PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI...

126
TUGAS AKHIR – RF 141501 PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI RENDAH PROSPEK “BIKU” DESA HULAWA KABUPATEN POHUWATO PROVINSI GORONTALO MENGGUNAKAN METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2D DAN POLARISASI TERINDUKSI KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE BIMAKURNIA SEPTADI NRP. 3713100023 Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Amien WIidodo, MS. DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA FAKULTAS TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2018

Transcript of PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI...

  • i

    TUGAS AKHIR – RF 141501

    PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI

    RENDAH PROSPEK “BIKU” DESA HULAWA KABUPATEN

    POHUWATO PROVINSI GORONTALO MENGGUNAKAN

    METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2D DAN POLARISASI

    TERINDUKSI KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

    BIMAKURNIA SEPTADI

    NRP. 3713100023

    Dosen Pembimbing :

    Dr.Ir. Amien WIidodo, MS.

    DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA

    FAKULTAS TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN

    INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

    SURABAYA 2018

  • ii

  • iii

    TUGAS AKHIR – RF141501

    PEMETAAN ZONA BIJIH EMAS EPITERMAL SULFIDASI

    RENDAH PROSPEK “BIKU” DESA HULAWA KABUPATEN

    POHUWATO PROVINSI GORONTALO MENGGUNAKAN

    METODE GEOLISTRIK RESISTIVITAS 2D DAN POLARISASI

    TERINDUKSI KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

    BIMAKURNIA SEPTADI

    NRP. 3713100023

    Dosen Pembimbing :

    Dr.Ir. Amien Widodo, MS.

    DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA

    FAKULTAS TEKNIK SIPIL LINGKUNGAN DAN KEBUMIAN

    INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

    SURABAYA 2018

  • iv

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • v

    FINAL PROJECT – RF141501

    THE MAPPING OF EPITHERMAL LOW SULPHIDATON OF

    GOLD-ORE ZONE IN BIKU’S PROSPECT AT HULAWA,

    POHUWATO, GORONTALO PROVINCE USING GEO-

    ELECTRICAL RESISTIVITY/INDUCED POLARIZATION

    METHOD BY DIPOLE-DIPOLE ARRAY

    BIMAKURNIA SEPTADI

    NRP. 3713100023

    Supervisor

    Dr.Ir. Amien Widodo, MS.

    DEPARTEMENT OF GEOPHYSICAL ENGINEERING

    FACULTY OF CILI, ENVIRONMENTAL, AND GEO ENGINEERING

    SEPULUH NOPEMBER INSTITUTE OF TECHNOLOGY

    SURABAYA 2018

  • vi

    This page is intentionally left blank

  • i

    LEMBAR PENGESAHAN

  • ii

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • iii

    PERNYATAAN KEASLIAN

    TUGAS AKHIR

    Dengan ini saya menyatakan bahwa isi sebagian maupun keseluruhan

    Tugas Akhir yang berjudul “Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi

    Rendah Prospek “BIKU” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi

    Gorontalo Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas 2D dan Polarisasi

    Terinduksi Konfigurasi Dipole-Dipole” adalah benar-benar hasil karya

    intelektual mandiri, diselesaikan tanpa menggunakan bahan-bahan yang tidak

    diijinkan dan bukan merupakan karya pihak lain yang saya akui sebagai karya

    sendiri.

    Semua referensi yang dikutip maupun dirujuk telah ditulis secara

    lengkap pada daftar pustaka.

    Apabila ternyata pernyataan ini tidak benar, saya bersedia menerima

    sangsi sesuai peraturan yang berlaku.

    Surabaya, 15 Desember 2017

    Bimakurnia Septadi

    NRP. 03411340000023

  • iv

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • v

    Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

    Prospek “BIKU” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi

    Gorontalo Menggunakan Metode Resistivitas 2D dan

    Polarisasi Terinduksi Konfigurasi Dipole-Dipole

    Nama : Bimakurnia Septadi

    NRP : 3713100023

    Jurusan : Teknik Geofisika

    Dosen Pembimbing : Dr.Ir. Amien Widodo, Ms

    NIP. 19591010.198803.1002

    ABSTRAK

    Prospek Biku merupakan salah satu wilayah di Gorontalo yang

    memiliki potensi mineral emas. Pemetaan geofisika menggunakan metode

    geolistrik resistivitas dan polarisasi terinduksi digunakan untuk mengetahui

    persebaran litologi yang ada dibawah permukaan. Hasil pemetaan dipermukaan

    menunjukkan Batuan breksi hidrotermal dan intrusif riodasit dengan alterasi

    silika klorit-silika argilik mengandung mineralisasi emas yang tinggi..

    Resistivitas digunakan untuk mengetahui persebaran litologi sementara

    polarisasi terinduksi untuk melihat alterasi yang menyertainya. Berdasarkan

    hasil pengolahan data, litologi breksi hidrotermal memiliki nilai resistivitas

    antara >150 – 250 Ωm dengan nilai chargeability antara 4-8 ms yang teralterasi

    silika argilik. Litologi intrusif riodasit degan rentang nilai > 350 Ωm dan sering

    ditemukan kontak langsung dengan breksi hidrotermal dengan alterasi silika –

    silika klorit maupun silika argilik dengan nilai chargeability hingga 12 ms

    berasosiasi dengan patahan.

    Kata kunci : Mineral emas, resistivitas, polarisasi terinduksi, breksi

    hidrotermal, intrusif rodasit.

  • vi

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • vii

    The Mapping of Epithermal Low Sulphidation of Gold-Ore

    zone in Biku’s Prospect at Hulawa, Pohuwato, Gorontalo

    Province Using Geo-electrical Resistivity/Induced Polarization

    Method by Dipole-dipole Array

    Student Name : Bimakurnia Septadi

    Student ID Number : 3713100023

    Department : Geophysical Engineering

    Supervisor : Dr.Ir. Amien Widodo, Ms

    NIP. 19591010.198803.1002

    ABSTRACK

    The Biku’s Prospect is one of the areas in Gorontalo where has

    potential gold mineral. The geological surface mapping show that lithology of

    the hydrothermal breccia and intrusive riodacite with silicic chlorite-silicic

    argilic alteration contain high gold mineralization. Geophysical mapping using

    geo-electrical resistivity and induced polarization methods was used to

    determine the spread of existing lithologies below the surface. Resistivity is

    used to determine the spread of lithology while polarization is induced to see

    the accompanying alterations. Based on the results of data processing,

    hydrothermal breccia has resistivity value between ≤ 150 - 250 Ωm with

    chargeability value between 4-8 ms which is generally silica-argilic alteration.

    Intrusive riodacit with a range of values ≥ 350 Ωm and frequent direct contact

    with hydrothermal breccias with silica-silica chlorite and silica-argilic

    alteration with a chargeability value of up to 12 ms assosiated with breccia

    fault.

    Keywords : Gold mineralization, resistivity, induced polarization, hydrotermal

    breccia, intrusive rodacit.

  • viii

    This page is intentionally left blank

  • ix

    KATA PENGANTAR

    Puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

    Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis bisa menyelesaikan Tugas Akhir

    yang berjudul “Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

    Prospek “BIKU” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

    Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas/Polarisasi Terinduksi 2D

    Konfigurasi Dipole-Dipole” Sholawat serta salam tak lupa selalu tercurahkan

    kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa kita dari

    zaman kegelapan menuju zaman yang terang.

    Dalam penulisan Tugas Akhir ini, penulis ingin mengucapkan banyak

    terima kasih kepada orang-orang yang mendukung dan berperan besar dalam

    terselesaikannya Tugas Akhir ini, diantaranya :

    1. Bapak dan ibu tercinta yang selalu memberikan dukungan, bimbingan

    dan doa yang tdak pernah putus

    2. PT Gorontalo Sejahtera Mining J-Resources Nusantara yang telah

    memberi kesempatan Tugas Akhir bagi penulis

    3. Para Geologist yang telah memberikan ilmu geologi dan mendukung

    penelitian Geofisika.

    4. Pak Arief Ismanto dan Pak Eko Mario dari Divisi Eksplorasi yang

    telah memberikan bimbingan selama proses Tugas Akhir

    5. Pak Rudi Sampul dan Pak Dunda Sumbala yang telah memberikan

    bimbingan selama proses pengambilan data

    6. Kru IP atas ilmu, kontribusi dan kenangan yang diberikan selama

    proses pengambilan data

    7. Pak Amien Widodo selaku dosen pembimbing yang telah banyak

    berkontribusi baik dalam membantu proses pelaksanaan tugas akhir di

    perusahaan terkait, proses bimbingan hingga terselesaikannya laporan

    ini

    8. Teman-teman angkatan 2013 Teknik Geofisika ITS yang telah

    menemani dan memberikan banyak cerita selama masa perkuliahan.

    9. Pihak-pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu-persatu

  • x

    Penulis menyadari bahwasanya Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari

    kata sempurna. Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang

    membangun dari berbagai pihak.

    Akhir kata, semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai

    kalangan, terutama pihak perusahaan secara khusus dan bagi penulis.

    Surabaya, 11 Desember 2017

    Penulis

  • xi

    DAFTAR ISI

    LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. i

    PERNYATAAN KEASLIAN......................................................................... iii

    ABSTRAK ...................................................................................................... v

    ABSTRACK ................................................................................................. vii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... ix

    DAFTAR ISI .................................................................................................. xi

    DAFTAR GAMBAR..................................................................................... xv

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xvii

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2

    1.3 Batasan Masalah ............................................................................. 2

    1.4 Tujuan ............................................................................................ 2

    1.5 Manfaat .......................................................................................... 2

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 5

    2.1 Mineral Emas ................................................................................. 5

    2.2 Studi Geologi ................................................................................. 6

    2.2.1 Geologi Regional ....................................................................... 6

    2.2.2 Fisiografi Regional ..................................................................... 7

    2.2.3 Stratigrafi Regional .................................................................... 8

    2.2.4 Struktur Regional ....................................................................... 9

    2.2.5 Geologi Distrik ......................................................................... 11

    2.2.6 Fisiografi Distrik ...................................................................... 11

    2.2.7 Stratigrafi Distrik ..................................................................... 12

    a. Granodiorit Bumbulan (Tpb) .................................................... 13

    b. Batuan Gunungapi Pani (Tppv) ................................................ 13

  • xii

    2.2.8 Struktur Distrik ......................................................................... 14

    2.2.9 Litologi, alterasi dan mineralisasi daerah prospek penelitian ..... 15

    2.2.10 Bijih Emas Epitermal ........................................................... 17

    2.3 Studi Geofisika ............................................................................. 20

    2.3.1 Eksplorasi Geolistrik ................................................................ 20

    2.3.2 Sifat Kelistrikan Batuan ............................................................ 20

    2.3.3 Resistivitas ............................................................................... 21

    2.3.3.1 Resistivitas Semu (Apparent Resistivity) .......................... 26

    2.3.3.2 Resistivitas Batuan dan Mineral ....................................... 26

    2.3.4 Polarisasi Terinduksi (Induced Polarization) ............................. 28

    2.3.5 Konfigurasi Elektroda ............................................................... 31

    2.3.6 Model deposit emas dan respon geofisika ................................. 34

    2.3.7 Teori Inversi RES2DINV : Robust Inversion ............................ 35

    BAB III METODELOGI ............................................................................... 37

    3.1 Lokasi Penelitian .......................................................................... 37

    3.2 Metode dan Teknik Akuisisi Data Lapangan ................................. 38

    3.3 Diagram Alir ................................................................................. 38

    3.4 Desain Akuisisi ............................................................................. 41

    3.5 Peralatan dan Data ........................................................................ 42

    BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ...................................... 45

    4.1 Analisa Data Sekunder .................................................................. 45

    4.1.1 Mapping Geologi ...................................................................... 45

    4.1.2 Data lubang bor ........................................................................ 47

    4.2 Analisa Data Primer ...................................................................... 49

    4.2.1 Frame Blok ............................................................................... 49

    4.2.2 Penampang Hasil Inversi dan Overlay Kedua Metode Resistivitas dan Polarisasi Terinduksi ....................................................................... 50

  • xiii

    4.2.2.1 Lintasan 1 ........................................................................ 51

    4.2.2.2 Lintasan 2 ........................................................................ 53

    4.2.2.3 Lintasan 3 ........................................................................ 55

    4.2.2.4 Lintasan 4 ........................................................................ 57

    4.2.2.5 Lintasan 5 ........................................................................ 59

    4.2.2.6 Lintasan 6 ........................................................................ 61

    4.2.2.7 Lintasan 7 ........................................................................ 63

    4.2.2.8 Lintasan 8 ........................................................................ 65

    4.2.2.9 Lintasan 9 ........................................................................ 67

    4.2.2.10 Lintasan 10 ...................................................................... 69

    BAB V PENUTUP ........................................................................................ 73

    5.1 Kesimpulan .................................................................................. 73

    5.2 Saran ............................................................................................ 73

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 75

    LAMPIRAN .................................................................................................. 79

    BIODATA PENULIS ...................................................................................101

  • xiv

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • xv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Struktur regional dari pulau Sulawesi (Caira dan Pearson, 1999) .. 7 Gambar 2.2 Fisiografi Regional Pulau Sulaweso (Hamilton, 1979) .................. 8 Gambar 2.3 Stratigrafi Regional lembar Tilamuta Pulau Sulawesi ( Bachri dkk,

    1993) ............................................................................................................... 9 Gambar 2.4 Kerangka struktur lengan utara Sulawesi (Caira dan Pearson, 1999)

    ...................................................................................................................... 10 Gambar 2.5 Geologi lengan utara Sulawesi (Carlile et al, 1990) .................... 11 Gambar 2.6 Fisiografi lengan utara Sulawesi (Hamilton, 1979) ..................... 12 Gambar 2.7 Lokasi daerah penelitian pada formasi Granodioarit Bumbulan

    (Tpb) pada kotak merah (Bachri,1993) .......................................................... 14 Gambar 2.8 Struktur Gorontalo Shear System (Davies, 2010) ....................... 15 Gambar 2.9 Diagenesa pembentukan berbagai tipe batuan Breksia. Batuan

    breksia hidrotermal ditunjukkan nomer 5 sedangkan breksia diatrem

    ditunjukkan pada nomer 4 (Lawless et al, 1998). ........................................... 16 Gambar 2.10 Zona mineralisasi pada daerah kontak antara intrusif Riodasit

    dengan breksia diatrem yang berasosiasi dengan patahan breksia (kiri),

    kenampakan outcrop batuan breksia hidrotermal yang menjadi target utama

    batuan pembawa emas (kanan). ..................................................................... 17 Gambar 2.11 Rangkaian listrik sederhana (Burger, 1992) .............................. 21 Gambar 2.12 Arus listrik pada suatu medium berbentuk silinder (Burger, 1992)

    ...................................................................................................................... 23 Gambar 2.13 Sumber arus tunggal dengan potensial tunggal tegak lurus

    terhadap bidang ekuipotensial (Burger, 1992) ................................................ 24 Gambar 2.14 Dua elektroda arus dan potensial pada permukaan bumi isotropis

    ( Loke dan Barker 1996) ................................................................................ 24 Gambar 2.15 Rentang nilai resistivitas dan kunduktivitas beberapa mineral, tipe

    batuan dan material dekat permukaan (Dentith, 2014) ................................... 27 Gambar 2.16 Rentang nilai resistivitas mineral dan batuan di bumi (Loke,

    2015) ............................................................................................................. 28 Gambar 2. 17 Arus yang mengalir pada medium mengandung elektrolit (atas),

    Proses polarisasi elektroda dengan adanya partikel logam (bawah) (Reynold,

    1997). ............................................................................................................ 29 Gambar 2.18 . (atas) Penginduksian arus listrik , (bawah) beda potensial yang

    terukur dan apparent chargebility (Dentith, 2014). ......................................... 30

  • xvi

    Gambar 2.19 Beberapa konfigurasi elektroda beserta faktor geometerinya

    (Loke, 2015) .................................................................................................. 32 Gambar 2.20 Skema pengambilan data menggunakan konfigurasi dipole-dipole

    ...................................................................................................................... 33 Gambar 2.21 Perbandingan hasil inversi data sintetik menggunakan metode

    smootness-constrained least-squared dengan Robust inversion (Loke,2015). . 36

    Gambar 4.1 1 Hasil mapping geologi berupa persebaran litologi di permukaan

    ...................................................................................................................... 46 Gambar 4.1 2 Hasil mapping geologi berupa persebaran alterasi di permukaan

    ...................................................................................................................... 47 Gambar 4.1 3 Data bor pada blok yang bersebelahan dengan lokasi penelitian

    ...................................................................................................................... 48

    Gambar 4.2 1 Peta rencana area pengambilan data. Prospek “biku” berada pada

    blok hijau ....................................................................................................... 49

    Gambar 4.2.2 a Hasil inversi lintasan 1 resistivitas dan chargeability ............ 52 Gambar 4.2.2 b Hasil overlay lintasan 1 resistivitas dan chargeability ........... 52 Gambar 4.2.2 c Hasil inversi lintasan 2 resistivitas dan chargeability ............ 54 Gambar 4.2.2 d Hasil overlay lintasan 2 resistivitas dan chargeability ........... 54 Gambar 4.2.2 e Hasil inversi lintasan 3 resistivitas dan chargeability ............ 56 Gambar 4.2.2 f Hasil overlay lintasan 3 resistivitas dan chargeability........... 56 Gambar 4.2.2 g Hasil inversi lintasan 4 resistivitas dan chargeability ............ 58 Gambar 4.2.2 h Hasil overlay lintasan 4 resistivitas dan chargeability .......... 58 Gambar 4.2.2 i Hasil inversi lintasan 5 resistivitas dan chargeability ............. 60 Gambar 4.2.2 j Hasil overlay lintasan 5 resistivitas dan chargeability ............ 60 Gambar 4.2.2 k Hasil inversi lintasan 1 resistivitas dan chargeability ............ 62 Gambar 4.2.2 l Hasil overlay lintasan 6 resistivitas dan chargeability ............ 62 Gambar 4.2.2 m Hasil inversi lintasan 7 resistivitas dan chargeability ........... 64 Gambar 4.2.2 n Hasil overlay lintasan 7 resistivitas dan chargeability ........... 64 Gambar 4.2.2 o Hasil inversi lintasan 8 resistivitas dan chargeability ............ 66 Gambar 4.2.2 p Hasil overlay lintasan 8 resistivitas dan chargeability ........... 66 Gambar 4.2.2 q Hasil inversi lintasan 9 resistivitas dan chargeability ............ 68 Gambar 4.2.2 r Hasil overlay lintasan 9 resistivitas dan chargeability............ 68 Gambar 4.2.2 s Hasil inversi lintasan 10 resistivitas dan chargeability .......... 69 Gambar 4.2.2 t Hasil overlay lintasan 10 resistivitas dan chargeability .......... 70

  • xvii

    Gambar 4.2 1 Peta rencana area pengambilan data. Prospek “biku” berada pada

    blok hijau ...................................................................................................... 49

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Properti mineral Emas (Yimi Diantoro, 2010) ................................. 5 Tabel 2.2 Karakterstik dari alterasi epitermal sulfida rendah dan sulfida tinggi

    bijih emas epitermal ( Hedenquist dkk, 2000 ) ............................................... 18 Tabel 2.3 Rentang nilai chargeability beberapa mineral dan material bumi

    (Telford, 2004) .............................................................................................. 31 Tabel 2.4 Model endapan bijih emas dengan karakter geologi dan geofisika

    (Foster, 1993) ................................................................................................ 34

  • xviii

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Emas, sebagai salah satu komoditi tambang yang memegang peran

    penting dalam penerimaan devisa sekaligus menjaga stabilitas ekonomi negara

    memerlukan perhatian khusus sehingga kegiatan pencarian, pengolahan dan

    produksinya bisa terus berjalan. Potensi emas Indonesia dilihat dari sejarah

    memang sudah dikenal sejak 1000 tahun yang lalu, diawali kedatangan

    penambang emas dari Cina yang kemudian dilanjutkan pada zaman Hindu dan

    penambangan lebih intensif pada zaman pendudukan Belanda dan Jepang. Saat

    ini penambangan masih berlanjut dan Indonesia sendiri memproduksi sekitar

    4% dari produksi emas global (Indonesia-investment.com). Untuk konsumi

    emas sendiri, terhitung hingga tahun 2012 mencapai kisaran 120 ton yang

    meningkat 25% dari empat tahun sebelumnya (Indonesia Statistic Data).

    Sulawesi sebagai pulau yang memiliki tatanan tektonik kompleks

    menjadikannya sebagai prospek mineralisasi emas sulfidasi rendah (Kavalieris,

    1984). Sehubungan dengan kebutuhan emas yang semakin dan selalu

    meningkat, teknologi yang digunakan pun terus dikembangkan, tak terkecuali

    metode yang digunakan. Geofisika merupakan salah satu bidang keilmuan yang

    dapat diaplikasikan untuk eksplorasi bahan tambang dan mineral. Didalamnya

    terdapat berbagai metode yang memegang peranan penting untuk mendukung

    keberhasilan eksplorasi emas, salah satunya Metode Geolistrik Resistivitas &

    Polarisasi Terinduksi. Metode ini telah terbukti ampuh untuk membuktikan

    keberadaan deposit emas (Kelly,1975; Coggan,1984). Pengembangan dan

    pemanfaatan metode tersebut sudah semestinya terus dilakukan secara massive

    terutama oleh mahasiswa sebagai penggerak dan pemegang peran penting di

    masa mendatang terutama dalam hal eksplorasi tambang emas. J-Resources

    sebagai salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas

    sudah pasti memiliki segala sesuatu yang diperlukan dalam hal pemanfaatan

    dan pengembangan tersebut, khususnya di bidang geofisika. Oleh sebab itu,

    penulis sangat berharap dapat menjalin kerjasama dengan J-Resources dalam

    hal penelitian Tugas Akhir.

    Dalam kegiatan penelitian Tugas Akhir ini, penulis mengajukan judul

    Tugas Akhir “Pemetaan Zona Bijih Emas Epitermal Sulfidasi Rendah

    Prospek “Biku” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

    dengan Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas 2D dan Polarisasi

  • 2

    Terinduksi Konfigurasi Dipole-Dipole”. Pada penelitian yang dilakukan oleh

    RG Allis tahun 1990, zona argilik ditandai dengan nilai tahanan jenis yang

    rendah, zona silifikasi ditandai dengan meningkatnya nilai tahanan jenis,

    kehadiran mineral sufida pada pada zona argilik menyebabkan nilai

    chargebility meningkat secara signifikan.

    1.2 Rumusan Masalah

    Rumusan masalah dalan Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

    1. Bagaimana melakukan pemetaan zona bijih emas sulfidasi rendah

    prospek “Biku” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi

    Gorontalo berdasarkan data resistivitas 2D dan Polarisasi terinduksi

    konfigurasi dipole-dipole?

    1.3 Batasan Masalah

    Batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

    1. Metode yang digunakan adalah Geolistrik Resistivitas & Polarisasi

    Terinduksi

    2. Konfigurasi yang digunakan adalah Dipole-Dipole

    3. Data topografi yang digunakan bersumber dari data Lidar

    4. Metode inversi yang digunakan adalah robust constrain

    1.4 Tujuan

    Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah:

    1. Melakukan pemetaan zona bijih emas sulfidasi rendah prospek “Biku” Desa Hulawa Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo

    berdasarkan data resistivitas & polarisasi terinduksi

    1.5 Manfaat

    Bagi Mahasiswa :

    1. Mengetahui aplikasi dari metode geolistrik resistivitas dan polarisasi

    terinduksi dalam bidang pertambangan.

    2. Memperoleh pendalaman ilmu yang telah didapat di bangku kuliah ke

    dalam dunia kerja terutama di bidang Pertambangan.

  • 3

    3. Sebagai bekal dan pengalaman bagi mahasiswa dalam menghadapai

    dunia kerja serta meningkatkan kemampuan dan kompetensi dalam

    bidang tersebut.

    Bagi Instansi tempat mahasiswa melakukan Tugas Akhir :

    1. Sebagai peran serta instansi terkait dalam mendukung pengembangan

    di dunia pendidikan.

    2. Terjalinnya hubungan yang baik antara instansi dan perguruan tinggi

    negeri, terutama Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya

  • 4

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • 5

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Mineral Emas

    Emas (Au) adalah logam transisi antara Ag dan Rg dalam seri

    kimia dari tabel periodik. Nomor atomnya adalah 79, massa atom

    196,96655 (2) g / mol, dan hanya memiliki satu nomor isotop stabil 197.

    Isotype emas 198𝐴𝑢 (paruh 2,7 hari) digunakan di beberapa perawatan

    kanker. Logam ini telah dikenal dan dihargai sebagai obyek keindahan dan

    sifat unik dari stabilitas kimia, konduktivitas listrik, kelenturan dan

    daktilitas (trivalen dan univalen) sejak awal peradaban manusia. Sebagai

    standar nilai untuk biaya tenaga kerja, barang, mata uang dan

    perekonomian nasional, hal itu telah menjadi standar dari banyak mata

    uang sejak mata uang dunia pertama di Lydia antara 643 dan 630 SM.

    Nama untuk emas berasal dari sejarah Inggris kata “geolo“ untuk kuning

    dan simbol kimia untuk emas Au dari nama Latin emas “aurum” yang

    berarti fajar bersinar.

    Mineral pembawa emas biasanya berasosiasi dengan mineral

    ikutan (gangue) yang umumnya adalah mineral kuarsa, karbonat, turmalin

    dan sejumlah kecil mineral non logam. Dibawah ini akan disajikan tabel

    properti dari mineral Emas.

    Tabel 2.1. Properti mineral Emas (Yimi Diantoro, 2010)

    Variabel Keterangan

    Simbol kimia Au

    Nomer atom 79

    Massa atom 197

    Bentuk kristal kubik

    Warna Kuning emas, putih silver, orange

    red

    Titik leleh 1064,43° C (1948° F)

    Kekerasan 2,5-3 Skala Mohs

    Densitas 19,3 (murni)

    Resistivitas 2,2 x 10−8 Ωm Kemagnetan Rendah

    Duktilitas Tinggi

    Luster Kilap logam

    Diapansitas Opaque

  • 6

    Gaya tarik 138 megapascal ketika berpijar

    2.2 Studi Geologi

    2.2.1 Geologi Regional

    Pulau Sulawesi terletak pada bagian tengah dari kepulauan

    Indonesia. Terbentuknya pulai ini melibatkan pertemuan tiga unit lempeng

    besar. Lempeng Samudera pasifik yang bergerak ke arah barat-barat laut,

    lempeng benua Eurasia yang bergerak sangat lambat ke arah selatan-

    tenggara, dan Lempeng Hindia-Australia yang bergerak ke arah utara-

    timur laut (Hamilton, 1979). Bagian barat terdiri dari lengan utara dan

    lengan barat yang tersusun oleh seri busur vulkano-plutonik berumur

    Kapur sampai Resen. Lengan utara Sulawesi terdiri dari busur vulkanik

    dengan busur Minahasa-Sangihe yang masih aktif dan terhubung dengan

    Sulawesi Utara hingga Mindanao bagian selatan. Bagian timur dari

    Sulawesi tersusun oleh subduksi mélange berumur Paleogen-Neogen, sekis

    glaukofan dan ofiolit. Banggai Sula dan Buton merupakan fragmen benua

    yang berasal dari Papua Nugini yang mengikuti pergerakan sesar geser

    besar. Lengan utara dan Sangihe merupakan bagian termuda dari sabuk

    vulkano-plutonik bagian barat dan merupakan pembawa mineralisasi

    porfiri tembaga-emas dan mineralisasi emas epitermal

  • 7

    Gambar 2.1 Struktur regional dari pulau Sulawesi (Caira dan Pearson,

    1999)

    2.2.2 Fisiografi Regional

    Hamilton (1979) membagi kepulauan Sulawesi menjadi tiga

    bagian fisiografi, yaitu Fisiografi busur vulkanik Neogen (Neogene

    Volcanic Arc) pada bagian lengan barat dan lengan utara, Fisiografi sekis

    dan batuan sedimen terdeformasi (Central Schist Belt) pada lengan tengah

    dan tenggara, maupun Fisiografi kompleks ofiolit serta sedimen molasse

    terimbrikasi pada bagian lengan tengah dan lengan timur. Daerah Provinsi

    Gorontalo yang menjadi lokasi penelitian termasuk dalam fisiografi

    Neogen pada lengan utara Sulawesi.

  • 8

    Gambar 2.2 Fisiografi Regional Pulau Sulaweso (Hamilton, 1979)

    2.2.3 Stratigrafi Regional

    Bachri dkk (1993) membagi daerah Timaluta dalam beberapa

    satuan yang dikelompokkan menajdi tiga bagian, yaitu endapan permukaan

    dan batuan sedimen, batuan gunung api, dan batuan terobosan. Urutan

    batuan dari berumur tua hingga muda adalah Formasi Tinombo (Teot),

    Formasi Satuan Gabro (Teog), Formasi Diorit Bone (Tmb), Formasi

    Randangan (Tmr), Formasi Dolokapa (Tmd), Formasi Diorit Boliohuto

    (Tmbo), Formasi Granodiorit Bumbulan (Tpb), Formasi Breksi Wobudu

    (Tpwv), Formasi batuan Gunung Pani (Tppv), Formasi Lokodidi (TQls),

    Formasi batuan Gunung Apo Pinogu (TQpv), Formasi Batugamping

    Klastik (TQl), Formasi endapan Sungai Tua (Qpr), Formasi endapan

    Danau (Qpl), Formasi Batugamping Terumbu (Ql), Formasi Aluvium

    (Qal).

  • 9

    Gambar 2.3 Stratigrafi Regional lembar Tilamuta Pulau Sulawesi ( Bachri dkk,

    1993)

    2.2.4 Struktur Regional

    Berdasarkan Caira dan Pearson (1999) sejarah tektonik regional

    pulau Sulawesi terbagi menjadi beberapa masa waktu, yaitu :

    1. Eosen

    Pada kala ini berkembang busur Sulawesi dengan arah Barat-

    Timur yang terjadi akibat subduksi lempeng Hindia-Australia kearah utara

    yang menunjam kebawah batas tenggara lempeng Eurasia. Berkembang

    pula struktur sesar arc-paralel dan arc-normal.

    2. Miosen Awal-Tengah

    Pada kala ini terjadi kolisi diantara batas utara benua Australia

    dan batas selatan Sulawesi dengan subduksi aktif berakibat perkembanagan

    sistem sesar datar mengiri Sorong dan berlanjut dibawah Sulawesi Utara

    dari Tenggara ke Barat Laut sepanjang palung berarah Timur Laut dibatas

    Laut Maluku.

    3. Miosen Akhir

    Pada kala ini terjadi kolisi antara fragmen kontinen Sula dengan

    Sulawesi Tengah yang menyebabkan pergerakan sesar datar mengiri

  • 10

    sepanjang Sesar Matano dan Sesar Palu. Pada bagian barat, fragmen

    kontinen menujam kebawah kerak samudera pada cekungan Gorontalo

    dengan arah Barat laut. Akibat peristiwa tersebut terjadilah rezim sesar

    kearah kanan berarah Barat laut di Sulawesi Utara yang kemudian

    menyebabkan reaktivasi kearah kanan pada pasangan sesar arc-paralel dan

    arc-normal serta dextral-rifting pada struktur arc-paralel yang membentuk

    struktur Graben dan pull-apart asin. Palung Sulawesi Utara berkembang

    sejalan dengan rotasi busur Sulawesi sepanjang Sesar Palu.

    4. Pliosen-Resen

    Pada kala ini kolisi platform sunda telah berhenti, pun dengan

    subduksi berarah Barat laut dibawah lengan utara bagian tengah. Subduksi

    berarah Barat-Timur berlanjut hingga batas barat Laut Maluku, dari ujung

    timur Sesar Anjak Batui hingga ke Timur Sesar Sangihe. Akibat subduksi

    ini berkembanglah busur vulkanik Sangihe-Minahasa. Berhentinya

    subduksi pada lengan utara Sulawesi menyebabkan adanya rezim gaya

    sinistral pada daerah ini. Reaktifasi sesar-sesar yang ada menyebabkan

    adanya zona dilatasi baru yang didominasi oleh arah Timur-Tenggara.

    Sturktur-struktur ini disertai oleh intrusi felsik berumur pliosen dan proses

    mineralisasi. Saat ini vulkanisme berumur pliosen berkembang sepanjang

    busur Sulawesi.

    Gambar 2.4 Kerangka struktur lengan utara Sulawesi (Caira dan Pearson,

    1999)

  • 11

    2.2.5 Geologi Distrik

    Secara regional, daerah distrik masuk dalam Lembar Tilamuta

    (Bachri, dkk 1993) yang merupakan bagian dari lengan utara Sulawesi.

    Prospek “x” berada di distrik Marisa yang berada pada bagian barat dari

    Sulawesi Utara. Terdiri dari batuan vulkanik-plutonik magmatik berumur

    Tersier hingga Resen. Prospek ini dihubungkan dengan subduksi berarah

    timur-barat dari subduksi Sangihe dan subduksi pada lengan utara

    Sulawesi berarah utara-selatan. Secara tektonik merupakan zona

    konvergensi kompleks antara lempeng Eurasia, Pasifik dan Hindia-

    Australia. Peristiwa tektonik besar yang lain adalah tumbukan antara

    fragmen Banggai-Sula dengan Busur Sulawesi yang mengasilkan

    rotasional mencapai 90º dengan pergerakan searah jarum jam sehingga

    menghasilkan orientasi EW (Carlile, 1990).

    Gambar 2.5 Geologi lengan utara Sulawesi (Carlile et al, 1990)

    2.2.6 Fisiografi Distrik

    Secara fisiografis distrik, Gorontalo dapat dibedakan ke dalam

    empat zona fisiografis utama, berdasarkan zona bentang alam yang

    merupakan representasi batuan dan struktur geologinya, yaitu Zona

    Pegunungan Utara Telongkabila, Zona Dataran Paguyaman-Limboto, Zona

  • 12

    Pegunungan Selatan Bone-Tilamuta, dan Zona Dataran Pantai Pohuwato

    (Brahmantyo, 2010).

    Gambar 2.6 Fisiografi lengan utara Sulawesi (Hamilton, 1979)

    Daerah penelitian termasuk pada zona Pegunungan Pegunungan

    Selatan Bone-Tilamuta. Pada umumnya zona ini didominasi oleh formasi

    batuan sedimenter gunung api berumur tua terdiri dari lava basalt, lava

    andesit, breksi, batu pasir dan batu lanau dan batu gamping

    termetamorfosis. Selain itu intrusi-intrusi diorit, granodiorit dan granit

    berumur pliosen.

    2.2.7 Stratigrafi Distrik

    Daerah lokasi prospek berada pada distrik Marisa. Menurut

    Kavalieris 1984 dalam Carlile 1990, batuan tertua terdiri dari granodiorit

    hornblende, granodiorit biotit-hornblende berbutir kasar, amfibolit,

    metabasalt dan metagabro. Distrik Marisa secara umum didominasi oleh

    basemen quartzo-feldspatic yang dilapisi oleh basalt laut dan vulkanik

    riodasit. Pada distrik ini kemungkinan menggambarkan batasan timur dari

    tipe basemen benua atau tepi busur benua. Mineralisasi emas utama berada

    pada tiga struktur mineralisasi yang memperlihatkan penambahan kadar

    emas yaitu silika-limonit yang mengisi rekahan, urat diskontinu kuarsa-

    adularia dan zona breksi yang memiliki karakteristik adanya urat

    berukuran kecil, kuarsa vuggy dan rekahan diskontinu berisi kuarsa-

    limonit (mosaic breccia). Kadar emas akan semakin meningkat manakala

    struktur mineralisasi utama terbentuk pada saat yang bersamaan dan berada

  • 13

    pada zona oksidasi. Perak dan logam memikiki kadar rendah dan emas

    sebagai elektrum dengan kandungan perak 20% (Kavalieris, 1984). Berikut

    ini akan dijelaskan formasi yang ada disekitar daerah penelitian,yaitu

    Granodiorit Bumbulan (Tpb) dan batuan Gunungapi Pani (Tppv)

    a. Granodiorit Bumbulan (Tpb)

    Satuan ini terdiri atas granodiorit, granit, dasit, dan monzonit

    kuarsa. Granodiorit berwarna abu-abu, berbutir sedang, mengandung

    biotit dan piroksen(?). Pengkloritan dan pengepidotan sring dijumpai

    dalam batuan ini. Granit berwarna abu-abu, berbutir sedang dan sedikit

    mengandung mineral mafik jenis biotit. Sedangkan dasit berwarna abu-

    abu muda, berbutir halus, dengan kuarsa dan feldspar sebgai fenikris.

    Monzonit kuarsa berwarna abu-abu, masif, berbutir menengah, dengan

    penyusun utama beruap kuarsa, plagioklas, dan feldspar alkali. Trail

    (1974) op.cit. Bachri dkk, 1993, menyamakan satuan ini dengan

    granodiorit yang terdapat di daerah dekat Palu, yang menurut Bachri dkk

    1993, berumur Pliosen.

    b. Batuan Gunungapi Pani (Tppv)

    Penyusun utama dari satuan batuan gunungapi ini adalah lava

    Dasit, yang memiliki struktur masif, berwarna abu-abu muda, bertekstur

    porfiritik, dengan fenokris berupa feldspar dan kuarsa. Terdapat juga

    lava andesit yang berwarna abu-abu dengan tekstur porfiroafanitik, dan

    masif. Liotologi lainnya adalah tuf, aglomerat, dan breksi gunungapi.

    Batuan gunungapi ini menindih tak selaras Formasi Randangan. Jadi

    umur Batuan Gunungapi Pani diperkirakan Pliosen awal. Ketebalan

    formasi ini diperkirakan mencapai ratusan meter.

    Daerah lokasi penelitian terletak pada formasi Granodioarit Bumbulan

    (Tpb) yang terdiri dari batuan granodiorit, granit, dasit, monzoit kuarsa.

  • 14

    Gambar 2.7 Lokasi daerah penelitian pada formasi Granodioarit Bumbulan

    (Tpb) pada kotak merah (Bachri,1993)

    2.2.8 Struktur Distrik

    Secara tektonik lengan utara Sulawesi dikontrol oleh Gorontalo

    Shear System (GSS). Penamaan struktur ini disetarakan dengan Sumatera

    Shear Zone (SSZ) yang mengontrol secara regional pola litostratigrafi dan

    struktur yang berkembang. Struktur GSS dengan kompleksitas yang tinggi

    secara umum memiliki arah WNW dan EW serta memiliki komponen

    pergerakan dekstral. Struktur berarah WNW diinterpretasi sebagai strain

    dari subduksi dan menghasilkan zona ekstensi kearah selatan sehingga

    pada daerah prospek membentuk pull apart basin.

  • 15

    Gambar 2.8 Struktur Gorontalo Shear System (Davies, 2010)

    2.2.9 Litologi, alterasi dan mineralisasi daerah prospek penelitian

    Berdasarkan hasil dari mapping geologi, lithologi pada daerah

    prospek didominasi oleh batuan intrusif riodasit, diatrem breksia

    (phreatomagmatic brecia) dan hidrotermal breksia. Diatrem breksia

    terbentuk akibat adanya kontak langung antara magma dengan air. Magma

    yang berada jauh di dalam bumi menerobos keatas melalui struktur seperti

    patahan, fraktur, maupun shear. Semakin mendekati ke permukaan, magma

    akan kontak dengan air tanah sehingga terjadi ledakan eksplosif dan

    terbentuklah batuan beku breksia yang sering disebut sebagai breksia

    diatrem. Breksia hidrotermal sendiri terbentuk dari hasil dekompresi

    eksplosif dari gas volatih magma. Eksolusi gas dari magma cair

    menghasilkan tekanan ekplosif yang meloloskan pada bagian atas dari

    permukaan magma chamber dan melewati (overlying) batuan sekitarnya.

  • 16

    Gambar 2.9 Diagenesa pembentukan berbagai tipe batuan Breksia.

    Batuan breksia hidrotermal ditunjukkan nomer 5 sedangkan breksia

    diatrem ditunjukkan pada nomer 4 (Lawless et al, 1998).

    Kontak lithologi antara unit intrusive riodasit dengan breksia

    berbentuk runcing dan kadang beraosiasi dengan patahan breksia. Alterasi

    yang terdapat tidak teratur kloritik – argillic – silifikasi argilic sampai

    silifikasi ±chlorite. Biasanya alterasi lempung berada pada zona diatrem

    breksia. Alterasi silifikasi + klorit pada lithologi riodasit yang umumnya

    berasosiasi dengan zona rotate to crackle breksia. Alterasi silifikasi-argilik

    terdapat pada sekeliling zona rotate to crackle breksia. Pada lithologi

    breksia hidrotermal terdapat alterasi silifikasi-argilik sampai silifikasi-

    klorit. Mineralisasi emas pada daerah prospek “biku” sendiri terdapat pada

    kombinasi urat kuarsa, breksi dan stockworks (Carlile, 1990).

  • 17

    Gambar 2.10 Zona mineralisasi pada daerah kontak antara intrusif Riodasit

    dengan breksia diatrem yang berasosiasi dengan patahan breksia (kiri),

    kenampakan outcrop batuan breksia hidrotermal yang menjadi target utama

    batuan pembawa emas (kanan).

    Kontak lithologi antara unit intrusive riodasit dengan breksia

    berbentuk runcing dan kadang beraosiasi dengan patahan breksia. Alterasi

    yang terdapat tidak teratur kloritik – argillik – silifikasi argilik sampai

    silifikasi ±chlorite. Biasanya alterasi lempung berada pada zona diatrem

    breksia. Alterasi silifikasi + klorit pada lithologi riodasit yang umumnya

    berasosiasi dengan zona rotate to crackle breksia. Alterasi silifikasi-argilik

    terdapat pada sekeliling zona rotate to crackle breksia. Pada lithologi

    breksia hidrotermal terdapat alterasi silifikasi-argilik sampai silifikasi-

    klorit. Mineralisasi emas pada daerah prospek “biku” sendiri terdapat pada

    kombinasi urat kuarsa, breksi dan stockworks (Carlile et al, 1990).

    2.2.10 Bijih Emas Epitermal

    Istilah epitermal digunakan untuk deposit yang terbentuk pada

    kedalaman dangkal ( ± 2 km dibawah permukaan) dengan rentang

    temperatur 150°-300° C (Berger dan Eimon, 1983). Emas epitermal

    cenderung memiliki sumber primer lebih khas daripada emas mesotermal,

    terutama terjadi pada batuan intrusive dan vulkanik dengan kedalaman

    dangkal pada setting tektonik konvergen. Dua tipe mineralisasi yang khas

  • 18

    dari bijih emas epitermal ini dikembangkan berdasarkan kontras fluida

    geokimia. Setiap tipe memiliki karakteristik mineraloginya sendiri dan

    tanda-tanda alterasi batuan dindingnya (wall rock alteration). Epitermal

    sulfida rendah terbentuk dari berkurangnya pH cairan mendekati netral

    dengan kandungan air meteorik yang besar sedangkan sistem epitermal

    sulfida tinggi terbentuk dari cairan asam teroksidasi yang dihasilkan dari

    sistem magmatik-hidrotermal. Berikut akan disajikan tabel perbedaan

    karakteristik dari kedua sistem epitermal ini.

    Tabel 2.2 Karakterstik dari alterasi epitermal sulfida rendah dan sulfida tinggi

    bijih emas epitermal ( Hedenquist dkk, 2000 )

    𝑫𝒆𝒑𝒐𝒔𝒊𝒕⁄ 𝑲𝒂𝒓𝒂𝒌𝒕𝒆𝒓

    Deposit Emas sulfidasi rendah Deposit Emas sulfidasi tinggi

    Batuan

    vulkanik

    yang

    berhubu

    ngan

    secara

    genetis

    Andesit-riodasit (AR),

    riolit-basal bimodal (RB),

    Alkali (A)

    Andesit-riodasit, didominasi oleh

    magma kalk-alkali

    Kedala

    man

    pembent

    ukan

    Dangkal dalam dangkal menengah dalam

    0-300 m 300-800 m 1000 m

    Tatanan,

    batuan

    induk

    yang

    umum

    Kubah;

    batuan

    piroklasit

    ik dan

    batuan

    sedimen

    Kubah,

    diatrem (AR,

    A); batuan

    piroklastik

    dan sedimen

    Kubah,

    pipa

    utama;

    batuan

    piroklasti

    k dan

    sedimen

    Kubah,

    diatrem,

    batuan

    vulkanik

    Kubah-

    diatem;

    batuan

    vulkanik,

    sedimen

    klastik,

    porifiri

    Bentuk

    deposit

    Urat,

    vein

    swarm,

    stokwork

    ,

    terdisemi

    nasi

    Urat, tubuh

    bresia,

    terdiseminasi

    Terdisemi

    nasi,

    breksi,

    veinlet

    Urat sulfida

    massive,

    breksi, ledges

    Terdisem

    inasi,

    veinlet,

    breksia

    Tekstur

    bijih

    Band

    halus,

    Band kasar Kursa

    vuggy

    Sulfida

    massive,

    Penggant

    ian

  • 19

    combs,

    krustifor

    m,

    breksia

    mengandu

    ng

    mineral

    pengganti

    urat/breksi

    yang

    terbentuk di

    akhir

    Alterasi Alunit-

    kaolinit,

    lempung

    halo

    Lempung,

    serisit,

    karbonat,

    roskoelit,

    fluorit (A)

    Silisik

    (vuggy),

    kuarsa-

    alunit

    Silisik

    (vuggy),

    kuarsa-alunit,

    pirofilit-

    dickit-serisit

    Pirofilit-

    serisit,

    kuarsa-

    serisinit

    Mineral

    ganggue

    Kalsedon

    -

    adularia-

    ilit-kalsit

    Kuarsa-

    karbonat-

    rhodonit-

    serisit-

    adularia ±

    barit ±

    anhidrit ±

    hematit ±

    klorit (AR)

    Alunit,

    barit,

    kaolinit

    Anhidrit,

    kaolinit,

    dicktit

    Serisit,

    pirofilit

    Mineral

    sulfida

    Cinnabar

    , stibnit;

    pirit/mar

    kasit-

    arsenopir

    it,

    selenida

    Au-Ag,

    sulfosat

    Se,

    pirrotit,

    sfalerit

    kaya Fe

    (RB)

    Sulfida Au-

    Ag-

    pirit/sulfosat,

    variasi

    sfalerit,

    galena,

    kalkopirit,

    tetrahedrit/te

    nnantite (AR)

    Enargit/lu

    zonit,

    kovelit,

    pirit

    Enargit/luzon

    it, kalkopirit,

    tetrahedrit/te

    nnanite,

    sfalerit,

    kovelit akhir,

    pirit

    Bornit,

    digenit,

    kalkosit,

    kovelit

    Mineral

    logam

    Au-Ag-

    As-Sb-

    Se-Hg-

    TI (RB),

    Ag:Au

    rendah;

    logam

    dasar

  • 20

    NaCl,

    kaya

    akan gas,

  • 21

    2. Konduksi secara elektrolitik

    Sebagian besar batuan merupakan konduktor yang buruk dan

    memiliki resistivitas yang sangat tinggi. Batuan biasanya bersifat

    porus dan memiliki pori-pori yang terisi oleh fluida, terutama air.

    Batuan-batuan tersebut menjadi konduktor elektrolitik, di mana

    konduksi arus listrik dibawa oleh ion-ion elektrolitik dalam air.

    Konduktivitas dan resistivitas batuan porus bergantung pada volume

    dan susunan pori-porinya. Konduktivitas akan semakin besar jika

    kandungan air dalam batuan bertambah banyak, dan sebaliknya resistivitas akan semakin besar jika kandungan air dalam batuan

    berkurang.

    3. Konduksi Secara Dielektrik

    Konduksi pada batuan atau mineral bersifat dielektrik

    terhadap aliran listrik, artinya batuan atau mineral tersebut mempunyai elektron bebas sedikit, bahkan tidak ada sama sekali. Tetapi karena

    adanya pengaruh medan listrik dari luar maka elektron dalam bahan

    berpindah dan berkumpul terpisah dari inti, sehingga terjadi polarisasi.

    2.3.3 Resistivitas

    Metode resistivitas diaplikasikan dengan menginjeksikan arus

    kedalam bumi dan kemudian diukur beda potensialnya. Prinsip dasar dari

    metode ini dapat dianalogikan sebagai rangkaian listrik dengan sebuah

    baterai

    sebagai

    tegangan dan resistor sebagai hambatan.

    Gambar 2.11 Rangkaian listrik sederhana (Burger, 1992)

  • 22

    Pada baterai tersebut terdapat beda potensial yang akan

    menyebabkan muatan-muatan mengalir dari kutub positif ke kutub

    negatif dan inilah yang disebut sebagai arus.

    𝐼 =𝑞

    𝑡..........................................(2.1)

    Dimana I merupakan arus (A), q adalah banyak muatan (c) dan t

    sebagai fungsiwaktu (s)

    Besarnya arus yang mengalir pada suatu luas permukaan disebut

    sebagai rapat arus.

    𝐽 = 𝐼

    𝐴......................................(2.2)

    Dimana J merupakan rapat arus , I adalah arus (A), dan A

    merupakan Luas permukaan (m).

    George Simons Ohm kemudian mencetuskan teori yang

    kemudian dikenal sebagai hukum ohm, yang menyatakan bahwa arus

    berbanding lurus terhadap tegangan dan berbanding terbalik dengan

    hambatan.

    𝐼 = 𝑉

    𝑅.......................................................(2.3)

    Dimana I adalah arus (A), V merupakan tegangan (v), dan R

    sebagai hambatan (ohm)

    Maka dengan menganggap bahwa luas penampang berbentuk

    silinder, besar tahanan jenis pada suatu material yang dialiri arus dapat

    diketahui.

  • 23

    Gambar 2.12 Arus listrik pada suatu medium berbentuk silinder (Burger,

    1992)

    𝑅 = 𝜌 𝐿

    𝐴 atau 𝜌 = 𝑅

    𝐴

    𝐿.............................(2.4)

    Dimana 𝜌 adalah Hambatan jenis (ohm meter), 𝑅 sebagai

    Hambatan (ohm), 𝐿 merupakan Panjang bahan (m), dan 𝐴 sebagai Luas

    permukaan bahan (𝑚2)

    Pada pengukuran tahanan jenis digunakan asumsi bahwa lapisan

    bawah permukaan bumi dianggap sebagai homogen isotropis. Dengan

    demikian apabila digunakan arus pada sebuah elektroda, maka arus

    tersebut akan mengalir kesegala arah dengan nilai yang sama. Hal tersebut

    akan menyebabkan perbedaan potensial disekitarnya dengan nilai yang

    sama pula. Aliran arus pada elektroda tersebut akan membentuk sebuah

    bidang equipotensial setengah bola.

  • 24

    Gambar 2.13 Sumber arus tunggal dengan potensial tunggal tegak lurus

    terhadap bidang ekuipotensial (Burger, 1992)

    Pada pengukuran tahanan jenis di lapangan, seringnya

    menggunakan dua buah elektroda arus (C1 & C2) yang berfungsi untuk

    mengirimka arus kedalam tanah dan dua buah elektroda potensial (P1 &

    P2) yang berfungsi sebagai pengukur beda potensial.

    Gambar 2.14 Dua elektroda arus dan potensial pada permukaan

    bumi isotropis ( Loke dan Barker 1996)

  • 25

    Potensial di titik P1 yaitu :

    𝑉𝑝1 = 𝐼 𝜌

    2 𝜋 [

    1

    𝑟1 -

    1

    𝑟2 ]...............................(2.5)

    Dimana r1 dan r2 merupakan jarak elektroda potensial P1

    terhadap elektroda-elektroda arus, sedangkan potensial di titik P2 yaitu

    :

    𝑉𝑝2 = 𝐼 𝜌

    2 𝜋 [

    1

    𝑟3 –

    1

    𝑟4 ]..............................(2.6)

    Dimana r3 dan r4 merupakan jarak elektroda potensial p2

    terhadap elektroda-elektroda arus, maka selisih potensial dari titik

    tersebut adalah

    ∆P = 𝑉𝑝1 – 𝑉𝑝2.....................................(2.7)

    Sehingga didapatkan besar tahanan jenisnya adalah

    𝜌 = ∆𝑉

    𝐼 2π [

    1

    𝑟1 -

    1

    𝑟2 -

    1

    𝑟3 -

    1

    𝑟4 ]−1.....................(2.8)

    Dalam metode ini ada beberapa konfigurasi yang dapat

    digunakan. Konfigurasi adalah susunan elektroda arus & potensial ketika

    melakukan pengukuran. Perbedaan konfigurasi akan berpengaruh pada

    besar medan listrik, penetrasi kedalaman yang dapat dijangkau, maupun

    efektif dan efisien dalam pengambilan data. Besar faktor yang diakibatkan

    perbedaan konfigurasi disebut faktor geometri (K).

    K = 2π [ 1

    𝑟1 -

    1

    𝑟2 -

    1

    𝑟3 -

    1

    𝑟4 ]−1.........................(2.9)

    Dimana ∆V merupakan beda potensial antara P1 & P2, r1 & r2

    adalah jarak antara C1 dan P1 dan r3, r4 sebagai jarak antara C1 dan P2.

  • 26

    2.3.3.1 Resistivitas Semu (Apparent Resistivity)

    Dalam konsep metode resistivitas digunakan asumsi bahwa

    bumi adalah homogen isotropis sehingga nilai yang terukur merupakan

    resistivitas sebenarnya, tidak tergantung terhadap perubahan arus dan

    jarak antar elektroda. Pada kenyataannya, nilai ρ sering berubah tidak

    konstan seiring dengan bertambahnya jarak. Hal ini menunjukkan bahwa

    bawah permukaan bumi tidaklah homogen tetapi terdiri dari lapisan-

    lapisan (heterogen) sehingga potensial yang terukur adalah pengaruh dari

    lapisan-lapisan tersebut. Nilai resistivitas yang terukur merupakan nilai

    gabungan dari beberapa lapisan yang dianggap sebagai satu lapisan.

    Dengan demikian, nilai resistivitas yang terukur di lapangan bukanlah

    nilai yang sebenarnya melainkan nilai resistivitas semu (𝜌𝑎) dan besar

    nilai ditentukan oleh faktor geometeri dan susunan elektroda (Telford

    etc, 1990). Untuk mendapatkan nilai resistivitas sebenarnya, maka

    dilakukan proses inversi. Dengan kemajuan teknologi dan informatika,

    proses tersebut tidak lagi dilakukan secara manual namun menggunakan

    software. Dalam penelitian ini digunakan software Res2dinv.

    2.3.3.2 Resistivitas Batuan dan Mineral

    Setiap material yang ada di bumi memiliki karakter tersendiri.

    Salah satu sifat tersebut adalah kelistrikan. Batuan dan mineral memiliki

    kemampuan untuk menghantarkan arus maupun menahan arus yang

    mengalir. Kemampuan suatu bahan untuk menahan arus listrik disebut

    sebagai resistivitas, sebaliknya kemampuan suatu bahan untuk

    mengalirkan arus listrik disebut sebagai konduktivitas. Untuk

    memudahkan dalam menentukan dugaan jenis batuan maupun mineral

    yang diukur, maka dibuatlah suatu rentang nilai resistivitas maupun

    konduktivitas. Berikut ini disajikan tabel nilai tersebut :

  • 27

    Gambar 2.15 Rentang nilai resistivitas dan kunduktivitas beberapa mineral,

    tipe batuan dan material dekat permukaan (Dentith, 2014)

  • 28

    Gambar 2.16 Rentang nilai resistivitas mineral dan batuan di bumi (Loke,

    2015)

    2.3.4 Polarisasi Terinduksi (Induced Polarization)

    Prinsip pengukuran dari metode IP adalah dengan menginjeksikan

    aliran listrik kedalam bumi menggunakan elektroda arus dan mengukur

    beda potensial yang terjadi sesaat setelah arus dimatikan menggunakan

    elektroda potensial. Pada saat arus dimatikan, idealnya beda potensial akan

    langsung menjadi nol. Tetapi pada medium atau lapisan tertentu akan

    menyimpan energi listrik yang bertindak sebagai kapasitor dan baru

    dilepaskan kembali. Efek inilah yang disebut sebagai Efek Polarisasi. Jadi

    ketika arus dikirim dan kemudian diputus, beda tegangan tidak langsung

    menjadi nol namun berangsur-angsur hilang menjadi nol. Efek ini dapat

    terjadi akibat adanya suatu medium yang mengandung logam.

    Polarisasi sendiri diakibatkan oleh dua sumber utama, yaitu

    polarisasi elektroda dan polarisasi membran. Pada penelitian kali ini hanya

    akan dibahas polarisasi elektroda, menyesuaikan dengan pengukuran IP

    yang dilakukan, yaitu Time domain.

    Polarisasi elektroda dapat terjadi karena adanya mineral logam

    pada batuan. Dengan terdapatnya mineral, maka aliran arus akan terhambat

    sehingga muatan akan terpolarisasi pada bidang batas. Supaya arus dapat

    menembus hingga lapisan dalam dan melewati hambatan elektrokimia,

  • 29

    dibutuhkan tegangan yang besar (overvoltage). Polarisasi elektroda

    digunakan sebagai dasar adanya pengukuran time domain.

    Gambar 2. 17 Arus yang mengalir pada medium mengandung elektrolit

    (atas), Proses polarisasi elektroda dengan adanya partikel logam (bawah)

    (Reynold, 1997).

    Prinsip dari pengukuran IP menggunakan Time domain adalah

    mengukur respon batuan dengan melihat overvoltage pada suatu material

    bumi sebagai sebagai fungsi waktu akibat efek polarisasi. Dalam

    pengukuran lapangan, arus yang telah diinjeksikan ke dalam bumi

    kemudian dimatikan kemudian diukur overvoltage delay per waktu,

    biasanya milisekon atau sekon sehingga didapatkan nilai chargebility

    semu.

  • 30

    Gambar 2.18 . (atas) Penginduksian arus listrik , (bawah) beda potensial

    yang terukur dan apparent chargebility (Dentith, 2014).

    Apparent chargebility mengindikasikan lama tidaknya efek

    polarisasi yang terjadi sesaat setelah arus dimatikan. Satuan yang

    digunakan adalah milisekon dan dinyatakan sebagai :

    𝑀𝑎 =1

    𝑉𝑝 ∫ 𝑉𝑠 (𝑡) 𝑑𝑡

    𝑡2

    𝑡1.....................................................(2.10)

    Dimana Ma merupakan Apparent Chargeability (Siemens), Vp

    adalah Tegangan Primer (Volt) dan Vs sebagai Tegangan Sekunder (Volt).

    Umumnya, jika dalam pengukuran didapatkan nilai M yang besar

    maka semakin lama efek polarisasinya/waktu delaynya. Dengan demikian

    dapat diindikasikan terdapat mineral konduktif pada suatu material yang

    diukur. Berikut ini akan disajikan tabel rentang nilai chargeability mineral :

  • 31

    Tabel 2.3 Rentang nilai chargeability beberapa mineral dan material bumi

    (Telford, 2004)

    Material dan Batuan Nilai Chargebility (ms)

    Air tanah 0

    Alluvium 1-4

    Gravels 3-9

    Precambrian Vulkanik 8-20

    Precambrian gneisses 6-30

    Schist 5-20

    Batu pasir 3-12

    Argilik 3-10

    Kuarsa 5-12

    20% sulfida 2000 – 3000

    8-20 % sulfida 1000 – 2000

    2-8 % sulfida 500 – 1000

    Vulkanik tuff 300 – 800

    Shale 50 – 100

    Granit 10 – 50

    Limestone 10 - 20

    2.3.5 Konfigurasi Elektroda

    Konfigurasi merupakan susunan elektroda yang digunakan, baik

    elektroda arus maupun potensial dalam melakukan pengukuran. Beberapa

    bentuk konfigurasi elektroda (potensial dan arus) dalam eksplorasi

    geolistrik resistivitas maupun polarisasi induksi memiliki faktor geometri

    yang berbeda-beda. Beberapa jenis konfigurasi tersebut ntara lain Wenner

    Alpha, Wenner Beta, Wenner Gamma, Pole-Pole, Dipole-Dipole, Pole-

    Dipole, Wenner–Schlumberger, dan Equatorial Dipole-Dipole. Masing-

    masing konfigurasi memiliki kelebihan dan kekurangan. Pemilihan

    konfigurasi tergantung pada beberapa hal, antara lain penetrasi kedalaman,

    sensitivitas, dan resolusi (Loke, 2012). Berikut ini akan disajikan

    konfigurasi yang dapat digunakan pada pengukuran geolostrik resistivitas

    dan polarisasi induksi.

  • 32

    Gambar 2.19 Beberapa konfigurasi elektroda beserta faktor geometerinya

    (Loke, 2015)

    Dalam penelitian kali ini menggunakan konfigurasi dipole-dipole,

    baik untuk pengukuran tahanan jenis maupun polarisasi induksi. Kelebihan

    dari penggunaan konfigurasi dipole-dipole adalah sangat sensitif terhadap

    perubahan resistivitas secara horizontal dan cukup sensitif terhadap

    perubahan secara vertikal. Hal tersebut berarti bahwa konfigurasi ini sangat

    berguna untuk mendeliniasi struktur vertikal seperti zona patahan maupun

    namun relatif lemah dalam mendeliniasi struktur horizontal seperti pada

    lapisan sedimen (Loke,2012). Kelebihan lain dari konfigurasi dipole-dipole

    adalah tidak memerlukan kabel yang terlalu panjang untuk mendapatkan

    kedalaman n maksimal. Selain itu posisi elektroda arus dan elektroda

    potensial bisa tidak harus sejajar ataupun simetris. Hal ini sangat

    menguntungkan dalam melakukan pengukuran, mengingat medan pada

    lokasi penelitian berada pada deretan pegunungan yang memiliki morfologi curam dan tidak rata.

    Dalam penggunaan konfigurasi dipole-dipole elektroda arus

    diletakkan berdampingan demkikian pula dengan elektroda potensial.

    Sehingga posisi elektroda yang digunakan adalah C1-C2-P1-P2. Jarak antara C1 dengan C2 dan P1 dengan P2 disebut a, dimana jarak antara C

    dengan P disebut na. Dalam penggunaan konfigurasi ini dapat diperoleh

  • 33

    data sounding maupun mapping horizontal secara langsung. Dengan

    menggeser elektroda potensial sejauh na, akan didapatkan data sonding.

    Sementara dengan memindahkan elektroda arus searah dengan elektroda

    potensial akan didapatkan data secara mapping horizontal.

    Gambar 2.20 Skema pengambilan data menggunakan konfigurasi dipole-

    dipole

    Berdasarkan pada gambar skema pengambilan data

    menggunakan konfigurasi dipole-dipole seperti diatas, maka faktor

    geometri yang didapat adalah

    R1 = na + 2a = a (n+2)

    R2 = na + a = a (n+1)

    R3 = na + a = a (n -1)

  • 34

    R4 = na

    K = 2π [ ( 1

    𝑅1 –

    1

    𝑅2 ) – (

    1

    𝑅3 -

    1

    𝑅4)]...........................(2.11)

    K = π an (n +1) (n+2).................................(2.12)

    2.3.6 Model deposit emas dan respon geofisika

    Keterdapatan deposit emas yang ada di dalam bumi tidaklah sama

    antara satu tempat dengan tempat lainnya. Setiap deposit memiliki model

    yang berbeda-beda yang juga berdampak pada respon geofisika yang

    dihasilkan dari masing-masing metode yang dilakukan. Beberapa model

    deposit emas berdasarkan keterjadiaannya antara lain :

    1. Vein, stokwork, lodes

    2. Vulkanogenik sulfida

    3. Deposit tersebar pada batuan beku, , volcanic, dan sedimen

    4. Palaeoplaser, konglomerat

    5. Plaser

    Pada kesempatan kali ini hanya akan dijelaskan dua model

    deposit emas beserta respon geofisika, yaitu model deposit veins dan

    tersebar menyesuaikan dengan kondisi yang ada pada daerah penelitian.

    Tabel 2.4 Model endapan bijih emas dengan karakter geologi dan geofisika

    (Foster, 1993)

    𝑴𝒐𝒅𝒆𝒍 𝒆𝒏𝒅𝒂𝒑𝒂𝒏𝒌𝒂𝒓𝒂𝒌𝒕𝒆𝒓

    ⁄ Vein, stokwork,

    lode

    Diseminasi

    Batuan Induk Intrusi granodiorit Batuan vulkanik

    Struktur Patahan, shear,

    fraktur

    Patahan, fraktur

    Mineral bijih Kuarsa, pirit, kalsit Kuarsa, pirit, kalsit

    Alterasi Silifikasi, klorit,

    lempung

    Silifikasi, lempung

    Respon geofisika -Zona silifikasi

    ditandai dengan nilai

    resistivitas tinggi

    -Kehadiran mineral

    pirit dapat

    Zona bijih emas

    ditandai dengan

    nilai resistivitas

    yang tinggi dengan

    atau tanpa anomali

  • 35

    menyebabkan

    menurunnya IP

    IP

    2.3.7 Teori Inversi RES2DINV : Robust Inversion

    Proses pengolahan data resistivitas maupun polarisasi terinduksi

    digunakan untuk mendapatkan nilai sebenarnya dari nilai resistivitas dan

    chargeability semu yang didapatkan dari pengukuran lapangan. Beberapa

    jenis metode inversi yang terdapat di RES2DINV, yaitu smootness-

    constrained least-squared, Inclued smoothing of Model Resistivity, dan

    Robust inversion. Pada penelitian kali ini hanya akan dijelaskan tentang

    metode Robust Inversion sesuai dengan yang digunakan pada proses

    pengolahan data.

    Metode Robust Inversion memodifikasi persamaan yang

    menginkutsertakan proses smoothing, dimana dimana setiap elemen model

    parameter berbeda. Persamaan Robust Inversion adalah sebagai berikut :

    ( 𝐽𝑇 𝑅𝑑 𝐽 + 𝜆 𝑊𝑇𝑅𝑚 𝑊 ) ∆𝑄 = 𝐽

    𝑇𝑅𝑑 𝑔 - 𝜆 𝑊𝑇𝑅𝑚 𝑊𝑄..........(2.13)

    Dimana 𝑅𝑑 dan 𝑅𝑚 merupakan matrik pembobotan yang menjelaskan

    bahwa perbedaan elemen dari data misfit dan vektor model diberikan

    pembobotan yang setara pada proses inversi (Loke,2015)

    Dengan menggunakan metode inversi ini pada model resistvitas.

    Program tersebut akan mengusahakan untuk mengecilkan perubahan

    absolut pada nilai resisitivitas. Selain itu akan dihasilkan model dengan

    kenampakan yang tajam diantara dua daerah berbeda dengan nilai

    resistivitas yang berbeda. Metode inversi ini dianggap sesuai dengan

    kondisi yang ada dilapangan yang memperlihatkan kontak antar litologi

    dan adanya struktur patahan. Dibawah ini akan diberikan perbandingan

    hasil penampang antara smootness-constrained least-squared dengan

    Robust inversion. Berdasarkan kedua penampang hasil dari inversi robust

    menghasilkan batas yang lebih tajam dan kuat (Loke,2015)

  • 36

    Gambar 2.21 Perbandingan hasil inversi data sintetik menggunakan metode

    smootness-constrained least-squared dengan Robust inversion (Loke,2015).

  • 37

    BAB III

    METODELOGI

    3.1 Lokasi Penelitian

    Lokasi penelitian berada pada prospek biku Desa Hulawa

    Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo. Terletak pada daerah Kontrak

    Karya PT J Resources Nusantara dengan batas lokasi 51 N koordinat UTM

    388XXX – 389XXX hingga 387XXX-388XXX. Lokasi tersebut dapat

    ditempuh dengan berjalan kaki sekitar 4 jam perjalanan atau dapat

    dijangkau menggunakan helikopter selama 5 menit dari kantor perusahaan.

    Gambar 3. 1 Peta Lokasi Penelitian modifikasi dari PT Gorontalo Sejahtera

    Mining

  • 38

    3.2 Metode dan Teknik Akuisisi Data Lapangan

    Metode yang digunakan pada penelitian kali ini adalah geolistrik

    resistivitas dan IP dengan menggunakan instrumen Zonge International

    Inc. Pada instrumen ini terdiri dari tiga komponen utama yaitu

    Transmitter, Switchbox, dan Receiver. Data yang didapatkan adalah nilai

    resistivitas sekaligus polarisasi induksi. Konfigurasi yang digunakan yaitu

    Dipole-Dipole baik pada pengambilan data resistivitas maupun polarisasi

    induksi. Proses akuisisi data lapangan menggunakan 3 buah porous pot

    sebagai penerima beda potensial dan 13 elektroda sebagai media pengirim

    arus listrik. Jarak antar tiap elektroda maupun porous pot adalah 50 meter.

    Dengan demikian akan membuat proses akuisisi data menjadi efektif dan

    efisien sehingga lebih cepat selesai dan mengurangi anggaran pengeluaran.

    Gambar 3. 2 Teknik Pengambilan data di lapangan (Sumber : Peneliti)

    3.3 Diagram Alir

    Pada penelitian ini, penulis membagi bagan penelitian menjadi

    beberapa tahap. Pertama adalah studi literatur meliputi studi geologi

    maupun geofisika. Kedua yaitu tahap persiapan yang meiputi pembuatan

    frame blok lokasi, pembuatan desain lintasan, grid lintasan pengukuran,

    pemasangan elektroda, dan pemasangan kabel. Tahapan ketiga adalah

    proses pengambilan data resistivitas dan polarisasi induksi. Tahapan

    selanjutnya adalah pengolahan dari data yang telah didapatkan. Tahapan

    terakhir meliputi analisa data primer maupun sekunder dan penarikan

    kesimpulan.

  • 39

    Gambar 3. 3 Diagram alir penelitian Tugas Akhir

  • 40

    Deskripsi diagram alir penelitian :

    a. Studi Literatur

    Mendapatkan informasi berkaitan dengan kondisi geologi

    maupun studi tentang geofisika. Studi geologi meliputi geologi

    regional Pulau Sulawesi dan daerah penelitian, fisiografi, struktur,

    litologi, alterasi dan mineralisasi daerah prospek maupun bijih emas

    epitermal. Studi Geofisika meliputi eksplorasi geolistrik, sifat

    kelistrikan batuan, metode, konfigurasi, dan respon geofisika pada

    model epitermal. Informasi tersebut digunakan sebagai dasar

    penelitian dan membantu dalam pemilihan metode yang digunakan

    selain juga membantu dalam melakukan interpretasi nantinya.

    b. Persiapan Lapangan

    Mempersiapkan berbagai hal yang harus dilakukan dan

    digunakan sebelum pengambilan data. Diantara hal tersebut antara lain

    membuat frame blok lokasi pengukuran menggunakan Total Station,

    menentukan desain lintasan pengukuran menggunakan google earth,

    pembuatan grid lintasan pengukuran sebanyak 10 line menggunakan

    GPS, pemasangan elektroda lintasan sejumlah 13 elektroda tiap line,

    dan menggelar kabel sepanjang 900 m tiap line dengan target

    kedalaman ± 250 m

    c. Pengambilan Data

    Melakukan pengambilan data lapangan menggunakan

    instrumen Zonge International. Akuisisi data dilakukan sesuai desain

    lintasan yang telah dibuat. Data yang diambil yaitu resistivitas dan

    polarisasi terinduksi dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole

    untuk kedua data tersebut.

    d. Pengolahan Data

    Memproses data yang telah diperoleh tiap lintasan kedalam

    penampang 2D, baik untuk penampang resistivitas maupun

    penampang polarisasi terinduksi. Proses pengolahan dilakukan

  • 41

    menggunakan software Res2dinv Versi 4.07 untuk selanjutnya

    dimodelkan kedalam penampang 3D.

    e. Interpretasi dan pengambilan kesimpulan

    Menginterpretasi anomali-anomali berdasarkan penampang

    resistivitas dan polarisasi terinduksi hasil pengolahan seluruh lintasan

    pengukuran. Interpretasi dilakukan secara kualitatif maupun kuantitatif.

    Interpretasi kuntitatif berdasarkan pada nilai resistivitas maupun polarisasi

    induksi. Interpretasi kualitatif berdasarkan zona dengan nilai yang

    memiliki kontras tinggi maupun rendah pada kedua jenis penampang

    tersebut. Selain itu dilakukan interpretasi pada model penampang 3D hasil

    overlay dari kedua jenis data yang telah diolah. Interpretasi juga dilakukan

    berdasarkan studi literatur dan data sekunder, yaitu mapping geologi

    untuk kemudian diambil kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

    3.4 Desain Akuisisi

    Adapun desain akuisisi lapangan dalam penelitian kali ini seperti

    pada gambar dibawah 3.4. Lintasan berjumlah 10 line yang berarah timur-

    barat. Penentuan lintasan didasarkan pada hasil pemetaan geologi terkait

    daerah yang memiliki prospek bijih emas dan kondisi yang ada di

    lapangan.

  • 42

    Gambar 3. 4 Desain lintasan pengukuran pada daerah prospek ( Sumber :

    Google Earth Pro)

    3.5 Peralatan dan Data

    Peralatan

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai

    berikut :

    a) Perangkat Keras (Hardware)

    1 set Resistivitimeter

    1 buah Generator

    3 buah GPS

    3 buah porous pot

    3 buah sekop

    11 roll kabel

    13 buah elektroda

    b) Perangkat Lunak (Software)

    RES2DINV Versi 4.07

    Data

    Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah sebagai berikut :

    a) Data Primer

    Data hasil pembuatan blok frame lokasi penelitian

  • 43

    Data hasil akuisisi data resistivitas 2D

    Data hasil akuisisi data polarisasi terinduksi 2D

    b) Data Sekunder

    Data topografi lidar

    Data pemetaan geologi daerah prospek

    Data lubang bor

    Gambar 3. 5 Alat dan bahan yang digunakan (a) seperangkat resistimeter, (b)

    porous pot, (C) generator, (d) elektroda, (e) kabel dan (f) software pengolahan

  • 44

    Halaman ini sengaja dikosongkan

  • 45

    BAB IV

    ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

    Pada bab ini akan dijabarkan analisis dari pengolahan data yang telah

    dilakukan. Pengukuran dimulai pada 20 Juli- 3 Oktober 2017 dengan

    pengambilan data Resistivitas dan Polarisasi Terinduksi dua dimensi. Untuk

    mempermudah dalam proses interpretasi, digunakan beberapa data sekunder.

    Adapun data sekunder tersebut antara lain hasil mapping geologi berupa

    litologi dan alterasi, serta data lubang bor pada prospek yang telah dilakukan

    pengukuran sebelumnya.

    4.1 Analisa Data Sekunder

    4.1.1 Mapping Geologi

    Mapping geologi dilakukan pada seluruh daerah Ijin Usaha

    Pertambangan (IUP). Tujan dilakukannya kegiatan ini diantaranya

    untuk mengetahui struktur geologi, persebaran batuan, mineralisasi

    dan alterasi yang menyertainya. Dengan adanya mapping, akan

    didapatkan informasi mengenai kondisi geologi khususnya pada

    daerah prospek. Untuk selanjutnya dapat dikaji lebih lanjut guna

    mengetahui keberadaan suatu endapan yang menjadi target, dalam hal

    ini adalah emas.

    Dari hasil mapping geologi yang telah dilakukan, ditemukan

    litogi batuan dan alterasi yang bervariasi, begitupula struktur yang

    mengontrolnya. Terdapat setidaknya enam tipe litologi batuan dan

    empat tipe alterasi. Jenis litologi yang didapat yaitu batuan breksi

    sedimen, batuan breksi hidrotermal, batuan piroklastik, batuan breksi

    diatrem, batuan intrusif riodasit dan granodiorit. Untuk alterasi yang

    ditemukan antara lain alterasi silifikasi, silifikasi-argilik, argilik

    (lempung), dan alterasi yang masih segar.

  • 46

    Gambar 4.1 1 Hasil mapping geologi berupa persebaran litologi di

    permukaan

    Daerah prospek yang dilakukan pengukuran berada pada

    lingkaran putih pada gambar 4.1.1 Kegiatan mapping dilakukan dengan

    spasi 25 meter dan mengikuti lintasan yang nantinya digunakan untuk

    pengukuran geofisika. Batuan yang mendominasi adalah intrusif riodasit,

    breksi hidrotermal, dan breksi diatrem. Dari hasil mapping Pada daerah

    prospek juga ditemukan struktrur patahan berarah NNE sampai NE.

    Kenampakan yang ada di lapangan juga menunjukkan adanya zona kontak

    antara breksia hidrotermal dengan intrusif riodasit.

  • 47

    Gambar 4.1 2 Hasil mapping geologi berupa persebaran alterasi di permukaan

    Lingkaran putih pada gambar 4.1.2 menunjukkan sebaran

    alterasi yang ditemukan pada daerah penelian. Alterasi yang

    berkembang pada prospek tersebut adalah alterasi silifikasi, alterasi

    silifikasi-lempung dan alterasi lempung. Hasil studi lapangan

    menunjukkan bahwa alterasi lempung sering ditemukan pada batuan

    diatrem breksia, alterasi silifikasi sampai silifikasi-chlorit pada batuan

    intrusif riodasit dan alterasi silifikasi-lempung pada batuan breksi

    hidrotermal (crackle breksi).

    4.1.2 Data lubang bor

    Data lubang bor diambil pada daerah prospek lain yang masih

    dalam lingkup regional yang sama. Daerah prospek tersebut telah

    dilakukan pengukuran geofisika menggunakan metode yang sama

    seperti prospek yang sedang dikerjakan kali ini. Dengan demikian,

  • 48

    data bor dapat digunakan sebagai acuan utama dalam melakukan

    interpretasi.

    Gambar 4.1 3 Data bor pada blok yang bersebelahan dengan lokasi penelitian

    Gambar 4.1.3 adalah hasil pengeboran yang menunjukkan

    tiga tipe litologi dan alterasi yang berkembang, menyesuaikan dengan

    kebutuhan interpretasi. Berdasarkan hasil analisa petrologi, litologi

    intrusif riodasit dicirikan dengan warna cokelat kekuningan, tekstur

    porfiritik, komposisi mineral kuarsa-plagioklas, illite, kandungan

    mangan 50 % , alterasi kuat sampai kedalam (strongly to pervasive)

    dari silifikasi sampai silifikasi-lempung, dan oksidasi yang kuat –

    sempurna (strongly to complete). Litologi breksi hidrotermal (crackle

    breksi) berwarna cokelat kekuningan dengan tekstur monomik,

    tingkat kebundaran sub angular – angular, komposisi mineral kuarsa,

    illit, mangan. Alterasi kuat sampai kedalam (strongly to pervasive)

    dari silifikasi sampai silifikasi-lempung, dan oksidasi yang kuat –

  • 49

    sempurna (strongly to complete) , biasanya terdapat pada zona

    patahan. Litologi breksi diatrem biasanya teralterasi oleh lempung.

    4.2 Analisa Data Primer

    4.2.1 Frame Blok

    Frame blok dilakukan pada tahap persiapan. Tujuan

    pembuatan frame blok adalah untuk memberi batas blok area yang

    dilakukan pengukuran. Hasill yang didapatkan terdiri dari beberapa

    blok area, yaitu area berwarna biru , hijau, ungu dan merah. Pada blok

    biru sudah dilakukan pengambilan data sedangkan pada blok berwarna

    merah bukan merupakan daerah IUP. Untuk area penelitian berada

    pada blok berwarna hijau.

    Gambar 4.2 1 Peta rencana area pengambilan data. Prospek “biku” berada

    pada blok hijau

  • 50

    4.2.2 Penampang Hasil Inversi dan Overlay Kedua Metode

    Resistivitas dan Polarisasi Terinduksi

    Hasil pengolahan data resistivitas dan polarisasi terinduksi

    berupa penampang dua dimensi. Proses inversi menggunakan software

    RES2DINV 4.07. Hasil pengolahan ditampilkan dalam 2 penampang

    sekaligus, yaitu resistivitas dan chargeability. Resistivitas digunakan

    untuk mengatahui jenis litologi sedangkan chargebability untuk

    mengetahui jenis alterasi. Pada masing-masing kedua hasil

    penampang, diberikan variabel kontrol rentang nilainya. Untuk nilai

    resistivitas digunakan rentang nilai per 25 Ωm dan untuk nilai

    chargeability rentang nilai per 1 ms. Dengan memberikan rentang nilai

    tersebut pada keseluruhan penampang lintasan pengukuran, akan

    dihasilkan kontras warna yang sama sehingga diharapkan akan lebih

    mudah dalam melakukan interpretasi. . Dari hasil inversi tersebut

    kemudian dilakukan pemodelan 2 dimensi lebih lanjut untuk

    mendapatkan visualisasi sesuai dengan kondisi geologi yang ada di

    lapangan berdasarkan hasil pemetaan geologi. Pada tiap penampang

    lintasan akan menunjukkan persebaran batuan sesuai dengan kaidah

    simbol geologi. Tujuan dari overlay adalah untuk mengetahui jenis

    batuan sekaligus alterasi yang menyertainya. Alterasi sangat berperan

    penting dalam kegiatan eksplorasi biji untuk mengetahui genesa dan

    karakteristik dari endapan yang dieksplorasi, dalam hal ini emas.

    Pada prospek di penelitian kali ini, litologi yang menjadi

    target utama adalah breksi hidrotermal (crackle breksia). Berdasarkan

    hasil mapping geologi, urat pembawa mineralisasi emas terutama

    berada pada litologi tersebut. Selain itu litologi intrusif riodasit juga

    menjadi sasaran target. Hal ini disebabkan litologi breksi hidrotermal

    sering ditemukan memiliki kontak langsung/berasosiasi dengan

    intrusif riodasit. Larutan hidrotermal dipercaya melewati zona kontak

    antara kedua litologi tersebut sehingga berdampak pada daerah

    sekitarnya. Selain melewati zona kontak kedua litologi tersebut,

    larutan hidrotermal juga akan menyebar keseluruh litologi yang ada

    karena retakan disekitar batuan. Semakin jauh dari pusat larutan

    hidrotermal dan mengisi retakan sebagai urat, nyatanya kandungan

    emas semakin meningkat. Zona yang berada disekitar kontak hingga

    yang semakin jauh inilah yang diseebut dengan zona rotate to crackle

    breksia. Sehingga adanya litologi intrusif riodasit sebagai petunjuk

  • 51

    untuk mengetahui litologi yang menjadi target, yaitu breksi

    hidrotermal (crackle breksia).

    Litologi breksi diatrem juga ditemukan pada daerah

    penelitian berdasarkan mapping geologi. Pada litologi ini sering

    dijumpai berada pada zona argilik Alterasi argilik akan menghasilkan

    lempung dan mineral zeolit dengan kapasitas tukar kation yang besar.

    Hal tersebut menyebabkan minerali zeolit kemudian akan

    menggantikan (replacement) mineral feldspar dan piroksen dengan

    lempung (RG Allis, 1990). Dalam beberapa kasus, lempung yang telah

    mengalami alterasi dapat menghasilkan konsentrasi Au yang lebih

    tinggi. Hal ini disebabkan lempung dapat menjadi lapisan akuitar yang

    menghalangi larutan hidrotermal dalam perjalanannya ke permukaan

    (Corbett, 2013). Namun dalam prospek penelitian, litologi ini bukan

    merupakan target utama karena tidak memiliki kandungan Au yang

    tinggi. Hal tersebut juga didukung dengan kenyataan diberbagai lokasi

    seperti di La Carolina (Argentina) dan Bald Mountain (Australia)

    dengan litologi breksi diatrem, tidak berasosiasi dengan adanya

    mineralisasi ataupun tidak mengandung mineralisasi yang signifikan

    atau ekonomis (Turner, 2011).

    Dibawah ini akan diberikan penampang hasil inversi dan

    overlay tiap-tiap lintasan pada desain yang telah dibuat. Tujuannya

    supaya dapat diketahui dugaan sebaran litologi didukung dengan

    alterasi berdasarkan karakterisitik yang telah dijelaskan. Dengan

    demikian diharapkan semakin menyakinkan penelti dalam melakukan

    interpretasi sekaligus menentukan zona dengan kandungan Au yang

    tinggi.

    4.2.2.1 Lintasan 1

  • 52

    Gambar 4.2.2 a Hasil inversi lintasan 1 resistivitas dan chargeability

    Gambar 4.2.2 b Hasil overlay lintasan 1 resistivitas dan chargeability

    Lintasan 1 yang ditunjukkkan gambar 4.2.2 a berada pada

    posisi paling selatan pada desain lintasan pengukuran. Panjang

    lintasan ini yaitu 900 m. Pada lintasan ini terdapat pergeseran sejauh ±

    400 m ke arah timur dari rencana desain awal. Hal ini disebabkan pada

    bagian barat lintasan terdapat daerah bukaan aktivitas penambang

    warga. Pengambilan data dilakukan pada kondisi hujan deras sehingga

    tanah permukaan basah. Berdasarkan hasil pengolahan didapatkan

    bagian dekat permukaan pada elevasi ± 400- 500 m didominasi oleh

  • 53

    batuan breksi hidrotermal dengan rentang nilai 150-250 Ωm dan

    breksi diatrem dengan rentang nilai 0 – 150 Ωm. Batuan intrusif

    riodasit diinterpretasi dengan nilai resistivitas mulai dari 250 Ωm

    keatas mendominasi bagian tengah lintasan pengukuran dan cenderung

    menerus ke arah timur lintasan, pada elevasi ± 300 – 400 dpl. Pada

    lintasan ini terdapat zona kontak yang diinterpretasi sebagai zona

    kontak breksi diatrem dengan intrusif riodasit pada bagian barat

    lintasan dengan adanya dugaan patahan breksia pada elevasi ± 400 m

    Nilai chargeability yang didapatkan pada lintasan pertama

    hasil inversi yaitu antara 1-8 ms. Pada bagian dekat permukaan arah

    timur terdapat anomali nilai chargeability tinggi disekitar nilai

    chargeability rendah. Zona tersebut diiduga sebagai zona silifikasi

    sampai silifikasi-argilik yang berada diantara zona silifikasi klorit.

    Sementara pada bagian barat didapatkan nilai chargeability tinggi

    yang menurun secara signifikan diprediksi merupakan zona silifikasi

    sampai silifikasi klorit.

    Pada gambar 4.2.2 b penampang overlay lintasan 1 terlihat

    didominasi oleh dugaan batuan breksi. Pada bagian timur lintasan

    didapatkan batuan breksi dengan nilai chargeability kecil yaitu 2-3 ms

    yang diinterpretasi sebagai batuan breksi diatrem dengan alterasi

    argilik. Pada bagian ini juga didapatkan litologi intrusif riodasit

    dengan chargeability kecil hingga menengah 2-5 ms hingga tengah

    lintasan diinterpretasi sebagai zona rotate to crackle breksia dengan

    alterasi silika argilik-argilil. Hal ini didukung dengan adanya kontak

    dengan litologi breksi hidrotermal tepat diatas litologi intrusif riodasit

    dengan chargeability 5-6 ms dengan alterasi silika-argilik. Bagian

    timur lintasan memiliki anomali nilai chargeability yang menengah

    hingga tinggi semakin dekat ke permukaan yaitu 4-8 ms diinterpretasi

    sebagai litologi breksi hidrotermal dengan alterasi silika klorit – silika

    argilik. Zona inilah yang diduga memiliki kandungan Au yang tinggi.

    4.2.2.2 Lintasan 2

  • 54

    Gambar 4.2.2 c Hasil inversi lintasan 2 resistivitas dan chargeability

    Gambar 4.2.2 d Hasil overlay lintasan 2 resistivitas dan chargeability

    Lintasan kedua pada gambar 4.2.2 c bergeser ± 500 meter

    dari desain akuisisi awal. Sama seperti lintasan pertama, hal ini

    disebabkan adanya aktivitas bukaan tambang dari penambang

    setempat. Pengambilan data dilakukan pada kondisi lapisan tanah

    cenderung basah dikarenakan hujan deras sehari sebelumnya.

    Berdasarkan hasil inversi, bagian barat dari lintasan diinterpretasi

    sebagai batuan breksi diatrem dengan nilai resistivitas 0-150 Ωm yang

    berselingan dengan breksi hidrotermal dengan niai resistivitas

    meningkat, yaitu antara 150-250 Ωm. Kedua lithologi tersebut

  • 55

    mendominasi hampir seluruh bagian barat lintasan. Terdapat dugaan

    patahan pada zona kontak antara breksi hidrotermal dengan intrusif

    riodasit pada bagian tengah lintasan, pada elevasi ± 355 m. Hal

    tersebut dicirikan dengan menurunnya nilai resisitivitas pada zona

    kontak tersebut. Batuan itrusif riodasit mendominasi bagian paling

    bawah dari tengah lintasan cenderung kearah timur. Pada bagian

    permukaan di timur lintasan terdapat dugaan tiga litologi yang saling

    berselingan, antara breksi hidrotermal, breksi diatrem dan intrusif

    riodasit pada bagian paling ujung. Nilai resistivitas rendah 0 – 125 Ωm

    pada permukaan terutama bagian timur lintasan, dapat juga sebagai

    lempung akibat air hujan yang mengintrusi bagian lereng tersebut.

    Hasil inversi menunjukkan nilai chargeability pada lintasan

    kedua berkisar antara 2 – 6 ms. Nilai chargeability 4 ms cenderung

    menurun terhadap kedalaman diduga sebagai zona argilik dengan

    alterasi lempung. Zona tersebut mendominasi bagian timur dari

    lintasan ini. Untuk bagian barat terdapat kenaikan nilai chargebility

    mencapai 4 ms yang diinterpretasi sebagai zona alterasi silika argilik.

    Nilai tersebut mengalami penurunan secara gradual kearah paling

    barat dari lintasan diduga sebagai zona alterasi argilik.

    Lintasan 2 hasil overlay pada gambar 4.2.2 d menunjukkan

    dugaan lit