tidak pernah berijtihad sendiri, akan tetapi selalu

menggunakan penjelasan ulama dari madzhab Syafi’i. Dalam menentukan

madzhab Syafi’I, beliau tidak memilih generasi (thabaqat) akan tetapi

langsung mencari data yang sesuai permasalahan dibutuhkan masyarakat.

Pengunaan madzhab Syafi’i sebagai dasar penentuan hukum tidak terlepas

dari pendidikan beliau sejak kecil dan tradisi masyarakat Jakarta yang

mengikuti madzhab Syafi’i, serta di Negara kita Indonesia mayoritas

menggunakan madzhab Syafi’i.

B. Saran

Kajian mengenai tokoh lokal adalah sesuatu yang penting. Sebab, dengan

memahami hal itu kita dapat memperoleh inspirasi dalam mengkajinya. Oleh

karena itu tokoh lokal seperti KH. Syafii Hadzami adalah tokoh yang dapat

dijadikan model penelitian lebih lanjut untuk mengenal tokoh lokal yang lain.

Penelitian ini masih banyak kekurangan dan dapat dijadikan penelitian

selanjutnya seperti mengenai dalam ilmu kalam dan tradisi dakwah yang beliau

lakukan.

Page 95: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

85

Bagi pemerintah indonesia mengenang pemikiran tokoh lokal tidak cukup

hanya membuat nama jalan, akan tetapi harus juga tetap mengkaji pemikiran dan

karya-karya mereka.

Page 96: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

86

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad ibn, al-Mustadrak ‘ala al-Shahiani, Beirut: Dar al-Kutub

al-Ilmiah, 1990

Akram Yusuf al-Qawasi, al-Madkhal ila Madzhab al-Imam al-Syafii, Oman: Dar

al-Nafais, 2003

Anshari, Zakariyya al-, al-Jamal Ala Syarh al-Manhaj, Beirut: Dar Ihya al-Turats,

tt.

Ardabili, Yusuf Ibn Ibrahim al-, al- Anwar li A’mal al-Abrar, Kuwait: Dar al-

Dhiya’, 2006

Bantani, Muhammad Nawawi al-, Mirqat Shu’ûd al- Tashdiq fi Syarh Sullam al-

Taufiq, Jakarta: Dar al-Kutub al-Islami, 2013

Basya, Ahmad Timur, Nazhriyah Tarikhiyyah fi Huduts al-Madzahib al-

Araba’ah, Beirut: Dar al-Qadir 1990

Baththal Ibn Ahmad Ibn Sulaiman Ibn Baththal al-Rakbi, al-Nazhm al-

Musta’dzab fi Tafsir Gharib Alfazh al-Muhadzdzab, Makkah al-

Mukarramah: al-Maktabah al-Tijariyah,1991

Hadzami, Muhammad Syafii, ‘Ujalah Fidyah Shalat, Jakarta Yayasan al-Asyirat

al-Syafi’iyah 1977 H

Hadzami, Muhammad Syafii, Mathmaf al-Ruba fi Ma’rifati al-Riba, Jakarta:

Yayasan al-Shirat al-Syafi’iyyah, 1397 H

Hadzami, Muhammad Syafii, Qabliyah Jum’at, Jakarta Yayasan al-Asyirat al-

Syafi’iyah, tt

Hadzami, Muhammad Syafii, Qiyas adalah Hujjah Syar’iyyah, Jakarta Yayasan

al-Asyirat al-Syafi’iyah, tt

Hadzami, Muhammad Syafii, Shalat al-Tarawih, Jakarta Yayasan al-Asyirat al-

Syafi’iyah

Hadzami, Muhammad Syafii, Sullam al-‘Arsy fi Qira’at al-Warsy, Jakarta

Yayasan al-Asyirat al-Syafi’iyah 1376 H

Page 97: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

87

Hadzami, Muhammad Syafii, Syafa’ah fi Ijtinab Muraghamah al-Syar’iyyah,

Jakarta Yayasan al-Asyirat al-Syafi’iyah, tt

Hadzami, KH. Syafii, Taudlihul Adillah, Kudus: Menara Kudus, 1982

Ibn Khaldun, Abd al-Rahman, al-Muqaddimah, Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,

2006

Ibn Qudamah, Abu Muhammad Abdullah ibn Ahmad ibn Muhammad, al-Mughni,

Saudi Arabia, Dar Alam al-Kutub,1417H/1997M

Ibn Rusyd, Ahmad, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah al-Muqtashid, Beirut: Dar

al-Fikr, 1990

Jurjani, Ali Ibn Muhammad al-Sayyid al-Syarif al-, Mu’jam al-Ta’rifat, Kairo:

Dar al-Fadhilah, 2000)

Jurjawi, Ali al-, Hikmat al-Tasyri’ wa Falsaftuhu, Beirut: Dar al-Fikr, 1980

Jusry, Abdurrahman al-, Al-Fiqh ‘Ala Mazahibul Arba‟ah, Beirut: Darul Haya‟

al-Turb al-Araby, 1969

Khallaf, Abd al-Wahhab al-, Ilm Ushul Fiqh , Beirut: Dar al-Fikr al-Arabi, 1996

Mas’ud, Abdurahman, Intelektual Pesantren: Perhelatan Agama dan Tradisi,

Yogyakarta: LKiS, 2004

Munawwir, Ahmad Warson, Kamus al-Munawwir, Krapyak: Pesantren al-

Munawwir, 2000

Nawawi, Muhyidin ibn Syaraf al-, al-Majmu’ Syarah al-Muhazzab, Beirut: Dar

al-Fikr, 1994

Sabiq, Sayyid, Fiqh as-Sunnah, Beirut: Dar al-Fikr, 1980

Saksono, Widji, Mengislamkan Tanah Jawa: Telaah Atas Metode Dakwah

Walisongo, Bandung Mizan, 1998

Shihab, M. Quraish, Perempuan: dari Cinta Sampai Seks dari Nikah Mut’ah

sampai Nikah Sunnah dari Bias Lama Sampai Bias Baru, Jakarta:

Lentera hati, 2006

Syafi’I, Muhammad Ibn Idris al-, al- Umm, Beirut: Dar al-Wafa’, 2001

Page 98: PEMIKIRAN TENTANG HUKUM KELUARGA K.H M. SYAFI’I …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Hadzami Studi Atas Buku Taudlihul Adillah” telah diajukan dalam sidang

88

Syarbini, Syams al-Din Muhammad Khatib al-, Mughni Muhtaj ila Ma’rifah

Ma’ani alfazh al-Minhaj, Beirut: Dar al-Ma’rifah, 1997

Syarqawi, Abd Allah Ibn Hijazi Ibn Ibrahim al-, Hasyiah al-Syarqawi, Beirut:

Dar al-Fikr, 1987

Syirazi, Abu Ishaq al-, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i, (tahqiq

Muhammad al-Zauhaili), Damaskus: Dar al-Qalam, 1996

Yafie, Ali, Menggagas Fiqh Sosial; Dari Soal Lingkungan Hidup, Asuransi

hingga Ukhuwah, Bandung; Mizan, 1995

Yahya, Ali, KH. Muhammad Syafi’i Hadzami : Sumur Yang Tak Pernah Kering,

Jakarta; Yayasan Al-Syirotus Syafi’iyah 1999

Zarqa, Mustafa Ahmad al-, al-Fiqh al-Islam fi Thaubihi al-Jadid: al-Madkhal al-

Fiqih al-Amm, Beirut: Dar al Fikr, 2010

Zuhaili, Wahbah al-, al-Wajiz fi Fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr, 2006

--------------------- Tafsir al-Munir, Beirut: Dar al-Kutub, 2005

---------------------, Usul al-fiqh al-Islami, Beirut: Dar al-Fikr al-Mu’asir, 1997